laporan akhir penelitian unggulan perguruan …eprints.unlam.ac.id/1822/1/8ra.pdf · 4 ketiga,...
TRANSCRIPT
1
LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
Development and Upgrading of Seven Universities in Improving the Quality
and Relevance of Higher Education in Indonesia
PENGEMBANGAN MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT LAHAN BASAH UNTUK MEMBUDAYAKAN GOSOK GIGI DENGAN
AIR YANG MEMENUHI PERSYARATAN KESEHATAN DALAM PENANGGULANGAN TINGGINYA INDEKS KARIES GIGI DI
KALIMANTAN SELATAN
Tahun ke 2 dari rencana 2 tahun
Ketua: Dr. drg. Rosihan Adhani, S.Sos., MS.
Anggota: Drg. Priyawan Rachmadi, Ph.D
drg. Widodo Tutung Nurdiyana, S.Sos., M.A., M.Pd.
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2015
2
3
RINGKASAN
Kerusakan gigi berupa karies (lubang) gigi merupakan penyakit yang
paling banyak dijumpai di dalam rongga mulut sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut. Berdasarkan Riskesdas Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2007 didapatkan data bahwa tingkat kerusakan gigi tertinggi di Kalimantan Selatan adalah di Kabupaten Barito Kuala (39,5%) dan Kota Banjarmasin (38,2%), padahal kriteria tingkat keparahan karies menurut WHO) yaitu indeks DMF-T sebesar 6,61. Kedua wilayah tersebut dialiri oleh air sungai yang mengalir berasal dari rawa-rawa yang berada di lingkungan di sekitar sungai. Kondisi lingkungan lahan gambut dengan lingkungan rawa-rawa menghasilkan air dengan tingkat keasamannya antara pH 3,5 - 4,5.
Banyaknya kasus kerusakan gigi di Kalimantan Selatan tidak bisa dilepaskan dari pola hidup dan kebudayaan masyarakat yang sangat bergantung dengan sungai terutama dalam penggosokan gigi yang menggunakan air sungai. Agar masyarakat mau mengubah cara mereka menggosok gigi perlu dikembangkan sebuah model pemberdayaan masyarakat untuk membudayakan gosok gigi dengan air yang memenuhi syarat kesehatan sehingga dapat dijadikan sebagai upaya preventif dalam mengurangi tingginya tingkat kerusakan karies gigi.
Dari rencana penelitian dua tahun, penelitian yang berjalan (tahun pertama) diarahkan pada kajian pemeriksaan karies gigi serta pengkajian aspek sosial budaya masyarakat yang menggosok gigi dengan air sungai. Dari kegiatan pemeriksaan gigi, penelitian ini menemukan bahwa di sekolah MTsN Marabahan, kelompok sisiwa yang menggunakan air sungai memiliki nilai indeks DMF-T 5,6 yang dikategorikan tinggi menurut standard WHO lebih tinggi dari kelompok siswa yang menggosok gigi dengan air PDAM yang memiliki indeks DMF-T 2,8. Di SMP 4 Kota Banjarmasin kelompok siswa yang menggunakan air sungai memiliki indeks DMFT 5,3 lebih tinggi dibanding kelompok siswa yang menggunakan air PDAM yang memiliki indeks DMF-T 1,3. Di sekolah SMPN 15 Kota Banjarmasin di mana kelompok siswa yang menggunakan air sungai berindeks DMF-T 6,6 lebih tinggi dari kelompok siswa yang menggunakan air PDAM dengan indeks DMF-T 2,8.
Dari kegiatan kajian aspek sosial budaya masyarakat yang menggosok gigi dengan air sungai, peneliti menemukan bahwa masih banyaknya masyarakat yang menggosok gigi dengan air sungai dikarenakan beberapa hal yaitu: pertama, kurang massifnya pemerintah dalam mensosialisasikan pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi. Kedua, lemahnya dukungan lembaga-lembaga sosial seperti keluarga dan sekolah dalam memberikan informasi tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi. Ketiga, masih tetap bertahannya perilaku masyarakat untuk menggosok gigi dengan air sungai meskipun sudah ada alternatif sumber air yang lain seperti PDAM. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi, anggapan mahal terhadap air PDAM, masih menganggap sepele terhadap sakit gigi sehingga tidak mempermasalahkan kualitas air untuk menggosok gigi.
4
Ketiga, berdasarkan relaitas rendahnya pemahaman masyarakat tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi serta berbagai perilaku mereka yang merugikan untuk kesehatan gigi. Maka untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi mereka terutama dalam mengatasi masalah tingginya tingkat karies gigi maka peneltiian ini menemukan model yang tepat di dalam mengatasi ini yaitu melalui pembentukan Kader Kesehatan Gigi (KKG) dan Pengembangan model teknologi sederhana untuk pengolahan air. Untuk daerah kota Banjarmasin di mana ketersediaan air yang mememnuhi persyaratan kesehatan sudah tercukupi maka model yang dikembangkan adalah pembentukan KKG yang lebih banyak diarahkan pada pembimbingan masyarakt untuk berperilaku sehat dalam perawatan gigi termasuk menggunakan air yang memenuhi persyaratan kesehatan. Beda halnya dengan daerah-daerah yang belum terjangkau oleh air maka pilihan teknologi sederhana untuk pengolahan air menjadipilihan alternative di samping pembentukan Kader Kesehatan Gigi (KKG) terutama oleh kalangan yang berasal dari masyarakat yang berpenghasilan rendah untuk mengatasi permasalahan mereka di dalam memperoleh kebutuhan air yang memenuhi persyaratan kesehatan.
5
PRAKATA
Penelitian ini berangkat dari kegelisahanakan tingginya angka kesakitan
gigi dan mulut khususnya karies gigi atau gigi berlubangpadaderah sepanjang
aliran sungai atau penduduk yang tinggal di daerah rawa. Kondisi ini apabila
dibiarkan berlanjut selain meningkatkan angka kesakitanjuga akan menurunkan
tingkat kesejahteraan berupa rendahnya prouktivitas kerja, tingkat absensi kerja
dan sekolah, hilangnya peluang memasuki bidang pekerjaan tertentu.
Keberadaan sungai dan rawa harusnya dapat dimanfaatkan sebesar-
besarnya kemakmuran masyarakat, bukan menimbulkan gamgguan atau dampak
buruk terhadap kehidupan penduduk di sekitarnya. Oleh karena itu, pola hidup
atau sosial budaya perlu dipilah dan disesuaikan dengan yang positif mendukung
peningkatan status kesehatan masyarakat. Bagaimana kebiasaan hidup
masyarakat, bagaimana pola mereka mencari pengobatan bila sakit, dan
bagaimana persepsi mereka terhadap pelayanan kesehatan, adalah hal yang perlu
diteliti.
Dengan menemukan fakta lapangan bahwa ada faktor sosial budaya yang
menjadi faktor resiko atau determinan atau yang mendukung baik mempercepat
atau memperlambat terjadinya proses gigi berlubang, dapat dikembangkan model
pemberdayaan masyarakat di sekitar aliran sungai dan daerah rawa bagaimana
memelihara kesehatan gigi yang baik.
Mudah-mudahan hasil penelitian ini dapat menyumbang peningkatan kesehatan
dan kesejahteraan masyarakat, menjadi dasar merancang program dan aksi tindak
6
serta kebijakan selanjutnya, guna menciptakan harmonisasi dan keselarasan antara
manusia dan lingkungan hidupnya.
7
DAFTAR ISI
HalamanPengesahan………………………………………………… ii Ringkasan…………………………………………………………… iii Prakata……………………………………………………………… v Daftar Isi……………………………………………………………. vi Daftar Tabel…………………………………………………………. vii Daftar Gambar………………………………………………………. viii Daftar Lampiran…………………………………………………….. ix Bab I Pendahuluan………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang Masalah…………………………………... 1 B. Permasalahan……………………………………………… 3
Bab II TinjauanPustaka…………………………………………….. . 4 A. Menyikat Gigi……………………………………………… 4 B. Karies……………………………………………………… 5 C. Lingkungan Lahan Basah dan Kesehatan Gigi………........ 9 D. Aspek-aspek Sosial Budaya dalam Perilaku Kesehatan….. 10
Bab III Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………. 13 A. Tujuan Penelitian………………………………………….. 13 B. Manfaat Penelitian………………………………………… 13
Bab IV Metode Penelitian..………………………………………….. 15 Bab V Hasil dan Pembahasa.……………………………………….. 21 Bab VI Kesimpulan……………………………………………….. 129 Daftar Pustaka……………………………………………………. 131 Lampiran – Lampiran 133
8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional memerlukan kualitas sumber daya manusia yang
optimal termasuk diantaranya adalah kualitas derajat kesehatan
masyarakat.Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu bagian yang tidak
terpisahkan dengan kesehatan tubuh secara keseluruhan. Kondisi kesehatan gigi
dan mulut di Indonesia masih memprihatinkan, dimana penyakit gigi dan mulut
masih diderita oleh 90% penduduk Indonesia (Said,dkk., 2009).
Dampak kerusakan gigi merupakan salah satu kendala dalam
meningkatkan kualitas SDM dan menghambat peningkatan taraf hidup manusia
terutama dalam memperoleh peluang kerja pada profesi tertentu misalnya TNI,
Polri, Pilot, dan Pramugari. Kerusakan gigi akan berpengaruh terhadap derajat
kesehatan tubuh secara keseluruhan yang berakibat terganggunya berbagai
aktivitas sehari-hari.
Kerusakan gigi berupa karies (gigi berlubang) merupakan penyakit yang
paling banyak dijumpai di dalam rongga mulut sehingga merupakan masalah
utama kesehatan gigi dan mulut. Berdasarkan Riskesdas Provinsi Kalimantan
Selatan tahun 2007 didapatkan data bahwa proporsi penduduk bermasalah gigi
dan mulut sebesar 29,2%. Penduduk yang mengalami angka karies tertinggi
adalah Kabupaten Barito Kuala (39,5%) dan Kota Banjarmasin (38,2%) dengan
tingkat keparahan karies gigi sangat tinggi (kriteria tingkat keparahan karies
9
menurut WHO yaitu indeks DMF-T) sebesar 6,61 untuk Batola dan 5,54 untuk
Banjarmasin.
Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin banyak dialiri oleh sungai-
sungai yang airnya banyak berasal dari rawa-rawa yang berada di lingkungan di
sekitar sungai. Kondisi lingkungan lahan gambut dengan lingkungan rawa-rawa
menghasilkan air dengan tingkat keasaman antara pH 3,5 - 4,5. Tingginya tingkat
keasaman air sungai salah satu penyebabnya menurut Rafiek (2005) karena sungai
berfungsi untuk pembuangan air masam sehingga sejak dahulu petani yang
menggarap lahan rawa membuat dan memelihara ray yang dibuat setiap jarak 30
depa. Banyaknya air rawa yang mengalir ke sungai mengakibatkan kadar asam
air sungai menjadi sangat tinggi sehingga diduga berpengaruh terhadap
kesehatan gigi.
Status kesehatan gigi dan mulut masyarakat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah faktor lingkungan (fisik maupun sosial budaya) dan
perilaku. Membersihkan gigi dengan cara menyikat gigi sebagai bentuk perilaku
akan mempengaruhi baik atau buruknya kesehatan gigi dan mulut, di mana akan
mempengaruhi tingkat kerusakan gigi berupa karies gigi. Tingginya angka
kerusakan gigi Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin tidak bisa
dilepaskan dari pola hidup dan kebudayaan masyarakat yang sangat bergantung
dengan sungai terutama cara mereka menggosok gigi yang menggunakan air
sungai. Oleh karena itu untuk menjaga kesehatan gigi masyarakat perlu adanya
upaya pemahaman pada masyarakat untuk menggosok gigi dengan air yang
memenuhi persyaratan kesehatan, diantaranya adalah air yang memiliki kadar
10
keasaman yang rendah. Namun upaya penyadaran ini mengalami kendala karena
adanya praktik atau kebiasaan mereka yang sudah turun temurun mereka lakukan
serta kemungkinan adanya berbagai nilai yang menyebabkan mereka masih
melakukan aktivitas membersihkan gigi dengan air sungai.
Agar masyarakat mau mengubah cara mereka menggosok gigi perlu
dibuat sebuah studi yang mengkaji aspek sosial dan budaya yang melatar
belakangi kuatnya masyarakat untuk menggunakan air sungai untuk aktivitas
membersihkan gigi. Untuk itu, kajian ini menjadi sangat penting untuk
mengurangi tingginya angka kerusakan gigi pada masyarakat di daerah-daerah
rawa sebagaimana yang banyak dijumpai di Kalimantan Selatan.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, ada beberapa permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana tingkat keparahan karies gigi pada masyarakat lingkungan lahan
basah di Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin?.
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi budaya masyarakat lingkungan lahan
basah Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin menyikat gigi dengan
air sungai?
3. Model pemberdayaan yang seperti apa yang perlu dikembangkan untuk
menimbulkan kesadaran masyarakat untuk gosok gigi dengan air yang
memenuhi syarat kesehatan sehingga dapat mencegah tingginya tingkat karies
gigi pada masyarakat lahan basah?
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Menyikat Gigi
Menyikat gigi adalah suatu kegiatan cara untuk membersihkan gigi dan
mulut dari sisa makanan agar fermentasi sisa makanan tidak berlangsung terlalu
lama, sehingga kerusakan gigi tidak terjadi (Musadad dan Irianto, 2009). Perilaku
membersihkan gigi dan mulut dengan menyikat gigi akan mempengaruhi baik
atau buruknya kebersihan gigi dan mulut, sehingga akan mempengaruhi angka
karies (Ebrahimi, 2010).
Telah terbukti bahwa asam plak gigi akan turun dari pH normal 6-7
mencapai pH 5 dalam waktu 3-5 menit sesudah makan-makanan yang
mengandung karbohidrat.Menurut Suwelo (Agela, 2005) menyebutkan bahwa pH
saliva sudah menjadi normal (6-7) 25 menit setelah makan dan minum. Menyikat
gigi dapat mempercepat proses kenaikan pH 5 menjadi normal (6-7), sehingga
dapat mencegah proses pembentukan karies (Atmanda, 2011).
Kemampuan meyikat gigi secara baik dan benar merupakan faktor yang
cukup penting untuk pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut (Army US,
2010).Masa kanak-kanak awal merupakan masa yang ideal untuk mempelajari
berbagai keterampilan karena pada masa ini kemampuan motorik dan kognitif
anak mengalami perkembangan (Sayuti, 2010).Frekuensi menyikat gigi yang baik
adalah 2-3 kali sehari (Ebrahimi, 2010).American Dental Association (ADA)
menyatakan sikat gigi minimal dilakukan dua kali sehari, setelah sarapan pagi dan
malam sebelum tidur (Sayuti, 2010).
12
B. Karies
Karies adalah lubang gigi yang disebabkan hasil interaksi dari bakteri di
permukaan gigi, plak atau biofilm dan diet (khususnya komponen karbohidrat
yang dapat difermentasi oleh bakteri dalam plak menjadi asam) sehingga terjadi
demineralisasi jaringan keras gigi dan memerlukan cukup waktu untuk terjadinya
karies (Angela, 2005). Karies merupakan suatu infeksi jaringan keras gigi yaitu
email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dan
merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif (Agtini, 2010).
Proses kerusakan dimulai dari email dan terus ke dentin dan merupakan
suatu penyakit yang berhubungan dengan banyak faktor. Terdapat empat faktor
utama yang berperan dalam terjadinya karies yaitu gigi, mikroorganisme di dalam
plak, substrat dan waktu (Imron, 2010).Karies ditandai oleh adanya demineralisasi
mineral-mineral emaildan dentin, diikuti oleh kerusakan bahan-bahan organiknya.
Menurut Kidd (2012) karies adalah penyakit pada jaringan keras gigi yang
disebabkan oleh kerja mikroorganisme pada karbohidrat yang dapat diragikan di
permukaan gigi (demineralisasi terjadi pada pH 5,5 atau kurang). Derajat
keasaman lingkungan rongga mulut akan mempercepat terjadinya karies.
1. Etiologi Karies
Karies gigi adalah penyakit multifaktor yang merupakan hasil kombinasi dari 4
faktor utama yaitu gigi, mikroorganisme di dalam plak, substrat dan waktu.
1). Gigi.
Faktor- faktor dari gigi yang berpengaruh terhadap peningkatan karies, yaitu
:
13
a) Bentuk. Gigi dengan fit dan fisur yang dalam lebih mudah terserang karies.
b) Posisi. Gigi yang berjejal dan susunannya tidak teratur lebih sukar
dibersihkan. Hal ini cenderung meningkatkan penyakit periodontal dan
karies.
c) Struktur. Keberadaan flour dalam konsentrasi yang optimum pada jaringan
gigi dan lingkungannya merangsang efek anti karies (Sundoro, 2007).
2). Mikroorganisme di dalam plak
Peran bakteri dalam menyebabkan terjadinya karies sangatlah besar.
Bakteri plak yang sangat dominan dalam karies gigi adalah Streptococcus
mutans. Bakteri ini sangat kariogen karena mampu membuat asam dari
karbohidrat yang dapat diragikan (Harshanur, 1995). Streptococcus mutans
dapat menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat
polisakarida ekstrasel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan.
Polisakarida ini terdiri dari polimer glukosa, menyebabkan matriks plak gigi
mempunyai konsistensi seperti gelatin. Akibatnya bakteri-bakteri terbantu
untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain (Putri, 2010).
3). Substrat
Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dikonsumsi
sehari-hari yang menempel pada gigi (Satria dkk, 2009). Seringnya
mengkonsumsi gula akan menambah pertumbuhan plak dan menambah jumlah
Streptococcus mutans didalamnya (Togoo, 2011). Sukrosa merupakan gula
yang kariogen. Sukrosa merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi, maka
sukrosa merupakan penyebab karies yang utama (Hedge, 2011).
14
4). Waktu
Waktu menjadi salah satu faktor penting, karena meskipun ada ketiga faktor
sebelumnya proses pembentukan karies gigi relatif lambat dan secara klinis
terlihat kehancuran dari email lebih beberapa bulan. Adanya kemampuan saliva
untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies,
menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas periode kerusakan dan
perbaikan yang bergantian. Apabila saliva ada di dalam lingkungan gigi, maka
karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan
dalam bulan atau tahun (Sundoro, 2007).
2. Proses Terjadinya Karies
Beberapa macam bakteri plak seperti Streptococcus mutans mempunyai
kemampuan untuk melakukan fermentasi substrat karbohidrat dalam makanan
yang sesuai (misalnya sukrosa dan glukosa) sehingga membentuk asam dan
mengakibatkan turunnya pH sampai di bawah 5 atau 4,5 dalam tempo 1-3 menit.
Derajat keasaman tersebut baru akan kembali normal (pH sekitar 6-7) sekitar 30-
60 menit kemudian. Derajat keasamam akan berubah turun naik sesuai dengan
aktifitas dalam rongga mulut seseorang. Menurunnya pH yang berulang-ulang ini
dalam waktu tertentu mengakibatkan terjadinya demineralisasi pada permukaan
gigi dan proses karies pun di mulai (Hedge, 2011).
15
3. Indeks Karies Gigi
Indeks karies gigi adalah angka yang menunjukan tingkat status karies gigi
seseorang atau sekelompok orang. Formulasi indeks karies gigi permanen adalah
Indeks DMF-T ( DMF-Teeth), yang terdiri dari:
D : Decayed : Jumlah gigi karies dan masih dapat ditambal.
M : Missing : Jumlah gigi yang telah dicabut/hancur sendiri karena
karies atau harus dicabut karena karies.
F : Filled : Jumlah gigi yang mempunyai satu atau lebih tambalan
yang masih baik.
Angka DMF-T menggambarkan banyaknya karies yang diderita seseorang.DMF-
T dihitung per gigi, artinya gigi yang memiliki karies lebih dari 1 (misal karies
pada gigi molar 1 permanen terdapat karies dioklusal dan bukal maka karies tetap
dihitung “satu”). Pada indeks DMF-T tidak membedakan kedalaman karies,
misalnya karies superfisial, media atau profunda (Sundoro, 2007).
Rumus yang digunakan untuk menghitung DMF-T :
Indeks DMF-T =
Kategori DMF-T menurut WHO : 0,0 – 1,1 = sangat rendah 1,2 – 2,6 = rendah 2,7 – 4,4 = sedang 4,5 – 6,5 = tinggi 6,6< …..= sangat tinggi
16
C. Lingkungan Lahan Basah dan Kesehatan Gigi
Konvensi Ramsar (The Convention on Wetlands of International
Importance, especially as Waterfowl Habitat) di Iran pada tahun 1972
menyatakan bahwa:
Pasal 1.1: “… lahan basah adalah wilayah payau, rawa, gambut, atau
perairan, baik alami maupun buatan, permanen atau temporer (sementara), dengan
air yang mengalir atau diam, tawar, payau, atau asin, termasuk pula wilayah
dengan air laut yang kedalamannya di saat pasang rendah (surut) tidak melebihi 6
meter.”
Lahan basah adalah wilayah rawa-rawa yang sepanjang tahun, atau
selama waktu yang panjang dalam setahun, selalu jenuh air (saturated) atau
tergenang (waterlogged) air dangkal. Menurut Kusnaedi (2006), Air gambut pada
lahan basah merupakan air permukaan yang banyak terdapat di daerah pasang
surut dan berawa atau dataran rendah terutama di Sumatera dan Kalimantan yang
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Intensitas warna yang tinggi (kuning atau merah kecoklatan)
2. Ph yang rendah antara 2-5
3. Kandungan zat organik tinggi
4. Rasanya asam
5. Kandungan kation yang rendah
Mekanisme kerusakan gigi akibat lahan adalah kandungan air lahan basah
pada lahan gambut memiliki Ph yang asam, karena Kapasitas Tukar Kation
(KTK) tinggi sehingga Kejenuhan Basa (KB) sangat rendah.Semakin dalam tanah
17
gambut maka Ph semakin asam. Selain itu dekomposisi bahan organik pada
kondisi anaerob menyebabkan terbentuknya senyawa fenolat dan karboksilat yang
menyebabkan tingginya kemasaman gambut. Kondisi asam inilah yg berperan
penting dalam proses kerusakan gigi (Dariah dan Fahmudin, 2008)
Rongga mulut yang terpapar air dari lahan gambut akan berpengaruh pada
derajat keasaman rongga mulut mencapai Ph kritis enamel, yaitu 5,5. Ion H+
yang terkandung dalam air gambut akan berikatan dengan ion PO43- dari saliva
sehingga membentuk HPO43-. Dalam bentuk ini, HPO43- tidak dapat
menyeimbangkan kondisi enamel dan saliva, sehingga kristal enamel terlarut.
(Sagiman, 2007).
D. Aspek-aspek Sosial Budaya Dalam Perilaku Menggosok Gigi
Masalah kesehatan masyarakat banyak dipengaruhi oleh aspek-aspek
sosial dan budaya masyarakat. Aspek-aspek ini banyak mempengaruhi
masyarakat baik dalam pola pikir, cara bertindak dan bebagai perihal kehidupan
mereka. Terkait dengan aspek sosial budaya masyarakat, keberhasilan program
pemerintah di dalam permasalahan kesehatan juga sangat bergantung pada kedua
aspek ini (Azevado, 1991). Para peneliti etnografi dan antropologi kesehatan telah
sering menekankan bahwa keberhasilan sebuah program pemerintah tidak hanya
semata-mata akan didasarkan atas kemampuan memperoleh penjelasan ilmiah
atas sebab-sebab terjadinya penyakit, namun dengan memperhatikan pula nilai-
nilai dan kepercayaan yang mempengaruhi sikap-sikap masyarakat terhadap
18
penyakit itu sendiri, kematian serta terhadap sistem medis modern (biomedical)
yang diperkenalkan oleh kedokteran masa kini (Azevado, dkk. 1991).
Hal yang senada juga diutarakan oleh oleh A. Klienman yang diacu oleh
Persen dan Baruffati (Swasono, 1994) bahwa sistem medis adalah sistem budaya,
sehinggga seseorang tak akan dapat memahami suatu sistem medis tanpa
memahami konteks budaya tempat mereka merupakan bagiannya.
Di Indonesia, berbagai penelitian tentang kesehatan masyarakat juga
menunjukkan peran budaya terhadap tingkat kesehatan masyarakat. Hasil
penelitian Swasono (1994) yang mengkaji masyarakat Dani menunjukkan bahwa
tingginya tingkat resiko kesehatan perempuan dari pada laki-laki pada masyarakat
Dani baik dari segi penyakit fisik (kurang gizi dan food intake, konsekuensi
kematian akibat aborsi tradisional) serta gangguan psikologis karena faktor-faktor
sosial tidak dapat dilepaskan dari faktor penempatan kedudukan perempuan lebih
rendah dari laki-laki. Artinya aspek budaya mempengaruhi pada aspek kesehatan
masyarakat Wamena.
Lebih jauh Soejoeti (1995) menyatakan bahwa derajat sehat masyarakat
atau disebut psychosociosomatic health being merupakan resultante dari 4 faktor
yaitu: lingkungan, behaviour atau perilaku, Hereditu atau keturunan yang
dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk dan sebagainya dan health care
service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif. Dari keempat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku
merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi
rendahnya derajat kesehatan masyarakat, termasuk kesehatan gigi.
19
Untuk Kesehatan Gigi, Blum (Kidd dan Smith,2012) menyatakan bahwa
status kesehatan gigi dan mulut seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh
empat faktor penting yaitu keturunan, lingkungan (fisik maupun sosial budaya),
perilaku, dan pelayanan kesehatan. Dari keempat faktor tersebut, perilaku
memegang peranan yang penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan
mulut. Disamping mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut secara
langsung, perilaku dapat juga mempengaruhi faktor lingkungan dan pelayanan
kesehatan (Kidd dan Smith, 2012). Sehubungan dengan pendapat di atas, maka
perilaku budaya menyikat gigi akan mempengaruhi tingkat keparahan angka
karies.
20
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengukur indeks karies gigi pada masyarakat lahan basah.
2. Mengidentifikasi berbagai penyebab tingginya tingkat karies gigi pada
masyarakat lahan basah baik dari aspek lingkungan alam maupun aspek sosial
dan budaya masyarakat lahan basah terkait.
3. Membuat model pemberdayaan masyarakat untuk membudayakan gosok gigi
dengan air yang memenuhi syarat kesehatan dalam upaya mencegah tingginya
karies gigi.
B. Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penbelitian ini,
yaitu:
1. Semakin jelasnya gambaran tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan
gigi.
2. Teridentifikasinya secara lebih mendalam aspek sosial dan budaya
masyarakat lahan basah yang menyebabkan tingginya tingkat karies gigi
mereka.
3. Terumuskannya model pemberdayaan masyarakat lahan basah yang
memperhatikan aspek sosial dan budaya masyarakat untuk penyadaran
21
mereka agar menggosok gigi dengan air yang memenuhi persyaratan
kesehatan.
4. Meningkatnya kualitas hidup masyarakat lahan basah melalu pengembangan
model pemberdayaan masyarakat untuk mencegah ekses dari kondisi
lingkungan lahan basah.
22
BAB IV
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah Research and Development
(R&D). Penelitian telah dilaksanakan selama dua tahun dengan alur penelitian
yang diadaptasi dari Putro, dkk (2007). Alur penelitian pengembangan model
pemberdayaan masyarakat lahan basah untuk menggosok gigi dengan
menggunakan air yang memenuhi syarat kesehatan diawali dengan studi
pendahuluan untuk mengukur tingkat karies gigi, dan mengkaji aspek sosial
budaya yang mempengaruhi perilaku masyarakat yang berakibat pada tingginya
karies gigi dan dilanjutkan dengan pengembangan model pemberdayaan
masyarakat lahan basah agar membudayakan gogok gigi dengan air yang
memenuhi persyaratan kesehatan sebagai hasil akhir dari kegiatan penelitian.
Pengidentifikasian tingkat karies gigi masyarakat lahan basah dilaksanakan
dengan melakukan pengecekan gigi pada masyarakat yang menjadi sample
penelitian. Setelah pengecekan gigi, kegiatan penelitian selanjutnya adalah
pengkajian aspek-aspek sosial budaya yang mempengaruhi tingginya karies gigi
pada masyarakat lahan basah melalui studi pustaka, observasi lapangan, serta
penggunaan metode kualitatif untuk menggali informasi dari para informan.
