laporan farfis

19
I. JUDUL Kelarutan Intrinsik Obat II. TUJUAN Memperkenalkan konsep dan proses pendukung sistim kelarutan obat dan menentukan parameter kelarutan zat III. DASAR TEORI Kelarutan dapat didefinisikan dalam dua hal yaitu secara kualitatif dan secara besaran kuantitatif. Secara kualitatif kelarutan dapat didefinisikan sebagai kadar jenuh solute dalam sejumlah solven pada suhu tertentu yang menunjukan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solute dengan solven telah terjadi dan membentuk dispersi molekuler yang homogen. Sedangkan secara besaran kuantitatif kelarutan didefinisikan sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu. Suatu larutan dikatakan larutan jenuh apabila terjadi kesetimbangan antara fase solute dan fase solute dalam larutan yang bersangkutan. Variabel-variabel yang dapat dipilih untuk penetapan kelarutan diru,uskan oleh aturan fase gibbs, yaitu F = C – P + 2. F = Derajat Kebebasan ( variabel, misal: T,P,C ) C = Jumlah komponen P = Jumlah fase Kelarutan dapat diungkapkan melalui banyak cara antara lain dengan menyatakan jumlah pelarut ( dalam ml ) yang dibutuhkan untuk setiap gram solute, dengan 1

Upload: mirazizaamanda

Post on 26-Dec-2015

32 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mas aji maaf ya aku share disini..

TRANSCRIPT

Page 1: laporan farfis

I. JUDUL

Kelarutan Intrinsik Obat

II. TUJUAN

Memperkenalkan konsep dan proses pendukung sistim kelarutan obat dan

menentukan parameter kelarutan zat

III. DASAR TEORI

Kelarutan dapat didefinisikan dalam dua hal yaitu secara kualitatif dan secara

besaran kuantitatif. Secara kualitatif kelarutan dapat didefinisikan sebagai kadar jenuh

solute dalam sejumlah solven pada suhu tertentu yang menunjukan bahwa interaksi

spontan satu atau lebih solute dengan solven telah terjadi dan membentuk dispersi

molekuler yang homogen. Sedangkan secara besaran kuantitatif kelarutan

didefinisikan sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur

tertentu. Suatu larutan dikatakan larutan jenuh apabila terjadi kesetimbangan antara

fase solute dan fase solute dalam larutan yang bersangkutan. Variabel-variabel yang

dapat dipilih untuk penetapan kelarutan diru,uskan oleh aturan fase gibbs, yaitu

F = C – P + 2.

F = Derajat Kebebasan ( variabel, misal: T,P,C )

C = Jumlah komponen

P = Jumlah fase

Kelarutan dapat diungkapkan melalui banyak cara antara lain dengan

menyatakan jumlah pelarut ( dalam ml ) yang dibutuhkan untuk setiap gram solute,

dengan pendekatan yang berupa perbandingan misal : 1 bagian solute dapat larut

dalam 100-1000 bagian solven disebut sukar larut, fraksimol dan molar.

Kelarutan suatu zat (solute) dalam solven tetrtentu digambarkan sebagai like

disolves like (senyawa atau zat yang strukturnya menyerupai akan saling melarutkan ),

yang penjabarannya didasarkan atas polaritas antara solven dan solute yang

dinyatakan dengan tetapan dielektrikum atau momen dipol, ikatan hidrogen, ikatan

van der waals (london) atau ikatan elektrostatik yang lain.

Kelarutan gas dalam cairan dipengaruhi tekanan, suhu, salting out dan reaksi

kimia sedangkan perhitungan kelarutan dapat dilakukan menurut hukum Henry

(tetapan α) maupun koefisien absorbsi bunsen (tetapan α). Kelarutan cairan dapat

digolongkan menjadi dua atas dasar ada atau tidaknya penyimpangan terhadap hukum

Raoult. Disebut larutan ideal (larutan nyata = real solution) apabila tidak ada

1

Page 2: laporan farfis

penyimpangan terhadap hukum raoult dan disebut larutan non ideal apabila ada

penyimpangan. Dalam hal ini perlu diperhatikan tentang sistemnya (tercampur

sempurna atau sebagian), pengaruh zat asing, komponen penyusun (binair/tenair),

tetapan dielektrik, hubungan molekuler, dan luas permukaan molekuler.

