laporan akhir implementasi sistem pendistribusian tertutup lpg tertentu wilayah kabupaten malang
DESCRIPTION
Sejak program konversi minyak tanah ke LPG diimplementasikan pada akhir tahun 2007 sampai tahun 2010, pemerintah telah mendistribusikan secara gratis sekitar ± 45 juta paket perdana LPG tabung 3 kg ke rumah tangga dan usaha mikro yang berhak. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa pelaksanaan program konversi selama ini dinilai berhasil. Indikasinya adalah penggunaan LPG tabung 3 kg di masyarakat yang terus meningkat, di mana pada tahun 2010 penyaluran isi ulang LPG tabung 3 kg setidaknya telah mencapai sekitar 2,5 juta MT, atau naik sekitar 416% dari tahun 2008 yang sebesar 0,6 juta MT, serta minyak tanah bersubsidi yang ditarik sejak awal program konversi sebesar 8,42 juta kiloliter. Dari pelaksanaan konversi mitan ke LPG tersebut di atas diperkirakan telah dilakukan penghematan sebesar 26,4 trilyun rupiah selama 2007-2010. Penghematan diperkirakan akan naik dengan semakin meluasnya target konversi di 2011 yang ditargetkan sebesar 52 juta KK. Berdasarkan Permen No. 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas, sistem pendistribusian LPG Tertentu dilaksanakan secara tertutup yang dimaksud LPG Tertentu dalam Permen tersebut adalah LPG tabung 3 kg yang saat ini disubsidi oleh pemerintah yang digunakan oleh rumah tangga dan usaha mikro sesuai kriteria yang ditetapkan Pemerintah. dalam sistem tertutup ini pembelian isi ulang LPG tertentu oleh rumah tangga dan usaha mikro yang berhak dilakukan dengan menggunakan kartu kendali melalui Penyalur dan/atau Sub Penyalur yang ditunjuk. dengan demikian, transaksi pembelian isi ulang LPG tertentu oleh kelompok masyarakat yang tidak berhak dapat diminimalisir.Sebagai tindak lanjut dari ketentuan di atas pada tahun 2009 telah dilakukan pilot project implementasi di Kota Malang yang mencakup dua ratus ribu KK. pada tahun 2010 wilayah implementasi telah diperluas menjadi Wilayah Malang Raya (Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu), Kota Surakarta, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Sumedang dan Kota Pekanbaru. pada tahun 2011 melakukan kegiatan lanjutan Implementasi dan Penerapan Sistem Pengawasan Pendistribusian Tertutup LPG Tertentu dari wilayah yang telah diimplementasi pada tahun 2010 dan juga mengembangkan Implementasi dan Penerapan Sistem Pengawasan Pendistribusian Tertutup LPG Tertentu di Kota Semarang. pada tahun 2012 pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral cq Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi melakukan kegiatan lanjutan Pengawasan implementasi sistem pendistribusian LPG tertentu secara tertutup di wilayah yang telah diimplementasi pada tahun 2011 yang meliputi 8 Kabupaten/Kota dan 3 wilayah baru.TRANSCRIPT
HESA LC for Exellent Services
Laporan AKHIR
HESA LC for Exellent Services
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kegiatan
Sejak program konversi minyak tanah ke LPG diimplementasikan pada akhir tahun 2007 sampai tahun 2010,
pemerintah telah mendistribusikan secara gratis sekitar ± 45 juta paket perdana LPG tabung 3 kg ke rumah
tangga dan usaha mikro yang berhak. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa pelaksanaan program konversi
selama ini dinilai berhasil. Indikasinya adalah penggunaan LPG tabung 3 kg di masyarakat yang terus
meningkat, di mana pada tahun 2010 penyaluran isi ulang LPG tabung 3 kg setidaknya telah mencapai sekitar
2,5 juta MT, atau naik sekitar 416% dari tahun 2008 yang sebesar 0,6 juta MT, serta minyak tanah bersubsidi
yang ditarik sejak awal program konversi sebesar 8,42 juta kiloliter. Dari pelaksanaan konversi mitan ke LPG
tersebut di atas diperkirakan telah dilakukan penghematan sebesar 26,4 trilyun rupiah selama 2007-2010.
Penghematan diperkirakan akan naik dengan semakin meluasnya target konversi di 2011 yang ditargetkan
sebesar 52 juta KK.
Berdasarkan Permen No. 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas,
sistem pendistribusian LPG Tertentu dilaksanakan secara tertutup yang dimaksud LPG Tertentu dalam Permen
tersebut adalah LPG tabung 3 kg yang saat ini disubsidi oleh pemerintah yang digunakan oleh rumah tangga
dan usaha mikro sesuai kriteria yang ditetapkan Pemerintah. dalam sistem tertutup ini pembelian isi ulang LPG
tertentu oleh rumah tangga dan usaha mikro yang berhak dilakukan dengan menggunakan kartu kendali
melalui Penyalur dan/atau Sub Penyalur yang ditunjuk. dengan demikian, transaksi pembelian isi ulang LPG
tertentu oleh kelompok masyarakat yang tidak berhak dapat diminimalisir.
Sebagai tindak lanjut dari ketentuan di atas pada tahun 2009 telah dilakukan pilot project implementasi di Kota
Malang yang mencakup dua ratus ribu KK. pada tahun 2010 wilayah implementasi telah diperluas menjadi
Wilayah Malang Raya (Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu), Kota Surakarta, Kabupaten
Purbalingga, Kabupaten Sumedang dan Kota Pekanbaru. pada tahun 2011 melakukan kegiatan lanjutan
Implementasi dan Penerapan Sistem Pengawasan Pendistribusian Tertutup LPG Tertentu dari wilayah yang
telah diimplementasi pada tahun 2010 dan juga mengembangkan Implementasi dan Penerapan Sistem
Pengawasan Pendistribusian Tertutup LPG Tertentu di Kota Semarang. pada tahun 2012 pemerintah melalui
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral cq Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi melakukan
kegiatan lanjutan Pengawasan implementasi sistem pendistribusian LPG tertentu secara tertutup di wilayah
yang telah diimplementasi pada tahun 2011 yang meliputi 8 Kabupaten/Kota dan 3 wilayah baru.
HESA LC for Exellent Services
1.2 Maksud, Tujuan, dan Sasaran Kegiatan
1.2.1 Maksud
Maksud kegiatan ini adalah melakukan implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu yang
menjamin pasokan dan pembayaran subsidi LPG tertentu sesuai peraturan yang berlaku.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah:
1. Terlaksananya sistem pelayanan terpadu dari kegiatan implemetasi sistem pendistribusian tertutup LPG
tertentu;
2. Terlaksananya transaksi pembelian LPG tertentu oleh pengguna yang berhak menggunakan kartu kendali
di sub penyalur yang ditentukan sesuai HET (Harga Eceran Tertinggi);
3. Terlaksananya penyaluran LPG tertentu oleh lembaga penyalur ke konsumen sesuai dengan wilayah
penyaluran yang telah ditentukan;
4. Terwujudnya partisipasi aktif masyarakat pengguna LPG tertentu yang berhak dan stakeholder dalam
mendukung pelaksanaan implementasi sistem pendistribusian LPG tertentu;
Terlaksananya sistem pelaporan transaksi LPG Tertentu secara kontinyu, traceable, accountable, dan verified.
1.2.3 Sasaran Kegiatan
Sasaran dari kegiatan ini adalah terlaksananya sistem Pendistribusian LPGtertentu secara tertutup di
wilayah yang ditetapkan, meliputi:
5. Berfungsinya sistem layanan terpadu di wilayah kegiatan;
6. Berfungsinya sistem transaksi pembelian LPG tertentu melalui Electronic Data Capture (EDC) di sub
penyalur dan sistem aplikasi desktop di penyalur;
7. Berfungsi sistem kontrol wilayah penyaluran berdasarkan hasil transaksi dengan wilayah penyaluran yang
telah ditentukan;
8. Berjalannya pendampingan kepada pengguna LPG Tertentu yang berhak dan stakeholder melalui
kegiatan pembinaan dan pengawasan;
9. Berfungsinya sistem transaksi dan pelaporan LPG tertentu melalui penerapan teknologi informasi yang
terintegrasi dari SPPBE hingga konsumen.
HESA LC for Exellent Services
1.3 Manfaat Pekerjaan
Manfaat kegiatan ini adalah:
1. Pemerintah mendapatkan informasi kebutuhan pasokan LPG Tertentu di setiap Kota/Kabupaten;
2. Pemerintah mendapatkan laporan hasil monitoring transaksi isi ulang LPG Tertentusecara kontinyu,
traceable, dan auditablesehingga efisiensi dan efektifitas penyaluran subsidi kepada pengguna yang
berhak dapat terjamin;
3. Pemerintah mendapatkan data perhitungan transaksi isi ulang LPG Tertentu yang update dan valid
sebagai dasar pembayaran subsidi pemerintah kepada Badan Usaha Penyedia LPG Tertentu;
4. Masyarakat mendapatkan kemudahan dalam membeli isi ulang LPG Tertentu dengan harga dan pasokan
yang terjamin
1.4 Dasar Hukum Kegiatan
Dasar hukum kegiatan ini adalah:
1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4400);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4436);
5. Keputusan Presiden R.I Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
Belanja Negara jo Keputusan Presiden R.I. Nomor 72 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Keputusan
Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara;
6. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tanggal 6 Agustus 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah;
7. Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 tanggal 28 Nopember 2007 tentang Penyediaan,
Pendistribusian dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram;
8. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0030 Tahun 2005 tanggal 20 Juli 2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
9. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 056 Tahun 2006 Tanggal 28 Desember 2006
tenteng Organisasi dan Tata Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral;
HESA LC for Exellent Services
10. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 021 Tahun 2007 tanggal 19 Desember 2007
tentang Penyelenggaraan Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram;
11. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2009 tanggal 29 September 2009
tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas;
12. Peraturan Bersama Menteri dalam Negeri dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 17 Tahun
2011 dan Nomor 05 Tahun 2011 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pendistribusian Tertutup Liquefied
Petroleum Gas Tertentu di Daerah.
1.5 Ruang Lingkup dan Metodologi Kegiatan
1.5.1 Ruang Lingkup
Secara umum batasan dan ruang lingkup Implementasi Sistem Pendistribusian LPG tertentu secara tertutup
meliputi :
1. Inventarisasi dan analisa data sekunder;
2. Pengurusan perijinan dan koordinasi dengan pemerintah daerah Propinsi/Kab/Kota dan Stakeholder;
3. Implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu;
4. Mengoperasikan peralatan dan melakukan pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan sistem
pendistribusian tertutup LPG tertentu;
5. Verifikasi distribusi isi ulang LPG tertentu;
6. Pelaporan dan presentasi.
1.5.2 Metodologi
Pelaksanaan kegiatan Implementasi Sistem Pendistribusian LPG Tertentu Secara Tertutup berdasarkan pada
metodologi sebagai berikut :
1. Melakukan identifikasi dan inventarisasi data sekunder :
a. Melakukan inventarisasi data hasil pelaksanaan kegiatan 2011, meliputi:
i. Data hasil verifikasi penerima dan penerima kartu kendali tahun 2011;
ii. Data dan karakteristik lembaga penyalur dan jalur distribusi;
iii. Data transaksi penyalur dalam satuan waktu yang diperlukan untuk validasi penataan penyalur;
dan
iv. Volume realisasi penyaluran SP(P)BE dan penerimaan penyalur di wilayah terpilih tahun 2011.
b. Melakukan pengolahan dan filling data awal;
c. Melakukan analisa awal terhadap data hasil kegiatan 2011 dalam penentuan strategi dan
perencanaan lapangan.
2. Melakukan perijinan dan koordinasi dengan Stakeholder meliputi :
a. Mempersiapkan administrasi perijinan ke Stakeholder ;
b. Melakukan perijinan kepada Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota setempat;
HESA LC for Exellent Services
c. Melakukan koordinasi dan sosialisasi perencanaan kegiatan dengan stakeholder; dan
d. Melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah dalam hal penerapan regulasi daerah.
3. Melakukan persiapan dan pelatihan kepada pelaksana kegiatan di wilayah, meliputi :
a. Melakukan persiapan sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan di wilayah;
b. Melakukan pelatihan personil pelaksana; dan
c. Melakukan mobilisasi personil dan non personil.
4. Implementasi infrastruktur sistem pendistribusian tertutup LPG Tertentu, meliputi :
a. Melakukan pendistribusian dan instalasi infrastruktur sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu di
wilayah, meliputi :
i. Melakukan instalasi infrastruktur IT berupa EDC di subpenyalur; dan
ii. Melakukan instalasi perangkat komputer kepada seluruh penyalur;
b. Instalasi infrastruktur sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu di pusat.
5. Mengoperasikan peralatan serta melakukan pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan sistem
pendistribusian tertutup LPG tertentu, meliputi:
a. Operasi Wilayah
i. Melakukan pengecekan dan perawatan peralatan secara periodik; dan
ii. Memberikan pelaporan hasil pengecekan dan perawatan (updated).
b. Pelaksanaan pelayanan terpadu penanganan dan informasi pelanggan LPG tertentu dan lembaga
penyalur, meliputi:
i. Menerima pengaduan dari pengguna dan lembaga penyalur LPG tertentu terkait permasalahan
terhadap sistem dan penyaluran; dan
ii. Memberikan pelayanan ke pengguna LPG tertentu (penerima kardal), dan lembaga penyalur LPG
tertentu terkait pergantian kartu rusak/hilang, perbaikan kartu, perbaikan EDC, dan perbaikan
desktop.
c. Pembinaan dan Pengawasan terhadap pelaksanaan sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu
meliputi:
i. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyalur dalam melaksanakan penyaluran LPG
tertentu sesuai wilayah yang telah ditentukan;
ii. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap subpenyalur dalam pelaksanaan penyaluran
serta infrastruktur transaksi pembelian; dan
iii. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengguna dalam transaksi pembelian LPG
tertentu di subpenyalur yang telah ditunjuk.
6. Verifikasi Distribusi Isi Ulang LPG tertentu, meliputi :
a. Melakukan verifikasi on desk berdasarkan data realisasi penyaluran MySAP dengan SPBBE dan
lembaga penyalur;
b. Melakukan verifikasi penyaluran isi ulang LPG Tertentu di lapangan berdasarkan verifikasi on desk
(point a) MySAP dengan data di SPPBE dan lembaga penyalur di wilayah kegiatan meliputi:
HESA LC for Exellent Services
i. Melakukan pemeriksaan data penyaluran SPPBE dan lembaga penyalur;
ii. Melakukan pemeriksaan ketepatan isi tabung LPG tertentu.
7. Pelaporan dan presentasi
Laporan:
a. Laporan Pendahuluan;
b. Laporan Antara;
c. Laporan Akhir; dan
d. Ringkasan Eksekutif.
Presentasi:
a. Presentasi Laporan Pendahuluan;
b. Presentasi Laporan Antara; dan
c. Presentasi Laporan Akhir.
1.6 Hasil/Output
Hasil/output dari kegiatan ini adalah:
1. Tersedianya sistem pengawasan pendistribusian tertutup LPG tertentu yang sudah diimplementasikan,
dikembangkan serta dioperasikan pada di wilayah yang ditetapkan.
2. Termonitornya kegiatan pendistribusian LPG tertentu secara aktual dan efektif di wilayah yang
ditetapkan.
3. Tersedianya data volume penyaluran isi ulang yang verified, auditable, traceable, accountable dalam
penyaluran LPG Tertentu untuk rumah tangga dan usaha mikro di wilayah yang ditetapkan.
1.7 Objek Kegiatan
Objek pelaksanaan implementasi sistem pendistribusian LPG tertentu secara tertutup meliputi:
1. Rumah tangga dan usaha mikro penggunaLPG tertentu;
2. Penyalur dan sub penyalur LPG Tertentu;
3. SPPBE/SPBE;
4. Stakeholder terkait.
1.8 Wilayah Kegiatan
Wilayah kegiatan implementasi sistem pendistribusian LPG tertentu secara tertutup di Kota Malang-Kabupaten
Malang-Kota Batu di Propinsi Jawa timur.
HESA LC for Exellent Services
BAB 2LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Regulasi Terkait Pelaksanaan Program Sistem Distribusi Tertutup di Daerah
2.1.1 Regulasi Terkait Otonomi Daerah
Beberapa urusan yang menjadi kewenangan daerah pasca reformasi (otoda) dan UU Tentang Pemerintahan
Daerah Nomor 32 Tahun 2004, seperti urusan wajib dan urusan pilihan yang menjadi kewenangan daerah
diatur dalam ketentuan Pasal 13 dan Pasal 14 yang telah diatur lebih lanjut dengan PP No. 38/2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pemerintah juga telah menetapkan PP No.41/2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah.Untuk menjalankan urusan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Pemerintah tersebut, Pemerintah Daerah memerlukan perangkat peraturan perundang‐
undangan.
Secara konseptual ‘’Perundang-undangan” (legislation, wetgeving, atau gesetzgebung) mempunyai dua
pengertian, yaitu; Perundang-undangan merupakan proses pembentukan/proses membentuk peraturan-
peraturan Negara, baik pemerintah di tingkat pusat, maupun tingkat daerah (formal). Perundang-undangan
adalah segala peraturan Negara, yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah (materiil).
Pengertian perundang-undangan tidak hanya tentang proses atau formalitas pembentukan/pembuatan
pembentuk peraturan-peraturan Negara atau aspek materiil, melainkan juga seluruh peraturan Negara yang di
hasilkan dari pembentukan peraturan-peraturan Negara itu, baik di tingkat pusat maupun daerah harus
memenuhi aspek produktifitas dan norma-norma. Aspek produktifitas produk perundang-undangan adalah
mengenai daya laku (validity) dan daya guna (efficacy). Suatu produk hukum berlaku jika mempunyai daya laku
atau mempunyai keabsahan (validity/geltung) yang diperoleh kalau dibentuk oleh lembaga yang berwewenang
dan sesuai dengan norma hukum yang berlaku serta secara sah dan memiliki daya guna (efficacy). Hal ini
antara lain disebabkan produk hukum yang berlaku sah belum tentu ditaati produk hukum materiil dikatakan
berdaya guna jika tidak hanya berlaku sah tetapi sekaligus ditaati dan memenuhi norma. Norma (produk
materiil hukum) adalah suatu ukuran yang harus di patuhi oleh seseorang dalam hubungannya dengan
sesamanya atau dengan lingkungannya. Dalam perkembangannya, norma diartikan sebagai suatu ukuran atau
pedoman bagi seseorang dalam bertindak atau bertingkah bertingkah laku dalam masyarakat. Jadi, inti suatu
norma adalah segala aturan yang harus di patuhi.
HESA LC for Exellent Services
Produk hukum yang memiliki nilai norma hukum adalah yang di dasarkan kepada ukuran nilai-nilai baik atau
buruk yang berorientasi kepada asas keadilan dan bersifat; suruhan (impare), yaitu apa yang harus dilakukan
orang; larangan (prohibited), yaitu apa yang tidak boleh dilakukan orang. Sebaiknya produk hukum daerah (SK
Pembentukan Tim Monitoring dan Peraturan WaliKota/Bupati Tentang Penataan Distup) yang ditandatangani
oleh regulator daerah yaitu KDH sehingga berfungsi sebagai payung hukum, dapat memenuhi prasyarat seperti
tersebut diatas dan memenuhi amanat otonomi daerah.
2.1.2 Tinjauan Mekanisme Pengembangan Regulasi Daerah
Ke depan untuk lebih menjamin kepastian hukum program distup LPG tertentu diperlukan produk hukum
daerah seperti Surat Keputusan (SK), atau berupa peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah/Pemerintah
Kota. Pembentukan Tim Monitoring dan Peraturan WaliKota/Bupati. Peraturan Daerah (Perda) merupakan
produk hukum daerah yang dapat menjamin kepastian hukum dan penegakan hukum implementasi tentang
Pengawasan dan Penataan Distup di daerah, karena beberapa hal dan adanya sanksi yang lebih pasti.
Secara umum kinerja di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan (PUU) di daerah dalam 10 tahun
terakhir ini telah memperlihatkan peningkatan baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal ini tidak terlepas
dari proses penyusunan PUU dengan mekanisme yang makin tertib, terarah, dan terukur, meskipun masih
tetap perlu diupayakan penyusunan PUU dengan proses yang lebih cepat dengan tidak mengurangi kualitas
PUU yang dihasilkan. Khususnya penyusunan PPU di daerah (Perda dll) sehingga tidak menghambat proses
pembangunan dan program pembangunan. Percepatan penyelesaian PUU utamanya perlu didorong terhadap
program pembentukan PUU yang penyelesaiannya ditentukan dalam waktu tertentu atau diperlukan segera
untuk merealisasikan program-program strategis pembangunan.
Penyerahan sebagian besar kewenangan pemerintahan kepada pemerintah daerah, telah menempatkan
pemerintah daerah sebagai ujung tombak pembangunan nasional, dalam rangka menciptakan kemakmuran
rakyat secara adil dan merata.Dalam kaitan ini peran dan dukungan daerah dalam rangka pelaksanaan PUU
sangat strategis, khususnya dalam membuat Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Daerah lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perda sebagai jenis PUU nasional memiliki landasan
konstitusional dan landasan yuridis dengan diaturnya kedudukan Perda dalam UUD 1945 Pasal 18 ayat (6), UU
No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU No.32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah termasuk perundang-undangan tentang daerah otonomi khusus dan daerah istimewa
sebagai lex specialis dari UU No.32/20042. Selain itu terkait dengan pelaksanaan wewenang dan tugas DPRD
dalam membentuk Perda adalah UU No.27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan Peraturan
Pemerintah No.16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD. Pasal
18 ayat (6) UUD 1945 menyatakan bahwa pemerintah daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan.Dalam kaitan ini maka
sistem hukum nasional memberikan kewenangan atributif kepada daerah untuk menetapkan Perda dan
HESA LC for Exellent Services
Peraturan Daerah lainnya, dan Peraturan Daerah diharapkan dapat mendukung secara sinergis program-
program Pemerintah di daerah.
Perda sebagaimana PUU lainnya memiliki fungsi untuk mewujudkan kepastian hukum (rechtszekerheid, legal
certainty). Untuk berfungsinya kepastian hukum PUU harus memenuhi syarat-syarat tertentu antara lain
konsisten dalam perumusan dimana dalam PUU yang sama harus terpelihara hubungan sistematik antara
kaidah-kaidahnya, kebakuan susunan dan bahasa, dan adanya hubungan harmonisasi antara berbagai
peraturan perundang-undangan. Pengharmonisasian PUU memiliki urgensi dalam kaitan dengan asas
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi, sehingga hal yang mendasar dalam penyusunan rancangan Peraturan Daerah
adalah kesesuaian dan kesinkronannya dengan PUU lainnya.
2.1.3 Tinjauan Law Enforcement
Law enforcement atau penegakan hukum menurut para pakar terkait hal-hal berikut:
a. Adanya paksaan dari luar yang berwujud ancaman hukum bagi pelanggarnya (biasanya berupa sanksi fisik
yang dapat di paksakan oleh alat Negara).
b. Bersifat umum yaitu berlaku bagi siapa saja dan mengandung nilai norma. Norma hukum bersifat
heteronom karena datang dari luar diri kita sendiri norma hukum dapat dilekati dengan sanksi pidana atau
sanksi secara fisik. Sanksi pidana atau sanksi pemaksa dalam norma hukum di laksanakan oleh aparat
Negara.
Perda terkait implementasi pendistribusian secara tertutup LPG tertentu memiliki sanksi pidana selain sanksi
lainnya sehingga lebih menjamin kepastian hukum.perda sebagaimana PUU lainnya memiliki fungsi untuk
mewujudkan kepastian hukum (rechtszekerheid, legal certainty). Perda adalah bagian dari peraturan
perundang-undangan umumnya yang berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki susunan.
Suatu Perda berlaku, bersumber, dan berdasar pada peraturan lain yang lebih tinggi peraturan tersebut
merupakan norma yang berlaku menurut yang lebih tinggi lagi. Demikian seterusnya Perda itu berlaku,
bersumber, dan berlaku pada norma perundangan lain yang lebih tinggi sampai pada suatu sumber yang tidak
dapat ditelusuri lagi karena bersifat hipotesis dan fiktif yang disebut Norma dasar (rundnorm) dan ditetapkan
lebih dulu oleh masyarakat.
Berdasarkan pendapat pakar hukum.
a. perundang-undangan yang lebih rendah derajatnya tidak dapat mengubah atau menyampingkan
kententuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi tetapi yang sebaliknya dapat.
b. perundang-undangan hanya dapat dicabut, diubah atau ditambah oleh atau dengan perundang-undangan
yang sederajat atau yang lebih tinggi tingkatannya, dst.
HESA LC for Exellent Services
2.2 Tinjauan Rantai Suplai LPG Tertentu
Pada sub bab ini membahas tentang tinjauan sistem implementasi sistem pendistribusian LPG tertentu dari
berbagai sudut pandang, baik dari rantai distribusinya, mekanisme rayonisasi distribusi, sistem distribusi
tertutup, profil lembaga penyalur, manajemen pelayanan, manajemen mutu pengelolaan, maupun
manajemen pengendalian pasokannya.
2.2.1 Tinjauan Rantai Distribusi LPG Tertentu
Perkembangan dunia industri, baik manufaktur maupun jasa sangat pesat.Fokus yang mengarah kepada
customization kepada konsumen menjadi tantangan berat bagi pelaku bisnis dalam era persaingan saat ini. Era
bisnis yang beralih dari kompetisi antar usaha kemudian menjadi Networking antar berbagai unit bisnis
membutuhkan berbagai strategi baru dalam mengelola usaha guna mengembangkan unit bisnisnya.
SCM (SupplyChainManagement) adalah konsep atau mekanisme untuk meningkatkan produktivitas total
perusahaan dalam rantai suplai melalui optimalisasi waktu, lokasi dan aliran kuantitas bahan. SCM adalah
modifikasi praktek tradisional dari manajemen logistik yang bersifat adversial ke arah koordinasi dan
kemitraan antar pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan aliran informasi dan produk tersebut.
Keunggulan kompetitif dari SCM adalah bagaimana kemampuan mengatur aliran barang atau produk dalam
suatu rantai supply. Dengan kata lain, model SCM mengaplikasikan bagaimana suatu jaringan kegiatan
produksi dan distribusi dari suatu perusahaan dapat bekerja bersama-sama untuk memenuhi tuntutan
konsumen. Tujuan utama dari SCM adalah: pernyerahan/pengiriman produk secara tepat waktu demi
memuaskan konsumen, mengurangi biaya, meningkatkan segala hasil dari seluruh supplychain (bukan hanya
satu perusahaan), mengurangi waktu, memusatkan kegiatan perencanaan dan distribusi.
SupplyChainManagement (SCM) dapat pula didefinisikan sebagai pengintegrasian bisnis secara efisien sejak
dari pemasok (suppliers), pembuat (manufacturers), gudang (warehouse), dan toko (stores) sampai ke
pelanggan akhir, sehingga barang-barang diproduksi dan didistribusikan tepat sesuai jumlah yang dibutuhkan,
menuju ke lokasi yang tepat, dan waktu yang tepat, guna meminimalisasi biaya dengan tetap
mempertahankan tingkat layanan yang dituntut oleh para pelanggan.
Rantai suplai merupakan jejaring yang terdiri dari banyak pemain, mulai dari pemasok bahan baku, fabrikan,
grosiran (wholesaler), distributor, peritel (retailer). Sebelum suatu produk berada di tangan konsumen akhir,
produk tersebut harus melewati sejumlah pemain dalam rantai suplai produk tersebut.Sesungguhnya,
kekuatan suatu rantai suplai terletak oleh pemain yang terlemah dalam rantai tersebut.Oleh karenanya,
menjadi tanggung jawab semua pemain dalam suatu rantai suplai untuk membangun rantai suplai yang
kokoh.Rantai suplai yang kokoh hanya bisa dibangun dari pemain-pemain yang memiliki kemampuan yang
tinggi dalam menekan biaya yang terjadi dalam keseluruhan rantai suplai dan menjaga ketersediaan.Dari rantai
SPBE/SPPBE PENYALUR SUB PENYALUR PENGGUNA
SPBE/SPPBE
PENYALURSUB PENYALUR MOTORIS PENGGUNA
HESA LC for Exellent Services
suplai yang kokoh inilah, konsumen akhir dapat mendapatkan produk secara mudah, karena rantai suplai
menjaga ketersediaannya dengan harga yang terjangkau dan mampu menekan biaya-biaya yang tidak perlu.
Peran dan Hubungan Antar Entitas Rantai Distribusi LPG Tertentu
Melihat dari jumlah entitas yang ada maka mata rantai suplai LPG 3 Kg relatif pendek dan tidak banyak
melibatkan entitas distribusi.Dalam implementasinya bahkan titik awal pendistribusian beranjak dari entitas
SPPBE/SPBE, Penyalur/Agen, Sub Penyalur/Sub Agen/Pangkalan dan Pengguna.
Gambar 2-1 Rantai Pendek Pendistribusian LPG Tertentu
Artinya entitas mata rantai suplai yang ada tidak banyak. Dampak yang terjadi bilamana suatu mata rantai
suplai suatu barang semakin pendek maka konsekuensi yang ada adalah :
a. Biaya distribusi relatif rendah;
b. Perputaran barang relatif lebih cepat;
c. Pengadaan barang relatif lebih cepat;
d. Harga di tingkat pengguna relatif lebih proposional;
Situasi ini sangat menguntungkan pengguna.Selain mendapatkan harga barang yang relatif murah, keuntungan
lainnya adalah kemudahan mendapatkan barang tersebut di pasar. Kondisi sebaliknya bilamana mata rantai
yang terlibat disuatu rantai distribusi terlalu panjang dan banyak entitias distribusi yang terlibat maka harga
distribusi barang tersebut semakin mahal, kelangkaan barang akan lebih mudah terjadi serta dapat
menimbulkan peluang-peluang terbentuknya mata rantai baru seperti pengecer yang akan lebih membuat
harga semakin tinggi di tingkat pengguna seperti diilustrasikan pada gambar berikut.
Gambar 2-2 Rantai panjang pendistribusian LPG tertentu
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM R.I Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penyediaan dan Pendistribusian LPG
Tertentu tersirat rantai distribusi LPG tertentu seperti Gambar 2.2-3 di bawah ini :
SPBE/SPPBE PENYALUR SUB PENYALUR PENGGUNA
HESA LC for Exellent Services
Gambar 2-3 Rantai Distribusi LPG Tertentu berdasarkan Peraturan Menteri ESDM R.I Nomor 26 tahun 2009
Pola distribusi tersebut diselenggarakan dengan tujuan agar pengguna mendapatkan manfaat :
a. Tepat salur, relatif cepat penyalurannya dan terdistribusi kepada pengguna yang tertentu;
b. Tepat harga, dengan rantai distribusi yang pendek maka tidak banyak entitas distribusi yang terlibat
menyebabkan biaya distribusi menjadi minimal sehingga pada akhirnya harga LPG 3 Kg yang harus ditebus
pengguna menjadi lebih reasonable;
c. Tepat waktu, relatif cepat penyalurannya karena jumlah entitas rantai distribusi tidak panjang sehingga
waktu pendistribusian relatif pendek.
Hubungan SPPBE/SPBE-Penyalur
Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk LPG (SPPBE) dan Statiun Pengisian Bulk LPG (SPBE) merupakan induk
pengisian dan pengangkutan LPG 3 Kg beberapa Penyalur/Agen di suatu wilayah. Setiap H-15 Pengambilan
Barang LPG 3 Kg, pihak Penyalur/Agen menyerahkan Realisasi Penyaluran Alokasi Harian (Kitir Harian) untuk
bulan berjalan kepada PERTAMINA untuk selanjutnya pihak PERTAMINA akan mengesahkan Alokasi
Penyaluran Harian tersebut untuk bulan berikut. Berdasarkan kuota yang telah diberikan PERTAMINA kepada
setiap Penyalur/Agen, pihak Penyalur/Agen pada hari H melakukan pengambilan barang di SPPBE/SPBE yang
ditunjuk.Beberapa Penyalur/Agen LPG 3 Kg di suatu wilayah dapat merujuk ke satu SPPBE/SPBE sebagai sentra
pengisian bulk LPG 3 Kg yang telah ditentukan.
Hubungan Penyalur-Sub Penyalur
Penyalur/Agen yang telah mengambil alokasi kuota LPG tertentu di SPPBE/SPBE yang telah ditunjuk kemudian
mendistribusikan alokasi harian tersebut ke sejumlah Sub Penyalur/Pangkalan yang berada dalam wilayah
salur penyalur yang bersangkutan. Pada H-1 setiap penyalur/agen melakukan kegiatan Rencana Tujuan Harian
(RTH) guna mengalokasikan berapa kebutuhan setiap sub penyalur/pangkalan yang berada dalam kewenangan
wilayah salurnya. Berdasarkan RTH ini, realisasi penyaluran kuota harian Penyalur didistribusikan kepada Sub
Penyalur/Pangkalan. Transaksi bersifat harian dan idealnya setiap transaksi pengiriman/pendistribusian LPG
tertentu dari penyalur ke sub penyalur tercatat dalam suatu media pencatatan transaksi.
HESA LC for Exellent Services
Hubungan Sub Penyalur-Pengguna
Pada entitas ini terjadi transaksi pembelian refil LPG tertentu antara pengguna dan sub penyalur. Berdasarkan
stok yang tersedia, sub penyalur mendistribusikan LPG tertentu kepada pengguna yang
membutuhkan.Transaksi bersifat harian dan tercatat dalam suatu media pencatatan. Idealnya secara periodik
sub penyalur melaporkan seluruh transaksi pendistribusian (transaksi penjualan refill) LPG tertentu ke
penyalur/agen.
2.2.2 Tinjauan Sistem Distribusi Tertutup
2.2.2.1 Gambaran Umum SCM
LPG tertentu dalam kerangka supplychainmanagement merupakan produk yang diidamkan oleh setiap pemain
di dalam rantai pasokan, karena secara landscape ketidakpastian, LPG tertentu merupakan produk yang
memiliki ketidakpastian rendah pada sisi permintaan (permintaannya sangat tinggi) dan ketidakpastian rendah
pada sisi pasokan sebagai akibat dari komitmen pemerintah dan pertamina dalam menjamin pasokan LPG ke
masyarakat.
Gambar 2-4 Landscape ketidakpastian permintaan dan pasokan
Apabila berjalan dengan normal maka semestinya akan terjadi keseimbangan pasokan dan dinikmati dengan
mudah oleh konsumen, akan tetapi pada kenyataannya permasalahannya menjadi menarik. Meskipun
merupakan produk fungsional, yang semestinya dapat dinikmati oleh konsumen secara mudah, kenyataan di
lapangan tidak demikian. Kejadian seperti adanya kelangkaan akan produk fungsional tersebut di beberapa
daerah menunjukkan adanya gangguan dalam rantai suplai, terlebih yang datang dari sisi suplai. Untuk
mengatasi segala gangguan tersebut diperlukan suatu rantai suplai yang kokoh yang dapat mengefisiensikan
semua aliran yang terjadi dalam rantai suplai, yaitu aliran material, informasi dan transaksi.
Dengan mengefisienkan segala bentuk aliran di atas, tujuan utama dari sebuah rantai suplai berupa
maksimisasi keuntungan dari setiap lembaga penyalur dalam rantai suplai tanpa mengorbankan ketersediaan
dapat dipenuhi.Untuk mendesain jejaring rantai suplai yang kokoh, gambar berikut memperlihatkan kerangka
kerja yang digunakan.
HESA LC for Exellent Services
Gambar 2-5 Kerangka pengambilan keputusan untuk desain jejeaaring rantai distribusi
Fase 1 : Penyusunan Strategi Rantai Suplai
Fase I menyiapkan strategi rantai suplai dengan memperhatikan landscape ketidakpastian di sisi suplai dan
permintaan dan tingkat kepentingan dari skala ekonomis dalam mendistribusikan produk.
Tujuan utama dari fase pertama dalam mendesain jejaring rantai suplai adalah mendefinisikan strategi yang
ingin dikejar oleh rantai suplai. Pemilihan strategi dilakukan dengan memperhatikan landscape ketidakpastian
suplai, permintaan dan tingkat skala ekonomis dalam pendistribusian.
Mengingat tingkat ketidakpastian yang relatif rendah dari sisi suplai maupun permintaan dan skala ekonomis
memiliki tingkat kepentingan yang tinggi dalam pendistribusian, strategi rantai suplai yang tepat untuk kondisi
tersebut adalah strategi yang mengejar efisiensi (efficient supplychain). Gambar 2-6 memperlihatkan pemilihan
strategi rantai suplai yang tepat berdasarkan landscape ketidakpastian di sisi permintaan dan suplai dan juga
tingkat kepentingan dari skala ekonomis dalam pendistribusian (Lee, H.L., 2002).
HESA LC for Exellent Services
Gambar 2-6 Pemilihan strategi rantai distribusi
Dalam kasus pendistribusian LPG, ketidakpastian permintaannya dapat dikatakan rendah karena variabilitas
permintaannya yang relatif kecil; ketidakpastian suplai juga dikatakan rendah karena komitmen yang tinggi
dari Pemerintah untuk menyalurkan minyak tanah bersubsidi; dan perlunya skala ekonomis yang tinggi untuk
mendistribusikan minyak tanah bersubisidi ini. Memperhatikan kenyataan tersebut, strategi rantai suplai yang
cocok untuk LPG adalah strategi rantai supply yang efisien (efficient supplychainstrategy). Strategi ini mampu
memenuhi tujuan badan usaha dan Pemerintah.Bagi konsumen, stabilnya harga LPG dan ketersediaan yang
tinggi merupakan sesuatu yang mereka inginkan.
Fase II : Konfigurasi Rantai Suplai
Fase II untuk menggambarkan konfigurasi rantai suplai yang berisikan pemain-pemain utama mulai dari agen
hingga pemain yang terdekat dengan konsumen.Hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun konfigurasi
rantai suplai adalah tingkat produktifitas, tingkat persaingan wilayah, faktor biaya, intensif tarif dan pajak,
tingkat pola permintaan dan resiko politik.
Di Fase II akan dikembangkan berbagai konfigurasi fisik dan infrastruktur dari rantai suplai. Penentuan
konfigurasi rantai suplai in merupakan keputusan stratejik yang akan berdampak panjang bagi setiap pemain di
dalamnya. Desain rantai suplai pada prinsipnya mencoba menjawab pertanyaan seperti siapa melayani siapa
dan dalam jumlah berapa di dalam rantai suplai.
SPPBE
AGEN SUB PENYALUR KONSUMEN
PERTAMINA ARUS MATERIAL
ARUS TRANSAKSI
ARUS INFORMASI
DODO
Kartu kendaliLogbookLogbook
HESA LC for Exellent Services
Gambar 2-7 Konfigurasi arus material, informasi dan transaksi pada pendistribusian tertutup LPG
Berdasarkan Permen ESDM No. 26 tahun 2009, ada 3 aliran utama yang perlu dijaga kelancarannya, yaitu:
Aliran Informasi yang bergerak dari pemain di sisi hilir ke pemain di sisi hulu. Contohnya: agen akan
mengorder LPG ke Pertamina, Pertamina memberikan informasi Delivery Order (DO) agen ke SPPBE ; sub
penyalur akan mengorder ke agen; dan konsumen membeli LPG dari sub penyalur ataupun agen. Supaya
tidak terjadi pemborosan (waste) dalam bentuk kelebihan pasokan dalam rantai distribusi, pengorderan
yang dilakukan oleh agen, sub penyalur adalah sesuai dengan permintaan dari konsumen akhir.
Aliran material/barang yang bergerak dari pemain di sisi hulu ke pemain di sisi hilir. Contohnya: SPPBE
akan menyalurkan LPG ke agen; agen memasok ke sub penyalur , sub penyalur menjual langsung ke
konsumen rumah tangga maupun usaha mikro. Jumlah yang disalurkan dari pemain yang lebih dulu harus
sesuai dengan tingkat konsumsi yang dihadapi pemain yang berada di sisi hilir.
Aliran transaksi yang bergerak dari pemain di sisi hilir ke pemain di sisi hulu. Contohnya: Konsumen
membayar ke sub penyalur; sub penyalur membayar ke agen, dan agen membayar ke Pertamina.
Keputusan-keputusan stratejik yang diambil dalam penentuan konfigurasi rantai suplai dalam pendistribusian
minyak tanah bersubsidi mencakup:
Penentuan jumlah fasilitas dalam rantai suplai. Untuk sistem distribusi minyak tanah bersubsidi misalnya,
fasilitas disini adalah jumlah agen yang dilayani SPPBE dalam satu wilayah distribusi; dan jumlah sub
penyalur yang dilayani satu agen.
Penentuan lokasi setiap fasilitas atau pemain dalam rantai suplai. Untuk satu wilayah distribusi LPG
misalnya, keberadaan agen, dan sub penyalur yang sekarang ini akan dievaluasi kembali.
Penentuan besar kapasitas setiap fasilitas atau pemain dalam rantai suplai. Dalam sistem LPG yang
terorkestrasi, kapasitas setiap pemain dibatasi untuk menghindari terjadinya pemborosan, seperti
penimbunan inventori.
Penentuan strategi distribusi untuk menjamin terciptanya kondisi optimal antara efisiensi dan
ketersediaan.
HESA LC for Exellent Services
Tujuan dari penentuan konfigurasi rantai suplai ini tidak lain adalah untuk meminimalkan biaya total (tahunan)
rantai suplai, mencakup biaya-biaya pengadaan, penyimpanan, biaya-biaya fasilitas, biaya transportasi tanpa
mengorbankan persyaratan tingkat layanan (service level).
Fase III : Penetepatan Jumlah Pemain (lembaga penyalur) dan kapasitas (kuota)
Fase III dilakukan untuk menentukan jumlah pemain, siapa melayani siapa (membership) berikut kapasitas
(kuota) dari masing-masing pemain.Fase ini mempertimbangan kemampuan modal, operasional dan
infrastruktur dari lembaga penyalur.
Berbagai alternatif konfigurasi rantai suplai yang dihasilkan di fase kedua selanjutnya akan dianalisis untuk
kemudian dicari solusi yang paling baik. Di Fase III ini akan ditentukan siapa melayani siapa dan dalam jumlah
berapa. Untuk kasus pendistribusian LPG bersubsidi mulai dari SPPBE, agen dan sub penyalur, akan ditentukan
berapa banyak agen yang diperlukan dalam satu wilayah distribusinya berikut kapasitas atau kuota yang
diberikan per agen. juga akan ditentukan berapa pangkalan berikut kapasitasnya yang akan dilayani oleh setiap
agen dalam satu wilayah distribusi.
