laporan akhir penelitian hibah bersaing tahun kedua · penggunaan serbuk bit merah sebagai pewarna...
TRANSCRIPT
1
Kode/Nama Rumpun Ilmu: 165/ Teknologi Pangan dan Gizi
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN HIBAH BERSAING
TAHUN KEDUA
OPTIMASI PRODUKSI SERBUK PEWARNA ALAMI BIT MERAH
DENGAN METODE PENGERINGAN DAN MIKROENKAPSULASI
SERTA APLIKASINYA UNTUK PRODUK BAKERI NON TERIGU
TIM PENELITI
Dr. Victoria Kristina Ananingsih, MSc. (NIDN:0623127302)
Dr. Alberta Rika Pratiwi, MSi. (NIDN:0608056601 )
Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Juni 2015
2
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................................ 1
Halaman Pengesahan.................................................................................................. 2
Daftar isi..................................................................................................................... 3
Ringkasan................................................................................................................... 4
Bab 1. Pendahuluan................................................................................................... 5
1.1. Latar belakang................................................................................ 6
1.2. Permasalahan.................................................................................. 6
1.3. Tujuan............................................................................................ 6
1.4. Urgensi (keutamaan penelitian)......................................................... 6
1.5. Penerapan dari inovasi atau temuan yang dilakukan untuk
pembangunan nasional.................................................................... 7
Bab 2. Tinjauan Pustaka............................................................................................. 8
Bab 3. Metode Penelitian........................................................................................... 12
Bab 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan................................................................... 17
Bab 5. Kesimpulan...................................................................................................... 43
Daftar Pustaka............................................................................................................ 44
4
RINGKASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kestabilan serbuk bit merah selama proses
penyimpanan serta aplikasi serbuk bit merah yang dikeringkan dengan pengeringan oven dan
pengeringan semprot pada produk bakeri non terigu. Dalam penelitian ini akan dikaji
perubahan fisikokimia serbuk bit merah selama penyimpanan, yaitu aktivitas antioksidan,
kandungan betalain, kadar air dan aktivitas air. Selanjutnya, akan dilakukan pengujian
mengenai stabilitas serbuk pewarna alami bit merah dalam produk bakeri non terigu yang
diolah melalui proses pemanggangan (baking) dan pengukusan (steaming). Produk bakeri
diolah dengan dengan bahan baku non terigu dan menggunakan hidrokoloid untuk
memperbaiki tekstur. Pengujian kualitas produk akhir meliputi intensitas warna, aktivitas
antioksidan, kandungan betalain, volume dan evaluasi sensori pada produk bakeri non terigu.
Target dari hasil penelitian ini adalah diperolehnya waktu umur simpan produk serbuk
bit merah. Selain itu, diketahui kestabilan serbuk bit merah yang dihasilkan dalam perannya
sebagai pewarna alami dan sumber antioksidan produk bakeri non terigu selama proses
pemanggangan dan pengukusan. Penambahan 20% serbuk bit merah dapat diaplikasikan pada
produk roti mocaf dan cake yang terbuat dari tepung mocaf, tepung beras dan tepung ketan.
Setelah pengukusan cake diperoleh intensitas warna (nilai a*) sebesar 14,49-22,73 dan
aktivitas antioksidan (% inhibition) sebesar 3,54–18,35%. Adapun setelah pemanggangan roti
mocaf selama 20 menit diperoleh roti mocaf dengan intensitas warna (nilai a*) sebesar 21,87
dan aktivitas antioksdian (% inhibition) sebesar 8,1%. Serbuk pewarna alami bit merah juga
dapat diaplikasikan pada cookies berbahan dasar non terigu. Penambahan serbuk bit merah
akan meningkatkan nilai a*, % inhibition, dan kandungan pigmen betalain pada cookies
mocaf. Setelah pemanggangan selama 30 menit diperoleh intensitas warna (nilai a*) sebesar
22,8, aktivitas antioksidan (%inhibition) sebesar 4,49 % dan kandungan betasianin sebesar
4,51 ppm. Penambahan serbuk bit merah akan menurunkan nilai TBA dan tingkat ketengikan
cookies mocaf selama penyimpanan.
5
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Warna merupakan salah satu faktor yang membuat konsumen tertarik, oleh karena itu
penggunaan pewarna menjadi hal yang penting dalam produk pangan. Akan tetapi, sekarang
banyak produsen menggunakan pewarna sintetis yang berbahaya bagi tubuh. Pewarna sintetis
dapat digantikan oleh pewarna alami. Salah satu bahan yang potensial digunakan adalah bit
merah (Beta vulgaris L). Warna merah yang dimiliki merupakan pigmen betalain dalam
bentuk betanidin 5-O-beta-glukosa yang bersifat larut air. Pigmen tersebut juga merupakan
sumber antioksidan yang akan menambah nutrisi produk pangan. Sifat betalain pada bit
merah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, pH, cahaya, udara dan aktivitas air.
Serbuk bit merah dapat diproduksi menggunakan berbagai metode pengeringan, yaitu
pengeringan beku, pengeringan oven, pengeringan solar tunel dan pengeringan semprot. Dari
berbagai metode pengeringan tersebut, freeze drying mempunyai kekurangan karena biaya
produksi yang besar dan waktu pengeringan yang lama. Sedangkan solar tunnel drying
mempunyai kekurangan yaitu fluktuasi suhu saat pengeringan membuat produk serbuk bit
merah yang dihasilkan kurang konsisten. Oleh karena itu, pengeringan oven dan pengeringan
semprot dipilih untuk memproduksi serbuk bit merah. Pengeringan oven dilakukan dengan
perendaman dalam asam sitrat dan pengeringan semprot dilakukan menggunakan bahan
mikroenkapsulasi yaitu maltodekstrin.
Produk serbuk bit merah mempunyai umur simpan tertentu yang perlu diteliti. Umur
simpan ini menunjukkan kualitas dan keamanan konsumsi produk tersebut. Umur simpan
produk serbuk bit merah dapat dilakukan dengan metodel Accelerated Shelf Life Test
(ASLT). Selanjutnya, produk serbuk bit merah ini berpotensi untuk diaplikasikan pada
produk bakeri non terigu.
Produk bakeri non terigu adalah produk pangan yang biasa diproduksi di masyarakat
Indonesia karena bahannya mudah diperoleh seperti produk bakeri dari bahas berbasis ubi
kayu. Aplikasi pewarna alami pada produk non terigu merupakan usaha untuk tetap
melestarikan produk-produk pangan tradisional namun dengan kualitas tinggi dengan
memanfaatkan bahan lokal. Namun, komponen aktif serbuk bit merah murah terdegradasi
selama proses pengolahan, sehingga penelitian ini diperlukan untuk lebih jauh mengetahui
efektivitasnya sebagai pewarna alami dan sumber antioksidan pada produk bakeri non terigu.
6
Tepung non terigu tidak memiliki kandungan protein yang tinggi seperti dimiliki oleh tepung
terigu. Tepung terigu memiliki protein gluten yang berfungsi membentuk adonan menjadi
viskoelastis sehingga adonan bisa mengembang selama pengovenan atau pengukusan. Oleh
karena itu, perlu diteliti pengaruh penambahan hidrokoloid yang dapat memperkuat struktur
adonan dan meningkatkan kualitas produk bakeri non terigu.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang ada adalah
bagaimana mengetahui umur simpan serbuk bit merah dan mengetahui kestabilan serbuk bit
merah tersebut ketika diaplikasikan pada produk bakeri non terigu berbasis ubi kayu yang
diolah melalui proses pemanggangan (baking) dan pengukusan (steaming).
1.3. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai adalah mengaplikasikan serbuk pewarna alami bit merah
pada berbagai produk bakeri non terigu baik yang diolah dengan proses pemanggangan
(baking) maupun pengukusan (steaming) yang berperan sebagai pewarna alami dan sumber
antioksidan. Tujuan khususnya adalah :
1. Menguji umur simpan kualitas serbuk pewarna alami bit merah, meliputi pengukuran
aktivitas antioksidan, kandungan betalain, kadar air dan aktivitas air.
2. Mengaplikasikan serbuk bit merah dalam pengolahan produk bakeri menggunakan
sistem pemanggangan dan pengukusan
3. Menguji penggunaan hidrokoloid (xanthan gum dan guar gum) untuk menjaga
kestabilan tekstur adonan produk bakeri non terigu
4. Menguji stabilitas pewarna alami dari aspek intensitas warna dan aktivitas
antioksidan, kandungan betalain
5. Melakukan evaluasi sensori pada produk bakeri non terigu
1.4.Urgensi (Keutamaan Penelitian)
Serbuk bit merah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk bit merah yang
dihasilkan dengan proses pengeringan menggunakan pengeringan oven dan pengeringan
semprot dengan bahan mikroenkapsulasi yaitu maltodekstrin. Pengujian umur simpan serbuk
bit merah tersebut perlu dilakukan mengingat sifat serbuk yang higrokospis, sehingga
7
konsumen dapat menggunakan produk serbit merah tersebut dengan kualitas yang baik dan
aman.
Selanjutnya, pengujian stabilitas pewarna alami yang dihasilkan dalam berbagai produk
bakeri non terigu, menunjukkan bagaimana serbuk bit merah yang berperan sebagai pewarna
alami dan sumber antioksidan mengalami perubahan selama proses pengolahan produk bakeri
non terigu tersebut.
Kenyataan inilah yang mendorong peneliti memanfaatkan bit merah sebagai pewarna
alami untuk produ bakeri menggunaan bahan baku lokal yang berbasis ubi kayu. Kepentingan
penelitian ini adalah menghasilkan pewarna makanan berkualitas yang dapat diaplikasikan
pada produk pangan olahan, khususnya dari bahan lokal (non terigu). Pengujian stabilitas
pewarna alami yang dihasilkan dalam berbagai produk bakeri non terigu, yaitu produk
dengan proses pemanggangan (roti, cake dan cookies) serta produk dengan proses
pengukusan (cake dan kue kukus) berbasis ubi kayu.
1.5.Penerapan dari inovasi atau temuan yang dilakukan untuk pembangunan nasional
Penggunaan serbuk bit merah sebagai pewarna alami dan sumber antioksidan yang
dihasilkan dapat dimanfaatkan para pengrajin makanan skala kecil maupun industri pangan
besar dalam menghasilkan produk-produk pangan yang aman dan sehat bagi masyarakat,
dalam hal ini berbagai produk bakeri non terigu. Penggunaan serbuk bit merah ini dapat
memberikan warna pada produk untuk lebih menarik konsumen dan sebagai sumber
antioksidan pada produk pangan tersebut.
