laporan aplikasi metode pengukuran vegetasi
TRANSCRIPT
LATIHAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN
LATIHAN V
APLIKASI METODE PENGUKURAN VEGETASI
Disusun Oleh :
Nama : Firlita Nurul Kharisma
NIM : A420120008
Kelompok : 3
Korektor : Dodik Luthfianto, M.Si
Nilai :
LABORATORIUM BIOLOGIPROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah suatu negara kepulauan yang memiliki hutan tropika terbesar
kedua di dunia, kaya dengan keanekaragaman hayati dan dikenal sebagai salah satu
dari 7 (tujuh) negara megabiodiversity kedua setelah Brazilia. Distribusi tumbuhan
tingkat tinggi yang terdapat di hutan tropis Indonesia lebih dari 12 % (30.000) dari
yang terdapat di muka bumi (250.000). Sebagaimana telah diketahui bersama,
tumbuh-tumbuhan tersebut telah dimanfaatkan manusia dalam kehidupan, sejak awal
peradaban seperti untuk sandang, pangan, papan, energi, dan sumber ekonomi.
Dewasa ini sumber daya hutan baik hutan alam maupun hutan tanaman yang
ada di hampir sebagian besar wilayah Indonesia telah mengalami penurunan fungsi
secara drastis dimana hutan tidak lagi berfungsi secara maksimal sebagai akibat dari
eksploitasi kepentingan manusia baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja.penyelamatan hutan seperti dibuatnya hutan Wanagama ini adalah suatu
upaya dalam menanggulangi suatu bencana.
Bentuk komunitas disuatu tempat ditentukan oleh keadaan dan sifat-sifat
individu sebagai reaksi terhadap faktor lingkungan yang ada, dimana individu ini akan
membentuk populasi didalam komunitas tersebut. Komunitas secara dramatis berbeda
beda dalam kekayaan spesiesnya (species richness), jumlah spesies yang mereka
miliki. Mereka juga berbeda dalam hubungannya dalam kelimpahan relatif (relative
abundance) spesies. Beberapa komunutas terdiri dari beberapa spesies yang umum
dan beberapa spesies yang jarang, sementara yang lainnya mengandung jumlah
spesies yang sama dengan jumlah spesies yang semuanya umum ditemukan
(Campbell, 2004).
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis
suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai
dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat
seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus
diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 2000).
2
Komunitas yang mempunyai keanekaragaman tinggi lebih stabil dibandingkan
dengan komunitas yang memiliki keanekaaragaman jenis rendah.
Analisa vegetasi adalah salah satu cara untuk mempelajari tentang susunan
(komposisi) jenis dan bentuk struktur vegetasi (masyarakat tumbuhan). Analisi
vegetasi dibagi atas tiga metode yaitu minimal area, metode kuadrat dan metode jalur
atau transek. Dalam analisa vegetasi tumbuhan dikenal metode transek, metode plot
dan metode loop. Untuk itulah percobaan ini dilakukan.
B. Permasalahan
1. Apakah pengertian dari vegetasi ?
2. Metode apa sajakah yang digunakan dalam perhitungan populasi tanaman ?
3. Apa sajakah komponen tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi ?
C. Tujuan
1. Mengidentifikasi populasi dan komunitas yang ada di lokasi pengamatan.
2. Mengetahui metode perhitungan populasi tanaman.
3. Menerapkan metode perhiitungan populasi tanaman.
4. Menghitung indeks keanekaragaman, dominansi spesies dari suatu vegetasi.
D. Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian vegetasi.
2. Mahaasiswa dapat mengidentifikasi populasi dan komunitas yang ada di lokasi
pengamatan.
3. Mengetahui metode perhitungan populasi tanaman.
4. Menerapkan metode perhiitungan populasi tanaman.
5. Menghitung indeks keanekaragaman, dominansi spesies dari suatu vegetasi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Vegetasi (dari bahasa Inggris: vegetation) dalam ekologi adalah istilah untuk
keseluruhan komunitas tetumbuhan. Vegetasi merupakan bagian hidup yang tersusun dari
tetumbuhan yang menempati suatu ekosistem. Beraneka tipe hutan, kebun, padang rumput,
dan tundra merupakan contoh-contoh vegetasi.Analisis vegetasi biasa dilakukan oleh
ilmuwan ekologi untuk mempelajari kemelimpahan jenis serta kerapatan tumbuh tumbuhan
pada suatu tempat (Sumardi, 2004).
Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk
(struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Untuk suatu kondisi hutan yang luas,
maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan sampling, artinya kita cukup
menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili habitat tersebut. Dalam sampling ini
ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh
dan teknik analisa vegetasi yang digunakan.
Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membentuk populasinya,
dimana sifat – sifatnya bila di analisa akan menolong dalam menentukan struktur komunitas.
Sifat – sifat individu ini dapat dibagi atas dua kelompok besar, dimana dalam analisanya akan
memberikan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Analisa kuantitatif meliputi :
distribusi tumbuhan (frekuensi), kerapatan (density), atau banyaknya (abudance) (Ewusie,
2000).
Dalam menganalisis vegetasi, ada beberapa macam metode yang dapat digunakan.
Ada yang menggunakan petak contoh (plot) dan ada yang tak menggunakan petak contoh
(plot less). Metode yang menggunakan petak contoh (plot) di antaranya adalah metode
kuadrat, sedangkan yang tidak menggunakan petak contoh adalah titik menyinggung (point
intercpt), Point Centered Quarter Methods, dll. Pemilihan metode ini tergantung pada tipe
vegetasi, tujuan, ketersediaan dana, waktu, tenaga, dan kendala-kendala lainnya. Analisa
vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi
atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan
sampling, artinya cukup dengan menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili habitat
tersebut (Marsono, 2004).
4
Three management implications are supported. First, highway agencies can manage
roadside vegetation using similar techniques, as vegetation and site conditions are similar
along most high-ways. Secondly, as roadsides appear to be optimal growing sites for non-
native and in many cases invasive species, management goals established by highway
agencies should include developing techniques for limiting the establishment and spread of
non-native species and, conversely, encouraging the establishment and spread of native
species. Thirdly, certain invasive species, which use highway corridors as migration routes,
out-compete native vegeta-tion and pose a threat to adjacent forest communities, should be
targeted for control (Ross, 2002).
Caranya adalah dengan mendaftarkan jenis-jenis yang terdapat pada petak kecil,
kemudian petak tersebut diperbesar dua kali dan jenis-jenis yang ditemukan kembali
didaftarkan. Pekerjaan berhenti sampai dimana penambahan luas petak tidak menyebabkan
penambahan yang berarti pada banyaknya jenis. Luas minimun ini ditetapkan dengan dasar
jika penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari 5-10%.
Untuk luas petak awal tergantung surveyor, bisa menggunakan luas 1m x1m atau 2m x 2m
atau 20m x 20m, karena yang penting adalah konsistensi luas petak berikutnya yang
merupakan dua kali luas petak awal dan kemampuan pengerjaannya dilapangan (Sumardi,
2004).
Cara peletakan petak contoh ada dua, yaitu cara acak (random sampling) dan cara
sistematik (systematic sampling), random samping hanya mungkin digunakan jika vegetasi
homogen, misalnya hutan tanaman atau padang rumput (artinya, kita bebas menempatkan
petak contoh dimana saja, karena peluang menemukan jenis bebeda tiap petak contoh relatif
kecil). Sedangkan untuk penelitian dianjurkan untuk menggunakan sistematik sampling,
karena lebih mudah dalam pelaksanaannya dan data yang dihasilkan dapat bersifat
representative. Bahkan dalam keadaan tertentu, dapat digunakan purposive sampling
(Kusumawati, 2008).
Dalam pengambilan contoh kuadrat, terdapat empat sifat yang harus dipertimbangkan
dan diperhatikan, karena hal ini akan mempengaruhi data yang diperoleh dari sample.
Keempat sifat itu adalah: ukuran petak, bentuk petak, jumlah petak, dan cara meletakkan
petak di lapangan (Kimball, 2005).
5
BAB III
METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Rafia : 35 meter
b. Pathok : 20 buah
c. Counter : secukupnya
d. Kertas karton : secukupnya
e. Buku flora : secukupnya
f. Alat tulis : secukupnya
g. Tabel pengamatan : secukupnya
2. Bahan
Vegetasi
B. Cara Kerja
Prosedur pelaksanaan :
Hari : Minggu
Tanggal : 8 Desember 2013
Waktu : 09.30-11.00 WIB
Tempat : Wanagama
Simulasi
1. Dilakukan di lingkungan UMS dan ukuran petak masing-masing sebesar 5 cm dan
kelipatannya.
