laporan hasil penelitian kualitatif pemuda girikerto …€¦ · pemuda yang banyak dan memiliki...
TRANSCRIPT
1
LAPORAN HASIL PENELITIAN KUALITATIF
Pemuda Girikerto dalam Memaknai Stres
Dosen Pengampu:
Tadjuddin Noer Effendi, Prof. Dr., M.A.
Suharko, Dr., S.Sos., M.Si.
Fuji Riang Prastowo, S.Sos., M.Sc.
Disusun oleh:
Kelompok 8
1. Asti Yuniar Mila (18/424736/SP/28284)
2. Estiningtyas Azhiim (18/424742/SP/28290)
3. Radya Purwa Antika (18/424753/SP/28301)
4. Rizqika Ramadhan (18/430847/SP/28691)
5. Yusuf Ramadhan (18/428322/SP/28531)
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………………………………………………………………… ……………….2
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………… ………….3
1.1. Latar Belakang………………………………………………………… …………….3
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………… …………………4
1.3. Tujuan Penelitian……………………………………………………… …………….4
1.4. Metodologi Penelitian…………………………………………………………..…….4
1.4.1. Lokasi Penelitian……………………………………………………………….4
1.4.2. Metode Penelitian…………………………………………………………...…..4
1.4.3. Sumber Data………………………………………………………………..…..5
1.4.4. Teknik Pengumpulan Data……………………………………………………..5
BAB II LATAR SOSIAL……………………………………………………………………..6
2.1. Deskripsi Wilayah……………………………………………………………………6
BAB III ANALISIS dan PEMBAHASAN…………………………………………………...7
3.1. Apa Itu Stres?...............................................................................................................7
3.2. Stres Versi Mahasiswa……………………………………………………………….9
3.3. Stres Versi Pemuda Pekerja Tetap……………………………………………… …14
3.4. Stres Versi Pemuda Pekerja Serabutan…………………………………………… 19
3.5. Stres Versi Pemuda SMK………………………………………………………… ..23
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………………… .. 30
4.1. Kesimpulan…………………………………………………………………………30
4.2. Limitasi……………………………………………………………………………..30
4.3. Saran ……………………………………………………………………………….31
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………32
LAMPIRAN………………………………………………………………………………...34
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada saat ini perubahan pada kehidupan bergerak begitu cepat karena pengaruh
globalisasi dan modernisasi. Seiring dengan perubahan dan perkembangan tersebut
menyebabkan adanya tuntutan bagi setiap masyarakat. Masyarakat merasakan masalah
yang semakin beragam sebagai dampak dari hal-hal di atas. Akibat tuntutan yang tidak
dapat dipenuhi dan berbeda dengan harapan seringkali menyebabkan seseorang
mengalami stres. Stres sendiri dianggap sebagai suatu keadaan di mana seseorang
merasa tidak nyaman. Mereka cenderung membuat dirinya merespon dari tekanan-
tekanan yang ada dan seringkali menimbulkan dampak negatif, seperti pusing, tekanan
darah tinggi, mudah marah, sulit berkonsentrasi, nafsu makan bertambah, sedih, dan hal
lainnya (Lubis et al., 2015).
Hal-hal yang dianggap menjadi sumber stres ialah karena ada tuntututan atau
permasalahan yang datang dari lingkungan, pekerjaan, aktivitas pendidikan, atau hal
lainnya. Banyak dari usia pemuda mengalami stres dikarenakan faktor-faktor di atas
mengingat mereka masih dalam masa yang sedang aktif-aktifnya ataupun produktif.
Permasalahan dan tuntutan mereka lebih banyak karena aktivitas di sekolah, kampus,
pekerjaan, ataupun hubungan antarpersonal yang tidak baik dalam lingkungan
pertemanan. Jika mereka dapat beradaptasi dengan keadaan semacam itu, akan tidak
menjadi masalah. Namun, tidak semua orang dapat beradaptasi dan mengatasinya
sehingga berdampak adanya strespada diri mereka.
Dari penjelasan di atas kami ingin mengetahui pendapat pemuda di Desa Girikerto,
Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman mengenai stres menurut pandangan mereka. Banyak
dari pemuda di sana yang masih mengenyam pendidikan dan bekerja yang cenderung
merasakan stres itu sendiri. Adapun judul penelitian yang akan dilakukan ialah Pemuda
Girikerto dalam Memaknai Stres.
4
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana pendapat pemuda di Desa Girikerto tentang stres menurut versi mereka?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pendapat pemuda di Desa Girikerto tentang stres menurut versi mereka.
2. Mengetahui pemahaman pemuda di Desa Girikerto tentang arti stres secara luas.
1.4. Metodologi Penelitian
1.4.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten
Sleman DI Yogyakarta. Alasan Desa Girikerto dijadikan sebagai lokasi penelitian
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Target informan kami adalah pemuda. Pemuda yang dimaksud adalah warga
negara yang berusia 17-30 tahun. Menurut data statistik kependudukan di
Yogyakarta, Kabupaten Sleman merupakan wilayah dengan jumlah pemuda
terbanyak, khususnya di Kecamatan Turi. Sehingga, atas kesepakatan
bersaman, Desa Girikerto dijadikan lokasi dalam praktikum mata kuliah
Metode Penelitian Kuantitatif I dan Kualitatif I.
b. Desa Girikerto terletak di dekat Gunung Merapi dan merupakan salah satu
desa yang letaknya jauh dari perkotaan. kami ingin mengetahui bagaimana
pendapat pemuda pedesaan mengenai stres.
1.4.2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan pendekatan
kualitatif di mana peneliti berusaha menggali informasi secara mendalam
dengan informan. Dalam penelitian ini, peneliti meminta informan
mengutarakan pendapatnya mengenai stres baik secara umum maupun menurut
mereka pribadi. Peneliti tidak memberikan batasan-batasan atas jawaban
informan supaya penelitian ini mendapatkan informasi yang sebenarnya dari
objek penelitian.
5
1.4.3. Sumber Data
Data penelitian ini didapatkan dari hasil wawancara mendalam
terhadap enam pemuda Girikerto. Seluruh informan kami memiliki latar
belakang yang berbeda-beda. Ada yang berstatus sebagai pekerja serabutan,
pekerja tetap, mahasiswa, dan siswa Sekolah Menengah Kejuruan.
1.4.4. Teknik Pengumpulan Data
Data diperoleh melalui hasil wawancara. Dalam melakukan
wawancara, peneliti menggunakan interview guide yang bisa dikembangkan
lagi dengan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang berkaitan dengan tema
penelitian ini. Informan dipilih secara acak, apabila ada pemuda yang sedang
terlihat santai maka peneliti akan mendatanginya dan meminta waktunya
untuk diwawancarai.
6
BAB II
LATAR SOSIAL
2.1. Deskripsi Wilayah
Penelitian yang berjudul “Pemuda Girikerto dalam Memaknai Stres” dilaksanakan
di Girikerto, Turi, Kab. Sleman, DI Yogyakarta. Girikerto ini berada di dekat Gunung
Merapi sehingga potensi perkebunannya jauh lebih tinggi dari area perkotaan. Potensi
perkebunan di Girikerto ini adalah perkebunan salak pondoh. Oleh karena itu, sebagian
besar penduduk Girikerto cenderung bekerja di kebun atau mengurus kebun. Penelitian
dilakukan pada tanggal 27-28 April 2019. Girikerto ini merupakan lokasi yang memiliki
pemuda yang banyak dan memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Terlebih lagi
Girikerto ini adalah sebuah desa di mana dalam hal ini tentu berbeda dengan kota. Hal
itu terlihat jika di kota yang sering kali dijumpai adalah pemuda yang berorientasi untuk
menempuh pendidikan tinggi. Sedangkan di desa cenderung lebih berorientasi untuk
cepat mendapatkan pekerjaan. Hal tersebut kami jumpai di Desa Girikerto di mana
sebagian besar pemudanya cenderung memilih menempuh pendidikan sambil bekerja
dan memilih untuk langsung bekerja tanpa memikirkan pendidikan. Latar belakang
pemuda di Desa Girikerto yang beraneka ragam dan tentunya berbeda dengan latar
belakang pemuda perkotaan ini tentu berbeda dalam memaknai stres.
Sumber: Data Primer, 2019
7
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam bab ketiga ini, peneliti akan membahas berbagai informasi yang telah
didapatkan di lapangan selama proses penelitian yang merujuk pada stres di kalangan pemuda
di Girikerto. Hal-hal yang disajikan di antaranya ialah stres menurut para informan secara
umum, stres versi mahasiswa, stres versi pemuda yang telah bekerja secara tetap, stres versi
pemuda yang memiliki pekerjaan serabutan, dan stres versi siswa SMK.
3.1. Apa Itu Stres?
Setiap individu pasti pernah merasakan stres. Menurut Roman Kupriyanov dan
Renad Zhadanov, “stress is an attribute of modern life” (Kupriyanov & Zhadanov,
2014). Artinya, dewasa ini—kondisi stres pada kehidupan masyarakat modern sudah
menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Dalam tataran ini, stres dapat menimpa dan
terjadi pada siapa pun dalam kondisi apa pun. Stres sendiri memiliki arti dan makna
yang beragam bagi tiap-tiap individu. Hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor
pengalaman, lingkungan, dan penerimaan serapan keilmuan yang didapat sejak kecil
hingga tumbuh dewasa. Sehingga berdampak pada cara individu dalam merespons stres.