8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pewarna Makanan
Pewarna makanan adalah bahan tambahan pangan yang dapat digunakan untuk
memperbaiki atau memberi warna pada makanan (Depkes, 1999). Penggunaan bahan
pewarna makanan menjadi indikator penting yang menentukan penerimaan konsumern
terhadap produk pangan tersebut. Namun, penggunaan pewarna sering disalahgunakan oleh
produsen makanan dengan penggunaan pewarna sintetik yang bersifat toksik, seperti Ponceau
SX dan Rhodamine B yang menghasilkan warna merah. Potensi bit merah sebagai pewarna
merah alami berpeluang untuk dikembangkan. Bit merah ini dapat pula menjadi sumber
antioksidan bagi produk pangan
2.2. Bit Merah
Bit merah adalah sumber potensial dari pigmen yang larut air yaitu betanin. Betanin
dalam bentuk betanidin 5-O-beta-glukosa merupakan antioksidan dan pencegah aktif
terjadinya induksi oksigen dan oksidasi oleh radikal bebas dari molekul biologi. Berdasarkan
sifat tersebut, pigmen dalam bit merah telah digunakan sebagai bahan tambahan alami pada
makanan dan minuman (Palvov et al., 2002). Pigmen betanin stabil pada pH 5,5 - 8. Tidak
ada batas maksimum yang ditetapkan untuk penggunaan pewarna alami dari bit ini (Kuntz,
1994).
Sebagian besar varietas dari bit merah mengandung betanin yang merupakan
kandungan warna yang utama yang mewakili 75-90% dari total warna yang ada. Bit merah
merupakan sumber pewarna yang sangat baik dan mengandung betanin sampai 200 mg per
100 gram berat bit merah segar, yaitu sampai 0,02% dari padatan terlarut (Hendry &
Houghton, 1996). Kandungan betanin dalam ekstrak umbi bit akan terdegradasi dengan
adanya peningkatan pH, suhu dan aktivitas air.
Kestabilan betasianin sangat dipengaruhi oleh pH dan temperatur. Semakin tinggi pH
dan temperatur menyebabkan degradasi betanin yang terjadi semakin banyak. Degradasi
betasianin yang terjadi juga berpengaruh pada aktivitas antiradikal yang terkandung dalam
betasianin tersebut. Semakin banyak degradasi yang terjadi, maka semakin rendah pula
aktivitas antiradikalnya (Gasztonyi et al, 2001).
9
2.3. Metode Pengeringan dalam Pembuatan Serbuk Pewarna Alami Bit Merah
Mikroenkapsulasi adalah teknik untuk melapisi butiran droplet bahan yang
dikeringkan. Teknik ini akan melindungi produk dari kerusakan selama proses pengeringan
karena suhu pemanasan yang tinggi, sehingga intensitas warna dan nutrisi produk dapat
dijaga. Selain itu, khususnya pada bahan dengan kandungan monosakarida yang tinggi,
metode ini digunakan untuk menghindari terbentuknya produk yang lengket pada alat
pengering. Mikroenkapsulasi dengan pengeringan semprot telah banyak digunakan dalam
industri pangan. Bahan enkapsulasi yang sering digunakan adalah karbohidrat, gum dan
protein (Gharsallaoui et al., 2007). Maltodextrin dipilih sebagai bahan enkapsulasi karena
kelarutannya yang tinggi dalam air, viskositas yang rendah dan kadar gulanya yang rendah
(Sansone et al., 2011). Gum arabic juga efektif sebagai bahan enkapsulasi karena fungsi
proteksi koloid yang dimilikinya. Namun bahan ini mempunyai kekurangan karena harganya,
ketersediaan dan variasi kualitas dari gum arabic.
Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang dikandung melalui
energi panas untuk menurunkan kadar air, aktivitas air dan mencegah aktivitas mikroba.
Tujuan pengeringan adalah untuk memperpanjang umur simpan, menghambat pertumbuhan
mikroba dan aktivitas enzim, serta memudahkan dalam proses transportasi. Beberapa metode
pengeringan yang dapat dilakukan untuk mendapatkan serbuk bit merah yaitu: pengeringan
beku, pengeringan oven, pengeringan kabinet, pengeringan solar tunnel, dan pengeringan
semprot.
2.4. Produk Bakeri Non Terigu
Pola konsumsi masyarakat saat ini mengarah pada produk pangan yang praktis dalam
penyajian, seperti produk mi, roti, dan makanan ringan lainnya. Pola konsumsi ini, berakibat
pada peningkatan kebutuhan bahan pangan berbasis tepung – tepungan. Tepung terigu
sebagai bahan baku utama dalam pembuatan roti pada umumnya, memiliki kendala yaitu
tingginya tingkat harga, terlebih akibat maraknya terigu impor yang masuk ke Indonesia dan
semakin melemahnya nilai rupiah. Oleh karena itu diperlukan kajian rekayasa pengolahan
pangan untuk mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu, khususnya dalam
pengolahan produk bakery. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
memanfaatkan tepung beras, tepung ketan dan tepung mocaf.
10
Tepung ubi kayu diaplikasikan pada produk pangan terutama karena tingginya
kandungan pati yang memiliki arti penting secara fungsional, yaitu kemampuan membentuk
gel yang ditentukan oleh kandungan amilosa dan amilopektin pada pati (Lopez et al., 2004).
Tepung ubi kayu yang masih terbatas penggunaannya, dapat diaplikasikan dalam pembuatan
roti. Akan tetapi, lemahnya struktur jaringan dalam adonan (Ćuric et al., 2007) dan struktur
adonan yang kurang seragam mengakibatkan kekuatan adonan yang kurang optimal,
sehingga menghasilkan produk bakeri dengan kualitas yang kurang optimal.
Tepung mocaf terbuat dari hasil fermentasi singkong yang melibatkan beberapa jenis
enzim, sehingga dihasilkan tepung dengan karakteristik seperti memiliki kemambuat
rehidrasi, kemampuan gelasi, mudah tercampur, berwarna putih, dan tidak berbau. Selain itu
kandungan protein tepung mocaf sebesar 1.2% sehingga sangat memungkinkan dijadikan
produk cookies (Kymaryo et al., 2000). Menurut Matz (1978) dalam pembuatan cookies
dibutuhkan 2 jenis bahan, yang pertama bahan pengikat seperti tepung, dan telur. Bahan
kedua adalah pengempuk seperti gula, dan margarin. Oleh karena bahan tersebut cookies
dapat mengalami ketengikan selama penyimpanannya.
Roti non terigu yang diproduksi dari tepung ubi kayu memiliki kandungan serat yang
tinggi (3,36%) dan parameter tekstur, aroma dan rasa yang dapat diterima oleh panelis
(Cakkawati, 2009). Penambahan hidrokoloid dapat memberikan peningkatan kualitas tekstur
adonan dan peningkatan kualitas produk akhir roti non gluten berbasis ubi kayu (Rosita et al.,
2008). Dari hasil evaluasi sensoris, produk roti non terigu berbasis ubi kayu ini dapat diterima
oleh panelis. Oleh karena itu, produk bakeri non terigu sangat berpotensi untuk
dikembangkan. Penggunaan pewarna alami akan memberi nilai lebih pada produk bakeri non
terigu, agar lebih menarik dan dapat diterima oleh konsumen.
2.5. Capaian dalam Penelitian Tahun Pertama
Peta jalannya penelitian di tahun pertama dan kedua dapat dilihat pada Gambar 1. Kondisi
proses yang optimum untuk masing-masing metode pengeringan yang dihasilkan dalam
penelitian di tahun pertama disajikan dalam Tabel 1. Sedangkan kelebihan dan kekurangan
tiap metode pengeringan untuk menentukan metode pengeringan yang terbaik disajikan
dalam Tabel 2.
11
Gambar 1. Peta Jalannya Penelitian
(lihat HASIL di TABEL 1 dan 2) pelaksanaan tahun 2015
Optimasi metode
pengeringan serbuk
pewarna alami bit merah
Optimasi kondisi proses
pengeringan
Optimasi komposisi
bahan mikroenkapsulas
Pengujian kualitas serbuk
pewarna alami bit merah
Produk optimum
serbuk pewarna
alami bit merah
yang dapat
diaplikasikan
pada produk
bakeri non terigu Pengujian stabilitas
pewarna alami pada
produk bakeri non terigu
Optimasi penggunaan
hidrokoloid
Produksi serbuk pewarna
alami bit merah
Aplikasi pada produk
bakeri non terigu
Tahun Pertama:
2014-2015
Tahun Kedua:
2015-2016
Penambahan serbuk pada
formulasi produk bakeri
non terigu
Pengujian umur simpan
serbuk bit merah
12
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Bagan Alir Penelitian
Bagan alir penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 2. Bagan ini
menggambarkan rencana penelitian yang akan dilakukan pada tahun kedua.
3.2. Tempat Penelitian
Seluruh tahapan dalam proses penelitian dilakukan di laboratorium di lingkungan
Program studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik
Soegijapranata Semarang, yakni Laboratorium Rekayasa Pangan, Laboratorium Analisa
Pangan dan Laboratorium Pengolahan Bakeri. Adapun pengeringan semprot akan dilakukan
di Jamu Borobudur Semarang.
3.3. Materi
Bahan-bahan yang digunakan bit merah, bahan mikroenkapsulasi (maltodekstrin DE
10), tepung mocaf, tepung beras, tepung ketan, dan bahan hidrokoloid (CMC).
3.4. Pembuatan Serbuk Bit Merah
Bit yang sudah dibersihkan mula-mula dikupas kulitnya dan dipotong kecil-kecil,
kemudian potongan bit ini diblender dengan sebelumnya dicampur dengan 1 gram asam sitrat
untuk tiap 100 gram potongan bit. Setelah diblender kemudian sari bit disaring dengan kertas
saring dan cairan yang diperoleh kemudian disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama
10 menit. Filtrat yang dihasilkan dari proses sentrifugasi merupakan ekstrak bit yang akan
digunakan untuk dibuat menjadi serbuk dengan menggunakan pengeringan oven dan
pengeringan semprot.
