laporan akhir penelitian prioritas nasional masterplan
TRANSCRIPT
1
Koridor : KE Jawa
Fokus Kegiatan : Makanan dan Minuman
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN PRIORITAS NASIONAL
MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN
PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011–2025
(PENPRINAS MP3EI 2011-2025)
FOKUS/KORIDOR :
KE JAWA
TOPIK KEGIATAN :
PENYUSUNAN INTEGRATED RADIAL CYCLE (IRC) MODEL
BERBASIS EKONOMI KERAKYATAN
GUNA PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MAKANAN OLAHAN
DI KORIDOR EKONOMI JAWA :
IMPLEMENTASI R & D APPROACH
Tahun ke 2 dari Rencana 3 Tahun
TIM PENGUSUL :
Dr. Ir. Bayu Nuswantara, MM NIDN. 0626016301 (Ketua)
Prof. Dr. Sony Heru Priyanto, MM NIDN. 0614096601 (Anggota)
Oesman Raliby, ST, M.Eng NIDN. 0603046801 (Anggota)
Dra. Retno Rusdjijati, M.Kes NIDN. 0015026901 (Anggota)
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA
NOPEMBER 2015
2
3
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................ 1
HALAMAN PENGESAHAN ................................................ 2
DAFTAR ISI ................................................ 3
RINGKASAN ................................................ 4
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Fokus Kajian
B. Tujuan Khusus
C. Urgensi (Keutamaan) Penelitian
D. Luaran yang Diharapkan
................................................
................................................
................................................
.................................................
................................................
10
10
10
10
11
BAB 2 STUDI PUSTAKA ................................................ 13
BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ................................................ 16
BAB 4 METODE PENELITIAN ................................................ 17
BAB 5 HASIL YANG DICAPAI ................................................ 19
BAB 6 RENCANA TAHUN BERIKUTNYA ................................................ 58
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 59
DAFTAR PUSTAKA 61
LAMPIRAN
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota
Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian
Lampiran 3. Justifikasi Anggaran Penelitian
Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Peneliti dan Anggota
Lampiran 5. Surat Pernyataan Penyediaan Dana
4
RINGKASAN
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
tahun 2011-2015 dilaksanakan untuk mempercepat dan memperkuat pembangunan ekonomi
sesuai dengan unggulan dan potensi strategis wilayah dalam 6 koridor yang salah satunya
yaitu koridor ekonomi Jawa sebagai pendorong industri dan jasa nasional. Salah satu industri
yang dimaksudkan tersebut adalah Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang bergerak di
bidang olahan pangan berbahan baku hasil-hasil pertanian. Menurut Atih Suryati peneliti
utama Badan Pengkajian Iklim dan Mutu Industri Kementrian Perindustrian, jumlah industri
olahan pangan adalah 1,5 juta unit dari 3,8 juta unit total IKM nasional pada tahun 2009.
Pertumbuhannya relatif tinggi yaitu rata-rata 16% (2005-2009), di atas pertumbuhan IKM lain
yang rata-ratanya sekitar 10%.
Meskipun pertumbuhan industri olahan pangan nasional relatif tinggi, namun
demikian daya saingnya masih rendah dibandingkan negara-negara pesaing secara regional
(Asosiasi Industri, Indonesia Finance Today, Minggu 10 Maret 2013). Menurut Ketua Umum
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), daya saing industri
makanan dan minuman Indonesia menduduki peringkat 50 jauh di bawah Malaysia (peringkat
ke-25) dan Thailand (peringkat ke-38). Rendahnya daya saing tersebut menurut Iman Taufik
Direktur PT Gunanusa Utama Fabricator dan PT Tripatra Engineering, lebih banyak
disebabkan oleh kendala non teknis yaitu rendahnya akses pemasaran, akses informasi,
maraknya pungutan liar, korupsi, kolusi dan nepotisme, rumitnya masalah perpajakan, dan
lemahnya infrastruktur serta belum terciptanya iklim usaha yang kondusif dan bersahabat bagi
para pelaku usaha.
Berdasarkan observasi awal di lokasi (Kota Magelang Jawa Tengah, dan Kabupaten
Ciamis Jawa Barat) diperoleh hasil bahwa permasalahan yang dihadapi IKM olahan pangan
dalam meningkatkan kualitas produknya dikelompokkan menjadi 7 aspek yaitu aspek
kebijakan, aspek bahan baku, aspek tenaga kerja, aspek teknologi, aspek modal, dan aspek
pasar. Permasalahan tersebut muncul karena kebijakan pemerintah maupun pengaturan yang
mendukungnya sampai sekarang ini dirasa belum maksimal. Hal tersebut antara lain dapat
dilihat dari definisi yang berbeda antar instansi pemerintah tentang IKM, kebijakan yang
diambil cenderung berlebihan namun tidak efektif sehingga kurang komprehensif, terarah,
dan bersifat tambal sulam. Bersifat tambal sulam karena program pengembangan IKM
seringkali merupakan tindakan koreksi terhadap kebijakan lain yang berdampak merugikan
IKM itu sendiri.
Agar permasalahan tersebut segera teratasi, maka diperlukan suatu strategi yang tepat,
yang dapat mengakomodasikan ketujuh permasalahan IKM menjadi satu kesatuan dalam
rangka meningkatkan daya saingnya. Strategi tersebut akan menghasilkan Integrated Radial
Cycle (IRC) model yang mengintegrasikan 5 komponen yang mencakup ketujuh aspek
permasalahan yang dihadapi IKM sampel. Model tersebut dianggap dapat mengatasi
permasalahan rendahnya daya saing industri olahan pangan dan mengintegrasikan tiga elemen
utama strategi pelaksanaan MP3EI yaitu 1) mengembangkan potensi ekonomi wilayah di
koridor ekonomi Jawa, 2) memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi secara lokal
dan terhubung secara global (locally integrated and gobally connected), dan 3) memperkuat
kemampuan sumberdaya manusia dan iptek nasional untuk mendukung pengembangan
progam utama di koridor ekonomi Jawa.
Kelima komponen tersebut adalah resources conectivity, innovation actor
empowerment, OVOP, technological development, dan product quality improvement.
Resources conectivity adalah jejaring kegiatan usaha yang mendorong berkembangnya proses
bisnis, yang berupa outbound dan inbound yang mengambil informasi dari sumber luar dan
dalam lingkungan usaha. Innovation actor empowerment adalah kegiatan untuk memunculkan
5
pelaku usaha yang mampu memberikan dorongan dan kegiatan inovasi baru mulai dari
kegiatan produksi hingga pemasaran. OVOP adalah program pengembangan produk unggulan
desa dengan memunculkan satu komoditas unggulan di setiap desa dengan pendekatan lintas
sektoral. Technological development adalah terobosan metode yang berkaitan dengan jenis
produk baru yang merupakan konsep luas yang membahas penerapan gagasan, produk, dan
proses baru. Product quality improvement adalah upaya meningkatkan kualitas produk dengan
membangun ketrampilan dan pemahaman tentang manajemen mutu. Upaya ini dilakukan
dengan memaksimalkan produktivitas dan meminimalkan tindakan korektif.
Diharapkan dengan model tersebut dapat menghasilkan strategi yang bersifat
integrated atau terpaduguna meningkatkan daya saing IKM olahan pangan berbasis ekonomi
kerakyatan.Oleh karena itu, tujuan jangka pendek penelitian ini adalah : 1) terdiskripsikannya
strategi peningkatan daya saing IKM di koridor ekonomi Jawa, dengan studi kasus di
Kabupaten Sidohardjo Jawa Timur, Kota Magelang Jawa Tengah, dan Kabupaten Ciamis
Jawa Barat, serta 2) tersusun dan teraplikasikannya satu strategi nasional peningkatan daya
saing IKM yang terpadu berbasis ekonomi kerakyatan. Tujuan jangka panjangnya adalah 1)
dimilikinya strategi nasional peningkatan daya saing IKM berbasis ekonomi kerakyatan di
Indonesia yang terpadu, dan2) meningkatnya peranan IKM olahan pangan di KE Jawa yang
mendukung upaya tujuan MP3EI.
Penelitian ini menggunakan metode R and D methods atau action research adalah
penelitian yang membandingkan kondisi dan akibat dari berbagai bentuk tindakan sosial. Tipe
penelitian ini menggunakan langkah spiral yang terdiri dari perencanaan, tindakan, dan
penemuan fakta dari hasil tindakan.
Tahun pertama penelitian diawali dengan desain research untuk menghasilkan peta
klaster makanan, jejaring bisnis, dan draft awal model peningkatan daya saing. Langkah
berikutnya adalah menganalisis data dengan menggunakan pendekatan model penilaian
kriteria, penentuan prioritas,dan indikator kinerja kunci. Langkah terakhir pada tahunpertama
adalah menyusun konsep model peningkatan daya saing. Metode yang digunakan adalah FGD
dengan output yang ditargetkan adalah draft awal model peningkatan daya saing.
Tahun kedua dilakukan uji coba lapangan. Pada tahap ini hasil model yang didesain
mulai diujicobakan pada tiga wilayah sampel. Sebelum diujicobakan terlebih dahulu
dilakukan FGD Rekayasa Sosial untuk merekonstruksi mindset pelaku usaha dan
stakeholder. Pada tahapan ini diambil langkah pendampingan bagi adopsi teknologi untuk
klaster makanan. Langkah berikutnya melakukan evaluasi terhadap kinerja model awal, bila
hasil evaluasi belum mencapai parameter yang ditentukan, maka model akan diperbaiki
kembali dan menghasilkan model yang telah direvisi, sehingga diperoleh model baku.
Tahun ketiga dilakukan kegiatan pengembangan OVOP melalui pendampingan klaster
untuk memenuhi 3 aspek pokok agar diperoleh produk unggulan dengan kualitas global,
pengembangan wilayah (desa) sehingga ada kebanggaan tinggal di wilayah tersebut, dan
sumberdaya manusia yang berpikir global tetapi bertindak lokal. Langkah selanjutnya adalah
peningkatan kualitas produk kegiatan yang dilakukan dengan metode pelatihan dan
pendampingan.Terakhir tahap komersialisasi terdiri dari tiga langkah yaitu melakukan
pembakuan model strategi peningkatan daya saing, sosialisasi model strategi melalui FGD
dan sekaligus melakukan desiminasi kepada klaster makanan serta stakeholder, dan
melakukan komersialisasi model.
6
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
nikmat-Nya, laporan akhir tahun ke-2 penelitian MP3EI ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penelitian yang berjudul Penyusunan Integrated Radial Cycle (IRC) Strategy Melalui
Resources Conectivity, Innovation Actor Empowerment, OVOP, Technological Development,
dan Quality Product Improvement Guna Peningkatan Daya Saing Industri Makanan Olahan
Berbasis Ekonomi Kerakyatan ini mengambil sampel industri makanan olahan di 3 wilayah
yaitu Kota Magelang, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Ciamis.
Dukungan dan bantuan dari berbagai pihak diberikan kepada tim peneliti, oleh
karena itu diucapkan terimakasih kepada :
1. Rektor Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
2. Rektor Universitas Muhammadiyah Magelang
3. Kepala Diskoperindag Kota Magelang
4. Kepala Disperindag Kabupaten Ciamis
5. Kepala Disperindag Kabupaten Sidoarjo
6. Ketua BP3MM Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
7. Ketua LP3M Unversitas Muhammadiyah Magelang
8. Para pelaku usaha industri kecil dan menengah di Kota Magelang, Kabupaten Ciamis,
dan Kabupaten Sidoarjo
9. Berbagai pihak yang tidak dapat disebut satu persatu.
Semoga laporan kemajuan ini dapat bermanfaat.
Salatiga, Nopember 2015
Ketua Peneliti
Dr. Ir. Bayu Nuswantara, MM
7
DAFTAR TABEL
5.1. Macam dan Jenis Produk Industri Kecil di Kota Magelang ....................... 20
5.2 Macam dan Jenis Produk Industri Kecil di Kabupaten Sidoarjo ....................... 21
8
DAFTAR GAMBAR
1. Alur Penelitian ............................................................................ 18
2. Model Integrated Radial Cycle (Model IRC) ........................................ 37
9
DAFTAR LAMPIRAN
1. Biodata Ketua dan Anggota Peneliti
2. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas
3. Surat Pernyataan Peneliti
10
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Fokus Kajian
Industri makanan dan minuman merupakan industri yang dianggap paling
menjanjikan. Dibandingkan dengan industri kreatif yang lain, industri makanan dan minuman
mempunyai peluang yang sangat besar untuk tumbuh. Berdasarkan catatan GAPMMI,
industri makanan dan minuman pada tahun 2007 volume penjualannya mencapai 383 trilyun
dan terus meningkat tiap tahunnya yaitu tahun 2008 mencapai 505 trilyun, tahun 2009
mencapai 555 trilyun, dan tahun 2010 mencapai 605 triyun.
Jumlah penduduk Indonesia yang besar dan terus bertambah, peningkatan daya beli
masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi, kenaikan upah, dan meningkatnya populasi
masyarakat middle class income serta pertumbuhan jumlah gerai ritel modern menjadi driver
utama pertumbuhan permintaan industri makanan dan minuman olahan. Gabungan Pengusaha
Makanan dan Minuman (GAPMMI) memperkirakan nilai penjualan makanan dan minuman
tahun 2013 tumbuh sebesar 10% mencapai Rp 770 triliun. Besarnya potensi pasar, terutama
dari masyarakat middle class income diharapkan mendorong kenaikan pembelanjaan
konsumen terhadap produk makanan dan minuman (Anonim, 2013).
Meningkatnya populasi masyarakat middle class income juga akan memberikan
dampak yang signifikan bagi perkembangan industri makanan dan minuman olahan di
Indonesia dimana healthy, convenience and lifestyle food product diperkirakan tumbuh pesat
seiring meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan perubahan gaya hidup (Anonim, 2012).
Dari sisi produksi, industri makanan dan minuman menjadi kontributor terbesar
pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor industri manufaktur nonmigas Indonesia
dengan share yang terus meningkat dari 28,6% pada 2005 menjadi 36,3% pada 2012.
Pertumbuhan industri makanan dan minuman pada 2013 ditargetkan sebesar 8%, relatif sama
dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 7,7%. Jumlah pemain dalam industri makanan dan
minuman sangat banyak (Anonim, 2012).
Namun demikian meningkatnya volume penjualan industri makanan dan minuman
tersebut tidak diikuti dengan peningkatan daya saing produk dibandingkan negara-negara
pesaing secara regional (Asosiasi Industri, Indonesia Finance Today, Minggu 10 Maret 2013).
Menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI),
daya saing industri makanan dan minuman Indonesia menduduki peringkat 50 jauh di bawah
Malaysia (peringkat ke-25) dan Thailand (peringkat ke-38).
11
Rendahnya daya saing tersebut menurut Iman Taufik Direktur PT Gunanusa Utama
Fabricator dan PT Tripatra Engineering, lebih banyak disebabkan oleh kendala non teknis
yaitu rendahnya akses pemasaran, akses informasi, maraknya pungutan liar, korupsi, kolusi
dan nepotisme, rumitnya masalah perpajakan, dan lemahnya infrastruktur serta belum
terciptanya iklim usaha yang kondusif dan bersahabat bagi para pelaku usaha.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah merancang atau menyusun suatu model
yang mengintegrasikan sejumlah komponen yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kualitas produk olahan pangan di koridor ekonomi Jawa dalam rangka meningkatkan daya
saingnya.
Pada tahun pertama tujuan penelitian yang dilakukan adalah: 1). Menentukan produk-
produk unggulan dari industri makanan olahan di masing-masing wilayah. 2) Mengetahui
jejaring bisnis klaster makanan olahan di masing-masing wilayah. 3) Menyusun peta klaster
industri makanan olahan. 4) Menghasilkan draft awal model peningkatan daya saing.
Kemudian pada tahun kedua penelitian ini dilanjutkan dengan, tujuan sebagai berikut:
Tujuan Tahun Kedua
1. Melakukan ujicoba model awal
2. Melakukan pengujian ketepatan/validitas model dan evaluasi terhadap kinerja model
awal
3. Melakukan uji lapangan dan revisi yang terakhir terhadap model dan,
4. Membakukan model sebagai Model Strategi peningkatan daya saing industri
makanan, strategi Integrated Radial Cycle (IRC).
Kegiatan risetnya adalah menguji coba, uji ketepatan, merevisi dan membakukan dari 5
komponen dari model tersebut yaitu: resources conectivity, innovation actor empowerment,
one village one product (OVOP), technological development, dan product quality
improvement
C. Urgensi (keutamaan) kegiatan.
Penelitian ini sangat urgen dilakukan karena daya saing sektor industri nasional masih
rendah dan kalah bersaing dengan produk luar negeri. Buktinya masih banyak produsen
cenderung memilih berdagang produk-produk impor karena lebih murah. Kondisi ini tentu
saja semakin menjepit para produsen bahan baku seperti para petani.
12
Upaya Pemerintah untuk meningkatkan daya saing industri olahan sudah banyak
dilakukan, namun ketercapaiannya belum optimal, produk makanan dan minuman Indonesia
masih kalah bersaing dengan produk luar negeri. Oleh karena itu, perlu dirancang suatu skema
intervensi yang dapat memacu pertumbuhan sektor industri pengolahan tersebut. Termasuk
mendorong model pembangunan industrial yang mengintegrasikan sektor primer (misalnya
pertanian), sekunder (industri), dan tersier (transportasi dan komunikasi).
Penelitian ini akan berupaya untuk merealisasikan impian tersebut, yaitu dengan
merancang satu model yang dapat digunakan sebagai strategi untuk meningkatkan kualitas
produk olahan khususnya olahan pangan yang didukung oleh 4 komponen yang saling
terintegrasi yaitu resources connectivity, OVOP, innovations actor empowerment, dan
technological development.Model tersebut selanjutnya dinamakan Integrated Radial Cycle
(IRC) Model yang nantinya dapat diimplementasikan guna mendukung upaya-upaya
Pemerintah dalam meningkatkan daya saing industri olahan di Indonesia khususnya industri
olahan pangan di koridor ekonomi Jawa.
D. Luaran yang ditargetkan
1. Model Berupa: Blueprint Integrated Radial Cycle (IRC) Model yang dapat digunakan
sebagai strategi untuk mengembangkan kualitas produk industri olahan pangan dalam
rangka meningkatkan daya saing.
2. TTG guna penguatan tingkat adopsi teknologi dan pengembangan keunggulan produk,
lokal tapi global, kebanggaan wilayah, kreatif dan inovatif.
3. Prosiding Seminar
4. Jurnal Internasional dan Nasional
5. Buku Ajar
E. Konstribusinya terhadap ilmu pengetahuan
Hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi berupa model Integrated Radial
Cycle (IRC) yang memperbaharui model daya saingnya Porter. Model ini lebih mikro dan
berdimensi perusahaan, bukan level industri seperti model Porter.
Ada beberapa teori peningkatan daya saing yang selama ini sudah diterapkan, namun
model ini mencoba meramu dari berbagai teori sebelumnya untuk digunakan sebagai cara
untuk meningkatkan daya saing produk makanan dan minuman yang belum pernah
dilakukan sebelumnnya. Ini berarti model ini memperkaya dari teori yang sudah ada
sebelummnya.
13
BAB 2
STUDI PUSTAKA
A. Peran UKM bagi Perekonomian Indonesia
Perkembangan perekonomian Indonesia tidak dapat dilepaskan dari adanya peran
sektor usaha mikro dan kecil. Keberadaan usaha mikro dan kecil di setiap sektor ekonomi
tersebut mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan ekonomi yang menjadi bagian
terbesar dari rakyat. Adapun peranan strategis usaha mikro dan kecil dapat dilihat dari
berbagai aspek (Bank Indonesia, 2005), yaitu: 1) Jumlah unit usahanya banyak dan terdapat
hampir di setiap sektor ekonomi; 2) Potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga kerja;
3) Kontribusi usaha mikro dan kecil dalam Produk Domestik Bruto (PDB) nasional yang
cukup besar, serta potensinya dalam perkembangan nilai ekspor non migas.
Berdasarkan data Kemenkop dan UKM tahun 2011, tercatat 53.828.569 unit Usaha
Mikro dan Kecil (UMK) atau 99 persen lebih dari total pelaku usaha yaitu UMK dan Usaha
Besar (UB) di Indonesia. Besarnya potensi usaha mikro dan kecil, ditunjukkan oleh terus
meningkatnya jumlah unit usaha mikro selama kurun waktu tahun 2010 – 2011 rata-rata
sebesar 2.57 persen per tahun, sedangkan jumlah unit usaha kecil meningkat rata-rata 4.98
persen per tahun. Pada tahun 2011 tercatat jumlah usaha mikro sebanyak 53.207.500 unit
atau mencapai 98.85 persen dari total jumlah usaha mikro, kecil, menengah dan besar,
sedangkan jumlah usaha kecil tercatat sebanyak 573.601 unit atau sekitar 1.07 persen
(Kemenkop dan UKM, 2011).
Perkembangan penyerapan tenaga kerja periode tahun 2010-2011 oleh usaha mikro dan
kecil terus menunjukkan peningkatan, penyerapan tenaga kerja usaha mikro meningkat rata-
rata 2.33 persen per tahun, sedangkan penyerapan tenaga kerja usaha kecil meningkat rata-
rata 8.07 persen per tahun. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, peran UMK pada tahun 2011
sebesar 101.722.458 orang atau 97.24 persen dari total penyerapan tenaga kerja UMKM dan
UB. Hal ini mengindikasikan bahwa penyerapan tenaga kerja sektor primer dan sekunder
masih di dominasi usaha mikro dan kecil (Kemenkop dan UKM, 201).
B. Daya Saing Industri Kecil dan Menengah (IKM)
Porter (1994) mengungkapkan bahwa persaingan adalah inti dari keberhasilan atau
kegagalan perusahaan. Hal ini mengandung pengertian bahwa keberhasilan atau kegagalan
tergantung pada keberanian perusahaan untuk bersaing. Daya saing produk IKM sangat erat
hubungannya dengan performance produk. Jika dilihat dari segi ketertarikan konsumen,
secara umum konsumen menganggap bahwa suatu produk dengan packaging yang bagus
14
maka kualitasnya juga akan bagus. Menurut Martin et.al. (Widodo, 1998) Daya saing adalah
kemampuan yang berkelanjutan untuk memperoleh keuntungan dan mempertahankan pasar.
Tanpa berani bersaing, tidak mungkin keberhasilan dapat dicapai, oleh karena itu untuk
menghadapi persaingan yang dari hari ke hari semakin ketat maka setiap perusahan harus
mampu membaca peluang keunggulan bersaing yang dihadapinya.
C. Resources Connectivity
Merupakan konsep jejaring sumberdaya berkembang menjadi kerangka kerja secara luas
digunakan untuk menganalisis peran penting dari usaha kecil dalam mempromosikan
kegiatan usaha. Secara empiris telah signifikan meningkatkan inovasi, meningkatkan daya
saing, dan mampu memberikan tingkat pendapatan yang lebih. Secara keseluruhan dalam
perspektif yang terintegrasi dari jaringan inovasi antara kegiatan usaha mampu mendorong
berkembangnya IKM. Menurut Tsai, W. (2001) knowledge transfer in intraorganizational
networks berpengaruh terhadap inovasi dan kinerja unit bisnis. Sementara itu Smith (2011),
mengatakan bahwa jaringan yang mempengaruhi kinerja dapat diperoleh melalui pembelajaran
para aktor IKM dalam menghasilkan kerjasama dan inovasi.
D. Innovation Actor Empowerment
Inovator atau atau aktor inovasi memegang peranan penting dalam perancangan dan
penciptaan produk baru. Menurut Roper et al. (2006), penciptaan sistem inovasi di dalam
organisasi sangat ditentukan oleh actor atau orang yang berkompeten untuk itu. Jika IKM
ingin mengembangan inovasi produk maupun pasarnya, maka penguatan terhadap aktor
inovasi menjadi penting dilakukan.
E. One Village One Product
One Village One Product (OVOP) atau satu desa satu produk (SDSP) merupakan suatu
gerakan sosial yang tumbuh dari bawah keatas (bottom up) dan mulai dikembangkan oleh
Morihiko Hiramatsu, seorang mantan pejabat MITI yang terpilih menjadi Gubernur Oita pada
tahun 1979. Gerakan ini didasari dengan ide ingin mengembangkan potensi daerah supaya
menjadi lebih baik dengan melibatkan tokoh masyarakat, dan masyarakat itu sendiri sehingga
termotivasi bangkit dan membangun daerahnya menjadi daerah yang makmur serta
mensejahterakan masyarakat.