Kelarutan zat padat dalam cairan merupakan masalah yang lebih komplek

tetapi paling banyak dijumpai dalam kefarmasian. Asumsi dasar untuk kelarutan zat

padat dalam (sebagai) larutan ideal adalah tergantung pada suhu perobaan (proses

larut), suhu (titik) lebur solute, dan beda entalpi peleburan molar (∆Hf) solute (yang

dianggap sama dengan panas pelarutan molar solute). Hubungan tersebut yang

diturunkan dari hokum-hukum termodinamika dirumuskan oleh Hildebrand dan Scott

sebagai berikut :

∆Hf T0 - T- Log Xi 2 = ( ) = ……………………1

2,303 R T.T0

Xi2 = Kelarutan ideal zat dalam fraksi mol

∆ = Beda entalpi peleburan

T0 = Suhu lebur

T = Suhu perobaan

R = Tetapan gas

Tetapi tipe larutan ideal ini jarang sekali dijumpai dalam praktek. Untuk

larutan non ideal harus diperhitungkan pula faktor-faktor aktifitas solute yang

koefisiennya sebanding dengan volume (molar) solute dan fraksi volume solven,

parameter kelarutan yang besarnya sama dengan harga akar tekanan dalam (Pi) solute

dan interaksi antara solen-solute, dengan demikian persamaan yang paling sederhana

untuk larutan non ideal, dinyatakan sebagai kelarutan regular oleh Scatchard-

Hildebrand sebagai berikut :

∆Hf T0 – T V2.Φ21

- Log Xi 2 = ( ) + (δ1 . δ2)2 = ….2 2,303 RT T.T0 2,303 RT

V2 = volume molar solute

2

Page 3: laporan farfis

δ1 = Parameter kelarutan solven

δ2 = Parameter kelarutan solute

Φ = Fraksi volume solven

Keterbatasan persamaan ini adalah tidak cocok untuk proses-proses yang

didalamnya terjadi solvasi dan asosiasi antara solute dan solven, demikian pula untuk

larutan elektrolit. Persamaan (2) hanya berlaku apabila dalam larutan tidak terdapat

ikatan lain selain ikatan Van der Waals.

Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk

diperhatikan pada tahap preformulasi sebelum memformula bahan obat menjadi

sediaan. Beberapa metode dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan obat,

antara lain: melalui pembentukan garam, perubahan struktur internal kristal

(polimorfi) atau penambahan suatu bahan penolong, misalnya bahan pengompleks,

surfaktan dan kosolven.

Larutan terdiri dari beberapa golongan, antara lain larutan jenuh, larutan tidak

jenuh atau hampir jenuh, dan larutan lewat jenuh. Larutan jenuh adalah suatu arutan

di mana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat zat terlarut).

Suatu larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung

hampir zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untk

penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu. Sedangkan larutan lewat jenuh adalah

suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada

yang seharusnya pada temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut .

Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas pelarut yaitu momen

dipolnya. Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila suhunya

dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar

molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan

kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh

gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda dengan zat padat, adanya pengaruh kenaikan

suhu akan menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena

gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.

3

Page 4: laporan farfis

Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar

akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan

juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar

dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat

tersebut larut dalam air. Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk

membentuk ikatan hidrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat.

Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa

polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar,

misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi

daya tarik-menarik antara ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Pelarut

polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar

sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Tetapan dielektrik suatu campuran

pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan dielektrik masing-masing yang

sudah dikalikan dengan % volume masing-masing komponen pelarut

Menurut Farmakope Indonesia IV, kelarutan terutama dimaksudkan terutama

sebagai informasi dalam penggunaan, pengolahan dan peracikan suatu bahan, kecuali

apabila disebutkan khusus dalam judul tersendiri dan disertai cara ujinya secara

kuantitatif .

Ahli farmasi mengetahui bahwa air adalah pelarut yang baik untuk garam,

gula, dan senyawa sejenis, sedang minyak mineral dan benzena biasanya merupakan

pelarut untuk zat yang biasanya hanya sedikit larut dalam air.

