laporan akhir penelitian dasar eksplorasi · pdf file1 laporan akhir penelitian dasar...
TRANSCRIPT
1
LAPORAN AKHIR PENELITIAN DASAR
EKSPLORASI FUNGI DEUTEROMYCETES (Aspergillus sp. DAN Penicillium sp. ) PENGHASIL
SENYAWA ANTI KOLESTEROL LOVASTATIN
OLEH I NYOMAN P. ARYANTHA,Ph.D
SISKA WIDAYANTI, S.Si YUANITA,S.Si
DIBIAYAI OLEH PROYEK PENELITIAN ILMU PENGETAHUAN DASAR
DIREKTORAT PEMBINAAN PENELITIAN DAN PENGABDIAN
KEPADA MAYARAKAT DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2004
2
3
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN DASAR
1. JUDUL PENELITIAN
EKSPLORASI FUNGI DEUTEROMYCETES (Aspergillus sp. DAN Penicillium sp. ) PENGHASIL SENYAWA ANTI KOLESTEROL LOVASTATIN
2.KETUA PENELITI a. Nama Lengkap : I Nyoman P. Aryantha, Ph.D b. Jenis Kelamin : L c. Pangkat/Golongan/NIP : 131875316 d. Jabatan Fungsional : Ketua KPP Ilmu Hayati - LPPM ITB e. Fakultas/Jurusan : MIPA f. Universitas : Institut Teknologi Bandung g. Pusat Penelitian : KPP Ilmu Hayati ITB
3. JUMLAH TIM PENELITI : 2 orang
4. LOKASI PENELITIAN : Lab Mikologi KPPIlmu Hayati ITB
5. KERJASAMA DENGAN INSTANSI LAIN
a. Nama instansi : - b. Alamat :-
6. MASA PENELITIAN : 1 Tahun
7. BIAYA YANG DIPERLUKAN : Rp. 15.000.000,-
Mengetahui, Ketua KPP Ilmu hayati - LPPM ITB Ketua Peneliti (I Nyoman P. Aryantha Ph.D) (I Nyoman P. Aryantha Ph.D) NIP. 131875316 NIP.131875316
Menyetujui ,
Ketua LPPM ITB
(Dr. Ir. M. Syahril Badri Kusuma) Nip.131571038
4
RINGKASAN
Jamur dari genus Deuteromycetes (Aspergillus sp. dan Penicillium sp.)
dilaporkan menghasilkan senyawa metabolit sekunder lovastatin yang berkhasiat
sebagai anti hiperkolesterolemia (Chang dan Miles,1973). Dalam penelitian ini
diperlihatkan bahwa diperoleh 5 (lima) isolat dari spesies Aspergillus sp. dan
Penicillium sp. galur lokal positif memproduksi lovasatin. Produksi lovastatin diperoleh
secara optimum oleh Aspergillus terreus dalam komposisi medium kentang dektrosa
dengan sumber karbon [C] tapioka sebesar 15% dan nitrogen (N) kedelai 5%, pada
suhu ruang, pengocokan 125 rpm dan inkubasi selama 10 hari. Dengan kondisi
produksi dihasilkan lovastatin oleh Aspergillus terreus yaitu sebanyak 54,2 mg/L.
5
SUMMARY
Fungi from the Deuteromycetes genus Aspergillus sp. and Penicillium sp. have
been reported to potentially produce lovastatin, a secondary metabolite as an anti-
hypercholesterolemia agent (Chang and Miles,1973). Through this research, 5 isolates
from local strain of Aspergillus sp. and Penicillium sp. were confirmed to produce
statin. Maximum production of lovastatin and biomass growth was achieved by
Aspergillus terreus with a condition as follows : Potato Dextrose Broth supplied with
organic carbon (cassava 15%) and nitrogen (soy bean 5%), incubated at room
temperature and 125 rpm agitation over a period of 10 days. With these fermentation
system a maximum lovasatatin concentration was acheved at 54.2 mg/L by A. terreus.
6
I
PENDAHULUAN
Sejalan dengan adanya perubahan gaya hidup dan kompleksitas kehidupan
dewasa ini, muncul berbagai macam fenomena fisiologis tubuh termasuk yang
menyebabkan gangguan penyakit dan perlu diantisipasi. Salah satunya adalah
hiperkolesterolemia yang disebabkan oleh akumulasi kolesterol dan lipid pada dinding
pembuluh darah. Fenomena ini merupakan faktor primer penyebab penyakit
arterosklerosis, jantung koroner dan serangan jantung.
Salah satu alternatif pilihan untuk penanggulangan hiperkolesterolemia adalah
dengan agen inhibitor HMG-KoA (3-hidroksi-3-metilglutaril Koenzim A). Salah satu
agen inhibitor HMG-KoA yaitu lovastatin. Lovastatin merupakan senyawa inhibitor
kompetitif HMG-KoA reduktase yang mampu menurunkan kolesterol plasma dengan
efek samping kecil yaitu tetap menjaga tekanan darah dalam ambang normal (Frick et
al.,1987). Pengembangan produk lovastatin untuk telah mengalami kemajuan pesat
baik secara alami maupun sintetis.