Konsep dasar dari pengembangan gerakan OVOP adalah adanya interaksi antara
pemerintah dan masyarakat, dimana peran masyarakat sangat dominan sebagai pihak yang
memiliki kemampuan dan keinginan untuk mengembangkan produk atau potensi daerah yang
15
dimilikinya. Pemerintah yang telah banyak mengetahui potensi dan kemampuan masyarakat
hanya lebih banyak memfasilitasi dan memberikan informasi tentang potensi pasar,
membantu pengembangan produk supaya lebih menarik, membantu memanfaatkan teknologi.
Satu hal lagi dan menjadi sangat penting adanya insentif serta penghargaan yang mendukung
sehingga lebih dapat merangsang masyarakat untuk menciptakan dan mengembangkan
produk lainnya menjadi inovatif dan kreatif (Anonim, 2013).
Konsep OVOP ini harus menjadi model pengembangan IKM karena dibeberapa negara
konsep ini telah berhasil meningkatkan kinerja IKM. Menurut Natsuda et al. (2011),
mengatakan bahwa “OVOP programme to have been providing communities with the chance
to market local output and to create employment opportunities”
F. Technological Development (Innovation Technology)
Secara konvensional, inovasi didefinisikan sebagai terobosan metode yang berkaitan
dengan jenis produk baru. Inovasi didefinisikan sebagai konsep luas yang membahas
penerapan gagasan, produk dan proses baru. Lebih lanjut dikatakan bahwa inovasi merupakan
mekanisme perusahaan untuk beradaptasi dalam lingkungan yang dinamis. Inovasi mencakup
beberapa kegiatan utama yaitu: 1. Pemecahan masalah, integrasi sarana dan proses teknologi
baru serta memadukannya. 2. Melakukan eksperimen dan membangun prototype, mengimpor
dan menyerap teknologi dari luar perusahaan. 3. Belajar dari pasar. 4. Mengaplikasi
kemampuan pengembangan produk ke dalam pembangunan nasional dan terus menerus
melakukan penyegaran pengembangan produk (Hakim, 2006).
Jika inovasi dilakukan pada proses produksinya, keunggulan bersaing berkelanjutan akan
meningkat (Kaplan, 2000; Droge dan Vickery, 1995; Henard dan Szymanski, 2001). Inovasi
merupakan alat, kunci dan kebutuhan mendasar yang diperlukan untuk meraih keunggulan
bersaing berkelanjutan, ditarik hipotesis bahwa inovasi berdampak positif terhadap
keunggulan bersaing berkelanjutan.
G. Product Quality Improvement
Kualitas produk memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan konsumen.
Menurut Parasurahman (1996), persepsi konsumen terhadap kualitas suatu produk akan
mempengaruhi kepuasan pelanggan dan mempengaruhi loyalitas dari pelanggan tersebut.
Dalam kaitan ini, IKM akan berkembang kinerjanya jika produknya berkualitas sehingga akan
disukai konsumen dan konsumen akan menjadi loyal terhadap produk tersebut.
16
BAB 3
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
1. Tujuan jangka pendek penelitian ini adalah :
a. Mendeskripsikan strategi peningkatan daya saing IKM di koridor ekonomi Jawa,
dengan studi di Kabupaten Sidoardjo, Kota Magelang, dan Kabupaten Ciamis.
b. Menyusun dan mengaplikasikan satu strategi nasional peningkatan daya saing
IKM yang terpadu berbasis ekonomi kerakyatan.
2. Tujuan jangka panjangnya adalah :
a. Memperoleh strategi nasional peningkatan daya saing IKM berbasis ekonomi
kerakyatan di Indonesia yang terpadu
b. Meningkatkan peranan IKM makanan di KE Jawa untuk mendukung MP3EI.
B. Manfaat Penelitian
Dapat memberikan manfaat bagi empat pihak yang terkait yaitu:
1. Pemerintah Daerah maupun Pusat
Menjadi bahan masukan/pertimbangan dalam penyusunan berbagai program kerja
yang berhubungan dengan peningkatan daya saing IKM di bidang olahan pangan, dan
selalu mensinergikan setiap program yang direncanakan dengan instansi atau pihak
terkait agar tidak terjadi overlapping program.
2. Pelaku usaha
Mampu meningkatkan motivasi mereka untuk selalu meningkatkan kualitas
produknya dengan selalu memperhatikan dan mengintegrasikan setiap komponen yang
ada dalam model yang dirancang guna peningkatan daya saingnya.
3. Akademisi
Dapat memotivasi untuk menghasilkan produk-produk serupa atau yang lebih baik
guna meningkatkan kualitas keilmuan serta dalam rangka membantu masyarakat
khususnya para pelaku usaha dalam rangka meningkatkan kualitas produk guna
peningkatan daya saingnya.
4. Pengguna atau pasar
Dapat meningkatkan kepuasan pada pengguna (konsumen dan pelaku pasar) dalam
menggunakan atau mengkonsumsi produk olahan dalam negeri. Hal ini akan
mendorong untuk semakin mencintai produk dalam negeri, sehingga produk tersebut
semakin digemari dan terus berkembang, yang pada akhirnya akan meningkatkan daya
saing produk tersebut.
17
BAB 4
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode R and D methods atau action research. Action
research adalah penelitian yang membandingkan kondisi dan akibat dari berbagai bentuk
tindakan sosial. Tipe penelitian ini menggunakan langkah spiral yang terdiri dari perencanaan,
tindakan, dan penemuan fakta dari hasil tindakan.
A. Tahun pertama
1. Penelitian diawali dengan desain research untuk menghasilkan peta klaster makanan,
jejaring bisnis, dan draft awal model peningkatan daya saing.
2. Menganalisis data menggunakan pendekatan model penilaian kriteria, penentuan
prioritas, dan indikator kinerja kunci, serta analisis.
3. Menyusun konsep model peningkatan daya saing. Metode yang digunakan adalah
FGD dengan target output adalah draft awal model peningkatan daya saing.
B. Tahun kedua
1. Dilakukan uji coba lapangan. Pada tahap ini hasil model yang didesain mulai
diujicobakan pada tiga wilayah sampel, dengan didahului FGD Rekayasa Sosial
untuk merekonstruksi mindset pelaku usaha dan stakeholder. Di samping itu juga
diambil langkah pendampingan bagi adopsi teknologi untuk klaster makanan.
2. Langkah berikutnya melakukan evaluasi terhadap kinerja model awal, bila hasil
evaluasi belum mencapai parameter yang ditentukan, maka model diperbaiki kembali
dan menghasilkan model yang telah direvisi, sehingga diperoleh model baku.
C. Tahun ketiga
1. Dilakukan kegiatan pengembangan OVOP melalui pendampingan IKM makanan
olahan untuk memenuhi 3 aspek pokok agar diperoleh produk unggulan dengan
kualitas global, pengembangan wilayah sehingga terdapat kebanggaan wilayah, dan
sumberdaya manusia yang berpikir global tetapi bertindak lokal.
2. Pelatihan dan pendampingan dalam rangka peningkatan kualitas produk IKM
makanan olahan.
3. Tahap komersialisasi dengan langkah yaitu melakukan pembakuan model strategi
peningkatan daya saing makanan olahan melalui model IRC, sosialisasi model
strategi melalui FGD dan sekaligus melakukan desiminasi kepada IKM makanan
olahan serta stakeholder.
18
Skema dari alur penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar. 1. Alur Penelitian
TAHUN PERTAMA
19
BAB 5
HASIL YANG DICAPAI
Pada tahun kedua penelitian prioritas nasional Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (PENPRINAS MP3EI 2011-2025), dengan
topik kegiatan: Penyusunan Integrated Radial Cycle (IRC) Model Berbasis Ekonomi
Kerakyatan Guna Peningkatan Daya saing Industri Makanan Olahan Di Koridor Ekonomi
Jawa : Implementasi R & D Approach, target luaran dari kegiatan penelitian ini adalah :
1. Model peningkatan daya saing
2. Tingkat adopsi teknologi
3. Keunggulan produk, lokal tapi global, kebanggan wilayah, kreatif dan inovatif
1. RINGKASAN HASIL YANG TELAH DICAPAI TAHUN SEBELUMNYA
Pada bagian ini akan disajikan hasil yang telah dicapai pada tahun 1 penelitian yang
meliputi: gambaran umum, produk unggulan, jejaring bisnis, klaster IKM makanan olahan.
1) Gambaran Umum Macam dan Jenis Produk Industri Kecil
Produk yang dihasilkan oleh industri kecil makanan olahan ini di wilayah kabupaten
Ciamis tercatat ada 4 kelompok macam produk yaitu: sale pisang, kue semprong, aneka
krupuk, aneka kripik (pisang), dan produk galendo (sejenis dodol dari kelapa). Hal menarik
adalah produk makanan olah ini paling banyak adalah jenis produk jadi yang siap konsumsi
sebanyak, sisanya merupakan produk setengah jadi yang siap diolah sebelum dikonsumsi,
dengan daerah pemasaran di wilayah Jawa Barat (Bandung) dan Jabodetabek. Wilayah ini
memang merupakan tempat tujuan pemasaran produk makan olahan dari berbagai tempat,
karena merupakan temapat yang banyak menjadi tujuan wisata dan konsumsi rumah tangga.
Adapun untuk bahan baku industri kecil makanan olahan ini sebagian besar adalah
produk bahan baku lokal yang didapat dari wilayah kabupaten Ciamis. Hal ini antara lain
disebabkan wilayah kabupaten Ciamis merupakan wilayah yang potensial penghasil produk
pertanian, seperti: pisang, ketela singkong, aneka produk palawija (ubi-ubian), dan kelapa.
Dengan struktur ini industri kecil makanan olahan memiliki potensi yang baik dari
struktur umur, karena sebagian besar berusia produktif (31 - 45 tahun), yang masih responsif
terhadap kebijakan yang mendukung perkembangan industri kecil, khususnya pada
konektivitas sumber bahan baku dan peralatan usaha, pengembangan teknologi tepat guna,
20
peningkatan kualitas produk, pengembangan produk andalan di suatu kawasan/wilayah
produksi, dan tokoh inovasi produk.
Sedangkan untuk wilayah Kota Magelang, keragaan macam dan jenis produk industri
kecil yang ada terdapat beberapa hal yang agak berbeda dibandingkan di wilayah kabupaten
Ciamis, seperti tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 5.1. Macam dan Jenis Produk Industri Kecil di Kota Magelang
Diskripsi Jumlah Industri
Kecil
1. Jumlah Sampel 100
2. Macam Produk:
Tempe 11
Tahu 22
Aneka Krupuk (rambak,stik, dll) 11
Aneka Kripik (rempeyek,singkong,kedele,paru,dll) 41
Produk Lainnya (slondok,susu kedele,telur asin, dll) 15
3. Jenis Produk:
Produk jadi (siap konsumsi) 62
Produk setengah jadi (siap olah) 38
Sumber : Data Primer (diolah)
Keragaan macam dan jenis produk dari industri kecil yang dilakukan oleh sampel di
kota Magelang cukup bervariasi. Dari 100 sampel industri kecil makanan olahan tercatat ada
5 kelompok macam produk yaitu: tempe, tahu, aneka krupuk (rambak, stik, dll), aneka kripik
(rempeyek, singkong, kedele, paru, dll), dan produk lainnya (slondok, susu kedele, telur asin,
dll). Jumlah terbanyak produk aneka kripik sebanyak 40%, diikuti oleh produk tahu sebanyak
34%, kemudian produk lainnya (slondok, susu kedele, telur asin, dll) sebanyak 15 %, dan
diikuti aneka krupuk dan tempe masing-masing sebanyak 11%.
Untuk jenis produknya, paling banyak adalah jenis produk jadi yang siap konsumsi
sebanyak 62%, sisanya merupakan produk setengah jadi yang siap diolah sebelum dikonsumsi
sebanyak 38%, dengan daerah pemasaran di wilayah Jawa Tengah (Yogyakarta dan Semarang
sekitarnya) dan sebagian lagi di wilayah Jabodetabek. Untuk wilayah Yogyakarta ini
memang merupakan tempat tujuan pemasaran produk makan olahan dari berbagai tempat,
karena merupakan temapat yang banyak menjadi tujuan wisata dan konsumsi rumah tangga.
Sedangkan untuk bahan baku industri kecil makanan olahan ini sebagian besar adalah
produk bahan baku lokal yang didapat dari wilayah kabupaten Magelang. Hal ini antara lain
disebabkan wilayah Magelang merupakan wilayah yang potensial penghasil produk pertanian,
terutama ketela singkong dan aneka produk palawija (ubi-ubian).
Untuk jenis produk makanan olahan tahu, industri ini cukup kuat dalam aspek
konektivitas sumber bahan baku dan peralatan usaha, pengembangan teknologi tepat guna,
21
peningkatan kualitas produk, pengembangan produk andalan di suatu kawasan/wilayah
produksi, dan tokoh inovasi produk.
Sedangkan untuk kabupaten Sidoarjo produk yang dihasilkan oleh industri kecil
makanan olahan ini ternyata juga cukup beragam, yaitu wilayah kabupaten Sidoarjo
menghasilkan produk makanan olahan meliputi: aneka produk kue, aneka produk krupuk,
aneka makanan olahan hasil laut seperti: bandeng, kerang, udang, dll. Kabupaten Sidoarjo
secara geografis memiliki keunggulan yang tinggi karena dekat dengan palabuhan Perak di
Surabaya dan bandara Juanda di Sidoarjo, serta merupakan jalur lintas darat pantura yang
menghubungkan pulau Jawa. Namun demikian untuk wilayah kabupaten Sidoarjo industri
makanan olahan yang akan diteliti, secara sengaja (purposive) sudah dipilih dari kelompok
makanan olahan jenis krupuk. Sedangkan wilayah penelitian berdasarkan pertimbangan jenis
komoditi krupuk, maka ditetapkan desa Tlasih kecamatan Tulangan sebagai wilayah
penelitian. Untuk macam dan jenis produk industri kecil yang ada di wilayah desa Tlasih
kabupaten Sidoarjo, tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 5.2. Macam dan Jenis Produk Krupuk di Desa Tlasih Kabupaten Sidoarjo
Diskripsi Jumlah Industri
Kecil
Prosentase (%)
1. Jumlah Sampel 50
2. Macam Produk Krupuk
Krupuk Mawar 11 22
Krupuk Puli Tahu 14 28
Krupuk Iris 9 18
Krupuk Impala 6 12
Krupuk Keong 5 10
Krupuk Manggar 5 10
3. Jenis Produk:
Produk setengah jadi (siap olah) 50 100
Sumber : Data Primer (diolah)
Dari Tabel diatas terlihat bahwa keragaan macam dan jenis produk dari industri kecil
yang ada di desa Tlasih cukup homogen. Di kabupaten Sidoarjo dari 50 sampel industri kecil
makanan olahan tercatat ada 6 kelompok besar macam produk krupuk yaitu: krupuk mawar,
krupuk puli tahu, krupuk iris, krupuk impala, krupuk keong, dan krupuk manggar. Krupuk
mawar dan krupuk puli tahu, termasuk produk makanan olahan yang banyak diproduksi di
sentra krupuk desa Tlasih, sekitar 48 %.
Hal menarik adalah produk makanan olahan jenis krupuk ini seluruhnya adalah jenis
produk setengah jadi yang siap diolah sebelum dikonsumsi, dengan daerah pemasaran di
wilayah Jawa Timur, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara, hingga Maluku dan
Papua. Adapun untuk bahan baku industri kecil makanan olahan ini sebagian besar adalah
22
produk bahan baku lokal berupa tepung tapioka yang didapat dari wilayah provinsi Lampung.
Hal ini antara lain disebabkan wilayah propinsi Lampung merupakan wilayah yang potensial
penghasil produk palawija, khususnya ketela pohon (singkong) yang merupakan bahan baku
utama dari tepung tapioka.
Dengan struktur ini industri kecil makanan olahan memiliki potensi yang baik dari
struktur umur, karena sebagian besar berusia produktif antara 31 - 45 tahun, yang masih
responsif terhadap kebijakan yang mendukung perkembangan industri kecil, khususnya pada
konektivitas sumber bahan baku dan peralatan usaha, pengembangan teknologi tepat guna,
peningkatan kualitas produk, pengembangan produk andalan di suatu kawasan/wilayah
produksi, dan tokoh inovasi produk.
2) Produk Unggulan Di Masing-Masing Wilayah Penelitian
Makanan olahan sebagai salah satu produk pangan selain terkait dengan pemenuhan
kebutuhan individu juga menjadi komoditas ekonomi yang cukup penting. Berbagai proses
perbaikan telah dilakukan untuk melakukan peningkatan kualitas dan kuantitas pangan,
terutama perbaikan sumber atau bahan dan proses pengolahan. Pada berbagai kasus hal ini
juga terkait dengan industralisasi, terutama padaproses pengolahan makanan untuk keperluan
perdagangan. Hasil dari pengolahan makanan, disebut sebagai makanan olahan, yang
merupakan hasil dari pengolahan produk primer ataupun produk setengah jadi menjadi produk
jadi pada komoditas pertanian secara luas yang dimanfaatkan sebagai pangan untuk
dikonsumsi masyarakat.
Diberbagai wilayah kabupaten dan kota pengolahan makanan ini telah menjadi
industri kecil pengolahan makanan dari bahan baku hasil pertanian yang merupakan aktifitas
atau proses produksi dengan persyaratan bahan baku dan disertai modal, sarana, teknologi dan
persyaratan tertentu yang diperlukan sehingga menjadi produk yang oleh konsumen secara
luas. Hal ini membutuhkan peran pihak luar baik pemerintah maupun swasta dan perguruan
tinggi untuk turut serta memperkuat dan meningkatkan kuantitas dan kualitas produk yang
bisa bersaing pada pasar regional dan nasional.
Produk Unggulan Makanan Olahan di Kabupaten Ciamis.
Wilayah kabupaten Ciamis memiliki produk unggulan makanan olahan yang
menopang perekonomian daerah. Produk makanan olahan yang berasal dari industri kecil
yang terbukti mampu memenuhi kebutuhan di wilayah lokal dan mengisi pasar luar daerah
hingga ke ibukota provinsi dan sebagian wilayah Jabodetabek.
Macam dan jenis produk yang ada di kabupaten Ciamis, dapat ditentukan produk
unggulan makan olahan berdasarkan kriteria kualitatif dari sisi penawaran (supply) yang
23
meliputi: berciri khas daerah, menggunakan tenaga kerja lokal yang besar, bahan baku lokal
yang banyak, memiliki nilai tambah, berdaya saing tinggi, memiliki pasar yang cukup luas,
ramah lingkungan, dan tingkat kesuaian dengan tempat tersebut, kemudian dari sisi
permintaan (demand) yang meliputi: memiliki nilai jual/harga produk yang cukup tinggi,
macam dan jenis produk mampu bertahan keberadaannya (existing), memiliki tingkat
preferensi konsumen, dan memiliki tingkat fleksibilitas produk yang baik.
Berdasarkan pertimbangan dari sisi penawaran dan permintaan produk makanan
olahan, dapat ditentukan produk unggulan makanan olahan di kabupaten Ciamis adalah: sale
pisang, aneka kripik pisang, dan galendo (dodol kelapa). Produk-produk ini dari sisi
penawaran memiliki keunggulan sebagai: produk khas daerah Ciamis, berbahan baku lokal,
memiliki nilai tambah dan daya saing yang bagus, memiliki pasar yang cukup luas, dan
kesesuaian dengan lokasi setempat. Sedangkan dari sisi permintaan produk-produk ini
memiliki keunggulan sebagai produk: dengan harga produk yang baik, tingkat eksisting yang
baik, disukai dan dicari konsumen.
Produk Unggulan Makanan Olahan di Kota Magelang
Demikian pula wilayah kota Magelang memiliki produk unggulan makanan olahan
yang menopang perekonomian daerah. Produk makanan olahan yang berasal dari industri
kecil ini telah lama ada bahkan sejak periode tahun 1970-an yang terbukti mampu memenuhi
kebutuhan di wilayah lokal Magelang dan sekitarnya dan mengisi pasar luar daerah hingga
Yogyakarta dan Semarang.
Macam dan jenis produk yang ada di kota Magelang, dapat ditentukan produk
unggulan makanan olahan berdasarkan kriteria kualitatif dari sisi penawaran (supply) yang
meliputi: berciri khas daerah, menggunakan tenaga kerja lokal yang besar, bahan baku lokal
yang banyak, memiliki nilai tambah, berdaya saing tinggi, memiliki pasar yang cukup luas,
ramah lingkungan, dan tingkat kesuaian dengan tempat tersebut, kemudian dari sisi
permintaan (demand) yang meliputi: memiliki nilai jual/harga produk yang cukup tinggi,
macam danjenis produk mampu bertahan keberadaannya (existing), memiliki tingkat
preferensi konsumen, dan memiliki tingkat fleksibilitas produk yang baik. Hal ini secara
bersama-sama dari sisi permintaan dan sisi penawaran akan mendorong berkembangnya
produk makanan olahan di wilayah tersebut.
Berdasarkan pertimbangan dari sisi penawaran dan permintaan produk makanan
olahan, dapat ditentukan produk unggulan makanan olahan di kota Magelang adalah: aneka
kripik ((kripik rempeyek, kripik singkong, kripik kedele, kripik paru, kripik tahu, kripik
24
bayem, kripik gubi, kripik gembus, kripik usus, kripik tales) dan produk tahu. Adapun
produk-produk ini di Magelang dari sisi penawaran memiliki keunggulan sebagai: produk-
produk khas daerah Magelang, berbahan baku lokal dari Magelang dan sekitarnya, memiliki
nilai tambah dan daya saing produk yang bagus, memiliki wilayah pasar yang cukup luas, dan
ramah lingkungan. Sedangkan dari sisi permintaan produk-produk ini memiliki keunggulan
sebagai produk: dengan harga produk yang baik, tingkat eksisting yang baik, memiliki tingkat
preferensi konsumen yang baik, dan untuk produk kripik memiliki tingkat fleksibilitas produk
yang baik.
Namun demikian sebagai produk-produk unggulan makanan olahan perlu
mendapatkan dukungan agar produk-produk tersebut dapat terus berpotensi dan unggul dari
sisi permintaan oleh produsen dan sisi penawaran oleh konsumen. Hal dikarenakan pada
umumnya produk-produk ini masih memiliki keterbatasan dalam hal proses produksinya
sehingga masih bisa ditingkatkan proses produksi melalui penambahan bahan dan proses
packing lanjutan dan bisa bertahan lebih lama dan lebih menarik penampilannya. Dalam
kategori ini beberapa produk makanan olahan masih masuk produk yang sedikit memiliki
proses olahan (less processed food product), yang akan sulit untuk meningkatkan menjadi
produk berkualitas yang dapat menembus pasar nasional atau diterima di pasaran ekspor.
Karena itu perlu insentif dari pemerintah untuk kegiatan processing dan packing makanan
olahan, karena penguatan pada kegiatan ini akan mendorong kinerja pemasaran industri kecil
makanan olahan.
Produk Unggulan Makanan Olahan di Kabupaten Sidoarjo
Pada wilayah kabupaten Sidoarjo produk unggulan makanan olahan juga mampu
menopang perekonomian daerah. Produk makanan olahan yang berasal dari industri kecil
aneka krupuk ini telah lama ada bahkan sejak periode tahun 1950-an yang terbukti mampu
memenuhi kebutuhan di wilayah Jawa Timur dan mengisi pasar luar daerah hingga
Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, serta wilayah Timur Indonesia lainnya.
Macam produk yang ada di kabupaten Sidoarjo, dapat ditentukan produk unggulan
makanan olahan berdasarkan kriteria kualitatif dari sisi penawaran (supply) yang meliputi:
berciri khas daerah, menggunakan tenaga kerja lokal yang besar, bahan baku lokal yang
banyak, memiliki nilai tambah, berdaya saing tinggi, memiliki pasar yang cukup luas, ramah
lingkungan, dan tingkat kesuaian dengan tempat tersebut, kemudian dari sisi permintaan
(demand) yang meliputi: memiliki nilai jual/harga produk yang cukup tinggi, macam produk
mampu bertahan keberadaannya (existing), memiliki tingkat preferensi konsumen, dan
memiliki tingkat fleksibilitas produk yang baik.
