laporan antiseptik

26
A. Topik : Pengujian Daya Antimikroba Antiseptik Terhadap Bakteri B. Hari/ Tanggal : 21 dan 22 November 2013 C. Tujuan : Untuk mengetahui daya anti mikroba dari beberapa macam antiseptic tertentu terhadap bakteri. D. Dasar Teori Antibakteri atau antimikroba adalah bahan yang dapat membunuh atau menghambat aktivitas mikroorganisme dengan bermacam-macam cara. Senyawa antimikroba terdiri atas beberapa kelompok berdasarkan mekanisme daya kerjanya atau tujuan penggunaannya. Bahan antimikroba dapat secara fisik atau kimia dan berdasarkan peruntukannya dapat berupa desinfektan, antiseptic, sterilizer, sanitizer dan sebagainya (Lutfi 2004). Antibiotik adalah bahan yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau sintetis yang dalam jumlah kecil mampu menekan menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya. Antibiotik memiliki spektrum aktivitas antibiosis yang beragam. Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar mahluk hidup. Secara umum, antiseptik berbeda dengan obat-obatan maupun disinfektan. Disinfektan yaitu suatu senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan benda mati seperti meja, lantai dan pisau bedah sedangkan antiseptik digunakan

Upload: lidina

Post on 21-Jan-2016

1.357 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan antiseptik

A. Topik : Pengujian Daya Antimikroba Antiseptik Terhadap

Bakteri

B. Hari/ Tanggal : 21 dan 22 November 2013

C. Tujuan : Untuk mengetahui daya anti mikroba dari beberapa

macam antiseptic tertentu terhadap bakteri.

D. Dasar Teori

Antibakteri atau antimikroba adalah bahan yang dapat membunuh atau

menghambat aktivitas mikroorganisme dengan bermacam-macam cara. Senyawa

antimikroba terdiri atas beberapa kelompok berdasarkan mekanisme daya

kerjanya atau tujuan penggunaannya. Bahan antimikroba dapat secara fisik atau

kimia dan berdasarkan peruntukannya dapat berupa desinfektan, antiseptic,

sterilizer, sanitizer dan sebagainya (Lutfi 2004).

Antibiotik adalah bahan yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau sintetis

yang dalam jumlah kecil mampu menekan menghambat atau membunuh

mikroorganisme lainnya. Antibiotik memiliki spektrum aktivitas antibiosis yang

beragam. Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan

dan membunuh mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan

tubuh luar mahluk hidup. Secara umum, antiseptik berbeda dengan obat-obatan maupun

disinfektan. Disinfektan yaitu suatu senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan

mikroorganisme pada permukaan benda mati seperti meja, lantai dan pisau bedah

sedangkan antiseptik digunakan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme pada

jaringan tubuh, misalnya kulit. Zat antiseptik yang umum digunakan diantaranya adalah

iodium, hidrogen peroksida dan asam borak. Kekuatan masing-masing zat antiseptik

tersebut berbeda-beda.

Antibiotika pertama kali ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1929,

yang secara kebetulan menemukan suatu zat antibakteri yang sangat efektif yaitu

penisilin. Penisilin ini pertama kali dipakai dalam ilmu kedokteran tahun 1939 oleh

Chain dan Florey. Sebagian besar dari antibiotika rumus kimianya telah diketahui dan

beberapa di antaranya dapat dibuat secara sintesis. Definisi dari antbiotik ialah suatu

bahan kiia yang dikeluarkan oleh jasad renik/hasil sintetis semi-sintetis yang

mempunyai struktur yang sama dan zat ini dapat merintangi/memusnahkan jasad renik

lainnya (Widjajanti, 1996).

Antibiotik yang efektif bagi banyak spesies bakteri, baik kokus, basil maupun

spiril, dikatakan mempunyai spektrum luas. Sebaliknya, suatu antibotik yang hanya

Page 2: laporan antiseptik

efektif untuk spesies tertentu, disebut antubiotik yang spektrumnya sempit. Penisilin

hanya efektif untuk memberantas terutama jenis kokus, oleh karena itu penisilin

dikatakan mempunyai spectrum yang sempit. Tetrasiclin efektif bagi kokus, basil dan

jenis spiril tertentu. Oleh karena itu tetrasiclin dikatakan mempunyai spectrum luas

(Dwidjoseputro, 2003).

Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan

dan membunuh mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan

tubuh luar mahluk hidup seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa. Secara

umum, antiseptik berbeda dengan obat-obatan maupun disinfektan. Misalnya obat-

obatan seperti antibiotik dapat membunuh mikroorganisme secara internal, sedangkan

disinfektan berfungsi sebagai zat untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada

benda yang tidak bernyawa (Ayumi,2011).