Endo et al. (1976) menemukan bahwa secara alami kapang Monascus
menghasilkan senyawa yang menghambat biosintesis kolesterol dan disebut lovastatin
(mevanolin, monakolin K). Saimee (2003) berhasil melakukan screening terhadap
berbagai fungi dari kelas Basidiomycetes dan Deuteromycetes yang mampu
memproduksi lovastatin seperti Aspergillus, Penicillium, Pleurotus dan Trichoderma.
Lovastatin yang dijual secara komersial di masyarakat umumnya merupakan
lovastatin sintetis. Lovastatin sintetis dapat menyebabkan efek samping bagi kesehatan
manusia seperti sakit kepala, mual, diare, ruam dan yang paling berbahaya adalah gagal
7
hati dan rabdomiolisis (Chang dan Buswell,1996). Disamping itu lovastatin juga
diproduksi melalui metode kultur bawah permukaan berbagai jamur berfilamen.
Namun, produksi lovastatin melalui metode tersebut relatif belum berkembang dengan
baik (Saimee,2003).
Berdasarkan uraian di atas, pada penelitian ini dilakukan isolasi, optimasi
medium dan optimasi fermentasi senyawa lovastatin terhadap berbagai isolat jamur
Aspergillus sp. dan Penicillium sp.. Melalui metode ini diharapkan dapat
meningkatkan perolehan senyawa lovastatin tersebut sekaligus untuk melakukan
diversifikasi produk dari kelas Deuteromycetes.
8
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelas Deuteromycetes
Fungi Deuteromycetes adalah fungi imperfect atau tidak sempurna karena
tidak memiliki fase seksual yang jelas. Morfologi khas dari kelas ini adalah struktur
reproduksi berupa konidia (Gambar 1).
Sebagian dari kelompok fungi ini adalah merupakan stadium anamorf dari
kelas Ascomycetes atau Basidiomycetes. Fungi ini banyak terdapat di alam pada
berbagai medium seperti makanan, tumbuhan, minuman, permukaan gelas bahkan juga
logam. Deuteromycetes dapat tumbuh secara optimum pada suhu 29 – 32oC
(Alexopoulos & Mims, 1979). Genera yang banyak dikenal bermanfaat bagi manusia
dari fungi ini adalah Aspergillus sp. (Gambar 1A) dan Penicillium sp (Gambar 1B).
Gambar 1 Morfologi struktur reproduksi berupa konidia pada kelas Deuteromycetes : Aspergillus (kiri) dan Penicillium (kanan)
9
2.2 Lovastatin
Lovastatin atau dikenal juga dengan nama mevinolin, merupakan senyawa
metabolit sekunder yang dihasilkan melalui jalur poliketida dan merupakan derivat dari
asetat (Alberts, 1989). Lovastatin sebagai agen anti hiperkolesterolemia ditemukan
pertama kali oleh Cimerman, et al pada tahun 1973.
Lovastatin telah ditemukan pada Aspergillus terreus dan berbagai cendawan
genus Pleurotus seperti P.sapidus, P.erynggi, P.cornucopial dan P.ostreatus. Lovastatin
diperoleh antara lain melalui fermentasi bawah permukaan berbagai jamur berfilamen
khususnya dari kelas Basidiomycetes atau melalui ekstraksi tubuh buah secara kimiawi
(Saimee,2003).
2.2.1 Karakter Lovastatin
Formula empiris dari lovastatin adalah C24H36O5 dengan berat molekul
404.55 g/mol. Lovastatin hadir dalam bentuk lakton non aktif dan asam hidroksi
terbuka aktif (Gambar 2) , semi polar dan larut baik dalam etanol (Albert,1989).
Bentuk aktif dari lovastatin adalah dalam bentuk asam hidroksi terbuka karena dapat
berperan sebagai inhibitor kompetitif HMG KoA (Saimee,2003).
Lovastatin tidak larut dalam air, larut sebagian dalam etanol, metanol,
asetonitril, etil asetat dan larut sempurna dalam kloroform. Lovastatin mempunyai titik
leleh 174,5 oC, rotasi optik pada konsentrasi 0,5 gram dalam 100 ml asetonitril sebesar
325o. Lovastatin mempunyai serapan maksimum sinar ukltraviolet pada λ 235,238, dan
247 nm.
10
Gambar 2 Lovastatin (a) bentuk lakton non aktif (b) asam hidroksi terbuka
2.2.2 Peran Lovastatin
Lovasatin digolongkan ke dalam kelompok obat statin (Albert,1989).