25
Berdasarkan pertimbangan dari sisi penawaran dan permintaan produk makanan
olahan, dapat ditentukan produk unggulan makanan olahan di kabupaten Sidooarjo adalah:
aneka krupuk (krupuk mawar, krupuk puli tahu, krupuk iris, krupuk manggar, krupuk keong,
krupuk impala, krupuk uker). Adapun produk ini di kabupaten Sidoarjo dari sisi penawaran
memiliki keunggulan sebagai: produk khas daerah, memiliki nilai tambah dan daya saing
produk yang bagus, memiliki wilayah pasar yang cukup luas, dan ramah lingkungan.
Sedangkan dari sisi permintaan produk-produk ini memiliki keunggulan sebagai produk:
dengan harga produk yang baik, tingkat eksisting yang baik, dan memiliki tingkat preferensi
konsumen yang cukup baik.
Namun demikian sebagai produk unggulan makanan olahan perlu mendapatkan
dukungan agar produk tersebut dapat terus berpotensi dan unggul dari sisi permintaan oleh
produsen dan sisi penawaran oleh konsumen. Hal dikarenakan pada umumnya produk-produk
ini masih memiliki keterbatasan dalam hal proses produksinya sehingga masih bisa
ditingkatkan proses produksi melalui penambahan bahan dan proses packing lanjutan dan bisa
bertahan lebih lama dan lebih menarik penampilannya. Dalam kategori ini beberapa produk
makanan olahan masih masuk produk yang sedikit memiliki proses olahan (less processed
food product), yang akan sulit untuk meningkatkan menjadi produk berkualitas yang dapat
menembus pasar nasional atau diterima di pasaran ekspor. Karena itu perlu insentif dari
pemerintah untuk kegiatan processing dan packing makanan olahan, karena penguatan pada
kegiatan ini akan mendorong kinerja pemasaran industri kecil makanan olahan.
3) Jejaring Bisnis Klaster Makanan Olahan
Kegiatan produksi yang dilakukan oleh industri kecil makanan olahan secara teknis
produksi akan menyangkut pada penggunaan: bahan baku, bahan bakar, dan tenaga kerja.
Penggunaan Bahan Baku
Bahan baku selalu dibutuhkan dalam setiap siklus kegiatan produksi yang dilakukan
oleh industri kecil, karena proses produksi merupakan aktivitas rutin yang selalu dilakukan
hampir setiap hari selama setahun dan hanya libur pada saat hari raya atau pada musim
tertentu yang berkaitan dengan lesunya pasar atau kelangkaan bahan baku pada beberapa jenis
industri kecil tertentu. Kebutuhan untuk penggunaan bahan baku ini bisa menjadikan beban
bagi industri kecil, apabila jumlah bahan baku yang dibutuhkan semakin bertambah, jumlah
persediaan barang jadi yang belum terjual, serta penjualan barang jadi pembayaran tertunda,
karena modal kerja yang dibutuhkan menjadi bertambah.
26
Selama ini kebutuhan untuk penggunaan bahan baku bisa dikatakan selalu meningkat
karena adanya kenaikan harga bahan baku, serta adanya kebutuhan untuk memenuhi kenaikan
permintaan pasar pada musim tertentu atau memperluas pasar yang umumnya pembayaran
tunainya menjadi lebih lama. Oleh karena itu penguatan jejaring bisnis yang mengarah pada
kemudahan akses bahan baku untuk kegiatan produksi sangat dibutuhkan bagi industri kecil
untuk mendapatkan bahan baku kegiatan produksinya.
Kebutuhan biaya untuk penggunaan bahan baku biasanya didapatkan dari modal
sendiri (internal) usaha yang didapat dari surplus usaha dalam setiap kali proses produksi juga
akan digunakan lagi untuk membeli bahan baku, namun jumlahnya juga menjadi terbatas
karena masih banyak tertahan dalam bentuk persediaan bahan baku, persediaan barang jadi
dan penjualan tunai yang tertunda. Oleh sebab itu tambahan modal kerja dari luar usaha
(eksternal) dari jejaring bisnis sangatlah membantu, karena industri kecil bisa mendapatkan
dengan sistem non-tunai terutama untuk membeli bahan baku, serta bahan bakar, dan
membayar tenaga kerja untuk kegiatan produksi.
Penggunaan Bahan Bakar
Penggunaan bahan bakar untuk kegiatan produksi meliputi kayu bakar, bahan bakar
gas elpiji dan solar pada sebagian industri kecil, serta listrik PLN. Selama ini bahan bakar
yang digunakan dengan jumlah yang dominan adalah kayu bakar. Seperti pula bahan baku,
maka kebutuhan bahan bakar juga selalu dibutuhkan dalam setiap siklus kegiatan produksi
yang dilakukan oleh industri kecil. Hal ini dikarenakan bahan bakar adalah barang
komplementer yang dibutuhkan dalam proses produksi bersama dengan bahan baku.
Kebutuhan akan membiayai pengeluaran untuk penggunaan bahan bakar ini bisa menjadikan
beban bagi usaha kecil, apabila jumlah bahan bakar yang dibutuhkan semakin bertambah, atau
ketersedian bahar bakar menjadi langka dipasar sehingga harganya meningkat. Kebutuhan
biaya untuk penggunaan bahan bakar bisa dikatakan selalu meningkat karena adanya kenaikan
harga bahan bakar setelah minyak tanah bersubsidi dikonversi menjadi gas, serta adanya
kenaikan produksi pada saat-saat musim tertentu yang berkaitan dengan kenaikan permintaan
seperti hari raya.
Namun demikian peningkatan jumlah penggunaan kayu bakar akibat konversi minyak
tanah ke gas elpiji perlu dicermati, karena akan mendorong kelangkaan kayu bakar di tingkat
lokal dan dapat memicu kenaikan harga kayu bakar. Hal ini bisa menjadi problem kedepan,
mengingat adanya kecenderungan sebagian industri kecil untuk mengurangi biaya produksi
dengan cara menekan pengeluaran pada komponen bahan bakar, seperti beralihnya ke
27
penggunaan kayu bakar setelah adanya kebijakan konversi minyak tanah ke gas elpiji. Pada
sebagian industri kecil juga kemudian menggunakan solar untuk menghidupkan mesin diesel
untuk memasak bahan baku, seperti pada industri kecil Tahu di kota Magelang. Pengeluaran
untuk penggunaan bahan bakar, bersama dengan penggunaan bahan baku dan tenaga kerja
bagi usaha kecil yang bergerak dalam usaha makanan olahan, adalah merupakan komponen
total pengeluaran untuk biaya produksi.
Penggunaan Tenaga Kerja
Penggunaan tenaga kerja meliputi tenaga kerja laki-laki dan perempuan dalam
kegiatan industri kecil dalam periode. Penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi
merupakan hal yang sangat penting, mengingat industri kecil makanan olahan merupakan
kegiatan industri yang padat tenaga kerja dan mengandalkan ketrampilan tenaga kerja untuk
menghasilkan produk yang spesifik dan unik sehingga disukai oleh konsumen. Selama ini
tenaga kerja yang digunakan oleh industri kecil cukup beragam ada beberapa jenis usaha kecil
makanan olahan yang tenaga kerjanya dominan perempuan, namun ada pula yang tenaga
kerjanya dominan laki laki. Hal ini dikarenakan masing-masing jenis industri kecil makanan
olahan memiliki karakteristik yang berbeda, ada yang lebih mengandalkan tenaga ada pula
yang lebih mengandalkan ketelitian dan rasa.
Dalam usaha kecil makanan olahan, penggunaan tenaga kerja ini umumnya di upah
dengan sistem upah harian atau mingguan tergantung pada jenis kegiatan yang dilakukan dan
jenis usaha makanan olahan yang diproduksi. Selama ini penggunaan tenaga kerja perempuan,
terutama pada usaha kecil makanan olahan cukup dominan. Hal ini dikarenakan usaha
makanan olahan, umumnya masih memerlukan ketrampilan untuk menghasilkan rasa dan
kualitas lainnya.
Kontribusi Jejaring Bisnis
Selain itu wilayah pemasaran produk yaitu: wilayah lokal dalam kabupaten dan kota
dan wilayah regional meliputi ibukota provinsi memberikan kontribusi nyata terhadap
penerimaan usaha oleh industri kecil tersebut, karena penerimaan industri kecil merupakan
nilai penjualan hasil produksi (kuantitas hasil dikalikan harga jual produk) yang dihasilkan
oleh industri kecil dalam periode waktu tertentu dan dihitung dalam satuan rupiah.
Walaupun secara spesifik setiap macam dan jenis produk memiliki wilayah
pemasarannya sendiri, namun pada beberapa macam dan jenis produk industri kecil ada yang
memiliki wilayah pemasaran ke Yogyakarta, Semarang, Bandung dan wilayah Jabodetabek.
Ini terlihat pada industri kecil yang memproduksi kripik (ketela singkong, pisang, dll), seperti
28
yang ada di kabupaten Ciamis dan kota Magelang. Umumnya pelaku industri kecil makanan
olahan yang memiliki wilayah pemasaran produk sampai ke ibukota provinsi dan wialyah
Jabodetabek mempunyai penerimaan usaha yang lebih tinggi. Hal lain yang menjadi catatan
adalah wilayah pemasaran yang luas tersebut akan memberikan kesempatan jejaring bisnis
yang lebih baik, hal ini bisa dilihat dari sistem penjualan produk yang sebagian juag
cenderung dengan sistem non-tunai dan menggunakan pembayaran melalui tranfer bank ke
rekening pelaku industri kecil. Sedangkan untuk wilayah kabupaten Sidoarjo, walaupun
wilayah pemasaran produk makanan olahan aneka krupuk ini telah menembus wilayah luar
Jawa, terutama Kalimantan, Bali, dan Sulawesi, serta wilayah Indoensia bagian Timur
lainnya, namun masih perlu meningkatkan dari sisi sistem pemasarannya.
4) Klaster Industri Kecil Makanan Dan Minuman
Secara deskriptif peta klaster IKM di kota Magelang dapat dilihat dari beberapa
indikator ekonomi, yang meliputi: jumlah persebaran, legalitas yang dimiliki, tingkat
produksi, tenaga kerja, bahan baku, bahan bakar energi, mesin dan peralatan, aspek
manajemen, dan aspek pemasaran. Dari sekitar 111 data IKM makanan olehan yang telah
diperoleh dari pendataan industry makanan olahan Kota Magelang tahun 2013, maka dapat di
deskripsi pemetaan klaster IKM di Kota Magelang sebagai berikut:
a. Jumlah persebaran: ada sekitar 45 industri makanan olahan yang tersebar di wilayah
kecamatan Magelang Utara, yang terdiri dari kelurahan: Kramat Selatan, Kedungsari,
Potrobangsan, Wates. Ada sekitar 23 industri makanan yang tersebar di wilayah
kecamatan Magelang Tengah, yang terdiri dari kelurahan: Cacaban, Magelang, Gelangan,
Kemirirejo, Rejowinagun Utara. Serta ada sekitar 43 industri makanan olahan yang
tersebar di kecamatan Magelang Selatan, yang terdiri dari kelurahan: Rejowinangun
Selatan, Jurangombo Utara, Jurangombo Selatan, Tidar Utara, dan Tidar Selatan.
b. Legalitas yang dimiliki: dari sekitar 45 IKM makanan olahan di kecamatan Magelang Utara
hanya terdapat 17 jenis legalitas usaha berupa TDI, SIUP, TDP, dan PIRT. Sedangkan di
kecamatan Magelang Tengah dari sekitar 23 IKM hanya terdapat 4 jenis legalitas usaha
berupaTDI, SIUP, dan PIRT. Serta dari wilayah kecamatan Magelang Selatan dari sekitar
43 IKM makanan olahan hanya terdapat 11 jenis legalitas usaha yang terdiri dari: SIUP,
PIRT, TDI, TDI. Dari gambaran ini secara kuantatif dan kualitatif, aspek legalitas usaha ini
jumlah masih sangat minim, rata-rata hanya kurang 30 % yang memiliki legalitas usaha,
dan banyak IKM yang sama sekali belum memiliki aspek legalitas usaha, sehingga bila
ingin memperoleh bantuan dari dinas terkait atau kredit dari lembaga keuangan (bank dan
29
lainnya) akan mengalami kesulitan karena dianggap belum bankable, walaupun mungkin
usahanya telah feasible.
c. Tingkat produksi: di wilayah kecamatan Magelang Utara dari 45 IKM makanan olahan
hanya ada 6 IKM yang kapasitas produksi kurang dari ekuivalen 100 kilogram per hari,
sisanya sekitar 39 IKM menghasilkan produksi cukup besar rata-rata diatas 400 kg produk
per hari. Sedangkan di wilayah kecamatan magelang Tengah dari sekitar 23 IKM makanan
olahan hanya ada sekitar 3 IKM yang produksinya kurang dari 100 kg produk per hari,
lainnya sekitar 20 IKM berproduksi cukup besar dengan rata-rata sekitar 400 kg produk
per hari. Serta di wilayah Magelang Selatan dari sekitar 43 IKM makanan olahan hanya
ada sekitar 3 IKM yang berproduksi dibawah ekuivalen 100 kg produk, sisanya sekitar 40
IKM berproduksi diatas 100 kg produk per hari. Dari sisi produksi IKM makanan olahan
memiliki tingkat produksi yang cukup besar dan ini merata di 3 wilayah kecamatan, yaitu:
Magelang Utara, Magelang Tengah, dan Magelang Selatan.
d. Tenaga kerja: di wilayah kecamatan Magelang Utara dari sekitar 45 IKM makanan olahan
hanya ada 1 IKM yang memiliki tenaga kerja tetap diatas 10 orang, hampir seluruhnya
masih memiliki tenaga kerja kurang dari 10 orang. Demikian pula di wilayah kecamatan
Magelang Tengah hanya ada 1 IKM makana olahan yang memiliki tenaga kerja tetap
diatas 10 orang, sissnya hanya memiliki tenaga kerja tetap dibawah 10 oarang. Serta di
wilayah kecamatan Magelang Selatan hanya terdapat 2 IKM makanan olahan yang
memiliki tenaga kerja tetap diatas 10 orang, dan sisnya sekitar 41 IKM masih memiliki
tenaga kerja kurang dari 10 orang. Karena itu IKM makanan olahan dari sisi penggunaan
tenaga kerja memang masih termasuk industri padat karya (industri kecil dengan jumlah
tenaga kerja yang kecil per unit usahanya).
e. Bahan baku: untuk penggunaan bahan baku di wilayah kecamatan Magelang Utara dari 45
IKM makanan olahan hanya ada sekitar 8 IKM yang memiliki bahan baku kegiatan
produksi dengan ekuivalen sekitar 100 kilogram per hari, sisanya sekitar 35 IKM
menggunakan bahan baku yang cukup besar rata-rata diatas 200 kg produk per hari.
Sedangkan di wilayah kecamatan magelang Tengah dari sekitar 23 IKM makanan olahan
hterdapat sekitar 4 IKM yang penggunaan bahan bakunya kurang dari 100 kg per hari,
dan lainnya sekitar 19 IKM menggunakan bahan baku untuk produksi cukup besar dengan
rata-rata sekitar 250 kg produk per hari. Serta di wilayah Magelang Selatan dari sekitar 43
IKM makanan olahan hanya ada sekitar 5 IKM yang menggunakan bahan baku untuk
produksi dibawah ekuivalen 100 kg bahan baku, sisanya sekitar 38 IKM menggunakan
bahan baku cukup besar untuk kegiatan produksi diatas 200 kg bahan baku per hari. Dari
30
sisi penggunaan bahan baku IKM makanan olahan memiliki tingkat penggunaan bahan
baku cukup besar dan ini merata di 3 wilayah kecamatan, yaitu: Magelang Utara,
Magelang Tengah, dan Magelang Selatan. Apabila jejaring klaster untuk bahan baku ini
bisa dilakukan, maka IKM makan olahan akan memperoleh manfaat yang besar dalam hal
harga yang kompetitif dan lebih berkesinambungan.
f. Bahan bakar energi: penggunaan bahan bakar untuk kegiatan produksi IKM merupakan
faktor yang penting, baik dari sisi produksi ataupun dari sisi lingkungan, karena hal ini
juga akan mempengaruhi daya saing produk IKM. Di kecamatan Megelang Utara terdapat
sekitar 14 IKM makanan olahan yang masih menggunakan bahan bakar kayu, 12 IKM
makanan olahan yang menggunakan listrik dari PLN untuk kegiatan produksi, dan 19 IKM
makanan olahan menggunakan bahan bakar gas dan solar. Di kecamatan Magelang Tengah
terdapat sekitar 6 IKM makanan oalhan menggunakan bahan bakar dari jenis kayu bakar, 4
IKM makanan olahan menggunakan bahan bakar dari listrik, dan ada 13 IKM makanan
olahan menggunakan bahan bakar gas dan solar. Sedangkan di kecamatan Magelang
Selatan terdapat sekitar 24 IKM menggunakan bahan bakar dari jenis kayu bakar, ada
sekitar 5 IKM menggunakan bahan bakar dari listrik, dan ada sekitar 14 IKM makanan
olahan menggunakan bahan bakar gas dan solar. Penggunaan bahan bakar dari jenis kayu
bakar ini cukup besar dan ada trend menaik tahun tahun ke tahun, yang didorong oleh
kenaikan harga bahan baku produksi, sehinggga IKM mencoba untuk menekan biaya
produksi dengan mencari bahan bakar yang harganya lebih murah dengan embeli limbah
kayu bakar untuk kegiatan produksi IKM.
g. Mesin dan peralatan: Penggunaan mesin dan peralatan untuk kegiatan produksi di industri
kecil dan menengah di Kota Magelang secara umum masih menggunakan mesin
sederhana, dan peralatan ringan dan manual. Pada tiga wilayah kecamatan yang ada yaitu:
Magelang Utara, Magelang Tengah, dan Magelang Selatan, penggunaan mesin dan
peralatan produksi terdiri dari: mesin giling, mesin serut, mesin, blender, peralatan sangria,
alat siller, alat mixer, peralatan oven, panci besar. Secara teknis penggunaan mesin dan
peralatan produksi yang masih sederhana dan manual ini akan menyulitkan pelaku usaha
untuk meningkatkan produktivitas, karena secara umum peningkatan produksi akan
memiliki faktor pembatas yang besar.
h. Aspek manajemen dan aspek pemasaran: Dari aspek manajemen pada pengorganisasian
dan pembagian tugas dalam usaha kecil pada umumnya semua IKM belum memiliki
struktur organisasi. Kegiatan usaha dijalankan dengan manajemen sederhana yang masih
tergantung pada keputusan tunggal pemilik usaha yang bertindak sekaligus sebagai
31
manajer dan pelaksana kegiatan teknis usaha di produksi dan pemasaran, juga bahkan di
keuangan. Hal ini terlihat pula pada kegiatan pembukuan keuangan masih banyak yang
belum melakukan dan pelaksanaan pembukuan pada IKM masih dilakukan secara manual,
yang tidak tercatat secara historis dari waktu ke waktu dengan baik dan benar.
Pada industri kecil dan menengah aspek manajemen dan pemasaran yang ada di Kota
Magelang, menunjukkan secara merata masih relative sama. Di wilayah kecamatan
Magelang Utara untuk pemasaran produk ada sekitar 6 IKM makanan olahan yang
memasarkan produk ke luar wilayah kota Magelang, sisanya 39 IKM masih memasarkan
produk di wilayah kota Magelang dan sekitarnya. Sedangkan di wilayah kecamatan
Magelang Tengah terdapat 3 IKM yang memasarkan produk keluar kota Magkelang, dan
sekitar 20 IKM masih memasarkan produk di wilayah kota Magelang. Serta di wilayah
kecamatan Magelang Selatan terdapat 12 IKM makanan olahan yang memasarkan
produknya ke luar kota Magelang, dan ada 23 IKM masih memasarkan produk ke wilayah
kota Magelang dan sekitarnya.
2. MODEL PENINGKATAN DAYA SAING
A. Innovation Actor Empowerment (IAE)
Pada komponen Innovation Actor Empowerment ini, peran inovasi dalam organisasi,
produk, dan pasar pada kegiatan industri kecil yang ada di wilayah penelitian, dijalankan oleh
pihak / tenaga yang melakukan:
Technical Assistance: dari instansi terkait dinas perindustrian kabupaten dan kota yang
terlibat dalam kegiatan pendampingan kegiatan industri kecil di beberapa tempat. Tenaga ahli
(Technical Assistant / TA) dari dinas terkait ini, memiliki peran kunci dalam organisasi
kegiatan atau proyek. Aktor ini memastikan bahwa tugas-tugas teknis dan administrasi selesai
pada waktu yang tepat untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan dari pekerjaan atau
proyek. Kegiatan yang dilakukan adalah: identifikasi atau pengkajian program dukungan
teknis dan bisnis industri kecil, menyiapkan rencana kerja untuk identifikasi peluang
pengembangan usaha berdasarkan pasar dan partisipasi pihak industri kecil, konsolidasi
kegiatan dari suatu pekerjaan atau proyek, dan penyempurnaan dukungan teknis dan bisnis.
Mentor: merupakan adalah aktor yang merupakan salah satu pelaku bisnis industri kecil
yang menjadi panutan dari pelaku bisnis sejenis lainnya dan pada umumnya, yang akan
sekaligus bertindak: a) sebagai panutan (trend setter) bagi pelaku industri lainnya yang masih
baru dan masih memerlukan bimbingan terutama teknis dan bisnis agar bisa meningkatkan
32
kualitas produk makanan olahan yang dihasilkannya, b) melakukan pengarahan (direction)
dalam rangka mencapai tujuan kegiatan seperti membimbing orang, terinspirasi dan
memimpin mereka serta pengawasan dari aktivitas mereka diperlukan untuk mencapai hasil
yang diinginkan, dan c) melakukan pemberdayaan (empowerment) pada pelaku industri kecil
lainnya agar mampu membuat keputusan bisnis yang menguntungkan, dengan
menggabungkan antara teori dan kemampuan praktis.
B. Innovation Technology / Technological Development (TD)
Inovasi teknologi merupakan kunci dan kebutuhan mendasar yang diperlukan untuk
meraih keunggulan bersaing berkelanjutan. Dalam pengembangan teknologi pada industri
kecil makanan olahan ini bisa dilihat dari indikator: 1) Alat: pada kegiatan industri kecil
makanan olahan peralatan yang digunakan meliputi: oven, ketel, mesin parut, sealer, mesin
pengering, mesin selep, mesin diesel, tungku masak, tungku tahu, cetakan, bronjong, tungku
goreng, wajan. Adapun aspek inovasi alat ini dapat dilihat dari a) sifatnya alat: tradisional,
semi otomatis, dan otomatis. b) Perfomance: kemampuan alat menghasilkan produk sesuai
yang diharapkan, dan c) ergonomis: tingkat kesesuaian alat dengan dimensi tenaga kerja
(operator) secar optimum sehingga dapat mendukung produktivitas kerja , keamanan dan
kenyamanan. 2. Proses: pada kegiatan industri kecil makanan olahan meliputi: a) metode:
cara dala melakukan kegiatan produksi makanan olahan, b) layout: tata letak yang berkaitan
standar operasi dalam produksi sehingga prosesnya kontinyu dan efisien, dan c) bahan baku:
menggunakan bahan yang sesuai dengan standar alat dan proses produksi.
C. One Village One Product (OVOP)
OVOP adalah konsep satu desa satu produk (SDSP) merupakan suatu gerakan sosial yang
tumbuh dari bawah keatas (bottom up). Konsep dasar dari pengembangan gerakan OVOP
adalah adanya interaksi antara pemerintah dan masyarakat, dimana peran masyarakat sangat
dominan sebagai pihak yang memiliki kemampuan dan keinginan untuk mengembangkan
produk atau potensi daerah yang dimilikinya. Jika dikaitkan dengan industri kecil makanan
olahan, maka konsep OVOP ini bisa didekati dari dimensi: a) bahan baku, yang meliputi
instrumen: ketersediaan bahan baku, harga bahan baku, dan kesinambungan bahan baku, b)
sumber daya manusia (tenaga kerja) yang meliputi instrumen: tingkat pendidikan,
pelatihan yang diikuti, dan pengalaman kerja, c) pasar , yang meliputi instrumen: akses pasar,
dan wilayah pemasaran, d) teknologi, yang meliputi instrumen: kemudahan teknologi yang
dipakai, dan kesiapan penggunaan teknologi, e) ekonomi, yang meliputi instrumen:
33
pendapatan usaha, dan biaya produksi, f) keunikan produk, yang meliputi instrumen: jenis
diferensiasi produk.