1.5. Pembuatan Produk Bakeri Non Terigu
Produk bakeri non terigu berbasis ubi kayu yang akan dibuat adalah dengan proses
pemanggangan (baking) yaitu : roti dan cookies ; dan proses pengukusan yaitu cake atau kue
kukus.
13
Gambar 2. Bagan Diagram Alir Penelitian
Stabilitas pewarna alami (selama
penyimpanan dan proses pengolahan bakeri)
Metode pengolahan bakeri
Basis tepung non terigu
Intensitas warna
Evaluasi sensori
Proses: pengukusan dan pengovenan
Penambahan
hidrokoloid
Produk
optimum
serbuk
pewarna
alami bit
merah yang
dapat
diaplikasikan
pada produk
bakeri non
terigu
Aktivitas antioksidan
Penelitian Tahun Kedua: Pengujian umur
simpan dan aplikasi pada produk bakeri non
terigu
14
3.5. Parameter Analisa
3.5.1. Intensitas Warna
Analisa warna dilakukan dengan menggunakan alat MINOLTA Chromameter seri
200 (CR-200). Sampel dimasukkan ke dalam plastik transparan kemudian warna diukur
menggunakan Lab Scan Kolorimeter dengan Illuminant C. Pengukuran warna yang
dihasilkan yaitu warna L* (lightness) menunjukkan tingkat kecerahan, a* (redness)
menunjukkan warna merah atau hijau dan b* (yellowness) menunjukkan warna kuning atau
biru.
3.5.2. Aktivitas antioksidan (Pavlov et al, 2002).
Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan terhadap ekstrak bit merah dan bubuk bit
merah. Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 0,25 mL
larutan yang mengandung antioksidan direaksikan dengan 7,25 mL larutan DPPH 10-4
M
dalam tabung reaksi. Tabung reaksi yang berisi kedua larutan tersebut kemudian dijepit
dengan menggunakan penjepit dan direndam dalam waterbath pada suhu 30 oC selama 30
menit. Setelah itu, absorbansinya diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 517 nm. Aktivitas antioksidan dinyatakan sebagai % inhibition, yang
dirumuskan sebagai berikut: % inhibition = [ (AB – AA) / AB] x 100
Di mana AA adalah absorbansi dari sampel uji setelah diinkubasi dan AB adalah absorbansi
dari larutan DPPH.
3.5.3. Analisa Betalain
Sebanyak 0,1 gram bahan yang sudah keringkan menggunakan freezer dryer dilarutkan
dengan 10 ml etanol 50% dan diagitasi selama 10 detik. Setelah itu, larutan disentrifugasi
dengan kecepatan 6000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk diambil dan
disentrifugasi lagi hingga 2 kali pengulangan untuk mendapatkan hasil ekstraksi betalain
yang maksimal. Supernatan yang terbentuk dianalisa menggunakan spektrofotometer dengan
λ 538 nm dan 480 nm (Ravichandran et al., 2013). Analisa betalain ditentukan menggunakan
rumus:
Betalain content (BC) (mg/L) =
Keterangan:
15
A : Absorbansi
DF : Dilution factor
MW : Berat molekul
e : Molar extinction coefficients
l : pathlength of cuvet
3.5.4. Volume Pengembangan
Sampel diletakkan dalam loyang dan volumenya dihitung dengan rumus volume persegi
panjang. Volume tersebut akan dinyatakan sebagai volume awal. Setelah itu sampel dikukus
selama 15 menit dan volumenya dihitung lagi dengan menggunakan jangka sorong. Volume
setelah dikukus akan dinyatakan sebagai volume akhir. Kemudian dihitung menggunakan
rumus:
Volume pengembangan(%) = –
Rumus Volume persegi panjang : p x l x t
Keterangan:
p= panjang (cm)
l= lebar (cm)
t= tinggi (cm)
3.5.4. Pengujian Tekstur
Dilakukan pengukuran menggunakan Texture Analyzer dengan tipe "ball probe" dengan
kecepatan tes 5 mm/s dan trigger pada 10 gf.
3.5.5. Pengujian Tingkat Ketengikan (TBA)
Cookies disimpan selama 16 hari dan diukur tingkat ketengikannya setiap 4 hari. Sampel
cookies yang telah di-baking 30 menit dihancurkan dan ditimbang sebanyak 10 gram.
16
Kemudian ditambahkan 97,5 ml aquades dan 2,5 ml HCl 4 M, setelah itu didestilasi sampai
didapatkan 50 ml. Ambil 5 ml laurtan dan ditambah 5 ml TBA kemudian dipanaskan diatas
hotplate selama 30 menit. Ukur abasorbansinya dengan panjang gelombang 528 nm.
um er o A (mg malonaldehid kg sample 3
sample eight (g) A 528 nm
17
BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Aplikasi Serbuk Bit Merah pada Roti Mocaf
4.1.1. Karakteristik Fisik dan Kimia Adonan Roti Mocaf selama Proofing
Gambar 4.1.Warna dan volume pengembangan roti mocaf selama proofing (a) tanpa
penambahan serbuk bit merah (b) dengan penambahan serbuk bit merah 5%
(c) dengan penambahan serbuk bit merah 10%
Warna dan volume pengembangan roti mocaf selama proofing dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Proofing dilakukan pada suhu 35 oC selama 60 menit. Pada suhu dan waktu tersebut, yeast
dapat tumbuh dengan baik. Proofing diperlukan untuk proses fermentasi yeast, dimana
dihasilkan struktur pati yang lebih sederhana yang digunakan untuk pertumbuhan yeast. Saat
proses proofing juga dihasilkan gelembung gas oleh yeast, sehingga adonan mengalami
pengembangan.
Warna roti mocaf dengan penambahan serbuk bit merah cenderung stabil selama proses
proofing. Hal ini ditunjukkan dengan tidak berubahnya intensitas warna dilihat dari nilai L*
dan a* yang tetap selama proses proofing. Semakin tinggi nilai L* menunjukkan warna yang
semakin terang, sedangkan rendahnya nilai L* menunjukkan warna yang semakin gelap.
Adapun semakin tinggi nilai a* menunjukkan warna yang semakin kuat. Dari hasil nilai a*
tersebut dapat dilihat bahwa pigment betalain stabil pada suhu proofing 35 oC dan waktu
proofing 60 menit.
A
B
C
18
Tabel 4.1. Perubahan intensitas warna adonan roti manis mocaf selama proofing
Konsentrasi
Serbuk Bit
Merah
Waktu
(menit)
Warna Akhir
L* a* b*
0% 0 74,862 ± 1,983a 1,157 ± 0,303
a 25,310 ± 1,380
b
15 75,532 ± 0,767a 1,163 ± 0,166
a 25,907 ± 1,385
ab
22,5 75,363 ± 1,192a 1,040 ± 0,203
a 25,483 ± 0,792
ab
30 75,690 ± 1,037a 1,135 ± 0,119
a 26,228 ± 0,606
ab
37,5 75,515 ± 1,004a 1,018 ± 0,069
a 26,108 ± 1,389
ab
45 75,640 ± 1,191a 1,032 ± 0,073
a 26,387 ± 0,600
a
52,5 75,717 ± 0,768a 1,227 ± 0,380
a 25,410 ± 0,997
ab
60 75,850 ± 1,256a 1,133 ± 0,331
a 25,473 ± 0,608
ab
5% 0 60,690 ± 2,627b 23,247 ± 0,731
b 8,358 ± 1,022
d
15 59,685 ± 2,323bc
23,357 ± 0,645b 8,573 ± 0,918
d
22,5 59,780 ± 2,996bc
23,393 ± 0,606b 8,667 ± 0,804
cd
30 59,093 ± 2,821bc
23,235 ± 0,485b 8,458 ± 0,730
d
37,5 57,765 ± 1,084b 23,165 ± 0,396
b 9,163 ± 0,509
cd
45 57,612 ± 2,008b 23,478 ± 0,221
b 9,298 ± 0,623
cd
52,5 58,527 ± 1,182bc
23,380 ± 0,353b 9,272 ± 0,815
cd
60 58,815 ± 0,469bc
23,675 ± 0,277b 9,592 ± 0,710
c
10% 0 52,193 ± 1,723d 26,648 ± 1,436
c 5,090 ± 0,188
f
15 52,322 ± 2,666d 27,840 ± 1,691
d 5,752 ± 0,156
ef
22,5 51,590 ± 1,494d 29,808 ± 2,016
e 6,127 ± 0,193
e
30 51,272 ± 1,805d 29,732 ± 2,591
e 6,248 ± 0,208
e
37,5 51,940 ± 1,436d 28,158 ± 0,730
d 5,903 ± 0,366
ef
45 51,342 ± 1,100d 28,910 ± 2,058
de 6,002 ± 0,229
ef
52,5 50,937 ± 1,550d 28,217 ± 0,934
d 6,033 ± 0,149
ef
60 51,472 ± 1,693d 28,095 ± 0,839
d 5,808 ± 0,554
ef
Perubahan volume pengembangan selama proofing dapat dilihat pada Gambar 4.2. Selama
warktu proofing roti mocaf mengalami pengembangan, dan cenderung stabil setelah
mencapai menit ke 50. Penambahan serbuk bit merah menghasilkan roti mocaf yang tidak
berbeda nyata dengan roti mocaf tanpa bit merah.
Dari Gambar 4.2. dapat dilihat bahwa roti manis mocaf dengan penambahan bit merah
mengalami pengembangan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan roti manis mocaf
kontrol atau tanpa penambahan serbuk bit merah.
Hardness dan springiness roti mocaf selama proofing dapat dilihat pada Tabel 4.2. Hardness
dan springiness roti mocaf mengalami penurunan selama proses proofing. Dari data
sebelumnya diketahui bahwa volume pengembangan meningkat selama proses proofing yang
disebabkan terbentuknya gas oleh yeast selama proses fermentasi. Meningkatnya volume
pengembangan ini menyebabkan turunnya tingkat kekerasan dan springiness dari roti mocaf.