Sehingga untuk memudahkan awam dalam memahami stres, dibangunlah sebuah
kerangka teori dan definisi mengenai stres oleh para ahli dan teoritisi. Menurut KBBI,
stres dapat diartikan sebagai gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang
disebabkan oleh faktor dari luar dan menyebabkan suatu ketegangan. Bagi Richard
Lazarus dan Susan Folkman, stres dimaknai sebagai, “stress a process that includes
stressors and strains, but an important dimension besides that is the relationship
between the person and environment” (Lazarus, 1999; Lazarus & Folkman, 1984).
Bermakna bahwa, stres bukan saja berasal dari stressor (penyebab stress) dan strains
(tekanan), melainkan dari dimensi yang lebih penting yakni hubungan antara seseorang
dengan lingkungannya.
Manurut Andrew Gliszek (dalam Jannah, 2013) menyebutkan bahwa stress
merupakan respon adaptif individu untuk menghadapi berbagai tekanan maupun tuntutan
yang bersifat eksternal dan menghasilkan gangguan seperti gangguan fisik, emosional,
8
dan perilaku. Ardani (dalam Kartika, 2015) stres merupakan suatu keadaan tertekan baik
secara fisik maupun psikologis.
Studi yang dilakukan oleh Edward P. Sarafino mengenai stres dijelaskan secara
rinci melalui bukunya yang berjudul Health Psychology yang terbit pertama kali pada
tahun 2002. Menurut Sarafino, stres didefiniskan sebagai berikut.
Stress is a process that involves continuous interactions and
adjusments—or transactions—between the person and environment. These
three views lead to a definition of stress: the condition that results when
person environment transcactions lead to a perceived discrepancy the
demands of a situation and the resources of the person’s biological,
psychological, and social systems (Sarafino, 1994).
Sarafino mendefiniskan stres sebagai proses yang melibatkan adanya interaksi dan
penyesuaian secara terus menerus yakni antara suatu individu dengan lingkungan
sekitarnya. Hal tersebut menimbulkan adanya tuntutan yang berasal dari situasi biologis,
psikologis, dan sistem sosial. Dijelaskan lebih lanjut mengenai definisi stres sebagai
berikut.
Some of our common and significant stressors arise from motives or
goals, especially motives about social interactions and relationship with
the other people. Social motives include the need to be connected and
valued by others, also concerns about achievement and status (Baumeister
& Leary, 1995; Leary et al., 2001; Newton, 2009 cited in Sarafino, 2011).
Diartikan bahwa stressor (penyebab stres) yang paling umum motif dan tujuannya
yakni melalui interaksi sosial dan hubungan dengan orang lain. Motif sosial ini meliputi
kebutuhan untuk terhubung dan ingin dihargai oleh orang lain serta adanya kekhawatiran
tentang prestasi dan status yang dimilikinya.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stres merupakan kondisi, respons, dan
stimulus yang dilakukan oleh tiap individu dalam menghadapi adanya berbagai tuntutan
dan tekanan dari lingkungan eksternalnya. Sehingga, stres akan berdampak pada kondisi
fisik maupun mental seseorang.
9
3.2. Stres Versi Mahasiswa
Mahasiswa adalah individu yang sedang menimba ilmu dan menempuh pendidikan
di tingkat perguruan tinggi baik perguruan tinggi negeri maupun swasta. Mahasiswa S1
dapat digolongkan sebagai pemuda di mana usia rata-rata mahasiswa S1 berkisar antara
18-24 tahun (Brandan,2017). Pada umumnya, kegiatan utama mahasiswa adalah
menuntut ilmu. Namun, ada beberapa individu yang tertarik untuk mengikuti organisasi
di sekitar kampus. Selain untuk memperoleh ilmu pengetahuan, tujuan individu
melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi adalah sebagai sebuah usaha untuk
memperoleh pekerjaan yang dianggap baik (tenaga profesional). Untuk mencapai tujuan
tersebut, mahasiswa seringkali dituntut untuk mencapai target-target tertentu, misalnya
dituntut untuk memperoleh IPK tinggi. Selain dituntut untuk meraih IPK tinggi, harapan
setiap mahasiswa adalah menyelesaikan studinya pada semester delapan atau selama
empat tahun. Apabila tuntutan-tuntutan tersebut tidak dapat tercapai, maka akan timbul
tekanan bagi mahasiswa yang dapat menimbulkan stres .
Stres yang dialami mahasiswa satu dengan mahasiswa lainnya tentu berbeda-beda.
Untuk mengetahui pendapat pemuda (mahasiswa) mengenai stres, peneliti melakukan
wawancara dengan dua orang pemuda desa Girikerto. Dua orang pemuda tersebut adalah
Dewi (21) dan Frisar (21).
Sumber: Data Primer, 2019
10
Berdasarkan Story Box di atas, diketahui bahwa informan yang bernama Dewi
mengalami stres akibat tugas-tugas kuliah yang padat, sedangkan ia setiap hari harus
bolak-balik dari Girikerto ke STIKES Panti Rapih yang ditempuh dalam waktu kurang
lebih empat puluh lima menit. Dewi juga bercerita bahwa ia melanjutkan studinya di
STIKES Panti Rapih atas permintaan Ibunya. Hal inilah yang menyebabkan Dewi
sebenarnya merasa tidak nyaman, tertekan dan berujung pada stres. Dewi juga
menyebutkan bahwa stres menurutnya adalah suatu keadaan di mana seseorang
dipaksakan untuk melakukan sesuatu sedangkan fisik dan pikiran sudah tidak mampu
lagi untuk melakukan pekerjaan yang berdampak pada kondisi emosional.
R : Kalo menurut Mba, stres itu kayak gimana? Secara luas
D : Menurutku yaa... stres itu tu kayak pikiran capek. Terus ngga ada mekanisme
coping yang cocok, ngga nemuin lah terus nanti ujung-ujungnya cuma marah-marah
terus.
Dari percakapan antara peneliti dan informan tersebut, terlihat bahwa stres disebabkan
oleh pikiran yang lelah. Jika pikiran sudah lelah, maka seseorang tidak dapat berpikir
dengan baik. Apabila dipaksakan untuk berpikir keras, maka hasilnya kurang maksimal
karena tubuh dan otak membutuhkan istirahat. Namun, karena banyaknya tugas dan
Story Box 1
Dewi adalah mahasiswa Diploma tiga semester akhir di STIKES Panti Rapih
Yogyakarta yang tinggal bersama orangtua dan seorang adik perempuan di Desa
Girikerto. Ia memilih melanjutkan studinya di STIKES Panti Rapih atas permintaan
Ibunya. Padahal, Dewi mengaku bahwa ia tidak nyaman berkuliah di STIKES Panti
Rapih. Ketidaknyamanannya disebabkan oleh banyaknya tugas-tugas kuliah yang
dianggap terlalu berat, dan jarak dari rumah ke STIKES Panti Rapih lumayan jauh.
Untuk sampai di kampus, Dewi harus menempuh perjalanan dengan sepada motor
selama kurang lebih empat puluh lima menit. Dewi sering mengalami kelelahan
sehingga sering melalaikan tugas-tugas kuliahnya. Bahkan, ia harus rela tidak tidur
semalaman untuk mengejar deadline dari tugas tersebut. Kondisi yang seperti ini
seringkali menjadikan Dewi merasa tertekan.
11
kegiatan yang harus dikerjakan, Dewi seringkali memaksakan tubuhnya utuk terus
bekerja. Hal ini lah yang menyebabkan ia merasa tertekan.
R : Tadi kan Mba’e bilang kalo tertekan ya Mba? Coba Mba bilang tertekannya
gimana sih Mba?
D : Tertekannya tuh gini. Jadi, tertekannya tuh waktu klinik. Ya jam kliniknya tuh di
rumah sakit kan kalo klinik. Masuknya jam setengah tujuh, palingga berangkat dari
rumah jam setengah lima. Terus nanti pulangnya harus ngerjain tugas, masih
ngerjain laporan sampe pagi.
Selain karena faktor kelelahan dan perasaan tertekan, Dewi juga pernah mengalami stres
akibat dari faktor lingkungnnya. Jadi, rumah orangtua Dewi berdekatan dengan saudara-
saudara kandungnya. Pada saat itu, terjadi konflik antar keluarga yang membuat Dewi
merasa tidak nyaman.
Menurut Dewi, stres yang dialami oleh seseorang bisa berdampak ke dalam hal-hal
yang negatif misalnya, tindakan kriminal. Dewi menceritakan bahwa salah satu
temannya sedang mengalami krisis keuangan sedangkan ia harus membayar keprluan
kuliah. Akhirnya si teman Dewi ini nekat mencuri barang milik temannya, kemudian jual
untuk membayar keperluan kuliah. Namun, Dewi mengaku bahwa dirinya tidak pernah
melakukan hal-hal negatif akibat stres yang dialaminya. Apabila ia mengalami stres,
pola makannya akan berubah. Jika biasanya ketika mengalami orang-orang tidak napsu
makan, Dewi justru lebih sering makan. Selain mempengaruhi pola makan, stres yang
Dewi alami juga berpengaruh pada kesehatan. Dewi mengaku sering pusing apabila
sedang banyak pikiran. Ketika ditanyai apakah stres bisa mempengaruhi kondisi
emosional individu, Dewi menjawab stres bisa mempengaruhi kondisi emosional seperti
menangis, marah-marah dll. Namun, Dewi jarang sekali mengalami hal seperti itu. Dewi
justru lebih santai dalam menghadapi maslah.