Model Optimasi SupplyChainManagement
Memperhatikan landscape ketidakpastian yang relatif rendah di sisi permintaan dan suplai dari minyak tanah
ini, maka desain jejaring dari rantai distribusi mulai dari Depot sampai Pangkalan dapat didekati dengan model
optimisasi. Model optimasi terdiri dari satu fungsi tujuan dan satu set fungsi kendala (constraints). Tujuan
optimasi adalah untuk meminimumkan biaya distribusi. Jika diketahui volume LPG yang akan didistribusikan,
wilayah pendistribusiannya dan konsumen yang dituju, maka pada prinsipnya biaya distribusi tergantung pada
beberapa faktor sebagai berikut:
Biaya transportasi
Biaya loading dan unloading
Jumlah pihak yang terlibat dalam distribusi (agen dan sub penyalur)
Jumlah armada distribusi
Hubungan antar pihak dalam jaringan distribusi (supplier-buyer relationship)
Jadi, di dalam model optimasi umum akan tercakup beberapa model optimasi yang lebih spesifik sebagai
berikut:
Penentuan jumlah penyalur optimal per wilayah distribusi
Penentuan jumlah sub penyalur optimal per wilayah distibusi
Penentuan jumlah armada optimal per wilayah distribusi
Dalam memecahkan masalah ini, maka terlebih dahulu perlu dibuat desain jaringan distribusi dan kemudian
menentukan jumlah agen dan sub penyalur yang optimum untuk jaringan tersebut.Setelah itu dibuat model
MinimizingFungsi Obyektif = Total Biaya Penyediaan LPG yang terjadi mulaidari SPPBE – Sub Penyalur
Subject to Kendala-Kendala:
Kapasitas Suplai SPPBEKapasitas/Kuota Agen
Kapasitas/Kuota Sub Penyalur Permintaan di wilayah distribusi
HESA LC for Exellent Services
optimasi umum untuk meminimumkan biaya distribusi dan model optimasi yang lebih spesifik untuk
penentuan jumlah armada pada setiap wilayah distribusi.
Dengan asumsi deterministis, model optimisasi yang dipilih adalah model Linear Programming. Model
optimisasi menggunakan Linear Programming secara generik dapat dituliskan sebagai berikut:
Tujuan utama dari desain jejaring rantai distribusi LPG tertentu bersubsidi adalah untuk meminimunkan segala
biaya-biaya yang timbul dalam mengadakan LPG tertentu bagi konsumen akhir.Karena yang menjadi obyek
pengamatan adalah agen/penyalur sampai pangkalan/sub penyalur, maka biaya-biaya yang diminimumkan
adalah biaya-biaya yang terjadi mulai dari SPPBE-sub penyalur. Biaya pengadaan LPG tertentu (cost of
acquisition) dari agen/penyalur hingga pangkalan/sub penyalur meliputi:
Biaya pengiriman per unit LPG per KM jarak dengan moda transportasi darat;
Biaya pengiriman per unit LPG per KM jarak dengan moda transportasi sungai;
Biaya pengiriman per unit LPG per KM jarak dengan moda transportasi laut;
Biaya bongkar (unloading cost) di penyalur dan sub penyalur;
Biaya tetap per unit LPG di agen/penyalur;
Biaya tetap per unit LPG di pangkalan/sub penyalur.
Minimisasi total biaya penyediaan tidak bisa dilakukan tanpa batas karena adanya kendala-kendala atau
persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan-persyaratan tersebut meliputi:
Kapasitas suplai di setiap SPPBE. Kapasitas suplai disini akan menjadi kendala bagi pemenuhan
permintaan agregat dari konsumsi LPG bersubsidi di satu wilayah distribusi tertentu. Dalam kasus
pendistribusian LPG diasumsikan bahwa total kapasitas suplai semua SPPBE dalam satu wilayah distribusi
masih lebih besar dari permintaan agregat di wilayah distribusi tersebut;
Kapasitas/kuota agen penyalur LPG. Disini diasumsikan kapasitas/kuota untuk setiap agen sudah
ditetapkan, meskipun dari keluaran model nantinya akan diketahui berapa volume LPG yang disalurkan
ke setiap agen;
HESA LC for Exellent Services
Kapasitas/kuota sub penyalur. Sama halnya dengan kapasitas/kuota di agen, kapasitas/kuota setiap sub
penyalur juga dibatasi;
Permintaan agregat per wilayah distribusi.
Keluaran dari model optimisasi ini adalah penetapan berapa banyak pemain, agen penyalur LPG dan sub
penyalur, yang seharusnya berada dalam satu wilayah distribusi sehingga total biaya yang terjadi dalam
penyaluran LPG di wilayah tersebut menjadi minimum. Dari keluaran model optimisasi ini, juga akan diketahui
siapa melayani siapa dan jumlah berapa besar, misalnya sub penyalur mana saja yang akan disuplai oleh satu
agen berikut besar volume penyaluran LPG.
Berdasarkan uraian di atas implementasi sistem distribusi tertutup LPG tertentu dilaksanakan guna
mengeliminasi beberapa kelemahan mekanisme rayonisasi pendistribusian LPG tertentu di suatu wilayah.
Filosofi sistem ini adalah restrukturisasi atau menata kembali mekanisme rayonisasi pendistribusian LPG
tertentu atau menata kembali mekanisme distribusi LPG tertentu existing di suatu wilayah berdasarkan
kebutuhan agar optimalisasi kestabilan supply dan demand LPG 3 Kg tercapai. Proses retrukturisasi meliputi
beberapa penataan:
a. Penataan yang kluster wilayah distribusi/penyaluran LPG tertentu;
b. Penataan lembaga penyalur sub penyalur;
c. Penataan kelompok pengguna.
Keluaran utama dari penataan ini, pendistribusian LPG tertentu setidaknya memiliki 3 (tiga) karakteristik :
a. Tepat waktu;
b. Tepat salur;
c. Tepat harga.
Tepat waktu mengandung pengertian LPG tertentu sebagai barang komoditi subsidi dapat disalurkan ke
masyarakat pengguna dengan waktu yang relatif cepat sehingga masyarakat pengguna tidak memerlukan
waktu lama untuk mendapatkan barang tersebut.
Tepat salur mengandung penegertian LPG 3 Kg sebagai barang komoditi subsidi dapat disalurkan kepada
masyarakat pengguna tertentu tidak melebar pendistribusian kepada masyarakat yang tidak berhak
menggunakan LPG 3 Kg. Pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009 telah
mengamanatkan bahwa pengguna LPG 3 Kg adalah masyarakat yang memiliki pengeluaran belanja rumah
tangga tidak lebih dari Rp. 1.500.000,- (Satu juta lima ratus ribu rupiah). Peraturan tersebut menyiratkan
bahwa pengguna LPG 3 Kg adalah bukan masyarakat umum tetapi masyarakat tertentu sehingga dalam
beberapa pembahasan istilah LPG 3 Kg kerap disebut juga LPG Tertentu.
Tepat harga mengandung pengertian LPG tertentu sebagai barang pokok strategis bersubsidi dapat dibeli oleh
masyarakat pada tingkat harga yang wajar.
Depot LPG
Kilang Pertamina
Kilang Swasta
Import
SPPBE
1
Agen 1
3
2
Sub Penyalur Sub Penyalur
End User
4
Agen 2
55
KETERANGANDistribusi LPG curah dari kilang ataupun import ke depot LPG dan Depot LPG ke filling plan (SPPBE)
Proses pengisian di filling plan (SPPBE)Agen mengambil tabung 3 kg yang sudah terisi gas dengan alat transportasi milik agen untuk selanjutnya disimpan di inventory agen.
Agen menyalurkan LPG 3 kg ke sub penyalur, sub penyalur menyalurkan LPG 3 kg end user ( rumah tangga dan usaha mikro)Pada kondisi lapangan ditemukan bahwa Agen juga bisa menjual langsung ke end user
HESA LC for Exellent Services
2.2.2.2 Gambaran Umum SCM Terkait Sistem Distribusi Tertutup
Pola distribusi LPG tertentu secara umum hampir sama dengan pola distribusi minyak tanah bersubsidi.
Pertamina sebagai badan usaha pelaksana penugasan penyediaan dan pendistribusian LPG 3 Kg atau LPG
tertentu melaksanakan distribusi secara tidak langsung ke konsumen rumah tangga dan usaha mikro (melalui
lembaga penyalur yang ditunjuk pada wilayah distribusi tertentu).
Arus Material LPG 3 Tertentu
Gambar 2-8 Arus material LPG tertentu
Pada kondisi eksisting di lapangan, ditemukan bahwa agen penyalur LPG menyalurkan LPG tertentu ke
beberapa sub penyalur yang juga mendapatkan pasokan dari agen/penyalur lain, akibatnya terjadi persaingan
antar agen/penyalur. Persaingan tersebut memberikan dampak terhadap harga LPG tertentu, sehingga sub
penyalur hanya akan menerima LPG tertentu dari agen/penyalur yang berani menawarkan harga lebih rendah.
Kondisi demikian akan mengganggu keseimbangan pasokan di wilayah tersebut.
SR GASDOM wilayah dstribusi
SPPBE
1
2
Sub Penyalur
End User
3
Agen 24
KETERANGANEnd User menyerahkan kartu kendali pada saat pembelian LPG di Pengecer
Sub Penyalur mengorder LPG ke Agen dengan bukti DO ( delevery Order) atas dasar permintaan end user.Agen mengoder LPG ke Pertamina dengan bukti DO ( Delevery Order) atas dasar kuota kontral dengan pihak Gasdom di wilayah oerasionalnya.
Selanutnya Agen akan mengambil sejumlah tabung LPG 3 kg sesuai DO yang diberikan oleh Pertamina ke SPPB.Pertamina akan memerintah SPPBE untuk menyalurkan tabung LPG 3kg ke Agen sesuai dengan DO Agen ke Pertamina.
5
HESA LC for Exellent Services
Arus Informasi LPG Tertentu
Gambar 2-9 Arus Informasi LPG pada distribusi eksisting
Pada diagram tersebut dapat dilihat bahwa arus informasi terkait pendistribusian LPG berjalan sesuai prosedur
yang telah ditentukan. Mulai masyarakat pengguna LPG melakukan transaksi pembelian menggunakan kartu
kendali kepada pengecer dalam hal ini kita sebut sebagai sub penyalur. Kemudian dari sub penyalur melakukan
order pemesanan kepada agen yang selanjutnya kita sebut sebagai penyalur, dengan bukti DO dari pembeli.
Kemudian dari DO penyalur menyerahkan kepada pihak pertamina, baru kemudian pihak pertamina akan
melakukan pendistribusian melalui SPPBE atas izin dari SR Gasdom wilayah yang bersangkutan. Dengan
demikian akan terjadi transaksi LPG dari pembeli hingga ke penyalur dan akhirnya sampai ke SR gasdom
wilayah.
SR GASDOM wilayah dstribusi
SPPBE
1
2
Sub Penyalur
End User
3
Agen 2
KETERANGANSub penyalur menjual ke end user dengan harga sesuai patokan pemerintah setempat ditambah margin keuntungan sub penyalur. Dan end user membayar secara tunai.Agen menjual ke sub penyalur dengan harga HET dan membeli ke Pertamina dengan harga subsidi.Pertamina menjual LPG ke agen dengan harga subsidi dan agen membayar ke Pertamina secara tunai sesuai dengan kuota kontrak perjanjian.Pertamina memberikan fee kepada SPPBE untuk setiap pengisian tabung. Besaran fee ditentukan sesuai kontrak penugasan dengan Pertamina.
4
HESA LC for Exellent Services
Arus Transaksi LPG Tertentu
Gambar 2-10 Arus transaksi LPG Tertentu pada distribusi eksisting
2.2.3 Profil Lembaga Penyalur
Pemahaman umum suatu rantai distribusi barang adalah proses mendistribusikan barang dari suatu tempat ke
tempat lain. LPG tertentu pada hakekatnya adalah barang milik pemerintah yang harus didistribusikan kepada
masyarakat pengguna tertentu dengan kondisi dan persyaratan tertentu dalam proses pendistribusiannya.
Namun walau sebagai barang subsidi pemerintah, pendistribusian LPG tertentu dapat mengacu kepada kaidah
distribusi barang pada umumnya.Rantai distribusi LPG tertentu terdiri dari 3 (tiga) rantai besar meliputi
produsen, penyalur dan konsumen.Gambar 2.3-12 menggambarkan rantai distribusi LPG tertentu dari
produsen hingga pengguna akhir.
HESA LC for Exellent Services
Gambar 2-11 Infrastruktur pendistribusian LPG PT Pertamina
Rantai pasokan LPG pada saat ini oleh PT Pertamina (Persero) melibatkan beberapa komponen distribusi.
Komponen distribusi tersebut meliputi: LPG FP/ Depot LPG, SPPBE/SPBE, SPPEK, Agen, Sub
Agen/Penyalur/Modern Outlet.
LPG FP/DEPOT LPG
Depot LPG adalah unit penampungan sementara dan penyaluran LPG yang berfungsi untuk menyuplai dan
mendistribusikan LPG. Saat ini pertamina memiliki 15 depot LPG yang tersebar di lima region pemasaran LPG.
Tabel 2-1 Daftar Depot LPG Pertamina
NAMA DEPOT REGION ALAMATDepot Tanjung Uban 1 BatamDepot Tandem 1 Jalan Medan Tanjung PuraDepot Pangkalan Susu 1 Sumatera UtaraDepot P. Layang 1 PalembangDepot Tj Priok 2 Jl Jampea JakartaDepot Balongan 2 IndramayuDepot Eretan 2 IndramayuDepot Cilacap 3 Jl MT Hariyono-CilacapDepot Semarang 3 Semarang- Jawa TengahDepot Tanjung Perak 4 Jl Niam Barat- SurabayaDepot TTM Manggis 4 Jl Karang asem Desa manggisDepot Gresik 4 Gresik- Jawa TimurDepot Tanjung Wangi 4 Banyuwangi-Jawa Timur
HESA LC for Exellent Services
Depot Balikpapan 5 Jalan Minyak-Balik PapanDepot Makasar 5 Jalan Moch Hatta Makasar
Sumber : Ditjen Migas, 2009
SPPBE/SPBE
SPPBE merupakan fillingplant yang bertugas untuk mengangkut, mengisikan dan menyerahkan LPG baik dalam
bentuk tabung ataupun curah kepada Agen yang ditunjuk oleh PERTAMINA. Kelengkapan fasilitas standar
SPPBE yang telah ditetapkan oleh Pertamina sebagai syarat pendirian SPPBE meliputi :
Peralatan dan kelengkapan filling LPG sesuai dengan standar PT. Pertamina yang terdiri dari:
- StorageTank;
- LPG FillingMachines;
- Chain Conveyor;
- Pengosong Tangki.
Duiker, dibutuhkan untuk saluran air umum di depan bangunan SPPBE
Sensor api dan perangkat Pemadam kebakaran
Generator
Racun Api
Fasilitas umum:
- Toilet;
- Mushola;
- Lahan parkir.
Instalasi listrik dan air yang memadai
Rambu-rambu standar PT. Pertamina:
- Dilarang merokok; Jagalah kebersihan;
- Tata cara penggunaan alat pemadam kebakaran.
Pelaksanaan operasional SPPBE harus sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure) PT. Pertamina
Perekrutan dan pengadaan karyawan adalah tanggung jawab pemohon, dan para pekerja diwajibkan
bekerja sesuai dengan etika kerja standar PT. Pertamina.
LPG diambil dari LPG FP PERTAMINA, Kilang, dan Lapangan Gas.Stok LPG di SPPBE merupakan milik
PERTAMINA (sistem konsinyasi) dan setiap bulan di SPPBE dilakukan stok opname.Besar losses yang diizinkan
di setiap SPPBE adalah 0% dari truput bulanan (zero losses). SPPBE swasta yang telah Beroperasi sebelum
program konversi sebanyak 49 unit dan akan dibangun di tahun 2009-2012 sebanyak 163 unit (sudah ada ijin).
Tinjauan Masyarakat Pengguna LPG
2.2.4 Karakteristik Pengguna LPG Tertentu
Di Indonesia sendiri penggunaan bahan bakar LPG sudah dimasyarakatkan semenjak tahun 60 an, tanpa
subsidi serta peralatan yang relatif mahal, sehingga hanya dapat di jangkau oleh kalangan menengah
HESA LC for Exellent Services
keatas.Landasan utama dari pengguna LPG kala itu adalah kalangan yang menginginkan kepraktisan, tidak
berkotor-kotor, serta efisiensi waktu pembakaran. Sementara itu kebijakan konversi sendiri muncul melalui
Keppres 103 tahun 2007 yang menyatakan bahwa semua masyarakat yang masih menggunakan minyak tanah,
untuk dapat dialihkan kepada penggunaan LPG. Dengan demikian hasil dari kebijakan tersebut setelah
dilakukan pendataan adalah lebih dari 70% adalah kelas bawah, dan sisanya adalah adalah kelas menengah
yang belum mau pindah kepada energy LPG (Tempo Interaktif, 2010).
Secara umum dari tinjauan pada beberapa penelitian yang berhubungan dengan masalah konversi serta LPG 3
KG didapatkan hasil bahwa masyarakat merespon baik terhadap program ini.Salah satu indikator respon yang
baik adalah dengan semakin meningkatnya pengguna isi ulang minyak tanah yang beralih ke LPG.Penggunaan
LPG dirasakan lebih hemat daripada minyak tanah. Hal ini diperkuat juga dengan hasil uji coba pasar yang
dilakukan Pertamina di Kelurahan Cempaka Baru, Jakarta Pusat pada Agustus-November 2009. Survey yang
dilakukan terhadap 500 responden menghasilkan kesimpulan bahwa dalam satu minggu pengguna LPG dapat
menghemat Rp 2.000,00 s.d. Rp 3.000,00 dibandingkan ketika masih menggunakan minyak tanah. Hal ini
disebabkan oleh energi yang dihasilkan oleh LPG jauh lebih besar dibandingkan minyak tanah energi dari satu
kilogram LPG ekuivalen dengan yang dihasilkan oleh 1,7 liter minyak tanah. Dari uji coba tersebut, 99%
masyarakat menyatakan akan tetap menggunakan LPG 3 kg dan tidak akan kembali ke minyak tanah.
Melalui penelitian yang dilakukan oleh sejumlah mahasiswa dengan mengambil samplingdi Surakarta pada
tahun 2008 terhadap penggunaan LPG di masyarakat adalah sebagai berikut:
Jenis Gas Elpiji Yang Digunakan
3kg 12 kg 50 kg 3 kg dan 12 kg0
50
100
150
200
250
30053%
41%
0%
30%
Jenis LPG Yang Digunakan
Jenis Pemakaian LPG
Jum
lah
Resp
onde
n
Gambar 2-12 Diagram Batang Jenis Elpiji yang Digunakan Masyarakat
HESA LC for Exellent Services
Jenis gas elpiji yang paling banyak digunakan adalah jenis tabung 3 kg dan diikuti tabung 12 kg. Hal ini dengan
alasan dikarenakan tabung 3 kg masih disubsidi oleh pemerintah sehingga harganya pun lebih murah dari
tabung 12 kg.Selain itu rata-rata mendapat tabung LPG3 kg dikarenakan pemberian dari program pemerintah.
Lama Penggunaan Gas Elpiji
1-3 bln 4-6 bln 6-1 thn > 1thn0
50
100
150
200
250
300
350
400
1% 4%
21%
75%
Lama Penggunaan Gas LPG
Jum
lah
Resp
onde
n
Gambar 2-13 Diagram Batang Lama Penggunaan Gas Elpiji yang Digunakan
Rata- rata hampir seluruh responden telah menggunakan gas elpiji lebih dari 6 bulan.Hal ini menunjukkan
keberhasilan program konversi gas elpiji yang baru disosialisasikan pada awal tahun 2007.
Tempat Pembelian Gas Elpiji
Agen LPG Swalayan Warung Lainnya 0
50
100
150
200
250
300
350
38%
Tempat lain
62%
Warung
Tempat Pembelian LPG
Jum
lah
Resp
onde
n
Gambar 2-14 Diagram batang tempat pembelian gas elpiji masyarakat
HESA LC for Exellent Services
Warung merupakan tempat yang paling banyak dituju oleh responden dalam membeli gas
elpiji.berdasarkan pada data grafik tersebut sebanya 62% membeli di warung, sedangkan sebanyak 38%
membeli ketempat lain selain warung. Kebanyakan warung memiliki jarak yang dekat dengan rumah
sehingga mempermudah dalam pembelian, selain itu di warung responden dapat membeli dengan
bentuk satuan.
Frekuensi Pembelian Gas Elpiji
< 1 minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
25,9%30,8%
38,8%
3,1% 1,3%0% 1% 3,1%10,4%
85,4%Frekuensi Pembelian LPG
3 kg 12 kg
Jum
lah
Resp
onde
n
Gambar 2-15 Diagram Batang Frekuensi Pembelian Gas Elpiji Masyarakat
Untuk pemakaian tabung 3 kg frekuensi pembelian rata-rata dilakukan <1 minggu, 1 minggu dan 2 minggu
sekali, adanya perbedaan ini disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain perbedaan jumlah anggota
keluarga, frekuensi memasak/penggunaan gas elpiji dan faktor-faktor lainnya. Sedangkan untuk tabung 12 kg
rata-rata frekuensi pembelian dilakukan sebulan sekali.
Motivasi Dalam Menggunakan Gas Elpiji
Penggunaan LPG dalam suatu masayrakat cenderung jarang ada ketika awal-awal pertama kali program
konversi minyak tanah ke LPG digulirkan. Baru pada pertengahan tahun 2010, LPG mulai umum digunakan di
lingkungan masyarakat baik di perdesaan maupun di perkotaan. Ada beberapa motivasi yang mendorong
penggunaan LPG tersebut. Salah satu diantaranya dalah kepraktisan penggunaan LPG yang tidak terlalu rumit.
Kemudian harganya juga lebih murah bila dibanding dengan harga minyak tanah di pasaran. Selain itu juga
karena kemudahan yang didapat daripada menggunakan minyak tanah. Berikut ini disajikan gambar diagram
batang motivasi masyarakat dalam menggunakan LPG.
HESA LC for Exellent Services
0
50
100
150
200
250
23%
7%10%
18%
43%
Motivasi Penggunaan LPG
Jum
lah
Resp
onde
n
Gambar 2-16 Diagram Batang Motivasi Dalam Menggunakan Gas Elpiji
Motivasi masyarakat paling besar dalam menggunakan gas elpiji dikarenakan kepraktisan dalam
menggunakan.Selanjutnya harga elpiji dianggap lebih murah dan lebih mudah didapatkan dari pada minyak
tanah yang harus mengantri berjam-jam untuk memperolehnya.
Pengenalan Program Konversi Gas Elpiji
Iklan di TV/ Media Massa Penyuluhan RW/ Petugas LPG0
50
100
150
200
250
300
350
400
68%
32%
Pengenalan Program Konversi Gas Elpiji
Jum
lah
Resp
onde
n
Gambar 2-17 Diagram Batang Pengenalan Program Konversi Gas Elpiji
Ternyata cara responden mengenal gas elpiji paling banyak melalui iklan di TV/media massa. Pemerintah
banyak menayangkan iklan-iklan mengenai konversi gas elpiji di TV, radio bahkan koran. Namun hal ini tidak
lah cukup, pemerintah harus lebih meningkatkan sosialisasi penyuluhan secara langsung kepada masyarakat,
hal ini terkait rumor-rumor mengenai gas elpiji yang jika dibiarkan akna meresahkan masyarakat.
HESA LC for Exellent Services
Kepercayaan Terhadap Program Konversi
Tidak Percaya Kurang Percaya
Cukup Percaya Percaya Sangat Percaya
020406080
100120140160180
1%
30,50% 30,5%33%
5%
Tingkat Kepercayaan Program KonversiJu
mla
h Re
spon
den
Gambar 2-18 Diagram Batang Kepercayaan Terhadap Program Konversi Gas Elpiji
Kepercayaan masyarakat terhadap konversi gas elpiji sangat beragam ada yang percaya, cukup percaya dan
kurang percaya.Kurang percayanya masyarakat terhadap program konversi elpiji dikarenakan masyarakat
masih kurang mengerti maksud dan tujuan pemerintah dalam melakukan program ini.Selain itu maraknya
kasus peledakan gas elpiji membuat masyarakat merasa tidak aman ketika menggunakan gas elpiji.Untuk itu
sosialisasi diikuti pembenahan dari material konversi perlu dilakukan agar mengembalikan kepercayaan
masyarakat.
Persepsi Terhadap Gas Elpiji
a. Sosialisasi
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju Ragu-Ragu Setuju Sangat Setuju0
50
100
150
200
250
300
350
0%8%
16%
65%
12%
Penyuluhan Dapat Diterima Dengan Baik
Jum
lah
Resp
onde
n
Gambar 2-19 Diagram batang persepsi terhadap penyuluhan gas elpiji
HESA LC for Exellent Services
Berdasarkan data grafik tersebut dapat diketahi bahwa materi iklan dan penyuluhan yang diberikan menurut
responden sudah dapat dimengerti, mudah diingat, informatif, mendidik dan dapat dipercaya. Halini tidak
terlepas dari usaha yang telah dilakukan untuk mensukseskan program distribusi tertutup.
b. Harga
0
50
100
150
200
250
300
350
400
1% 3% 6%
67%
23%
LPG Lebih Murah Dibanding Minyak Tanah
Jum
lah
Resp
onde
n
Gambar 2-20 Diagram Batang Persepsi Terhadap Harga Elpiji
Hampir seluruh responden setuju bahwa harga gas elpiji lebih murah dari minyak tanah.Hal ini dikarenakan gas
elpiji masih mendapatkan subsidi dari pemerintah sehingga harganya lebih terjangkau dari minyak tanah.
Selain itu didasarkan atas fakta bahwa pada penggunaan kompor gas selama seminggu secara umum, rumah
tangga akan mengunakan eliji dengan massa 3 kg (dari 3 kg massa elpiji tersebut sama dengan 5,22 liter
minyak tanah), sedangkan dari jumlah 5,22 liter tersebut, ternyata jumlah tersebut hanya dapat memenuhi
kebutuhan rumah tangga pada umumnya pula selama 5 hari. Berdasarkan asumsi tersebut maka dapat kita
ketahui bahwa penggunaan gas elpiji lebih hemat dan irit dibandingkan penggunaan minyak tanah karena
memiliki selisih 2 hari penggunaan dengan konversi massa yang sama.
HESA LC for Exellent Services
c. Kemudahan dalam mendapatkan
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju Ragu-Ragu Setuju Sangat Setuju0
50
100
150
200
250
300
350
400
0% 1%5%
69%
26%
LPG Lebih Mudah Didapat Dibanding Minyak Tanah
Jum
lah
Resp
onde
n
Gambar 2-21 Diagram batang persepsi terhadap kemudahan dalam mendapatkan elpiji
Hasil dari pelaksanaan survey yang dilakukan di lapangan dapat diketahui bahwa sebanyak 69% setuju dan 26
% sangat setuju bahwa gas elpiji lebih mudah didapatkan dari minyak tanah. Masyarakat harus mengantri
berjam-jam hanya untuk mendapatkan 1 L minyak tanah.Karena hal ini lah menjadi salah satu motivasi
masyarakat memutuskan untuk beralih menggunakan gas elpiji.
d. Ramah Lingkungan
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju Ragu-Ragu Setuju Sangat Setuju0
50
100
150
200
250
300
350
0,30% 2,50%
16,80%
61%
20%
LPG Lebih Ramah Lingkungan Di Banding Minyak Tanah
Jum
lah
Resp
onde
n
Gambar 2-22 Diagram batang persepsi emisi gas elpiji
HESA LC for Exellent Services
Lebih dari 80% responden setuju bahwa gas elpiji lebih ramah lingkungan dari minyak tanah. Dilihat dari segi
emisi (gas pembakaran) ternyata berdasarkan fakta yang ada menjelaskan bahwa gas pembakaran kompor
minyak tanah berupa asap kompor menyebabkan asap dengan tingkat polutan yang cukup tinggi dilihat dari
warna asap kompor tersebut yaitu hitam, sedangkan pada kompor yang menggunakan LPG terbukti lebih
ramah lingkungan dengan gas pembakaran yang lebih bersahabat.
e. Praktis
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju Ragu-Ragu Setuju Sangat Setuju0
50100150200250300350400
1% 1%6%
68%
25%
LPG Lebih Praktis Dari LPG
Jum
lah
Resp
onde
n
Gambar 2-23 Diagram batang persepsi terhadap cara penggunaan elpiji
68% setuju dan 25% sangat setuju bila pemakaian gas elpiji lebih praktis dari minyak tanah. Di segi
penggunaan, LPG dinilai lebih mudah dalam penggunaan dibandingkan penggunaan kompor yang
menggunakan minyak tanah dengan bukti semisal pada saat menggunakan kompor minyak tanah, perlu
menggunakan sumbu yang kemudian dibasahi dengan minyak tanah dan disulut dengan api barulah sumbu
tersebut akan menghasilkan api yang digunakan untuk dimasukan ke sumbu kompor guna meratakan sumbu
(kapilaritas) pada kompor minyak tanah. Di sisi lain ketika menggunakan kompor gas yang menggunakan LPG,
maka tidak perlu repot-repot untuk melakukan prosedur selama prosedur kompor minyak tanah. Selain hal-hal
kemudahan yang telah dijabarkan diatas, kemudahan dan kepraktisan penggunaan kompor berbasis LPG
adalah kemudahan dalam perawatannya.
HESA LC for Exellent Services
f. Keamanan
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju Ragu-Ragu Setuju Sangat Setuju0
50
100
150
200
250
0,30%
2,50%16,80%
61%
20%
Masih Merasa Takut Jika Menggunakan LPGJu
mla
h Re
spon
den
Gambar 2-24 Diagram batang persepsi terhadap keamanan elpiji
Hasilnya sebanyak 26% sangat setuju, 41% setuju, 13% ragu-ragu, 19% tidak setuju dan 1% sangat tidak setuju
bahwa mereka masih merasa takut menggunakan gas elpiji. Ketakutan masyarakat dalam menggunakan gas
elpiji terpaku pada isu bahwa elpiji atau kompor gas lebih rawan untuk meledak. Untuk masyarakat yang tidak
setuju menganggap bahwa dengan penggunaan yang benar ledakan pada gas elpiji dapat dihindari apalagi saat
ini pemerintah menetapkan bahwa tabung gas elpiji telah memenuhi standard Safety SNI 19-1452-2001
Dari kesimpulan diatas bahwa, adanya peningkatan yang signifikan terhadap penggunaan LPG, terutama LPG 3
kg. Grafik yang tinggi terhadap posisi jabatan tidak bekerja yang tinggi menunjukkan signifikansi hubungan
antara pembagian LPG 3 kg dengan masyarakat tidak mampu. Selanjutnya, walaupun dahulu masyarakat
banyak yang menolak konversi dengan berbagai alasannya, namun dengan berjalannya Waktu pada akhirnya
masyarakat dapat menerima konversi dengan baik, rasa ketakuatan menggunakan LPG masih ada, untuk itu
proses sosialisasi serta pengamanan penggunan masih harus terus dikuatkan. Kesimpulan selanjutnya adalah
adanya keterkaitan yang erat antara pola pembelian isi ulang LPG dengan tempat pembelian yaitu warung, hal
ini berhubungan dengan jarak kedekatan antara rumah serta tempat pembelian isi ulang, terdapat hubungan
yang signifikan antara jarak beli isi ulang dengan tingkat kerapatan konsumsi, dimana pengguna LPG 3 kg rata-
rata membeli isi ulang 1-2 minggu sekali.
Dampak lebih lanjut dari keputusan presiden diatas adalah tidak adanya pembatasan penggunaan LPG 3 kg
pada masyarakat.Tabung yang tadinya hanya diberikan oleh pemerintah, kini diperjual belikan dengan bebas,
akibatnya adalah biaya subsidi per tahun yang semakin meningkat.Selain itu selisih penagihan subsidi dari PT.
Pertamina kepada pemerintah juga selalu berubah dengan drastis tiap bulannya. Melihat pola pergerakan dan
perilaku pasar seperti ini, maka diprediksi pada 10 tahun mendatang, diperkirakan penghematan anggran akan
tidak tercapai sesuai landasan dasar dari adanya program konversi.
Selanjutnya melalui Peraturan Menteri ESDM nomon 26 tahun 2006, ditetapkan bahwa masyarakat yang
berhak mendapatkan dan menggunakan LPG 3 kg atau LPG yang bersubsidi adalah masyarakat yang
HESA LC for Exellent Services
berpenghasilan atau berpengeluaran tidak lebih dari 1,5 juta perbulan. Filterisasi pengguna LPG 3 kg
ditetapkan, sehingga masyarakat yang memang membutuhkan subsidilah yang berhak mendapatkan, apabila
diperhitungkan melalui standar perkapita pendapatan, maka katagori ini adalah golongan menengah kebawah.
Lebih lanjut karakteristik spesifik dari masyarakat pengguna LPG 3 Kg Jawa Tengah, akan dijelaskan pada sub
bab berikut.
2.2.5 Estimasi Demand LPG Tertentu
Melalui metode pencocokan data kitir tiap agen serta pertamina dikombinasikan dengan perhitungan
perkiraan konsumsi bulanan masyarakat terhadap LPG 3 kg yang tersurvei diatas sekaligus perhitungan
berdasarkan filterisasi Daftar Penerima Paket Perdana di 2 Kota di Jawa Tengah, maka didapatkan bahwa
perkiraan konsumsi untuk KK rata-rata perbulan adalah 3-4 tabung, sementara konsumsi Usaha Mikro 9-13
tabung perbulan diklaikan dengan DP3 terverifikasi maka didapatkan perkiraan kebutuhan konsumsi
masyarakat suatu Kota. Sekaligus melihat keseimbangan pasar, agar tidak merugikan penjual maka, data
tersebut disetarakan dengan data supply pedagang pada Kota tersebut.
Perkiraan ini dibutuhkan untuk mendapatkan nilai baku terhadap kebutuhan suatu Kota sekaligus diharapkan
dapat terhitung nilai baku subsidi suatu Kota dari pemerintah. Selain itu perkiraan ini dipelukan juga untuk
memastikan bahwa masyarakat terjamin mendapatkan isi ulang LPG, serta memastikan bahwa penjual juga
mendapat keuntungan yang baik terhadap penjualan LPG 3 kg.
Melalui mekanisme distribusi tertutup, dengan pemberlakuan penggunaan kartu serta pencatatan transaksi
baik secara elektronik maupun manual diharapkan perkiraan ini tidak melenceng jauh dari kenyataan lapangan
transaksi penjual dan pembeli.Sehingga diharapkan masing-masing pihak mendapatkan hak dan kewajiban
yang sama-sama menguntungkan.
2.2.6 Tinjauan Perilaku Masyarakat Terhadap Perkembangan Teknologi Informasi
Bila orang berbicara tentang science atau teknologi, pada umumnya tak terlalu jelas apa yang sedang
dibicarakannya, apakah:
- Kegiatannya,
- Hasil kegiatannya,
- Institusi yang menampilkan peran-peran yang menumbuhkembangkan dan memelihara science dan
teknologi, atau
- Perangkat-perangkat
Dari institusi tersebut dimana tertegakkan fungsi-fungsi yang memungkinkan tumbuh-kembangnya science dan
teknologi, dan sebagainya.Agar kekaburan (fuzziness) tersebut dapat dihindari, dalam merumuskan makna
istilah science dan teknologi, diambil titik tolak pandang bahwa baik science maupun teknologi, keduanya
HESA LC for Exellent Services
adalah pengetahuan ilmiah. Dengan titik tolak pandang tersebut, karena pengetahuan merupakan himpunan
informasi tentang hal-hal yang diketahui, maka science maupun teknologi masing-masing juga merupakan
himpunan informasi yang menjadi bagian atau sub-set dari pengetahuan ilmiah. ‘Science’ merupakan bagian
dari himpunan informasi yang termasuk dalam pengetahuan ilmiah, dan berisikan informasi yang memberikan
gambaran tentang struktur dari sistem-sistem serta penjelasan tentang pola-laku sistem-sistem
tersebut.Sistem yang dimaksud dapat berupa sistem alami, maupun sistem yang merupakan rekaan pemikiran
manusia mengenai pola laku hubungan dalam tatanan kehidupan masyarakat yang diinstitusionalisasikan. Bila
sistem yang menjadi perhatiannya merupakan sistem alami, maka disebut ilmu pengetahuan alam atau
‘natural sciences’, dan bila yang menjadi perhatian adalah sistem-sistem yang merupakan rekaan pemikiran
manusia mengenai pola laku hubungan dalam tatanan kehidupan masyarakat, maka disebut ilmu pengetahuan
sosial atau ‘social- sciences’.
Teknologi merupakan bagian dari himpunan informasi yang termasuk dalam pengetahuan ilmiah yang
berisikan informasi preskriptif mengenai penciptaan sistem-sistem dan pengoperasian sistem-sistem ciptaan
tersebut.Pengertian yang dirumuskan ini tidak membatasi bahwa sistem yang dimaksud hanyalah sistem fisik
(physical sistems). Bila dinyatakan dalam bahasa Inggris, maka rumusan tentang teknologi terdahulu dapat
dinyatakan sebagai berikut: Bila informasi yang bersifat teknologis dioperasionalisasikan (operationalized),
artinya petunjuk-petunjuk yang terkandung di dalam informasi tersebut diikuti dan dilaksanakan, terbentuklah
sistem-sistem baru hasil ciptaan orang atau masyarakat yang mengoperasikan teknologi tersebut. Orang sering
memandang sistem-sistem yang terciptakan tersebut sebagai teknologi juga, dan pandangan demikian
sebaiknya tak diikuti, karena menimbulkan kerancuan dalam pengembangan pemikiran selanjutnya.Lebih
tepat bila sistem yang tercipta itu dinyatakan sebagai fenomena teknolgis atau technological
phenomena.Teknologi yang berkorespondensi dengan suatu fenomena teknologis bukanlah yang tampak atau
dirasakan sebagai fenomena teknologis tersebut, melainkan informasi preskriptif yang memungkinkan
dilaksanakannya tindakan-tindakan hingga suatu sistem yang berupa fenomena teknologis tersebut terbentuk,
atau teroperasikan.Dari uraian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa teknologi merupakan bagian dari ilmu
pengetahuan yang terkait dengan penciptaan sistem-sistem, sedangkan ‘science’ merupakan bagian dari ilmu
pengetahuan yang terkait dengan penggambaran dan penjelasan mengenai sistem-sistem yang telah ada.
Informasi ilmiah, baik science maupun teknologi hanya dapat dikomunikasikan dan dijangkau bila diungkapkan
dalam berbagai bentuk objek. Selain itu, informasi yang bersifat preskriptif bila diikuti petunjuknya akan
menghasilkan suatu produk, baik benda yang mampu melaksanakan fungsi tertentu, atau pelayanan dan
organisasi yang melaksanakan fungsi-fungsi tertentu, menanggapi suatu kebutuhan. Proses penjelmaan
informasi, baik yang bersifat deskriptif maupun yang bersifat preskriptif, menjadi objek-objek, merupakan
proses objektifikasi informasi dan objek yang mengandung informasi merupakan medium pembawa
informasi.Hanya melalui objektifikasi informasi, dan medium pembawa informasi itulah science dan teknologi
dapat dikomunikasikan, dipelajari dan difungsikan, serta dimengerti. Dengan demikian proses objektifikasi ke
medium pembawa informasi merupakan aspek yang penting untuk difahami di dalam berteknologi. Salah satu
HESA LC for Exellent Services
hasil teknologi yang penting adalah terciptanya sistem-sistem yang memungkinkan dilakukannya proses-proses
objektifikasi informasi, baik informasi mengenai fenomena-fenomena yang ada di alam, maupun informasi
yang berupa hasil pemikiran manusia, baik scientific information maupun technological information.Hasil dari
objektifikasi informasi dapat berupa medium yang pasif, seperti uraian tertulis di buku atau video kaset.Media
semacam itu merupakan tempat dimana informasi yang terobjektifikasikan tersimpan dan dapat di-‘acces’,
serta melalui penyebaran media tersebut tersebar juga informasinya. Bentuk lain dari hasil objektifikasi
informasi adalah medium yang aktif, yaitu benda-benda atau struktur-struktur fisik lain, ataupun perangkat-
perangkat institusional, yang dibentuk dengan struktur dan pola laku yang merupakan penjelmaan dari
operasionalisasi informasi yang diobjektifikasikan. Informasi yang terobjektifikasikan di media yang aktif ini
adalah preskripsi teknologi, hasil dari kegiatan merancang dalam ilmu teknik.
Dikenal tiga kategori media aktif:
1. Yang pertama adalah media yang menghasilkan kerja mekanik, dan dapat dipandang sebagai sarana untuk
memperluas dan memperkuat kemampuan otot manusia. Sebagai contoh adalah mesin diesel, pompa,
turbin, bor, dsb.
2. Yang kedua adalah media yang dapat berfungsi sebagai pengindera (sensor) dan pentransmisi isyarat,
seperti berbagai jenis alat ukur (thermometer, manometer, voltmeter) dan berbagai jenis sarana transmisi
atau penerima isyarat, seperti kabel telpon, optical fiber, antena radar, dsb.
3. Yang ketiga adalah media yang mempunyai fungsi-fungsi yang dapat dipandang sebagai peniru fungsi otak
manusia, walaupun jauh lebih sederhana. Contoh yang kini sangat terkenal adalah komputer (digital
electronic computer), controller dalam sistem instrumentasi, hand calculator, dan sebagainya.
Media yang mempunyai fungsi-fungsi yang dapat dipandang sebagai peniru fungsi otak manusia tersebut pada
dasarnya diperlengkapi dengan kemampuan yang dapat melaksanakan operasi-operasi: membandingkan,
menjumlahkan, atau mengurangkan, serta memutuskan (to decide) dengan pola yang sesuai dengan preskripsi
yang terobjektifikasikan ke media tersebut, mengikuti kriteria yang terprogram pada media yang
bersangkutan. Keunggulan sistem semacam ini, yang membuatnya seolah-olah mempunyai kemampuan
berpikir, adalah karena tersedianya sarana penyimpan informasi yang dapat dibaca setiap saat. Bila ke dalam
saran penyimpan informasi tersebut diisikan program yang berupa instruksiinstruksi logis (logical instructions),
maka pembacaan dan pengoperasian instruksi-instruksi tersebut akan menyebabkan terjadinya proses-proses
yang tampak sebagai proses-proses berpikir. Dalam kenyataan, sistem-sistem hasil rekaan dari aktifitas
teknologi dapat mengandung salah satu atau kombinasi dari ketiga jenis media tersebut. Cara lain dalam
mengkategorikan media pembawa teknologi, sebagaimana dikemukakan oleh Asia-Pacific Center for
Technology Transfer (APCTT), adalah atas dasar bentuk medianya:
1. Barang fungsional (bahan, mesin, dan peralatan);
2. Dokumen atau medium penyimpan lainnya (buku, disket, gambar teknik, CD room, dsb);
HESA LC for Exellent Services
3. Orang (yang ahli), atau
4. Organisasi.
Masing-masing secara berturutan disebut: technoware, infoware, humanware, dan orgaware. Pembahasan
tentang ‘science’dan teknologi juga sangat berhubungan dengan keterkaitannya dengan budaya atau
kemasyarakatan. Untuk tujuan tersebut terlebih dahulu akan dikemukakan suatu cara pandang tentang apa
yang dimaksud dengan budaya. Cara pandang yang digunakan dalam pembahasan ini adalah bahwa, budaya
suatu masyarakat merupakan himpunan informasi yang menjadi milik semua anggota masyarakat yang
menganut budaya tersebut, dan menjadi rujukan di dalam segala tindakan dan pola laku anggota
masyarakatnya, dan karenanya merupakan himpunan informasi yang keterjangkauannya merata bagi semua
anggota masyarakat tersebut. Ilmu atau pengetahuan merupakan himpunan informasi yang terbentuk dalam
upaya manusia untuk mengetahui alam lingkungan dan tatanan kehidupannya, maupun di dalam upaya untuk
menciptakan sistem-sistem yang dibutuhkannya.Bagian dari himpunan informasi tentang ilmu atau
pengetahuan yang bersifat deskriptif, yaitu memberikan gambaran dan penjelasan tentang sistem-sistem yang
ada, baik sistem-sistem fisik alamiah maupun sistem-sistem sosial, dikategorikan sebagai ‘science’.Bila arah
perhatian tertuju kepada sistem fisik alamiah maka disebut natural sciences dan bila arah perhatian tertuju
kepada sistem sosial disebut social sciences. Bagian dari himpunan informasi tentang ilmu atau pengetahuan
yang bersifat preskriptif, yaitu memberikan petunjuk atau resep tentang bagaimana membentuk, atau
menciptakan, ataupun tentang bagaimana cara mengoperasikan suatu sistem, disebut teknologi.
