laporan akhir analisis kebijakan dampak...

67
LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK PERUBAHAN HARGA BBM TERHADAP SEKTOR PERTANIAN Oleh Pantjar Simatupang Adang Agustian Supena Friyatno PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014

Upload: buikhuong

Post on 07-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN

DAMPAK PERUBAHAN HARGA BBM

TERHADAP SEKTOR PERTANIAN

Oleh

Pantjar Simatupang Adang Agustian

Supena Friyatno

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

2014

Page 2: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

iii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Latar Belakang

1. Kajian ini dilakukan sebagai antisipasi terhadap rencana Pemerintah untuk

menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sudah diwacanakan sejak Juli 2014, tak lama setelah pemilihan umum selesai dilaksanakan.

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berakhir pada 20 Oktober 2014 telah menegaskan bahwa kebijakan penyesuaian harga BBM sepenuhnya diserahkan kepada Presiden terpilih Joko Widodo

(Jokowi). Tidak lama setelah dilantik resmi, pemerintahan Presiden Jokowi mengumumkan bahwa subsidi BBM akan realokasi (harga BBM bersubsidi

dinaikkan) sebelum 1 Januari 2014. Setelah melakukan persiapan, termasuk program kompensasi bagi penduduk miskin, pemerintah menetapkan harga

baru BBM bersubsidi yakni, menaikkan harga bensin premium dari Rp. 6.500/liter menjadi Rp. 8.500/liter dan harga solar dari Rp. 5.500/ liter menjadi Rp. 7.500/liter atau harga masing-masing dinaikkan Rp. 2000/liter,

pada 18 November 2014.

2. Sebagian hasil kajian ini telah digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi

Menteri Pertanian pada Sidang Kabinet pembahasan kebijakan subsidi BBM pada 18 November 2014, beberapa saat sebelum pemerintah mengumumkan

penyesuaian harga BBM. Dengan demikian, tujuan dan outcome utama kajian ini sesungguhnya telah terwujud. Walaupun kebijakan penyesuaian harga BBM telah dilaksanakan, tidaklah berarti bahwa kajian ini sudah tidak

relevan atau kadaluarsa. Kajian ini telah terlaksana tepat waktu dan hasilnya telah disampaikan pula kepada pengguna sasaran utamanya. Oleh karena

itu, tulisan ini terutama dimaksudkan sebagai laporan kajian. Isi laporan ini pun masih mencakup analisis beberapa skenario perubahan harga BBM yang mungkin dipertimbangkan pemerintah, tidak hanya kenaikan harga Rp.

2.000/liter yang sudah diterapkan pemerintah.

3. Kajian ini bertujuan untuk merumuskan bahan pertimbangan bagi pimpinan

Kementerian Pertanian dalam menyikapi kebijakan perubahan harga BBM. Dengan lebih rinci, tujan kajian ini adalah: (1) Menganalisis dampak

beberapa skenario perubahan harga BBM terhadap ongkos usahatani, harga hasil usahatani dan laba usahatani tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan dan peternakan, (2) Menganalisis dampak beberapa skenario

perubahan harga BBM terhadap ongkos, harga produk dan laba usaha pengolahan hasil pertanian, (3) Menganalisis dampak beberapa skenario

perubahan harga BBM terhadap biaya hidup di pedesaan dan di perkotaan, (4) Mengkaji dampak segera Perubahan Harga BBM terhadap Ongkos dan

Keuntungan Usaha Alsintan di lokasi kajian, dan (5) Merumuskan bahan pertimbangan perihal kebijakan penyesuaian harga BBM kepada pimpinan Kementerian Pertanian.

4. Analisis dilakukan dengan dua metode pendekatan. Pertama, metode simulasi dengan menggunakan elastisitas dampak perubahan harga BBM

terhadap ongkos usahatani, harga hasil usahatani dan laba usahatani dan

Page 3: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

iv

usaha pengolahan hasil pertanian, harga produk pertanian di tingkat

konsumen, serta biaya hidup di pedesaan dan di perkotaan, masing masing pada berbagai skenario perubahan harga BBM. Elastisitas yang digunakan

berasal dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Alat analisis utamanya adalah metoda Input-Output, dengan menggunakan Tabel Input-

Output Indonesia 2005.

5. Pendekatan kedua adalah kajian lapang dengan melakukan wawancara terhadap petani-pengguna alat-alat dan mesin pertanian dan pengusaha

jasa alat-alat dan mesin pertanian yang menggunakan BBM secara langsung. Kajian lapang dilakukan di Kabupaten Subang dan Cianjur,

Provinsi Jawa Barat beberapa hari setelah harga BBM dinaikkan pada akhir November 2014. Kajian lapang ini dapat dipandang sebagai verifikasi hasil

analisis simulasi.

Hasil Penelitian

Dampak Perubahan Harga BBM terhadap Ongkos Usahatani, Harga Hasil

Usahatani dan Laba Usahatani Tanaman Pangan dan Hortikultura, Perkebunan dan Peternakan

6. Perubahan harga BBM berpengaruh positif terhadap harga hasil usahatani tanaman pangan dengan elastisitas berkisar 0,0020-0,5157, yang berarti

kenaikan harga BBM akan mendorong peningkatan harga komoditas tanaman pangan dan hortikultura dengan variasi yang cukup besar. Dampak terbesar adalah terhadap bahan pangan utama, yakni padi dan jagung,

berturut-turut dengan elastisitas 0,5157 dan 0,1632, buah-buahan dengan elastisitas 0.1453, dan sayuran dengan elastisitas 0.1098. Kiranya dicatat

bahwa kelompok komoditas ini adalah juga yang paling dominan diusahakan oleh usahatani rakyat. Dapat dikatakan bahwa dilihat dari segi harga jual petani, komoditas yang paling tinggi peningkatan harganya adalah komoditas

yang paling banyak diusahakan oleh petani rakyat, yang berarti baik bagi petani. Namun demikian, kelompok komoditas ini adalah juga yang paling

banyak dikonsumsi konsumen dalam negeri, yang berarti yang paling besar dampak negatifnya terhadap inflasi atau biaya hidup masyarakat.

7. Dampak kenaikan harga BBM terhadap ongkos usahatani tanaman pangan dan hortikultura pada umumnya kecil, dengan elastisitas pada kisaran 0,0428-0,1132. Dampak langsung perubahan harga BBM terutama terjadi

melalui ongkos penggunaan alat-alat dan mesin-mesin pertanian yang umumnya belum demikian intensif penggunaannya. Dampak terbesar adalah

pada usahatani tanaman pangan utama, seperti kedelai, padi dan jagung yang paling banyak diusahakan oleh usahatani rakyak. Dengan demikian,

kalaupun harga BBM dinaikkan, besaran kenaikannya mestilah diusahakan moderat.

8. Dampak kenaikan harga BBM terhadap laba nominal dan laba riil usahatani

tanaman pangan dan hortikultura, diketahui bahwa secara umum laba nominal usahatani tanaman pangan dan hortikultura meningkat apabila

harga BBM dinaikkan. Besaran absolut elastisitas penurunan laba nominal

Page 4: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

v

tersebut memang relatif kecil, yakni berkisar antara 0,0128 (sayuran) dan

0.0474 (kacang-kacangan). Peningkatan laba nominal tersebut terjadi karena dampak kenaikan harga jual hasil usahatani lebih tinggi daripada kenaikan

ongkos usahatani. Penurunan laba nominal ini mengindikasikan bahwa kenaikan harga BBM berdampak buruk terhadap daya saing usahatani

maupun kesejahteraan petani tanaman pangan dan hortikultura sehingga sebaiknya dihindari. Walaupun secara nominal positif, peningkatan harga BBM berdampak negatif terhadap laba riil usahatani tanaman pangan dan

hortikultura. Penurunan laba riil ini merupakan akumulasi dampak penurunan terhadap laba nominal dan dampak kenaikan biaya hidup (inflasi).

9. Perubahan harga BBM terhadap harga komoditas perkebunan berdampak positif di tingkat usahatani. Besaran elastisitasnya berkisar antara 0.0026

(tanaman serat) dan 0.3974 (Kelapa sawit). Secara umum, elatisitas lebih rendah untuk komoditas yang lebih didominasi oleh perkebunan rakyat. Selain itu, elastisitas harga komoditas perkebunan tersebut relatif lebih

rendah dari komoditas tanaman pangan dan hortikultura.

10. Besaran elastisitas memang umumnya kecil, berkisar antara 0,0428

(cengkeh) dan 0,1132 (kopi). Namun demikian, dampak peningkatan harga BBM terhadap ongkos produksi usaha perkebunan relatif lebih tinggi

dibanding usahatani tanaman pangan dan hortikultura. Alasannya adalah bahwa tanaman perkebunan lebih intensif menggunakan peralatan dan mesin yang berbahan bakar minyak subsidi. Peningkatan harga BBM

berdampak negatif terhadap laba nominal usaha perkebunan. Hal ini menunjukkan bahwa dampak positif terhadap harga jual hasil usahatani tidak

cukup untuk menutupi peningkatan ongkos usahatani perkebunan. Besaran absolut elastisitas laba nominal adalah antara 0.0081025 (jambu mete) dan -0,0974 (tembakau). Dampak negatif terhadap laba nominal menunjukkan

bahwa peningkatan harga BBM berdampak buruk terhadap daya saing maupun kesejahteraan petani perkebunan.

11. Oleh karena terhadap laba nominal saja berdampak negatif, kiranya sangat jelas bahwa kenaikan harga BBM berdampak negatif terhadap laba riil usaha

perkebunan. Besaran absolut elastisitas laba riil usaha perkebunan terhadap harga BBM berkisar antara 0,0519 (cengkeh) dan 0,1411 (tembakau). Walaupun relatif kecil, temuan ini menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM

berdampak negatif terhadap kesejahteraan petani perkebunan sehingga harus dihindari atau kalaupun terpaksa dinaikkan, besarannya diusahakan

serendah mungkin.

12. Perubahan harga BBM berpengaruh positif terhadap komoditas peternakan di

tingkat usahatani. Dampak yang terjadi sangat bervariasi, dengan elastisitas berkisar antara 0.0013 (ternak lain) dan 0.3008 (unggas). Sebagaimana diketahui, komoditas selain unggas lebih banyak diusahakan oleh peternak

kecil. Temuan ini memperkuat pola pada usahatani tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, bahwa peningkatan harga di tingkat produsen

akibat kenaikan harga BBM relatif lebih rendah pada komoditas yang lebih banyak diusahakan oleh petani rakyat. Hal ini berarti dampak perubahan

Page 5: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

vi

harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan

harga BBM lebih merugikan perusahaan pertanian rakyat daripada perusahaan besar pertanian.

13. Kenaikan harga BBM berpengaruh positif terhadap ongkos usaha peternakan dengan elastisitas berkisar antara 0, 0214 (unggas) hingga 0,0301 (ternak

lainnya). Variasi besaran elastisitas antar jenis usaha tidak begitu besar, jauh lebih sempit dibanding pada usahatani tanaman. Pada umumnya usaha peternakan belum intensif menggunakan peralatan dan mesim berbahan

bakar minyak subsidi.

14. Walaupun berpengaruh positif terhadap harga jual hasil usahatani,

peningkatan harga BBM berpengaruh negatif terhadap nilai nominal laba usaha peternakan. Besaran absolut elastisitas laba nominal usaha peternakan

terhadap harga BBM berkisar antara 0,0100 (ruminansia non sapi perah dan 0,0319 (sapi perah). Usaha sapi perah lebih sensitif terhadap perubahan harga BBM. Secara umum, besaran elastisitas tersebut memang relatif kecil.

Namun demikian, hal ini tidak boleh diremehkan karena penurunan laba berarti penurunan daya saing dan kesejahteraan petani, lebih-lebih bila

dinilai secara riil (daya beli) sebagaimana dalam uraian berikut.

15. Dampak perubahan harga BBM terhadap daya beli laba (laba riil) usaha

peternakan, diketahui bahwa dampak kenaikan harga BBM terhadap laba riil usahaha ternak menjadi cukup besar. Dengan besaran elastisitas absolut berkisar antara 0,0671 (ternak lainnya dan 0,0756 (sapi perah). Dampak

positif terhadap ongkos usaha dan dampak negatif terhadap laba riil membuktikan bahwa kenaikan harga BBM berdampak buruk terhadap daya

saing usaha peternakan dan dan kesejahteraan para peternak. Sama halnya dengan jenis usahatani lainnya, kenaikan harga BBM haruslah dihindari atau sedapat mungkin diusahakan serendah mungkin sehingga tidak terlalu

berdampak buruk terhadap daya saing usahatani dan kesejahteraan petani.

Menganalisis Dampak Perubahan Harga BBM terhadap Ongkos, Harga

Produk dan Laba Usaha Pengolahan Hasil Pertanian

16. Sama seperti terhadap produk pertanian primer, kenaikan harga BBM

berpengaruh positif terhadap produk olahan hasil pertanian. Elastisitas dampak perubahan harga BBM terhadap harga produk olahan hasil pertanian berkisar antara 0.0131 (daging olahan) hingga 0.6783 (beras). Secara

umum, dampak tertinggi (elastisitas) adalah terhadap bahan pangan pokok, yakni beras (0,6783), kedelai (0,3522), dan gula (0,3055). Bahan-bahan

pangan pokok ini esensial tidak hanya untuk menjamin ketahanan pangan keluarga, tetapi harga mereka juga penentu utama biaya hidup penduduk

miskin dan laju inflasi nasional. Oleh karena itu, dampak yang demikian besar terhadap harga bahan-bahan makanan pokok mestinya dijadikan sebagai perhatian utama dalam menentukan keputusan dan besaran

kenaikan harga BBM. Secara umum, kenaikan harga BBM akan berdampak besar terhadap tingkat kemiskinan dan inflasi, terutama melalui dampaknya

yang demikian besar terhadap bahan pangan pokok.

Page 6: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

vii

17. Biaya pengolahan hasil pertanian sangat sensitif terhadap harga BBM,

sebagaiman terlihat dari besarnya elastisitas, berkisar antara 0,93 (gula) hingga 6,46 (teh olahan). Hal ini kiranya dapat dimaklumi karena proses

pengolahan memang memerlukan energi, yang hingga kini di Indonesia, masih mengandalkan BBM. Dengan dampak yang demikian besar terhadap

biaya produksi, tidak seimbang dengan peningkatan harga jual hasil produksinya, peningkatan harga BBM menyebabkan penurunan nilai nominal laba usaha pengolahan hasil pertanian. Elastisitas dampak harga BBM

terhadap laba nominal usaha pengolahan hasil pertanian berkisar antara 0,0138 (gula) hingga 0,1691 (teh olahan). Kenaikan harga BBM berdampak

buruk terhadap daya saing usaha pengolahan hasil pertanian sehingga sebaiknya peningkatannya sedapat mungkin diusahakan tidak terlalu besar.

18. Perpaduan antara dampak negatif terhadap laba nominal dan dampak positif terhadap biaya hidup (inflasi), menyebabkan pengaruh negatif harga BBM terhadap laba riil usaha pengolahan hasil pertanian menjadi cukup besar.

Besaran absolut elastisitas dampak perubahan kenaikan harga BBM terhadap laba riil usaha pengolahan hasil pertanian berkisar antara 0,0575 (gula)

hingga 0,2128 (teh olahan). Industri yang paling terpukul adalah pengolahan teh, bijia-bijan, kopra dan kedelai olahan, ketiganya dengan elastisitas

dampak di atas 10 %. Penurunan laba riil tersebut tentu berdampak buruk terhadap investasi pada industri pengolahan hasil pertanian. Dengan demikian, kenaikan harga BBM berdampak buruk terhadap usaha pertanian

secara umum sehingga sebaiknya dijaga sehingga kalaupun terpaksa dilakukan, besarannya diusahakan serendah mungkin.

Menganalisis Dampak Perubahan Harga BBM terhadap Biaya Hidup di Pedesaan dan di Perkotaan

19. Dampak perubahan harga BBM terhadap biaya hidup dalam hal ini dapat

pula ditafsirkan sebagai peningkatan inflasi. Besaran elastisitas dampak perubahan harga BBM adalah 0,0223 untuk wilayah pedesaan, 0.0207 untuk

wilayah perkotaan dan 0.0209 untuk agregat nasional. Dampak terhadap biaya hidup di pedesaan sedikit lebih tinggi dari pada di perkotaan. Secara

umum dapat dikatakan bahwa dampak perubahan harga BBM terhadap inflasi tidaklah demikian besar. Namun demikian, seperti yang diuraikan sebelumnya, peningkatan inflasi tersebut terutama beraslah dari peningkatan

harga bahan pangan pokok. Dengan demikian, peningkatan harga BBM tersebut dikhawatirkan berpengaruh cukup besar terhadap peningkatan

insiden rawan gizi dan insiden kemiskinan.

Dampak Segera Perubahan Harga BBM terhadap Ongkos dan

Keuntungan Usaha Alsintan di Lokasi Kajian Kabupaten Subang dan Cianjur

20. Di kabupaten Subang, secara umum dampak kenaikan harga BBM

menyebabkan kenaikan pangsa ongkos biaya BBM dan pangsa total biaya yang menyebabkan turunnya keuntungan untuk usaha traktor, pompa dan

RMU masing-masing -15,07%; -15,70 dan -73,92%.

Page 7: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

viii

21. Setelah ada penyesuaian harga faktor input (onderdil) dan harga jual jasa

sebesar 15%, maka untuk usaha traktor dan pompa masing-masing mendapat surplus keuntungan sebesar 8,08% dan 6,26%. Sementara untuk

usaha RMU dengan penyesuaian yang sama, keuntungan turun sebesar -26,03%, sehingga untuk usaha RMU di Kabupaten Subang agar pada

keseimbangan baru dapat memperoleh surplus keuntungan yang sama maka penyesuaian jasa giling harus dinaikan sebesar 12%.

22. Di Kabupaten Cianjur, secara umum dampak kenaikan harga BBM

menyebabkan kenaikan pangsa ongkos biaya BBM dan pangsa total biaya yang menyebabkan turunya keuntungan untuk usaha traktor, pompa dan

RMU masing-masing -4,06%; -64,37% dan -5,04%.

23. Setelah ada penyesuaian harga faktor input (onderdil) dan harga jual jasa

sebesar 15%, maka untuk usaha traktor dan RMU masing-masing mendapat surplus keuntungan sebesar 15,08% dan 12,40%. Sementara untuk usaha pompa air dengan penyesuaian yang sama keuntungan turun sebesar

19,71%, sehingga untuk usaha pompa air di kabupaten Cianjur agar pada keseimbangan baru dapat memperoleh surplus keuntungan yang sama

(sekitar 15%) maka penyesuaian jasa pompa harus dinaikan sekitar 5%.

