laporan akhir praktikum analisis instrumental
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
ANALISIS INSTRUMENTAL
Diajukan kepada Laboratorium Kimia Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Institit Keguruan dan Ilmu Pendidikan Mataram sebagai syarat untuk mengikuti Ujian
Akhir Praktikum Analisis Instrumental
OLEH :
NAMA : NURUL FAUZIAH
NIM : 12. 231. 040
KELAS : KIMIA V A
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN MATARAM
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
LABORATORIUM KIMIA
JANUARI 2015
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Tetap Praktikumn Analisis Instrumental atas Nama NURUL FAUZIAH dengan Nomor
Induk Mahasiswa 12. 231. 040 dibuat sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Akhir.
Disahkann pada Tanggal… Februari 2015
NAMA TANDA TANGAN
1. HULYADI M. Pd ( )
(Dosen Pembina Mata Kuliah)
2. MUHAZAM, S.Pd ( )
(Coordinator Praktikum)
Mengetahui,
Kepala Laboratorium Kimia
Fakultas Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
(IKIP) Mataram
( KHAERUMAN M.Pd )
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tugas Laporan Tetap Praktikum Analisis Instrumental
ini tepat pada waktunya.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa didalam penyusunan Laporan tetap ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang siftnya membangun sangat
penyusun harapkan sehingga dalam penyusunan laporan tetap selanjutnya dapat lebih baik lagi.
Terima kasih kepada Dosen Pembina Mata kuliah, Co. Ass kelas yang telah membimbing
dalam praktikum dan dalam penyusunan laporan serta kepada semua pihak yang telah membantu
dalam proses penyusunan laporan tetap ini sehingga selesai tepat pada waktunya. Semoga
laporan ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca.
Mataram, Februari 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ------------------------------------------------------------
KATA PENGANTAR----------------------------------------------------------------------
DAFTAR ISI --------------------------------------------------------------------------------
ISI :
ACARA I
A. Judul Percobaan ---------------------------------------------------------------------
B. Tujuan ---------------------------------------------------------------------------------
C. Tinjauan Pustaka --------------------------------------------------------------------
D. Alat dan Bahan ----------------------------------------------------------------------
E. Cara Kerja ----------------------------------------------------------------------------
F. Skema Kerja --------------------------------------------------------------------------
G. Hasil Pengamatan -------------------------------------------------------------------
H. Pembahasan --------------------------------------------------------------------------
I. Kesimpulan ---------------------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
ACARA I
A. Judul Percobaan ---------------------------------------------------------------------
B. Tujuan ---------------------------------------------------------------------------------
C. Tinjauan Pustaka --------------------------------------------------------------------
D. Alat dan Bahan ----------------------------------------------------------------------
E. Cara Kerja ----------------------------------------------------------------------------
F. Skema Kerja --------------------------------------------------------------------------
G. Hasil Pengamatan -------------------------------------------------------------------
H. Pembahasan --------------------------------------------------------------------------
I. Kesimpulan ---------------------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ACARA I
SINTESIS KOMPLEKS Cu – EDTA
A. Tujuan :
Mengetahui senyawa Kompleks pada Ekstraksi Cu – EDTA dengan metode
Spektrofotometri UV-Vis.
B. Pelaksanaan :
Hari / Tanggal : Jum’at, 02 Januari 2015
Waktu : 07.00 – Selesai
Tempat : Laboratorium Kimia FPMIPA IKIP Mataram
C. Tinjauan Pustaka
Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu tehnik analisis spektroskopi yang
memakai sumberradiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380) dan sinar tampak (380-780)
dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energy
elektronikyang cukup besar pada molekul yang dianalis, sehngga spektrofotometri UV-Vis lebih
banyak dipakai untuk analisis kuantitatif ketimbang kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995: 26).
Spektrofotometer tardiri atas spektrofotometer dan fotometer. Spektrofotometer
menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat
pengukur intensitas cahayayang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Spektrofotometer tersusun
atas sumber spectrum yang kontinyu, monokromor, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau
blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbs antara sampel dan blangko ataupun
pembanding (Khopkar, 1990:216)
Spektrofotometer UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel yang berupa
larutan, gas, atau uap. Untuk sampel yang berupa larutan perlu dioerhatikan pelarut yang dipakai
antara lain :
1. Pelarut yang dipakai tidak mengandung system ikatan rangkap terkonjugasi pada
struktur molekulnya dan tidak berwarna.
2. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.
3. Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis.
(Mulja dan Surahman 1995: 28)
Komponen- komponen pkok dari spektrofotometer meliputi :
1. Sumber tenaga radiasi yang stabil, sumber yang biasa yang digunakan adalah lampu
wolfram.
2. Monokromator untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis.
3. Sel absorpsi, pada pengukuran pada daerah visible menggunakan kuvet kaca atau kuve
kaca corex, tetapiuntuk pengukuran pada UV mengutamakan sel kuarsa karena gelas
tidak tembus cahaya pada daerah ini.
4. Detector radiasi yang dihubungkan oleh system meter atau pencatat. Peranan detector
penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang
(Khopkar, 1990:216).
Serapan cahaya oleh molekul dalam derah spectrum ultraviolet dan visible tergantung
pada struktur elektronik dan mokolekul. Serapan ultraviolet dan visible dari senyawa-senyawa
organic berkaitan erat dengan transisi-transisi diantara tingkatan-tingkatan tenaga elektronik.
Disebabkan karena hal ini maka serapan radiasi ultraviolet atau terlihat sering dikenal sebagai
spektroskopi elektronik. Transisi-transisi tersebut biasanya antara orbital ikatan tau orbital
pasangan bebas dan orbital non ikatan tak jenuh atau orbital anti ikatan. Panjang gelombang
serapan merupakan ukuran dan pemisahan tingkatan-tingkatan tenaga dari orbital yang
bersangkutan. Spectrum ultraviolet adalah gambar antara panjang gelombang atau frekuensi
serapan lawan intensitas serapan (trnsmitasi atau absorbansi). Sering juga data ditunjukkan
sebagai gafik atau table yang menyatakan panjang gelombang lawan serapan molar atau log dari
serapan molar Emax atau log Emax (sastrohamidjojo, 2001:11).