Telah dikemukakan terdahulu bahwa ilmu atau pengetahuan yang tergolong sebagai science terkait erat
dengan upaya untuk memahami struktur fenomena yang dijumpai dalam kehidupan.Upaya semacam itu
tentunya dilakukan oleh sesuatu masyarakat bila di dalam tatanan nilai budayanya upaya untuk memahami
struktur fenomena yang dijumpai dalam kehidupan dipandang penting dan karenanya merupakan upaya yang
berharga ataupun dihargai. Di dalam proses untuk memahami sesuatu fenomena, serentetan pertanyaan
dimunculkan, dan jawaban-jawaban disusun. Setiap jawaban ditelaah, dan karenanya diuji kebenaran dan
keabsahannya; artinya dipertanyakan terlebih dahulu kebenaran dan keabsahannya sebelum diakui sebagai
jawaban yang tepat. Proses memahami yang digambarkan tersebut menuntut adanya tata-nilai yang
menghargai keterbukaan dalam merumuskan pendapat dan mempertanyakan atau menguji keabsahan suatu
pendapat. Suatu masyarakat yang menganut tata-nilai budaya semacam itu berpotensi untuk memperkaya
khazanah informasi budayanya dengan informasi yang mempertajam dan memperdalam tingkat pemahaman
masyarakatnya akan fenomena-fenomena yang dijumpai dalam kehidupannya. Dengan pernyataan lain,
masyarakat dengan tata-nilai budaya yang digambarkan tersebut mampu menyuburkan pertumbuhan
pengetahuan ilmiah. Uraian tersebut menunjukkan adanya kaitan yang kuat antara tata-nilai budaya suatu
masyarakat dengan kemampuannya di dalam mengembangkan pengetahuan ilmiah. Bila dalam budaya
masyarakat dijumpai informasi yang mengarahkan masyarakat tersebut untuk lebih intensif di dalam
mengupayakan kejelasan fenomena-fenomena yang dilihat atau dialami atau dirasakan, maka intensitas upaya
semacam itu di dalam kehidupan masyarakat tersebut akan tinggi, dan budayanya akan diperkaya dengan
HESA LC for Exellent Services
informasi ilmiah, dan hal ini akan terungkapkan pada pola laku masyarakatnya. Bila intensitas pengupayaan
untuk menghasilkan penjelasan dari fenomena-fenomena yang dijumpai makin tinggi, maka masyarakat
tersebut makin tinggi tingkat budaya ilmiahnya. Dengan perkataan lain, kadar informasi ilmiah di dalam
himpunan informasi yang menjadi budayanya makin tinggi. Makin kaya khazanah informasi ilmiah dalam suatu
masyarakat, makin banyak fenomena yang difahami dan makin mendalam pemahaman masyarakat tersebut
akan struktur dan kelakuan dari gejala-gejala yang dijumpainya dalam kehidupan, baik gejala alam maupun
gejala sosial.
Upaya-upaya teknologis, yaitu upaya-upaya untuk menciptakan sistem-sistem, memerlukan pemahaman akan
sistem-sistem yang telah ada, karena sistem ciptaan orang (anggota masyarakat) hanya dapat dibentuk dengan
mengubah atau mensintesa struktur sistem-sistem yang telah ada. Oleh karena itu, hasil dari upaya-upaya
ilmiah sangat penting di dalam menyediakan basis informasi bagi upaya-upaya teknologis.Uraian diatas
menunjukkan bahwa tingkat kemampuan teknologis suatu masyarakat sangat kuat dipengaruhi oleh intensitas
upaya ilmiah yang dilakukan oleh masyarakat tersebut, yang pada gilirannya kuat dipengaruhi oleh tata-nilai
budaya yang dianut.Akan tetapi perlu dicatat bahwa, suatu masyarakat dengan budaya ilmiah yang tinggi
belum tentu tinggi kemampuannya dalam berteknologi. Hanya bila di dalam budayanya terkandung juga
informasi yang mengarahkan masyarakatnya untuk lebih intensif di dalam mengupayakan kegunaan
pengetahuannya untuk menghasilkan informasi preskriptif guna penciptaan sistem-sistem, maka kadar budaya
teknologi masyarakat tersebut meningkat dan berkembang. Penciptaan sistem-sistem melalui upaya-upaya
teknologis dapat menghasilkan sistem-sistem yang memperbaiki tata kehidupan masyarakat, tetapi dapat pula
menciptakan sistem-sistem yang justru mengganggu, bahkan menghancurkan tatakehidupan.Gangguan yang
diakibatkan dari pemfungsian sistem-sistem ciptaan tersebut ada yang langsung teramati atau terasakan, dan
ada pula yang lambat teramati atau disadari. Dan pada dasarnya, setiap sistem yang tercipta sebagai hasil
upaya teknologis, selalu mengandung dua hal, yaitu disatu sisi menyelesaikan persoalan di dalam memenuhi
bekutuhan orang ataupun masyarakat, tetapi di sisi lain mengandung bibit-bibit persoalan baru.
Persoalan yang terkandung di tiap upaya penyelesaian persoalan tersebut dapat segera terasakan, atau
muncul dan teramati atau terasakan setelah suatu tenggang waktu tertenyu. Iskandar Alisjahbana(1)
menyatakan hal itu sebagai sifat dialektik dari teknologi. Sifat dialektik dari teknologi tersebut menuntut
adanya tata-nilai budaya masyarakat yang mampu mengelola pelaksanaan upaya-upaya teknologis masyarakat
tersebut, sehingga dapat mencegah kehancurannya sebagai akibat dari ciptaannya sendiri. Keberhasilan suatu
masyarakat di dalam berteknologi, karenanya, memerlukan adanya unsur kekuatan penyeimbang di dalam
budaya masyarakatnya yang oleh Hommes(2) diistilahkan sebagai countervailing power. Hal ini berarti bahwa
keterbukaan terhadap pengujian dan penilaian dari segenap anggota masyarakat merupakan unsur tata-nilai
yang penting bagi keberhasilan masyarakat tersebut di dalam berteknologi, karena dengan demikian akan
terlindung dari munculnya upaya-upaya teknologis ataupun dilaksanakannya aktivitas teknologis yang
memberikan akibat-akibat yang merugikan.
HESA LC for Exellent Services
Masyarakat dengan tata-nilai budaya yang tak mampu mengendalikan tumbuhnya institusi-institusi yang
otoriter, yaitu institusi-institusi yang tidak tanggap kepada isyarat isyarat yang datang dari sekitarnya, tak akan
mampu mengelola upaya teknologis yang membawa kepada kesejahteraan. Uraian yang disampaikan diatas
kiranya telah memperjelas pola keterkaitan antara ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya.Untuk
mempermudah di dalam memperoleh gambaran yang menyeluruh dari uraian diatas, pada gambar dibawah
ini disajikan visualisasi dari pola keterkaitan khazanah informasi budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Gambar 2-25 Pola keterkaitan khazanah informasi budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sumber: The Social Construction of Technological Sistems
Pada gambar ditunjukkan juga unsur-unsur lain yang penting dalam kaitan dengan proses pembentukan,
perubahan dan pengkayaan informasi budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Unsur-unsur tersebut
mencakup aktivitas penelitian, pengembangan teknologi, dan pemfungsian informasi teknologi di
industri.sebagai hasil dari aktivitas yang disebutkan diatas, terjadi:
- Pengkayaan khazanah informasi budaya dan IPTEK masyarakat yang bersangkutan;
- Pertumbuhan industri, peningkatan pendapatan; serta
- Pembentukan sumberdaya pendukung terlaksananya aktivitas ‘science’ dan teknologi (S&T).
Apakah perubahan-perubahan tersebut membawa kepada perbaikan ataukah sebaliknya tergantung dari
pengelolaan dan pelaksanaan dari aktivitas-aktivitasnya.Yang terakhir ini ditentukan oleh pola keputusan di
dalam sistem sosial, politik dan ekonomi yang dibentuk dan dianut masyarakatnya. Teknologi baru ini memiliki
implikasi untuk segala aspek dari masyarakat dan ekonomi kita, teknologi mengubah cara kita melakukan
bisnis, bagaimana kita belajar, bagaimana kita menggunakan waktu luang kita. Ini juga berarti tantangan yang
penting bagi pemerintah:
HESA LC for Exellent Services
- Hukum perlu diperbaharui dalam hal untuk mendukung transaksi elektronik.
- Masyarakat kita perlu untuk dididik mengenai teknologi yang baru
- Pelayanan pemerintah harus tersedia secara elektronik.
Perkembangan peradaban manusia terasa begitu cepatnya, kita tentunya mengenal masyarakat primitif, pada
era itu seseorang untuk mendapatkan suatu barang harus ditukar dengan barang lagi (barter), kemudian
meningkat ke masyarakat agraris, kemudian masyarakat industri. Dari masyarakat indusri loncat ke masyarakat
informasi (era informasi). Mengapa dikatakan loncat ke masyarakat informasi karena kita baru memulai
melangkah ke masyarakat industri-modern, era informasi sudah datang. Dalam kaitan dengan yang terakhir ini,
Hommes(2) mengemukakan bahwa, informasi IPTEK yang bersumber dari sesuatu masyarakat lain tak dapat
lepas dari landasan budaya masyarakat yang membentuk informasi tersebut. Karenanya di tiap informasi IPTEK
selalu terkandung isyarat-isyarat budaya masyarakat asalnya. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa, karena
perbedaan-perbedaan tata-nilai budaya dari masyarakat pengguna dan masyarakat asal teknologinya, isyarat
tersebut dapat diartikan lain oleh masyarakat penerimanya. Akibat dari itu, cara pengoperasian teknologi di
sesuatu masyarakat yang bukan merupakan masyarakat pencipta teknologinya, tidak sepenuhnya bersesuaian
dengan cara pengoperasiannya di lingkungan masyarakat asal teknologi tersebut. Fenomena yang belum
difahami laju aktivitas penelitian tingkat ketersediaan informasi IP laju aktivitas penelitian tingkat ketersediaan
Info-Tek sebelumnya tingkat ketersediaan informasi teknologi info IPTEK dari masyarakat lain ke tingkat
kemampuan sumberdaya IPTEK tingkat alokasi sumberdaya untuk IPTEK tingkat kecenderungan tentang
keinginan untuk memahami dan menciptakan sistem TATA NILAI BUDAYA laju pemfungsian Info-Tek di
industry tingkat produktivitas sebelumnya tingkat ketersediaan sumberdaya ekonomi di masyarakat tingkat
produktivitas industri, tingkat pendapatan pola keputusan politik dan ekonomi dalam pengalokasian
sumberdaya informasi budaya dari masyarakat lain.
Pada umumnya, penyerapan teknologi dari negara maju oleh negara berkembang yang berbeda tata-nilai
budayanya mengakibatkan terjadinya degradasi kinerja (performance) dari teknologinya, atau meningkatkan
risiko terjadinya gangguan-gangguan tata lingkungan dan tata-kehidupan akibat pengabaian cara-cara tertentu
yang menjadi syarat pengoperasian teknologi tersebut dengan benar.Selain daripada itu, bila dihadapi
persoalan di dalam pengoperasian teknologinya, dalam berbagai hal penyelesaiannya memerlukan dukungan
jasa teknis dengan kemampuan yang diluar jangkauan kemampuan masyarakat penerima/pengguna teknologi
tersebut.Keadaan semacam itu dapat menimbulkan ketergantungan yang terlalu tinggi kepada masyarakat asal
dikembangkannya teknologi yang bersangkutan. Hal-hal yang dikemukakan tersebut sering berdampak
merugikan bagi masyarakat penerima teknologi, antara lain timbulnya kelemahan daya saing dalam memasuki
pasaran internasional, berkaitan dengan biaya-biaya yang terkait dengan persoalanpersoalan yang
dikemukakan terdahulu. Berkaitan dengan yang dikemukakan diatas, bila kadar teknologi yang dihasilkan
sendiri oleh masyarakat penggunanya lebih tinggi, dalam banyak hal industri yang memfungsikan teknologinya
mempunyai kinerja yang lebih baik dan tingkat keandalannya lebih tinggi. Perlu dicatat bahwa hal ini benar
kalau proses pengembangan teknologinya tidak melanggar kaidah-kaidah berteknologi. Perlu dicatat bahwa
HESA LC for Exellent Services
hal ini tidak berarti bahwa suatu masyarakat perlu menutup diri dari masukan-masukan teknologi dri
masyarakat lain. Beberapa kesimpulan dapat ditarik dari uraian dan pembahasan yang telah diberikan diatas,
yang dapat dijadikan landasan di dalam menelaah masalah-masalah penting di dalam memfungsikan teknologi,
menggariskan upaya industrialisasi, dan di dalam upaya merumuskan pilihan alur pendekatan di dalam
melaksanakan industrialisasi:
1. Suatu masyarakat mampu melaksanakan industrialisasi hanya bila masyarakat tersebut mampu memilih
dan mengoperasikan teknologi secara tepat, di dalam sistem-sistem produksi yang dimiliki dan
dikembangkannya. Yang dimaksud dengan tepat adalah bahwa teknologinya bersesuaian dengan
kepentingannya dan kemampuan yang dimiliki masyarakatnya untuk menggunakan dan memelihara
teknologi tersebut.
2. Makin tinggi kadar teknologi yang dibentuk sendiri di dalam himpunan teknologi yang difungsikan di
sistem industrinya, makin baik kinerja pengoperasian sistem industrinya, dan makin leluasa masyarakat
tersebut di dalam mempolakan dan mengarahkan perkembangan sistem teknologi dan industrinya, yang
berarti makin memiliki kemerdekaan di dalam berteknologi dan berindustri, dan hal-hal lain yang terkait
dengan hal itu;
3. Pengalihan dan penggunaan teknologi yang berasal dari masyarakat lain harus dilakukan dengan
persiapan yang seksama, agar isyarat-isyarat yang terkandung di dalam teknologi yang dialihkan
sesempurna mungkin difahami, sehingga terhindar terjadinya degradasi kinerja dan risiko pengoperasian
yang besar, serta meminimumkan ketergantungan teknologis; kesemuanya dapat berakibat meningkatnya
biaya-biaya dalam pengoperasiannya dan menurunkan daya saing produk teknologis yang dihasilkan, serta
hal-hal lain yang merugikan;
4. Kemampuan suatu masyarakat di dalam membentuk teknologi berbanding langsung dengan kemampuan
masyarakat tersebut di dalam menghasilkan informasi ilmiah dan di dalam mengupayakan kegunaan
informasi ilmiah.
5. Tata-nilai budaya suatu masyarakat merupakan landasan penentu kemampuan masyarakat dalam berilmu
pengetahuan dan berteknologi; ciriciri penting tata nilai budaya masyarakat yang mendukung kesuburan
pengembangan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah:
a. Menyenangi dan menghargai upaya untuk memperoleh kejelasanakan fenomena-fenomena yang
dijumpai dalam kehidupannya;
b. Menyenangi dan menghargai upaya-upaya memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki untuk
membentuk sistem-sistem baru;
c. Memiliki patokan-patokan yang mampu membedakan dan memilih upaya-upaya ilmiah dan
teknologis yang membawa kepada terwujudnya tata kehidupan yang lebih baik;
d. Memiliki patokan-patokan yang memungkinkan terwujudnya hubungan sosial yang lebih terbuka,
serta mengendalikan pertumbuhan dari institusi-institusi yang tidak mempunyai daya tanggap
terhadap isyarat-isyarat lingkungannya.
HESA LC for Exellent Services
Dalam hal ini, implemetasi distribusi tertutup, dimana masyarakat “tingkat menengah bawah” diberikan kartu
kendali serta harus mengesekkanya pada alat EDC ketika membeli LPG, masyarakat tidak saja dihadapkan
kepada pengadaptasian teknologi baru, namun diperlukan seperangakat kebijakan lain yang bukan berupa
perangkat nyata untuk “memaksa” teknologi tersebut benar-benar dapat digunakan dengan pola keberadaan
budaya setempat.
2.2.7 Tinjauan Perilaku Masyarakat Terhadap Peraturan Pemerintah
Munculnya konsep negara yang dilandaskan atas dasar azas demokrasi memunculkan landasan bahwa segala
peraturan merupakan aspirasi dari seluruh rakyat, dengan demikian parlemen adalah perwakilan masyarakat
sebagai penentu kebijakan yang berupa peraturan, undang-undang, dll.Peraturan sendiri merupakan bagian
aspirasi rakyat yang dinamakan kebijakan publik. Dalam memahami secara jelas apa yang dimaksud dengan
implementasi kebijakan publik, terlebih dahulu perlu mengetahui maksud yang terkandung didalamnya. Ada
dua konsep utama yang harus dimengerti secara benar.Pertama, adalah konsep tentang implementasi dan
kedua, adalah konsep tentang kebijakan publik. Namun, untuk memudahkan dalam memahami dua konsep
besar itu (implementasi dan kebijakan publik) maka pembahasan konseptual tersebut akan dimulaidengan
kebijakan publik, implementasi kebijakan dan kemudian baru kedua konsep itu dipahami secara utuh.
Beberapa pendapat seperti dikemukakan oleh Harol D. Hasswell dan Abraham Kaplan (2001: 15) memberikan
arti bahwa kebijakan sebagai ”suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai, dan praktek yang terarah”. Carl J.
Friedrick (2000: 20) mendefinisikan bahwa kebijakan adalah serangkaian tindakan yang di usulkan seseorang,
kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukan hambatan-hambatan dan
kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan
tertentu. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah sesuatu
yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mencapai tujuan tertentu dengan
mengetahui hambatan-hambatanya dan kebijakan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk program-
program, peraturan perundang-undangan, atau tindakan-tindakan pemerintah lainya.Kebijakan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah adalah untuk dilaksanakan agar tujuan tersebut dapat dicapai. Implementasi
kebijakan menurut Kamus Webster berarti suatu proses melaksanakan kebijakan (biasanya dalam bentuk
undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, dan dekrit presiden). Implementasi kebijakan itu
sendiri harus menyediakan sarana untuk melaksanakanya sehingga dapat menimbulkan dampak atau akibat
terhadap sesuatu.
Menurut Lester James P. (1987:19) implementasi kebijakan publik dapat dikonseptualisasi sebagai suatu
proses suatu hasil (out put) dan sebagai suatu akibat (out comes) sebagai proses atau suatu rangkaian
keputusan atributif awal dari legislatif pusat kedalam suatu akibat. Dengan demikian, ciri esensial dari proses
implementasi adalah performance yang tepat waktu dan memuaskan. Sebagai hasil, implementasi menyangkut
tingkatan seberapa jauh tujuan yang telah diprogramkan itu benar-benar memuaskan dan sebagai akibat,
implementasi mengandung implikasi adanya beberapa perubahan yang dapat di ukur dalam masalah besar
yang menjadi sasaran program atau kebijakan. Lebih tegas dikatakan oleh A. Mazmanian dan Paula A. Sabatier
HESA LC for Exellent Services
(Wahab 1997: 21) implementasi kebijakan adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu
program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Fokus implementasi kebijakan adalah kejadian-kejadian atau
kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disyahkan pedoman-pedoman kebijaksanaan negara yang mencakup
baik usaha-usaha untuk mengadministrasikanya maupun untuk menimbulkan akibat atau dampak nyata pada
masyarakat. Dengan demikian, berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses
implementasi kebijakan sesungguhnya tidak hanya hanya menyangkut badan-badan administratif yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan program, tapi juga menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik,
ekonomi, dan sosial yang langsung atau tidak langsung mempengaruhi prilaku dari semua pihak yang terlibat
dan pada akhirnya dapat berpengaruh pada dampak, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.
Adapun teori implementasi menurut Van Meter dan Van Horn (1994) menyatakan bahwa perbedaan-
perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan.
Selanjutnya teori ini juga menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untk menghubungkan antara isu
kebijakan dengan implementasi dan suatu model konseptual yang mempertalikan kebijaksanaan dengan
prestasi kerja (performance).Kedua ahli ini menegaskan pula pendirianya bahwa perubahan, kontrol, dan
kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting dalam prosedur-prosedur implementasi.Dengan
memanfaatkan konsep-konsep tersebut maka permasalahan yang perlu dikaji dalam hubungan ini ialah
hambatan-hambatan apakah yang terjadi dalam mengenalkan perubahan dalam organisasi.Seberapa
pentingkah rasa keterikatan masing-masing orang dalam organisasi. Oleh karena itu, kedua ahli ini membuat
tipologi kebijakan menurut jumlah masing-masing perubahan yang akan dihasilkan dalam jangkauan atau
lingkup kesepakatan terhadap tujuan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam proses implementasi.
Selanjutnya hubungan antara kebijakan dan prestasi kerja dipisahkan oleh sejumlah variabel bebas yang saling
berkaitan, yaitu :
- standar dan sasaran kebijaksanaan ;
- sumber daya ;
- Karakteristik agen pelaksana;
- hubungan antar organisasi;
- kondisi sosial , politik dan ekonomi.
Berikut penjelasan dibawah ini:
1. Standar dan Sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat di
realisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah
menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.
2. Sumber daya. Implementasi kebijakan perlu didukung dengan sumber daya, baik sumber daya manusia
(human resources) maupun sumber daya non- manusia (non human resources) Dalam berbagai kasus
program pemerintah, seperti Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk kelompok miskin di pedesaan kurang
berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksana.
HESA LC for Exellent Services
3. Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud dengan karakteristik agen pelaksana adalah mencakup
struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu
akan mempengaruhi implementasi suatu program.
4. Hubungan / komunikasi antar organisasi. Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu
dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar
instansi bagi keberhasilan suatu program.
5. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan
memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau
menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung
implementasi kebijakan.
6. Disposisi implementor. Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni :
a. respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauanya untuk melaksanakan
kebijakan ;
b. kognisi, yakni pemahamanya terhadap kebijakan ; dan
2. intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
Gambar 2-26 Model implementasi kebijakan menurut Van Meter Van horn
Sumber : Van Meter dan Van Horn 1994
Menurut Grindle (dalam Wibawa, 1994:22) implementasi kebijakan pada dasarnya ditentukan oleh isi
kebijakan dan konteks kebijakan atau dalam studi implementasi akan melihat adanya dimensi atas suatu
organisasi, yaitu tujuan, pelaksanaan tugas dan kaitan organisasi tersebut dengan lingkungan. Adapun yang
menjadi ide dasar dari pemikiran tersebut adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan menjadi program
aksi maupun proyek individual dan biaya telah disediakan, maka implementasi kebijakan dilakukan.Akan
tetapi, hal ini tidak lah selalu berjalan mulus, tergantung implementability dari program itu yang dapat dilihat
pada isi dan konteks kebijakanya. Ukuran dan tujuan kebijakan sumberdaya komunikasi antar organisasi dan
kegiatan pelaksana Karakteristik badan pelaksana Disposisi pelaksana Kinerja Implementasi Lingkungan
HESA LC for Exellent Services
ekonomi, sosial, dan politik keberhasilan implementasi menurut Grindle di pengaruhi oleh dua variabel besar ,
yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation), lebih jauh
dijelaskan dalam dibawah ini:
Variabel isi kebijakan ini mencakup :
1. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target grup termuat dalam isi kebijakan;
2. Jenis manfaat yang diterima oleh target grup ;
3. Sejauh mana perubahan yang di inginkan dari sebuah kebijakan. Suatu program yang bertujuan mengubah
sikap dan prilaku kelompok sasaran relatif lebih sulit dimplementasikan daripada sekedar program yang
memberikan bantuan kredit atau bantuan beras kepada kelompok masyarakat miskin
4. Apakah letak sebuah program sudah tepat;
5. Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci ; dan
6. Apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadai.
Sedangkan Variabel lingkungan kebijakan mencakup :
1. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam
implementasi kebijakan;
2. Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa;
3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
Lebih jauh dijelasan pada diagram berikut:
Gambar 2-27 Model implementasi kebijakan menurut Grindel
Sumber : Grindle, Merilles ( Wibawa 1994.)
Tujuan yang dicapai dari implementasi kebijakan adalah:
HESA LC for Exellent Services
Isi Kebijakan
- Kepentingan kelompok sasaran
- Tipe manfaat.
- Derajat perubahan yang di inginkan.
- Letak pengembalian keputusan.
- Pelaksanaan program
- Sumberdaya
Hasil Kebijakan
- Dampak pada masyarakat, individu dan kelompok.
- Perubahan & Penyesuaian
Menurut Paula A. Sabatier dan Daniel Mazmanian (dalam Wahab, 1997:81) bahwa analisis implementasi
kebijakan negara adalah melakukan identifikasi variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan dari seluruh
proses implementasi. Variabel yang dimaksud telah dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :
1. Kemudahan implementasi akan ditentukan oleh mudah tidaknya masalah yang akan digarap dan
dikendalikan.
2. Kemampuan kebijaksanaan untuk menstrukturkan proses Implementasi.
3. Variabel di luar kebijaksanaan yang mempengaruhi proses Implementasi.
Program aksi dan proyek individu yg didesain Program yg dilaksanakan sesuai rencana Mengukur keberhasilan.
Gambar 2-28 Model implementasi kebijakan menurut Mazmania, Daniel A dan Sabatier, Paul A
HESA LC for Exellent Services
Sumber : Mazmanian, Daniel A dan Sabatier ( Wahab, Solichin Abdul.1997 )
Mudah/Tidaknya masalah dikendalikan oleh
- Kualitas teknis
- Keragaman prilaku kelompok sasaran
- Prosentase kelompok sasaran disbanding jumlah populasi.
- Ruang lingkup perubahan perilaku yang di inginkan.
Kemampuan Kebijaksanaan untuk menstrukturkan proses Implementasi
- Kejelasan dan konsistensi tujuan.
- Digunakanya teori kausal yang memadai.
- Ketepatan alokasi sumber daya.
- Keterpaduan hierarki dalam dan di antara lembaga pelaksana.
- Aturan-aturan keputusan dari badan pelaksana.
- Rekruitmen pejabat pelaksana
- Akses formal pihak luar.
Variabel diluar Kebijaksanaan yg mempengaruhi proses Implementasi
- Kondisi sosial ekonomi & teknologi.
- Dukungan publik
- Sikap dan sumber-sumber yg dimiliki kelompok pemilih.
- Dukungan dari pejabat atasan.
- Komitmen dan keterampilan kepemimpinan pejabat-pejabat pelaksana.
Tahap-tahap dalam proses Implementasi (variabel tergantung) Output kebijakan Kepatuhan Dampak nyata
dampak output perbaikan dari badan-badan kelompok sasaran output kebijakan mendasar Pelaksana terhadap
output kebijakan sebagaimana dalam UU Kebijakan dipersepsi.
Kebijakan mengenai konversi serta rangkaian akhirnya yaitu distribusi tertutup ingin benar-benar
terimplementasi maka harus memperhatikan variabel-variabel diatas dengan baik.Agar implementasi ini dapat
berjalan dengan mulus tanpa hambatan.
2.2.8 Tinjauan Kepedulian Masyarakat Terhadap Energi yang Bersih (LPG Vs Minyak Tanah)
Elpiji merupakan energi yang bersih, ramah lingkungan dan dapat memicu peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sebagaimana yang disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla bahwa program konversi minyak tanah ke elpiji
akan sangat menguntungkan semua pihak, baik pemerintah, masyarakat maupun pengusaha. Dengan konversi
ini akan ada penghematan senilai Rp. 20.000,00,- hingga Rp. 25.000.00,- per bulan per Kepala Keluarga (KK),
HESA LC for Exellent Services
yang didapatkan dari hitungan jika menggunakan minyak tanah satu liter setara dengan 0,4 kg LPG. Wapres
memperhitungkan, jika penggunaan minyak tanah sebanyak 20 liter per bulan per KK, maka akan setara
dengan 2,5 tabung. Selanjutnya Wakil Presiden mengatakan tidak ada lagi negara di dunia yang menggunakan
minyak tanah untuk keperluan rumah tangga (Antara, 13/8/07).Selain itu dengan adanya konversi melalui
energi bersih LPG ini mampu mengurangi penyalahgunaan minyak tanah bersubsidi karena LPG lebih aman
dari penyalahgunaan. Pengalihan ini akan memberikan manfaat kepada:
1. Masyarakat, karena masyarakat akan mendapat bahan bakar yang praktis, bersih dan efisien tanpa perlu
biaya investasi.
2. Pemerintah, karena beban subsidi secara relatif akan berkurang
Persepsi masyarakat tentang energi bersih yang mahal, merepotkan serta memerlukan ekstra kerja untuk
mendapatkannya. Untuk memahami bagaimana persepsi tersebut terbentuk maka akan dijelaskan lebih lanjut.
Persepsi pada hakekatnya merupakan proses kognifif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami
informasi tentang lingkunganya, baik lewat penglihatan, pendengaran, perasaan, dan penghayatan (Walgito,
1994:8). Tak jauh dari pengertian tersebut , Young (1995: 59) memberikan pengertian bahwa persepsi
berkenaan dengan aktifitas panca indera, penafsiran, dan pemahaman objek, baik fisik maupun sosial.
Demikian pula menurut Sudarmo dan Sudarto, (2001:16), bahwa persepsi merupakan suatu proses
memperhatikan dan menyeleksi, mengorganisasikan dan menafsirkan stimulus. Berdasarkan pengertian diatas
persepsi adalah proses mengetahui dan memahami dengan alat indera. Dalam persepsi terdapat tiga
komponen utama, yaitu :
1. Seleksi terhadap stimulus yang datang dari luar;
2. Interpretasi, yaitu proses pengorganisasian informasi;
3. Reaksi, bentuk tingkah laku akibat interpretasi.
Persepsi dipengaruhi oleh kerja sama faktor luar (stimulus) dan faktor dalam (personal). Faktor luar meliputi
hal-hal yang berasal dari luar individu, seperti pendidikan, pengalaman, lingkungan sosial, dan lain-lain.Faktor
dalam adalah semua yang berasal dari dalam individu, seperti cipta, rasa, karsa, dan keyakinan.Oleh karena itu,
sesuai pendapat Soedarmo (1996:7) bahwa persepsi dapat berubah karena pengaruh pengalaman, teman,
lingkungan, dan sebagainya.Demikian pula menurut Tjiptono dan Anastasia (2000:16) bahwa persepsi
merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan yang memiliki harapan.
Dari beberapa pengertian mengenai persepsi tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam mempersepsi individu
mula-mula akan mengadakan pengamatan, kemudian mengadakan seleksi dari apa yang diamati. Setelah itu,
baru mengadakan penafsiran dan kemudian baru bereaksi dalam bentuk tingkah laku. Dalam menyadari reaksi
itu, seseorang akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terdapat dalam dirinya dan juga yang ada di luar
dirinya. Faktor luar tersebut di antaranya lingkungan masyarakat di sekitarnya. Persepsi energi bersih tentu
akan mempengaruhi aspirasi. Artinya, kemampuan orang dalam melihat pentingnya energi yang bersih akan
HESA LC for Exellent Services
berpengaruh pada harapan dan tujuan untuk keberhasilan pada masa yang akan datang. Yang dimaksud
aspirasi disini adalah keinginan, harapan, dari masyarakat terhadap energi bersih.
Dalam mempersepsi sesuatu pada masyarakat, tidak lepas dari budaya masyarakat setempat. Energi bersih
yang telah di persepsikan diawal sebagai energi yang mahal dan sulit dijangkau, membangun persepsi
masyarakat tentang proses konversi LPG ini. Ketika kebijakan konversi ini diluncurkan, ketakutan dari
mayarakat tentang harga yang mahal, keribetan pemakaian peralatan serta ketakutan-ketakukan lain muncul
sebagai salah satu hamabatan dalam proses konversi. Tidak banyak masyarakat, pemimpin daerah serta
pemangku kepentingan lain yang menolak adanya konversi. Akibat persepsi tersebut. Demikian pula ketika
proses distribusi tertutup ini digulirkan, persepsi masyarakat tentang pembatasan pembelian, keruwetan cara
pembelian serta lokasi pembelian yang telah ditentukan membuat sedikit banyak proses impelemetasi ini
sedikit terhambat.
Salah satu akar budaya indonesia, yaitu budaya kerajaan serta keningratan, sebagai salah satu akar persepsi
yang cukup menyulitkan untuk mengajak masyarakat menengah bawah kepada energi bersih. Anggapan
bahwa masyarakat yang pantas menggunakan energi bersih adalah kalangan menegah atas serta kalangan
ningrat saja serta tidak pantas bagi kalangan menengah bawah, membuat proses pelaksanaan energi bersih ini
cukup mengalami kesulitan ketika ingin melaksanakan sosialisasi serta edukasi mengenai penggunaan energi
bersih.
Persepsi masyarakat melihat keberhasilan atau kegagalan yang dialami sebelumnya, baik yang dialami oleh
dirinya sendiri maupun dialami oleh orang lain akhirnya dijadikan cermin pengalaman bagi dirinya.
Pengalaman seseorang yang dirasakan sebagai kesuksesan akan meningkatkan aspirasinya dan disinilah
individu akan memiliki persepsi bahwa energi bersih memiliki manfaat yang penting. Namun, jika pengalaman
seseorang yang dirasa sebagai kegagalan aspirasinya akan turun drastis, bahkan individu akan memiliki
persepsi bahwa energi bersih tak begitu bermanfaat. Persepsi individu terhadap energi bersih dapat diamati
dari cara individu itu menilai arti penting energi bersih dan dapat pula dilihat dari cara memahami nilai
fungsional energi bersih bagi kehidupan. Persepsi individu terhadap fungsi energi bersih ialah anggapan atau
pendapat individu sebagai pengamatan sehari-hari tentang energi bersih. Persepsi individu terhadap energi
bersih anak merupakan suatu konsep pikir mengenai makna dan arti penting proses energi bersih; kaitannya
dengan relevansi energi bersih serta biaya yang harus dikeluarkan. Jika persepsi individu terhadap energi
bersih baik maka akan menopang munculnya aspirasi yang tinggi maka kesadaran untuk melanjutkan
penggunaan energi bersih.
Ketika kompor LPG banyak diberitakan meledak, banyak sekali membangun persepsi bahwa energi bersih LPG
membahayakan serta tidak layak digunakan.Hal ini berdampak pada banyaknya kasus peralatan LPG yang
dibagiakan tidak digunakan secara maksimal. Disisi lain masyarakat yang telah merasakan keuntungan dari
energi bersih ini adalah terlihat jelas pada masyarakat pedagang, seperti yang dikemukkan ketua Kowantara
(Koperasi Warteg Nusanatara), melalui energi bersih ini mampu meningkatakan omset penjualan hingga Rp.
HESA LC for Exellent Services
300.000/bulan serta menambah harmonisasi hubungan keluarga, akibat bau serta uap panas yang dikeluarkan
tidak mengganggu kebersihan rumah maupun kebersihan fisik pengguna.
Selanjutnya hal yang mempengaruhi perilaku masyarakat terhadap energi bersih adalah kondisi lingkungan
yang meliputi kemampuan sosial ekonomi masyarakat dalam memahami energi bersih.Kemampuan ini
ditunjukan oleh latar belakang situasi sosial ekonomi individu.Status sosial ekonomi yaitu kedudukan tertentu
seseorang terhadap lainya dalam suatu kelompok atau kelas masyarakat.Syarat menjadi anggota kelas
masyarakat ialah menjalankan beberapa aktifitas ekonomi, bentuk dan jumlah pendidikan resmi, jumlah
penghasilan, bentuk perumahan, dan lain-lain.Permasalahan status sosial ekonomi yang dihadapi masyarakat
di daerah pedesaan tampaknya masih merupakan suatu permasalahan yang sangat kompleks yang
pemecahanya banyak bergantung pada tingkat pertumbuhan ekonomi di daerah setempat.Dunia pedesaan
menurut Malassis (1981:105) masih ditandai dengan kemiskinan dalam bidang kebendaan, rendahnya
pendapatan keluarga, rendahnya tingkat penanaman modal umum (seperti air dan listrik), dan persediaan
keperluan hidup yang terbatas.Status sosial keluarga yang rendah menyebabkan ketidakmampuan dalam
memenuhi kebutuhan fasilitas energi bersih.Permasalahan keadaan sosial ekonomi ini tampaknya, di samping
permasalahan aspirasi dan persepsi tentang energi bersih ini juga sangat mempengaruhi kelanjutan
penggunaan energi bersih.Seperti dikatakan Laurie dan Reif, yang dikutip Sudarto (1989:15) kemiskinan, yaitu
taraf orang masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, merupakan kendala utama dalam
pelaksanaan pemenuhan kebutuhan lainnya. Dengan demikian, masalah kesulitan ekonomi keluarga
menyebabkan turunya kuantitas serta kualitas pemenuhan akan energi bersih. Menurut Ali Imron (1991:21)
masalah ekonomi sering kali menimbulkan masalah sosial, seperti ketidakstabilan keluarga.Masyarakat
berkembang dalam budaya kemiskinan dan bahkan banyak di antaranya yang hidup tanpa harapan serta
bersikap acuh tak acuh.Di daerah pedesaan selain sarana energi bersih masih kurang, keadaan ekonomi
masyarakat juga masih rendah.Hal ini dinyatakan oleh Gaffar (1990:19), bahwa penduduk pedesaan
kebanyakan hidup sebagai petani, nelayan, termasuk dalam katagori berpenghasilan rendah.Lebih lanjut
Mubyarto (1992:13) menyatakan bahwa karena berpenghasilan rendah.
2.2.9 Tinjauan Kepedulian Masyarakat Terhadap Mekanisme Subsidi Pemerintah
Konversi minyak tanah ke LPG sebenarnya berada di jalur yang tepat, mengingat cadangan gas Indonesia relatif
lebih besar ketimbang minyak bumi, meski sebagiannya juga sudah dikonsesikan kepada asing. Namun, yang
tidak tepat adalah menjadikan konversi bahan bakar dalam durasi amat pendek serta membiarkan masyarakat
miskin tanpa subsidi dimana kebijakan konversi tersebut terkesan sangat mendadak.Dimaksudkan bahwa
ketika infrasutruktur LPG serta pembagian LPG belum merata, bersamaan dengan itu subsidi terhadap minyak
tanah telah dicabut, sehingga terdapat fase dimana masyarakat tidak mendapatkan subsidi terhadap bahan
bakar, serta menanggung beban mahalnya harga minyak tanah.Tak mengherankan jika di berbagai tempat
masih timbul berbagai masalah. Terutama menyangkut budaya masyarakat Indonesia yang masih enggan dan
takut ketika kompor minyak yang mereka gunakan akan diganti dengan menggunakan kompor gas.
HESA LC for Exellent Services
Pengalaman di banyak negara, transisi ke energi yang lebih modern sekurangnya memerlukan waktu hingga
puluhan tahun. Misalnya, di Amerika Serikat memerlukan hampir 70 tahun (1850-1920) dan di Korea waktu
yang dibutuhkan hanya 30 tahun (1950-80) akibat adanya kemajuan teknologi (Barnes, Flas, dan Floor, 1997).
Penduduk Brazil yang menggunakan elpiji sebanyak 16 persen pada 1960 menjadi 78 persen pada 1985, dan
hampir seluruhnya pada 2004 (UN Millenium Project, 2005).
Konversi pemakaian minyak tanah ke LPG bagi sebagian rakyat kecil dirasakan akan menimbulkan banyak
masalah. Hal ini terjadi karena beberapa alasan.Pertama, dari aspek fisik, minyak tanah bersifat cair sehingga
transportasi dan pengemasannya mudah, disamping penjualan dengan sistem eceran pun menjadi mudah.
Kondisi ini akan memudahkan rakyat kecil yang ingin membeli minyak tanah, contoh sederhana, masyarakat
kecil dapat membeli minyak tanah sebanyak 0,5 liter (katakanlah Rp 1.500 dengan harga subsidi) dan
membawanya sendiri dengan mudah. Minyak tanah 0,5 liter bisa dimasukkan ke plastik, kondisi ini tak
mungkin bisa dilakukan untuk pembelian LPG, karena LPG dijual per tabung, tabung paling kecil berisi 3 kg
dengan harga Rp 14.500-15.000. Masyarakat kecil jelas tidak mungkin bisa membeli LPG hanya 0,5 kg, lalu
membawanya dengan plastik atau kaleng susu bekas. Kedua, dari aspek kimiawi, LPG jauh lebih mudah
terbakar (inflammable) dibanding minyak tanah.Melihat perbedaan sifat fisika dan kimia (minyak tanah dan
LPG) tersebut, kita memang layak mempertanyakan sejauh mana efektifitas dan keamanan kebijakan konversi
tersebut.
Diawali pada kisaran Juni hingga Desember 2007, pemerintah untuk urusan sumber daya energi cukup
disibukkan dengan konversi Energi dari Minyak Tanah ke LPG (Liquefied Petroleum Gas).Hal ini menjadi penting
mengingat sumbangan subsidi pemerintah untuk pengadaan Minyak Tanah adalah mencapai 60% dari
keseluruhan anggaran Subsidi BBM (40% sisanya terbagi ke dalam subsidi Premium, Solar dan Minyak Bakar).
Bila dalam nilai rupiahnya adalah sebesar 54 Trilyun Rupiah telah di kucurkan setiap tahun untuk pengadaan
Minyak Tanah apabila di asumsikan sesuai dengan harga Crude Oil saat itu sebesar USD 60 / Barrel. Dapat
dibayangkan berapa banyak lagi Subsidi yang harus di gelontorkan apabila harga minyak bumi mentah di
periode akhir tahun 2007 menembus angka USD 98 / Barrel.