Lovastatin sebagai agen hiperkolesterolemia mampu menurunkan kadar serum
kolesterol, LDL, trigliserol dan VLDL dalam darah (Albert, 1989). Selain sebagai agen
hiperkolesterolemia, lovastatin berpotensi sebagai inhibitor MAP kinase dan pengaktif
p21 ras.
2.2.3 Mekanisme kerja lovastatin sebagai agen hipokolesterolemia
Prinsip kerja lovastatin terhadap HMG KoA reduktase sama dengan prinsip
kerja inhibitor kompetitif enzim (Gambar 3). HMG KoA reduktase dilambangkan
sebagai enzim utama (E), Lovastatin sebagai inhibitor kompetitif (I) dan HMG KoA
sebagai substrat (S). HMG KoA reduktase adalah enzim utama yang mendukung
sintesis kolesterol di organ hati dengan cara berikatan dengan mengubah HMG KoA
menjadi mevalonat. Ketika lovastatin hadir dalam bentuk asam hidroksi terbuka dengan
konsentrasi lebih dari konsentrasi substrat (HMG KoA) maka HMG KoA reduktase
akan lebih cenderung berikatan dengan lovasatin sehingga jumlah dan frekuensi sintesis
kolesterol tereduksi (Omura,1992).
11
Gambar 3. Prinsip kerja lovastatin sebagai enzim inhibitor kompetitif HMG KoA reduktase
2.3. Kolesterol
Kolesterol adalah molekul biologis yang berperan sangat penting dalam
sintesis membran sel, prekusor sintesis hormon steroid, hormon korteks adrenal dan
sintesis asam- asam empedu dan vitamin D.
2.3.1 Struktur kolesterol
Kolesterol terdiri atas high density cholesterol (HDL), low density cholesterol
(LDL) dan trigliserida. HDL bertugas untuk membawa kolesterol dari aliran darah ke
hati. LDL bertugas membawa kolesterol kembali ke aliran darah. Kolesterol dapat
berasal dari dua sumber yaitu eksogen (makanan) atau endogen (disintesis dalam
tubuh). Hiperkolesterolemia disebabkan kadar kolesterol melebihi 239 mg/mL dalam
darah.
12
2.3.2 Biosintesis Kolesterol
Biosintesis kolesterol terjadi pada sel-sel eukaryota. Sintesis kolesterol di
mulai dari perpindahan asetil-KoA dari mitokondria ke sitosol, khususnya di
peroksisom. Biosintesis kolesterol terjadi di 25 % di organ hati dan 10% di usus (Endo
et.al.,1976).
Terdapat lima tahapan utama dalam biosintesis kolesterol yaitu (1) konversi
asetil-KoA menjadi 3-hidroksi-3-metilglutaril-KoA (HMG KoA), (2) konversi HMG
KoA menjadi mevalonat, (3) konversi mevalonat menjadi suatu molekul isopren yaitu
isopentil pirofosfat (IPP) bersamaan dengan hilangnya CO2, (4) konversi IPP menjadi
squalene dan (5) konversi squalene menjadi kolesterol.
Dalam biosintesis kolesterol dilibatkan sebanyak sepuluh macam enzim yaitu
asetoasetil-KoA thiolase, HMG KoA sintase, HMG KoA reduktase, mevalonat kinase,
fosfomevalonat kinase, fosfomevalonat dekarboksilase, isopentenil-pirofosfat
isomerase (IPP isomerase), farnesil-pirofosfat transferase (FPP transferase), squalene
sintase dan squalene epoksidase.
Mekanisme penghambatan pembentukan kolesterol oleh lovastatin melalui
salah satu komponen dari struktur lovastatin yang mempunyai analog dengan HMG-
KoA dan akan diubah menjadi asam mevalonat dengan bantuan enzim HMG-KoA
reduktase. Akibatnya, lovastatin mampu berkompetisi dengan HMG-KoA untuk
berikatan dengan enzim HMG-KoA reduktase. Jika jumlah lovastatin cukup besar
untuk berikatan dengan HMG-KoA reduktase maka asam mevalonat yang merupakan
senyawa antara biosintesis kolesterol tidak akan terbentuk sehingga pembentukan
kolesterol menjadi terhambat.
13
2.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produksi Lovastatin
Faktor utama yang mempengaruhi sintesis lovastatin adalah jenis (strain) fungi yang
dipakai, metode fermentasi yang digunakan (fermentasi padat atau fermentasi cair),
komposisi media (terutama pada fermentasi cair), suhu, kelembaban (terutama pada
fermentasi padat), dan pH.
Setiap strain fungi mempunyai struktur gen yang berbeda sehingga memiliki
kemampuan dalam produksi lovastatin yang berbeda pula. Metoda fermentasi
mempengaruhi kuantitas sekresi lovastatin oleh fungi. Pada fermentasi padat lovastatin
lebih stabil dan lebih mudah disekresi ke medium daripada dalam fermentasi cair.