Untuk mengatasi stres yang terjadi dalam dirinya, Dewi biasanya mencari-cari
hiburan seprti bermain ke rumah teman, nonton film, jalan-jalan dll. Selain itu, Dewi
juga bercerita jika dirinya merasa sangat lega apabila merenung di Goa Maria. Ia merasa
beban yang ia alami hilang seketika. Dewi juga pernah mencurahkan isi hatinya kepada
sang Ibu untuk mencari jalan keluar masalah yang sedang Dewi hadapi. Namun,
terkadang, saran dan nasehat yg diberikan oleh Ibunya tidak sesuai dengan yang ia
12
harapkan. Untuk itu, ia sekarang jarang menceritakan masalahnya ke sang ibu. namun,
apabila masalah yang ia hadapi rumit, dewi akan bercerita kepada Ibunya.
“Yoweslah tak nggo pelajaran wae. Akutuh orangnya simpel. Jadi, kalau ada masalah
yaudah. Semisal masalah itu masalah yang besar, aku baru cerita sama ibu. tapi nek
masalah sepele gitu begitu tak pikirin sih Mba” (Dewi, 2019)
Story Box 2
Frisar adalah mahasiswa akuntansi semester akhir di Universitas Teknologi
Yogyakarta. Saat ini, ia sedang menempuh semester enam, semester depan sudah
mulai menyusun skripsi. Frisar mengaku jika dirinya salah jurusan karena waktu SMA
ia mengambil jurusan MIPA. Meski salah jurusan, ia tetap melanjutkan studinya di
prodi akuntansi walau menurutnya nilai yang ia peroleh kurang memuaskan. Awal
kuliah, ia merasa tidak puas terhadap nilainya sendiri. Namun semakin kesini ia
semakin bodoamat terhadap nilainya. Ia juga bercerita bahwa pada semester ini, ia
mengeluarkan banyak uang untuk persiapan skripsi. Menurutnya, skripsi bisa menjadi
penyebab stres karena skripsilah yang menentukan kelulusannya.
Dari story box di atas, diketahui bahwa informan yang bernama Frisar mengalami
stres karena salah jurusan. Stres yang dialami mahasiswa bisa disebabkan oleh ketidak
mampuannya dalam menjalankan kewajiban sebagai mahasiswa terutama kehidupan
akademik. Faktor akademik yang bisa menimbulkan stres pada diri mahasiswa adalah
perubahan gaya belajar dari SMA ke perguruan tinggi, tugas-tugas perkuliahan dan
target prestasi akademik (Gamayanti d.k.k , 2018). Ia bercerita bahwa dirinya saat duduk
di bangku SMA, ia mengambil jurusan MIPA. Namun, pada saat memasuki dunia
perkuliahan, ia mengambil jurusan akuntansi. Awalnya ia mendaftar prodi teknik
pertanian di UPN Yogyakarta, namun tidak di terima. Akhirnya ia memutuskan untuk
melanjutkan studinya di prodi akuntansi Universitas Teknologi Yogyakarta. Ia memilih
untuk melanjutkan studinya di prodi akuntansi bukan tanpa alasan. Kakak pertamanya
juga alumni dari akuntansi Universitas teknologi Yogyakarta yang sekarang sudah
menjadi pegawai negeri sipil di suatu kecamatan. Hal inilah yang menjadikannya tertarik
untuk melanjutkan studi di prodi akuntansi. Namun, ternyata tidak semudah seperti yang
dibayangkan. Ia sering mendapat nilai jelek dari awal masuk kuliah. Selain itu, Frisar
menyebutkan bahwa stres secara umum adalah suatu kondisi di mana seseorang terlalu
13
memikirkan suatu masalah yang sulit untuk dicari jalan keluarnya sehingga timbul
perasaan tertekan dari dalam diri sendiri.
Y : Kalau menurut sampeyan mas ya, stres secara umum di masyarakat itu kayak apa
sih?
F : Ya terlalu banyak tekanan gitu. Banyak masalah, tapi nggak bisa di selesain gitu.
Menurut Frisar, stres bisa muncul dalam masyarakat karena faktor ekonomi.
Y : Terus kenapa ya mas, kok bisa stres muncul dalam masyarakat?
F : Paling utama ini, ekonomilah pasti.
Selain masalah perkuliahan, Frisar juga mengalami stres akibat terlalu banyak
pengeluaran, dan terlalu banyak keingininan namun belum mendapat penghasilan. Ia
mengeluh jika semester enam ini, ia harus mengularkan anggaran yang tidak sedikit
demi keperluan persiapan skripsi. Dari pendapat Frisar tersebut, dapat diketahui bahwa
faktor ekonomi bisa menjadi dominan dalam mempengaruhi terjadinya stres. Apabila
pengeluaran lebih banyak daripada penghasilan, maka seseorang harus mencari-cari dana
tambahan agar menutup jumlah pengeluaran yang membengkak tersebut. Sedangkan
mencari dana tambahan merupakan bukan suatu hal yang mudah. Dari sinilah orang
sering merasa tertekan dan akhirnya muncul stres dalam dirinya.
Frisar berpendapat bahwa di zaman yang modern ini seseorang yang sedang
mengalami stres (khususnya pemuda) akan mencurahkan isi hatinya lewat media sosial
seperti snapgram, snapWA, dan twitter. Bahkan, tidak jarang mereka melakukan spam
yang terkadang mengganggu followes-followersnya.
Y : Ciri-ciri orang stres itu kayak gimana?
F : Zaman sekarang di itulah, statuslah, snapgram, snapWA gitulah
Frisar juga menyebutkan bahwa mengungkapkan pikirannya lewat twitter lebih enak
daripada lewat instagram karena para pemuda sudah mulai meninggalkan twitter dan
beralih ke instagram. Dengan begitu, tidak banyak orang yang tau tentang curahan isi
hatinya.
14
Sebagai seorang mahasiswa, faktor penyebab stres yang dialami Frisar adalah lebih
banyak masalah akademik. Entah itu persoalan salah jurusan, nilai kurang memuaskan,
tugas-tugas perkuliahan yang menumpuk dan pengeluaran yang membludak akibat
persiapan skripsi. Untuk menangani masalah stres yang terjadi dalam dirinya, Frisar
menjadikan hobi sebagai copingnya. Ia sering berenang untuk sekedar mengurangi
beban pikirannya. Selain renang, Frisar juga mencari hiburan lain seperti menonton film,
youtube-an dll. Menurut Frisar, ia tidak begitu memikirkan persoalan dan permasalahan
yang terjadi dalam dirinya. Ia cenderung lebih santai dalam menghadapi masalah.
Toh hidup Cuma sekali, Cuma sekali buat mikir stres-stres kan sia-sia banget gitu loh
(Frisar ,2019)
3.3. Stres Versi Pemuda Pekerja Tetap
Dalam menjalankan kehidupan, manusia selalu menjalankan berbagai macam
aktivitas, salah satu aktivitas tersebut ialah bekerja. Bekerja sendiri memiliki makna,
yakni aktivitas yang dilakukan dalam rangka melaksanakan tugas dengan tujuan
bertanggung jawab akan perintah yang diberikan atau lainnya dengan tujuan akhir
mendapat buah karya yang dapat dinikmati oleh seseorang yang bersangkutan. Motivasi
utama dari bekerja sendiri ialah memenuhi kebutuhan sehari-hari baik kebutuhan
personal maupun kebutuhan orang lain jika sudah berkeluarga. Aktivitas bekerja juga
merupakan bentuk kegiatan sosial karena menghasilkan sesuatu untuk orang lain dan
pada akhirnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, bekerja juga dijadikan untuk meningkatkan taraf hidup dari
seseorang. Seringkali dari aktivitas pekerjaan tersebut membuat orang merasa jenuh dan
mengakibatkan stres. Hal itu wajar terjadi karena stres sendiri merupakan bagian yang
tak terhindarkan dari aktivitas pekerjaan yang dilakukan hampir di setiap harinya. Hal itu
juga dirasakan oleh salah dua dari informan kami yang telah bekerja sebagai aktivitas
rutin sehari-hari. Informan pertama bernama Bowo yang setiap harinya bekerja sebagai
pedagang buah di kios yang disewanya dan informan kedua bernama Arif yang bekerja
sebagai pengepul rongsokan.
15
Dari story box di atas tentang keseharian Bowo sebagai pedagang buah, Bowo, salah
satu informan kami mengatakan bahwa ia merasakan stres dikarenakan oleh dua faktor,
yakni faktor ekonomi dan faktor pekerjaan. Kedua hal tersebut menurut peneliti memang
hal yang wajar terjadi mengingat informan kami yang satu ini telah berkeluarga dan
kegiatan utama sehari-harinya juga bekerja. Salah satu kelompok di masyarakat yang
memiliki potensi untuk mengalami stres adalah kepala keluarga karena mereka memiliki
tuntutan dalam mencari penghasilan untuk kebutuhannya dan kebutuhan anggota
keluarganya (Asfiana, 2015). Sama halnya dengan Bowo, Arif yang sudah berkeluarga
dan bekerja juga merasakan stres disebabkan oleh faktor pekerjaan.
Pertama, dari Bowo sendiri jika dilihat pada sisi ekonomi, informan merasa stres
jika tidak memiliki ataupun memegang uang. Ekonomi yang rendah membuat muncul
permasalahan baru dalam keluarga dalam upaya pemenuhan kebutuhan sehari-hari
(Suwandono, 2002; dalam Handayani, 2013). Menurutnya sebagai seorang pedagang,
uang merupakan hal yang penting karena selain memenuhi kebutuhan rumah tangganya
juga untuk modal berjualan, yaitu mengisi dagangan di kios buahnya yang hampir setiap
hari selalu berjualan. Faktor-faktor penyebab stres ialah beban kerja yang berlebihan,
masalah dalam keluarga termasuk juga dalam permasalahan kesulitan dalam hal finansial
(Kristanto et al, 2009; dalam Asfiana, 2015). Pada faktor ekonomi Bowo mengatakan
kepada peneliti: “Ra nduwe duit mas.” (translasi dari bahasa Jawa: tidak punya uang
mas) ia juga menambahkan “Uang mandek, seharusnya kan tiap hari itu uangnya harus
Story Box 01.