Implikasi Kebijakan

24. Berdasarkan analisis di atas jelas kiranya bahwa kenaikan harga BBM berdampak buruk terhadap kesejahteraan petani, daya saing dan laba riil usaha pertanian, serta biaya hidup penduduk. Kenaikan harga BBM

menyebabkan meningkatnya harga bahan pangan pokok yang selanjutnya berdampak buruk terhadap insiden rawan gizi dan insiden kemiskinan. Oleh

karena itu, kenaikan harga BBM harus dijadikan pilihan kebijakan terpaksa. Kalaupun terpaksa dilakukan, kenaikan harga BBM haruslah diusahakan serendah mungkin.

25. Sebagaimana dijelaskan, opsi kebijakan yang berkembang dalam diskursus publik adalah manaikkan harga bensin premium dan solar dengan nominal

yang sama pada kisaran Rp. 500/liter - Rp. 3.000/liter. Dengan prinsip hanya dilakukan karena terpaksa dan dengan besaran serendah mungkin

maka pilihan opsi jalan “jalan tengah”, yaitu Rp. 2.000/liter: harga bensin premium dinaikkan dari Rp. 6.500/liter menjadi Rp. 8.500/liter, dan harga solar dinaikkan dari Rp. 5.500/liter menjadi Rp. 7.500/liter. Opsi inilah yang

dipilih oleh pemerintahan Presiden Jokowi.

26. Kajian lapang yang dilakukan sesudah kebijakan kenaikan harga BBM

menunjukkan bahwa harga hasil-hasil usahatani dan sewa mesin-mesin pertanian masih belum naik cukup nyata. Para petani dan pengusaha jasa

alat dan mesin pertanian mengatakan bahwa penyesuaian harga baru dilakukan secara penuh pada masa pengerjaan lahan (untuk peralatan pra panen) dan panen (untuk hasil usahatani dan jasa peralatan panen/pasca

panen) mendatang. Penyesuaian harga terjadi tidak serta-merta. Evaluasi dampak penuh kenaikan harga BBM dapat dilakukan pada musim tanam

2014/2015.

Page 8: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

ix

27. Didalam mengantisipasi dan adaptasi terhadap perubahan lingkungan

termasuk salah satunya adalah kenaikan harga BBM, maka petani pengusaha pompa telah mampu mengadaptasi dengan cara memodifikasi komponen

mesin untuk merubah menjadi BBG yang lebih efisien dan menguntungkan. Untuk itu, perlu ditindaklanjuti dengan kegiatan sebagai berikut: (a) kajian

tentang modifikasi berbagai karburator (alat untuk meng-karburasi bahan bakar ke dalam silinder mesin untuk di-kompresi menjadi energi pada berbagai alat mekanisasi pertanian yang digunakan dipedesaan, (b) kajian

tentang teknologi praktis yang dapat merubah bio-masa menjadi sumber energi gas di perdesaan, dan (c) peningkatan capacity building para operator

alsintan di perdesaan dalam mengadaptasi dan modifikasi alat-alat pertanian sesuai dengan kondisi lokal dan perubahan regional (termasuk kenaikan

harga BBM).

Page 9: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

x

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii

RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................... iii

DAFTAR ISI ............................................................................................. x

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii

I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2. Tujuan ........................................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 2

2.1. Kebijakan Penyesuaian Harga BBM ................................................... 2 2.2. Beban Anggaran Subsidi .................................................................. 6

III. METODE ANALISIS .................................................................................. 11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 11 4.1. Issu Kebijakan BBM .......................................................................... 11

4.1.1. Urgensi Kenaikan Harga BBM ................................................. 11 4.1.2. Besaran Kenaikan Harga BBM ................................................ 14 4.1.3. Mitigasi Dampak Kenaikan Harga BBM ................................... 15

4.1.4. Waktu Penetapan Kenaikan Harga BBM ................................. 16 4.2. Analisis Dampak Kebijakan Makro dan Sektoral .................................. 17

4.2.1. Dampak Terhadap Usahatani Tanaman Pangan dan Hortikultura 18 4.2.2. Dampak Terhadap Usaha Perkebunan .................................... 22

4.2.3. Dampak Terhadap Usaha Peternakan .................................... 26 4.2.4. Dampak Terhadap Usaha Pengolahan Hasil Pertanian ............. 29 4.2.4. Dampak Terhadap Biaya Hidup.............................................. 33

4.3. Dampak segera Perubahan Harga BBM Terhadap Ongkos dan Keuntungan Usaha Alsintan di Lokasi Kajian Kabupaten Subang

dan Cianjur ....................................................................................... 34 4.3.1. Kabupaten Subang ............................................................... 35 4.3.2. Kabupaten Cianjur ................................................................ 43

V. KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN ...................................................... 49

5.1. Kesimpulan ..................................................................................... 49 5.2. Saran Kebijakan .............................................................................. 54

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 55

Page 10: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

xi

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Perkembangan harga BBM berdasarkan ketetapan pemerintah

1992/93-2007 ............................................................................... 5

2. Perkembangan beban anggaran subsidi BBM dalam APBN ................. 8

3. Perkembangan Volume dan Nilai BBM Subsidi 2008-2014 .................. 11

4. Realisasai Penyaluran BBM yang Dikelola Pertamina per Agustus

2014 pemerintah dan Perkiraan Per 31 Desember 2014 (KL) ............. 12

5. Alternatif besaran kenaikan harga BBM berdasarkan diskursus pemerintah

publik ............................................................................................. 15

6. Program Kompensasi Kenaikan Harga BBM, 2005-2014 ..................... 16

7. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Harga Hasil Usahatani

Tanaman Pangan Dan Hortikultura (%) ............................................ 19

8. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Ongkos Hasil Usahatani

Tanaman Pangan Dan Hortikultura (%) ............................................ 20

9. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Laba Nominal Usahatani

Tanaman Pangan Dan Hortikultura (%) ............................................ 21

10. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Laba Riil Usahatani

Tanaman Pangan Dan Hortikultura (%) ............................................ 22

11. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Harga Hasil

Perkebunan (%) ............................................................................. 23

12. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Ongkos Usaha

Perkebunan (%) ............................................................................. 24

13. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Laba Nominal Usahatani

Perkebunan (%) ............................................................................. 25

14. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Laba Riil Usahatani

Perkebunan (%) ............................................................................. 26

15. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Harga Hasil

Peternakan (%) .............................................................................. 27

16. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Ongkos Usaha

Peternakan (%) .............................................................................. 27

Page 11: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

xii

17. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Laba Nominal Usaha

Peternakan (%) .............................................................................. 28

18. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Daya Beli Laba Riil Usaha

Peternakan (%) .............................................................................. 29

19. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Harga Produk Olahan Hasil

Pertanian (%) ................................................................................. 30

20. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Ongkos Produksi Produk

Olahan Hasil Pertanian (%) ............................................................. 31

21. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Laba Nominal Usaha

Pengolahan Hasil Pertanian (%) ....................................................... 32

22. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Daya Beli Laba Riil Usaha

Pengolahan Hasil Pertanian (%) ....................................................... 23

23. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Biaya Hidup, dirinci

Menurut Wilayah ............................................................................. 33

24. Struktur Ongkos dan Harga Sewa Traktor Untuk Padi di Subang,

Jawa Barat, 2014 ............................................................................ 36

25. Struktur Ongkos dan Harga Sewa Pompa Air Untuk Padi di Subang,

Jawa Barat, 2014 (BB-Solar) ............................................................ 39

26. Struktur Ongkos dan Harga Sewa Pompa Air Untuk Padi di Subang,

Jawa Barat, 2014 (BB-Gas) .............................................................. 40

27. Struktur Ongkos dan Pendapatan Usaha RMU di Subang,

Jawa Barat, 2014 (Ongkos per 100 kg gabah)................................... 42

28. Struktur Ongkos dan Harga Sewa Traktor Untuk Padi di Cianjur,

Jawa Barat, 2014 ............................................................................ 44

29. Struktur Ongkos dan Harga Sewa Pompa Air Untuk Padi di Cianjur,

Jawa Barat, 2014 (BB-Solar) ............................................................ 46

30. Struktur Ongkos dan Pendapatan Usaha RMU di Cianjur,

Jawa Barat, 2014 (Ongkos per 100 kg gabah)................................... 47

Page 12: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

xiii

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Alur Transmisi Dampak Perubahan Harga BBM ............................... 10

Page 13: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kajian ini dilakukan sebagai antisipasi terhadap rencana Pemerintah untuk

menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sudah diwacanakan sejak Juli

2014, tak lama setelah pemilihan umum selesai dilaksanakan. Pemerintahan Presiden

Susilo Bambang Yudhoyona (SBY) yang berakhir pada 20 Oktober 2014 telah

menegaskan bahwa kebijakan penyesuaian harga BBM sepenuhnya diserahkan

kepada Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi). Tidak lama setelah dilantik resmi,

pemerintahan Presiden Jokowi mengumumkan bahwa subsidi BBM akan realokasi

(harga BBM bersubsidi dinaikkan) sebelum 1 Januari 2014. Setelah melakukan

persiapan, termasuk program kompensasi bagi penduduk miskin, pemerintah

menetapkan harga baru BBM bersubsidi yakni, menaikkan harga bensin premium dari

Rp. 6.500/liter menjadi Rp. 8.500/liter dan harga solar dari Rp. 5.500/ liter menjadi

Rp..7.500/liter atau harga masing-masing dinaikkan Rp. 2000/liter, pada 18

November 2014.

Sebagian hasil kajian ini telah digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi

Menteri Pertanian pada Sidang Kabinet pembahasan kebijakan subsidi BBM pada 18

November 2014, beberapa saat sebelum pemerintah mengumumkan penyesuaian

harga BBM. Dengan demikian, tujuan dan outcome utama kajian ini sesungguhnya

telah terwujud.

Berdasarkan penjelasan di atas kiranya dapat dimaklumi bahwa walaupun

kebijakan penyesuaian harga BBM telah dilaksanakan, tidaklah berarti bahwa kajian

ini sudah tidak relevan atau kadaluarsa. Kajian ini telah terlaksana tepat waktu dan

hasilnya telah disampaikan pula kepada pengguna sasaran utamanya. Oleh karena

itu, tulisan ini terutama dimaksudkan sebagai laporan kajian. Isi laporan ini pun

masih mencakup analisis beberapa skenario perubahan harga BBM yang mungkin

dipertimbangkan pemerintah, tidak hanya kenaikan harga Rp. 2.000/liter yang sudah

diterapkan pemerintah.

Page 14: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

2

1.2. Tujuan

Kajian ini bertujuan untuk merumuskan bahan pertimbangan bagi pimpinan

Kementerian Pertanian dalam menyikapi kebijakan penyesuaian harga BBM. Dengan

lebih rinci, tujan kajian ini adalah: (1) Menganalisis dampak beberapa skenario

perubahan harga BBM terhadap ongkos usahatani, harga hasil usahatani dan laba

usahatani tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan dan peternakan, (2)

Menganalisis dampak beberapa skenario perubahan harga BBM terhadap ongkos,

harga produk dan laba usaha pengolahan hasil pertanian, (3) Menganalisis dampak

beberapa skenario perubahan harga BBM terhadap biaya hidup di pedesaan dan di

perkotaan, (4) Mengkaji dampak segera Perubahan Harga BBM terhadap Ongkos

dan Keuntungan Usaha Alsintan di lokasi kajian, dan (5) Merumuskan bahan

pertimbangan perihal kebijakan penyesuaian harga BBM kepada pimpinan

Kementerian Pertanian.

II. TINJAUAN PUSTAKA1

2.1. Kebijakan Penyesuaian Harga BBM

Hingga pertengahan tahun 1970-an minyak bumi masih termasuk komoditas

murah karena pasokannya melimpah dalam tatanan pasar dunia yang bebas.

Pemerintah tidak perlu melakukan kebijakan subsidi harga di pasar dalam negeri.

Rendahnya harga minyak di pasar dunia telah mendorong Organisasi Negara-

Negara Eksportir Minyak Dunia (OPEC) yang dibentuk pada tahun 1960 melakukan

praktek kartel dan Indonesia menjadi anggotanya pada tahu 1962. Pada tahun 1970

negara-negara OPEC berhasil memperoleh kemampuan untuk menetapkan volume

produksi dan harga harga jual di Negara masing-masing. Keputusan ini telah berhasil

mengguncangkan pasar minyak mentah dunia sehingga harganya melonjak hingga

delapan kali lipat pada tahun 1970-1974 (dari 1.51 menjadi 11,65 dollar per barrel)

dan kemudian tiga kali lipat pada periode tahun 1979-1981 (menjadi 32 dollar per

1 Bagian ini diambil dari Simatupang, et. al (2009)

Page 15: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

3

barrel pada tahun 1981). Sejak pertengahan tahun 1970an harga minyak bumi sudah

semakin mahal dan tidak stabil. Melonjaknya harga minyak dunia inilah yang

memaksa pemerintah menerapkan kebijakan subsidi harga bahan bakar minyak

(BBM) pada tahun 1977.

Pemerintah tidak pernah mengumumkan kriteria penetapan harga dan waktu

pemberlakuan yang digunakannya. Namun demikian dapat diduga beberapa faktor

yang dijadikan pemerintah dalam penetapan jenis BBM, tingkat harga dan waktu

pemberlakuan harga bersubsidi adalah:

1. Harga internasional: perbedaan harga internasional dan harga bersubsidi

menentukan beban anggaran subsidi dan rangsangan penyelundupan.

2. Target penerima subsidi: penentu keadilan dan selanjutnya jenis dan volume

BBM yang disubsidi.

3. Jenis dan volume BBM bersubsidi penerima subsidi: menentukan beban

anggaran subsidi.

4. Kemampuan anggaran pemerintah, termasuk neraca ekspor-impor BBM:

menentukan tingkat harga dan volume subsidi.

5. Kondisi politik dalam negeri: Terutama dalam kaitannya dengan waktu

pelaksanaan pemilihan umum. Pemerintah menghindari menaikkan harga

BBM menjelang pemilihan umum.

Hingga September 2005, BBM yang disubsidi pemerintah ada 5 jenis yaitu

minyak tanah, solar, bensin premium, minyak diesel dan minyak bakar. Sebagai

bagian dari upaya mengurangi beban anggaran subsidi dan mengurangi kelompok

penerima subsidi, sejak 1 Oktober 2005 minyak diesel dan minyak bakar tidak

disubsidi lagi. Minyak diesel dan minyak bakar terutama dipergunakan oleh sektor

usaha industri. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa perubahan besaran harga

dan tanggal pemberlakuan tidak memiliki pola yang teratur.

Upaya pengurangan subsidi harga sudah dimulai pada tahun 2000 ditandai

dengan penurunan harga bensin premium pada tanggal 1 Oktober, kejadian pertama

sejak 27 Januari 1966. Pada tanggal 16 Juni 2001 Pemerintah memulai kebijakan

menghapuskan secara bertahap subsidi BBM untuk Industri. Harga BBM untuk sektor

Page 16: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

4

Industri ditetapkan 50 persen dari harga pasar yang selanjutnya akan ditingkatkan

bertahap hingga sama dengan harga pasar. Harga pasar ditetapkan sebesar rata-rata

Mid Oil Platts Singapore (MOPS) ditambah 5 persen. Pada tanggal 17 Januari 2002,

kecuali harga minyak tanah untuk konsumen rumah tangga dan industri kecil, harga

BBM dikaitkan dengan harga pasar dengan porsi dan rentang harga terrendah-

tertinggi tertentu (price band). Misalnya, harga bensin premium ditetapkan sesuai

(100 persen) harga pasar namun dengan kisaran Rp. 1. 450-1.750 per liter. Harga

BBM lainnya ditetapkan 75 persen dari harga pasar dengan rentang harga yang

berbeda menurut jenisnya..Seperti pada ketentuan sebelumnya, harga pasar

ditetapkan sebesar MOPS ditambah 5 persen.

Penghapusan subsidi untuk sektor industri barulah konsisten dilakukan sejak

bulan Juli 2005. Harga BBM untuk Industri sepenuhnya disesuaikan dengan harga

pasar yang ditetapkan dengan rumus perhitungan harga keekonomian sebagai

berikut:

Harga Kekonomian = MOPS+ Marjin 15 %+ Pajak (PPN 10 %, PBBKB 5 % )

PPN = Pajak Pertambahan Nilai

PBBKB = Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (untuk bensin dan solar)

Harga BBM untuk industri diumumkan oleh PT. Pertamina dua kali tiap bulan

atau setiap dua minggu. Dengan demikian, harga BBM untuk industri dapat berubah

tiap dua minggu sesuai dengan perkembangan harga di pasar dunia.

Penurunan drastis harga minyak dunia telah membantu penurunan biaya

subsidi BBM dalam negeri. Untuk itu Pemerintah memperlambat penurunan harga

BBM bersubsidi. Penurunan harga solar dan bensin dilakukan bertahap sebanyak

tiga kali pada tahun 2008 dan 2009. Selain itu, dengan alasan untuk mendukung

program konversi penggunaan minyak tanah ke gas dengan memberikan subsidi

kompor dan harga gas bagi penduduk kurang mampu, harga minyak tanah tidak ikut

diturunkan. Selain sebagai hal wajar untuk menyesuaikan terhadap harga dunia,

patut pula diduga keputusan untuk menurunkan harga BBM tersebut juga didasari

oleh pertimbangan politik sehubungan dengan pelaksanaan pemilihan umum pada

April (legislatif) dan Juli (Presiden) dan tahun 2009.

Page 17: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

5

Tabel 1. Perkembangan harga BBM berdasarkan ketetapan pemerintah, 1965-2014

Tahun Tanggal M.Tanah Solar Premium Keterangan

1965 22 November 0.2 0.2 0.3 -

1966 3 Januari 0.6 0.8 1.0 -

1966 27 Januari 0.3 0.4 0.5 -

1967 3 Agustus 1.8 3.5 4.0 -

1968 25 April 4.0 12.5 16.0 -

1970 1 Juni 10.0 12.5 25.0 -

1972 1 April 10.0 14.0 35.0 -

1973 1 April 11.5 16.0 41.0 -

1974 22 April 13.0 19.0 46.0 -

1975 2 April 16.0 22.0 57.0 -

1976 1 April 18.0 25.0 70.0 -

1979 5 April 18.0 35.0 100 -

1979 2 Mei 25.0 35.0 100 -

1980 1 Mei 37.5 52.5 150 -

1991 11 Juli 220 300 550 -

1993 8 Januari 280 380 700 -

1998 5 Mei 350 600 1,200 -

2000 1 Oktober 350 600 1,150 -

2001 16 Juni 400 900 1,450 Harga untuk sektor industri 50% harga pasar

2002 17 Januari 600 1,150 1,550 Harga premium tidak disubsidi, harga solar 75% harga pasar

2003 2 Januari 700 1,890 1,810 -

2005 1 Maret 700 2,100 2,400

Target subsidi: Rumah tangga, usaha kecil, transportasi darat dan ASDP, pelayanan umum

2005 1 Oktober 2,000 4,300 4,500

Minyak diesel dan minyak bakar tidak

disubsidi lagi, pemberian subsidi kompensasi kenaikan harga BBM

2008 24 Mei 2,500 5,500 6,000 Subsidi konversi minyak tanah ke gas

2008 1 Desember 2,500 5,500 5,500 Penyesuaian terhadap penurunan harga dunia

2008 15 Desember 2,500 4,800 5,000 Penyesuaian terhadap penurunan harga dunia

2009 15 Mei 2.500 4,500 4,500 Penyesuaian terhadap penurunan harga dunia

2013 22 Juni - 5.500 6.500 Tekanan beban anggaran subsidi dan

neraca perdagangan

2014 18 November

7.500 8.500 Ancaman overkuota serta tekanan beban anggaran subsidi dan neraca perdagangan

Sumber: BPH Migas, dan www. Wikipedia . com (harga BBM).