19
Gambar 4.2. Grafik volume pengembangan roti mocaf
Tabel 4.2. Hardness dan springinees roti mocaf selama proofing
Konsentrasi Bit Waktu (menit) Hardness (gf) Springiness
0% 0 140,493 ± 0,574a 0,833 ± 0,050
k
15 135,206 ± 2,248b 0,676 ± 0,024
efghi
22,5 133,979 ± 2,690b 0,667 ± 0,029
efgh
30 129,295 ± 1,225cd
0,618 ± 0,017cdef
37,5 124,514 ± 2,678ef 0,577 ± 0,006
bcde
45 119,852 ± 1,814ghi
0,484 ± 0,011ab
52,5 118,847 ± 2,061hij
0,481 ± 0,006ab
60 114,920 ± 0,724jk 0,413 ± 0,065
a
5% 0 139,138 ± 1,011a 0,921 ± 0,091
i
15 132,622 ± 2,113bc
0,779 ± 0,031ijk
22,5 127,202 ± 1,200de
0,766 ± 0,040hijk
30 126,164 ± 2,558def
0,686 ± 0,024fghij
37,5 122,957 ± 2,121fg
0,544 ± 0,034bcd
45 118,341 ± 2,196hij
0,511 ± 0,022abc
52,5 113,962 ± 2,255kl 0,499 ± 0,026
ab
60 109,806 ± 3,080m 0,470 ± 0,017
ab
10% 0 133,206 ± 2,111b 0,923 ± 0,006
i
15 122,162 ± 1,664fgh
0,823 ± 0,133k
22,5 116,232 ± 2,407ijk
0,808 ± 0,007k
30 110,534 ± 2,627lm
0,791 ± 0,007jk
37,5 108,963 ± 4,107m 0,733 ± 0,150
ghijk
45 101,407 ± 3,200n 0,633 ± 0,089
defg
52,5 100,714 ± 2,063n 0,570 ± 0,077
bcde
60 99,831 ± 1,761n 0,552 ± 0,067
bcd
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
0 15 22,5 30 37,5 45 52,5 60
Vo
lum
e P
eng
am
ba
ng
an
(cm
3/g
)
Menit (waktu)
Bit 0%
Bit 5%
Bit 10%
20
Gambar 4.3 menunjukkan kandungan antioksidan roti mocaf, dimana ditentukan oleh
komponen pigmen yang ada di dalam roti mocaf. Walaupun warna tidak berbeda nyata
selama proses proofing, dapat diperoleh bahwa kandungan antioksidan berbeda nyata selama
proses proofing. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan antioksidan yang dinyatakan dalam
%inhibition tidak hanya dipengaruhi oleh pigmen pembentuk warna merah namun juga
komponen bahan penyusun roti mocaf seperti tepung terigu, telur dan margarin yang
mengkontribusi terbentuknya antioksidan. Komponen iniliah yang mengalami penurunan
terbanyak sehingga dihasilkan nilai antioksidan yang berbeda nyata sebelum dan sesudah
proses proofing.
Gambar 4.3. Kandungan antioksidan (%inhibition) roti mocaf sebelum dan sesudah proses
proofing
0
2
4
6
8
10
12
14
16
A B C
% in
hib
itio
n
perlakuan
sebelum proofing
setelah proofing
21
4.1.2. Karakteristik Fisik dan Kimia Roti Mocaf selama Baking
Gambar 4.4. Warna dan volume pengembangan roti mocaf selama baking (a) tanpa
penambahan serbuk bit merah (b) dengan penambahan serbuk bit merah 5% (c)
dengan penambahan serbuk bit merah 10%
Selama baking, terjadi perubahan warna yang cukup signifikan. Dari data terdahulu, yaitu
pada saat proofing tidak terjadi perubahan warna, namun saat baking terjadi perubahan
warna. Hal ini menunjukkan bahwa pigmen dari serbuk pewarna alami bit merah sangat
sensitif terhadap panas. Terutama setelah 15 menit pemanasan, terjadi perubahan warna
merah yang signifikan. Pigmen betalain sensitif terhadap perubahan panas.
22
Tabel 4.3. Perubahan nilai intensitas warna selama baking
Konsentrasi
Serbuk Bit
Merah
Menit L* a* b*
0%
0 75.437 + 0.581e 1.365 + 0.07
b 25.377 + 1.139
a
5 76.512 + 1.125de
1.105 + 0.078ab
24.66 + 1.904abc
10 78.441 + 1.621cd
0.968 + 0.163ab
24.863 + 2.373ab
12,5 79.771 + 1.868bc
0.75 + 0.11ab
24.723 + 1.183abc
15 81.453 + 0.353b 0.82 + 0.161
ab 23.723 + 1.264
bc
17,5 80.678 + 1.578ab
0.84 + 0.135ab
23.223 + 1.419c
20 82.96 + 1.779a 0.653 + 0.077
a 20.248 + 2.974
d
5%
0 55.57 + 1.839j
23.508 + 0.315h
10.335 + 0.728gh
5 58.631 + 2.844h
21.668 + 0.815g
9.695 + 0.673h
10 59.333 + 2.026h
20.865 + 0.553f
10.505 + 0.236fgh
12,5 61.682+2.572g
20.045 + 0.417e
10.402 + 0.544gh
15 62.59 + 2.352g
19.532 + 0.401e
11.95 + 0.189ef
17,5 63.093 + 1.514g
18.768 +0.228d
12.417 + 0.132e
20 68.765 + 3.238f
16.507 + 0.902c
11.833 + 1.657efg
10%
0 50.1 + 1.218l
26.948 + 0.261l
5.888 + 0.219k
5 51.142 + 1.624l
26.118 + 0.839k
5.583 + 0.277k
10 53.237 + 0.677k
25.403 + 0.841j
6.422 + 0.318jk
12,5 54.923 + 1.698jk
25.007 + 0.774ij
6.56 + 0.485jk
15 56.04 + 1.224ij
24.647 + 0.134i
7.658 + 0.679ij
17,5 57.843 + 0.831hi
23.488 + 0.240h
8.123 + 1.031i
20 61.552 + 1.012g
21.872 + 0.466g
8.14 + 1.022i
Dari Tabel 4.3. dapat diketahui bahwa nilai L*mengalami kenaikan secara signifikan dan
nilai a* mengalamai penurunan secara signifikan.
23
Gambar 4.4. Volume pengembangan roti mocaf selama baking
Dari Gambar 4.4. dapat dilihat bahwa volume selama baking pada roti mocaf dengan
penambahan 10% serbuk bit merah memilki volume pengembangan yang lebih tinggi dan
berbeda nyata dibandingkan tanpa dan dengan penambahan 5% serbuk bit merah. Betalain
pada serbuk bit merah akan membentuk ikatan dengan struktur pati yang memberikan
kekuatan matriks yang akan menahan gas yang terbentuk saat proofing dan baking. Hal ini
menyebabkan penambahan bit merah sebanyak 10% mempunyai volume pengembangan
yang lebih tinggi.
24
Tabel 4.4. Hardness dan springiness roti mocaf selama baking
Konsentrasi
Serbuk Bit
Merah
Waktu
(menit) Hardness (gf) Springiness (mm)
0%
0 115.803 + 18.304 1.161 + 0.241
5 120.332 + 14.069 1.122 + 0.154
10 224.611 + 28.073 2.564 + 0.498
12,5 257.990 + 50.384 3.725 + 0.251
15 464.829 + 27.891 4.172 + 0.763
17,5 527.673 + 100.731 5.860 + 1.028
20 592.248 + 95.774 6.947 + 0.803
5%
0 117.801 + 22.845 1.118 + 0.216
5 125.588 + 15.839 2.771 + 0.530
10 232.166 + 47.770 3.892 + 0.490
12,5 260.730 + 49.689 4.084 + 0.628
15 496.618 + 56.241 4.292 + 0.628
17,5 545.003 + 85.242 6.144 + 0.745
20 625.636 + 78.628 7.074 + 0.778
10%
0 107.760 + 21.349 1.195 + 0.195
5 119.205 + 20.240 1.510 + 0.190
10 145.304 + 8.730 2.855 + 0.578
12,5 179.696 + 29.577 3.508 + 0.523
15 343.234 + 37.914 4.310 + 0.645
17,5 467.768 + 78.938 5.532 + 0.600
20 501.967 + 102.413 5.825 + 0.763
Walaupun roti mocaf mengalami pengembangan selama proses baking, namun hardness roti
mengalami peningkatan. Pada saat proses baking terjadi pengembangan karena terbentuknya
gas oleh yeast sampai 55 oC dan tekanan uap menyebabkan rongga yang terbentuk semakin
besar. Pada saat baking, juga terjadi gelatinisasi pati, yaitu terbentuknya struktur gel dari pati
yang akan meningkatkan tingkat kekerasan dari roti mocaf. Peningkatan kekerasan roti mocaf
ini lebih dipengaruhi oleh gelatinisasi saat baking. Peningkatan yang terbesar terjadi pada
menit ke-15.
25
Gambar 4.5. Aktivitas antioksidan (% inhibitio) roti mocaf sebelum dan sesudah baking
Setelah baking, antioksidan mengalami penuruhan yang sangat signifikan. Penambahan
serbuk bit merah menghasilkan roti mocaf dengan %inhibition sebesar 8,1%.
0
2
4
6
8
10
12
0% 5% 10%
Akt
ivit
as A
nti
oks
idan
(%
)
Konsentrasi Serbuk Bit Merah
Aktivitas Antioksidan
Sebelum Sesudah
26
4.1.3. Struktur Morfologi Pati dari Adonan dan Roti Manis Mocaf
Gambar 4.6. Struktur morfologi pati pada (A) adonan sesudah mixing (C) adonan sesudah
proofing (c) roti manis mocaf sesudah baking (1) tanpa serbuk bit merah (2)
penambahan 5% serbuk bit merah (3) penambahan 10% serbuk bit merah
4.2. Aplikasi pada Adonan Tepung Ketan, Tepung Beras, dan Tepung Mocaf
Secara umum pewarna serbuk bit merah dapat terikat dengan adonan yang terbuat dari tepung
beras, ketan, maupun mocaf, yang dibuktikan dengan semakin tingginya kandungan
betasianin dan betasantin seiring dengan bertambahnya konsentrasi pewarna serbuk bit yang
digunakan. Ketiga tepung tersebut memiliki rasio amilosa dan amilopektin yang berbeda.
Pengikatan pewarna pada adonan tepung dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin,
serta penyebaran dan struktur amilum.
