laporan integrasi new
TRANSCRIPT
1
AINTERVENSI YANG AKAN DILAKUKAN
Jangka Pendek Jangka Panjang Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Fortifikasi ( iodium,
Vit A, Ca, Zink, Fe, As. Folat ) pada garam, minyak, dan tepung
√ √ √ √ √
Suplementasi √ √ Peningkatan
pelayanan kesehatan (Fasilitas, akses, nakes, dan kader)
√ √ √ √ √
Edukasi warga ( KIE, PHBS )
√ √ √ √ √
Konseling rokok √ √ √ Pemberian bibit ikan,
ternak, dan tanaman√ √
Diversifikasi pangan √ √ Menyubsidi harga
pelayanan kesehatan dan bahan pangan
√ √
Membuat kelas gizi √ √ Membuat mobil siaga √ √ Membentuk
komunitas berbasis masyarakat
√ √
Kebijakan untuk fortifikasi makanan tersebut.
√ √ √ √ √
Peningkatan pelayanan kesehatan ( Fasilitas, akses, nakes, dan kader )
√ √
2
Edukasi warga ( KIE, PHBS )
√ √ √ √ √
Konseling rokok √ √ √ √ √ Terapi hypnosis
tentang Life style√ √
3
Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007, yang
dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia,
menunjukkan hasil sebagai berikut:
Status Gizi pada` kelompok usia Balita:
1. Kurus/Wasting total (nasional): 13.6% dengan perincian pada
kelompok termiskin (Quintil 1/Q1) = 14.7%; Q2 = 13.9%; Q3 =
13.4%; Q4 = 13.0%; Q 5 (kelompok terkaya) = 13.0%
Berat badan (Kg) menurut Tinggi badan (Cm) atau BB/TB
merupakan salah satu indeks yang digunakan untuk menentukan status
gizi kini atau kurang gizi akut pada balita yang dikelompokkan dalam
empat kategori yaitu gemuk, normal, kurus, dan kurus sekali (Jahari,
2002). Indikator BB/PB memberikan indikasi masalah gizi yang
bersifat akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi saat ini dalam
waktu yang singkat atau tidak terlalu lama (akut), misalnya karena
terjadinya wabah penyakit dan kekurangan makan (kelaparan) yang
mengakibatkan anak balita menjadi kurus. Pada keadaan yang baik
berat badan anak akan berbanding lurus dengan tinggi badannya,
dengan kata lain berat badan akan seimbang dengan tinggi badannya.
Bila terjadi kondisi kesehatan yang memburuk seperti kejadian diare,
berat badan akan berubah karena sifatnya yang labil sedangkan tinggi
badan tidak terpengaruh. Akibatnya berat badan dalam waktu singkat
4
akan menjadi tidak seimbang dengan tinggi badannya. Keadaan ini
lebih dikenal dengan istilah wasting
Menurut UNHCR, masalah kesehatan masyarakat telah dianggap
serius apabila prevalensi BB/TB Kurus antara 10,1 persen-15,0 persen
dan dianggap kritis bila diatas 15 persen. Semakin baik keadaan
ekonomi rumah tangga, semakin rendah prevalensi kurus. Melihat
angka dari data nasional tersebut, sesuai UNHCR, Wasting atau kurus
telag termasuk dalam masalah kesehatan masyarakat yang serius.
Indeks BB/TB berguna terutama untuk pemilihan sasaran
(targeting) bagi tindakan segera, seperti pemeriksaan kesehatan,
pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan agar kembali
memiliki berat badan yang seimbang dengan tinggi badannya atau
dalam bentuk tindakan untuk memperbaiki lingkungan yang kurang
sehat (Jahari, 2002).
5
Determinan
Determinan masalah gizi berdasarkan diagram di atas adalah
adalah kemiskinan khususnya di daerah pedesaan atau pelosok,
rendahnya praktik PHBS (kebersihan lingkungan), kurangnya
kesadaran masyarakat untuk PHBS, terbatasnya akses pangan pada
tingkat keluarga miskin, masih tinggi penyakit infeksi, pola asuh ibu
yang kurang baik, rendahnya akses keluarga terhadap pelayanan
kesehatan dasar (Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi, Bappenas,
2011)
Dampak
Konsekuensi jangka panjang balita penderita wasting adalah
gangguan pertumbuhan pada usia selanjutnya dan defisit tingkat
kecerdasan (Sandjaja, 2006). Masih tingginya prevalensi wasting
mempunyai implikasi bahwa Indonesia menghadapi resiko generasi
yang hilang. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap rendahnya
kualitas sumber daya manusia. Padahal status gizi balita merupakan
salah satu indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Janin atau bayi usia 0-2 tahun yang pertumbuhannya terganggu
akan menyebabkan rendahnya produktivitas ekonominya pada masa
dewasa; Menurut standar WHO, anak yang mengalami
kekurusan/wasting, akan memiliki kehilangan poin kecerdasan IQ 10-
15 poin; Beban bagi pemerintah maupun keluarga terkait biaya
pengobatan karena banyak balita yang mudah sakit.
6
Selain itu wasting merupakan indikasi terkena marasmus dan
prediktor kuat kematian pada anak balita. Pertumbuhan fisik, mental,
kognitif terganggu. Anak yang mengalami wasting juga memiliki
resiko yang lebih tinggi terkena penyakit degeneratif seperti penyakit
jantung koroner, hipertensi, DM dan lain sebagainya pada usia
dewasa.
Intervensi
Keadaan gizi anak usia bawah 2 tahun sangat penting diperhatikan
karena merupakan peluang waktu tersisa untuk memperbaiki dan
menyempurnakan perkembangan mental dan motoriknya. Jika tidak
dilakukan maka keadaan kurang gizi kronis yang berlangsung sejak
dalam kandungan sudah akan mulai terlihat dampaknya pada usia 3
tahun (Karstono, 2008). Kekurangan gizi akibat kurangnya asupan zat
gizi tersebut dapat ditanggulangi dengn pemberian makanan
pendamping air susu ibu yang memadai. Sektor pangan dan pertanian
mempunyai tanggung jawab dalam mengatasi kurang gizi. Selain
produksi pangan untuk gizi yang baik, perlu dikembangkan proses
pangan skala kecil sehingga dapat memperpanjang masa simpan hasil
pertanian.
Langkah nyata yang harus diambil untuk memperbaiki konsumsi
pangan dan status gizi:
Pengadaan pekan gizi, bazar pangan bergizi untuk
mendukung daya beli masyarakat
7
Penyuluhan PHBS bagi keluarga
Merevitalisasi posyandu
Penyuluhan gizi kepada calon pengantin, remaja putri
setingkat SMA/MA
Mengupayakan sanitasi dan air bersih yang cukup
Melakukan pemberdayaan keluarga dengan melombakan
kadarzi (keluarga sadar gizi)
Melakukan kaderisasi
Pemerintah telah melaksanakan program Pemantauan pertumbuhan
dan perkembangan balita atau yang dikenal dengan nama Stimulasi
Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) untuk
menanggulangi wasting sebagaimana pada gambar dibawah ini.
8
9
2. Overweight dan obese total (nasional): 12.2% (Q1=11.2%; Q2
= 11.8%; Q3 = 11.9%; Q4 = 12.8%; Q5 =14.0%
Determinan
Secara umum determinan obesitas adalah faktor internal (genetik)
dan eksternal berat badan lahir, jenis kelamin, usia dan pola konsumsi.
Dari segi genetik bila kedua orang tua mengalami kegemukan makan
80% anaknya akan mengalami kegemukan, bila hanya salah satunya
maka persentasenya menjadi 40 %, jika tidak ada di keduanya maka
menjadi 14%. Mekanismenya : 1. Rendahnya resting metabolic rate, 2.
Rendahnya tingkat oksidasi lemak, 3. Rendahnya fat free mass, 4.
Kurangnya kontrol terhadap nafsu makan.
Faktor-faktor penyebab overweight dan obese menurut WHO
adalah:
- Meningkatnya asupan makanan tinggi energi yang tinggi lemak
- Kurangnya aktivitas fisik akibat peningkatan pekerjaan sedenter,
pergantian mode transportasi, dan peningkatan urbanisasi
Perubahan pola makan dan aktivitas fisik biasanya adalah hasil dari
perubahan lingkungan dan sosial berhubungan dengan perkembangan
dan kurangnya kebijakan yang mendukung sektor kesehatan,
pertanian, transportasi, urban planning, lingkungan, food processing,
distribusi, marketing, dan pendidikan.
Double burden disease merupakan kata-kata yang tepat
menggambarkan masalah underweigtht dan obesitas pada Q5
10
(termiskin). Anak-anak dari negara yang berpendapatan rendah atau
menengah lebih rentan terhadap asupan inadekuat saat pre-natal. Bayi
dan anak-anak pada saat yang sama, terpapar pada makanan tinggi
lemak, tinggi gula, tinggi garam, tinggi energi, makanan rendah
mikronutrien yang cenderung murah tetapi rendah kualitas gizinya.
Pola diet ini bersisian dengan rendahnya aktivitas fisik yang berakibat
tingginya peningkatan obesitas pada anak-anak dimana masalah
undernutrition tetap belum terpecahkan.
Dampak
Implikasi jangka panjang obesitas adalah:
- Penyakit jantung koroner
- Hipertensi
- Diabetes tipe 2
- Kelainan musculoskeletal (contohnya, osteoarthritis)
- Batu empedu
- Masalah Pernapasan
- Kanker tertentu (endometrial, payudara, dan colon)
Intervensi
Langkah nyata yang dapat diambil:
- Edukasi tentang 3J (jumlah, jenis, jadwal) pada keluarga dan
warga di daerah puskesmas
- Edukasi tentang jajanan yang baik oleh sekolah dan puskesmas
(tidak tinggi lemak, tinggi garam, tinggi gula)
11
- Memberikan pengetahuan kepada orang tua terkait makanan-
makanan yang seharusnya diberikan kepada balita bukan dengan
fast food atau yang indeks glicemicnya tinggi.