Sumber tenaga radiasi terdiri dari benda yang bereksitasi menuju ke tingkat yang lebih
tinggi oleh sumber listrik bertegangan tinggi atau oleh pemanasan listrik. Monokromator adalah
suatu piranti optis untuk memencilkan radiasi dari sumber berkesinambungan. Digunakan untuk
memperoleh sumber sinar monokromatis. Alat dapat berupa prisma atau grating (Khopkar,
1990). Pengukuran pada daerah UV harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembuh
cahaya pada daerah ini. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi maupun berbentuk silinder
dengan ketebalan 10 mm. sel tersebut adalah sel pengabsorbsi, merupakan sel untuk meletakkan
cairan ke dalam berkas cahaya spektrofotometer. Sel haruslah meneruskan energy cahaya dalam
daerah spectral yang diminati. Sebelum sel dipakai dibersihkan dengan air atau dapat dicuci
dengan larutan detergen atau asm nitrat panas apabila dikehendaki (Sastrohamidjojo, 2001:39-
41).
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang terbentuk dari ion logam yang berikatan
dengan ligan secara kovalen koordinasi. Ikatan koordinasi merupakan ikatan kovalen dimana
ligan memberikan sepasang elektronnya pada ion logam untuk berikatan. Pemberi pasangan
elektron adalah ligan, karena itu ligan adalah zat yang memiliki satu atau lebih pasangan
elektron bebas. Senyawa kompleks yang bisa dijadikan sebagai katalis harus memiliki sifat
stabil. Salah satu senyawa kompleks yang sangat stabil adalah senyawa kompleks yang
berbentuk khelat. Atom pusat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tembaga (Cu).
Ligan yang digunakan adalah Etilendiamin tetraasetat (EDTA) dan sulfanilamid
(C6H8N2O2S). Ligan EDTA mempunyai atom donor elektron yaitu O pada gugus OH dan
N sedangkan ligan Sulfanilamid (C6H8N2O2S) mempunyai atom donor elektron yaitu N.
Adanya donor elektron dari ligan memungkinkan terjadinya ikatan dengan atom pusat.
Penelitian senyawa kompleks dengan atom pusat Cu dan ligan EDTA pernah dilakukan
oleh Sus, dkk yang menggunakan metode variasi kontinu. Kestabilan senyawa kompleks
dipengaruhi oleh faktor ligan dan atom pusat. Faktor yang mempengaruhi kestabilan
kompleks berdasarkan pengaruh atom pusat antara lain besar dan muatan dari ion, nilai CFSE,
dan faktor distribusi muatan.
Senyawa koordinasi merupakan salah satu senyawa yang memegang peranan penting
dalam kehidupan manusia. Senyawa ini terbentuk karena adanya ikatan antara ligan yang
berperan sebagai donor pasangan elektron (basa Lewis) dengan ion pusat (logam) yang
berperan sebagai akseptor pasangan elektron (asam Lewis). Penelitian tentang sintesis
senyawa koordinasi juga semakin beragam.
Salah satunya adalah penelitian tentang senyawa kompleks sebagai katalis.Senyawa
kompleks merupakan senyawa yang terbentuk dari ion logam yang berikatan dengan ligan
secara kovalen koordinasi. Ikatan koordinasi merupakan ikatan kovalen dimana ligan
memberikan sepasang elektronnya pada ion logam untuk berikatan. Pemberi pasangan elektron
adalah ligan, karena itu ligan adalah zat yang memiliki satu atau lebih pasangan elektron bebas.
Senyawa kompleks yang bisa dijadikan sebagai katalis harus memiliki sifat stabil. Salah satu
senyawa kompleks yang sangat stabil adalah senyawa kompleks yang berbentuk khelat.
Atom pusat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tembaga (Cu). Ligan yang
digunakan adalah Etilendiamin tetraasetat (EDTA) dan sulfanilamid (C6H8N2O2S).
Ligan EDTA mempunyai atom donor elektron yaitu O pada gugus OH dan N sedangkan
ligan Sulfanilamid (C6H8N2O2S) mempunyai atom donor elektron yaitu N. Adanya donor
elektron dari ligan memungkinkan terjadinya ikatan dengan atom pusat.
Penelitian senyawa kompleks dengan atom pusat Cu dan ligan EDTA pernah
dilakukan oleh Sus, dkk yang menggunakan metode variasi kontinu. Kestabilan senyawa
kompleks dipengaruhi oleh faktor ligan dan atom pusat. Faktor yang mempengaruhi
kestabilan kompleks berdasarkan pengaruh atom pusat antara lain besar dan muatan dari ion,
nilai CFSE, dan faktor distribusi muatan.
Dari beberapa penelitian telah dilaporkan bahwa senyawa kompleks tembaga memiliki
peranan penting pada proses katalitik, yaitu sebagai active site katalis. Senyawa kompleks
tembaga, (HLCu2Cl3)Cl · H2O merupakan katalis asam Lewis yang baik digunakan dalam
reaksi siklopropanasi olefin dengan tingkat selektivitas yang tinggi. Katalis ini juga sangat
kuat dan produk yang dihasilkan tidak mengalami penurunan meskipun katalis telah
digunakan sebanyak tiga kali reaksi (Youssef et al., 2009). Zeolit NaY yang
diimpregnasi dengan kompleks tembaga, Cu(Phen)(PPh3)Br digunakan sebagai katalis asam
Lewis pada reaksi aminasi arilhalida yang menunjukkkan aktivitas dan selektivitas yang tinggi
serta sangat stabil dan tidak terjadi leaching (Patil et al., 2010). Senyawa kompleks yang bisa
dijadikan sebagai katalis harus memiliki sifat stabil. Salah satu senyawa kompleks yang sangat
stabil adalah senyawa kompleks yang membentuk khelat. Salah satu senyawa kompleks yang
memiliki tingkat kestabilan tinggi adalah senyawa kompleks Cu-EDTA yang memiliki Kstab =
18.8 (Underwood, 2002).