Lovastatin terakumulasi di dalam miselium pada fermentasi cair. Komposisi media
mempengaruhi metabolisme jamur. Sebagai contoh, saat jamur ditumbuhkan pada
medium yang mengandung sumber nitrogen garam amonium akan menyebabkan jamur
menghasilkan metabolit yang bersifat asam. Pada medium amonium nitrat, biasanya ion
amonium digunakan terlebih dahulu sebagai sumber nitogen sehingga kondisi medium
menjadi asam. Tetapi, saat amonia di dalam medium telah habis, jamur akan
menggunakan asam nitrat sebagai sumber nitrogen dan akibatnya keasaman medium
berkurang. Pada produksi lovastatin diperlukan sumber nitrogen yang dapat dipenuhi
dari berbagai sumber seperti pasta tomat, kasein, jagung, ekstrak daging, asparagin,
amonium sulfat, dan lain-lain. Pada proses ini sumber nitrogen yang dibutuhkan 0,2-6%
dari berat medium.
Suhu kultivasi merupakan salah satu faktor fisik yang mempengaruhi
pertumbuhan, sintesis dan sekresi lovastatin. Suhu mempengaruhi laju pertumbuhan
dan jumlah total pertumbuhan organisme. Semua proses pertumbuhan tergantung reaksi
kimiawi dan suhu mempengaruhi laju reaksi-reaksi kimia. Enzim akan mengalami
denaturasi pada suhu yang terlalu tinggi atau menjadi tidak aktif pada suhu terlalu
14
rendah. Hal ini akan menyebabkan perubahan laju reaksi kimia. Misalnya, pada kondisi
tersebut terjadi peningkatan pengikatan represor atau inhibitor dari suatu reaksi kimia
yang bisa menyebabkan menurunnya laju reaksi kimia tersebut dibandingkan dengan
kondisi normal.
Produksi lovastatin membutuhkan pH optimum dengan kisaran 5,5-6,0. Bila
pergeseran pH terlalu besar akan menghambat pertumbuhan. Tetapi, pH awal dan pH
akhir biasanya sama dengan kisaran 7-8.
15
III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
• Memperoleh sumber isolat unggul berasal dari fungi genus Aspergillus sp.dan
Penicillium sp. galur lokal penghasil senyawa metabolit sekunder anti-
hiperkolesterolemia berupa lovastatin.
• Meningkatkan produksi statin pada kultur isolat terpilih melalui optimasi
komposisi medium sumber C dan N dalam medium pertumbuhan serta optimasi
metode fermentasi.
3.2 Manfaat Penelitian
Diharapkan luaran penelitian ini menghasilkan perolehan isolat unggulan baru
berasal dari genus Aspergillus sp. dan Penicillium sp. galur lokal yang berpotensi
sebagai penghasil lovastain. Selain itu, diharapkan hasil yang diperoleh dalam optimasi
komposisi medium serta metode fermentasi mampu memberikan data akurat bagi
peningkatan produksi lovastatin agar pada akhirnya dapat diproduksi obat anti-
hiperkolesterolemia yang aman, efektif dan ekonomis.
16
IV
BAHAN DAN METODA
Penelitian ini terbagi menjadi 4 (empat) tahapan, yaitu (1) isolasi dan seleksi
isolat-isolat fungi genus Aspergillus sp. dan Penicillium sp. galur lokal, (2) Optimasi
komposisi medium sumber C dan N dalam medium pertumbuhan, (3) Optimasi metode
fermentasi, dan (4) produksi statin skala laboratorium. penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Mikologi KPP Ilmu Hayati ITB.
4.1. Pembuatan Medium AKD dan KKD
Medium Agar Kentang Dekstrosa (AKD) sebanyak 1L dibuat dari rebusan
potongan kentang (1 x 1 cm) sebanyak 200g dalam 1L akuades selama 1 jam.
Selagi dipanaskan, kaldu rebusan kentang ditambahkan akuades hingga volume 1L
lalu ditambahkan 20g dekstrosa, dan 20g agar, diaduk hingga larut dan homogen.
Diusahakan selama pemanasan, voume media tetap 1L. Medium disterilkan pada
suhu 121oC, tekanan 15 lbs selama 20 menit. Medium steril kemudian dituang ke
dalam cawan petri (20 mL/petri) di laminar UV dan didiamkan hingga padat.
Pembuatan media Kaldu Kentang Dekstrosa (KKD) serupa dengan medium AKD
tetapi bedanya tidak ditambahkan dengan agar.
4.2. Analisis senyawa lovastatin dengan KLT
Identifikasi senyawa lovastatin dalam sampel ekstrak miselium dilakukan
analisis kualitatif dengan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan pelat
alumunium pralapis Silica Gel E.Merck 60 F254 berukuran 20 x 20 cm2 dengan
ketebalan 0.2 mm.
