laporan bentang alam struktural

Upload: boymosanservandasinamo

Post on 15-Oct-2015

22 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Baca danPahami:D

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Maksud Memahami tentang bentang alam struktural Mengetahui proses-proses yang membentuk bentang alam struktural Mengetahui macam-macam bentang alam struktural Memahami interpretasi peta topografi pada bentang alam struktural

1.2 Tujuan Dapat memahami tentang bentang alam struktural Dapat mengetahui proses-proses yang membentuk bentang alam struktural Dapat mengetahui macam-macam bentang alam fluvial Dapat memahami interpretasi peta topografi pada bentang alam structural

1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan PraktikumHari/Tanggal : Pukul : 15.30 selesai Tempat: Ruang Seminar Gedung Pertamina Sukowati

BAB IIPERHITUNGAN MORFOMETRI

2.1 Perhitungan Persen Kelerengan Sayatan pada Satuan Struktural Rapat

Panjang Sayatan : Sayatan 1 : 0.5 cmd= 0.5 25000 = 12500 cm = 125 m Sayatan 2 : 0.5 cmd= 0.5 25000 = 12500 cm = 125 m Sayatan 3 : 0.7 cmd= 0.7 25000 = 17500 cm = 175 m Sayatan 4 : 1.1 cmd= 1.1 25000 = 27500 cm = 275 m Sayatan 5 : 0.8 cmd= 0.8 25000 = 20000 cm = 200 m Persen Lereng Sayatan 1 : Sayatan 2 : Sayatan 3 : Sayatan 4 : Sayatan 5 : Rata-Rata % Lereng =

Beda TinggiTitik Tertinggi Titik Terendah = 709 227= 482 mBerdasarkan klasifikasi relief Van Zuidam, kontur rapat daerah Yogyakarta dengan rata-rata % lereng 37,93% dan beda tinggi 482 m termasuk berbukit terjal.

2.2 Perhitungan Persen Kelerengan Sayatan pada Struktural Renggang

Panjang Sayatan : Sayatan 1 : 2.3 cmd= 2.3 25000 = 57500 cm = 575 m Sayatan 2 : 1.2 cmd= 1.2 25000 = 30000 cm = 300 m Sayatan 3 : 1.3 cmd= 1.3 25000 = 32500 cm = 325 m Sayatan 4 : 1.4 cmd= 1.4 25000 = 35000 cm = 350 m Sayatan 5 : 2.1 cmd= 2.1 25000 = 52500 cm = 525 m Persen Lereng Sayatan 1 : Sayatan 2 : Sayatan 3 : Sayatan 4 : Sayatan 5 : Rata-Rata % Lereng =

Beda TinggiTitik Tertinggi Titik Terendah = 263-136 = 127 mBerdasarkan klasifikasi relief Van Zuidam, satuan struktural renggang daerah Yogyakarta dengan rata-rata % lereng 16.13% dan beda tingginya 127 m termasuk daerah berbukit bergelombang.