2.2. Beban Anggaran Subsidi

Konsekuensi langsung dari kebijakan subsidi harga adalah kewajiban untuk

menanggung kerugian selidih harga jual bersubsidi dengan Harga Patokan dari

Page 18: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

6

barang bersubsidi tersebut. Beban anggaran subsidi BBM adalah hasil perkalian dari

volume penjualan dengan selisih Harga Patokan dan harga jual eceran bersubsidi dari

BBM bersubsidi tersebut:

Nilai Subsidi = VJBS x (HP -Harga Eceran Bersubsidi di luar Pajak) . . . . . . . (3)

VJBS = Volume Jual BBM bersubsidi

HP = Harga Patokan

Bila harga Harga Patokan merupakan parameter yang berada di luar kendali

pemerintah maka masih ada tiga variabel yang masih perlu diketahui terkait dengan

kebijakan subsidi BBM: Harga eceran bersubsidi (atau Alpha berdasarkan rumus 1),

Volume jual BBM bersubsidi dan Nilai subsidi. Pada ketiga variabel tersebut hanya

dua diantaranya yang perlu ditetapkan atau sebagai variabel keputusan kebijakan

(policy decision variables) karena nilai dari suatu variabel merupakan hasil kombinasi

dari nilai kedua variabel lainnya. Hal ini adalah putusan kesepakatan politik antara

Pemerintah dan DPR. Dengan anggapan bahwa baik Pemerintah maupun DPR lebih

menyukai harga bersubsidi serendah mungkin maka patut diduga bahwa variabel

utama penentu kebijakan harga BBM adalah plafon anggaran subsidi.

Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat bahwa selama paruh pertama dekade 1990-

an, subsidi BBM relatif kecil dibanding dengan penerimaan Negara dari minyak dan

gas bumi maupun total pengeluaran pemerintah. Subsidi BBM berfluktuasi di bawah

2,5 persen dari total belanja Negara, bahkan tidak ada sama sekali pada tahun fiskal

1995/1996. Penerimaan netto dari sektor minyak dan gas bumi merupakan sumber

andalan penerimaan dalam neraca Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara

(APBN). Hal ini dimungkinkan oleh kondisi harga minyak di pasar dunia bertahan

rendah sementara Indonesia memiliki surplus netto ekspor BBM yang cukup besar.

Beban subsidi BBM melonjak eskalatif selama periode tahun 1997/1998-2001

bersamaan dengan terjadinya krisis ekonomi di Asia Timur-Tenggara dan kejadian

fenomena El Nino yang menyebabkan anjloknya produksi pangan dan komoditas

pertanian secara umum yang menyebabkan perekonomian Indonesia mengalami

deflasi hebat dan krisis ketahan pangan yang selanjutnya memicu krisis politik dan

Page 19: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

7

kericuhan sosial yang pada akhirnya membuat Orde Baru tumbang dan digantikan

oleh Orde Reformasi. Subsidi BBM melonjak sekitar 50 kali lipat dari hanya Rp. 1.4

triliun pada tahun 1997/98 menjadi Rp. 68.4 triliun atau 23.8 persen dari total

pengeluaran APBN pada tahun 2001. Selama periode krisis ini pemerintah terpaksa

lebih memilih terbebani oleh eskalasi beban subsidi daripada menaikkan harga BBM

yang mungkin akan semakin memperparah masalah kemiskinan dan rawan pangan

dan spiral krisis ekonomi, sosial dan politik.

Setelah menurun selama periode tahun 2002-2004, subsidi BBM melonjak

tajam pada tahu 2004. Pemerintah enggan menaikkan harga BBM boleh jadi karena

pertimbangan politik sehubungan dengan pelaksanaan pemilihan umum pada tahun

2004. Penundaan tersebut harus dibayar mahal dengan keharusan untuk menaikkan

harga BBM dengan amat tajam, sekitar 300 persen atau rekor sejak tahun 1968,

pada tahun 2005, segera setelah pemerintahan baru terbentuk. Subsidi minyak

kembali melonjak tajam pada tahun 2008 sehubungan dengan melonjaknya harga

minyak dunia dan terjadinya krisis finansial yang juga berdampak pada melambatnya

pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal inilah yang menekan pemerintah untuk

menaikkan harga BBM bersubsidi pada bulan Mei 2008.

Jelaslah kiranya bahwa beban subsidi, biasanya diukur relatif terhadap anggaran

pengeluaran dalam APBN atau GDP, merupakan faktor penekan pemerintah dalam

menetapkan besaran kenaikan harga BBM bersubsidi namun penetapan waktu

pelaksanaannya juga ditentukan oleh kondisi perekonomian dan momentum politik.

Menaikkan harga BBM bukanlah tindakan yang popular secara politis sehingga hanya

dilakukan bila sudah terpaksa. Oleh karena itu, penurunan anggaran subsidi lebih

cenderung dilakukan dengan menunda penurunan harga BBM bersubsidi tatkala

harga BBM dunia mengalami penurunan. Itulah sebabnya harga BBM bersubsidi lebih

sering dinaikkan daripada diturunkan.

Page 20: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

8

Tabel 2 Perkembangan Beban Anggaran Subsidi BBM dalam APBN, 1992/93-2007

Tahun (a)

Subsidi BBM Penerimaan Minyak dan

Gas Bumi Total Penerimaan

Dalam Negeri

(Rp. triliun) Nilai

(Rp. triliun)

Pangsa

Pengeluaran (%)

Nilai (Rp. triliun)

Pangsa

Penerimaan Dalam Negeri

(%)

1992/93 0.7 1.4 15.3 31.4 48.9

1993/94 1.3 2.3 12.5 22.3 56.1

1994/95 0.7 1 13.5 20.4 66.4

1995/96 - - 16.1 22 71.6

1996/97 1.4 1.8 20.1 25.7 78.2

1997/98 9.8 9.1 35.4 32.7 108.2

1998/99 27.2 18.2 41.4 26.3 157.5

1999/00 35.8 17.8 58.5 31.2 187.8

2000 b) 51.1 25.0 85.3 41.6 204.9

2001 68.4 23.8 89.7 31.3 286.8

2002 30.3 10.0 74.2 24.6 301.9

2003 30 8.0 80.4 23.6 340.7

2004 69.0 15.8 86.0 21.1 407.8

2005 b) 19.0 4.8 60.7 16.0 379.6

2005 R c) 76.5 14.9 146.3 30.2 484.5

2005 R d) 89.2 15.8 175.8 32.5 540.1

2006 b) 54.3 8.4 183.8 29.4 625.2

2007 56.6 7.6 145.0 21.0 690.0 Sumber : Departemen Keuangan dalam US Embassy (2008) Keterangan: a. Sejak tahun 2000 tahun fiskal diubah dari April-Maret ke Januari-Desember.

b. RABPN c. Revisi anggaran pertama

d. Revisi anggaran kedua.

III. METODE ANALISIS

Analisis dilakukan dengan dua metode pendekatan. Pertama, metode simulasi

dengan menggunakan elastisitas dampak perubahan harga BBM BBM terhadap

ongkos usahatani, harga hasil usahatani dan laba usahatani dan usaha pengolahan

hasil pertanian, harga produk pertanian di tingkat konsumen, serta biaya hidup di

pedesaan dan di perkotaan, masing masing pada berbagai skenario perubahan harga

BBM. Elastisitas yang digunakan berasal dari penelitian Simatupang, et al. (2009)

Page 21: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

9

yang telah melakukan penelitian komprehensif dengan kerangka analisis seperti pada

Gambar 1. Alat analisis utamanya adalah metoda Input-Output, dengan

menggunakan Tabel Input-Output Indonesia 2005.

Pendekatan kedua adalah kajian lapang dengan melakukan wawancara

terhadap petani-pengguna alat-alat dan mesin pertanian dan pengusaha jasa alat-

alat dan mesin pertanian yang menggunakan BBM secara langsung. Kajian lapang

dilakukan di Kabupaten Subang dan Cianjur, beberapa hari setelah harga BBM

dinaikkan pada akhir November 2014. Kajian lapang ini dapat dipandang sebagai

verifikasi hasil analisis simulasi.

Page 22: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

10

Gambar 1. Alur Transmisi Dampak Perubahan Harga BBM

DAYA BELI

KONSUMEN

PERMINTAAN

PDB INFLASI

ONGKOS

PEMASARAN

HARGA HASIL

USAHATANI

LABA

USAHATANI

ONGKOS

USAHATANI

HARGA SELURUH

SEKTOR

HARGA INPUT

NON-BBM RELASI I/O

HARGA BBM

NILAI TUKAR PETANI

Daya Beli Laba/

Kesejahteraan Petani

Page 23: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. Issu Kebijakan BBM

4.1.1. Urgensi Kenaikan Harga BBM

Penyesuaian harga BBM bersubsidi bersifat imperatif, terpaksa dilakukan

sesegera mungkin karena beberapa alasan yang sangat memaksa. Pertama, subsidi

BBM lebih banyak digunakan sebagai barang konsumsi dan lebih banyak dimanfaatkan

oleh penduduk berpendapatan tinggi. Kedua, beban subsidi BBM dalam APBN sudah

terlalu tinggi dan terus meningkat sehingga sangat membatasi ruang kebijakan fiskal,

khususnya untuk mendukung kegiataan ekonomi produktif. Seperti terlihat dalam Tabel

3, puncak siklus nilai subsidi BBM meningkat dari Rp 139,1 triliun pada 2008, menjadi

165,2 triliun pada 2011 dan Rp 246,49 triliun pada 2014 (Tabel 1). Nilai subsidi BBM

menurun bila pemerintah menaikkan harga BBM. Secara historis, kenaikan harga BBM

terutama didorong oleh tingginya subsidi dan dimaksudkan untuk mengurangi beban

subsudi.

Tabel 3. Perkembangan Volume dan Nilai BBM Subsidi 2008-2014

Uraian 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Volume (juta KL)

Solar 11.5 11.8 12.8 14.1 14.8 16 15.7

Bensin 19 20.9 23 24.5 27.3 30.8 29.4

Minyak tanah 7.7 4.6 2.4 1.7 1.2 1.2 0,9

Nilai (Rp triliun) 139.1 45.4 82.4 165.2 211.8 199.8 246,5

Sumber: Kementerian Keuangan dari Berbagai Sumber

Ketiga, Indonesia merupakan importir netto BBM sehingga peningkatan konsumsi

BBM menyebabkan peningkatan impor BBM, yang selanjutnya berdampak buruk

terhadap neraca perdagangan yang dalam beberapa tahun terakhir terus dalam kondisi

defisit besar. Kelima, harga BBM bersubsidi yang jauh lebih rendah dari harga pasar

bebas telah menyebabkan maraknya penyimpangan penjualan pupuk bersubsidi ke

pasar non-subsidi di dalam negeri maupun penyelundupan ke luar negeri. Kelima, kuota

volume BBM bersubsidi dalam APBN 2014 sebesar 46 juta kilo liter diperkirakan tidak

akan cukup hingga akhir tahun 2014. Kuota BBM bersubsidi 2014 sebesar 46 juta KL

Page 24: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

12

dibagi menjadi 45,355 KL didistribusikan oleh Pertamina dan 645 KL oleh Usaha

Pendamping. Realisasi penyaluran oleh Pertamina per Agustus 2014 telah mencapai

30.884 KL, diperkirakan akan menjacapi 46.975 KL pada 31 Desember 2014 (Tabel 4).

Kuota volume BBM bersubsidi dikhawatirkan tidak akan mencukupi.

Tabel 4. Realisasai Penyaluran BBM yang Dikelola Pertamina per Agustus 2014 dan Perkiraan Per 31 Desember 2014 (KL)

Produk Kuota Pertamina Realiasi per Agustus Perkiraan per 31

Desember

Premium 29.390 19.747 29.811

Solar 15.165 10.518 16.243

Minyak tanan 900 619 921

Total 45.355 30.884 46.975 Sumber: Konsumsi BBM Bersubsidi Berlebih. Kompas 19 September 2014

Atas kekhawatiran overkuota subsidi, sejak awal Agustus 2014 Pemerintah

bersama Pertamina melaksanakan pengaturan distribusi BBM subsidi (Kotak 1).

Pembatasan penyaluran BBM subsidi ternyata menimbulkan kelangkaan pasok dan

panik pasar di sejumlah daerah sehingga Pemerintah, pada masa itu masih dikomandoi

oleh Presiden SBY, menghentikan kebijakan pembatasan distribusi BBM tersebut. Pada

27 Agustus di Denpasar, Bali, Presiden terpilih Jokowi mengadakan pertemuan dengan

Presiden SBY untuk yang pertama kalinya. Pada kesempatan itu, Presiden terpilih

meminta agar Presiden SBY menaikkan harga BBM sebelum serah terima jabatan

Presiden RI. Permintaan calon Presiden Jokowi tersebut ditolak oleh Presiden SBY.

Calon Presiden Jokowi menyatakan menghargai sikap Presiden SBY tersebut dan lalu

menegaskan bahwa ia pasti akan menyesuaikan harga BBM segera setelah dilantik

menjadi Presiden RI.

Pada 20 Oktober 2014, Joko Widodo dan Jusuf Kalla resmi dilantik berturut-turut

menjadi Presiden RI dan Wakil Presiden RI. Pada 29 Oktober 2019 pada Rapat Kabinet

terbatas yang dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla diputuskan bahwa pemerintah

akan menaikkan harga BBM bersubsidi sebelum 1 Januari 2015. Pemerintah menyebut

kebijakan yang dilakukan bukanlah menghapus subsidi tetapi menggeser subsidi dari

Page 25: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

13

konsumtif ke produktif serta dari subsidi barang ke subsidi langsung kepada

orang berhak.

Untuk itu, Pemerintah akan melaksanakan program perlindungan sosial sebagai

kompensasi kenaikan harga BBM berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia

Kotak 1. Timeline Menuju Penyesuaian Harga BBM Bersubsidi 2014

1. Agustus 2014 Pertamina melakukan pembatasan penjualan BBM bersubsidi:

1 Agustus: Penghentian penjualan solar bersubsidi di seluruh SPBU di Jakarta Pusat

4 Agustus: i. Penjualan solar bersubsidi di klaster-klaster tertentu di Jawa, Sumatera,

dan Bali dibatasi hanya pada pukul 08.00-18.00. ii. Penentuan klaster difokuskan untuk kawasan industry, pertambangan,

perkebunan, dan wilayah-eilayah dekat pelabuhan yang terindikasi rawan

penyalahgunaan solar bersubsidi. iii. SPBU yang terletak di jalur utama distribusi logistic tidak dilakukan

pembatasan waktu penjualan iv. Alokasi solar untuk Lembaga Penyalur Nelayan dipotong 20 %

6 Agustus: Larangan penjualan premium di SPBU di tempat peristirahatan jalan tol

18 Agustus: Pasokan solar dan premium dibatasi. Namun, kebijakan pembatasan

penyaluran BBM bersubsidi ternyata menimbulkan kelangaan pasok di banyak SPBU dan bahkan kepanikan pasar BBM sehingga pemerintah meminta Pertamina untuk menormalkan kembali pendistribusian BBM

bersubsidi. 2. 27 Agustus 2014: Pada pertemuan pertamanya denga Presiden SBY di Bali, Presiden

terpilih Jokowi meminta agar pemerintah menaikkan harga BBM. Namun permintaan tersebut ditolak, Presiden SBY menyerahkan penyesuaian kebijakan BBM kepada pemerintahan mendatang.

3. 20 Oktober 2014: Joko Widodo dilantik menjadi Presiden RI dan Jusuf Kalla menjadi Wakil Presiden RI

4. 29 Oktober 2019: Pada Rapat Kabinet terbatas yang dipimpin oleh Wakil Presiden

Jusuf Kalla diputuskan bahwa pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi sebelum 1 Janurai 2015. Pemerintah menyebut

kebijakan yang dilakukan bukanlah menghapus subsidi tetapi menggeser subsidi dari konsumtif ke produktif serta dari subsidi barangke subsidi langsung kepada orang berhak.

Pemerintah akan melaksanakan program perlindungan sosial sebagai kompensasi kenaikan harga BBM berupa Kartu Keluarga

Sehat (KKS), Kartu Indonesia Pintar(KIP), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) Kebijakan menaikkan harga BBM tersebut baru akan dilaksanakan bila program kompensasi sudah efektif dan program

antisipasi reaksi pasar sudah terbangun dalam status siap siaga. 5. 3 November 2014: KKS, KIP dan KIS diluncurkan (diujicoba).

6. 18 November 2014: Harga premium dan solar bersubsidi dianaikkan masing-masing Rp 2.000/ltr, kebijakan diumumkan langsung oleh Presiden Jokowi.

Page 26: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

14

Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Kebijakan menaikkan harga BBM

tersebut baru akan dilaksanakan bila program kompensasi sudah efektif dan program

antisipasi reaksi pasar sudah terbangun dalam status siap siaga.

4.1.2. Besaran kenaikan harga BBM

Setelah menetapkan bahwa harga BBM tidak boleh tidak harus dinaikkan, maka

issu selanjutnya adalah menjawab pertanyaan kunci, seberapa besarkah harga BBM itu

semestinya dinaikkan? Pertanyaan ini tidak mudah diputuskan karena menyangkut

dampak nyata yang saling bertentangan terhadap perekonomian makro dan

penghidupan rakyat. Dari sisi ruang kebijakan fiskal atau beban anggaran negara,

semakin tinggi harga BBM dinaikkan, semakin kecil beban anggaran negara, dan

semakin besar ruang kebijakan fiskal. Peningkatan harga BBM yang semakin tinggi juga

berdampak pada semakin besarnya penurunan impor BBM, yang berarti semakin baik

untuk kesehatan neraca pembayaran yang dalam beberapa tahun terakhir terus

mengalami defisit dengan kecenderungan meningkat.

Namun dari sisi lain, peningkatan harga BBM berdampak pada peningkatan harga

seluruh barang dan jasa atau inflasi, yang berarti meningkatkan biaya hidup

masyarakat atau menurunkan daya beli pendapatan masyarakat. Kenaikan harga BBM

juga akan menyebabkan peningkatan ongkos produksi barang dan jasa, yang berarti

akan mendorong kenaikan harga jual barang dan jasa secara umum. Peningkatan

ongkos produksi barang dan jasa di dalam negeri juga menurunkan daya saing produk

dalam negeri. Dalam jangka pendek, kenaikan harga BBM dapat memperlambat

pertumbuhan ekonomi. Perpaduan antara peningkatan inflasi dan perlambatan

pertumbuhan ekonomi dapat menyebabkan peningkatan nyata insiden kemiskinan.