17
Pelat terlebih dahulu dikeringkan pada suhu 30oC selama 10 menit untuk
mengaktifkan silika gel. Masing-masing sampel dilarutkan dalam 1 mL asetonitril.
Setelah pelat KLT diaktifkan, sampel dan standar ditotolkan sebanyak 5µL dan
dikembangkan dalam suatu bejana yang telah dijenuhkan berisikan larutan
pengembang campuran diklorometan dan etil asetat dengan perbandingan 7 : 3
(Saimee, 2003). Penotolan dilakukan pada jarak 1.5 cm dari bawah, pinggir kiri
dan pinggir kanan dengan jarak antar totolan 1.5 cm. Setelah larutan pengembang
berhenti bergerak, diangkat dari bejana lalu dikeringkan di udara terbuka selama
15 menit.
Hasil KLT siap dilihat di bawah sinar ultra violet dengan panjang
gelombang 254 nm. Harga Rf dari noda-noda yang muncul pada kromatogram
ditentukan dengan cara menghitung perbandingan antara jarak yang ditempuh oleh
suatu noda dengan yang ditempuh oleh larutan pengembang, diukur dari titik
penotolan (Gritter dan Bobbit,1985). Untuk penentuan kadar secara kuantitatif,
plat KLT dibaca dengan alat TLC-scanner yang dapat mengukur kekuatan
pendaran noda berdsarkan nilai absorbansinya yang berbanding lurus dengan
kadarnya. Untuk menghitung kadar lovastatin, sebelumnya dibuat kurva standar
hubungan antara kadar lovastatin dengan nilai absorbansi.
4.3. Analisis Lovastatin dengan metode KCKT
Keberadaan lovastatin dalam penelitian ini juga dikonfirmasi dengan metode
KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Pelarut yang digunakan untuk mengekstrak
lovastatin adalah asetonitril. Sampel sebanyak 1 g ditambah 2 mL asetonitril dan 0,1
mL asam fosfat 0,1 %, kemudian diinkubasi selama 30 menit. Lalu larutan disentrifuga
dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Kemudian supernatan disuntikkan ke
18
dalam kolom KCKT sebanyak 1 µg/ml. Kondisi KCKT yang digunakan ialah
menggunakan kolom C-18 (250 cm x 46 cm), pelarut asetonitril dan asam fosfat (60:40,
v/v), kecepatan alir sebesar 1,5 mL/menit, menggunakan detektor ultraviolet (UV) pada
panjang gelombang 235 nm, suhu kolom 30 oC (Saimee, 2003).
4.6 Isolasi dan seleksi fungi Aspergillus sp. dan Penicillium sp. penghasil lovastatin
Kultur Tabung
• Aktivasi selama 24 jam
• Inokulasi ke medium AKD
• Inkubasi selama 4 hari, 30oC
Kultur Petri
Pemotongan [2 x 0.5 cm] Inokulasi 10% ke 250 Medium KKD Inkubasi pada suhu ruang, 125 rpm, 4 hari
Kultur Cair Filtrasi dengan kertas saring
Miselium Filtrat
Pengukuran Lovastatin Pengaturan pH 3 Ekstraksi dengan EtOAc [1/3 vol filtrat] Sentrifugasi 1000rpm,10 menit
Sampel Uji KLT
Negatif Positif
(Nilai Rf tidak sama / Tak ada noda) (Nilai Rf sama / Ada noda)
19
Hasil tahap ini berupa galur lokal yang positif menghasilkan
metabolit sekunder berupa lovastatin digunakan dalam tahap berikut yaitu
optimasi komposisi medium.
4.5. Optimasi Komposisi Medium
Isolat penghasil lovastatin Inokulasi ke medium AKD Inkubasi selama 4 hari, 30oC
Kultur Petri Pemotongan [2 x 0.5 cm] Inokulasi 10% ke 250 ml medium KKD dengan rasio CN berbeda
a. Medium KKD + C b. Medium KKD (kontrol) c. Medium KKD + N
Inkubasi pada suhu ruang, 125 rpm, 10 hari
Pelet miselium
Pengeringan Pengukuran biomassa kering
Berat kering miselium
Hasil tahap ini berupa komposisi medium yang paling menunjang pertumbuhan
biomassa misleium fungi serta galur dengan pertumbuhan paling baik akan digunakan
dalam optimasi metode fermentasi.