2. Mencatat dan menghitung organisme yang dilihat dalam petak yang telah dibuat.
Praktik Lapangan
1. Memilih satu lingkungan untuk aplikasi perhitungan vegetasi yang berada di
kawasan atau di lokasi yang telah ditentukan dan menentukan batas-batasnya.
2. Menentukan petak contoh 1 ditengah komunits tersebut, ini tergantung pada
luasan areal dan keragaman jenisnya. Namun demikian petak contoh yang lazim
digunakan untuk permulaan petak contoh untuk tanaman herba adalah 0,5 m x
0,5 m.
6
3. Mencatat jumlah jenis yang terdapat pada petak contoh tabel lembar data.
4. Memperluas petak contoh satu menjadi dua kali lipatnya (petak contoh 2) dan
mencatat pertambahan jenis yang terdapat pada petak contoh 2 tersebut.
5. Memperluas petak contoh 2 menjadi dua kali lipatnya (petak contoh 3) dan
mencatat pertambahan jenisnya yang terdapat pada petak contoh 3.
6. Memberhentikan pertambahan petak contoh bila tidak ada kenaikan jumlah jenis
atan penambahan jenis sudah tidak berarti atau kurang 10%.
Gambar contoh petak kurva spesies area
Keterangan :
Petak contoh 1 = 0,25 m2
Petak contoh 2 = 0,5 m2
Petak contoh 3 = 0,75 m2
Petak contoh 4 = 1 m2
C. Pengumpulan dan Analisis Data
Pengumpulan data menggunakan metode, antara lain:
1. Metode eksperimen yaitu metode percobaan yang sistematis dan berencana
untuk membuktikan kebenaran suatu teori. Dalam hal ini ingin membuktikan
bahwa adanya berbagai macam spesies dalam vegetasi di hutan Wanagama.
2. Metode observasi adalah metode pengamatan, dalam hal ini mengamati
berbagai macam spesies dalam vegetasi di hutan Wanagama.
Analisis deskriptif menggambarkan tentang ringkasan data-data
penelitian selain itu analisis ini merupakan salah satu jenis metode penelitian yang
berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Pada
penelitian ini didapatkan bahwa terdapatnya berbagai macam spesies dalam vegetasi di
hutan Wanagama.
7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
No. Nama SpeciesPetak Jumlah
PopulasiI II III 1V
1. Tanaman A 1 2 0 2 5
2. Tanaman B 2 0 1 0 3
3. Tanaman C 3 2 12 15 32
4. Tanaman D 1 1 0 0 2
5. Tanaman E 1 0 0 0 1
6. Tanaman F 1 0 0 1 2
7. Tanaman G 0 1 0 0 1
8. Tanaman H 0 2 2 3 7
9. Tanaman I 0 1 0 0 1
10. Tanaman J 0 0 1 10 11
11. Tanaman K 0 0 0 1 1
12. Tanaman L 0 0 0 1 1
Jumlah Total Populasi 67
Perhitungan :
1. INDEKS DOMINAN
SHANNON
a. Tanaman A
C =
C =
C = 0,049 (rendah )
b. Tanaman B
C =
C =
C = 0,0016 (rendah )
c. Tanaman C
C =
8
C =
C = 0,22 (rendah )
d. Tanaman D
C =
C =
C = 0,0009 (rendah )
e. Tanaman E
C =
C =
C = 0,000225 (rendah )
f. Tanaman F
C =
C =
C = 0,0009 (rendah )
g. Tanaman G
C =
C =
C = 0,000225 (rendah )
h. Tanaman H
C =
C =
C = 0,01 (rendah )
i. Tanaman I
C =
C =
C = 0,000225 (rendah )
j. Tanaman J
C =
C =
C = 0,0256 (rendah )