Minyak Tanah, dalam bahasa Inggris sering disebut dengan Kerosene, sejatinya adalah bahan bakar untuk
moda transportasi Pesawat Terbang. Jika untuk moda kendaraan darat dikenal Premium untuk jenis kendaraan
biasa/umum dan Pertamax /Pertamax Plus untuk jenis kendaraan kelas atas, maka di dalam dunia
Penerbangan-pun dikenal pembagian seperti di atas.Sehingga untuk Kerosene adalah diperuntukan bagi
Pesawat Terbang dengan mesin Baling-Baling / Propeller / Turboprop, maka Avtur sendiri dipergunakan bagi
Pesawat Terbang dengan mesin Jet / Turbojet / Turbofan.
Di dunia, penggunaan Minyak Tanah / Kerosene yang notabene adalah bahan bakar Pesawat Terbang, namun
dipergunakan sebagai sumber energi bagi masyarakat umum untuk memenuhi kebutuhan pangannya,
hanyalah ada di Indonesia dan India. Dengan semakin menipisnya sumber daya mineral, lebih baik di daya
HESA LC for Exellent Services
gunakan demi menambah devisa Negara karena intinya dari devisa Negara yang diperoleh nantinya juga akan
dipergunakan bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Berikut ini di tunjukkan tabel perbandingan jenis energi dengan nilai rupiah yang di keluarkan untuk kebutuhan
rumah tangga di masyarakat.
Tabel 2-2 Perbandingan Jenis Energi dengan Nilai Rupiah yang dikeluarkan dalam Konsumsi
Rumah Tangga Sehari-hari Masyarakat
No Uraian Jenis EnergiElpiji 3 Kg Elpiji 12 Kg MinyakTanah(liter) Briket Batubara
(Kg)1. Pemakaian :Kg atau
Liter/hari0,6 0,6 1,5 6
2. Harga (Rp) / Kg 2.800,- 2.500,- 4.000,- 900,-Rupiah / Hari 1.680,- 1.500,- 6.000,- 5.400,-
3. Perawatan Kompor / Tabung
mudah mudah Sulit mudah
4. Distribusi mudah mudah Langka langka(Sumber : wikimu, 2008)
Penjelasan:
1. Untuk tabung 3 Kg adalah dengan harga Rp.14.000,- / tabung. Asumsi pemakaian adalah untuk 5 hari
penggunaan.
2. Untuk tabung 12 Kg adalah dengan harga Rp. 52.250,- / tabung. Asumsi pemakaian adalah untuk 21 hari
penggunaan.
3. Eceran minyak tanah untuk warung / toko dengan harga Rp. 4.000,- / liter. Asumsi pemakaian untuk 1
hari adalah 1,5 liter
4. Eceran briket batubara dengan harga Rp. 900,- / Kg. Asumsi pemakaian untuk 1 hari adalah 6 Kg.
Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa untuk program pemerintah dengan ukuran tabung 3 Kg, disesuaikan
dengan harga resmi yang juga telah diberikan subsidi adalah menjadi Rp. 4.250,- / Kg , sehingga harga jual
resmi sebenarnya adalah Rp. 12.750,- / tabung. Namun dalam prakteknya, harga jual di tingkat eceran menjadi
Rp. 14.000,- s/d Rp. 15.000,- / tabung.
Sedangkan untuk tabung ukuran 12 Kg, harga subsidi yang diberikan pemerintah adalah Rp. 4.350,- / Kg.
Alhasil untuk penjualan eceran adalah berkisar antara Rp. 52.250 s/d Rp. 55.000,- / tabung, walaupun dalam
prakteknya lebih banyak terjual dengan harga Rp. 55.000,- / tabung sedangkan sub penyalur tententu terjual
dengan harga Rp. 52.250,- / tabung.
HESA LC for Exellent Services
Terlebih lagi, di awal tahun 2008 ini, untuk ukuran 12 Kg akan diterapkan harga baru dengan pemberian
subsidi lebih kecil lagi yaitu sebesar 15% menjadi Rp. 6.000,- / Kg , maka untuk ukuran tabung 12 Kg tak ayal
lagi akan mencapai Rp. 72.000,- / tabung. Walaupun nanti dalam prakteknya akan berkisar diharga Rp. 75.000,-
/ tabung.
Namun tak pelak lagi bahwa dari tabel diatas akan jelas terlihat bahwa penggunaan Gas LPG tetap lebih
ekonomis nilai rupiahnya di bandingkan dengan Minyak Tanah yang saat ini untuk harga pasar bebas /
Internasional dapat mencapai Rp. 6.500,- / liter, yang jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan harga
Pertamax / Pertamax Plus bersubsidi saat ini.
Pengurangan/penghentian suplai minyak tanah akan menimbulkan perubahan di masyarakat. Hal ini
disebabkan tingkat penerimaan dan kemampuan beradaptasi dari masyarakat yang berbeda-beda terhadap
perubahan dari minyak tanah ke LPG serta kemampuan yang berbeda-beda dari mitra distribusi minyak tanah
dan agen LPG yang ada dalam menyalurkan LPG ke masyarakat.Kondisi ini sering kali mengakibatkan pasokan
LPG menjadi kurang lancar dan menyebabkan banyak warga yang tidak bisa membeli LPG pada saat tabung
gasnya kosong/habis.Saat ini LPG masih sulit ditemukan di daerah - daerah dimana pemerintah telah
melakukan konversi bahan bakar dari minyak tanah ke LPG.
Persepsi serta sistem nilai budaya merupakan salah satu aspek penting dalam masyarakat memandang
program subsidi pemerintah ini.Kehidupan suatu masyarakat karena sistim nilai budaya banyak berpengaruh
terhadap sikap dan tingkah laku warga dalam rangka menanggapi situasi ini.Tentang sistem nilai budaya
Koentjaraningrat (1984) berpendapat bahwa sistem nilai budaya ialah konsepsi-konsepsi yang hidup di alam
pikiran sebagian warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.
Berdasarkan pendapat tersebut, suatu sistem nilai budaya juga dapat dipandang sebagai suatu yang
memberikan patokan tentang hal-hal yang baik atau buruk, benar atau salah, dan mengenai apa yang di
anggap penting dan tidak berharga dalam hidup. Nilai budaya yang berlaku di masyarakat atau yang dianut
seorang anggota masyarakat akan berpengaruh terhadap subsidi, terutama dalam memandang nilai subsidi.
Nilai yang di maksud disini adalah hal-hal yang di anggap baik dan diyakininya. Nilai juga dipandang sebagai
kaidah hidup seseorang sehingga sesuatu yang di anggap baik akan selalu dihargai, dipelihara, dan di agungkan
dalam mengambil keputusan. Nilai yang merupakan kaidah hidup seseorang akan tercermin melalui pola pikir,
aspirasi, persepsi, dan bertindak (Kaswardi, 1998:7). Di dalam pembicaraan masalah nilai “subsidi” , kita akan
dihadapkan pada masalah yang sangat luas karena beragamnya argumentasi, generalisasi, perhitungan, dan
pengecualian yang dijumpai dalam persoalan makna subsidi. Nilai subsidi dapat didekati dengan berbagai
sudut pandang si pemakna, misalnya saja (Hull,1977:12) membedakan nilai subsidi menjadi empat konsep
dasar, yaitu :
- Harga subsidi yang banyak berhubungan dengan masalah kepuasan,
- Biaya tak bersubsidi yang harus dikeluarkan,
- Penghasilan yang berhubungan dengan sumber-sumber kesejahteraan,
HESA LC for Exellent Services
- Keuntungan dari subsidi yang berhubungan dengan hasil yang diperoleh.
Nilai yang berhubungan dengan biaya subsidi maksudnya adalah berapa besar biaya yang harus
ditanggung.Keuntungan dari subsidi yang berhubungan dengan hasil yang didapatkanya maksudnya aset untuk
menambah penghasilan.Konsep yang disampaikan Hull (1977:14) tersebut ditinjau dari sudut pandang
ekonomi sehingga nilai subsidi hanya dilihat dari sudut pandang ekonomi sehingga nilai subsidi dilihat dari
hasil, keuntungan bersih yang tersisa setelah dikurangi ongkos. Konsep lain berdasarkan pendekatan
psikososial dengan latar belakang pendekatan fungsional (functions and disfunction). Nilai subsidi dapat dibagi
menjadi (1) nilai positif, meliputi fungsi nilai kepuasan, kebaikan, dan keuntungan, (2) nilai negatif, yang
meliputi gangguan disvalues (ongkos), beban, kesulitan, dan kerugian ( Simon, 1977: 35), contoh nilai negatif
adalah pandangan atau pemikiran tentang bahwa barang bersubsidi adalah barang yang berkualitas tidak baik.
Hal ini didorong dengan berbagai kenyataan adanya ledakan-ledakan dari gas LPG 3 kg yang menguatkan nilai
negatif dari barang bersubsidi ini. Dalam kehidupan di pedesaan, sebagai nilai positif
- Nilai-nilai kenikmatan, artinya nilai yang berhubungan dengan hal hal yang mengenakan atau tidak
mengenakan atau yang menyebabkan orang senang atau menderita.
- Nilai-nilai kehidupan, nilai yang berhubungan dengan yang terpenting dalam kehidupan, termasuk nilai
kesejahteraan, pemenuhan kebutuhan pangan adalah yang utama, pembagian barang bersubsidi yang
menyulitkan pemenuhan kebutuhan menjadi tidak penting, penghargaan terhadap barang subsidi menjadi
kurang.
Seperti pada cara penggunaan, cara memperoleh LPG serta harga subsidi yang ditawarkan apakah benar-benar
mampu memberikan nilai lebih terhadap kedua komponen nilai tersebut didalam kehidupan sehari-hari.
Apabila salah satu komponen tersebut dirasa menyulitkan, tidak menutup kemungkinan masyarakat semakin
tidak menghargai barang subsidi, dengan memperlakukan tindakan-tindakan seperti menjual, mengoplos serta
merusak barang bersubsidi tersebut.
Hal ini dibuktikan diwilayah Surakarta serta Purbalingga, tercatat, sekitar 3 perusahaan agen berusaha
mengoplos gal LPG 3 Kg, serta tidak kurang dari 500 kejadian penjualan kompor serta tabung pembagian serta
2 kasus pengerusakan depot LPG dikedua tempat akibat LPG 3 kg dianggap tidak bermanfaat, merusak tatanan
kebiasaan pola masak yang sudah ada, serta pola pembelian eceran yan biasa digunakan pada minyak tanah.
2.3 Tinjauan Sistem Informasi Sebagai Sarana Pendukung Transaksi
2.3.1 Tinjauan Sistem Informasi yang Digunakan Secara Massal di Masyarakat
Sistem informasi pencatatan tansaksi pembelian LPG tertentu, dimana proses pengolahan data melibatkan
data komunitas masyarakat pengguna LPG Tertentu termasuk katagori Sistem Informasi yang dipergunakan
secara massal. Pencatatan manual dilakukan di site sub penyalur dengan mempergunakan Logbook.
Logbook merupakan buku cacatan transaksi yang merekam seluruh data transaksi pembelian LPG Tertentu
HESA LC for Exellent Services
pengguna dalam satu hari tertentu. Pada buku ini tercatat Nomor Kartu Pengguna, Nama Pengguna, Alamat
Pengguna, Nama Kelompok Pengguna, tanggal pembelian dan jumlah pembelian tabung LPG. Secara periodik
- akhir minggu semisal, data transaksi Log Book dilakukan proses jurnal dan rekapitulasi guna mengetahui
jumlah pendistribusian LPG Tertentu yang dilakukan sub penyalur/penyalur. Dengan metoda ini siklus
pendistribusian pengambilan Logbook ke/dari sub penyalur menjadi hal esensi. Keunggulan komparatif
penggunaan metoda ini meliputi :
• Pencatatan data transaksi sangat mudah dan sederhana;
• Tidak memerlukan sumberdaya manusia yang berskill tinggi;
Proses pencatatan transaksi secara otomatisasi memerlukan dukungan kartu chip magnetik pengguna dan
perangkat komputer baik di pusat maupun di wilayah. Di sisi lain perangkat komputer tersebut juga
memerlukan konfigurasi jaringan komunikasi memadai agar lalulintas pendistribusian data maupun informasi
berjalan sesuai seperti yang diinginkan. Di site Sub Penyalur perlu disediakan EDC (Electronic Data Capture)
yang terhubung on line / off line dengan Komputer Server Pusat. Proses pencatatan traksaksi dilakukan
dengan melakukan tapping Kartu Chip Magnetik dengan EDC. Kartu Chip Magnetik yang telah merekam data
personal pengguna akan mencocokan dengan data personal pengguna yang telah terekam dalam Database
Pengguna di Komputer Server Pusat. Bilamana data yang bersangkutan lolos verifikasi maka proses transaksi
dilanjutkan. Petugas Sub Penyalur melalui EDC melakukan entri berapa jumlah tabung yang dibeli oleh
Pengguna. Data traksaksi tersebut langsung diterima oleh Komputer Server Pusat secara otomatis.
Sedangkan jika proses verifikasi data personal yang bersangkutan tidak lolos maka proses pencatatan
transaksi dibatalkan. Mempergunakan metoda ini keunggulan komparatif dapat dicapai bilamana seluruh
aspek teknis dan manajemen diperhatikan dengan konsisten. Beberapa keunggulan komparatif yang dapat
diperoleh dari penggunaan metoda ini meliputi:
• Pencatatan transaksi dan penyajian informasi dapat real time ;
• Proses pencatatan transaksi dan rekapitulasi jurnal lebih cepat;
• Penyusunan Basis Data Pengguna menjadi lebih terstruktur;
• Memudahkan penelusuran kesalahan data transaksi;
• Menghemat penggunaan kertas / hard copy.
Penggunaan sistem informasi secara massal dalam operasionalnya setidaknya harus memiliki unsur
kemudahan akses (accessibility), fleksible (fexible), mudah perawatan (maintenable) dan informatif
(informatics). Kemudahan akses merupakan kemudahan pengguna dalam melakukan transaksi di setiap sub
penyalur yang memiliki EDC. Konsekuensinya penyebaran unit EDC di Sub Penyalur proposional dengan
jumlah pengguna yang tersebar di wilayah. Kemudahan ini mengakibatkan fungsi EDC sebagai alat pencatat
transaksi menjadi optimal. Pengguna merasa terbantu dan nyaman melakukan transaksi pembelian gas 3 Kg
pada setiap site Sub Penyalur yang telah ditunjuk. Fleksibel merupakan keleluasaan Sub Penyalur pada saat
HESA LC for Exellent Services
melakukan transaksi dengan memanfaatkan Kartu Chip Magnetik Pengguna dan EDC. Saat proses transaksi
berlangsung, Sub Penyalur tidak lagi dipusingkan bilamana listrik di site Sub Penyalur padam. Dengan kata lain
sistem secara otomatis mampu mencatat transaksi melalui EDC baik pada saat listrik on maupun off.
Demikian pula pilihan keputusan online ataupun offline pada saat mengoperasikan EDC dengan Komputer
Server Pusat dilakukan oleh Sub Penyalur sesuai dengan kebutuhannya.
Mudah perawatan merupakan tindakan merawat EDC dan perangkat komunikasi lain di site Sub Penyalur
untuk mendukung kelancaran sistem informasi. Guna memudahkan operasional perawatan EDC di site Sub
Penyalur sebaiknya Sub Penyalur dibekali dengan pemahaman dasar pemeliharaan alat-alat yang
dipergunakan dan terpasang dalam sistem informasi. Informatif merupakan semua hasil keluaran
pengolahan data bersifat sederhana dan mudah dipahami oleh pihak stakeholder manapun.
Kesederhanaan dan kemudahan penyajian informasi maupun proses pengolahan data menjadi faktor penentu
keberhasilan implementasi sistem informasi secara massal. Namun kesederhanaan dan kemudahan proses
pengolahan data maupun penyajian informasi yang dihasilkan suatu sistem informasi biasanya berbanding
terbalik dengan kerumitan dan kompleksitas pembuatan algoritma script maupun programming. Semakin
sederhana dan mudah suatu sistem informasi dioperasikan biasanya menuntut tingkat kerumitan dan
kompleksitas tinggi pembuatan script maupun pemrograman.
2.3.2 Tinjauan Kebutuhan Infrastruktur Pendukung Sistem Informasi
Layaknya suatu sistem, sistem informasi terintegrasi dalam suatu tatanan yang terdiri dari beberapa
komponen utama dan komponen pendukung sistem. Komponen utama suatu sistem informasi terdiri dari
Host Computer Server, Intelegent / Dump Terminal, media input/output devices, storage devices. Komponen
pendukung meliputi backbone network, jaringan komunikasi data, manajemen pengolahan data dan
perangkat lain yang mendukung pendistribusian data /informasi.
Konfigurasi Infrastruktur Sistem Informasi sangat tergantung dengan kebutuhan pengolahan data yang
diperlukan.Untuk pengolahan data lokal tidak terhubung dengan unit pengolahan data lainnya, konfigurasi
infrastruktur sistem informasi relatip sederhana. Terdiri dari Server, Terminal dan Backbone Network seperti
diilustrasikan pada gambar dibawah ini
Leased Line
VPN
INTERNET
Instalasi Pengolahan Data Regional
Instalasi Pengolahan Data Pusat
Leased Line
VPN
INTERNET
Instalasi Pengolahan Data Regional
Instalasi Pengolahan Data Pusat
HESA LC for Exellent Services
Gambar 2-29 Komponen utama & pendukung sistem informasi
Namun bilamana pengolahan data melibatkan lintas pengolahan data pusat dan pengolahan data regional
maka kebutuhan infrastruktur pendukung sistem informasi perlu dilengkapi dengan komponen komunikasi
data. Komponen komunikasi data dalam wilayah lokal dapat dikembangkan komunikasi data berbasis Local
Area Network (LAN). Bila kebutuhan pengolahan data meliputi antar LAN dapat ditumbuhkembangkan dalam
suatu jaringan pengolahan data yang lebih besar menjadi Wide Area Network (WAN) sebagai protokol
komunikasi data dapat dipergunakan fasilitas Internet, Virtual Private Network (VPN) atau leased line yang
menghubungan Instalasi Pengolahan Data Pusat dan Pengolahan Data Regional. Gambar dibawah ini
mengilustrasikan Konfigurasi Sistem Informasi yang menghubungkan antar instalasi pengolahan data pusat
dengan instalasi pengolahan data regional berbasiskan protokol komunikasi data IP.
Gambar 2-30 Konfigurasi Infrastruktur Sistem Informasi berbasis komunikasi data
Dari segi biaya instalasi dan operasional penggunaan jaringan komunikasi data berbasis VPN maupun Leased
Line relatif lebih mahal dengan jaringan komunikasi data berbasis IP. Namun dari segi keamanan pengolahan
data dan kenyamanan berinteraksi VPN dan Leased Line lebih handal ketimbang menggunakan Internet
Protocol (IP). Memenuhi kebutuhan Sistem Informasi Pendistribusian LPG Tertentu Secara Tertutup,
HESA LC for Exellent Services
konfigurasi sistem melibatkan pengolahan data antar instalasi. Pusat dan Regional. Diperlukan suatu protokol
yang mampu mengkomunikasi data dengan opsi IP, VPN atau Leased Line.
2.3.3 Gambaran Penggunaan Kartu Magnetik di Masyarakat
Walau penggunaan kartu magnetik di Indonesia belum begitu populer bila dibandingkan dengan negara-
negara maju.Namun pada perkembangan dasawarsa terakhir ini peningkatan penggunaan kartu magnetik di
Indonesia cukup signifikan.Pada awalnya penggunaan kartu magnetik hanya sebatas nasabah perbankan.
Kartu Tabungan, Kartu Debit dan Kartu Kredit merupakan contoh populer. Pada perkembangan selanjutnya
pemakaian kartu magnetik di Indonesia merambah kepada Kartu Keanggotaan (Membership Card).Di
lingkungan masyarakat perKotaan penggunaan kartu jenis ini sudah cukup populer tetapi untuk masyarakat
pedesaan penggunaan kartu jenis ini masih memerlukan edukasi dan sosialisasi penggunaannya.Kegunaan dan
fungsi kartu ini selain sebagai bukti identitas dapat ditingkatkan menjadi alat pencatatan transaksi dan
pembayaran.Saat berbelanja dengan kartu debit misalnya, nasabah bank tertentu tidak harus mengeluarkan
uang tunai namun cukup melakukan tapping kartu debit yang besangkutan dengan unit EDC.Kepraktisan dan
kemudahan melakukan transaksi maupun pembayaran menjadi hal esensi dalam pemanfaatan kartu
magnetik.Selanjutnya manfaat penggunaan Kartu Magnetik dapat diarahkan sebagai sarana penerima layanan
khusus maupun subsidi langsung yang diberikan pemerintah kepada personal yang bersangkutan.Layanan
Jaminan Kesehatan Masyarakat dapat diberikan melalui pemanfaatan kartu ini.Apapun jenis layanan
masyarakat yang diberikan pemerintah kepada personal pemegang kartu dapat dikembangkan melalui
pemakaian kartu tersebut.
Dalam Implementasi Sistem Pendistribusian LPG Tertentu Secara Tertutup, pemerintah telah mendistribusikan
sejumlah Kartu Kendali Pengguna LPG Tertentu kepada masyarakat tertentu. Hal ini dimaksud selain sebagai
Kartu Identitas Pengguna LPG Tertentu, pemanfaatan kartu dipergunakan sebagai media pencatatan tranksaksi
pembelian LPG Tertentu (LPG 3 Kg) di sub penyalur Wilayah yang memiliki EDC maupun Non EDC. Diharapkan
bilamana masyarakat tertentu tersebut telah tertib menggunakan Kartu Kendali Pengguna LPG 3 Kg maka
kebutuhan penggunaan LPG 3 Kg di masyarakat menjadi lebih terkontrol dan jumlah kebutuhan LPG 3 Kg di
masyarakat menjadi lebih pasti. Selanjutnya memudahkan pemerintah untuk mengalokasikan dana subsidi
yang dilekatkan dalam pemanfaatan kartu kendali tersebut.
2.3.4 Gambaran Kebutuhan Jaringan Dalam Transaksi Online
Pengelolaan Kartu Magnetik
Agar efektif pemakaian kartu magnetik di masyarakat diperlukan suatu sistem pemeliharaan atas kartu yang
telah didistribusikan ke masyarakat. Pengelolaan kartu meliputi :
- Penerbitan Kartu Baru;
- Penggantian Kartu Rusak dan Kartu Hilang;
Terminasi KartuKartu Hilang
Mutasi Kartu
Mutakhir Kartu
Kartu Rusak
Penerbitan Kartu
HESA LC for Exellent Services
- Mutasi dan Pemutakhiran Data Pengguna Kartu;
- Terminasi Penggunaan Kartu,
Sejumlah bank dan lembaga keuangan non bank telah mendirikan Pusat Layanan Kartu (Card Centre) guna
menjalankan fungsi pemeliharaan kartu magnetik para nasabahnya.Siklus pemeliharaan kartu sebagaimana
tercantum pada gambar di bawah.
Gambar 2-31 Siklus Pemeliharaan Kartu
Penerbitan Kartu Baru
Merupakan fungsi menerbitkan kartu baru untuk personal yang telah direkomendasikan serta memenuhi
semua persyaratan yang telah ditentukan.
Pemeliharaan – Penggantian Kartu Rusak
Merupakan fungsi penggantian kartu personal yang dinyatakan rusak atau malfungsi.Secara fisik kartu yang
rusak harus ditukar atau diganti dengan kartu baru di Customer Service.
Pemeliharaan – Penggantian Kartu Hilang
Merupakan fungsi penggantian kartu personal yang dinyatakan hilang berdasarkan surat keterangan hilang
dari kepolisian setempat. Untuk menghidari kerugian yang mungkin timbul dari kartu hilang maka Pusat
Layanan Pelanggan dapat melakukan blokir sementara atas nomor kartu yang dinyatakan hilang agar tidak
dipergunakan oleh pihak lain hingga yang bersangkutan mendapatkan kartu baru pengganti.
Pemeliharaan - Kartu Mutasi
Merupakan fungsi pemutakhiran data personal pemegang kartu bilamana terdapat mutasi atau perubahan
alamat maupun wilayah kelompok pengguna agar kartu tersebut dapat berfungsi pada wilayah baru.
Pemeliharaan - Kartu Mutakhiran
HESA LC for Exellent Services
Merupakan fungsi pemutakhiran data personal pemegang kartu bilamana terjadi perubahan alamat,
penyesuaian nama wilayah namun tidak menyebabkan yang bersangkutan pindah/mutasi dari satu wilayah ke
lain wilayah.
Terminasi Kartu
Merupakan fungsi pengakhiran penggunaan kartu atas nama personal. Hal ini dilakukan bilamana yang
bersangkutan telah meninggal dunia, tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai pemegang kartu atau oleh
sebab lain yang menggugurkan penggunaan kartu berdasarkan ketentuan yang berlaku. Untuk kartu terminasi
– nomor kartu yang bersangkutan diblokir permanen sehingga tidak dapat dipergunakan.
2.3.5 Gambaran Sistem Keamanan Dalam Teknologi Informasi
Bilamana konfigurasi sistem informasi telah melibatkan akses pengolahan data lintas regional maka kebutuhan
Jaringan Komunikasi Data menjadi hal yang esensi. Tanpa jaringan ini maka Instalasi Pengolahan Data Pusat
tidak dapat mengambil maupun mengolah data yang telah di capture oleh Instalasi Pengolahan Data Regional.
Sebaliknya tanpa jaringan komunikasi data, pihak regional pun tidak dapat mengambil maupun mengakses
informasi yang dihasilkan oleh Instalasi Pengolahan Data Pusat.
Jaringan Komunikasi Data yang diperlukan dapat menggunakan beberapa opsi sebagai berikut :
VPN – Virtual Private Network merupakan layanan jaringan komunikasi data yang memungkinkan area
Instalasi Pengolahan Data Pusat dan Instalasi Pengolahan Data Regional secara virtual menjadi satu area.
Tidak ada dikotomi pengolahan data pusat dan regional. Dengan fasilitas VPN ini secara psikologis tidak
ada batasan antara pengolahan data pusat dan regional. Private menggambarkan tingkat keamanan
pengolahan data dan pengaksesan informasi hanya dapat dilakukan oleh entitas entitas yang terhubung
oleh Jaringan VPN tersebut. Media penghubung VPN dapat berupa coaxial cable, fiber optic cable,
wireless broadband access maupun satellite access.
LS – Leased Lines Network merupakan layanan jaringan komunikasi data yang menghubungkan antar
entitas dalam konfigurasi sistem informasi sehingga memungkinkan terjadinya pengolahan data secara on-
line. Pada situasi ini pihak Instalasi Pengolahan Data Pusat terintegrasi langsung dengan regional.
Sehingga memungkinkan regional mengakses data dan informasi dari Instalasi Pengolahan Data Pusat
maupun sebaliknya pihak Instalasi Pengolahan Data Pusat dapat langsung mengambil mengakses data
yang telah di capture regional.
IPN – Internet Protocol Network merupakan layanan jaringan komunikasi data yang memanfaatkan
jaringan protokol internet. Dari segi biaya operasional layanan komunikasi data ini relatif lebih murah
HESA LC for Exellent Services
dibandingkan dengan VPN dan LS. Namun karena layanan internet merupakan layanan publik terbuka
untuk umum maka tingkat keamanan pengolahan data maupun pendistribusian informasi memerlukan
perangkat tambahan agar faktor keamanan data lebih memadai.
GPRS – IP Network merupakan layanan jaringan komunikasi data yang mengkombinasikan manfaat
General Packet Radio Servicesdengan Internet Protocol. Penggunaan fasilitas GPRS memungkinkan EDC
melakukan transmit data ke host server komputer dengan cepat. Host sesegera mungkin mengolah data
dan mendistribusikan informasi hasil pengolahan data via Internet Protocol.
2.3.6 Tinjauan Standardisasi Kebutuhan Sistem Informasi Dalam Pelayanan Masyarakat
Selaras dengan meningkatnya kebutuhan, suatu sistem informasi berbasis web dituntut untuk lebih responsip
melayani setiap permintaan data transaksi. Sedangkan proses pengolahan data transaksi dapat saja
dilaksanakan di Instalasi Pengolahan Data Pusat maupun di Instalasi Pengolahan Data Regional. Guna
memenuhi permintaan pengguna, kecepatan dan ketepatan untuk segera beralih dari suatu server ke server
lain dalam pengolahan data on-line menjadi begitu esensi. Layanan perpindahan pengolahan data dari suatu
Intranet Regional ke pusat pusat pengolahan data online berbasis internet ditangani oleh Exchange Web
Service .
Penerapan Exchange Web Service secara sederhana dapat melalui manajemen pengolahan data seperti
diilustrasikan dalam Gambar berikut:
Gambar 2-32 KonfigurasiExchange Web Service dalam suatu Jaringan Lokal
2.4 Tinjauan Mekanisme Koordinasi Stakeholder/Instansi Antar Departemen
2.4.1 Pola Koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah
Sistem desentralisasi telah mengubah pola pembangunan yang sebelumnya lebih banyak ditentukan oleh
kebijakan pusat. Saat ini, pemerintah pusat hanya memiliki kontribusi sebesar 40% terhadap keberhasilan
HESA LC for Exellent Services
pembangunan, sementara sisanya dimiliki oleh pemerintah daerah. Kewenangan yang luas kepada daerah ini
memerlukan koordinasi dan pengaturan untuk lebih mengharmoniskan dan menyeleraskan pembangunan.
Tuntutan untuk diterapkannya demokratisasi menjadi sesuatu yang wajib dilaksanakan mulai dari pusat
kekuasaan sampai ke daerah. Tuntutan tersebut akhirnya sampai pada keinginan untuk mereformasi
kelembagaan negara mulai dari pusat sampai ke daerah agar menjadi lebih demokratis sebagaimana keinginan
dari paradigma baru dalam kehidupan bernegara.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen sebanyak empat kali telah terjadi berbagai
perubahan terhadap komposisi daripada lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dimana keberadaan
Lembaga Tertinggi Negara ditiadakan sehingga yang ada hanyalah Lembaga-Lembaga Negara. Dalam Undang-
Undang Dasar 1945 hasil amandemen tersebut dikatakan bahwa susunan dan kedudukan dari lembaga-
lembaga tersebut akan ditetapkan dalam Undang-Undang tersendiri. Sebagai tindak lanjut daripada ketetapan
tersebut, maka dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan
Majelis Permusayawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Selain itu karena tuntutan reformasi pula sejak tahun 1999 pemerintah telah pula mengeluarkan kebijakan
otonomi daerah dengan dikeluarkannya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Dearah yang kemudian
diganti dengan UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Keluarnya berbagai kebijakan ini tentunya akan menimbulkan berbagai implikasi. Salah satunya adalah
bagaimana koordinasi diantara lembaga-lembaga negara tersebut dan bagaimana koordinasi antara
pemerintah pusat dengan unit-unit pemerintahan lokal sebagai suatu organisasi negara.Koordinasi merupakan
suatu “usaha yang dilaksanakan untuk menyelaraskan aktifitas antara antar satuan organisasi dan tugas antar
pejabat dalam organisasi” (Kaho;1991;221)
Dalam organisasi pemerintahan negara, satuan organisasi tersebut adalah lembaga-lembaga yang berada
dalam struktur organisasi negara. Seiring dengan budaya manusia, fungsi dan peran yang dijalankan oleh
pemerintah makin lama makin banyak. Kelompok-kelompok kecil manusia berkembang menjadi kelompok
yang lebih besar dan tersebar dalam kawasan yang lebih luas.
Berdasarkan tataran ekademik dan empirik suatu negara dengan penduduk yang besar dan wilayah luas akan
selalu membentuk organisasi pemerintahan yang besar pula, baik secara horisontal dengan membentuk
lembaga-lembaga negara maupun secara vertikal dengan menbentuk unit-unit pemerintahan lokal.
2.4.2 Pola Koordinasi Antar Instansi/Departemen
Beberapa sisi koordinasi antar departemen yang harus ditingkatkan: (Bintoro Tjokroatmodjo):
HESA LC for Exellent Services
Koordinasi antar Departemen mengenai substansi kegiatan usaha yang saling berkaitan.Kegiatan-kegiatan
substantif diperlu dilakukan dan oleh unit Departemen/Lembaga. Dalam hal tersebut diusahakan
Departemen/Lembaga yang dilihat dari sudut kewenangannya paling besar bertanggung jawab atas
penanganan program.
Tujuan usaha pembangunan tersebut menjadi koordinator. Disini masalah level- otoritas juga menjadi
penting, kecuali memperhatikan jadwal waktu penyelesaian kegiatan usaha dari masing-masing unit
Departemen/Lernbaga yang menangani agar terselenggara koordinasi dalam waktu singkat.
Segi koordinasi dalam tingkat pengambilan keputusan yaitu koordinasi pada tingkat pusat, tingkat
regional/daerah dan tingkat lokal (pada lokasinya). Keputusan-keputusan d.ari berbagai tingkat ini perlu
konsisten dan memberikan arah dan ped.oman yang jelas pada tingkat ya.ng lebih bawah. Tingkat yang
lebih atas bersifat kebijaksanaan-kebijaksanaan dari tingkat yang lebih bawah koordinasi lebih bersifat
operasional. Dalam hal ini termaksuk pula koordinasi yang bersifat bimbingan dan koordinasi yang bersifat
teknis operasional. Masalah tersebut juga berkaitan dengan masalah kewenangan-kewenangan tingkat
pemerintahan tertentu, misalnya hubungan antara pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Koordinasi
pada tingkat operasional yang lebih bawah refatif lebih menghadapi masalah, karena kepentingan-
kepentingan pada tingkat lokal lebih terasa. Kecuali itu mengalirnya arus secara terkoordinir ketingkat
bawahan sering mengalami distorsi. Hal ini memerlukan perhatian khusus untuk penanggul angannya.
Koordinasi antar Departemen adalah koordinasi dalam proses usaha, yaitu koordinasi pada tingkat
perencanaan programming, pelaksana pengendalian dan pengawasanya.Biarpun pada semua tingkatan
proses adalah penting, koordinasi pada tingkat perencanaan dan penganggaran seringkali bersifat
menentukan. Koordinasi- perencanaan yang baik pada tingkat itu fasilitatif terhadap terselenggaranya
koordinasi pada tingkat-tingkat selaniutnva. Koordinasi pada tingkat pelaksanaan operasional memerlukan
kejelasan mengenai batasan-batasan ruang lingkup kewenangan masing-masing. Namun demikian jangan
terlalu ketat, seharusnya terdapat ruang-ruang untuk penyesuaian-penyesuaian.Koordinasi pengendalian
dan pengawasan sering dipakai satu sistem pengendalian, pelaporan dan pengawasan yang dapat dipakai
oleh semua. Departemen yang terlibat. Disini diperlukan pengembangan pada semua tingkat proses
usaha, tolok ukur pelaksanaan kegiatan dan standar- standar pelaksanaan.
Koordinasi menghendaki suatu orientasi bahwa tujuan kegiatan usaha masing-masing bersama
pembangunan bidang tertentu. Dalam hal ini seringkali terlihat bahwa masalah muncul sehingga tindakan
penyelesaian masalah manajerial diperlukan, kecuali pembagian kewenangan atau sistem koordinasi yang
jelas. Memang koordinasi dalam arti penyerasian tidak hanya mengandung unsur struktur tetapi juga
aspek perilaku dan komunikasi. Mengenai hal-hal tertentu apabila masalah kesamaan tingkat atau
pangkat menjadi penghambat komunikasi koordinasi, kebijaksanaan pengarahannya dapat diusahakan
dari tingkat kewenangan
Namun demikian tetap suatu pengembangan mekanisme koordinasi adalah daya dongkrak (leverage) bagi
terselenggaranya koordinasi yang baik. Mengenai koordinasi antar d epartemen ini perlu terus dipikirkan
HESA LC for Exellent Services
berbagai variasi mekanisme koordinasi yang telah diusahakan di Indonesia.Selayaknya diperhatikan bahwa
pengembangan pola-pola tersebut hendaknya di maksimalkan.Kegiatan usaha pembangunan dalam pola-pola
yang terlalu terstruktur. Hal ini akan menghambat pelaksanaan kegiatan usaha-usaha.
2.5 Tinjauan Pendekatan Sosial Kemasyarakatan
2.5.1 Komunikasi Publik dan Social Marketing
Komunikasi publik dan social marketing dapat dipertemukan melalui dua jalur yaitu public communication of
public interest dan involving public (“Public Communication Campaigns, Ronald E. Rice and Charles K. Atkin,
2000).Jadi keduanya merupakan upaya komunikasi publik dalam menyuarakan kebutuhan masyarakat dan
sifatnya melibatkan masyarakat.Keduanya tidak terpisahkan dan saling mempengaruhi.
Mengapa upaya menyampaikan gagasan untuk mengubah perilaku masyarakat kerap kali kurang berhasil, atau
bahkan gagal?Salah satu penyebab, adalah gagalnya organisasi dalam melakukan komunikasi publik atau, bisa
jadi gagasan organisasi tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat. Menurut pakar komunikasi, Effendi
Ghazali, masalah komunikasi publik dan pemasaran sosial di Indonesia pada umumnya disebabkan karena:
a. Publik kurang dianggap penting di Indonesia, dan akhirnya komunikasi publik kurang berkembang. Publik
selama ini lebih diwakili oleh sekelompok orang dalam aksi demo
b. Media massa sedang ada di masa transisi dari sistem otoriter ke libertarian
c. Komunikasi publik sering tercampur dengan sosialisasi
d. Pemasaran sosial sering tercampur dengan kehumasan. Pada akhirnya, dibutuhkan sebuah proses yang
cukup panjang agar semua proses “belajar” masyarakat berjalan lancar
2.5.2 Manajemen Perubahan Dalam Kehidupan Kemasyarakatan
Adanya pengetahuan dan wawasan baru yang diperoleh melalui proses pemberian informasi yang
berhubungan dengan pelaksanaan sistem distupakan mendorong terjadinya perubahan-perubahan sosial.
Namun agar perubahan yang terjadi dalam masyarakat pedesaan dapat memberikan kontribusi yang positip
bagi pembangunan nasional, maka pemerintah perlu memikirkan sosok “Agent Of Social Change” yang mampu
mengarahkan perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat pedesaan ke arah patisipasi positip bagi
keberhasilan pembangunan daerah. Pentingnya agen perubahan sosial ini sesuai dengan kondisi masyarakat
pedesaan yang cenderung sulit menerima atau menerjemahkan informasi dari media massa secara langsung.
Masyarakat pedesaan akan lebih memahami isi pesan yang disamapaikan secara tatap muka oleh figur yang
berpengaruh di masyarakatnya.
2.5.2.1 Pengertian Agen Perubahan
Agen perubahan (change agents) adalah sejumlah orang-orang yang mempelopori, menggerakkan dan
menyebarluaskan proses perubahan dalam usaha-usaha pembangunan suatu masyarakat. Rogers dan
HESA LC for Exellent Services
Shoemakers mengartikan agen perubahan sebagai professional yang mempengaruhi putusan inovasi klien
menurut arah yang diinginkan oleh lembaga perubahan (Nasution, 1996:114). Sedangkan Havelock
berpendapat agen perubahan adalah seseorang yang membantu terlaksanya perubahan sosial atau suatu
difusi inovasi yang berencana. Dengan kata lain, agen perubahan adalah mereka yang sehari-hari bekerja
sebagai perencana pembangunan hingga para petugas lapangan pertanian, pamong, guru, dan penyuluhan
lainya.
2.5.2.2 Kualifikasi Agen Perubahan
Kualifikasi dasar agen perubahan menurut Duncan dan Zaltman merupakan tiga yang utama di antar banyak
kompetensi yang mereka miliki (Nasution, 1996: 114) yaitu:
1. Kualifikasi teknis, yakni kompetensi dalam tugas spesifik dan proyek perubahan itu.
2. Kemampuan administratif, yakni kemauan untuk mengalokasikan waktu untuk persoalan-persoalan yang
lebih rumit.
3. Hubungan antar pribadi. Suatu sifat yang paling penting adalah empati, yaitu kemampuan seseorang
untuk mengidentifikasikan diri dengan orang lain, berbagai akan perspektif dan perasaan mereka dengan
seakan-akan mengalaminya sendiri.
2.5.2.3 Peran Agen Perubahan
Peran agen perubahan dapat dikelompokkan sebagai berikut (Nasution,1992:70-73):
- Peran yang Manifes
Peranan yang manifest adalah peran yang kelihatan “di permukaan” dalam hubungan antara agen
perubahan dengan kliennya, dan merupakan peran yang dengan sadar dipersiakan sebelumnya.
Peranan yang manifest dari agen perubahan dapat dilihat dalam tiga perspektif, yaitu sebagai penggerak,
perantara, dan penyelesai (accomplisher).
- Peran yang Laten
Peran yang laten merupakan peran yang timbul dari “arus bawah” yang memberi petunjuk bagi si agen
dalam mengambil tindakan. Hampir semua peranan yang manifest dari agen perubahan yang disebutkan
mempunyai pasangan yang bersifat laten. Ini berarti selain fungsi-fungsi yang kelihatan secara nyata, agen
perubahan juga memilki fungsi-fungsi yang laten yaitu :
- Sebagai pengembang kepemimpinan
- Sebagai penganalisa
- Sebagai pemberi informasi
- Sebagai penghubung
- Selaku organizer
- Selaku reinforcer
HESA LC for Exellent Services
2.5.2.4 Tugas dari Agen Perubahan
Suatu usaha perubahan sosial yang berencana tentu ada yang memperkarsainya.Prakarsa itu dimulai sejak
menyusun rencana, hingga memepelopori pelaksanaanya.Bila kita lihat dalam suatu masyarakat yang
melaksanakan pembangunan sebagai suatu perubahan sosial yang berencana, maka lembaga-lembaga
perubahan (change agencies) tersebut adalah semua pihak yang melaksanakan pembangunan itu sendiri.
Rogers dan Shoemaker menggariskan bahwa setidaknya ada tujuan tugas utama agen perubahan dalam
melaksanakan difusi inovasi, yakni:
- Menumbuhkan keinginan masyarakat untuk melakukan perubahan;
- Membina suatu hubungan dalam rangka perubahan (change relationship);
- Mendiagnosa permaslahan yang dihadapi oleh masyarakat;
- Menciptakan keinginan perubahan di kalangan klien;
- Menerjemahkan keinginan perubahan tersebut menjadi tindakan yang nyata;
- Menjaga kestabilan perubahan dan mencegah terjadinya drop-out;
- Mencapai suatu terminal hubungan.
Langkah-langkah pelaksanaan tugas tersebut dapat dilihat dalam diagram berikut:
Gambar 2-33 Pertahapan Langkah Agen Perubahan
Bagi seorang agen perubahan, dalam mendifusikan inovasi penting sekali menyelaraskan langkah-langkah
kegiatannya dengan tahap-tahap yang dilalui oleh klien dalam proses penerimaan suatu inovasi, yaitu sebagai
berikut:
HESA LC for Exellent Services
Gambar 2-34 Proses penerimaan suatu inovasi
2.5.3 Teori Adopsi Difusi Inovasi
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan
(dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem
sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an
innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social sistem.” Lebih
jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan
penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut
“which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.”