Sekitar pukul 11.00 siang, Bowo sedang beristirahat di depan rumah ibunya.
Sebelumnya ia telah memetik kelapa di kebun-kebun di sekitar sana untuk dijual
keesokan harinya di kios buah yang disewanya. Bowo melakukan hal tersebut hampir
setiap hari untuk melengkapi buah-buah yang dijual di kiosnya. Setiap pagi sekitar
setelah waktu shubuh, Bowo mengantar buah-buah yang akan siap dijualnya dari
rumah menggunakan sepeda motor. Setelah menata di sana, sekitar pukul 08.00 ia
kembali ke rumah untuk mencari atau membeli persediaan buah untuk dijual di hari
berikutnya. Sedangkan, kiosnya dijaga oleh adik kandungnya hingga pukul 17.00.
Dari pekerjaan utamanya tersebut Bowo mengatakan seringkali merasa stres akibat
masalah-masalah yang berkaitan dengan pekerjaannya. Selain itu, faktor ekonomi juga
terkadang membuatnya stres.
16
ada mas, gini terus, tapi nanti kalo sudah satu kali mandek, cari lagi buat modal, nanti
kalo dua mandek kan pusing mas.” Masalah keuangan tersebut terkadang juga membuat
pemutaran uangnya menjadi mandek atau macet yang membuatnya berpikir keras untuk
menggunakannya sebagai modal berjualan setiap harinya. Bowo pun mengatakan “Ya itu
to mas, kalau dagang itu kalau ngutang, ngutang kalau ditagih gak keluar, kalau banyak
kan pusing mas.” Bowo juga menambahkan hal yang membuat pemutaran keuangan
macet biasanya disebabkan oleh pembeli yang berhutang kepadanya, tetapi tidak cepat
dalam melunasinya.
Pada sisi kedua, yakni pekerjaan, ia merasa stres di saat buah yang dibawanya ke
pasar tidak ada bakul yang mengambil ataupun membelinya dan membuat dagangannya
tidak laku. Hal itu sering kali membuatnya rugi. Selain itu, Bowo juga menceritakan
“Yang riskan, cepet busuk ada yang nggak, kalo yang cepet busuk itu kalau pas bakul
nggak ambil gitu kan, aku nggak laku.” Informan mengatakan bahwa berjualan buah
memang selalu ada risikonya, yakni buah bersifat riskan yang artinya mudah busuk. Jika
tidak laku dalam jumlah yang banyak, pasti akan membuatnya rugi.
Tidak hanya masalah dari buah yang membuatnya rugi, tetapi informan juga
merasakan rugi di saat pembeli yang berhutang kepadanya dalam membayar hutang
tidak segera melunasinya. Alasan Bowo memberikan hutang karena ia ingin mencari
pelanggan dan di awal pasti ia menerapkan sistem, yakni kalau ingin berhutang paling
tidak di awal harus membayar setengahnya atau ada uang meskipun tidak sepenuhnya
membayar lunas. Namun, yang terjadi malah pembeli tersebut lama dalam membayar
kekurangan tadi, “Nggak.. aku ngirim, saya yang utangi, saya yang ngutangi, tapi kan
kalo saya tagih gak keluar, pusing mas itu.. marakke emosi to.” bahkan informan juga
mengatakan sampai ada uang dan barangnya yang dibawa kabur “nggak balik , bakal
cair, bakal ilang, ya kemungkinan gitu lah mas.” Hal tersebut seringkali dilakukan oleh
pembeli baru bukan dari pelanggan yang sudah sering mengambil di kiosnya. Meskipun
menurutnya uang yang dibawa kabur atau tidak dilunasi bukan dalam jumlah yang besar,
tetapi baginya begitu berarti karena jika diakumulasikan, untungnya dapat memenuhi
kebutuhan beberapa hari ke depan. Ia juga menambahkan banyak orang yang seperti itu
(tidak melunasi hutang dan membawa kabur).
17
Informan juga menjelaskan kalau ia merasa stres di saat menagih hutang ke
pembeli karena mereka hanya janji-janji saja dan tidak lekas membayar. Ia mengatakan
menghadapi pembeli yang hutang terkadang membuatnya lelah dan stres. Informan
merasa serba salah di saat itu dalam artian jika ia tidak memberikan hutang, dagangan
buahnya tidak laku, tetapi jika diberikan hutang terkadang takut dibawa kabur atau lama
dalam melunasinya.
Dari story box di atas yang membahas tentang pekerjaan yang sehari-hari dilakukan
oleh Arif dan ia mengatakan “Stres biasa tuh gimana yo, wes stres.. stresnya orang
capek.” Arif merasa stres karena faktor pekerjaan yang disebabkan oleh capek kerja
karena menurutnya pekerjaan yang dilakukan tergolong kerja kasar sehingga
memerlukan tenaga yang besar dan membuatnya kelelahan dalam bekerja. Selain itu,
informan merasa stres karena terlalu banyak pikiran. Beban kerja pada seseorang, seperti
tuntutan pekerjaan yang banyak akan menyebabkan seseorang merasa jenuh dan stres
secara fisik, yakni berupa kelelahan karena bekerja (Kusumajati, 2010).
Tidak hanya tekanan pekerjaan saja, tetapi lingkungan luar baik keluarga maupun
sosial juga memengaruhi dan berpotensi menyebabkan seseorang merasa stres (Ibrahim
et al, 2016). Arif mengatakan “Soalnya kita hidup di lingkungan, terus dari lingkungan
sendiri ada keluarga, nggak mungkin to keluarga ada yang istilahnya mulus terus nggak
mungkin, dari keluarga mesti ada cek-cok nya tuh udah biasa.” di sini Arif merasa stres
karena pengaruh lingkungan baik dari dalam maupun dari luar. Faktor eksternal muncul
dari lingkungan fisik, seperti pekerjaan, hubungan dengan orang lain, serta di lingkungan
sekitar rumah. Sedangkan faktor internal berasal dari respon dalam seseorang di saat
menghadapi faktor eksternal (Handayani, 2013). Dari lingkungan rumah yang membuat
Arif stres, yakni muncul dari keluarga yang terkadang cek-cok dengan sesama anggota
Story Box 02.
Arif bekerja sebagai pengepul rongsokan, biasanya ia menjual dan membeli rongsok
sebagai pekerjaan utamanya. Arif sudah bekerja sebagai pengepul, tepatnya di
daerah Palagan sejak lima tahun yang lalu. Arif bekerja hampir setiap hari, yakni
dari hari Senin hingga Sabtu yang dimulainya dari pagi sampai sore. Ia bekerja
dengan ikut orang dan sudah nyaman dengan pekerjaannya karena teman-teman
yang baik beserta cocok dengan lingkungannya. Ia sudah berkeluarga dengan
memiliki istri dan satu orang anak serta bertempat tinggal bersama mertua di
Daleman. Arif mengatakan bahwa ia merasa stres di saat lelah dalam bekerja serta
terkadang lingkungan sekitar juga membuatnya stres.
18
keluarga. Sedangkan dari lingkungan sekitar, yakni tetangga-tetangga yang memang
wajar terjadi jika mereka saling kumpul, seperti yang dikatakan olehnya “Kalau di luar
namanya orang kumpul ya pasti ada yang bilang gini ada yang bilang gitu”. Hal
tersebut menurutnya dalam bentuk omongan di belakang yang membicarakan tentang
informan dalam konteks negatif, seperti menggunjing ataupun lainnya. Selain itu,
perkumpulan bersama tetangga juga membuatnya stres. Semisal di saat ada
perkumpulan, yang lain terkadang muncul sikap setuju atau menerima pendapat ada juga
yang sebaliknya, yakni tidak menerima pendapatnya.
Serupa dengan Arif yang merasa stres karena faktor lingkungan dari tetangga,
Bowo juga menambahkan “Udah janjian, tapi nanti pas saya ambil malah udah gak ada
itu kan, bikin anu mas.. jengkel to.” dari hal tersebut Bowo merasa stres ketika tetangga-
tetangganya yang awalnya sudah janji untuk menjual buah-buah yang didapat
kepadanya, namun malah dijual ke orang lain. Hal tersebut membuatnya stres karena
setiap harinya untuk buah dagangan yang dibawa dari rumah ke kios tempat kerjanya
ialah hasil beli dari warga sekitar yang sudah biasa menjualkan buah-buah ke informan
secara langsung atau ia juga memetik sendiri, tetapi tidak sebanyak dan bervariasi,
seperti yang dibelinya dari tetangga atau warga sekitar rumahnya.
Di saat Bowo merasa stres biasanya hal yang dirasakan ialah lebih ke arah negatif.