k. Tanaman K
C =
C =
C = 0,000225 (rendah )
l. Tanaman L
C =
C =
C = 0,000225 (rendah )
2. INDEKS
KEANEKARAGANMAN
a. Tanaman A
Ds = 1 –
9
Ds = 1 –
Ds = 1 – 0,0047
Ds = 0,9953
(Keanekaragaman tinggi)
b. Tanaman B
Ds = 1 –
Ds = 1 –
Ds = 1 – 0,0014
Ds = 0,9986
( Keanekaragaman tinggi )
c. Tanaman C
Ds = 1 –
Ds = 1 –
Ds = 1 – 0,235
Ds = 0,765
(Keanekaragaman tinggi )
d. Tanaman D
Ds = 1 –
Ds = 1 –
Ds = 1 – 0,00047
Ds = 0,999
(Keanekaragaman tinggi )
e. Tanaman E
Ds = 1 –
Ds = 1 –
Ds = 1 – 0
Ds = 1 (Keanekaragaman
tinggi )
f. Tanaman F
Ds = 1 –
Ds = 1 –
Ds = 1 – 0,00047
Ds = 0,999
(Keanekaragaman tinggi )
g. Tanaman G
Ds = 1 –
Ds = 1 –
Ds = 1 – 0
Ds = 1 (Keanekaragaman
tinggi)
h. Tanaman H
Ds = 1 –
10
Ds = 1 –
Ds = 1 – 0,009
Ds = 0,991
(Keanekaragaman tinggi )
i. Tanaman I
Ds = 1 –
Ds = 1 –
Ds = 1 – 0
Ds = 1 (Keanekaragaman
tinggi )
j. Tanaman J
Ds = 1 –
Ds = 1 –
Ds = 1 – 0,026
Ds = 0,974
(Keanekaragaman tinggi )
k. Tanaman K
Ds = 1 –
Ds = 1 –
Ds = 1 – 0
Ds = 1 (Keanekaragaman
tinggi )
l. Tanaman L
Ds = 1 –
Ds = 1 –
Ds = 1 – 0
Ds = 1 (Keanekaragaman
tinggi )
11
3. KERAPATAN POPULASI
Luas area = 200 cm x 200 cm
= 40.000 cm 2
= 4 m2
a. Tanaman A
KP =
=
= 1,25
Jadi, kerapatan populasi
tanaman A adalah 2
individu / m2
b. Tanaman B
KP =
=
= 0,75
Jadi, kerapatan populasi
tanaman B adalah 1
individu / m2
c. Tanaman C
KP =
=
= 8
Jadi, kerapatan populasi
tanaman C adalah 8
individu / m2
d. Tanaman D
KP =
=
= 0,5
Jadi, kerapatan populasi
tanaman D adalah 1
individu / m2
e. Tanaman E
KP =
=
= 0,25
Jadi, kerapatan populasi
tanaman E adalah 1
individu / m2
f. Tanaman F
KP =
=
= 0,5
Jadi, kerapatan populasi
tanaman F adalah 1
individu / m2
g. Tanaman G
12
KP =
=
= 0,25
Jadi, kerapatan populasi
tanaman G adalah 1
individu / m2
h. Tanaman H
KP =
=
= 1,75
Jadi, kerapatan populasi
tanaman H adalah 2
individu / m2
i. Tanaman I
KP =
=
= 0,25
Jadi, kerapatan populasi
tanaman I adalah 1
individu / m2
j. Tanaman J
KP =
=
= 2,75
Jadi, kerapatan populasi
tanaman J adalah 3
individu / m2
k. Tanaman K
KP =
=
= 0,25
Jadi, kerapatan populasi
tanaman K adalah 1
individu / m2
l. Tanaman L
KP =
=
= 0,25
Jadi, kerapatan populasi
tanaman L adalah 1
individu / m2
4. KERAPATAN RELATIF
Rumus =
x 100 %
a. Tanaman A13
KR=
x 100 %
= x 100 %
= 8,7 %
b. Tanaman B
KR= x 100 %
=
c. Tanaman C
KR= x 100 %
=
d. Tanaman D
KR= x 100 %
=
e. Tanaman E
KR= x 100 %
=
14
f. Tanaman F
KR= x 100 %
=
g. Tanaman G
KR= x 100 %
=
h. Tanaman H
KR= x 100 %
=
i. Tanaman I
KR= x 100 %
=
j. Tanaman J
KR= x 100 %
=
k. Tanaman K
KR= x 100 %
=
l. Tanaman L
15
KR= x 100 %
=
Bahan Diskusi
1. Flora yang paling dominan adalah tanaman C (Leersia hexandra) yaitu terdapat
32 tanaman, pada petak 1 ada 3 tanaman, petak 2 ada 2 tanaman , petak 3
terdapat 12 tanaman, dan petak 4 ada 15 tanaman.