27
Tabel 4.5. Kandungan Betalain khususnya Betasianin pada Berbagai Jenis Tepung dan Lama
Pengukusan
Kons.
bit
merah
(%)
Waktu
kukus
(menit)
Kandungan Betasianin (mg/L) Persentase Penurunan (%)
Ketan Beras Mocaf Ketan Beras Mocaf
0 0 0,47±0,11a
0,89 ± 1.38a 0.30 ± 0.04
a - - 90
0 15 0,00±0,00a
0 ± 0a 0.03 ± 0.01
a
10 0 15,32±4,21c
19,29 ± 2,55c 28.13 ± 0.33
c 55,61 27,37 30.64
10 15 6,80±0,80b
14,01 ± 3,17b 19.51 ± 1.40
b
20 0 33,15±2,07e
63,77 ± 5,37e 61.07 ± 2.12
e 39,43 58.83 34.08
20 15 20,08±2,27d
26,25 ± 1,70d 40.26 ± 1.11
d
Keterangan :
1. Semua nilai merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi
2. Nilai dengan superscript yang berbeda pada tiap baris menunjukkan adanya perbedaan nyata antar
perlakuan pada tingkat kepercayaan 95% (p < 0,05) dengan menggunakan uji Duncan.
Tabel 4.6. Kandungan Betasantin pada Berbagai Jenis Tepung dan Lama Pengukusan
Kons.
bit
merah
(%)
Waktu
kukus
(menit)
Kandungan Betasantin (mg/L) Persentase Penurunan
(%)
Ketan Beras Mocaf Ketan Beras Mocaf
0 0 0,00±0,00a
0 ± 0a 1.69 ± 0.16
b - - 100
0 15 0,00±0,00a
0 ± 0a 0.00 ± 0.01
a
10 0 7,44±1,05b
7,09 ± 1,19c 17.43 ± 1.74
d 23,66 27,22 37.41
10 15 5,68±0,74b
5,16 ± 1,73b 10.91 ± 0.87
c
20 0 16,84±3,30d
27,72 ± 2,43e 27.13 ± 1.62
f 30,05 56.85 30.85
20 15 11,78±2,48c
11,96 ± 1,07d 18.76 ± 0.83
e
Keterangan :
1. Semua nilai merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi
2. Nilai dengan superscript yang berbeda pada tiap baris menunjukkan adanya perbedaan nyata antar
perlakuan pada tingkat kepercayaan 95% (p < 0,05) dengan menggunakan uji Duncan.
Mocaf terlihat paling tinggi mengandung Betalain (betasianin maupun betasantin).
Berdasarkan Tabel tersebut diatas terlihat bahwa adonan tepung Mocaf memiliki daya
pengikatan dengan Betasianin lebih baik dibandingkan dengan dua tepung lainnya yakni
tepung beras dan ketan demikian juga terjadi pada Betasantin. Hal demikian kemungkinan
besar disebabkan oleh struktur amilosa dan amilopektin yang dikandungnya.
28
Tepung mocaf dibuat secara fermentasi menggunakan yeast yang dapat berfungsi memecah
karbohidrat menjadi lebih sederhana dan membuat struktur tepung lebih berongga oleh
karena gas yang terbentuk dan terjebak selama proses fermentasi berlangsung.
Kemampuan serbuk pewarna mengikat pada struktur tepung akan berpengaruh pada aktivitas
antioksidannya. Hal ini jelas sebagai konsekuensinya yang dikarenakan kandungan betalain
itu sendiri yang sangat tinggi antioksidannya. Berdasarkan hasil penelitian jelas bahwa
adonan tepung mocaf dengan konsentrasi substitusi yang sama akan memberikan aktivitas
antioksidan yang tertinggi.
Lama pengukusan yang menggambarkan waktu pemanasan yang dapat menjadi indikator
kontak dengan panas, menunjukkan bahwa konsentrasi betalain (yang digambarkan melalui
kandungan betasianin dan betasantin) berpengaruh sangat jelas terhadap kestabilan pigmen
tersebut. Dengan demikian juga akan berpengaruh pada aktivitas antioksidan.
Tabel 4.7. Aktivitas Antioksidan Bit pada Adonan berbagai Jenis Tepung
Kons.
bit
merah
(%)
Waktu
kukus
(menit)
% inhibition Persentase Penurunan (%)
Ketan Beras Mocaf Ketan Beras Mocaf
0 0 2,70±0,08b
2,69 ± 1,20a 4.27 ± 0.50
b 31,48 17,23 53.86
0 15 1,85±0,30a
3,250 ± 1,00ab
1.97 ± 0.32a
10 0 5,20±0,45d
5,58 ± 1,00c 25.34 ± 0.54
e 39,42 17,92 56.95
10 15 3,15±0,87bc
4,58 ± 1,80bc
10.91 ± 0.70c
20 0 6,24±0,90e
7,35 ± 1,30d 35.93 ± 1.85
f 43,27 30,2 48.93
20 15 3,54±0,60c
5,13 ± 1,75c 18.35 ± 0.95
d
Keterangan :
1. Semua nilai merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi
2. Nilai dengan superscript yang berbeda pada tiap baris menunjukkan adanya perbedaan nyata antar
perlakuan pada tingkat kepercayaan 95% (p < 0,05) dengan menggunakan uji Duncan.
29
Tabel 4.8. Intensitas Warna (L*, a, b) Kons. bit
merah (%)
Waktu
kukus (menit) Nilai L Nilai (a) Nilai (b)
Ketan Beras Mocaf Ketan Beras Mocaf Ketan Beras Mocaf
0 0 91,81±1,15j 92,94 ± 1,55j 82.84 ± 1.27n
-,58±0,04a -0,29 ± 0,05a 0.59 ± 0.03a 7,84±0,25g 5,48 ± 0,23fg 14.46 ± 0.19i
0 3 90,89±1,29j 90,67 ± 2,50ij 80.74 ± 0.39m
-0,56±0,05a -0,31 ± 0,07a 0.82 ± 0.08a 7,75±0,18g 4,68 ± 0,97f 14.30 ± 0.40hi
0 6 80,81±5,51i 88,97 ± 2,35i 66.10 ± 2.45l
-1,06±0,16a -0,30 ± 0,07a 1.04 ± 0.09ab 9,75±0,49h 5,57 ± 0,45fg 17.06 ± 0.80j
0 9 73,21±2,10h 73,05 ± 5,53h 56.17 ± 1.67i
-1,46±0,03a -0,57 ± 0,07a 2.17 ± 0.16b 9,49±0,43h 5,89 ± 0,74g 18.62 ± 0.83k
0 12 68,79±0,91g 67,08 ± 1,12fg 51.69 ± 0.90h
-1,35±0,05a -0,57 ± 0,10a 2.08 ± 0.20b 9,15±0,21h 4,52 ± 1,70e 16.48 ± 0.92j
0 15 67,90±1,19g 70,08 ± 1,93gh 47.91 ± 1.27f
-1,39±0,15a -0,70 ± 0,15a 1.48 ± 0.23ab 9,09±0,45h 6,56 ± 0,39g 13.69 ± 1.26h
10 0 63,03±4,50f 68,95 ± 0,48g 62.57 ± 1.50k 25,59±3,10d 21,44 ± 0,85de 26.41 ± 0.91i 0,37±0,08a -0,01 ± 0,25abc 6.35 ± 0.22ef
10 3 64,29±1,38f 66,50 ± 1,94fg 59.51 ± 0.61j 25,40±1,23d 20,95 ± 0,77de 24.53 ± 0.91h 0,95±0,20ab 0,03 ± 0,37abc 7.23 ± 0.22g
10 6 56,83±5,13e 63,70 ± 1,95ef 56.29 ± 1.08i 25,66±1,18d 20,17 ± 1,41de 23.06 ± 0.71g 1,30±0,38abc -0,65 ± 0,23a 6.85 ± 0.39fg
10 9 43,95±3,05c 61,40 ± 5,91de 49.69 ± 0.97g 24,13±2,58cd 22,11 ± 2,39e 19.75 ± 0.64f 3,43±2,07e -0,41 ± 0,48ab 5.53 ± 0.45cd
10 12 41,99±0,96bc 51,03 ± 3,29b 36.95 ± 1.41d 20,19±1,04b 16,78 ± 4,79bc 16.43 ± 1.16d 5,74±1,07f 0,80 ± 0,68c 4.99 ± 0.42bc
10 15 43,09±1,13bc 45,83 ± 2,63a 33.73 ± 0.82c 19,87±1,63b 13,84 ± 3,51b 14.76 ± 0.76c 5,45±1,88f 2,06 ± 1,86e 4.41 ± 0.42ab
20 0 54,69±0,67de 58,70 ± 0,70d 51.77 ± 0.65h 31,81±0,28e 26,67 ± 0,99f 32.69 ± 0.83l 2,59±0,07de 0,61 ± 0,17bc 5.64 ± 0.16cd
20 3 53,72±1,68de 54,89 ± 1,79c 49.70 ± 0.50g 31,27±1,61e 26,46 ± 0,97f 31.02 ± 1.06k 2,33±0,22cde 0,99 ± 0,32cd 5.78 ± 0.54de
20 6 52,63±2,10d 54,43 ± 1,82bc 44.40 ± 1.66e 31,87±0,69e 29,48 ± 3,21f 27.87 ± 1.98j 1,99±0,41bcd 0,60 ± 0,62bc 4.50 ± 0.49ab
20 9 40,05±5,76ab 53,75 ± 4,02bc 37.15 ± 1.24d 25,68±4,00d 28,08 ± 5,56f 23.15 ± 1.29g 3,30±1,57e -0,06 ± 0,85abc 4.37 ± 0.42ab
20 12 37,57±2,64a 44,39 ± 3,77a 29.86 ± 0.49b 23,68±3,71cd 18,71 ± 2,97cd 20.55 ± 1.30f 4,63±2,25f 1,91 ± 1,38de 4.20 ± 0.39a
20 15 37,78±1,13a 42,55 ± 2,07a 27.14 ± 0.47a 22,73±3,72c 14,49 ± 3,52b 17.87 ± 1.34e 5,14±1,27f 2,97 ± 1,22e 4.93 ± 0.46bc
Keterangan : 1. Semua nilai merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi 2. Nilai dengan superscript yang berbeda pada tiap baris menunjukkan adanya perbedaan nyata antar perlakuan pada tingkat kepercayaan 95% (p < 0,05) dengan menggunakan uji Duncan.
30
4.3. Aplikasi pada Cookies Mocaf
4.3.1. Intensitas Warna
Tabel 4.9. Kualitatif Cookies Mocaf dengan Perbedaan Penambahan Serbuk Bit Merah
selama Baking
Konsentrasi
Bit Merah
(%)
Waktu Baking (menit)
0 10 20 30
0
10
20
Pada Tabel 4.9. dapat dilihat warna cookies dengan penambahan 10% dan 20% serbuk bit
merah akan memudar selama baking. Penambahan serbuk bit merah yang semakin tinggi
akan meningkatkan warna merah.