Dampak negatif yang dirasakan oleh orang yang sedang stres dapat berupa gejala
fisiologis, psikologis, dan perilaku (Robbins, 2007; dalam Frichilia et al, 2016). Hal
tersebut dirasakan oleh informan, seperti merasakan pusing karena kepikiran dari
masalah-masalah yang ada. Pusing yang dirasakan oleh Bowo merupakan salah satu
contoh dari efek negatif dari stres secara fisiologis. Gejala fisiologis lebih ke arah
perubahan metabolism, merasakan sakit kepala, dan meningkatkan tekanan darah
(Frichilia et al, 2016). Selain itu, ia juga merasa lebih mudah emosi, merasa jengkel, dan
malas dalam melakukan sesuatu. Sedangkan, merasa emosi dan malas yang dirasakan
Bowo lebih ke arah efek stres negatif secara psikologis. Stres secara psikologis muncul
dan menyebabkan ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, dan suka
menunda-menunda (Frichilia et al, 2016). Untuk mengatasi hal-hal tersebut biasanya
Bowo melakukan dengan cara sholat dan berdoa karena menurutnya sholat membuat
pikirannya tenang. Kemudian, ia juga bercerita tentang masalah yang dihadapinya ke
orang yang dipercayainya, yakni ibunya. Bowo juga menambahkan biasanya di saat stres
ia menghabiskan waktunya untuk tidur ataupun bermain bersama keluarga, yakni istri
19
dan anak. Motivasi internal di diri informan juga memiliki peran yang cukup penting jika
informan merasa stres. “Mikir e kalo gak kerja.. gak dapet uang.. gak cepet balik to
mas.. berarti harus kerja lagi.” Bowo mengatakan kalau dia stres biasanya ia akan
berpikiran positif, yakni jika tidak bekerja tidak akan mendapatkan uang. Hal itulah yang
membuatnya semangat lagi dalam bekerja di saat stres.
Selain mengatasi stres dengan cara-cara di atas, Bowo juga berusaha
mengantisipasi agar ia tidak merasa stres, biasanya hal yang dilakukannya adalah
membawa dagangan yang sedikit dan disesuaikan dengan kondisi keuangan yang
dimilikinya. Bowo mengatakan “Aku kerja nyambi metik kelapa muda, kan untungnya
agak banyak, gitu.. saya buat pijakan lainlah.” Dari hal di atas ia berusaha untuk tidak
bergantung kepada tetangga atau warga sekitar untuk buah atau barang jualan yang
dibawa ke kios, tetapi ia lebih memilih untuk memetik buah sendiri, seperti buah kelapa
karena menurutnya mudah didapat di sekitar rumah dan untungnya cukup besar juga.
Sedangkan informan satunya, yakni Arif di saat stres biasanya lebih ke efek negatif
stres secara perilaku, yaitu malas dalam melakukan sesuatu dan makan pun jadi jarang.
Gejala perilaku dari efek stres, seperti perubahan produktivitas, perubahan kebiasaan
makan, gelisah, dan gangguan tidur (Frichilia et al, 2016). Sedangkan, dalam mengatasi
stres yang dirasakan biasanya ia beristirahat dan berdiam diri jika dia merasa stres karena
faktor pekerjaan. Kemudian, informan merupakan seseorang yang bersikap tenang dan
santai sehingga tidak terlalu memikirkan masalah-masalah yang dirasakannya atau tidak
berlarut-larut memikirkan masalahnya sehingga ia sendiri jarang sekali merasakan stres.
Informan juga senantiasa bersyukur selalu jika ada permasalahan atau kekurangan yang
ada pada dirinya. Arif mengatakan: “Cuma itu aja namanya istilahnya orang tua ya
kayak gitu cuma paling lihat anak.” serupa dengan Bowo, Arif juga mengatasi stresnya
dengan bermain bersama keluarga di rumah, yakni anak dan istrinya yang membuat
hilangnya stres karena faktor-faktor tadi.
3.4. Stres Versi Pemuda Pekerja Serabutan
Serabutan ini menjadi salah satu pekerjaan tidak menetap yang di mana masih
tergolong setengah pengangguran apabila jika tidak ada pekerjaan yang dilakukan saat
itu. Kerja serabutan ini sering dianggap oleh sebagian masyarakat dipandang sebelah
20
mata dan kurang terspesialisasi apabila pekerjaannya hanya sebagai pekerja serabutan
tanpa memiliki pekerjaan tetap dan tidak memuat syarat apa pun untuk bisa menjadi
pekerja serabutan baik dari kemampuan hingga pengetahuan sehingga siapa pun bisa
memasuki dan melakukan kerja serabutan ini (Mikebm, 2016). Namun, hal ini bukan
mengandung pengertian bahwa pekerja serabutan sebagai tenaga kerja yang murah
bahkan miskin. Akan tetapi, yang menjadi landasan masalah di pekerja serabutan ini
khususnya di Indonesia harus diseimbangkan dengan terjadinya perkembangan untuk
masa yang akan datang dalam membentuk keadaan lingkungan kondusif dan
menciptakan pergerakan perekonomian yang stabil dengan tujuan bisa menjamin
kesejahteraan kehidupan pekerja serabutan dan mampu mewujudkan tenaga kerja yang
terspesialisasi hingga ke tingkat profesional. Untuk mendukung dalam mengangkat
derajat status kelas tenaga kerja serabutan ini diperlukan adanya pengetahuan,
kemampuan, dan keahlian khusus yang berlevel untuk bisa membantu memajukan dalam
hal perekonomian di Indonesia.
Pekerja serabutan ini apabila hanya mendapatkan upah tidak sebanding dengan
tenaga yang telah dikeluarkan maka hal ini sebenarnya telah sangat membantu di bidang
ekonomi mereka. Walaupun dengan jumlah pendapatan yang tidak begitu besar, akan
tetapi setidaknya bisa mencukupi atau meminimalkan dalam menutupi kekurangan yang
dimiliki. Bagi mereka, kebutuhan seberapa besarnya tidak akan pernah terbatas dalam
memenuhinya. Pada dunia kerja serabutan, khususnya di era modern sekarang ini
pekerjanya banyak menduduki usia muda atau milenial yang didasari kontrak dan jangka
waktu terbatas (Mikebm, 2016). Salah satu generasi muda atau milenialis yang bekerja
serabutan ini memberikan pengalaman yang cukup penting dalam hal pekerjaan, salah
satunya dari hasil wawancara kami kemarin dengan informan yang bernama Siddiq
Nurrohmat dengan usia 18 tahun pemuda asal Desa Girikerto, Kecamatan Turi,
Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Siddiq atau dikenal dengan sapaan Didi
mengungkapkan betapa susahnya untuk mencari penghasilan dan mencari pekerjaan
yang terbilang menetap karena Didi hanya memiliki ijazah sampai SMP yang di mana
untuk sekarang ini minimal ijazah SMA sebagai salah satu syarat untuk keterimanya
pekerjaan.
Memulai dengan kerja serabutan ini saat usai tamat SMP dan tidak melanjutkan ke
tahap pendidikan selanjutnya karena tidak tercukupinya biaya untuk bisa meneruskan ke
tingkat menengah atas. Didi sebenarnya ingin sekali melanjutkan ke sekolah menengah
21
kejuruan atau SMK seperti teman-temannya yang bisa menduduki bangku sekolahan.
Namun, karena faktor ekonomi sebagai penghambat impiannya maka dia meneruskan
pekerjaan orangtuanya yang bekerja sebagai serabutan juga. Menurut Ivancevich
(dikutip dalam Mariskha, 2011), Ivancevich mengungkapkan bahwa stres diikuti karena
berdasarkan adanya beban tuntutan psikologis atau fisik yang berasal dari kejadian
eksternal, situasi dan lingkungan sekitar karena adanya perbedaan individual terhadap
seseorang. Stres yang dialami karena adanya beban keterpaksaan yang harus dilakukan
seperti dalam menjalani pekerjaan yang tidak dikehendaki dari seseorang dan dilakukan
karena keterpaksaan dari dalam lingkungan keluarga untuk membantu perekonomian dan
mengupayakan dapat memenuhi kebutuhan keluarga.
Keterlibatan dirinya di dunia pekerjaan yang tidak diinginkannya dapat
menumbuhkan tekanan atau beban yang dapat memicu timbulnya stres. Kaitannya
dengan hasil informan Didi, bahwa ia sebenarnya terpaksa dan mau tidak mau harus
melakukan pekerjaan meskipun dengan usia yang seharusnya berada di bangku sekolah.
Tidak hanya lingkungan keluarga, lingkungan sekitar juga merupakan hal yang sangat
mendukung sebagai penyebab timbulnya stres seperti halnya yang tengah dirasakan Didi
pada saat berangkat kerja di waktu pagi hari. Sampai dipertengahan jalan, Didi bertemu
dengan sekolompok temannya yang hendak pergi berangkat sekolah disertai dengan
pakaian seragam SMK. Didi merasa iri dengan keadaan temannya yang mampu
meneruskan sekolahnya, sedangkan ia di pagi hari harus bersiap untuk pergi kerja.
Perbedaan status dan kondisi yang membuatnya merasa iri dan terbebani dalam diri. Ia
juga sering berpikir bagaimana untuk keadaan di masa yang akan datang dan seperti apa
kedepannya, “masa saya sampe besok kerjanya cuman gini aja ?” ungkap Didi.
Story Box 01
Hal yang menjadi pemicu timbulnya stres yang dialami oleh Didi ini salah satunya
yaitu iri, karena melihat teman-temannya yang bisa melanjutkan SMK dan setiap pagi
selalu berangkat ke sekolah dengan pakaian seragam sekolah, sedangkan Didi hanya
sebagai seorang pekerja serabutan dan masih bingung dalam menentukan arah masa
depannya seperti apa. Selain itu, stres juga dirasakan karena adanya beban
keterpaksaan yang harus dituntut untuk kerja agar dapat membantu perekonomian
dalam keluarga.