Dilema kebijakan itu menuntut pertimbangan penuh kebijaksanaan mengenai

besaran kenaikan harga BBM. Dari diskursus yang berkembang dimasyarakat, terdapat

lima alternatif besaran kenaikan harga BBM (Tabel 5). Jenis BBM yang harganya

dinaikkan adalah bensin premium dan solar. Kenaikan harga disarankan sama secara

nominal untuk kedua jenis BBM.

Page 27: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

15

Tabel 5. Alternatif Besaran Kenaikan Harga BBM Berdasarkan Diskursus Publik

Ukuran Alternatif Kenaikan Harga BBM

1 2 3 4 5

Nominal (Rp/ltr) 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Persentase (%) 16,67 25 33.33 41.67 50

Sumber: Diskursus Publik di Media Massa

4.1.3. Mitigasi Dampak Kenaikan Harga BBBM Bagi Penduduk Miskin

Seperti yang telah dikemukakan, kenaikan harga BBM dapat berdampak nyata

terhadap inflasi dan insiden kemiskinan. Oleh karena itu, issu selanjutnya adalah

mempersiapkan sistem antisipasi untuk mengurangi dampak kenaikan harga BBM

terhadap inflasi dan insiden kemiskinan. Upaya pengendalian dampak terhadap inflasi

difokuskan pada stabilisasi harga pangan, khususnya beras, dan ongkos transportasi.

Antisipasi pengendalian harga beras dilakukan oleh Bulog, sedangkan sedangkan

antisipasi pengendalian ongkos transportasi dikoordinasikan oleh Menteri Perhubungan

bekerjasama dengan pemerintah daerah.

Seperti pada setiap kenaikan harga BBM sebelumnya, kali ini pun Pemerintah

memberikan kompensasi kepada penduduk miskin (Tabel 6). Pada masa lalu bantuan

kompensasi kenaikan harga BBM dilaksanakan melalui subsidi dan atau bantuan

langsung tunai. Bebeda dengan itu, penyerahan bantuan kali ini dilaksanakan dengan

sistem non-tunai melalui sistem perbankan elektronik, yang dipandang lebih tepat

sasaran dan lebih tertib dibandingkan dengan bantuan subsidi maupun bantuan

langsung tunai.

Bantuan kompensasi itu mencakup asuransi kesehatan melalui pemberian Kartu

Indonesia Sehat, bantuan beasiswa anak bersekolah melalui Kartu Indonesia Pintar,

dan bantuan uang tunai memalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Ketiga kartu tersebut

ada pula yang menyebutnya sebagai kartu Trisakti Jokowi. Ketiga kartu tersebut

diluncurkan oleh Presiden Jokowi pada 3 November 2014.

Page 28: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

16

Tabel 6. Program Kompensasi Kenaikan Harga BBM, 2005-2014

No. Tanggal Penyesuaian Harga dan Program Kompensasi

1 1 Maret 2005: Program Kompensasi Pengurangan Subsidi: Rp 17,8 triliun 1. Pendidikan Rp 5,6 triliun: Beasiswa untuk 9,6 juta siswa miskin

2. Kesehatan Rp 2,1 triliun: untuk 36 juta penduduk miskin 3. Beras murah Rp 5,4 triliun: Untuk 8,6 juta keluarga miskin

4. Infrastruktur pedesaan Rp 3,3 triliun: untuk 11.140 desa miskin 5. Rumah sangat sederhana Rp 600 milyar 6. Pelayanan sosial Rp 250 milyar

7. Dana bergulir untuk usaha mikro Rp 200 milyar 8. Pelayanan kontrasepsi Rp 100 milyar: Untuk 11,8 juta pasangan usia subur

2 1 Oktober 2005: Bantuan Lansung Tunai (BLT) Rp 300.000 per rumah tangga setiap tiga bulan melalui kantor pos untuk 15,5 juta rumah tangga dengan total dana Rp 4,65 triliun

3 25 Mei 2008: Melanjutkan BLT dengan besaran sama, Rp 100.000/bulan/rumah

tangga miskin

4 15 Mei 2009: Tidak ada perubahan program

5 22 Juni 2013:

1. Bantuan Lansung Sementara Masyarakat (BLSM) Rp 9,3 triliun untuk 15,5 juta keluarga miskin, Rp 150.000 per keluarga per bulan selama empat bulan

2. Bantuan Siswa Miskin Rp 7,5 triliun 3. Program Keluarga Harapan Rp 700 milyar 4. Beras untuk rakyat miskin Rp 4,3 triliun

6 18 November 2014: Program Perlindungan Sosial

1. Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) 2. Kartu Indonesia Sehat (KIS) 3. Kartu Indonesia Pintar (KIP)

Sumber: Kebijakan BBM: Pasokan Normal Dua Sampai Tiga Bulan Lagi. Kompas, 28 Agustus 2014

4.1.4. Waktu Penetapan Kenaikan Harga BBM

Issu terakhir yang perlu dipertimbangkan dengan seksama adalah waktu

pemberlakuan kenaikan harga BBM. Di satu sisi dari segi tekanan ancaman kecukupan

kuota BBM bersubsidi dan tekanan beban anggran subsidi BBM, kenaikan harga BBM

lebih cepat lebih baik. Bila harga BBM dinaikkan lebih cepat maka nilai penghematan

anggaran pemerintah dari penuruan subsidi akan lebih besar. Kenaikan harga BBM

dengan lebih cepat juga dipandang sangat baik sebagai bagian dari upaya untuk

mengurangi tekanan neraca pembayaran Indonesia yang terus mengalami defisit

sehingga nilai Rupiah mengalami tekanan penurunan.

Page 29: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

17

Namun, dilihat dari segi dampak terhadap inflasi, kenaikan harga BBM sebaiknya

disesuaikan dengan siklus inflasi, kenaikan dilakukan pada masa tekanan inflasi pada

titik meninimum. Berdasarkan perkiraan siklus tekanan inflasi tahunan, waktu yang

tepat untuk menaikkan harga BBM adalah pada bulan September-Oktober dan Maret-

April. Bulan Desember-Januari tekanan inflasi biasanya tinggi karena berkaitan dengan

masa perayaan Natal dan Tahun Baru. Pertimbangan inilah kenapa diskusi publik

banyak yang menyarankan agar Presiden SBY bersedia menaikkan harga BBM pada

Oktober, waktu yang dipandang paling baik namun Calon Presiden Jokowi belum

dilantik resmi. Pemikiran inilah barangkali kenapa pada pertemuan mereka di Bali pada

27 Agustus 2014, pertemuan pertama kali sesudah Pemilihan Presiden, calon Presiden

Jokowi meminta Presiden SBY agar berkenan menaikkan harga BBM sesegera mungkin.

Seperti yang telah disebutkan, Presiden SBY menyerahkan penyesuain harga BBM

kepada pemerintahan Presien terpilih Jokowi yang akan dilantik pada 20 Oktober 2014.

Presiden Jokowi menyatakan menghargai sikap Presiden SBY dan menegaskan tidak

ragu menaikkan harga BBM segera setelah pelantikannya. Setelah menyelesaikan

segala persiapan pendukung pelaksanaan kebijakan, khususnya pemberian kompensasi

kepada masyarakat miskin, harga premium dan solar bersubsidi dinaikkan masing-

masing Rp 2.000/ltr pada 18 November 2014. Kebijakan tersebut diumumkan langsung

oleh Presiden Jokowi di Istana Negara.Timeline menuju penyesuaian harga BBM

bersubsidi 2014 dapat dilihat lebih rinci dalam Kotak 1.

4.2. Analisis Dampak Kebijakan Makro dan Sektoral

Dampak kenaikan harga BBM terhadap usaha pertanian dapat terjadi secara

langsung maupun secara tidaklangsung. Dampak langsung terjadi melalui kenaikan

harga yang dipergunakan dalam usaha pertanian. Dampak tidak langsung terjadi

melalui kenaikan upah tenaga kerja, harga sarana dan prasarana serta jasa yang

dipergunakan dalam proses produksi, pengolahan maupun pemasaran hasil pertanian.

Dampak-dampak tersebut dapat terjadi seketika dan dapat pula melalui proses secara

bertahap menuju suatu titik keseimbangan.

Page 30: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

18

Analisis dilakukan dengan metode Input-Output berdasarkan Tabel Inpu-Output

yang disusun oleh Badan Pusat Statistik tahun 2005. Hasil analisis menunjukkan

dampak total yang merupakan akumulasi dampak langsung dan dampak tidak langsung

pada titik keseimbangan. Analisis dampak dilakukan dengan lima skenario rata-rata

kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), yakni Rp 1.000/Kg (16,67 %), 1.500/Kg

(25 %), 2.000/Kg (33.33 %), Rp 2.500/Kg (41.67 %), dan Rp 3.000/Kg (50 %). Analisis

yang dilakukan mencakup dampak terhadap harga hasil usaha pertanian, harga produk

olahan pertanian, ongkos usaha pertanian, laba nominal dan daya beli laba usaha

pertanian, serta terhadap biaya hidup penduduk dirinci menurut wilayah desa dan kota.

4.2.1. Dampak Terhadap Usahatani Tanaman Pangan dan Hortikultura

Perubahan harga BBM berpengaruh positif terhadap harga hasil usahatani

tanaman pangan dengan elastisitas berkisar 0,0020-0,5157, yang berarti kenaikan

harga BBM akan mendorong peningkatan harga komoditas tanaman pangan dan

hortikultura dengan variasi yang cukup besar. Dampak terbesar adalah terhadap bahan

pangan utama, yakni padi dan jagung, berturut-turut dengan elastisitas 0,5157 dan

0,1632, buah-buahan dengan elastisitas 0.1453, dan sayuran dengan elastisitas 0.1098.

Kiranya dicatat bahwa kelompok komoditas ini adalah juga yang paling dominan

diusahakan oleh usahatani rakyat. Dapat dikatakan bahwa dilihat dari segi harga jual

petani, komoditas yang paling tinggi peningkatan harganya adalah komoditas yang

paling banyak diusahakan oleh petani rakyat, yang berarti baik bagi petani. Namun

demikian, kelompok komoditas ini adalah juga yang peling banyak dikonsumsi

konsumen dalam negeri, yang berarti yang paling besar dampak negatifnya terhadap

inflasi atau biaya hidup masyarakat. Dengan demikian, peningkatan BMM haruslah

diusahakan tidak terlalu tinggi karena dikhawatirkan akan berpengaruh buruk terhadap

inflasi dan daya beli pendududuk miskin.

Page 31: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

19

Tabel 7. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Harga Hasil Usahatani Tanaman Pangan Dan Hortikultura (%)

Komoditas Elastisitas Peningkatan Harga BBM (Rp/ltr)

1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Padi 0.5157 8,60 12,89 17,19 21,49 25,79

Jagung 0.1632 2,72 4,08 5,44 6,80 8,16

Ketelapohon 0.0406 0,68 1,02 1,35 1,69 2,03

Ubijalar 0.0020 0,03 0,05 0,07 0,08 0,10

Umbi-Umbian Lain 0.0292 0,49 0,00 0,00 0,00 0,00

Kacang 0.0188 0,31 0,47 0,63 0,78 0,94

Kedele 0.0215 0,36 0,54 0,72 0,90 1,08

Kacang-Kacangan Lain 0.0084 0,14 0,21 0,28 0,35 0,42

Sayuran 0.1098 1,83 2,75 3,66 4,58 5,49

Buah-Buahan 0.1453 2,42 3,63 4,84 6,05 7,27

Padi-Padian 0.0058 0,10 0,15 0,19 0,24 0,29

Sumber: Tabel I-O diolah (BPS, 2005).

Dampak kenaikan harga BBM terhadap ongkos usahatani tanaman pangan dan

hortikultura pada umumnya kecil, dengan elastisitas pada kisaran 0, 0428 – 0, 1132

(Tabel 8). Dampak langsung perubahan harga BBM terutama terjadi melalui ongkos

penggunaan alat-alat dan mesin-mesin pertanian yang umumnya belum demikian

intensif penggunaannya. Dampak terbesar adalah pada usahatani tanaman pangan

utama, seperti kedelai, padi dan jagung yang paling banyak diusahakan oleh usahatani

rakyak. Dengan demikian, kalaupun harga BBM dinaikkan, besaran kenaikannya

mestilah diusahakan moderat.

Page 32: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

20

Tabel 8. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Ongkos Usahatani Tanaman Pangan dan Hortikultura (%)

Komoditas Elastisitas (%) Peningkatan Harga BBM (Rp/ltr)

1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Padi 9.7358 1,62 2,43 3,24 4,06 4,87

Jagung 9.5676 1,59 2,39 3,19 3,99 4,78

Ketelapohon 8.8651 1,48 2,22 2,95 3,69 4,43

Ubijalar 6.6659 1,11 1,67 2,22 2,78 3,33

Umbi-Umbian Lain 7.4537 1,24 12,42 16,56 20,70 24,84

Kacang 6.1278 1,02, 1,53 2,04 2,55 3,06

Kedele 11.3238 1,89 2,83 3,77 4,72 5,66

Kacang-Kacangan Lain 5.2989 0,88 1,32 1,77 2,21 2,65

Sayuran 4.2832 0,71 1,07 1,43 1,78 2,14

Buah-Buahan 6.7282 1,12 1,68 2,24 2,80 3,36

Padi-Padian 5.3507 0,89 1,34 1,78 2,22 2,68

Sumber: Tabel I-O diolah (BPS, 2005).

Dampak kenaikan harga BBM terhadap laba nominal dan laba riil usahatani

tanaman pangan dan hortikultura disajikan pada Tabel 9 dan Tabel 10. Secara umum,

laba nominal usahatani tanaman pangan dan hortikultura meningkat apabila harga BBM

dinaikkan. Besaran absolut elastisitas penurunan laba nominal tersebut memang relatif

kecil, yakni berkisar antara 0,0128 (sayuran) dan 0.0474 (kacang-kacangan).

Peningkatan laba nominal tersebut terjadi karena dampak kenaikan harga jual hasil

usahatani lebih tinggi daripada kenaikan ongkos usahatani sebagaimana ditunjukkan

pada Tabel 7 dan Tabel 8. Penurunan laba nominal ini mengindikasikan bahwa kenaikan

harga BBM berdampak buruk terhadap daya saing usahatani maupun kesejahteraan

petani tanaman pangan dan hortikultura sehingga sebaiknya dihindari.

Page 33: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

21

Tabel 9. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Laba Nominal Usahatani Tanaman Pangan dan Hortikultura (%)

Komoditas Elastisitas (%) Peningkatan Harga BBM (Rp/ltr)

1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Padi -0.50651 -0,08 -0,13 -0,17 -0,21 -0,25

Jagung -0.71146 -0,12 -0,18 -0,24 -0,30 -0,36

Ketelapohon -1.02383 -0,17 -0,26 -0,34 -0,43 -0,51

Ubijalar -1.22315 -0,20 -0,31 -0,41 -0,51 -0,61

Umbi-Umbian Lain -1.22358 -0,20 -0,31 -0,41 -0,51 -0,61

Kacang -0.70978 -0,12 -0,18 -0,24 -0,30 -0,35

Kedele -0.74195 -0,12 -0,19 -0,25 -0,31 -0,37

Kacang-Kacangan Lain -0.47253 -0,08 -0,12 -0,16 -0,20 -0,24

Sayuran -1.28222 -0,21 -0,32 -0,43 -0,53 -0,64

Buah-Buahan -1.25418 -0,21 -0,31 -0,42 -0,52 -0,63

Padi-Padian -0.85180 -0,14 -0,21 -0,28 -0,35 -0,43

Sumber: Tabel I-O diolah (BPS, 2005).

Walaupun secara nominal positif, peningkatan harga BBM berdampak negatif

terhadap laba riil usahatani tanaman pangan dan hortikultura (Table 10). Penurunan

laba riil ini merupakan akumulasi dampak penurunan terhadap laba nominal dan

dampak kenaikan biaya hidup (inflasi). Artinya, secara umum, kenaikan harga BBM

akan menurunkan daya beli pendapatan keluarga tani. Hal ini terjadi karena

peningkatan laba nominal lebih rendah dari peningkatan biaya hidup. Terlepas dari

besarannya, peningkatan harga UMM berdampak buruk terhadap kesejahteraan

ekonomi keluarga tani sehingga harus diusahakan serendah mungkin.

Page 34: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

22

Tabel 10. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Laba Riil Usahatani Tanaman Pangan dan Hortikultura (%)

Komoditas Elastisitas (%) Peningkatan Harga BBM (Rp/ltr)

1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Padi -12.64416 -2,11 -3,16 -4,21 -5,27 -6,32

Jagung -12.02554 -2,00 -3,01 -4,01 -5,01 -6,01

Ketelapohon -10.97907 -1,83 -2,74 -3,66 -4,57 -5,49

Ubijalar -9.79154 -1,63 -2,45 -3,26 -4,08 -4,90

Umbi-Umbian Lain -12.64381 -2,11 -3,16 -4,21 -5,27 -6,32

Kacang -14.15868 -2,36 -3,54 -4,72 -5,90 -7,08

Kedele -13.92245 -2,32 -3,48 -4,64 -5,80 -6,96

Kacang-Kacangan Lain -13.02197 -2,17 -3,26 -4,34 -5,43 -6,51

Sayuran -11.95243 -1,99 -2,99 -3,98 -4,98 -5,98

Buah-Buahan -9.74914 -1,63 -2,44 -3,25 -4,06 -4,87

Padi-Padian -9.48987 -1,58 -2,37 -3,16 -3,95 -4,74

Sumber: Tabel I-O diolah (BPS, 2005).

4.2.2. Dampak Terhadap Usaha Perkebunan

Dampak perubahan harga BBM terhadap harga komoditas perkebunan di tingkat

petani ditampilkan pada Tabel 11. Seperti halnya komoditas tanaman pangan dan

hortikultura, peningkatan harga BBM berdampak positif terhadap harga komoditas

perkebunan di tingkat usahatani. Besaran elastisitasnya berkisar antara 0.0026

(tanaman serat) dan 0.3974 (Kelapa sawit). Secara umum, elatisitas lebih rendah untuk

komoditas yang lebih didominasi oleh perkebunan rakyat. Selain itu, elastasitas harga

komoditas perkebunan tersebut relatif lebih rendah dari komoditas tanaman pangan

dan hortikultura.