2.5.3.1 Pengertian Adopsi Difusi Inovasi
Proses adopsi merupakan proses-proses yang terjadi sejak pertama kali seseorang mendengar hal yang baru
sampai orang tersebut mengadopsi (menerima, menerapkan, menggunakan) hal yang baru tersebut. Adopsi
adalah suatu keputusan untuk memamfaatkan sepenuhnya suatu ide baru (inovasi) dimana keputusan ini
merupakan jalan terbaik darin tindakan tindakannya.
Kategori adopters yang mengadopsi suatu inovasi adalah klasifikasi anggota sistem sosial berdasarkan
innovativeness yang didasari juga oleh waktu relatif yang dibutuhkan untuk mengadopsi suatu inovasi.
HESA LC for Exellent Services
Difusi adalah suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru
(Effendy: 2003:284).
Inovasi adalah suatu ide, karya, atau objek yang dianggap baru oleh seseorang. Ciri-ciri inovasi yang dirasakan
para anggota suatu sistem sosial menentukan tingkat adopsi (Ardianto, 2004:63) :
- Relative advantage (keuntungan relatif)
- Compatibility (kesesuaian)
- Complexity (kerumitan)
- Trialability (kemungkinan dicoba)
- Observability (kemungkinan diamati)
2.5.3.2 Unsur-unsur Difusi Inovasi
Unsur-unsur difusi ide (Effendy 2003:284) adalah:
- Inovasi
- Yang dikomunikasikan melalui saluran tertentu
- Dalam jangka waktu tertentu
- Di antara anggota suatu sistem sosial
2.5.3.3 Atribut Adopsi Difusi Inovasi
Dalam pandangan masyarakat yang menjadi klien dalam penyebarserapan inovasi, ada lima atribut yang
menandai setiap gagasan atau cara-cara baru yang dimaksud, yaitu (Nasution, 1996: 112):
1. Keuntungan-keuntungan relative (relative advantages); yaitu apakah cara-cara atau gagasan baru ini
memeberikan sesuatu keuntungan relative bagi mereka yang kelak menerimanya.
2. Keserasian (compatibility); yaitu apakah inovasi yang hendak didifusikan itu serasi dengan nilai-nilai,
sistem kepercayaan, gagasan yang lebih dahulu diperkenalkan sebelumnya, kebutuhan selera, adat-
istiadat, dan sebagainya dari masyarakat yang bersangkutan.
3. Kerumitan (complexity); yakni apakah inovasi tersebut dirasakan rumit. Pada umumnya masyarakat tidak
atau kurang berminat pada hal-hal yang rumit, sebab selain sukar untuk dipahami, juga cenderung
dirasakan merupakan tambahan beban yang baru.
4. Dapat dicobakan (trialability); yaitu bahwa suatu inovasi akan lebih cepat diterima, bila dapat dicobakan
dulu dalam ukuran sebelum orang terlanjur menerimanya secara menyeluruh. Ini adalah cerminan prinsip
manusia yang selalu ingin menghindari suatu resiko yang besar dari perbuatnnya sebelumnya “nasi
menjadi bubur”.
5. Dapat dilihat (observability); jika suatu inovasi dapat disaksikan dengan mata, dapat terlihat langsung
hasilnya, maka orang akan lebih mudah untuk memepertimbangkan untuk menerimanya, ketimbang bila
HESA LC for Exellent Services
inovasi itu berupa sesuatu yang abstrak, yang hanya dapat diwujudkan dalam fikiran, atau hanya dapat
dibayangkan.
2.5.3.4 Tahap-tahap Penerima Inovasi
Rogers dan Shoemaker (1971) mengelompokkan masyarakat penerima menjadi lima lapisan yaitu
(Severin,2005:250):
1. Innovator, yakni berani mengambil risiko, bersemangat untuk mencoba ide-ide baru, mempunyai
hubungan yang lebih cosmopolitan atau mendunia daripada rekan-rekan sesamanya.
2. Pengadopsi Dini (early adopters), yaitu orang-orang yang berpengaruh, tempat teman-teman sekelilingnya
memeperoleh informasi, dan merupakan orang-orang yang lebih maju dibanding orang sekitarnya.
Memiliki ciri-ciri: tempat yang terhormat, biasanya tingkat pimpinan opini yang tertinggi dalam sistem
sosial.
3. Mayoritas dini (early majority), yaitu orang-orang yang tenag dan berhati-hati, sering berinteraksi dengan
sesamanya namun jarang memegang posisi kepemimpinan utama.
4. Mayoritas belakangan (late majority), yakni orang-otang yang baru bersedia menerima suatu inovasi
apabila menurut penilaiannya semua orang sekelilingnya sudah menerima atau orang-orang skeptis,
sering mengadopsi inovasi karena kebutuhan ekonomi atau tekana jaringan kerja yang meningkat.
5. Laggards, yaitu lapisan yang paling akhir dalam menerima suatu inovasi memiliki ciri-ciri yaitu tradisional,
paling lokalit (localite), banyak yang hampir terpencil titik acuannya adalah masa lalu.
Dalam penerimaan suatu inovasi, biasanya seseorang memalui sejumlah tahapan yang disebut tahap putusan
inovasi (Nasution, 1996:113), yaitu:
• Tahap Pengetahuan. Tahap dimana seseorang sadar, tahu, bahwa ada suatu inovasi
• Tahap Bujukan. Tahap ketika seseorang sedang mempertimbangkan, atau sedang membentuk sikap
terhadap inovasi yang telah diketahuinya tadi, apakah ia menyukainya atau tidak.
• Tahap Putusan. Tahap dimana seseorang membuat putusan apakah menerima atau menolak inovasi
yang dimaksud.
• Tahap Implementasi. Tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya mengenai
sesuatu inovasi.
• Tahap pemastian. Tahap seseorang memastikan atau mengkomunikasikan putusan yang telah
diambilnya tersebut.
2.5.4 Komunikasi Kelompok
Secara umum dapatdiketahui bersama bahwa kelompok tidak bisa dipisahkan dari komunikasi antar
anggotanya. Banyak manfaat positif jika individu bergabung dalam suatu kelompok, salah satunya saja adalah
sebagai media penyelesaian masalah, share ilmu pengetahuan, ataupun sebagai status sosial. Sebelum masuk
HESA LC for Exellent Services
lebih jauh tentang fungsi dari komunikasi kelompok ini, dalam sub bab berikutnya akan dibahas mengenai apa
itu komunikasi kelompok dan definisinya.
2.5.4.1 Pengertian Komunikasi Kelompok
Kelompok terdiri dari dua atau lebih individu yang saling bergantung dan berinteraksi antara satu dengan lain
dan dengan tujuan menjalankan sesuatu aktivitas untuk mencapai tujuan dari kesepakatan (Lubis, 2007: 112).
Menurut Carl E. Larson dan Calvin A. Golberg, komunikasi kelompok adalah suatu bidang studi, penelitian dan
terapan yang tidak menitikberatkan perhatiannya pada proses kelompok secara umum, tetapi pada tingkah
laku individu dalam diskusi kelompom tatap muka yang kecil (Lubis, 2007: 118).
Menurut Elwood Murray, komunikasi kelompok dapat dikatakan sebagai suatu disiplin karena komunikasi
kelompok itu mempunyai ruang lingkup, menunjukkan kemajuan dalam pengembangan teori serta
mempunyai metodologi riset, kritik dan penerapan (Lubis, 2007: 119).
Sekelompok orang yang menjadi komunikan itu bisa sedikit (komunikasi kelompok kecil) dan bisa banyak
(komunikasi kelompok besar).Jadi, pengkategorian kelompok kecil dan besar tergantung dari jumlah kelompok
pesertanya.
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok
“kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon
(dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga
orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan
masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain
secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi
tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu umtuk mencapai tujuan kelompok.
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk
mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari
kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi,
kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu
keputusan.Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi.Karena itu kebanyakan teori
komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
2.5.4.2 Fungsi Komunikasi Kelompok
Harold D. Laswell merincikan fungsi komunikasi kelompok (Lubis, 2007:127) yaitu
1. Penjajakan lingkungan
2. Menghubungkan bagian-bagian yang terpindah dari masyarakat untuk menanggapi lingkungan, dan
HESA LC for Exellent Services
3. Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya
2.5.4.3 Karakteristik Proses Komunikasi Kelompok
Didalam komunikasi kelompok, terdapat karakteristik yaitu (Nasution, 1990:27):
- Komunikasi kelompok merupakan suatu proses sistematik
Proses itu terjadi dalam suatu sistem. Komponen-komponen dari sistem yang dimaksud adalah : konteks-
situsional, pesan, penerima, dan pola interaksi yang muncul ketika suatu kelompok berkomunikasi. Untuk
memahami pesan-pesan atau pola interaksi tersebut, haruslah dipahami sikap, nilai-nilai, dan keyakinan
komunikator, konteks di mana kelompok yang bersangkutan berkomunikasi, orientasi kultural dan
linguistik kelompok, dan serangkaian faktor psikologis.
- Komunikasi kelompok adalah bersifat kompleks. Kompleksitas itu disebabkan oleh:
• Dimensi sistematik yang memepengaruhi komunikasi kelompok berfungsi secara simultan. Jadi ketika
seseorang berkomunikasi dalam kelompok, maka kebudayaanya, situasi dan tatanan psikologis,
semuanya berinteraksi dan memberi saham diskusi yang berlangsung.
• Pengaruh dari faktor-faktor tersebut bila kita berinteraksi. Suatu saat mungkin sikap mental kita
paling berpengaruh dalam arus komunikasi, di saat selanjutnya mungkin konteks atau sejumlah tradisi
kultural atau ritual yang mendominasi interaksi yang berlangsung saat itu.
- Komunikasi kelompok adalah bersifat dinamik
Komunikasi kelompok dapat dirumuskan sebagai suatu persepsi bersama, motivasi, dan pencapaian
tujuan.Namun begitu, sifat esensial komunikasi kelompok adalah interdepedensi. Anggota kelompok
adalah saling memepengaruhi satu sama lain, dan juga sampai derajat tertentu saling mengontrol atau
menegendalikan.
2.5.4.4 Ruang Lingkup Komunikasi Kelompok dengan Komunikasi Antar Pribadi
Menurut sifatnya, komunikasi antar personal dibedakan menjadi dua yakni komunikasi diadik (dyadic
communication) dan komunikasi kelompok kecil (small group communication). Komunikasi diadik adalah suatu
proses komunikasi yang berlangsung anatar dua orang dalam situasi tatap muka yang dilakukan melalui tiga
bentuk percakapan, wawancara dan dialog. Adapun komunikasi kelompok kecil adalah proses komunikasi yang
berlangsung anatar tiga orang atau lebih secara tatap muka dengan anggota-anggotanya yang saling
berinteraksi satu sama lain.
Antara komunikasi kelompok dengan komunikasi antar pribadi sebenarnya tidak perlu ditarik garis pemisah.
Kedua bidang ini ternyata saling tumpang tindih dan banyak situasi tatap muka yang dapat diungkapkan dalam
berbagai cara sesuai dengan perhatian dan tujuan si pengamat.
HESA LC for Exellent Services
Di dalam komunikasi kelompok, kerap juga terjadi komunikasi antar pribadi.Dimana di dlama situasi komuniasi
kelompok, kemungkinan terjadinya komunkasi antar pribadi sangat besar.Misalnya komunikasi antar pribadi
antara komunikator dengan salah satu khalayak dalam suatu kelompok ketika melakukan diskusi (Lubis,
2007:137-139).
2.5.5 Komunikasi Antar Pribadi
Setelah dijelaskan mengenai komunikasi kelompok (pengertian, tujuan, dan komponen) selanjutnya akan
membahas mengenai komunikasi antar pribadi. Komunikasi ini sangat penting dalam kegiatan implementasi
sistem pendistribusian secara tertutup LPG tertentu pada tahun 2012 terutama ketika menemui beberapa
stakeholder yang terkait baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah.
2.5.5.1 Pengertian dan Ciri-ciri Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi merupakan proses pengiriman pesan-pesan dua orang atau di anatar sekelompok
kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika (Devito, 2001 : 4).
Berdasarkan defenisi diatas, komunkasi antarpribadi dapat beralngsung anatara dua orang yang memang
sedang berdua-duaan atau antara dua orang dalam suatu pertemuan, misalnya anatar penyaji makalah dengan
salah seorang peserta suatu seminar.
Ciri-ciri komunikasi antar pribadi dapat dirumuskan sebagai berikut (Liliweri, 1991:14-19):
- Komunikasi antar pribadi biasanya terjadi secara spontan dan sambil lalu;
- Komunikasi antar pribadi tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu;
- Komunikasi antar pribadi terjadi secara kebetulan di antara peserta yang tidak mempunyai identitas
yang jelas;
- komunikasi antar pribadi mempunyai akibat yang disengaja maupun yang tidak disengaja;
- komunikasi antar pribadi seringkali berlangsung berbalas-balasan;
- komunikasi antar pribadi menghendaki paling sedikit melibatkan hubungan dua orang dengan
suasana yang bebas, bervariasi, adanya pengaruh;
- komunikasi antar pribadi tidak dikatakan tidak sukses jika tidak membuahkan hasil;
- komunikasi antar pribadi menggunakan lambang-lambang bermakna.
2.5.5.2 Sifat-sifat Komunikasi Antar Pribadi
Definisi komunikasi antar pribadi memberikan tekanan terhadap kebebasan dalam mengembangkan konsep
komunikasi antar pribadi berdasarkan situasi.
Di dalam komunikasi antar pribadi terdapat tujuh sifat (Liliweri, 1991:31) yaitu:
1. Melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan nonverbal
HESA LC for Exellent Services
Jika diperhatikan dengan sunguh-sunguh maka setiap hati sebenarnya setiap orang dalam berkomunikasi
antar pribadi telah melaksanakan pengiriman pesan-pesan yang bersifat verbal maupun nonverbal.
Goffman (1971) dan de Lozier (1976) Little John (1978); merinci perilaku verbal tersebut atas:
- Bahasa jarak atau proksemik, yaitu studi yang memeplajari posisi tubuh dan jarak tubuh (ruang antar
tubuh) sewaktu orang berkomunikasi antar persona.
- Bahasa gerak anggota tubuh atau kinesik, yaitu studi yang memepelajari gerakan-gerakan anggota
tubuh. Contohnya penampilan fisik, sikap tubuh dan cara berjalan, ekspresi wajah, kontak mata dan
lain-lain.
2. Perilaku yang terletak antara verbal dan non verbal yang disebut paralinguistic, yaitu studi tentang
penggunaan suara dan vokalisasi (misalnya intonasi dan kecepatan berbicara, dan lain-lain).
Perilaku verbal dan nonverbal yamg memiliki/mendukung pesan dapat menghasilkan suatu suasana yang
menunjukkan erat tidaknya hubungan antara dua orang (dekat atau jauhnya jarak sosial).
3. Melibatkan pernyataan atau ungkapan yang spontan, scripted (tertulis), dan contrived (dipersiapkan)
Ketika berkomunikasi dengan sesamanya umumnya ia harus mempertimbangkan secara pasti setiap
perilakunya sendiri. Bentuk perilaku yang pertama adalah yang bersifat spontan.Perilaku seperti ini dalam
suatu komunikasi antar pribadi dilakukan secara tiba-tiba, serta merta untuk menjawab sesuatu
rangsangan dari luar tanpa terpikir telebih dahulu.
Bentuk perilaku yang kedua adalah yang bersifat scripted. Reaksi dari emosi terhadap pesan yang diterima
jika pada taraf yang terus menerus membangkitkan suatu kebiasaan anda untuk belajar, dan akhirnya
perilaku ini dilakukan karena dorongan faktor kebiasaan. Bentuk perilaku contrived merupakan perilaku
yang sebahagian besar didasarkan pertimbangan kognitif.
4. Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang dinamis
Sifat yang ketiga dari komunikasi antar pribadi adalah sifat yang terlihat sebagai proses yang berkembang,
gambaran mana menunujukkan bahwa komunikasi antar pribadi sebenarnya tidaklah statis melinkan
dinamis.
Kejadian seperti ini menyakinkan bahwa suatu proses dalam komunikasi antar pribadi terus berkembang,
semakin hidup karena perkenalan telah memasuki pertambahan kognisi pihak lain; kemudian
perasaan/afektifnya dan pada gilirannya akan terlihat dalam perilaku verbal dan nonverbal.
5. Melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi dan koherensi (pernyataan yang satu harus berkaitan
dengan yang lain sebelumnya)
Umpan balik dalam komunikasi antar pribadi dilihat dalama keberhasilan interaksi dalam komunikasi antar
pribadi mengandalkan suatu perubahan dalam sikap, pendapat, dan pikiran, perasaan dan minat maupun
HESA LC for Exellent Services
tindakan tertentu. Ada lima hal yang harus diketahui dalam interaksi terhadap sesama, yaitu: (1) dengan
siapa individu mengadakan hubungan; (2) seberapa sering, eratnya maupun renggangnya hubungan
tersebut; (3) bagaimana status dan peranan individu di dalam lingkungan kerja maupun lingkungan
pribadi; (4) bagaimana ikatan-ikatan dengan organisasi sosial maupun politik anggota kelompoknya; (5)
pertemuan-pertemuan apa yang dihadiri oleh individu-individu dalam kelompok yang diteliti.
Dipandu dengan tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik Dengan intrinsic dimaksudkan adalah
suatu standart dari perilaku yang dikembangkan oleh seorang sebagai pandu bagaimana mereka
melaksanakan komunikasi. Dengan ekstrinsik dimaksudkan dengan adanya standard atau tata aturan lain
yang ditimbulkan karena adanya pengaruh pihak ketiga atau pengaruh situasi dan kondisi sehingga
komunikasi antar manusia harus diperbaiki atau malah dihentikan.
6. Menunjukkan adanya suatu tindakan
Sifat keenam dari komunikasi antar pribaadi adalah harus adnya sesuatu yang dibuat oleh mereka yang
terlibat dalam proses komunikasi itu. Jadi kedua pihak harus sama-sama mempunyai kegiatan, aksi
tertentu sehingga tanda bahwa mereka memang berkomunikasi.
7. Merupakan komunikasi yang persuasif
Sifat terakhir dari komunikasi antar pribadi yang penting adalah adanya; persuasi, Sunarjo (1983) dari
pelbagai sumber menyebutkan persuasi tidak lain merupakan teknik untuk memepengaruhi manusia
dengan memanfaatkan/menggunakan data dan fakta psikologis maupun sosiologis dari komunikan yang
hendak dipengaruhi dengan demikian persuasi bukan merupakan pembujukan terhadap seseorang
ataupun suatu kelompok untuk menerima pendapat yang lain.
2.5.5.3 Proses Komunikasi Antar Pribadi
Di dalam proses komunikasi antar pribadi hal yang penting dalam tahapan-tahapan menyampaikan pesan yaitu
(Devito, 2001:232):
a. Opening, meliputi pada tahap awal di dalam suatu percakapan biasanya beberapa jenis dari
pembukaan suatu percakapan. Misalanya menyebutkan kata “Hi, Apa Kabar?”. Auatu pesan dianatara
koneksi dua orang dan suatu pesan dalam membuka saluran untuk memeperoleh suatu keuntungan
agar meningkatnya saling penegertian. Salam pembuka tidak hanya dalam bentuk verbak tetapi juga
dapat dalam bentuk nonverbal seperti senyuman, ciuman, atau bersalaman.
b. Feedforward meliputi pada tahap kedua dalam suatu percakapan, dimana seseorang akan
menyiapkan informasi sebelum pesan utama disampaikan. Biasanya dalam bentuk basa-basi. Selain
itu memperkenalkan diri merupakan pada tahap ini.
HESA LC for Exellent Services
c. Business, tahap ketiga dalam suatu percakapan, dimana yang dilakukan pada tahap ini biasanya
digunakan dalam memepertegas maksud dan tujuan dari pesan. Misalnya mengajari, meneceritakan,
mempengaruhi, mencoba.
d. Feedback, tahap keempat dalam suatu percakapan, kamu akan menerima signal atau umpan balik
akan percakapan yang telag kamu lakukan. Hal ini agar mengetahui pemahan akan pesan yang telah
diberikan.
e. Closing, tahap kelima dal suatu percakapan, tahap penutup, memeberikan ucapan seperti kesimpulan,
ucapan terima kasih dan lain-lain. Proses dalam menyebarkan inovasi baru agar tercapai
keefektifannya, sangat diperhatikan proses dalam komunikasi antar pribadi dengan warga masyarakat
seperti yang semestinya, seorang penyuluh dituntut untuk memperhatikan hal-hal yang sebagai
berikut (Nasution, 1990: 22):
f. Kemampuan empati, dimaksudkan sebagai kemampuan penyuluh untuk menempatkan dirinya pada
posisi warga masyarakat yang dibinanya. Dengan kemampuan itu, penyuluh harus mengusahakan
memandang persoalan dari kacamata warga masyarakat, dab bukan sekedar dari sudut tinjau seorang
petugas. Pada langkah pertama diharapkan sudah menghindari suatu hambatan yang paling umum
terjadi dalam berkomunikasi dengan masyarakat yang paling umum terjadi, yaitu; karena biasanya
seorang penyuluh berikut ide-idenya pertama-tama dirasakan sebagai sesuatu yang asing bagi
khalayak.
g. Menciptakan situasi homophily dengan khalayak
Menciptakan suasana yang homophily berarti membangun suatu suasana hubungan yang secara
komunikasi disebut akrab. Maksudnya dalam berkomuniksi dengan khalayak, si penyuluh dirasakan
sama atu setara dengan khalayak yang dihadapinya. Dengan kata lain, penyuluh tidak lagi dirasakan
sebagai seseoarnga yang berbeda dengan mereka. Menurut Rogers and Shoemaker (1971), homophily
merupakan tingkat dimana pasangan individu yang berinteraksi mempunyai kesamaan atribut
tertentu seperti keyakinan, nilai-nilai, pendidikan, status sosial, dan sebagainya.
h. Menegakkan keserasian (kompatibilitas) program yang dijalankan dengan kebudayaan masayarkat
setempat Agar suatu program dapat diterima di tengah masyarakat, maka harus pula diusahakan
terciptanya keserasian program dimaksud dengan kebudayaan masayaralat yang bersangkutan. Jika
masyarakat tidak merasakan keserasian antar budaya hidup mereka dengan apa yang ditawarkan oleh
penyuluh, maka sukar bagi masyarakat tersebut untuk dapat menerima program tersebut dengan
menjadikannya bagian kehidupan mereka sehari-hari.
HESA LC for Exellent Services
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN MALANG
Kabupaten Malang adalah sebuah kabupaten di PropinsiJawa Timur, Indonesia. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2008, Kota Kepanjen ditetapkan sebagai ibu Kota Kabupaten Malang yang baru.
Kota Kepanjen saat ini sedang berbenah diri agar nantinya layak sebagai ibu Kota kabupaten. Kabupaten ini
berbatasan langsung dengan Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto, Kota Batu, dan Kabupaten Pasuruan
di utara, Kabupaten Lumajang di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Blitar dan Kabupaten
Kediri di barat. Sebagian besar wilayahnya merupakan pegunungan yang berhawa sejuk, Malang dikenal
sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama di Jawa Timur.
Kondisi Geografis
Kabupaten Malang terletak pada 112 035`10090`` sampai 112``57`00`` Bujur Timur 7044`55011`` sampai
8026`35045`` Lintang Selatan. Kabupaten di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan dan
Kabupaten Mojokerto, timur berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Lumajang, barat
berbatasan dengan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri dan selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia
Dengan kondisi diatas, maka Kabupaten Malang adalah kabupaten terluas kedua di Jawa Timur setelah
Kabupaten Banyuwangi. Sebagian besar wilayahnya berupa pegunungan. Bagian barat dan barat laut berupa
pegunungan, dengan puncaknya Gunung Arjuno (3.339 m) dan Gunung Kawi (2.651 m). Di pegunungan ini
terdapat mata air Sungai Brantas, sungai terpanjang di Jawa Timur.
Bagian timur merupakan kompleks PegununganBromo-Tengger-Semeru, dengan puncaknya Gunung Bromo
(2.392 m) dan Gunung Semeru (3.676 m). Gunung Semeru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa. Kota Malang
sendiri berada di cekungan antara kedua wilayah pegunungan tersebut. Bagian selatan berupa pegunungan
dan dataran bergelombang. Dataran rendah di pesisir selatan cukup sempit dan sebagian besar pantainya
berbukit.
Kabupaten Malang memiliki potensi pertanian dengan iklim sejuk. Daerah utara dan timur banyak digunakan
untuk perkebunan apel. Daerah pegunungan di barat banyak ditanami sayuran dan menjadi salah satu
penghasil sayuran utama di Jawa Timur. Daerah selatan banyak digunakan ditanami tebu dan hortikultura,
seperti salak dan semangka. Selain perkebunan teh, Kabupaten Malang juga berpotensi untuk perkebunanan
kopi,dan cokelat(daerah pegunungan Kecamatan Tirtoyudo). Hutan jati banyak terdapat di bagian selatan yang
merupakan daerah pegunungan kapur.
HESA LC for Exellent Services
Kondisi Pemerintahan
Secara pemerintahan Kabupaten Malang terdiri atas 33 kecamatan, pada awalnya kabupaten Malang terdiri
pula atas kecamatan batu, tetapi pada tahun 2001 Kota Batu memisahkan diri dan meningkatkan statusnya
menjadi Kota. Hingga saat ini Kota Batu sudah bukan menjadi bagian dari wilayah kabupaten Malang. Pusat
pemerintahan di Kecamatan Kepanjen. Pusat pemerintahan sebelumnya berada di Kota Malang.
IbuKotakecamatan yang cukup besar di Kabupaten Malang antara lain Lawang, Singosari, Dampit, dan
Kepanjen.Kabupaten ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto, Kota Batu,
dan Kabupaten Pasuruan di utara, Kabupaten Lumajang di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten
Blitar dan Kabupaten Kediri di barat. Sebagian besar wilayahnya merupakan pegunungan yang berhawa sejuk,
Malang dikenal sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama di Jawa Timur.Berikut ini disajikan gambar peta
administrasi Kabupaten Malang.
Gambar 3-35 Peta Administrasi Kabupaten Malang
Kondisi Sosial Ekonomi
Sebagian besar industri yang menopang adalah industri perdagangan. Beberapa diantaraya adalah perdangang
agricultural. Sementara industri manufactur menjadi sektor nomor 2 di Kota malang. Kota Malang pada tahun
2010 mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 8,5% untuk industri non migas, sedangkan industri migas
hanya mencapai kontribusi sebesar 5,9 %.
HESA LC for Exellent Services
Kondisi Masyarakat
Masyarakat Kabupaten Malang sebagian besar merupakan masyarakat pedesaan bergerak dibidang pertanian.
Terkait dengan penggunaan LPG 3 kg, kebutuhan masyarakat kabupaten Malang relatif sedang, dari kajian
terdahulu bahwa estimasi kebutuhan LPG yaitu sebanyak 4 tabung/ per bulan.
Kondisi Lembaga Penyalur
Hasil registrasi lembaga penyalur hasil kegiatan pemutakhiran lembaga penyalur dan proses pemufakatan sub
penyalur yang dilakukan di Kabupaten Malang.
Tabel 3-3 Rekapitulasi Registrasi Lembaga Penyalur di Kabupaten Malang
Kecamatan ∑ Penyalur ∑ Sub Penyalur ∑ Penyaluran (Tabung/Hari)Ampelgading 3 38 1.856Bantur 5 37 2.664Bululawang 7 39 2.309Dampit 6 29 3.652Dau 4 45 1.938Donomulyo 2 30 2.338Gedangan 2 22 1.786Gondanglegi 4 90 2.883Jabung 5 35 2.322Kalipare 3 19 2.541Karangploso 3 26 2.183Kasembon 2 21 1.121Kepanjen 4 87 3.589Kromengan 2 20 1.489Lawang 5 31 2.883Ngajum 3 24 1.814Ngantang 3 41 2.777Pagak 3 19 1.686Pagelaran 4 48 2.280Pakis 8 59 3.564Pakisaji 5 55 3.689Poncokusumo 7 62 3.480Pujon 3 35 2.669Singosari 6 53 4.471Sumber Pucung 2 46 2.039Sumbermanjing 3 70 2.959Tajinan 5 35 1.929Tirto Yudo 6 41 2.032Tumpang 6 59 2.568Turen 6 47 4.865Wagir 6 36 2.959Wajak 5 34 2.868Wonosari 2 51 1.726
HESA LC for Exellent Services
Kecamatan ∑ Penyalur ∑ Sub Penyalur ∑ Penyaluran (Tabung/Hari)Grand Total 1.384 85.929
Hasil dari kegiatan registrasi terhadap penyalur LPG Tertentu di Kabupaten Malang berjumlah sebanyak 32
penyalur dengan kapasitas penyaluran distribusi LPG tertentu 85.929 tabung per hari. Sub penyalur yang
dilakukan registrasi di Kota Malang sejumlah 1.384 sub penyalur resmi dengan rata-rata penyaluran sebanyak
62 tabung perhari.
Kondisi Pengguna LPG Tertentu
Secara garis besar, keterkaitan kondisi masyarakat dengan pola konsumsi di Kabupaten Malang adalah sebagai
berikut:
1. Rata-rata pendapatan perkapita penduduk di Kabupaten Malang adalah Rp.8.997.233,168 dengan
jumlah pendapatan yang relatif besar tersebut dapat diasumsikan pola konsumsi pengguna LPG
tertentu di Kabupaten Malang akan tinggi.
2. Rata-rata jumlah anggota keluarga di Kabupaten Malang adalah 3,71 orang per keluarga. Dengan rata-
rata jumlah anggota keluarga yang relatif tinggi dapat diasumsikan pola konsumsi pengguna LPG
tertentu di Kabupaten Malang akan relatif tinggi.
3. Keluarga yang termasuk dalam keluarga miskin di Kabupaten Malang adalah sebesar 23.73% dari total
jumlah keluarga di Kabupaten Malang. Dengan jumlah yang relatif besar tersebut, dapat diasumsikan
pola konsumsi pengguna LPG tertentu di Kabupaten Malang akan relatif rendah.
Miskin24%
Tidak Miskin76%
Kategori Rumah Tangga
Miskin Tidak Miskin
Gambar 3-36 Grafik Kategori Rumah Tangga di Kabupaten Malang
HESA LC for Exellent Services
4. Rata-rata pengeluaran dalam sebuah keluarga per bulan di Kabupaten Malang adalah sebesar
Rp.556.878,- Dengan jumlah pengeluaran yang relatif rendah, maka dapat diasumsikan pola konsumsi
pengguna LPG tertentu di Kabupaten Malang akan relatif rendah pula.
5. Status wilayah di bawah kecamatan di Kabupaten Malang 96.92% adalah daerah pedesaan, dengan
kondisi demikian dapat diasumsikan pola konsumsi pengguna LPG tertentu di Kabupaten Malang akan
relatif rendah.
6. Jumlah industri makanan/minuman di Kabupaten Malang berjumlah 3.126 unit. Dengan jumlah yang
relatif besar, dapat diasumsikan pola konsumsi pengguna LPG tertentu di Kabupaten Malang akan
tinggi.
7. Di Kabupaten Malang 100% wilayahnya terhubung oleh sarana dan prasarana transportasi, tetapi hanya
84.87% saja yang dapat dilalui oleh kendaraan beroda empat atau lebih. Dengan kondisi yang
sedemikian rupa, dapat diasumsikan pola konsumsi pengguna LPG tertentu di Kabupaten Malang relatif
tinggi, namun disebagian wilayah yang sarana dan prasarana transportasinya tidak menunjang, pola
konsumsi masyarakatnya akan relatif lebih rendah dibandingkan dengan daerah lain.
Dengan memperhatikan faktor-faktor di atas, dapat disimpulkan pola konsumsi pengguna LPG tertentu di
Kabupaten Malang termasuk relatif rendah.
HESA LC for Exellent Services
BAB 4METODOLOGI KEGIATAN
4.1 Kerangka Pemikiran
Sistem pendistribusian LPG tertentu secara tertutup telah dimulai sejak tahun 2009 di Kota Malang sebagai
pilot project. pada tahun 2010 wilayah sistem pendistribusian LPG tertentu secara tertutup telah diperluas
menjadi Wilayah Malang raya yang meliputi: Kota Malang, Kabupatan Malang, dan Kota Batu; Kota Surakarta,
Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Sumedang, dan Kota Pekanbaru. Kemudian pada tahun 2011, dilakukan
kegiatan lanjutan implementasi dan penerapan sistem pengawasan pendistribusian tertutup LPG tertentu di
wilayah-wilayah yang telah diimplementasi pada tahun 2010. Pada tahun 2011 juga telah dikembangkan
implementasi dan penerapan sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu di Kota Semarang. pada tahun
2012 pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral cq Direktorat Jenderal Minyak dan
Gas Bumi melakukan kegiatan lanjutan Pengawasan implementasi sistem pendistribusian LPG Tertentu secara
tertutup di wilayah yang telah diimplementasi pada tahun 2011.
Sistem pendistribusian tertutup LPG Tertentu, sebagaimana dijelaskan dalam Permen ESDM No. 26 Tahun
2009 adalah sistem pendistribusian LPG Tertentu untuk rumah tangga dan usaha mikro yang mengggunakan
LPG Tertentu yang terdaftar dengan menggunakan Kartu Kendali. dalam penerapan kartu kendali berupa kartu
pintar (smart card), pengguna akan melakukan transaksi isi ulang pada Sub Penyalur yang telah ditunjuk yang
sudah diinstal EDC.
Dengan penggunaan teknologi pada sistem pendistribusian LPG tertentu secara tertutup ini, maka terdapat
dua hal yang harus diperhatikan dalam hal perawatan sistem pendistribusian LPG tertentu secara tertutup.
1. Pertama adalah kondisi infrastruktur IT yang ada mulai dari Penyalur sampai dengan Pengguna yang
berhak. Seperti yang telah diketahui bahwa elemen teknologi yang digunakan dalam sistem
pendistribusian tertutup LPG tertentu adalah berupa Kartu Kendali, EDC, perangkat komputer, Aplikasi
Desktop, internet, server, dan infrastruktur IT lainnya. Perangkat/elemen IT tersebut harus senantiasa
diawasi keadaan dan fungsinya, apakah dapat berfungsi secara normal atau tidak.
2. Kedua yang harus diperhatikan adalah keadaan dari rantai pasokan mulai dari Lembaga Penyalur sampai
ke Pengguna yang berhak. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam rantai pasokan diantaranya adalah
bagaimana penyaluran LPG tertentu dari Lembaga Penyalur sampai ke tangan Pengguna akhir, apakah
terjadi kecurangan dalam pendistribusian LPG tertentu, bagaimana perubahan data Pengguna yang
berhak, evaluasi terhadap mekanisme pengawasan yang telah berjalan, dan kondisi rantai pasok lainnya.
Berikut ini adalah gambaran kerangka pikir yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam perawatan sistem
pendistribusian LPG tertentu yang ada di 8 Kota/Kabupaten.
Kondisi Sistem Pendistribusian LPG tertentu berdasarkan data-dat sekunder yang berhubungan dengan sistem pendistribusian
Permasalahan dan kendala dalam sistem pembinaan dan pengawasan Sistem Pendistribusian LPG tertentu
Proses penerimaan dan adaptasi masayarakat terhadap Sistem Pendistribusian tertutup LPG tertentu di wilayahnya
Kondisi Infrastruktur IT dan Permaslahan yang berhubungan dengan IT (Penggunaan Customer Service)
Analisa Permasalahan Distup
Kesimpulan dan Rekomendasi perbaikan sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu serta mekanisme pembinaan dan pengawasannya
Proses Perawatan sistem pendistribusian Tertutup LPG tertentuIdentifikasi dan pencatatan masalah yang muncul selama sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu berjalan ( Sebagai Bahan Rujukan untuk sistem perawatan berikutnya )
HESA LC for Exellent Services
Gambar 4-37 Kerangka Alur Pemikiran
4.2 Alur Pelaksanaan Kegiatan
Sebagai tindak lanjut dari program kerja sebelumnya yaitu kegiatan implementasi sistem pendistribusian LPG
tertentu secara tertutup di Malang Raya, kegiatan ini dilakukan sebagai upaya untuk mengembangkan sistem
pengawasan pada pendistribusian LPG tertentu secara tertutup yang telah diimplementasikan dengan sarana
dan prasarana sistem teknologi informasi dalam pencatatan transaksi penyaluran LPG tertentu. Dalam
kegiatan ini terdapat beberapa pokok pekerjaan utama yang didalamnya terdapat rincian pekerjaan yang
terintegrasi. Persiapan pelaksanaan kegiatan dimulai dengan penyiapan rancana proyek, SDM daerah dan
penyiapan infrastruktur penunjang pekerjaan yang didukung dengan paket kegiatan lainnya seperti identifikasi
dan inventarisasi data awal, penyusunan metode, desain dan instrumen pelaksanaan kegiatan. Setelah
persiapan dan perencanaan telah selesai, selanjutnya pekerjaan teknis dilapangan dilakukan yang dimulai
dengan perijinan dan koordinasi dengan stakeholder pusat dan daerah untuk memastikan dukungannya
terhadap program yang dilakukan.. Pembinaan dan pengawasan sistem rantai distribusi mutlak dilakukan
bersamaan dengan kegiatan pengembangan dan penegakan hukum terkait program distribusi LPG tertentu
secara tertutup. Sistem yang telah terintegrasi tersebut akan didukung oleh sarana dan prasarana teknologi
HESA LC for Exellent Services
sistem informasi untuk mendukung pencatatan transaksi sehingga distribusi LPG tertentu dapat dipantau dan
dapat dilacak.
4.3 Identifikasi dan Inventarisasi Data Sekunder
Dalam rangka menyusun project management plan, kegiatan pertama yang dilakukan adalah melakukan
inventarisasi dan analisis data sekunder yang relevan terkait kegiatan implementasi sistem pendistribusian LPG
Tertentu. Menurut KAK, terdapat tiga kelompok kegiatan yang berkaitan dengan inventarisasi dan analisis data
sekunder. Ketiga kelompok kegiatan tersebut dijelaskan sebagai berikut.
4.3.1 Inventarisasi Data Hasil Pelaksanaan Kegiatan 2011
Kegiatan implementasi distribusi tertutup LPG tertentu telah dimulai sejak dari tahun 2009 sampai 2011
meliputi Malang Raya(Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu). Untuk mengembangkan suatu sistem
monitoring distribusi LPG tertentu secara tertutup diperlukan data atau informasi yang memadai tentang
perkembangan pelaksanaan kegiantan implementasi sistem distribusi tertutup LPG tertentu. Beberapa data
atau informasi yang harus diinventarisasi diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Statistik penyaluran penyalur dan SPPBE di wilayah terpilih tahun 2011
2. Data penerima paket perdana LPG 3 kg (DP3)
3. Data hasil verifikasi penerima dan penerima kartu kendali tahun 2011;
4. Data dan karakteristik lembaga penyalur dan jalur distribusi;
5. Data transaksi penyalur dalam satuan waktu yang diperlukan untuk validasi penataan penyalur;
6. Volume realisasi penyaluran SP(P)BE dan penerimaan penyalur di wilayah terpilih tahun 2011.
HESA LC for Exellent Services
4.3.2 Pengolahan dan Filling Data Awal
Setelah data diinventarisasi langkah selanjutnya adalah mengolah data sesuai dengan kebutuhan. dalam
rangka mengorganisir data diperlukan proses filing data untuk tujuan memudahkan pencarian dan untuk
menghindari kehilangan data. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram berikut:
Tabel 4-4 Skema Pengolahan dan Filing Data
Aktivitas Instrumen Kerja PIC- Data
- Alat pengolahan data
- Perangkat lunak pengolahan dan
penyajian data
- Validator
- Data Entri
4.3.3 Analisa Data Awal dan Perencanaan Lapangan
Analisi awal dilakukan terhadap kondisi objek dan Stakeholder , disain rantai pasokan yang telah berjalan, dan
kendala-kendala yang dihadapi dalam rantai pasokan dan infrastruktur IT. Hasil analisa awal ini kemudian akan
digunakan dalam penyusunan disain perencanaan (Project Management Plan) pelaksanaan sistem
pendistribusian LPG tertentu secara tertutup sesuai wilayah kegiatan yang mencakup disain perencanaan
waktu, SDM, manajemen resiko, Manajemen QA/QC dan rencana biaya. Tahapan analisa data awal
digambarkan dalam diagram berikut:
HESA LC for Exellent Services
Tabel 4-5 Proses Analisis Data
Aktivitas Instrumen Kerja PIC
- Database - Back Office
4.4 Persiapan Kegiatan
Persiapan Kegiatan Implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu untuk 8 wilayah kab/kota
dilakukan secara matang dan melalui tahap-tahap pelaksanaan. Latar Belakang dalam rangka mempercepat
pelaksanaan kegiatan Implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu, sesuai dengan tahapan dan
prioritas kegiatan. Oleh karena itu diperlukan suatu rencana kerja, persiapan pelaksanaan, koordinasi
pelaksanaan kegiatan Implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentupada tingkat pusat dan
daerah yang berada di Malang Raya. Oleh karena itu diperlukan suatu bentuk pemantauan dan evaluasi
terhadap capaian target kegiatan baik tingkat Propinsi maupun kabupaten/kota. Hal ini dapat dilakukan
melalui pemantauan dan evaluasi laporan pelaksanaan kegiatan dan perkembangannya baik secara keuangan
maupun fisik. Pada akhirnya dapat diketahui hal-hal yang menjadi kendala terkait teknis administrasi,
pendanaan dan kendala teknis dilapangan.
4.4.1 Penyiapan Infrastruktur Operasi Wilayah
Sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan di wilayah yang harus disiapkan di antaranya adalah:
1. Kantor perwakilan di Kota/Kabupaten, di mana lokasi kantor berada di jantung Kota/Kabupaten, atau
di sekitar kantor Bupati/WaliKota,
2. Kantor perwakilan di tingkat kecamatan, di mana lokasi kantor berada di jantung Kota kecamatan,
atau di sekitar kantor Camat,
HESA LC for Exellent Services
3. Infrastruktur sistem IT, meliputi: kartu kendali, EDC, aplikasi, server, koneksi jaringan internet,
jaringan telphon khusus call centre, desktop untuk Penyalur, aplikasi desktop,
4. Sarana komunikasi dan publikasi dalam rangka call center
5. Identitas resmi pelaksana kerja, dll
4.4.2 Penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM)
Pelatihan menjadi bagian penting penyiapan personil pelaksana implementasi sistem pendistribusian LPG
Tertentu secara tertutup, meliputi pelatihan di level manajemen dan pelatihan di level pelaksana lapangan.