Mekanisme kerja antiseptik terhadap mikroorganisme berbeda-beda, misalnya

saja dengan mendehidrasi (mengeringkan) bakteri, mengoksidasi sel bakteri,

mengkoagulasi (menggumpalkan) cairan di sekitar bakteri, atau  meracuni sel bakteri.

Beberapa contoh antiseptik diantaranya adalah yodium (povidene iodine 10%),

hydrogen peroksida,etakridin laktat (rivanol), dan alkohol (Ayumi,2011).

Berdasarkan mekanisme kerjanya dapat digolongkan menjadi (Jawetz et

al., 2005):

1.    Penghambatan pertumbuhan oleh analog

Dalam kelompok ini termasuk sulfonamida. Pada umumnya bakteri

memerlukan para-aminobensoat (PABA) untuk sintesis asam folat yang

diperlukan dalam sintesis purin. Sulfonamida memiliki struktur seperti PABA,

sehingga penggunaan sulfonamida menghasilkan asam folat yang tidak

berfungsi.

2.    Penghambatan sintesis dinding sel

Perbedaan struktur sel antara bakteri dan eukariot menguntungkan bagi

penggunaan bahan antimikrobial.

3.    Penghambatan fungsi membran sel

Page 3: laporan antiseptik

Membran sel bakteri dan fungi dapat dirusak oleh beberapa bahan

tertentu tanpa merusak sel inang. Polymxin berdaya kerja terhadap bakteri

Gram-negatif, sedangkan antibiotik polyene terhadap fungi. Namun demikian

penggunaan keduan antibiotik ini tidak dapat ditukar balik. Ini berarti bahwa

polymixin tidak berdaya kerja terhadap fungi. Hal ini disebabkan karena

membran sel bakteri pada umumnya tidak mengandung sterol, sedangkan pada

fungi ditemukan sterol. Polyene harus bereaksi dengan sterol dalam membran

sel fungi sebelum memp[unyai kemampuan merusak membran.

4.    Penghambatan Sintesis protein

Kebanyakan antibiotic ditemukan pada pelaksanaan "program

penapisan". program demikian yang dimulai dengan pengapungan dalam

cuplikan tanah melalui tahap sampai percobaan hewan. Pada uji deretan

pengenceran, antibiotic diencerkan dengan larutan biak yang telah ditanami

dengan kuman uji menurut tahap pengenceran.

Zat antimikroba adalah senyawa yang dapat membunuh atau menghambat

pertumbuhan mikroorganisme. Zat antimikroba dapat bersifat membunuh

mikroorganisme (microbicidal) atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme

(microbiostatic). Disinfektan yaitu suatu senyawa kimia yang dapat menekan

pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan benda mati seperti meja, lantai dan

pisau bedah. Adapun antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menekan

pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan tubuh, misalnya kulit. Efisiensi dan

efektivitas disinfektan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

Konsentrasi

Waktu terpapar

Jenis mikroba

Kondisi lingkungan: temperatur, pH dan jenis tempat hidup

E. Alat dan Bahan

Alat

1. Pelubang kertas

2. Cawan petri steril

Page 4: laporan antiseptik

3. Jarum inokulasi berkolong

4. Incubator

5. Pinset

Bahan

1. Biakan murni Staphyllococcus aureus dalam medium nutrien cair umur 1 x

24 jam

2. Biakan murni Eschericia coli dalam medium nutrien cair umur 1 x 24 jam

3. Medium lempeng NA

4. Bahan-bahan antisseptik, misalnya: sabun cuci, obat untuk luka

5. Kertas penghisap

6. Cotton bud steril

F. Cara Kerja

Menyediakan 2 medium lempeng NA steril dan diberi kode yang berbeda

Menginokulasikan secara merata masing-masing jenis biakan murni bakteri ke medium NA yang berbeda. Caranya dengan mencelupkan bakteri ke medium NA

sampai rata secara aseptik

Membuat beberapa guntingan kertas penghisap berbentuk cakram atau lingkaran (modifikasi dari paper disk). Memasukkan guntingan kertas penghisap tersebut masing-masing kedalam antiseptik yang digunakan dalam percobaan ini, lalu

membiarkan terendam selam ± 15 menit

Page 5: laporan antiseptik

G. Data Pengamatan

Table. Pengujian daya antimikroba antiseptic terhadap bakteri

NoNama

Bakteri

Diameter Zona Hambat (Cm)

Betadin (1) Iodine (2) Detol (3)