Oleh karena itu pada penelitian ini disintesis senyawa kompleks Cu-EDTA dari
tembaga (II) sulfat sebagai ion pusat dan etilendiamintetraasetat (EDTA) sebagai ligan,
kemudian hasil sintesis akan dikarakterisasi dengan menggunakan spektroskopi UV-Vis dan
inframerah
D. Alat dan Bahan
a. Alat
Gelas Ukur
Gelas Beker
Neraca Analitik
Pengaduk Magnetik
Pemanas Listrik
Desikator
Corong
Refluks
Spektrofotometri UV-Vis
b. Bahan
CuSO4
EDTA
Etanol
Aquades
E. Cara Kerja
1. Larutan I CuSO4.5H2O dan 10 mL aquades dimasukkan kedalam gelas beker.
2. Larutan II EDTA dan 10 mL etanol dimasukan ke dalam gelas beker.
3. Larutan I dan Larutan II dicampur perlahan sambil di aduk.
4. Kemudian di Refluks selama 3 - 4 Jam.
5. Amati proses dan hasil Refluks tersebut.
6. Kemudian saring larutan yang di refluks dengan kertas saring.
7. Kemudian keringkan dengan Hairdryer selama 5 menit dan kemudian masukkan
kedalam desikator selama 3 hari.
8. Larutan hasil dari saring tadi di uji dengan Spektrofotometri UV-Vis.
F. Skema Kerja
- Tambahkan larutan EDTA (1 gram EDTA dalam 25 Etanol).
- Masukkan larutan Cu perlahan – lahan
- Refluks larutan selama ± 3 Jam
- Saring
- Analisis Cu sisa dengan Menggunakan UV-Vis
Larutan Cu (2 gram
dalam 25 mL aquades)
Fitrat
Absorbansi Cu 2+
sisa
G. Hasil Pengamatan
Tabel Pengamatan
Perlakuan Hasil
Timbang Cu
Ditambah aquades
Larutan I CuSO4.5H2O dan 10 mL
aquades.
Timbang EDTA
Larutkan dalam gelas kimia dan
ditambah methanol 25 ml
Larutan Cu + EDTA
Refluks selama 3 - 4 Jam
2 gram
25 ml
Larutan biru muda/ tosca
1 gram
Warna putih keruh
Berubah warna menjadi biru muda,
dan terjadi reaksi eksoterm (panas)
Menimbulkan bau menyengat,
timbulnya panas (reaksi eksoterm)
Menimbulkan endapan biru muda
Analisis Data
λ maks CuSO4(aq)
λ Absorbansi
795 0,809 A
800 0,813 A
805 0,815 A
808 0,815 A
811 0,814 A
814 0,812 A
819 0,810 A
λ maks Cu-EDTA (aq)
λ Absorbansi
725 0,355 A
730 0,358 A
735 0,360 A
738 0,360 A
741 0,360 A
744 0,361 A
749 0,360 A
H. Pembahasan
Pada sintesis senyawa kompleks Cu (II) dengan ligan EDTA menghasilkan
senyawa kompleks Cu(II)-EDTA yang berwarna biru,sebelum analisis menggunakan
spektrofotometry UV-Vis terlebig dahulu disintesis dengan menggunakan refluks dimana
larutan Cu-EDTA dimasukkan kedalam erlenmeyer kemudian dimasukkan dua buah
batang magnet stirer yang berfungsi sebagai pengaduk,kemudian kondensor pendingin
dipasang, setelah kondensor pendingin air terpasang,larutan Cu-EDTA direfluks selama
kurang lebih 3 jam. Pengaturan suhu dilakukan pada sokletasi. Pelarut akan
mengekstraksi dengan panas, terus akan menguap sebagai senyawa murni dan kemudian
terdinginkan dalam kondensor, turun lagi ke wadah, pengekstraksi lagi. Demikian
seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyaringan sempurna.
Pemanasan suhu tinggi tanpa ada zat yang dilepaskan. Tabung kondensor
dihubungkan dengan selang berisi air. Selang air masuk ada di bagian bawah dan selang
air keluar di bagian atas. Pada rangkaian refluks ini terjadi empat proses, yaitu proses
heating, evaporating, kondensasi dan coolong. Heating terjadi pada saat larutan
dipanaskan di dengan sokletasi, evaporating ( penguapan ) terjadi ketika larutan mencapai
titik didih dan berubah fase menjadi uap yang kemudian uap tersebut masuk ke
kondensor dalam. Air dimasukkan di dalam ember dan di campurkan dengan es batu agar
air menjadi lebih dingin, sehingga ketika air dimasukkan dan mengalir melaui pipa, air
dingin akan mengalir dari bawah menuju kondensor luar, air harus dialirkan dari bawah
kondensor bukan dari atas agar tidak ada turbulensi udara yang menghalangi dan agar air
terisi penuh. Proses yang terakhir adalah kondensasi ( Pengembunan ), proses ini terjadi
di kondensor, jadi terjadi perbedaan suhu antara kondensor dalam yang berisi uap panas
dengan kondensor luar yang berisikan air dingin, hal ini menyebabkan penurunan suhu
dan perubahan fase dari steam tersebut untuk menjadi liquid kembali.seteliah larutan
terlihat keruh proses refluks dihentikan kemudian larutan didinginkan selama beberapa
menit agar terbentuk endapan.setelah itu disaring dengan kertas saring untuk memisahkan
endapan.kemudian endapan di panaskan didalam oven untuk menghilangkan kadar
air.setelah itu diencerkan dan di analisis dengan spektrofometry UV-Vis.