Beberapa temuan penelitian tentang aspek social budaya sebagaimana ditemukan
dalam penelitian tahun pertama selanjutnya dicarikan feedback dari masyarakat
melalui klegiatan Focus Group discussion dan selanjutnya dibuat dalam draft
model pemberdayaan yang akan dikaji penerapannya dalam masyarakat
Secara rinci, dapat dilihat pada bagan berikut:
23
Secara rinci pada tahun pertama kegiatan penelitian diarahkan pada
Studi Pustaka Pra Survai
Pengukuran tingkat karies gigi pada masyarakat lahan basah
Identifikasi aspek sosial budaya yang mempengaruhi tingginya tingkat karies gigi pada masyarakat lahan basah
Draft Pengembangan Model Pemberberdayaan Masyarakat
Uji publik I
Uji publik II
Draft Final Model Pemberdayaan
Uji Validasi
Model Pemberdayaan dan rekayasa sosial Akhir yang Teruji
Tahun Ke-1
Tahun Ke-2
Revisi
Revisi
Gambar 1. Alur Penelitian Pengembangan Model Pemberdayaan Masyarakat Lahan Basah
24
Pada tahun pertama kegiatan penelitian diarahkan pada pengidentifikasian
tingkat karies gigi masyarakat lahan basah yang dilakukan dengan melakukan
pengecekan gigi pada masyarakat yang menjadi sample penelitian.
Kegiatan ini telah dilaksanakan di dua kota yaitu di Kota Marabahan dan
di Kota Banjarmasin. Di Kota Marabahan, pengecekan gigi dilakukan di sekolah
MTsN Marabahan pada tanggal 19 Juni 2014. Pada pengecekan gigi ini telah
dilaksanakan pengecekan terhadap 60 siswa yang terdiri dari 30 siswa yang
menggosok gigi dengan menggunakan air sungai serta 30 siswa yang menggosok
gigi dengan menggunakan air PDAM. Hasil pengecekan gigi 2 kelompok siswa
ini kemudian dibandingkan untuk melihat sejauhmana pengaruh air sungai
berpengaruh terhadap tingkat karies gigi.
Di Kota Banjarmasin, pengecekan gigi dilaksanakan di dua sekolah yaitu
SMPN4 Kota Banjarmasin dan SMPN 15 Kota Banjarmasin. Pengecekan gigi
yang dilakukan di SMPN4 dilakukan terhadap 30 orang siswa yang menggosok
gigi dengan air PDAM dan 30 siswa yang menggosok gigi dengan menggunakan
air sungai sedangkan pengecekan gigi di SMPN 15 dilakukan terhadap 18 siswa
yang menggosok gigi dengan air PDAM dan 22 orang yang menggosok gigi
dengan air sungai. Hasil pengeceakn gigi terhadap dua kelompok siswa ini,
sepereti halnya yang dilakukan di kota marabahan, juga dibandingkan.
Dari kegiatan pengecekan gigi yang dilakukan di dua kota ini
dimaksudkan untuk melihat perbedaan tingkat karies gigi antara kelompok siswa
yang menggosok gigi dengan air sungai dengan kelompok siswa yang
menggosok gigi dengan air sungai sehingga hasil dari penelitian ini akan
25
menegaskan akan pengaruh air sungai yang dialiri air dari rawa dengan Ph yang
rendah terhadap kesehatan gigi.
Setelah pengecekan gigi, kegiatan selanjutnya adalah pengkajian aspek-
aspek sosial budaya yang mempengaruhi tingginya karies gigi pada masyarakat
lahan basah melalui studi pustaka, observasi lapangan, serta penggunaan metode
kualitatif untuk menggali informasi dari para informan.
Kegiatan pengkajian yang sudah dilakukan adalah penggalian data
lapangan di Kabupaten Barito Kuala maupun di Kota Banjarmasin. Pencarian
data lapangan telah dilaksanakan dari tanggal 23 Juni 2014 sampai dengan
tanggal 3 Juli 2014 dan di Kota Banjarmasin sudah dilaksanakan dari tanggal 15
Juli 2014 sampai dengan 25 Juli 2014. Kegiatan di dua kota ini telah
mewawancarai sebanyak 40 informan yang terdiri staf dinas kesehatan, kepala
Puskesmas dan Petugas kesehatan gigi Puskesmas, tokoh masyarakat dan
beberapa masyarakat yang masih menggunakan air sungai untuk keperluan
sehari-hari termasuk menggosok gigi.
Data yang diperoleh dari lapangan yang berupa rekaman wawancara
selanjutnya ditranskrip dan dianalisis sehingga dapat menjelaskan beberapa
pertanyaan penelitian secara jelas dan gamblang.
Pada tahun kedua, kegiatan penelitian lebih diarahkan pada pengembangan
model pemberdayaan masyarakat untuk menggunakan air yang memenuhi
persyaratan kesehatan. Kegiatan penelitian ini dimulai dengan merumuskan draft
model pemberdayaan berdasarkan hasil dari kajian yang dilakukan pada penelitian
tahun pertama. Draft tersebut kemudian ditanggapai oleh para pihak yang
26
berkompeten dengan masalah kesehatan gigi dan kebudayaan masyarakat di
kedua kota Banjarmasin dan kabupaten Barito Kuala melalui kegiatan Focus
Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan pada tanggal 3 September 2015 di
Aula Fakultas Kedokteran Unlam, Jl. Veteran Kota Banjarmasin. Kegiatan FGD
ini mendatangkan tokoh masyrakat, praktisi kesehatan gigi, birokrat kesehatan
gigi serta dari para akademisi kedokteran gigi maupun dari sosiologi dan
antropologi. Hasil dari kegiatan ini selanjutnya dibuat dalam sebuah draft model
pemberdayaan yang sudah disempurnakan. Model pemberdayaan yang sudah
disempurnakan sebagai output dari kegiatan FGD kemudian dicari tanggapan dari
masyarakat. Untuk kepentingan ini, telah ditentukan dua desa untuk dijadikan
lokasi penelitian yaitu di kelurahan Alalak Utara di kota Banjarmasin serta Desa
Puntik Luar di kabupaten Barito Kuala.
Kelurahan Alalak Utara dijadikan tempat penelitian dikarenakan di
kelurahan tersebut dialiri oleh sungai besar yaitu sungai Barito dan masih
ditemukan masyarakat yang masih menggunakan air sungai meskipoun kelurahan
tersebut sudah dialiri oleh air PDAM. Desa Puntik Luar dijadikan desa penelitian
karena di desa ini belum dialiri air PDAM sehingga hampir semua masyarakat
masih menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari mereka serta masih
digunakan untuk kegiatan MCK. Perbedaan dua karakteristik desa tempat
penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap realitas
masyarakat yang berada di dua kabupaten dan kota yang menjadi sasaran dalam
penelitian ini di mana ada daerah-daerah yang sudah dialiri PDAm dan ada yang
belum diliri air PDAM.
27
Kajian respon masyarakat terhadap model tersebut dilakukan dengan
metode survei maupun metode kualitatif. Kajian ini dimulai dengan survei yang
dilaksakan pada tanggal 5-11 Okober 2015 serta wawancara mendalam pada
tanggal 12 – 15 Oktober 2015 untuk kota Banjarmasin. Sedangkan pelaksanaan
Survey di Desa Puntik Luar, kabupaten Barito Kuala dilaksanakan pada tanggal
18 - 24 Oktober 2015 dan dilanjutkan dengan wawancara mendalam terhadap
informan yang terpilih yang terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat dari tanggal 25 –
27 Oktober 2015 .
Jumlah responden masing-masing desa adalah sebanyak 100 orang warga
Desa atau kelurahan yang tersebar dalam beberapa RT yang menjadi wilayah desa
atau kelurahan tersebut. Jumlah responden untuk masing-masing RT ditentukan
secara proporsional sesuai dengan jumlah penduduk RT tersebut dan ditentukan
secara acak (simple random sampling). Untuk data kualitatif, penggalian data
dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap informan yang telah ditentukan
secara purposive di mana untuk masing-masing Kota Banjarmasin dan kabupaten
Barito Kuala diwawancarai sebanyak 10 orang informan yang terdiri dari praktisi
kesehatan dari dinas kesehatan kota, puskesmas, budayawan, tokoh agama serta
beberapa tokoh masyarakat di desa Puntik Luar dan Kelurahan Alalak Utara
Banjarmasin. Setelah uji publik, model pemberdayaan selanjutnya direvisi
sehingga diperoleh model pemberdayaan masyarakat yang kredibel.
28
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
1. Kabupaten Barito Kuala
1.1. Letak Geografis
Barito Kuala adalah sebuah nama kabupaten dari salah satu diantara 11
kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibu kotanya Marabahan1.Secara
geografis Kabupaten Barito Kuala terletak antara 2°29‟50” - 3°30‟18” Lintang
Selatan, 114°20‟50” - 114°50‟18” Bujur Timur, dengan luas wilayah 2.996,96
km2atau sekitar 7,76 % dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Dengan
luas wilayah tersebut, Kabupaten Barito Kuala terdiri dari 17 Kecamatan yang
terbagi menjadi 201 Desa/ Kelurahan (6 kelurahan dan 195 desa).
Kabupaten Barito Kuala ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Banjar
dan terletak paling barat dari Provinsi Kalimantan Selatan dengan batas wilayah
sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Tapin
Sebelah Timur : Kabupaten Banjar, Kota Banjarmasin
Sebelah Selatan : Laut Jawa
Sebelah Barat : Kabupaten Kapuas (Propinsi Kal-Teng).
Karena letak Kabupaten Barito Kuala paling barat dari Provinsi Kalimantan
Selatan dan bukan jalur lalu lintas ekonomi antar daerah, maka kabupaten ini
1 Pada tanggal 4 Januari 1960 dengan UU Nomor 27 Tahun 1959 Marabahan ditetapkan menjadi ibu kota Kabupaten Barito Kuala.
29
khususnya Kota Marabahan jarang disinggahi oleh orang sehingga Kabupaten ini
sepi sekali. Ini terlihat ketika menuju ke arah ibu kota Marabahan dari Kota
Banjarmasin melalui darat sangat sepi sekali,hanya sesekali berpapaasan dengan
kendaraan lain. Jarak dari Kota Marabahan ke Banjarmasin sekitar 56 km melalui
jalan darat dengan waktu jarak tempuh kurang lebih 1,5 jam perjalanan. Selain
melalui jalan darat juga bisa melalui transportasi sungai dengan mengendarai
perahu bermesin atau biasa masyarakat setempat menyebutnya dengan
kelotokdengan jarah tempuh sekitar 2,5 jam perjalanan.
Sebagian besar wilayah Kabupaten Barito Kuala dikelilingi oleh sungai
dan rawa.Dua sungai besar yang mengelilingi wilayah ini adalah Sungai Barito
dan Sungai Kapuas yang bermuara ke Laut Jawa.Selain Sungai Barito dan Sungai
Kapuas, sungai yang terdapat pada Kabupaten Barito Kuala antara lain Sungai
Tamban, saluran drainase Anjir Pasar, Tabukan dan saluran drainase Tabunganen.
Sungai-sungai ini selain berguna untuk transportasi air juga berguna untuk
pengairan sawah.
Bentuk geologis wilayah Kabupaten Barito Kuala merupakan dataran rendah
dengan ketinggian 0,2 - 3 m dari permukaan laut. Hampir semua wilayah yang
ada di Kabupaten Barito Kuala atau 90 persen dari luas areal tanah adalah rawa
pasang surut.Kondisi wilayah Kabupaten Barito Kuala yang seperti ini
menyebabkan tanah di wilayah ini secara umum mengandung lahan gambut,
sehingga tingkat keasamannya cukup tinggi mencapai ph 3-5. Hal ini
menyebabkan air dari tanah tidak bisa dikonsumsi karena mengandung senyawa
besi dan sulfur atau biasa disebut larutan firit yang kurang baik untuk kesehatan.
30
1.2. Penduduk dan Mata Pencaharian
Jumlah penduduk Kabupaten Barito Kuala pada tahun 2013 tercatat
sebanyak286.075 jiwa, dengan komposisi jumlah perempuan 142. 837 jiwa dan
jumlah laki-laki 143.238 jiwa.
Tabel 1
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah 1. Tabunganen 10004 9857 19861 2. Tamban 16208 15913 32121 3. Mekarsari 8349 8464 16813 4. Anjir Pasar 7861 7975 15836 5. Anjir Muara 10083 10051 20134 6. Alalak 26836 26998 53834 7. Mandastana 7230 7247 14477 8. Belawang 6582 6544 13126 9. Wanaraya 6403 6321 12724 10. Barambai 7264 7134 14398 11. Rantau Badauh 7311 7319 14630 12. Cerbon 4377 4327 8704 13. Bakumpai 4876 4819 9695 14. Marabahan 9735 9857 19592 15. Tabukann 4193 4201 8394 16. Kuripan 2731 2768 5499 17. Jejangkit 3195 3042 6237
Jumlah 143238 142837 286075
Sumber: Barito Kuala Dalam Angka 2013
Kabupaten Barito Kuala yang terletak paling barat dari Provinsi
Kalimantan Selatan, secara umum keadaan tanahnya adalah rawa dan sebagian
besar penduduknya tinggal di daerah pedesaan sehingga masyarakatnya sebagian
besar mata pencahariannya adalah pertanian tanaman pangan, kemudian Pegawai
31
Negeri termasuk TNI/POLRI, sektor industri pengolahan, perdagangan dan jasa.
Pada sektor pertanian tanaman pangan, selain padi, buah-buahan juga
menjadi andalan.Diantaranya adalah jeruk, nanas, mangga dan rambutan. Budi
daya jeruk menempati urutan paling besar dihasilkan di Kabupaten Barito Kuala
melalui perkebunan rakyat.Setiap delapan sampai sepuluh bulan sekali ke empat
hasil perkebunan ini membanjiri pasaran di wilayah Kalimantan Selatan. Sebagai
unggulan jeruk di Kabupaten Barito Kuala rasanya tidak kalah manis dengan
jeruk mandarin. Di wilayah Barito Kuala dalam hal perkebunan, beberapa tahun
ini pemerintah mulai berupaya mengembangkan perkebunan sawit, sehingga
masyarakat Barito Kuala banyak yang terserap tenaga kerjanya di sektor ini
terutama yang tinggal di sekitar daerah perkebunan sawit.
Selain produk dari sektor pertanian tanaman pangan, sebagian penduduk
juga ada yang bermata pencaharian sebagai pengrajin rumah tangga.Seperti
kerupuk ikan, anyaman purun dan minyak kelapa.Produk kerupuk ikan yang
terkenal dari Kabupaten Barito Kuala adalah kerupuk ikan pipih yang gurih
rasanya berbahan ikan pipih yaitu ikan sungai.
Beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Barito Kuala seperti
Kecamatan Jelapat dan Kecaamatan Tamban berdiri beberapa perusahaan besar
dan bahkan beberapa berkantor pusat di Jakarta. Oleh sebab itu masyarakat di dua
kecamatan tersebut banyak yang bekerja sebagai buruh pabrik diantaranya pabrik
lem, pabrik kayu lapis dan moulding.
32
1.3. Kondisi Masyarakat
Kabupaten Barito Kuala adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi
Kalimantan Selatan yang menjadi sasaran program transmigrasi dari pemerintah
pusat sejak tahun 1976.Hal ini menyebabkan beberapa wilayah kecamatan di
Kabupaten Barito Kuala mayoritas penduduknya transmigrasi dari pulau di Luar
Kalimantan atau bukan dari Barito Kuala.Penduduk asli di Kabupaten Barito
Kuala ada beberapa etnis yaitu etnis Dayak, etnis Bakumpai, dan etnis
Banjar.Tetapi ada beberapa kecamatan seperti di Kecamatan Brambai
penduduknya sebagian besar dari etnis Jawa.Ini disebabkan karena adanya
program transmigrasi di daerah tersebut.Para transmigan yang ada di Kabupaten
Barito Kuala berasal dari etnis Jawa, Madura, Sunda, Sasak dan Flores.
Tingkat pendidikan di Kabupaten Barito Kuala tergolong rendah.Ini
disebabkan karena sebagian besar penduduknya yang bermata pencaharian
sebagai petani tinggal di desa dan rata-rata hanya tamat Sekolah Dasar (SD).
33
Tabel 2
Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Jenis Kelamin
dan Ijazah Tertinggi:
Ijazah Laki-laki Perempuan Jumlah Tdk punya ijazah SD 5.25 8.00 13.25 SD/SDLB 8.47 8.05 16.53 M.ibtidaiyah 0.42 0.54 0.95 Paket A - 0.06 0.06 SMP/SMPLB 8.05 8.65 16.71 M.Tsanawiyah 0.48 1.37 1.85 Paket B 0.18 0.06 0.24 SMA/SMALB 15.10 15.81 30.91 M.Aliyah 0.84 1.37 2.21 SMK 2.68 1.37 4.06 Paket C - 0.12 0.12 D1/D2 0.24 0.60 0.84 D3/Sarjana muda 1.85 1.73 3.58 D4/S1 4.18 3.34 7.52 S2/S3 0.89 0.30 1.19
Jumlah 48.63 51.37 100.00 Sumber: Barito Kuala Dalam Angka 2013
Meskipun sebagian besar penduduknya banyak yang tinggal di pedesaan
dan bermata pencaharian sebagai petani, mereka tetap memperhatikan pendidikan
anaknya. Ini terbukti dari adanya kampung Inggris yang berdiri sejak bulan
Oktober tahun 2012.Kampung Inggris adalah sebuah tempat yang ada di desa
Desa Karang Indah Kecamatan Mandastana yang dijadikan sebagai pusat
pembelajaran bahasa Inggris di Kalimantan Selatan.Di kampung ini terdapat
aktivitas kursus bahasa Inggris yang dipadukan dengan keunikan alam.
34
1.4. Kesehatan
a. Ketersediaan Tenaga Medis Kesehatan Kabupaten Barito Kuala
Tenaga Medis di Kabupaten Barito Kuala tergolong masih kurang.
Mereka tersebar di berbagai Puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten Barito
Kuala. Untuk lebih lengkapnya, dapat dilihat dar tabel berikut:
Tabel3
Jumlah Tenaga Medis Kesehatan GigiKabupaten Barito Kuala Tahun 2013
No Tenaga Medis Jumlah Rasio Terhadap 100.000
Penduduk 1. Dokter Spesialis 2 0,69
2. Dokter Umum 43 14,863
3. Dokter Gigi Spesialis - -
4. Dokter Gigi 16 5,53
Jumlah 61
Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Barito Kuala 2013 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah tenaga medis kesehatan gigi di
Kabupaten Barito Kuala masih terbatas. Total keseluruhan dokter yang
beroperasi di Kabupaten Barito Kuala berjumlah 61 orang yang terdiri dari dokter
umum sebanyank 43 orang atau setara dengan rasio terhadap 10.000 penduduk
14,863 dokter sepesialis 2 orang atau rasio 0,69 dan untuk dokter gigi jumlahnya
16 orang denga rasio per 10.000 penduduk 5,53.
35
b. Tren Penyakit Dalam Lima Tahun Terakhir
Gangguan gigi merupakan salah satu dari 10 penyakit yang populer di
Kabupaten Barito Kuala dalam 5 tahun terakhir (2009-2013). Hal ini dapat dilihat
dari tabel berikut:
Tabel 4
Tren Penyakit Dalam Lima Tahun Terakhir
No Nama Penyakit Trend
2009 2010 2011 2012 2013
1 ISPA 1 1 1 1 1
2 Hipertensi Esensial (Primer) 2 2 2 2 2
3 Gastritis dan Duodentis 3 3 3 4 5
4 Artritis Lainnya 4 4 4 3 3
5 Gangguan Gigi dan Jaringan
Penunjang Lainnya
5 7 7 7 7
6 Batuk 6 6 6 6 6
7 Pulpa dan Periapikal 7 5 5 5 4
8 Dermatitis Lainnya 8 10 10 15 13
9 Sakit Kepala 11 8 8 8 10
10 Demam yg Sebab Tak Diketahui 9 13 13 12 11
Sumber: Barito Kuala Dalam Angka 2013
Dari tabel diatas tampak bahwa keluhan gigi berada dalam posisi ke 7 dari
10 penyakit yang popular di Kabupaten Barito Kuala. Banyaknya keluhan gigi
diakibatkan oleh pola perilaku masyarakat Barito Kuala dalam mengosok gigi dan
36
perilaku MCK yang banyak beraktivitas di sungai yang memiliki kadar Ph yang
rendah.
2. Kota Banjarmasin
2.1. Letak Geografis
Kota Banjarmasin secara geografis terletak antara 3º16´46´´ sampai
dengan 114º22´54´´ Lintang Selatan dan 114º31´40´´ sampai dengan 114º39´55´´
Bujur Timur. Luas Kota Banjarmasin adalah 98,46 km² dengan komposisi
peruntukan lahan mayoritas berupa lahan pertanian yaitu sekitar 47,09% disusul
kemudian oleh lahan perumahan 39,59%, perdagangan 5,66%, perkantoran 4,44%
dan industri sebanyak 3,52%.
Secara administratif, Kota Banjarmasin terdiri dari 5 Kecamatan, yaitu
Kecamatan Banjarmasin Selatan, Kecamatan Banjarmasin Timur, Kecamatan
Banjarmasin Barat, Kecamatan Banjarmasin Tengah, dan Kecamatan Utara
dengan 52 Kelurahan. Kota Banjarmasin berbatasan dengan:
a. Di sebelah utara dengan Kabupaten Barito Kuala.
b. Di sebelah timur dengan Kabupaten Banjar.
c. Di sebelah barat dengan Kabupaten Barito Kuala.
d. Di sebelah selatan dengan Kabupaten Banjar.
37
2.2. Keadaan Penduduk
Kota Banjarmasin banyak dihuni oleh masyarakat Banjar yang terkenal
sebagai masyarakat yang sangat kuat memegang teguh agama Islam. Mereka
menjadi penuduk yang mayoritas sebagaimana terlihat pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5
Jumlah Penduduk Kota Banjarmasin Berdasarkan Agama yang Dianut
No. Agama Jumlah Persen
1. Islam 658.044 96,11
2. Kristen Protestan 12.194 1,78
3. Kristen Katolik 7.467 1,09
4. Budha 4.651 0,68
5. Hindu 2.326 0.34
Total 684.682 100
Sumber: Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan SelatanTahun 2011
Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kota
Banjarmasin beragam Islam yaitu sebanyak 658.044 atau sekitar 96,11% dan
sisanya beragama Kristen Protestan, Katolik, Budha dan Hindu. Warga
Banjarmasin dikenal sebagai masyarakat yang taat beragama dimana
kehidupannya sangat lekat dengan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam.
2.3. Perekonomian
Kota Banjarmasin merupakan pintu gerbang arus barang dari luar Pulau
Kalimantan ke Pulau Kalimantan sejak zaman kerajaan-kerajaan sampai sekarang
dengan pelabuhannya yang besar, Pelabuhan Tri Sakti. Barang-barang komoditas
38
perdagangan dari Pulau Jawa sebelum sampai ke seantero Kalimantan hampir
semuanya transit melalui kota Banjarmasin. Letak strategis kota Banjarmasin ini
berpengaruh kepada pendapatan Kota Banjarmasin. Data Indeks Pembangunan
Manusia Kota Banjarmasin tahun 2011 menunjukkan bahwa pendapatan regional
Kota Banjarmasin dari sektor angkutan dan komunikasi adalah sektor
penyumbang terbesar yaitu sebesar 23,29 persen, sektor perdagangan, restoran
dan perhotelan sebesar 20,65 % dan sektor industri pengolahan sebesar 15,34%
Sesuai dengan letaknya yang strategis untuk sektor perdagangan, maka
pekerjaan masyarakat Kota banjarmasin banyak berkecimpung pada sektor
perdagangan sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut:
39
Tabel 6
Persentase Penduduk Kota Banjarmasin Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin Tahun 2011
No. Lapangan Pekerjaan Laki-laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4)
01. Pertanian 1,46 0,59 2,05
02. Pertambangan & Energi 1,54 0,11 1,65
03. Industri Pengolahan 5,07 3,97 9,04
04. Listrik, Gas, dan Air 0,78 0,11 0,89
05. Konstruksi 6,95 0,08 7,04
06. Perdagangan 19,61 20,70 40,32
07. Angkutan & Komunikasi 9,05 1,21 10,26
08. Keuangan 1,27 1,15 2,42
09. Jasa-jasa Lainnya 14,66 10,99 25,65
10. Lainnya 0,34 0,35 0,69
Total 60,73 39,27 100,00
Sumber: BPS Kota Banjarmasin (Susenas 2011)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Kota
Banjarmasin adalah sebagai pedagang yaitu 40,32%. Banyaknya penduduk Kota
Banjarmasin yang bekerja di sektor perdagangan ini sebetulnya berbanding
terbalik dengan peruntukan lahan kota yang berjulukan sebagai kota seribu sungai
ini yang mayoritas peruntukkannya untuk pertanian (47,09%). Hal ini terjadi
karena kurang suburnya lahan pertanian di daerah ini serta karena secara geografis
letak kota ini sangat strategis sebagai kota transit berbagai komoditas perdagangan
dari luar Kalimantan ke Pulau Kalimantan terutama Kalimantan Selatan
40
danKalimantan Tengah. Masyarakat Kota Banjarmasin memanfaatkan letak kota
ini yang strategis.
2.4. Lingkungan Perumahan
Sesuai dengan julukannya “Kota Seribu Sungai” lingkungan Kota
Banjarmasin banyak dikelilingi oleh sungai-sungai. Masyarakat di kota ini banyak
memanfaatkan sungai-sungai ini sebagai sarana transportasi dan tempat untuk
keperluan mandi, cuci dan kakus (MCK). Perkampungan dan perumahan
dibangun di sepanjang jalur sungai dengan rumah menghadap ke jalan darat dan
membelakangi sungai.Perumaham masyarakat dipinggir sungai, banyak yang
berbaris sampai ke dalam-dalam di atas sungai.
2.5. Kesehatan
Ketersediaan air bersih di kota ini sudah sangat baik di mana sambungan
pipa PDAM sudah mencapai 95% wilayah perumahan, kecuali daerah-daerah
Sungai Gampa, Sungai Lulut dan Kelurahan Mantuil (Profil Kesehatan Kota
Banjarmasin).
Jumlah tenaga medis Kesehatan di Kota Banjarmasin juga masih kurang
dengan jumlah dokter yang masih sangat kecil sebagaimana dapat dilihat dalam
tabel berikut:
41
Tabel7
Jumlah Tenaga Medis Kesehatan Gigi Puskesmas
Di Kota Banjarmasin Tahun 2013
No Tenaga Medis Jumlah Rasio Terhadap 100.000
Penduduk 1. Dokter spesialis - -
2. Dokter umum 88 13,58
3. Dokter Gigi Spesialis - -
4. Dokter Gigi 23 3,549
Total 111
Sumber: Profil Kesehatan Kota Banjarmasin 2013
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah dokter umum sebanyak 88
orang atau Rasio terhadap 100.000 penduduk berjumlah 13,58% dan dokter gigi
bejumlah 23 orang atau rasio terhadap 100.000 penduduk berjumlah3,549.
Jumlah dokter umum dan dokter gigi di Banjarmasin memang lebih banyak dari
pada di Kabupaten Barito Kuala, namun kalau dilihatdari rasio terhadap 100.000
penduduk jumlah dokter di Barito Kuala lebih banyak dari pada di Banjarmasin
(14,863 berbanding dengan 13,5) begitu juga dengan rasio dokter gigi, di
Kabupaten Barito Kuala lebih banyak dari pada Kota Banjarmnasin (5,53
berbanding dengan 3,55). Dengan demikian kedua wilayah penelitian ini
(Kabupaten Berito Kuala dan Kota Banjarmasin) ketersediaan dokter masih
sangat kurang.
42
B. TEMUAN DAN ANALISIS DATA
I. Komparasi Indeks DMF-T Kelompok Siswa yang menggosok Gigi
Menggunakan Air PDAM dan Air Sungai
Pelaksanaan pemeriksaan kerusakan gigi dengan indeks DMF-T dilaksanakan
pada siswa setingkat SMP dengan tujuan untuk mendapatkan data DMF-T sesuai
dengan syarat yang telah ditetapkan yaitu: Indeks DMF-T digunakan untuk
mengukur tingkat kerusakan gigi permanen. Pada usia setingkat SMP dengan
kisaran usia diatas 12 tahun maka gigi permanen siswa sudah tumbuh semua
sampai gigi geraham ke dua ( Molar 2).
Pemilihan lokasi penelitian meliputi wilayah Kabupaten Barito Kuala dan
Kota Banjarmasin bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang sesuai dengan
tujuan penelitian yaitu mendapatkan perbandingan angka DMF-T antara siswa
yang menggosok giginya menggunakan air sungai dengan air PDAM dengan
homogenitas sampel sesuai harapan. Sampel penelitian juga dipisahkan
berdasarkan jenis kelamin dan usia. Tujuan pemisahan ini adalah untuk
mengetahui faktor yang mempunyai peranan paling besar terhadap tingkat
kerusakan gigi.