- Pemantauan secara berkala terhadap berat badan anak dengan
dibawa ke pusat kesehatan setempat misalkan puskesmas atau
posyandu.
- Pemberian makanan pendamping asi yang tepat dan sesuai.
12
3. Pendek/Stunting total (nasional): 18.8%. (Q1= 40.5%; Q2 =
38.9%; Q3 = 37.2%; Q4 = 34.1%; Q5 = 30.3%)
Hampir 1/3 dari anak dibawah 5 tahun mengalami stunted di
Negara – Negara berkembang (UNICEF, 2007).
Tidak hanya itu, stunting hampir terjadi pada 195 juta anak
dibawah usia 5 tahun diseluruh dunia. Benua Asia memiliki
prevalensi sebanyak 36% dan Afrika 40% sebagai benua yang
paling banyak angka kejadian stunting. 10 Negara yang
menyumbangkan kejadian stunting tinggi, yaitu: Bangladesh,
China, India, Indonesia, Pakistan, dan Philipina (UNICEF, 2007)
Determinan
13
Seorang anak mengalami stunted jika TB/U berada dibawah -2
standar deviasi (WHO Multicentre Growth Reference Study Group,
2006). Stunting biasanya terjadi pada usia kurang dari 2 tahun dan
bersifat ireversibel. Penyebab utama stunted adalah intrauterine
growth retardation (IUGR), gizi yang tidak adekuat untuk menunjang
pertumbuhan, infeksi berulang (Frongillo, 1999 dalam Dewey &
Begum, 2011). Proses menjadi stunted dimulai saat in utero
(kehamilan) yang mencerminkan kekurangan gizi yang presisten dan
kumulatif selama beberapa generasi sebelumnya. Kondisi saat in utero
yang menyebabkan bayi BBLR hingga stunted adalah kekurangan gizi
saat kehamilan, anemia, merokok dan polusi udara dalam ruangan
(Dewey & Begum, 2011).
Sedangkan menurut Shrimpton & Kachondam (2003) faktor yang
menyebabkan stunting ada dua yakni:
a. Penyakit (Immediate Predictors)
Dari riset yang dilakukan, anak dibawah umur 5 tahun yang
mengalami diare berulang secara signifikan berhubungan dengan
kejadian stunting yang lebih tinggi.
b. Intake makanan bergizi (Immediate Predictors)
Pola makan maternal disebut sebagai faktor kuat yang
berhubungan dengan kejadian stunting. 50% dari ibu dalam riset
yang mengonsumsi protein hewani (telur atau daging) banyak,
kejadian stunting pada anak lebih sedikit terjadi
14
Faktor pendukung (Underlying Cause) yang dipaparkan UNICEF
yang mempengaruhi status gizi seorang anak, yaitu (UNICEF, 2009):
a. Faktor Ekonomi, pada beberapa Negara berkembang (India dan
Nigeria) faktor ekonomi berkaitan erat dengan kejadian
stunting. Terdapat perbedaan yang signifikan pada anak yang
berasal dari keluarga mampu dan tidak mampu. Yang tidak
mampu kejadian stunting lebih cenderung untuk terjadi.
b. Gender dan norma sosial. Pada Negara seperti Bangladesh, anak
laki – laki cenderung lebih tidak stunted dibandingkan dengan
anak perempuan. Sebaliknya di Sub-Sahara Africa, anak
perempuan lebih tinggi disbanding anak laki – laki
c. Pendidikan Maternal. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan
rendah memiliki hubungan positif dengan anak yang berstatus
gizi rendah. Hal ini dikaitkan dengan durasi MP-ASI yang tidak
tepat
d. Status sosial wanita. Di beberapa Negara berkembang status
sosial wanita menjadi determinan dalam gizi kurang pada anak.
Sebuah studi di India, wanita yang memiliki status sosial tinggi
(kebebasan dalam memilih makanan, uang, dan akses) memiliki
kecenderungan untuk tidak melahirkan anak stunted. Hal ini
diasosiasikan dengan wanita yang berstatus sosial rendah, biasa
memiliki gizi yang kurang baik sehingga janin yang dikandung
15
harus berkompromi dengan keadaan seperti itu dan oleh sebab
itu, kejadian LBW dan stunted menjadi tinggi
Oleh karena itu, dampak dan penyebab stunting pada dasarnya
dapat dicegah dengan pencerdasan masyarakat. Tidak hanya itu,
ketahanan pangan, factor ekonomi dan sosial juga berperan penting
dalam kejadian stunting. Langkah nyata yang dapat diambil adalah
memulai pencerdasan wanita dan masyarakat bahwa ibu dan anak
adalah asset Negara yang penting dalam membangun sumber daya
yang berkualitas. Selain itu, ketahanan pangan dan kesejahteraan harus
tetap ditingkatkan demi terselenggaranya program dengan lancar
Dampak
a. Dampak stunted (Achadi, 2011):
Pertumbuhan fisik terhambat
Perkembangan kognitif dan mental terganggu
Meningkatnya resiko penyakit kronis pada usia dewasa
Angka masuk sekolah menurun
Pendapatan dewasa rendah
b. Menurut Grantham-McGregor,et, al (1993) anak yang stunted
memiliki resiko yang jauh lebih tinggi kemungkinan mengalami
diare, demam, apatis dan anoreksia. Pada tahun 2007 Grantham-
McGregor menyatakan bahwa ibu yang stunting memiliki pelvis
yang lebih kecil sehingga dapat meningktakan morbiditas dan
16
mortalitas maternal sebagaimana digambarkan pada gambar
dibawah.
Bagan potensi sebab akibat stunted (Grantham-McGregor et al, 2007).
17
Seperti telah disebutkan diatas bahwa anak yang stunting beresiko
besar terkena penyakit tidak menular (NCD). Berikut gambaran NCD
di Indonesia (WHO, 2011):
18
Berdasarkan bagan diatas, trend nya adalah peningkatan BMI, total
kolesterol, dan tekanan darah sistol yang terus terjadi tanpa disertai
fluktuasi. Sebaliknya, pada mean gula darah puasa mengalami
penurunan yang cukup berarti.
Intervensi
Intervensi multisektor di daerah sub sahara afrika (Remans, 2011)
19
Menurut Bloem, et al (2013)
a. Meningkatkan keanekaragaman makanan
b. Merubah sistem produksi makanan: pertanian manufaktur
c. Urbanisasi: stunting daerah urban lebih rendah
d. Meningkatkan pengetahuan orang tua
e. Meningkatkan jumlah dan askes terhadap makanan
20
Paket intervensi MVP Determinan gizi anak
Penurunan Angka
Stunting
4. Gizi Kurang/Undernutrition (Berat Badan thd Umur): 18.4 %
(Q1= 22.1%; Q2=19.5%; 18.1%; 16.5% 13.7%)
Berat badan menurut umur merupakan indikator status gizi yang
menggambarkan masalah gizi akut. Hal ini dikarenakan berat badan
merupakan ukuran massa jaringan. Massa jaringan memilki
pertumbuhan yang cepat. Sehingga dapat terlihat bagaimana
pertumbuhan seseorang dari berat badan yang dimilikinya.
Penggunaan berat badan sebagai penilaian status gizi menggambarkan
kondisi status gizi seseorang saat ini. Berat badan sangat peka
terhadap penyakit infeksi. Apabila terjadi penyakit infeksi, berat badan
seseorang akan mudah turun sehingga status gizi berubah. Berikut
adalah gambaran gizi kurang di Indonesia menurut data SUSSENAS
2003
Penyebab
Berdasarkan bagan UNICEF, gizi kurang disebabkan langsung
oleh asupan makanan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi.
21
Dimana gizi kurang sendiri dapat memberi pengaruh terhadap
terjadinya penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung dari gizi
kurang adalah pola asuh orang tua yang tidak memadai, persediaan
pangan yang tidak memadai, pelayanan kesehatan & air bersih yang
tdk memadai.
Akar masalah yang menyebabkan gizi kurang adalah kondisi
ekonomi yang tidak memadai dan tidak menyanggupi masyarakat
miskin untuk membeli makanan dan memperoleh pelayanan
kesehatan. Pendidikan orang tua juga merupakan faktor yang
memengaruhi gizi kurang karena dapat memengaruhi pemilihan
makanan di keluarganya dan praktik ASI Eksklusif. Berikut bagan
UNICEF mengenai gizi kurang.
22
Kerangka konsep kurang gizi (UNICEF, 1987)
Dampak
Gizi kurang dapat memberikan berbagai dampak. Bagi seorang
anak yang mengalami gizi kurang, ia akan memiliki resiko mengalami
pertumbuhan yang lambat dan mudah terserang penyakit infeksi dan
lebih lama waktu terjangkitnya, resiko lebih tinggi mengalami stunting
(pendek), defisiensi berbagai zat gizi seperti Vitamin A, Zn, Fe, I,
serta perkembangan intelegensinya terganggu.
Dalam The Lancet dijelaskan bahwa anak yang mengalami gizi
kurang saat kecilnya juga akan memiliki resiko untuk mengalami
penyakit kronis di masa dewasanya. Meskipun saat kecil mengalami
gizi kurang, saat dewasa ia akan mudah meningkat berat badannya dan
23
meningkat resikonya mengalami diabetes melitus, hipertensi, dan
penyakit kardiovaskular lainnya.
24
Intervensi
Untuk mengurangi resiko gizi kurang terdapat beberapa langkah
yang dapat diambil, yaitu:
- Mempromosikan pentingnya 1000 hari pertama kehidupan.
Kegiatan ini dapat dilakukan melalui kerja sama dengan
pemerintah. Salah satu contoh kegiatan yang dapat dilakukan
adalah membuat iklan yang mudah dicerna dan ditayangkan di peak
hours sehingga banyak masyarakat yang dapat melihatnya.