Page 35: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

23

Tabel 11. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Harga Hasil Perkebunan (%)

Komoditas Elastisitas (%) Peningkatan Harga BBM (Rp/ltr)

1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Karet 0.2847 4,75 7,12 9,49 11,86 14,24

Tebu 0.1309 2,18 3,27 4,36 5,45 6,55

Kelapa 0.1582 2,64 3,96 5,27 6,59 7,91

Kelapa sawit 0.3974 6,62 9,94 13,25 16,56 19,87

Hasil Tanaman Serat 0.0026 0,04 0,03 0,03 0,04 0,05

Tembakau 0.0546 0,91 1,37 1,82 2,28 2,73

Kopi 0.1015 1,69 2,54 3,38 4,23 5,08

Teh 0.0079 0,13 0,20 0,26 0,33 0,40

Cengkeh 0.0107 0,18 0,27 0,36 0,45 0,54

Kakao 0.0551 0,92 1,38 1,84 2,30 2,76

Jambu Mete 0.0156 0,26 0,39 0,52 0,65 0,78

Hasil Perkebunan Lain 0.0812 1,35 2,03 2,71 3,38 4,06

Sumber: Tabel I-O diolah (BPS, 2005).

Peningkatan harga BBM tentu akan menaikkan ongkos usahatani perkebunan.

Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 12, besaran elastisitas memang umumnya kecil,

berkisar antara 0,0428 (cengkeh) dan 0,1132 (kopi). Namun demikian, dampak

peningkatan harga BBM terhadap ongkos produksi usaha perkebunan relatif lebih tinggi

dibanding usahatani tanaman pangan dan hortikultura. Alasannya adalah bahwa

tanaman perkebunan lebih intensif menggunakan peralatan dan mesin yang berbahan

bakar minyak subsidi.

Page 36: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

24

Tabel 12. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Ongkos Usaha Perkebunan (%)

Komoditas Elastisitas (%) Peningkatan Harga BBM (Rp/ltr)

1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Karet 9.7358 1,62 2,43 3,24 4,06 4,87

Tebu 9.5676 1,59 2,39 3,19 3,99 4,79

Kelapa 8.8651 1,48 2,22 2,95 3,69 4,43

Kelapa Sawit 6.6659 1,11 1,67 2,22 2,78 3,33

Hasil Tanaman Serat 7.4537 8,28 12,42 16,56 20,70 24,84

Tembakau 6.1278 1,02 1,53 2,04 2,55 3,06

Kopi 11.3238 1,89 2,83 3,77 4,72 5,66

Teh 5.2989 0,88 1,32 1,77 2,21 2,65

Cengkeh 4.2832 0,71 1,07 1,43 1,78 2,14

Kakao 6.7282 1,12 1,68 2,24 2,80 3,36

Jambu Mete 5.3507 0,89 1,34 1,78 2,23 2,68

Hasil Perkebunan Lain 8.1710 1,36 2,04 2,72 3,40 4,09

Sumber: Tabel I-O diolah (BPS, 2005).

Peningkatan harga BBM berdampak negatif terhadap laba nominal usaha

perkebunan. Hal ini menunjukkan bahwa dampak positif terhadap harga jual hasil

usahatani tidak cukup untuk menutupi peningkatan ongkos usahatani perkebunan.

Besaran absolut elastisitas laba nominal adalah antara 0.0081025 (jambu mete) dan

-0,0974 (tembakau). Dampak negatif terhadap laba nominal menunjukkan bahwa

peningkatan harga BBM berdampak buruk terhadap daya saing maupun kesejahteraan

petani perkebunan.

Page 37: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

25

Tabel 13. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Laba Nominal Usahatani Perkebunan (%)

Komoditas Elastisitas (%) Peningkatan Harga BBM (Rp/ltr)

1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Karet -6.61506 -1,10 -1,65 -2,20 -2,76 -3,31

Tebu -5.17256 -0,86 -1,29 -1,72 -2,16 -2,59

Kelapa -2.74662 -0,46 -0,69 -0,92 -1,14 -1,37

Kelapa Sawit -4.75425 -0,79 -1,19 -1,58 -1,98 -2,38

Hasil Tanaman Serat -1.05318 -0,18 -0,26 -0,35 -0,44 -0,53

Tembakau -9.73826 -1,62 -2,43 -3,25 -4,06 -4,87

Kopi -2.39980 -0,40 -0,60 -0,80 -1,00 -1,20

Teh -3.09519 -0,52 -0,77 -1,03 -1,29 -1,55

Cengkeh -0.81025 -0,14 -0,20 -0,27 -0,34 -0,41

Kakao -1.36265 -0,23 -0,34 -0,45 -0,57 -0,68

Jambu Mete -0.84446 -0,14 -0,21 -0,28 -0,35 -0,42

Hasil Perkebunan

Lainnya

-1.66815

-0,28 -0,42 -0,56 -0,70 -0,83

Sumber: Tabel I-O diolah (BPS, 2005).

Oleh karena terhadap laba nominal saja berdampak negatif, kiranya sangat jelas

bahwa kenaikan harga BBM berdampak negatif terhadap laba riil usaha perkebunan

(Tabel 14). Dampak terhadap laba nominal merupakan akumulasi dampak perubahan

harga BBM terhadap laba nominal usahatani perkebunan dan terhadap biaya hidup

(inflasi). Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 14, besaran absolut elastisitas laba riil

usaha perkebunan terhadap harga BBM berkisar antara 0,0519 (cengkeh) dan 0,1411

(tembakau). Walaupun relatif kecil, temuan ini menunjukkan bahwa kenaikan harga

BBM berdampak negatif terhadap kesejahteraan petani perkebunan sehingga harus

dihindari atau kalaupun terpaksa dinaikkan, besarannya diusahakan serendah mungkin.

Page 38: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

26

Tabel 14. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Laba Riil Usahatani Perkebunan (%)

Komoditas Elastisitas (%) Peningkatan Harga BBM (Rp/ltr)

1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Karet -10.99006 -1,83 -2,75 -3,66 -4,58 -5,50

Tebu -9.54756 -1,59 -2,39 -3,18 -3,98 -4,77

Kelapa -7.12162 -1,19 -1,78 -2,37 -2,97 -3,56

Kelapa Sawit -9.12925 -1,52 -2,28 -3,04 -3,80 -4,56

Hasil Tanaman Serat -5.42818 -0,90 -1,36 -1,81 -2,26 -2,71

Tembakau -14.11326 -2,35 -3,53 -4,70 -5,88 -7,06

Kopi -6.77480 -1,13 -1,69 -2,26 -2,82 -3,39

Teh -7.47019 -1,25 -1,87 -2,49 -3,11 -3,74

Cengkeh -5.18525 -0,86 -1,30 -1,73 -2,16 -2,59

Kakao -5.73765 -0,96 -1,43 -1,91 -2,39 -2,87

Jambu Mete -5.21946 -0,87 -1,30 -1,74 -2,17 -2,61

Hasil Perkebunan Lain -6.04315 -1,01 -1,51 -2,01 -2,52 -3,02

Sumber: Tabel I-O diolah (BPS, 2005).

4.2.3. Dampak terhadap Usaha Peternakan

Perubahan harga BBM berpengaruh positif terhadap komoditas peternakan di

tingkat usahatani (Tabel 15). Dampak yang terjadi sangat bervariasi, dengan elastisitas

berkisar antara 0.0013 (ternak lain) dan 0.3008 (unggas). Sebagaimana diketahui,

komoditas selain unggas lebih banyak diusahakan oleh peternak kecil. Temuan ini

memperkuat pola pada usahatani tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan,

bahwa peningkatan harga di tingkat produsen akibat kenaikan harga BBM relatif lebih

rendah pada komoditas yang lebih banyak diusahakan oleh petani rakyat. Hal ini berarti

dampak perubahan harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata.

Kenaikan harga BBM lebih merugikan perusahaan pertanian rakyat daripada

perusahaan besar pertanian.

Page 39: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

27

Tabel 15. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Harga Hasil Peternakan (%)

Komoditas Elastisitas (%) Peningkatan harga BBM (Rp/ltr)

1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Ruminansia Non Sapi Perah 0.0835 1,39 2,09 2,78 3,48 4,18

Sapi Perah 0.0148 0,25 0,37 0,49 0,62 0,74

Unggas 0.3008 5,01 7,52 10,03 12,53 15,04

Ternak Lainnya 0.0013 0,02 0,03 0,04 0,05 0,07

Sumber: Tabel I-O diolah (BPS, 2005).

Kenaikan harga BBM berpengaruh positif terhadap ongkos usaha peternakan

dengan elastisitas berkisar antara 0, 0214 (unggas) hingga 0,0301 (ternak lainnya).

Variasi besaran elastisitas antar jenis usaha tidak begitu besar, jauh lebih sempit

dibanding pada usatatani tanaman (Tabel 16). Pada umumnya usaha peternakan belum

intensif menggunakan peralatan dan mesin berbahan bakar minyak subsidi.

Tabel 16. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Ongkos Produksi Usaha Peternakan (%)

Komoditas Elastisitas (%) Peningkatan Harga BBM (Rp/ltr)

1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Ruminansia Non Sapi

Perah 2.77 0,46 0,69 0,92 1,15 1,39

Sapi Perah 2.80 0,47 0,70 0,93 1,17 1,40

Unggas 2.14 0,36 0,54 0,71 0,89 1,07

Ternak Lainnya 3.01 0,50 0,75 1,00 1,25 1,51

Sumber: Tabel I-O diolah (BPS, 2005).

Walaupun berpengaruh positif terhadap harga jual hasil usahatani, peningkatan

harga BBM berpengaruh negatif terhadap nilai nominal laba usaha peternakan (Tabel

17). Besaran absolut elastisitas laba nominal usaha peternakan terhadap harga BBM

berkisar antara0,0100 (ruminansia non sapi perah dan 0,0319 (sapi perah). Usaha sapi

perah lebih sensitif terhadap perubahan harga BBM. Secara umum, besaran elastisitas

Page 40: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

28

tersebut memang relatif kecil. Namun demikian, hal ini tidak boleh diremehkan karena

penurunan laba berarti penurunan daya saing dan kesejahteraan petani, lebih-lebih bila

dinilai secara riil (daya beli) sebagaimana dalam uraian berikut.

Tabel 17. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Laba Nominal Usaha Peternakan (%)

Komoditas Elastisitas (%) Peningkatan Harga BBM (Rp/ltr)

1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Ruminansia Non Sapi Perah -1.00 -0,17 -0,25 -0,33 -0,42 -0,50

Sapi Perah -3.19 -0,53 -0,80 -1,06 -1,33 -1,60

Unggas -2.80 -0,47 -0,70 -0,93 -1,17 -1,40

Ternak Lainnya -2.33 -0,39 -0,58 -0,78 -0,97 -1,17

Sumber: Tabel I-O diolah (BPS, 2005).

Dampak perubahan harga BBM terhadap daya beli laba (laba riil) usaha

peternakan disajikan pada Tabel 18. Perpaduan antara penurunan laba nominal dan

peningkatan biaya hidup membuat dampak kenaikan harga BBM terhadap laba riil

usahaha ternak menjadi cukup besar. Dengan besaran elastisitas absolut berkisar

antara 0,0671 (ternak lainnya dan 0,0756 (sapi perah). Dampak positif terhadap ongkos

usaha dan dampak negatif terhadap laba riil membuktikan bahwa kenaikan harga BBM

berdampak buruk terhadap daya saing usaha peternakan dan dan kesejahteraan para

peternak. Sama halnya dengan jenis usahatani lainnya, kenaikan harga BBM haruslah

dihindari atau sedapat mungkin diusahakan serendah mungkin sehingga tidak terlalu

berdampak buruk terhadap daya saing usahatani dan kesejahteraan petani.

Page 41: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

29

Tabel 18. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Daya Beli Laba Usaha Peternakan (%)

Komoditas Elastisitas (%) Peningkatan Harga BBM (Rp/ltr)

1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Ruminansia Non Sapi Perah -5.37 -0,90 -1,34 -1,79 -2,24 -2,69

Sapi Perah -7.56 -1,26 -1,89 -2,52 -3,15 -3,78

Unggas -7.17 -1,20 -1,79 -2,39 -2,99 -3,59

Ternak Lainnya -6.71 -1,12 -1,68 -2,24 -2,80 -3,36

Sumber: Tabel I-O diolah (BPS, 2005).

4.2.4. Dampak Terhadap Usaha Pengolahan Hasil Pertanian

Sama seperti terhadap produk pertanian primer, kenaikan harga BBM

berpengaruh positif terhadap produk olahan hasil pertanian (Tabel 19). Elastisitas

dampak perubahan harga BBM terhadap harga produk olahan hasil pertanian berkisar

antara 0.0131 (daging olaha) hingga 0.6783 (beras). Secara umum, dampak tertinggi

(elastisitas) adalah terhadap bahan pangan pokok, yakni beras (0,6783), kedelai

(0,3522), dan gula (0,3055). Bahan-bahan pangan pokok ini esensial tidak hanya untuk

menjamin ketahanan pangan keluarga, tetapi harga mereka juga penentu utama biaya

hidup penduduk miskin dan laju inflasi nasional. Oleh karena itu, dampak yang

demikian besar terhadap harga bahan-bahan makanan pokok mestinya dijadikan

sebagai perhatian utama dalam menentukan keputusan dan besaran kenaikan harga

BBM. Secara umum, panaikan harga BBM akan berdampak besar terhadap tingkat

kemiskinan dan inflasi, terutama melalui dampaknya yang demikian besar terhadap

bahan pangan pokok.

Page 42: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

30

Tabel 19. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Harga Produk Olahan Hasil Pertanian (%)

Komoditas Elastisitas (%) Peningkatan Harga BBM (Rp/ltr)

1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Daging Olahan 0.0131 0,22 0,33 0,44 0,55 0,66

Buah dan Sayur Olahan 0.0768 1,28 1,92 2,56 3,20 3,84

Kopra 0.0594 0,99 1,49 1,98 2,48 2,97

Beras 0.6783 11,31 16,96 22,61 28,26 33,92

Gula 0.3055 5,09 5,18 6,91 8,63 10,36

Biji-Bijian Kupasan 0.0680 1,13 1,70 2,27 2,83 3,40

Coklat dan Kembang Gula 0.1258 2,10 3,15 4,19 5,24 6,29

Kopi Giling dan Kupasan 0.2192 3,65 5,48 7,31 9,13 10,96

Teh Olahan 0.1683 2,81 4,21 5,61 7,01 8,42

Kedelai Olahan 0.3522 5,87 8,81 11,74 14,68 17,61

Sumber: Tabel I-O diolah (BPS, 2005).

Dampak perubahan harga BBM terhadap ongkos produksi usaha pengolahan

hasil pertanian ditampilkan pada Tabel 20. Secara umum, biaya pengolahan hasil

pertanian sangat sensitif terhadap harga BBM, sebagaiman terlihat dari besarnya

elastisitas, berkisar antara 0,93 (gula) hingga 6,46 (teh olahan). Hal ini kiranya dapat

dimaklumi karena proses pengolahan memang memerlukan energi, yang hingga kini di

Indonesia, masih mengandalkan BBM.

Page 43: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

31

Tabel 20. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Ongkos Produksi Produk Olahan Hasil Pertanian (%)

Komoditas Elastisitas (%) Peningkatan Harga BBM (Rp/ltr)

1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Daging Olahan 1.43 23,84 35,75 47,66 59,59 71,50

Buah dan Sayur Olahan 1.88 31,34 47,00 62,66 78,34 94,00

Kopra 3.42 57,01 85,50 113,99 142,51 171,00

Beras 1.06 17,67 26,50 35,33 44,17 53,00

Gula 0.93 15,50 24,65 32,86 41,08 49,29

Biji-Bijian Kupasan 2.98 49,68 74,50 99,32 124,18 149,00

Coklat dan Kembang

Gula 1.37 22,84 34,25 45,66 57,09 68,50

Kopi Giling dan Kupasan 1.95 32,51 48,75 64,99 81,26 97,50

Teh Olahan 6.46 107,69 161,50 215,31 269,19 323,00

Kedelai Olahan 3.00 50,01 75,00 99,99 125,01 150,00

Sumber: Tabel I-O diolah (BPS, 2005).

Dengan dampak yang demikian besar terhadap biaya produksi, tidak seimbang

dengan peningkatan harga jual hasil produksinya, peningkatan harga BBM

menyebabkan penurunan nilai nominal laba usaha pengolahan hasil pertanian (Tabel

21). Elastisitas dampak harga BBM terhadap laba nominal usaha pengolahan hasil

pertanian berkisar antara 0,0138 (gula) hingga 0,1691 (teh olahan). Kenaikan harga

BBM berdampak buruk terhadap daya saing usaha pengolahan hasil pertanian sehingga

sebaiknya peningkatannya sedapat mungkin diusahakan tidak terlalu besar.

Page 44: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

32

Tabel 21. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Laba Nominal Usaha Pengolahan Hasil Pertanian (%)

Komoditas Elastisitas (%) Peningkatan Harga BBM (Rp/ltr)

1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Daging Olahan -1.68 -0,28 -0,42 -0,56 -0,70 -0,84

Buah dan Sayur Olahan -4.91 -0,82 -1,23 -1,64 -2,05 -2,46

Kopra -8.75 -1,46 -2,19 -2,92 -3,65 -4,38

Beras -1.81 -0,30 -0,45 -0,60 -0,75 -0,91

Gula -1.38 -0,23 -0,35 -0,46 -0,58 -0,69

Biji-Bijian Kupasan -10.51 -1,75 -2,63 -3,50 -4,38 -5,26

Coklat dan Kembang Gula -1.90 -0,32 -0,48 -0,63 -0,79 -0,95

Kopi Giling dan Kupasan -4.65 -0,78 -1,16 -1,55 -1,94 -2,33

Teh Olahan -16.91 -2,82 -4,23 -5,64 -7,05 -8,46

Kedelai Olahan -7.41 -1,24 -1,85 -2,47 -3,09 -3,71

Sumber: Tabel I-O diolah (BPS, 2005).

Perpaduan antara dampak negative terhadap laba nominal dan dampak positif

terhadap biaya hidup (inflasi), menyebabkan pengaruh negatif harga BBM terhadap

laba riil usaha pengolahan hasil pertanian menjadi cukup besar. Seperti yang

ditunjukkan pada Tabel 22, besaran absolut elastisitas dampak perubahan kenaikan

harga BBM terhadap laba riil usaha pengolahan hasil pertanian berkisar antara 0,0575

(gula) hingga 0,2128 (teh olahan). Industri yang paling terpukul adalah pengolahan

teh, biji-bijian, kopra dan kedelai olahan, ketiganya dengan elastisitas dampak di atas

10 %. Penurunan laba riil tersebut tentu berdampak buruk terhadap investasi pada

industri pengolahan hasil pertanian. Dengan demikian, kenaikan harga BBM berdampak

buruk terhadap usaha pertanian secara umum sehingga sebaiknya dijaga, kalaupun

terpaksa dilakukan, besarannya diusahakan serendah mungkin.