D. Resources Connectivity (RC)
Merupakan konsep jejaring sumberdaya berkembang menjadi kerangka kerja secara luas
digunakan untuk menganalisis peran penting dari industri kecil dalam mempromosikan
kegiatan industri kecil makanan olahan. Resources connectivity atau jejaring sumberdaya
dalam industri kecil makanan olahan ini. Dimensi Jejaring ini meliputi instrumen: a) bahan
baku (tepung tapioka, kedelai), b) teknologi (peralatan: mesin selep, tungku masak, tungku
tahu, cetakan, wajan, tungku goreng), c) tenaga kerja (buruh upahan), d) pasar (lokal,
regional, dan nasional, dan permodalan (tunai dan non-tunai).
E. Quality Product Improvement (QPI)
Pada dasarnya suatu produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen
untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi pasar sebagai
pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan dalam hal ini adalah
konsumsen. Untuk produk makanan olahan, secara khusus perlu diperhatikan kualitasnya
karena menyangkut kesempurnaan dan kesesuaian yang dimiliki produks tersebut terhadap
persyaratan yang diinginkan oleh konsumen. Ini terjadi karena makanan olahan adalah produk
yang dikonsumsi langsung untuk dimakan. Kualitas makanan memberikan peranan penting
dalam keputusan pembelian oleh konsumen, sehingga bila kualitas makanan meningkat, maka
keputusan pembelian akan meningkat juga. Karena itu dimensi utama yang perlu diperhatikan
adalah cara produksi yang baik atau Good Manufacturing Pratice (GMP), agar kualitas
produk memiliki: rasa, bentuk, warna, keamanan, kesehatan, dan komposisi bahan yang baik.
Adapun instrumen (item) dalam GMP ada;ah: a) kemasan produk, b) legalitas kegiatan usaha,
c) difersifikasi produk, dan d) performance
F. Kinerja Usaha Kecil
Dalam kegiatan manajemen produksi istilah kinerja seringkali dipergunakan secara
bergantian dengan efisiensi dan produktivitas. Namun demikian terdapat perbedaan yang
cukup mendasar secara teknis. Efisiensi dan produktivitas lebih menunjukkan kepada ratio
keluaran (output) terhadap masukan (input), sedangkan kinerja menunjukkan pengertian lebih
luas dari efisiensi dan produktivitas (Adam dan Ronald, 1986). Istilah produktivitas berasal
dari kata produk yang berarti barang atau jasa, sehingga merupakan ukuran dari seluruh
keluaran produksi dibagi masukan produksi.
34
Konsep kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang padanannya
dalam bahasa Inggris adalah performance. Kinerja dapat diartikan sebagai keluaran yang
dihasilkan oleh fungsi atau indikator suatu pekerjaan dalam waktu tertentu. Dalam kegiatan
usaha kecil, pekerjaan adalah aktivitas memproduksi suatu barang dengan menggunakan
bahan baku, tenaga kerja dan ketrampilan tertentu. Suatu pekerjaan mempunyai sejumlah
fungsi atau indikator yang dapat digunakan untuk mengukur hasil pekerjaan tersebut
(Wirawan, 2009). Karena itu kinerja dari kegiatan usaha kecil dapat diukur secara luas, baik
dengan ukuran finansial maupun ukuran non finansial.
Menurut (Radnor dan Barnes, 2007), dalam manajemen operasi dari suatu usaha kecil
pengukuran kinerja usaha antara lain mengacu pada langkah di tingkat perluasan (broadening)
dari unit analisis dan kedalaman (deepening) ukuran kinerja usaha. Hal ini akan memberikan
gambaran tidak hanya secara kuantitatif, tetapi juga secara kualitatif dari usaha kecil,
sehingga dapat mendukung perkembangan secara kualitatif dan meningkatkan daya saing
(competitiveness) dari usaha kecil.
Ukuran kinerja usaha ini seringkali merupakan sekumpulan pengharapan yang
diekspresikan sebagai sekumpulan sasaran yang dapat dirumuskan dalam bentuk hasil
penjualan, keuntungan usaha, pangsa pasar, pengembangan hasil produksi, penurunan biaya,
atau sasaran lainnya (Dharma, 2005). Sasaran-sasaran yang merupakan kinerja usaha ini akan
diukur dalam jangka waktu tertentu dan mempunyai ukuran kuantitatif yang jelas, sehingga
menjadi variabel kinerja yang secara kuantitatif mudah dan dapat diukur.
Variabel Kinerja yang merupakan ukuran kinerja usaha dari suatu kegiatan produksi
dapat dilihat dari tiga perspektif, (1) keluaran produksi dari kegiatan usaha terdiri dari aspek
finansial dan non-finansial, (2) proses internal dari kegiatan usaha terdiri antara lain aspek
inovasi produk, proses operasi (produksi), pemasaran produk, dan (3) kemampuan
sumberdaya terdiri dari aspek tenaga kerja, teknologi, dan organisasi.
Pada perspektif yang pertama yaitu keluaran produksi dari kegiatan usaha, variabel
kinerja finansial biasanya diukur dengan indikator : penerimaan usaha, keuntungan usaha,
pertumbuhan usaha, pangsa pasar, dan ratio keuangan. Sedangkan variabel kinerja non
finansial bisa dilihat dari tiga sisi, (1) konsumen, antara lain terdiri: harga produk, tipe pasar,
kualitas produk, distribusi dan waktu antar produk, tingkat pembelian ulang, (2) masyarakat
dan pemerintah, terdiri: keterlibatan terhadap komunitas (kepedulian sosial), tingkat limbah,
umpan balik masyarakat, dan regulasi pemerintah, dan (3) pemasok bahan baku, terdiri: lokasi
pemasok dan ukuran pemasok (Wibisono, 2006).
35
Variabel kinerja finansial seringkali menjadi fokus perhatian bagi pihak internal
perusahaan sebagai ukuran keluaran produksi dari kegiatan usaha. Sedangkan variabel kinerja
non finansial biasanya menjadi perhatian pelanggan masyarakat dan pemerintah. Pengelolaan
variabel kinerja finansial maupun non finansial ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
pemangku kepentingan (stakeholder), dimana kebutuhan tersebut dapat berbeda bahkan
seringkali membutuhkan trade-off (memenuhi yang satu dengan mengorbankan yang lain)
bagi perusahaan untuk memenuhinya (Wibisono, 2006). Karena itu variabel kinerja yang
menjadi indikator kinerja bagi usaha kecil juga bisa berbeda, tergantung kebutuhannya.
Terdapat perubahan orientasi dari perusahaan dalam hal indikator kinerja, dimana diketahui
bahwa penentuan indikator kinerja bersifat dinamis terutama karena kebutuhan konsumen
yang terus berubah.
Beberapa indikator yang digunakan untuk mendefinisikan dan mengklasifikasikan
usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah sering pula dijadikan ukuran untuk menilai
kinerja usaha kecil yaitu, (1) undang-undang No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah menggunakan indikator, nilai kekayaan yang dimiliki usaha kecil (asset) dan
hasil penjualan (omset) tahunan untuk menilai usaha kecil, (2) Badan Pusat Statistik (BPS)
menggunakan indikator jumlah tenaga kerja, (3) Kementrian Negara Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah (UKM) menggunakan indikator, nilai kekayaan yang dimiliki usaha kecil
(asset) dan hasil penjualan (omset) tahunan, (4) Bank Indonesia menggunakan indikator, nilai
kekayaan yang dimiliki usaha kecil (asset), hasil penjualan (omset) tahunan, pelaku usaha,
sifat usaha, tingkat penggunaan sumberdaya lokal, tingkat teknologi dan kemudahan keluar
masuk industri (barrier to entry and exit), dan (5) Bank Dunia menggunakan indikator,
jumlah tenaga kerja, nilai kekayaan yang dimiliki usaha kecil (asset), dan hasil penjualan
(omset) tahunan. Indikator-indikator dari berbagai lembaga nasional dan internasional ini
cukup beragam, karena disamping menilai kinerja internal usaha yang meliputi keluaran
produksi, proses produksi, dan kemampuan sumber daya, juga bisa digunakan untuk menilai
kinerja sektoral usaha tersebut.
Variabel kinerja usaha dari industri kecil dan menengah makanan olahan, diukur
dilihat dari dimensi perkembangan usaha, dengan instrumen sebagai berikut: a) kapasitas
usaha: menunjukkan tingkat kemampuan berproduksi secara optimum dari usaha makanan
olahan, b) omset usaha: merupakan jumlah penjualan dari produksi yang dihasilkan usaha
makanan olahan, c) aset usaha: merupakan jumlah kekayaan yang dimiliki usaha makanan
olahan diukur dari aset tetap yang ada dan dimiliki usaha makanan olahan, dan d) jumlah
tenaga kerja, yang berkerja dalam kegiatan produksi usaha makanan olahan.
36
Sebagai ringkasan dari variabel model integrated radial cycle (model IRC), serta
variabel kinerja usaha dari industri kecil dan menengah makanan olahan, serta uraikan
dimensi variabel dan instrumen dari dimensi masing-masing yang meliputi: Innovation Actor
Empowerment (IAE), Technological Development (TD), One Village One Product (OVOP),
Resources Connectivity (RC), dan Quality Product Improvement (QPI) dengan membentuk
model radial cycle (lingkaran), serta kinerja usaha dari industri kecil dan menengah.
G. Model Integrated Radial Cycle (Model IRC)
Industri kecil makanan olahan sebagai suatu industri pada dasarnya merupakan
kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi (produk)
yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Industri kecil ini akan berbeda
antara satu dan lainnya didasarkan atas karekteristik ekonomi, situasi persaingan, dan prospek
perkembangannya di masa datang. Tingkat perubahan berbagai faktor seperti teknologi,
ekonomi, pasar dan persaingan akan bergerak, mulai dari yang lambat sampai dengan yang
cepat. Industri kecil makanan olahan sangat erat kaitannya dengan persaingan, karena itu
industri dan persaingan secara terus menerus akan melakukan penyesuaian dengan perubahan
dan kemudian membentuk kekuatan dalam menghadapi persaingan.
Ada faktor-faktor ekonomi yang berpengaruh terhadap pembentukan kekuatan suatu
industri, seperti: ukuran pasar, lingkup persaingan, tingkat pertumbuhan pasar dan siklus
kehidupan industri, jumlah dan ukuran pesaing, jumlah dan besaran pembeli potensial,
dorongan untuk melakukan integrasi ke depan dan ke belakang (jejaring), serta kemudahan
dan hambatan untuk memasuki atau keluar dari jenis industri. Karena itu industri akan sangat
erat kaitannya dengan persaingan. Suatu industri tidak mungkin hanya berdiri sendiri tanpa
adanya hubungan dengan industri lain. Suatu industri memproduksi dan menghasilkan suatu
produk umumnya juga akan menggunakan bahan yang diperoleh dari industri lain. Untuk itu,
satu industri dengan industri lain itu selalu berhubungan dan tak jarang melakukan persaingan
yang bersinergi.
Porter (1994) mengungkapkan bahwa persaingan adalah inti dari keberhasilan atau
kegagalan perusahaan. Hal ini mengandung pengertian bahwa keberhasilan atau kegagalan
tergantung pada keberanian perusahaan untuk bersaing. Daya saing produk UKM sangat erat
hubungannya dengan kualitas (performance) produk. Apabila dilihat dari segi preferensi
konsumen, maka secara umum konsumen menganggap bahwa suatu produk dengan
processing dan packaging yang bagus maka kualitasnya juga akan bagus. Menurut Martin
et.al. (Widodo, 1998) daya saing adalah kemampuan yang berkelanjutan untuk memperoleh
37
keuntungan dan mempertahankan pasar. Tanpa berani bersaing, tidak mungkin keberhasilan
dapat dicapai, oleh karena itu untuk menghadapi persaingan yang dari hari ke hari semakin
ketat maka setiap perusahan harus mampu membaca peluang keunggulan bersaing yang
dihadapinya.
Oleh karena itu pada bagian ini telah disusun model peningkatan daya saing pada
industri kecil makanan olahan. Model peningkatan daya saing pada industri kecil makanan
olahan ini terdiri dari 5 (lima) komponen utama, yaitu: Innovation Actor Empowerment (IAE),
Technological Development (TD), One Village One Product (OVOP), Resources
Connectivity (RC), dan Quality Product Improvement (QPI) dengan membentuk model radial
cycle (lingkaran)
Gambar.2. Model Integrated Radial Cycle (Model IRC)
Keterangan:
1. Innovation Actor Empowerment (IAE)
2. Technological Development (TD)
3. One Village One Product (OVOP)
4. Resources Connectivity (RC), dan
5. Quality Product Improvement (QPI)
38
Innovation Actor Empowerment
Pelaku inovasi atau aktor inovasi akan memegang peranan penting dalam perancangan dan
penciptaan produk baru, karena membantu mengembangkan dan membuka wawasan bagi
kemungkinan-kemungkinan lain yang baru.
Penciptaan sistem inovasi di dalam organisasi sangat ditentukan oleh actor atau orang
yang berkompeten untuk itu. Jika industri kecil makanan olahan ingin mengembangan inovasi
produk maupun pasarnya, maka penguatan terhadap aktor inovasi menjadi penting dilakukan.
(Roper, et al. 2006)
Technological Development (Innovation Technology)
Secara konvensional, inovasi didefinisikan sebagai terobosan metode yang berkaitan
dengan jenis produk baru. Inovasi didefinisikan sebagai konsep luas yang membahas
penerapan gagasan, produk dan proses baru. Lebih lanjut dikatakan bahwa inovasi merupakan
mekanisme perusahaan untuk beradaptasi dalam lingkungan yang dinamis. Inovasi mencakup
beberapa kegiatan utama yaitu: 1. Pemecahan masalah, integrasi sarana dan proses teknologi
baru serta memadukannya. 2. Melakukan eksperimen dan membangun prototype, mengimpor
dan menyerap teknologi dari luar perusahaan. 3. Belajar dari pasar. 4. Mengaplikasi
kemampuan pengembangan produk ke dalam pembangunan nasional dan terus menerus
melakukan penyegaran pengembangan produk (Hakim, 2006).
Jika inovasi dilakukan pada proses produksinya, keunggulan bersaing berkelanjutan akan
meningkat (Kaplan, 2000; Droge dan Vickery, 1995; Henard dan Szymanski, 2001). Inovasi
merupakan alat, kunci dan kebutuhan mendasar yang diperlukan untuk meraih keunggulan
bersaing berkelanjutan, ditarik hipotesis bahwa inovasi berdampak positif terhadap
keunggulan bersaing berkelanjutan.
One Village One Product
One Village One Product (OVOP) atau satu desa satu produk (SDSP) merupakan suatu
gerakan sosial yang tumbuh dari bawah keatas (bottom up) dan mulai dikembangkan oleh
Morihiko Hiramatsu, seorang mantan pejabat MITI yang terpilih menjadi Gubernur Oita pada
tahun 1979. Gerakan ini didasari dengan ide ingin mengembangkan potensi daerah supaya
menjadi lebih baik dengan melibatkan tokoh masyarakat, dan masyarakat itu sendiri sehingga
termotivasi bangkit dan membangun daerahnya menjadi daerah yang makmur serta
mensejahterakan masyarakat.
Konsep dasar dari pengembangan gerakan OVOP adalah adanya interaksi antara
pemerintah dan masyarakat, dimana peran masyarakat sangat dominan sebagai pihak yang
39
memiliki kemampuan dan keinginan untuk mengembangkan produk atau potensi daerah yang
dimilikinya. Pemerintah yang telah banyak mengetahui potensi dan kemampuan masyarakat
hanya lebih banyak memfasilitasi dan memberikan informasi tentang potensi pasar,
membantu pengembangan produk supaya lebih menarik, membantu memanfaatkan teknologi.
Satu hal lagi dan menjadi sangat penting adanya insentif serta penghargaan yang mendukung
sehingga lebih dapat merangsang masyarakat untuk menciptakan dan mengembangkan
produk lainnya menjadi inovatif dan kreatif (Anonim, 2013).
Konsep OVOP ini harus menjadi model pengembangan industri kecil makanan olahan
karena dibeberapa negara konsep ini telah berhasil meningkatkan kinerja industri kecil.
Menurut Natsuda et al. (2011), mengatakan bahwa “OVOP programme to have been
providing communities with the chance to market local output and to create employment
opportunities”
Resources Connectivity
Merupakan konsep jejaring sumberdaya berkembang menjadi kerangka kerja secara luas
digunakan untuk menganalisis peran penting dari industri kecil dalam mempromosikan
kegiatan usaha. Secara empiris telah signifikan meningkatkan inovasi, meningkatkan daya
saing, dan mampu memberikan tingkat pendapatan yang lebih. Secara keseluruhan dalam
perspektif yang terintegrasi dari jaringan inovasi antara kegiatan usaha mampu mendorong
berkembangnya UKM. Menurut Tsai, W. (2001) knowledge transfer in intraorganizational
networks berpengaruh terhadap inovasi dan kinerja unit bisnis. Sementara itu Smith (2011),
mengatakan bahwa jaringan yang mempengaruhi kinerja dapat diperoleh melalui
pembelajaran para aktor UKM dalam menghasilkan kerjasama dan inovasi.
Quality Product Improvement
Kualitas produk memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan konsumen.
Menurut Parasurahman (1996), persepsi konsumen terhadap kualitas suatu produk akan
mempengaruhi kepuasan pelanggan dan mempengaruhi loyalitas dari pelanggan tersebut.
Dalam kaitan ini, UKM akan berkembang kinerjanya jika produknya berkualitas sehingga
akan disukai konsumen dan konsumen akan menjadi loyal terhadap produk tersebut.
3. TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI
Model peningkatan daya saing pada industri kecil makanan olahan ini terdiri dari 5
(lima) komponen utama, yaitu: Innovation Actor Empowerment (IAE), Technological
Development (TD), One Village One Product (OVOP), Resources Connectivity (RC), dan
Quality Product Improvement (QPI) dengan membentuk model radial cycle (lingkaran).
40
A. Innovation Actor Empowerment
Peran dari pelaku atau actor dalam inovasi, termasuk juga pada industri kecil sangatlah
penting menjaga keberlangsungan dan kesinambungan usaha, karena pada dasarnya
merupakan inovator. Karena itu inovasi merupakan sebuah keharusan bagi organisasi karena
penelitian membuktikan bahwa inovasi akan berdampak positif pada pertumbuhan organisasi.
Namun demikian banyak masalah dan tantangan dari dalam organisasi yang akan dihadapi
sehubungan dengan implementasi inovasi di perusahaan. Oleh karena itu menyiapkan diri
agar mampu mengelola dan mengorganisir implementasi inovasi di perusahaan, menjadi hal
yang penting untuk keberhasilan implementasi strategi dan program inovasi.
Inovator atau aktor inovasi akan memegang peranan penting dalam perancangan dan
penciptaan produk baru. Menurut Roper et al. (2006), penciptaan sistem inovasi di dalam
organisasi sangat ditentukan oleh aktor atau orang yang berkompeten untuk itu. Jika industri
kecil makanan olahan ingin mengembangan inovasi produk maupun pasarnya, maka
penguatan terhadap aktor inovasi menjadi penting dilakukan.
Peran inovasi dalam organisasi, produk, dan pasar pada kegiatan industri kecil makanan
olahan dijalankan oleh: 1) Technical Assistance (TA): tenaga ahli dari instansi terkait dinas
perindustrian kabupaten dan kota yang terlibat dalam kegiatan pendampingan kegiatan
industri kecil di beberapa tempat. Tenaga ahli TA biasa melakukan: pengkajian program
dukungan teknis dan bisnis industri kecil, menyiapkan rencana kerja untuk identifikasi
peluang pengembangan usaha berdasarkan pasar dan partisipasi pihak industri kecil, dan
konsolidasi dan penyempurnaan dukungan teknis dan bisnis. Peran TA ini sebenarnya masih
bisa dioptimalkan pada semua jenis produk makan olahan, karena umumnya hanya terlihat
menonjol pada produk tahu dan aneka kripik seperti yang ada di wilayah kota Magelang.
Peran yang menonjol seperti dalam hal penyediaan peralatan produksi bantuan hibah dari
pemerintah atau lembaga donor lainnya kepda industri kecil, yaitu sebagai penghubung dan
fasilitator program perlu lebih ditingkatkan. Apabila kegiatan yang dilakukan tenaga TA ini
berhasil, maka akan dapat dengan segera di replikasi ke pelaku industri kecil lainnya pada
wilayah atau sentra lainnya. 2) Mentor: adalah pelaku bisnis industri kecil yang menjadi
panutan dari pelaku bisnis sejenis lainnya dan pada umumnya akan sekaligus bertindak
sebagai guru bagi pelaku industri lainnya yang masih baru dan masih memerlukan bimbingan
terutama teknis dan bisnis agar bisa meningkatkan kualaitas produk makanan olahan yang
dihasilkannya. Mentor sebagai panutan ini bisa muncul karena: paling awal memulai usaha di
wilayah sentra industry tersebut sehingga memiliki pengalaman dan ketrampilan yang tinggi,
41
atau memiliki omset penjualan yang paling besar karena punya biaya produksi yang
kompetetif. Peran mentor ini juga terlihat pada indutri kecil makanan olahan produk Tahu di
kota Magelang, yang terkonsentrasi di kelurahan Tidar Selatan, dimana pada awalnya mereka
yang baru memulai produksi Tahu akan memperoleh bimbingan teknis produksi agar
diperoleh kualitas produksi yang baik dan standar (warna, rasa, bentuk, daya tahan,
komposisi, keamanan, dan kesehatan). Hal ini cukup menonjol karena pengrajin Tahu di
kelurahan Tidar Selatan ini sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu, disamping itu proses
produksi Tahu menghendaki komposisi yang tepat karena ada proses kimiawi yang harus
standar dan terjaga kebersihannya. Untuk wilayah Sidoarjo bantuan teknis masih dirasakan
perlu terutama dalam hal kegiatan produksi, terutama untuk aspek penanganan limbah (polusi
asap) yang berasal dari penggunaan bahan bakar yang tidak standar (kayu sisa, dan bahan
lainnya yang tidak standar).
B. Technological Development (Innovation Technology)
Inovasi teknologi merupakan suatu proses berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek) dan sistem (Bagherinejad, 2006), yang juga dipengaruhi kemampuan internal
perusahaan, jaringan perusahaan dan kemampuan pembelajaran teknologi serta dipengaruhi
oleh faktor-faktor lingkungan. Inovasi teknologi juga ini melibatkan managerial, kompetensi
dan jaringannya (Vidyatmoko dkk, 2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi inovasi, yaitu
faktor internal (skala usaha, legalitas usaha, umur usaha, kemampuan keuangan, sumberdaya
manusia, orientasi belajar) dan faktor eksternal (pangsa pasar, hubungan dengan pihak lain,
kebijakan pemerintah dan dukungan permodalan). Inovasi mencakup beberapa kegiatan
utama yaitu: 1. Pemecahan masalah, integrasi sarana dan proses teknologi baru serta
memadukannya. 2. Melakukan eksperimen dan membangun prototype, mengimpor dan
menyerap teknologi dari luar perusahaan. 3. Belajar dari pasar. 4. Mengaplikasi kemampuan
pengembangan produk ke dalam pembangunan nasional dan terus menerus melakukan
penyegaran pengembangan produk (Hakim, 2006).
Dalam pengembangan teknologi pada industri kecil makanan olahan ini bisa dilihat dari
indikator: peralatan (alat) yang digunakan, dan proses produksi yang dilakukan.
Alat: oven, ketel, mesin parut, sealer, mesin pengering, mesin selep, mesin diesel, tungku
masak, tungku tahu, cetakan, bronjong, tungku goreng, wajan.
Apabila dilihat dari aspek inovasi teknologi pada peralatan produksi, maka pada umumnya
industri kecil masih terhambat dalam melakukan inovasi atau dalam pengembangan teknologi.
Satu jenis produk yang masih memungkinkan untuk dilakukan pengembangan teknologi
42
dalam hal perlatan adalah industri Tahu. Inovasinya adalah adalah misalnya bila industri kecil
bisa membuat produk Tahu yang memiliki kandungan Omega-3 dan Omega-9. Inovasi ini
membutuhkan juga pengembangan alat yang lebih modern.
