laporan eksplorasi bb.docx
TRANSCRIPT
EKSPLORASI AGENS HAYATICENDAWAN ENTOMOPATOGEN Beauveria bassianaDARI SERANGGA HAMA PADA PERTANAMAN PADI
DINAS PERTANIAN PROVINSI BANTENBPTPH PROVINSI BANTEN
LABORATORIUM WILAYAH II LEBAK-PANDEGLANG2015
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pengendalian hayati dengan pemanfaatan musuh alami
merupakan pengendalian ramah lingkungan yang mendapatkan
perhatian dan dikembangkan untuk menanggulangi serangan OPT
pangan dan hortikultura. Pemanfaatan agens hayati di Jawa Timur pada
saat ini merupakan pengendalian OPT yang banyak dikembangkan. Hal
ini disebabkan karena dalam penerapan pengendalian hayati untuk
menekan serangan OPT terdapat keunggulan dibandingkan dengan
penggunaan pestisida, seperti bisa dibuat sendiri oleh petani, mudah dan
murah serta efektif dalam mengendalikan OPT, selain itu tidak
berdampak negatif terhadap lingkungan. Untuk itu perlu dicari atau
dilakukan eksplorasi, indentifikasi, inventarisasi dan dikembangkan
potensi agens hayati yang ada di wilayah Laboratorium Wilayah II lebak -
Pandeglang.
Pemanfaatan agens hayati untuk mengendalikan patogen masih
populer dan sangat berpotensi. Teknik eksplorasi merupakan kegiatan
mencari sumberdaya alam agens hayati yang tersebar di alam. Pada
prinsipnya dapat dilakukan untuk berbagai agens hayati antara lain
predator, parasitoid, patogen serangga maupun agens antagonis.
Penentuan suatu agens hayati yang berpotensi dalam mengendalikan
patogen tanaman tidak terjadi dengan sendirinya. Agens hayati yang ada
dan sudah terbukti mampu mengendalikan patogen tanaman diperoleh
dengan melalui proses yang panjang.
Banyak penelitian yang membuktikan bahwa cendawan
entomopatogen Beauveria bassiana efektif dalam mengendalikan hama.
Selain itu cendawan tersebut juga memiliki spektrum yang luas, yaitu
dapat mengendalikan beberapa jenis hama seperti walang sangit,
belalang, ulat, tungau, kepik dan lain sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut maka Laboratorium Wilayah II lebak -
Pandeglang, melaksanakan kegiatan eksplorasi guna memperoleh
cendawan entomopatogen Beauveria bassiana dari lapang dengan teknik
dan perlakuan yang sederhana, dan selanjutnya untuk dikembangkan
sebagai isolat atau biakan murni yang kemudian dapat dikembangkan
secara massal oleh petani pengembang agens hayati.
I.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan eksplorasi ini adalah untuk mendapatkan
bahan pengendali OPT yang berwawasan lingkungan dan dapat
dimanfaatkan untuk mengendalikan OPT di tingkat lapangan.
I.3 Manfaat
Tersedianya bahan pengendali OPT berupa agens hayati yang
berwawasan lingkungan dan dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan
OPT di tingkat lapangan.
II. PELAKSANAAN
II.1Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di
Laboratorium Wilayah II lebak - Pandeglang.
II.2Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain media Potato
Dextrose Agar (PDA), kapas, aquades, kertas tissue dan alumunium foil.
Sedangkan alat yang digunakan meliputi tabung reaksi, pengaduk,
petridish, autoklaf, gelas benda, timbangan, spatula, Erlenmeyer,
mikroskop, kamera, dan jarum oose.
II.3Metode Kerja
Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan eksplorasi adalah
sebagai berikut:
a. Mencari serangga terinfeksi cendawan di pertanaman padi milik petani.
b. Serangga terinfeksi yang ditemukan dimasukan ke dalam cawan petri
plastik berdiameter 9 cm, yang telah dialasi dengan kertas saring, lalu
ditutup rapat untuk menghindari kelembaban udara.
c. Serangga yang terinfeksi cendawan permukaannya disterilkan dengan
natrium hipoklorit 1% atau alkohol 70% selama tiga menit.
d. Kemudian dibilas air steril sebanyak tiga kali dan dikeringanginkan
diatas kertas saring steril.
e. Lalu serangga tersebut diletakkan dalam cawan petri (diameter 9 cm)
berisi tissue lembab steril dan diinkubasikan untuk merangsang
tumbuhnya cendawan.
f. Cendawan yang keluar dari tubuh serangga diambil dengan jarum
inokulasi, dibiakan pada media PDA (Potato Dextrose Agar) dan
diinkubasikan selama tujuh hari pada suhu 23-25OC.
g. Cendawan tersebut lalu diidentifikasi berdasarkan bentuk
morfologinya.