2. Keanekaragaman speciesnya adalah tinggi, berdasarkan data yang diperoleh
dari perhitungan indeks keanekaragaman.
3. Faktor yang mempengaruhi keanekaragaman vegetasi tertentu :
a. Faktor elevasi : yaitu faktor tinggi rendahnya tempat di permukaan bumi.
Tempat-tempat yang ketinggiannya berbeda, misalnya dataran rendah,
dataran tinggi, dan gunung yang tinggi mengakibatkaan perbedaan jenis
tumbuhan.
b. Faktor kesuburan tanah : perbedaan tingkat kesuburan tanah di tiap-tiap
daerah di muka bumi akan menyebabkan perbedaan flora di daerah tersebut,
c. Faktor iklim : tipe-tipe yang berbeda antara daerah yang satu dengan daerah
yang lain mengakibatkan corak flora berbeda pula.
d. Faktor biologis : faktor biologis timbul dari saling mempengaruhi antara
tumbuh-tumbuhan itu sendiri. Selain itu, pengaruh manusia terhadap
penyebaran dan kelestarian flora sangat besar.
B. Pembahasan
Hutan Wanagama terletak di Kecamatan Playen dan Kecamatan Patuk,
Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta. Hutan Wanagama merupakan hutan buatan
yang dibuat oleh fakultas kehutanan, Universitas Gadjah Mada. Tujuan dibuat hutan
tersebut adalah sebagai penghijauan karena lahan yang tandus. Pada awal
pembangunannya, Wanagama merupakan bukit gundul yang tandus dan kering.
Kehidupan di lokasi ini dimulai ketika tim dari Fakultas Kehutanan UGM melakukan
penghijauan dengan teori pembelukaran. Mereka menanam sebanyak mungkin jenis
16
tanaman pionir yang mampu memperbaiki kondisi tanah, tata air, dan iklim mikro.
Tanaman pionir yang didominasi jenis legum memiliki kemampuan mengikat nitrogen
di udara sehingga sanggup menyuburkan tanah. Kesuburan tanah juga didongkrak dari
tumpukan biomassa humus yang berasal dari pembusukan daun. Hasil dari teori
pembelukaran ini baru bisa dinikmati setelah kurun waktu 10-15 tahun.
Bahwa hutan yang sehat terbentuk apabila faktor-faktor biotik dan abiotik
dalam hutan tersebut tidak menjadi faktor pembatas dalam pencapaian tujuan
pengelolaan hutan saat ini maupun masa akan datang. Kondisi hutan sehat ditandai
oleh adanya pohon-pohon yang tumbuh subur dan produktif, akumulasi biomasa dan
siklus hara cepat, tidak terjadi kerusakan signifikan oleh organisme pengganggu
tumbuhan, serta membentuk ekosistem yang khas.
Ekosistem hutan yang sehat terbentuk setelah hutan mencapai tingkat
perkembangan klimaks, yang ditandai oleh tajuk berlapis, pohon-pohon penyusun
terdiri atas berbagai tingkat umur, didominasi oleh pohon-pohon besar, serta adanya
rimpang yang terbentuk karena matinya pohon. Ekosistem hutan yang sehat tercapai
bila tempat tumbuhnya dapat mendukung ekosistem untuk memperbaharui dirinya
sendiri secara alami, mempertahankan diversitas penutupan vegetasi, menjamin
stabilitas habitat untuk flora dan fauna, serta terbentuknya hubungan fungsional di
antara komunitas tumbuhan, hewan dan lingkungan.
Kesehatan hutan dan kesehatan ekosistem tersebut menunjukkan bahwa
keduanya merupakan tingkatan-tingkatan integrasi biologis. Konsekuensinya ialah
antara keduanya mempunyai karakteristik yang sama, namun demikian terdapat
perbedaan yang fundamental. Aspek kesehatan ekosistem lebih berhubungan dengan
pola penutupan vegetasi dalam kisaran kondisi-kondisi ekologi yang luas, sedangkan
kesehatan hutan lebih menekankan pada kondisi untuk memperoleh manfaatnya.