43
Tabel 8
DMF-T Siswa MTSN Marabahan Kabupaten Barito Kuala yang Menggosok Gigi Menggunakan Air PDAM
NO NAMA JENIS KELAMIN DMF-T 1 M. Noor Akbar L 2 2 M.Rizki L 1 3 M. Khatami Anwar L 3 4 M. Agus Eko Wicaksono L 3 5 M.Arsyat Arrasyadi L 2 6 M.Ridha Ramadhan L 3 7 Riduan Ghani L 4 8 Meidy Amrullah L 2 9 M.Rinaldianoor L 2 10 M.Riski Abdi L 5 11 Mahmud Firdaus L 4 12 Eko Purnomo L 2 13 M.Syarif Khauzaki L 5 14 M.Fahmi Arif L 4 15 M.Najih Mubarak L 3
INDEKS DMF-T SISWA LAKI-LAKI = 45 /15 = 3 ( SEDANG ) 16 Firda Amalia Safira P 0 17 Khairunnisa P 4 18 Windi Nur Azizah P 4 19 Risna P 3 20 Aprilia Nilam Sari P 2 21 Sheila Nursalsabila P 4 22 Sherly Novita P 2 23 Sonia P 2 24 Sri Fatmawati P 3 25 Syarfiatul Uzma P 2 26 Misda Elinawati P 5 27 Norma Hairunnisa P 2 28 Rabiatul Adawiyah P 1 29 Nura Insyirah P 3 30 Nanda Dewi Fajar P 2
INDEKS DMF-T PEREMPUAN 39 /15 = 2,6 ( RENDAH )
INDEKS DMF-T SISWA L DAN P = 84 /30 = 2,8 ( SEDANG)
44
Tabel 9 DMF-T siswa MTSN Marabahan Kabupaten Barito Kuala
yang Menggosok Gigi Menggunakan Air Sungai
NO NAMA JENIS KELAMIN DMF-T 1 M.Nafis Norfaizi L 6 2 Rasyid Sadikin L 5 3 Abdi Khairi L 6 4 Bustanul Arifin L 5 5 M.Rizali Nurdin L 6 6 Fajri Aminudin L 6 7 Hermaulan L 6 8 M.Ihsanuddin L 5 9 Ramli Syahri L 5 10 Wahyu L 6 11 Akhmad Juliadi L 4 12 M.Yusril L 5 13 M.Rafi‟i L 5 14 Zainal Ilmi L 4 15 Arif Anlunaza L 6
INDEKS DMF-T SISWA LAKI-LAKI = 80 /15 = 5,3 ( TINGGI )
16 Maya Andriyani P 7 17 Nurul Mahmudah P 6 18 Ratna Agustina P 6 19 Siti Saudah P 4 20 Sri Wahyuningsih P 6 21 Auliani Safitri P 6 22 Fitrana P 7 23 Kartika P 5 24 Nursifa Hasanah P 5 25 Risma Maulina Yanti P 5 26 Tiya Andriyani P 6 27 Laela Hafsari P 6 28 Yasinta P 5 29 Hamisa P 6 30 Widya Agustina P 8
INDEKS DMF-T PEREMPUAN 88 /15= 5,8 ( TINGGI )
INDEKS DMF-T SISWA L DAN P = 168 /30 = 5,6 ( TINGGI )
45
Tabel 10 DMF-T siswa SMPN 4 Banjarmasin
yang Menggosok Gigi Menggunakan Air PDAM
NO NAMA JENIS KELAMIN DMF-T 1 M. A. Reza L 0 2 Komaruddin L 1 3 M. Yusuf L 1 4 M. Arieyanto L 2 5 Hendi Ruspiandi L 1 6 Misnani L 3 7 Muhammad Rizqi L 0 8 Pitduant L 3 9 Amirullah L 1 10 Ferry Pratama L 0 11 Almadani L 2 12 Muhamad Angga Saputra L 0 13 Alfiandi R H L 3 14 Akhmad Riyadi L 2 15 Arya Rindani Putra L 0
INDEKS DMF-T SISWA LAKI-LAKI = 19 /15 = 1,2 ( RENDAH ) 16 Yulia Safitri P 2 17 Syeila Widya Sari P 2 18 Siti Rahma Adelia P 1 19 Nurul Hidayah P 0 20 Rina Hartanti Fahulisa P 0 21 Maulida Safitri P 1 22 Niken Widya Asmara P 2 23 Aisyah P 2 24 Sarmila P 2 25 Trynovia Putri P 1 26 Noor Latifah P 0 27 Hilmawati P 2 28 Devy Ananda P 2 29 Nurul Laili P 0 30 Ananda Fitriani P 3
INDEKS DMF-T PEREMPUAN 20 /15 = 1,3 ( RENDAH )
INDEKS DMF-T SISWA L DAN P = 39 /30 = 1,3 ( RENDAH )
46
Tabel 11 DMF-T siswa SMPN 4 Banjarmasin
yang Menggosok Gigi Menggunakan Air Sungai
NO NAMA JENIS KELAMIN DMF-T 1 Noor Haliman L 5 2 Ahmad Baihaki L 4 3 A.Arabbi L 4 4 M. Suryadi L 6 5 Muhammad Ramadhan L 6 6 M. Rifa‟i L 5 7 Muhamad Arianto L 7 8 Fathurahman L 5 9 Rena Hasan L 6
INDEKS DMF-T SISWA LAKI-LAKI = 48 /9 = 5.3 ( TINGGI ) 10 Herniwati P 6 11 Noor Hafifah P 4 12 Syarifah Nabila P 4 13 Noormadani Safitri P 5 14 Nurhayati P 7 15 Nurhayani P 6 16 Putri Afifah P 5 17 Desy Rizky Amalia P 5 18 Aprilla Amelia Putri P 4 19 Monika Suita P 5 20 Nurul Hairi P 6 21 Yulitta Khairunnisa P 7
INDEKS DMF-T PEREMPUAN 64 /12 = 5,3 (TINGGI )
INDEKS DMF-T SISWA L DAN P = 112 /21 = 5,3 (TINGGI)
47
Tabel 12. DMF-T Siswa SMPN 15 Banjarmasin
yang Menggosok Gigi Menggunakan Air PDAM
NO NAMA JENIS KELAMIN DMF-T 1 Martono L 3 2 Ahmad Zein L 3 3 Alfin Nafis L 4 4 A.Fikry Rosady L 3
INDEKS DMF-T SISWA LAKI-LAKI = 45 /15 = 3 ( SEDANG ) 5 Ramadina Adinda P 2 6 Novita P 2 7 Aprina Mutmainah P 0 8 Amalia Putri P 2 9 Raudatul Muslimah P 1 10 Miftahul Jannah P 3 11 Yulistia Yumna Akbari P 4 12 Hana Hopia P 4 13 Irianti Utami Gurizal P 1 14 Pipit Novi P 2
INDEKS DMF-T PEREMPUAN 39 /15 = 2,6 ( RENDAH )
INDEKS DMF-T SISWA L DAN P = 84 /30 = 2,8 ( SEDANG)
48
Tabel 13. DMF-T Siswa SMPN 15 Banjarmasin
yang Menggosok Gigi Menggunakan Air Sungai
NO NAMA JENIS KELAMIN DMF-T 1 M.Umar L 6 2 Herianto L 8 3 Rama Dwi Anggara L 6 4 Andrainor L 6 5 M.Fadillah L 7 6 Alvin L 8 7 Riduan Yazmin L 7
INDEKS DMF-T SISWA LAKI-LAKI = 48 /7 = 6,8 ( SANGAT TINGGI )
8 Hopipah P 5 9 Widya Nurul P 7 10 Tasya Namira P 6 11 Rizki Auliani P 8 12 Fitri Noor Hikmah P 7 13 Hayatunufus P 6 14 Ajeng Cyntia Azahra P 7 15 Fairus Nazla P 5
INDEKS DMF-T PEREMPUAN 51 /8 = 6,3 (TINGGI )
INDEKS DMF-T SISWA L DAN P = 99 /30 = 6,6 ( SANGAT TINGGI )
Dari pemeriksaan gigi yang dilakukan terhadap dua kelompok siswa yang
menggosok gigi dengan air PDAM dan air sungai ditemukan bahwa siswa yang
menggosok gigi dengan air sungai memiliki nilai indeks DMF-T yang lebih tinggi
dari pada kelompok siswa yang menggosok gigi dengan air PDAM. Di sekolah
MTsN Marabahan, indek DMF-T kelompok siswa yang menggunakan air sungai
mendapat skor 5,6 lebih tinggi dari indeks DMF-T kelompok siswa yang
menggunakan air PDAM yang mendapat skor 2,8 (sedang). Temuan serupa juga
didapatkan dari hasil pemeriksaan gigi yang dilakukan di dua sekolah di Kota
Banjarmasin. Di sekolah SMPN 4 Kota Banjarmasin, indeks DMF-T kelompok
49
siswa yang menggunakan air sungai adalah 5,3 lebih tinggi dari pada kelompok
siswa yang menggunakan air PDAM dengan indeks DMF-T 1,3 begitu juga
dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan di sekolah SMPN 15 Kota Banjarmasin
di mana kelompok siswa yang menggunakan air sungan berindeks DMF-T 6,6
lebih tinggi dari kelompok siswa yang menggunakan air PDAM dengan indeks
DMF-T 2,67.
Tabel 14 DMF-T Siswa berdasarkan jenis kelamin, wilayah dan air yang dipakai
untuk menggosok gigi
SISWA AIR PDAM AIR SUNGAI TOTAL
DMF-T L P DMF-
T
L P DMF-
T
MTSN
MARABAHAN 3 2,6 2,8 5,33 5,87 5,6 4,2
SMPN 4
BANJARMASIN 1,27 1,33 1,3 5,33 5,33 5,33 3,31
SMPN 12
BANJARMASIN 3,25 2,1 2,67 6,86 6,37 6,6 4,64
TOTAL DMF-T 2,5 2,01 2,25 5,84 5,86 5,84 4,05
Hasil penelitian yang dituangkan pada tabel 14 menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan kriteria Indeks karies gigi berdasarkan jenis kelamin maupun
wilayah pada siswa yang menggosok giginya menggunakan air sungai dengan
rata-rata DMF-T = 5,84 ( kriteria tinggi menurut WHO). Pada siswa yang
menggosok giginya menggunakan air PDAM terdapat perbedaan kriteria Indeks
karies berdasarkan jenis kelamin dan wilayah. Kriteria Indeks karies jenis kelamin
50
laki – laki lebih tinggi dibanding perempuan. (DMF-T laki – laki = Sedang, DMF-
T Perempuan = rendah) pada siswa MTSN Marabahan dan SMPN 15
Banjarmasin.
Tabel 15
DMF-T Siswa berdasarkan usia, wilayah dan air yang dipakai untuk menggosok gigi
SISWA
AIR PDAM AIR SUNGAI TOTAL
DMF-T
USIA (TH) USIA (TH)
13 14 15 DMF-
T 13 14 15
DMF-T
MTSN Marabahan
2 2,4 3,9 2,76 4,8 5,75
6,25
5,6 4,18
SMPN 4 Bjm 0,43
1,33
2,4 1,38 4,25
5,33
6,6 5,39 3,38
SMPN 15 Bjm 1 2,42
3,5 2,31 5,33
6,5 7,75
6,53 4,42
Total DMF-T 1,14
2,05
3,27
2,15 4,79
5.86
6,87
5,84 3,99
Hasil penelitian yang dituangkan pada tabel 2 menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan kriteria Indeks karies gigi berdasarkan usia siswa dimana
semakin meningkatnya usia maka angka DMF-T semakin meningkat. Peningkatan
angka DMF-T siswa terjadi pada semua wilayah penelitian. DMF-T terendah pada
usia 13 tahun pada siswa yang menggosok gigi dengan air PDAM (0,43 = sangat
rendah) dan DMF-T tertinggi pada usia 15 tahun pada siswa yang menggosok
gigi dengan air sungai (7,75 = sangat tnggi).
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa Indeks karies DMF-T siswa yang menggosok giginya
51
menggunakan air sungai lebih tinggi daripada siswa yang menggosok giginya
menggunakan air PDAM. Kriteria menurut WHO tingkat kerusakan gigi siswa
yang menggosok giginya menggunakan air sungai adalah rentang antara tinggi s/d
sangat tinggi sedangkan siswa yang menggosok giginya menggunakan air PDAM
adalah rentang antara sangat rendah s/d sedang.
II. Kajian Aspek Sosial dan Budaya
Tingginya karies gigi masyarakat di dua kabupaten /Kota Barito Kuala dan
Banjarmasin tidak dapat dilepaskan dari berbagai lingkungan fisik yang menjadi
tempat mereka tinggal dan juga aspek sosial dan budaya masyarakat dimana
ketiga hal tersebut yang mempengaruhi derajat hidup masyarakat. Blum (Kidd
dan Smith, 2012) menyatakan bahwa status kesehatan gigi dan mulut seseorang
atau masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu keturunan,
lingkungan (fisik maupun sosial budaya), perilaku, dan pelayanan kesehatan. Dari
keempat faktor tersebut, perilaku memegang peranan yang penting dalam
mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut.Di samping mempengaruhi status
kesehatan gigi dan mulut secara langsung, perilaku dapat juga mempengaruhi
faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan (Kidd dan Smith, 2012). Sehubungan
dengan pendapat di atas, maka perilaku budaya menyikat gigi akan
mempengaruhi tingkat keparahan angka karies gigi.
52
2.1. Kebijakan Pemerintah dan Kendala yang Dihadapi Dalam Mengurangi
Tingginya Tingkat Karies Gigi
Pemerintah Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin sudah
berupaya di dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Untuk kesehatan
gigi, kedua pemerintah kabupaten/kota, di mana kedua pemerintah kabupaten/kota
ini menempati posisi teratas di dalam indek karies gigi di Provinsi Kalimantan
Selatan telah melakukan berbagai upaya di dalam penanganan penyakit
ini.Diantaranya adalah kegiatan-kegiatan Promosi Kesehatan, UKGS (Usaha
Kesehatan Gigi Sekolah) dan UKGM (Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat),
kemudian Penyediaan air bersih untuk kawasan yang belum terjangkau dengan
PDAM.Namun di dalam pelaksanaannya ditemukan berbagai kendala sehingga
penanganan karies gigi masih belum berjalan dengan optimal.
a. Kegiatan Promosi Kesehatan
Kegiatan promosi kesehatan merupakan kegiatan yang sering dilakukan di
kedua kota wilayah penelitian ini. Di Kabupaten Barito Kuala promosi kesehatan
banyak dilakukan oleh tenaga medis melalui berbagai media seperti, di kegiatan
puskesmas, posyandu dan bahkan di tempat-tempat pengajian ibu-ibu selalu
diselipkan dengan materi kesehatan. Hal ini dapat di lihat dari tabel berikut:
53
Tabel16
Jumlah Kegiatan Promosi Kesehatan Kabupaten Barito Kuala Tahun 2013
No Kegiatan Jumlah Prosen
01 Penyuluhan Kesehatan 3.698 36,46
02 Kunjungan Rumah 5.983 58,99
03 Penyebaran Informasi 461 4,55
Total 10.142 100
Sumber: Bidang Promkes Kabupaten Barito Kuala 2013
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pemerintah Kabupaten Barito Kuala
cukup inten di dalam melaksanakan berbagai kegiatan yang sifatnya promotif,
yaitu penyuluhan kesehatan, kunjungan rumah, dan penyebaran informasi. Di
antara beberapa kegiatan tersebut, kegiatan kunjungan rumah merupakan kegiatan
yang paling banyak dilakukan yaitu sebanyak 5.983 kali (58,99%) yang
dilanjutkan dengan kegiatan penyuluhan kesehatan sebanyak 3.698 kali (36,46%).
Kegiatan yang paling jarang dilakukan adalah penyebaran informasi yang hanya
dilakukan sebanyak 460 kali (4,55%) saja. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun
kegiatan promosi kesehatan yang dilakukan sudah banyak, akan tetapi penyebaran
informasi yang seharusnya mendapat porsi yang banyak masih sedikit dilakukan.
Padahal kegiatan penyebaran informasi ini akan dapat banyak membantu
pemahaman terhadap kesehatan pada masyarakat.
Di Banjarmasin, kegiatan promosi kesehatan dilaksanakan oleh Puskesmas
dan Dinas Kesehatan ke berbagai perkumpulan dan pertemuan masyarakat. Ada
berbagai kegiatan yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Banjarmasin antara
54
lain penyuluhan kesehatan, kunjungan rumah, dan penyebaran informasi. Hal
tersebut dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 17
Jumlah Kegiatan Promo Kesehatan Kota Banjarmasin Tahun 2013
No Kegiatan Jumlah Prosen
01 Penyuluhan Kesehatan 18.618 21,4
02 Kunjungan Rumah 24.960 28,6
03 Penyebaran Informasi 43.578 50
Total 87.156 100
Sumber: Bidang Promkes Kota Banjarmasin Tahun 2013
Dari tabel di atas, kegiatan promosi kesehatan yang paling banyak
dilakukan di Kota Banjarmasin adalah kegiatan penyebaran informasi yaitu
sebanyak 43.578 kali (50%) disusul kemudiaan kunjungan rumah sebanyak
24.960 kali (28,6%) dan yang paling sedikit adalah kegiatan penyuluhan
kesehatan (21,4%). Data di atas menunjukkan bahwa kegiatan promosi kesehatan
yang dilakukan oleh pemerintah Kota Banjarmasin sudah dilakukaan secara masif
di mana penyebaran informasi sudah dilakukan dengan frekwensi yang cukup
banyak.
Tema-tema yang disampaikan di dalam promosi kesehatan ini berkisar pada
kesehatan secara umum termasuk di dalamnya kesehatan gigi dan penggunaan
air.Untuk masalah kesehatan, promosi ini sering dilakukan oleh bagian Yanmas
Dinas Kabupaten Batola dan Kota Banjarmasin.Selain masalah kesehatan,
55
promosi ini juga diarahkan pada permaslahan kualitas air. Halim, kasi penyehatan
lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Barito Kuala mengatakan:
“Kita selalu memberikan penyuluhan pak melalui perpanjangan tangan dinas ada sanitarian puskesmas, sanitarian ini dalam anggaran program kita selalu di masukan untuk penyuluhan air yang baik, air yang baik itu seperti apa ada di dalam materi yang di siapkan”
Menurutnya, penyuluhan ini dilakukan oleh Petugas Sanitarian Puskesmas dapat
dilaksanakan di sekolah, di masyarakat pada saat acara arisan ibu-ibu, pengajian
serta di Puskesmas ketika terjadi munculnya penyakit dan dicoba diberikan
pemahaman tentang penyebab tersebut yang diantaranya karena masalah air yang
digunakan. Sosialisasi untuk pengaruh air sungai terhadap kesehatan lebih banyak
diarahkan pada pemahaman akan kemungkinan munculnya berbagai penyakit
yang diakibatkan oleh kurangnya standar kesehatan air sunga seperti penyakit
muntaber dan penyakit kulit dan tidak sampai pada pemberian pemahamn tentang
pengaruh air sungai yang tingkat Ph-nya rendah terhadap kesehatan gigi.
Untuk masalah kualitas air sungai yang berkaitan dengan tingginya karies
gigi di Kabupatan Batola dan Kota Banjarmasin memang sudah dilaksanakan
penyuluhan-penyuluhan tentangnya, namun itu masih dilakukan oleh beberapa
petugas saja sehingga tidak dapat disampaikan secara optimal dan belum
dilakukan secara massif.
Belum masifnya sosialisasi tentang air yang berpengaruh terhadap
kesehatan gigi terjadi karena pemerintah baik di Kabupaten Barito Kuala maupun
di Kota Banjarmasin belum sepenuhnya mensosialisasikan tentang pengaruh air
sungai terhadap kesehatan gigi melainkan tentang kesehatan secara keseluruhan
56
sehingga porsi promosi tentang pengaruh air terhadap kesehatan gigi masih
sedikit. Minimnya sosialisasi tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi
ini dirasakan oleh Fakhrudi, salah seorang warga bantaran sungai di Kelurah
Kuin, Kota Banjarmasin. Ketika ditanya tentang ini ia mengatakan:
“Masalah itu banyak kada tahu,jarang kan sosialosasi itu kan, itu pihak puskesmas haja, paling penyakit dalam, kangker itu haja.”
(Masalah itu banyak tidak tahu, jarang sosialisasi tentang itu, pihak puskesmas saja, sosialisasi hanya tentang penyakit dalam dan kanker itu saja).
Hal ini diungkapkan oleh salah satu dokter gigi di Puskesmas Kuin Raya Kota
Banjarmasin, ketika ditanya tentang sosialisasi pengaruh air sungai terhadap
kesehatan gigi, mengatakan:
“Sosialisasi tentang pengaruh air sungai „belum ada‟ dan lebih banyak diarahkan pada anjuran untuk menggosok gigi yang rajin, dan cara menggosok gigi yang baik. Sedangkan sosialisasi pengaruh air terhadap kesehatan gigi masih belum, kalaupun ada masih sedikit”.
Kurangnya sosialisasi tentaang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi
menyebabkan masyarakat belum mendapatkan informasi yang cukup tentang
masalah ini, sehingga mereka masih banyak melakukan aktivitas gosok gigi
dengan air sungai.
b. Kegiatan UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah)
Kegiatan UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah) merupakan program
pemerintah Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin untuk memberikan
pemahaman akan pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi pada anak-anak
Sekolah Dasar.
57
Kegiatan UKGS merupakan kegiatan kerja sama antara dinas kesehatan
melalui puskesmas terdekat dengan sekolah-sekolah. Kegiatan UKGS ini
diarahkan pada tiga kegiatan yaitu kegiatan promotif, kegiatan preventif dan
kegiatan tindakan.Kegiatan promotif dilakukan melalui kegiatan sikat gigi massal
yang dilakukan oleh siswa Sekolah Dasar.Diharapkan dengan kegiatan ini, anak
usia sekolah dapat melakukan praktik gosok gigi yang benar dan menjadi
penyemangat mereka untuk rajin menggosok gigi.
Kegiatan preventif dilakukan dengan cara penyuluhan pada anak-anak
Sekolah Dasar untuk membiasakan menggosok gigi dengan baik dan benar dan
dengan frekwensi yang tepat. Dengan kegiatan ini diharapkan anak-anak
mendapatkan informasi yang cukup tentang tata cara menggosok gigi dan
berbagai perilaku lain yang diperlukan di dalam pemeliharaan gigi.
Kegiatan tindakan yaitu kegiatan yang dilakukan oleh para petugas gigi
untuk merawat gigi siswa yang memerlukan perawatan.Data tentang siapa saja
siswa yang memerlukan perawatan gigi diperoleh dari kegiatan pemeriksaan gigi
yang dilakukan sebelum kegiatan gigi massal.Data tersebut kemudian dijadikan
bahan untuk memberikan rujukan pada siswa yang bersangkutan untuk berobat ke
Puskesmas terdekat.
Sikat gigi massal untuk siswa Sekolah Dasar sebagai kegiatan promotif
kedua kabupaten/kota ini sudah sering dilakukan namun dengan jumlah frekuensi
yang berbeda sebagaimana dapat dilihat dari tabel berikut:
58
Tabel 18
Kegiatan UKGS Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito Kuala Tahun 2013
No Kabupate
n/Kota Jumlah SD/MI
Jumlah SD/MI yang melaksanakan sikat gigi massal
% SD MI yang melaksanakan sikat gigi missal
Jumlah SD/MI yang melaksanakan Yan Gigi
% SD/MI yang melaksanakan Yang Gigi
01 Banjarmasi
n
313 603 192,7 830 265,2
02 Barito
Kuala
313 56 17,89 207 66,13
Sumber: Diolah dari Bidang Yankes Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito
Kuala 2013
Dari tabel di atas, kegiatan promotif berupa kegiatan sikat gigi massal
yang dilakukan oleh pemerintah Kota Banjarmasin lebih sering dari pada
Kabupaten Barito Kuala yaitu sebanyak 603 sekolah dari 313 sekolah atau sekitar
192,7 % yang berarti hampir semua Sekolah Dasar di Banjarmasin melaksanakan
kegiatan sikat gigi massal 2 x dalam setahun. Lain halnya sekolah di Kabupaten
Barito Kuala mereka hanya melaksanakan kegiatan gosok gigi massal sebanyak
56 sekolah dari 313 sekolah atau 17,89% yang berarti hanya sedikit sekolah yang
melakukan kegiatan sikat gigi massal.
Begitu juga dengan kegiatan Yan Gigi (Pelayanan Gigi) yang dilaksakana
oleh Sekolah Dasar di Banjarmasin lebih sering dari pada di Kabupaten Barito
Kuala yaitu sebanyak 830 SD (265,2%) sebagian besar SD melaksanak perawat
gigi sebanyak 3x dalam setahun yang melaksanakan Yan Gigi beda halnya dengan
59
sekolah SD di Kabupaten Barito Kuala yang melaksanakan 207 kali dalam
setahun (66,13%) yang berarti baru separuh lebih yang telah melaksanakan Yan
Gigi. Masih sedikitnya kegiatan gosok gigi Massal dan Yan Gigi di Kabupaten
Barito Kuala diakui juga oleh Bapak Indro Pramono, Kepala Puskesmas
Marabahan, yang hanya melaksanakan kegiatan perawatan gigi sebanyak sekali
dalam setahun itu pun tidak dilaksanakan oleh semua sekolah sebagaimana yang
ia ungkapkan:
“Yang jelas kita ini kegiataan rutin yang dilaksanakan untuk kesehatan gigi itu ada UKGS kemudian kegiataan UKGS rutin kita kesekolah tetapi karena dana terbatas kemudian diadakan kegiataan MPJS jadi untuk gigi yang memang ada dari APBD, kemudian itu pun cuma untuk sekolah itu kita pemeriksaan sekali, pemeriksaan itu pada waktu penjaringan itu.
Dari pernyataan bapak Pramono di atas menunjukkan bahwa kegiatan UKGS
sudah dilaksanakan namun dengan frekwensi yang terbatas, setahun sekali ketika
penjaringan siswa baru yaitu ketika penerimaan siswa kelas satu.
Kegiatan UKGS selanjutnya adalah tindakan perawatan gigi bagi siswa-
siswa yang mengalami masalah gigi. Perawatan gigi yang dilaksanakan oleh
petugas kesehatan gigi di Puskesmas-puskesma di Kabupaten Barito Kuala dan
Kota Banjarmasin ini dilaksanakan setelah melakukan kegiatan pemeriksaan gigi
dan merekomendasikan siswa-siswa yang perlu mendapatkan perawatan gigi.
Pemberian tindakan yang sudah dilakukan oleh petugas medis gigi ini dapat
dilihat dari tabel berikut:
60
Tabel 19
Kegiatan Pemeriksaan dan Perawatan Gigi UKGS Kabupaten Barito Kuala
dan Kota Banjarmasin Tahun 2013
No Kabupaten/Kota Barito Kuala Banjarmasin
1. Jumlah Murid SD/MI 31.500 72.318
2. Jumlah Murid SD/MI yang
diperiksa
16.383 47.802
3. % Murid SD MI yang diperiksa 53,45 66,1
4. Jumlah Murid SD/MI Perlu
Perawatan
8.275 23.920
5. % Murid SD/MI perlu Perawatan
6. Jumlah Murid SD/MI mendapat
perawatan
5.461 17.413
% Murid SD/MI mendapat
perawatan
65,99 72,8
Sumber: Diolah dari Bidang Yankes Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito
Kuala 2013
Untuk kegiatan pemeriksaan dan perawatan gigi baik Kabupaten Barito
Kuala maupun Kota Banjarmasin relatif sering melakukan kegiatan ini. Masing-
masing telah melaksanakan kegiatan pemeriksaan terhadap separuh lebih jumlah
murid Sekolah Dasar di kedua wilayah tersebut yaitu 66,1 % siswa Sekolah Dasar
di Kota Banjarmasin mendapatkan pemeriksaan serta 53,45% siswa Sekolah
Dasar Kabupaten Barito Kuala mendapatkan pemeriksaan gigi.
Kegiatan pemeriksaan gigi tidak berhenti pada pemeriksaan tetapi
dilanjutkan dengan tindakan perawatan gigi bagi siswa yang memerlukan
perawatan gigi. Di Kota Banjarmasin, tindakan perawatan gigi terhadap siswa
61
yang perlu perawatan gigi, dengan melakukan perawatan gigi di Puskesmas
dengan membawa rujukan dari sekolah sangat tinggi yaitu sebanyak 72,8%
begitu juga dengan Kabupaten Barito Kuala yang memberikan tindakan gigi
terhadap 65,99 % siswa yang memerlukan perawatan gigi.