Page 45: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

33

Tabel 22. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Daya Beli Laba Usaha Pengolahan Hasil Pertanian (%)

Komoditas Elastisitas (%) Peningkatan Harga BBM (Rp/ltr)

1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Daging Olahan -6.06 -1,01 -1,52 -2,02 -2,53 -3,03

Buah dan Sayur Olahan -9.29 -1,55 -2,32 -3,10 -3,87 -4,65

Kopra -13.12 -2,19 -3,28 -4,37 -5,47 -6,56

Beras -6.19 -1,03 -1,55 -2,06 -2,58 -3,10

Gula -5.75 -0,96 -1,44 -1,92 -2,40 -2,88

Biji-Bijian Kupasan -14.88 -2,48 -3,72 -4,96 -6,20 -7,44

Coklat dan Kembang Gula -6.28 -1,05 -1,57 -2,09 -2,62 -3,14

Kopi Giling dan Kupasan -9.03 -1,51 -2,26 -3,01 -3,76 -4,52

Teh Olahan -21.28 -3,55 -5,32 -7,09 -8,87 -10,64

Kedelai Olahan -11.78 -1,96 -2,95 -3,93 -4,91 -5,89

Sumber: Tabel I-O diolah (BPS, 2005).

4.2.5. Dampak Terhadap Biaya Hidup di Pedesaan dan di Perkotaan

Dampak perubahan harga BBM terhadap biaya hidup dirinci menurut desa-kota

ditampilkan pada Tabel 23. Perubahan biaya hidup dalam hal ini dapat pula ditafsirkan

sebagai peningkatan inflasi. Besaran elastisitas dampak perubahan harga BBM adalah

0,0223 untuk wilayah pedesaan, 0.0207 untuk wilayah perkotaan dan 0.0209 untuk

agregat nasional. Dampak terhadap biaya hidup di pedesaan sedikit lebih tinggi dari

pada di perkotaan .

Secara umum dapat dikatakan bahwa dampak perubahan harga BBM terhadap

inflasi tidaklah demikian besar. Namun demikian, seperti yang diuraikan sebelumnya,

peningkatan inflasi tersebut terutama beraslah dari peningkatan harga bahan pangan

pokok. Dengan demikian, peningkatan harga BBM tersebut dikhawatirkan berpengaruh

cukup besar terhadap peningkatan insiden rawan gizi dan insiden kemiskinan.

Page 46: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

34

Tabel 23. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Biaya Hidup, Dirinci Menurut Wilayah

Wilayah Elastisitas Peningkatan Harga BBM (Rp/ltr)

1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Desa 0,0223 0,37 0,56 0,74 0,93 1,12

Kota 0.0207 0,35 0,52 0,69 0,86 1,04

Desa dan Kota 0.0209 0,35 0,52 0,70 0,87 1,05

Sumber: Tabel I-O diolah (BPS, 2005).

4.3. Dampak Segera Perubahan Harga BBM Terhadap Ongkos dan Keuntungan Usaha Alsintan di Lokasi Kajian Kabupaten Subang dan

Cianjur

Terdapat tiga sumber penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dalam usahatani,

yaitu: (a) penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan), (b) penggunaan alat angkut

yang menggunakan BBM, dan (c) BBM sebagai bahan penerangan dan pemanas,

terutama pada usaha peternakan. Untuk alat angkut, pada kegiatan usahatani

digunakan untuk mengangkut hasil pertanian dari lahan usahatani ke rumah petani

penggarap atau ke jalan terdekat yang dapat dilalui kendaraan roda 4. Hal ini dilakukan

dalam rangka penjualan hasil pertanian kepada pembeli. Karena jenis BBM yang

digunakan oleh mesin pertanian maupun alat angkut yang menggunakan BBM adalah

bensin dan solar, maka kedua jenis BBM inilah yang banyak digunakan dalam

usahatani.

Intensitas penggunaan BBM dalam usahatani secara umum dipengaruhi oleh

banyaknya jenis mesin pertanian yang digunakan dalam mengelola usahatani, serta

jenis alat angkut yang digunakan untuk mengangkut hasil. Jenis mesin pertanian dan

penggunaannya pada usahatani yang dianalisis dalam penelitian ini adalah: (a) mesin

traktor yang digunakan untuk pengolahan lahan usahatani padi, (b) pompa air untuk

pengairan lahan usahatani atau penyiraman tanaman, (c) power thesher untuk

perontokan hasil panen padi. Masing-masing dilakukan di dua kabupaten sentra

produksi padi yaitu di Kabupaten Subang dan Kabupaten Cianjur.

Page 47: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

35

Perlu dikemukakan bahwa dengan semakin naiknya harga BBM maka ada indikasi

petani sebagai pengguna BBM, berinovasi untuk merubah penggunaan BBM ke

penggunaan gas LPG (Liquid Petroleum Gas), dan dari hasil wawancara efisiensi

penggunaan BBG dapat mencapai 50% lebih dibanding dengan penggunaan BBM.

Teknik inovasi yang ditempuh adalah dengan cara memodifikasi karbutor dengan

menambah regulator gas dan slang/pipa gas. Hal ini menjadi hal yang sangat menarik

untuk dikaji lebih lanjut terkait dengan semakin langkanya BBM yang bersumber dari

minyak bumi. Kegiatan substitusi BBM oleh LPG untuk bahan bakar pompa air ini

terutama berada di lokasi penelitian Kabupaten Subang.

Disamping itu, kompatibilitas penggunaan BBG kedepan adalah menjadi tantangan

tersendiri dengan adanya pengembangan bio-energi gas methana yang bersumber dari

biomasa pertanian. Kajian yang perlu ditindaklanjuti terkait dengan penggunaan BBG

untuk sektor pertanian adalah : (a) kajian tentang modifikasi berbagai karburator (alat

untuk meng-karburasi bahan bakar ke dalam silinder mesin untuk dikompresi menjadi

energi) pada berbagai alat mekanisasi pertanian yang digunakan di pedesaan, (b)

kajian tentang teknologi praktis yang dapat merubah bio-masa menjadi sumber energi

gas di pedesaan, dan (c) peningkatan capacity building para operator alsintan di

perdesaan dalam mengadaptasi dan modifikasi alat-alat pertanian sesuai dengan

kondisi lokal dan perubahan regional (termasuk kenaikan harga BBM).

Pembahasan intensitas penggunaan BBM dalam usahatani akan dilakukan

menurut kabupaten lokasi penelitian yang dikunjungi dan di masing-masing kabupaten

tersebut pembahasan akan dilakukan menurut jenis alat pertanian yang diteliti.

4.3.1. Kabupaten Subang

Usaha Traktor

Untuk melihat dampak penggunaan BBM, akan dilihat bagaimana dampak

terhadap proporsi struktur ongkos usaha dan pendapatan pada usaha traktor tangan di

Kabupaten Subang. Hasil analisis disajikan pada Tabel 24.

Berdasarkan Tabel 24 tersebut diperoleh informasi bahwa pangsa penggunaan

BBM pada usaha traktor tangan untuk mengolahan lahan per hektar sawah sebelum

Page 48: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

36

terjadi kenaikan harga BBM per Desember 2014 senilai Rp. 136.500 atau sebesar

13,93% dari total penerimaan jasa sewa (Rp. 980.000/ha). Adapun total biaya usaha

jasa traktor senilai Rp. 701.269 atau sebesar 71,56% terhadap penerimaan, dan

keuntungan usaha traktor sebesar Rp. 278.731/ha atau sekitar 28,44% dari

penerimaan serta perolehan R/C rasio sebesar 1,40. Pada saat segera setelah kenaikan

harga BBM khususnya solar naik dari dari Rp. 5.500/liter menjadi Rp. 7.500/liter (naik

sekitar 36,36%), maka yang terjadi pada struktur ongkos usaha traktor adalah: (a)

pangsa ongkos penggunaan BBM terhadap penerimaan (penerimaan tetap) naik

menjadi 18,21% atau kenaikan nominal biaya BBM sebesar Rp. 42000/ha (36,36%), (b)

pangsa total ongkos usaha traktor naik sebesar Rp. 42000/ha (naik 5,99%) atau

pangsanya terhadap penerimaan naik menjadi 75,84%, dan (c) keuntungan usaha

menurun menjadi Rp. 236.731/ha (-15,07%) atau pangsanya terhadap penerimaan

turun menjadi 24,16%.

Tabel 24. Struktur Ongkos dan Harga Sewa Traktor untuk Padi per hektar di

Kabupaten Subang, Jawa Barat, 2014

No. Komponen

Sebelum kenaikan

harga BBM

Segera setelah kenaikan harga

BBM

Setelah penyesuaian harga faktor

input dan penerimaan

Nilai (Rp)

Pangsa (%)

Nilai (Rp)

Pangsa (%)

Perubahan (%)

Nilai (Rp) Pangsa

(%) Perubahan

(%)

1 Biaya:

1.1. BBM 136,500 13.93 178,500 18.21 36.36 178,500 15.84 36.36

1.2. Oli:

-

-

-

a. Mesin 14,940 1.52 14,940 1.52 - 14,940 1.33 -

b. Gardan 2,494 0.25 2,494 0.25 - 2,868 0.25 -

c. Gemuk/Stempet 2,493 0.25 2,493 0.25 - 2,867 0.25 -

1.3. Spare Part &

Service 62,843 6.41 62,843 6.41 - 72,269 6.41 -

1.4. Penyusunan 90,000 9.18 90,000 9.18 - 103,500 9.18 -

1.5. Operator 392,000 40.00 392,000 40.00 - 450,800 40.00 -

1.6. Total 701,269 71.56 743,269 75.84 5.99 825,744 73.27 17.75

2 Pedapatan dari Sewa 980,000 100.00 980,000 100.00 - 1,127,000 100.00 15.00

3 Keuntungan 278,731 28.44 236,731 24.16 (15.07) 301,256 26.73 8.08

4 R/C rasio 1.40

1.32

1.36

Parameter yang digunakan : 1. Areal layanan 10 ha per thn (2 musim) 2. Harga traktor Rp 20 jt 3. Umur ekonomis 5 tahun

4. Nilai sisa 10% 5. Harga penyesuaian 15% pada faktor input dan harga sewa 6. Kenaikan harga Solar dari Rp 5.500/ltr menjadi Rp 7.500/ltr (36,36%)

Page 49: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

37

Lebih lanjut dari Tabel 24, juga menunjukkan bahwa setelah terjadi penyesuaian

harga jasa penyewaan traktor dan harga-harga input, ternyata pangsa biaya BBM

terhadap penerimaan dan total biaya meningkat dibandingkan dengan sebelum

terjadinya kenaikan harga BBM. Namun seiring dengan naiknya harga BBM, maka jasa

sewa traktor pun akan naik menjadi Rp. 1.127.000/ha atau naik sebesar 15% dari

kondisi sebelum naik BBM. Naiknya jasa sewa traktor ternyata mampu

mengkompensasi atas naiknya biaya total termasuk didalamnya biaya BBM, dan hal ini

terbukti dengan perolehan keuntungan usaha sebesar Rp. 301.256/ha (naik sebesar

8,08%) dan pangsa keuntungan terhadap penerimaan mencapai 26,73%.

Didalam konteks bisnis, pelaku bisnis selalu mengantisipasi dan melakukan

penyesuaian terhadap apa terjadi perubahan disekitarnya termasuk perubahan harga

input (BBM). Pada saat penelitian ini, dimana baru dua hari terjadinya kenaikan harga

BBM, maka harga penyesuaian diperoleh dari kecenderungan para pelaku usaha dalam

melakukan penyesuaian harga jual jasa dan harga faktor input lainnya, seperti onderdil

dan service. Berdasarkan hasil wawacara dan survey harga-harga barang sembako di

pasar tradisional, maka rencana operator untuk menyesuaikan harga BBM yaitu dengan

menaikan harga jual jasa sebesar 10-20% atau rata-rata sekitar 15%. Oleh karena itu,

kenaikan harga jual jasa dan faktor input diterapkan kenaikan 15%. Dengan kenaikan

tersebut maka akan terjadi pergeseran kepada keseimbangan baru dalam usaha traktor

tersebut.

Berdasarkan Tabel 24 tersebut di atas menunjukkan bahwa setelah terjadi

penyesuaian harga jual jasa dan penyesuian harga-harga input, maka pada nyatanya

tetap bahwa pangsa biaya BBM dan total biaya terjadi kenaikan dibanding dengan

sebelum terjadinya kenaikan harga BBM dan sebaliknya pangsa keuntungan terjadi

penurunan menjadi 26,73%. Namun demikian karena penerimaan naik 15%, maka bagi

pengusaha traktor tangan setelah terjadi keseimbangan baru memperoleh kenaikan

nominal sebesar 8,08%.

Page 50: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

38

Usaha Pompa Air

Intensitas penggunaan BBM dan pengaruh terhadap kinerja usaha pompa air

untuk irigasi secara rinci dapat disimak pada Tabel 25. Berdasarkan tabel tersebut

dapat dijelaskan bahwa komponen biaya BBM pangsanya lebih besar dibanding dengan

usaha traktor. Pangsa penggunaan BBM pada usaha pompa air untuk mengairi lahan

per hektar sebelum terjadi kenaikan harga BBM per Desember 2014 senilai Rp. 38.500

atau sebesar 27,50% dari total penerimaan jasa pompa (Rp. 140.000/hari). Adapun

total biaya usaha pompa senilai Rp. 50.8500 atau sebesar 36,32% terhadap

penerimaan, dan keuntungan usaha pompa air sebesar Rp. 89.150/hari atau sekitar

63,68% dari penerimaan serta perolehan R/C rasio sebesar 2,75. Pada saat segera

setelah kenaikan harga BBM khususnya solar naik dari dari Rp. 5.500/liter menjadi Rp.

7.500/liter (naik sekitar 36,36%), maka yang terjadi pada struktur ongkos usaha pompa

air adalah: (a) pangsa ongkos penggunaan BBM terhadap penerimaan (penerimaan

tetap) naik menjadi 37,50% atau kenaikan nominal biaya BBM sebesar Rp. 14000/hari

(36,36%), (b) pangsa total ongkos usaha pompa air naik sebesar Rp. 14.000/hari (naik

27,53%) atau pangsanya terhadap penerimaan naik menjadi 46,32%, dan (c)

keuntungan usaha menurun menjadi 75.150/hari (-15,70%) atau pangsanya terhadap

penerimaan turun menjadi 53,68%.

Setelah terjadi penyesuaian harga jasa penyewaan pompa air dan harga-harga

input, ternyata pangsa biaya BBM terhadap penerimaan dan total biaya meningkat

dibandingkan dengan sebelum terjadinya kenaikan harga BBM. Namun seiring dengan

naiknya harga BBM, maka jasa sewa pompa air pun naik menjadi Rp. 161.000/hari atau

naik sebesar 15,00% dari kondisi sebelum naik BBM. Naiknya jasa sewa pompa air

ternyata mampu terkompensasi atas naiknya biaya total termasuk didalamnya biaya

BBM, dan hal ini terbukti dengan perolehan keuntungan usaha naik sebesar Rp.

5.598/hari (naik dibanding sebelum kenaikan sekitar 6,28%) dan pangsa keuntungan

terhadap penerimaan mencapai 58,85%.

Page 51: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

39

Tabel 25. Struktur Ongkos dan Harga Sewa Pompa Air untuk Padi di Kabupaten

Subang, Jawa Barat, 2014 (BB-Solar)

No. Komponen

Sebelum kenaikan

harga BBM

Segera setelah kenaikan harga

BBM

Setelah penyesuaian harga

faktor input dan penerimaan

Nilai (Rp) Pang-sa

(%) Nilai (Rp)

Pang-sa (%)

Peru-bahan (%)

Nilai (Rp) Pangsa

(%)

Peru-bahan (%)

1 Biaya:

1.1. BBM 38,500 27.50 52,500 37.50 36.36 52,500 32.61 36.36

1.2. Oli:

-

-

-

a. Mesin 3,000 2.14 3,000 2.14 - 3,000 1.86 -

b. Gardan - - - - - - - -

c. Gemuk

/stempet - - - - - - - -

1.3. Spare part &

Service

1,850 1.32 1,850 1.32 - 2,128 1.32 -

1.4. Pe- nyusutan

7,500 5.36 7,500 5.36 - 8,625 5.36 -

1.5. Ope- rator

- - - - - - - -

1.6.Total 50,850 36.32 64,850 46.32 27.53 66,253 41.15 30.29

2 Pedapatan dari Sewa

140,000 100.00 140,000 100.00 - 161,000 100.00 15.00

3 Keuntu-ngan

89,150 63.68 75,150 53.68 (15.70) 94,748 58.85 6.28

4 R/C rasio 2.75

2.16

2.43

Parameter yang digunakan: 1. Bekerja 20 hari per musim, jam kerja 7 jam per hari

2. Harga mesin+ Pompa+Selang isap dan dorong Rp 5 jt 3. Umur ekonomis 15 tahun 4. Nilai sisa 10%

5. Harga penyesuaian 15% pada faktor input dan harga sewa 6. Perubahan harga bahan bakar solar dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500 /liter (37.5%) 7. Penyesuaian harga input (onderdil) dan ongkos sewa pompa adalah 15%

Sebagaimana telah diungkapkan pada uraian sebelumnya bahwa dalam kondisi

dimana perubahan yang terjadi menyebabkan kondisi petani tertekan, dan terdapat

sebagian petani atau pengusaha yang melakukan adaptasi atau penyesuaian terhadap

perubahan tersebut. Pada kasus di Kabupaten Subang, dengan kenaikan harga BBM

ada pengusaha pompa air yang melakukan modifikasi karburator mesin penggerak

pompanya supaya dapat menggunakan bahan bakar GAS (BBG).

Setelah diperhitungkan secara finansial, menurut pengusaha bahwa penggunaan

BBG lebih efisien dan lebih menguntungkan dibanding dengan menggunakan BBM.

Page 52: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

40

Kondisi struktur ongkos pada usaha pompa untuk pengairan lahan usahatani di

Kabupaten Subang disajikan pada Tabel 26.

Tabel 26. Struktur Ongkos dan Harga Sewa Pompa Air untuk Padi di Kabupaten

Subang, Jawa Barat, 2014 (BB-Gas).