- Memberdayakan masyarakat untuk diajarkan keterampilan baru
untuk meningkatkan keahlian masyarakat dan sebagai sarana untuk
meningkatkan penghasilan sehingga mereka dapat membeli
makanan yang lebih baik
- Memberdayakan keluarga untuk selalu mendukung dalam
melaksanakan praktek asi eksklusif & pemilihan bahan makanan
- Memberi penyuluhan/workshop menarik dengan tema:
Praktik asi eksklusif
Cara pemberian makanan yang baik
Cara pemilihan bahan makanan yang kualitasnya baik dan
harganya murah
Mengajarkan cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan
25
Prevalensi Penyakit pada` kelompok usia dewasa:
1. Prevalensi nasional Hipertensi Pada Penduduk Umur > 18
Tahun adalah sebesar 29,8% (berdasarkan pengukuran).
Penyakit hipertensi tidak berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi
(kuintil pengeluaran) seperti pada kuintil 1(30,5%) dan kuintil 5
(33,0%), dan mulai banyak dijumpai pada kelompok usia muda 15 –
17 tahun (8,3%).
Hipertensi pada penduduk dewasa (> 18 th) tidak teralalu
berpengaruh oleh tingkat sosio ekonomi seseorang. Pada implikasi
jangka panjangnya, seseorang yang menderita hipertensi pada usia
muda akan sulit untuk sembuh di masa depannya atau mungkin
mempertahankan tekanan darahnya di posisi nilai yang tidak terlalu
parah, apalagi bagi yang sudah menderita sejak umur 18 tahun.
Penyebab hipertensi bermacam-macam, dimulai dari pola makan yang
tidak sehat, usia, tekanan (stress), dan juga genetik. Masyarakat yang
berumur di atas 18 tahun biasanya adalah masyarakat pekerja, dimana
tekanan hidupnya akan lebih tinggi dari pada anak usia sekolah.
Tingkat stress yang tinggi juga bisa menjadi salah sat penyebab dari
timbulnya tekanan darah tinggi, juga semakin tua seseorang semakin
berpotensi dia menderita hipertensi dikarenakan fungsi organ yang
sudah mulai menurun.
26
Fungsi organ yang menurun yang menyebabkan seseorang
menderita hipertensi bisa disebabkan karena pola makan dan pola
hidup yang tidak sehat yang sudah dilakukan sejak usia muda. Pola
makan junk food sejak kecil, juga pola hidup kurang berolahraga dan
beraktifitas mampu menjadi investasi pemicu terjadinya hipertensi
atau tekanna darah tinggi di usia dewasa. Penyebab hipertensi juga
disebabkan dari berat lahir yang dibawah normal sehingga
menyebabkan minimalisasi fungsi organ yang menyebabkan terjadinya
hipertensi.
Penyebab
- Konsumsi Na terlalu banyak.
Sifat Na adalah menarik air sehingga volume dan tekanan
darah menigkat. Na banyak terdapat dalam garam, makanan
berpengawet/kemasan, penyedap rasa. Hipertensi pada
umumnya terjadi karena seseorang terlalu banyak
mengkonsumsi makanan tinggi natrium yang menyebabkan
jantung bekerja lebih cepat dan tekanan darah pun meningkat
- Makan tidak seimbang, yaitu makan makanan yang tinggi
lemak dan gula namun rendah serat seperti junk food.
- Kurang aktivitas fisik
- Factor genetic
27
- Usia. Makin tua seseorang semakin tinggi risiko terkena
hipertensi.
- Stres karena pekerjaan, kecapaian, kurang tidur
- Rokok, kopi dan minuman berakohol. Orang yang sudah
merokok selama lebih dari 20 tahun, memiliki risiko 1,5 kali
kebih besar terkena hipertensi dibanding orang yang tidak
mengonsumsinya.
- Obesitas sentral. Orang mengalami obesitas central memiliki
risiko 1,6 kali lebih besar menderita hipertensi disbanding
yang tidak mengalami obesitas central.
- Hiperglikemia. Orang yang menderita hiperglikemia 1,5 kali
menderita hipertensi dibanding yang tidak menderita
hipertensi.
- Status pernikahan. Orang yang belum menikah memiliki 1,2
kali risiko yang lebih besar terkena hipertensi dibanding orang
yang sudah menikah.
Dampak
Implikasi jangka panjang yang bisa ditimbulkan karena
hipertensi antara lain menurunnya produktivitas kerja masyarakat,
angka hidup nasional yang menurun. Sedangkan dampak lain
hipertensi adalah:
- Stroke. - Infark Miokard
- PJK. - Kematian Kardiovaskular
28
Intervensi
Penyuluhan mengenai faktor penyebab hipertensi seperti rokok
dan alcohol
Penyuluhan mengenai pola makan yang sehat (kurangi junk
food, snacking, dan soda)
Penyuluhan mengenai pola hidup sehat (olahraga)
Memodifikasi perilaku --> menerapkan pola hidup bersih dan
sehat (PHBS), menerapkan pola makan gizi seimbang
Pemerintah lebih mengetatkan pengawasan terhadap konsumsi
rokok dan minuman keras.
Pemerintah sebaiknya membuat aturan yang konsisten.
2. Prevalensi nasional Stroke adalah 0,8% (berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan dan gejala).
Riset kesehatan dasar departemen kesehatan RI tahun 2007
melaporkan prevalensi stroke 8,3 per 1000 penduduk dan merupakan
penyebab kematian terbanyak diatas usia 5 tahun. Mekanisme biologis
yang mungkin mendasari hubungan antara gizi dan kardiovaskular
penyakit yang mirip dengan mereka yang terlibat dalam etiologi
tekanan darah tinggi, lipid, dan diabetes. Beberapa penelitian di
negara-negara berpendapatan tinggi telah menunjukkan berat lahir
yang berbanding terbalik dikaitkan dengan risiko penyakit jantung
koroner dan stroke. Penelitian popkin, et al dalam Food and Nutrition
29
Bulletin menunjukkan Para LBWs dari PRC yang dewasa pada tahun
1995 menyumbang setidaknya 10 % dari stroke dan CVD
Determinan
Banyak kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan stroke, tetapi
pada awalnya adalah dari pengerasan arteri atau yang disebut juga
sebagai arteriosklerosis. Karena arteriosklerosis merupakan gaya
hidup modern yang penuh stress, pola makan tinggi lemak, dan kurang
berolahraga. Ketiganya sebenarnya tergolong dalam faktor risiko yang
dapat dikendalikan. Selain itu, ada pula faktor-faktor lain yang tidak
dapat dikendalikan, yaitu antara lain :
a. Faktor Risiko Tidak Terkendali
- Usia
Setelah berusia 55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap
kurun waktu sepuluh tahun. Dua pertiga dari semua serangan
stroke terjadi pada orang yang berusia di atas 65 tahun.
- Jenis kelamin
Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi daripada wanita, tetapi
serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga
tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Dengan perkataan
lain, walau lebih jarang terkena stroke, pada umumnya wanita
terserang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal
lebih besar.
- Keturunan-sejarah stroke dalam keluarga
30
Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah
tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada
bentuk pembuluh darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga
juga dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk
pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik
yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke yang
lain.
b. Faktor Risiko Terkendali
- Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko
utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri.
Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat hingga
enam kali lipat dibandingkan orang yang tanpa hipertensi dan
sekitar 40 hingga 90 persen pasien stroke ternyata menderita
hipertensi sebelum terkena stroke.
- Penyakit Jantung
Penyakit jantung, terutama penyakit yang disebut atrial
fibrilation, yakni penyakit jantung dengan denyut jantung yang
tidak teratur di bilik kiri atas. Denyut jantung di atrium kiri ini
mencapai empat kali lebih cepat dibandingkan di bagian-bagian
lain jantung. Ini menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur
dan secara insidentil terjadi pembentukan gumpalan darah.
31
Gumpalan gumpalan inilah yang kemudian dapat mencapai otak
dan menyebabkan stroke. Pada orang-orang berusia di atas 80
tahun, atrial fibrilation merupakan penyebab utama kematian
pada satu di antara empat kasus stroke. Faktor lain dapat terjadi
pada pelaksanaan operasi jantung yang berupaya memperbaiki
cacat bentuk jantung atau penyakit jantung. Tanpa diduga, plak
dapat terlepas dari dinding aorta (batang nadi jantung), lalu
hanyut mengikuti aliran darah ke leher dan ke otak yang
kemudian menyebabkan stroke.
- Diabetes
Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena
stroke dan mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun.
Namun, ada faktor penyebab lain yang dapat memperbesar risiko
stroke karena sekitar 40 persen penderita diabetes pada
umumnya juga mengidap hipertensi.
- Kadar kolesterol darah
Penelitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh
dan kolesterol seperti daging, telur, dan produk susu dapat
meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh dan berpengaruh
pada risiko aterosklerosis dan penebalan pembuluh. Kadar
kolesterol di bawah 200 mg/dl dianggap aman, sedangkan di atas
240 mg/dl sudah berbahaya dan menempatkan seseorang pada
risiko terkena penyakit jantung dan stroke.
32
- Merokok
Perokok berat menghadapi risiko lebih besar dibandingkan
perokok ringan. Merokok hampir melipatgandakan risiko stroke
iskemik, terlepas dari faktor risiko yang lain, dan dapat juga
meningkatkan risiko subaraknoid hemoragik hingga 3,5 persen.
Sesungguhnya, risiko stroke menurun dengan seketika setelah
berhenti merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun
setelah berhenti merokok. Perlu diketahui bahwa merokok
memicu produksi fibrinogen (faktor penggumpal darah) lebih
banyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis.
- Alkohol berlebih
Secara umum, peningkatan konsumsi alkohol meningkatkan
tekanan darah sehingga memperbesar risiko stroke, baik yang
iskemik maupun hemoragik. Penelitian lain menyimpulkan
bahwa konsumsi alkohol secara berlebihan dapat mempengaruhi
jumlah platelet sehingga mempengaruhi kekentalan dan
penggumpalan darah, yang menjurus ke pendarahan di otak serta
memperbesar risiko stroke iskemik.