Berdasarkan data yang diperoleh dari spektrofotometer UV-Vis dapat
disimpulkan bahwa Panjang gelombang maksimum (max) Cu dalam H2O lebih
besardibandingkandengan Cu dalam EDTA ha lini diakibatkan oleh jenis ligannya, pada
Cu dalam EDTA jenis ligannya yaitu polidentat yaitu ligan yang mempunyai dua atau
lebih atom donor yang secara bersamaan dapat mengikat sebuah ion logam. EDTA
merupakan anion yang mempunyai enam atom donor yang dapat digunakan untuk
mengikat sebuah atom logam dan untuk membentuk kompleks yang stabil dengan
membungkus dirinya di sekeliling ion logam tersebut.
Struktur ligan EDTA
Sedangkan Cu dalam H2O jenis ligannya yaitu monodentat.Semakin banyak ligan
maka daya cengkram/daya khelatnya semakin kuat,sehingg adaya serapnya tinggi, dan
mengakibatkan max rendah.Salah satu senyawa kompleks yang sangat stabil adalah
senyawa kompleks yang berbentuk khelat.Ligan EDTA mempunyai atom donor electron
yaitu O dan N. Sedangkan pada ligan H2O donor donor electron hanyaberasal dari atom O
saja.Adanya donor electron dari ligan memungkinkan terjadinya ikatan dengan atom
pusat.Sehingga daya serap Cu dalam EDTA tinggi dan mengakibatkan max nya
rendah.Kestabilan senyawa kompleks dipengaruhi oleh factor ligan dan atom
pusat.Faktor yang mempengaruhi kestabilan kompleks berdasarkan pengaruh atom pusat
antara lain besar dan muatan dari ion dan factor distribus imuatan.
Kekuatan ligan terhadap kekuatan pengomplekan :
Daya kompleks H2O terhadap Cu2+ ≤ daya kompleks EDTA terhadap Cu2+
max Cu2+(H2O) ≥ max Cu2+ (EDTA)
Daya serap Cu2+≤Daya serap Cu2+ (EDTA)
Pada sintesis senyawa kompleks Cu (II) dengan ligan EDTA menghasilkan
senyawa kompleks Cu(II)-EDTA yang berwarna biru. Hasil yang didapat dilakukan
identifikasi dengan menggunakan instrumen spektrofotometri UV-Vis untuk
menentukkan panjang gelombang maksimum, untuk mengetahui pergeseran gugus fungsi
yang ada pada senyawa kompleks dan dapat memperkirakan gugus atom dari ligan yang
terkoordinasi pada atom pusat.
Pergeseran λ maks pada CuSO4 dan Cu-EDTA setelah diidentifikasi
menggunakan instrument UV-Vis disebabkan beberapa factor antara lain adanya subtitusi
dan kepolaran dari pelarut yang digunakan. Kepolaran pelarut digunakan dapat
mempengaruhi panjang gelombang absorbsi, dimana kenaikan kepolaran pelarut untuk
electron yang bertransisi n π* akan memberikan pergeseran biru atau hipokromik
(penurunan panjang gelombang) yang disebabkan oleh ikatan hydrogen dengan keadaan
dasar electron n yang lebih baik dibandingkan keadaan π*, namun sebaliknya untuk
transisi electron π π* dengan kenaikan polaritas pelarut akan menimbulkan
pergeseran merah (kenaikan panjang gelombang) yang disebabkan oleh pelarut akan
memperbaiki keadaan π*. Jadi karena pelaarut yang digunakan pada saat analisis UV-Vis
adalah aquadest (kenaikan kepolaran) maka untuk electron yang bertransisi n π* akan
mengalami penurunan panjang gelombang, sedangkan untuk electron yang mengalami
transisi π π* akan mengalami kenaikan panjang gelombang.
Perbedaan panjang gelombang maksimal sampel disebabkan oleh energy yang
digunakan untuk memutuskan ikatan yang ada pada CuSO4 dan Cu-EDTA yang berbeda
dimana energy yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan pada CuSO4 lebih kecil
dibandingkan energy yang digunakan untuk memutuskan pengompleks pada Cu-EDTA.
Jika energy yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan kecil maka panjang gelombang
yang digunakan besar dan sebaliknya jika energy yang butuhkan untuk memutuskan
energy yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan besar makapanjang gelombang yang
digunakan kecil.
Kompleks Cu-EDTA membutuhkan energy yang besar dari pada CuSO4 karena
saat pengompleksan Cu-EDTA melibatkan banyak pasangan electron bebas dari unsure O
dan N pada struktur EDTA untuk membentuk kompleks dengan logam Cu.
I. KESIMPULAN
Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu tehnik analisis spektroskopi yang
memakai sumberradiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380) dan sinar
tampak (380-780) dengan memakai instrumen spektrofotometer.
Kompleks Cu-EDTA membutuhkan energy yang besar dari pada CuSO4 karena saat
pengompleksan Cu-EDTA melibatkan banyak pasangan electron bebas dari unsure O
dan N pada struktur EDTA untuk membentuk kompleks dengan logam Cu.
Panjang gelombang yang besar membetuhkan energy yang sedikit dibandingkan
panjang gelombang yang kecil membutuhkan energy yang lebih banyak, sehingga
Cu-EDTA membutuhkan energy yang lebih banyak dibandingkan CuSO4.