BAB IIIPEMBAHASAN

Praktikum Geomorfologi yang dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 18 Maret 2014 di Ruang Seminar Gedung Pertamina Sukowati ini dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap peta topografi dengan nomor lembar peta 47/XXII-lKegiatan yang dilakukan pada saat praktikum adalah membentuk deliniasi dari kenampakan peta topografi untuk bisa menginterpretasi bentang alam structural daerah Yogyakarta dimana dilakukan dengan cara memisahkan kontur rapat dan kontur renggang. Berikut lah hasil yang didapatkan setelah membentuk delinasi.Bentang alam struktural adalah bentang alam yang pembentukkannya dikontrol oleh struktur geologi daerah yang bersangkutan. Struktur geologi yang paling banyak berpengaruh terhadap pembentukan morfologi adalah struktur geologi sekunder, yaitu struktur yang terbentuk setelah batuan itu ada. Biasanya terbentuk oleh adanya proses endogen yaitu proses tektonik yang mengakibatkan adanya pengangkatan, patahan, dan lipatan, yang tercermin dalam bentuk topografi dan relief yang khas. Bentuk relief ini akan berubah akibat proses eksternal yang berlangsung kemudian. 3.1 Satuan Struktural RapatPada peta topografi yang termasuk satuan struktural rapat adalah kontur yang sangat rapat dan rapat. Pada satuan strutural rapat sendiri di beri warna ungu tua. Pada daerah tersebut di beri warna ungu tua dan dikategorikan sebagai satuan structural rapat karena memiliki ketinggian dan kerapatankontur pada peta topografi. Setelah dilakukannya deliniasi, pengerjaan berikutnya merupakan pembuatan lima sayatan yang melewati lima garis kontur, garis-garis sayatan tersebut dibuat tersebar merata. Sayatan-sayatan tersebut kemudian dihitung untuk mendapatkan persen lereng yang kemudian dirata-ratakan menjadi rata-rata persen lereng. Setelah dilakukan penghitungan, didapatkanlah nilai dari rata-rata persen lereng pada satuan struktural rapat sebesar 37, 93% dan beda tingginya yang dihitung dari selisih titik tertinggi dan titik terendah pada satuan structural rapat sebesar 482 m maka satuan structural rapat ini dapat dikategorigan termasuk berbukit terjal(Van Zuidam,1983).Pada kenampakan peta topografi daerah yang berstruktural rapat ini menunjukkan adanya struktur geologi yang berupa sesar dan lipatan. Sesar tersebut diindikasikan dengan melihat adanya anak sungai yang keluar dari jalur seharusnya dengan kata lain membelok di suatu titik tertentu serta perbedaan ketinggian yang tajam. Lipatan sendiri ditunjukkan dengan adanya kontur renggang yang diapit oleh kontur-kontur rapat di dekatnya. Selain struktur, pola pengaliran juga dapat di interpretasi dari kenampakan peta topografi. Pada daerah ini pola pengaliran sungainya lebih mengarah ke pola pengaliran dendritik yang pola pengalirannya berbentuk seperti pohon dan cabang-cabangnya berarah tidak beraturan. Pola pengaliran ini juga mendukung bahwa pada daerah structural rapat ini mengindikasikan adanya struktur geologi yang berupa lipatan.Pada satuan structural rapat ini, litologi nya dapat diinterpretasikan yaitu berupa hardrock. Dikatakan seperti karena hardrock tersebut memiliki kekerasan dan tingkat kompaksi yang tinggi. Sehingga pada satuan structural rapat ini memiliki ketinggian yang lebih daripada sturuktural renggang. Karena tingkat erosi pada batuan hardrock sangat kecil.Jika dilihat dari elevasi atau ketinggian di atas permukaan laut, daerah ini belum bisa dikatakan sebagai daerah yang sangat tinggi sehingga penduduk memanfaatkannya sebagai pembukaan ladang atau kebun. Selain itu daerah ini juga bisa dimanfaatkan sebagai daerah penelitian atau sebagai objek studi geologi. Walaupun demikian potensi negatif berupa longsor jua patut diwaspadai.

3.2 Satuan Struktural RenggangPada peta topografi yang termasuk satuan struktural renggang adalah kontur yang renggang. Pada satuan strutural renggang sendiri di beri warna ungu cerah. Pada daerah tersebut di beri warna ungu cerah dan dikategorikan sebagai satuan structural renggang karena memiliki ketinggian yang lebih rendah dari kontur rapat dan kerrenggangn kontur pada peta topografi. Pada stuktural renggang termasuk didalamnya yaitu daerah-daerah yang landai.Setelah dilakukannya deliniasi, pengerjaan berikutnya merupakan pembuatan lima sayatan yang melewati lima garis kontur, garis-garis sayatan tersebut dibuat tersebar merata. Sayatan-sayatan tersebut kemudian dihitung untuk mendapatkan persen lereng yang kemudian dirata-ratakan menjadi rata-rata persen lereng. Setelah dilakukan penghitungan, didapatkanlah nilai dari rata-rata persen lereng pada satuan struktural renggang sebesar 16,13% dan beda tingginya yang dihitung dari selisih titik tertinggi dan titik terendah pada satuan structural renggang sebesar 127 m maka satuan structural rapat ini dapat dikategorigan termasuk berbukit gelombang(Van Zuidam,1983).Pada satuan ini dilalui oleh sungai utama maupun sungai anak sungai sehingga kemungkinan di daerah ini terdapat sesar karena sungai dapat terbentuk akibat adanya zona lemah yang dipengaruhi oleh tenaga endogen. Proses geomorfik yang terjadi pada daerah ini di interpretasikan lebih didominasi oleh tenaga eksogen daripada endogennya yang meliputi erosi oleh aliran sungai dan organisme yang hidup di sekitarnya. Aliran air menyebabkan pendalaman dan pelebaran sungai sedangkan pengaruh organisme dapat menyebabkan terjadinya pelapukan dan melalui peoses transportasi diakhiri dengan pengendapan.Pola pengaliran pada daerah ini termasuk pola pengaliran dendritik karena anak sungai terlihat mengalir dengan arah atau pola tidak beraturan seperti pohon dan cabangnya. Pola ini terbentuk pada daerah dengan resistensi batuan yang sama atau seragam. Oleh kerena itu litologi yang mungkin dijumpai pada daerah ini berupa batuan yang terkategori sebagai softrock.Daerah ini sudah termasuk dataran yang rendah berdasarkan rata-rata ketinggian disetiap titiknya sehingga penduduk sudah dapat menjangkau daerah untuk dimanfaatkan sebagai pertanian dan pemukiman. Namun walaupun demikian potensi negative berupa longsor dan banjir bisa saja terjadi sehingga patut untuk diwaspadai.