U1 U2 U1 U2 U1 U2

1 E.coli 1,5 cm 1,5 cm 1,2 cm 1,2 cm 3,3 cm 3,2 cm

Rata-rata 1,5 cm 1,2 cm 3,25 cm

2 S. aereus 1,7 cm 1,7 cm 1,8 cm 1,5 cm 3,7 cm 3,5 cm

Rata-rata 1,7 cm 1,65 cm 3,6 cm

Keterangan:

o Betadin providone iodine 10 % (1)

o Iodium pavidon providon iodine 10% setara iodium 1% (2)

o Detol chloroxylenol 4,8 % (3)

H. Analisis Data

Berdasarkan hasil data pengamatan dapat diketehui bahwa diameter zona

hambat pada pertumbuhan bakteri E.coli menggunakan antiseptic betadin

sebesar 1,5 cm, pada iodine sebesar 1, 2 cm. dan pada detol sebesar 3,25 cm.

Dari penganalisaan dapat diketahui bahwa diameter zona hambat pada

meletakkan guntingan kertas penghisap tersebut pada permukaan medium yang sudah diinokulasi bakteri di atas secara aseptik (dengan menggunakna pinset steril).

usahakan jarak antara cakram satu dengan yang lainnya cukup berjauhan, dan tidak terlalu dekat dengan tepi cawan petri

menginkubasikan kedua perlakuan bekteri pada suhu 370C selam 1 x 24 jam

mengukur diameter zone hambat pertumbuhan bakteri yang terdapat disekeliling kertas penghisap yang telah direndam dalam antiseptik tersebut.

Page 6: laporan antiseptik

pertumbuhan bakteri E.coli yang terdapat di sekeliling kertas penghisap yang

telah direndam detol adalah yang paling besar zona hambatnya.

Sedangkan pada diameter zona hambat pada pertumbuhan bakteri

S.aureus menggunakan antiseptic betadin sebesar 1,7 cm, pada iodine sebesar 1,

65 cm. dan pada detol sebesar 3,6 cm. Dari penganalisaan dapat diketahui bahwa

diameter zona hambat pada pertumbuhan bakteri S.aureus yang terdapat di

sekeliling kertas penghisap yang telah direndam detol adalah yang paling besar

zona hambatnya.

I. Pembahasan

Dalam praktikum ini, metode yang kami gunakan adalah

metode Paper disk. Metode cakram kertas merupakan metode

yang biasa digunakan untuk menguji aktivitas antimikroba

suatu antibiotik terhadap mikroorganisme patogen penyebab

penyakit. Metode ini lebih dikenal dengan metode Kirby-Bauer

(Cappucino and Sherman, 2001; Tortora et al., 2002). Metode

cakram kertas dapat juga dilakukan menggunakan suatu

silinder tidak beralas atau sumuran dan diisi dengan antibiotik

dalam jumlah tertentu, disebut agar well difussion. Kepekaan

mikroorganisme patogen terhadap antibiotik terlihat dari

ukuran zona bening yang terbentuk (Cappucino & Sherman,

2001).

Dalam uji ini bakteri yang digunakan adalah

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Menurut Jawetz et al.

(2005) Staphylococcus merupakan sel Gram positif berbentuk bola dengan

diameter 1 μm yang tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti

anggur. Kokus tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga tampak

dalam biakan cair. Staphylococcus bersifat patogen, nonmotil, dan memproduksi

katalase.

Staphylococcus tumbuh baik dalam kaldu pada suhu 37°C. Batas-batas

suhu pertumbuhannya ialah 15°C dan 40°C, sedangkan suhu pertumbuhan

optimum ialah 35°C, kuman ini bersifat anaerob fakultatif dan dapat tumbuh

dalam udara yang hanya mengandung hidrogen dan pH optimum untuk

Page 7: laporan antiseptik

pertumbuhan ialah 7,4. Staphylococcus tahan pada kondisi kering, temperatur

50°C selama 30 menit, dan natrium klorida 9% dan dihambat oleh heksaklorofen

3% (Jawetz et al., 2005).

Escherichia coli berbentuk batang pendek (kokobasil), Gram negatif,

ukuran 0,4-0,7 μm x 1,4 μm, sebagian besar gerak positif, dan beberapa strain

mempunyai kapsul. E. coli tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa

dipakai di laboratorium mikrobiologi. E. coli bersifat mikroaerofilik. E. coli

bersifat aerob dan juga fakultatif anaerob serta dapat memfermentasi laktosa

(Levinson, 2004). Beberapa strain E. coli menghasilkan hemolisis agar darah

(Jawetz et al., 2005).

Dalam praktikum ini antibiotic yang kami gunakan adalah

Dettol, Betadine, dan Iodine povidone. Bahan aktif dalam Dettol

adalah Chloroxylenol, dan bahan aktif yang terdapat pada

Betadine dan Iodine povidone adalah Povidone Iodine.