DAFTAR PUSTAKA
Fitriyani. 2012. SPEKROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBEL (UV-VIS). Artikel
Jurnal Kimia
Indrayanah, Sus.dkk. 2013. STUDI SPEKTROSKOPI UV-VIS DAN INFRAMERAH
SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA Cu-EDTA. Makalah Jurusan Kimia
ITS Surabaya
Nurvika, Dian.dkk. 2013. SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS
Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C6H8N2O2S. Jurnal Kimia Vol 1, Hal 70-75,
2013. UNDIP
PERCOBAAN II
PENENTUAN KANDUNGAN BESI (Fe) PADA DAUN BAYAM (Amaranthus Tricolor)
A. TUJUAN :
Menentukan kadar Besi (Fe) pada daun Bayam dengan metode Spektrofotometri
Serapan Atom (SSA).
B. PELAKSANAAN :
Hari / Tanggal : Jum’at, 02 Januari 2015
Waktu : 07.00 – Selesai
Tempat : Laboratorium Kimia FPMIPA IKIP Mataram
C. TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman bayam (Amaranthus spp) merupakan tanaman yang biasa ditanam untuk
dikonsumsi daunnya sebagai sayuran. Bayam merupakan salah satu sayuran dengan
kandungan zat besi tinggi. Selain itu dalam daun bayam juga terdapat protein, mineral,
kalsium dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh manusia Yusni bandini, et.al, 2001(dalam
Suwitra, 2013). Fe (zat besi) merupakan mineral penting yang berperan dalam metabolisme
tubuh. Fe berfungsi sebagai pembentuk hemoglobin, katalisator perubahan betakaroten
menjadi vitamin A, sintesis purin dan kolagen, produksi antibodi, dan detoksifikasi obat-
obatan dalam hati, Hadisoeganda, 1996 (dalam kuswardhani, 2013). Adapun kandungan gizi
pada daun bayam per 100 gram bahan zat adalah sebagai berikut.
Zat Gizi Nilai Gizi
Kalori (kal) 36,0
Protein (gram) 3,5
Karbohidrat (gram) 0,5
Calcium (mg) 267,0
Fosfor (mg) 67,0
Vitamin A (S.I) 6090,0
Vitamin B (mg) 0,1
Vitamin C (mg) 80,0
Air (gram) 71,0
Zat Besi 9 (mg) 3,9 Sumber : Departemen Kesehatan RI, 1981.
Salah satu metode penelitian untuk analisa kuantitatif ion besi adalah spektrofotometri
serapan atom (SSA). Spektrofotometer serapan atom sangat cocok digunakan untuk analisis
kuantitatif unsur-unsur logam pada konsentrasi rendah. Selain itu analisis dengan SSA juga
mempunyai kepekaan yang tinggi, disamping pelaksanaannya yang sederhana gangguannya
juga sedikit. Preparasi suatu sampel sangat menentukan keberhasilan analisis dalam
spektrofotometri serapan atom. Preparasi sampel dilakukan melalui pengabuan, yaitu
destruksi kering atau destruksi basah. Keuntungan preparasi sampel dengan metode destruksi
kering adalah teknik pengerjaannya yang sederhana dan persentase kesalahan kontaminasi
akibat penambahan reagen lebih sedikit. Sedangkan kekurangan dari metode destruksi kering
ini adalah dapat mengakibatkan hilangnya unsur-unsur tertentu karena terjadi kontaminasi
antara cuplikan dengan dinding wadah yang terkadang bersifat sebagai penyerap. Preparasi
sampel dengan metode destruksi basah dilakukan pada suhu rendah dan dengan penambahan
campuran asam kuat untuk mendestruksi senyawa organik dan bahan lain dalam sampel.
Metode destruksi basah lebih sering dilakukan untuk analisis sampel yang mudah menguap.
Keuntungan dengan metode analisis ini adalah waktu dan proses pengerjaannya lebih cepat,
kehilangan mineral akibat penguapan dapat dihindari. Hanya saja dengan metode destruksi
basah ini kemungkinan kesalahan lebih besar akibat penggunaan reagen yang lebih banyak
dan dalam pengerjaannya membutuhkan perhatian yang ekstra dari analis karena dalam
pelaksanaannya reaksi yang terjadi berlangsung kuat dan dapat membuat residu keluar, maka
selama pemanasan harus lebih berhati-hati, Abdul Rohman, 2007(dalam Kuswardhani,
2013).
Prinsip analisis dengan SSA adalah interaksi antara energi radiasi dengan atom unsur
yang dianalisis. AAS banyak digunakan untuk analisis unsur. Atom suatu unsur akan
menyerap energi dan terjadi eksitasi atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini
tidak stabil dan akan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan sebagian atau seluruh
tenaga eksitasinya dalam bentuk radiasi. Larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan
unsur-unsur di dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala rnengandung atom
unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh
ayala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground
state). Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber
radiasi yang terbuat dari unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang dihasilkan
oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom
dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum Lambert-Beer. yakni absorbansi berbanding
lurus dengan panjang yala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua
variabel ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan sehingga
absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan sampel.
Teknik-teknik analisisnya sama seperti pada spektrofotometri UV-Vis yaitu standar tunggal,
kurva kalibrasi dan kurva adisi standar.
Spektroskopi serapan atom adalah salah satu alat yang pengukurannya didasarkan
pada penyerapan cahaya oleh atom-atom bebas. Atom adalah keadaan gas akan menyerap
sejumlah energi sinar tertentu. Sinar yang diserap biasanya masih berada dalam spectra sinar
nampak dan ultra lembayung. Dengan demikian molekul-molekul akan mengalami disosiasi
dan direduksi menjadi atom-atom bebas. Spektrofotometer serapan atom ini sangat penting
untuk analisis logam-logam renik karena memiliki kepekan yang cukup tinggi (Subiayanto,
2005).