Kegiatan UKGS yang gencar dilakukan baik oleh pemerintah Kabupaten
Barito Kuala maupun Kota Banjarmasin tentunya sangat berarti di dalam
peningkatan kualitas gigi masyarakat di kedua wilayah tersebut. Namun demikian,
kegitatan-kegiatan tersebut tidak hanya sifatnya pengobatan dan perawatan tetapi
juga lebih gencar lagi sosialisasi tentang perawatan gigi yang baik dan terutama,
terkait dengan penggunaan air sungai untuk keperluan sehari-hari mereka,
sosialisasi tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi perlu diperbanyak
lagi sehingga menumbuhkan kesadaran pada siswa untuk menggunakan air yang
memenuhi standar kesehatan.
c. Kegiatan UKGM (Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat)
UKGM (Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat) merupakan program
pemerintah yang ditujukan pada upaya peningkatan kesehatan gigi masyarakat.
Berbeda dengan UKGS yang diarahkan pada anak-anak sekiolah, UKGM lebih
diarahkan kepada masyarakat secara luas. Kegiatan UKGM ini dapat berupa
pemeriksaan gigi pada ibu-ibu dan anak-anak yang dilaksanakan di posyandu –
posyandu yang dilakukan bersama dengan kegiatan –kegiatan rutin pemeriksaan
kesehatan ibu dan anak. Tentang kegiatan ini, Indro Pramono, Kepala Puskesmas
Marabahan, Kabupaten Barito Kuala mengatakan:
62
“UKMG itu tadi upaya kesehatan gigi masyarakat itu di posyandu, jadi kita lihat di situ pada balita dan ibu hamil kita lihati”
Hal senada juga disampaikan oleh Petugas Puskesmas Kuin Raya:
“UKGM tu kan kesehatan masyarakat desa Bu lah itu sasaran kita tu di posyandu, kita berkunjung ke posyandu, bikin jadwal, gantian disana penyuluhan, tindakannya ya tindakan kecil-kecil aja lah misalkan cabut gigi yang goyang, kalonya bermasalah kita rujuk ke puskesmas, itu untuk masyarakat umum lah”.
Dari kedua ungkapan petugas kesehatan di atas dapat dilihat bahwa
kegiatan yang dilakukan di dalam kegiatan UKGM ini dapat berupa kegiatan
preventif berupa penyuluhan tentang kesehatan gigi serta kegiatan tindakan
perawatan gigi ringan ketika ada warga yang giginya perlu pemeriksaan.Kegiatan
ini dilakukan oleh petugas kesehatan gigi bergiliran ke daerah-daerah yang perlu
perhatian di dalam masalah kesehatan gigi.
Pada pelaksanaannya di Kabupatena Barito Kuala, kegiatan UKGM ini
jarang dilakukan karena berbagai keterbatasan sebagaiman diungkapkan oleh
salah seorang pegawai kesehatan gigi di Kabupaten Barito Kuala:
“Iya, itu pun (kegiatan UKGM) juga kita nggak bisa rutin tiap bulan nggak bisa, tapi setahun sekali saja karena keterbatasan dana, memang dananya terbatas”.
Dari ungkapan di atas dapat dilihat bahwa pelaksanaan kegiatan UKGM di
Kabupaten Barito Kuala ini masih jarang dilakukan karena keterbatasan dana.
Di Banjarmasin, pelaksanaan UKGM diarahkan pada masyarakat yang
belum terjangkau oleh Puskesmas dan dilaksanakan oleh Puskesmas yang terdekat
dengan wilayah tersebut. Pelaksanaan kegiatan ini juga masih agak jarang
dilakukan dikarenakan keterbatasan jumlah tenaga medis gigi sebagaimana
63
diungkapakn olehBapak Zabidie, staf Yan Mas Dinas Kesehatan Kota
Banjarmasin:
“Untuk kegiatan Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat, dari puskesmas punya target, masalahnya tenaga kerja lagi kurang. Paling sebulan atau 2 bulan ke wilayah yang tidak terjangkau Puskesmas.” Dari pernyataan Zabidie di atas, dapat dilihat bahwa kegiatan UKGM di
Banjarmasin lebih banyak diarahkan ke daerah-daerah yang belum terjangkau
oleh Puskesmas, namun dalam pelaksanaannya, kegiatan ini masih belum dapat
terlaksana secara maksimal dikarenakan keterbatasan jumlah tenaga medis gigi.
Kegiatan UKGM di kedua wilayah ini masih belum terlaksana secara
optimal dikarenakan masalah keterbatasan jumlah tenaga medis kesehatan gigi.
Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah Kota Banjarmasin membuat
sebuah terobosan dengan membuat program kader gigi. Program ini
dikembangkan untuk mengatasi kekurangan tenaga medis gigi dengan mengajak
berbagai kalangan lapisan masyarakat untuk menjadi kader gigi yang
mendapatkan pembekalan seputar permasalahan gigi. Hal ini sebagaimana
disampaikan oleh Bapak Zabidie ketika ditanya respon masyarakat terhadap
gerakan “kader gigi”:
“Iya, SD aja kita itu hibak banar tenaga kita habis kan, dokter gigi dan perawat gigi, Cuma berapa orang, ya contoh Puskesmas Pekauman kelurahannya ada 5 banyak pa,cukup antusias mereka, apa lagi yang pengen masuk kepolisian, pasti gigi, betul kan ,orang sini gigi berlubang , pasti di kesehatan, padahal minat banyak untuk itu kami kembangkan gerakan kader gigi.” (Iya, di Sekolah Dasar saja sudah banyak tenaga medis kita habis untuk disana, dokter gigi, perawat gigi. Di Kelurahan Pekauman saja ada 5 kegiatan kesehatan yang banyak di respon masyarakat dengan antusias karena masyarakat menyadari pentingnya kesehatan gigi untuk profesi-profesi tertentu seperti ketika akan masuk ke kepolisian. Warga
64
permasalahan gigi pasti ada pada gigi berlubang. Untuk itu kami kembangkan gerakan kader gigi)
Gerakan kader gigi ini dilakukan untuk mengisi kekurangan tenaga medis
untuk mensosialisasikan kesehatan gigi pada masyarakat. Gerakan ini mendapat
respon yang positif dengan banyaknya masyarakat yang secara antusias mau
menjadi kader gigi bahkan, menurut pengakuan Bapak Zabidie jumlahnya
mencapai lima ribuan orang. Jumlah ini tentu bukan jumlah yang kecil, kalau
diberdayakan dengan baik dan diberikan pemahaman tentang permasalahan
perawatan gigi serta pemahaman tentang pengaruh air terhadap kesehatan gigi
tentu akan berdampak besar di dalam pemeliharaan kesehatan gigi masyarakat,
termasuk mengurangi tingginya angka indeks karies gigi di Kota Banjarmasin.
d. Penyediaan Air Bersih Untuk Kawasan Yang Belum Terjangkau Dengan
PDAM
Di Kabupaten Barito Kuala, penyediaan air bersih untuk daerah yang
belum terjangkau dengan PDAM dikembangkan program PAMSIMAS yaitu
suatu program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat yang
dikembangkan sejak tahun 2009. Pengembangan program ini ini dilakukan oleh
lintas dinas yang terdiri dari BAPEDA sebagai perancang program, Pekerjaan
umum untuk teknis alat, Dinas pemberdayaan untuk memberdayakan masyarakat
tentang pentingnya pemeliharaan serta jalannya iuran serta Dinas kesehatan
sebagai pemicunya.
65
Dalam pelaksanaannya, pemerintah hanya berfungsi sebagai fasilitator
berupa penyediaan alat dan pengerjaan awal sampai terbangunnya fasilitas
sanitasi sedangkan untuk pemeliharaan dan pengembangan program di
masyarakat dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat secara swadaya.
Program ini sebenarnya sangat bagus untuk penyediaan air bersih serta
sanitasi yang sehat bagi masyarakat desa yang belum terjangkau oleh aliran
PDAM, namun dalam pelaksanaanya selama lima tahun sejak tahun 2009,
program ini masih belum berjalan secara optimal. Dalam pelaksanaan program ini
banyak program pamsimas yang tidak dapat berjalan dengan baik, meskipun ada
beberapa daerah yang berhasil dan dapat berkembang.Hal tersebut diakui oleh
Halim, kepala seksi sanitas Dinas Kesehatan masyarakat, sebagaimana yang ia
ungkapkan:
“Sebenarnya program ini sangat baik pak, namun dalam pelaksanaannya banyak yang gagal bahkan bisa dikatakan banyak yang gagal daripada yang berhasil. Namun demikian, meskipun ada yang gagal ada juga yang berhasil seperti yang di daerah Sumber Rahayu di Wanaraya bahkan di daerah Mandastana misalnya daerah Karang Dukuh, Karang Buah, Karang Indah itu hasil bangunan beberapa menara air baku yang digunakan air Sungai Barito bisa sampai seperti air PDAM ini sampai kran kerumah itu pak sambungannya, bahkan meteran itukan masyarakatnya bagus disitu”.
Dari pengakuan Bapak Halim di atas dapat dilihat bahwa program PAMSIMAS
ini merupakan program alternatif di dalam penyediaan sarana untuk keperluan
sanitasi yang sehat yang jika dikelola dengan baik, hasilnya bisa menjadi alternatif
PDAM seperti yang terjadi di daerah-daerah yang sukses. Namun dalam
pelaksanannya terjadi berbagai kelemahan sehingga program yang tidak berjalan
lebih banyak dari pada yang berjalan.Banyaknya program yang tidak berjalan ini
66
diakibatkan oleh beberapa permasalahan yang terjadi di lapangan seperti masalah
koordinasi pelaksanaan program dari pihak pemerintah serta lemahnya partisipasi
masyarakat dari pihak masyarakat.
Untuk masalah lemahnya koordinasi dari pemerintah sebagai inisiator,
pemicu dan fasilitator program ini terjadi karena lepasnya koordinasi setelah
program PAMSIMAS berjalan, tidak ada dinas khusus yang bertanggung jawab
didalam pengawasan terhadap keberlangsungan dan suksesnya program ini karena
dianggap sebagai kerja bersama semua dinas yang terkait. Sedangkan yang
mendasar dari kegagalan PAMSIMAS adalah dari pihak masyarakat, yaitu masih
lemahnya kesadaran untuk menggunakan air yang lebih baik dari air sungai
sebagai bahan baku air PAMSIMAS sebagaimana dinyatakan oleh Bapak Halim
sebagai berikut:
“Kalau kelemahannya itu dari masyarakat itu kadang-kadang sumber air baku, dekat sumber air baku yang agak susah, iya kan dia air bakunya sudah ada tersedia misalnya yang di pinggir sungai dibangun pamsimas di situ mereka di suruh mengambil air di pamsimas padahal sumber air baku mereka dekat tinggal di belakang rumah sudah dapat. Dari segi kualitas sudah kita jelaskan lagi berbeda antara yang di ambil langsung dengan keluaran dari hasil pengelohan pamsimas tapi masyarakat masih banyak yang memilih langsung dari sungai”
Dari pernyataan Bapak Halim di atas, kelemahan mendasar dari pelaksanaan
program PAMSIMAS yang gagal adalah lemahnya kesadaran masyarakat untuk
menggunakan air yang dikelola oleh PAMSIMAS yang kualitasnya jauh lebih
baik dari pada air sungai secara langsung digunakan karena menganggap air sudah
ada di sungai-sungai yang dapat dengan mudah digunakan sehingga manfaat
PAMSIMAS tidak mereka rasakan.
67
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di dalam pelaksanaan
program PAMSIMAS, pemerintah Kabupaten Barito Kuala sudah
mengembangkan program perbaikan PAMSIMAS yang dikenal sebagai PKP
(Program Khusus PAMSIMAS) yaitu suatu program perbaikan program
PAMSIMAS di mana program-program yang tidak berjalan mulus dilihat kembali
permasalahannya dan dibenahi.
Di Kota Banjarmasin, saluran PDAM sudah lebih 95% (Profil Kesehatan
Kota Banjarmasin) mengaliri wilayah kota ini tinggal sedikit daerah yang belum
terjangkau PDAM seperti di daerah Mantuil. Untuk membantu masyarakat yang
belum memperoleh saluran air PDAM, pemerintah Kota Banjarmasin
mengembangkan program BPTKL. Program ini dilakukan pemerintah dengan
menyediakan sarana dan prasarana penyediaan air bersih dan dikelola sepenuhnya
oleh swadaya masyarakat.Fasilitas yang dibangun pemerintah dalam penyediaan
air bersih ini bisa melayani sekitar 30-40 kepala keluarga atau sekitar 100-125
orang.
2.2 Peran Lembaga-Lembaga Sosial di Dalam Menjaga Kesehatan Gigi
Masyarakat
Lembaga-lembaga sosial mempunyai peran yang signifikan di dalam
menjaga dan mengembangkan perilaku hidup sehat. Lembaga-lembaga sosial
memberikan pegangan dan tuntunan bagi para anggotanya dengan berbagai nilai
dan norma yang menjadi pegangan ketika berinteraksi dan berperilaku di dalam
kehidupan sosial. Ketika lembaga-lembaga sosial memberikan nilai-nilai, norma
68
atau aturan yang mengarahkan pada pola perilaku hidup sehat tentu
semuaanggota yang menjadi bagian dari lembaga tersebut akan memegangnya
dengan berperilaku hidup sehat termasuk di dalam menjaga kesehatan gigi.
Mengingat betapa pentingnya lembaga sosial, penelitian ini juga
memperhatikan aspek lembaga sosial di dalam pengembangan masyarakat yang
menjaga kesehatan gigi. Lembaga –lembaga sosial yang menjadi perhatian di
dalam kajian ini adalah lembaga keluarga dan lembaga pendidikan di mana kedua
lembaga ini sangat berperan di dalam pengembangan perilaku masyarakat.
a. Keluarga
Keluarga merupakan lembaga sosial yang paling elementer di dalam
mensosialisasikan berbagai norma-norma sosial yang ada di dalam masyarakat.
Keluarga melalui keintiman para anggota keluarga di dalamnya mampu
memberikan arahan yang kuat mentransformasikan berbagai nilai, norma dan
aturan serta berbagai pola perilaku kepada generasi penerus manusia, yaitu anak-
anak.
Mengingat begitu pentingnya keluarga di dalam mensosilisasikan nilai-
nilai dan norma di dalam masyarakat telah menjadikan keluarga sebagai lembaga
pertama dan utama di dalam pendidikan. Namun demikian, di dalam transformasi
pengetahun tentang perawatan gigi, ternyata keluarga-keluarga baik yang di ada
Kabupaten Barito Kuala maun Kota Banjarmasin masih banyak yang belum
berfungsi secara optimal.Hal ini dapat dilihat dari ungkapan Hanafi, salah satu
69
warga Kelurahan Kuin Selatan, Kota Banjarmasin ketika ditanya proses sosialisasi
gigi pada anak mengatakan:
“Nah mun kami tukan kadada, kadada mungkin kan istilahnya kada melajari pang itu pang, mungkin kan disekolahan kan ada guru kan mungkin kan kaitu kan, mun kami ni kan istilahnya ay kadada nang aturan nang apa kaitu kan caranya menggosok gigi kaitukan, mungkin dari kesehatan mungkin ada yakalo cuma kan belum ada diterapkan di masayarakat kan kadada”. (Kalau kami tidak ada pendidikan tentang itu (perawatan gigi), mungkin hal itu diajarkan oleh para guru. Kalau kami tidak mempunyai pengetahuan tentang cara menggosok gigi. Mungkin dari dinas kesehatan ada tuntunan tentang itu, tapi belum dilaksanakan di dalam masyakat.)
Hal senada juga diungkapkan oleh Mahsunah, seorang guru SD
Marabahan, mengomentari tentang peran keluarga didalam perawatan gigi:
“ iih itu jua kurangnya pemahan dari kaluarga pentingnya menyikat gigi itu. Orang tua kayaitu pantes anaknya kayaitu, disekolah ini sudah cukup rasanya kada datang aja berkala 3 bulan sekali didatangi puskesmas.” (Iya itulah kurangnya pemahaman dari keluarga mengenai pentingnya menyikat gigi. Para orang tua cara menyikat gigi seperti itu ya anaknya ikut seperti itu juga (apa yang dilakukan orang tua dalam hal ini cara menyikat gigi, anaknya pasti akan mengikuti seperti yang dilakukan orang tua), di sekolah sebenarnya cukup 3 bulan sekali jika didatangi secara rutin bisa mengubah perilaku menjaga kesehatan pada anaknya).
Keluarga yang sebetulnya merupakan lembaga yang paling utama dalam
proses pembelajaran bagi masyarakat termasuk di dalam menggosok gigi dan
menggunakan air yang memenuhi standar namun belum dapat berjalan dengan
maksimal karena masih adanya anggapan di kalangan masyarakat bahwa
pendidikan menjadi tanggung jawab sepenuhnya lembaga-lembaga pendidikan.
Arti penting keluarga sebagai lembaga sosial yang dapat meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk menggosok gigi menggunakan air yang memenuhi
standar kesehatan juga hendaknya menjadi perhatian. Dari hasil wawancara
70
dengan beberapa informan, yang merupakan kepala keluarga, mereka kebanyakan
masih belum menyadari akan arti pentingnya menggosok gigi dengan air yang
memenuhi standar kesehatan. Mereka rata-rata tidak memahami bahwa air sungai
dapat merusak gigi mereka. Mereka menyadari bahwa air sungai yang mereka
pakai ketika menggosok gigi terasa masam, namun tetap saja mereka
menggunakan air itu karena mereka anggap sudah wajar dan sudah terbiasa
dengan air tersebut tanpa menyadari akan dampak dari menggunakan air tersebut.
b. Sekolah
Sekolah merupakan lembaga sosial lain yang sangat penting di dalam
memberikan sosialisasi tentang nilai dan aturan yang ada di dalam masyarakat
kepada generasi penerus. Di lembaga ini, anak-anak digembleng dan diberikan
pemahaman tentang berbagai tata kehidupan bermasyarakat termasuk di dalam
menjaga kesehatan tubuh.
Dalam pemeliharaan kesehatan gigi, sekolah terutama sekolah SD/MI juga
turut serta di dalam pemberian pemahaman tentang kesehatan gigi terutama di
dalam kegiatan UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah) yang dilaksanakan
bekerja sama dengan Dinas Kesehatan kabupaten/kota. Kegiatan-kegiatan yang
dilaksakan dalam UKGS ini berupa, sikat gigi massal, sosilisais tentang kesehatan
gigi dan tindakan perawatan gigi bagi siswa yang mendapatkan permasalahan gigi
dengan diberikan surat rujukan perawatan di puskesmas-puskesma terdekat dari
sekolah.
71
Selain melalui kegiatan UKGS, sosilisasi tentang perawatan gigi di
sekolah juga dilakukan melalui pelajaran pendidikan olah raga dan
kesehatan.Sebagaimana dikatakan oleh Apriadi, guru Penjaskes Marabahan,
ketika ditanya tentang materi keguatan kesehatan gigi dalam pembelajaran
Penjaskes:
“Biasanya di penjaskes ada tapi secara garis besarnya tentang kesehatan secara umum, tapi yang mendetail tentang kesehatan gigi belum ada di materi pelajaran”.
Dari pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa materi yang membahas
kesehatan gigi secara lengkap belum diterapkan di sekolah tetapi dimasukkan
dalam materi kesehatan secara umum. Bahkan materi tentang pengaruh air sungai
yang memiliki kadar Ph yang rendah terhadap gigi tidak sama sekali tersentuh,
sebagaimana diungkapkan oleh Sukardi, guru MAN Marabahan sebagai berikut:
“Materi khusus tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi belum banyak disampaikan, yang disampaikan lebih kepada pentingnya sikat gigi kalau efek air sungai terhadap kesehatan gigi belum di sampaikan”
Hal senada juga disampaikan oleh Hair, guru seklah MTsN Marabahan:
“Nah ini tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi sedikit dibahas di materi IPA tapi tidak secara gambling. Biasanya kan, secara khusus mungkin belum ada, tapi kita menasehati bahwa bagaimanapun kan air PDAM lebih menjamin lebih baik dibandingkan dengan air sungai itu yang kita sampaikan.
Kedua pernyata guru sekolah di atas, menunjukkan bahwa memang masalah
kesehatan gigi belum menjadi perhatian besar yang perlu disoroti di dalam
permasalahan gigi bahkan untuk pemahaman pengaruh air sungai terhadap
72
kesehatan gigi tidak banyak dipelajari di dalam pembelajaran di sekolah. Padahal,
untuk menekan tingginya tingkat karies gigi di Kabupaten Barito Kuala dan Kota
Banjarmasin, semua komponen masyarakat dan lembaga lembaga sosial yang ada
di dalam masyarakat termasuk sekolah hendaknya bahu membahu
mensosilisasikan tentang pentingnya perawatan gigi serta menggosok gigi dengan
air yang memenuhi standar kesehatan termasuk pemahaman tentang pengaruh air
sungai yang Ph-nya rendah terhadap kesehatan gigi.
2.3.Ketersediaan Akses Masyarakat Terhadap Air dan Sanitasi yang
Memenuhi Standar Kesehatan
a. Penyediaan Air Bersih
Di Kota Banjarmasin penyediaan air bersih melalui saluran pipa air
PDAM dari tahun ke tahun meningkat terus.Pada tahun 2013, hampir seluruh
wilayah Kota Banjarmasin sudah dialiri oleh air PDAM kecuali daerah-daerah
kelurahan Sungai Gampa, Kelurahan Sungai Lulut dan Kelurahan Mantuil dimana
di daerah tersebut masih terdapat beberapa lokasi yang belum terpasang pipa
PDAM (Profil Kesehatan Kota Banjarmasin 2013). Ketiga daerah tersebut
merupakan daerah – daerah terluar dari Kota Banjarmasin. Hal ini dapat dilihat
pada tabel berikut:
73
Tabel 20
Pengguna Air di Kota Banjarmasin Tahun 2013
Sumber: Diolah dari bidang P2PL Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin
Tabel di atas menunjukkan bahwa penggunaan air PDAM sudah mencapai
87,11% jumlah ini tentunya masih kecil dari pada ketersediaan saluran pipa
PDAM yang sudah mencapai 95% wilayah Banjarmasin (profil kesehatan Kota
Banjarmasin). Perbedaan antara cakupan dan jumlah pengguna ini karena masih
banyak warga Banjarmasin, meskipun sudah ada saluran pipa PDAM yang belum
memasang PDAM dengan berbagai pertimbangan seperti faktor ekonomi, masih
bergantung pada air sungai.
Berbeda dengan Kota Banjarmasin yang hampir seluruh wilayahnya sudah
terpasang pipa air PDAM, di Kabupaten Barito Kuala, masyarakat pengguna air
PDAM baru sekitar 128.152 jiwa atau 44,30% sedangkan sisanya masih
menggunakan sumber air yang beragam, sebagaimana dapat dilihat dari tabel
beriktu:
No Jenis Sumber Air Pengguna
Jumlah Persen
1. Perpipaan(PDAM, BPSPAM) 141.595 87,11
2. Bukan Perpipaan (Air Sungai) 20.954 12,89
Total 162.549 100
74
Tabel 21
Jenis Sumber Air dan Penggunanyadi Kabupaten
Barito Kuala Tahun 2013
No. Jenis Sumber air Pengguna
Jumlah Persen
1. Sumber Gali Terlindung 1.908 0,66
2. Sumur Bor dengan Pompa 14.754 5,10
3. Terminal air 2.176 0,75
4. Penampungan air hujan 4.418 1,53
5. Perpipaan (PDAM, BPSPAM) 128.152 44,30
6. Tanpa sumber air (Air Sungai) 137.905 47,67
Total 289.313 100
Sumber: Diolah dari Data Bidang PROMKESLING Dinas Kesehatan Kabupaten Barito Kuala
Dari data di atas terlihat bahwa mayoritas warga di Kabupaten Barito
Kuala masih menggunakan sumber air sungai yaitu 137.905 orang atau 47,67%
dari total warga Kabupaten Barito Kuala dan yang menggunakan air PDAM dan
BPSPAM sebanyak 128.152 atau sekitar 44,30% sedangkan sisanya adalah
masyarakat pengguna Sumur bor dengan pompa sebanyak 14. 754 orang (5,10%),
sumber penampungan air hujan sebanyak 4.418 orang (1,53%), sumber terminal
air sebanyak 2.176 orang (0,75%) dan terakhir adalah pengguna sumber air gali
terlindung sebanyak 1.908 orang (0,66%). Jumlah pengguna air sungai dalam
praktiknya jauh lebih besar dari jumlah tersebut karena masyarakat yang
menggunakan berbagai sumber air tadi pada praktiknya juga masih banyak yang
menggunakan air sungai terutama untuk kegiatan MCK termasuk menggosok gigi.
75
Masih sedikitnya masyarakat Kabupaten Barito Kuala yang menggunakan
air PDAM yang belum sampai separuh dari total warga Kabupaten Barito Kuala
dikarenakan masih terbatasnya jangkauan PDAM mengingat medannya yang sulit
serta jumlah penduduk yang masih agak jarang sehingga cost untuk pemasangan
saluran air PDAM menjadi mahal.Di samping itu juga masih banyak masyarakat
yang masih bergantung pada sungai meskipun ada saluran pipa dengan berbagai
alasan.
Keterbatasan sarana saluran air PDAM di Kabupaten Barito Kuala
menjadikan warga berusaha keras mencari berbagai sumber lain selain PDAM
bahkan ada beberapa warga yang dekat dengan Kota Banjarmasin membeli air
PDAM dengan mobil tangki demi untuk memenuhi keperluan air minum
sedangkan untuk kegiatan lain seperti MCK mereka masih menggunakan air
sungai. Hal ini disampaikan oleh Bapak Indro, petugas Puskesmas Mandastana
sebagai berikut:
“Yang agak jauh ya, mungkin karena agak jauh tidak menggunakan, tapi ada juga dia membeli dari PDAM sini di telepon kemudian dibawa kesana dia satu tangki besar untuk keperluan dua atau tiga keluarga dengan harga 150 ribu rupiah”.
Menurut Bapak Indro, pemenuhan air di daerah yang belum terpasang pipa air
PDAM mereka membeli air PDAM kepada para penjual air di Kota Banjarmasin
yang pada umumnya mereka hanya menggunakan air PDAM untuk keperluan air
minum sedangkan untuk keperluan MCK termasuk meggogok gigi mereka
lakukan di sungai-sungai.
76
b. Penyediaan Sarana Sanitasi yang Sehat
Penunjang kesehatan masyarakat yang selanjutnya adalah sanitasi yang baik
di lingkungan keluarga. Sanitasi yang memenuhi persyaratan kesehatan akan
membantu menjaga taraf kesehatan warga masyarakat karena lingkungan keluarga
mereka bersih. Di Kabupaten Barito Kuala, penggunaan sanitasi yang sehat masih
terbatas yaitu hanya sekitar 43 % dari seluruh warga Kabupaten Barito Kuala
sebagaimana terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 22
Penduduk dengan Akses Terhadap Fasilitas Sanitasi yang Layak
(Jamban Sehat) Kabupaten Barito Kuala Tahun 2013
No. Jenis Sarana Jamban Pengguna Sarana
Jumlah Persen
1. Leher Angsa Memenuhi sarat 111180 38,43
2. Plengsengan Memenuhi Sarat 6475 2,24
3. Cemplung Memenuhi Sarat 6713 2,32
4. Sarana yang tidak memenuhi
sarat
163945 57,01
Total 289313 100
Sumber: Diolah dari Data Promkesling Dinas Kesehatan kabupaten Barito Kuala
Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas warga di Kabupaten Barito
Kuala masih belum menggunakan sarana sanitasi yang memenuhi sarat kesehatan
yaitu sebanyak 163.945 orang (57,01%) sedangkan sisanya 43% sudah memenuhi
persyaratan kesehatan. Sarana sanitasi yang memenuhi sarat kesehatan terdiri dari
77
pengguna leher angsa sebanyak 111.180 orang (38,43%), pengguna plengsengan
sebanyak 6.475 orang (2,24%) dan pengguna cemplung sebanyak 6.713 orang
(2,32%).
Masih banyaknya warga yang belum menggunakan sarana jamban yang
sehat mengakibatkan mereka melakukan kegiatan MCK di sungai-sungai yang
ada di sekitar mereka. Kondisi ini tentunya akan membawa dampak pada masih
bertahannya perilaku ber-MCK termasuk menggosok gigi di sungai meskipun
kadar dan kualitas air sungai sudah semakin mengkhawatirkan dengan kadar Ph
yang rendah yang dapat merusak kesehatan gigi.