Proses: proses produksi pada kegiatan industri makanan olehan mengarah pada proses
produksi yang terus menerus (continous) yang berbasis siklus produksi. Misalnya untuk
produk Tahu yang menjadi salah satu produk makanan olahan di Magelang, jika dilihat dari
aliran proses produksi dari bahan baku utama kedelai sampai dengan produk akhir Tahu
dalam industri kecil makanan olahan, maka akan cenderung mengarah pada proses produksi
terus menerus (continuous). Ini merupakan proses produksi dimana terdapat pola atau urutan
yang lebih pasti sejak bahan baku utama kedelai dimasak dalam tungku menggunakan api
sampai dengan menjadi produk akhir Tahu. Pola ini sama dari hari ke-hari, sehingga variasi
produk akhir sangat kecil sehingga industri kecil sebenarnya bisa bekerja relatif lebih efisien.
Ciri-ciri proses produksi ini adalah: (1) hasil produksi bisa dibuat massal (jumlahnya
banyak dan bersamaan), (2) tata letak (layout) berdasar produknya, (3) alat dan mesin yang
digunakan bersifat agak khusus (tend to special purpose), (4) keahlian tenaga kerja kasar
(buruh) tidak harus tinggi, (5) sistem produksinya cenderung akan berkaitan, dan (6)
memerlukan pemeliharaan alat dan peralatan mesin yang lebih baik dan intensif.
Sebagai contoh untuk industri kecil Tahu, sejak awal bahan baku kedelai diproses dengan
cara memasak memakai kayu bakar atau mesin misalnya, maka bahan baku kedelai tadi harus
terus diproses sampai menjadi Tahu, setelah pembuatan bubur kedelai, penyaringan,
panambahan asam cuka, dstnya ditambah fermentasi Rhizopus jika diinginkan inovasi
teknologi dalam kerangka peningkatan kandungan gizi Omega 3 dan Omega 9 dalam produk
tahu yang dihasilkan.
C. One Village One Product
One Village One Product (OVOP) atau satu desa satu produk ini merupakan gerakan
masyarakat yang ingin mengembangkan potensi yang dimiliki daerah secara terintegrasi
untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sekaligus meningkatkan
rasa percaya diri serta kebanggaan akan kemampuan sendiri dan daerahnya (Soemarno,
2011). Gerakan ini didasari dengan ide ingin mengembangkan potensi daerah supaya menjadi
lebih baik dengan melibatkan tokoh masyarakat, dan masyarakat itu sendiri sehingga
termotivasi bangkit dan membangun daerahnya menjadi daerah yang makmur serta
mensejahterakan masyarakat.
43
Langkah-langkah operasional untuk pelaksanaannya mencakup pemilihan produk
unggulan spesifik lokal, mengidentifikasi potensi dan kendala yang dihadapi jika akan
mengembangkan produk tersebut hingga mampu meningkatkan kualitas dan menembus pasar
global, melaksanakan kegiatan pengembangan (pengolahan dan pemasaran) untuk
memperoleh nilai tambah dan meningkatkan pendapatan, dan melaksanakan evaluasi untuk
meningkatkan kekuatan produk dan kinerja usaha. Pendekatan OVOP ini dapat dilaksanakan
di Indonesia jika semua pemangku kepentingan bersama instansi masing-masing berpihak
pada kepentingan masyarakat perdesaan.
Jika dikaitkan dengan industri kecil makanan olahan yang ada di wilayah kota Magelang
dan kabupaten Sidoarjo, maka konsep OVOP ini bisa didekati dengan indikator: sentra
industri, klaster industri, persebaran industri kecil, jumlah industri kecil, dan jenis industri
kecil.
Sentra: untuk wilayah kabupaten Ciamis sentra industri kecil makanan olahan ada pada
kelompok produk: sale pisang dan kripik pisang. Produk ini banyak diproduksi pada sentra
industri makanan olahan di sekitar Jl Raya Cijeungjing-Ciamis.
Untuk wilayah kota Magelang sentra industri makanan olahan ada di kelompok produk:
sale pisang di kelurahan Kramat Selatan, tempe kedelai di wilayah kelurahan Kedungsari,
kripik rempeyek , telur asin, dan kripik tempe di kelurahan Wates. Aneka kripik di kelurahan
Rejowinangun Utara dan Rejowinangun selatan. Krupuk rambak di kelurahan Gelangan.
Sedangkan untuk wilayah kabupaten Sidoarjo sentra industri kecil makanan olahan aneka
krupuk, terdapat di wilayah desa Tlasih di dareah tengah kabupaten Sidoarjo, desa Jabon di
wilayah timur/pantai Sidoarjo, dan wilayah Gedangan.
Klaster: untuk klaster industri makanan olahan wilayah yang menonjol adalah kota
Magelang, dengan produk Tahu yang ada di kelurahan Tidar Selatan, industri kecil tahu ini
juga mendorong munculnya sentra produk kripik Tahu di wilayah yang sama, yang dikelola
oleh 2 kelompok industri kecil. Di wilayah kabupaten Sidoarjo untuk klaster induatri
makanan olahan aneka krupuk, lebih terlihat di wilayah desa Jabon dan desa Tlasih, yang
telah lama berkembang.
Persebaran: produk makanan olahan ini persebaran ada merata dan ada yang belum
merata. Untuk wilayah kota Magelang persebaran industri kecil makanan olahan lebih merta
dibandingkan kabupaten Ciamis. Di kota Magelang, persebaran produk makanan olahan ada
di sebagian besar kelurahan, seperti: Kramat selatan, Kedungsari, Potrobangsan, Wates,
Cacaban, Magelang, Gelangan, Kemirirejo, Rejowinangun Utara, Rejowinangun Selatan, dan
Tidar Selatan.
44
Untuk persebaran di wilayah kabupaten Sidoarjo, ada di wilayah tengah kabupaten yaitu
desa Tlasih, dan di wilayah pantai sebelah timur yang ada di desa Jabon, yang lebih banyak
bahan baku dari ikan laut.
Jumlah: untuk jumlah industri kecil makan olahan berturut-turut yang jumlahnya paling
banyak adalah di kelurahan: Tidar Selatan, Gelangan, Wates, Rejowinangun Utara,
Rejowinangun Selatan, Kramat Selatan, Kedungsari, Potrobangsan, Cacaban, Magelang, dan
Kemirirejo.
Jenis: untuk jenis produk industri makanan olahan di masing-masing kelurahan adalah:
Kramat selatan produk aneka kripik (jamur, tempe), rempeyek, dan selai pisang, Kedungsari
produk tempe kedelai, Potrobangsan produk rempeyek, krupuk rambak, Wates produk
rempeyek, sambal kacang, telur asin, Cacaban produk produk rempeyek, kripik singkong,
Magelang produk aneka kripik (rasa ikan, paru), telur asin, Gelangan produk aneka kripik
(talas, singkong, rambak, stik), Kemirirejo produk kripik ketela, kripik kedelai, rempeyek,
Rejowinangun Utara produk kripik tahu, kripik kedelai, marning, kripik usus, Rejowinangun
Selatan produk kripik paru, kripik ketela, dan Tidar Selatan produk Tahu.
D. Resources Connectivity
Persoalan yang sering dihadapi sebagian besar industry kecil adalah juga, bagaimana
membina hubungan dengan pihak lain seperti: pemasok, pembeli, lembaga permodalan,
lembaga pusat teknologi dan lembaga pemasaran, bahkan dengan sesame pengusaha sendiri,
seringkali kesulitan untuk bekerja sama, padahal umumnya kondisi internalnya belum
memadai, kapasitas terbatas, dan belum fleksibel. Resources Connectivity merupakan konsep
jejaring sumberdaya berkembang menjadi kerangka kerja secara luas digunakan untuk
menganalisis peran penting dari industri kecil dalam mempromosikan kegiatan usaha. Secara
empiris telah signifikan meningkatkan inovasi, meningkatkan daya saing, dan mampu
memberikan tingkat pendapatan yang lebih. Secara keseluruhan dalam perspektif yang
terintegrasi dari jaringan inovasi antara kegiatan usaha mampu mendorong berkembangnya
UKM. Resources connectivity atau jejaring sumberdaya dalam industri kecil makanan olahan
ini meliputi: bahan baku, teknologi, tenaga kerja, dan permodalan.
Sumber bahan baku: untuk industri makanan olahan sumber bahan baku umumnya ada
dari sekitar wilayah setempat, namun demikian ada sumber bahan baku yang didapat dari luar
daerah. Untuk kota Magelang bahan baku mentah seperti singkong berasal dari sekitar
Magelang. Bahan baku tepung tapioka berasal dari wialyah Jawa Tengah. Sedangkan untuk
bahan baku kedelai didapat dari pedagang yang merupakan sebagian kedeali impor.
45
Bahan baku untuk industri makanan olahan krupuk di kabupaten Sidoarjo berasal dari
tepung tapioka yang di suplai dari wilayah Lampung, dengan pertimbangan kualitas tepung
tapioka-nya adalah yang terbaik.
Kerjasama sumber bahan baku: dalam hal kerjasama sumber bahan baku yang paling
menonjol adalah industri yang berada pada klaster industri seperti Tahu di kota Magelang.
Pada industri kecil Tahu, bahan kedelai ada yang dipesan bersama dalam satuan kuantitas
yang besar dan waktu yang berkala, kemudian digunakan / dibagi sesuai kebutuhan produksi
masing-masing industri kecil Tahu. Hal ini menjadikan penggunaan bahan baku menjadi lebih
efisien terutama dalam hal biaya produksi.
Sedangkan untuk industri kecil makanan olahan lainnya, yang umumnya merupakan
sentra produksi, seperti: aneka kripik di kota Magelang kerjasama sumber bahan baku
(pisang, ketela singkong, tepung tapioka), belum dilakukan, karena masing-masing masih
melakukan secara terpisah. Karena itu perlu diberdayakan kelompok usaha/industri kecil,
sehingga ada skala bahan baku yang cukup untuk dikerjasamakan dalam pemesanan
(economic order quantity) dan pemakaian bahan baku antar pengrajin dalam produk industri
kecil makanan olahan yang sama.
Kerjasama sumber bahan baku di wilayah kabupaten Sidoarjo, untuk bahan baku tepung
tapioka belum berjalan baik dan masih harus ditingkatkan lagi. Hal ini karena pada awalnya
lebih merupakan kebutuhan individual dan sudah ada keterikatan dengan pihak suplier
(pemasok) secara historis bahkan juga sebagian turun temeurun.
Teknologi (transfer of knowlegde): teknologi yang mengarah pada transfer of
knowledge juga lebih menonjol pada industri makanan olahan yang berada klaster industri
seperti produk Tahu di kota Magelang. Hal ini bisa dilihat dari indikator jenis peralatan yang
digunakan umumnya sudah standar dan sama antar pengrajin Tahu, seperti: mesin selep,
tungku masak, tungku tahu, cetakan, wajan, bronjong, tungku goreng.
Sedangkan untuk produk lainnya yang masih berada pada sentra-sentra industri, teknologi
yang mengarah pada transfer of knowlegde belum terasa. Pada kelompok ini masing-masing
pengrajin masih bersifat terpisah, dengan mengandalkan pada apa yang dimilikinya sendiri,
terutama peralatan yang dimilikinya.
Untuk wilayah Sidoarjo transfer of technology, bisa terlihat lebih menonjol pada
peralatan produksi terutama mesin pengering krupuk. Beberapa memiliki teknologi tepat guna
mesin pengering yang dirancang secara lokal oleh pemasok m,esin di wilayah Sidoarjo, yang
sebenarnya juga bisa dikembangkan lagi jika aspek permodalan untuk investasinya tersedia,
46
serta bisa dikembangkan untuk memintakan hak paten (HKI). Bila hal ini dilakukan aspek
resources connectivity untuk peralatan bisa lebih mudah dijalin.
Tenaga kerja: tenaga kerja yang digunakan umumnya berasal dari sekitar wilayah
tersebut yang bekerja secara upah harian dan bekerja rutin ditempat yang sama. Hampir tidak
terjadi ada pertukaran atau perpindahan antar tenaga kerja dari satu pengrajin ke pengrajin
lainnya dalam rangka jejaring sumberdaya.
Permodalan: unsur permodalan dalam industri kecil makanan olahan masih
menggunakan modal internal dari dalam dan belum banyak memanfaafkan sumber modal dari
luar seperti: perbankan, koperasi atau lembaga keuangan lainnya untuk membiayai biaya
produksi. Namun demikian secara tidak langsung pada industri kecil Tahu di Magelang,
dalam hal pembelian bahan baku kedelai untuk produksi Tahu, ada yang memperoleh
kemudahan dalam hal pembayaran bahan baku secara non-tunai dan baru dibayar tunai pada
periode pembelian berikutnya, cara ini tentu sangat membantu industry kecil terutama dalam
kelancaran cashflow usaha.
Peralatan: alat produksi yang dimiliki industri kecil umumnya masih sederhana, dan
merupakan alat-alat produksi yang biasa digunakan industri rumah tangga secara manual dan
ukuran kecil. Namun demikian pada industri kecil Tahu di Magelang, peralatan yang ada
diantara pengrajin Tahu sudah standar dan lebih baik dibanding pengrajin produk makanan
olahan lainnya seperti: aneka kripik.
E. Quality Product Improvement
Pada dasarnya produk merupakan sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk
diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi pasar (konsumen) sebagai
pemenuhan kebutuhan atau keinginan , dalam hal ini adalah konsumen. Untuk produk
makanan olahan, secara khusus perlu diperhatikan kualitasnya karena menyangkut
kesempurnaan dan kesesuaian yang dimiliki produks tersebut terhadap persyaratan yang
diinginkan oleh konsumen. Ini terjadi karena makanan olahan adalah produk yang dikonsumsi
langsung untuk dimakan. Kualitas makanan memberikan peranan penting dalam keputusan
pembelian oleh konsumen, sehingga bila kualitas makanan meningkat, maka keputusan
pembelian akan meningkat juga.
Berkaitan dengan Quality Product Improvement ini, ada beberapa indikator kualitas
produk yang perlu diperhatikan, yaitu: rasa, bentuk, warna, keamanan, kesehatan, dan
komposisi bahan.
47
Rasa: produk makanan olahan yang dihasilkan industri kecil tidak terlepas dari aspek
rasa yang merupakan indikator utama dari kualitas makanan olahan. Rasa pada dasarnya
merupakan cara uji dengan menggunakan indera dari konsusmen sebagai alat utama untuk
pengukuran daya penerimaan terhadap suatu produk dan ini merupakan daya tarik tersendiri
yang khas. Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama menerima bahan, mengenali
bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati,
dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut. Indra yang digunakan dalam menilai
sifat indrawi suatu produk adalah: (1) Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap,
viskositas, ukuran dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter
serta bentuk bahan. (2) Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi.
Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan yang
dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis
dan halus. (3) Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator
terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang menandakan produk tersebut
telah mengalami kerusakan. (4) Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa , maka rasa manis
dapat dengan mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah, rasa
asam pada pinggir lidah dan rasa pahit pada bagian belakang lidah.
Setiap konsumen di setiap daerah memiliki kecenderungan selera tertentu sehingga
produk yang akan dipasarkan harus disesuaikan dengan selera masyarakat setempat. Selain itu
disesuaikan pula dengan target konsumen, apakah anak-anak atau orang dewasa. Hasil uji
seperti ini dapat digunakan untuk: (1) pengembangan produk dan perluasan pasar, (2)
pengawasan mutu: bahan mentah dan produk, (3) perbaikan produk, (4) membandingkan
produk sendiri dengan produk pesaing, dan (5) evaluasi penggunaan bahan, formulasi, dan
peralatan baru.
Pada produk makanan olahan yang ada di wilayah kota Magelang, umumnya
mengandalkan rasa sebagai salah satu ukuran kualitas produk. Untuk produk Tahu dan aneka
kripik juga memiliki kualitas rasa, yang baik dan banyak dicari konsumen karena sesuai
dengan keinginan pembeli. Kualitas rasa Tahu yang dihasilkan di kelurahan Tidar Selatan
sangat disukai pembeli dan banyak dicari konsumen, yang telah mengenal produk tersebut
cukup lama. Sedangkan produk aneka kripik dari beberapa kelurahan memiliki kualitas rasa
yang baik dan sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Kualitas rasa ini pada dasar tidak
berdiri sendiri, karena juga akan berinteraksi dengan kualitas lainnya seperti: bentuk, warna,
kesehatan, dll yang juga berhubungan erat dengan proses produksi secara manual hasil dari
pengrajin makanan olahan.
48
Bentuk dan Ukuran: kualitas penampilan suatu produk makanan olahan bisa juga
dilihat dari penampilan bentuk dan ukuran produk. Bentuk dan ukran produk yang seragam
akan memberikan kesan rapi dan bersih. Sebaliknya produk dengan bentuk dan ukuran yang
berbeda-beda (tidak seragam) yang dikemas dalam satu wadah yang sama, akan memberikan
kesan yang ceroboh dalam proses pembuataannya, atau bahkan seperti sisa-sisa produk yang
dikemas menjadi satu.
Untuk produk makanan olahan yang ada di Magelang, masih ada beberapa produk yang
perlu ditinggkatkan kualitas bentuk dan ukurannya seperti: aneka kripik. Hal ini tentu saja
harus dimulai dari proses pemilihan bahan baku sampai dengan proses pengerjaan (peralatan
dan keahlian tenaga kerja) yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan terus. Bila bahan baku
kualitasnya kurang dijaga dan alat yang digunakan tidak standar, serta ketrampilan tenaga
kerja tidak ditingkatkan, maka akan sulit untuk meningkatkan kualitas bentuk ukuran produk
ini. Sedangkan untuk produk Tahu, kualitas bentuk dan ukuran produk yang dihasilkan sudah
cukup baik baik. Hal ini juga didorong oleh kualitas bahan baku dan proses produksi
(peralatan dan ketrampilan) yang baik yang dimiliki oleh industri kecil makanan olahan
tersebut.
Warna: kualitas penampilan suatu produk juga ditentukan oleh warna yang dimiliki
produk makanan olahan tersebut. Kualitas warna dari produk ini pada dasarnya berhubungan
erat dengan indera penglihatan pembeli yang akan membawa konsumen untuk tertarik dan
membeli suatu produk. Namun demikian warna produk ini harus dijaga dengan baik, karena
pemberian bahan-bahan pewarna tambahan yang berasal dari bahan kimiawi akan
membahayakan bagi konsumen apabila jenis dan jumlahnya bahan pewarnanya tidak diukur
dan diawasi dengan baik. Karena itu sangatlah penting untuk terus mempromosikan dan
mengawasi penggunaan bahan pewarna hanya dari bahan-bahan alami yang ada di sekitar
wilayah teresebut. Hal ini bisa mendorong kualitas produk makanan olahan dan menjadi
keunggulan produk yang sangat unique yang pada akhir sulit untuk disaingi produk-produk
liannya yang berasal dari pabrikan.
Untuk produk makan olahan di Magelang seperti: Tahu, aneka kripik, pada umumnya
sudah menggunakan bahan pewarna yang baik dan tidak membahayakan konsumen. Namun
perlu ditingkatkan penggunaan bahan-bahan pewarna alami yang terutama berasal dari nabati
dan mempromosikannya dalam kemasan yang dibuat untuk produk tersebut, dalam hal
bentuk, ukuran, dan bahannya.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemilihan warna produk makan olahan, dimana
dari sisi estetika perlu juga dibuat dan dihasilkan produk makanan olahan dengan warna-
49
warna yang beragam untuk menimbulkan kesan baru dan inovatif dalam hal produk. Misalnya
untuk produk Tahu, bisa dibuat Tahu dengan beberapa warna, selain warna putih dan kuning
untuk menimbulkan kesan inovatif dari produk.
Komposisi bahan: secara alamiah produk makanan olahan yang dihasilkan oleh
pengrajin memiliki komposisi bahan alami yang baik dan bermanfaat bagi konsumen. Hal ini
karena produk makanan olahan tersebut berbasis produk pertanian lokal, namun demikian
karena perkembangan industri makanan dan persaingan pasar yang ada, komposisi bahan
yang digunakan pada produk makanan olahan ini mulai kurang diperhatikan. Selain itu
komposisi bahan ini juga berkaitan dengan resep yang dimiliki oleh masing-masing pengrajin
dala menghasilkan produknya. Pengetahuan yang dimiliki pengrajin secara individual ini yang
akan membedakan kualitas suatu produk dan ini merupakan tacit knowledge, sehingga banyak
konsumen kemudian hanya akan mau membeli produk makanan olahan dari satu atau
beberapa produsen (pengarajin) saja atau konsumen akan tersegmentasi berdasarkan kekhasan
yang dimiliki produk makanan olahan tersebut karena komposisi bahannya sangat pas, sesuai
dan diminati konsumen pada segmentasi tersebut.
Untuk produk makanan olahan yang ada di Magelang, beberapa produk yang unggulan
seperti: sale pisang, kripik pisang, Tahu, aneka kripik telah memiliki kekhasan dalam hal
komposisi bahan sehingga menghasilkan kualitas rasa dan aroma yang khas dan disukai
konsumen, sehingga produk tersebut dicari konsumen karena dianggap unique dibandingkan
produk dari wilayah lainnya.
Selain itu komposisi bahan ini dalam kaitannya dengan inovasi produk bisa digunakan
meningkatkan kualitas produk (quality product improvement), karena komposisi bahan yang
aman dan mengandung bahan-bahan yang bernilai gizi seperti: kalsium, phosphor, vitamin,
ribovlavin, omega 3 dan 6, atau ingridient lainnya yang sangat dibutuhkan oleh tubuh akan
memberikan peningkatan kualitas produk yang bersifat sustainable. Komposisi bahan yang
mudah dicerna dengan kandungan protein, mineral dan vitamin yang tinggi, menjadikan
produk makanan olahan sebagai sumber bahan makanan yang fleksibel yang dapat diatur
kadar lemaknya, sehingga dapat memenuhi keinginan dan selera konsumen.
Keamanan produk: kemajuan teknologi industri juga berimbas pada industri makanan
olahan, karena roduk makanan olahan menghasilkan produk-produk dengan range yang luas
dan mencapai seluruh strata masyarakat. Konsumsi masyarakat terhadap produk makanan
olahan cenderung terus meningkat, seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat (life
style) termasuk pola konsumsinya. Sementara itu pengetahuan dan kemampuan masyarakat
masih belum memadai untuk memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar dan
50
aman. Dilain pihak iklan dan promosi mendorong konsumen untuk mengkonsumsi secara
berlebihan, hal ini bisa meningkatkan risiko dengan implikasi yang pada kesehatan dan
keselamatan konsumen. Untuk itu dalam rangka melindungi, mencegah dan mengawasi
produk-produk bisa membahayakan konsumen maka aspek keamaan produk perlu
diperhatikan, karena pada dasarnya produsen bertanggung-jawab atas mutu dan keamaan
produk yang dihasilkannya.
Untuk produk makanan olahan unggulan yang ada di Magelang, seperti: Tahu, aneka
kripik telah memiliki tingkat keamanan produk yang yang baik karena memiliki kualitas
penampilan warna, bentuk dan ukuran, rasa dan aroma, dan komposisi bahan yang baik,
sehingga produk tersebut aman bagi konsumen karena tidak mengandung bahan-bahan yang
membahayakan konsumen. Karenanya perlu pengawasan tidak sejak awal proses, mulai
bahan baku, proses produksi, produk setengah jadi, produk jadi sampai pemasarn produk.
Selain itu aspek perijinan secara legal melalui dinas terkait guna memberikan keamanan
produk makanan olahan bagi konsumen, sangat diperlukan dengan sistem pembinaan dan
registrasi produk. Khususnya bagi produsen, bisa didorong untuk mendapatkan Sertifikat
Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) dari dinas kesehatan.
Kesehatan: aspek kesehatan pada produk makanan olahan ini lebih berkaitan dengan
sanitasi dalam proses produksi dan penganan limbah yang dihasilkan oleh industri kecil
makanan olahan. Pada industri kecil makanan olahan seperti: tahu, dan aneka kripik yang ada
di wilayah kota Magelang, dari aspek kesehatan yang berkaitan dengan limbah industri
umumnya masih terkendali dan bisa dimanfaatkan. Bahkan beberapa produk sampingan yang
bila dibiarkan akan menjadi limbah, sudah bisa dimanfaatkan menjadi produk sampingan
seperti: industri tahu di Tidar Selatan Magelang dapat dibuat menjadi produk sampingan baru
kripik tahu. Demikian pula untuk produk sale pisang dan kripik pisang, limbah kulit pisang
masih bisa dimanfaakan untuk makanan ternak.