Metode SSA sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi yang rendah. Teknik ini
mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan metode spektroskopi emisi konvensional. Pada
metode konvensional, emisi tergantung pada sumber eksitasi. Bila eksitasi dilakukn secara
termal, maka ia bergantung pada temperatur sumber. Selain itu, eksitasi termal tidak selalu
spesifik dan eksitasi secara serempak pada berbagai spesies dalam berbagai campuran dalam
suatu spesies dapat saja terjadi. Sedangkan dengan nyala, eksitasi unsur-unsur dengan tingkat
energi eksitasi yang sangat rendah dapat dimungkinkan. Tentu saja perbandingan banyaknya
atom-atom yang tereksitasi terhadap atom yang berada pada tingkat dasar harus cukup besar,
karena metode serapan atom, hanya bergantung pada temperatur. Metode serapan atom
sangatlah spesifik logam-logam yang membentuk campuran kompleks dapat dianalisis dan
selain itu tidak selalu diperlukan sumber energi yang besar (Khopkar, 1990).
Walaupun nyala api sangat berguna dan mudah penggunaannya untuk keprluan
atomisasi dalam SSA, tetapi ada beberapa kesulitan yang dapat menghambat. Diantaranya
keberadaan-keberadaan itu yang terpenting adalah bahwa efisiensi pengatoman di dalam
nyala adalah rendah, sehingga membatasi tingkat kepekaan analisis yang dapat tercapai.
Kesulitan yang lainnya adalah penggunan gas yang banyak yang hargnya mahal, bahaya
ledakan dan jumlah cuplikan yang diperlukan relatif banyak. Oleh karena perlu dilkukan
banyak penelitian mengenai cara-cara tanpa menggunakan nyala untuk memperoleh atom-
atom bebas (Hadisuwoyo, 1990).
Menurut Noor (1991), pada perkembangan terakhir, alat atomisasi yng dipakai dalam
SSA adalah menggunakan tabung grafit yang dipanaskan dengan listrik (elektrotermal
atomizer). Pembentukn atom-atom bebas atau atomisasi itu biasanya dilakukan dalam tiga
tahap yang berlangsung secara otomtis, sesuai dengan urutan program yaitu:
1. Tahap pengeringan (drying stage) : meliputi pemanasan pada suhu rendah (di bawah
100 oC) untuk menghilangkan pelarut.
2. Tahap pengabuan (ashing stage) : Suhu dinaikkan menjadi 1500 oC, sehingga molekul-
molekul senyawa orgnik dn senyawa-senyawa anorganik mengalami proses pirolisis.
Uap-uap hasil pirolisis keluar dari alat atomisasi dan yang tinggal adalah senyawa-
senyawa anorganik yang stabil.
3. Tahap atomisasi (atomization): Pada tahap ini, tabung atomisasi dipanaskan sampai
suhu yang lebih tinggi lagi ( kurang lebih 3000 oC) untuk menguraikan senyawa-
senyawa yang belum terurai dan untuk menggerakkan atom-atom bebas ke dalam
berkas sinar, agar dapat diukur absorban atom-atom
Menurut Hadisuwoyo (1990), jika atom diradiasi dengan cahaya, atom tersebut akan
menyerap cahaya yang mempunyai panjang gelombang spesifik untuk logam tersebut dan
atom akan mengalami oksidasi. Penyerapan cahaya ini sebanding dengan konsentrasi atom-
atom logam. Dengan mengukur serapan cahaya oleh atom-atom nyala maka konsentrasi
logam dalam contoh pada panjang gelombang tertentu dinyatakan oleh hukum Lambert-Beer
sebgai berikut:
P – Po e-kbc
A = log Po/P = abc dimana a = k/2,303
Dimana: P = intensitas cahaya yang sampai pada detektor
Po = intensitas cahaya dari sumber cahaya
A = absorban
a = konstanta absorbtivitas
b = panjang gelombang absorbsi
C = konsentrasi
Cara untuk menentukan konsentrasi larutan cuplikan dilakukn dengan
membandingkan nilai absorban (A) larutan cuplikan tersebut dengan nilai absorban (A) dari
larutan baku yang telah diketahui konsentrasinya. Selanjutnya dari absorban larutan baku
tersebut dibuat kurva kalibrasi yaitu grafik hubungan antara absorban dengan konsentrasi
larutan baku yang merupakan sebuah garis lurus. Nilai absorban dari larutan cuplikan
kemudian dialurkan pada grafik kurva kalibrasi tersebut, sehingga konsentrasi larutan
cuplikan dapat ditentukan (Hadisuwoyo, 1990).
Menurut Diananjaya (1989), skema dari alat SSA dapat kita lihat pada gambar sebagai
berikut :
Gambar 1 : Skema alat SSA
Menurut Cantle (1982), bagian-bagian terpenting pada alat SSA sebagai berikut:
Lampu Nyala Monokromator
Kisi
DetektorAmplifier
Pembaca
a. Sumber cahaya: Sumber cahaya ini dapat memancarkan spectrum garis yang sempit
dan karkteristik dari unsur yang akan dianalis, dimana sumber cahaya ini berasal dari
lampu katoda yang berongga yang memiliki anoda dan katoda yang cekung dan
silinder dalam yang suatu atmosfer gas inert pada tekanan yang rendah
b. Medium penyerap atau sumber atom: Dalam analisis dengan SSA, cuplikan yang
akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadan
dasarnya. Atom-atom tersebut dihasilkan dengan cara disosiasi termal dan bias nyala.
Pada nyala akan terjadi proses pengkabutan (nebulasi), penguapan pelarut
(desolvasi), penguapan zat-zat (volatisasi) dan atomisasi.
c. Monokromator: Berfungsi untuk mendispersi cahaya menjadi cahaya-cahaya yang
mempunyai panjang gelombang yang berbeda dan setelah melalui celah yang
lebarnya dapat diatur sehingga memungkinkan pemilihan panjang gelombang.
d. Detektor: Berfungsi untuk mengubah foton-foton cahaya menjadi sinyal-sinyal
listrik.
e. Amplifier: Berfungsi memperkuat sinyal listrik yang berasal dari detektor
f. Instrumen pembaca: dapat berupa galvanometer sederhana, voltmeter sederhana,
voltmeter digital, potensiometer perekam pena tinta, dan komputer.