- Obat-obatan terlarang
Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan senyawa
olahannya dapat menyebabkan stroke, di samping memicu faktor
risiko yang lain seperti hipertensi, penyakit jantung, dan
33
penyakit pembuluh darah. Kokain juga meyebabkan gangguan
denyut jantung (arrythmias) atau denyut jantung jadi lebih cepat.
Masing-masing menyebabkan pembentukan gumpalan darah.
- Cedera kepala dan leher
Cedera pada kepala atau cedera otak traumatik dapat
menyebabkan pendarahan di dalam otak dan menyebabkan
kerusakan yang sama seperti pada stroke hemoragik. Cedera
pada leher, bila terkait dengan robeknya tulang punggung atau
pembuluh karotid akibat peregangan atau pemutaran leher secara
berlebihan atau adanya tekanan pada pembuluh merupakan
penyebab stroke yang cukup berperan, terutama pada orang
dewasa usia muda.
34
- Infeksi
Infeksi virus maupun bakteri dapat bergabung dengan faktor
risiko lain dan membentuk risiko terjadinya stroke. Secara alami,
sistem kekebalan tubuh biasanya melakukan perlawananan
terhadap infeksi dalam bentuk meningkatkan peradangan dan
sifat penangkalan infeksi pada darah. Sayangnya, reaksi
kekebalan ini juga meningkatkan faktor penggumpalan dalam
darah yang memicu risiko stroke embolik-iskemik ( Yuli
Saraswati, 2008 ).
Sedangkan menurut CADI (Coronary Artery Disease among Asian
Indians) faktor resiko stroke adalah sebagai berikut:
Faktor risiko Nonmodifiable meliputi usia (> 55 tahun : resiko
terkena stroke 2x lipat), etnisitas (asia dan kulit hitam lbh
berisiko), dan sejarah keluarga.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi untuk stroke termasuk
merokok (risiko 2 kali lipat), tekanan darah tinggi (2x lipat),
diabetes (6x lipat), kolesterol tinggi , HDL rendah (high-
density lipoprotein) kolesterol (2 kali lipat) , fibrilasi atrium
stenosis karotis (4 kali lipat) asimtomatik (2 kali lipat risiko),
aktivitas fisik (3 kali lipat), obesitas, pesta minuman keras ,
penyakit sel sabit , dan estrogen therapy. Diet yang tidak sehat
yang tinggi lemak jenuh , lemak trans dan garam
meningkatkan risiko stroke
35
Faktor risiko berpotensi dimodifikasi > 4 minuman alkohol per
hari, penyalahgunaan narkoba , hiperhomosisteinemia , dan
peningkatan lipoprotein
Faktor risiko yang signifikan untuk semua stroke adalah: riwayat
hipertensi, merokok, obesitas perut, diet yang tidak sehat, kurangnya
aktivitas fisik, diabetes, konsumsi alkohol (lebih dari 30 minuman per
bulan atau pesta minuman keras), stress psikososial, depresi, penyebab
jantung dan lipid yang abnormal (rasio B apolipoproteins ke A1).
Secara kolektif, faktor-faktor risiko menyumbang 88% dari semua
strokes. Faktor-faktor risiko diatas signifikan untuk semua stroke
iskemik, sedangkan hipertensi, merokok, obesitas perut, diet, dan
asupan alkohol adalah faktor risiko yang signifikan untuk intraserebral
stroke hemoragik.
Dampak
Kecacatan fisik atau jasmaniah
Beban sosial ekonomi untuk keluarga dan Negara
Kematian
Intervensi
Pencerdasan tentang stroke untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang bahaya stroke, berisi materi tentang penyebab
atau faktor resiko stroke, cara pencegahan, cara pengobatan, dan
penanganan jangka panjang terhadap penderita. Melalui promosi
dan iklan di media sosial.
36
Terapi Diet
Penyakit stroke berhubungan dengan jenis makanan yang
dikonsumsi sehari-hari. Walaupun sebagian orang merasa khawatir
akankadar kolesterol penderita, namun permasalahan utama yang
dihadapi seseorang dengan cacat jasmaniah adalah peningkatan
berat badan akibat kurang gerak. Untuk mencegah hal-hal diatas
maka terapi diit yang tepat perlu diberikan. Adapun terapi diit yang
diberikan adalah :
Tujuan :
1. Memberikan makanan yang cukup nilai gizi untuk mencegah
timbulnya stroke ulang.
2. Memberikan makanan yang cukup nilai gizi untuk membantu
mempercepat pemulihan kondisi.
3. Memberikan makanan yang disesuaikan dengan faktor resiko
penyebab stroke.
4. Membantu menurunkan tekanan darah.
5. Membatasi kolesterol dan lemak, untuk menurunkan kandungan
kolesterol/lemak dalam darah.
6. Mencegah atau memperlambat komplikasi lebih lanjut.
Nutrisi Preventif:
Kurangi konsumsi garam yang berlebihan dengan mengurangi
makanan seperti telur asin, kecap, ikan asin, tauco
Konsumsi makanan yang rendah lemak
37
Pertahankan berat badan normal
Lakukan olahraga secara rutin, 3-5 kali seminggu, masing-
masing 30-45 menit
Nutrisi Kuratif:
Diet kalori seimbang untuk mempertahankan berat badan normal
Diet rendah garam apabila mengalami hipertensi
Diet disfagia apabila mengalami kesulitan menelan
Lakukan penilaian kemampuan menelan sebelum memberikan
nutrisi per oral
Preskripsi Diet
Untuk mengurangi keletihan, konsumsi makanan sedikit tetapi
sering
Mengurangi penambahan bumbu kaya natrium seperti saus,
kecap, garam di dalam makanan
Mengurangi penambahan gula, sirup, khususnya bagi pasien yang
hiperglikemia
Menggunakan susu skim atau susu kedelai untuk menambahkan
protein dalam sup atau sereal dan mengurangi santan untuk
menggurihkan makanan
Konsumsi air secukupnya untuk mencairkan darah,misalnya 1-2
gelas air mineral setiap 2-3 jam sekali, minum air setiap kali
terbangun di malam hari
Pantau berat badan setiap seminggu sekali
38
Lakukan olahraga ringan seperti berjalan kaki selama minimal 10
menit bagi pasien stroke yang sudah diperbolehkan mobilisasi.
Bagi pasien stroke yang masih berbaring, minta kepada fisioterapi
untuk berolahraga ringan untuk mengurangi kekakuan sendi dan
penyusutan otot. Jika pasien sudah dapat duduk, lakukan olahraga
dengan mengayunkan kaki dan tangan minimal 10 menit sehari
3. Prevalensi nasional Penyakit Jantung adalah 7,2%
(berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala).
Fakta :
17.3 juta orang meninggal (2008) (WHO)
80% berasal dari negara perpenghasilan rendah – menengah
(WHO)
Diperkirakan hingga tahun 2030, 23 juta orang akan meninggal
akibat penyakit kardiovaskular (WHO)
39
Determinan
Faktor resiko (World Heart Federation):
Riwayat keluarga
Etnis ras afrika dan asia lebih beresiko
Umur pada pria >55th resiko meningkat 2x lipat. Pada wanita
>65th
Tekanan darah tinggi salah satu penyebab utama
Jumlah kolesterol dalam darah
Obesitas SKRT 2004 angka obesitas perkotaan: 12.8% dan
pedesaan: 7.1% sedangkan pada pria: 5.3% dan wanita: 13.3%
Kurang aktivitas fisik
Diabetes
Konsumsi alkohol
Merokok perokok >15tahun pria: 48.6% dan wanita 51.4%,
sedangkan di kota perokok pria: 51.2% dan wanita: 48.8%
(RISKESDAS 2010)
Stress
Diet/pola makan Berhubungan dengan tingkat sosioekonomi
Dampak
Implikasi jangka panjang penyakit jantung adalah stroke dan
kematian
Intervensi
Pencegahan:
40
- Berhenti merokok
- Menurunkan kadar kolesterol menghindari konsumsi
makanan tinggi lemak, tinggi kolesterol (>100 mg kolesterol
dalam 1000 mg makanan)
- Makan makanan yang berlemak dan protein yang sehat seperti
ikan, kacang, biji-bijian, makanan berbahan dasar kedelai,
alpukat, dll.
- Menurunkan kadar kolesterol menghindari konsumsi
makanan tinggi lemak, tinggi kolesterol (>100 mg kolesterol
dalam 1000 mg makanan)
- Makan makanan yang berlemak dan protein yang sehat seperti
ikan, kacang, biji-bijian, makanan berbahan dasar kedelai,
alpukat, dll.
- Menjaga tekanan darah normal
- Menjaga berat badan normal
- Berolahraga atau mengikuti senam jantung sehat yang
dilaksankan di kantor2 pemerintahan (bagi pns)
- Dapat menerapkan DASH diet – Dietary Approaches to Stop
Hypertension
Treatment:
- CPR (Cardiopulmonary Resuscitation) sebagai langkah
pertolongan pertama pada serangan jantung
41
- Operasi (Bypass. Stents, Heart transplant, Pacemakers,
Implantable Cardioverter Defibrillators)
Medikasi:
- ACE inhibitors angiotensin converting enzyme, sebuah obat
untuk melebarkan pembuluh darah dan menurunkan tekanan
darah
- Angiotension II Receptor Blockers mempersempit pembuluh
darah, membuat darah mengalir lebih mudah di dalam tubuh.