22
Berdasarkan Story Box 01 di atas, Didi merupakan seseorang yang mengalami stres
karena faktor dari luar yang telah dijelaskan dalam teori Ivancevich yaitu karena
lingkungan keluarga dan lingkungan sekitar. Menurut Gibson dkk (dikutip dalam
Septianto, 2010), Gibson menyatakan bahwa dampak dari stres itu banyak dan bervariasi
juga dapat bernilai positif antara lain, dapat meningkatkan motivasi pribadi, bekerja
lebih keras, dan meningkatkan inspirasi hidup yang lebih baik. Namun, untuk menutupi
dan mengatasi stres baginya dapat dilakukan dengan cara kerumah teman dengan
bercandaan, main game dan merokok sambil minum kopi untuk memulihkan kondisi dan
meningkatkan motivasi pribadi. Terkadang terdapat individu dalam menyelesaikan
tantangan berat dari yang dibebankan itu merasa akan lebih rajin dan giat untuk bisa
mencapai target yang diinginkan (Dhania, 2010). Stres bukan dijadikan sebagai masalah
besar baginya dalam menghadapi kehidupan, akan tetapi stres membuatnya lebih
berpikir bahwa dibalik keterpaksaan dalam bekerja ini terdapat nilai positif yaitu berupa
kebanggaan yang telah mendapatkan penghasilan sendiri untuk mengurangi beban orang
tua dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.
“pengalaman dari kerja itu gimana?”
“kalo pengalamannya ya saya tau kalo cari uang itu susah terus ya banggalah dengan
uangnya sendiri bisa beli apa-apa dengan uangnya sendiri.”
Menghadapi stres menurutnya cukup mudah dilakukan dengan tiga hal yang telah
disampaikan diatas. Salah satu hal yang sangat sering dilakukannya adalah dengan
merokok dalam jangka waktu sehari menghabiskan sekitar 5 batang yang membuatnya
merasakan kenyamanan dan satu bungkus rokok dapat dihabiskan dalam waktu 1-2 hari.
Didi memiliki anggapan bahwa hal itu tidak terasa boros jika dalam seminggu hanya
untuk membeli rokok yang menghabiskan sekitar Rp90.000,00 dan hasil itu merupakan
dari kerja kerasnya. Jadi, untuk membeli barang apa saja yang sesuai keinginannya pasti
akan tersampaikan apabila masih memiliki uang dan akan terasa boros jika uangnya
sudah mulai menipis.
Rokok yang dijadikan sebagai coping stres, ternyata juga terdapat gambar (gigi
rusak dan kondisi mulut yang cukup parah) dilabel kotak rokok sehingga ada sedikit
kami membahas mengenai bahaya rokok. Didi tidak takut sama sekali dengan kecanduan
rokok, baginya hal yang dapat terjadi sesuai di gambar tersebut karena musibah dari
maha kuasa dan tidak ada hubungannya dengan rokok.
23
“kan rokok itu kan gak haramkan”
“kan ciptaan Allah juga kenapa kok gak boleh gitu. Kalo merusak kesehatan, emang
merusak kesehatan tapikan umur dan sakit itulah yang menentukan kan yang maha
kuasa”
“jadikan kalo diberi sakit ya emang tuhan memberikan saya sedang diberi musibah
gitu aja kalo saya gak ada hubungannya sama rokok”
Saat menghadapi terjadinya stres, Didi juga tidak pernah untuk menceritakan
keluhan dirinya ke orang terdekat seperti orangtua, teman, dan lainnya. Stres yang
dialami cukup hanya dia saja yang mengetahui dan tidak perlu ada orang lain yang tau
mengenai apa yang dirasakannya. Jadi, dalam menggali pemahaman pengetahuan
mengenai stres yang telah dinyatakan dari informan diatas bahwa stres merupakan
pikiran yang sedang kacau dan terbebani karena adanya tuntutan dari luar individu
sebagai sesuatu hal yang mendukung timbulnya stres dan terjadi karena persoalan
masalah ekonomi dan masalah keluarga. Saat ada masalah yang masuk ke dalam diri
seseorang stres juga diikuti dengan mental lemah seperti masalah iri karena tidak bisa
mengikuti keinginan yang diharapkan, serta pada saat mengalami stres menurutnya tidak
perlu mengungkapkan atau menceritakan ke siapapun sehingga tidak ada orang yang
terbebani dalam mencari jalan keluar untuk seorang yang sedang mengalami stres.
3.5. Stres Versi Pemuda SMK
SMK atau Sekolah Menengah Kejuruan adalah pendidikan lanjutan dari sekolah
menengah pertama yang mengutamakan pengembangan kemampuan untuk
melaksanakan suatu jenis pekerjaan tertentu, Sekolah menengah kejuruan juga
mempersiapkan peserta didiknya untuk memasuki dunia kerja disertai dengan
pengembangan sikap profesional dengan menjalankan program kejuruan sesuai dengan
jenis lapangan pekerjaan (Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990). Hal tersebut
menggambarkan bahwa siswa SMK dalam hal ini sering berkutat dan difokuskan untuk
melaksanakan praktik. Praktik – praktik yang sudah menjadi suatu keharusan untuk
dijalani tentu menjadikan SMK padat dalam sistem pembelajarannya. Pembelajaran
yang padat ini kemudian dapat memungkinkan menjadi sebuah titik awal
ketidakmampuan dalam memenuhi semua kewajiban yang dihadapi, di mana
ketidakmampuan ini diwujudkan dalam bentuk stres (Lisdiantoro dan Nugraha, 2017).
24
Kepadatan yang dialami siswa SMK sendiri tidak hanya berhenti dalam
pembelajarannya saja. Di luar pembelajaran pun siswa juga mengembangkan soft skill-
nya dengan mengikuti organisasi – organisasi dan ekstrakurikuler yang ada. Hal ini
tentu membuat siswa yang ingin mengembangkan soft skill-nya dengan mengikuti
organisasi dan ekstrakurikuler menjadi semakin padat kegiatannya. Padatnya kegiatan
di tengah mengembangkan soft skill dan pembelajaran praktik-praktik kejuruan tentu
tidak mudah dalam menjalaninya, terlebih lagi jika tidak menata kesiapan mental dan
tidak menata jadwal dengan baik. Ketidaksiapan mental dan tidak menata jadwal
dengan baik tersebut kemudian akan menyebabkan stres yang kemudian mengakibatkan
adanya suatu hal yang terbengkalai.
Gambar 1. Gang Ponosaran Lor, Girikerto, Tempat tinggal Cornelia dan nenek kakeknya
Story Box
Cornelia merupakan siswi kelas 2 di SMK N 1 Tempel yang tinggal bersama nenek
dan kakeknya di Ponosaran Lor, Desa Girikerto. Orang tua tinggal dan bekerja di
Banten. Ia mengambil jurusan akuntansi dan memutuskan bersekolah di SMK
karena ingin langsung bekerja dan bisa berkuliah sambil bekerja. Cornelia ini
adalah termasuk siswi yang aktif. Ia mengikuti organisasi OSIS, mengikuti tim
paduan suara inti, sibuk mengurus event OSIS dan mengikuti perlombaan-
perlombaan. Ia menyatakan jika dirinya pernah merasa stres yang cukup berat saat
di kelas 1 SMK yang membuat nilainya anjlok. Ia merasa bahwa semua beban ada
pada dirinya, mulai dari beban awal menerima pelajaran yang sangat kejuruan dan
pengurus inti OSIS yang juga dibebankan di kelas 1. Hal tersebut kemudian pernah
membuatnya tidak fokus sekolah, malas, nilainya menjadi anjlok, dan sempat
berpikir sepintas untuk keluar dari organisasi.
25
Berdasarkan story box tersebut diketahui bahwa informan yang bernama Cornelia ini
pernah mengalami stres yang berat karena kepadatan sekolah kejuruan dan kepadatan
kegiatan di organisasinya. Di mana kepadatan-kepadatan yang membuat dirinya kaget di
awal SMK tersebut membuat dirinya stres serta mengakibatkan pikiran dan nilai
sekolahnya menjadi terbengkalai. Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa stres
menurut versinya adalah banyak tanggungan dan kewajiban yang datang di waktu yang
bersamaan.
“Stres menurutku tu kayak banyak tanggungan, banyak kewajiban yang di
depan kayak kita udah tugasnya banyak, udah kayak ada event OSIS di depan
mata yang harus dilakuin dan itu waktunya bener-bener bareng, itu stres.. hehe..
dah pusing rasanya.” Cornelia, 28 April 2019
Cornelia juga mengungkapkan bahwa rasa stres dapat muncul dalam dirinya adalah
ketika ia lelah fisik dan banyak yang harus dilakukan. Ia merasa stres dan bingung ingin
menyelesaikan tanggungan yang mana dulu yang harus dirinya selesaikan, sedangkan
disisi lain ia juga sudah merasa lelah fisik. Bahkan ia juga mengatakan bahwa dirinya
tidak kuat di saat seperti itu.
E : “menurutmu, kapan stres bisa muncul di kamu?”
C : “saat udah lelah fisik ditambah banyak yang harus dilakuin, keknya udah..
hah.. aku bingung mau ngapain, udah ini.. yang dikejar deadline harus ini tapi
sedangkan fisik juga udah capek, jadi kayak mau ngerjainnya mau nyelesaiinnya
tu bingung gitu.. dah.. nggak kuat haha” Cornelia, 28 April 2019
Dari pernyataan-pernyataan Cornelia di atas yang diperoleh saat wawancara
menggambarkan bahwa Cornelia memaknai stres sebagai suatu kondisi di mana banyak
kesibukan, tanggungan, dan kewajiban yang datang dalam waktu yang bersamaan atau
bertabrakan. Di mana kesibukan, tanggungan, dan kewajiban tersebut berasal dari
dalam kelas seperti tugas sekolah yang menumpuk serta kegiatan di luar kelas seperti
organisasi dan segala macam event yang dikelolanya bersama teman-teman
26
organisasinya. Hal tersebut akan menjadi semakin berat ketika dirinya juga mengalami
lelah fisik.