Analisis vegetasi hutan memerlukan hal yang diperhitungkan yaitu terkait
dengan nilai penting yang didapatkan dari praktikum lapangan ini. Analisa ini
digunakan untuk mengetahui struktur dan jenis vegetasi hutan Wanagama. Dengan
mendeskripsikan tumbuhan maka dapat dihitung komposisi, struktur,
kerapatan/kelimpahan, frekuensi/sebaran dan penutupan tajuk dari spesies yang
ditemukan.
Struktur vegetasi merupakan susunan anggota komunitas vegetasi pada suatu
area yang dapat dinilai dari tingkat kerapatan (kerapatan) individu dan diversitas
17
(keanekaragaman) jenis. Struktur hutan Wanagama tersusun atas berbagai kerapatan
tumbuhan dengan lingkungan abiotik yang mendukung berlangsungnya hutan tersebut.
Struktur vegetasi pada penelitian ini didasarkan pada kelimpahan jenis spesies dan
sebaran/frekuensi pada tiap plot. Pada studi vegetasi yang telah dilakukan, ditemukan
12 jenis tanaman yang berbeda.
Indeks nilai penting yang diukur yaitu kerapatan dan frekuensi. Kerapatan (kerapatan)
merupakan banyaknya individu persatuan luas atau volume. Kerapatan terbesar
ditunjukkan pada spesies tanaman C (Leersia hexandra) dengan kerapatan relatif
sebesar 34,8 % dengan karakter morfologi bentuk bangun daun garis, ujung daun
runcing, pangkal daun runcing, daun bertulang sejajar,permukaan daun berkerut dan
warna daun hijau. Kerapatan terkecil ditunjukkan oleh spesies E, G, I, K dan L,
dengan jumlah kerapatan relatif sebesar 4,3 %.
Dari hasil yang didapatkan bahwa indeks dominan dari semua tanaman yang
ditemukan adalah rendah karena kurang dari 0,3. Indeks keanekaragaman (kelimpahan
spesies dalam komunitas atau vegetasi) dari semua tanaman adalah tinggi karena lebih
dari 0,5. Kerapatan populasi ditentukan dengan jumlah individu persatuan luas area
sedangkan kerapatan relative terbesar adalah tanaman C (Leersia hexandra) sebesar
34,8 %.
Kemelimpahan/kerapatan yang terjadi adalah keseluruhan jumlah tumbuhan
pada semua plot yang paling dominan yaitu tanaman C (Leersia hexandra). Kerapatan
tidak mempengaruhi besar kecilnya frekuensi.
Persebaran dan adaptasi tumbuhan merupakan faktor yang mempengaruhi struktur
hutan Wanagama. Lapisan yang terdapat di hutan Wanagam ada tiga yaitu lapisan
dasar/semak (tumbuhan merumput), lapisan tengah (perdu), dan lapisan atas. Vegetasi
hutan akan nampak ketika terjadi pergantian musim dan cuaca. Luas penutupan tajuk
adalah luas daerah yang dihuni tumbuhan. Penutupan tersebut menggambarkan adanya
penguasaan pada daerah tersebut yaitu ditunjukkan dengan peneduhan oleh batang,
daun, cabang jika dilihat dari sisi atas. Pada praktikum lapangan ini tidak dilakukan
pengamatan mengenai luas penutupan tajuk. Ini dikarenakan pada saat penelitian
kurangnya penyinaran oleh matahari dan faktor cuaca yang saat itu hujan, sehingga
tidak terlihat luas penutupan tajuk oleh tumbuhan di hutan Wanagama.
Sruktur vegetasi di hutan Wanagama dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik
lainnya. Faktor biotik seperti adanya semut, rayap, jamur maupun dekomposer lain
18
yang membantu proses pertumbuhan tumbuhan. Faktor abiotik seperti tanah yang
lembab dan kaya akan air yang di atasnya terdapat potongan ranting, daun dan
serasah-serasah yang kaya mengandung humus juga akan mempengaruhi faktor
biotiknya. Jika serasah-serasah tersebut didekomposisi oleh dekomposer, maka akan
menjadikan tanah menjadi subur. Suhu, pH, kelembaban, ketinggian maupun
intensitas cahaya juga berpengaruh pada vegetasi hutan Wanagama. Iklim yang
mendukung dapat mempengaruhi kemelimpahan dan keberagaman spesies yang
tumbuh di hutan Wanagama.