31
Keterangan: KSBM= Konsentrasi serbuk bit merah, S=Permukaan atas, B= Permukaan bawah
Gambar 4.7. Perubahan Nilai L* pada Permukaan Atas dan Bawah Cookies selama Baking
Keterangan: KSBM= Konsentrasi serbuk bit merah, S=Permukaan atas, B= Permukaan bawah
Gambar 4.8. Perubahan Nilai a* pada Permukaan Atas dan Bawah Cookies selama Baking
Pada Gambar 4.7. dan Gambar 4.8., dapat dilihat bahwa selama baking nilai L* akan semakin
meningkat dan nilai a* akan semakin menurun. Nilai a* pada cookies yang diberi
penambahan 10% dan 20% serbuk bit merah akan semakin menurun karena proses degradasi
pigmen betalain. Menurut Azeredo (2009a), pigmen betalain akan mengalami proses
isomerisasi dan dekarboksilasi atau pemecahan ikan sehingga akan menurunkan warna
merah. Sedangkan nilai a* pada permukaan lebih tinggi dikarena selama proses baking
30
40
50
60
70
80
90
0 10 20 30
Nil
ai
L*
Waktu Baking (menit)
0%_S
10%_S
20%_S
0%_B
10%_B
20%_B
KSBM
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
0 10 20 30
Nil
ai
a*
Waktu Baking (menit)
0%_S
10%_S
20%_S
0%_B
10%_B
20%_B
KSBM
32
pigmen betasianin akan terakumulasi saat air teruap. Hal ini didukung oleh Ravichandran et
al., (2013), bahwa pigmen betasianin merupakan pigmen yang larut air.
4.3.2. Tekstur
Tabel 4.10. Nilai Hardness pada Cookies dengan Perbedaan Konsentrasi Serbuk Bit Merah
selama Baking
Konsentrasi Serbuk Bit Merah Waktu Baking (menit) Hardness (gf)
0%
0 40.71± 3.55a
10 233.79±7.65d
20 345.12 ±33.64f
30 477.21±26.66g
10%
0 41.20±3.25a
10 172.38±11.42c
20 234.79 ±19.12d
30 639.83±16.91h
20%
0 41.30±2.53a
10 103.87±5.89b
20 304.42 ±50.76e
30 683.84 ±36.71i
Keterangan :
1. Semua nilai yang dicantumkan merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi dari 3 batch, masing-masing
sebanyak 2 ulangan.
2. Nilai dengan superscript yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antar
perlakuan pada tingkat kepercayaan 95% (p < 0,05) dengan menggunakan uji Duncan.
Pada Tabel 4.10., dapat dilihat bahwa antar cookies yang tidak di-baking tidak memiliki beda
nyata. Akan tetapi selama proses baking nilai hardness akan semakin meningkat karena
adanya proses gelatinisasi pati (Rahman et al., 2015). Semakin tinggi konsentrasi serbuk bit
merah akan meningkatkan nilai hardness karena penambahan serbuk bit merah akan
menurunkan daya serap air sehingga tekstur cookies menjadi semakin keras (Ashworth,
2002).
33
4.3.3. Aktivitas Antioksidan
Tabel 4.11. Aktivitas Antioksidan pada Cookies dengan Perbedaan Konsentrasi Serbuk Bit
Merah selama Baking
Konsentrasi Serbuk Bit
Merah
Waktu Baking
(menit)
% inhibition %
Pengurangan
0%
0 2.39±0.16a
10 2.37±0.1a 0.19
20 2.12±0.18a 1.35
30 2.06±0.03a 0.90
10%
0 5.30±0.80e
10 5.09±0.50e 2.05
20 3.66±0.29c 8.22
30 3.12±0.40b 5.48
20%
0 8.73±0.22g
10 5.92±0.62f 28.14
20 5.04±0.47e 18.42
30 4.49±0.43d 14.12
Keterangan :
1. Semua nilai yang dicantumkan merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi dari 3 batch, masing-masing
sebanyak 2 ulangan.
2. Nilai dengan superscript yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antar
perlakuan pada tingkat kepercayaan 95% (p < 0,05) dengan menggunakan uji Duncan.
Berdasarkan Tabel 4.11. terjadi penurunan nilai %inhibition selama proses baking. Menurut
Hendry & Houghton, (1996), suhu akan mempengaruhin kestabilan pigmen betalain pada bit
merah sehingga mengakibatkan penurunan aktivitas antioksidan. Semakin tinggi konsentrasi
serbuk bit merah akan meningkatkan nilai %inhibition karena semakin banyak aktivitas
antioksidan yang terukur. Pada cookies dengan penambahan 20% konsentrasi serbuk bit
merah memiliki % penurunan yang paling tinggi karena semakin banyak konsentrasi akan
menyebabkan semakin tinggi juga degradasinya (Neelwarne, 2013).
34
4.3.4. Kandungan Pigmen Betalain
Keterangan: KSBM: Konsentrasi Serbuk Bit Merah, BC: Betasianin; BX- Betasantin
Gambar 4.9. Perubahan Kandungan Betasianin dan Betasantin selama Proses Baking
Pada Gambar 4.9. dapat dilihat bahwa kandungan betasianin lebih tinggi dibandingkan
betasantin. Menurut Hendry & Houghton (1996), betasianin berkontribusi sebesar 75-90%
untuk memberi warna pada bit merah. Selama proses baking kandungan betasianin dan
betasantin akan menurun karena kestabilan pigmen betalain dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti pH, cahaya, suhu, dan konsentrasi (Slavov et al., 2013). Cookies dengan
penambahan 10% dan 20% konsentrasi serbuk bit merah yang di-baking pada 10 menit
pertama mengalami penurunan yang drastis. Hal ini dikarenakan degradasi dari pigmen
betalain akan semakin meningkat oleh beberapa faktor seperti jika terjadi perubahan suhu
secara signifikan, keberadaan oksigen, dan peningkatan konsentrasi pigmen (Neelwarne,
2013).
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
0 10 20 30 Ka
nd
un
ga
n B
eta
xa
nth
in a
nd
Bet
acy
an
in (
mg
/L)
Waktu Baking (menit)
0%BC
10%BC
20%BC
0%BX
10BX
20BX
KSBM
35
4.3.5. Tingkat Ketengikan
Tabel 4.12. Tingkat Ketengikan
Konsentrasi Serbuk
Bit Merah
Waktu Simpan TBA (mg/kg) Kecepatan
Ketengikan
(mg/kg/days)
0%
0 0.149±0.005g
4 0.178±0.010c
0.0072
8 0.182±0.011bc
0.0033
12 0.183±0.008b
0.0036
16 0.195±0.004a
0.0053
10%
0 0.154±0.006fg
4 0.166±0.010de
0.0031
8 0.178±0.012bc
0.0014
12 0.181±0.010bc
0.0003
16 0.187±0.004ab
0.0004
20%
0 0.148±0.004g
4 0.162±0.009f
0.0034
8 0.171±0.004cd
0.0012
12 0.173±0.002cd
0.0002
16 0.184±0.003b
0.0007 Keterangan :
1. Semua nilai yang dicantumkan merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi dari 3 batch, masing-
masing sebanyak 2 ulangan.
2. Nilai dengan superscript yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan terdapat perbedaan yang
nyata antar perlakuan pada tingkat kepercayaan 95% (p < 0,05) dengan menggunakan uji Duncan.
Pada Tabel 4.12. didapatkan bahwa cookies dengan 20% konsentrasi serbuk bit merah
memiliki nilai TBA paling rendah. Sedangkan cookies tanpa penambahan serbuk bit merah
memeiliki nilai TBA palaing besar. Hal ini karena kandungan antioksidan dari bit merah yang
mampu mencegah reaksi oksidasi (Pokorny et al., 2001). Selama penyimpanan cookies
mengalami peningkatan nilai TBA, akan tetapi kecepatan ketengikan pada cookies yang
diberi 10% dan 20% konsentrasi serbuk bit merah akan mengalami penurunan kecepatan
proses ketengikan.
4.4. Umur Simpan Serbuk Bit Merah
4.4.1. Kadar Air
Kadar air pada suatu produk pangan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi suatu
kualitas produk pangan. Pada pengeringan bit merah dilakukan pengeringan dengan sampai
kadar air bahan berkisar 3-7% sehingga kestabilan optimum bahan makanan akan tercapai
(Winarno, 1992).
36
Gambar 4.10. ln Kadar Air Serbuk Pewarna Alami Bit Merah Selama Penyimpanan dengan
Berbagai Perlakuan Suhu
Kadar air pewarna selama penyimpanan dapat dilihat pada gambar 1, terjadi peningkatan
kadar air pada setiap suhu 25°C, 35°, dan 45°C. Meningkatnya kadar air dapat menandakan
bahwa terjadi penurunan mutu suatu produk pangan. Dalam produk pangan kering kadar air
maksimal tidak boleh melebihi 7%. Meningkatnya kadar air dapat dikarenakan kelembaban
lingkungan relatif tinggi (75%). Menurut Gustaram Anjar et al (2007), suatu produk pangan
akan menyerap sejumlah air dari lingkungan untuk menyesuaikan dengan kelembaban relatif.
Hal tersebut menyebabkan nilai kadar air bahan mengalami peningkatan. Peningkatan kadar
air ini berbeda tiap suhunya. Diketahui bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan semakin
menurun juga kadar air dari pewarna yang di simpan. Hal tersebut menurut Erickson (1982)
dikarenakan tingginya suhu penyimpanan, maka laju dari penguapan air semakin tinggi.
4.4.2. Aktivitas Air (Aw)
Aktivitas air (Aw) merupakan jumlah air bebas yang digunakan suatu mikroorganisme untuk
pertumbuhan. Maka dari itu aktivitas air diukur agar mengetahui kemungkinan adanya
kemungkinan kontaminasi dari pertumbuhan mikroorganisme.