Cornelia juga menyatakan bahwa ia merasa teman-teman yang sering ia temui
merasakan hal stres adalah teman dalam satu lingkup organisasinya dan bukan teman-
teman kelasnya. Cornelia berpendapat bahwa tidak semua teman di kelasnya mengikuti
organisasi dan ekstrakurikuler, bahkan yang tidak mengikuti organisasi dan
ekstrakurikuler terbilang cukup banyak. Jadi menurutnya, teman yang tidak mengikuti
organisasi tidak merasakan kesibukan dan kepadatan yang dirasakan oleh teman-teman
yang mengikuti organisasi ini. Ia juga menceritakan bahwa terdapat teman satu
organisasinya yang juga mengikuti organisasi lain dan tidak berkutat pada satu
organisasi saja. Hal ini kemudian membuat Cornelia dapat membandingkan bahwa ada
yang lebih sibuk dari dirinya dan membuat dirinya menjadi tidak mengeluh untuk stres
serta menjadikannya menjadi sebuah motivasi.
Walaupun organisasi menjadi sumber stres yang paling banyak Cornelia
ceritakan di samping kepadatan tugas kejuruan yang menumpuk, disisi lain teman
organisasilah yang menjadi tempat curahan segala suka-duka yang ia alami. Ia bercerita
jika ia lebih cenderung dekat dengan teman-teman organisasinya dibandingkan teman
kelasnya. Menurutnya, segala keluh-kesah dan segala suka-duka dirasakan bersama-
sama dengan teman organisasinya. Hal inilah yang kemudian membuat Cornelia lebih
memilih bercerita kepada teman organisasinya jika ia sedang stres. Cornelia merasa,
bercerita kepada teman organisasi adalah salah satu hal yang bisa meringankan rasa
stresnya dibandingkan harus dipikul atau dipendam sendirian. Menurutnya bercerita
kepada teman dapat membuat dirinya memperoleh saran dan bantuan yang akan
mengurangi beban stres dalam dirinya.
Widiastuti (2004) dalam Ekasari dan Yuliyana (2012) menyatakan bergaul dengan
teman sebaya adalah bantuan dari seseorang yang diberikan kepada orang lain yang
kurang lebih berusia sama, di mana kemudian dukungan yang timbul dapat memberikan
sebuah motivasi atau menimbulkan minat dalam diri seseorang saat berkegiatan.
Pernyataan tersebut sesuai dengan pengalaman Cornelia yang terurai di atas. Cornelia
cenderung lebih senang bercerita kepada teman sebayanya yang ada di organisasi yang
sama dengan dirinya. Di mana teman sebaya yang ada di organisasi ini cenderung
merasakan beban yang sama dengan dirinya. Namun terlepas dari bercerita kepada
27
teman organisasinya, ia juga melihat bahwa teman organisasinya ini juga mengikuti
cabang-cabang organisasi yang lainnya dan cenderung lebih sibuk dari dirinya namun
tetap semangat dan memberi dukungan kepada teman yang lainnya. Hal ini kemudian
membuat Cornelia menjadi lebih termotivasi dan menurunkan rasa stres yang ia rasakan.
“main ke rumah temen tapi lebih ke cerita, kalo nggak ya paling ngerjain tugaslah,
jadi ngehilangin rasanya tu dengan kegiatan yang lebih positif lagi” Cornelia, 28 April
2019
Dari pernyataan tersebut menggambarkan bahwa Cornelia lebih sering mengurangi
rasa stresnya dengan bercerita dengan temannya dan mencari kegiatan yang lebih positif
dibanding hal yang lainnya. Ia menyatakan main juga menjadi suatu hal yang
mengurangi rasa stresnya. Tetapi main yang ia maksud bukanlah main ke mall dan jalan-
jalan tetapi main ke rumah teman untuk bercerita atau mengerjakan tugas. Walaupun
disisi lain ia juga sempat menyatakan bahwa ia pernah jalan-jalan untuk refreshing
bersama teman-teman sekelasnya, tetapi itu bukan menjadi suatu hal yang sering
dilakukan.
Meskipun menurut Cornelia kesibukannya di luar kelas dan kesibukan
organisasinya menjadi suatu hal yang membuat stres di tengah banyaknya tanggungan
tugas kejuruan dari guru yang menumpuk, Cornelia semakin bisa mengontrol rasa
stresnya. Menurutnya ketika dia bisa memotivasi dirinya bahwa hal tersebut adalah
bagian dari tanggung jawabnya, hal tersebut kemudian tidak menjadikan dirinya stres
lagi. Ia merasa semakin lama kesibukan tersebut menjadi suatu hal yang biasa ia lakukan
dan menjadi sebuah kebiasaan. Rasa kebiasaan tersebut kemudian dapat mengontrol
stres tersebut dan kebiasaan tersebut kemudian membuat Cornelia dapat menangani
masalah-masalah dalam dirinya agar tidak stres. Dalam hal ini Cornelia sangat baik
dalam mengontrol dirinya karena ia bisa mengatasinya secara berkala. Ketika remaja
mempunyai kontrol diri yang baik maka akan mampu menangani masalah yang ada
dalam dirinya, lingkungan, teman sebaya, keluarga, serta organisasi yang diikutinya
(Ekasari dan Yuliyana 2012).
Selain perihal pendapat Informan mengenai stres dalam dirinya, saat wawancara
kami juga menyinggung mengenai pendapat informan mengenai stres secara luas yang
ada dalam diri orang lain.
28
E : “orang-orang menurutmu itu stresnya karena apa?”
C : “terlalu banyak beban pikiran gitu atau pengaruh lingkungan itu bisa stres”
Cornelia, 28 April 2019
Dari petikan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa Cornelia berbeda dalam
menginterpretasikan stres dalam dirinya dan stres dalam diri orang lain. Menurut
Cornelia stres dalam dirinya dan stres dalam diri orang lain dapat berbeda-beda. Namun
jika dilihat secara luas, Cornelia berpendapat bahwa stres ada di dalam diri orang lain
adalah ketika orang tersebut terlalu banyak memiliki beban pikiran dan adanya pengaruh
lingkungan. Hal tersebut jelas berbeda dengan Cornelia yang menganggap bahwa dirinya
stres ketika banyak tanggungan dan kewajiban yang datang secara bersamaan. Selain itu
ketika wawancara, Cornelia juga sempat disinggung dengan pertanyaan mengenai istilah
stres yang muncul di tengah masyarakat.
E : “menurutmu kenapa istilah stres bisa muncul di tengah masyarakat?”
C : “menurutku apa ya.. ee lebih ke yaa itu tadi sih, lebih ke banyak yang dipikirkan”
E : “maksudnya banyak pikiran terus istilah stres muncul?
C : “iyaa”
Menurut Cornelia berdasarkan wawancara di atas, istilah stres dapat muncul di tengah
masyarakat karena adanya beban pikiran atau banyaknya pikiran yang dipikirkan oleh
orang-orang yang kemudian orang-orang menyebutnya sebagai stres. Disini Cornelia
menyebutkan kembali kata “banyak pikiran” yang menggambarkan stres secara luas atau
secara garis besar. Meskipun ia berpendapat stres versinya adalah banyak kewajiban dan
tanggungan yang datang bersamaan, tetapi disini terdapat makna kata yang sama yaitu
“banyak”. Cornelia selalu menyebutkan kata “banyak” yang selalu terselip dalam
pemaknaannya terhadap stres. Pemaknaan stres dari Cornelia ini sesuai dengan argumen
dari teori interaksionisme simbolik.
Teori interaksionisme simbolik sendiri menekankan argumen bahwa setiap benda
atau kata dapat memiliki arti atau makna yang berbeda, di mana arti atau makna disini
berasal dari kebenaran masing-masing individu dan makna ini muncul karena adanya
sebuah interaksi sosial dari individu-individu (Ritzer dan Goodman, 2003 dalam
Anggraini 2015). Pemaknaan stres versi Cornelia sebagai pemuda SMK dalam hal ini
29
adalah banyaknya tanggungan dan kewajiban yang datang secara bersamaan serta diikuti
dengan lelah fisik yang terjadi karena padatnya tugas sekolah kejuruan dan padatnya
dalam berorganisasi dan kegiatan di luar kelas. Namun menurut Cornelia hal ini juga
dapat berbeda-beda pada diri orang lain, seperti yang Cornelia garis besarkan bahwa
stres identik dengan banyaknya pikiran. Sedangkan kata “banyak” disini merupakan
hasil dari interaksi sosial dari individu-individu lain kepada Cornelia yang kemudian
membuat Cornelia memaknai stres identik dengan kata “banyak”. Di mana “banyak”
dalam makna stres disini bisa banyak tanggungan, banyak kewajiban, banyak tugas,
banyak organisasi, banyak pikiran, dan banyak tekanan. Hal tersebut tergantung dari
situasi kondisi dari individu itu sendiri dan lingkungannya.