IV. ALAT

1. Spektrofotometer UV-Vis

2. Beaker glass

3. Labu takar

4. Pipet volume

5. Disolution tester

6. Corong kaca

7. Neraca elektrik

8. Kertas saring

9. Thermometer

10. Kuvet

4

Page 5: laporan farfis

V. BAHAN

1. Larutan dapar asetat

2. Asetosal

3. Natrium Asetat

4. Asam asetat glacial

5. Aquadest

VI. CARA KERJA

Pengaruh suhu pada kelarutan obat asetosal

1. Pembuatan larutan dapar asetat pH 4,5 0,05 M sebanyak 2L. Dengan cara

menimbang 5,98 gram Natrium asetat ditambahkan Asam asetat glacial

tambahkan sampai 2L.

2. Membuat larutan baku dengan cara menimbang 100 mg Asetosal kemudian

masukkan ke dalam labu ukur tambahkan 5ml Alkohol 95% sampai larut dan

tambahkan larutan dapar sampai 100 ml, kemudian tutup labu ukur dan

homogenkan campuran dalam labu ukur.

3. Membuat kurva baku sebagai standart

a. Dari Larutan Baku yang dibuat diambil 1mL, 2mL, 3mL, 4mL, dan 5 mL,

6 ml

b. Kemudian diukur Absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis

dengan lamda (λ) 265 nm

Diambil 1 mL larutan baku dengan pipet volume masukkan labu takar

25 mL dalam kuvet tambahkan larutan dapar sampai 25 ml lalu

masukan ke dalam kuvet ( sebelum di gunakan bilas kuvet

dengan menggunakan aquadest setelah itu bilas lagi

dengan menggunakan acetosal sampai bersih ) kemudian

kuvet dimasukkan kedalam alat spektrofotometer UV-Vis dan catat

nilai absorbansinya.

Diambil 2 mL larutan baku dengan pipet volume masukkan labu takar

25 mL dalam kuvet tambahkan larutan dapar sampai 25 ml kemudian

masukan ke dalam kuvet ( sebelum di gunakan bilas kuvet

dengan menggunakan aquadest setelah itu bilas lagi

dengan menggunakan acetosal sampai bersih )

5

Page 6: laporan farfis

kemudian kuvet dimasukkan kedalam alat spektrofotometer UV-

Vis dan catat nilai absorbansinya.

Diambil 3 mL larutan baku dengan pipet volume masukkan labu takar

25 mL dalam kuvet tambahkan larutan dapar sampai 25 ml kemudian

masukan ke dalam kuvet ( sebelum di gunakan bilas kuvet

dengan menggunakan aqua dest setelah itu bilas lagi

dengan menggunakan acetosal sampai bersih )

kemudian kuvet dimasukkan kedalam alat spektrofotometer UV-

Vis dan catat nilai absorbansinya.

Diambil 4 mL larutan baku dengan pipet volume masukkan labu takar

25 mL dalam kuvet tambahkan larutan dapar sampai 25 ml kemudian

masukan ke dalam kuvet ( sebelum di gunakan bilas kuvet

dengan menggunakan aqua dest setelah itu bilas lagi

dengan menggunakan acetosal sampai bersih )

kemudian kuvet dimasukkan kedalam alat spektrofotometer UV-

Vis dan catat nilai absorbansinya.

Diambil 5 mL larutan baku dengan pipet volume imasukkan labu takar

25 mL dalam kuvet tambahkan larutan dapar sampai 25 ml kemudian

masukan ke dalam kuvet ( sebelum di gunakan bilas kuvet

dengan menggunakan aqua dest setelah itu bilas lagi

dengan menggunakan acetosal sampai bersih )

kemudian kuvet dimasukkan kedalam alat spektrofotometer UV-

Vis dan catat nilai absorbansinya.

Diambil 6 mL larutan baku dengan pipet volume masukkan labu takar

25 mL dalam kuvet tambahkan larutan dapar sampai 25 ml kemudian

masukan ke dalam kuvet ( sebelum di gunakan bilas kuvet

dengan menggunakan aqua dest setelah itu bilas lagi

dengan menggunakan acetosal sampai bersih ) kemudian

kuvet dimasukkan kedalam alat spektrofotometer UV-Vis dan catat

nilai absorbansinya.