20
4.6 Optimasi Waktu Fermentasi
Kultur Tabung Isolat terpilih Inokulasikan ke medium AKD Inkubasi selama 4 hari; 30oC
Kultur Petri Pemotongan [2 x 0.5 cm] Inokulasi 10% ke 250 ml medium KKD + C tapioka 15%
dan N kedelai 5% Inkubasi [suhu ruang, 125 rpm dengan variasi waktu
pengocokan [2,4,6,8,10 dan 12 hari]
Pelet miselium Produk Fermentasi
Pengukuran kadar lovastatin pada tiap perlakuan Konfirmasi uji KCKT
Kadar Lovastatin
21
V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Penumbuhan isolat hasil isolasi
Pertumbuhan isolat-isolat galur Aspergillus sp. dan Penicillium sp. di dalam
medium Agar Kentang Dekstrosa (AKD) memperlihatkan pertumbuhan yang baik
(Gambar 4). Medium AKD mengandung karbohidrat kompleks yang kaya akan
sumber karbon dan nitrogen yang dibutuhkan oleh fungi untuk melangsungkan
metabolisme primer dan sekunder. Selain itu medium ini mengandung berbagai
senyawa anorganik, vitamin dan faktor pertumbuhan (Ingold,1975).
Gambar 4. Beberapa koloni fungi kelompok Aspergillus (1, 2, 4) dan Penicillium (3, 5,
6) yang tumbuh dengan baik dalam medium PDA
5.2. Kultivasi bawah permukaan Aspergillus sp. dan Penicillium sp.
Pembentukkan pelet dari miselium didukung oleh perlakuan agitasi pada
kecepatan 180 rpm. Pada hari ke-2 agitasi miselium, warna pada medium KKD
mulai berubah dari warna coklat transparan menjadi coklat keruh. Menurut Griffin
(1994), agitasi pelet miselium pada kecepatan 125 rpm dalam waktu cukup lama
2 3
4 5 6
1
22
dapat menyebabkan dinding sel jamur lisis sehingga organel dan metabolit
sekunder tereksitasi dari sel.
5.3. Seleksi galur Aspergillus sp. dan Penicillium sp. penghasil lovastatin
Pada tahap isolasi fungi Deuteromycetes berhasil dikumpulkan sebanyak 15 jenis
galur lokal dari dua marga yaitu Aspergillus sp. dan Penicillium sp. Pada tabel 1, dapat
dilihat jenisnya. Isolat tersebut diisolasi dari berbagai jenis makanan olahan
kadaluwarsa, buah-buahan, sayur-sayuran dan tanah di Laboratorium Mikologi - KPP
Ilmu Hayati ITB.
Tabel 1. Galur Aspergillus sp. dan Penicillium sp. penghasil Lovastatin
No Galur Kode Hasil Jenis Statin
1 Aspergilllus niger A -
2 Aspergillus terreus B + Lovastain
3 Aspergillus flavus C + Lovastain
4 Aspergillus sp.1 D -
5 Aspergillus sp.2 E -
6 Aspergillus sp 3 F -
7 Aspergillus sp. 4 G + Lovastain
8 Aspergillus sp.5 H -
9 Penicillium requefortii I + Pravastain
10 Penicillium sp.1 J -
11 Penicillium sp.2 K -
12 Penicillium sp.3 L -
13 Penicillium sp.4 M -
14 Penicillium citrinum N + Pravastatin
15 Penicillium sp.5 O -
23
5.4. Optimasi komposisi medium
Produksi lovastatin pada genus Aspergillus sp dan Penicillium sp. dipengaruhi
oleh rasio C dan N pada komposisi medium. Dalam penelitian ini, tambahan sumber C
dan N adalah senyawa organik. Sumber C tambahan berupa sukrosa (10% w/v) dan
tepung tapioka (15-20%,w/v). Sumber N tambahan berupa NPK (2-3%,w/v) dan
tepung kedelai (5-10%,w/v).
Menurut hasil penelitian Lopez (2002), pertumbuhan biomassa miselium seiring
dengan pertambahan konsentrasi lovastatin dalam miselium. Oleh karena itu, pada
tahap penelitian ini, dilakukan pengukuran pertumbuhan miselium melalui berat kering
sel dari pelet miselium yang terbentuk. Dari percobaan terhadap sumber Karbon (C)
dan Nitrogen (N) secara bertahap (Gambar 5-12) diperoleh hasil yang lebih baik untuk
pertumbuhan biomassa adalah sebagai berikut : sumber C adalah tapioka dengan
konsentrasi 15% sementara sumber N kedelai dengan kadar 5% lebih baik
dibandingkan NPK. Atas dasar data ini selanjutnya dilakukan pemilihan isolat terbaik
dalam menghasilkan biomasa tertinggi dengan medium pertumbuhan yang
mengnadung sumber C (tapioka 15%) dan N (kedeleai 5%).
Dari pemilihan sumber karbon (Gambar 5-8), dapat dilihat bahwa setelah inkubasi
selama 10 hari tampak isolat B dan I memberikan pertumbuhan biomasa terbaik sebesar
1219,7 mg/L dan 601,8 mg/L yang masing-masing dicapai pada hari ke-9 dan hari ke-
10 (Gambar 5). Dalam pemilihan sumber N (Gambar 9-12), isolat B masih tetap
memberikan data pertumbuhan tertinggi yang dicapai pada hari ke-8 (615,9 mg/L)
sementara isolat G menempati urutan kedua dengan berat biomasa 562,3 mg/L yang
dicapai pada hari ke-10 (Gambar 9).