Selanjutnya adalah mengamati pengaruh antibiotic Dettol

terhadap mikroba Staphylococcus aureus dan E.coli. Pada

kemasan Dettol tertera memiliki bahan aktif Chloroxylenol.

Berdasarkan pengamatan, kami mendapatkan zona hambat

dari medium dengan mikroba Staphylococcus aureus adalah

3,6 cm, sedangkan zona hambat pada medium dengan E.coli

adalah 3,25 cm. Hal ini menunjukkan bahwa zona hambat

medium dengan E.coli adalah 3,6 cm lebih kecil 0,35cm

dibandingkan dengan medium dengan mikroba Staphylococcus

aureus. Hal ini berarti bahwa E.coli lebih resisten terhadap zat

aktif Chloroxylenol dari Dettol, dengan hasil zona hambat lebih

kecil.Namun, selisih zona hambat hanya selisih sedikit dan

sangat kecil sehingga daya resistensi dari kedua bakteri

tersebut juga tidak jauh berbeda.

Hl ini sesuai dengan peryataan dari Agung (2009) bahwa

Chloroxylenol (CH9ClO) dapat membunuh bakteri dengan

mengganggu membran sel bakteri yang akan menurunkan

kemampuan membran sel untuk memproduksi ATP sebagai

Page 8: laporan antiseptik

sumber energi. Chloroxylenol mempunyai spektrum

antimikroba yang luas, sehingga efektif digunakan untuk

bakteri gram positif dan gram negatif, jamur, ragi dan lumut.

Chloroxylenol memiliki keunggulan dalam hal toksisitas dan

sifat korosif yang rendah.

Hasil berbeda pengamat dapatkan saat mengamati

pengaruh antibiotic Betadine pada kedua bakteri tersebut. Zat

aktif yang ada di dalam betadine adalah iodine povidone. Zona

hambat pada medium dengan mikroba Staphylococcus aureus

adalah 1,7 cm, sedangkan zona hambat medium dengan

mikroba E.coli adalah 1,5 cm. hal tersebut menunjukkan bahwa

E.coli lebih resisten terhadap zat aktif pada betadine. Hal

tersebut terkait dengan dinding sel pada E.coli lebih kompleks

dinadingkan Staphylococcus aureus seperti yang dijelaskan

sebelumnya.

Yodium atau iodine biasanya digunakan dalam larutan

beralkohol (disebut yodium tinktur) untuk sterilisasi kulit

sebelum dan sesudah tindakan medis. Larutan ini tidak lagi

direkomendasikan untuk mendisinfeksi luka ringan karena

mendorong pembentukan jaringan parut dan menambah waktu

penyembuhan. Generasi baru yang disebut iodine

povidone (iodophore), sebuah polimer larut air yang

mengandung sekitar 10% yodium aktif, jauh lebih ditoleransi

kulit, tidak memperlambat penyembuhan luka,

dan meninggalkan deposit yodium aktif yang dapat

menciptakan efek berkelanjutan. Keuntungan antiseptik

berbasis yodium adalah cakupan luas aktivitas antimikrobanya.

Yodium menewaskan semua patogen utama berikut spora-

sporanya, yang sulit diatasi oleh disinfektan dan antiseptik lain

(Majalah Kesehatan, 2011).

Seperti antibiotic Betadine yang juga mengandung iodine

povidone. Menurut Agung (2011) Povidone iodine merupakan

Page 9: laporan antiseptik

salah satu antiseptik dari golongan halogen. Povidone iodine

merupakan kompleks antara iodium dengan polivinilpirolidon.

Bentuk kompleks ini merupakan bentuk iodofor, yaitu campuran

iodium dengan surfaktan yang bekerja sebagai pembawa dan

pelarut iodium. Golongan ini berdaya aksi dengan cara oksidasi,

namun tidak efektif untuk membunuh beberapa jenis bakteri

gram positif dan ragi.

Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan, zona

hambat pada medium dengan mikroba Staphylococcus aureus

adalah 1,65cm, sedangkan pada medium dengan mikroba E.coli

adalah 1,2 cm. hal ini sama dengan pengamatan pada antibiotic

Betadine bahwa E.coli lebih resisten terhadap Iodine

dibandingkan dengan Staphylococcus aureus, karena dinding

sel E.coli lebih kompleks dibandingkan dengan Staphylococcus

aureus.

Pada pengujian daya antibakteri beberapa macam

antiseptik dengan menggunakan metode paper disck memiliki

kelabihan dan kekurangan.Sesuai peryataan dari Jawetz et al.,

(2005) Kelebihannya adalah mudah dilakukan, tidak memerlukan

peralatan khusus dan relatif murah. Sedangkan kelemahannya

adalah ukuran zona bening yang terbentuk tergantung oleh

kondisi inkubasi, inokulum, predifusi dan preinkubasi serta

ketebalan medium. Apabila keempat faktor tersebut tidak

sesuai maka hasil dari metode cakram kertas relatif sulit untuk.