30
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Setelah melaksanakan penelitian ini tidak dapat dipungkiri bahwa stres dapat terjadi
pada setiap orang salah satunya pemuda. Di mana pemuda dalam hal ini sangat rentan
dengan banyaknya tuntutan yang datang dalam dirinya. Pemuda yang terlibat dalam
penelitian didaerah Desa Girikerto ini terdiri dari berbagai latar belakang mulai dari siswa
SMK, mahasiswa, pekerja tetap hingga pekerja serabutan. Definisi stres sendiri adalah
kondisi, respons, dan stimulus yang dilakukan oleh tiap individu dalam menghadapi
adanya berbagai tuntutan dan tekanan dari lingkungan eksternalnya
Data yang kami temukan dari pendapat pemuda tentang stres di Desa Girikerto ini
berbeda-beda dari setiap individu mulai dari mahasiswa yang mengungkapkan bahwa
faktor penyebab terjadinya stres yang mereka alami tidak jauh berbeda. Sebagian besar
mahasiswa pernah mengalami stres karena masalah akademik. Entah itu masalah
mengenai IPK rendah, kelelahan, tertekan karena banyaknya tugas, merasa dituntut untuk
mendapatkan nilai yang tinggi, dan sebagainya. Untuk informan pekerja tetap memiliki
perbedaan pendapat dari mahasiswa yang menyatakan bahwa pemuda yang setiap harinya
bekerja dan telah berkeluarga lebih merasakan stres karena faktor pekerjaan. Salah satu
pekerja yang bekerja sebagai pedagang merasa stres karena tidak dibayarnya utang oleh
pembeli bahkan sampai dibawa kabur, mengalami kerugian, serta barang jualannya tidak
laku. Ia juga merasa stres karena masalah ekonomi, seperti tidak memiliki uang dan
pemutaran uangnya macet. Selain itu, lelah dalam bekerja juga dapat mengakibatkan rasa
stres, hal itu dirasakan oleh pengepul sampah. Ia juga merasa stres karena faktor
lingkungan, yakni permasalahan baik di keluarga ataupun tetangga.
Lain halnya dengan pekerja serabutan yang merasakan stres karena iri yang terlalu
banyak membebani karena tidak sejalan dengan keinginannya. Iri yang disebabkan juga
karena faktor lingkungan di mana melihat teman-temannya yang dapat melanjutkan
jenjang pendidikan selanjutnya sedangkan ia tidak bisa melanjutkan karena hal biaya
yang tidak bisa dipenuhi. Dengan demikian selain iri, stres juga bisa disebabkan karena
masalah ekonomi dan masalah keluarga.
31
Berbeda dengan pemuda yang lainnya, pemuda SMK menyebutkan bahwa stres
sebagai suatu kondisi di mana banyak kesibukan, tanggungan, dan kewajiban yang datang
dalam waktu yang bersamaan atau bertabrakan. Di mana kesibukan, tanggungan, dan
kewajiban tersebut berasal dari dalam kelas seperti tugas sekolah yang menumpuk serta
kegiatan di luar kelas seperti organisasi dan segala macam event yang dikelolanya
bersama teman-teman organisasinya. Hal tersebut akan menjadi semakin berat ketika
dirinya juga mengalami lelah fisik.
4.2. Saran
Setelah penelitian di lapangan dilakukan maka terdapat beberapa saran dari penulis
untuk penelitian selanjutnya yaitu disarankan dapat memastikan lokasi penelitian,
mencari informan yang sesuai dengan kriteria, mematangkan interview guide agar tidak
terjadi kecanggungan dalam wawancara, serta menyiapkan alat teknis agar tidak terjadi
penghalang.
32
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini 2015, Analisis Interaksionisme Simbolik pada Praktik Branding Rumah
Sakit Universitas Airlangga, Journal Universitas Airlangga, diakses tanggal 23
maret 2019, http://journal.unair.ac.id/Kmnts@analisis-interaksionisme-
simbolik-pada-praktik-branding-rumah-sakit-universitas-airlangga-(rsua)-
article-10632-media-135-category-8.html.
Asfiana, N. W. (2015). Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Tingkat Stres Kepala
Keluarga Penduduk Dukuh Klile Desa Karang Asem Kecamatan Bulu
Kabupaten Sukoharjo (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surakarta).
Brandan, Yohanes.2017. Resiliensi pada Mahasiswa Perantau Tahun Pertama. Vol 2,
No.2. https://respository.usd.ac.id . Diakses pada 26 Mei 2019
Dhania, D, R., 2010, ‘Pengaruh Stres Kerja, Beban Kerja Terhadap Kepuasan Kerja
(Studi Pada Medical Representatif Di Kota Kudus)’, Volume I, No 1.
Ekasari dan Yuliyana 2012, Kontrol Diri dan Dukungan Teman Sebaya dengan
Coping Stres pada Remaja, Jurnal Soul: Jurnal Ilmiah Psikologi, vol. 5,
hh.55-66
Frichilia, C., Mandey, S., & Tawas, H. (2016). Stres Kerja Serta Hubungannya
dengan Kinerja Karyawan Berdasarkan Gender (Studi pada Karyawan PT.
Bank Danamon, TBK Manado. Dalam Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi Vol. 16
No. 4 Tahun 2016.
Gamayandi,d.k.k. 2018. Self Disclosure dan Tingkat Stres pada Mahasiswa yang
sedang mengerjakan Skripsi. Vol 5, no. 1. https://journal.uinsgd.ac.id. Diakses
pada 26 Mei 2019
Gaol N.T.L., 2016. Teori Stres: Stimulus, Respons, dan Transaksional.
Handayani, N. C. (2013). Pengaruh Kepuasan Kerja dan Stres Kerja terhadap
Turnover Itention pada Karyawan PT. Unitex di Bogor. Dalam Jurnal Riset
Manajemen Sains Indonesia Vol. 4 No. 1, 97-115.
33
Ibrahim, H., Amansyah, M., & Yahya, G. N. (2016). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Stres Kerja pada Pekerja Factory 2 PT. Maruki
Internasional Indonesia Makassar Tahun 2016. Dalam Jurnal Al-Sihah Vol. 8
No. 1 Januari - Juni 2016.
Jannah, M. (2013). Gangguan stres pasca trauma gagal untuk menikah: Studi
fenomenologi terhadap seorang perempuan yang mengalami stres pasca
trauma gagal untuk menikah.
Kartika, D. A. (2015). Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Stres Akademik
Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kusumajati, D. A. (2010). Stres Kerja Karyawan. Dalam Jurnal HUMANIORA Vol. 1
No. 2 Oktober 2010
Lisdiantoro dan Nugraha 2017, PENGELOLAAN STRES UNTUK MENUNJANG
MOTIVASI BELAJAR SISWASEBAGAI GENERASI PENERUS DI
TAHUN INDONESIA EMAS, Seminar Nasional, hh.177-182
Mariskha, Z., 2011, ‘Pengaruh Stres Kerja dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan Surat Kabar Harian Lokal di Kota Palembang’, Jurnal Ilmiah
Orasi Bisnis – ISSN: 2085-1375 Edisi Ke-VI.
Mikebm, 2016, ‘Kerja Serabutan dan Gig Economy’, Arts Management & Policy.
[online]. (diupdate 02 Mei 2016).
http://musicalprom.com/2016/05/02/kerja-serabutan-dan-gig- economy/
[diakses 27 Mei 2019].
Sarafino, E. P., 2011. ‘Health Psychology: Biopsychosocial Interactions (7th ed)’.
New York: Wiley.
Septianto, D., 2010, ‘Pengaruh Lingkungan Kerja dan Stres Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan Studi Pada PT. Pataya Raya Semarang’, Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro Semarang
34
LAMPIRAN
A. Daftar Informan
1) Nama informan : Sidiq Nurrohmat
Waktu wawancara : 28 April 2019
Lokasi : Rumah Sidiq, Dukuh Karanggawang, Girikerto
Pewawancara : Asti Yuniar Mila
2) Nama informan : Cornelia Paskalinda
Waktu wawancara : 28 April 2019
Lokasi : Rumah Cornelia, Dukuh Ponosaran Lor, Girikerto
Pewawancara : Estiningtyas Azhiim
3) Nama informan : Dewi
Waktu wawancara : 27 April 2019
Lokasi : Warung depan Balai Desa Girikerto
Pewawancara : Radya Purwa Antika
4) Nama informan : Arif
Waktu wawancara : 27 April 2019
Lokasi : Daleman, Girikerto
Pewawancara : Rizqiqa Ramadhan
5) Nama informan : Bowo
Waktu wawancara : 27 April 2019
Lokasi : Rumah Bowo, Karanggawang RT. 03 Turi, Sleman
Pewawancara : Yusuf Ramadhan
6) Nama informan : Frisar
Waktu wawancara : 27 April 2019
Lokasi : Rumah Frisar, Karanggawang RT. 02 Turi, Sleman
Pewawancara : Yusuf Ramadhan
35
B. Data Kompilasi Individu
Nama Verbatim
Transcript
Reflection
Diary
Coding Indexing Mind
Mapping
Asti Yuniar Mila √ √ √ √ √
Estiningtyas Azhiim √ √ √ √ √
Radya Purwa Antika √ √ √ √ √
Rizqiqa Ramadhan √ √ √ √ √
Yusuf Ramadhan √ √ √ √ √
C. Pembagian Kerja
BAB I PENDAHULUAN Dikerjakan bersama
BAB II LATAR SOSIAL Dikerjakan bersama
BAB III PEMBAHASAN
Apa itu Stres? Rizqika Ramadhan
Mahasiswa Radya Purwa Antika
Pemuda Pekerja Tetap Yusuf Ramadhan
Pemuda Pekerja Serabutan Asti Yuniar Mila
Pemuda SMK Estiningtyas Azhiim
BAB IV PENUTUP Dikerjakan bersama
LAMPIRAN Dikerjakan bersama
36
D. Poster
37
E. Data Networking Kelompok
38
F. Data Networking Individu
Yusuf Ramadhan
(Mind Mapping Informan Pertama)
39
Yusuf Ramadhan
(Mind Mapping Informan Kedua)
Asti Yuniar Mila
40
Estiningtyas Azhiim
41
Asti Yuniar Mila
42
Radya Purwa Antika
43
Rizqika Ramadhan
44
G. Foto – Foto di Lapangan
45