37
Gambar 4.11. ln Aktivitas Air Serbuk Pewarna Alami Bit Merah Selama Penyimpanan
dengan Berbagai Perlakuan Suhu
Peningkatan aktivitas air ini terjadi karena interaksi kelembaban udara antar lingkungan
penyimpanan dan juga produk. Uap air ini akan berpindah dari kelembaban yang tinggi yaitu
lingkungan ke kelembaban yang lebih rendah yaitu produk. Maka dari itu terjadi peningkatan
aktivitas air yang diikuti meningkatnya kadar air pada produk. Namun menurut Winarno
(1992) berbagai macam mikroorganisme mempunyai batasan Aw minimum agar dapat
tumbuh dengan baik, seperti bakteri Aw : 0,90 ; khamir Aw : 0,80-0,90 ; kapang Aw : 0,60-
0,70. Sehingga dapat dikatakan biarpun aktivitas air pewarna alami bit merah meningkat
selama penyimpanan berlangsung namun dapat dikatakan aman dari pertumbuhan
mikroorganisme khususnya kapang dan khamir.
4.4.3. Aktivitas Antioksidan
Antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat menghambat atau mencegah proses oksidasi
senyawa lain karena adanya suatu radikal bebas. Sumber antioksidan utama pada bit merah
adalah betanin.
38
Gambar 4.13. Aktivitas Antioksidan (% inhibition) Serbuk Pewarna Alami Bit Merah Selama
Penyimpanan dengan Berbagai Perlakuan Suhu
Dari Gambar 4.13., diketahui bahwa terjadi penurunan nilai arbsorbansi(%) selama
penyimpanan. Penurunan nilai arbsorbansi ini berkaitan dengan proses degradasi pigmen
betalain saat penyimpanan berlangsung. Hal ini didukung oleh pendapat Hendry & Houghton
(1996), bahwa banyak faktor yang mempengaruhi aktivitas antioksidan pada bit merah seperti
faktor intrinsik (senyawa kimia) dan faktor ekstrinsik dimana salah satu faktor tersebut adalah
penyimpanan. Tidak hanya karena degradasi pigmen menurunnya nilai antioksidan dari
pewarna juga bisa diakibatkan karena pengemasan yang kurang sempurna. Walaupun
dikatakan kemasan metalized dapat menghambat masuknya oksigen namun kemasan ini
masih dapat menyisakan oksigen atau oksigen residual di dalam produk dikarenakan tidak
dilakukannya pengemasan dengan metode vacuum sehingga masih terdapat sisa oksigen
dalam pengemas. Menurut Pratt (1992), oksigen residual ini membuat senyawa flavonoid
pada produk mendonorkan hidroksilnya (-OH) untuk mempertahankan kestabilannya. Hak
tersebut mengakibatkan hilangnya gugus –OH pada senyawa flavonoid dan mengakibatkan
aktivitas antioksidan pada pewarna menurun selama penyimpanan berlangsung.
4.4.4. Kemampuan Pembasahan
Pada pengujian kemampuan pembasahan dilakukan untuk mengetahui kemudahan serbuk
terbasahi dalam air pada satuan detik. Hal ini menurut Hartomo & Widiatmoko (1993)
dilakukan untuk menentukan apakah produk tersebut bersifat hidrofilik (mudah larut di dalam
air) atau hidrofobik (sukar larut di dalam air).
39
Gambar 4.14. Kemampuan Pembasahan Serbuk Pewarna Alami Bit Merah Selama
Penyimpanan dengan Berbagai Perlakuan Suhu
Waktu pembasahan bubuk cenderung lebih cepat setiap minggunya. Hal ini mungkin
berhubungan dengan meningkatnya kadar air bahan selama penyimpanan. Meningkatnya
kadar air mengurangi efek shrinkage pada pewarna. Berkurangnya efek shrinkage
mengakibatkan struktur partikel memiliki lebih banyak pori-pori yang terbuka untuk
penyerapan, sehingga meningkatkan rehidrasi produk yang membuat kemampuan
pembasahan cenderung lebih cepat (Nindo et al., 2003).
4.4.5. Intensitas Warna
Warna adalah salah satu faktor yang penting dalam produk makanan. Pewarna makanan
mempunyai peranan penting antara lain : untuk mempertajam penampakan warna, untuk
menghasilkan warna yang seragam, untuk mempertahankan warna karena warna asli pada
makanan rusak selama pemrosesan (Hendry & Houghton, 1996). Nilai L* menunjukkan
kecerahan sampel, dimana nilai 0 berarti hitam mutlak dan 100 putih. Nilai b* menunjukkan
derajat kromatis dengan skala -70 sampai dengan skala 70. Nilai yang negatif menunjukkan
bahwa warna cenderung ke biruan sedangkan nilai positif menunjukkan derajat kekuningan.
Kemudian nilai a* sendiri merupakan derajat kromatis yang menunjukkan kemerahan atau
kehijauan sampel (Hutching, 1999).
40
Tabel 4.13. Intensitas warna L, a*, b* Serbuk Pewarna Alami Bit Merah Selama Penyimpanan dengan Berbagai Perlakuan Suhu
Waktu
Penyimpanan
(Minggu)
Warna
25°C 35°C 45°C
L a* b* L a* b* L a* b*
0 43,767 ± 0,970a 19,510 ± 0,745a 3,648 ± 0,189a 43,767 ± 0,970ab 19,510 ± 0,745ab 3,648 ± 0,189a 43,767 ± 0,970bc 19,510 ± 0,745bc 3,648 ± 0,189a
1 43,648 ± 0,383a 20,240 ± 2,323ab 4,262 ± 0,561abc 42,763 ± 1,944a 20,125 ± 2,016ab 4,445 ± 0,876b 43,078 ± 1,263ab 18,580 ± 1,222ab 4,547 ± 0,354bcd
2 43,600 ± 0,709a 21,185 ± 1,498b 4,408 ± 0,717bc 43,580 ± 1,041ab 19,353 ± 1,043ab 4,442 ± 0,221b 44,040 ± 0,845bc 19,880 ± 0,621cd 4,665 ± 0,400cd
3 44,348 ± 1,210a 21,055 ± 0,343ab 4,770 ± 0,183c 44,308 ± 0,914b 19,710 ± 0,899ab 4,088 ± 0,371ab 44,590 ± 0,728cd 20,768 ± 1,100d 4,668 ± 0,548cd
4 44,468 ± 1,188ab 21,010 ± 0,593ab 4,423 ± 0,467bc 43,960 ± 1,209c 20,027 ± 0,531ab 4,467 ± 0,193b 45,407 ± 1, 694d 17,985 ± 0,460a 3,952 ± 0,142ab
5 44,100 ± 0,929a 20,070 ± 1,384ab 3,855 ± 0,558ab 45,597 ± 0,483c 18,535 ± 0,632a 4,075 ± 0,289ab 44,443 ± 0,285cd 19,542 ± 0,429bc 4,303 ± 0,477bc
6 45,552 ± 0,715b 20,235 ± 0,535ab 3,987 ± 0,216ab 43,705 ± 1,022ab 19,045 ± 1,116ab 4,565 ± 0,246b 42,512 ± 0,456a 20,320 ± 0,290cd 4,620 ± 0,174cd
7 44,855 ± 1,340ab 20,147 ± 1,019ab 3,772 ± 0,444a 44,000 ± 0,812ab 19,162 ± 1,229ab 4,540 ± 0,295b 43,815 ± 1,229bc 20,762 ± 0,981d 5,202 ± 0,476d
8 44,097 ± 0,679a 20,993 ± 0,325ab 4,748 ± 0,664c 43,037 ± 0,691ab 20,620 ± 3,010b 4,142 ± 0,133b 44,233 ± 0,503bcd 19,905 ± 0,757cd 4,723 ± 1,061cd
Keterangan :
1. Semua nilai pada tabel di atas adalah nilai mean ± standar deviasi
2. Nilai dengan superscript yang terdapat pada tabel di atas menyatakan perbedaan nyata antar perlakuan pada tingkat kepercayaan 95% (p < 0,05).
41
Perubahan warna yang tidak terlalu mencolok ini mungkin diakibatkan karena dilakukan
pengemasan dengan metalized plastic dimana kemasan ini tidak meneruskan cahaya sehingga
dapat melindungi pewarna dimana dikatakan bahwa pigmen betalain pada bit merah
dipengaruhi oleh pH, cahaya, udara, serta aktivitas air. Tidak hanya itu pembuatan
pewarna dengan asam sitrat juga mengakibatkan dapat terjaganya kestabilan warna selama
penyimpanan. Hal ini terjadi karena asam sitrat memiliki reaksi yang dapat menurunkan pH
pada jaringan produk, sehingga dapat mengurangi terbentuknya enzymatic browning dan
menginaktifkan enzim polyphenol oxidase yang dapat menyebabkan perubahan warna
(Kendall et al.,2004).
4.4.6. Total Mikroorganisme
Pada analisa mikroorganisme ini dilakukan pengujian dengan metode TPC (Total Plate
Count) kapang dengan menggunakan media PDA. Menurut Fardiaz (1992), kebanyakan
kapang bersifat mesofilik yaitu tumbuh baik pada suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan
untuk kebanyakan kapang adalah sekitar 25-300C tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu
35-370C atau lebih tinggi.
Tabel 4.14. Total Plate Count Kapang Serbuk Pewarna Alami Bit Merah Selama
Penyimpanan dengan Berbagai Perlakuan Suhu
Penggunaan media PDA untuk mengidentifikasi adanya kapang pada produk karena PDA
memiliki sumber karbohidrat dalam jumlah cukup yaitu terdiri dari 20% ekstrak kentang dan
2% glukosa sehingga baik untuk pertumbuhan kapang dan khamir namun kurang baik untuk
pertumbuhan bakteri. Pada pembuatan media PDA juga ditambahkan kloramfenikol 10
mg/100 mL dengan harapan dapat menghambat kontaminasi bakteri pada media sehingga
yang tumbuh pada media tersebut hanya kapang. Dari tabel 4.14. dapat disimpulkan dari
perhitungan TPC bahwa selama penyimpanan produk pewarna masih aman dari kontaminasi
Waktu
Penyimpanan
(Minggu)
TPC (CFU/ml)
25°C 35°C 45°C
0 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
42
kapang. Rendahnya pertumbuhan kapang juga didukung oleh rendahnya aktivitas air pada
produk. Menurut Winarno (1992) berbagai macam mikroorganisme mempunyai batasan Aw
minimum agar dapat tumbuh dengan baik dimana kapang memiliki batasan Aw sebesar 0,60-
0,70 untuk tumbuh. Karena cenderung rendah aktivitas air pada produk rendah maka
kontaminasi kapang juga relatif rendah. Tidak hanya itu rendahnya kontaminasi kapang juga
diakibatkan karena kandungan betalain pada pewarna menurut Winkler et al., (2005) bahwa
bit merah memiliki fungsi sebagai antimikroba. Senyawa antimikroba tersebut adalah
betalain dimana betalain mempunyai peranan penting untuk pertahanan alami sehingga
menyebabkan rendahnya kontaminasi mikroorganisme pada serbuk pewarna.