Selain itu, metode cakram kertas ini tidak dapat diaplikasikan

pada mikroorganisme yang pertumbuhannya lambat dan

mikroorganisme yang bersifat anaerob obligat.

J. Kesimpulan 1. Dettol memiliki daya antibakteri yang tinggi terhadap S. aureus dan

memiliki daya antibakteri rendah terhadap E.coli. E.coli lebih resisten

dibandingkan dengan S. aureus.

Page 10: laporan antiseptik

2. Betadin memiliki daya antibakteri yang tinggi terhadap S. aureus dan

memiliki daya antibakteri rendah terhadap E.coli. E.coli lebih resisten

dibandingkan dengan S. aureus.

3. Iodin povidone memiliki daya antibakteri yang tinggi terhadap S. aureus dan

memiliki daya antibakteri rendah terhadap E.coli. E.coli lebih resisten

dibandingkan dengan S. aureus.

4. Daerah zona hambat paling besar dimiliki oleh Dettol. Sehingga dettol

memiliki daya antibakteri yang tinggi dibandingkan dengan Betadine, dan

Iodin povidone.

K. Diskusi

1. Adakah perbedaan pengaruh masing-masing antiseptic terhadap kedua

spesies bakteri ini? Jelaskan !

Ada perbedaan, berdasarkan hasil data pengamatan dapat diketehui

bahwa diameter zona hambat pada pertumbuhan bakteri E.coli

menggunakan antiseptic betadin sebesar 1,5 cm, pada iodine sebesar 1, 2 cm.

dan pada detol sebesar 3,25 cm. Dari penganalisaan dapat diketahui bahwa

diameter zona hambat pada pertumbuhan bakteri E.coli yang terdapat di

sekeliling kertas penghisap yang telah direndam detol adalah yang paling

besar zona hambatnya.

Sedangkan pada diameter zona hambat pada pertumbuhan bakteri

S.aureus menggunakan antiseptic betadin sebesar 1,7 cm, pada iodine

sebesar 1, 65 cm. dan pada detol sebesar 3,6 cm. Dari penganalisaan dapat

diketahui bahwa diameter zona hambat pada pertumbuhan bakteri S.aureus

yang terdapat di sekeliling kertas penghisap yang telah direndam detol

adalah yang paling besar zona hambatnya.

Kandungan Betadin dan Iodin adalah Povidon Iodin bekerja

mengeluarkan iodine (bahan aktifnya) yang berperan dalam membunuh dan

menghambat pertumbuhan kuman seperti jamur, bakteri, virus dan protozoa.

Betadine yang digunakan untuk persiapan operasi (membersihkan areal

operasi) berbeda dengan betadine yang dikemas untuk penggunaan sehari-

hari. (Tin, 2012)

Page 11: laporan antiseptik

Kandungan dari dettol adalah chloroxylenol yang merupakan disinfektan

yang representatif dan antiseptik. Merupakan senyawa antimikroba yang

digunakan untuk mengendalikan bakteri, ganggang, dan jamur dalam

perekat, emulsi, cat, dan tangki pencuci, digunakan juga oleh lembaga

kesehatan seperti rumah sakit atau klinik. Chloroxylenol mempunya rumus

molekul dengan rumus : C8H9ClO. Chloroxylenol juga sering digunakan

dalam sabun antibakteri seperti Dettol dan salep. Chloroxylenol dapat

antibakterial karena gangguan membran sel potensi. (Ali, 2012)

Kedua jenis bakteri E.coli dan S.aereus memiliki kerentangan yang

berbeda, yang mana merupakan sifat spesifik dari bakteri tersebut dalam

kemampuan memepertahankan hidupnya.

2. Mengapa bakteri yang diuji harus dibiakkan lebih dulu dalam medium cair

selama 1x24 jam?

Agar bakteri tersebut dapat berkembang biak sehingga dapat diperoleh data

yang valid karena dapat terlihat zona hambat nya.

3. Mengapa terbentuk zone hambat disekitar kertas penghisap yang telah

direndam dalam antiseptic?

Karena antibiotic melakukan beberapa mekanisme, menurut Tin (2012)

memaparkan mekanisme dari kerja antibiotic sebagai berikut.

Mekanisme kerja antibiotik antara lain:

1. Antibiotik menghambat sintesis dinding sel mikroba.

Ada antibiotik yang merusak dinding sel mikroba dengan

menghambat sintesis ensim atau inaktivasi ensim, sehingga

menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering menyebabkan sel lisis.