Dapat menurunkan senyawa tertentu yg dapat mengakibatkan
penumpukan garam dan cairan
- Antiarrhythmics untuk mengatur ritme jantung abnormal
karena aktivitas elektrik jantung yang tidak beraturan
- Antiplatelet untuk mencegah penggumpalan darah
- Aspirin Therapy untuk mencegah dan memanage penyakit
jantung dan stroke (sebagai penghilang rasa sakit)
- Beta Blocker Therapy untuk hipertensi dan CHF
- Calcium Channel Blocker merelaksasi pembuluh darah,
meningkatkan asupan darah dan oksigen ke jantung,
menurunkan kerja jantung
- Clot Buster atau thrombolytic therapy untuk memecah
darah yang menggumpal
42
- Digoxin untuk membantu jantung yg lemah atau terluka
untuk bekerja lebih efisien dalam mengirim darah ke seluruh
tubuh
- Diuretic mengeluarkan air dan garam yang tidak dibutuhkan
tubuh membuat jantung lebih mudah memompa darah dan
mengontrol tekanan darah
- Nitrat vasodilator yang digunakan untuk mengobati angina
yg diakibatkan pemblokiran pembuluh darah di jantung
- Warfarin antikoagulan/blood thinners.
43
4. Prevalensi nasional Penyakit Diabetes Melitus adalah 1,1%
(berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala).
Prevalensi nasional Diabetes Melitus (berdasarkan hasil
pengukuran gula darah pada penduduk umur > 15 tahun
bertempat tinggal di perkotaan) adalah 5,7%.
Diabetes adalah penyakit yang disebabkan karena tidak cukupnya
insulin yang diproduksi pankreas atau ketika insulin tidak digunakan
secara efektif oleh tubuh (WHO). Berikut adalah fakta – fakta
mengenai diabetes di dunia (WHO, 2013):
347 juta orang di dunia mengidap Diabetes
Tahun 2004 & 2010, 3,4 juta orang meninggal akibat tingginya
GDP
80% kematian akibat diabetes terjadi di Negara dengan
pendepatan rendah sampai menengah
Diet sehat, aktivitas fisik rutin, hindari rokok, dan menjaga BB
sehat pencegahan DM 2
Berikut adalah diagram yang menunjukan prevalensi penderita
diabetes secara global (WHO, 2004):
44
Sebaliknya patut diduga penyakit diabetes yang diambil dari 356
kab/kota daerah perkotaan mencakup 24.417 orang (usia > 15 tahun)
menunjukkan gambaran lebih tinggi pada kuintil 5 (7,1%) dibanding
kuintil 1 (4,1%).
Determinan
Diabetes tipe 1
a. Genetis yakni peran Human Leukocyte Antigens (HLAs) pada sel
darah putih yang menentukan apakah suatu sel merupakan
bagian dari tubuh atau benda asing.
b. Perusakan sel beta akibat autoimun yakni oleh sel T
45
c. Faktor linkungan seperti makanan, virus dan toksin. Faktor
lingkungan ini memicu kerusakan autoimun sel beta pada orang
yang memiliki kerentanan genetis terhadap diabetes. Beberapa
jenis virus yang berperan dalam terjadinya diabetes tipe 1 adalah
coxsackievirus B, cytomegalovirus, adenovirus, rubella, and
mumps. Virus dapat merusak sel beta atau mendorong respon
autoimun. Praktek pemberian makanan pada bayi meningkatkan
resiko diabetes tipe 1. Infan ysng ASI eksklusif dan menerima
suplementasi vitamin D memiliki resiko yang lebih rendah
terkena diabetes tipe 1. Sedangkan infan yang memiliki eksposur
lebih dini terhadap susu sapi dan protein sereal meningkatkan
resiko DM tipe 1
Diabetes Tipe 2
a. Genetis. Diabetes tipe 2 lebih sering terjadi pada Afro-Amerika,
penduduk asli alaska, indian, hispanik/latin, Asia-Amerika,
penduduk asli hawai dan orang amerika di kepulauan pasifik.
Penelitian menunjukan bahwa TCF7L2 meningkatkan resiko
DM tipe 2. Orang yang mewarisi 2 salin varian memiliki resiko
DM tipe 2 80% lebih besar dibanding mereka yang tidak
membawa varian gen.
b. Obesitas
c. Tidak aktif
d. Resistensi insulin
46
e. Abnormalitas produksi glukosa oleh hati
f. Sindrom metabolik
g. Sinyal dan regulasi sel
h. Disfungsi sel beta
Faktor resiko DM tipe 2
Usia diatas 45 tahun
Overweight/obese
Tidak aktif
Tekanan darah tinggi
High-density lipoprotein (HDL), or good, cholesterol below 35
milligrams per deciliter (mg/dl), or a triglyceride level above 250
mg/dl
Sejarah CVD
Pernah melahirkan anak dengan berat 9 pon atau lebih
Dampak
Dampak diabetes menurut National Diabetes Information
Clearinghouse (NDIC) (2011):
a. Kerusakan pembuluh darah sehingga beresiko besar terkena
penyakit jantung dan stroke
b. Glaukoma, katarak dan retinopati
c. Disfungsi seksual
d. Penyakit ginjal atau diabetes nepropati
e. Kerusakan syaraf atau diabetes neuropati
47
f. Gangguan pendengaran
g. Osteoporosis karena penururnan kepadatan tulang
h. Menimbulkan permasalahan kulit seperti infeksi bakteri dan
fungi terutama infeksi gusi
i. Kerusakan kaki dikarenakan kerusakan saraf dan miskinnya
aliran darah
j. Alzheimer dan dimensia. Menurut beberapa teori hal tersebut
dikarenakan kerusakan jantung akibat diabetes dapat
menghalangi aliran darah ke otak. Teori lain menyebutkan
bahwa banyaknya insulin dalam darah dapat menyebabkan
inflamasi kerusakan otak atau kekurangan insulin dalam otak
mengurangi glukosa pada sel otak.
Intervensi
Cara menanggulangi:
a. Mengatur diet
b. Mencapai berat badan ideal
c. Meningkatkan aktivitas tubuh
olahraga aerob, memiliki damapk yang signifikan terhadap
penderita diabetes karena memperbaiki sensitifitas insulin.
Waktu pelaksanaanya adalah 150 menit/minggu atau 90
meint/minggu untuk olah raga berat. Olahraga dapat dilakukan
3 kali seminggu dan jangan sampai lebih dari 2 hari tidak
berolah raga (American Diabetes Association). Untuk olahraga
48
berat sebaiknya dikonsultasikan dengan doketer diakrenakan
biasanya pasien diabetes juga memiliki penyakit jantung.
Olahraga yang mengandalkan kekuatan tidak dianjurkan karena
dapat melemahkan pembuluh darah di mata bagi penderita
retinopati dan juga dapat mencederai pembuluh darah di kaki.
d. Memperbaiki pola tidur
49
Penyakit/Kondisi pada` kelompok usia 15 tahun keatas:
1. Overweight, total (nasional) : 8.8%;
Kegemukan atau obesitas pada anak dapat memberi dampak yang
bervariasi, diantaranya: dampak fisik yang berpengaruh terhadap body
image saat dewasa, dampat psikososial dimana anak yang mengidap
kegemukan cenderung mengalami diskriminasi, dan dampak ekonomi
yang berpengaruh terhadap biaya perawatan dan pelayanan kesehatan
bagi pasien obesitas.
Cara pengukuran status gizi yang mudah untuk dilakukan pada anak
adalah dengan menggunakan metode antropometri melalui
perhitungan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) yang
digunakan untuk anak dengan rentang usia 5 sampai 19 tahun (WHO
2007)
Tabel 1. Kategori Z-Score dalam Penentuan
Status Gizi
Kategori Z-Score
Sangat Kurus < -3.0 SD
Kurus < -2.0 SD
Normal < -2.0 SD − +1 SD
Gemuk > +1 SD
Obese I > +2 SD
Obese II > +3 SD
50
Grafik IMT Untuk Anak Laki-Laki Usia 5-19 Tahun (Z-
score) Menurut WHO 2007
Grafik IMT Untuk Anak Perempuan Usia 5-19 Tahun (Z-
score) Menurut WHO 2007
51
Penyebab dari overweight atau kegemukan ini adalah:
Ketidakseimbangan antara asupan kalori dari makanan dengan
penggunaan kalori sebagai energi pada aktivitas fisik
Faktor diet tidak seimbang
Kurangnya aktivitas fisik
Faktor genetic
Faktor sosial dan ekonomi atau pendapatan.
Orangtua yang pendapatannya dalam kategori besar,
memberikan uang jajan yang lebih dibanding dengan anak yang
orangtuanya berpendapatan rendah.
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
Berikut pohon masalah dari kasus Kegemukan
52
Psikososial1
Obesitas Anak
IQ score rendah4
Obesitas berlanjut hingga dewasa3
NCD meningkat2
BBLR8Asupan makanan tidak seimbang7
Genetik6Lingkungan & sosial ekonomi5
Kurang aktifitas fisik9
Asupan lemak tinggi
Asupan karbohidrat tinggi
Asupan serat rendah
Asupan protein tinggi
Asupan energi tinggi
Minuman tinggi gula
1Kah Yin Loke, 2002. 2Stephen R. Daniels, 2006. 3David S. Freedman,
2001. 4R.A.D. Sartika, 2011. 5Madanijah, 2004. 6Purwanti,
2002.7WHO, 2011. 8D.J.P. Barker, 2007. 9Wardlaw, 2007
53
Langkah yang dapat diambil:
Memberikan informasi mengenai makanan bergizi seimbang
pada remaja
Memberikan informasi kepada keluarga Praktik pemberian
ASI Eksklusif dan pemberian MP ASI dini sesuai waktunya
Mendukung kegiatan ekstrakurikuler di sekolah
Mengajak orang tua untsuk melakukan aktivitas fisik/olahraga
bersama anak minimal 2 kali/minggu
2. Obese 10.3%
Kategori kurus IMT < 18,5
Kategori normal IMT >=18,5 - <24,9
Kategori BB lebih IMT >=25,0 - <27,0
Kategori obese IMT >=27,0
54
Tabel diatas merupakan perbandingan antara prevalensi status
gizi penduduk usia 16-18 tahun berdasarkan Rinkesdas tahun 2007
dan 2010. Terdapat perbedaan dalam menentukan status gizi
penduduk. Rinkesdas tahun 2007 menggunakan IMT sebagai indicator
penentuan status gizi penduduk, sedangkan Rinkesdas tahun 2010
menggunanakan IMT/Umur sebagai indicator penentuan status gizi
penduduk.