III. HASIL EKSPLORASI
Pada serangga yang terserang B. bassiana tampak tubuh
serangga mengeras, berubah warna menjadi hitam kecoklatan dan juga
terdapat masa spora yang berwarna putih. Warna koloni isolat B.
bassiana secara makroskopis adalah putih, sedangkan secara
mikroskopis konidia berwarna hialin, berbentuk bulat dan memiliki satu
sel. Hal ini mendukung hasil penelitian Suharto et al., (1998) yang
menyatakan spora B. bassiana berbentuk bulat, bersel satu, hialin dan
terbentuk secara tunggal pada sterigma yang pendek.
C DGambar 2. Koloni cendawan B. bassiana (a), dan konidia B.
bassiana pembesaran 40 kali (b)
Cendawan B. bassiana memiliki ciri khas yaitu koloni berwarna
putih, konidiofora menggembung di bagian dasar dan meruncing di
bagian tempat konidia melekat sehingga nampak zig-zag setelah konidia
dihasilkan. Konidia berbentuk hialin, bulat bersel satu dan kering,
terbentuk sendiri-sendiri pada stigma yang pendek. Konidia cendawan
berukuran 2,0-3,0 x 2,0-2,5 µm. bentuk konidiofor zig-zag sebagai ciri
khas dari genus Beauveria (Samson, 1981).
Serbuk konidia B. bassiana yang mempunyai viabilitas baik bila
ditempatkan dalam air maka dalam waktu 24-48 jam akan membengkak
dan menghasilkan satu atau lebih tabung kecambah yang berdinding
tipis. Tiga puluh jam kemudian tabung kecambah bertambah panjang dan
membentuk hipa-hipa yang bercabang-cabang pendek. Beberapa cabang
tersebut tumbuh tegak dan berkembang menjadi konidiofora. Konidia B.
bassiana berkelompok dalam satu rangkaian yang tebal.
Proses reproduksi B. bassiana terjadi dalam waktu tujuh hari
setelah perkecambahan. Reproduksi cendawan ini terjadi secara aseksual
dengan membentuk konidia. Konidia terbentuk pada ujung serta sisi-sisi
konidiofora dan melekat pada stigma yang pendek. Pertumbuhan konidia
mengikuti pola berselang-seling, sehingga setelah konidia masak dan
terlepas dari konidiofora tampak berbentuk zig-zag. Konidia cendawan
terbentuk secara soliter akan terlepas dan berkecambah apabila berada
pada lingkungan yang lembab.
Mortalitas walang sangit oleh cendawan patogenik dapat
disebabkan karena kontak konidia pada tubuh serangga dan faktor suhu
dan kelembaban. Menurut Surtikanti & Yasin (2009), peningkatan
mortalitas terjadi apabila antara larva dengan spora cendawan terjadi
kontak. Pada saat terjadi kontak, spora membentuk tabung kecambah
dan mensekresikan enzim untuk melunakan kutikula larva sehingga spora
dapat masuk ke tubuh larva. Pertumbuhan spora dalam tubuh larva akan
menyebabkan terganggunya seluruh aktivitas organ dan berakibat pada
kematian larva. Disamping itu juga cendawan B. bassiana memproduksi
toksin Beauvericin yang mengakibatkan gangguan pada fungsi
hemolimfa, gangguan inti sel serangga inang dan hilang kesadaran
Cendawan entomopatogen yang masuk kedalam tubuh serangga,
dianggap oleh serangga sebagai non-self kemudian respon immun
diaktifkan yaitu suatu respon yang dibuat oleh sistem immun serangga
untuk mengatasi invasi organisme asing. Keefektifan cendawan
entomopatogen dalam menginfeksi inang dapat dipengaruhi oleh
kerapatan spora, frekuensi aplikasi, umur inang, tempat penyimpanan
cendawan entomopatogen dan media biakan.
IV. KESIMPULAN
1. Isolat cendawan entomopatogen yang berasal dari walang sangit
merupakan cendawan B. bassiana.
2. Keefektifan cendawan entomopatogen dalam menginfeksi inang dapat
dipengaruhi oleh kerapatan spora, frekuensi aplikasi, umur inang,
tempat penyimpanan cendawan entomopatogen dan media biakan.
DAFTAR PUSTAKA
Samson, R. A. 1981. Identification: Enthomophatogenic Deuteromycetes. Dalam H. D. Burges (Ed) Microbial Control of Pest and Plant Disease 19710-1980. New York: Academic Press.
Suharto, Trisusilowati EB & Purnomo H. 1998. Kajian aspek fisiologik Beauveria bassiana dan virulensinya terhadap Helicoverpa armigera. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 4(2): 112-119.
Surtikanti & Yasin M. 2009. Keefektifan entomopatogenik Beauveria bassiana Vuill. dari berbagai media tumbuh terhadap Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) di laboratorium. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Hlm.358-362.