Antibiotik ini meliputi penisilin, sepalosporin, sikloserin, vankomisin,

ristosetin dan basitrasin. Antibiotik ini menghambat sintesis dinding sel

terutama dengan mengganggu sintesis peptidoglikan. Dinding sel bakteri

menentukan bentuk karakteristik dan berfungsi melindungi bagian dalam

sel terhadap perubahan tekanan osmotik dan kondisi lingkungan lainnya.

Di dalam sel terdapat sitoplasma ailapisi dengan membran sitoplasma

yang merupakan tempat berlangsungnya proses biokimia sel. Dinding sel

bakteri terdiri dari beberapa lapisan. Pada bakteri gram positif struktur

Page 12: laporan antiseptik

dinding selnya relatif sederhana dan gram negatif relatif lebih komplek.

Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas lapisan peptidoglikan

relatif tebal, dikelilingi lapisan teichoic acid dan pada beberapa spesies

mempunyai lapisan polisakarida. Dinding sel bakteri gram negatif

mempunyai lapisan peptidoglikan relatif tipis, dikelilingi lapisan

lipoprotein, lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa protein.

Peptidoglikan pada kedua jenis bakteri merupakan komponen yang

menentukan rigiditas pada gram positif dan berperanan pada integritas

gram negatif. Oleh karena itu gangguan pada sintesis komponen ini dapat

menyebabkan sel lisis dan dapat menyebabkan kematian sel. Antibiotik

yang menyebabkan gangguan sintesis lapisan ini aktivitasnya akan lebih

nyata pada bakteri gram positif. Aktivitas penghambatan atau

membinasakan hanya dilakukan selama pertumbuhan sel dan

aktivitasnya dapat ditiadakan dengan menaikkan tekanan osmotik media

untuk mencegah pecahnya sel. Bakteri tertentu seperti mikobakteria dan

halobakteria mempunyai peptidoglikan relatif sedikit , sehingga kurang

terpengaruh oleh antibiotik grup ini. Sel selama mensintesis

peptidoglikan memerlukan enzim hidrolase dan sintetase. Untuk menjaga

sintesis supaya normal, kegiatan kedua enzim ini harus seimbang satu

sama lain. Biosintesis peptidoglikan berlangsung dalam beberapa

stadium dan antibiotik pengganggu sintesis peptidoglikan aktif pada

stadium yang berlainan. Sikloserin terutama menghambat enzim

racemase dan sintetase yang berperan dalam pembentukan dipeptida.

Vankomisin bekerja pada stadium kedua diikuti oleh basitrasin, ristosetin

dan diakhiri oleh penisilin dan sefalosporin yaitu menghambat

transpeptidase. Perbedaan antara sel mamalia dan bakteri yaitu dinding

sel luar bakteri tebal dengan membran sel menentukan bentuk sel dan

memberi ketahanan terhadap tekanan osmotik. Karena struktur dinding

sel mamalia tidak sama dengan dinding sel bakteri, maka antibiotik yang

mempunyai aktivitas mengganggu sintesis dinding sel mempunyai

toksisitas selektif sangat tinggi.

2. Antibiotik mengganggu membran sel mikroba.

Page 13: laporan antiseptik

Dinding sel bakteri bagian bawah adalah lapisan membran sel

lipoprotein yang dapat disamakan dengan membran sel pada manusia.

Membran ini mempunyai sifat permeabilitas selektif dan berfungsi

mengontrol keluar masuknya substansi dari dan ke dalam sel, serta

memelihara tekanan osmotik internal dan ekskresi waste products. Selain

itu membran sel juga berkaitan dengan replikasi DNA dan sintesis

dinding sel. Oleh karena itu substansi yang mengganggu fungsinya akan

sangat lethal terhadap sel. Beberapa antibiotik yang dikenal mempunyai

mekanisme kerja mengganggu membran sel yaitu antibiotik peptida

(polimiksin, gramisidin, sirkulin, tirosidin, valinomisin) dan antibiotik

polyene (amphoterisin, nistatin, filipin). Membran sel merupakan lapisan

molekul lipoprotein yang dihubungkan dengan ion Mg. Sehingga agen

chelating yang berkompetisi dengan Mg selama pembentukan membran,

dapat meningkatkan permeabilitas sel atau menyebabkan sel lisis.

Beberapa antibiotik bersatu dengan membran dan berfungsi sebagai

iondphores.yaitu senyawa yang memberi jalan masuknya ion abnormal.

Proses ini dapat mengganggu biokimia sel, misalnya gramicidin.