Berdasarkan tabel diatas masalah kegemukan memiliki
keterkaitan dengan tingkat pendidikan kepala rumah tangga, semakin
baik keadaan ekonomi rumah tangga dan tipe daerah (tempat tinggal).
Semakin tinggi tingkat pendidikan kepala rumahtangga dan semakin
baik keadaan ekonomi rumah tangga prevalensi kegemukan cenderung
meningkat. Hal tersebut terjadi pula dengan masyarakat perkotaan.
55
Prevalensi kegemukan masyarakat perkotaan cenderung lebih tinggi
dibanding dengan masyarakat pedesaan.
Faktor Penyebab
1. Tingkat pengetahuan gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (60%)
tingkat pengetahuan gizi remaja pada kelompok obesitas adalah
kurang, sedangkan 85% remaja pada kelompok non obesitas
memiliki pengetahuan gizi yang cukup
2. Pengeluaran jajan
Sebagian besar remaja obesitas memiliki pengeluaran jajan
sedang (45%) dan tinggi (40%) sedangkan kelompok remaja
non obesitas sebagian besar memiliki pengeluaran jajan rendah
(65%)
3. Parental Fatness
Sebagian besar orang tua (bapak dan ibu) kelompok obesitas
juga mengalami obesitas pula (60%). Sedangkan pada kelompok
non obesitas, sebagian besar orangtuanya memiliki status gizi
normal (85%)
4. Makan makanan cepat saji dan kudapan
Diketahui bahwa sebagian besar kelompok obesitas
mengkonsumsi makanan cepat saji satu kali seminggu.
Sedangkan pada kelompok non obesitas termasuk jarang
mengkonsumsi makanan cepat saji. Jenis makanan cepat saji
56
yang sering dikonsumsi adalah pizza, burger, hot dog, french
fries, chicken nugget, dan ayam goreng tepung.
Pola konsumsi kudapan adalah rata-rata frekuensi konsumsi dan
jenis kudapan dalam sehari. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar kelompok obesitas mengkonsumsi
kudapan lebih dari satu kali sehari. Jenis kudapan yang
terbanyak dikonsumsi remaja pada kelompok obesitas maupun
non obesitas adalah kudapan gurih berkemasan sejenis chiki.
Dengan demikian dapat dikatakan walaupun jenis kudapan yang
dikonsumsi sama namun frekuensi konsumsi yang lebih sering
pada remaja kelompok obesitas dapat menyebabkan
penumpukan energi sehingga dapat menambah berat badan
remaja
5. Aktivitas fisik
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar
remaja kelompok obesitas memiliki tingkat aktivitas ringan.
Beberapa penelitian epidemiologi menyebutkan bahwa obesitas
pada remaja terjadi karena interaksi antara makan yang banyak
dan sedikit aktivitas. Aktivitas fisik menyebabkan terjadinya
proses pembakaran energi sehingga semakin remaja beraktivitas
semakin banyak energi yang terpakai.
6. Berat lahir terlalu berlebihan
7. Non-ASI eksklusif
57
8. Psychological factor: Stress
Dampak
Efek kesehatan jangka pendek
Remaja yang obesitas lebih mungkin untuk memiliki faktor
risiko penyakit kardiovaskuler , seperti kolesterol tinggi atau
tekanan darah tinggi . 70 % dari remaja obesitas memiliki
minimal satu faktor risiko penyakit kardiovaskular
Remaja yang obesitas lebih mungkin untuk pradiabetes , suatu
kondisi di mana kadar gula darah (glukosa) lebih tinggi dari nilai
normal, tetapi belum cukup tinggi untuk masuk ke dalam
kategori diabetes. Kondisi prediabetes yang terus berkelanjutan
tanpa penanganan yang memadai dapat berkembang menjadi
diabetes tipe 2.
Anak-anak dan remaja yang mengalami obesitas berada pada
risiko lebih besar untuk masalah tulang dan sendi , sleep apnea,
dan masalah-masalah sosial dan psikologis seperti stigmatisasi
dan kurang percaya diri.
Efek kesehatan jangka panjang :
Anak-anak dan remaja yang obesitas cenderung menjadi gemuk
ketika dewasa dan karena itu lebih beresiko terhadap masalah
58
kesehatan orang dewasa seperti penyakit jantung , diabetes tipe 2
, stroke , beberapa jenis kanker, dan osteoarthritis.
Kegemukan dan obesitas berhubungan dengan peningkatan
risiko berbagai jenis kanker , termasuk kanker payudara , usus
besar, endometrium , esofagus , ginjal , pankreas , kandung
empedu , tiroid , ovarium , serviks , dan prostat , serta multiple
myeloma dan Hodgkin lymphoma.
Menurunnya produktivitas kerja
Umur kematian nasional makin menurun
Berpengaruh ke konsumsi bahan makanan nasional ekonomi
Timbulnya penyakit-penyakit lain (degenerative, infeksi, dll)
Intervensi
Kebiasaan gaya hidup sehat , termasuk makan sehat dan aktivitas
fisik , dapat menurunkan risiko menjadi gemuk dan terjangkit
penyakit
Perilaku aktivitas fisik dan diet anak-anak dan remaja
dipengaruhi oleh berbagai sektor masyarakat , termasuk keluarga
, masyarakat, sekolah , pengaturan perawatan anak , penyedia
perawatan medis , lembaga keagamaan , lembaga pemerintah ,
media , dan makanan dan minuman industri dan industri hiburan.
Sekolah memainkan peran yang sangat penting dengan
membentuk lingkungan yang aman dan mendukung dengan
kebijakan dan praktek yang mendukung perilaku sehat . Sekolah
59
juga memberikan kesempatan bagi siswa untuk mempelajari dan
mempraktekkan pola makan sehat dan perilaku aktivitas fisik.
Memperbanyak fasilitas olah raga, kepada pemerintah kota untuk
memperbaiki fasilitas pejalan kaki/pengguna sepeda, dengan
demikian diharapkan orang tua memperbolehkan anaknya untuk
berjalan kaki / naik sepeda ke sekolah.
Penyuluhan ke ibu hamil untuk mengkonsumsi makanan yang
cukup gizinya (tidak over)
Penyuluhan ke ibu rumah tangga mengenai penyusunan menu
yang baik untuk anak dan keluarga
Penyuluhan ke remaja mengenai gizi untuk wanita, mulai dari
remaja hingga menjadi seorang ibu yang sedang hamil dan
menyusui
3. Obesitas Central, total (nasional): 18.8% (dengan perincian
pada kelompok termiskin (Quintil 1/Q1) = 15.0%; Q2 = 16.8%;
Q3 = 17.8%; Q4 = 19.9%; Q5 (terkaya) = 23.2%)
Obesitas sentral merupakan kondisi kelebihan lemak yang terpusat
pada daerah perut (intra-abdominal fat). Beberapa penelitian
sebelumnya menemukan bahwa peningkatan risiko kesehatan lebih
berhubungan dengan obesitas sentral dibandingkan dengan obesitas
umum. Wildman et al. (2004) menemukan, laki-laki dan perempuan
yang mengalami obesitas sentral mempunyai tekanan darah sistol dan
60
diastol, kolesterol total, kolesterol LDL, dan triasilgliserol rata-rata
tinggi, serta kolesterol HDL rendah.
Lofgren et al. (2004) menemukan bahwa ukuran lingkar perut
(waist circumference) berhubungan dengan kadar insulin, leptin,
tekanan darah diastol, trigliserida plasma, dan apolipoprotein-C.
Perempuan dengan lingkar perut > 88 cm memiliki konsentrasi leptin,
tekanan darah diastol, trigliserida plasma, dan apolipoprotein-C lebih
tinggi. Adapun Gotera et al. (2006) menemukan, orang lansia
berpenyakit jantung koroner dengan obesitas sentral mempunyai
tekanandarah, gula darah, kolesterol total, kolesterol LDL dan
trigliserida rata-rata lebih tinggi, serta kolesterol HDL dan adiponektin
lebih rendah.
Menurut WHO (2000), jaringan lemak visceral (intra-abdominal
fat) memiliki sel per unit massa lebih banyak, aliran darah lebih tinggi,
reseptor glucocorticoid (kortisol) dan androgen (testosterone) lebih
banyak dan katecholamine lebih besar dibandingkan dengan jaringan
lemak bawah kulit (subcutaneous adipose). Von-Eyben et al. (2003)
menemukan bahwa jaringan lemak intra-abdominal berhubungan linier
dengan enam faktor risiko metabolik, seperti tekanan darah sistol,
tekanan darah diastol, glukosa darah, kolesterol HDL, trigliserida
serum, dan plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1) plasma.
Jaringan adiposa disadari sebagai organ endokrin penting yang
menghasilkan beberapa hormon protein. Namun, tingginya akumulasi
61
lemak, terutama pada daerah perut (intra-abdominal fat) memicu
jaringan adiposa menghasilkan hormon dalam jumlah yang tidak
normal, seperti tingginya sekresi insulin, tingginya level testoteron dan
androstenedion bebas, rendahnya level progesteron pada perempuan
dan testoteron pada laki-laki, tingginya produksi kortisol, dan
rendahnya level hormon pertumbuhan. Ketidaknormalan produksi
hormon ini diduga meningkatkan risiko kesehatan (WHO 2000).