4. Menimbang 500 mg asetosal dimasukan dalam labu disolusi tambahkan

larutan dapar asetat 500 ml pada suhu tertentu contoh : 300C, 350C, 400C

5. Pengadukan kecepatan 100 rpm

6

Page 7: laporan farfis

6. Sampling + 10ml pada menit ke 20, larutan tersebut disaring lalu dibaca

absorbansinya menggunakan spektofotometer pada λ = 265rpm nilai

absorbansinya yang baik antara 0,2-0,8.

VII. HASIL PRAKTIKUM

A. DATA PERCOBAAN

Tabel kurva baku regresi linier konsentrasi Vs absorbansi

Volume (ml) Konsentrasi (mg %) Absorbansi

1 4 0,084

2 8 0,228

3 12 0,345

4 16 0,496

5 20 0,633

6 24 0,761

1. Absorbansi pada suhu 300C = 2,394 menjadi 0,593 (5x)

2. Absorbansi pada suhu 350C = 2,369 menjadi 0,605 (5x)

3. Absorbansi pada suhu 400C = 2,314 menjadi 0,562 (5x)

Regresi linier konsentrasi Vs absorbansi

Y = a + bx

Dimana :

Y = Absorbansi

x = Konsentrasi

Hasil dari perhitungan regresi linier Vs absorbansi menggunakan kalkulator

adalah :

1. a = - 0,0506

2. b = 0,0339

3. r = 0,9996

r yang bagus adalah r yang sama dengan 1 atau mendekati 1.

7

Page 8: laporan farfis

B. PERHITUNGAN

a. Pelarutan Kurva Baku

1. Pada volume 1 ml

V1 . N1 = V2 . N21 ml . 100 mg % = 25 ml . N2

N2 = 4 mg %

2. Pada volume 2 ml

V1 . N1 = V2 . N22 ml . 100 mg % = 25 ml . N2

N2 = 8 mg %

3. Pada volume 3 ml

V1 . N1 = V2 . N23 ml . 100 mg % = 25 ml . N2

N2 = 12 mg %

4. Pada volume 4 ml

V1 . N1 = V2 . N24 ml . 100 mg % = 25 ml . N2

N2 = 16 mg %

5. Pada volume 5 ml

V1 . N1 = V2 . N25 ml . 100 mg % = 25 ml . N2

N2 = 20 mg %

6. Pada volume 6 ml

V1 . N1 = V2 . N26 ml . 100 mg % = 25 ml . N2

N2 = 24 mg %

8

Page 9: laporan farfis

b. Perhitungan regresi linier Vs absorbansinya

1. Pada suhu 300C

Y = a + bx

0,593 = - 0,0506 + 0,0339 x

0,593 + 0,0506 = 0,0339 x

0,6436 = 0,0339 x

X = 0,6436

0,0339

= 18,9852 x 5

= 94,926 %

Jadi konsentrasi pada suhu 300C adalah 94,926 mg %

2. Pada suhu 350C

Y = a + bx

0,605 = - 0,0506 + 0,0339 x

0,605 + 0,0506 = 0,0339 x

0,6556 = 0,0339 x

X = 0,6556

0,0339

= 19,33 x 5

=96,69 %

Jadi konsentrasi pada suhu 350C adalah 96,69 mg %

3. Pada Suhu 400C

Y = a + bx

0,562 = - 0,0506 + 0,0339 x

0,562 + 0,0506 = 0,0339 x

9

Page 10: laporan farfis

0,6126 = 0,0339 x

X = 0,6126

0,0339

= 18,0707 x 5

=90,35

Jadi konsentrasi pada suhu 350C adalah 90,35 mg %

VIII. PEMBAHASAN

Kelarutan dapat didefinisikan dalam dua hal yaitu kelarutan didefinisikan

sebagai besaran kuantitatif dan kualitatif. Kelarutan besaran kuantitatif dapat

didefinisakan sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur

tertentu, sedangkan kelarutan dalam hal kualitatif dapat didefinisikan sebagai kadar

jenuh solute dalam sejumlah solven pada suhu tertentu yang

menujukkan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solute dengan

solven telah terjadi dan membentuk dispersi molekuler yang

homogen. Bilamana suatu zat cair larut dalam zat cair lainnya maka dapat

dibayangkan bahwa molekul-molekul solven memisahkan diri sedemikian rupa untuk

memberikan tempat kepada molekul-molekul solut. Hal yang sama terjadi, untuk

solute yang memasuki larutan. Suatu larutan di katakan larutan jenuh apabila terjadi

kesetimbangan antara fase solute dan fase solute dalam latutan yang bersangkutan.

Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk

diperhatikan pada tahap preformulasi sebelum memformula bahan obat menjadi

sediaan. Beberapa metode dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan obat,

antara lain: melalui pembentukan garam, perubahan struktur internal kristal

(polimorfi) atau penambahan suatu bahan penolong, misalnya bahan pengompleks,

surfaktan dan kosolven

Secara kuantitatif, kelarutan dapat diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut

dalam suatu larutan jenuh pada suatu suhu tertentu. Kelarutan obat sebagian besar

disebabkan oleh polaritas pelarut yaitu momen dipolnya.

Pada saat praktikum sering terjadi penyimpangan sehingga menyebabkan

kekeliruan dalam proses perhitungan. Faktor-faktor tersebut dapat disebabkan karena :

1. Kadar sampel dapat berubah saat tercampur dengan sidik jari hal ini terjadi

pada saat proses pemipetan dan memasukan cairan ke dalam kuvet.

10

Page 11: laporan farfis

2. Pengukuran sampel yang kurang tepat hal ini terjadi pada proses

pemipetan larutan standart dan akan berpengaruh pada proses perhitungan.

3. Pembilasan kuvet yang kurang bersih, hal ini terjadi pada saat akan

memasukan cairan ke dalam kuvet, kuvet harus dibilas dengan aquadest

terlebih dahulu.

4. Cara pembacaan spektofotometer yang salah, hal ini terjadi pada saat

pembacaan data absorbansi di spektofotometer.

5. Bisa jadi sampel terkontaminasi dengan zat lain sehingga konsentrasi

sampel menjadi berubah dan tidak murni lagi.

IX. KESIMPULAN

Setelah melakukan percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa :

A. Pelarutan Kurva Baku

1. Pada volume 1 mlDidapatkan N2 sebanyak 4 mg %

2. Pada volume 2 mlDidapatkan N2 sebanyak 8 mg %

3. Pada volume 3 mlDidapatkan N2 sebanyak 12 mg %

4. Pada volume 4 mlDidapatkan N2 sebanyak 16 mg %

5. Pada volume 5 mlDidapatkan N2 sebanyak 20 mg %

6. Pada volume 6 mlDidapatkan N2 sebanyak 24 mg %

B. Data absorbansi

1. Absorbansi pada suhu 300C = 2,394 menjadi 0,593 (5x)

2. Absorbansi pada suhu 350C = 2,369 menjadi 0,605 (5x)

3. Absorbansi pada suhu 400C = 2,314 menjadi 0,562 (5x)

11

Page 12: laporan farfis

C. Penentuan regresi linier Vs absorbansi

1. Pada suhu 300C

Didapatkan konsentrasi sebanyak 94,926 mg %

2. Pada suhu 350C

Didapatkan konsentrasi sebanyak 96,69 mg %

3. Pada Suhu 400C

Didapatkan konsentrasi sebanyak 90,35 mg %

D. Penentuan regresi linier Vs absorbansi menggunakan kalkulator

1. a = - 0,0506

2. b = 0,0339

3. r = 0,9996

r yang bagus adalah r yang sama dengan 1 atau mendekati 1.

12

Page 13: laporan farfis

X. DAFTAR PUSTAKA

Situswebsite:http://www.google.co.id/search? file:///H:/FARFIS/kelarutan/intrinsik

-%20Wikipedia%20bahasa%20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas.htm

Martin A. 1990. Farmasi Fisik. Universitas Indonesia press. Jakarta.

Dzakwan , Muhammad.  2010 . Petunjuk praktikum farmasi fisik I . Universitas

Setia Budi , 1-3

Martin A. N ,Suargick , J. , dan cammarata , J.  1990 . Farmasi Fisika: Dasar-

dasar farmasi fisika dalam ilmu farmasetika, diterjemahkan oleh Yoshita , edisi

III , jilid I , penerbit UI ,Jakarta , 8-309-318, 454-495, 559-687

Dewi Ekowati, M.Sc., Apt. 2013 . Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

I. Surakarta : Laboratorium Farmasi Fisik Universitas Setia Budi

Anonim, Farmakope Indonesia edisi IV. Depkes RI, Jakarta

13