Metode yang digunakan dalam vegetasi hutan Wanagama adalah metode
quadran biasa disebut dengan plot less method karena tidak membutuhkan plot
dengan ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa titik. Metode ini cocok digunakan
pada individu yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan perhitungan satu per
satu akan membutuhkan waktu yang sangat lama, biasanya metode ini digunakan
untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks. Metode kuadran merupakan
bentuk percontohan atau sampel dapat berupa segiempat atau lingkaran yang
menggambarkan luas area tertentu. Tujuan hutan itu sendiri adalah sebagai
penanggulangan erosi dan lahan yang tandus menjadi hijau kembali (penghijauan).
Potensi hutan di Wanagama dapat sebagai penanggulangan pengikisan tanah di daerah
sekitarnya.
Faktor yang mempengaruhi keanekaragaman vegetasi tertentu :
a. Faktor elevasi : yaitu faktor tinggi rendahnya tempat di permukaan bumi. Tempat-
tempat yang ketinggiannya berbeda, misalnya dataran rendah, dataran tinggi, dan
gunung yang tinggi mengakibatkaan perbedaan jenis tumbuhan.
b. Faktor kesuburan tanah : perbedaan tingkat kesuburan tanah di tiap-tiap daerah di
muka bumi akan menyebabkan perbedaan flora di daerah tersebut,
c. Faktor iklim : tipe-tipe yang berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang
lain mengakibatkan corak flora berbeda pula.
d. Faktor biologis : faktor biologis timbul dari saling mempengaruhi antara tumbuh-
tumbuhan itu sendiri. Selain itu, pengaruh manusia terhadap penyebaran dan
kelestarian flora sangat besar.
19
BAB V
SIMPULAN
1. Hutan Wanagama mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan yang melimpah karena
hutan tersebut menyajikan berbagai jenis tumbuhan dan jumlah spesies/ kemelimpahan
yang nyata.
2. Penelitian yang telah dilakukan dengan metode Quadrat Sampling Tecnique tepat
digunakan untuk mengetahui vegetasi hutan tersebut.
3. Jenis-jenis tumbuhan yang diperoleh dari pengamatan yaitu sebanyak 12 spesies dengan
luas area 4 m2 (4 petak).
4. Flora yang mendominasi pada petak kelompok 3 adalah tanaman C (Leersia hexandra)
dengan jumlah 32 spesies, sedangkan tanaman yang paling sedikit adalah tanaman E, G,
I, K dan L.
5. Struktur vegetasi dilihat dari nilai penting yaitu kerapatan relative.
6. Faktor biotik pada hutan Wanagama seperti adanya semut, rayap, jamur maupun
dekomposer lain yang membantu proses pertumbuhan. Faktor abiotik seperti tanah yang
lembab dan kaya akan air yang di atasnya terdapat potongan ranting, daun dan serasah-
serasah yang kaya mengandung humus.
7. Metode yang digunakan menggunakan metode quadran, metode ini cocok digunakan
pada individu yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan perhitungan satu per satu
akan membutuhkan waktu yang sangat lama, biasanya metode ini digunakan untuk
vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks. Metode kuadran merupakan bentuk
percontohan atau sampel dapat berupa segiempat atau lingkaran yang menggambarkan
luas area tertentu.
20
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A.2004.Biologi Jilid 3.Jakarta: Erlangga.
Ewusie, J. Y.2000. Pengantar Ekologi Tropika Bandung: ITB.
Kimbal, J.W.2005.Biologi Jilid 3 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Kusumawati, J.2008.Analisis Struktur Vegetasi Tumbuhan Hubungannya dengan
Ketersediaan Air Tanah di Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar.Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Marsono, Djoko.2004.Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup.Yogyakarta :
BIGRAF Publishing.
Ross, S.M.2002.Vegetation changes on highway verges in south-east Scotland. Journal of
Biogeography, 13, 109 – 117.
Sumardi dan S.M, Widyastuti.2004.Dasar-dasar Perlindungan Hutan.Yogyakarta: UGM
Press.
Syafei, Eden Surasana.2000.Pengantar Ekologi Tumbuhan.Bandung: ITB.
21