No. Komponen

Sebelum kenaikan harga BBM

Segera setelah kenaikan harga BBM

Setelah penyesuaian harga faktor input dan penerimaan

Nilai (Rp) Pang-sa

(%) Nilai (Rp)

Pang-sa

(%)

Peru-bahan

(%)

Nilai (Rp) Pangsa

(%)

Peru-bahan

(%)

1 Biaya:

1.1. Gas 3 kg 20,000 14.29 22,000 15.71 10.00 22,000 13.66 10.00

1.2. Oli:

-

-

-

a. Mesin 3,000 2.14 3,000 2.14 - 3,000 1.86 -

b. Gardan - - - - - - - -

c. Gemuk /Stempet

- - - - - - - -

1.3. Spare

part & Service

2,950 2.11 2,950 2.11 - 3,393 2.11 -

1.4. Penyusutan 7,500 5.36 7,500 5.36 - 8,625 5.36 -

1.5. Operator - - - - - - - -

1.6. Total 33,450 23.89 35,450 25.32 5.98 37,018 22.99 10.67

2 Pendapatan dari

Sewa 140,000 100.00 140,000 100.00 - 161,000 100.00 15.00

3 Keuntungan 106,550 76.11 104,550 74.68 (1.88) 123,983 77.01 16.36

4 R/C rasio 4.19

3.95

4.35

Parameter yang digunakan :

1. Bekerja 20 hari per musim 2. Harga mesin pompa + selang dan selang hisap Rp 5 jt 3. Umur ekonomis 15 tahun

4. Nilai sisa 10 % 5. Jam kerja pompa 7 jam per hari 6. Ongkos kenversi mesin Rp 120000/600

7. Bahan yang digunakan adalah GAS LPG 8. Penyesuaian harga GAS adalah 10% 9. Penyesuaian harga input (onderdil) dan penerimaan 15%

Sebelum kenaikan, ongkos pompa dengan menggunakan BBG pangsanya

terhadap penerimaan lebih rendah yaitu hanya 14,29%, sedangkan pompa yang

menggunakan BBM pangsanya 27,50%. Hal yang sama pada pangsa total biaya pompa

yang menggunakan BBG juga lebih rendah yaitu hanya 23,89% terhadap penerimaan,

dan yang menggunakan BBM mencapai 36,32%. Adapun tingkat keuntungan pompa

dengan penggunaan BBG mencapai ini Rp. 106.550/hari dengan pangsa terhadap

penerimaan mencapai 76,11%, sedangkan pompa yang memakai BBM perolehan

keuntungan usahanya Rp. 89.150/hari dengan pangsa terhadap penerimaan sekitar

Page 53: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

41

63,68%. Sesaat setelah kanaikan harga BBM, memberikan implikasi terhadap kenaikan

harga BBG di lokasi penelitian sekitar 10%. Kenaikan harga BBG sebagai segera setelah

kenaikan harga BBM, memberikan dampak penurunan keuntungan usaha pompa sekitar

1,88%, sedangkan usaha pompa yang menggunakan BBM penurunannya sekitar

15,70%.

Dengan demikian, usaha pompa yang menggunakan BBG setelah terjadi

penyesuaian harga faktor input dan harga penjualan jasa pompa, terjadi kenaikan

keuntungan yang lebih tinggi yaitu mencapai 16,36%, sedangkan pada usaha pompa

yang mengunakan BBM kenaikan keuntungannya hanya sekitar 6,28%.

USAHA Rice Milling Unit (RMU)

Intensitas penggunaan BBM dan pengaruh terhadap kinerja usaha RMU secara

rinci dapat disimak pada Tabel 27 berikut. Berdasarkan tabel tersebut diperoleh

informasi bahwa dampak kenaikan harga BBM terhadap usaha RMU agak berbeda

dibandingkan dengan alat mesin pertanian lainnya. Secara rinci intensitas penggunaan

BBM serta dampak dari kenaikan harga BBM dapat disajikan pada Tabel 27.

Pada usaha RMU untuk setiap 100 kg gabah yang digiling sebelum kenaikan harga

BBM komponen biaya BBM pangsanya sedikit lebih besar dibanding dengan usaha

traktor. Penggunaan BBM pada usaha RMU untuk mengolah gabah jadi beras sebelum

terjadi kenaikan harga BBM per Desember 2014 senilai Rp. 3.850 atau sebesar 16,71%

terhadap total penerimaan jasa RMU (Rp. 23.040/100 kg gabah). Adapun total biaya

usaha RMU senilai Rp. 21.045 atau sebesar 91,34% terhadap penerimaan, dan

keuntungan usaha RMU sebesar Rp. 1.995/100 kg gabah atau sekitar 8,66% terhadap

penerimaan serta perolehan R/C rasio sebesar 1,09. Pada saat segera setelah kenaikan

harga BBM khususnya solar naik dari dari Rp. 5.500/liter menjadi Rp. 7.500/liter (naik

sekitar 36,36%), maka yang terjadi pada struktur ongkos usaha RMU adalah: (a)

pangsa ongkos penggunaan BBM terhadap penerimaan (penerimaan tetap) naik

menjadi 22,79% atau kenaikan nominal biaya BBM sebesar Rp. 1.400/100 kg gabah

(naik 36,36%), (b) pangsa total ongkos usaha RMU naik sebesar Rp. 1.475/100 kg

gabah (naik 7,01%) atau pangsanya terhadap penerimaan naik menjadi 97,74%, dan

Page 54: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

42

(c) keuntungan usaha menurun menjadi Rp. 520/100 kg gabah (-73,92%) atau

pangsanya terhadap penerimaan turun menjadi 2,26%.

Tabel 27. Struktur Ongkos dan Pendapatan Usaha RMU di Kabupaten Subang, Jawa

Barat, 2014 (ongkos per 100 kg gabah)

No. Komponen

Sebelum kenaikan harga

BBM

Segera setelah kenaikan harga BBM

Setelah penyesuaian harga faktor input dan penerimaan

Nilai (Rp)

Pangsa (%)

Nilai (Rp)

Pangsa (%)

Perubahan (%)

Nilai (Rp)

Pangsa (%)

Perubahan (%)

1 Biaya:

1.1. BBM Solar 3,850 16.71 5,250 22.79 36.36 5,250 19.81 36.36

1.2. Oli:

-

-

-

a. Mesin 525 2.28 600 2.60 - 600 2.26 -

b. Gardan - - - - - - - -

c. Gemuk/

Stempet 15 0.07 15 0.07 - 18 0.07 -

1.3. Spare part

& Service 429 1.86 429 1.86 - 493 1.86 -

1.4.

Penyusutan 865 3.76 865 3.76 - 995 3.76 -

1.5. Operator 15,360 66.67 15,360 66.67 - 17,664 66.67 -

1.6.Total 21,045 91.34 22,520 97.74 7.01 25,020 94.43 18.89

2 Pedapatan dari Sewa

23,040 100.00 23,040 100.00 - 26,496 100.00 15.00

3 Keuntungan 1,995 8.66 520 2.26 (73.92) 1,476 5.57 (26.03)

4 R/C rasio 1.09

1.02

1.06

Parameter yang digunakan :

1. Upah/biaya giling 6 liter beras setiap 100 kg menggiling gabah 2. Upah operator (2-3 orang) 40% dari penerimaan 3. Kenaikan harga solar dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500 (36,36%)

4. Harga penyesuaian untuk input (onderdil) dan penerimaan adalah 15%

Setelah terjadi penyesuaian harga jasa penyewaan RMU dan harga-harga input,

ternyata pangsa biaya BBM terhadap penerimaan dan total biaya meningkat

dibandingkan dengan sebelum terjadinya kenaikan harga BBM. Namun seiring dengan

naiknya harga BBM, maka jasa RMU pun naik menjadi Rp. 26.496/100 kg gabah atau

naik sebesar 15% dari kondisi sebelum naik BBM. Naiknya jasa RMU ternyata belum

mampu mengkompensasi atas naiknya biaya total termasuk didalamnya biaya BBM, dan

hal ini terbukti dengan perolehan keuntungan usaha sebesar Rp. 1.476/100 kg gabah

(turun dibanding sebelum kenaikan sekitar 26,03%) dan pangsa keuntungan terhadap

penerimaan mencapai 5,57%.

Page 55: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

43

4.3.2. Kabupaten Cianjur

Pada analisis lingkup mikro ini, akan dilihat volume penggunaan dan kemudian

nilainya diperbandingkan dengan harga sebelum dan setelah kenaikan harga Bahan

Bakar Minyak (BBM) (per Desember 2014) untuk aktivitas di sektor pertanian. Aktivitas

kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan pertanian dimaksud adalah penggunaan

alat dan mesin pertanian (alsintan) untuk kegiatan usahatani. Alat dan mesin pertanian

yang dianalisis atas penggunaan BBM, mencakup: alat dan mesin pengolahan lahan

(hand tractor), pompa air untuk mengairi lahan sawah disaat musim kemarau, dan

mesin pengolah padi menjadi beras (Rice Milling Unit/RMU). BBM yang digunakan pada

alsintan umumnya adalah bensin dan solar.

Usaha Traktor

Untuk melihat intensitas penggunaan BBM, sejauh dampak terhadap proporsi

struktur ongkos usaha dan pendapatan pada usaha traktor tangan di Kabupaten Cianjur

disajikan pada Tabel 28. BBM yang digunakan untuk traktor di Kabupaten Cianjur

adalah solar.

Berdasarkan Tabel 28 tersebut diperoleh informasi bahwa pangsa penggunaan

BBM pada usaha traktor tangan untuk mengolahan lahan per hektar sawah sebelum

terjadi kenaikan harga BBM per Desember 2014 senilai Rp. 44.000 atau sebesar 4,49%

dari total penerimaan jasa sewa (Rp. 980.000/ha). Adapun total biaya usaha jasa

traktor senilai Rp. 733.800 atau sebesar 74,66% terhadap penerimaan, dan keuntungan

usaha traktor sebesar Rp. 246.200/ha atau sekitar 24,10% dari penerimaan serta

perolehan R/C rasio sebesar 1,34. Pada saat segera setelah kenaikan harga BBM

khususnya solar naik dari dari Rp. 5.500/liter menjadi Rp. 7.500/liter (naik sekitar

36,36%), maka yang terjadi pada struktur ongkos usaha traktor adalah: (a) pangsa

ongkos penggunaan BBM terhadap penerimaan (penerimaan tetap) naik menjadi 6,12%

atau kenaikan nominal biaya BBM sebesar Rp 16000/ha (36,36%), (b) pangsa total

ongkos usaha traktor naik sebesar Rp. 10.000/ha (naik 1,36%) atau pangsanya

terhadap penerimaan naik menjadi 75,90%, dan (c) keuntungan usaha menurun

Page 56: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

44

menjadi Rp. 236.200/ha (-4,06%) atau pangsanya terhadap penerimaan turun menjadi

24,10%.

Tabel 28. Struktur Ongkos dan Harga Sewa Traktor untuk Padi per hektar di Kabupaten

Cianjur, Jawa Barat, 2014.

No. Komponen

Sebelum kenaikan harga BBM

Segera setelah kenaikan harga BBM

Setelah penyesuaian harga faktor input dan penerimaan

Nilai (Rp)

Pangsa (%)

Nilai (Rp)

Pangsa (%)

Perubahan (%)

Nilai (Rp) Pangsa

(%) Perubahan

(%)

1 Biaya:

1.1. BBM 44,000 4.49 60,000 6.12 36.36 60,000 5.32 36.36

1.2. Oli:

-

-

-

a. Mesin 24,000 2.45 18,000 1.84 - 18,000 1.60 -

b. Gardan 8,000 0.82 8,000 0.82 - 9,200 0.82 -

c. Gemuk/Stempet 1,000 0.10 1,000 0.10 - 1,150 0.10 -

1.3. Spare part &

Service 57,800 5.90 57,800 5.90 - 66,470 5.90 -

1.4. Penyusunan 207,000 21.12 207,000 21.12 - 238,050 21.12 -

1.5. Operator 392,000 40.00 392,000 40.00 - 450,800 40.00 -

1.6.Total 733,800 74.88 743,800 75.90 1.36 843,670 74.86 14.97

2 Pendapatan dari Sewa 980,000 100.00 980,000 100.00 - 1,127,000 100.00 15.00

3 Keuntungan 246,200 25.12 236,200 24.10 (4.06) 283,330 25.14 15.08

4 R/C rasio 1.34

1.32

1.34

Parameter yang digunakan: 1. Perubahan harga solar dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500 (36,36%) 2. Penyesuaian harga input (onderdil) dan penerimaan 15%

Lebih lanjut dari Tabel 28, juga menunjukkan bahwa setelah terjadi penyesuaian

harga jasa penyewaan traktor dan harga-harga input, ternyata pangsa biaya BBM

terhadap penerimaan dan total biaya meningkat dibandingkan dengan sebelum

terjadinya kenaikan harga BBM. Namun seiring dengan naiknya harga BBM, maka jasa

sewa traktor pun akan naik menjadi Rp. 1.127.000/ha atau naik sebesar 15% dari

kondisi sebelum naik BBM. Naiknya jasa sewa traktor ternyata mampu

mengkompensasi atas naiknya biaya total termasuk didalamnya biaya BBM, dan hal ini

terbukti dengan perolehan keuntungan usaha sebesar Rp. 283.330/ha (naik sebesar

15,08%) dan pangsa keuntungan terhadap penerimaan mencapai 25,14%.

Usaha Pompa Air

Untuk intensitas penggunaan BBM dan pengaruhnya terhadap kinerja usaha

pompa air untuk irigasi secara rinci pada Tabel 29. Berdasarkan tabel tersebut dapat

dijelaskan bahwa komponen biaya BBM pangsanya lebih besar dibanding dengan usaha

traktor. Pangsa penggunaan BBM pada usaha pompa air untuk mengairi lahan per

Page 57: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

45

hektar sebelum terjadi kenaikan harga BBM per Desember 2014 senilai Rp. 38.500 atau

sebesar 27,50% dari total penerimaan jasa pompa (Rp. 140.000/hari). Adapun total

biaya usaha pompa senilai Rp. 118.250 atau sebesar 84,46% terhadap penerimaan,

dan keuntungan usaha pompa air sebesar Rp. 21.750/hari atau sekitar 15,54% dari

penerimaan serta perolehan R/C rasio sebesar 1,18. Pada saat segera setelah kenaikan

harga BBM khususnya solar naik dari dari Rp. 5.500/liter menjadi Rp. 7.500/liter (naik

sekitar 36,36%), maka yang terjadi pada struktur ongkos usaha pompa air adalah: (a)

pangsa ongkos penggunaan BBM terhadap penerimaan (penerimaan tetap) naik

menjadi 37,50% atau kenaikan nominal biaya BBM sebesar Rp. 14000/hari (36,36%),

(b) pangsa total ongkos usaha pompa air naik sebesar Rp. 14.000/hari (naik 11,84%)

atau pangsanya terhadap penerimaan naik menjadi 94,46%, dan (c) keuntungan usaha

menurun menjadi Rp. 7.750/hari (-64,37%) atau pangsanya terhadap penerimaan

turun menjadi 5,54%.

Setelah terjadi penyesuaian harga jasa penyewaan pompa air dan harga-harga

input, ternyata pangsa biaya BBM terhadap penerimaan dan total biaya meningkat

dibandingkan dengan sebelum terjadinya kenaikan harga BBM. Namun seiring dengan

naiknya harga BBM, maka jasa sewa pompa air pun naik menjadi Rp. 161.000/hari atau

naik sebesar 21,38% dari kondisi sebelum naik BBM. Naiknya jasa sewa pompa air

ternyata belum mampu mengimbangi atas naiknya biaya total termasuk didalamnya

biaya BBM, dan hal ini terbukti dengan perolehan keuntungan usaha sebesar Rp.

17.463/hari (turun dibanding sebelum kenaikan sekitar -19,71%) dan pangsa

keuntungan terhadap penerimaan mencapai 10,85%.

Untuk lokasi penelitian di Kabupaten Cianjur, tidak seperti halnya dengan di

Kabupaten Subang dimana para petaninya belum melakukan modifikasi alat pompa air,

sehingga BBM yang digunakan tetap solar. Belum ada petani yang menggunakan bahan

bakar pompa air dengan gas (LPG).

Page 58: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

46

Tabel 29. Struktur Ongkos dan Harga Sewa Pompa Air untuk Padi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, 2014 (BBM-Solar)

No. Komponen

Sebelum kenaikan harga BBM

Segera setelah kenaikan harga BBM Setelah penyesuaian harga faktor

input dan penerimaan

Nilai (Rp) Pangsa

(%)

Nilai

(Rp)

Pangsa

(%)

Perubahan

(%)

Nilai

(Rp)

Pangsa

(%)

Perubahan

(%)

1 Biaya:

1.1. BBM 38,500.00 27.50 52,500 37.50 36.36 52,500 32.61 36.36

1.2. Oli:

-

-

-

a. Mesin 4,500.00 3.21 4,500 3.21 - 4,500 2.80 -

b. Gardan - - - - - - - -

c. Gemuk 500.00 0.36 500 0.36 - 575 0.36 -

1.3. Spare part &

Service 5,000.00 3.57 5,000 3.57 - 5,750 3.57 -

1.4. Penyusutan 13,750.00 9.82 13,750 9.82 - 15,813 9.82 -

1.5. Operator 56,000.00 40.00 56,000 40.00 - 64,400 40.00 -

1.6.Total 118,250.00 84.46 132,250 94.46 11.84 143,538 89.15 21.38

2 Harga sewa 140,000.00 100.00 140,000 100.00 - 161,000 100.00 15.00

3 Keuntungan 21,750.00 15.54 7,750 5.54 (64.37) 17,463 10.85 (19.71)

4 R/C rasio 1.18

1.06

1.12

Parameter yang digunakan: 1. Bekerja 20 hari per musim 2. Harga mesin pompa+slang Rp 5 jt

3. Umur ekonomis 15 tahun 4. Nilai sisa 10% 5. Jam kerja poma 7 jam per hari

6. Kenaikan harga solar dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500 /ltr (36,36%) 7. Penyusuaian harga pada faktor iput (onderdil) dan penerimaan adalah 15%

USAHA Rice Milling Unit (RMU)

Adapun intensitas penggunaan BBM dan pengaruh terhadap kinerja usaha RMU

secara rinci dapat disimak pada Tabel 30 berikut ini. Pada tabel tersebut

menginformasikan bahwa dampak kenaikan harga BBM terhadap usaha RMU agak

berbeda dibandingkan dengan alat mesin pertanian lainnya. Secara rinci intensitas

penggunaan BBM serta dampak dari kenaikan harga BBM dapat di simak pada Tabel 30.

Page 59: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

47

Tabel 30. Struktur Ongkos dan Pendapatan Usaha RMU di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, 2014 (ongkos per 100 kg gabah)

No. Komponen

Sebelum kenaikan harga BBM

Segera setelah kenaikan harga BBM

Setelah penyesuaian harga faktor input dan penerimaan

Nilai (Rp)

Pangsa (%)

Nilai (Rp)

Pangsa (%)

Perubahan (%)

Nilai (Rp)

Pangsa (%)

Perubahan (%)

1 Biaya:

1.1. BBM 1,650 5.08 2,250 6.92 36.36 2,250 6.02 36.36

1.2. Oli:

-

-

-

a. Mesin 160 0.49 120 0.37 - 120 0.32 -

b. Gardan - - - - - - - -

c. Gemuk 6 0.02 6 0.02 - 7 0.02 -

1.3. Spare Part & Service

1,188 3.66 1,188 3.66 - 1,366 3.66 -

1.4. Penyustan 3,028 9.32 3,028 9.32 - 3,482 9.32 -

1.5. Operator 15,360 47.26 15,360 47.26 - 17,664 47.26 -

1.6. Total 21,392 65.82 21,952 67.54 2.62 24,889 66.59 16.35

2 Harga sewa 32,500 100.00 32,500 100.00 - 37,375 100.00 15.00

3 Keuntungan 11,108 34.18 10,548 32.46 (5.04) 12,486 33.41 12.40

4 R/C rasio 1.52

1.48

1.50

Parameter yang digunakan :

1. Upah giling adalah 6 lt untuk setiap 100 kg gabah 2. Operator (2-3 orang) 40% dari upah giling 3. Kenaikan harga solar dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500 /ltr (36,36%) 4. Penyusuaian harga pada faktor iput (onderdil) dan penerimaan adalah 15%

5. Kenaikan harga solar dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500 /ltr (36,36%) 6. Penyusuaian harga pada faktor iput (onderdil) dan penerimaan adalah 15%

Berdasarkan Tabel 30 tersebut menunjukkan bahwa dengan kenaikan harga BBM

yang sama yakni 36.36% memberikan respon yang berbeda. Pada usaha RMU untuk

setiap 100 kg gabah yang digiling sebelum kenaikan harga BBM komponen biaya BBM

pangsanya lebih besar dibanding dengan usaha traktor. Penggunaan BBM pada usaha

RMU untuk mengolah gabah jadi beras sebelum terjadi kenaikan harga BBM per

Desember 2014 senilai Rp. 1.650 atau sebesar 5,08% terhadap total penerimaan jasa

RMU (Rp. 32.500/100 kg gabah). Adapun total biaya usaha RMU senilai Rp. 21.392 atau

sebesar 65,82% terhadap penerimaan, dan keuntungan usaha RMU sebesar Rp.