Lemak visceral adalah komponen lemak tubuh penting sebagai
faktor risiko metabolik (Wildman et al. 2004). Review yang dilakukan
Klein et al. (2007) memperlihatkan hubungan obesitas sentral dengan
kardiometabolik. Klein et al. (2007) menyatakan, mekanisme biologi
hubungan antara obesitas sentral dengan kardiometabolik belum
diketahui secara pasti. Namun, terdapat beberapa hipotesis yang dapat
ditegakkan. Pertama, keterbatasan kemampuan jaringan lemak
subcutaneous dalam menyimpan kelebihan energi menyebabkan
akumulasi lemak yang berakibat pada disfungsi metabolik pada
beberapa organ. Kedua, terjadinya lipolisis pada jaringan adiposa
omental dan mesenteric yang melepaskan asam lemak bebas. Hal ini
dapat menginduksi resistensi insulin dan menyediakan substrat untuk
sintesis lipoprotein dan simpanan lipid. Jaringan adiposa omental dan
mesenteric juga memproduksi protein dan hormon spesifik, seperti
adipokin inflamatori, angiotensinogen, dan kortisol (dibangkitkan oleh
aktivitas lokal 11-hydroxysteroid dehydrogenase). Ketiga, predisposisi
62
gen yang secara bebas menyebabkan penyakit kardiometabolik.
Determinan
Penyebab utama masalah obesitas adalah lingkungan dan perubahan
perilaku. Peningkatan proporsi lemak dan peningkatan densitas energi
dalam diet, penurunan level aktivitas fisik dan peningkatan perilaku
sedentary, merupakan faktor utama yang dapat meningkatkan berat
badan pada populasi. Genetik, faktor biologi dan faktor individu lain
seperti penghentian merokok, jenis kelamin, dan umur saling
berinteraksi memengaruhi peningkatan berat badan (WHO 2000).
Faktor-faktor yang menjadi Penyebab (Jurnal Kardiologi Indonesia
2011:32:24-26)
a. Asupan makanan (Jurnal Kardiologi Indonesia 2011:32:24-26)
Total kalori berlebih, tinggi asupan lemak, tinggi asupan KH,
kurang konsumsi buah dan sayur
b. Genetik
c. Kurang aktivitas fisik
d. Usia
Faktor risiko yang diduga berhubungan dengan obesitas sentral
adalah karakteristik demografi dan sosial-ekonomi (umur, jenis
kelamin, status kawin, besar keluarga, pendidikan, pekerjaan,
pengeluaran per kapita, dan tipe wilayah) dan gaya-hidup (kebiasaan
merokok, aktivitas fisik, perilaku konsumsi makanan/minuman, dan
63
stres).
Dampak
Dampak obesitas sentral lebih tinggi risikonya terhadap kesehatan
dibandingkan dengan obesitas umum (de Pablos-Velasco et al. 2002).
Beberapa penelitian sebelumnya menemukan tingginya dampak
obesitas sentral terhadap risiko kesehatan. Obesitas sentral berdampak
terhadap peningkatan risiko kematian (Zhang et al. 2007; Pischon et
al. 2008; Bigaard et al. 2003). Wildman et al. (2005) menemukan,
obesitas sentral meningkatkan risiko hipertensi, dislipidemia, diabetes,
dan sindrom metabolik pada laki-laki dan perempuan.
Obesitas sentral juga berhubungan dengan penyakit
kardiovaskuler dan penyakit jantung koroner (Baik et al. 2000;
Sonmez et al. 2004; Wildman et al. 2005). Gotera et al. (2006)
menyatakan, dampak obesitas sentral terhadap penyakit jantung
koroner berkaitan dengan dua mekanisme, yaitu mekanisme langsung
melalui efek metabolik protein yang disekresikan oleh jaringan lemak
seperti interleukin (IL) 1, IL 6, TNF-_ adiponektin dan masih banyak
protein lainnya terhadap endotel pembuluh darah, dan efek tidak
langsung akibat faktor- faktor lain yang muncul sebagai risiko
penyakit kardiovaskuler akibat dari obesitas sentral tersebut.
Obesitas sentral lebih berhubungan dengan sindrom metabolik
(Shen et al. 2006; Griesemer 2008). Obesitas sentral dapat digunakan
sebagai prediktor risiko diabetes tipe dua (Wang et al. 2005; Krisnan
64
et al. 2007) dan batu empedu (Tsai et al. 2004). WHO (2000)
menyatakan, obesitas meningkatkan risiko terjadinya penyakit
degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler, sindrom metabolik,
gangguan toleransi glukosa, diabetes tipe 2, hipertensi, batu empedu,
dislipidemia, susah napas, sleep apnoea, hyperuricaemia, gout,
ketidaknormalan produksi hormon, polysistic ovary syndrome,
ketidaksuburan, masalah psikososial, dan beberapa tipe kanker.
Implikasi jangka pendek
Berbeda dengan lemak subkutan, lemak perut lebih aktif secara
metabolik, lebih rentan terhadap stimulasi hormonal dan perubahan
lipid metabolisme. Selain itu, tingkat tinggi lemak perut menyebabkan
masuknya besar asam lemak bebas non-esterifikasi ke hati melalui
vena portal. Ini adiposity pola (juga dikenal sebagai android obesitas)
sangat penting bahwa bahkan akumulasi perut sedikit dari jaringan
adiposa telah dikaitkan dengan tingkat yang lebih tinggi penyakit
jantung dan kondisi lain, termasuk diabetes, hipertensi, aterosklerosis,
dislipidemia dan cholelithiasis, serta resiko peningkatan konsentrasi
lemak di sekitar perut , peningkatan resistensi terhadap insulin, faktor
risiko untuk koroner penyakit arteri ( CAD ) , dislipidemia, stroke.
arterosklerosis dimulai pada anak-anak (5-10 tahun) terlihat dari
coretan lemak. pemeriksaan dari post-mortem arteri pada usia muda
(15-34 tahun) menunjukkan tingkat coretan lemak dan plak fibrosa
pada arteri koroner kanan dan aorta perut dikaitkan dengan obesitas
65
dan ukuran panniculus perut. pada orang dewasa menunjukkan
berkaitan dengan obesitas andomen
Implikasi Jangka Panjang
Penimbunan lemak di hati meningkatkan lipolisis dan produksi
glukosa hati, dan lipolisis yang berlebihan dapat memicu
resistensi insulin
Meningkatkan faktor resiko terhadap penyakit dislipidemia, DM
tipe 2, hipertensi
Intervensi
Langkah Nyata yang harus diambil adalah sebagai berikut:
Penyuluhan tentang gizi seimbang disertai dengan pengadaan
acara dengan aktivitas fisik secara bersama-sama.
Menurunkan berat badan dengan diet dan berolahraga yaitu
menurunkan massa lemak tubuh dan mengurangi lingkar
pinggang. National Institute of Health Diabetes Prevention
Program (NIH-DPP) juga menunjukkan bahwa penurunan berat
badan sederhana dan peningkatan aktifitas fisik signifikan terkait
dengan penundaan dalam timbulnya diabetes tipe 2
a. Kurangi asupan makanan pokok dengan mengonsumsi ½ p
setiap makan
b. Tingkatkan asupan protein: konsumsi 2 porsi protein
c. Kurangi asupan lemak, mengubah cara mengolah makanan
dari menggoreng menjadi mengukus, membakar, merebus
66
d. Kurangi asupan dari cemilan dan minuman yang
mengandung tinggi gula
e. Berolahraga secara teratur
Salah satu diet yang dianjurkan adalah Low Calory Diet: LCD
direkomendasikan untuk menurunkan asupan 500-1000 kal/hari
untuk mencapai penurunan ½ - 1 kg BB/ minggu. Prinsipnya
adalah menurunkan asupan lemak dan karbohidrat untuk dapat
menurunkan kalori
Masalah utama dengan program seperti intervensi perilaku
adalah kesulitan dalam mempertahankan penurunan berat badan
dan peningkatan aktifitas fisik selama periode waktu yang
berkelanjutan
4. Hypertensi total (nasional): 31.7% (based on blood pressure
measurement) – (Q1= 30.5%; 30.9%; 31.6%; 31.9%; 33%)
Di negara maju, hipertensi lebih umum terjadi di populasi rural
dibanding urban. Pola ini terbalik dalam perkembangan, negara
dengan pendapatan rendah dan menengah menjadi tempat pertama
yang menderita peningkatan prevalensi hipertensi terlihat di komunitas
urban (Jennings, 2013)
67
Determinan
Faktori risiko hipertensi:
- Konsumsi makanan tinggi garam dalam waktu berkepanjangan
- Faktor usia
- Memiliki riwayat hipertensi keluarga
- Memiliki diabetes
- Tingkat stress tinggi
- Obesitas
- Merokok
- Pengaruh jumlah garam dan air dalam tubuh
- Gangguan pada
o Ginjal kerusakan parenkima ginjal, penyakit ginjal akut
o Endokrin peningkatan sekresi hormon adrenal
(adrenalin dan kortikosteroid)
o Neurologik peningkatan tekanan intrakranial
68
o Kardiovaskular hilangnya elastisitas aorta
(artherosklerosis)
- Perbedaan tingkat hormon
Dampak
Implikasi jangka panjang (Hart&Loeffler):
Kerusakan sistem kardiovaskular
o Gagal jantung
o Percepatan artherosklerosis
o Myocardium Infark
o Pemecahan aorta
o Aneurisme
Kerusakan sistem neurologik
o Stroke
o Pendarahan intraparenkim
o Kebutaan
o Hilang ingatan
Gagal ginjal
Stroke
Masalah pengelihatan
Intervensi
Langkah nyata yang dapat diambil untuk menanggulangi hipertensi
adalah:
69
- Pengendalian obesitas,
- Pengaturan pola makan keluarga,
- Gerakan peningkatan aktivitas fisik,
- Stop merokok untuk menurunkan insidens hipertensi.
- Deteksi dini kasus di masyarakat dengan engecekan tensi darah
secara berkala
- peningkatan sarana/fasilitas pengobatan hipertensi di Puskesmas
- Hindari konsumsi makanan atau jajanan yang diawetkan
- Hindari konsumsi makanan tinggi lemak, perhatikan label
makanan, hindari tulisan hydrogenated atau partially
hydrogenated karena makanan tsb tinggi lemak jenuh dan lemak
trans.