Gambar alat spektrofotometer serapan atom Buck Scientific 205:
(Anonim, 2007).
D. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
Gelas kimia
Labu takar 100 Ml
Pipet tetes
Oven
Erlenmeyer
AAS
B. Bahan
Serbuk besi
HNO3 pekat
Aquades
Daun bayam
Aqua regia
E. CARA KERJA
A. Pembuatan larutan standar Fe dari serbuk Besi
1. Timbang 0,1 serbuk besi dengan teliti
2. Larutkan dengan HNO3 (pekat) dalam gelas kimia
3. Masukkan dalam labu takar
4. Tambahkan aquades sampai tanda batas
5. Larutan Fe 100 ppm, vipet masing-masing 0., 1., 1,5., 2., 2,5., 3., 3,5., 4 mL
6. Masukkan dalam labu takar 100 mL dan tambahkan aquades sampai tanda batas
B. Menyiapkan Larutan Sampel
1. Daun bayam dipotong kecil-kecil, dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 115oC
selama 1,5 jam.
2. Daun bayam yang kering ditimbang dengan teliti 0,5 gram
3. Masukkan dalam Erlenmeyer 250 dan tambahkan aqua regia 25 mL
4. Panaskan sampai bayam larut sempurna
5. Larutan sampel dianalisis kadarnya dengan AAS.
F. SKEMA ALIR
A. Pembuatan larutan standar Fe dari serbuk Besi
Serbuk Besi
Timbang 0,1 gram dengan teliti Larutkan dengan HNO3 (pekat) dalam
gelaskimia Masukkan dalam labu takar 100 mL Tambahkan aquades sampai tanda batas
larutan Fe 100 ppm
Pipet masing-masing 0., 1., 1,5., 2., 2,5., 3., 3,5., 4 mL
masukkan dalam labu takar 100 mL Tambahkan aquades sampai tanda
batas
Larutan standar Fe 0, 1, 1,5., 2., 2,5., 3., 3,5., 4 ppm
B. Menyiapkan Sampel
Daun bayam
Dipotong kecil-kecil Dikeringkan Dalam Oven
dengan suhu 115 0C selama 1,5 jam
Daun Bayam Kering
Timbang dengan teliti 0,5 gram Masukkan dalam Erlenmeyer 250 mL Tambahkan aquaregia 25 mL Panaskan sampai bayam larut sempurna
Larutan Sampel
Dianalisis Kadarnya dg AAS
Absorbansi
Fe2+
G. HASIL PENGAMATAN
Tabel Pengamatan
Perlakuan Hasil
Pembuatan larutan standar Fe dari
serbuk Fe
1. Serbuk Fe ditimbang
2. Larutkan dengan HNO3 pekat dalam
gelas kimia.
3. Masukkan kedalam labu takar 100
mL kemudian tambahkan aquades
sampai tanda batas
4. Pipet masing – masing 0., 1., 1,5., 2.,
2,5., 3., 3,5., 4 mL kemudian
dimasukkan kedalam labu takar 100
mL, dan tambahkan aquades sampai
tanda batas.
0,1 gram
Larutan berwarna bening
Larutan Fe 100 ppm
Larutan standar 0., 1., 1,5., 2.,
2,5., 3., 3,5., 4 ppm
Menyiapkan larutan sampel
1. Daun bayam dipotong kecil – kecil.
2. Dikeringkan dalam oven dengan
suhu 115°C selama 1,5 jam.
3. Timbang dengan teliti
4. Masukkan dalam Erlenmeyer 250
mL lalu tambahkan HNO3 pekat 30
mL
5. Dipanaskan
6. Analisis dengan AAS
Daun bayam kecil
Daun bayam kering
0,5 gram
Larutan hijau tua
Serbuk bayam larut
Berubah warna menjadi merah
bata
Menghasilkan gas NO
Absorbansi Fe2+
H. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan penentuan kandungan besi yang terdapat pada bayam.
Bayam yang akan diuji didestruksi dengan metode basah. Pengukuran kandungan besi dilakukan
dengan menggunakan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). Larutan sampel disiapkan dengan
mendestruksi bayam menggunakan metode destruksi basah. Destruksi basah biasanya digunakan
untuk sampel yang lebih lunak (misalnya sayuran), dimana sampel ditambahkan dengan asam
kuat sebagai oksidator dan bila perlu dengan pemanasan. Tujuan penambahan larutan asam kuat
sebagai oksidator adalah untuk mengoksidasi logam sehingga terpisah dari senyawa lain dalam
sampel.
Bayam awalnya dikeringkan untuk menghilangkan kandungan airnya. Bayam kering
kemudian ditumbuk halus atau diblender dan didestruksi. Tujuan dilakukannya destruksi adalah
untuk menghilangkan senyawa organik yang ada di dalam ssampel sehingga yang tertinggal
hanya zat – zat anorganiknya. Pendestruksian sampel dilakukan di dalam lemari asam dengan
memanaskan sampel di dalam becker glass yang ditutup dengan kaca arloji di atas penangas air.
Serbuk halus bayam selanjutnya dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250ml. kemudian
ditambahkan dengan Aqua regia. Aqua regia yaitu campuran asam klorida pekat dan asam nitrat
pekat dengan perbandingan volume 3:1. Reaksi yang terjadi saat 3 volume HCl pekat dicampur
dengan 1 volume HNO3 pekat adalah sebagai berikut.