Materi pelatihan di level manajemen di antaranya adalah:
a. Supply chain management: prinsip-prinsip dasar, disain supply chain management LPG Tertentu dan
Sistem pendistribusian tertutup LPG Tertentu sebagaimana Permen ESDM No. 26 tahun 2009 dan permen
bersama Menteri dalam Negeri dan Menteri ESDM No. 17 dan No. 5 Tahun 2011 tentang pembinaan dan
pengawasan pendistribusian tertutup LPG Tertentu di daerah.
b. Hubungan pemerintah pusat dan daerah di era otonomi daerah
c. Proses inovasi: inisiasi, adopsi dan difusi teknologi di masyarakat; studi kasus program bio energy dari
jarak pagar
d. Project management plan
e. Lobbying & Negotiation Skill for Decision Maker
f. Interpersonal Communication & Service Ecxelent
Sedangkan materi pelatihan di level pelaksana lapangan di antaranya adalah:
a. Rantai pasokan LPG Tertentu existing
b. Sistem pendistribusian tertutup LPG Tertentu sebagaimana Permen ESDM No. 26 tahun 2009 dan permen
bersama Menteri dalam Negeri dan Menteri ESDM No. 17 dan No. 5 Tahun 2011 tentang pembinaan dan
pengawasan pendistribusian tertutup LPG Tertentu di daerah.
c. Communication skill
d. Call center
e. Pendampingan (penyuluhan),
f. Teknologi informasi: smart card, EDC, dan sistem informasi transaksi
g. Team Work Building
HESA LC for Exellent Services
4.4.3 Mobilisasi Personil dan Non Personil
Personil yang ditugaskan dalam implementasi sistem pendistribusian Tertutup LPG Tertentu di wilayah
kegiatan di antaranya adalah:
4.4.3.1 Tenaga Ahli
Tenaga ahli sebagaimana disebutkan dalam KAK, yakni:
1. Ketua Tim (Ahli Kepala Management);
2. Ahli Muda Sosiologi;
3. Ahli Muda Supply Chain Management;
4. Ahli Muda Statistik;
5. Ahli Muda Sistem Informasi;
6. Ahli Muda Hukum; dan
7. Ahli Muda Manajemen.
4.4.3.2 Tenaga Pendukung
Tenaga pendukung sebagaimana disebutkan dalam KAK, yakni:
1. Koordinator Wilayah
2. Tenaga Teknisi Komputer
3. Tenaga Administrasi Proyek
4. Tenaga Pendukung
5. Tenaga Validator
6. Tenaga Entri Data
7. Tenaga Handling Dokumen
8. Tenaga Verifikator
9. Tenaga Lead Verifikator
10. Programmer
11. Petugas Customer Service
12. Tenaga Teknisi EDC
13. Tenaga Pembinaan dan Pengawasan
14. Tenaga Lead Pembinaan dan Pengawasan
HESA LC for Exellent Services
4.4.4 Penyusunan SOP dan Instrumen Kerja
Sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan lapangan, perlu disusun SOP atau suatu set intruksi yang memiliki
kekuatan sebagai petunjuk atau direktif. Dalam SOP yang disususun harus mencakup hal-hal dari operasi yang
memiliki suatu prosedur pasti atau standarisasi tanpa kehilangan keefektifannya. Untuk menjamin sistem
manajemen pelaksanaan yang berkualitas tersebut perlu disusun beberapa SOP sebagai berikut :
1. SOP Koordinasi
2. SOP Customer Service
3. SOP Verifikasi
4. SOP Pembinaan dan pengawasan membership
5. SOP Pembinaan dan pengawasan penyalur
6. SOP verifikasi isi ulang dan reporting
7. SOP Law Enforcement
8. SOP Pelaksanaan presentasi
9. SOP Support (Keuangan, SDM dsb)
10. SOP QA/QC Koordinasi
HESA LC for Exellent Services
4.5 Evaluasi Metodologi Kegiatan Sebelumnya
Evaluasi metodologi dilakukan terhadap kegiatan sebelumnya (dengan data tahun 2011) yang kemudian
dilakukan analisa per bagian yang merupakan poin penting kegiatan sebelumnya, gambaran dari evaluasi
metodologi dapat dilihat pada Tabel 4-6 dibawah ini :
Tabel 4-6 Evaluasi Metodologi
SUBSTANSI HASIL EVALUASI TINDAK LANJUTPenataan Rantai Suplai • Belum optimalnya pola
pendistribusian sesuai hasil penataan (40 – 80%)
• Belum optimalnya penggunaan aplikasi dekstop (umumnya baru data transaksi in penyalur yg terinput)
• Revisi Surat Keterangan Penyalur Resmi LPG 3 kg sebagai dasar bagi penetapan wilayah penyaluran oleh Pemerintah Daerah
• Optimalisasi peran Pertamina dan Pemerintah Daerah sebagai stakeholder utama bagi Penyalur dalam hal pengawasan
Optimalisasi Peran Pengguna
• Belum optimalnya penggunaan kartu kendali
• Pelaksanaan binwas dengan melibatkan peran aktif pemerintah lokal dan tokoh masyarakat
Regulasi & Stakeholder • Beberapa regulasi terkait distup belum diterbitkan di daerah
• Belum optimalnya peran stakeholder dalam distup (monitoring dan law enforcement)
• Koordinasi intensif dengan Pemerintah Daerah dan monitoring pelaksanaan penerbitan regulasi, dgn melibatkan DJM dan PMD
• Koordinasi intensif dengan Pemerintah Daerah dan stakeholder lainnya dalam pelaksanaan regulasi dan penegakan hukum, dgn melibatkan DJM dan PMD
Sistem Teknologi Informasi
• Transaksi out penyalur belum tercatat secara otomatis
• Pengembangan aplikasi transaksi penyalur di sub penyalur pada EDC dan server
• Penyediaan dan penggunaan kartu penyalur sebagai instrumen transaksi out penyalur
4.6 Perijinan dan Koordinasi dengan Stakeholder
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa inisiator dari implementasi sistem pendistribusian LPG
Tertentu secara tertutup adalah pemerintah pusat, dalam hal ini Ditjen Migas, Kementerian ESDM. pada posisi
demikian, maka pemerintah daerah menjadi pihak pengadopsi dan yang mengoperasikan. Oleh sebab itu,
tantangan pertama yang akan dihadapi pelaksana pekerjaan sebagai kepanjangan tangan Ditjen Migas adalah
meyakinkan pemerintah daerah untuk mengadopsi sistem pendistribusian LPG Tertentu secara tertutup. Tentu
untuk sampai pada situasi pemerintah daerah mengadopsi sistem, dibutuhkan proses inisiasi oleh inisiator
atau pelaksana kerja. Proses inisiasi ini diawali saat pelaksanaan perijinan dan koordinasi dengan pemerintah
daerah dan stakeholder. Pentahapan proses perijinan dan koordinasi dengan pemerintah daerah dijelaskan
sebagai berikut:
HESA LC for Exellent Services
4.6.1 Persiapan Administrasi Perijinan ke Stakeholder
Tahap pertama yang harus dilakukan pelaksana kerja dalam kaitannya dengan proses perijinan adalah
persiapan dokumen administrasi dan instrumen kerja, di antaranya:
1. Surat Perintah Mulai Kerja;
2. Surat pengantar dari Ditjen Migas;
3. Surat pengantar dari Kemendagri (Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Desa);
4. Surat permohonan ijin dari perusahaan kepada pemerintah daerah; dan
5. Surat tugas dari perusahaan atas nama PIC yang mengurus perijinan.
Perizinan dilakukan dalam rangka memperlancar kegiatan implementasi Sistem pendistribusian LPG Tertentu.
Kegiatan perizinan ini dilakukan baik di tingkat pusat maupun di daerah. Permohonan Perizinan dan koordinasi
di tingkat pusat dilakukan kepada Ditjen Migas, ESDM Migas dan Depdagri untuk pelaksanaan pekerjaan dari
sejak persiapan hingga implementasi di wilayah sasaran. Hasil perijinan berupa dikeluarkannya surat
pengantar untuk melakukan survei dan kunjungan ke obyek-obyek terkait di wilayah sasaran.
Sedangkan di tingkat daerah, perijinan dan koordinasi dilakukan terhadap Pemerintah Propinsi,
Kabupaten/Kota Madya, Kecamatan dan Kelurahan. Koordinasi juga dilakukan dengan instansi-instansi terkait
seperti Kepolisian guna mendapatkan dukungan dalam pelaksanaan pekerjaan ini. Selain itu, koordinasi juga
dilakukan dengan PT. Pertamina selaku lembaga yang ditunjuk sebagai penyalur/Distributor Utama LPG
tertentu yang diharapkan dapat mendukung penyediaan informasi yang dibutuhkan berupa dokumen-
dokumen dan data sekunder sebagai acuan pelaksanaan pekerjaan ini. Koordinasi juga dilakukan dengan
Lembaga Penyalur di wilayah sasaran melalui HISWANA selaku organisasi penyalur LPG Tertentu.
HESA LC for Exellent Services
4.6.2 Perijinan kepada Gubernur/Bupati/WaliKota pada SKPD Terkait
Proses perijinan kepada Gubernur digambarkan sebagai berikut.
Tabel 4-7 Proses Perijinan kepada Gubernur
Aktivitas Instrumen Kerja PIC- Surat Perintah Mulai
Kerja
- Surat pengantar dari
Dirjen Migas
- Surat pengantar dari
Kemendagri (Dirjen
Pemberdayaan
Masyarakat Desa)
- Surat permohonan
ijin dari perusahaan
kepada pemerintah
daerah
- Surat Tugas dari
perusahaan atas
nama PIC yang
mengurus perijinan
- Lead Fasilitator
- Fasilitator
HESA LC for Exellent Services
Proses Perijinan kepada Bupati/WaliKota digambarkan sebagai berikut
Tabel 4-8 Proses Perijinan kepada Bupati/WaliKota
Aktivitas Instrumen Kerja PIC- Surat Perintah Mulai
Kerja
- Surat pengantar dari
Dirjen Migas
- Surat pengantar dari
Kemendagri (Dirjen
Pemberdayaan
Masyarakat Desa)
- Surat permohonan ijin
dari perusahaan kepada
pemerintah daerah
- Surat Tugas dari
perusahaan atas nama
PIC yang mengurus
perijinan
Lead
Fasilitator
Fasilitator
HESA LC for Exellent Services
Proses perijinan kepada SKPD terkait digambarkan sebagai berikut:
Tabel 4-9 Proses Perijinan ke SKPD Terkait
Aktivitas Instrumen Kerja PIC
- Surat Perintah Mulai Kerja
- Surat pengantar dari Dirjen
Migas
- Surat pengantar dari
Kemendagri (Dirjen
Pemberdayaan Masyarakat
Desa)
- Surat permohonan ijin dari
perusahaan kepada
pemerintah daerah
- Surat Tugas dari
perusahaan atas nama PIC
yang mengurus perijinan
- Lead
Fasilitator
- Fasilitator
HESA LC for Exellent Services
4.6.3 Koordinasi dan Sosialisasi Perencanaan Kegiatan dengan Stakeholder
Koordinasi dan sosialisasi perencanaan kegiatan(hasil kegiatan pada periode sebelumnya dan rencana tindak
lanjut pada tahun ini) dengan Stakeholder dimaksudkan sebagai langkah pelaporan pelaksana kerja kepada
Stakeholder terkait mengenai kegiatan distribusi tertutup pada tahun sebelumnya dan untuk mendiskusikan
rencana kegiatan pada tahun ini. Berikut ini adalah gambaran mengenai koordinasi dan sosialisasi
perencanaan kegiatan dengan Stakeholder :
Tabel 4-10 Koordinasi dan Sosialisasi Perencanaan Kegiatan dengan Stakeholder
Aktivitas Instrumen Kerja PIC
- Data hasil kegiatan pada periode
sebelumnya
- Draft rencana kegiatan tindak lanjut
- Data kendala yang muncul
- Tenaga ahli
- Lead verifikasor
- Verifikator
HESA LC for Exellent Services
4.6.4 Koordinasi dengan Pemerintah Daerah dalam Hal Penerapan Regulasi Daerah
Proses koordinasi dengan pemerintah daerah dalam hal penerapan regulasi daerah adalah sebagai berikut:
Tabel 4-11 Koordinasi dengan Pemerintah Daerah
Aktivitas Instrumen Kerja PIC
- Perangkat regulasi
- Dokumen administrasi
- SOP
- Rencana sosialisasi
- Tenaga ahli
HESA LC for Exellent Services
4.7 Implementasi Infrastruktur Sistem Pendistribusian LPG Tertentu
Implementasi infrastruktur sistem pendistribusian tertutup LPG Tertentu sebagaimana dituangkan dalam KAK
dilakukan melalui dua kegiatan yakni pendistribusian dan instalasi infrastruktur sistem pendistribusian tertutup
LPG Tertentu, secara umum kegiatan tersebut adalah sebagai berikut.
4.7.1 Implementasi Sistem IT
Implementasi sistem infrastruktur IT dilakukan di wilayah yang telah ditentukan di 8 Kota/ Kabupaten.
Implementasi tersebut berlangsung melalui beberapa tahap, mulai dari tahap persiapan, tahap distribusi dan
tahap instalasi serta integrasi sistemnya.
4.7.1.1 Mempersiapkan Infrastruktur IT
Persiapan infrastruktur IT dilakukan melalui proses berikut:
Tabel 4-12 Proses Persiapan Infrastruktur IT
Aktivitas Instrumen Kerja PIC
- Form pengecekan dan kebutuhan
perangkat baru
- Teknisi komputer
- Programmer
HESA LC for Exellent Services
4.7.1.2 Pendistribusian dan Instalasi Infrastruktur IT
Proses pendistribusian dan instalasi perangkat kepada Penyalur dan Sub Penyalur dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 4-13 Proses Pendistribusian dan Instalasi Perangkat Infrastruktur IT
Aktivitas Instrumen Kerja PIC
- Form BA
- Tools yang dibutuhkan
dalam proses distribusi
dan instalasi
- Teknisi komputer
- Programmer
4.7.1.3 Integrasi Infrastruktur IT
Infrastruktur IT yang telah terinstal di lembaga penyalur akan diintegrasi menjadi satu sistem yang menyatu.
Sistem integrasi ini akan melibatkan sistem jaringan IT dan beberapa server yang menunjangnya. Hasil yang
didapat dari integrasi sistem ini adalah pemantauan secara real time transaksi yang telah dilakukan pada
periode tertentu oleh pengguna yang memiliki kartu kendali.
HESA LC for Exellent Services
Dalam kegiatan ini sistem IT memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan mengintegrasikan data-
data yang terkumpul di lapangan. Karena pada dasarnya setiap transaksi penjualan dan pembeliandari LPG
tertentu akan tercatat dalam bentuk database yang selalu dapat dimonitoring melalui sistem IT. Oleh karena
itu sistem IT untuk monitoring transaksi penjualan dan pembelian LPG tertentu harus sudah terintegrasi
dengan baik mulai dari perencanaan dan pembuatan infrastruktur IT hingga sistem IT berjalan dengan baik
tanpa ada kendala-kendala teknis dan non teknis yang bisa mengganggu mekanisme pelaporan transaksi.
Infrastruktur IT yang dibutuhkan berupa Server, komputer, printer, modem, kabel LAN, dan aplikasi-aplikasi
software penunjang kegiatan implementasi sistem distribusi tertutup LPG tertentu. Dalam memonitoring
apabila adanya perubahan ataupun permasalahan yang mungkin terjadi pada sistem IT, maka dibutuhkan
tenaga ahli khusus yang lebih mengerti dalam hal hardware maupun software.
Sistem integrator ini berfungsi untuk menghubungkan server utama di kantor pusat dengan server di wilayah
kegiatan, dimana setiap data-data tentang transaksi LPG Tertentu dapat terhubung online sehingga database
dapat langsung diolah dan dianalis oleh tim di pusat maupun di lapangan. Pengguna yang transaksi
menggunakan kartu kendali akan tercatat mesin EDC di sub penyalur, ini langsung terkirim ke pusat melalui
web server, sedangkan data untuk penyalur yang bertransaksi menggunakan aplikasi desktop akan langsung
terkirim ke pusat melalui Switch Gateway. Data-data tersebut terintegrasi di pusat dan memiliki output berupa
Buseniss Intelegent yang bisa dilihat oleh para stakeholder terkait. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada
gambar berikut.
Gambar 4-38 Alur Integrasi Data Transaksi pada Sistem IT
Integrasi infrastruktur IT dikatakan berjalan bila transaksi yang dilakukan di tingkat sub penyalur maupun
penyalur sudah bisa tercacat pada sistem IT.
HESA LC for Exellent Services
4.7.2 Implementasi Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Penanganan dan Informasi Pelanggan LPG
Tertentu dan Lembaga Penyalur
Pelaksanaan pelayanan terpadu dimasudkan untuk memberikan solusi dan informasi kepada Lembaga
Penyalur dan Kelompok Pengguna terkait dengan permasalahan teknis dan non-teknis. Proses pelayanan
terpadu ini meliputi dua hal yaitu:
1. Menerima pengaduan dari pengguna dan lembaga penyalur LPG tertentu terkait
permasalahan terhadap sistem dan pelayanan.
2. Memberikan pelayanan ke pengguna LPG tertentu (penerima kardal), dan lembaga penyalur
LPG tertentu terkait pergantian kartu rusak/hilang, perbaikan kartu, perbaikan EDC, dan
perbaikan desktop.
4.7.2.1 Menerima pengaduan dari pengguna dan lembaga penyalur LPG tertentu terkait
permasalahan terhadap sistem dan penyaluran;
Proses ini merupakan langkah teknis dalam upaya menyelesaikan permasalahan yang ada si lapangan, baik
bagi Lembaga Penyalur maupun Kelompok Pengguna. Prosesnya adalah sebagai berikut:
Tabel 4-14 Proses Penyelesaian Permasalahan di Tingkat Lembaga Penyalur ataupun
Kelompok Pengguna
Aktivitas Instrumen Kerja PIC
- Data lembaga penyalur dan
kelompok pengguna
- Data laporan pengaduan
- Data solusi permasalahan
- Penyuluh
- Pengawas
HESA LC for Exellent Services
4.7.2.2 Memberikan pelayanan ke pengguna LPG tertentu (penerima kardal), dan lembaga
penyalur LPG tertentu terkait pergantian kartu rusak/hilang, perbaikan kartu, perbaikan
EDC, dan perbaikan desktop.
Pusat informasi dan data terkait dengan pelaksanaan sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu terdapat
pada satu database server. Database server ini akan ter-update jika terdapat perubahan informasi atas
pengguna dan lembaga penyalur terkait penggantian, kartu rusak/hilang, perbaikan kartu, perbaikan EDC, dan
perbaikan desktop.
4.8 Pembinaan dan Pengawasan terhadap pelaksanaan sistem pendistribusian tertutup
LPG tertentu
Pembinaan dan pengawasan sistem pendistribusiantertutup LPG tertentu, di bagi dalam 3 sasaran. Pembinaan
tersebut berfungsi untuk membina dan mensosialisasikan bagaimana proses pelaksanaan distup, serta
melakukan pengawasan dan monitoring serta evaluasi terhadap pelaksanaan distup. Sasaran pembinaan dan
pengawasan implementasi pendistribusian tertutup tersebut meliputi pembinaan dan pengawasan terhadap
penyalur, sub penyalur dan kelompok pengguna.
4.8.1 Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyalur dalam melaksanakan
penyaluran LPG tertentu sesuai wilayah yang telah ditentukan
Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pendistribusian tertutup di wilayah meliputi:
1. Penetapan dan pengawasan pelaksanaan HET,
2. Penetapan dan pengawasan pelaksanaan penataan atau pembagian wilayah distribusi,
3. Penetapan dan pengawasan pelaksanaan kartu kendali,
4. Pembinaan dan pengawasan implementasi sistem informasi transaksi berbasis teknologi informasi
dan bukti-bukti transaksi
5. Pembinaan dan pengawasan
Penetapan dan pengawasan terhadap pelaksanaan HET di masing-masing wilayah berbeda-beda perlakuan
dan penanganannya. HET LPG 3 Kg ditentukan dan ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat.
4.8.2 Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap subpenyalur dalam pelaksanaan
penyaluran serta infrastruktur transaksi pembelian
Pembinaan kepada penyalur, sub penyalur dan kelompok pengguna terkait penggunaan infrastruktur
pendistribusian tertutup dan mekanisme transaksi meliputi:
1. Penggunaan infrastruktur pendistribusian tertutup secara efektif dan efisien
HESA LC for Exellent Services
2. Prosedur perawatan perangkat infrastruktur pendistribusian LPG tertentu secara tertutup.
3. Prosedur jika terjadi kerusakan pada infrastrukutr IT, bagaimana proses penggantian atau servicenya.
4. Pembinaan dalam mekanisme berlangsungnya transaksi dari penyalur ke SPPBE
5. Pembinaan dalam mekanisme berlangsungnya transaksi dari sub penyalur ke penyalur
6. Pembinaan dalam mekanisme berlangsungnya transaksi dari kelompok pengguna ke penyalur
7. Pembinaan akan pencatatan transaksi sebagai bahan dari proses verifikasi
4.8.3 Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengguna dalam transaksi pembelian
LPG tertentu di subpenyalur yang telah ditunjuk
Pembinaan dan pengawasan ini dilakukan terhadap para pengguna dalam melakukan transaksi pembelian LPG
tertentu di sub penyalur yang telah ditunjuk sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan.
4.9 Verifikasi Distribusi Isi Ulang LPG Tertentu
Verifikasi distribusi isi ulang LPG tertentu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar isi ulang yang telah
dilakukan dan tercatat. Verifikasi isi ulang tersebut dilakukan di masing-masing wilayah yang melakukan
program implementasi distribusi tertutup LPG tertentu.
4.9.1 Pengumpulan Data Transaksi di Penyalur dan Sub Penyalur Serta di SPBE
Melalui implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG Tertentu, sistem informasi transaksi di tingkat
Penyalur dan Sub Penyalur menjadi bagian utama yang dibangun. Data penting di penyalur terdiri atas:
1. Data penerimaan dari SPBE
2. Data realisasi penyaluran ke sub penyalur
3. Data stok tabung di gudang
Sedangkan data penting di sub penyalur terdiri atas:
1. Data penerimaan dari Penyalur
2. Data realisasi penyaluran ke pengguna yang berhak
3. Data stok tabung di sub penyalur
Perhitungan realisasi volume penyaluran LPG Tertentu tersebut dapat dilihat pada data centre. Hal ini
disebabkan semua data tersebut terecord melalui sistem IT yang dikembangkan, yakni dengan penggunaan
kartu kendali dan EDC. Bukti-bukti transaksi tersebut yang berupa struk transaksi yang dapat dicetak dari EDC.
HESA LC for Exellent Services
4.9.2 Verifikasi Ketepatan Isi, Volume Penyaluran dan Tepat Sasaran Pendistribusian Isi Ulang
LPG Tertentu
Melalui implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG Tertentu, pelaksanaan verifikasi dapat dilakukan
secara sistematis menggunakan seperangkat teknologi kartu kendali, EDC dan fasilitas internet. dengan
penggunaan kartu kendali, maka dipastikan hanya pemilik kartu kendali yang sudah diverifikasi dan ditetapkan
sebagai pengguna yang berhak yang dapat bertransaksi. dengan demikian, penggunaan kartu kendali ini secara
sistematis dapat menghindari penggunaan LPG Tertentu oleh konsumen yang tidak berhak. Untuk
meminimalisasi penjualan LPG Tertentu oleh pengguna yang berhak, secara sistem dapat dikembangkan kuota
pengisian ulang selama satu bulan untuk setiap kriteria pengguna, rumah tangga dan usaha mikro.
Akan tetapi, pengembangan sistem informasi dalam sistem pendistribusian tertutup LPG Tertentu ini belum
dapat menjamin ketepatan isi tabung, baik karena factor teknis maupun tindakan illegal. dalam konteks
tersebut perlu dikembangkan verifikasi yang tidak hanya berbasis dokumen
4.9.3 Handling dan Pengolahan Data/Dokumen Serta Analisa Volume Pendistribusian LPG
Tertentu dalam Satuan Waktu
Proses ini merupakan suatu proses yang harus dilalui untuk mendapatkan data yang akan digunakan dalam
pengambilan keputusan. Proses ini berlangsung seperti dalam diagram berikut ini:
Tabel 4-15 Proses Handling Data
Aktivitas Instrumen Kerja PIC
- Data/Dokumen - Administrasi dokumen
- Validator
HESA LC for Exellent Services
Tabel 4-16 Proses Inventarisasi Data Sampai Analisa Data
Aktivitas Instrumen Kerja PIC
- Data - Administrasi dokumen
- Validator
- Data Entri
4.10 Monitoring dan Pelaporan Hasil Transaksi LPG Tertentu
Agar sistem dapat berjalan sebagaimana mestinya maka perlu dilakukan sistem monitoring dan pelaporan ke
stakeholder terkait, agar tujuan dari perancangan distribusi tertutup dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Dalam pelaporan ini selain dipaparkan data hasil verifikasi juga dipaparkan kendala dan sebab-sebab terjadinya
ketidaksesuaian sehingga kebijakan selanjutnya tidak hanya berkutat pada penerapan sistem yang ideal,
namun harus mempertimbangkan aspek-aspek sosial dan budaya yang ada di masyarakat, karena merekalah
objek dari sistem pendistribusian LPG tertentu secara tertutup.
4.10.1 Melakukan Verifikasi On Desk
Proses verifikasi ini bertujuan untuk mendapatkan data realisasi penyaluran dari SPBE/SPPBE ke penyalur.
Proses verifikasi ini dilakukan dengan cara membandingkan data penyaluran versi Pertamina dengan data
penyaluran LPG tertentu oleh SPBE/SPPBE ke penyalur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
berikut:
HESA LC for Exellent Services
Tabel 4-17 Proses Verifikasi On DeskData Realisasi versi Pertamina dan Versi SPBE/SPPBE
Aktivitas Instrumen Kerja PIC
- Form Survey
- Data dari Pertamina
- Data dari SPBE/SPPBE
- Lead Surveyor
- Surveyor
4.10.2 Melakukan Verifikasi On The Spot
Setelah didapatkan data realisasi berdasarkan verifikasi On Desk maka langkah selanjutnya adalah proses
verifikasi di lapangan/On the Spot untuk mengecek kebenaran data sehingga didapatkan data yang benar-
benar akurat. Untuk melakukan verifikasi on the spot ini tidak perlu dilakukan pada semua SPBE/SPPBE dan
Penyalur, cukup dilakukan sampling yang dapat mewakili data SPBE/SPPBE dan Penyalur sepenuhnya.
Verifikasi on the spot ini dibagi lagi menjadi verifikasi yang lebih kecil.
4.10.2.1 Melakukan pemeriksaan data sistem berbasis delivery order/DO yang dimiliki Badan
Usaha Pelaksana PSO (PT. Pertamina (Persero)) dengan bukti transaksi Surat Pengantar
Pengiriman/SPP di SPBE/SPPBE
Proses verifikasi di SPBE/SPPBE dilakukan dengan cara melakukan sampling berdasarkan data hasil verifikasi on
desk. Proses verifikasi ini dilakukan dengan cara membandingkan data nomor DO dari sistem pertamina
dengan bukti transaksi berupa Surat Pengantar Pengiriman yang ada di SPBE/SPPBE.
Proses ini bertujuan untuk mendapatkan bukti nyata penyaluran dari SPBE/SPPBE ke penyalur. Nomor-nomor
DO yang tidak sesuai berdasarkan verifikasi on desk kemudian diminta bukti fisiknya, jika bukti fisik ada maka
kemungkinan terjadi ketidaksesuaian tersebut karena memang ada faktor lain seperti menyusutnya volume
gas ketika pengiriman atau bisa juga karena faktor lainnya yang mungkin dapat diterima. Apabila SPBE/SPPBE
HESA LC for Exellent Services
tidak dapat menampilkan bukti fisik SPP maka kemungkinan ada indikasi terjadinya praktek “nakal” dari
SPBE/SPPBE. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram alir berikut:
Tabel 4-18 Proses Verifikasi On the Spot Berbasiskan Nomor DO di SPBE/SPPBE
Aktivitas Instrumen Kerja PIC
- Data dari verifikasi
on desk
- Data dari
Pertamina
- Data dari
SPBE/SPPBE
- Lead
Surveyor
- Surveyor
HESA LC for Exellent Services
4.10.2.2 Melakukan pemeriksaan data sistem berbasis delivery order/DO yang dimiliki Badan
Usaha Pelaksana PSO (PT. Pertamina (Persero)) sebagaimana yang telah diperiksa di
SPBE/SPPBE dengan bukti transaksi Surat Pengantar Pengiriman/SPP di Penyalur
Proses verifikasi di Penyalur dilakukan dengan cara melakukan sampling berdasarkan data hasil verifikasi on
desk. Proses verifikasi ini dilakukan dengan cara membandingkan data nomor DO dari sistem pertamina
dengan bukti transaksi berupa Surat Pengantar Pengiriman yang ada di Penyalur.
Proses ini bertujuan untuk mendapatkan bukti nyata penyaluran dari Penyalur ke Sub Penyalur. Nomor-nomor
DO yang tidak sesuai berdasarkan verifikasi on desk kemudian diminta bukti fisiknya, jika bukti fisik ada maka
kemungkinan ketidaksesuaian mungkin karena memang ada faktor alam seperti menyusutnya volume gas
ketika pengiriman atau bisa juga karena faktor lainnya yang mungkin dapat diterima. Apabila Penyalur tidak
dapat menampilkan bukti fisik SPP maka mungkin terdapat praktek “nakal” dari Penyalur. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada diagram alir berikut:
HESA LC for Exellent Services
Tabel 4-19 Proses Verifikasi On the Spot Berbasiskan Nomor DO di Penyalur
Aktivitas Instrumen Kerja PIC
- Data dari
verifikasi on desk
- Data dari
Pertamina
- Data dari
SPBE/SPPBE
- Lead Surveyor
- Surveyor
HESA LC for Exellent Services
4.10.2.3 Melakukan pemeriksaan ketepatan isi tabung dengan melakukan analisa terhadap data
terkait dan/atau membandingkan hasil penimbangan berat tabung setelah diisi dengan
tabung kosong di SPBE/SPPBE atau Penyalur
Melalui implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG Tertentu, pelaksanaan verifikasi dapat dilakukan
secara sistematis menggunakan seperangkat teknologi kartu kendali, EDC dan fasilitas internet. dengan
penggunaan kartu kendali, maka dipastikan hanya pemilik kartu kendali yang sudah diverifikasi dan ditetapkan
sebagai pengguna yang berhak yang dapat bertransaksi. dengan demikian, penggunaan kartu kendali ini secara
sistematis dapat menghindari penggunaan LPG Tertentu oleh konsumen yang tidak berhak. Untuk
meminimalisasi penjualan LPG Tertentu oleh pengguna yang berhak, secara sistem dapat dikembangkan kuota
pengisian ulang selama satu bulan untuk setiap kriteria pengguna, rumah tangga dan usaha mikro.
Akan tetapi, pengembangan sistem informasi dalam sistem pendistribusian tertutup LPG Tertentu ini belum
dapat menjamin ketepatan isi tabung, baik karena factor teknis maupun tindakan illegal. dalam konteks
tersebut perlu dikembangkan verifikasi yang tidak hanya berbasis dokumen.
Kegiatan usaha perdagangan khusus Bahan Bakar Gas dan Jasa Pengisian/Pembotolan/Angkutan Gas serta
Kegiatan Pengecatan Tabung ELPIJI (LPG) mempunyai potensi menimbulkan dampak bagi lingkungan dan
sekitarnya, baik dampak negatif maupun dampak positif. Dalam proses pengerjaan kegiatan sampai
operasional produksi perlu dilakukan rencana langkah pengelolaan lingkungan secara tepat dan efisien dengan
tujuan agar potensi dampak negatif yang ada dapat dikelola dan dihilangkan. Sedang dampak positif yang ada
dapat dikelola untuk menjadi lebih optimal. Berikut ini ditunjukkan gambar alur verifikasi Ketepatan Isi Tabung
LPG Tertentu di SPBE/SPPBE atau di Penyalur.
HESA LC for Exellent Services
Tabel 4-20 Verifikasi Ketepatan Isi Tabung LPG Tertentu di SPBE/SPPBE atau di Penyalur
Aktivitas Instrumen Kerja PIC
- Data dari verifikasi on
desk
- Alat tulis
- Form verifikasi
- Lead Surveyor
- Surveyor
HESA LC for Exellent Services
4.11 Pelaporan dan Presentasi
Pelaporan dan presentasi kegiatan kepada pemilik kerja menjadi tahap akhir dari rangkaian pelaksanaan
kegiatan. Laporan dan presentasi yang disampaikan kepada pemilik kerja terdiri atas tiga tahap, yakni laporan
pendahuluan, laporan antara, dan laporan akhir.
4.11.1 Laporan
Penyampaian laporan biasanya dilakukan oleh seorang bawahan kepada atasan, dalam hal ini adalah atasan
yang memberikan tugas / perintah atau yang mempunyai fungsi kontrol dan pengawasan atas dirinya atau atas
kegiatan yang dilaporkan. Laporan juga bisa bersifat koordinatif (komunikasi horizontal) bila ditulis oleh
petugas dengan posisi sejajar dengan pembacanya. dalam laporan ini terbagi atas laporan pendahuluan,
laporan antara, dan laporan akhir serta ringkasan eksekutif.
4.11.1.1 Laporan Pendahuluan
Materi laporan pendahuluan diantaranya memuat:
a. Substansi KAK (latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup, objek dan wilayah kegiatan, dll)
b. Perkembangan perijinan dan koordinasi dengan Stakeholder ,
c. Gambaran umum objek kegiatan, meliputi profil SPBE, Penyalur dan Sub Penyalur,
d. Gambaran umum rantai distribusi (SPBE-Penyalur-Sub Penyalur) dan realisasi volume penyaluran isi ulang
LPG Tertentu di masing-masing wilayah kegiatan,
e. Kendala-kendala yang dihadapi di lapangan,
f. Program solusi atas kendala-kendala yang dihadapi di lapangan.
4.11.1.2 Laporan Antara
Materi laporan antara merupakan materi hasil pencapaian kegiatan paruh waktu yang di antaranya memuat:
a. Perkembangan registrasi penyalur dan sub penyalur
b. Pelaksanaan updating data pengguna yang berhak menggunakan LPG 3 Kg
c. Pelaksanaan distribusi kartu kendali
d. Progress pelaksanaan koordinasi dengan Stakeholders
e. Pemeliharaan infrastruktur
4.11.1.3 Laporan Akhir
Laporan akhir merupakan revisi dari draft laporan akhir yang sudah disesuaikan dengan masukkan dari
counterparts, yang diantaranya memuat:
a. Hasil penataan lembaga penyalur
b. Hasil Penanganan dan Pemecahan Masalah
c. Hasil penghitungan volume distribusi LPG tertentu
HESA LC for Exellent Services
d. Hasil pengembangan infrastruktur dalam sistem pendistribusian tertutup
e. Pengawasan dan monitoring sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu
f. Kesimpulan dan rekomendasi
4.11.1.4 Ringkasan Eksekutif
Ringkasan Eksekutif merupakan ringkasan dari laporan akhir yang disajikan untuk keperluan konsumsi
pimpinan kerja. Ringkasan ini berfungsi untuk mempermudah dalam menelaah dan mengetahui isi dari laporan
akhir yang disajikan dalam bentuk tulisan laporan yang isinya merupakan resume atau ringkasan dari laporan
akhir. Dalam ringkasan eksekutif hanya berisi point-point penting dari laporan akhirnya.
4.11.2 Presentasi
Presentasi adalah suatu kegiatan berbicara di hadapan banyak hadirin. Berbeda dengan pidato yang lebih
sering dibawakan dalam acara resmi dan acara politik, presentasi lebih sering dibawakan dalam acara bisnis.
Tujuan dari presentasi bermacam-macam, misalnya untuk membujuk dan untuk memberi informasi (biasanya
oleh seorang pakar), atau untuk meyakinkan. Fungsi dari presentasi adalah untuk memaparkan hasil
pelaksanaan suatu kegiatan yang telah dilakukan. Presentasi tersebut dipaparkan kepada pemberi tugas untuk
tujuan pelaporan secara lisan.
4.11.2.1 Presentasi Laporan Pendahuluan
Presentasi laporan pendahuluan dilaksanakan untuk memaparkan konsep-konsep yang telah disusun dalam
laporan pendahuluan. Presentasi ini berisi tentang substansi KAK, perkembangan perijinan dan koordinasi
dengan Stakeholder, gambaran umum objek kegiatan dan rantai distribusi, kendala dan solusi yang ada di
lapangan.
4.11.2.2 Presentasi Laporan Antara
Merupakan presentasi yang disampaikan ketika pekerjaan telah berjalan sampai paruh waktu. Materi pada
presentasi taersebut berisi revisi laporan pendahuluan dan progres hasil kegiatan. Pada materi revisi ini
terdapat materi mengenai perkembangan registrasi penyalur dan sub penyalur, perubahan data pengguna
yang berhak menerima subsidi LPG 3kg, perkembangan pendistribusian kartu kendali, perkembangan
koordinasi dengan para Stakeholder , dan proses pemeliharaan infrastruktur, serta hasil pelaksanaan kegiatan
pembinaan dan pengawasan lembaga penyalur.
4.11.2.3 Presentasi Laporan Akhir
Presentasi laporan akhir dilakukan untuk menyampaikan isi dari draft laporan akhir sebelum akhirnya dibuat
laporan akhir dari revisi yang diberikan oleh para counterparts. Materi yang ada dalam presentasi laporan
akhir ini meliputi: hasil penataan lembaga penyalur, hasil penanganan dan pemecahan masalah, hasil
perhitungan volume distribusi LPG tertentu, hasil pengembangan infrastruktur dalam sistem pendistribusian
tertutup, serta hasil pelaksanaan pembinaan dan pengawasan.
HESA LC for Exellent Services
BAB 5HASIL KEGIATAN
5.1 Identifikasi dan inventarisasi data sekunder
Dalam rangka menyusun project management plan, kegiatan pertama yang dilakukan adalah melakukan
inventarisasi dan analisis data sekunder yang relevan terkait kegiatan implementasi sistem pendistribusian LPG
Tertentu. Menurut KAK, terdapat tiga kelompok kegiatan yang berkaitan dengan inventarisasi dan analisis data
sekunder. Ketiga kelompok kegiatan tersebut dijelaskan sebagai berikut.
5.1.1 Inventarisasi data hasil pelaksanaan kegiatan 2011
Kegiatan implementasi distribusi tertutup LPG tertentu telah dimulai sejak dari tahun 2009 sampai 2011
meliputi Malang Raya (Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu), Kota Surakarta, Kabupaten
Purbalingga, Kabupaten Sumedang, dan Kota Pekanbaru, dan Kota Semarang. Untuk mengembangkan suatu
sistem monitoring distribusi LPG tertentu secara tertutup diperlukan data atau informasi yang memadai
tentang perkembangan pelaksanaan kegiantan implementasi sistem distribusi tertutup LPG tertentu. Data
hasil verifikasi penerima dan penerima kartu kendali tahun 2011.
Kabupaten Malang
Kabupaten Malang juga merupakan salah satu wilayah di Malang Raya yang juga menerima kartu kendali.
Kartu kendali tersebut dibagikan kepada usaha mikro (UM) dan rumah tangga (RT) yang terdiri dari keapal
rumah tangga dan dan keluarga. Berikut ini adalah data hasil verifikasi penerima dan penerima kartu kendali
2011 di Kabupaten Malang
Tabel 5-21 Data hasil verifikasi penerima dan penerima kartu kendali Kabupaten Malang
Kecamatan Rumah Tangga (RT) Usaha Mikro (UM) TotalAmpelgading 13.864 273 14.137Bantur 20.019 335 20.354Bululawang 16.217 657 16.874Dampit 27.071 698 27.769Dau 13.819 864 14.683Donomulyo 18.211 95 18.306Gedangan 13.449 261 13.710Gondanglegi 20.210 903 21.113Jabung 17.794 47 17.841Kalipare 18.862 193 19.055Karangploso 16.817 237 17.054Kasembon 7.382 309 7.691Kepanjen 24.332 1.507 25.839Kromengan 10.513 423 10.936Lawang 21.862 73 21.935Ngajum 12.631 532 13.163Ngantang 16.726 562 17.288
HESA LC for Exellent Services
Kecamatan Rumah Tangga (RT) Usaha Mikro (UM) TotalPagak 12.215 313 12.528Pagelaran 17.261 300 17.561Pakis 27.926 211 28.137Pakisaji 19.576 1.565 21.141Poncokusumo 23.553 610 24.163Pujon 17.203 913 18.116Singosari 33.665 540 34.205Sumber Pucung 14.448 364 14.812Sumbermanjing 22.863 209 23.072Tajinan 14.092 400 14.492Tirto Yudo 15.666 144 15.810Tumpang 18.270 775 19.045Turen 28.848 3.603 32.451Wagir 20.553 702 21.255Wajak 21.583 424 22.007Wonosari 12.292 324 12.616
Malang Total 609.793 19.366 629.159
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa total penerima dan penerima kartu kendali di Kab. Malang
sebanyak 629.159 KK. Dari jumlah tersebut yang paling banyak menerima kartu kendali adalah kecamatan
Singosari dengan jumlah penerimanya sebanyak 34.205 KK. Disusul kecamatan Turen dengan jumlah penerima
kartu kendalinya sebanyak 32.451 KK. Sedangkan kecamatan yang menerima kartu kendali paling kecil adalah
kecamatan Kasembon dengan jumlah penerima kartu kendalinya sebanyak 7.691 KK.
5.1.1.1 Data dan karakteristik lembaga penyalur dan jalur distribusi
5.1.1.1.1 Kabupaten Malang
Penyaluran penyalur di Kabupaten Malang setelah adanya penataan dapat dilihat dari tabel di bawah. Setiap
penyalur memiliki jumlah wilayah antara 1 hingga 34 Kelurahan per penyalur. Penyalur yang paling banyak
memiliki wilayah Kelurahan yaitu PT. Ilham Berkah Jaya yang meyalurkan ke 34 Desa/ Kelurahan.