Untuk menhasilkan produk makanan olahan yang berkualitas dan meminimalkan
pencemaran lingkungan, maka industri kecil perlu menerapkan juga prinsip pengelolaan
lingkungan. Hal ini bisa dimulai dari sanitasi tempat produksi yang berperan penting dalam
menentukan kebersihan sanitasi makanan olahan secara keseluruhan, tempat produksi yang
bersih, sehat dan terpelihara akan menjadi tempat yang menyenangkan dan menimbulkan
kesan (image) bagi pengrajin oleh pihak luar.
Sanitasi alat dan peralatan produksi industri kecil makanan olahan, menjadi penting
karena merupakan alat yang bersentuhan langsung dengan bahan baku yang digunakan, dan
bisa menghindarkan dari terjadinya kontaminasi. Peralatan harus bersih sehingga bisa
51
mencegah kontaminasi silang pada produk makanan olahan, baik pada tahap persipan,
pengolahan, penyimpanan sementara. Peralatan pengolahan seperti: alat potong, papan
pemotong, alat pencampur, bak pencucian, dan bak penampungan, alat penyaring, dan alat
memasak merupakan sumber kontaminan yang potensial bagi produk makanan olahan, karena
air yang bersih dan frekuensi pencucian alat harus diperhatikan. Hal terakhir juga perlu
diperhatikan adalah kebersihan tenaga kerja yang menangani proses pengolahan, tenaga kerja
harus higienis: tidak merokok, badan bersih, menjaga lingkungan bersih, memakai alat
pelindung jika perlu penutup hidung dan mulut serta sarung tangan.
F. Kinerja Usaha dari Industri Kecil dan Menengah Makanan Olahan
Kinerja dapat diartikan sebagai keluaran yang dihasilkan oleh fungsi atau indikator
suatu pekerjaan dalam waktu tertentu. Dalam kegiatan usaha kecil, pekerjaan adalah aktivitas
memproduksi suatu barang dengan menggunakan bahan baku, tenaga kerja dan ketrampilan
tertentu. Suatu pekerjaan mempunyai sejumlah fungsi atau indikator yang dapat digunakan
untuk mengukur hasil pekerjaan tersebut, karena itu kinerja dari kegiatan usaha kecil dapat
diukur secara luas antara lain dari pendapatan usaha dan jumlah tenaga kerja (Wirawan,
2009).
Pendapatan usaha adalah pendapatan usaha kecil dan menengah makan olahan yang
merupakan nilai penjualan hasil produksi (kuantitas hasil dikalikan harga jual produk) yang
dihasilkan oleh usaha kecil dalam periode satu tahun dan dihitung dalam satuan rupiah.
Besarnya nilai penjualan hasil produksi dari usaha kecil, cukup beragam ada yang telah
mencapai diatas Rp.300 juta per tahun, dengan nilai rata-rata ini menunjukkan nilai penjualan
tahunan dari usaha ini tersebut termasuk dalam kategori usaha kecil (UU. No.20 Tahun 2008
Tentang UMKM), yaitu menghasilkan nilai penjualan tahunan diatas Rp 300 juta. Pendapatan
usaha yang menunjukkan nilai penjualan tahunan ini diperoleh dari pendapatan usaha setiap
kali proses produksi dikalikan jumlah hari produksi dalam satu tahun. Nilai penjualan ini
dipengaruhi oleh harga jual produk dan kuantitas produk, dengan asumsi bahwa harga jual
produk sangat bersaing di pasar, maka harga jual produk menjadi relatif stabil karena lebih
banyak ditentukan oleh pasar, sehingga nilai penjualan tahunan ini sangat dipengaruhi oleh
kuantitas produk yang dihasilkan. Kuantitas produk yang dihasilkan dalam setiap kali siklus
produksi pada setiap usaha kecil umumnya relatif tetap, kecuali pada saat menjelang hari raya.
Karena itu pengembangan wilayah pemasaran untuk memperoleh pangsa pasar baru sehingga
menambah kuantitas penjualan tahunan juga diperlukan.
52
Sedangkan Penggunaan Tenaga Kerja juga akan berpengaruh terhadap Pendapatan
Usaha. Respon ini menunjukkan bahwa kenaikan pengeluaran untuk penggunaan tenaga kerja
akan menyebabkan bertambahnya kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan meningkat
sehingga menaikkan pendapatan usaha. Penggunaan tenaga kerja yang sesuai dengan jenis
kegiatan produksi yang dilakukan oleh usaha kecil dan kualitas produk yang diinginkan oleh
pasar, akan menyebabkan efisiensi sehingga kuantitas dan kualitas produk akan meningkat
sehingga penerimaan usaha juga meningkat. Keuntungan yang spesifik dari penggunaan
tenaga kerja ini adalah meningkatnya kualitas produk sesuai yang diinginkan dan
berkurangnya bahan baku yang terbuang. Hal ini karena pada usaha kecil makanan olahan,
kualitas produk berupa: bentuk, rasa dan ukuran, sangat ditentukan juga oleh jumlah dan
ketrampilan tenaga kerja yang digunakan.
Harga jual produk makanan olahan juga berpengaruh terhadap pendapatan usaha.
Respon yang relatif kecil dari pendapatan usaha oleh perubahan tingkat harga jual produk ini
diduga karena tingkat harga jual produk di pasar sangat bersaing dan masing-masing produk
telah memiliki segmen pasar dan wilayah pasar yang tersendiri. Namun setiap produk masih
bisa kompetitif, sehingga cukup signifikan dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan
usaha kecil. Karena itu upaya untuk memperkuat kegiatan produksi dan pemasaran produk,
terutama: ketrampilan tenaga kerja, sarana pemasaran dan cara pembayaran, sangatlah
diperlukan agar diperoleh tingkat harga yang lebih tinggi. Selain itu struktur pasar yang
cenderung bersaing dari produk-produk ini perlu diperhatikan oleh usaha kecil, sehingga
mampu menghasilkan produk yang spesifik, unik dan unggul serta dapat bersaing pada pasar
yang sangat kompetitif ini, seperti terlihat pada usaha kecil penghasil produk soun dan kripik
tempe. Untuk itu peningkatan ketrampilan tenaga kerja juga perlu mendapat perhatian.
Kegiatan usaha yang dilakukan oleh usaha kecil makanan olahan ini sebagian
merupakan usaha skala kecil dengan jumlah tenaga kerja antara 5 orang sampai dengan 19
orang, dan sebagian lagi merupakan usaha skala menengah dengan jumlah tenaga kerja diatas
orang, yang menghasilkan produk makanan olahan dengan baku bahan utama pertanian
seperti: ketela pohon, kedelai, beras ketan, pisang, tepung tapioka, tepung terigu, kulit
rambak, dan daging sapi. Kegiatan usaha dari usaha kecil dapat dikelompokkan, pertama,
kelompok usaha yang berorientasi untuk mencari kesempatan kerja, mencari nafkah dan
masih kurang memiliki jiwa kewirausahaan (livehood activities), kedua, kelompok usaha
yang lebih bersifat pengrajin dan sudah mulai memiliki jiwa kewirausahaan (micro
enterprise), ketiga, kelompok usaha yang telah memiliki jaringan kerja dan mampu melayani
pekerjaan pesanan atau sub-usaha dari pedagang, dan umumnya telah memiliki jiwa
53
kewirausahaan (small dynamic enterprise), jumlah kelompok ini termasuk paling sedikit. Dari
segi manajemen umumnya kondisi dari usaha kecil adalah: pemilik langsung adalah
pengelola, perencanaan dan sekaligus pelaksana usaha berdasarkan kebiasaan dan tidak
tertulis, pendelegasian kerja masih melalui perintah lisan, saluran informasi yang tersedia
tidak dibina, dan masih bergantung pada pelanggan dan pemasok lokal sekitar. Namun
demikian pada kondisi ini pelaku usaha kecil diharapkan menjadi orang berkarakter baik,
yang mampu berinteraksi dengan tenaga kerja, membina jaringan kerja, dan mampu menjalin
hubungan sosial di masyarakat.
G. Tingkat Adopsi Teknologi Pada Komponen Model IRC dari Industri Kecil
Untuk mengetahui tingkat adopsi teknologi yang telah dilakukan oleh IKM makanan
olahan di tiga wilayah yang meliputi kabupaten Ciamis, kota Magelang, dan kabupaten
Sidoarjo, maka telah dilakukan pembekalan kepada pelaku IKM makanan olahan, dinas
terkait dan pengamat/pemerhati IKM makanan olahan, di masing-masing wilayah berjumlah
4-5 orang. Pada forum pembekalan ini dilakukan juga evaluasi pre test dan post test untuk
mengetahui tentang tingkat adopsi teknologi, pengetahuan dalam industri makanan olahan,
dan komponen dalam model integrated radial cycle (IRC) yang dimiliki para stakeholders
(pemangku kepentingan dalam IKM makanan olahan).
Kegiatan ekspose penggalian informasi dalam bentuk Forum Group Discussion (FGD)
dalam kelompok kecil, untuk mendapatkan: a) mengetahui sejauh mana para stakeholders ini
melaksanakan kegiatan dan tugasnya dilapangan/kegiatan usaha, b) Mengetahui tingkat
adopsi teknologi para stakeholders dalam penyelenggaraan kegiatannya (khususnya para
pelaku IKM), c) Mengetahui kesesuaian materi atau kebutuhan pengetahuan pelaku IKM
dengan materi yang disampaikan dalam penyelenggaraan pembekalan, d) Mengetahui tentang
harapan para pelaku IKM dan pihak terkait dalam penyelenggaraan pembelakan dan kegiatan
IKM makanan olahan kedepan.
Dari hasil evaluasi test (pre dan post test) dan pengagalian informasi dalam bentuk
Forum Group Discussion (FGD) pada kelompok kecil (4-5 orang per wilayah), tingkat adopsi
teknologi pada komponen model IRC secara kualitatif deskriptif masih taraf yang sedang dan
cukup, dengan gambaran sebagai berikut:
1) Innovation Actor Empowerment (IAE), peran inovasi dalam organisasi, produk,
dan pasar pada kegiatan industri kecil makanan olahan dijalankan oleh pelaku inovasi baik
technical assistance dan mentor (pelaku usaha), ada yang sudah: memperoleh informasi
tentang teknologi pada makanan olahan, melakukan persiapan untuk menggunakan teknologi
54
untuk pertama kalinya, teknologi sudah digunakan rutin tetapi belum ada pemikiran untuk
memodifikasi, dan teknologi sudah digunakan rutin dan sudah ada pemikiran untuk
memodifikasi. Dari deskripsi ini adopsi teknologi berdasarkan tingkat penggunaan adalah
pada tingkat: Orientation (memperoleh informasi), Preparation (persiapan menggunakan),
Routine (rutin menggunakan), dan Refinement (menggunakan dan sudah ada pemikiran
memodifikasi).
2) Technological Development (TD), Dalam pengembangan teknologi pada industri
kecil makanan olahan pada indikator: peralatan (alat) yang digunakan, dan proses produksi
yang dilakukan, ada yang telah: memperoleh informasi tentang teknologi pada makanan
olahan, teknologi yang digunakan masih dalam tahap berlatih dan jarang digunakan, teknologi
sudah digunakan rutin tetapi belum ada pemikiran untuk memodifikasi, dan teknologi sudah
digunakan rutin dan sudah ada pemikiran untuk memodifikasi. Dari deskripsi ini adopsi
teknologi berdasarkan tingkat penggunaan adalah pada tingkat: Orientation (memperoleh
informasi), Mechanical use (tahap berlatih), Routine (rutin menggunakan), dan Refinement
(menggunakan dan sudah ada pemikiran memodifikasi).
3) One Village One Product (OVOP), Jika dikaitkan dengan industri kecil makanan
olahan, maka konsep OVOP ini pada tingkat sentra industri kecil, ada yang: menggunakan
teknologi di tahap awal pada makanan olahan, teknologi yang digunakan masih dalam tahap
berlatih dan jarang digunakan, teknologi sudah digunakan rutin tetapi belum ada pemikiran
untuk memodifikasi, dan teknologi sudah digunakan rutin dan sudah ada pemikiran untuk
memodifikasi. Dari deskripsi ini adopsi teknologi berdasarkan tingkat penggunaan adalah
pada tingkat: Preparation (persiapan menggunakan), Mechanical use (tahap berlatih),
Routine (rutin menggunakan), dan Refinement (menggunakan dan sudah ada pemikiran
memodifikasi).
4) Resources Connectivity (RC), atau jejaring sumberdaya dalam industri kecil
makanan olahan ini meliputi: bahan baku, teknologi, tenaga kerja, dan permodalan. Jika
dikaitkan dengan tingkat adopsi teknologi maka ada yang telah: menggunakan teknologi di
tahap awal pada makanan olahan, teknologi sudah digunakan rutin tetapi belum ada pemikiran
untuk memodifikasi, teknologi sudah digunakan rutin dan sudah ada pemikiran untuk
memodifikasi, dan bekerjasama dengan rekan-rekan dalam upaya peningkatan penggunaan
teknologi. Dari deskripsi ini adopsi teknologi berdasarkan tingkat penggunaan adalah pada
tingkat: Preparation (persiapan menggunakan), Routine (rutin menggunakan), Refinement
(menggunakan dan sudah ada pemikiran memodifikasi), dan Integration (bekerjasama
menggunakan teknologi).
55
5) Quality Product Improvement (QPI), berkaitan dengan Quality Product
Improvement ini, ada beberapa indikator kualitas produk yang perlu diperhatikan, yaitu: rasa,
bentuk, warna, keamanan, kesehatan, dan komposisi bahan. Pada industri makanan olahan ada
yang sudah: memperoleh informasi tentang teknologi, menggunakan teknologi di tahap awal
pada makanan olahan, teknologi sudah digunakan rutin tetapi belum ada pemikiran untuk
memodifikasi, dan teknologi sudah digunakan rutin dan sudah ada pemikiran untuk
memodifikasi. Dari deskripsi ini adopsi teknologi berdasarkan tingkat penggunaan adalah
pada tingkat: Orientation (informasi awal), Preparation (persiapan menggunakan), Routine
(rutin menggunakan), dan Refinement (menggunakan dan sudah ada pemikiran
memodifikasi).
4. KEUNGGULAN PRODUK: LOKAL TAPI GLOBAL, KEBANGGAN WILAYAH,
KREATIF DAN INOVATIF.
Kegiatan produksi yang dilakukan oleh industri kecil makanan olahan dengan model
daya saing (Model IRC) dan tingkat adopsi teknologi yang telah dilakukan, diharapkan dapat
digunakan untuk melihat gambaran tentang keunggulan produk , yang lokal tapi global,
kebanggaan wilayah, kreatif dan inovatif. Adapun produk makanan olahan yang diharapakan
menjadi unggulan adalah: aneka kripik, produk tahu, dan aneka krupuk.
Keunggulan Produk: Keunggulan suatu produk baru merupakan salah satu faktor
penentu dari kesuksesan produk baru, karena sangat berkaitan dengan atribut produk seperti
kualitas teknologi, penggunaan baru dan keunikannya. Keunikan produk yang merupakan
indikator keunggulan produk, pada dasarnya berasal dari riset untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan (orientasi pelanggan) dan melibatkan inovasi teknologi (Rachman, 2006).
Keunggulan produk juga merupakan pembedaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tawaran kompetitor. Unsur-unsur keunggulan produk, misalnya keunikan, nilai dan
keuntungan yang ditawarkan produsen harus dilihat dari perspektif pengguna (konsumen),
yang didasarkan pada pemahaman atas kebutuhan dan keinginan konsumen, selain itu juga
dari faktor subjektif (suka dan tidak suka) dari para pelanggan.
Produk lokal tapi global, mengandung arti produk makanan olahan ini merupakan
produk yang dibuat di wilayah sentra industri, dengan menggunakan bahan baku yang ada dan
dihasilkan di sekitarnya atau dalam negeri, menggunakan tenaga kerja local, tetapi mampu
bersaing dengan produk dari luar atau bersaing di pasar luar negeri. Hal ini menjadi penting
ditengah-tengah derasnya arus glabalisasi yang dalam waktu dekat ditandai dengan
berlakunya pasar bebas ASEAN, sehingga banyak produk luar termasuk makanan olahan
56
yang masuk ke dalam negeri. Namun hal ini juga berarti produk local memiliki peluang untuk
masuk pasar luar negeri, jika memiliki keunggulan produk.
Kebanggaan wilayah, produk unggulan yang muncul dari konsep dasar dari
pengembangan gerakan One village One Product (OVOP) adalah adanya interaksi antara
pemerintah dan masyarakat, dimana peran masyarakat sangat dominan sebagai pihak yang
memiliki kemampuan dan keinginan untuk mengembangkan produk atau potensi daerah yang
dimilikinya. Pemerintah yang telah banyak mengetahui potensi dan kemampuan masyarakat
hanya lebih banyak memfasilitasi dan memberikan informasi tentang potensi pasar,
membantu pengembangan produk supaya lebih menarik, membantu memanfaatkan teknologi.
Satu hal lagi dan menjadi sangat penting adanya insentif serta penghargaan yang mendukung
sehingga lebih dapat merangsang masyarakat untuk menciptakan dan mengembangkan
produk lainnya menjadi inovatif dan kreatif (Anonim, 2013). Dengan demikian produk
unggulan yang ada di masing-masing wilayah penelitian ini diharapakan dapat menjadi
kebanggaan wilayah. Hal ini juga telah banyak dilakukan di luar negeri, sehingga secara tidak
langsung, kita mengenal produk unggulan dari Negara lain dengan nama luar negeri untuk
produk yang telah masuk ke dalam negeri. Hal sebaliknya juga harus terjadi pada produk yang
dihasilkan di dalam negeri, sehingga nama di kenal di luar negeri dengan nama lokal dalam
negeri. Konsep OVOP sebenarnya relatif sederhana, karena berupaya untuk : 1) menemukan
keunikan produk suatu wilayah, sehingga dapat dijadikan sebagai ciri sekaligus kebanggaan
wilayah, 2) membuat produk yang memiliki nilai tambah tinggi, dan tetap menjaga kelestarian
lingkungan, sehingga dapat diterima dan diakui secara nasional maupun internasional, dan 3)
satu desa mengembangkan satu produk unggulan, sehingga lebih fokus dan akan tercipta
banyak produk unggulan yang bardaya saing tinggi di suatu wilayah.
Kreatif dan inovatif, merupakan kunci dalam peningkatan kualitas produk makan
olahan, sehingga menjadi produk unggulan yang mampu berkembang di dalam negeri dan
bersaing dipasar luar negeri. Inovasi akan menjadi keharusan dalam usaha makanan olahan,
jika tak ada dilakukan inovasi maka harus siap dikalahkan pesaing, karena itu menciptakan
inovasi-inovasi terbaru terus dilakukan agar tetap dicari konsumen. Inovasi produk pangan
penting untuk memanfaatkan bahan baku lokal yang ada di dalam negeri. Inovasi juga dapat
memicu pelaku industry kecil makanan olahan untuk menghasilkan produk yang lebih baik,
berdaya saing sehingga dapat setara melampaui produk-produk pasar global. Dengan jumlah
penduduk yang besar dan kaya dengan sumber daya alamnya, Indonesia berpotensi menjadi
basis produksi dan distribusi industri makanan olahan, baik dalam maupun luar negeri.
57
Kelompok makanan olahan diharapkan akan menjadi kegiatan kreatif baru, kedepan
studi terhadap produk makanan olahan khas Indonesia yang dapat ditingkatkan daya saingnya
di pasar ritel dan pasar internasional, dengan data dan informasi selengkap mungkin mengenai
produk-produk makanan olahan khas Indonesia, untuk disebarluaskan melalui media yang
tepat, di dalam dan di luar negeri, sehingga memperoleh peningkatan daya saing di pasar ritel
modern dan pasar internasional. Pentingnya kegiatan ini dilatarbelakangi bahwa Indonesia
memiliki warisan budaya produk makanan khas, yang pada dasarnya merupakan sumber
keunggulan komparatif bagi Indonesia. Hanya saja, kurangnya perhatian dan pengelolaan
yang menarik, membuat keunggulan komparatif tersebut tidak tergali menjadi lebih bernilai
ekonomis. Kegiatan ekonomi kreatif sebagai prakarsa dengan pola pemikir biaya kecil tetapi
memiliki pangsa pasar yang luas serta diminati masyarakat luas diantaranya usaha makanan
olahan atau wisata kuliner (Wikipedia, 2015)
58
BAB 6
RENCANA TAHAPAN TAHUN BERIKUTNYA
TAHUN KETIGA
1. Dilakukan kegiatan pengembangan OVOP melalui pendampingan IKM makanan
olahan untuk memenuhi 3 aspek pokok agar diperoleh produk unggulan dengan
kualitas global, pengembangan wilayah sehingga terdapat kebanggaan wilayah, dan
sumberdaya manusia yang berpikir global tetapi bertindak lokal.
2. Pelatihan dan pendampingan dalam rangka peningkatan kualitas produk IKM
makanan olahan.
3. Tahap komersialisasi dengan langkah yaitu melakukan pembakuan model strategi
peningkatan daya saing makanan olahan melalui model IRC, sosialisasi model
strategi melalui FGD dan sekaligus melakukan desiminasi kepada IKM makanan
olahan serta stakeholder.
Pada kegiatan penelitian tahun ketiga tersebut kegiatan dilakukan di kabupaten
Ciamis, kota Magelang, dan kabupaten Sidoarjo pada Industri Kecil dan Menengah makanan
olahan. Adapun luaran dari kegiatan tahapan di Tahun Ketiga adalah:
(1) Model baku peningkatan daya saing makanan (Model IRC), dan
(2) Strategi Integrated Radial Cycle.
59
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
1. Model peningkatan daya saing pada industri kecil makanan olahan yang dihasilkan dari
penelitian ini adalah, model peningkatan daya saing pada industri kecil makanan olahan
ini akan terdiri dari 5 (lima) komponen utama, yaitu: Innovation Actor Empowerment
(IAE), Technological Development (TD), One Village One Product (OVOP), Resources
Connectivity (RC), dan Quality Product Improvement (QPI) dengan membentuk model
radial cycle (lingkaran).
2. Tingkat adopsi teknologi pada kegiatan industri kecil makanan olahan ada yang sudah:
memperoleh informasi tentang teknologi pada makanan olahan (Orientation), melakukan
persiapan untuk menggunakan teknologi untuk pertama kalinya (Preparation), teknologi
yang digunakan masih dalam tahap berlatih dan jarang digunakan (Mechanical use),
teknologi sudah digunakan rutin tetapi belum ada pemikiran untuk memodifikasi
(Routine), teknologi sudah digunakan rutin dan sudah ada pemikiran untuk memodifikasi
(Refinement), dan bekerjasama dengan rekan dalam upaya peningkatan penggunaan
teknologi (Integration).
3. Keunggulan produk yang dimiliki oleh industri kecil makanan olahan, seperti: aneka
kripik, produk tahu, dan aneka krupuk, yang merupakan produk lokal diharapkan dapat
bersaing secara global, menjadi kebanggaan wilayah, serta terus kreatif dan inovatif
sehingga mampu berkembang di dalam negeri dan bersaing dipasar luar negeri.
2. Saran
1. Dalam upaya pemantapan adopsi teknologi peningkatan daya saing industri makanan
olahan di wilayah penelitian, perlu penguatan kelompok industri makanan olahan
melalui peningkatan peran anggota dalam kelompok serta peningkatan peran tokoh dalam
kelompok industri makanan olahan.
2. Peran pemerintah dalam hal ini dinas terkait dan aparat desa sampai dengan kabupaten-
kota sebagai regulator sangat dibutuhkan untuk membantu permasalahan menyangkut
sumberdaya bahan baku, yang sering menghadapi permasalahan harga bahan baku yang
terus meningkat, permasalahan menyangkut penanganan limbah dan polusi industri, dan
perbaikan teknologi produksi dan pengepakan (packaging).
60
3. Dari segi ekonomi umumnya kondisi dari usaha kecil makanan olahan memiliki
elastisitas permintaan yang rendah, modal usaha yang relatif terbatas membuat usaha
kecil memiliki produksi yang ketat (efisien) sehingga cukup fleksibel berpindah jenis
produk yang lebih menguntungkan, serta menyerap banyak tenaga kerja dan bahan baku
lokal sehingga mampu memperkuat perekonomian. Karena itu perlu dukungan dari
pemerintah dalam hal akses pasar yang lebih luas, tambahan modal usaha dari lembaga
keuangan, serta pelatihan dan pendampingan untuk peningkatan ketrampilan sumberdaya
manusia.