2.4.Perilaku Masyarakat Bantaran Sungai Dalam Melaksanakan MCK dan
Perawatan Gigi
Masyarakat bantaran sungai adalah masyarakat yang diam di sekitar
sepanjang aliran sungai.Mereka tinggal di rumah-rumah di sepanjang aliran
sungai.Dulu, rumah-rumah mereka menghadap ke sungai karena semua aktivitas
transportasi dan perekonomian dilakukan melalui sungai-sungai. Sekarang
dengan adanya pembangunan sarana transportasi darat, arah rumah masyarakat di
bantaran sungai berbalik kearah daratan yang sudah dibangun jalan-jalan darat
yang beraspal dan mulus. Sungai menjadi bagian belakang rumah mereka yang
digunakan untuk keperluan-keperluan mandi, cuci piring, cuci baju dan
keperluan-keperluan MCK lainnya termasuk menggosok gigi. Dengan kondisi
ini, tak pelak lagi semua aktivitas MCK dan menggosok gigi dilakukan sungai.
78
Seiring dengan perkembangan pembangunan masyarakat yang berimbas
pada penurunan kualitas air sungai, pemerintah berusaha untuk mengembangkan
sumber air alternatif yang lebih bersih dan sehat yaitu pembuatan jaringan air
PDAM ke seluruh pelosok wilayah di kedua kabupaten/kota Barito Kuala dan
Banjarmasin. Di Kota Banjarmasin, jaringan PDAM sudah hampir merata di
seluruh wilayah kota sedangklan di Barito Kuala masih separuh wilayah yang
sudah teraliri oleh air PDAM.
Semakin luasnya wilayah yang sudah dialiri jaringan PDAM pada
kenyataannya tidak serta merta seluruh masyarakat beralih menggunakan air
PDAM, namun masih banyak yang masih menggunakan air sungai terutama untuk
keperluan MCK mereka. Banyak alasan yang dikemukakan oleh masyarakat di
bantaran sungai yang masih menggunakan air sungai dan belum menggunakan air
PDAM.
a.Masyarakat Bantaran Sungai dan Perilaku MCK di Sungai
1. Masyarakat Bantaran Sungai yang Tidak Ada Atau Sedikit Akses Air PDAM
Masyarakat bantaran sungai di Kabupaten Barito Kuala kebanyakan
masih menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari mereka kecuali untuk
minum. Di Kelurahan Mandastana, Kabupaten Barito Kuala akses terhadap pipa
PDAM terbatas, sehingga mereka harus menggunakan air sungai untuk keperluan
sehari-hari kecuali untuk air minum mereka membeli air „beteng‟ dari penjual
atau ada juga masyarakat yang membeli air tangki dari PDAM untuk beberapa
keluarga. Sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Indro, kepala Puskesmas
Marabahan:
79
“ini daerah arah tabukan ini, memang airnya belum sampai kesana PDAM. PDAM Cuma di kirimkan untuk digunakan masyarakat untuk minum aja, kalau mandi dia masih di sungai.”
Bagi masyarakat di daerah-daerah yang belum masuk air PDAM atau masih
terbatas sarana saluran air PDAM, mereka mau tidak mau harus menggunakan air
sungai untuk keperluan sehari-hari mereka terutama untuk kegiatan MCK bahkan
ada sebagian dari mereka untuk keperlua air minum juga menggunakan air
tersebut dengan menandonkan (menyimpan air dalam tandon dan diberi tawas).
Tapi sebagian besar dari mereka membeli air “beteng” untuk keperluan minum.
Untuk menggosok gigi, mereka kebanyakan menggunakan air sungai
sekaligus dengan aktivitas mandi mereka.Bisa dikatakan tidak ada dari mereka
yang sengaja menggunakan air PDAM yang mereka beli untuk keperluan
menggosok gigi. Tidak adanya masyarakat yang sengaja menyisihkan air PDAM
untuk menggosok gigi dikarenakan mereka masih menganggap penyakit gigi
sebagai penyakit biasa bukan sebagai permasalahan besar yang akan mengancam
kelangsungan hidupnya. Beda halnya seperti sakit muntaber yang dapat berujung
dengan kematian tentu mereka akan lebih memperhatikan penggunaaan air dan
menggunakan sumber lain untuk keperluan menggosok gigi.
Di samping itu juga karena masih rendahnya pengetahuan masyarakat
tentang pengaruh air sungai yang masam terhadap kesehatan gigi.Mereka, ketika
menggosok gigi dengan air sungai merasakan rasa masam air sungai akan tetapi
tetap dilakukan menggosok gigi karena dianggapnya sudah biasa sejak zaman
dahulu menggunakan air sungai. Sehingga untuk mengubah kebiasaan ini perlu
80
terus disosialisasikan pada masyarakat tentang pengaruh air sungai terhadap
kesehatan gigi.
2.Masyarakat Bantaran Sungai di Wilayah yang Sudah Dialiri Air PDAM Tetapi
Tetap Menggunakan Air Sungai
Aliran pipa PDAM di Kota Banjarmasin sudah menjangkau hampir di
seluruh wilayah Kota Banjarmasin, hanya tinggal sedikit wilayah yang belum
masuk aliran PDAM seperti di daerah Mantuil. Lain halnya dengan Kabupaten
Barito Kuala yang memiliki saluran PDAM yang terbatas hanya sekitar 44,30 %
(tabel 13) dari total seluruh warga Barito Kuala karena berbagai kendala terutama
kendala geografis.
Meskipun aliran air PDAM sudah masuk ke berbagai pelosok Kota
Banjarmasin, dan sebagian wilayah Kabupaten Barito Kuala namun masih banyak
warga yang berada dalam zona aliran PDAM tidak memasang air PDAM.
Banyak alasan yang dikemukakan mereka yang menyebabkan mereka tetap
menggunakan air sungai, diantaranya karena keterbatasan ekonomi sebagaimana
diungkapkan Bapak Halim, ketika ditanya masih maraknya orang yang masih
menggunakan air sungai meski sudah ada air PDAM :
“Inikan terkait dengan perekonomian mungkin pak dan kebiasaan.Pertama perekonomian mereka dengan lokasi geografis tempat tinggal mereka di pinggir sungai mereka dengan mudah mengambil air baku kalau diPDAM sampai dengan jalan besar sehingga kalau misalnya mereka mau mengambil itu harus narik lagi PDAM. PDAM itu kalau misalnya sampai jalan besar sampai sambung rumah ada berapa lagi dana yang keluar nah kan seperti itu PDAM kan ada perhitungan seperti itu. Nah di samping perekonomian masyarakat juga kemudahan mendapatkan air sungai seperti itu.
81
Banyaknya warga bantaran sungai yang sudah ada aliran air PDAM
namun tetap menggunakan air sungai dan tidak memasang air PDAM karena
keterbatasan ekonomi.Mereka tidak mampu memasang instalai air PDAM karena
mahalnya biaya pemasangan instalasi tersebut terutama bagi masyarakat yang
posisi rumahnya relatif jauh dari saluran induk air yang berarti ada kewajiban
baginya untuk memasang saluran yang panjang supaya sampai ke rumahnya.Hal
ini tentunya menjadikan pemasangan air PDAM menjadi sangat mahal.
Alasan lain dari masih banyaknya warga bantaran sungai yang tidak
memasang PDAM karena mereka menganggap bahwa di lingkungan sekitar
mereka ada air yang berlimpah sehingga alangkah sayangnya kalau tidak
dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari mereka, dan itu gratis. Hal ini dapat
dilihat dari ungkapan Zuhairiah, warga Alalak Selatan, Kota Banjarmasin:
“Yang bediam dipinggir sungai masih itu, tapi kada di haruskan, kadang masang ledeng kadang jua. Wan banyak kada memasang biaya pemasangan kan mahal, lawan jua dipikir parak banyu, paling nungkar banyu ledeng beteng untuk minum aja.” (Yang tinggal di bantaran/pinggir sungai masih menggunakan air sungai, karena tidak diharuskan memasang PDAM, tetapi ada juga yang memasang PDAM.Lebih banyak yang tidak memasang PDAM karena biaya pemasangan mahal, apalagi dekat dengan sungai yang banyak airnya, paling beli air ledeng untuk minum saja).
Menurut pandangan Ibu Zuhairiah bahwa memasang PDAM itu bukanlah sebuah
keharusan bagi dirinya karena menganggap di samping biaya pemasangannya
yang mahal, juga karena menganggap mereka berada di dalam sebuah lingkungan
yang dikaruniai air yang berlimpah. Sehingga akan sangat disayangkan kalau
mereka mensia-siakan air tersebut padahal air itu gratis, tidak perlu membayar
82
pada siapapun dan itu sudah mereka lakukan secara turun temurun dari nenek
moyang sampai sekarang.
3. Masyarakat Bantaran Sungai yang Sudah Menggunakan Air PDAM Tetapi
MCK Masih di Sungai
Masyarakat Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin yang tinggal
di bantaran sungai dan sudah menjadi pelanggan PDAM masih ada juga yang
tetap melakukan MCK di sungai. Keterlibatan mereka untuk tetap melaksanakan
MCK di sungai dikarenakan mereka mereka menganggap dengan tetap
melaksanakan MCK di sungai mereka akan melakukan penghematan di dalam
penggunaan air PDAM yang berbayar dengan membatasi penggunaan air sungai.
Hal ini seperti terlihat dari ungkapan Hair, salah seorang warga Marabahan
sebagai berikut:
“Mereka menghindari supaya kada membayar, paling kada mengurangi membayar PDAM,jadi itu nang dihindari, tapi inya menghindari kada banyak bayar PDAM”. (Mereka masih menggunakan air sungai supaya bisa mengurangi pembayaran air PDAM, jadi itu yang dihindari yaitu bayar air PDAM banyak)
Hal lain yang menyebabkan masih adanya masyarakat yang menggunakan
air sungai untuk MCK meski sudah pasang PDAM adalah untuk menjaga
kebersamaan di antara warga bantaran sungai. Pandangan ini disampaikan oleh
Edy salah satu warga di bantaran sungai di sungai Marabahan sebagai berikut:
“Ya sudah masuk PDAM, tapi sudah cenderung kebiasaan mandi disungai tenyaman mandi disungai kayaknya”. (Ya sudah pasang PDAM, tetapi masing senang mandi di sungai karena sudah kebiasaan dan lebih enak mandi di sungai).
83
Hal senada juga diungkapkan oleh Mahsunah, warga Marabahan sebagai berikut:
“Kadada, kalau kepercayaan kayaitu anggapan.Asa berasih di sungai, ada seperti itu kada tapi mengharuskan tapi anggapan kebiasaan di sungai, jadi otomatis rasanya asa nyaman bahira hilang, batatapas nyaman, perasaan sudah mendarah daging.” (Tidak ada kepercayaan apa-apa untuk mandi di sungai.Mandi di sungai rasanya bersih, hanya kebiasaan saja, jadi otomatis rasanya nyaman saja, buang air besar, mencuci baju rasa nyaman dan sudah mendarah daging).
Begitu juga dengan Widia salah satu warga di Mandastana:
“Buhan sini tu lah, sini nah buhannya sini nah, beledeng kalo, tapi buhannyatu bilanya sore-sore banyu pasang kalo, kesinian mandiannya tuh, rami kayatu nah, banyak urangnya kepinggir sungai, bakumpul, kakanakan segala tatuha, betatapas di pinggir sungai kalo ketuju tu nah, dari pada dirumah, kumpulnya tu kah rami tu nah, tu kayatu.” (Orang-orang disini ada yang memakai air PDAM, tetapi kalau sore hari apalagi ketika air pasang, semuanya pada mandi di sungai, banyak orang berkumpul bersama di pinggir sungai, anak-anak sampai orang tua, mencuci baju di pinggir sungai. Mereka senang bersama di pinggir sungai karena ramai bisa kumpul-kumpul daripada di rumah sendirian).
Dari beberapa ungkapan diatas terlihat bahwa masyarakat bantaran sungai,
meskipun sudah menggunakan air PDAM. Di saat-saat tertentu, mereka masih
suka melaksanakan MCK di sungai karena menganggap melaksanakan MCK
disungai sudah dianggap sebagai kebiasaan mereka dan sudah mendarah daging
sejak dahulu.Selain itu juga melaksakan aktivitas MCK di sungai dapat
mengembangkan rasa kebersamaan dengan tetangga dengan bercengkrama
dengan mereka di sungai sambil melaksanakan aktivitas MCK. Oleh karena itu
masyarakat di bantaran sungai agak susah untuk meninggalkan sungai untuk
keperluan MCK mereka.
Kebiasaan MCK di sungai ini juga sekaligus kebiasaan menggosok gigi.
Oleh karena itu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menggosok
84
gigi dengan air yang memenuhi standar kesehatan adalah dengan memberikan
dorongan kepada mereka untuk membawa air segayung untuk kegiatan
menggosok gigi. Sehingga dalam jangka waku beberapa tahun ke depan
kesadaran masyarakat akan dapat meningkat dengan baik.
b.Perilaku Masyarakat Bantaran Sungai Dalam Merawat Gigi
Masyarakat bantaran sungai yang sehari-harinya melaksanakan aktivitas
MCK di sungai, meskipun terdapat perubahan pada derajat kualitas air sungai
serta ketersediaan sumber air yang baru seperti air PDAM. Mereka masih banyak
yang tetap melaksanakan kegiatan MCK termasuk menggosok gigi di sungai. Ada
beberapa alasan mengapa mereka masih menggunakan air sungai seperti karena
masalah ekonomi, ketersediaan air yang melimpah serta kesenangan dalam
kegiatan MCK bersama yang dapat menumbuhkan kebersamaan di kalangan
mereka sebagaimana sudah dipaparkan dalam pembahasan di atas.
Terkait dengan kesehatan gigi, dimana masyarakat bantaran sungai di
kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin mendapatkan predikat sebagai
kabupaten/kota yang tertinggi dalam indeks DMF-T se-Kalimantan Selatan
(Hasil Riskesdas Tahun 2013). Tingginya tingkat karies gigi pada masyarakat
bantaran sungai tidak dapat dilepaskan dari dua hal yaitu: pertama, kebiasaan
mereka yang banyak melaksanakan aktivitasnya dengan air sungai yang
mengandung kadar Ph yang rendah. Kedua, pandangan–pandangan mereka
tentang makna sakit gigi yang berakibat pada upaya masyarakat dalam
memelihara gigi. Kedua hal ini akan dibahas pada pemaparan berikut.
85
1. Kebiasaan MCK di Sungai
Tingginya angka karies gigi masyarakat di Kabuipaten Barito Kuala dan
Kota Banjarmasin tidak dapat dilepaskan dari kebiasaan mereka untuk menggosok
gigi dengan air sungai yang mengandung kadar Ph yang rendah. Di sungai-sungai
di Kabupaten Barito Kuala rata-rata memiliki Ph yang rendah sebagaimana
ditunjukkan oleh hasil pemeriksaan kualitas air yang dilaksanakan oleh Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Barito Kuala sebagaiman terlihat dalam tabel
berikut:
Tabel 22
Kualitas Air Sungai di Kabupaten Barito Kuala
No. Paramete
r Satuan Buku
Mutu Kelas
1
Lokasi Pengambilan Sampel/ Hasil Analisis
Sungai Barito
Sungai Handil Bakti
Sungai Tabunganen
Fisika 1. SUHU 0C Deviasi
3 28,4 - 31,4
2. DHL µs/cm - 100 250 1020 3. Zat Padat
Terlarut (TDS)
mg/L 1000 0,21 0,42 0,92
4. Zat Padat Tersuspensi (TSS)
mg/L 50 225,84 285,08 225,87
Kimia 1. pH - 6-9 7,04 3,8 4,0 2. DO mg/L 6 3,41 2,84 3,53 3. BOD5 mg/L 2 15,36 99,84 99,84 4. COD mg/L 10 26,11 169,73 169,73 Sumber: BLHD Kabupaten Barito Kuala hasil uji laboratorium pada bulam Maret
– April 2014
86
Dari tabel hasil pemeriksaan atas kualitas air sungai di tiga sungai di
wilayah Kabupaten Barito Kuala menunjukkan bahwa Sungai Handil Bakti
merupakan sungai yang paling rendah kadar Ph-nya yaitu 3,8 disusul kemudian
oleh Sungai Tabunganen yang memiliki kadar Ph 4,0. Dengan kadar Ph seperti
itu, kedua sungai masih memiliki kadar Ph yang berada jauh di bawah standar
yaitu 6 – 9. Sedangkan untuk Sungai Barito sudah memiliki kadar Ph yang cukup
tinggi yang berada sedikit di atas standar minimal kandungan Ph yaitu 7,04.
Berdasarkan hasil uji laboratorium di atas, sungai-sungai Handil Bakti dan
Sungai Tabunganen memiliki Ph yang rendah karena kedua sungai ini merupakan
sungai-sungai yang menjadi muara dari rai-rai(sungai-sungai kecil) pembuangan
air dari rawa-rawa sehingga air-air yang masam yang dihasilkan oleh lahan
gambut banyak mengalir ke sana. Lain halnya dengan Sungai Barito yang
meskipun merupakan sungai yang menjadi muara bagi seluruh sungai yang ada di
Barito Kuala memiliki Ph yang tinggi karena sungai ini terhubung langsung
dengan lautan.
Sungai-sungai di Kota Banjarmasin juga tidak jauh berbeda dengan
sungai-sungai di Barito Kuala meskipun dengan kadar Ph yang agak lebih tinggi.
Namun demikian masih banyak masyarakat di bantaran sungai yang masih
menggunakan air sungai untuk keperluan MCK mereka termasuk menggosok
gigi.Banyaknya masyarakat yang masih menggunakan air sungai untuk
menggosok gigi dikarenakan berbagai faktor sebagaiman disampaikan oleh para
informan penelitian di antaranya karena masih kurangnya pemahaman tentang
87
pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi serta alasan praktis, mandi sekalian
menggosok gigi.
2. Rendahnya Pemahaman Tentang Pengaruh Air Sungai Terhadap Kesehatan
Gigi
Masyarakat bantaran sungai masih banyak yang melakukan aktivitas MCK
sekaligus gosok gigi di sungai.Mereka menggosok gigi di sungai karena beberapa
hal diantaranya karena masih rendahnya pemahaman tentang pengaruh air sungai
terhadap kesehatan gigi. Hal ini di sampaikan oleh Hair, warga kelurahan Kuin
Selatan, sebagai berikut:
“Untuk masalah Sungai kita, yang tahu bahwa air sungai kita ini kan masam, Cuma ,emmmm …untuk efek apa namanya emmmmm, menjaga gigi itu tidak tahu,yang tahu didaerah kita memang ini air sungai masam sehingga gigi itu banyak rusak itu aja kita tahu,
Pernyataan diatas menunjukkan bahwa informan merasakan bahwa air
sungai ketika dipakai untuk menggosok gigi terasa asam akan tetapi ia tidak tahu
bahwa keasaman tersebut akan berpengaruh terhadap giginya sehingga ia terus
saja menggunakan air sungai meskipun keasaman air sedikit demi sedikit
menggerogoti kuatnya gigi.
Bahkan informan yang lain menganggap bahwa air sungai sama saja
dengan air PDAM Cuma lebih bersih, sebagaimana diungkapkan oleh Edi
Wahyudi sebaga beriktu:
“Kadada pang masyarakat disini rata-rata dianggap sama haja, kalo air ledeng agak bersih, kalo sungai kadada.” (Disini masyarakat menganggap sama saja, kalau air PDAM agak bersih, kalau air sungai agak kotor).
88
Pandangan di atas menunjukkan bahwa bagi masyarakat di bantaran
sungai air sungai dianggapnya bersih seperti halnya air PDAM Cuma air PDAM
lebih bersih. Dengan pemahaman seperti ini, maka tidaklah mengheran kalau
mereka masih menggunakan air sungai meskipun kualitas air sungai sudah tidak
yang tidak bersih lagi.
ii. Kebiasaan MCK dan Gosok Gigi
Masyarakat bantaran sungai menggosok gigi dengan air sungai ketika
kegiatan MCK.Ini dilakukan karena alasan praktis, sembari mandi sekalian gosok
gigi dan menganggap bahwa menggosok gigi merupakan aktivitas di dalam
membersihkan badan.Hampir tidak ada masyarakat yang melakukan aktivitas
MCK tanpa menggosok gigi.
Perilaku menggosok gigi sembari mandi tidak hanya kebiasaan masyarakat
di Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin saja, tapi sudah menjadi bagi
seluruh warga Indonesia, mandi sekaligus menggosok gigi. Artinya, mandi
sekaligus gosok gigi merupakan hal yang sangat wajar bagi masyarakat di
Indoinesia.Mandi sekaligus gosok gigi memang merupakan kebiasaan yang sudah
turun temurun sejak dahulu dan sekarang dianggapnya biasa saja dan wajar saja.
Namun yang menjadi persoalan adalah kualitas air sungai yang sekarang masih
dipakai untuk keperluan MCK ternyata mengandung kadar Ph yang rendah atau
masam yang dapat berakibat pada kerusakan gigi. Padahal jumlah masyarakat
yang melakukan MCK dengan air sungai tergolong tinggi.
89
J. Pemaknaan Sakit Gigi
Tingginya indeks DMF-T di Kabupaten Barito Kuala dan Kota Bajarmasin
juga disumbang oleh relatif rendahnya kesadaran untuk mengobati gigi ketika ada
keluhan gigi. Mereka hanya akan pergi ke Puskesmas ketika penyakitnya sudah
parah. Menurut pengakuan para informan mereka sudah sering merasakan sakit
gigi sehingga mereka sudah tidak merasakan sakit gigi lagi kecuali ketika benar-
benar parah.
Frekwensi sakit yang sering diderita oleh masyarakat menyebabkan
masyarakat seolah kebalterhadapsakit gigi. Bahkan ada seorang informan, Bapak
Asrani ketika diwawancarai masalahkesehatan gigi dia pernah merasakan sakit
gigi ketika di Lembaga Pemasyarakatan (LP) padahal sebelumnya, seumur hidup
belum pernah merasakan sakit gigi sebagaimana ia tuturkan:
“Nang rasa sakit lawan ngilu-ngilunya tu ngitu pang. Sakitnya tu tapi itu waktu aku dipenjara kada di rumah, selama aku keluar langsung ampih sampai ini aku kada bisa sakit gigi lagi aku mulai tahun 1997 sampai ini kada bisa sakit gigi aku, waktu di LP aku selama 7 bulan maarit sakit gigi haja aku.” (Sakit gigi itu rasanya ngilu sekali.Waktu sakit gigi saya ada di penjara, begitu saya keluar penjara sakitnya tidak kambuh lagi sampai sekarang.Saya tidak pernah sakit gigi lagi dari tahun 1997.Ketika di Lembaga pemasyarakatan selama 7 bulan saya sakit gigi).
Sepenggal kisah Asrani di atas menunjukkan bagaimana Asrani sepanjang
hidupnya tidak pernah sakit gigi, tetapi ketika masuk Lembaga Pemasyarakatania
merasakan sakit gigi. Kondisi sakit giginya Asrani di Lembaga Pemasyarakatan
menunjukkan bagaimana ia merasakan sakit gigi ditengah himpitan kasus yang
dia hadapi. Karena tekanan psikologis dia di penjara telah menyebabkan
90
pikirannya menjadi lemah sehingga tidak dapat mengontrol rasa sakit yang ia
rasakan. Akibatnya, selama di LP, ia merasakan sakit gigi. Hal ini menunjukkan
bahwa sebenarnya Bapak Asrani mengalami permasalahan gigi tetapi alam
sadarnya dapat mengontrol rasa sakit itu sehingga seolah-olah tidak sakit beda
halnya ketika alam sadarnya tidak dapat mengontrol rasa sakit gigi.
Anggapan sakit gigi sebagai sakit gigi biasa juga dialami oleh informan
lain.Mereka masih menganggap sepele sakit gigi dan cukup mengobatinya dengan
datang ke warung untuk membeli obat penahan rasa sakit. Jika masih terasa sakit
atau sakit gigi sudah parah baru mereka berobat ke Puskesmas dan biasanya
dicabut karena sudah parah sebagaimana diungkapkan oleh Hermansyah sebagai
berikut:
“Amunnya sakit gigi ulun nukar haja obat ka warung.Habis sudah anunya obat ini kada mau obat ini kada mau satu-satunya jalan kadang-kadang lebih sakit baik dicabut ke puskesmas.” (Kalau sakit gigi saya beli obat di warung saja.Ketika obat habis dan masih saja sakit, baru saya pergi ke Puskesmas dan minta dicabut saja). Pernyataan Hermansyah di atas menunjukkan bahwa ketika sakit gigi
maka ia akan berobat dengan obat yang dibeli di warung seperti ponstan (obat
pengurang rasa sakit). Ia akan berobat ke Puskesmas kalau sakit giginya tidak
sembuh atau kalau sudah parah dengan tindakan pengobatan berupa cabut gigi.
Kebiasaan berobat gigi ketika sudah parah hampir menyeluruh di dua
wilayah penelitian Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin. Kebiasaan
berobat seperti ini dapat dilihat dari rasio tumpatan/cabutan sebagaimana terlihat
dari tabel berikut:
91
Tabel 23
Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Menurut Kecamatan
di Kabupaten Barito Kuala Tahun 2013
No. Kecamatan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
Tumpatan Gigi Tetap
Pencabutan Tetap
Rasio Tumpatan/ Pencabutan
01. Tabunganen 82 62 1,32
02. Tamban 47 188 0,25
03. Mekarsari 93 296 0,31
04. Anjir Pasar 64 104 0,62
05. Anjir Muara 24 85 0,28
06. Alalak 466 389 1,20
07. Mandastana 104 352 0,30
08. Jejangkit 53 52 1,02
09. Belawang 52 184 0,28
10. Wanaraya 1 1 1,00
11. Barambai 57 68 0,84
12. Rantau Badauh 120 54 2,22
13. Cerbon 38 47 0,81
14. Bakumpai 58 114 0,51
15. Marabahan 459 364 1,26
16. Tabukan 63 49 1,29
17. Kuripan 102 173 0,59
Total 1.883 2.582 0,73
Sumber: Yankes Kabupaten Barito Kuala tahun 2013
92
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa di Kabupaten Barito Kuala rasio
Tumpatan/pencabutan yang tertinggi adalah kKecamatan Tabunganen yaitu 1,32
atau dengan kata lain perbandingan antara perawatan dan pencabutan gigi adalah
1,32 perawatanberbanding 1 kali pencabutan dan kecamatan yang paling rendah
tingkat perawatan dibanding pencabutan adalah Kecamatan Tamban yaitu 0,25
atau dengan kata lain sekali perawatan berbanding dengan 4 kali pencabutan.
Sedangkan untuk total se-kabupaten rasio tumpatan/pencabutan adalah 0,73 atau
dengan kata lain rasio perawatan terhadap pencabutan 0,73 perawatan tiap 1 kali
pencabutan yang berarti tindakan pencabutan lebih tinggi dari pada tindakan
perawatan.
Di Kota Banjarmasin, meskipun sudah mulai ada kesadaran perawatan gigi
dibandingkan di Kabupaten Barito Kuala namun kesadaran itu masih kecil
sebagaimana dapat dilihat dari table berikut:
Tabel 24 Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Menurut Kecamatan
di Kota Banjarmasin Tahun 2013
No. Kecamatan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
Tumpatan Gigi Tetap
Pencabutan Tetap
Rasio Tumpatan/ Pencabutan
1. Banjarmasin Selatan 1116 706 1,58
2. Banjarmasin Timur 2977 1424 2,09
3. Banjarmasin Utara 1703 941 1,81
4. Banjarmasin Barat 1412 1035 1,36
5. Banjarmasin Tengah 2477 989 2,5
Jumlah 9685 5095 1,9
Sumber: Yankes Kota Banjarmasin 2013
93
Dari table diatas dapat dilihat bahwa kecamatan yang paling tinggi rasio
tumpatan/pencabutan adalah Kecamatan Banjarmasin Tengah yaitu 2,5
sedangakan yang paling rendah adalah Kecamatan Banjarmasin Barat yaitu 1,36.
Untuk Kota Banjarmasin, rasio tumpatan/pencabutan adalah 1,9 yang berarti
bahwa tindakan tumpatan gigi tetap lebih besar dari pada tindakan pencabutan
gigi tetap yaitu 1,9. Ini artinya kesadaran masyarakat di Kota Banjarmasin untuk
mengobati gigi sejak dini sudah lebih baik dari pada di Kabupaten Banjarmasin,
namun demikian nilainya masih belum terlalu besar.