Antara penambahan sumber C dan sumber N ternyata penambahan sumber C
(tapioka 15%) memberikan nilai pertumbuhan yang lebih baik secara keseluruhan
24
seperti tampak dalam Gambar 5. Menurut Lopez (2002), sumber C organik sangat
menunjang pertumbuhan miselium karena dapat diurai secara langsung dalam jalur
poliketida oleh beberapa fungi dari kelas Basidiomycetes dan Deuteromycetes. Dari
percobaan pemilihan sumber N ini, meskipun isolat G memberikan data pertumbuhan
lebih baik (562,3 mg/L) dari isolat I (438,6 mg/L), namun dari percobaan penambahan
sumber C isolat I memberikan data pertumbuhan yang lebih tinggi yakni sebesar 601,8
mg/L. Oleh karena itu, pemilihan isolat untuk optimasi selanjutnya didasarkan atas data
penambahan sumber C (tapioka 15%). Atas pertimbangan ini, 2 isolat yang dipilih
untuk uji selanjutnya adalah isolat B (Aspergillus terreus) dan isolat I (Penicillium
requefortii).
Gambar 5. Pertumbuhan biomasa dalam medium KD + C (tapioka) 15%
0
100
200
300
400
500
600
2 4 6 8 10
B C G I N
25
0
200
400
600
800
1000
1200
2 4 6 8 10
B C G I N
Gambar 6. Pertumbuhan biomasa dalam medium KD + C (tapioka) 20%
0
100
200
300
400
500
600
2 4 6 8 10
B C G I N
Gambar 7. Pertumbuhan biomasa dalam medium KD + C (sukrosa)15%
Bera
t ker
ing bi
omas
a (mg
/L)
Be
rat k
ering
biom
asa (
mg/L)
Waktu inkubasi (hari)
26
0102030405060708090
100
2 4 6 8 10
B I N
Keterangan : Data isolat C dan G tidak teramati karena terkontaminasi Gambar 8. Pertumbuhan biomasa dalam medium KD + C (sukrosa)20% Gambar 9. Pertumbuhan biomasa dalam medium KD + N (kedelai) 5%
0
100
200
300
400
500
600
700
2 4 6 8 10
B C G I N
Bera
t ker
ing bi
omas
a (mg
/L)
Waktu inkubasi (hari)
27
Gambar 10. Pertumbuhan biomasa dalam medium KD + N (kedelai) 10%
0
20
40
60
80
100
120
140
2 4 6 8 10
B C G I N
Gambar 11. Pertumbuhan biomasa dalam medium KD + N (NPK) 5%
0
50
100
150
200
250
300
350
2 4 6 8 10
B C G I N
Bera
t ker
ing bi
omas
a (mg
/L)
Waktu inkubasi (hari)
Bera
t ker
ing bi
omas
a (mg
/L)
Waktu inkubasi (hari)
28
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
2 4 6 8 10
B C G I N
Gambar 12. Pertumbuhan biomasa dalam medium KD + N (NPK) 10%
Pada tahap penentuan komposisi medium, dapat disimpulkan bahwa medium
yang menunjang pertumbuhan adalah medium KD + C (tapioka 15%) dan medium KD
+ N (kedelai 5%). Juga dari tahap ini diperoleh isolat dengan pertumbuhan biomassa
yang paling baik yaitu Aspergillus terreus (isolat B) dan Penicillium requerfortii (isolat
I) . Oleh karena itu, kedua isolat ini digunakan dalam optiumasi waktu fermentasi.
5.5. Optimasi waktu fermentasi
Pada tahap optimasi waktu fermentasi ini dilakukan pada suhu ruang dengan
variasi rentang waktu 12 hari dan agitasi (pengocokan) 125 rpm. Sementara komposisi
medium yang digunakan adalah medium KD dengan kombinasi penambahan tapioka
15% dan kedelai 5%. Dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa perolehan kadar lovasatatin
tertinggi terdapat pada galur Aspergillus terreus.
Bera
t ker
ing bi
omas
a (mg
/L)
Waktu inkubasi (hari)
29
Tabel 2 Produksi lovastatin dalam medium KD + C (tapioka 15%) dan N (kedelai 5%)
Hari Lovastatin
(mg/L) Lovastatin
(mg/L) 2 8.7 2.7
4 20.2 8.4
6 35.4 19.3
8 40.3 27.5
10 54.2 28.2
12 51.3 27.7
Dapat dilihat diantara hari ke-8 sampai hari ke-10 walau terdapat
penurunan biomassa miselium Aspergillus terreus, terjadi peningkatan kadar lovastatin
yang cukup signifikan. Sedangkan pada Penicillium requefortii baik pertumbuhan
biomassa dan produksi lovastatiun masih beriringan namun tidak mengalami
peningkatan yang signifikan.