61
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Industri Makanan dan Minuman. Buletin Industry Update. Vol 9, Mei 2012,
hal 2. http://www.bankmandiri.co.id/indonesia/eriview-pdf/NFDK01177899.pdf
Anonim. 2013. http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/49-juni-2008/426-gerakan-
ovop-one-village-one-product-sebagai-upaya-peningkatan-pengembangan-
daerah.html . diunduh 11 maret 2013.
Anonim, 2014. Lokasi Industri dan Pertanian. http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/
JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121-AGJA_WALUYA/GEOGRAFI_
EKONOMI/Geografi_Industri.pdf.
Bank Indonesia. 2005. Hasil Penelitian Profil Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di
Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta.
Hakim, NF. 2006. Strategi Peningkatan Keunggulan Bersaing Berkelanjutan Melalui Kinerja
Teknologi Informasi Dan Inovasi Teknologi (Studi Empiris pada Perusahaan Jasa
Konstruksi Swasta Skala Besar di Indonesia). Tesis. Program Studi Magister
Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Islami, Fitrah Sari. 2014. ANALISIS POLA KLASTER, FORMASI KETERKAITAN DAN
ORIENTASI PASAR (Sentra Industri Krupuk Mie Desa Harjosari Lor Kecamatan
Adiwerna Kabupaten Tegal). Skripsi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas
Diponegoro.
Kemenkop dan UKM. 2011. Statistik Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Tahun 2010-2011.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Jakarta.
Kaplan, S.M. 2000, “Innovating Professional Services”, Consultting Management,
Burlingame, May, Vol.11, Iss.1, Pg.30.
Lyon F, dan Atherton A, 2000. A Business View of Clustering: Lessons for Cluster
Development Policies Foundation for SME Development. University of Durham,
Durham.
Parasuraman, et al. 1996. The Behavioral Consequences of Service Quality. Journal of
Marketing.Vol. 60, No. 2 (Apr., 1996), pp. 31-46. Published by: American
Marketing Association.
Porter, M.E. 1994. The Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior
Performance. NY: Free Press.
Roper, et al. 2006. The Scottish Innovation System: Actors, Roles and Action. Aston Business
School, Birmingham. [email protected]
Smith, G. 2011. Questioning the Theoretical Basis of Current Global-City Research:
Structures, Networks and Actor-Networks. International Journal of Urban and
Regional Research. Volume 35, Issue 1, pages 24–39, January 2011
Tsai, W.2001. Knowledge transfer in intraorganizational networks: effects of network
position and absorptive capacity on business. Journal: Academy of Management
Journal, Oct 2001, Volume: 44 Issue: 5 pp.996-1004
62
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota Peneliti
1. Ketua Peneliti
a. Identitas diri
1) Nama lengkap : Dr. Ir. Bayu Nuswantara, MM
2) Jabatan fungsional : Asisten Ahli
3) Jabatan struktural : -
4) NIK : 1993038
5) NIDN : 0626016301
6) Tempat, tanggal lahir : Martapura (Kalsel), 26 Januari 1963
7) Alamat rumah : Jl. Kumpulrejo No.42 Salatiga- Jawa Tengah
8) Nomor telepon/faks/hp : Telp: 0298-315184 HP: 0816720542
9) Alamat kantor : Fakultas Pertanian dan Bisnis UKSW
Salatiga, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga
10) Nomor telpon/fax : (0298) 321212 / Fax. (0298) 321433
11) Alamat e-mail : e-mail: bnuswan @yahoo.com
12) Lulusan yang telah
dihasilkan
: S1 = 21
13) Mata kuliah yang diampu : Ekonomi Mikro
Perdagangan Internasional
Metoda Kuantitatif
Ekonomi Sumberdaya
Manajemen Produksi Perkebunan
Analisis Kebijakan Pertanian
Pengendalian Operasi Perkebunan
b. Riwayat pendidikan
S1 S2 S3
1) Nama Perguruan Tinggi : UKSW
Salatiga
UGM
Yogyakarta
IPB
Bogor
2) Bidang ilmu : Sosial-
Ekonomi
Pertanian (Ir)
Manajemen
(MM/Magister
Manajemen)
Ilmu
Ekonomi
Pertanian
(Dr)
3) Tahun lulus : 1988 1992 2012
4) Judul
Skripsi/Thesis/Disertasi
: Pengaruh
Produktivitas
Tanah dan Luas
Penguasaan
TanahTerhadap
Mobilitas dan
Alokasi Tenaga
Kerja serta
Pendapatan Petani
Manajemen
Sumberdaya
Manusia di PT.
Mekar Armada
Jaya
Peranan Kredit
Mikro Dan
Kecil Terhadap
Kinerja Usaha
Kecil Dan
Ekonomi
Wilayah
Di Provinsi
Jawa Tengah
5) Nama Pembimbing : Ir. Murnito
Wirjomihardjo
Dr. Hani
Handoko
Prof. Dr. Ir.
Kuntjoro
63
c. Pengalaman penelitian dalam 5 tahun terakhir (bukan skripsi atau thesis)
No
Tahun
Judul Penelitian
Pendanaan
Sumber Jumlah (juta
rupiah)
1) 1998 Penelitian Base Line Pertanian di
Wilayah Kabupaten Luwuk-
Banggai, Propinsi Sulawesi
Tengah.
World
Vision
Indonesia-
Jakarta.
50
2) 2001 Penelitian Revitalisasi Pertanian
pasca konflik di Wilayah
Halmahera Utara, Propinsi Maluku.
World
Vision
Indonesia.
75
3) 2013 Penyusunan Model Manajemen
Lahan Kritis Untuk Peningkatan
Nilai Ekonomi Dan Pelestarian
Lahan Berdasarkan Zona
Agroekologi
Hibah
Internal
UKSW
Salatiga
23
d. Pengalaman pengabdian kepada masyarakat dalam 5 tahun terakhir
No
Tahun
Judul Pengabdian
Pendanaan
Sumber Jumlah (juta
rupiah)
1) 2001-2003 Program Sinergi Pemberdayaan
Potensi Masyarakat (SIBERMAS)
Di Kecamatan Banyubiru,
Kabupaten Semarang
DIKTI dan
Pemkab.
Semarang
2001: 100
2002: 115
2003: 165
2) 2007 Pemantapan Program
SIBERMAS“Pemberdayaan
Rumah Tangga Miskin Produktif
Berbasis Pengembangan IPTEK
dan Potensi Wilayah” di Kec.
Sidorejo, Salatiga
DIKTI 100
3) 2008 Pengembangan Teknologi Produksi
Sabun Alami yang Didukung oleh
Teknologi Informasi
DIKTI 195
4) 2013 IbM Pemberdayaan Kelompok
Usaha Jasa Pariwisata di Obyek
Wisata Candi Ceto
DIKTI 47
e. Pengalaman penulisan artikel ilmiah dalam jurnal 5 tahun terakhir
No Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor/Tahun Nama Jurnal
1 Prospek Bank Pertanian Di
Indonesia: Kajian Terhadap
Skim Kredit Pertanian
Volume 14 No.1
Desember 2000
Jurnal Agric ISSN
0854-9028
Fakultas Pertanian
64
dan Bisnis UKSW
Salatiga
2 Pengaruh Kebijakan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)
Pada Pengembangan
Agribisnis
Volume 15 No.1 Juli
2001
Jurnal Agric ISSN
0854-9028
Fakultas Pertanian
dan Bisnis UKSW
Salatiga
3 Pengaruh Kredit Mikro dan
Kecil Terhadap Kinerja
Usaha Kecil
Volume XIX No.2
September 2009
Jurnal Ekonomi UKI
ISSN: 0215-8442
:(97-119)
Fakultas Ekonomi
UKI Jakarta
4 Analisis Komparasi
Usahatani padi Organik dan
Anorganik di Kecamatan
Sambirejo Kabupaten Sragen
Volume 14 No.1
Oktober 2012
Jurnal Agric ISSN
0854-9028
Fakultas Pertanian
dan Bisnis UKSW
Salatiga
f. Pengalaman penyampaian makalah secara oral pada pertemuan/seminar ilmiah dalam
5 tahun terakhir
No Nama Pertemuan Ilmiah/
Seminar
Judul artikel Ilmiah Waktu dan Tempat
1 Seminar Nasional &Call for
Papers “Menilai Kinerja
Bisnis & Ekonomi Indonesia:
Problematika, Perspektif, &
Prospek”.
Peranan Kredit
Dalam Mendorong
Kinerja Usaha
Kecil
15-16 Mei 2012. Fak
Ekonomi Univ Atma
Jaya Yogyakarta
(UAJY) dan Ikatan
Sarjana Ekonomi
Indonesia (ISEI)
Yogyakarta
2 Seminar Nasional dan Call
for Paper: “Kesiapan Industri
Perbankan dan Bisnis dalam
Menghadapi Asean Economic
Community 2015”.
Analisis Penyaluran
Kredit Mikro dan
Kecil pada
Beberapa Lembaga
Keuangan Mikro di
Jawa Tengah.
7 Juni 2012. Fak
Ekonomi Universitas
Stikubank Semarang
dan Ikatan Sarjana
Ekonomi Indonesia
(ISEI) Semarang
3 Seminar Nasional dan Call for
Paper: “Pengembangan
Ekonomi Kreatif Berbasis
Komoditas Pertanian di
Indonesia”
Analisis Komparasi
Usahatani Padi
Organik dan
Anorganik di
Kecamatan
Sambirejo
Kabuapten Sragen.
26 Januari 2013
Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas
Maret (UNS) Surakarta
dan Perhimpunan
Ekonomi Pertanian
Indonesia (PERHEPI)
65
66
2. Anggota Peneliti 1
I. IDENTITAS DIRI
1.1. Nama Lengkap (dengan gelar) Prof. Dr. Ir. Sony Heru Priyanto, MM.
1.2. Jabatan Fungsional Guru Besar/IVE
1.3. NIDN 1914096601
1.4. Tempat dan Tanggal Lahir Banyuwangi, 14 September 1966
1.5. Alamat Rumah Jl, Merdeka Selatan III/8 Salatiga
1.6. Nomor Telepon/Fax (0298) 314 337 / (0298) 321 433
1.7. Nomor HP 085876699835
1.8. Alamat Kantor Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga
1.9. Nomor Telepon/Fax 0298 321212/ 0298 321433
1.10 Alamat e-mail [email protected]
1.11 Lulusan yg telah dihasilkan S1= 59 orang ; S2= 34 orang; S3= 7 orang;
1.12 Mata Kuliah yg diampu 1. Kewirausahaan
2. Entrepreneurship dan Pembangunan
3. SDM dan Pembangunan
4. Analisis SDM
5. Manajemen Perusahaan Pertanian
II. RIWAYAT PENDIDIKAN
2.1. Program: S1 S2 S3
2.2. Nama PT UGM UGM Brawijaya
2.3. Bidang Ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian
Manajemen Manajemen
2.4. Tahun Masuk 1985 1994 2001
2.5. Tahun Lulus 1990 1996 2003
2.6. Judul Skripsi/
Tesis/Disertasi
Analisis Perilaku
Konsumen Gula
Pasir
Analisis Reward
dan Punishment di
PT Hasfarm
Sukokulon
Hubungan Lingkungan
Eksternal,
Kewirausahaan dan
Kapasitas Manajemen
dengan Kinerja Usaha
Tembakau
2.7. Nama Pembim-
bing/ Promotor
Prof. Dr. Ir. Sri
Widodo, M.Sc
Dr.Ir.Suhatmini H,
MS.
Hani Handoko, SE,
MBA, Ph.D
Prof. Syafii Idrus
Dr. Ir.Nuhfil Hanani, MS
Dr. Candra
III. PENGALAMAN PENELITIAN (bukan skripsi, tesis, maupun disertasi)
No Tahun Judul Sumber Pendaaan Jumlah
(Jt Rp)
1.
2012
Penyusunan Entrepreneurial Learning
Model Untuk Pendidikan Formal:
Kasus Perguruan Tinggi
Dikti 60
2.
2012
Penyusunan Model Educational Park
Untuk Meningkatkan Kualitas
Layanan PAUDNI
P2PNFI 70
3.
2012
Konstruksi Sosial Kewirausahaan dan
Prototipe Model Pendidikan
Kewirausahaan: Cross National
Analysis
Dikti 100
67
4.
2011
Penyusunan Dokumen Strategi
Pengembangan Intanpari di Kab.
Semarang
Bappeda Kab.
Semarang
70
5. 2011 Penyusunan Model Pengembangan
Lab-Site Kolaboratif
P2PNFI 100
6. 2010 Penyusnan Model Pengembangan
Desa Vokasi berbasis Kewirausahaan
P2PNFI 700
7 . 2010 Penyusunan Model Pendidikan
Kewirausahaan Level Non Formal
Hibah Kompetensi
Dikti
80
8.
2009
Dekontruksi Menyama Braya: Analisis
Sosio-kultural Masyarakat Bali dalam
Rangka Penyusunan Model Integrasi
Bangsa dan Harmoni Sosial Bangsa
Indonesia
Hibah Strategis
Nasional Dikti
100
9.
2009
Peningkatan Pendapatan Petani
melalui Penerapan Teknik Produksi
Benih Padi Hibrida
Hibah Strategis
Nasional Dikti
80
10.
2008
Analisis Faktor Yang mempengaruhi
Kewirausahaan untuk Level Individu
dan Industri di Usahatani Jawa Tengah
Hibah Bersaing
Dikti
45
11. 2007 Penyusunan Promosi Potensi Daerah
Kota Palembang
APBD Kota
Palembang
400
12. 2007 Stratifikasi dan Penyusunan
Klasifikasi Pelanggan PDAM
PDAM Kota
Salatiga
48
13. 2006 Analisis Kinerja Inkubator Bisnis Dinas Pelayanan Kop
dan UKM Jateng
50
14. 2005 Pengembangan Business development
Service Hortikultura
Dinas Koperasi dan
UKM Kota Salatiga
50
15.
2005
Pengembangan Agribisnis melalui
Penerapan Cold Storage
Dinas Pelayanan
Koperasi dan UKM
Jawa Tengah
250
16
2004 &
2005
Eksplanasi peranan kewirausahaan,
kapasitas manajemen dan kinerja
usaha nelayan di NTT
RUKK Menristek 160
17. 2004 Analisis Kebutuhan Pasar Untuk SNI Badan Standardi-
sasi Nasional (BSN)
250
18.
2002 Kewirausaahan dan Kapasitas
Manajemen Petani Tembakau di Jateng
PT Djarum Kudus
dan UKSW
25
19.
2001 Analisis Kewirausahaan dan Kapasitas
Manajemen petani di Kab. Klaten
USAID 80
IV. PENGALAMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (bukan skripsi, tesis,
maupun disertasi)
No. Tahun Judul Sumber Pendanaan Jumlah
(Juta)
1. 2012 Memberikan Penyuluhan Kepada
Pedagang Pasar Tradisional
Dinas Perdagangan
Jateng
1
2. 2012 Tim Akademisi P2PNFI Regional II
Semarang
P2PNFI 5
3. 2011 Pengembangan Pertanian Organik Coca Cola 13
2010 Pengembangan Education For Dikti 150
68
4.
Sustainabel Education melalui
Pengembangan Padi Organik
5. 2009 Tim Akademisi P2PNFI Regional II
Semarang
P2PNFI 20
6. 2009 Pendampingan Badan Keswadayaan
Masyarakat Kelurahan Kalicacing
PNPM 300
7. 2008 Pendampingan Tim Komisi
Penyuluhan Propinsi Jateng
Pemda 100
8.
2006
Pengembangan Wirausaha Baru dalam
Rangka mengatasi Kemiskinan Kota di
Kab. Semarang
Dinas Koperasi &
UKM Kab.
Semarang
45
9. 2007 Pendampingan Masyarakat Penerima
Hibah di Kabupaten Semarang
Dinas Kope-rasi &
UKM Kab.Semarang
49.5
10.
2007
Tes Potensi dan Pengembangan
Kewirausahaan Karang Taruna
Kelurahan Mangunsari Kota Salatiga
UKSW 8
11. 2006 &
2007
Pendampingan Lembaga Keuangan
Desa/Kelurahan di Kab. Semarang
Biro Perek. Setda
Kab. Semarang
39
12.
2004 s/d
2006
Memberi Konsultasi dan
Pendampingan petani hortikultura
melalui BDS INTEKBIS UKSW
Dinas Koperasi &
UKM Salatiga
50
13. 2007 Mengembangkan BKM di Kelurahan
Kalicacing Salatiga
P2KP 250
14. 2006 Pendampingan Pelaksanaan Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Sinode
Kerk in Actie 250
15.
2007 Pendampingan Kelompok Plural di
Kota Salatiga
ICCO & Kerk in
Actie
100
16. 2006 Pendampingan Kewirausahaan
Mahasiswa Fakultas Pertanian
UKSW 2
17.
2003
Identifikasi Fisik Sumberdaya Lahan
Desa Genting Kec.Jambu, Kab.
Semarang
UKSW 5
V. PENGALAMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL
No
.
Tahun Judul Artikel Ilmiah Volume/
Nomor
Nama Jurnal
1.
2013
Recent Future Research In Consumer
Behavior: A Better Understanding Of
Batik As Indonesian Heritage
Vol.– IV,
Issue – 4,
Oct.2013 [32]
Journal of Arts,
Science &
Commerce
2.
2013
Modeling Of Employee
Relationships In SME Batik: Case
Study Of Windasari Batik
Vol. 2 No. 4
October
2013
Asean Journal Of
Management Science
& Education
3.
2012
Implementation and transformation
of entrepreneurial learning model in
Indonesian university: SEM analysis
Vol. 1(3) pp.
57-63
October
2012
Basic Research
Journal of Business
Management and
Accounts.
http//www.basicresea
rchjournals.org
4.
2012
Entrepreneurial and vocational
learning in entrepreneurship
education: Indonesian Non formal
Vol. 1(2)
September
2012
Basic Research
Journal of Business
Manag.and Accounts
http//www.basicresea
69
education perspective rchjournals.org
5. 2011 Menyama Braya: A Local Yet
Pesantren Studies Value
Vol 5, No. 1.
2011
International Journal
of Universal
6. 2010 Mengembangkan Pendidikan
Kewirausahaan Untuk Masyarakat
Vol 1 No. 1.
Nov 2011
Andragogia P2PNFI
Regional II
7.
2005
Relationship between entrepreneurial
learning, entrepreneurial
competencies and venture success:
empirical study on SMEs.
Vol. 5, Nos.
5/6, 2005
International Journal
Entrepreneurship
and Innovation
Management
8.
2006
A Structural Model Of Business
Performance: An Empirical Study on
Tobacco Farmers.
Vol 8, No. 1
January-
April 2006
Gadjah Mada
International Journal
of Business.
9.
2006
Model Struktural Hubungan
Lingkungan Ekternal,
Kewirausahaan, Kapasitas
Manajemen dan Kinerja: Studi
Empiris pada Petani Tembakau
No.
11/thXXXV
November
2006.
Manajemen
Usahawan
Indonesia.
10.
2003
Hubungan Lingkungan Organisasi
dan Ekonomi dengan
Kewirausahaan, Kapasitas
Manajemen, dan Kinerja Usahatani
Vol. 16 No.
2 Desember
2003
Majalah Ilmiah
AGRIC
11. 2007 Aspek Sosial & Ekonomi Industri
Gandum
THN VI No.
2 2006.
Majalah RENAI
12.
2007
Mencari Format Manajemen Pangan
Kita
Vol. XXV,
No.73 Juni
2007
Majalah Bina
Darma
13. 2004 Pengaruh Kepemilikan Kapasitas
manajemen thd Kinerja Usahatani.
Majalah Ilmiah
AGRIC
VI. PENGALAMAN PENULISAN BUKU
No Tahun Judul Buku Jml Hal Penerbit
1. 2013 Pembangunan Pertanian Yang Tidak
Membangun
105 Widya Sari Press
2. 2004 Kewirausahaan dan Kapasitas Manajemen 195 Widya Sari Press
3. 2005 Pembangunan Pertanian, Asa yang Tersisa 98 Widya Sari Press
4. 2002 Pengembangan Ekonomi Desa 236 Forsa Pustaka
5. 2002 Mengembangkan Masyarakat Desa yang
Demokratis dan Otonom
234 Forsa Pustaka
6. 2002 Dukun, Duit & Dukungan 124 Forsa Pustaka
7. 2002 Perubahan Sosial Politik di desa 112 Forsa Pustaka
8. 2002 Demokratisasi & Dinamika Politik di Desa 154 Forsa Pustaka
VII. PENGALAMAN RUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK/REKAYASA SOSIAL No. Tahun Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial
Lainnya yang telah diterapkan
Tempat
Penerapan
Respon Masyarakat
1. 2012 Tim akademik Penyusunan Model
PLRT
Kabupaten
Wonosobo
Baik,jadi acuan SKB
dan Lembaga Kursus
2.
2011
Tim Konsultan Pendampingan
Pengembangan Model
Pengembangan Labsite
Direktur Kursus
& Pelatihan
Kemdiknas
Dilanjutkan
2010 Tim Akademiki dalam penyusunan P2PNFI Regional Dilanjutkan tahun
70
3.
model pengembangan desa
kewirausahaan
2 Semarang ke-3
4.
2009
Tim Akademiki dalam penyusunan
model pengembangan desa
kewirausahaan
P2PNFI Regional
2 Semarang
Dilanjutkan tahun
ke-2
5. 2008 Penyusunan Rencana Induk
Pengembangan Pertanian
Dinas Pertanian Menjadi acuan Pemda
membuat program
6. 2007 Tes Potensi dan Pengembangan
Kewirausahaan
Kelurahan
Mangunsari
Sangat baik
7. 2006 Penciptaan Wirausaha Baru Kec. Ambarawa Sedang
8. 2005 Pendampingan Pengembangan
Petani Jahe
Desa Randuacir Baik
9. 2007 Penyusunan Strategi Penanganan
Org dan Penanganan Kredit Macet
BKM Kelurahan
Kalicacing
Sangat Baik
10. 2006 Penyusunan Sistem Monev
Lembaga Keuangan Desa/Kota
LKD/K di Kab.
Semarang
Baik
11.
2002
Penyusunan Modul Pengembangan
Masyarakat Desa yang Demokratis
& Otonom
Kota Salatiga &
Kab. Klaten
Baik
12. 2004 Penyusunan Model Evaluasi Good
Corporate Governance
Kab. Semarang Baik
VIII. PENGHARGAAN YANG PERNAH DIRAIH
No Tahun Penghargaan Pemberi
1. 2006 Mendapatkan penghargaan sebagai Juara I Dosen
Berprestasi Tingkat Kopertis Wilayah VI
Kopertis Wilayah VI
Jateng
2. 2006 Mendapatkan penghargaan sebagai finalis Dosen
Berprestasi Tingkat Nasional
Kemdiknas
3. 2010 Penghargaan sebagai Tim Akademisi Program
Pengembangan Desa Kewirausahaan
P2PNFI
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-
sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya. Demikian biodata ini saya buat
dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian
Kompetensi.
Desember 2013
Pengusul,
(Prof Dr. Ir Sony Heru Priyanto, MM)
71
3. Anggota Peneliti 2
a. Identitas diri
1) Nama lengkap : Oesman Raliby, ST, M.Eng (L)
2) Jabatan fungsional : Lektor Kepala
3) Jabatan structural : Dekan Fakultas Teknik UMMagelang
4) NIK : 966806113
5) NIDN : 0603046801
6) Tempat, tanggal lahir : Temanggung, 3 April 1968
7) Alamat rumah : Wates Tengah 116 Magelang
8) Noor telepon/faks/hp : 0293-364622/-/0811258882
9) Alamat kantor : Jl. Mayjend Bambang Soegeng KM 5
Mertoyudan Magelang
10) Nomor telpon/fax : 0293326945/0293325554
11) Alamat e-mail : [email protected]
12) Lulusan yang telah
dihasilkan
: S1 = 127 orang
13) Mata kuliah yang diampu : Perancangan Sistem Kerja
Ergonomi Industri
Manajemen Bisnis
Manajemen Sumberdaya Manusia
b. Riwayat pendidikan
S1 S2 S3
1) Nama Perguruan Tinggi : Universitas
Muhammadiyah
Magelang
UGM
Yogyakarta
-
2) Bidang ilmu : Teknik Industri Teknik Mesin
Industri
-
3) Tahun masuk-lulus : 1987-1993 2003-2005 -
4) Judul Skripsi/Thesis : Material
Requirement
Planning Model
Optimasi
Pengembangan
Metode Penilaian
Kesalahan
manusia :
72
Sistem
Persediaan pada
Perakitan Box
Aluminium di
Industri
Manufaktur PT.