Kedua tabel di atas menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk
berobat gigi dengan mengobati gigi sejak awal atau sebelum parah (tindakan
perawatan) masih rendah. Mengenai rendahnya kesadaran masyarakat untuk
berobat gigi sejak awal (sebelum parah) diakui oleh para tenaga medis kesehatan
gigi di Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin, salah satunya diakui oleh
Didi Rizali, salah satu dokter gigi di Kota Banjarmasin:
“Pasien itu kan kalau sudah selesaikan inya ini sakit kada datang lagi, itu masalahnya, heeh jadi kita tu kada maksimal gitu loh, kalau nya kan kalau sakit aja datang bila nya kada sakit kada perlu lagi karena kada sakit lagi, kenapa, nah kalau sakit otomatis nya dipikirkan kayapa caranya nya harus datang, nah itu kendala kami kadang kada berhasil kaitu nah.” (Pasien itu jika berobat gigi yang memerlukan perawatan berkelanjutan, tidak dating lagi kalau sakitnya sudah hilang, padahal pasien harusnya dating lagi.Sehingga dalam perawatan atau pengobatan gigi tidak maksimal.Harusnya mereka sadar bagaimana untuk penyembuhan gigi diri sendiri, dan itu yang menjadi kendala kami yang menyebabkan tidak berhasilnya penyelesaian masalah kesehatan gigi).
Pernyataan drg. Didi di atas membenarkan beberapa pernyataan pasien
gigi serta tabel yang menunjukkan kecenderungan masyarakat untuk berobat gigi
94
setelah keadaan gigi parah atau perlu dicabut. Kondisi ini tentunya memerlukan
perhatian serius untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dapat memperhatikan
kesehatan gigi dengan berobat lebih awal demi kesehatan kita ke depan.
III. Model Pemberdayaan Masyarakat Lahan Basah
Berdasarkan hasil penelitian pada tahun pertama, penelitian ini dilanjutkan
dengan mengkaji model pemberdayaan masyarakat yang dapat dilaksanakan
untuk membiasakan menggsook gigi dengan air yang memenihi persyaratan
kesehatan. Kajian ini dimulai dengan kegiatan Focus Group Discussin (FGD)
yang dilaksanakan pada tanggal 3 September 2015 yang bertempat di Aula
kedokteran Unlam di Jl. Veteran kota Banjarmasin. FGD ini membahas tentang
hasil penelitian tahun pertama serta membahas Draft model pemberdayaan yang
akan ditawarkan kepada masyarakat. Kegiatan FGD ini diikuti oleh beberapa
pihak yang terkait dengan kesehatan gigi baik dari Kota Banjarmasin maupun dari
kabupaten Barito Kuala. Mereka terdiri dari dokter Puskesmas, Dinas kesehatan,
tokoh agama, budayawan serta akademisi.
Dari kegiatan FGD dapat diperoleh masukan tentang hasil penelitian yang
mempertegas beberapa temuan penelitian sepewrti masih lemahnya sosialisasi
tentang pengaruh air sungai memiliki tingkat keasaman yang tinggi terhadap
kesehatan gigi. Para praktisi kesehatan sebagaimana diungkapkan oleh
perwakilan dinas kesehatan dan pegawai puskesmas mengakui bahwa mereka
telah berupaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat mnelalui
kegiatan UKGS dan UKGMD. Namun mereka menyadari bahwa factor air sungai
95
yang memiliki kadar Ph yang rendah belum mendapatklan perhatian mereka.
Mereka memberika apresiasi yang baik terhadap penelitian yang didah di lakukan
oleh tim peneliti dan berharap hasil dari kajian ini akan mendorong masyarakat
untuyk lebih memperhatikan perawtabn gigi termasuk perhataian terhadap
pengariuh air sungai terhadap kesehatan gigi. Mereka akan meenjadikan hasil
penelitian ini untuk pengembangan program pemerintah, khsusnya dinas
kesehatan yang mengurusi kesehatan gigi masyarakat dengan memperhatiukan
aspek air yang digunbakan untuk menggosok gigi pada berbagai kegiatan
sosialisasi tentang kesehatan gigi baik dalam kegiatan UKGS maupun kegiatan
UKGMD.
Akademisi dari unlam yang merupakan ekspert di bidang kebudayaan dan
kemasyarakatan mengaris bawahi tentang pentingnya berbgai kebijakan yang
memperhatikan kebiasaan dan kebudayaan setempat. Misalnya tentang kebiasaan
MCK masyarakat bantaran sungai yang sangat erat kaitannya dengan sungai tidak
harus menanggalkan kebudayaan mereka yang terikat dengan sungai akan tetapi
memberikan beebagai solusi terhadap kesehatan gigi mereka dengan tetap
menjaga kebudayaan mereka dengan menghindarkan berbagai kebiasaan yang
berakibat pada kesehatan gigi mereka. Mereka tetap mandi disungai tetapi untuk
kesehatan gigi mereka menggunakan air yang memenuhi persyaratan kesehatan.
Masukan lain dari kegiatan FGD adalah tentang pemetaan daerah-daerah
yang memiliki air sungai yang memiliki tingkat keasaman tinggi dan belum dialiri
oleh aliran air PDAM. Masukan ini sangat penting untuk penyempurnaan
penelitian ini terutama di dalam penentuan daerah (wilayah) yang akan dikaji
96
dalam pemerolehan pandangan masyarakat terhadap model pemberdayaan yang
akan dikaji. Berdasar masukan ini, kajian lapangan untuk daerah penelitian di
fokuskan pada dua wilayah yang sedapat mungkin mewakili beberapa
karakteristik yang ada di kota Banjarmasin dan kabupaten barito Kuala. Di kota
Banjarmasin ditentukan sebagai daerah kajianadalah kelurahan yang sudah dialiri
air PDAM namun sebagian masyarakat masih msih menggunakan air sungai
untuk kegiatan MCK sedangkan di kabupaten barito Kuala desa yang dijadikan
sebagai tempat kajian adalah desa yang belum dialiri air PDAM dan dialiri sungai
yang memiliki kadar Ph yang sangat rendah yaitu di desa Puntik Luar, kecamatan
Mandastana kabupaten Barito Kuala.
Dari kegaiatan FGD ini juga telah disepakati model pemberdayaan yang
akan ditimbang oleh masyarakat untuk ditentukan sebagai model pemberdayaan
yang menjadi prferensi mereka. Ketiga model tersebut adalah Kader Kesehatan
Gigi yang disingkat menjadi KKG, pemberian model teknologi sederhana untuk
membersihkan air agar memenuhi persyaratan kesehatan serta melalui poster-
poster yang bersisi ajakan untuk menggunakan air yang memnuhi persyaratan
kesehatan untuk kegiatan perawatan gigi. Ketiag model inilah yang dikaji
p[eneliti sebagai alternative pemecahan dalam peningkatan kesadran masyarakat
untuk mengososk gigi (danb berbagai perwatan gigi lain) dengan air yang
memenuhi persyaratan kesehatan.
Setelah kegiatan FGD dan memberikan bebrrap rekomendasi sebnagaiman
sudah dipaparkan dimuka, kajian selanjutnya adalah kajian tentang pandangan
masyarakat terhadap berbagai alternative model pemberdayaan masyarakat
97
sehingga model yang dihasilkan merupakan prefernsi mereka dan cocok untuk
mereka sehingga model tersebut lebih dapat diterapkan ketika model ini menjadi
sebuah kenbijakan berbagai pihak yang berkompeten terhadap masalah kesehatan
gigi. Sehungga harapan semua kalangan untuk menekan tingkat karies ggigi di
Kalimantan Selatan dapat terwujud dan meningkatkan tarap kesehatan gigi
masyarakat yang dihadapkan pada lingkungan lahan basah yang memberikan
ekses terhadap kesehatan gigi.
Kajian ini dilakukan di dua lokasi yaitu di kelurahan Alalak Selatan di
kota Banjarmasin serta di Desa Puntik Luar di kabupaten Barito Kuala di mana
masing-masinhg desa telah ditentukan sebanyak 100 orang sebagai responden
penelitian mellaui metode survey. Kajian ini juga dilengkapi dengan kajian
kualitatif dengan mewawancarai 20 orang informan yang terdiri dari pemuka
masyarakat di desa Puntuk Luar dan kelurahan Alalka selatan, tokoh agama serta
dinas kesehatan dari kota Banjarmasin dan kabupaten Barito Kuala. Berikut
beberpa temuan dari hasil penelitian yang sudah dilakukan
a. Identitas Responden Penelitian
Kajian ini menentukan responden penelitian sebagai sampel penelitian
dengan memperhatikan komposisi antara jumlah laki-laki dan perempuan
sebagaimana terlihat dari table berikut
98
Tabel 25. Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Kelurahan Alalak Utara Desa Puntik Luar
Frekwensi Prosen Frekwensi Prosen Laki-Laki 52 52.0 49 49.0 Perempuan 48 48.0 51 51.0 Total 100 100 100.0 100.0
Dari data di atas terlihat bahwa jumlah responden dari kedua wilayah
penelitian memperhatikan komposisi laki-laki dan perempuan yang ditentukan
secara proporsional terhadap kompoisisi jumlah laki-laki dan perempuan di kedua
daerah penelitian. Di kelurahan Alalak Uatara jumnlah laki-laki lebih sedikit dari
pada desa Puntik Luar yaitu 52 berbanding dengan 49 begitu juga sebaliknya
jumlah responden kurang sedikit disbanding Desa Puntik Luar yaitu 48
berbanding dengan 51 orang.
Responden yang dikaji dalam penelitian di dua wilayah penelitian tersebar
dalam berbagai profesi yang mereka geluti. Untuk Responden di Kelurahan
Alalak Utara Mayoritas adalah sebagai ibu rumah tangga (37%) disusul oleh
karyawan swasta dan wiraswasta sebanyak 21% dan 20 %, kemudian pedagang 13
% dan petani, PNS dan TNI/Polri masing-masing 1 % dan lain-lain (pelajar dan
mahasiswa) sebanyak 6 %. Gambar 1. Pekerjaan Responden
Kelurahan Alalak Utara
99
Responden dari Desa Puntik Luar juga memiliki pekerjaan yang bervariasi
di mana mayoritas responden adalah berprofesi sebagai petani yaitu petani
pemilik tanah sebanyak 39% dan petani penggarap sebanyak 22% disusul
kemudian oleh wiraswasta sebanyak 17%, pedagang 13% dan sisanya PNS 3%
dan lainnya 1%.
Gambar 2. Pekerjaan Responden Desa Puntik Luara
Penghasilan responden dari kedua wilayah penelitian kelurahan Alalak
Selatan dan Desa Puntik luar mayoritas berpenghasilan rendah. Di Kelurahan
Alalak Selatan yaitu mayoritas berpenghasilan rendah sampai dengan Rp
1.000.000 perbulan sebanyak 77%, di atas Rp. 1.000.000 sampai Rp. 3.000.000
sebanyak 21 % dan sisanya sebanyak 2% berpenghasilan di atas Rp. 3.000.000.
Begitu juga dengan penghasilan responden di Desa Puntiuk Luar
mayoritas berpenghasilan rendah yaitu sampaiu dengan Rp. 1000.000 sebanyak
69%, diatas Rp 1.000.000 sampai dengan Rp. 3.000.000 sebanyak 30% dan
sisanya 1 % di atas Rp. 3.000.000
100
Tabel 26. Penghasilan Per Bulan Responden
Nominal Penghasilan Alalak Selatan Puntik Luar
Frek. Prosen Frek. Prosen <= Rp 500.000 25 25.0 20 20.0 Rp. 500.000 – Rp. 1000.000 52 52.0 49 49.0 Rp 1.000.001 sd Rp 2.000.000 15 15.0 21 21.0 Rp 2.000.001 sd Rp 3.000.000 6 6.0 9 9.0 > Rp 3.000.000 2 2.0 1 1.0 Total 100 100.0 100 100.0
Tingkat pendidikan informan di kedua wilayah penelitian masih rendah
sebagaimana terlihat dalam table 51 beirkut:
Tabel 51. Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat Pendidikan
Alalak Selatan Puntik Luar Frekwensi Prosen Frekwensi Prosen
Tidak Sekolah/Tidak Tamat SD
4 4.0 7 7.0
SD 49 49.0 48 48.0 SMP 17 17.0 27 27.0 SMA 24 24.0 18 18.0 D3/S1 6 6.0 - - Total 100 100.0 100 100.0
Dari table 51 di atas terlihat bahwa mayoritas penduduk di kelurahan
Alalak Selatan adalah responden yang berpendidikan dasar (setingkat SD dan
SMP) sebanyak 66% bahkan 4 % tidak sekolah atau tidak tamat SD. Selanjutnya
responden yang berpendidikan sekolah menengah (SMA) sebnayk 17 %
sedangkan responden yang berpendidikan tinggi (D3 dan S1) masih sedikti hanya
sebanyak 6 %.
101
Senada dengan Responden di Kelurahan Alalak Selatan, Responden di
Desa Puntik Luar juga masih berpendidikan rendah yaitu setingkat Pendidikan
Dasar (SD dan SMP) 75% bahkan angka yang tidak sekolah atau tidak tamat SD
lebih tinggi dari Alalak Selatan yaitu sebanyak 7%. Responden yang
berpendidikan menengah (SMA) sebanyak 18 sedangkan responden yang
berpendidikan tinggi (D3 dan S1) masih belum ada.
b. Perilaku Menggosok Gigi dan Kesehatan Gigi
1. Perilaku Menggosok Gigi
Perilaku menggosok gigi masyarakat juga tidak terlepas dari penelitian ini.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran menggosok gigi masyarakat
di kedua lokasi peneltian sudah sangat baik sebagaimana terlihat dari dua gambar
berikut:
Gambar Frekwensi Menggosok Gigi
Responden Kel. Alalak Utara
102
Gambar Frekwensi Menggosok Gigi Responden Ds Puntik Luar
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa frekwensi menggoisok gigi di
kelurahan Alalak Selatan mayoritas sebanyak 2x sebanyak 68% bahkan ada yang
menggsoosk gigi lebih dari 2x sebanyak 29%. Namun demikian masih juga ada
responden yang masih melakukan menggosok gigi Cuma sekali sebanyak 3%.
Begitu juga dengan responden di Desa Puntik Luar mayorits menggosok gigi
sebnayak 2x Yaitu sebanyak 57% dan yang lebih dari 2x lebih banyak dari
responden Alalak Selatan yaitu sebanyak 36 % dan yang menggososk gigi Cuma
sekali juga lebih banyak dari Alaak Selatan yaitu sebanyak 7%.
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa responden dari kedua daerah
penelitian dari aspek frekwensi menggososk gigi mereka sudah menggosok gigi
dengan baik.
Aspek selanjutnya yang dikaji dalam perawatan gigi adalah waktu terakhir
menggososk gigi setiap hari. Dari kedua daerah penbelitian diatas rata-rata
mereka menggosok gigi pada sore hari (sambil mandi) dan pada malam hari
(sebelum tidur) hal ini dapat dilihat dari gambar berikut:
103
Gambar Waktu Terakhir Mengosok Gigi Responden Kel. Alalak Utara
Gambar Waktu Terakhir Menggosok Gigi
Responden Desa Puntik Luar
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa waktu terakhir menggosok gigi
bagi responden Kelurahan Alalak Selatan mayorits pada malam hari (sebelum
tidur) sebanyak 49% lebih sedikit dari responden yang menggososk gigi pada sore
hari (setelah mandi) yaitu sebanyak 48% dan sisnya di siang dan pagi hari yaitu
masing-masing 1 % dan lainnya 1%.
Hampir sama dengan responden di kelurahan Alalak selatan, responden di
wilayah Puntik Luar waktu terakbhir menggososk gigi mayoiritas adalah sama
104
besar antara waktu sore (sambil mandi) dan malam hari (sebelum tidur) yaitu
sebanyak 46% dan sisanya di pagi hari dan siang hari masing-masing 6% dan 2%.
Dari temuan di atas, dapat dilihat bahwa kesadaran untuk menggosok gigi
pada malam hari (sebelum tidur) baru dilakukan oleh sebagian informan yaitu
49% I Alalak Selatan dan 46% di desa Puntik luar bahkan ada beberapa responden
yang terakhir menggosok giginya di pagi hari dan siang hari yang berarti mereka
hanya menggosok gigi sekali saja.
Kajian dari aspek waktu terakhir menggosok gigi setiap hari ada
perbedaan kelomnpok responden laki-laki dan perempuan sebagaimana terlihat
dari gambar berikut:
Gambar Waktu Terakhir Menggosok Gigi
Menurut Jenis Kelamin Responden Kel. Alalak Selatan
105
Gambar Waktu Terakhir Menggosok Gigi Menurut Jenis Kelamin Responden Kel. Alalak Selatan
Dari gambar di atas dapat dilihat ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan dalam pelaksanaan gosok gigi terakhir setiap hari. Di Alalak Selatan
frekwensi laki-laki yang menggosok gigi terakhir disore hari sebanyak 27% lebih
besar daripada mereka yang terakhir menggosok gigi di malam hari (sebelum
tidur) sebanyak 22% berbeda dengan perempuan di mana yang menggosok gigi
terakhir di malam hari lebihg besar dari pada yang terakhir kali menggosok gigi di
sore hari (sambil mandi sore). Lain halnnya dengan responden di puntik Luar
berbanding terbalik dengan responden di Alaka Selatan di mana Perempuan yang
menggosok gigi terakhir di sore hari sebanyak 25% lebih banyak dari pada yang
menggosok gigi di malam (sebelum tidur) sebnyak 22% sedangkan laki-laki yang
menggosok gigi di sore hari sebanyak 21% lebih sedikit dari pada mereka yang
menggosok gigi di malam hari (sebelum tidur) yaitu sebanyak 24%.
Adanya perbedaan waktu terakhir menggosok gigi antara laki-laki dan
perempuan di kelurahan Alalak Selatan dan Puntik Luar terjadi karena kondisi
geografis dan kebiasaan menggosok gigi mereka di sungai. Di Kelurahan Alalak
Selatan di mana mereka lebih banyak menggosok gigi dengan air PDAM yang
biasanya ada di rumah menjadikan perempuan lebih banyak menggosok gigi di
malam hari berbeda dengan perempuan di Puntik Luar yang menggosok gigi di
106
luar rumah (di sungai) menyebabkan mereka lebih enggan untuk menggosok gigi
di luar rumah (di sungai) di malam hari sehingga mereka kebanyakan lebih
memilih menggosok gigi di sore hari (sambil mandi).
Air yang digunakan dalam menggosok gigi terjadi perbedaan antara
kelurahan Alalak Selatan dengan Desa Puntik Luar sebagaimana terlihat dari
gambar berikut:
Gambar Air untuk Menggosok Gigi
Responden Kel. Alalak Selatan
Gambar Air untuk menggosok Gigi Responden Ds. Puntik Luar
107
Di kelurahan Alalak Selatan responden yang menggosok gigi dengan air
PDAM merupakan responden mayoritas yaitu sebanyak 92% sedangkan yang
menggosok gigi dengan air sungai sebanyak 8 persen. Jumlah ini kemungkinan
akan berubah di musim hujan mengingat waktu penelitian ini terjadi di mjusim
kemarau sehingga warga bantaran sungai mulai enggan untuk menggunakan air
sungai yang karena debitnya yang rendah sehingga air terlihat lebih kotor. Lain
halnya ketika musim hujan di mana debit air sungai meningkat menjadikan
mereka lebih banyak beraktivitas di sungai meskiupun mereka sudah memiliki air
PDAM di rumah.
Berbeda dengan responden di Alalak Selatan, responden di desa Puntik
Luar mereka mayoritas menggosok gigi dengan air sungai yaitu sebanyak 60%
sedangkan sisanya menggunakan air „beteng‟ (air PDAM yang dibeli masyarakat
dalam wadah teng (jerigen besar)),Air PDAM dan Air isi Ulang masing-masing
24%, 15% dan 1%.
2. Keluhan Gigi dan perilaku Pengobatan Gigi
Kedua masyarakat yang menjadi kajian dalam penelitian ini yaitu
kelurahan Alalak Selatan dan desa Puntik Luar mengalami berbagai problema
kesehatan gigi. Namun demikian ada perbedaan derajkat kesehatan gigi di mana
prosentasi keluhan gigi responden di Kelurahan Alalak Selatan lebih rendah dari
pada keluhan gigi responden di desa Puntik luar sebagaimana terlihat darui table
30 berikut:
Tabel 30 Keluhan Gigi
Keluhan Gigi Alalak Selatan Puntik Luar
Frekwensi Prosen Frekwensi Prosen
Berlubang Ya 92 92.0 94 96.91 Tidak 8 8.0 3 3.09 Total 100 100.0 97 100
Ngilu Ya 64 64.0 76 78.4 Tidak 36 36.0 21 21.6 Total 100 100.0 97 100
108
Nyeri/Nyut-nyut Ya 67 67.0 74 76.3 Tidak 33 33.0 23 23.7 Total 100 100.0 97 100.0
Bengkak/Berdarah Ya 67 67.0 72 74.2 Tidak 33 33.0 25 25.8 Total 100 100.0 97 100.0
Bengkak/Abses Ya 40 40.0 47 48.5 Tidak 60 60.0 50 51.5 Total 100 100.0 97 100.0
Sariawan/Stomatis Ya 79 79.0 88 90.7 Tidak 21 21.0 9 9.3 Total 100 100.0 97 100.0
Dari table 30 di atas terlihat bahwa keluhan tertinggi responden di kedua
daerah kelurahan Alalak Selatan dan desa Puntik Luar adalah masalah lubang gigi
(92% dan 96.91) dan diikuti oleh keluhan-keluhan berikut: Sariawan/Stomatis
(79% dan 90.7%), nyeri nyut-nyut (67% dan 76.3%) bengkak//berdarah (67 dan
74.2%) ngilu (64 dan 78.4%) dan keluhan terendah yaitu keluhan bengkak/Abses
(40% dan 48.5%). Dari data di atas dapat dilihat ada perbedaan derajat kesehatan
gigi yang signifikan antara responden kelurahan Alalak Selatan yang memiliki
jumlah keluhan yang kecil yang berarti memiliikki derajat kesehtan yang lebih
baik dari pada responden Desa Puntik Luar yang memiliki keluhan sakit gigi lebih
tinggi sebagaimana terlihat dari angka-angka di dalam table di atas.
Derajat kesehatan yang lebih tinggi bagi responden di Kelurahan Alalak
Selatan dari pada derajat kesehatan responden desa Puntik Luar terjadi karena
perilaku menggososk gigi masyarakat di desa Puntik Luar yang masih banyak
menggunakan air sungai yang memiliki kadar asam yang tinggi serta pelayanan
kesehatan yang lebih baik di kelurahan Aalak Selatan yang berada di kota
Banjarmasin dari pada responden desa Puntik Luar yang berada di daerah
Kabupaten yang memiliki keterbatasan terhadap saran dan akses kesehatan
termasuk untuk kesehatan gigi.
Selain masalah keluhan gigi, kajian ini juga diarahkan pada perilaku
berobat gigi oleh responden ketika mereka mendapatkan keluhan gigi yang parah.
109
Di kedua daerah penelitian responden masih mengandalkan obat warung untuk
mengatasi keluhan gigi mereka sebagaiman terlihat dalam table 31 berikut:
Tabel 31 Yang dilakukan ketika sakit gigi agak parah Alalak Selatan
Perilaku Berobat gigi Frekwensi Prosen Frekwensi Prosen Minum Obat dari Warung 57 57.0 67 69.07 Berobat ke Orang Pintar 2 2.0 - - Obat Tradisional 4 4.0 4 4.12 Puskesmas 31 31.0 26 26.81 Perawat Gigi / Paramedik 1 1.0 - Dokter Gigi 5 5.0 - - Total 100 100.0 97 100
Dari table 31 di atas dapat dilihat bahwa perilaku berobat gigi responden
di Aalak Selatan dan desa Puntik Luar mayoritas masih mengandlkan obat warung
untuk mengobati keluhan gigi yang parah yang mereka alami yaitu 57% dan
69.07% diikuti oleh berobat gigi ke puskesma yaitu 31% dan 26%.81 dan sisanya
4 % dan 4.12% masih menggunakan obat tardisional. Namun, di samping itu,
responden di Alalak Selatan mendapatkan akses yang lebih baik terhadap layanan
kesehatan gigi dengan berobat langsuing ke dokter gigi 5% dan ke perawat gigi
1% yang tidak didapatkan oleh responden yang tinggal di desa Puntik luar. Dan
terakahir, di Alalak Selatan ada juga yang masih berobat pada orang pintar.
110
c. Pengetahuan tentang Dampak air sungai terhadap kesehatan gigi
Pengetahuan responden di kedua lokasi penelitian yaitu kelurahan Aalak
Selatan dan desa Puntik Luar tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi
masih sangat rendah sebagaimana ditunjukkan oleh tabel berikut:
Tabel 32. Pengetahuan tentang Dampak Air Sungai
terhadap Kesehatan Gigi
Pengetahuan Alalak Selatan Puntik Luar
Frekwensi Prosen Frekwensi Prosen Mengetahui 38 38.0 26 26.0 Tidak Mengetahui 62 62.0 74 74.0 Total 100 100.0 100 100.0
Dari table diatas terlihat bahwa responden di kelurahan Aalak Selatan
mayoritas masih belum mengetahui pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi
yaitu sebanyak 62% sedangkan yang mengetahui baru sekitar 38 persen. Kondisi
serupa juga terjadi pada responden di desa Puntik Luar bahkan lebih parah lagi
akrena yang tidak mengetahui jauh lebih besar lagi yaitu 74% sedangkan yang
mengetahui baru sekitar 26%. Rendahnya pengteahuan masyarakat tentang
pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi juga diakui oleh para pejabat di
lingkungan dinas kesehatan baik di kota Banjarmasin maupuin di kabupaten
Barito kuala yang masih belum massif di dalam mensosialisasikan tentang
permasalahan ini. Kegiatan-kegiatan UKGS dan UKGMD sekalipun belum
menyentuh terhadap permaslahan ini.
Lemahnya sosialisasi dari para pemangku kesehatan terutama dari dinas
kesehatan dan jajarannya termasuk para praktisi kesehatan gigi juga semakin
terlihat bahwa pengetahuan sebagian kecil wargapun tentang pengaruh air sungai
terhadap kesehatan gigi masih sedikit yang berasal dari para pemnagku
kepentiungan tersebut sebagaimana dapat dilihat dalam gambar berikut:
111
Gambar Sumber Informasi Dampak Air sungai Kel. Alalak Selatan
Gambar Sumber Info Dampak Air sungai
Desa Puntik Luar
112
Dari kedua gambar diatas terlihat bahwa informasi tentang pengaruh air
sungai terhadap kesehatan gigi terbesar adalah informasi dari mulut ke mulut
(cerita orang) yaitu 28.95% di Alalak Selatan dan 46.1% di desa Puntik Luar.
Selanjutnya dari pegawai puskesmas 21.05% dan , pengalaman sendiri sebanyak
18.42%, penyuluh petugas kesehatan dan kader kesehatan dengan angka yang
sama 13.16 persen, serta tokoh masyarakat sebanyak 5.26%.
Sumber pengetahuan di Aalak Selatan masih lebih baik dari sumber
pengetahuan di desa Puntik luar karena mereka lebih banyak mendapatkan
informasi dari petugas dan kader kesehatan jika dihitung keseluruhan berjumlah
77.2% sedangkan pengetahuan responden di desa Puntik luar kebanyakan bukan
dari petugas dan kader kesehatan. Pengetahuan yang diperoleh dari kader
kesehatan hanya sekitar 3.9% sedangkan sisanya adalah informasi dari mulut ke
mulut (cerita orang) sebanyak 46.1%, pengamatan sendiri sebanyak 46.1% dan
dari tokoh masyarakat sebanyak 3.9%
d. Model Pemberdayaan Masyarakat Untuk menggosok Gigi dengan air yang
memenuhi persyaratan kesehatan
Berdasarkan kondisi masyarakat yang telah dikaji pada tahun pertama dan
berdasarkanm dari temuan diatas yang menunjukkan bahwa pengetahuan
masyarakat tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi masih sangat
rendah. Temuan ini didukung pula oleh pernyataan beberapa pejabat dinas
kesehatan yang terlibat di dalam FGD yang tealh diselnggarakan oleh tim peneliti
yang menegaskan akan lemahnya sosialisasi tentang ini sehingga menyebabkan
tingkat derajat kesehatan gigi masyarakat di dua darah penelitian ini yaitu
113
Kabupaten Barito Kuala dan kota Banjarmasin menjadi rendah dan memiliki
sumbangan yang sangat besar atas penilaian tingginya tingkat karies gigi di
Kalimantan Selatan.