3.3 Satuan FluvialSatuan Fluvial merupakan satuan geomorfologi yang pembentukannya erat hubungannya dengan proses fluviatil. Proses fluviatil yang dimaksud adalah semua proses yang terjadi di alam baik fisika, maupun kimia yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk permukaan bumi, yang disebabkan oleh aksi air permukaan, baik yang merupakan air yang mengalir secara terpadu (sungai), maupun air yang tidak terkonsentrasi ( sheet water). Satuan fluvial berkaitan dengan kenampakan yang terbentuk oleh aliran air atau sungai.Pendeliniasian satuan fluvial dilakukan dengan memberi warna hijau yang mana yang di beri warna hijau hanyalah sungai utamanya saja. Dari penampangan peta topografi pola pengaliran sungainya masuk dalam pola pengaliran dendritik karena anak sungainya mengalir dengan arah tidak beraturan. Hal itu disebabkan karena tingkat resistensi batuan pada daerah ini sama atau seragam sehingga aliran air sungai dapat mengalir ke segala arah menciptakan pola dengan banyak cabang.Sungai pada bentang alam ini memiliki 3 stadia sungai. Hal itu didebabkan karena perbedaaan kelerengan atau slope dari masing masing sungai baik sungai utama maupun anak sungai. Sungai utama masuk dalam stadia dewasa dan stadia sungai karena berada pada kelerengan yang rendah sehingga tingkat erosi lateral lebih dominan sehingga lebih lebar. Selain itu juga dari penampakan peta topografi pada sungai utamanya ditunjukkan dengan adanya meander di beberapa bagian sungai dan juga banyaknya lekukan-lekukan. Sedangkan anak sungai masuk dalam stadia muda karena gradien atau kemiringannya relatif curam dan juga dari kenampakan topografinya menunjukkan pola yang lurus serta lembah sungai membentuk profil V.Oleh karena itu proses fluvial yang terjadi pada daerah ini tentu saja dipengaruhi oleh erosi dalam hal ini adalah erosi akibat air. Selain oleh erosi proses transportasi dan sedimentasi juga turut serta dalam mengontrol bentang ala mini. Sehingga proses geomorfiknya dominan dikontrol oleh tenaga eksogen berupa erosi air. Potensi positif dan tata guna lahan yang ada pada daerah ini antara lain adalah sumber irigasi, pertanian, pemukiman dan penambangan pasir. Namun potensi negatif berupa banjir sangat mungkin terjadi.

BAB IVPENUTUP4.1 Kesimpulan Bentang alam struktural adalah bentang alam yang pembentukkannya dikontrol oleh struktur geologi daerah yang bersangkutan. Pada perhitungan morfometri struktural rapat di dapat hasil rata-rata persentase kelerengan 37,93 % dan beda ketinggian 482 m termasuk Berbukit Terjal(Van Zuidam, 1985) sedangkan pola pengalirannya termasuk pola pengaliran dendritik Pada perhitungan morfometri struktural renggang di dapat hasil rata-rata persentase kelerengan 16,13 % dan beda ketinggian 127 m termasuk Berbukit Bergelombang (Van Zuidam, 1985) dengan pola pengaliran dendritik. Pada daerah fluvial pola pengalirannya berupa pola pengaliran dendritik dan sangat dipengaruhi oleh proses geomorfik berupa erosi.

4.2 Saran Sebaiknya daerah structural rapat digunakan atau dimanfaatkan sebagai objek studi geologi Sebaiknya daerah structural renggang digunakan atau dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan

DAFTAR PUSTAKAStaff assisten Praktikum Geomorfologi dan Geofoto.2008.Buku Panduan Praktikum Geomorfologi dan Geofoto.Teknik Geologi, Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah

Endarto, Danang. 2005. Pengantar Geologi Dasar. Surakarta: UNS PressAsisten Geomorfologi. 2013. Panduan Praktikum Geomorfologi.Semarang: Teknik Geologi Undip.

1