11.108/100 kg gabah atau sekitar 34,18% terhadap penerimaan serta perolehan R/C

rasio sebesar 1,52. Pada saat segera setelah kenaikan harga BBM khususnya solar naik

dari dari Rp. 5.500/liter menjadi Rp. 7.500/liter (naik sekitar 36,36%), maka yang

terjadi pada struktur ongkos usaha RMU adalah: (a) pangsa ongkos penggunaan BBM

terhadap penerimaan (penerimaan tetap) naik menjadi 6,92% atau kenaikan nominal

biaya BBM sebesar Rp. 600/100 kg gabah (36,36%), (b) pangsa total ongkos usaha

RMU naik sebesar Rp. 560/100 kg gabah (naik 2,62%) atau pangsanya terhadap

Page 60: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

48

penerimaan naik menjadi 67,54%, dan (c) keuntungan usaha menurun menjadi Rp.

10.548/100 kg gabah (-5,04%) atau pangsanya terhadap penerimaan turun menjadi

32,46%.

Setelah terjadi penyesuaian harga jasa penyewaan RMU dan harga-harga input,

ternyata pangsa biaya BBM terhadap penerimaan dan total biaya meningkat

dibandingkan dengan sebelum terjadinya kenaikan harga BBM. Namun seiring dengan

naiknya harga BBM, maka jasa RMU pun naik menjadi Rp. 37.375/100 kg gabah atau

naik sebesar 15% dari kondisi sebelum naik BBM. Naiknya jasa RMU ternyata mampu

mengkompensasi atas naiknya biaya total termasuk didalamnya biaya BBM, dan hal ini

terbukti dengan perolehan keuntungan usaha sebesar Rp. 12.486/100 kg gabah (naik

dibanding sebelum kenaikan sekitar 12,40%) dan pangsa keuntungan terhadap

penerimaan mencapai 33,41%.

Page 61: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

49

V. KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN

5.1. Kesimpulan

1. Opsi kebijakan yang berkembang dalam diskursus publik adalah menaikkan harga

bensin premium dan solah dengan nominal yang sama pada kisaran Rp. 500/liter

– Rp. 3.000/liter. Dengan prinsip hanya dilakukan karena terpaksa dan dengan

besaran serendah mungkin maka pilihan opsi “jalan tengah”, yaitu Rp. 2.000/liter:

harga bensin premium dinaikkan dari Rp. 6.500/liter menjadi Rp.8.500/liter, dan

harga solar dinaikkan dari Rp. 5.500/liter menjadi Rp. 7.500/liter. Opsi inilah yang

dipilih oleh pemerintahan Presiden Jokowi.

2. Kiranya patut pula dilaporkan bahwa bahan analisis ini telah dipergunakan sebagai

bagian dari bahan Menteri Pertanian pada Sidang Kabinet pembahasan kebijakan

BBM pada 17 November 2014. Pada sidang kabinet itulah kebijakan menaikkan

harga BBM diputuskan dan diumumkan oleh Presiden Jokowi pada Senin malam,

17 Desember 2014.

3. Perubahan harga BBM berpengaruh positif terhadap harga hasil usahatanai

tanaman pangan dengan elastisitas berkisar 0,0020-0,5157, yang berarti kenaikan

harga BBM akan mendorong peningkatan harga komoditas tanaman pangan dan

hortikultura dengan variasi yang cukup besar. Dampak terbesar adalah terhadap

bahan pangan utama, yakni padi dan jagung, berturut-turut dengan elastisitas

0,5157 dan 0,1632, buah-buahan dengan elastisitas 0.1453, dan sayuran dengan

elastisitas 0.1098.

Dampak Perubahan Harga BBM terhadap Ongkos Usahatani, Harga Hasil Usahatani dan Laba Usahatani

4. Dampak kenaikan harga BBM terhadap ongkos usahatani tanaman pangan dan

hortikultura pada umumnya kecil, dengan elastisitas pada kisaran 0, 0428 – 0,

1132. Dampak langsung perubahan harga BBM terutama terjadi melalui ongkos

penggunaan alat-alat dan mesin-mesin pertanian yang umumnya belum demikian

intensif penggunaannya. Dampak terbesar adalah pada usahatani tanaman

Page 62: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

50

pangan utama, seperti kedelai, padi dan jagung yang paling banyak diusahakan

oleh usahatani rakyat. Dengan demikian, kalaupun harga BBM dinaikkan, besaran

kenaikannya mestilah diusahakan moderat.

5. Dampak kenaikan harga BBM terhadap laba nominal dan laba riil usahatani

tanaman pangan dan hortikultura , diketahui bahwa secara umum laba nominal

usahatani tanaman pangan dan hortikultura meningkat apabila harga BBM

dinaikkan. Besaran absolut elastisitas penurunan laba nominal tersebut memang

relatif kecil, yakni berkisar antara 0,0128 (sayuran) dan 0.0474 (kacang-

kacangan). Peningkatan laba nominal tersebut terjadi karena dampak kenaikan

harga jual hasil usahatani lebih tinggi daripada kenaikan ongkos usahatani.

Penurunan laba nominal ini mengindikasikan bahwa kenaikan harga BBM

berdampak buruk terhadap daya saing usahatani maupun kesejahteraan petani

tanaman pangan dan hortikultura sehingga sebaiknya dihindari.

6. Perubahan harga BBM terhadap harga komoditas perkebunan, berdampak positif

di tingkat usahatani. Besaran elastisitasnya berkisar antara 0.0026 (tanaman

serat) dan 0.3974 (kelapa sawit). Secara umum, elatisitas lebih rendah untuk

komoditas yang lebih didominasi oleh perkebunan rakyat. Selain itu, elastasitas

harga komoditas perkebunan tersebut relatif lebih rendah dari komoditas tanaman

pangan dan hortikultura.

7. Besaran elastisitas memang umumnya kecil, berkisar antara 0,0428 (cengkeh) dan

0,1132 (kopi). Namun demikian, dampak peningkatan harga BBM terhadap ongkos

produksi usaha perkebunan relatif lebih tinggi dibanding usahatani tanaman

pangan dan hortikultura. Peningkatan harga BBM berdampak negatif terhadap

laba nominal usaha perkebunan. Hal ini menunjukkan bahwa dampak positif

terhadap harga jual hasil usahatani tidak cukup untuk menutupi peningkatan

ongkos usahatani perkebunan. Besaran absolut elastisitas laba nominal adalah

antara 0.0081025 (jambu mete) dan -0,0974 (tembakau).

8. Kenaikan harga BBM berdampak negatif terhadap laba riil usaha perkebunan.

Besaran absolut elastisitas laba riil usaha perkebunan terhadap harga BBM

Page 63: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

51

berkisar antara 0,0519 (cengkeh) dan 0,1411 (tembakau). Walaupun relatif kecil,

temuan ini menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM berdampak negatif terhadap

kesejahteraan petani perkebunan sehingga harus dihindari atau kalaupun terpaksa

dinaikkan, besarannya diusahakan serendah mungkin.

9. Perubahan harga BBM berpengaruh positif terhadap komoditas peternakan di

tingkat usahatani. Dampak yang terjadi sangat bervariasi, dengan elastisitas

berkisar antara 0.0013 (ternak lain) dan 0.3008 (unggas). Sebagaimana diketahui,

komoditas selain unggas lebih banyak diusahakan oleh peternak kecil. Kenaikan

harga BBM berpengaruh positif terhadap ongkos usaha peternakan dengan

elastisitas berkisar antara 0, 0214 (unggas) hingga 0,0301 (ternak lainnya). Variasi

besaran elastisitas antar jenis usaha tidak begitu besar, jauh lebih sempit

dibanding pada usahatani tanaman.

10. Walaupun berpengaruh positif terhadap harga jual hasil usahatani, peningkatan

harga BBM berpengaruh negatif terhadap nilai nominal laba usaha peternakan.

Besaran absolut elastisitas laba nominal usaha peternakan terhadap harga BBM

berkisar antara 0,0100 (ruminansia non sapi perah dan 0,0319 pada sapi perah).

Usaha sapi perah lebih sensitif terhadap perubahan harga BBM. Secara umum,

besaran elastisitas tersebut memang relatif kecil.

11. Dampak perubahan harga BBM terhadap daya beli laba (laba riil) usaha

peternakan, diketahui bahwa dampak kenaikan harga BBM terhadap laba riil

usahaha terrnak menjadi cukup besar. Dengan besaran elastisitas absolut berkisar

antara 0,0671 (ternak lainnya dan 0,0756 (sapi perah). Dampak positif terhadap

ongkos usaha dan dampak negatif terhadap laba riil membuktikan bahwa kenaikan

harga BBM berdampak buruk terhadap daya saing usaha peternakan dan

kesejahteraan para peternak.

Menganalisis Dampak Perubahan Harga BBM terhadap Ongkos, Harga Produk dan Laba Usaha Pengolahan Hasil Pertanian

12. Kenaikan harga BBM berpengaruh positif terhadap produk olahan hasil pertanian.

Elastisitas dampak perubahan harga BBM terhadap harga produk olahan hasil

Page 64: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

52

pertanian berkisar antara 0.0131 (daging olahan) hingga 0.6783 (beras). Secara

umum, dampak tertinggi (elastisitas) adalah terhadap bahan pangan pokok, yakni

beras (0,6783), kedelai (0,3522), dan gula (0,3055).

13. Biaya pengolahan hasil pertanian sangat sensitif terhadap harga BBM, sebagaiman

terlihat dari besarnya elastisitas, berkisar antara 0,93 (gula) hingga 6,46 (teh

olahan). Hal ini kiranya dapat dimaklumi karena proses pengolahan memang

memerlukan energi, yang hingga kini di Indonesia, masih mengandalkan BBM.

Dengan dampak yang demikian besar terhadap biaya produksi, tidak seimbang

dengan peningkatan harga jual hasil produksinya, peningkatan harga BBM

menyebabkan penurunan nilai nominal laba usaha pengolahan hasil pertanian.

Elastisitas dampak harga BBM terhadap laba nominal usaha pengolahan hasil

pertanian berkisar antara 0,0138 (gula) hingga 0,1691 (teh olahan).

14. Perpaduan antara dampak negatif terhadap laba nominal dan dampak positif

terhadap biaya hidup (inflasi), menyebabkan pengaruh negatif harga BBM

terhadap laba riil usaha pengolahan hasil pertanian menjadi cukup besar. Besaran

absolut elastisitas dampak perubahan kenaikan harga BBM terhadap laba riil usaha

pengolahan hasil pertanian berkisar antara 0,0575 (gula) hingga 0,2128 (teh

olahan). Industri yang paling terpukul adalah pengolahan teh, bijia-bijan, kopra

dan kedelai olahan, ketiganya dengan elastisitas dampak di atas 10%. Penurunan

laba riil tersebut tentu berdampak buruk terhadap investasi pada industri

pengolahan hasil pertanian.

Menganalisis Dampak Perubahan Harga BBM terhadap Biaya Hidup di

Pedesaan dan di Perkotaan

15. Dampak perubahan harga BBM terhadap biaya hidup dalam hal ini dapat pula

ditafsirkan sebagai peningkatan inflasi. Besaran elastisitas dampak perubahan

harga BBM adalah 0,0223 untuk wilayah pedesaan, 0.0207 untuk wilayah

perkotaan dan 0.0209 untuk agregat nasional. Dampak terhadap biaya hidup di

pedesaan sedikit lebih tinggi dari pada di perkotaan.

Page 65: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

53

Dampak Segera Perubahan Harga BBM Terhadap Ongkos dan

Keuntungan Usaha Alsintan di Lokasi Kajian Kabupaten Subang dan Cianjur

16. Di Kabupaten Subang, secara umum dampak kenaikan harga BBM menyebabkan

kenaikan pangsa ongkos biaya BBM dan pangsa total biaya yang menyebabkan

turunnya keuntungan untuk usaha traktor, pompa dan RMU masing-masing

-15,07%; -15,70% dan -73,92%.

17. Setelah ada penyesuaian harga faktor input (onderdil) dan harga jual jasa sebesar

15%, maka untuk usaha traktor dan pompa masing-masing mendapat surplus

keuntungan sebesar 8,08% dan 6,26%. Sementara untuk usaha RMU dengan

penyesuaian yang sama, keuntungan turun sebesar -26,03%, sehingga untuk

usaha RMU di Kabupaten Subang agar pada keseimbangan baru dapat

memperoleh surplus keuntungan yang sama maka penyesuaian jasa giling harus

dinaikan sebesar 12%.

18. Didalam mengantisipasi dan adaptasi terhadap perubahan lingkungan termasuk

salah satunya adalah kenaikan harga BBM, maka petani pengusaha pompa telah

mampu mengadaptasi dengan cara memodifikasi komponen mesin untuk merubah

menjadi BBG yang lebih efisien dan menguntungkan. Untuk itu, perlu

ditindaklanjuti dengan kegiatan sebagai berikut: (a) kajian tentang modifikasi

berbagai karburator (alat untuk meng-karburasi bahan bakar ke dalam cilinder

mesin untuk di-kompresi menjadi energi pada berbagai alat mekanisasi pertanian

yang digunakan diperdesaan, (b) kajian tentang teknologi praktis yang dapat

merubah bio-masa menjadi sumber energi gas di perdesaan, dan (c) peningkatan

capacity building para operator alsintan di perdesaan dalam mengadaptasi dan

modifikasi alat-alat pertanian sesuai dengan kondisi lokal dan perubahan regional

(termasuk kenaikan harga BBM).

Page 66: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

54

19. Di Kabupaten Cianjur, secara umum dampak kenaikan harga BBM menyebabkan

kenaikan pangsa ongkos biaya BBM dan pangsa total biaya yang menyebabkan

turunnya keuntungan untuk usaha traktor, pompa dan RMU masing-masing

-4,06%; -64,37% dan -5,04%.

20. Setelah ada penyesuaian harga faktor input (onderdil) dan harga jual jasa sebesar

15%, maka untuk usaha traktor dan RMU masing-masing mendapat surplus

keuntungan sebesar 15,08% dan 12,40%. Sementara untuk usaha pompa air

dengan penyesuaian yang sama keuntungan turun sebesar 19,71%, sehingga

untuk usaha pompa air di kabupaten Cianjur agar pada keseimbangan baru dapat

memperoleh surplus keuntungan yang sama (sekitar 15%) maka penyesuaian jasa

pompa harus dinaikan sekitar 5%.

5.2. Saran Kebijakan

1. Berdasarkan analisis di atas jelas kiranya bahwa kenaikan harga BBM berdampak

buruk terhadap kesejahteraan petani, daya saing dan laba riil usaha pertanian,

serta biaya hidup penduduk. kenaikan harga BBM menyebabkan meningkatnya

harga bahan pangan pokok yang selanjutnya berdampak buruk terhadap insiden

rawan gizi dan insiden kemiskinan. Oleh karena itu, kenaikan harga BBM harus

dijadikan pilihan kebijakan terpaksa. Kalaupun terpaksa dilakukan, kenaikan

harga BBM haruslah diusahakan serendah mungkin.

2. Kajian lapang yang dilakukan sesudah kebijakan kenaikan harga BBM

menunjukkan bahwa harga hasil-hasil usahatani dan sewa mesin-mesin pertanian

masih belum naik cukup nyata. Para petani dan pengusaha jasa alat dan mesin

pertanian mengatakan bahwa penyesuaian harga baru dilakukan secara penuh

pada masa pengerjaan lahan (untuk peralatan pra panen) dan panen (untuk hasil

usahatani dan jasa peralatan panen/pasca panen) mendatang. Penyesuaian harga

terjadi tidak serta-merta. Evaluasi dampak penuh kenaikan harga BBM baru dapat

dilakukan pada musim tanam 2014/2015.

Page 67: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_10.pdfvi harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga

55

3. Didalam mengantisipasi dan adaptasi terhadap perubahan lingkungan termasuk

salah satunya adalah kenaikan harga BBM, maka petani pengusaha pompa telah

mampu mengadaptasi dengan cara memodifikasi komponen mesin untuk merubah

menjadi BBG yang lebih efisien dan menguntungkan. Untuk itu, perlu

ditindaklanjuti dengan kegiatan sebagai berikut: (a) kajian tentang modifikasi

berbagai karburator (alat untuk meng-karburasi bahan bakar ke dalam cilinder

mesin untuk di-kompresi menjadi energi pada berbagai alat mekanisasi pertanian

yang digunakan diperdesaan, (b) kajian tentang teknologi praktis yang dapat

merubah bio-masa menjadi sumber energi gas di pedesaan, dan (c) peningkatan

capacity building para operator alsintan di perdesaan dalam mengadaptasi dan

modifikasi alat-alat pertanian sesuai dengan kondisi lokal dan perubahan regional

(termasuk kenaikan harga BBM).

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2005. Tabel Input-Output. BPS. Jakarta.

BPH Migas. 2005. Data Harga BBM. Jakarta.

Simatupang, P, S. Friyatno, M. Maulana, dan N. Syafaat. 2009. Kebijakan untuk

Merespon Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap Kinerja Sektor Pertanian dan Kesejahteraan Petani. Sinergi Penelitian dan Pengembangan Bidang Pertanian (SINTA). Pusat Analisis Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.

US Embassy. 2008. Perkembangan beban anggaran subsidi BBM dalam APBN, 1992/93-2007. Jakarta.

Kementerian Keuangan. 2014. Perkembangan Volume dan Nilai Subsidi BBM. Jakarta.

Kompas. 2014. Konsumsi BBM Bersubsidi Berlebih. Kompas 19 September 2014.

Kompas. 2014. Kebijakan BBM: Pasokan normal dua sampai tiga bulan lagi. Kompas, 28 Agustus 2014.

www. wikipedia. com. Perkembangan Harga BBM. 1 Desember 2014.