Polimiksin dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat

pada fosfolipid membran sel. Sehingga polimiksin lebih aktip terhadap

bakteri gram negatif daripada gram positif yang mempunyai jumlah

fosfor lebih rendah. Antibiotik polyene hanya bekerja pada fungi tetapi

tidak aktif pada bakteri. Dasar selektivitas ini, karena mereka bekerja

berikatan dengan sterol yang ada pada membran fungi dan organisme

yang lebih tinggi lainnya. Secara in vitro polyene dapat menyebabkan

hemolisis, karena diduga membran sel darah merah mengandung sterol

sebagai tempat aktivitas antibiotik polyene. Amfoterisin B juga dapat

digunakan untuk infeksi sistemik tetapi sering disertai efek samping

anemia hemolitik. Kerusakan membran sel dapat menyebabkan

kebocoran sehingga komponen-komponen penting di dalam sel seperti

protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain dapat mengalir keluar.

Diduga struktur membran ini ada pada mamalia, oleh karena itu

antibiotik ini mempunyai toksisitas selektif relatif kecil dibanding

Page 14: laporan antiseptik

antibiotik yang bekerja pada dinding sel bakteri, sehinggadalam

penggunaan sistemik antibiotik ini relatip toksik, untuk mengurangi

toksisitasnya dapat digunakan secara topical.

3. Antibiotik menghambat sintesis protein dan asam nukleat mikroba.

Sel mikroba dalam memelihara kelangsungan hidupnya perlu

mensintesis protein yang berlangsung di dalam ribosom bekerja sama

dengan mRNA dan tRNA, gangguan sintesis protein akan berakibat

sangat fatal dan antimikroba dengan mekanisme kerja seperti ini

mempunyai daya antibakteri sangat kuat. Antibiotik kelompok ini

meliputi aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin,

kloramphenikol, novobiosin, puromisin. Penghambatan biosintesis

protein pada sel prokariot ini bersifat sitostatik, karena mereka dapat

menghentikan pertumbuhan dan pembelahan sel. Bila sel dipindahkan ke

media bebas antibiotik, mereka dapat tumbuh kembali setelah antibiotik

berkurang dari sel kecuali streptomisin yang mempunyai aktivitas

bakterisida. Pengaruh zat ini terhadap sel eukariot diperkirakan

sitotoksik. Beberapa penghambat ribosom 80s seperti puromisin dan

sikloheksimid sangat toksik terhadap sel mamalia, oleh karena itu tidak

digunakan untuk terapi, sedang tetrasiklin mempunyai toksisitas relatip

kecil bila digunakan oleh orang dewasa. Tetrasiklin menghambat

biosintesis protein yang terdapat pada ribosom 80s dan 70s. Erytromisin

berikatan dengan ribosom 50s. Streptomisin berikatan dengan ribosom

30s dan menyebabkan kode mRNA salah dibaca oleh tRNA, sehingga

terbentuk protein abnormal dan non fungsional. Asam nukleat

merupakan bagian yang sangat vital bagi perkembangbiakan sel. Untuk

pertumbuhannya, kebanyakan sel tergantung pada sintesis DNA, sedang

RNA diperlukan untuk transkripsi dan menentukan informasi sintesis

protein dan enzim. Ada beberapa jenis RNA yaitu t-RNA, r-RNA, m-

RNA, masing-masing mempunyai peranan pada sintesis protein. Begitu

pentingnya asam nukleat bagi sel, maka gangguan sintesis DNA atau

RNA dapat memblokir pertumbuhan sel. Namun antimikroba yang

mempunyai mekanisme kegiatan seperti ini pada umumnya kurang

Page 15: laporan antiseptik

selektif dalam membedakan sel bakteri dan sel mamalia. Antimikroba ini

umumnya bersifat sitotoksik terhadap sel mamalia. Sehingga

penggunaan antimikroba jenis ini harus hati-hati dan selektif yaitu yang

sifat sitotoksiknya masih dapat diterima. Seperti asam nalidiksat dan

rifampisin, karena aktivitasnya sangat kuat dalam menghambat

pertumbuhan, maka anti mikroba dengan mekanisme seperti ini sering

digunakan sebagai anti-tumor. Antimikroba yang mempengaruhi sintesis

asam nukleat dan protein mempunyai mekanisme kegiatan pada tempat

yang berbeda, antara lain: Antimikroba mempengaruhi replikasi DNA,

seperti bleomisin, phleomisin, mitomisin, edeine, porfiromisin.

Antimikroba mempengaruhi transkripsi, seperti aktinomisin, kromisin,

ekonomisin, rifamisin, korisepin, streptolidigin. Antimikroba

mempengaruhi pembentukan aminoacyltRNA, seperti borrelidin.