Tabel 5-22 Wilayah Penyaluran Penyalur di Kabupaten Malang
Penyalur Kecamatan Desa/ KelurahanPT. Abadi Putra Jaya Poncokusumo 2PT. Abadi Putra Jaya Singosari 4PT. Alim Raya Gondanglegi 9PT. Alim Raya Pagelaran 2PT. Aman Damai Sejahtera Bululawang 1PT. Aman Damai Sejahtera Dau 3PT. Aman Damai Sejahtera Ngantang 6PT. Aman Damai Sejahtera Pakisaji 3PT. Aman Damai Sejahtera Pujon 4PT. Aman Damai Sejahtera Wagir 4PT. Araya Jaya Karangploso 2PT. Bantar Jaya Wagir 1PT. Budikarsa Adi Wijaya Migas Pakis 3PT. Budikarsa Adi Wijaya Migas Turen 3PT. Cakra Niaga Abadi Jabung 2PT. Cakra Niaga Abadi Kasembon 1PT. Cakra Niaga Abadi Ngantang 4PT. Cakra Niaga Abadi Pujon 3PT. Catalog Indah Warna Bululawang 2
HESA LC for Exellent Services
Penyalur Kecamatan Desa/ KelurahanPT. Catalog Indah Warna Sumbermanjing 4PT. Catalog Indah Warna Tirto Yudo 1PT. Catalog Indah Warna Turen 5PT. Dwi Tunggal Jaya Migas Ampelgading 2PT. Dwi Tunggal Jaya Migas Bululawang 1PT. Dwi Tunggal Jaya Migas Dampit 2PT. Dwi Tunggal Jaya Migas Pakisaji 1PT. Dwi Tunggal Jaya Migas Wagir 3PT. Galaxi Energi Pratama Poncokusumo 2PT. Galaxi Energi Pratama Singosari 4PT. Galaxi Energi Pratama Tumpang 1PT. Garuda Patra Anvika Jaya Kalipare 4PT. Garuda Patra Anvika Jaya Pagak 2PT. Gempar Nusantara Ampelgading 5PT. Gempar Nusantara Bantur 2PT. Gempar Nusantara Poncokusumo 1PT. Gempar Nusantara Tirto Yudo 1PT. Gunawan Migas Dampit 3PT. Gunawan Migas Jabung 1PT. Gunawan Migas Tumpang 5PT. Herdiyanto Soedirman Group Ampelgading 6PT. Herdiyanto Soedirman Group Tirto Yudo 4PT. Ilham Berkah Jaya Bantur 4PT. Ilham Berkah Jaya Bululawang 5PT. Ilham Berkah Jaya Gedangan 3PT. Ilham Berkah Jaya Kepanjen 2PT. Ilham Berkah Jaya Ngajum 2PT. Ilham Berkah Jaya Pagak 3PT. Ilham Berkah Jaya Pagelaran 5PT. Ilham Berkah Jaya Pakis 1PT. Ilham Berkah Jaya Pakisaji 2PT. Ilham Berkah Jaya Tajinan 5PT. Ilham Berkah Jaya Wagir 2PT. Marhamah Migas Utama Pakis 1PT. Marhamah Migas Utama Poncokusumo 3PT. Marhamah Migas Utama Tajinan 1PT. Marhamah Migas Utama Tumpang 1PT. Marhamah Migas Utama Wajak 2PT. Mulya Sri Rejeki Dampit 2PT. Mulya Sri Rejeki Dau 2PT. Mulya Sri Rejeki Poncokusumo 3PT. Mulya Sri Rejeki Sumbermanjing 7PT. Mulya Sri Rejeki Tirto Yudo 3PT. Permata Putra Bululawang 2PT. Permata Putra Kepanjen 2PT. Permata Putra Pakis 1PT. Permata Putra Singosari 1PT. Permata Putra Turen 2PT. Permata Putra Wagir 1PT. Sari Bumi Mulia Donomulyo 9PT. Sari Bumi Mulia Jabung 3PT. Sari Bumi Mulia Karangploso 1PT. Sari Bumi Mulia Poncokusumo 4PT. Sari Bumi Mulia Singosari 3PT. Sari Bumi Mulia Tumpang 4PT. Semangat Baru Jaya Bantur 2PT. Semangat Baru Jaya Donomulyo 1PT. Semangat Baru Jaya Gondanglegi 3PT. Semangat Baru Jaya Kalipare 2PT. Semangat Baru Jaya Kepanjen 5PT. Semangat Baru Jaya Kromengan 1PT. Semangat Baru Jaya Ngajum 3
HESA LC for Exellent Services
Penyalur Kecamatan Desa/ KelurahanPT. Semangat Baru Jaya Pagak 3PT. Semangat Baru Jaya Wonosari 5PT. Setia Timoer Pakis 2PT. Setia Timoer Sumbermanjing 4PT. Setia Timoer Tumpang 2PT. Setia Timoer Turen 2PT. Seulawah Inong Bantur 1PT. Seulawah Inong Bululawang 1PT. Seulawah Inong Gondanglegi 1PT. Seulawah Inong Sumber Pucung 2PT. Seulawah Inong Tirto Yudo 2PT. Seulawah Inong Turen 2PT. Seulawah Inong Wajak 2PT. Sinar Wahana Surya Mandiri Kromengan 6PT. Sinar Wahana Surya Mandiri Ngajum 4PT. Sinar Wahana Surya Mandiri Pakisaji 1PT. Sumber Alam Rasyid Keluarga Dampit 1PT. Sumber Alam Rasyid Keluarga Pakis 2PT. Sumber Alam Rasyid Keluarga Wajak 4PT. Sumber Jaya Elpiji Jabung 3PT. Sumber Jaya Elpiji Kalipare 3PT. Sumber Jaya Elpiji Sumber Pucung 5PT. Sumber Makmur Jaya Lestari Bululawang 1PT. Sumber Makmur Jaya Lestari Dampit 2PT. Sumber Makmur Jaya Lestari Jabung 1PT. Sumber Makmur Jaya Lestari Pakis 2PT. Sumber Makmur Jaya Lestari Poncokusumo 2PT. Sumber Makmur Jaya Lestari Tumpang 2PT. Sumber Makmur Jaya Lestari Wajak 3PT. Sutopo Putra Lawang 1PT. Sutopo Putra Tajinan 2PT. Tirta Delima Abadi Dau 3PT. Tirta Delima Abadi Kasembon 3PT. Tirta Delima Abadi Ngantang 3PT. Trijaya Abadi Sentausa Bantur 1PT. Trijaya Abadi Sentausa Pagelaran 1PT. Trijaya Abadi Sentausa Tirto Yudo 2PT. Trijaya Abadi Sentausa Turen 2PT. Trijaya Abadi Sentausa Wagir 1PT. Wargo Warisono Waris Wargo Suko Dampit 2PT. Wargo Warisono Waris Wargo Suko Gondanglegi 1PT. Wargo Warisono Waris Wargo Suko Pagelaran 2PT. Wargo Warisono Waris Wargo Suko Tajinan 1PT. Wargo Warisono Waris Wargo Suko Wajak 2PT. Whisnu Karya Bakti Gedangan 5PT. Whisnu Karya Bakti Kepanjen 1PT. Whisnu Karya Bakti Wonosari 3Puskopad "A" Dam V Brawijaya Singosari 1
(Sumber : Ditjen Migas, 2011)
5.1.1.2 Volume realisasi penyaluran SP(P)BE dan penerimaan penyalur di wilayah terpilih tahun
2011
Pada laporan ini disajikan tentang realisasi volume penyaluran SP(P)BE dan penerimaan penyalur di 8 wilayah
kegiatan implementasi pendistribusian tertutup LPG tertentu. Masing-masing realisasinya akan dijelaskan pada
bagian ini.
HESA LC for Exellent Services
5.1.1.2.1 Malang Raya
Data hasil verifikasi volume penyaluran pada 33 penyalur di Malang Raya dari bulan januari sampai dengan
bulan desember 2011 dapat dilihat padatabel berikut:
Tabel 5-23 Perbandingan volume penyaluran LPG tertentudi SPBE dan 33 Penyalur Malang
Raya
BULAN MYSAP DO SELISIHJANUARI 2.083.882 2.083.882 -FEBRUARI 1.921.440 1.921.440 -MARET 2.247.360 2.247.360 -APRIL 2.155.880 2.155.880 -MEI 2.254.380 2.254.380 -JUNI 2.241.520 2.241.520 -JULI 2.295.680 2.295.680 -AGUSTUS 2.394.680 2.394.680 -SEPTEMBER 2.394.000 2.394.000 -OKTOBER 2.282.620 2.282.620 -NOVEMBER 2.278.590 2.278.590 -DESEMBER 1.181.680 1.181.680 -
TOTAL 25.731.712 25.731.712 -
5.1.2 Pengolahan dan filling data awal
Filling data adalah segala tindakan atau perbuatan atau kegiatan yang berhubungan dengan masalah
pengumpulan, klasifikasi, penyimpanan, penempatan, pemeliharaan dan distribusi atas surat – surat, catatan –
catatan, perhitungan – perhitungan, grafik – grafik, data ataupun informasi yang lain dan tindakan tersebut
dilakukan dengan setepat – tepatnya dalam rangka melakukan suatu proses manajemen sehingga ketika data
tersebut dicari lagi maka akan dapat dipanggil lagi dengan mudah untuk keperluan tertentu. Dengan adanya
pengolahan dan filling data maka secara tidak langsung akan mempermudah sistem pembuatan laporan.
5.1.3 Analisa awal terhadap data hasil kegiatan 2011
Setelah selesai dilakukan proses pengolahan data, maka selanjutnya dilakukan proses analisis awal terhadap
hasil kegiatan tahun 2011. Data yang akan dianalisis terbagi ke dalam beberapa jenis kelompok data yaitu,
Data Terkait Pengguna LPG Tertentu, Data Terkait Rantai Suply LPG Tertentu dan Data Transaksi Penyaluran
LPG Tertentu serta Data Regulasi. Output dari analisis data akan berupa strategi dan perencanaan lapangan.
Strategi dan perencanaan lapangan yang dihasilkan berupa koordinasi dengan stakeholders di setiap wilayah
kegiatan, perencanaan penyiapan infrastruktur dan SDM pelaksana kegiatan, pemilihan metode sosialisasi dan
komunikasi kegiatan serta analisis data yang terkait LPG tertentu. Dengan adanya metode sosialisasi maka
akan diharapkan terjadinya koordinasi yang aktif antar masing-masing stakeholder serta target pelaksanaan
implementasi distup. Peran aktif masyarakat dan stakeholder akan membantu terlaksananya program
implementasi pendistribusian tertutup LPG tertentu dapat berjalan lancar.
HESA LC for Exellent Services
5.2 Evaluasi metodologi pelaksanaan kegiatan dan mekanisme pembinaan dan
pengawasan pendistribusian LPG tertentu secara tertutup
5.2.1 Evaluasi terhadap hasil pelaksanaan kegiatan 2011
Pembinaan dan pengawasan yang diakukan pada tahun sebelumnya, secara umum masih belum optimal. Hal
ini dapat dilihat dari ketaatan pada level lembaga penyalur dan pengguna. Bila digambarkan dalam bentuk
tabel hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan 2011 dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 5-24 Evaluasi hasil pelaksanaan kegiatan 2011
Substansi Hasil EvaluasiPenataan Rantai Suplai 1. Belum optimalnya pola pendistribusian sesuai hasil
penataan 2. Belum optimalnya penggunaan aplikasi desktop
(umumnya baru data transaksi in penyalur yg terinput)Optimalisasi Peran Pengguna 1. Belum optimalnya penggunaan kartu kendali
2. Pola transaksi distribusi LPG ke pengguna masih berubah-ubah
Regulasi & Stakeholder 1. Beberapa regulasi terkait distup belum diterbitkan di daerah
2. Belum optimalnya peran stakeholder dalam distup (monitoring dan law enforcement)
Sistem Teknologi Informasi 1. Transaksi out penyalur belum tercatat secara otomatis
Pada penataan rantai suplai (SCM) pada penyalur dan sub penyalur menunjukkan bahwa pendistribusian LPG
tertentu sesuai dengan hasil penataan 2011 belum optimal. Kemudian pada perangkat IT yang terdapat pada
penyalur (PC desktop) yang telah ditanamkan aplikasi sistem distribusi tertutup juga belum digunakan secara
optimal, secara umum data transaksi out (keluar) dari penyalur ke sub penyalur belum tercatat dengan baik.
5.2.2 Evaluasi terhadap permasalahan yang ada pada kegiatan sebelumnya
Permasalahan yang terjadi pada kegiatan implementasi sistem pendisribusian tertutup LPG tertentu tahun
2011 yang paling umum adalah rendahnya penggunaan kartu kendali sebagai sarana pembelian LPG 3 kg oleh
masyarakat di lembaga penyalur, hal ini dikarenakan pembinaan dan pengawasan terhadap sistem tidak
dilakukan secara berkala/kontinyu. Dengan adanya sistem pembinaan dan pengawasan yang tidak berkala
tersebut mengakibatkan kesadaran masyarakat yang menggunakan kartu kendali menjadi tidak stabil bahkan
mengalami penurunan.Secara tidak langsung hal ini, mengakibatkan sistem pendistribusian tertutup LPG
tertentu menjadi tidak optimal.Permasalahan selanjutnya adalah mengenai penataan wilayah salur, secara
umum penataan wilayah salur yang melibatkan lembaga penyalur tidak semudah ketika merancangnya diatas
kertas.Hal tersebut membutuhkan usaha yang maksimal dan dukungan dari berbagai pihak, tanpa dukungan
dan usaha yang maksimal menyebabkan penataan tidak berjalan sesuai dengan waktu yang diharapkan.Akibat
HESA LC for Exellent Services
dari penataan tersebut regulasi terkait dengan implementasi distribusi tertutup menjadi tertunda dan belum
bisa digunakan sebagai alat monitoring dari sistem distribusi tertutup.
Beberapa masalah tersebut memang berdampak secara langsung pada proses pelaksanaan implementasi
pendistribusian tertutup LPG tertentu. Salah satunya adalah kurang optimalnya proses penataan lembaga
penyalur. Oleh karena itu perlu metode dan mekanisme pembinaan dan pengawasan terhadap jalannya proses
implementasi distup. Fungsi dari pembinaan dan pengawasan tersebut adalah untuk melakukan monitoring
pelaksanaan distup agar pelanggaran dan dan penyelewengan program implementasi distup dapat
diminimalisir.
5.2.3 Evaluasi terhadap infrastruktur yang ter-install pada kegiatan sebelumnya
Beberapa infrastruktur yang terinstall sebelumnya masih belum optimal, hal ini diketahui dari beberapa
desktop dan EDC yang tidak bisa beroperasi dengan baik. Seperti kerusakan komponen EDC di tengah kegiatan
implementasi, padahal sebelum dilakukan instalasi sudah dicek dan hasilnya baik. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya sumber daya manusia yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan secara berkala. Kemudian
untuk level penyalur, orang yang mampu mengoperasikan aplikasi desktop sistem distribusi tertutup sangat
terbatas. Sehingga ketika orang yang bersangkutan berhalangan pada hari tertentu, maka tidak ada gantinya.
Hal ini mengakibatkan pencatatan transaksi pada penyalur menjadi tidak kontinyu atau berlubang.
5.2.4 Disain mekanisme pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan Pendistribusian Tertutup LPG
Tertentu secaratertutup
Materi atau isi dari mekanisme pembinaan dan pengawasan pada kegiatan implementasi sistem
pendistribusian tertutup LPG tertentu tahun 2012 secara umum dilakukan bertahap yang dilakukan pada
penyalur, sub penyalur, dan kelompok pengguna. Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan terkait dengan
sistem distribusi tertutup pada tahun 2012, secara rinci akan direncanakan sebagai berikut :
5.2.4.1 Pembinaan di tingkat Penyalur
Pembinaan pada tingkat penyalur secara umum menekankan pentingnya distribusi tertutup terutama
mengenai sistem rantai distribusi penyaluran LPG tertentu pada tingkat penyalur, selain itu juga dilakukan
pembinaan mengenai hal-hal teknis seputar infrastruktur yang ada pada penyalur itu sendiri. Dengan
pembinaan ini diharapkan penyalur ikut mendukung sistem distribusi tertutup, selain itu juga penggunaan
aplikasi pada desktop yang telah dibagikan dapat dipergunakan secara optimal. Berikut ini tabel materi
pembinaan di tingkat penyalur.
Tabel 5-25 Pembinaan Penyalur
NO MATERI PEMBINAAN PELAKSANAAN HASIL YANG DIHARAPKAN
1.Pemahaman Pendalaman Sistem Distribusi Tertutup
Pemilik dan Pegawai Penyalur Resmi
Mendukung Sistem Distribusi tertutup
2. Trainning penggunaan Desktop dan Pegawai Administrasi Penyalur Paham menggunakan Aplikasi
HESA LC for Exellent Services
Kartu Penyalur Resmi pada desktop
3.
Pembahasan Sub Penyalur ditetapkan dan Mekanisme Penyaluran ke Sub Penyalur pada Sistem Distribusi Tertutup
Pemilik dan Pegawai Penyalur Resmi
Paham pada sub bagian rantai distribusinya
5.2.4.2 Pengawasan di tingkat Penyalur
Pengawasan pada tingkat penyalur pada dasarnya menekankan pada rantai suplai penyaluran dari penyalur
(SCM) agar jumlah saluran LPG tertentu bisa tepat. Selain itu dalam pengawasan pada penyalur terdapat juga
pengawasan terhadap penggunaan infrastruktur yang ada pada penyalur (desktop), yang diharapkan
penggunaanya dapat maksimal. Pada kegiatan verifikasi isi ulang LPG tertentu (refill) dalam distribusi tertutup,
terdapat pengecekan kebenaran data antara penyaluran dari SPPBE hingga penyalur yang dilakukan secara
berkala. Dengan kegiatan ini diharapkan perbandingan data antara badan usaha niaga dan data penyalur tidak
memiliki perbedaan (sama) . Apabila disajikan dalam bentuk tabel, terlihat sebagai berikut :
Tabel 5-26 Pengawasan Penyalur
NO MATERI PENGAWASAN PELAKSANA HASIL YANG DIHARAPKAN
1.Pengawasan Terhadap Disiplin Penyaluran di Wilayah Distrubusi Tertutup
Tim Monitoring Daerah Kepada Penyalur Resmi
Pada penyalur resmi cukup disiplin melaksanakan penyaluran di area rayon
2.Pengawasan penggunaan Desktop dan Kartu Penyalur
Pegawai Administrasi Penyalur Resmi
Menggunakan aplikasi pada desktop di penyalur secara menyeluruh
3.Pengawasan terhadap ketepatan jumlah saluran LPG
Pemilik dan Pegawai Penyalur Resmi
Perbandingan data antara data badan usaha niaga dan data penyalur menunjukan cukup tepat.
5.2.4.3 Pembinaan di tingkat sub Penyalur
Pembinaan di tingkat sub penyalur pada kegiatan implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu
tahun 2012 mencakup tentang materi pemahaman distribusi tertutup secara umum, sehingga diharapkan sub
penyalur yang ada saat ini memahami dan mendukung program distribusi tertutup. Fungsi dari adanya
pembinaan tersebut adalah untuk memberi pemahaman terhadap sub penyalur terkait implementasi distribusi
tertutup. Materi dari pembinaan tehadap sub penyalur dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5-27 Pembinaan sub Penyalur
NO MATERI PEMBINAAN PELAKSANA HASIL YANG DIHARAPKAN
1.Pemahaman distribusi tertutup Pemilik Dan Pegawai Sub
PenyalurPaham dan Mendukung Distribusi tertutup
2.Pemahaman dan sosialisasi media-mekanisme transaksi kartu kendali-EDC/Logbook,
Pemilik & Pegawai Sub Penyalur Antusias dan partisipatif dalam menggunakan EDC
3.Pemahaman Tentang Kelompok Pengguna
Pemilik & Pegawai Sub Penyalur Paham terhadap kelompok pengguna yang ada dibawahnya
HESA LC for Exellent Services
5.2.4.4 Pengawasan di tingkat sub Penyalur
Pengawasan di tingkat sub penyalur terdiri dari pengawasan transaksi (pencatatan volume transaksi EDC dan
kartu kendali), diharapkan pengawasan ini dapat dilaksanakan oleh pemilik dan pegawai sub penyalur
kedepannya. Hal ini dikarenakan petugas pengawasan tidak dapat mengontrol/mengawasi sub penyalur
sepanjang waktu, sehingga sub penyalur itu sendiri yang mempunyai peran besar untuk ikut ambil bagian
dalam proses monitoring dan pengawasan untuk tanggung jawab terhadap rantai suplainya. Berikut ini adalah
materi pengawasan terhadap sub penyalur.
Tabel 5-28 Pengawasan sub Penyalur
NO MATERI PENGAWASAN PELAKSANA HASIL YANG DIHARAPKAN1. Pencatatan volume transaksi EDC
dan Kartu KendaliPemilik dan Pegawai Sub Penyalur
Memahami dan mendukung sistem distribusi tertutup yang berjalan
2. Pelaksanaan transaksi hanya pada kelompok pengguna
Pemilik dan Pegawai Sub Penyalur
Memahami dan mendukung kegiatan distup
5.2.4.5 Pembinaan di tingkat Pengguna
Pembinaan pada tingkat pengguna/ kelompok pengguna, akan ditekankan pada pemahaman tentang sistem
distribusi tertutup terutama manfaat dari sistem tersebut kepada pengguna LPG tertentu. Selain pemahaman
tentang sistem distribusi tertutup secara umum, pembinaan juga ditujukan untuk menambah pengetahuan
pengguna LPG tertentu terhadap mekanisme kartu kendali dan kelompok pengguna dan sub penyalur. Dengan
adanya pembinaan seperti ini diharapkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penggunaan kartu kendali
akan semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Tabel 5-29 Pembinaan Pengguna
NO MATERI PEMBINAAN HASIL YANG DIHARAPKAN
1. Pemahaman Tentang Sistem Distribusi TertutupPaham tentang distup dan mau menjalankan ketentuan dalam distup
2.Mekanisme Kartu Kendali dan Kelompok Pengguna dan Sub Penyalur ditetapkan
Paham tentang penggunaan kartu kendali sehingga mau melaksanakan ketentuan dan penggunaan kartu kendali untuk melakukan transaksi di sub penyalur hasil penetapan
HESA LC for Exellent Services
5.2.4.6 Pengawasan di tingkat Pengguna
Pengawasan di tingkat pengguna akan dititikberatkan pada pengawasan penggunaan kartu kendali dan disiplin
transaksi pada sub penyalur yang telah ditetapkan, hal ini sangat penting mengingat pada kegiatan
sebelumnya kedisiplinan dari pengguna masih belum optimal.
Tabel 5-30 Pengawasan Pengguna
NO MATERI PENGAWASAN HASIL YANG DIHARAPKAN1. Penggunaan Kartu Kendali Terlihat peningkatan penggunaan kartu kendali
2.Disiplin Transaksi Pada Sub Penyalur Ditetapkan
Sudah terlihat pemindahan pola pembelian kepada sub penyalur yang ditetapkan pada kelompok penggunanya.
3.Pengetahuan Pengguna tentang distup
Masyarakat sudah mulai paham arti pentingnya Distup di wilayahnya.
5.2.5 Perencanaan dan strategi pelaksanaan kegiatan lapangan, pelatihan dan mobilisasi
personil
Sub bab ini menjelaskan tentang proses perencanaan dan strategi di lapangan, terkait SDM, Manpower, dan
proses mobilisasi masing-masing personil. Untuk lebih jelasnya mengenai masing-masing sub bab ini dapat di
jelaskan pada sub bab berikut.
5.2.5.1 Perencanaan dan strategi pelaksanaan kegiatan lapangan
Perencanaan dan strategi pelaksana kegiatan lapangan pada kegiatan implementasi sistem pendistribusian
tertutup LPG tertentu pada tahun 2012 dibagi menjadi beberapa posisi yang mempunyai jobdesk khusus.
Diharapkan dengan adanya jobdesk ini perencanaan dan strategi yang akan diterapkan dilapangan dapat
berjalan dengan optimal, secara lengkap dijabarkan pada tabel dibawah ini :
Tabel 5-31 Jobdesk Pelaksana Lapangan
POSISI JOBDESK
AM
- Melakukan perencanaan terhadap kegiatan perizinan, pelatihan, implementasi infrastruktur, pembinaan dan pengawasan, dan verifikasi distribusi isi ulang untuk wilayah yang berkaitan. Perencanaan dibuat dalam bentuk rencana kerja, jangka waktu pelaksanaan, dan target waktu penyelesaian pekerjaan, yang terdapat di dalamnya 5 w + 1 h- Menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan pekerjaan- Melakukan perijinan kepada Gubernur/Bupati/WaliKota pada SKPD terkait- Melakukan koordinasi dan sosialisasi perencanaan kegiatan (hasil sebelumnya dan rencana tindak lanjut di tahun ini) dengan stakeholder- Melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah dalam hal penerapan regulasi daerah- Witness dan memberikan justifikasi atas hasil kerja AS dan FAO
AS - Membantu AM dan PMO wilayah dalam melakukan perencanaan dengan memberikan data dan informasi - Membantu AM dan PMO wilayah dalam kegiatan perizinan- Membantu AM dan PMO wilayah dalam menerapkan program kerja yang sudah dibuat- Melakukan mobilisasi personil dan non personil- Inventarisasi infrastruktur IT (EDC, PC, server dan perangkat IT lainnya) berdasarkan jumlah, sistem dan fungsi sesuai dengan perencanaan
HESA LC for Exellent Services
- Membantu dalam pengerjaan dan menyelesaikan semua pekerjaan kegiatan maintenance- Melakukan supervisi terhadap hasil kegiatan FAO yang dibuktikan dengan adanya form dan berita acara
AOC
- Membantu PMO wilayah dan AM untuk mempersiapkan administrasi perijinan ke stakeholder- Melakukan persiapan sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan di wilayah- Melakukan penyiapan perangkat kerja dan instrumen implementasi lapangan (EDC, PC, server dan perangkat IT lainnya dan form Berita Acara)- Melakukan pendistribusian dan instalasi perangkat kepada seluruh penyalur dan sub penyalur resmi yang ditunjuk- Melakukan maintenance terhadap infrastruktur yang dibuktikan dengan adanya form dan berita acara sebagai berikut :Berita Acara Maintenance DesktopBerita Acara Maintenance EDC- Melakukan pembinaan dan pengawasan yang dibuktikan dengan adanya form dan berita acara sebagai berikut :Berita Acara Binwas Penyalur Berita Acara Binwas SP Berita Acara Binwas KPForm Pengaduan dan Pengajuan customer service Rekap Penanganan Pengaduan dan Pengajuan - Monitoring dan pelaporan hasil transaksi LPG yang dibuktikan dengan adanya form dan berita acara sebagai berikut :Rekap dan Contoh SPPRekap dan Contoh Transport Fee Rekap dan Contoh Filling Fee Kertas Kerja Verifikasi
5.2.5.2 Pelatihan dan mobilisasi personil
Pelatihan dan mobilisasi personil pada kegiatan implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu
dilakukan dengan memberikan materi yang telah disesuaikan dengan kondisi masing-masing wilayah kegiatan.
Adapun tujuan umum diadakannya pelatihan yaitu :
1. Penyamaan visi dan misi dalam program kegiatan implemetasi sistem pendistribusian tertutup LPG
tertentu di Kota Pekanbaru;
2. Tersampaikannya pemahaman kepada pelaksana lapangan akan kegiatan implemetasi sistem
pendistribusian tertutup LPG tertentu;
3. Pembekalan dan transfer of knowledge kepada pelaksana lapangan akan kegiatan implemetasi sistem
pendistribusian tertutup LPG tertentu.
Kemudian untuk mobilisasi tenaga ahli, pertama kali diadakan pertemuan dengan membahas secara
mendalam mengenai distribusi tertutup di 8 wilayah kegiatan yang dilanjutkan dengan diskusi.
5.2.6 Disain pola dan pelaksanaan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan Stakeholder
Pola koordinasi pada kegiatan implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu pada tahun 2012
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 5-32 Disain Pola Koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan Stakeholder
HESA LC for Exellent Services
NOJENIS
KOORDINASIMETODE STAKEHOLDER TUJUAN
1Sosialisasi Propinsi
Paparan
Gubernur
Tersosialisasinya kegiatan distribusi tertutup di wilayah Kabupaten dan terjalinnya hubungan baik dengan Pemerintah Propinsi di wilayah kegiatan.
ESDM PropinisiDukungan dari stakeholder terkait
pekerjaan implementasi distribusi tertutup LPG tertentu
VP Pertamina GasdomDitjen MigasBupati/ WaliKota
2Sosialisasi
KabupatenPaparan
Bupati/ WaliKota
Tersosialisasinya kegiatan distribusi tertutup di wilayah Kabupaten dan terjalinnya hubungan baik dengan Pemerintah Daerah setempat.
SKPDDukungan dari stakeholder terkait
pekerjaan implementasi distribusi tertutup LPG 3 kg
PertaminaCamatHiswanaKepolisian
3Sosilisasi
KecamatanPaparan
Camat
Tersosialisasinya kegiatan distribusi tertutup di wilayah Kabupaten dan terjalinnya hubungan baik dengan pihak Kecamatan dan Kelurahan
Lurah/ Kepala DesaDukungan dari stakeholder terkait
pekerjaan implementasi distribusi tertutup LPG 3 kg
4Koordinasi
Internal dengan Gasdom
Pendekatan persuasif
Gasdom PertaminaDikeluarkannya Surat edaran gasdom
(pusat & daerah) terkait dukungan dan keputusan penataan penyalur
5Rapat
Koordinasi KecilDiskusi
Hiswana Kabupaten/ Kota Tercapainya kesepahaman dan kesanggupan, serta detail teknis dalam rangka implementasi distribusi tertutup dari hiswana dan penyalur
Penyalur LPG di wilayah Kab./ Kota
6 Rapat Koordinasi Kecil
Diskusi Tim MonitoringPenyusunan rencana kerja tim
monitoring, dan tupoksi
7 DiskusiKetua Tim Monitoring Revisi dan pembahasan draft
penetapan lembaga penyalur dan mekanisme penyaluran LPG 3 kg
Rapat Koordinasi Kecil
Staf Ahli bidang hukum dan ekonomi Kabupaten/Kota
8Koordinasi
internal dengan Tim Monitoring
Pendekatan persuasif
Ketua tim Monitoring
Dikeluarkannya surat edaran dari Pemerintah Daerah ke Kecamatan, Kelurahan, Pengguna dan pelaku bisnis LPG untuk mendukung kegiatan distub
Dikeluarkannya surat edaran untuk penyalur dan sub panyalur melakukan registrasi sebagai lembaga penyalur resmi
5.3 Perijinan dan koordinasi dengan Stakeholder
Agar pelaksanaan Implementasi dan Pengembangan Sistem Pengawasan Pendistribusian LPG tertentu berjalan
dengan lancar maka perlu adanya perizinan kegiatan. Proses perizinan merupakan kegiatan yang bersifat
birokratis yang dapat menghambat jalannya kegiatan jika tidak dijalankan dengan prosedur yang telah
ditetapkan. Perijinan pelaksanaan kegiatan ini melibatkan berbagai pihak terkait baik di tingkat pusat maupun
daerah. Jika proses perizinan telah didapat maka pelaksanaan selanjutnya berupa koordinasi dengan
stakeholders terkait dapat dilaksanakan.
HESA LC for Exellent Services
Selain perijinan, sesuai dengan amanat yang tercantum dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri
Nomor 17 Tahun 2011 dan Menteri ESDM No. 05 Tahun 2011 tentang pembinaan dan pengawasan
pendistribusian tertutup LPG tertentu di Daerah, bahwa dalam rangka pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud perlu melibatkan peran serta pemerintah daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Sebelum koordinasi dilakukan ditingkat Kabupaten, koordinasi di pemerintahan pusat perlu dilakukan.
Pemerintah pusat adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Dalam Negeri
sedangkan Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati/WaliKota dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintah Daerah. Mempersiapkan administrasi perijinan ke stakeholder.
Perizinan adalah penting adanya bagi pelaksanaan kegiatan, selain untuk melegalkan kegiatan implementasi
distribusi tertutup LPG 3 Kg tertentu, kegiatan perizinan juga bertujuan untuk mendapatkan dukungan dari
stakeholder dan menciptakan kesempatan bagi stakeholder, dalam hal ini adalah pemerintah daerah untuk
berperan aktif dalam mensuksekan kegiatan implementasi distribusi tertutup LPG 3 Kg tertentu di wilayah
yang dipilih. Tahapan dalam perizinan adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapkan administrasi perijinan ke stakeholder;
Stakeholder dalam hal ini adalah Kementerian ESDM melalui Dirjen Migas dan Kemendagri. Dirjen
Migas diharapkan dapat memberikan surat keterangan ataupun pengantar sehubungan dengan
kegiatan implementasi distribusi tertutup LPG 3 Kg tertentuserta Kemendagri diharapkan dapat
memberikan surat pengantar kepada pemerintah daerah setempat yang berisikan himbauan untuk
berperan aktif dalam mendukung kegiatan implementasi distribusi tertutup LPG 3 Kg tertentu.
Guna mendapatkan izin tersebut, konsultan juga mempersiapkan berbagai macam kelengkapan
administrasi yang dimungkinkan dan diperlukan guna pelaksanaan pengurusan izin pelaksanaan
kegiatan tersebut.
Beberapa administrasi perijinan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
a. Surat Permohonan Kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal
Migas perihal permohonan izin pelaksanaan kegiatan di wilayah terkait
b. Surat pengantar dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Migas
perihal penugasan pelaksanaan kegiatan di wilayah terkait
c. Surat pengantar dari Kementerian Dalam Negeri perihal pelaksanaan kegiatan di wilayah
terkait dan permohonan keterlibatan pemerintah daerah serta instansi terkait
d. Company Profile
e. Selayang Pandang Kegiatan Implementasi Sistem Pendistribusian Tertutup
2. Melakukan perijinan kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Propinsi, dan Kabupaten/Kota
setempat
3. Melakukan koordinasi dan sosialisasi perencanaan kegiatan dengan stakeholder;
Pada tahap ini, dibahas bersama-sama mengenai hasil pekerjaan tahun sebelumnya,
mengidentifikasi key success dan kekurangan atau program yang belum berjalan dengan optimal.
Seperti telah dibahas di atas, bahwa untuk menentukan permasalahan yang masih ada dan
HESA LC for Exellent Services
tindakan perbaikan yang akan diambil, maka perlu dilakukan asistensi dengan pemerintah daerah
setempat.
4. Melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah dalam hal penerapan regulasi daerah.
Dalam rangka mewujudkan peran aktif pemerintah daerah untuk mendukung kegiatan implementasi distribusi
tertutup LPG 3 Kg tertentu di wilayah yang dipilih, maka diperlukan koordinas dengan pemerintah daerah
dalam melakukan tindakan perbaikan yang telah disepakati dalam poin sebelumnya. Regulasi pemerintah
daerah merupakan dasar hukum dari kegiatan pembinaan dan pengawasan (tindakan perbaikan) yang akan
dilakukan.
5.3.1 Perijinan kepada Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota setempat
Perijinan kepada Pemerintah Daerah (Pemerintah Daerah) Propinsi dan Kabupaten/Kota setempat merupakan
langkah awal dalam rangka melakukan kegiatan implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu
pada tahun 2012. Dibawah ini akan digambarkan kondisi status perijinan pada masing-masing wilayah
tersebut.
Tabel 5-33 Status Administrasi perijinan
No. Kabupaten/Kota 1 2 3 4 55 Kota Malang √ √ √ √ √6 Kabupaten Malang √ √ √ √ √7 Kota Batu √ √ √ √ √
Keterangan:
1 = SPMK, 2 = Surat Pengantar dari Migas, 2 = Surat pengantar dari Kemendagri, 4 = Surat Permohonan Izin
dari Perusahaan, 5 = Surat tugas dari Perusahaan
Surat pengantar dari Dirjen Migas dan Kemendagri akan menjadi dasar kegiatan perizinan untuk memperoleh
ijin dari Gubernur/Bupati/WaliKota. Perizinan ini dilakukan secara bertahap, artinya setelah mendapat izin dari
Gubernur kemudian melakukan perizinan ke WaliKota/ Bupati. Proses perizinan tersebut perlu waktu yang
cukup sekaligus untuk melakukan koordinasi dengan pihak stakeholder terkait. Hasil dari perizinan tersebut
berupa surat perizinan yang telah disetujui oleh pihak Pemerintah Daerah yng nantinya kan diteruskan ke
jajaran instansi terkait yang ada di bawahnya. Dari ke 3 wilayah Kab/Kota tersebut semua sudah mengeluarkan
surat perijinan untuk melakukan distribusi tertutup di wilayahnya. Dari hasil surat perijinan tersebut kemudian
di tindaklanjuti dengan melakukan inventarisasi data awal kemudian baru melakukan kegiatan lapangan
dengan melakukan pembinaan dan pengawasan terkait distup di masing-masing wilayah.
5.3.2 Koordinasi dan sosialisasi perencanaan kegiatan dengan stakeholder
Beberapa koordinasi dan sosialisasi dengan stakeholder yang telah dilakukan terkait perencanaan kegiatan dan
rencana tindak lanjut meliputi Koordinasi dan Sosialisasi sebagai berikut :
- Koordinasi dengan Gasdom pusat dan daerah
HESA LC for Exellent Services
Koordinasi Kegiatan dengan Gasdom Pusat dan Daerah. Koodrinasi dengan pihak Gasdom dilakukan
dalam rangka meminta dukungan dan kerjasama terutama di wilayah kerja masing-masing Gasdom.
- Koordinasi dengan Hiswana Migas dan Penyalur
Koordinasi dengan Hiswana Migas dan Penyalur, melaksanakan koordinasi dengan pihak Hiswana
Migas dan penyalur agar tercapai kesepahaman dan kesanggupan serta detail teknis dalam rangka
Pengawasan Sistem Pendistribusian Tertutup LPG Tertentu.
- Koordinasi dengan pemerintahan propinsi dan kabupaten/Kota
Memperoleh dukungan dari pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota agar kegiatan ini
dapat dilaksanakan dengan baik dan terjalinnya hubungan yang baik antara pelaksana kegiatan dan
pemerintah daerah setempat.
- Sosialisasi pendistribusian LPG Tertentu secara tertutup
Koordinasi bertujuan untuk mendapatkan dukungan terhadap program distribusi tertutup LPG tertentu dan
tersampaikannya program distribusi tertutup pada level masyarakat pengguna dan pelaku bisnis penyaluran
LPG tertentu. Koordinasi tersebut dapat berupa kerjasama dalam hal melakukan kegiatan sosialisasi di
wilayahnya. Bentuk sosialisasi tersebut mulai dari sosialisasi tingkat pusat hingga ke tingkat desa.
1. Sosialisasi di Tingkat Pemerintah Propinsi dan Pemkab
Sosialisasi Kegiatan di pemerintah propinsi dan kabupaten/kota ini di lakukan di wilayah propinsi terkait distup.
Tujuan dari sosialisasi ini adalah:
a. Mensosialisasikan kegiatan implementasi Sistem pendistribusian LPG Tertentu di wilayah Kab. Malang.
b. Memperoleh dukungan dari pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota agar kegiatan ini dapat
dilaksanakan dengan baik dan terjalinnya hubungan yang baik antara pelaksana kegiatan dan pemerintah
daerah setempat.
2. Sosialisasi di Tingkat Kecamatan
Sosialisasi Pelaksanaan Kegiatan Tingkat Kecamatan. Pelaksanaan kegiatan sosialisasi ini dalam rangka
mensosialisasikan kegiatan implementasi Sistem pendistribusian LPG Tertentu wilayah Kab. Malang dengan
demikan diharapkan selama kegiatan berlangsung mendapatkan dukungan penuh dari pihak kecamatan,
kelurahan dan masyarakat pengguna
3. Sosialisasi di Tingkat Desa
Sosialisasi di tingkat desa dilakukan melalui perangkat desa terkait dan melalui kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh desa. Tujuan kegiatan tersebut adalah untuk mempermudah dan mendapat dukungan dalam
melakukan koordinasi dan sosialisasi di wilayah desa.
Berikut ini beberapa gambar foto dokumentasi kegiatan koordinasi di masing-masing wilayah.
HESA LC for Exellent Services
Gambar 5-5 Foto Kegiatan Koordinasi dengan Pemerintah Daerah Kab. Malang
5.4 Persiapan dan pelatihan kepada pelaksana kegiatan di wilayah
Persiapan dan pelatihan kepada pelaksana kegiatan di wilayah mencakup beberapa hal seperti persiapan
sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan, pelatihan personil pelaksana, mobilisasi personil dan non personil,
dan yang terakhir adalah penyiapan perangkat kerja dan instrumen kegiatan dalam rangka implementasi
sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu. Diharapkan dengan adanya persiapan yang matang, maka
permasalahan-permasalahan yang akan muncul nantinya dapat diminimalisir.
5.4.1 Persiapan sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan di wilayah
Persiapan sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan di wilayah dilakukan berdasarkan pada ketentuan yang
ada dalam perjanjian kontrak kerja.
5.4.2 Pelatihan personil pelaksana
Pelatihan personil pelaksana di lapangan pada kegiatan implementasi distup 2012 meliputi pemahaman awal
mengenai pentingnya maintenance sistem distribusi tertutup. Kemudian dijelaskan juga mengenai metodologi
yang digunakan di lapangan beserta instrumen yang dibutuhkan. Sistem pelatihan yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan peserta pelatihan dalam satu tempat, berikut ini adalah dokumentasi kegiatan pelatihan
terkait dengan distup maintenance di Malang Raya. Berikut ini beberapa foto dan hasil dokumentasi kegiatan
pelatihan personil dilapangan yang ada di Malang Raya.
HESA LC for Exellent Services
Gambar 5-6 Foto Kegiatan Pelatihan di Kabupaten Malang
5.4.3 Mobilisasi personil dan non personil
Mobilisasi personil dan non personil untuk kegiatan lapangan mencakup personil tenaga ahli dan tenaga
pendukung. Tenaga ahli terdiri dari 1 (satu) tenaga ahli yang berfungsi sebagai ketua tim dan didukung dengan
6 (enam) tenaga ahli muda yang terdiri dari berbagai bidang ilmu kajian. Berikut adalah uraian fungsi, tugas
dan tanggungjawab dari masing-masing tenaga ahli:
1. Ketua Tim (Ahli Kepala Management)
Ketua tim merupakan posisi tertinggi pada pelaksanaan pekerjaan Implementasi Distribusi tertutup
LPG 3 Kg. Tugas-tugas yang diemban seorang ketua tim, diantaranya adalah memimpin proyek,
mengontrol semua perubahan dalam proyek dan mereviewnya, bertanggung jawab secara teknis
terhadap semua kualitas dan hasil pekerjaan, serta mengkoordinasi seluruh perencanaan program
teknis serta pengaturan tugas dan kewajiban yang menyangkut pengumpulan, seleksi dan sortasi data
awal, identifikasi permasalahan, pembangunan, simulasi, implementasi, pengadaan instalasi
perangkat keras dan perangkat lunak, pemasukan data, pelatihan, pelaporan, dan dokumentasi
sistem.
2. Tenaga Ahli Muda Sosiologi
Tenaga ahli muda memiliki peranan dalam membantu ketua tim dalam menjalankan kegiatan
implementasi Sistem Distribusi Tertutup LPG 3 Kg. Adapun tugas dan tanggung jawab yang dimiliki
tenaga ahli muda sosiologi adalah membantu membuat bahan atau materi survei yang komunikatif
dan mudah diserap oleh tim survei lapangan, membantu memberikan arahan dan masukan kepada
HESA LC for Exellent Services
tim survei lapangan, serta membantu menganalisa perilaku masyarakat dengan adanya regulasi baru
sehingga masyarakat dapat menerima kebijakan yang baru.