Untuk mengtasi problema ini ditawarkan 3 model yang ditawarkan tim
peneliti kepada masyarakat yang ditentukan di dua lokasi penelitian yaitu
kelurahan Alalak Selatan dan desa Puntik Luar dengan alas an sebagaiman sudah
dipaparkan di muka. Dari 3 model yang ditawarkan kebanyak responden memilih
model Kader kesehatan Gigi (KKG) sebagai model andalan yang mereka terima
untuk meningkatkan kesadaran mereka untuk menggosok gigi dengan air yang
memenuhi persyaratan kesehatan namun dengan jumlah prosentase yang berbeda
untuk setiap model yang ditawarkan. Hal ini dapat dilihat dari gambar berikut:
Gambar Model Pemberdayaan Responden Kel. Alalak Selatan
114
Gambar Model Pemberdayaan Responden Ds Puntik Luar
Dari gambar diagram di atas terlihat bahwa untuk responden di kelurahan
Alalak Selatan mayoritas menginginkan model pemberdayaan dengan
pembentukan kader kesehatan Gigi yaitu sebanyak 70% dan diikuti oleh model
pengembangan Poster sebanyak 17% serta Teknologi sederhana sebanyak 13%.
Lain halnya dengan responden yang ada di desa Puntik Luar mereka memilih
model pemberdayaan KKG sama halnya dengan model pengembangan teknologi
sederhana yaitu 47% untuk KKG dan 46% untuk teknologi sederhana pengolahan
air dan sisanya 7 persen menginginkan adanya poster yang megajak untuk
menibgkatkan kesadaran untuk menggosok gigi dengan air yang memenuhi
poersyaratan kesehatan gigi.
Meskipun mayoritas di kedua wilayah penelitian ini menginginkan
terbentkunya KKG namun, di desa Puntik Luar, selain dikembangkan KKG juga
dibarengi dengan pengembangan teknologi sederhana untuk pengolahan air.
115
Berbeda dengan responden di Alalak Selatan yang sudah dialiri air PDAM,
responden yang tinggal di desa Puntik Luar belum merasakan kehadiuran PDAM
yang mereka dambakan. Maka sebagai gantinya, agar mendpatkjan air yang layak
termasuk untuk menggosok gigi mereka berharap adanya pengembangan
teknologi sederhana pengolahan air yang akan mereka kembangkan untuk
kepentingan masing-masing keluarga mereka.
Berbeda dengan responden di Kelurahan Alalak Selatan yang relative
homogen untuk model pemberdayaan KKG, Distribusi pandangan tentang model
pemberdayaan yang tepat menurut responden di desa Puntik Luar sangat variatif.
Ada perbedaan preferensi responden terhadap model pemberdayaan di desa
Puntik luar berdasarkan jenis pekerjaan mereka sebagaimana yang terlihat dalam
gambar berikut:
Gambar Model Pemberdayaan yang tepat Menurut Pekerjaan
Responden Desa Puntik Luar
116
Bagi responden yang berprofesi sebagai petani pemiliki, pedagang dan
PNS kebanyakan dari mereka lebih memilih model pemberdayaan KKG sebagai
model yang dikembangkan berbeda dengan petani penggarap, karyawan swasta
dan wiraswasta yang lebih memilih teknologi sederhana pengolahan air.
Perbedaan preferensi di atas terjadi karena perbedaan skjala prioritas untuk
pemenuhan kebutuhan hajt mereka. Bagi petani pemilik, pedagang dan PNS yang
secara ekonomik mereka relative lebih mapan mereka tidak mengkhawatirkan
tentang maslah air karena mereka mampu membeli air yang mereka perlukan
untuk keprluan sehari-hari mereka. Beda halnya dengan petani penggarap,
karyawan swasta dan wiraswasta (yang terdiri dari pelaku usaha kecil) yang
secara ekonomik mereka rata-rata memiliki keterbatasan maka yang utama bagi
mereka adalah mendapatkan air yang memenuhinpersyaratan kesehatan dengan
harga yang sangat murah sehingga dapat terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu,
mereka lebih memilih model pengembangan teknologi sederhana untuk
pengolahan air meskipun sebenanrynya mereka juga masih berharap tentang
kehadiran KKG.
Pembentukan KKG yang diharapkan oleh masyarakat tentunya
menyisakan pertanyaan siapa yang dapat mengisi jabatan tersebut? Kajian ini
juga mmeberikan pilihan kepada masyarakat untuk menentukan siapa-siapa yang
pantas dan cakap untuk mengisi jabatan tersebut sebagaimana terlihat dari table
berikut:
117
Tabel 37. Asal KKG
Asal KKG Alalak Selatan Puntik Luar
Frekwensi
Prosen Frekwensi Prosen
Tokoh Agama Ya 33 37 37.0 37.0 Tidak 67 63 63.0 63.0 Total 100 100 100.0 100.0
Pemuda Ya 70 90 90.0 70.0 Tidak 30 10 10.0 30.0 Total 100 100 100.0 100.0
Ibu Rumah tangga
Ya 58 75 75.0 58.0 Tidak 42 25 25.0 42.0 Total 100 100 100.0 100.0
Remaja masjid/kampung
Ya 39 51 51.0 39.0 Tidak 61 49 49.0 61.0 Total 100 100 100.0 100.0
Kader Kesehatan yang sdh ada
Ya 98 97 97.0 98.0 Tidak 2 3 3.0 2.0 Total 100 100 100.0 100.0
Dari table di atas tokoh-tokoh yang dapat dijadikan sebagai kader
kesehatan gigi (KKG) adalah kader kesehatan yang ada memiliki angka
penerimaan tertinggi dari masyarakat yaitu 98% di Alalak Selatan dan 97% di
Puntik Luar selanjutnya pemuda memperoleh angka 70% di Aalalk Selatan dan
90% di desa Puntik Luar, sedangkan untuk ibu rumah tangga mendpatkan
penerimaan yang cukup di Alalak Selatan yaitu 58% dan mendapatkan
penberimaan yang cukup besar di desa Puintik luar yaitu sebanyak 75%.
Berikutnya KKG dari tokoh remaja masjid mendapatkan penerimaan yang cukup
di Puntik Luar yaitu 51% dan banyak mendpatkan penolakan di Alalak Selatan
yaitu 39% menerima dan 61% menolak sedangkan tokoh agama lebih banyak
mendpatkan penolakan di kedua daerah penelitian yaitu 33% dan 37%
118
Untuk ya serta 67% dan 63% untuk tidak karena mereka menganggap bahwa
tokoh agama sudah banyak mengurusi maslaha soial keagamaan.
Dari beberapa tokoh di atas maka yang menjadi KKG pilihan responden
dari kedua daerah adalah kader kesehatan yang sudah ada sebagaiman terlihat
Dari gambar berikut:
Gambar Tokoh yang Paling cocok menjadi Kader KKG
Pilihan Responden Kel. Alalak Selatan
Gambar Tokoh yang Paling cocok menjadi Kader KKG Pilihan Responden Desa Puntuik Luar
119
Dari gambar di atas terlihat bahwa tokoh yang paling banyak digadang
untuk menjadi kader kesehatan gigi (KKG) adalah dari kader yang sudah ada.
Mereka dianggap cocok untuk melakukan tugas ini karena mereka sudah
mempunyai pengalaman di dalam pendampingan kesehatan masyarakat dan
tentunya akan memnimbulkan efek pendanaan yang tidak terlalu tinggi. Dengan
memanfaatkan tenaga kader kesehatan yang ada, maka tentunya anggaran untuk
pemberian uang lelah mereka relative lebih dapat ditekan karena tanggung jawab
pendampingan masalah kesehatan gigi bias disisipkan di dalam kerja dampingan
kader kesehatan yang ada.
e. Promosi Kesehatan Gigi
Dalam Pelaksanaan tugas KKG untuk mempromosikan kesehatan gigi ada
beberapa bentuk promosikesehatan yang menjadi pilihan responden yaitu
penyuluhan, dari rumah ke rumah, yasinan/Pengajian dan kumpul-kumpul. Dari
seluruh kegiuatan tersebut, semua responden menerima metode tersebut kecuali
metode yasinan/pengajian yang hanya mendapatkan penerimaan di desa Puntik
Luar sedangkan di kelurahan Aalak Selatan lebih banyak yang menolak dengan
mengatakan tidak sebanyak 60% dan yang mengatakan ya hanya 40% saja.
Tabel 42. Bentuk Promosi Kesehatan Gigi
Bentuk promosi Frekwensi Prosen Frekwensi Prosen
Penyuluhan Ya 98 98.0 99 99.0 Tidak 2 2.0 1 1.0 Total 100 100.0 100 100.0
Dari rumah ke Rumah
Ya 96 96.0 95 95.0 Tidak 4 4.0 5 5.0 Total 100 100.0 100 100.0
Yasinan/PengajYa 40 40.0 91 91.0
120
ian Tidak 60 60.0 9 9.0 Total 100 100.0 100 100.0
Kumpul – Kumpul Warga
Ya 91 91.0 94 94.0 Tidak 9 9.0 6 6.0 Total 100 100.0 100.0 100.0
Dari beberapa metode promosi yang ditawarkan di atas, ada perbedaan
pilihan metode antara responden di Alalak Selatan dengan di desa Puntik Luar
sebagaiman terlihat dari gambar berikut:
Gambar Cara Promosi Yang Paling Cocok
Responden Kel. Alalak Selatan
121
Gambar Cara Prom kes Yg Cocok Responden Desa Puntik Luar
Dari kedua Gambar di atas, dapat dilihat bahwa bagi responden kelurahan
Aalalak Selatan mereka mayoritas lebih memilih metode datang dari rumah ke
rumah sebanyak 47% disusul kemudian dengan metode penyuluhan 32%,
kumpul-kumpul warga 19% serta yasinan sebanyak 2%. Berbeda dengan
responden dari Alalak Selatan, responden di desa Puntik luar mayoritas lebih
memilih metode penyuluhan sebanyak 70%, dating dari rumah ke rumah
sebanyak 14% acara yasinan sebanyak 11% serta kumpul-kumpul warga sebanyak
5%.
Responden di Alalak Selatan mereka relative lebih manja di dalam
pemerolehan informasi dan pendampingan dari KKG dengan harapan selalu di
datangiu ke rumah-rumah dikarenakan kehidupan mereka yang lebih banyak
dilakukan di tempat kerja sehingga sangat sulit untuk ikut dalam sebuah
pertemuan untuk mendapatkan pendampingan kesehatan gigi. Beda halnya
dengan masyarakat di desa Puntik Luar yang rata-rata berprofesi sebagai petani
mereka lebih banyak memiliki waktu luang sehingga lebih memungkinkan bagi
mereka untuk ikut dalam sebuah pertemuan baik dalan rangka penyuluhan khusus
tentang kesehatan gigi maupun dalam kegiatan keagamaan seperti yasinan atau
pengajian yang di dalamnya diberi muatan kesehatan gigi.
122
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini menemukan beberapa hal sebagai berikut: pertama, dari
kegiatan pengecekan gigi yang telah dilakukan di MTsN Marabahan, Kabupaten
Barito Kuala serta SMPN 4 dan SMPN 15 Kota Banjarmasin menemukan bahwa
kelompok siswa yang menggunakan air sungai memiliki nilai indeks DMF-T lebih
tinggi dari pada kelompok siswa yang menggosok gigi dengan air PDAM, yaitu
5,6; 5,3 dan 6,6 untuk kelompo siswa yang menggunakan air sungai yang indeks
DMF-T-nya lebih tinggi dari pada kelompok siswa yang menggunakan air PDAM
yaitu, 2,8; 1,3 dan 2,8.
Kedua, dari kegiatan kajian aspek sosial budaya masyarakat yang
menggosok gigi dengan air sungai, peneliti menemukan bahwa masih banyaknya
masyarakat yang menggosok gigi dengan air sungai dikarenakan beberapa hal
yaitu:
1. Kurang massifnya pemerintah dalam mensosialisasikan pengaruh air
sungai terhadap kesehatan gigi.
2. Lemahnya dukungan lembaga-lembaga social seperti keluarga dan sekolah
dalam memberikan informasi tentang pengaruh air sungai terhadap
kesehatan gigi.
3. Masih tetap bertahannya perilaku masyarakat untuk menggosok gigi
dengan air sungai meskipun sudah ada alternative sumber air yang lain
seperti PDAM karena kurangnya pemahaman tentang pengaruh air sungai
123
terhadap kesehatan gigi, anggapan mahal terhadap air PDAM dan masih
menganggap sepele terhadap sakit gigi sehingga tidak mempermasalahkan
kualitas air untuk menggosok gigi.
Ketiga, berdasarkan relaitas rendahnya pemahaman masyarakat tentang
pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi serta berbagai perilaku mereka yang
merugikan untuk kesehatan gigi. Maka untuk meningkatkan derajat kesehatan
gigi mereka terutama dalam mengatasi masalah tingginya tingkat karies gigi maka
peneltiian ini menemukan model yang tepat di dalam mengatasi ini yaitu melalui
pembentukan Kader Kesehatan Gigi (KKG) dan Pengembangan model teknologi
sederhana untuk pengolahan air. Untuk daerah kota Banjarmasin di mana
ketersediaan air yang mememnuhi persyaratan kesehatan sudah tercukupi maka
model yang dikembangkan adalah pembentukan KKG yang lebih banyak
diarahkan pada pembimbingan masyarakt untuk berperilaku sehat dalam
perawatan gigi termasuk menggunakan air yang memenuhi persyaratan kesehatan.
Beda halnya dengan daerah-daerah yang belum terjangkau oleh air maka pilihan
teknologi sederhana untuk pengolahan air menjadipilihan alternative di samping
pembentukan Kader Kesehatan Gigi (KKG) terutama oleh kalangan yang berasal
dari masyarakat yang berpenghasilan rendah untuk mengatasi permasalahan
mereka di dalam memperoleh kebutuhan air yang memenuhi persyaratan
kesehatan.
124
DAFTAR PUSTAKA
Agtini, MD. 2010. Persentase pengguna protesa di Indonesia. Media Litbang Kesehatan
Angela A. 2005. Pencegahan primer pada anak yang berisiko karies tinggi.
Majalah Kedokteran Gigi Army US.2010.Dental anatomy and physiology, subcourse MD0501, Edition 200,
Survival Medical Manual. Amazon Digital Services.US. Atmanda NP. 2011. Indek def-t dan DMF-T pada siswa tuna rungu di SLB B
Nergi Cicendo Bandung. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Padjadjaran: Bandung, Indonesia.
Dariah, EmiSusanti dan Fahmudin agus.2008.Simpanan karbon dan Emisi co2
lahan gambut. Bogor: world argoforestry centre. Ebrahimi M, Ajami BA, Shirazi ARS, Aghaee MA, and Rashidi S. 2010.Dental
treatment need of first molar in mashhad schoolchildren. JODDD. Fahmi said, ida rahmawati, sri hidayati, normaidi. Gambaran kebersihan gigi dan
pengetahuan cara menyikat gigi murid SDN Hapingin kelas IV dan V kecamatan batang alaiutara kab. HST.Buletin penelitian RSUD Dr. Soetomo.
Harshanur IW. 1995. Anatomi gigi. EGC: Jakarta, Indonesia. Hegde MN dan Shinja AS.2005.Carious first molars in south canara population-an
epidemiological study.JIDA. Imron M dan Amrul M. 2010.Metodologi penelitian bidang kesehatan. Sagung
Seto: Jakarta, Indonesia. Kidd EAM & Smith BGN.2012 Manual konservasi restorative menurut pickartd.
Widya Medika: Jakarta, Indonesia. Musadad A dan Irianto J. Pengaruh. 2009. Penyediaan air minum terhadap
kejadian karies gigi usia 12-65 tahun di Provinsi Kep. Bangka Belitung dan Nusa Tenggara Barat. Jurnal Ekologi Kesehatan
Putri MH. 2010. Ilmu pencegahan penyakit jaringan keras dan jaringan
pendukung gigi. EGC: Jakarta, Indonesia.
125
Satria B, Sutadi H, dan Mangundjaja S. 2009. The differences level of CFU of mutans streptococci in saliva of schoolchildren during fasting and non-fasting. Department of Pediatric Dentistry and Department of Oral Biology Faculty of Dentistry Universitas Indonesia: Jakarta, Indonesia.
Sayuti M. 2010. Pengaruh makanan serba manis dan lengket terhadap terjadinya
karies gigi pada anak usia 9-10 tahun di SD Negri Monginsidi II Makassar. Media Kesehatan Gigi: Makasar, Indonesia.
Soejoeti, Sunanti Z, Konsep Sehat. Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial
Budaya,http://www.kalbe.co.id./files/cdk/files/14_149_Sehatsakit.pdf/14_149_Sehatsakit.html
Sundoro EH.2007. Serba-serbi ilmu konservasi gigi. UI-Press: Jakarta, Indonesia. Swasono, Meutia F., M. Junus, Melalatoa, Murni Sri dan Kosasih Ukke Rukmini.
1994. Masyarakat Dani di Irian Jaya : Adat-Istiadat dan Kesehatan. Jurnal Antropologi Indonesia No. 53.
Togoo RA, Yaseen SM, Zakirullah, Al Garni F, Khoraj AL, and Meer A.
2011.Prevalence of first permanen molar caries among 7-10 years old school going boys in Abha City, Saudi Arabia. Jurnal of Internasional Oral Health.
126
Lampiran 1
Instrument: Alat dan Bahan Pemeriksaan Indeks DMF-T:
1. Alat set diagnostik gigi 2. Alat peraga penyuluhan kesehatan gigi 3. Head lamp 4. Sikat gigi 5. Formulir pemeriksaan DMF-T 6. Pasta gigi 7. Kapas 8. Tissu 9. Alkohol 70% 10. Bahan pencuci alat 11. Air mineral Cleo
127
Lampiran 2 Formulir pemeriksaan DMF-T
INDEKS DMF-T SISWA MTSN MARABAHAN/SMP4 BJM/SMP 15 BJM
Nama : ………………………………… Usia :…………..Th Jenis kelamin : L / P Alamat : ………………………………………………………… ……………………………………………………….... No. Hp :………………………………………… Menyikat gigi : a. 1 X Sehari b. 2 X Seharic. Lebih dari 2 X Sehari Pemeriksa : ……………………………....
Hasil Pemeriksaan DMF-T
D : ……. M : …… F : …… D + M + F = ………..
2 1
1 2
3
3 4
4
5
5
6
6
7
7 1
1
2
2
3
3 4 5 6 7
4 5 6 7
128
Lampiran 3
N
0.
Kuesioner
Pengembangan Model Pemberdayaan Masyarakat Lahan Basah untuk Membudayakan Gosok Gigi dengan Air
yang Memenuhi Persyaratan Kesehatan dalam Penanggulangan Tingginya Indeks Karies Gigi di Provinsi Kalimantan Selatan
Nama :
Alamat :
I. IdentitasResponden
1. JenisKelamin : a. Laki-laki. b. Perempuan
1.
Assalamualaikum Wr.Wb.
Provinsi Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi yang memiliki tingkat karies gigi yang tertinggi di Indonesia. Salah satu penyebab dari tingginya tingkat karies gigi tersebut adalah air yang digunakan masyarakat untuk mengosok gigi memiliki tingkat keasaam yang tinggi sebagai akibat dari lahan gambut yang banyak terdapat di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Sebagai wujud kepedulian kami untuk menanggulangi tingginya tingkat karies gigi di provinsi Kalimantan Selatan, Kami berupaya untuk mengembangkan sebuah model pemberdayaan masyarakat Lahan Basah untuk Membudayakan Gosok Gigi dengan Air yang Memenuhi Persyaratan Kesehatan dalam Penanggulangan Tingginya Indeks Karies Gigi di Kalimantan Selatan. Untuk kepentingan tersebut, Kami mohon kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/i untuk mengisi beberapa pertanyaan terkait dengan penelitian yang sedang kami lakukan.
Kami sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/i meluangkan waktu untuk menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan. Semoga apa yang Bapak/Ibu/Sdr/I sampaikan dapat memberikan secercah harapan bagi penanggulangan tingginya tingkat karies gigi di provinsi Kalimantan Selatan.
WassalamualaikumWr. Wb. Hormat Kami, Tim Peneliti
129
2. Status : a. Belum kawin b. Kawin c.Duda/janda 2.
3. Usia : Tahun 3.
4. Agama : a. Islam b. Kristen c. Katolik 4. d. Hindu e. Budha f. lain-lain, sebutkan….
5. Suku Bangsa: a. Banjar b. Dayak c. Jawa 5. d. Madura e. Sunda f. Bugis
g. batak h. Lainnya, sebutkan…
II. Status Sosial Ekonomi Responden 6. Apa pekerjaan Anda?
6. a. Petani pemilik tanah b. Petani penggarap c. Karyawan Swasta
d. Pedagang e. PNS e. TNI/Polri f. Wiraswasta g., Lainnya, sebutkan….
7. Apa pendidikan terakhir Bapak/Ibu ? 7. a. Tidak sekolah – Tidak tamat SD b. SD c. SMP d. SMA e. D3/S1 f. S2/S3
8. Berapa Penghasilan bapak/Ibu per bulan ? 8. a. Rp. 500.000 b. Rp 500.001 – Rp. 1.000.000 c. Rp. 1.000.000 – Rp 2.000.000 d. Rp 2.000.001 – Rp 3.000.000 e. Di atasRp. 3.000.000
III. Kebiasaan Menggosok dan merawat gigi
9. Berapa kali menggosok gigi sehari ?
9. a. 1 x b.2x c. Lebih dari 2x, Sebutkan….
130
10. Kapan waktunya anda terakhir menggosok gigi setiap hari ? 10. a. Pagi b. Siang hari c. Sore (sambil mandi sore)
d. Malam (sebelum tidur). F. Lainnya, sebutkan…
11. Air apa yang digunakan untuk menggosok gigi? 11. a. Air sungai b. Air Sumur/Tanah c. Air tawas d. Air „beteng‟ f. Air isi ulang g. Air PDAM g. Lainnya, sebutkan………
12. Apakah anda sering mengalami sakit gigi?
12. a. Tidak pernah b. Jarang c. Sering
13. Apa jenis keluhan anda tentang gigi?
13.1. 13.2. 13.3. 13.4. 13.5. 13.6.
13.7.
14. Apa yang anda lakukan ketika sakit gigi yang agak parah? 14.
a. Minum obat warung penurun sakit gigi, sebutkan…… b. Orang pintar, sebutkan bentuknya….. c. Obat tradisional, sebutkan…….. d. Puskesmas e. Perawat gigi/paramedic f. Dokter gigi
No. Keluhan Gigi a. Ya b. Tidak 1 Gigi Berlubang 2 Gigi Ngilu 3 Gigi Nyeri/nyutnyut 4. Gusi bengkak/berdarah 5 Gigi bengkak/abses 6 Sariawan /stomatitis 7 Lainnya…………………
……………………………..
131
IV. Pengetahuan tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi
15. Apakah anda mengetahui dampak air sungai terhadap kesehatan gigi? 15. a. Mengetahui b. ragu-ragu c. Tidak mengetahui
16. Apabila mengetahui, faktor air sungai seperti air rawa dan gambut yang merugikan?
16.1. 16.2.
16.3. 16.4.
16.5.
17. Dari beberapa factor di atas, yang mana yang paling berpengaruh? 17.
a. Rasa asamnya (pH) b. Warnanya coklat c. Suhunya yang panas d. Kotornya e. Pasang surutnya
18. Dari mana bapak mengetahui tentang dampak air sungai terhadap
18. kesehatan gigi?
a. Pegawai puskesmas. b. Penyuluhan petugas kesehatan c. Tokoh masyarakat d. Kader kesehatan e. Dari mulut ke mulut f. lainnya, sebutkan……
19. Untuk mengatasi masalah air yang memenuhi standard kesehatan,
pemerintah menggalakkan program PAMSIMAS. Apakah bapak tahu tentang program tersebut?
No. Factor air sungai a. Ya b. Tidak 1 Rasa asamnya (Ph) 2 Warnanya coklat 3 Suhunya yang panas 4 Kotornya 5 Pasang surutnya
No. Tentang PAMSIMAS a. Ya b. Tidak 1 Tujuan 2 Manfaat 3 Pengelola
132
19.1. 19.2. 19.3. 19.4. 19.5
20. Apakah bapak puas dengan pelaksanaan PAMSIMAS? 20.
a. Sangat tidak puas b. tidak Puas c. tidak puas e. sangat tidak Puas
21. Apa kendala pelaksanaan PAMSIMAS di daerah Bapak/Ibu/Sdr/i?
21.1. 21.2. 21.3. 21.4. 21.5 21.6
22. Dari beberapa kendala di atas, menurut Bapak/Ibu/Sdr/I, mana yang paling besar? 22.
a. Pendanaan b. pengelolaan c. Keterlibatan masyarakat d.Keterbatasan sarana dan prasarana e. Bahan Baku (Air) f. Lainnya, sebutkan……..
23. Menurut bapak/ibu pengelolaan air bersih dilaksanakan oleh siapa? 23.
4 Pelaksanaan 5
No. Kendala PAMSIMAS a. Ya b. Tidak 1 Pendanaan 2 Pengelolaan 3 Keterlibatan Masyarakat 4 Keterbatasan sarana dan prasarana 5 Bahan baku 6 Lainnya, sebutkan…
133
a. Masyarakat sendiri secara gotong royong b. masing – masing keluarga
24. Mengapa seperti itu? ……………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………
25. Perlukah dikembangkan teknologi sederhana untuk penjernihan air untuk masing-masing rumah? 25.
a. Sangat Tidak perlu b. tidak perlu c. Ragu
d. tidak Perlu e. sangat tidak perlu
26. Mengapa demikian? ………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………….
27. Untuk pengelolaan air bersih mandiri, kendala apa yang bapak/ibu hadapi?
………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………..
V. Model Pemberdayaan
28. Menurut anda, cara apa dan bagaimana agar masyarakat mau menggunakan air yang memenuhi standar kesehatan?
No. Model Pemberdayaan c. Ya d. Tidak 1 Kader Kesehatan Gigi
(KKG)
2 Teknologi sederhana pengolahan air
3 Poster slogan tentang penggunaan air yang
134
28.1.
28.2. 28.3.
29. Dari beberapa model di atas, menurut anda yang mana yang paling cocok ? 29. a. Kader Kesehatan Gigi (KKG) b. Teknologi sederhana pengolahan air c. Poster slogan tentang penggunaan air yang memenuhi standar
kesehatan
30. Menurut anda, apa saja yang harus dikuasai oleh seorang kader kesehatan gigi (KKG)?
30.1. 30.2. 30.3.
31. Menurut anda, siapa yang sebaiknya menjadi kader kesehatan gigi (KKG)?
memenuhi standar kesehatan untuk gosok gigi
No. Penguasaan Kader Kesehatan Gigi
a. Ya b. Tidak
1 Cara Menggosok Gigi 2 Pengetahuan tentang air
sungai
3 Pengetahuan tentang teknologi sederhana mengolah/ menjernihkan air gambut /rawa /sungai
No. Latar Belakang Kader a. Ya b. Tidak
135
31.1. 31.2. 31.3
31.4 31.5
32. Dari beberapa tokoh tersebut, yang mana yang paling cocok? 32.
a. Tokoh Agama b. Pemuda c. Ibu Rumah tangga d.Remaja Mesjid e.Kader kesehatan yang ada
33. Menurut anda, kader kesehatan gigi sebaiknya dimiliki oleh wilayah administrative mana? 33.
a. RT b. RW c. Posyandu d. Kelurahan/Desa e. lainnya, sebutkan…..
34. Berapa orang yang dapat diangkat menjadi kader kesehatan gigi
pada masing-masing wilayah? 34.
a. Satu orang b. Dua orang
c. Tiga Orang d. Lebih dari 3 orang, sebutkan……………..
35. Menurut anda, siapa yang bertanggung jawab terhadap kader kesehatan gigi? 35.
a. Posyandu, b. Puskesms, c. RT/RW
Kesehatan Gigi 1 Tokoh Agama 2 Pemuda 3 Ibu Rumah Tangga 4 Remaja Masjid/
Kampung
5 Kader Kesehatan yg ada
136
d. Lurah e. Camat f. Lainnya, sebutkan………
36. Cara apa yang dapat dilakukan oleh kader kesehatan gigi (KKG) untuk
promosikan kesehatan gigi?
36.1. 36.2. 36.3 36.4 36.5
37. Dari beberapa cara di atas, yang mana yang paling cocok? 37.
a. Penyuluhan b. Datang dari rumah kerumah
c.Acara yasinan/Pengajian d. Kumpul-kumpul warga e. Lainnya, sebutkan…..