Antika Raya
Semarang
Pendekatan
Kognitif
Ergonomi
5) Nama Pembimbing : Ir. Heru Prasta-
wa, DEA
Ir. Eko Muh
Widodo
Ir. Subagyo, PhD
Andi Rahadian,
ST, M.Sc
-
c. Pengalaman penelitian dalam 5 tahun terakhir (bukan skripsi atau thesis)
No
Tahun
Judul Penelitian
Pendanaan
Sumber Jumlah
(juta
rupiah)
1) 2008 Pengolahan Limbah Cair Tahu
Menjadi Biogas Sebagai Bahan
Bakar Alternatif pada Industri
Pengolahan Tahu
Balitbang
Provinsi
Jawa
Tengah
30
2) 2008 Penerapan Metode Moore Grag
Strain Index terhadap Sikap Kerja
Pemahat Batu (Penelitian pada
Pemahat Batu di Kecamatan
Muntilan Kabupaten Magelang
Dikti 7,5
3) 2010 Analisis Sikap Kerja Pengrajin
Keramik Wanita: Tinjauan
Ergonomi Kultural
Dikti 10
4) 2011 Pengembangan Teknologi Tepat
Guna (mesin pengering kerupuk
dan alat pembelah tahu) pada IKM
Makanan Ringan Kota Magelang
Guna Peningkatan Kapasitas
Produksi dan Produktivitas Kerja
Dikti 15
73
5) 2012 Strategi Peningkatan Daya Saing
Bisnis Melalui Pemanfaatan E-
commerce pada Klaster Makanan
Ringan “Karya Boga” Kota
Magelang (Riset Unggulan Daerah
didanai Balitbang Provinsi Jawa
Tengah).
Balitbang
Provinsi
Jawa tengah
40
d. Pengalaman pengabdian kepada masyarakat dalam 5 tahun terakhir
No
Tahun
Judul Pengabdian
Pendanaan
Sumber Jumlah
(juta
rupiah)
1) 2009 Diversifikasi Pangan Olahan
Berbasis Komoditas Lokal Guna
Mengatasi Kerawanan Pangan di
Desa Jambewangi Kecamatan
Pakis Kabupaten Magelang
Dikti 50
2) 2009 Peningkatan Kelancaran Proses
Produksi Melalui Perancangan Alat
Pengering Kettle Boiler pada
Industri Pembuatan Kerupuk
Ampas Tahu
Dikti 15
3) 2011 Pengembangan dan Penguatan
Home Industry Berbasis KUBE di
Desa Pucungrejo Guna
Meningkatkan Kesejahteraan
Masyarakat dan Menuju Desa yang
Madani
Dikti 80
4) 2011 Pemberdayaan Wanita Perdesaan
Melalui Pengembangan Agribisnis
Jamur Guna Meningkatkan
Penghasilan Keluarga di Desa
Wanurejo Borobudur Kabupaten
Magelang
Diknas
Provinsi
Jateng
25
5) 2011 Tenaga Ahli Pemasaran Program
PLPBK di Desa Pucungrejo
Kecamatan Muntilan Kabupaten
Magelang
Dinas
Pekerjaan
Umum
Kabupaten
25
74
Magelang
6) 2012 Penguatan KUBE Berbasis Olahan
Makanan Guna Peningkatan Daya
Saing Produk Lokal di Desa
Pucungrejo
Dikti 80
7) 2012 IbM bagi Industri Kecil Menengah
(IKM) Mainan Anak di Kota
Magelang
Dikti 40
8) 2013 IbW Kota Magelang dalam Rangka
Peningkatan Daya Saing Produk
Industri Kecil Menengah
Dikti 100
e. Pengalaman penulisan artikel ilmiah dalam jurnal 5 tahun terakhir
No
Judul Artikel Ilmiah
Volume/Nomor/Tahun
Nama Jurnal
1) Pengolahan Limbah Cair
Tahu Menjadi Biogas
Sebagai Bahan Bakar
Alternatif pada Industri
Pengolahan Tahu
Vol 7 No. 2 Desember
2009
Jurnal Litbang
Provinsi Jateng
2) Perancangan Alat
Pengering Kerupuk
dengan Memanfaatkan Gas
Buang Proses Produksi
ISBN 978-602-8273-25-1
tahun 2010
Prosiding Seminar
Nasional Unwahas
3) Analisis Postur Kerja
Pemotong Batu Guna
Mengurangi Resiko MSDs
di Perusahaan Pemotongan
Batu Alam Rizki Citra
ISBN : 978-979-796-189-
3 tahun 2011
Prosiding Seminar
Nasional dengan
tema Supply Chain
Practices and
Performance
Indicators yang
diselenggarakan
oleh Jurusan Teknik
Industri Fakultas
Teknik kerjasama
dengan Jurusan
Manajemen Fakultas
Ekonomi
Universitas
Muhammadiyah
75
Malang.
4) Peningkatan Daya Saing
Bisnis Klaster Karya Boga
Melalui Sistem Penjualan
Berbasis E-commerce
Sedang dalam proses
penerbitan
Jurnal Litbang
Provinsi Jawa
Tengah
5) Redisain Mainan Anak
Berbahan Baku Kayu yang
Ramah Anak dan
Lingkungan
ISBN 978-602-98569-1-0 Prosiding ITATS
Seminar Nasional
Sains dan Teknologi
Terapan
(SNTEKPAN) 2013
6) Inovasi Asesoris Interior
Model Relief Candi
Melalui Pemanfaatan
Serbuk Gergaji Batu
ISBN 978-602-98569-1-0 Prosiding ITATS
Seminar Nasional
Sains dan Teknologi
Terapan
(SNTEKPAN) 2013
f. Pengalaman penyampaian makalah secara oral pada pertemuan/seminar ilmiah dalam
5 tahun terakhir
No Nama Pertemuan Ilmiah/
Seminar
Judul artikel Ilmiah Waktu dan Tempat
1) Seminar Nasional Sains dan
Teknologi 2010 “Peran
Teknologi Tepat Guna dalam
Menanggulangi Krisis Energi
dan Menjaga Ketahanan
Pangan”
Perancangan Alat
Pengering Kerupuk
dengan Memanfaatkan
Gas Buang Proses
Produksi
16 Juni 2010 di
Universitas Wahid
Hasyim Semarang
2) Seminar Nasional dengan
tema Supply Chain Practices
and Performance Indicators
yang diselenggarakan oleh
Jurusan Teknik Industri
Fakultas Teknik kerjasama
dengan Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyah Malang.
Analisis Postur Kerja
Pemotong Batu Guna
Mengurangi Resiko
MSDs di Perusahaan
Pemotongan Batu
Alam Rizki Citra
10 Januari 2011 di
Universitas
Muhammadiyah
Malang
3) Seminar Nasional Sains dan
Teknologi Terapan
(SNTEKPAN) 2013
“Pentingnya Peranan
Perguruan Tinggi dalam
Redisain Mainan Anak
Berbahan Baku Kayu
yang Ramah Anak dan
Lingkungan
Institut Teknologi
Adhitama Surabaya
tanggal 13 Februari
2013
76
Pengembangan Inovasi
Teknologi Demi Kemandirian
Bangsa
4) Seminar Nasional Sains dan
Teknologi Terapan
(SNTEKPAN) 2013
“Pentingnya Peranan
Perguruan Tinggi dalam
Pengembangan Inovasi
Teknologi Demi Kemandirian
Bangsa
Inovasi Asesoris
Interior Model Relief
Candi Melalui
Pemanfaatan Serbuk
Gergaji Batu
Institut Teknologi
Adhitama Surabaya
tanggal 13 Februari
2013
g. Pengalaman perolehan HKI dalam 5-10 tahun terakhir
No Judul/tema HKI Tahun Jenis No P/ID
1) Alat Pembelah Tahu
Pong Mekanis
2012 Paten
Sederhana
S00201200112
h. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial dalam 5 tahun terakhir
No Judul/Tema/Jenis
Rekayasa Sosial Lainnya
yang Telah Diterapkan
Tahun Tempat
Penerapan
Respons
Masyarakat
1) Perencanaan
Pengembangan IKM
Kota Magelang
2012 Kota Magelang Hasil
perencanaan
tahun 2013
ini
dilaksanakan
untuk
kepentingan
masyarakat
terutama para
pelaku usaha
kecil dan
menengah.
Dalam
pelaksanaan
setiap
kegiatan,
antusiasme
para pelaku
usaha tersebut
cukup tinggi
untuk
mengikuti
kegiatan per
kegiatan.
77
2) Perencanaan Revitalisasi
Koperasi di Kota
Magelang
2012 Kota Magelang Hasil
perencanaan
tersebut tahun
2013 ini
dilaksanakan
untuk
kepentingan
masyarakat
terutama para
pelaku usaha
kecil dan
menengah.
Dalam
pelaksanaan
setiap
kegiatan,
antusiasme
para pelaku
usaha tersebut
cukup tinggi
untuk
mengikuti
kegiatan per
kegiatan.
i. Penghargaan yang pernah diraih dalam 10 tahun terakhir (dari Pemerintah, asosiasi,
atau instansi lainnya)
No Jenis Penghargaan Institusi Pemberi
penghargaan
Tahun
1) Kreativitas dan Inovasi Pemerintah Kota
Magelang
2007
2) Kreativitas dan Inovasi Pemerintah Kota
Magelang
2008
3) Kreativitas dan Inovasi Pemerintah Kota
Magelang
2009
4) Kreativitas dan Inovasi Pemerintah Kota
Magelang
2009
5) Kreativitas dan Inovasi Pemerintah Kota
Magelang
2010
6) Kreativitas dan Inovasi Gubernur Provinsi
Jawa Tengah
2010
7) 102 Inovasi Indonesia Business Innovation
Center (BIC) Kemen-
ristek
2010
8) Kreativitas dan Inovasi Pemerintah Kota
Magelang
2012
78
79
4. Anggota Peneliti 3
a. Identitas diri
1) Nama lengkap : Dra. Retno Rusdjijati, M.Kes (P)
2) Jabatan fungsional : Lektor Kepala
3) Jabatan structural : Kepala Pusat Penelitian LP3M UMMagelang
4) NIP : 196902151993032001
5) NIDN : 0015026901
6) Tempat, tanggal lahir : Surakarta, 15 Februari 1969
7) Alamat rumah : Tegalarum RT 02 RW 15 No : 60
Banjarnegoro Mertoyudan Magelang
8) Noor telepon/faks/hp : 0293-312126/-/0811258883
9) Alamat kantor : Jl. Mayjend Bambang Soegeng KM 5
Mertoyudan Magelang
10) Nomor telpon/fax : 0293326945
11) Alamat e-mail : [email protected]
12) Lulusan yang telah
dihasilkan
: S1 = 124 orang
13) Mata kuliah yang diampu : Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Psikologi Industri
Ilmu Lingkungan
Tata Tulis Ilmiah dan Komunikasi
Metodologi Penelitian
b. Riwayat pendidikan
S1 S2 S3
1) Nama Perguruan Tinggi : UKSW
Salatiga
UGM
Yogyakarta
-
2) Bidang ilmu : Biologi
Lingkungan
Kesehatan
Kerja
-
3) Tahun masuk-lulus : 1987-1991 2003-2005 -
4) Judul Skripsi/Thesis : Pengaruh
Berbagai
Konsentrasi
Pengaruh
Paparan
Getaran
-
80
NaCl
terhadap
Pertumbuhan
dan
Pembentukan
Produk oleh
Isolat Khamir
Halofil A1
Tempat
Duduk dan
Lama Kerja
terhadap
Kelelahan
dan
Kenyamanan
Pengemudi
Bis Antar
Kota Antar
Provinsi
(AKAP)
Semarang-
Yogyakarta
5) Nama Pembimbing : Dra. Lucia-
wati Dewi
Dr. Lientje
Setyawati
Mauritz,
SPOK
DR. Dr. Djo-
ko Prakosa
-
c. Pengalaman penelitian dalam 5 tahun terakhir (bukan skripsi atau thesis)
No
Tahun
Judul Penelitian
Pendanaan
Sumber Jumlah (juta
rupiah)
1) 2008 Pengolahan Limbah Cair Tahu
Menjadi Biogas Sebagai Bahan
Bakar Alternatif pada Industri
Pengolahan Tahu
Balitbang
Provinsi
Jawa
Tengah
30
2) 2008 Penerapan Metode Moore Grag
Strain Index terhadap Sikap Kerja
Pemahat Batu (Penelitian pada
Pemahat Batu di Kecamatan
Muntilan Kabupaten Magelang)
Dikti 7,5
3) 2011 Pengembangan Teknologi Tepat
Guna (mesin pengering kerupuk
dan alat pembelah tahu) pada IKM
Makanan Ringan Kota Magelang
Guna Peningkatan Kapasitas
Produksi dan Produktivitas Kerja
Balitbang
Provinsi
Jateng
15
81
(Pengembangan Teknologi didanai
Balitbang Provinsi Jawa Tengah)
4) 2012 Strategi Peningkatan Daya Saing
Bisnis Melalui Pemanfaatan E-
commerce pada Klaster Makanan
Ringan “Karya Boga” Kota
Magelang (Riset Unggulan Daerah
didanai Balitbang Provinsi Jawa
Tengah).
Balitbang
Provinsi
Jateng
40
d. Pengalaman pengabdian kepada masyarakat dalam 5 tahun terakhir
No
Tahun
Judul Pengabdian
Pendanaan
Sumber Jumlah
(juta
rupiah)
1) 2009 Diversifikasi Pangan Olahan
Berbasis Komoditas Lokal Guna
Mengatasi Kerawanan Pangan di
Desa Jambewangi Kecamatan
Pakis Kabupaten Magelang
Dikti 50
2) 2009 Peningkatan Kelancaran Proses
Produksi Melalui Perancangan Alat
Pengering Kettle Boiler pada
Industri Pembuatan Kerupuk
Ampas Tahu
Dikti 15
3) 2011 Pengembangan dan Penguatan
Home Industry Berbasis KUBE di
Desa Pucungrejo Guna
Meningkatkan Kesejahteraan
Masyarakat dan Menuju Desa yang
Madani
Dikti 80
4) 2011 Tenaga Ahli Pemasaran Program
PLPBK di Desa Pucungrejo
Kecamatan Muntilan Kabupaten
Magelang
Dinas
Pekerjaan
Umum
Kabupaten
Magelang
25
5) 2012 IbW Desa Sewukan Kecamatan
Dukun Magelang : Recovery
Dikti 100
82
Ekonomi Pasca Erupsi Merapi
Melalui Penerapan Teknologi
Pertanian Terpadu
6) 2012 Pemberdayaan Wanita Perdesaan
Melalui Pengembangan Agribisnis
Jamur Guna Meningkatkan
Penghasilan Keluarga di Desa
Wanurejo Borobudur Kabupaten
Magelang (KKN Vokasi didanai
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Tengah)
Diknas
Provinsi
Jawa
Tengah
25
7) 2012 Penguatan KUBE Berbasis Olahan
Makanan Guna Peningkatan Daya
Saing Produk Lokal di Desa
Pucungrejo
Dikti 80
8) 2012 IbM bagi Industri Kecil Menengah
(IKM) Mainan Anak di Kota
Magelang
Dikti 40
9) 2013 IbW Kota Magelang dalam Rangka
Peningkatan Daya Saing Produk
Industri Kecil Menengah
Dikti 100
e. Pengalaman penulisan artikel ilmiah dalam jurnal 5 tahun terakhir
No
Judul Artikel Ilmiah
Volume/Nomor/Tahun
Nama Jurnal
1) Pengolahan Limbah Cair
Tahu Menjadi Biogas
Sebagai Bahan Bakar
Alternatif pada Industri
Pengolahan Tahu
Vol 7 No. 2 Desember
2009
Jurnal Litbang
Provinsi Jateng
2) Perancangan Alat
Pengering Kerupuk
dengan Memanfaatkan Gas
Buang Proses Produksi
ISBN 978-602-8273-25-1
tahun 2010
Prosiding Seminar
Unwahas
2) Analisis Postur Kerja
Pemotong Batu Guna
Mengurangi Resiko MSDs
di Perusahaan Pemotongan
ISBN : 978-979-796-189-
3 tahun 2011
Prosiding Seminar
Nasional dengan
tema Supply Chain
Practices and
83
Batu Alam Rizki Citra Performance
Indicators yang
diselenggarakan
oleh Jurusan Teknik
Industri Fakultas
Teknik kerjasama
dengan Jurusan
Manajemen Fakultas
Ekonomi
Universitas
Muhammadiyah
Malang.
3) Peningkatan Daya Saing
Bisnis Klaster Karya Boga
Melalui Sistem Penjualan
Berbasis E-commerce
Sedang dalam proses
penerbitan
Balitbang Provinsi
Jawa Tengah
4) Redisain Mainan Anak
Berbahan Baku Kayu yang
Ramah Anak dan
Lingkungan
ISBN 978-602-98569-1-0 Prosiding ITATS
Seminar Nasional
Sains dan Teknologi
Terapan
(SNTEKPAN) 2013
5) Inovasi Asesoris Interior
Model Relief Candi
Melalui Pemanfaatan
Serbuk Gergaji Batu
ISBN 978-602-98569-1-0 Prosiding ITATS
Seminar Nasional
Sains dan Teknologi
Terapan
(SNTEKPAN) 2013
f. Pengalaman penyampaian makalah secara oral pada pertemuan/seminar ilmiah dalam
5 tahun terakhir
No Nama Pertemuan Ilmiah/
Seminar
Judul artikel Ilmiah Waktu dan Tempat
1) Seminar Nasional Sains dan
Teknologi 2010 “Peran
Teknologi Tepat Guna dalam
Menanggulangi Krisis Energi
dan Menjaga Ketahanan
Pangan”
Perancangan Alat
Pengering Kerupuk
dengan Memanfaatkan
Gas Buang Proses
Produksi
Universitas Wahid
Hasyim Semarang
2) Seminar Nasional dengan
tema Supply Chain Practices
and Performance Indicators
yang diselenggarakan oleh
Analisis Postur Kerja
Pemotong Batu Guna
Mengurangi Resiko
MSDs di Perusahaan
Universitas
Muhammadiyah
Malang
84
Jurusan Teknik Industri
Fakultas Teknik kerjasama
dengan Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyah Malang.
Pemotongan Batu
Alam Rizki Citra
3) Seminar Nasional Sains dan
Teknologi Terapan
(SNTEKPAN) 2013
“Pentingnya Peranan
Perguruan Tinggi dalam
Pengembangan Inovasi
Teknologi Demi Kemandirian
Bangsa
Redisain Mainan Anak
Berbahan Baku Kayu
yang Ramah Anak dan
Lingkungan
Institut Teknologi
Adhitama Surabaya
tanggal 13 Februari
2013
4) Seminar Nasional Sains dan
Teknologi Terapan
(SNTEKPAN) 2013
“Pentingnya Peranan
Perguruan Tinggi dalam
Pengembangan Inovasi
Teknologi Demi Kemandirian
Bangsa
Inovasi Asesoris
Interior Model Relief
Candi Melalui
Pemanfaatan Serbuk
Gergaji Batu
Institut Teknologi
Adhitama Surabaya
tanggal 13 Februari
2013
g. Pengalaman perolehan HKI dalam 5-10 tahun terakhir
No Judul/tema HKI Tahun Jenis No P/ID
1 Alat Pembelah Tahu
Pong Mekanis
2012 Paten
Sederhana
S00201200112
h. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial dalam 5 tahun terakhir
No Judul/Tema/Jenis
Rekayasa Sosial Lainnya
yang Telah Diterapkan
Tahun Tempat
Penerapan
Respons
Masyarakat
1) Penyusunan Dokumen
Perencanaan
Pengembangan IKM
Kota Magelang
2012 Kota Magelang Hasil
perencanaan
tersebut tahun
2013 ini
dilaksanakan
untuk
kepentingan
masyarakat
terutama para
pelaku usaha
kecil dan
menengah.
85
Dalam
pelaksanaan
setiap
kegiatan,
antusiasme
para pelaku
usaha tersebut
cukup tinggi
untuk
mengikuti
kegiatan per
kegiatan.
2) Perencanaan Revitalisasi
Koperasi di Kota
Magelang
2012 Kota Magelang Perencanaan
kegiatan
revitalisasi
koperasi
sudah
ditunggu oleh
para pelaku
koperasi yang
sudah tidak
aktif tetapi
menginginkan
untuk tetap
berkembang.
i. Penghargaan yang pernah diraih dalam 10 tahun terakhir (dari Pemerintah, asosiasi,
atau instansi lainnya)
No Jenis Penghargaan Institusi Pemberi
penghargaan
Tahun
1) Kreativitas dan Inovasi Pemerintah Kota
Magelang
2007
2) Kreativitas dan Inovasi Pemerintah Kota
Magelang
2008
3) Kreativitas dan Inovasi Pemerintah Kota
Magelang
2009
4) Kreativitas dan Inovasi Pemerintah Kota
Magelang
2009
5) Kreativitas dan Inovasi Pemerintah Kota
Magelang
2010
6) Kreativitas dan Inovasi Gubernur Provinsi
Jawa Tengah
2010
7) 102 Inovasi Indonesia Business Innovation
Center (BIC) Kemen-
ristek
2010
8) Kreativitas dan Inovasi Pemerintah Kota
Magelang
2012
86
87
Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Peneliti Dan Pembagian Tugas
No Nama/NIDN Instansi
Asal
Bidang
Ilmu
Alokasi
Waktu
(jam/ming
gu)
Uraian Tugas
1. Dr. Ir. Bayu
Nuswantara, MM.
UKSW
Salatiga
Ilmu
Ekonomi
Pertanian
18 a. Mengembangkan
organisasi dan
sistem manajemen
yang utuh dan
akuntabel.
b. Melaksanakan
rencana yang telah
disusun untuk
mencapai sasaran
dan keluaran
strategis yang telah
ditentukan.
c. Mengupayakan
pemutakhiran peta
jalan teknologi dan
memantau
penguasaannya.
d. Mengamankan dan
mengelola
teknologi yang
dihasilkan.
e. Mengupayakan
langkah promosi
untuk produk yang
potensial.
f. Mengupayakan
mekanisme alih
teknologi dan
menyediakan
dukungan
teknisagar hasil
kegiatan dapat
diadopsi oleh
industri.
g. Menyampaikan
laporan kegiatan
kepada Ditlitabmas.
2. Prof. Dr. Ir. Sony
Heru Priyanto,
MM
UKSW
Salatiga
Manajemen
dan
kewirausaha
an
12 a. Membantusecara
administratif
koordinator
penelitian dalam
melaksanakan
88
setiap kegiatan
dalam penelitian
ini.
b. Mengakumulasi
dan merangkum
hasil dari setiap
kegiatan penelitian.
c. Sebagai peneliti
dalam kegiatan
penelitian yang
berhubungan
dengan , OVOP,
innovation actor
empowerment,
technology
development, dan
product quality
improvement.
3. Oesman Raliby,
ST, M.Eng
UMMagel
ang
Ergonomi
dan
Perancanga
n Kerja
12 a. Membantu secara
administratif
koordinator
penelitian dalam
melaksanakan
setiap kegiatan
dalam penelitian
ini, terutama yang
berhubungan
dengan pihak luar.
b. Bertanggungjawab
terhadap kegiatan
penelitian yang
dilakukan di
lapangan.
c. Sebagai peneliti
dalam kegiatan
penelitian yang
berhubungan
denganresources
conectivity, OVOP
dan product quality
improvement.
4. Dra. Retno
Rusdjijati, M.Kes
UMMagel
ang
Kesehatan
Kerja
12 a. Membantu
koordinator
penelitian dalam
hal mengatur
keuangan dari
setiap kegiatan
penelitian yag
dilakukan.
89
b. Merangkum
pembiayaan dari
setiap kegiatan
penelitian yang
telah dilaksanakan.
c. Sebagai peneliti
dalam kegiatan
penelitian yang
berhubungan
dengan , OVOP,
innovation actor
empowerment, dan
product quality
improvement.
90
Lampiran 3. Surat Pernyataan Peneliti
91
92
93
94
Lampiran 4. Surat Pernyataan Pembiayaan dari Penyedia Dana Internal PT
95