Menurut Lopez (2002), produksi lovastatin terjadi secara optimum pada kondisi
medium dengan C berlebih dan sumber N yang berkurang dan menjadi faktor
penghambat pertumbuhan miselium. Pada kondisi seperti ini, fungi akan cenderung
memanfaatkan sumber C sampingan ke dalam metabolisme sekunder dan menghasilkan
lovastatin yang mengandung unsur C, H dan O. Hal ini dapat dilihat pada fenomena
hari ke-10 dimana walau biomassa A.terreus mengalami penurunan, produksi lovastatin
tetap mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 54.2 mg/L.
Senyawa lovastatin pertama kali ditemukan dalam Monascus rubber (Endo, et
al, 1976). Lovastatin juga ditemukan dalam filtrat fermentasi miselium Aspergillus
terreus oleh Lopez (2002). Saimee (2003) menunjukkan bahwa terdapat lovastatin
30
dalam filtrat fermentasi miselium A. terreus, A. parasiticus, A. fischery, A. flavus, A.
umbrosus , P. funiculosum, P. citrinum dan Trichoderma viridae. Lovastatin juga
terdapat pada beberapa jenis jamur dari kelas Basidiomycetes seperti Pleurotus
ostreatus (Widayanti, 2003).
31
VI
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Diperoleh 15 isolat lokal yang terdiri atas 8 isolat dari genus Aspergillus dan 7
isolat dari genus Penicillium.
2. Dari 15 isolat tersebut, 5 (lima) isolat terbukti positif menghasilkan statin yaitu
A. terreus, A. flavus, Aspergillus sp., P.requefortii dan P.citrinum.
3. Komposisi medium yang paling optimum dalam menunjang pertumbuhan
biomassa adalah komposisi medium KD+C (tapioka 15%). Pertumbuhan
biomassa miselium tertinggi selama 10 hari dalam medium KD+C (tapioka
15%) dicapai oleh A. terreus (isolat B) sebesar 1219,7 mg/L dan P. requefortii
(isolat I) sebesar 601,8 mg/L.
4. Produksi lovastatin tertinggi dicapai isolat B (A. terreus) dengan kadar 54,2
mg/L dalam waktu 10 hari pada medium KD+C (tapioka 15%) dan N (kedelai
5%), suhu ruang dan pengocokan 125 rpm.
Sebagai saran, untuk penelitian terkait disarankan untuk dilakukan dalam skala
yang lebih besar sehingga dapat dilakukan suatu analisis ekonomi sebagai persiapan
aspek komersialisasi.
32
VII
DAFTAR PUSTAKA
Alexopoulus C.J. & Mims C.W. 1979.”Introductory Micology”. New York: John Wiley
& Son’s.
Alberts, A.W. 1989. Lovastatin. Cardiovascular Drug Reviews VII. Hal.89 – 109.
Chang, S.T., Buswell, J.A.,1996. Mushroom Nutriceuticals.World Journal of
Microbiology and Biotechnology 12:473
Cimerman, N., Cimerman, A., Fiedrich, J. 1973. Screening Fungi for the
Production of Mevinolin. FEMS Microbiology . Lett.111:203 -206.
Endo, A.,Kuroda, M. dan Tsujita, Y. 1976. New Inhibitors of Cholesterogenesis
Produced by Penicillum. Journal of Antibiotics. Tokyo
Griffin, D. H.1994. Fungal Physiology.2nd Edition. Wiley Liss Inc. San Fransisco,
AS
Gritter, R. J., Bobbit, J. M. 1985. Introduction to Chromatography. Holden Day
Inc. San Fransisco AS
Ingold, C.T.1975. The Biology Of Fungy. Hutchinson Co Publisher. London
Kyslika, R., Kren, V. 1993. Determination of lovastatin (mevinolin) and
mevalonic acid in fermentation liquids. J. Chromatography 630 : 415-417.
Lopez, J.L.Casas.S. 2002. Production of lovastatin by Aspergillus terreus. Elsevier Inc.
AS
Novak, N. Gerdin, S. Berovic, M. 1997. Increased lovastatin formation by Aspergillus
terreus . Biotechnology Lett. 19:947-949.
Omura, S. 1992. The Search for Bioactive Compounds from Microorganisms. Springer-
Verlag Inc. New York, AS
Saimee, S.M.2003. Screening of lovastatin production by filamentous fungi.
Biomed Journal 7(1):29-33.
Shindia, A. A. 1997. Mevinolin production by some fungi. Folia Microbiology
42:4777-480.
Widayanti, S. (2003). Keberadaan senyawa lovastatin dalam kultur bawah
permukaan Pleurotus ostreatus, Skripsi Sarjana Biologi, FMIPA-ITB.
Witzum, J. L. 1996. Drugs used in the treatment of hyperlipoproteinemias. McGraw
Hill. AS. hal . 885-887