3. Tenaga Ahli Muda Supply Chain Management
Tenaga ahli muda memiliki peranan dalam membantu ketua tim dalam menjalankan kegiatan
implementasi Sistem Distribusi Tertutup LPG 3 Kg. Adapun tugas dan tanggung jawab yang dimiliki
tenaga ahli muda supply chain managementadalah membantu ketua tim untuk melakukan analisa
terhadap rantai distribusi lembaga penyalur LPG tertentu saat dipergunakan rantai distribusi yang
tertutup, membantu ketua tim untuk mengumpulkan data mengenai kondisi infrastruktur lembaga
penyalur LPG tertentu serta keberadaan, membantu ketua tim untuk menghitung kebutuhan jumlah
lembaga penyalur dan volume LPG tertentu yang disalurkan, membantu ketua tim untuk membantu
memberikan arahan terhadap tim teknis survey, membantu ketua tim untuk melakukan suvervisi dan
pengawasan kualitas survey, membantu ketua tim untuk membuat rancangan atau sistem rantai
distribusi (supply chain) yang ideal.
4. Tenaga Ahli Muda Statistik
Tenaga ahli muda memiliki peranan dalam membantu ketua tim dalam menjalankan kegiatan
implementasi Sistem Distribusi Tertutup LPG 3 Kg. Adapun tugas dan tanggung jawab yang dimiliki
tenaga ahli muda statistik adalah membantu ketua tim untuk memberikan arahan dalam pelaksanaan
pekerjaan pengumpulan data awal untuk semua kegiatan dalam proyek ini, membantu melakukan
koordinasi dan pengaturan dalam pelaksanaan pengumpulan data awal, membantu ketua tim
mengelompokkan dan menyusun data awal dalam format statistik untuk bahan perhitungan dan
pengolahan,membantu ketua tim melakukan konversi dan formating data hasil pengumpulan data
awal ke dalam format statistik yang telah ditentukan
5. Tenaga Ahli Muda Sistem Informasi
Tenaga ahli muda memiliki peranan dalam membantu ketua tim dalam menjalankan kegiatan
implementasi Sistem Distribusi Tertutup LPG 3 Kg. Adapun tugas dan tanggung jawab yang dimiliki
tenaga ahli muda sistem informasi adalah membantu ketua tim menyusun persiapan aplikasi database
untuk mempermudah input dan pengolahan data baik hardware maupun software, membantu ketua
tim melakukan koordinasi pihak terkait dalam pembuatan aplikasi database, membantu ketua tim
membuat konsep modul pelatihan sistem informasi manual untuk aplikasi database, membantu ketua
tim membuat semua laporan tentang kaidah-kaidah sistem informasi baik secara aplikasi maupun
teoritis.
6. Tenaga Ahli Muda Hukum
Tenaga ahli muda memiliki peranan dalam membantu ketua tim dalam menjalankan kegiatan
implementasi Sistem Distribusi Tertutup LPG 3 Kg. Adapun tugas dan tanggung jawab yang dimiliki
tenaga ahli muda hukum adalah membantu ketua tim membuat payung hukum dalam pelaksanaan
HESA LC for Exellent Services
pekerjaan, membantu ketua tim dalam melakukan koordinasi dengan pejabat terkait yang
berhubungan dengan hukum yang berlaku, membantu ketua tim melakukan koordinasi pekerjaan
dengan tenaga ahli lainnya, serta membantu ketua tim membuat semua laporan pelaksanaan serta
bahan presentasi mengenai pelaksanaan kegiatan sebagaimana yang ditentukan dalam kerangka
acuan kerja.
7. Tenaga Ahli Muda Manajemen
Tenaga ahli muda memiliki peranan dalam membantu ketua tim dalam menjalankan kegiatan
implementasi Sistem Distribusi Tertutup LPG 3 Kg. Adapun tugas dan tanggung jawab yang dimiliki
tenaga ahli muda manajemen adalah melakukan analisa manajemen untuk semua kegiatan dalam
proyek ini, melakukan koordinasi dengan ketua tim ahli dalam pengendalian proyek mulai dari
perencanaan sampai pelaksanaan, serta membuat semua laporan pelaksanaan serta bahan presentasi
mengenai manajemen.
5.4.4 Penyiapan perangkat kerja dan instrumen kegiatan lapangan
Dalam pelaksanaan kegiatan lapangan terkait dengan implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG
tertentu, diperlukan perangkat kerja dan instrumen kegiatan lapangan seperti form, BA, SOP, dan buku
panduan.Penyiapan perangkat kerja tersebut telah dilakukan beberapa bulan sebelumnya, sehingga
pelaksanaan kegiatan di lapangan dapat berjalan dengan optimal dan tidak menghabiskan banyak waktu.
Penyiapan perangkat kerja tersebut meliputi beberapa hal yang terkait dengan kegiatan di lapangan, mulai dari
penyusunan form survei, penyiapan Berita Acara, penyusunan SOP dan pembuatan buku panduan sebagai
modul acuan pelaksanaan pekerjaan.
5.5 Implementasi infrastruktur sistem pendistribusian tertutup LPG Tertentu
Implementasi infrastruktur sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu meliputi dua kegiatan utama.
Kegiatan yang pertama adalah pendistribusian dan instalasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu,
sistem tersebut meliputi pemasangan server di pusat, PC Desktop di penyalur dan Electronic Data Capture
(EDC) pada sub penyalur. Selain didistribusikan juga dilakukan instalasi aplikasi yang akan digunakan nantinya,
aplikasi tersebut mempunyai beberapa fungsi seperti memudahkan pencatatan transaksi dan pengawasan
(monitoring) data transaksi yang terjadi selama implementasi distribusi tertutup.
5.5.1 Pendistribusian dan instalasi infrastruktur sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu
Pendistribusian dan instalasi infrastruktur sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu dilakukan di 3 titik
lokasi atau wilayah kabupaten/ Kota. Wilayah tersebut adalah Kota Batu, Kota Malang dan Kabupaten Malang.
Instalasi infrastruktur tersebut berupa seperangkat PC Desktop dan instalasi Electronic Data Capture (EDC).
5.5.1.1 Persiapan infrastruktur IT
Persiapan infrastruktur yang dilakukan untuk mendukung kegiatan implementasi sistem pendistribusian
tertutup LPG tertentu tahun 2012 yang mencakup 3 Kabupaten/ Kota antara lain yaitu :
HESA LC for Exellent Services
1. Set Up kantor pusat dan kantor wilayah yang digunakan sebagai hotline centremengenai distribusi
tertutup pada tahun 2012;
2. Penyediaan server pusat, sebagai data center dari seluruh kegiatan transaksi di Malang Raya;
3. Penyediaan PC Desktop pada penyalur untuk Malang Raya, yang didalamnya diinstal aplikasi khusus
untuk distribusi tertutup;
4. Penyediaan Electronic Data Capture (EDC) untuk sub penyalur yang terpilih.
5.5.1.2 Pendistribusian dan instalasi perangkat kepada seluruh penyalur dan sub penyalur
Pendistribusian dan instalasi perangkat kepada seluruh penyalur dan sub penyalur pada kegiatan implementasi
sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu pada Malang Raya mempunyai target total instalasi desktop di
semua penyalur dan EDC di sub penyalur, serta server di pusat sebagai tempat untuk menyimpan data
transaksi dari daerah. Sampai saat ini kegiatan pendistribusian dan instalasi telah dilakukan ke 3 wilayah
tersebut, setelah dilakukan pendistribusian kegiatan selanjutnya adalah kegiatan pembinaan dan pengawasan
dalam rangka kegiatan distribusi tertutup. Fungsi dari kegiatan ini adalah sebagai sarana monitoring dan
kontrol terhadap pelaksanaan kegiatan implementasi pendistribusian tertutup LPG tertentu.
5.5.2 Integrasi perangkat/infrastruktur pada sistem IT integrasi
Integrasi sistem IT pada kegiatan distibusi tertutup mencakup server hingga EDC, serta pengaktifan sistem
online yang bisa dihandalkan untuk diakses oleh stakeholder yang berkepentingan. Berikut ini disajikan skema
gambar proses integrasi perangkat IT.
Gambar 5-39 Sistem Integrasi Infrastruktur IT
HESA LC for Exellent Services
5.6 Pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan sistem pendistribusian tertutup
LPG tertentu.
Maksud dan tujuan dari Bimbingan dan Pengawasan yaitu memberikan kesamaan pandangan dalam
menyelesaikan dan memecahkan permasalahan yang terkait dengan hasil-hasil pengawasan dan evaluasi
dalam mencapai tujuan program implementasi pendistribusian tertutup LPG tertentu. Tujuan pelaksanaan
bimbingan dan pegawasan tersebut, agar informasi mengenai arah dan kebijakan pengawasan terkait distup
dalam upaya meminimalisasi terjadinya temuan - temuan pemeriksaan yang berulang dapat tersampaikan
dengan baik serta terselesaikannya masalah hasil pengawasan dan evaluasi yang mempengaruhi tujuan
program.Pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu tahun
2012 meliputi kegiatan sebagai berikut :
1. Pengawasan terhadap pelaksanaan sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu
2. Pembinaan terhadap pelaksanaan sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu
3. Pelayanan terpadu penanganan dan informasi pelanggan LPG tertentu dan lembaga penyalur
4. Perhitungan volume transaksi LPG Tertentu
5.6.1 Pengawasan terhadap pelaksanaan sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu
5.6.1.1 Pengawasan terhadap kepatuhan lembaga penyalur dalam melaksanakan penyaluran
LPG tertentu sesuai wilayah yang telah ditentukan
Pengawasan terhadap kepatuhan lembaga penyalur dalam melaksanakan penyaluran LPG tertentu sesuai
wilayah yang ditentukan merupakan salah satu hal yang harus dilaksanakan oleh penyalur dari waktu ke
waktu. Secara umum penyaluran sesuai dengan hasil penataan belum sepenuhnya terlaksana, hal ini
memerlukan pembinaan secara terus menerus dan membutuhkan pendampingan bersamaan dengan
pengawasan terhadap pelaku kegiatan distribusi tertutup yang lain. Hasil dari pengawasan terhadap penyalur
dalam rangka penyaluran sesuai dengan penataan wilayah salur pada Malang Raya tahun 2012 dapat dilihat
sebagai berikut :
Tabel 5-34 Hasil Pengawasan terhadap Penyalur
KAB./ KOTA HASIL PELAKSANAAN
Kabupaten Malang
- Uji coba di 3 Penyalur untuk Penyalur Alim Raya, Seulawah , Cakra Niaga
Abadi (Singosari, Kepanjen, Gondang Legi dan Pakis Haji)
- Sedang dilakukan Penyalur yang masih melakukan rekonsiliasi sudah
menyetujui hasil penataan tetapi belum dapat mendistribusikan sesuai
dengan penataan sebelum rekonsiliasi selesai.
HESA LC for Exellent Services
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa di beberapa wilayah distribusi tertutup hasil penyaluran penyalur
dalam menyalurkan LPG tertentu sesuai dengan hasil penataan banyak dipengaruhi oleh kondisi geografis yang
sulit terjangkau, sehingga penyaluran belum bisa optimal. Berbeda dengan wilayah kegiatan yang mempunyai
kondisi geografis datar, penyaluran sudah cukup baik (walaupun masih ada kendala di perbatasan wilayah
administratif).
5.6.1.2 Pengawasan terhadap penggunaan infrastruktur transaksi pembelian yang ter-install
pada lembaga penyalur
Pengawasan terhadap infrastruktur disini meliputi beberapa alat yang dijadikan sebagai instrumen transaksi
seperti PC Desktop pada penyalur dan EDC pada sub penyalur. Beberapa permasalahan terkait dengan
infrastruktur transaksi yang paling umum menjadi sumber tidak efektifnya yaitu masalah sumber daya manusia
yang terbatas pada penyalur maupun sub penyalur. Sehingga ketika orang yang mampu mengoperasikan
Desktop maupun EDC berhalangan pada waktu tertentu, maka pencatatan transaksi ikut berhenti. Di beberapa
wilayah kegiatan, penggunaan infrastruktur transaksi sudah cukup baik, hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan
dan kesadaran dari lembaga penyalur itu sendiri dalam menggunakan infrastruktur tersebut.
Berikut ini gambaran secara umum mengenai hasil pengawasan terhadap penggunaan infrastruktur transaksi
pada Malang Raya 2012 :
Tabel 5-35 Hasil Pengawasan terhadap Penggunaan Infrastruktur Transaksi
Kabupaten/ Kota Desktop EDC
Kabupaten Malang
Penggunaan aplikasi desktop di penyalur masih belum cukup optimal, hal ini dikarenakan sumber daya manusia yang mengerti tentang tata cara penggunaan aplikasi desktop penyalur masih sangat terbatas. Perlu adanya transfer pengetahuan tentang cara penggunaan aplikasi desktop ke anggota di penyalur tersebut, sehingga penggunaannya dapat lebih meningkat dan konsisten
Penggunaan EDC di sub penyalur di Kabupaten Malang sudah cukup baik, walaupun ada beberapa sub penyalur yang belum konsisten dalam penggunaannya. Namun diharapkan penggunaannya akan semakin meningkat seiring dengan berjalannya waktu dan pembinaan yang dilakukan secara kontinyu di masing-masing sub penyalur
Dari tabel diatas dapat disimpulkan, bahwa penggunaan infrastruktur transaksi (PC Desktop penyalur dan EDC
sub penyalur) sudah cukup baik akan tetapi ada beberapa wilayah yang masih perlu pembinaan dan
pengawasan sehingga jumlah transaksi yang menggunakan mesin EDC juga semakin meningkat lagi.
5.6.1.3 Pengawasan terhadap penggunaan kartu kendali dalam transaksi pembelian LPG
tertentu di sub penyalur yang telah ditunjuk
Pengawasan terhadap penggunaan kartu kendali dalam transaksi pembelian LPG tertentu di sub penyalur yang
telah ditunjuk, hasilnya sangat beragam antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Kota Semarang
merupakan daerah yang mempunyai kesadaran yang paling rendah dibandingkan dengan daerah yang lainnya,
secara umum gambaran hasil pengawasan di Malang Raya dapat dilihat sebagai berikut :
HESA LC for Exellent Services
Tabel 5-36 Hasil Pengawasan terhadap Kelompok Pengguna di Kab. Malang
KABUPATEN/ KOTA HASIL PENGAWASANKabupaten Malang • Terdapat warga yang masih enggan menggunakan kartu kendali saat
bertransaksi, alasanya karena tidak ada benefit yang dirasakan• Terdapat warga belum mengetahui anggota kelompok penggunanya• Perbedaan tingkat budaya dan pendidikan di wilayah pengguna LPG
mengakibatkan sulitnya melakukan pembinaan secara langsung• Terdapat warga masih membeli LPG di sub penyalur terdekat tanpa
memperhatikan wilayah penataan dan kelompok pengguna
5.6.2 Pembinaan terhadap pelaksanaan sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu
Pembinaan terhadap pelaksanaan sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu pada tahun 2012, meliputi
beberapa hal antara lain: pembinaan terhadap kelompok pengguna mengenai tata cara dan keharusan
transaksi menggunakan kartu kendali serta tata cara penggantian/ perubahan kartu kendali, pembinaan
kepada lembaga penyalur dan kelompok pengguna terkaitmekanisme penyaluran LPG tertentu dari penyalur –
sub penyalur – kelompok pengguna sesuai tata penyaluran yang telah ditentukan.Pembinaan kepada lembaga
penyalur terhadap penggunaan dan perawatan infrastruktur sistem transaksi, dan pembinaan kepada lembaga
penyalur dan kelompok pengguna terkait penanganan dan pelaporan permasalahan yang timbul selama
implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu dapat dilakukan secara berkala dan
berkesinambungan.
5.6.2.1 Pembinaan terhadap kelompok pengguna mengenai tata cara dan keharusan transaksi
menggunakan kartu kendali serta tata cara penggantian/perubahan kartu kendali
Pembinaan terhadap kelompok pengguna terkait dengan tata cara dan keharusan transaksi menggunakan
kartu kendali dilakukan melalui beberapa cara yang menyesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.
Secara umum setelah dilakukan kegiatan pembinaan, maka akan diadakan semacam evaluasi untuk mengukur
tingkat pemahaman masyarakat pengguna LPG tertentu terhadap materi pembinaan. Evaluasi tersebut
berfungsi sebagai control terhadap kegiatan yang dilakukan selama pembinan dan pengawasan.
Tabel 5-37 Hasil Kegiatan Pembinaan terhadap Masyarakat Pengguna LPG
Kab./ Kota Hasil PembinaanKabupaten
Malang
- Keberadaan Customer Service sangat membantu warga pengguna kartu kendali
terkait pelayanan dan pengaduan yang dapat dijadikan sebagai pusat informasi
distup
- Masyarakat sudah mulai paham terhadap penggunaan kartu kendali dan tatacara
penggunaan serta pengajuan jika kartu kendali rusak atu hilang
Dari hasil pembinaan mengenai kartu kendali dan tata cara penggantian/ perubahannya, dapat disimpulkan
bahwa masyarakat sudah cukup paham bagaimana melakukan transaksi pembelian LPG dengan kartu
kendali.Pembinaan tentang hal tersebut secara terus menerusharus selalu dilakukan, agar kesadaran
HESA LC for Exellent Services
masyarakat dalam menggunakan kartu kendali ketika bertransaksi dapat terus ditingkatkan dari waktu ke
waktu. Berikut ini ditunjukkan beberapa gambar foto hasil pembinaan dan pengawasan kelompok pengguna di
beberapa wilayah implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu. Berikut ini disajikan gambar
foto-foto lapangan ketika melakukan pembinaan dan pengawasan di wilayah kab. Malang yang terkena
program implementasi distup.
Secara keseluruhan penyalurannya belum optimal (mengingat kondisi geografis yang berupa pegunungan dan
luas). Wilayah Kabupaten malang merupakan wiayah yang paling luas diantara 3 wilayah yang termasuk
Malang Raya. Kegiatan pembinaan di daerah ini dilakukan dengan menyusuri tiap desa yang terletak didaerah
yang cukup sulit dijangkau. Berikut ini ditunjukkan gambar foto kegiatan pembinaan dan pengawasan di
wilayah Kab. Malang.
Gambar 5-40 Pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan Kel. Pengguna Kab. Malang
5.6.2.2 Pembinaan kepada lembaga penyalur dan kelompok pengguna terkait mekanisme
penyaluran LPG tertentu dari penyalur – sub penyalur - pengguna sesuai tata penyaluran
yang telah ditentukan
Pembinaan kepada lembaga penyalur dan kelompok pengguna terkait penyaluran sesuai dengan hasil
penataan dilakukan pada lembaga penyalur itu sendiri dan kelompok pengguna secara terpisah, namun terkait
dengan pembinaan kelompok pengguna, lembaga penyalur juga ikut berpartisipasi. Diharapkan dengan adanya
partisipasi dari lembaga penyalur, hasil pembinaan akan lebih optimal. Hasil pembinaan mengenai hasil
penataan kepada lembaga penyalur dan kelompok pengguna tersebut dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :
Tabel 5-38 Hasil Pembinaan terhadap Lembaga Penyalur
Kabupaten/ Kota Hasil PembinaanKabupaten Malang - Secara keseluruhan penyalurannya belum optimal (mengingat kondisi
geografis yang berupa pegunungan), akan tetapi ada motivasi besar untuk
HESA LC for Exellent Services
Kabupaten/ Kota Hasil Pembinaanmenyalurkan LPG sesuai hasil penataan
- Masih dapat melayani pembeli yang bertransaksi tanpa kartu kendali, selama peraturan terkait distup di wilayah tersebut belum ada dan diberlakukan.
- Beberapa penyalur ada yang tidak mengantar tabung LPG ke sub-sub penyalur yang ditentukan, sehingga sub penyalur harus mengambil sendiri tabung tersebut ke penyalur, oleh karena itu dilakukan pembinaan dan pengawasan secara berkala
- Ada beberapa EDC yang kadang eror dan hilang sinyal, sehingga transaksi kadang tidak tercatat dalam mesin EDC, sehingga perlu teknisi untuk meminimalisir kejadian tersebut
Berikut ini ditunjukkan foto hasil pembinaan dan pengawasan terhadap sub penyalur di wilayah implementasi
sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu.
Gambar 5-41 Kegiatan Pembinaan dan Pengawasan Sub penyalur di Kab. Malang
Gambar foto diatas adalah pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengawasan yang telah dilakukan di wilayah
Kab. Malang. Kegiatan tersebut dilakukan di tingkat sub penyalur. Kegiatan pembinaan da pengawasan
meliputi kegiatan pendampingan terhadap sub penyalur terkait penggunaan EDC dan mekanisme pelaksanaan
distribusi tertutup. Saat ini Kab. Malang memiliki 5 SPBE/SPPBE, 13 penyalur dan 1.301 sub penyalur yang
mendistribusikan LPG tertentu dari pertamina hingga kelompok pengguna.
Secara keseluruhan hasil kunjungan dari bimbingan dan pengawasan akan membuat lembaga penyalur
menjadi lebih aktif untuk saling berinteraksi dan berkoordinasi. Dengan adanya bimbingan dan pengawasan
juga akan berpengaruh pada program implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu. Lembaga
penyalur merupakan salah satu stakeholder yang berperan secara langsung terhadap program distup yang ada
di wilayah. Kunjungan-kunjungan yang dilakukan melalui bimbingan dan pengawasan mampu meningkatkan
kesadaran masyarakat akan arti pentingnya distup. Berikut ini contoh form hasil kunjungan pembinaan dan
pengawasan kelembaga penyalur.
HESA LC for Exellent Services
Gambar 5-42 Form Kegiatan Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Penyalur
Form diatas adalah salah satu contoh bentuk form hasil kunjungan terhadap sub peyalur terkait mekanisme
implementasi distribusi tertutup di salah satu wilayah. Form tersebut sebagai acuan kunjungan pelaksanaan
pembinaan dan pengawasan, yang berfungsi juga sebagai form chek list.
5.6.2.3 Pembinaan kepada lembaga penyalur terhadap penggunaan dan perawatan infrastruktur
sistem transaksi
Pembinaan kepada lembaga penyalur terhadap penggunaan dan perawatan infrastruktur sistem transaksi
dilakukan dalam sekali dalam tiap bulan (dalam bentuk kunjungan ke lembaga penyalur), walaupun untuk
kegiatannya di lapangan sendiri dapat dilakukan lebih dari sekali dalam tiap bulan ketika dirasakan perlu
(ketika ada beberapa permasalahan teknis dan non teknis) yang diluar kemampuan lembaga penyalur dalam
menyelesaikannya.
Tabel 5-39 Hasil Pembinaan kepada Lembaga Penyalur terhadap Penggunaan dan Perawatan
Infrstruktur Sistem Transaksi
Kabupaten/ Kota Pelaksana Hasil PembinaanKabupaten Malang Tim penyuluh lapangan lembaga penyalur cukup memahami tata cara
penggunaan dan perawatan infrastruktur sistem transaksi yang terpasang di masing-masing wilayah
HESA LC for Exellent Services
5.6.2.4 Pembinaan kepada lembaga penyalur dan kelompok pengguna terkait penanganan dan
pelaporan permasalahan yang timbul selama implementasi sistem pendistribusian
tertutup LPG tertentu
Pembinaan kepada lembaga penyalur dan kelompok pengguna terkait penanganan dan pelaporan
permasalahan yang timbul selama implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu. Pembinaan
tersebut dilakukan untuk membina dan memberikan pendampingan serta memberi pemahaman kepada
lembaga penyalur dan kelompok pengguna yang ada di masing-masing wilayah.
Berikut ini ditunjukkan data hasil pembinaan dari masing-masing wilayah implementasi pendistribusian
tertutup LPG tertentu.
Tabel 5-40 Hasil Pembinaan terkait penanganan dan pelaporan permasalahan yang timbul
selama implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu
Kabupaten/ Kota Pelaksana Hasil PembinaanKabupaten Malang Tim penyuluh lapangan Melalui Customer Service, lembaga penyalur dan
kelompok pengguna dapat melaporkan dan berbagai permasalahan yang timbul terkait pelporan dan transaksi. Dalam hal ini sebagian lembaga penyalur sudah sangat paham terhadap mekanismenya
5.6.3 Pelayanan terpadu penanganan dan informasi pelanggan LPG tertentu dan lembaga
penyalur
Pelayanan terpadu (customer service) adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan tingkat
kepuasan customer, sehingga memiliki perasaan bahwa suatu produk atau jasa telah memenuhi harapan
pelanggan. Pelayanan terpadu adalah sistem yang dibangun untuk menangani keluhan atau pengaduan
pelanggan terkait dengan diimplementasikannya sistem pendistribusian LPG tertentu di Kota Malang,
Kabupaten Malang, dan Kota Batu.
Proses pelayanan terpadu ini yaitu melalui layanan telepon dimana setiap masyarakat yang ingin melakukan
pengaduan atau keluhan terkait implementasi sistem pendistribusian LPG tertentu dapat menelepon pada line
telfon yang ada pada posko-posko yang disediakan ataupun dengan bertatap muka langsung dengan pegawai
front office. Customer Serviceakan merekap semua pengaduan kemudian melaporkannya kebagian back office
untuk kemudian ditindaklanjuti.Berikut ini skema tata cara pelayanan terpadu.
HESA LC for Exellent Services
Gambar 5-43 Skema Tata Cara Pelayanan Terpadu
Pelaksanaan pelayanan terpadu tersebut dilakukan untuk memudahkan dalam pelaksanaan implementasi
disrtribusi tertutup LPG tertentu di masing-masing wilayah distup. Hal tersebut merupakan cara standar yang
digunakan ketika melakukan pelayanan terhadap anggota dan para pelaku distribusi tertutup.Masing-masing
wilayah sudah terdapat tempat pelayanan dan pengaduannya, pelayanan ini sering disebut dengan customer
service.Tugas dari pelayanan terpadu tersebut adalah untuk menampung dan melayani segala bentuk
pengaduan yang terkait dengan pelaksanaan distribusi tertutup. Pelaku distribusi tertutup tersebut yaitu
penyalur, sub penyalur dan kelompok pengguna. Pengaduan dan keluhan tersebut dapat berupa sistem nya
maupun hal-hal yang terkait dengan teknis pelaksanaannya.Berikut ini ditunjukkan beberapa gambar foto
customer servicesdi beberapa wilayah implementasi distup.
HESA LC for Exellent Services
Gambar 5-44 Pelayanan Terpadu Customer Service Kabupaten Malang
Gambar foto diatas adalah foto customer service yang berada di wilayah perwakilan Malang Raya. Kantor ini
beralamat: lengkap di Jl. Basuki Rahmad 6A, Kota Malang.Wilayah Malang raya merupakan salah satu wilayah
bagian dari propinsi Jawa Timur yang melakukan program implementasi distribusi tertutup. Wilayah ini terdiri
dari tiga wilayah kab/kota, yaitu Kota Malang, Kab. Malang dan Kota Batu. Untuk perkantoran customer service
terdapat di satu wilayah saja, yaitu di kota Malang, mengingat wilayah tersebut sangat berdekatan. Akan
tetapi untuk pelayanan terpadu dapat dilakukan di masing-masing wilayah kantor perwakilannya yang
terdapat di kota malang, kab. Malang dan Kota Batu. Fungsi dari customer service ini adalah untuk
menampung segala keluhan berkaitan dengan implementasi distribusi tertutup dan melakukan pelayanan
serta penanganansecara terpadu terhadap keluhan dan pengaduan tersebut. Berikut ini disajikan grafik hasil
pelayanan terpadu di wilayah Malang raya.
Kartu Kendali
Penataan
Infrastruktur IT
Lainnya
60
47
80
46
Gambar 5-45 Grafik Hasil Pelayanan Terpadu di Malang Raya
Grafik tersebut adalah hasil pelayanan terpadu wilayah Malang Raya yang diambil pada bulan september 2012.
Pelaksanaan pelayanan terpadu di wilayah Malang raya dilakukan secara hotline maupun secara langsung.
Secara hotline artinya bahwa pelayanan dilakukan melalui hubungan telpon, sedangkan secara langsung
dilakukan dengan cara mendatangi secara langsung tempat pelayanan tersebut untuk kemudian diterima oleh
petugas pelayan terpadu. Rata-rata pelayanan ini menangani masalah yang berkaitan dengan hal-hal teknis
HESA LC for Exellent Services
penggunaan EDC di sub penyalur, PC Desktop di penyalur, masalah penggunaan kartu kendali serta hal-hal yag
berkaitan dengan proses penataan wilayah salur LPG. Berdasarkan data dari pelayanan terpadu, di wilayah ini
yang paling banyak jumlah pengaduannya adalah keluhan terkait infrastruktur IT sebanyak hampir 80
pengaduan. Sedangkan pengaduan berkaitan dengan kartu kendali sebanyak 60 pengaduan. Sedangkan
masalah penataan terdapat 47 pengaduan dan sisanya sebanyak46 aduan berkaitan dengan masalah-masalah
teknis.
5.6.3.1 Pengaduan dan pelayanan pengguna LPG tertentu (penerima kardal), kelompok
pengguna dan lembaga penyalur LPG tertentu terkait permasalahan terhadap sistem dan
penyaluran
Pengaduan dan pelayanan pengguna LPG tertentu (penerima kardal), kelompok pengguna dan lembaga
penyalur LPG tertentu terkait permasalahan terhadap sistem dan penyaluran pada kegiatan implementasi
sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu tahun 2012 dapat dilihat dibawah ini :
Tabel 5-41 Hasil Pembinaan terkait terkait permasalahan terhadap sistem dan penyaluran LPG
Kabupaten/ KotaJenis Permasalahan (jumlah pengaduan)
Kartu Kendali Penataan Infrastruktur IT LainnyaKabupaten Malang 32% 19% 27% 22%
Secara umum pelayanan terpadu banyak menampung keluhan terhadap infrastruktur sistem transaksi (PC
Desktop penyalur dan EDC sub penyalur) sebagai contoh seperti keluhan terhadap thermal paper (paling
banyak) dan penggunaan aplikasi desktop secara detail (pengambilan data pada waktu tertentu). Untuk kartu
kendali lebih banyak menampung masalah pengajuan kartu baru dan kartu yang hilang, penanganan masalah
kartu kendali dilakukan oleh back office, sedangkan masalah penataan terkait wilayah salur maupun kelompok
pengguna relatif rendah. Hal ini sebagian besar sudah terselesaikan ketika dilakukan pembinaan dan
pengawasan terkait penataan. Berikut ini ditunjukkan data tentang pelayanan terpadu di wilayah distup pada
bulan Desember 2012.Pusat informasi dan data terkait pelaksanaan sistem pendistribusian tertutup
Pusat informasi dan data terkait pelaksanaan sistem pendistribusian tertutup dalam pelayanan terpadu
menyediakan berbagai macam informasi yang diperuntukkan bagi mereka yang memerlukannya (stakeholder
terkait maupun perorangan yang digunakan sebagai bahan penelitian dengan surat keterangan yang resmi).
Data yang disediakan dalam pelayanan terpadu di wilayah secara umum merupakan hasil implementasi sistem
pendistribusian tertutup LPG tertentu di wilayah tersebut. Data yang ada dalam pelayanan terpadu (customer
service) tersebut berupa :
1. Statistik penyaluran penyalur dan SPPBE di wilayah;
2. Data penerima paket perdana LPG 3 kg (DP3);
3. Data hasil verifikasi penerima dan penerima kartu kendali terakhir;
HESA LC for Exellent Services
4. Data dan karakteristik lembaga penyalur dan jalur distribusi;
5. Data transaksi penyalur dalam satuan waktu yang diperlukan untuk validasi penataan penyalur;
6. Volume realisasi penyaluran SP(P)BE dan penerimaan penyalur di wilayah.
5.7 Perhitungan volume transaksi LPG Tertentu
Perhitungan volume transaksi LPG tertentu dalam kegiatan implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG
tertentu dilakukan dalam bentuk verifikasi volume isi ulang (refill) pada SPBE/SPPBE dan penyalur. Dalam
kegiatan verifikasi ini akan didapatkan data volume transaksi yang nantinya akan dibandingkan dengan data
dari PT. Pertamina. Rentang waktu perhitungan volume transaksi yaitu dari bulan Januari 2012 hingga
Desember 2012 (selama setahun). Mekanisme verifikasi yang dilakukan telah dijelaskan dalam bab metodologi
laporan ini.
5.7.1 Pemeriksaan data sistem berbasis delivery order/DO yang dimiliki Badan Usaha Pelaksana PSO (PT. Pertamina (Persero)) dengan bukti transaksi Surat Pengantar Pengiriman/SPP di Penyalur
Pemeriksaan data sistem berbasis delivery order/DO yang dimiliki Badan Usaha Pelaksana PSO (PT. Pertamina
(Persero)) disertai dengan bukti transaksi Surat Pengantar Pengiriman/SPP di Malang Raya. Berikut ini adalah
verifikasi refill keseluruhan untuk tahun 2012 (periode 1 Januari – 15 Desember) :
Berikut ini adalah hasil verifikasi refill tahun 2012 wilayah kabupaten malang kegiatan:
Kabupaten Malang
Total verifikasi refill pada bulan Januari – 15 Desember 2012 di Kabupaten Malang sebanyak 16.643 DO atau
setara dengan 27.583.206 kg. Hasil verifikasi refill di Kabupaten Malang menunjukkan bahwa di wilayah
tersebut terdapat Penyalur dengan penyaluran LPG 3 kg terbesar yaitu PT. Sari Bumi Mulia dengan total
penyaluran sebanyak 2.476 DO atau setara dengan 4.159.518kg. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
verifikasi refill dibawah ini:
Tabel 5-42 Verifikasi Refill Kabupaten Malang
Penyalur∑ DO MySAP ∑ DO SPP ∑ DO TF ∑ DO SPP + TF
∆ DO
∑ Verifikasi Kg
CV. Putra Abadi 235 235 0 235 - 394,800Pers. UD. Aminudin 244 227 17 244 - 409,650PT. Abadi Putra Jaya 678 626 52 678 - 1,139,040PT. Cakra Niaga Abadi 2,386 2,236 150 2,386 - 4,005,108PT. Cataloq Indah Warna 944 918 26 944 - 1,585,920PT. Garuda Patra Anvika Jaya 265 264 1 265 - 445,200PT. Gempar Nusantara 873 843 30 873 - 1,466,640PT. Gunawan Migas 308 307 1 308 - 532,740PT. Mulya Sri Rejeki 1,152 1,071 81 1,152 - 1,851,360PT. Sari Bumi Mulia 2,476 2,374 102 2,476 - 4,159,518PT. Seulawah Inong (Mlg) 2,358 2,042 316 2,358 - 3,961,440PT. Sinar Wahana Surya Mandiri 790 767 23 790 - 1,312,200PT. Sumber Alam Rasyid Keluarga 348 340 8 348 - 584,640
HESA LC for Exellent Services
Penyalur∑ DO MySAP ∑ DO SPP ∑ DO TF ∑ DO SPP + TF
∆ DO
∑ Verifikasi Kg
PT. Sumber Makmur Jaya Lestari 1,440 1,377 63 1,440 - 2,400,000PT. Sutopo Putra 509 497 12 509 - 853,590PT. Wargo Warisonowaris W. 636 618 18 636 - 1,068,480Puskopad Dam V Brawijaya 841 819 22 841 - 1,412,880Grand Total 16,483 15,561 922 16,483 - 27,583,206
5.7.2 Data Transaksi LPG Tertentu
Hasil transaksi secara keseluruhan pada bulan juli-desember 2012 menunjukkan adanya variasi jumlah
transaksi. Berdasarkan pada hasil perhitungan jumlah transaksi pada bulan desember 2012 dapat diketahui
bahwa jumlah transaksi terbesar berada di Kota Malang, kemudian Kabupaten Malang, dan Kota Batu.
Kabupaten Malang
Total pencatatan transaksi dengan menggunakan Electronic Data Capture (EDC) dan Logbook pada bulan Juni –
Desember 2012 di Kabupaten Malang sebanyak 8.926 tabung. Untuk data transaksi per bulan secara detail
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5-43 Pencatatan Transaksi Kabupaten Malang
Bulan Tabung EDC Tabung Logbook Tabung TotalJuni 944 1,280 2,224Juli 27 674 701Agustus 739 673 1,412September 672 631 1,303Oktober 222 636 858November 115 642 757Desember 1,061 610 1,671Grand Total 3,780 5,146 8,926
HESA LC for Exellent Services
BAB 6KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berbagai pekerjaan yang dilakukan dilapangan, sedikit banyak seringkali mendapat hambatan dan kendala
yang secara tidak langsung akan mempengaruhi hasil kerja dari pekerjaan tersebut. Kendala tersebut menjadi
permasalahan yang cukup menyita waktu. Dalam pelaksanaan di lapangan terdapat beberapa permasalahan
yang menyebabkan hasil pekerjaan implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu belum optimal.
Hal ini disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial kemasyarakatan dari pengguna LPG tertentu yang
berbeda-beda antara daerah yang satu dengan yang lainnya.
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kegiatan yang ditemukan di lapangan terkait dengan implementasi sistem pendistribusian
tertutup LPG tertentu wilayah kabupaten malang, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Identifikasi dan inventarisasi data sekunder
Data sekunder yang berasal dari kegiatan distribusi tertutup 2011 dijadikan sebagai data awal untuk
kegiatan implementasi distribusi tertutup tahun 2012.
2. Evaluasi metodologi pelaksanaan kegiatan dan mekanisme pembinaan dan pengawasan pendistribusian
LPG tertentu secara tertutup 2011.
Pembinaan dan pengawasan pada tahun 2011 bergantung pada sistem regulasi yang telah ada, masing-
masing wilayah kegiatan memiliki perkembangan regulasi yang berbeda-beda. Hal ini mengakibatkan hasil
pembinaan dan pengawasan belum tercapai secara optimal (berdasarkan data transaksi LPG 3 kg yang
tercatat dalam sistem transaksi).
3. Perijinan dan koordinasi dengan stakeholder
Perijinan dan koordinasi dengan stakeholder membutuhkan waktu yang tidak singkat baik dari level pusat
maupun daerah, hal ini mengakibatkan pekerjaan distribusi tertutup mengalami sedikit masalah terkait
waktu karena perijinan merupakan bahan legalitas dari kegiatan 2012 ini.
HESA LC for Exellent Services
4. Persiapan dan pelatihan kepada pelaksana kegiatan di wilayah
Persiapan dan pelatihan kepada pelaksana kegiatan di wilayah ditujukan untuk memberi pengetahuan dan
bekal kepada pelaksana di lapangan. Persiapan meliputi penyediaan infrastruktur dan logistik yang
digunakan dalam rangka kegiatan distribusi tertutup.
5. Implementasi infrastruktur sistem pendistribusian LPG tertentu
Implementasi infrastruktur meliputi pendistribusian PC desktop di Penyalur, dan Electronic Data Capture
(EDC) di sub Penyalur yang ada diMalang Raya.
6. Pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu
Pembinaan dan pengawasan kegiatan implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu
dilakukan dengan berbagai pendekatan yaitu law enforcement model, relationship&persuation model, dan
gabungan keduanya. Pembinaan dan pengawasan pada Penyalur dan sub Penyalur dilakukan secara
menyeluruh, termasuk terhadap lembaga Penyalur yang baru.
7. Pelaksanaan pelayanan terpadu(customer service)
Hasil pelaksanaan pelayanan terpadu pada kegiatan implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG
tertentu tahun 2012 terbesar berasal dari keluhan seputar infrastruktur IT (kartu kendali, infrastruktur
lembaga penyalur, dan mekanisme terkait perangkat IT tersebut)
8. Perhitungan volume transaksi isi ulang LPG tertentu (verifikasi refill)
Verifikasi isi ulang LPG isi ulang LPG tertentu dilakukan pada periode 1 Januari – 15 Desember 2012, dari
hasil verifikasi tidak terdapat selisih antara DO MySAP Pertamina dengan SPP dari Penyalur.Secara singkat
hasil kegiatan wilayah Kabupaten Malang, total DO hasil verifikasi 16.483 DO atau setara dengan
27.583.206 kg
9. Monitoring transaksi LPG tertentu
Monitoring transaksi LPG tertentu di Malang Raya pada kegiatan implementasi pendistribusian tertutup
LPG tertentu 2012 menggunakan sistem yang berbasis IT, data yang masuk dalam sistem pencatatan IT
berasal dari EDC dan logbook. Secara singkat hasil wilayah Kabupaten Malang, total transaksi 8.926 tabung
Secara umum hasil kegiatan implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu masih membutuhkan
perbaikan untuk masa yang akan datang. Implementasi distribusi tertutup sendiri melibatkan perubahan
masyarakat secara luas dan massal agar melaksanakan kegiatan yang diharapkan. Hal tersebut sangat
berkaitan erat dengan kesadaran masyarakat, dan kesadaran tersebut membutuhkan waktu yang tidak singkat
agar menjalankan suatu sistem yang baru (distribusi tertutup) bagi masyarakat tersebut .
6.2 Rekomendasi
Beberapa rekomendasi yang dapat dikembangkan untuk pekerjaan implementasi sistem pendistribusian
tertutup LPG tertentu kedepan antara lain :
1. Sistem distribusi tertutup perlu mendapatkan pembinaan dan pengawasan secara terus menerus,
karena jeda waktu pelaksanaan distribusi tertutup sangat mempengaruhi secara signifikan
keberhasilan sebelumnya baik dari lembaga penyalur maupun pengguna LPG 3 Kg;
HESA LC for Exellent Services
2. Pembinaan dan pengawasan pada lembaga penyalur dan kelompok pengguna dengan menggunakan
sistem relationship model akan mempererat hubungan antar pelaku distribusi tertutup dan
mempermudah dalam melaksanakan program yang ada;
3. Perlu didorong sistem kemandirian para pelaku distribusi LPG 3 Kg melalui pendekatan terintegrasi;
4. Pengembangan sistem pelayanan terpadu (customer service) melalui internet dan layanan sms akan
memudahkan pelaku distribusi tertutup dalam menyelesaikan masalah ataupun mendapatkan
informasi penting terkait dengan distribusi tertutup yang ada;
5. Di masa yang akan datang nama Penyalur pada MySAP diharapkan konsisten dari waktu ke waktu, hal
tersebut mempengaruhi proses verifikasi (akurasi dan waktu);
6. Pemberian penghargaan (reward) bagi pelaku distribusi tertutup per wilayah akan memberikan
motivasi tersendiri dan mendorong perbaikan ke arah yang lebih positif dalam sistem distribusi
tertutup;
7. Peran dari stakeholder secara terus menerus akan meningkatkan kualitas distribusi tertutup yang ada
saat ini, mengingat kegiatan ini melibatkan secara massal pelaku distribusi tertutup (lembaga
penyalur dan pengguna LPG 3 Kg) dan tidak dapat dicapai dalam waktu yang singkat.