3 HCl(aq) + HNO3(aq) Cl2(g) + NOCl(g) + 2H2O(l)
Gas klor (Cl2) dan gas nitrosil klorida (NOCl) inilah yang mengubah besi menjadi senyawa besi
klorida dan selanjutnya diubah menjadi kompleks anion yang stabil yang selanjutnya bereaksi
lebih lanjut dengan Cl-. Setelah didestruksi larutan yang didapatkan disaring sehingga dihasilkan
larutan berwarna merah bata . Diperolehnya larutan merah bata pada larutan destruksi ini
menandakan bahwa sampel telah terdestruksi secara sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa
semua konstituen yang ada telah larut sempurna atau perombakan senyawa-senyawa organik
telah berjalan dengan baik.
Pada percobaan ini digunakan larutan Fe(NO3)3 sebagai standar. Seri larutan standar yang
digunakan adalah dengan konsentrasi 0., 1., 1,5., 2., 2,5., 3., 3,5., 4 ppm. Untuk memudahkan
penimbangan massa zat yang digunakan, maka sebelumnya dibuat larutan Fe(NO3)3 100 ppm
sebanyak 100 mL. Larutan Fe(NO3)3100 ppm ini kemudian diencerkan menggunakan aquades
untuk menghasilkan seri larutan yang sesuai untuk pengukuran sampel besi.
Seri larutan standar yang telah dibuat kemudian diukur dengan AAS. Pengukuran
dilakukan pada panjang gelombang 248,3 nm. Dari hasil pengukuran didapatkan data sebagai
berikut.
Dari kurva kalibrasi dapat diketahui bahwa, persamaan garis yang menyatakan hubungan antara
konsentrasi dan absorbansi yaitu y = 0,093x - 0,079 dengan R² = 0,995.
Kelayakan suatu kurva kalibrasi diuji dengan uji kelinieran kurva. Uji ini diperoleh
dengan penentuan koefisien korelasi (R) yang merupakan ukuran kesempurnaan hubungan antara
konsentrasi larutan standar dengan absorbansi larutan. Nilai R menyatakan bahwa terdapat
korelasi yang linier antara konsentrasi dan absorbansi, dan hampir semua titik terletak pada 1
garis lurus dengan gradien yang positif. Nilai R2 yang baik terletak pada kisaran 0,9 ≤ R2 ≤ 1.
Nilai R2 kurva kalibrasi larutan sampel + standar pada penelitian ini adalah 0,995, sehingga
berdasarkan nilai korelasi tersebut maka kurva kalibrasi ini layak digunakan karena berada dalam
kisaran 0,9 ≤ R2 ≤ 1.
Setelah kurva kalibrasi didapatkan, selanjutnya dilakukan pengukuran larutan sampel
dengan AAS. Dari hasil pengukuran absorbansi sebesar 0,016
.Dari kurva kalibrasi dapat diketahui bahwa, persamaan garis yang menyatakan hubungan
antara konsentrasi dan absorbansi yaitu y = 0,093x - 0,079. Dalam hal ini y adalah absorbansi, x
adalah konsentrasi. Nilai 0,093 menyatakan kemiringan kurva (m), sedangkan nilai 0,079
menunjukkan intersep yaitu titik potong antara kurva dengan sumbu y. Dengan mengetahui
0 1 2 3 4 5 6 7 80
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Konsentrasi
Abs
orba
nsi y = 0,093x -
0,079 R² = 0,995
Konsentari Absorbansi
0 0
0,5 0,102
1 0,216
1.5 0,318
2 0,394
2,5 0,469
3 0,57
persamaan regresi linier yang didapatkan dari kurva kalibrasi dan absorbansi sampel maka
konsentrasi besi pada sampel bayam merah didapatkan sebesar 1,0215 ppm.
Jadi, didapatkan kadar Fe dalam bayam adalah sebagai berikut.
Y= 0.093-0,079
0,016= 0,093x-0,079
X = 0,016+0,079
0,093
X= 1,0215
Massa Fe dalam 250Ml
1,0215 mg/mL x 250 mL = 255, 375 mg
%Fe dalam bayam : 255 ,375
106 x 100 % = 0,0255 %
Jadi, kadar besi di dalam 0,5 gr sampel bayam adalah 0,0255 %
I. KESIMPULAN
Spektrofotometer Serapan Atom merupakan salah satu instrument yang dapat
menganalisa secara kualitatif dan kuantitatif untuk menganalisa unsur-unsur logam dan
semi logam dalam jumlah renik (trace), yang umumnya digunakan untuk analisa unsur.
destruksi sampel dilakukan dengan cara basah, dimana sampel ditambahkan dengan
asam kuat sebagai oksidator dan bila perlu dengan pemanasan. Tujuan penambahan
larutan asam kuat sebagai oksidator adalah untuk mengoksidasi logam sehingga terpisah
dari senyawa lain dalam sampel (untuk sampel lunak)
Tujuan dilakukannya destruksi adalah untuk menghilangkan senyawa organik yang ada
di dalam ssampel sehingga yang tertinggal hanya zat – zat anorganiknya.
Nilai absorban AAS pada bayam adalah 0,016
Kadar Fe yang diperoleh dari daun bayam adalah sebesar 0,0255 %.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Purnama. N.M.E. dkk. 2014. PENENTUAN KADAR BESI PADA BAYAM MERAH
DENGAN ATOMIC ABSOPTION SPECTROSCOPY (AAS). Jurusan Pendidikan
Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan
Ganesha Singaraja.
Fajria, A.M. 2011. PENGUKURAN ZAT BESI DALAM BAYAM MERAH DAN
SUPLEMEN PENAMBAH DARAH SERTA PENGARUHNYA TERHADAP
PENINGKATAN HEMOGLOBIN DAN ZAT BESI DALAM DARAH. Jurnal
FPMIPA Program Studi Fisika UI
Saleh, Salminah. 2011. ANALISIS UNSUR Fe DALAM TANAMAN BAYAM DENGAN
MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM (SSA).
Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Hasanuddin Makassar.
Samudra, Arum.dkk. 2013. LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN
SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOM. Farmasi VI B Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.