38. Perlukah KKG diberi gaji ? 38. a. Perlu (lanjut no. 26 & 27) b. Ragu c. Tidak perlu
39. Kalau perlu, apa bentuk gaji mereka? 39.
a. Gaji bulanan, b. Insentif c. Uang transport d. lainnya, sebutkan…
40. Kalau perlu,digaji, siapakah yang menggaji mereka? 40.
a. Masyarakat b. Kelurahan c. Pemerintah Kabupaten/Kota d. Pemerintah Pusat/Proinsi
No. Cara Promosi a. Ya b. Tidak 1 Penyuluhan 2 Datang dari Rumah ke Rumah 3 Acara yasinan/Pengajian 4 Kumpul-kumpul warga 5 Lainnya, sebutkan………..
137
Lampiran 4
Kuesioner
Pengembangan Model Pemberdayaan Masyarakat Lahan Basah untuk Membudayakan Gosok Gigi dengan Air
yang Memenuhi Persyaratan Kesehatan dalam Penanggulangan Tingginya Indeks Karies Gigi di Kalimantan Selatan
Nama :
Alamat :
VI. IdentitasResponden
39. JenisKelamin : a. Laki-laki. b. Perempuan
1.
40. Status : a. Belum kawin b. Kawin c.Duda/janda
2.
41. Usia : Tahun
3.
42. Agama : a. Islam b. Kristen c. Katolik d. Hindu e. Budha f. lain-lain
4.
Assalamualaikum Wr.Wb.
Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi yang memiliki tingkat karies tinggi di Indonesia.Salah satu penyebab dari tingginya tingkat karies gigi tersebut adalah air yang digunakan masyarakat untuk mengosok gigi memiliki tingkat keasaam yang tinggi sebagai akibat dari lahan gambut yang banyak terdapat di Kalimantan Selatan. Sebagai wujud kepedulian untuk menanggulangi tingginya tingkat karies gigi di Kalimantan Selatan, kami berupaya untuk mengembangkan sebuah model pemberdayaan masyarakat Lahan Basah untuk Membudayakan Gosok Gigi dengan Air yang Memenuhi Persyaratan Kesehatan dalam Penanggulangan Tingginya Indeks Karies Gigi di Kalimantan Selatan”. Untuk kepentingan tersebut, kami mohon kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/i untuk mengisi beberapa pertanyaan terkait dengan penelitian yang sedang kami lakukan.
Kami sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/i meluangkan waktu untuk menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan. Semoga apa yang Bapak/Ibu/Sdr/I sampaikan dapat memberikan secercah harapan bagi penanggulangan tingginya tingkat karies gigi di Kalimantan Selatan.
WassalamualaikumWr. Wb. Hormat Kami,
Tim Peneliti
138
VII. Status Sosial Ekonomi Responden
43. Apa pekerjaan Anda?
5.
b. Petani
c. PNS
d. Pedagang
e. Karyawan Swasta
f. Wiraswasta
g. Lain-lain, sebutkan…. 44. Apa pendidikan terakhir Bapak/Ibu ?
6.
g. Tidak sekolah – Tidak tamat SD
h. SD
i. SMP
j. SMA
k. D3/S1
l. S2/S3
45. Berapa Penghasilan bapak/Ibu per bulan ?
7.
g. Rp. 500.000
h. Rp 500.001 – Rp. 1.000.000
i. Rp. 1.000.000 – Rp 2.000.000
j. Rp 2.000.001 – Rp 3.000.000
k. Di atasRp. 3.000.000
VIII. Kebiasaan Menggosok dan merawat gigi
46. Berapa kali menggosok gigi sehari ?
8. 8.a. 1 x b.2x c. Lebih dari 2x, Sebutkan…. 47. Kapan waktunya anda menggosok gigi setiap hari ?
9. 9.
b. Pagi b. Siang hari c. Sore (sambil mandi sore) d. Malam
(sebelum tidur)
l. Lainnya, sebutkan…
48. Air apa yang digunakan untuk menggosok gigi?
10. a. Air sungai b. Air PDAM c. Air tawas d. Air sumur/tanah
49. Apakah anda sering mengalami sakit gigi?
11.
a. Tidak pernah b. Jarang c. Sering
50. Apa jenis keluhan anda tentang gigi?
139
12.1.
12.2.
12.3.
12.4.
12.5
12.6
12.7
51. Apa yang anda lakukan ketika sakit gigi yang agak parah?
13.
g. Minum obat warung penurun sakit gigi?
h. Orang pintar
i. Puskesmas
j. Perawat gigi/paramedic
k. Dokter gigi
IX. Pengetahuan tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi
52. Apakah anda mengetahui dampak air sungai terhadap kesehatan gigi?
14.
a. Mengetahui b. Tidak mengetahui c. Ragu-ragu
53. Apabila mengetahui, faktor air sungai seperti air rawa dan gambut yang
merugikan : 15.
a. Rasa asamnya (pH)
b. Warnanya coklat
c. Suhunya yang panas
d. Kotornya
e. Pasang surutnya
54. Dari mana bapak mengetahui tentang dampak air sungai terhadap kesehatan
gigi? 16.
a. Pegawai puskesmas. b. Penyuluhan petugas kesehatan c. Tokoh
masyarakat
d. Kader kesehatan e. Dari mulut ke mulut
X. Model Pemberdayaan
No. Keluhan Gigi a. Ya b. Tidak
1 Gigi Berlubang
2 Gigi Ngilu
3 Gigi Nyeri/nyutnyut
4. Gusi
bengkak/berdarah
5 Gigi bengkak/abses
6 Sariawan
/stomatitis
7 Lainnya…………………
……………………………..
140
55. Menurut anda, cara apa dan bagaimana agar masyarakat mau menggunakan air
yang memenuhi standar kesehatan?
17.
1.
17.
2.
17.3.
56. Dari beberapa model di atas, menurut anda yang mana yang paling cocok ?
18.
d. Kader Kesehatan Gigi (KKG)
e. Teknologi sederhana pengolahan air
f. Poster slogan tentang penggunaan air yang memenuhi standar kesehatan
57. Menurut anda, apa saja yang harus dikuasai oleh seorang kader kesehatan gigi?
19.1.
19.2.
19.3.
No. Model Pemberdayaan c. Ya d. Tidak
1 Kader Kesehatan Gigi
(KKG)
2 Teknologi sederhana
pengolahan air
3 Poster slogan tentang
penggunaan air yang
memenuhi standar
kesehatan untuk gosok
gigi
No. Penguasaan Kader Kesehatan
Gigi
c. Ya d. Tidak
1 Cara Menggosok Gigi
2 Pengetahuan tentang air sungai
3 Pengetahuan tentang teknologi
sederhana mengolah/
menjernihkan air gambut /rawa
/sungai
141
58. Menurut anda, siapa yang sebaiknya menjadi kader kesehatan gigi?
20.1.
20.2.
20.3
20.4
20.5
59. Menurut anda, kader kesehatan gigi sebaiknya dimiliki oleh wilayah
administrative 21.
mana?
a. RT b. RW c. Posyandu d.Kelurahan/Desa e. lainnya, sebutkan….. 60. Berapa orang yang dapat diangkat menjadi kader kesehatan gigi pada masing-
masing wilayah?
22.
a. Satu orang b. Dua orang c. Tiga d. Lebih dari 3 orang,
sebutkan…………….. 61. Menurut anda, siapa yang bertanggung jawab terhadap kader kesehatan gigi?
a. Posyandu, b. Puskesms, c. Pemerintah (RT,RW atau Kelurahan dan
Camat) 23.
62. Cara apa yang dapat dilakukanoleh kader kesehatan gigi untuk promosikan
kesehatan
gigi?
24.
a. Penyuluhan b. Datang dari rumah kerumah
c.Acara yasinan/Pengajian d. Lainnya, sebutkan….. 25. Perlukah KKG/mereka digaji?
a. Perlu b. Ragu c. Tidak perlu d. Insentif e. Uang transport
25.
No. Latar Belakang Kader
Kesehatan Gigi
c. Ya d. Tidak
1 Tokoh Agama
2 Pemuda
3 Ibu Rumah Tangga
4 Remaja Masjid/
Kampung
5 Kader Kesehatan yg ada
142
26. Kalau digaji, siapakah yang menggaji mereka?
a. Masyarakat b. Kelurahan
26.
c. Pemerintah Kabupaten/Kota d. Pemerintah Pusat/Proinsi
143
Lampiran 5
Guide Line Questioner
Model Penyadaran Masyarakat untuk Menggosok Gigi
dengan Air yang Memenuhi Persyaratan Kesehatan
untuk Menanggulanginya Tingginya Tingkat Karies Gigi
di provinsi Kalimantan Selatan
XI. Kebiasaan Merawat dan Mengobati Gigi
63. Air apa yang digunakan warga untuk menggosok gigi?
64. Mengapa mereka menggunakan air tersebut?
65. Adakah tanaman atau buah-buahan yang diyakini dapat menjaga
kesehatan gigi?
66. Bagaimana cara kerjanya?
67. Apa yang anda lakukan ketika sakit gigi yang agak parah?
68. Adakah Ramuan tradisional yang dapat mengobati gigi?
69. Bagaimana cara kerjanya?
XII. Penyediaan sarana air bersih
70. Selama ini pemerintah telkah menggalakkan PAMSIMAS untuk
penyediaan air bersih, bagaimana pandangan Bapak tentang PAMSIMAS?
71. Apa kendala dalam pelaksanaan PAMSIMAS?
72. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam program PAMSUIMAS?
73. Mengapa demikian?
74. Untuk perbaikan PAMSIMAS ke depan, apa yang perlu dibenahi?
75. Perlukah pengelolaaln air bersih untuk masing-masing rumah tangga?
76. Mengapa demikian?
144
XIII. Model Penyadaran Masyarakat Untuk Menggosok Gigi dengan Air
yang Memenuhi Persyaratan Kesehatan
77. Menurut Bapak/Ibu, cara apa dan bagaimana agar masyarakat mau
menggunakan air yang memenuhi standar kesehatan?
78. Hasil penelitian kami tahun pertama menunjukkan bahwa masyarakat
masih kurang memahami tentang pengaruh air sungai yang masam
terhadap kesehatan (karies) gigi dikarenakan kurangnya sosialisasi tentang
ini kepada masyarakat. Menurut bapak cara yang efektif untuk
mensosialisasikan ini melalui apa? Mengapa demikian?
79. Kami menawarkan model penyadaran masyarakat untuk menggosok gigi
dengan air yang memenuhi standar kesehatan melalui pembentukan Kader
Kesehatan Gigi (KKG) yang berfungi memberikan pemahaman tentang
perawatan gigi termasuk penggunaan air yang memenuhi persyaratan
kesehatan untuk menggosok gigi, bagaimana pandangan bapak/Ibu?
80. Di Barito Kuala, sebenarnya sudah dibentuk kader kesehatan namun masih
belum menyentuh masalah kesehatan gigi. Menurut bapak/ibu, mengapa
hal ini terjadi? apa kendala-kendala yang dihadapi?
81. Menurut Bapak/Ibu, pengetahuan apa saja yang harus dikuasai oleh
seorang kader kesehatan gigi (KKG)?
82. Menurut Bapak/Ibu, siapa yang sebaiknya menjadi kader kesehatan gigi
(KKG)?
83. Mengapa mereka?
84. Menurut Bapak/Ibu sebaiknya KKG berada di wilayah adminsitratif apa?
85. Mengapa demikian?
86. Berapa orang yang dapat diangkat menjadi kader kesehatan gigi pada
masing-masing wilayah?
87. Menurut bapak/Ibu mekanisme apa sebaiknya digunakan untuk merekrut
KKG?
88. Menurut bapak/ibu, siapa yang bertanggung jawab terhadap kader
kesehatan gigi?
89. Mengapa demikian?
145
90. Cara apa yang dapat dilakukan oleh kader kesehatan gigi (KKG) untuk
promosikan kesehatan gigi?
91. Mengapa demikian?
92. Menurut Bapak/Ibu Perlukah KKG diberi gaji ? dalam bentuk apa? Dan
siapa yang menggaji?
93. Selain Pembentukan KKG, perlu juga dibuat slogan yang mendorong agar
masyarakat menggosok gigi dengan air yang memenuhi persyaratan
kesehatan. Menurut bapak slogan apa yang dapat menarik orang untuk
menggosok gigi dengan air yang memenuhi persyaratan kesehatan?
-------- Terima Kasih --------
146
Lampiran 6
Biodata Ketua Tim Peneliti
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap (dengan gelar) Dr. Drg. Rosihan Adhani, S.Sos., MS
2 Jenis Kelamin L
3 Jabatan Fungsional Lektor
4 NIP/NIK/Identitas lainnya 19570708 198203 1 014
5 NIDN
6 Tempat dan Tanggal Lahir Yogyakarta, 8 Juli 1957
7 Email [email protected]
8 Nomor Telepon/HP 0811517211
9 Alamat Kantor Jl. Veteran No. 128 B Banjarmasin
10 Nomor Telepon/Faks (0511)3255626/(0511)3255444
11 Lulusan yang telah dihasilkan
12. Mata Kuliah yang Diampu
Kesehatan Gigi Masyarakat
Perencanaan Kesehatan
Model Penjaminan Mutu Pelayanan Publik
147
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2 S-3
Nama
Perguruan
Tinggi
Universitas
Airlangga
Universitas
Indonesia
Universitas 17
Agustus Surabaya
Bidang Ilmu Kedokteran Gigi Kesehatan
Masyarakat Ilmu Administrasi
Tahun Masuk-
Lulus 1976 - 1981 1985 – 1988 2008 - 2012
Judul Skripsi –
Thesis
Kesehatan Gigi
Masyarakat
Metode Forecasting
Rice Perencanaan
Rumah Sakit
Kebijakan
Revitalisasi Pos
Yandu di Provinsi
Kalimantan Selatan
Nama
Pembimbing
Drg. Adi Hapsoro,
DTMH Dr Alex, DTMH
Prof. Dr. drg. Hj Ida
Ayu Brahmasari,
Dipl. DHE, MPA
C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir
No Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber Jml (Juta Rp)
1 2011 Revitalisasi Pos Yandu di
kalimantan Selatan
Pemprov
Kalimantan
Selatan
25
148
D. Pengalaman Pengabdian dalam 5 Tahun Terakhir
No Tahun Judul Pengabdian
Kepada Masyarakat
Pendanaan
Sumber Jml (Juta Rp)
1 2012 Pelayanan KB MOP Serentak
Terbanyak
Dinkes Prov
Kalsel
150
2 2013 Ceria dengan Gigi Sehat PSKG 20
E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun
Terakhir
No Judul Artikel Imiah Volume/Tahun Nama Jurnal
1 Kebijakan Revitalisasi Posyandu di
Provinsi Kalimantan Selatan
2013 UNTAG
F. Pengalaman Penyampaian Makalah secara Oral pada
Pertemuan/Seminar Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir
No Nama Pertemuan Judul Artikel Waktu dan
Tempat
1 Dies Natalis Unlam Revitalisasi Pos Yandu dan
Pembangunan Kesehatan
2012
2 Wisuda Akbid Sari
Mulia
Peran Bidan dalam 2013, Banjarmasin
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir
-
149
H. Pengalaman Perolehan HKI Dalam 5 – 10 Tahun Terakhir
-
I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya
Dalam 5 Tahun Terakhir
No Judul/Tema/Jenis
Rekayasa Sosial
lainnya yang telah
diterapkan
Tahun Tempat
Penerapan
Respon
masyarakat
1 Perda No 04/2009
Sistem Kesehatan
Provinsi
2009 Kalimantan
Selatan
Baik
2 Perda No. 04/2012
Penyelenggaraan
Kesehatan
2012 Kalimantan
Selatan
Baik
3 Perda SDTK Rumah
Sakit Gigi dan Mulut
Banjarmasin
2013 Banjarmasin Baik
J. Penghargaan yang Pernah Diraih dalam 10 tahun Terakhir (dari
pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya)
150
No Jenis Penghargaan Institusi Pemberi
Penghargaan
Tahun
01 Satya Lencana Karya Setya XX Presiden RI 2003
02 Alumni yang Sukses Berkarier FKG Unair 2012
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata
dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Hibah Unggulan Perguruan Tinggi
151
Lampiran 7
Biodata Anggota Tim Peneliti
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap (dengan gelar) PRIYAWAN RACHMADI.,drg.,Ph.D.
2 Jenis Kelamin Laki Laki
3 Jabatan Fungsional Lektor Kepala
4 NIP/NIK/Identitas lainnya 19600418 1985 02 1 001
5 NIDN 0018046009
6 Tempat dan Tanggal Lahir Surabaya, 18 April 1960
7 Email [email protected]
8 Nomor Telepon/HP 08123037990
9 Alamat Kantor Jl. Veteran 128 B. Banjarmasin
10 Nomor Telepon/Faks 0511-3255444
11 Lulusan yang telah dihasilkan Sarjana Kedokteran Gigi
12. Mata Kuliah yang Diampu
1. Biokompabilitas Bahan Ked. Gigi
2. Bahan restorasi resin Komposit
3. Bahan bonding kedok. Gigi
152
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2 S-3
Nama
Perguruan
Tinggi
FKG
Universitas
Airlangga
HIROSHIMA
UNIVERSITYJAPAN,
GRADUATE
SCHOOL OF
DENTAL SCIENCE
HIROSHIMA
UNIVERSITYJAPAN,
GRADUATE
SCHOOL OF
DENTAL SCIENCE
Bidang Ilmu Kedokteran
Gigi Dental Material Dental Material
Tahun Masuk-
Lulus 1979 - 1984 1992 - 1994 1994 - 1996
Judul Skripsi –
Thesis
Pengaruh
Impaksi
Molar ketiga
Rahang
bawah
terhadap
perawatan
Ortodonsia
Thermoanalytical
Study on Curing
Performance and
Thermal
Decomposition in
Aromatic
Polyfunctional
Urethane Monomer
Mixture
Thermoanalytical
Study on Curing
Performance and
Thermal
Decomposition in
Aromatic
Polyfunctional
Urethane Monomer
Mixture
Nama
Pembimbing
Drg.
Pambudi R.,
Sp.Ort.
Prof. Masao Yamaki,
DDS, Ph.D
Prof. Masao Yamaki,
DDS, Ph.D
153
C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir
-
D. Pengalaman Pengabdian dalam 5 Tahun Terakhir
No Tahun Judul Pengabdian
Kepada Masyarakat
Pendanaan
Sumber Jml (Juta Rp)
1 2011-
2012
Bakti Sosial PSKG II
Peningkatan Kesehatan Gigi
dan Mulut, Loksado
DIPA 20
f. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5
Tahun Terakhir
No Judul Artikel Imiah Volume/Tahun Nama Jurnal
1 Perbandingan Indeks Karies Gigi
Pada Wanita Usia Lanjut dengan
Menginang Dan Tanpa Menginang di
Kecamatan Lokpaikat Kabupaten
Tapin
I.1/Maret/2013 Dentino
2 Hubungan Frekuensi Menyikat
Dengan Tingkat kebersihan Gigi dan
Mulut Pelajar Madrasah Ibtidaiyah
Sullamul Khairiah
I.1/Maret/2013 Dentino
3 Perbedaan Tingkat Kebersihan Gigi
dan Mulut Antara Vegetarian dan
Non Vegetarian Di Vihara Maitreya
Banjarmasin
I.1/Maret/2013 Dentino
154
g. Pengalaman Penyampaian Makalah secara Oral pada
Pertemuan/Seminar Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir
No Nama Pertemuan Judul Artikel Waktu dan Tempat
1 3rd Aceh Syiah
Kuala Dental
Meeting
The Evolution of Direct
Composite Restorations
Banda Aceh, 12-13 April
2013
h. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir
No Judul Buku Tahun Jumlah
halaman
Penerbit
1 Buku modul blok 4
Bahan kedokteran gigi
2011 - 2012 43 Halaman PSKG
UNLAM
2 Buku Petunjuk
Praktikum blok 4
Bahan kedokteran gigi
2011 - 2012 32 Halaman PSKG
UNLAM
3 Buku Skill lab blok 4
Bahan kedokteran gigi
2011 - 2012 27 Halaman PSKG
UNLAM
i. Pengalaman Perolehan HKI Dalam 5 – 10 Tahun Terakhir
-
j. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya
Dalam 5 Tahun Terakhir
-
k. Penghargaan yang Pernah Diraih dalam 10 tahun Terakhir (dari
pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya)
-
155
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata
dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Hibah Unggulan Perguruan Tinggi
156
Lampiran 8
Biodata Anggota Tim Peneliti
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap (dengan gelar) Drg. Widodo
2 Jenis Kelamin L
3 Jabatan Fungsional Asisten Ahli
4 NIP/NIK/Identitas lainnya 19700501 200012 1 003
5 NIDN 0005017013
6 Tempat dan Tanggal Lahir Klaten, 1 Mei 1970
7 Email [email protected]
8 Nomor Telepon/HP 0812518177
9 Alamat Kantor Jl. Veteran No. 128 B Banjarmasin
10 Nomor Telepon/Faks (0511)3255626/(0511)3255444
11 Lulusan yang telah dihasilkan
12. Mata Kuliah yang Diampu
Manajemen Kesehatan Gigi Masyarakat
157
B. Riwayat Pendidikan
S-1
Nama Perguruan
Tinggi Universitas Gadjah Mada
Bidang Ilmu Kedokteran Gigi
Tahun Masuk-
Lulus 1989 – 1997
Judul Skripsi –
Thesis
Hubungan antara Kekuatan Gigi Otot Bibir dengan Posisi
Gigi Kaninusitas
Nama
Pembimbing
Drg. Wayan Ardhana dan
drg. Suparwatri
C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir
-
D. Pengalaman Pengabdian dalam 5 Tahun Terakhir
No Tahun Judul Pengabdian
Kepada Masyarakat
Pendanaan
Sumber Jml (Juta Rp)
1 2012 SLB Pembina
2 2013 RRI
158
E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun
Terakhir
No Judul Artikel Ilmiah Volume/Tahun Nama Jurnal
1 Hubungan antara Perilaku Kesehatan
Gigi dan Mulut dengan Angka Karies
Pada Pelajar MTsN Mulawarman
Banjarmasin
I/2013 Dentino
2 Perbandingan Prevalensi Karies Gigi
Molar Pertama Permanen SDN Tabing
Rimbah 1 di Kabupaten Barito Kuala
dengan SDI Al Hidayah di Kota
Banjarmasin
I/2013 Dentino
3 Efektivitas Ekstrak Metanol Getah
Batang Pisang maholi (Musa Paniculata)
terhadap Waktu Penyembuhan Luka
pada Mukosa Mulut Mencit Secara In
Vivo
I/2013 Dentino
4 Prevalensi Karies pada Pelajar SMPN 9
di Kecamatan Banjarmasin Tengah
I/2013 Dentino
F. Pengalaman Penyampaian Makalah secara Oral pada
Pertemuan/Seminar Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir
No Nama Pertemuan Judul Artikel Waktu dan
Tempat
1 Talksow Behel: Medis dan modis
159
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir
No Judul Buku Tahun Jumlah
halaman
Penerbit
1 Manajemen kesehatan
Gigi Masyarakat
2012
H. Pengalaman Perolehan HKI Dalam 5 – 10 Tahun Terakhir
-
I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial
Lainnya Dalam 5 Tahun Terakhir
-
J. Penghargaan yang Pernah Diraih dalam 10 tahun Terakhir (dari
pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya)
No Jenis Penghargaan Institusi Pemberi
Penghargaan
Tahun
1 Medis Terbaik II Pemko Banjarbaru 2005
2 Medis Terbaik II Pemko Banjarbaru 2008
160
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata
dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Hibah Unggulan Perguruan Tinggi
Banjarmasin
161
Lampiran 9
Biodata Anggota Tim Peneliti
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap (dengan gelar) Tutung Nurdiyana, S.Sos., M.A., M.Pd
2 Jenis Kelamin P
3 Jabatan Fungsional Lektor
4 NIP/NIK/Identitas lainnya 19761021 200501 2 001
5 NIDN 0021107607
6 Tempat dan Tanggal Lahir Bojonegoro, 21 Oktober 1976
7 Email [email protected]
8 Nomor Telepon/HP 081351262590
9 Alamat Kantor Kampus I FKIP Unlam Jl. Brigjend H.
Hasan Basry, Kayutangi, Banjarmasin
10 Nomor Telepon/Faks
11 Lulusan yang telah dihasilkan
12. Mata Kuliah yang Diampu
Pengantar Antropologi
Masyarakat dan Kebudayaan Kalimantan
Kajian Gender
Psikologi Sosial
162
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2
Nama
Perguruan
Tinggi
Universitas Airlangga Universitas Gadjah Mada
Bidang Ilmu Antropologi Sosial Antropologi
Tahun Masuk-
Lulus 1996 – 2002 2007 - 2009
Judul Skripsi –
Thesis
Pertunjukan Kesenian
Wayang Tengul di
Desa Sidobandung,
Bojonegoro, Jawa
Timu
Perempuan Pendulang intan di Pumpung
Banjarbaru, Kalimantan Selatan
Nama
Pembimbing
Drs Tri Joko Sri
Haryono, MA Prof. Dr. Sjafri Sairin, MA
C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir
No Tahun Judul Penelitian
Pendanaan
Sumber Jml (Juta Rp)
1 2010 FKIP Unlam 1,5
2 2011 Peningkatan Kemampuan
Analisi Mahasiswa melalui
Pendekatan Kontekstual (CTL)
dalam pembelajaran Psikologi
Sosial pada mahasiswa semester
2 Program Studi Pendidikan
Sosiologi FKIP Unlam
Puslitjak 26,5
163
D. Pengalaman Pengabdian dalam 5 Tahun Terakhir
No Tahun Judul Pengabdian
Kepada Masyarakat
Pendanaan
Sumber Jml (Juta Rp)
1 2009 Sosialisasi tentang kesehatan
Reproduksi Perempuan di
masyarakat Nateh Kec. Batang
Alai Timur, Hulu Sungai
Tengah
FKIP Unlam 1,5
2 2010 Sosialisasi Pengolahan Sampah
Masyarakat Pesisir di Pulau
Kerayaan
FKIP Unlam 1,5
3 2010 Penyuluhan tentang Kekerasan
terhadap Perempuan di
Kalangan Generasi Muda OI
Banjarmasin
FKIP Unlam 1,5
4 2010 Sosialisasi dan Pelatihan Hidup
Sehat dalam menghadapi
Kompetisi SDM di kalngan
Pemulung TPA Basirih Kota
banjarmasin
FKIP Unlam 1,5
164
D. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun
Terakhir
No Judul Artikel Imiah Volume/Tahun Nama Jurnal
1 Wacana Politik tentang Demokrasi:
Suatu Studi Kualitatif Tentang Elit
dan Keterwakilan yang Adil di
Lembaga-Lembaga Politik
No 74 Th
XXVII Vol
Oktober/2009
Kalimantan
Scientiae
2 Perempuan dan Kerja Mendulang
Intan di Pumpung, Kalimantan
Selatan
Jilid 10,
Nomor 2.
November
2009
Wiramartas,
Jurnal Ilmu Sosial
Dan Pendidikan
FKIP Unlam,
3 Sunat Perempuan pada Masyarakat
Banjar di Kota Banjarmasin Sunat
Perempuan pada Masyarakat Banjar
di Kota Banjarmasin
Vol 3 No
1/Maret 2010
Jurnal Komunitas,
UNNES Semarang
4 Posisi dan Peran Perempuan dalam
Pendulangan Intan di Pumpung,
Kalimantan Selatan
Vol 38 No. 2/
Desember,
2011
Forum Ilmu
Sosial, FIS
UNNES
5 Pilihan Investasi Pendidikan dan
Proyeksi Kebutuhan Tenaga Kerja
Volume 14,
No 1/ Mei
2012
Wiramartas PIPS
FKIP Unlam
6 Peningkatan Kemampuan Analisis
mahasiswa Melalui Pendekatan CTL
dalam pembelajaran Pengantar
Kependudukan
Jilid 27 No. 1/
Oktober 2012
Vidya Karya:
Jurnal pendidikan,
FKIP Unlam
E. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral pada
Pertemuan/Seminar Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir
-
165
F. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir
-
G. Pengalaman Perolehan HKI Dalam 5 – 10 Tahun Terakhir
-
H. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial
Lainnya Dalam 5 Tahun Terakhir
-
I. Penghargaan yang Pernah Diraih dalam 10 tahun Terakhir (dari
pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya)
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata
dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Hibah Unggulan Perguruan Tinggi