4.4.7. Penentuan Umur Simpan
Umur simpan merupakan waktu yang aman dimana dari produk dibuat dan dikonsumsi oleh
konsumen. Umur simpan dapat dilihat dari perubahan fisik, kimia, dan mikrobologis pada
kondisi yang telah ditentukan (Kilcast & Subramaniam, 2000). Dari penelitian tersebut umur
simpan pewarna alami dapat dihitung dari 2 parameter yaitu kadar air dan aktivitas air (Aw).
Dari analisa kadar air didapatkan 10,33 minggu untuk serbuk pewarna alami bit merah yang
disimpan pada suhu 25°C, lalu 9,76 minggu untuk pewarna yang disimpan pada suhu 35°C
dan 9,27 minggu untuk pewarna yang disimpan pada suhu 45°C. Sedangkan dari analisa
aktivitas air (Aw) didapatkan 121,03 minggu untuk pewarna yang disimpan pada suhu 25°C,
lalu 83,32 minggu untuk pewarna yang disimpan pada suhu 35°C dan 58,84 minggu untuk
pewarna yang disimpan pada suhu 45°C.
43
BAB 5. KESIMPULAN
Dalam pengolahan roti mocaf dan cake menggunakan serbuk pewarna alami bit merah
yang diproduksi dengan pengeringan semprot, lamanya waktu pemanggangan dan
pengukusan adonan akan menurunkan intensitas warna merah (nilai a*) dan aktivitas
antioksidan roti dan cake.
Penambahan 20% serbuk bit merah dapat diaplikasikan pada produk roti mocaf dan cake
yang terbuat dari tepung mocaf, tepung beras dan tepung ketan, serta cookies mocaf.
Setelah pengukusan cake diperoleh intensitas warna (nilai a*) sebesar 14,49-22,73 dan
aktivitas antioksidan (%inhibition) sebesar 3,54–18,35%. Adapun setelah pemanggangan
roti mocaf selama 20 menit diperoleh roti mocaf dengan intensitas warna (nilai a*)
sebesar 21,87 dan aktivitas antioksidan (% inhibition) sebesar 8,1%.
Penambahan serbuk bit merah akan meningkatkan nilai a*, % inhibition, dan kandungan
pigmen betalain pada cookies mocaf. Setelah pemanggangan selama 30 menit diperoleh
intensitas warna (nilai a*) sebesar 22,8, aktivitas antioksidan (%inhibition) sebesar 4,49
% dan kandungan betasianin sebesar 4,51 ppm. Penambahan serbuk bit merah akan
menurunkan nilai TBA dan tingkat ketengikan cookies mocaf selama penyimpanan.
44
DAFTAR PUSTAKA
Ananingsih, V.K., Soedarini, B. & Astrid (2007a). Pembuatan Serbuk Bit Merah sebagai
Pewarna Alami dan Sumber Antioksidan dengan Pengeringan Semprot. Laporan Penelitian
Dosen Muda DIKTI Tahun 2007.
Ananingsih, V.K., Soedarini, B., & Ayutha, W (2007b). Evaluasi Penggunaan Drying
Agents terhadap Sifat Fisikokimia Bit Merah Instan. Laporan Penelitian Dosen Muda Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah Tahun 2006.
Anjar Gustaram Suparman, Nana Sutisna A, dan H. Thomas Gozali. (2007). Pendugaan
Umur Simpan Permen Tablet dari Madu dan Jahe (Zingiber officinale) dengan Metode
Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) berdasarkan pendekatan kadar air kritis. Jurnal.
Universitas Pasundan, Bandung.
Ashworth, S. (2002). Seed to Seed: Seed Saving and Growing Techniques for Vegetable
Gardeners, Seed Savers Exchange, Inc., Iowa.
Azeredo, H.M.C. (2009a). Betalains: properties, sources, applications, and stability. A review:
International Journal of Food Science and Technology 2009, 44, 2365–2376.
Bhandari, B.R., Senoussi, A., Lebbert, A., & Dumoulin, E.D. (1992). Spray Drying Leaflash
Technique:Application to Liguid Food Products. Elsevier Science Publishers.
Cakkawati, L (2009). Aplikasi berbagai tepung berbasis ubi kayu pada pembuatan roti non
gluten. Tugas akhir Fakultas Teknologi Pertanian Unika Soegijapranata Semarang.
Ćuric, D., ovotni, D., usak, D., auman, I., & Ga ric, D. (2007). Gluten-Free Bread
Production by the Corn Meal and Soybean Flour Extruded Blend Usage. Agriculturae
Conspectus Scientificus University of Zagreb, Faculty of Food Technology and
Biotechnology Vol. 72 No. 3 Page. 227-232.
Departemen Kesehatan (1999). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
1168/MENKES/PER/X/1999 tentang Kumpulan Peraturan Perundang-undangan di Bidang
Makanan. Jilid II. Jakarta.
Ezhilarasi, P.N., Indrani, D., Jena, B.S., & Anandharamakrishnan, C. (2013). Freeze drying
technique for microencapsulation of Garcinia fruit extract and its effect on bread quality.
Journal of Food Engineering. DOI 10.1016/j.jfoodeng.2013.01.009.
Erickson, L.E. (1982). Recent Developments in Intermediate Moisture Foods. Journal of
Food Protection, Ames, 45 (5): 484-491.
Fardiaz, S. (1993). Analisis Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
45
Gaztonyi, M.N., Hussein, D., Maria, T., & Peter, B. (2001). Comparison of Red Beet (Beta
vulgaris var conditiva) Varieties on the Basis of Their Pigment Components. Journal of the
Science of Food and Agriculture. Spain.
Gharsallaoui, A., Roudaut G., Chambin, O., Voilley, A., & Saurel, R. (2012). Applications of
spray-drying in microencapsulation of food ingredients: An overview. Food Research
International, 40, 1107–1121.
Hartomo, A. J.& M. C. Widiatmoko. (1993). Emulsi & Pangan Instant Berlesitin. Andi
Offset,Yogyakarta.
Hendry, G. A. F.& J. D. Houghton. (1996). Natural Food Colorants 2nd ed. Blackie
Academic & Professional. London.
Hutching, J.B. (1999). Food Color and Appearance 2nd
ed. A Chapman and Hall Food
Science Book, an Aspen Publ. Gaithersburg, Maryland.
Ihediohanma, N.C. (2011). Determination of the Glycemic Indices of Three Different
Cassava Granules (Garri) and the Effect of Fermentation Period on Their Glycemic
Responses. Pakistan Journal of Nutrition, 10 (1), 6-9. ISSN 1680-5194.
Kendall, P.; P. Dipersio & J. Sofos. (2004). Preparation Drying Vegetables.Corolado Sate
University Cooperative Extension, USA.
Kilcast, David and Persis Subramaniam. (2000). The Stability and Shelf-Life of Food.
Woodhead Publishing Limited, England.
Kuntz, L. A. (1994). Natural Food Color. Weeks Publishing Company. Northbrook.
Labuza, T.P. (1978). Open Shelf Life Dating of Foods. Department of Food Science and
Nutrition, University of Minnesota, report prepared for the Office of Technology Assessment.
Langrish, T.A.G., & Kockel,T.K. (2001). The assesment of a characteristic drying curve for
milk powder for use in computational fluid dynamics modeling. Chemical Engineering
Journal. 84:69-74.
López, A. C. B., Pereira A. J. G., & Junqueira, G. R. (2004). Flour Mixture of Rice Flour,
Corn and Cassava Starch in the Production of Gluten-Free White Bread. Jurnal Biologi dan
Teknologi Brazilia. Bulan Maret Vol. 47. No. 1. Page. 63 – 70.
Neelwarne, B (ed.). (2013). Red Beet Biotechnology: Food and Pharmaceutical
Applications. Springer Science Business Media. New York.
Nindo, C.I; T. Sun; S.W. Wang; J. Tang; J.R. Powers. (2003). Evaluation of Drying
Technologies for Retention of Physical Quality and Antioxidants in Asparagus (Asparagus
officinalis, L). Swiss Society of Food Science and Technology, USA.
Palvov, A, Petia, K, Vasil, G., Irina, K., & Mladenka, I. (2002). Biosynthesis and Radical
Scavenging Activity Activity of Betalains during the Cultivation of Red Beet (Beta vulgaris)
Hairy Root Cultures. Bulgaria.
46
Pokorny, J.; N. Yanishlieva; and M. Gordon.(2001). Antioxidant in Food.Woodhead
Publishing. England.
Pratt, D.E. (1992). Natural Antioxidant from Plant Material,Washington D.C.
Rahman, R.S.; W.D.R. Putri, dan I. Purwantiningrum. (2015). Karakterisasi Beras Tiruan
Berbasis Tepung Ubi Jalar Oranye Termodifikasi Heat Moisture Treatment (HMT). Jurnal
Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.713-722.
Ravichandran, K., Nay Min Min Thaw Saw, Adel A.A Mohdaly, Ahmed M.M.Gabr. Anja
Kastell, Heidi Riedel, Zhenzhen Cai, Dietrich Knorr, Iryna Smetanska. (2013). Impact of
Processing of Red Bit on Betalain Content and Antioxidant Activity. Food Research
International 50.
Rosita, A., Ananingsih,V.K., & Sulistyawati, I. (2009). The Effect of Hydrocolloids on
Dough Rheology and Physical Properties in Gluten Free Bread Using Cassava Flour.
Proceedings of International Food Conference, Semarang, 31 July-1 August 2008. ISBN:
978-979-1268-36-3.
Sansone, F., Mencherini, .,Picerno, P., d’Amore, M., Aquino, R.P., & Lauro, M.P. (2011).
Maltodextrin/pectin microparticles by spray drying as carrier for nutraceutical extracts.
Journal of Food Engineering, 105, 468–476.
Slavov, A., Vasil K., Petko D., Maria K., and Christo K. (2013). Antioxidant Activity of Red
Beet Juices Obtained after Microwave and Thermal Pretreatments. Czech J. Food Sci., Vol.
31, 2013, No. 2: 139–147.
Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.