Antimikroba mempengaruhi translasi, antara lain kloramphenikol,

streptomisin, neomisin, kanamisin, karbomisin, crytromisin, linkomisin,

fluidic acid, tetrasiklin. Antimikroba yang mempengaruhi sintesis protein

dan asam nukleat, mayoritas aktif pada bagian translasi dan diantara

mereka banyak yang berguna dalam terapi. Karena mekanisme translasi

antara sel bakteri dan sel eukariot berbeda, maka mungkin mereka

memperlihatkan toksisitas selektif .

4. Antibiotik mengganggu metabolisme sel mikroba.

Antibiotik dapat dikatakan sebagai perusak kehidupan, atau dapat

disebut juga suatu zat kimiawi yang dihasilkan oleh mikroorganisme

yang mempunyai kemampuan, dalam larutan encer, untuk menghambat

pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lainnya.

Dari beberapa mekanisme dari kerja antibiotic (antiseptic) dapat

diketahui bahwa terbentuknya zona hambat dikarenakan mekanisme dari

kerja antibiotic (antiseptic).

Menurut Islamiyah, dkk (2010) faktor perbedaan ukuran zona

hambat dapat disebkan sebagai berikut.

Page 16: laporan antiseptik

karena adanya perbedaan konsentrasi senyawa aktif yang bersifat

sebagai antimikroba pada masing-masing konsentrasi dan jenis sampel

uji. Konsentrasi bahan kimia akan mempengaruhi pertumbuhan

mikroorganisme. Dalam konsentrasi kecil bersifat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme (Lay,1994) dan dengan konsentrasi yang

tinggi akan menyebabkan lebih banyak kematian mikroorganisme

(Hewitt dan Stephen, 1989). Juga, menurut Barnet (1992) perbedaan

besarnya daerah hambatan untuk masing-masing konsentrasi dapat

diakibatkan antara lain perbedaan besar kecilnya konsentrasi atau banyak

sedikitnya kandungan zat aktif antimikroba yang terkandung di

dalamnya serta kecepatan difusi bahan antimikroba ke dalam medium

(Lay, 1994). Faktor-faktor lain yang juga dianggap dapat mempengaruhi

antara lain kepekaan pertumbuhan bakteri, reaksi antara bahan aktif

dengan medium dan temperatur inkubasi. Beberapa faktor yang juga

mempengaruhi hal ini antara lain adalah pH lingkungan, komponen

media, stabilitas obat, ukuran inokulum, waktu inkubasi dan aktivitas

metabolik mikroorganisme.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Sri. 2009. Pemeriksaan Bilangan Bakteri Dan Pengaruh Beberapa Perlakuan

Terhadap Penurunan Bilangan Bakteri Pada Mouthpiece Alat Musik Tiup Marching

Band Di Jatinangor. Farmaka, Volume 7 Nomor1,April2009.

(Online),3http://farmasi.unpad.ac.id/farmaka/files/2011/05/PEMERIKSAAN-

BILANGAN-BAKTERI-DAN-PENGARUH-BEBERAPA-PERLAKUAN-

TERHADAP-PENURUNAN-BILANGAN-BAKTERI.pdf diakses 27 November

2011).

Page 17: laporan antiseptik

Ali. 2012. Chloroxylenol. (online), (http://thelounge-kaskus.

com/2012/01/chloroxylenol-si-antiseptik-efektif.pdf), diakes pada tanggal 26

November 2013

Cappuccino, J. G. & Natalie. S. 1983. Microbiology A Laboratory Manual. Addison-

Wesley Publishing Company, New York.

Dwijoseputro. 1994. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djembatan

Islamiyah.dkk. (2010). Potensi Ekstrak Metanol Cacing Tanah Lokal Makasar Perionyx

Excavatus Sebagai Antibakteri Terhadap Beberapa Spesies Bakteri Patogen.

(online), (http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fmipa201029.pdf),

diakses pada tanggal 26 November 2013

Jawetz, E., Joseph M., and Edward A., 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Nugrogo, E.,

Maulany, R. F., alih bahasa; Setiawan, I., editor. Jakarta : Penerbit EGC. Halaman :

188-190.

Lutfi Ahmad. 2004. Kimia Lingkungan. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional

Majalah Kesehatan. 2011. Mengenal Antiseptik. (Online),

(http://majalahkesehatan.com/mengenal-antiseptik/, diakses 27 November 2013

Putra, 2011. Metode Cakram. (Online),

(http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2011/06/03/metode-cakram/, diakses 23

November 2013)

Titin, S. 2012. Laporan Praktikum Antibiotik. (online), (sunshinetitin.

com/2012/07/laporan-praktikum-antibiotika.pdf), diakses pada tanggal 26

November 2013

Widjajanti, U, Nuraini, 1996. Obat-obatan. Kanisus, Yogyakarta