- Berolahraga rutin
- Berhenti merokok bagi penderita yang merokok
- Mengurangi konsumsi natrium sampai 1.500g/hari
- Rekreasi guna mengurangi stress
- Makan makanan tinggi serat dan kalium seperti buah dan sayur
serta minum banyak air
- Pilih makanan whole grains saat mengkonsumsi roti
- Dapat menerapkan DASH diet – Dietary Approaches to Stop
Hypertension
Intervensi disesuaikan dengan Hypertension Guideline, dikatakan
oleh Jenning bahwa guideline yang berbeda memberi kesimpulan yang
70
berbeda juga, hal ini disebabkan oleh perbedaan beban penyakit
seperti prevalensi dan hubungan komplikasi bervariasi dari populasi ke
populasi lainnya terutama pada kelompok hipertensi dengan stroke
atau coronary artery disease. Variasi etnik juga memberikan respon
yang bervariasi terhadap terapi obat yang diberikan untuk menurunkan
tekanan darah.
Selain itu, urbanisasi merupakan faktor lain yang berperan penting
mempengaruhi pola tekanan darah. Di negara maju, hipertensi umum
terjadi di populasi rural dibanding urban. Pola ini berkebalikan dengan
negara berkembang dan negara dengan pemasukan menengah
kebawah dimana impact awal peningkatan prevalensi hipertensi terjadi
di komunitas urban.
Selanjutnya, rekomendasi terapi harus realistik dimana sudah termasuk
perbedaan level akses layanan kesehatan, harga obat-obatan dan
ketersediaannya, serta adanya rekomendasi untuk diagnosa
selanjutnya.
(Vested Interesets – pada gambar) guideline/petunjuk umum
juga berkembang sesuai kepentingan pribadi. Hal ini dapat berupa
tekanan dari industri yang termasuk pengobatan atau diagnose
tertentu, atau sistem kesehatan yang dikelola pemerintah yang
mencoba untuk menyeimbangkan harga layanan kesehatan, atau juga
ahli klinis sendiri yang menginginkan validasi keinginan mereka pada
akses terhadap pengobatan dan terapi baru.
71
Terakhir, variasi dari gaya hidup dapat menjadi hal penting dalam
menentukan besar kecilnya rekomendasi guideline/petunjuk yang akan
diberikan. Contohnya, tidak aka nada artinya merekomendasikan batas
konsumsi alcohol pada masyarakat yang tidak mengkonsumsi alcohol.
Hal lainnya yg menjadi tolok ukur adalah adanya aktivitas fisik yang
bervariasi antara komunitas dan faktor gizi, seperti suplai garam pada
asupan sehari-hari yang memang dikonsumsi sengaja (dalam masakan)
atau tidak sengaja melalui makanan komersil (makanan kemasan atau
makanan kaleng)
5. Stroke total (nasional): 8.3 0/00 (based on diagnosis by health
provider or symptoms) – (Q1= 7.7 0/00; 8.00/00, 7.90/00; 8.70/00;
9.30/00)
72
Stroke adalah suatu kerusakan pada sel otak yang diakibatkan oleh
kurangnya pasokan oksigen dan zat gizi (aliran darah) baik
diakibatkan adanya sumbatan ataupun kebocoran pembuluh darah.
walaupun berat otak hanya 2% berat tubuh, namun sekitar 15-20%
darah akan mengalir ke otak. Stroke bisa mengakibatkan hilangnya
kemampuan berbicara, kecacatan alat gerak tubuh dan gangguan
fungsi otak. Stroke menjadi penyebab nomor 2 dalam kematian di
seluruh dunia pada tahun 2004.
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yakni:
a. Stroke iskemik : stroke yang disebabkan oleh sumbatan aliran
darah ke otak. jenis stroke ini dialami oleh sekitar 80%.
Sumbatan pada stroke iskemik kemungkinan akibat:
Cerebral thrombosis: ketika gumpalan darah (trombus)
terbentuk pada arteri utama menuju otak
Cerebral embolism: ketika sumbatan disebabkan oleh
gumpalan darah, balon udara, ataupun gumpalan lemak
yang di pembuluh darah lain (selain arteri otak) namun
berdampak pada aliran darah ke otak
Serpihan-serpihan arterosklerosis yang terpecah dari
dinding pembuluh darah tubuh dan mengendap di dalam
otak
b. Stroke hemoragik : stroke yang diakibatkan oleh pendarahan
pada jaringan otak yang diakibatkan baik oleh intraserebral dan
73
subarachnoid hemoragik. Intraserebral hemoragik terjadi ketika
pembuluh darah menyembur dalam otak. sedangkan sub
arachnoid hemoragik ketika pembuluh darah pada permukaan
otak mengalami pendarahan dam masuk ke ruang antara otak dan
tengkorak.
Penyebab
Berikut adalah rincian factor risiko penyebab stroke (WHO,
2004):
Faktor risiko utama yang dapat diubah (Major Modifiable risk
factor):
o Tekanan darah tinggi
o Lemak darah Abnormal
o Kebiasaan merokok
o Jarang aktivitas fisik
o Obesitas
o Kebiasaan makan yang tidak sehat
o DM
Faktor risiko lain yang dapat diubah
o Sosek rendah
o Stres
o Alkohol
74
o Pengobatan tertentu (HRT dan kontrasepsi oral tertentu
meningkatkan risiko penyakit jantung)
o Left Ventricular Hyperthrophy
Faktor risiko yang tidak dapat diubah
o Usia lanjut
o Genetik
o Ras
o Jenis kelamin
Sedangkan menurut Ohio State University (2013) faktor resiko
stroke adalah sebagia berikut:
a. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi, diobati dan di-manage
secara medis
Diet, diet tinggi lemak dapat meningkatkan kolesterol darah
sedangkan tinggi natrium meningkatkan resiko tekana darah
tinggi. Kolesterol darah dan tekanan darah tinggi dapat
meningkatkan resiko terkena stroke karena membantu
terbentuknya arterosklerosis. Konsumsi garam yang tinggi
memiliki efek langsung terhadap resiko stroke. Konsumsi
buah dan sayur dapat menurunkan resiko stroke. Konsumsi
porsi ekstra sayur dan buah akan menurunkan resiko stroke
sebesar 6%.
Obesitas, obesitas meningkatkan resiko tekanan darah tinggi,
kolesterol darah tinggi , diabetes dan stroke.
75
Kadar kolesterol yang tinggi
Kurang olahraga
Konsusmi alkohol
Tekanan darah tinggi
Merokok
Diabetes
Atrial fibrilation, ditemukan pada 15% penderita stroke di
UK. Penderita stroke yang mengalami atrial fibrilation
mengalami stroke yang lebih parah bahkan memiliki resiko
yang lebih parah. Penderita atrial fibrilation memiliki ritme
jantung yang tidak normal. Diakrenakan ritme jantung yang
tidak normal itulah yang meningkatkan resiko terbentuknya
bekuan darah pada ruang jantung yang dapat pecah setiap
saat. Serpihan gumpalan darah yang pecah dapat tertinggal di
otak sehingga terjadi stroke.
Riwayat Transient Ischemic Attack (TIA) yang disebut juga
mini stroke. TIA adalah stroke yang terjadi sementara sekitar
beberapa menit hingga jam. Orang yang pernah mengalami
TIA memiliki resiko 10x lebih besar terkena stroke.
Sleep apnea, menyebabkan tekanan darah tinggi dan serangan
jantung.
Cardiac structural abnormalities
76
Kerusakan katup jantung bisa menyebabkan penyakit kronis,
yang meningkatkan resiko penyakit stroke. Bukti baru
menyatakan bahwa kelainan pada foramen oval dan atrium
dapat meningkakan resiko stroke emboli.
b. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
Usia
Gender, pria lebih beresiko terkena stroke. Estrogen
merupakan faktor vasoprotective
Etnis
Pernah terkena stroke sebelumnya
Hereditas
c. Faktor lainnya
Temperatur, cuaca dan iklim. Stroke banyak terjadi pada
cuaca yang ekstrim
Sosioekonomi, orang yang berada pada sosioekonomi rendah
memiliki resiko terkena stroke lebih tinggi dan akut
Dampak
Dampak stroke tergantung pada bagian otak mana yang
mengalami stroke Ohio State University Medical Center (2013), yaitu:
Cerebrum
Penurunan Sensasi dan gerak
Penurunan kemampuan Berbicara dan berbahasa
Penurunan kemampuan Makan dan mencerna
77
Penurunan Pengelihatan
Penurunan Kemampuan kognitif (berfikir, beralasan, mengambil
keputusan dan memori)
Penurunan Persepsi dan orientasi terhadap lingkungan
Penurunan Kemampuan menjaga diri
Penurunan Kontrol emosi
Penurunan Kemampuan seksual
Penurunan Kontrol usus dan kandung kemih
Cerebelum
Ketidakmampuan untuk berjalan, masalah dengan koordinasi
dan keseimbangan
Sakit kepala
Pusing, Mual dan muntah
Batang otak
Penurunan Kemampuan untuk bernafas
Penurunan Kemampuan menjaga suhu tubuh
Penurunan Keseimbangan dan koordinasi
Lemah dan ketidakmampuan organ gerak untuk melakukan
fungsinya
Penurunan Kemampuan untuk mengunyah, menelan dan
berbicara
Penurunan Kemampuan pengelihatan
Koma
78
Hemisfer kanan
Kelemahan otot bagian tubuh sebelah kiri
Kelemahan sensoris
Penurunan pengelihatan mata bagian kiri
Memiliki masalah penentuan ruang seperti atas/bawah dan
depan/belakang
Ketidakmampuan untuk menentukan lokasi bagian tubuh
Ketidakmampuan menetukan letak benda dan peta
Penurunan memori
Masalah perilaku: implusif, depresi, tidak konsentrasi
Hemisfer kiri
Kelemahan pada anggota gerak bagian kanan
Permasalahan dalam berbicara dan memahami bahasa
Depresi, hati-hati dan ragu
Mengalami penurunan kemampuan matematika, membuat
alasan dan analisis
Permasalahan ingatan
Penurunan kemampuan untuk menulis, membaca dan
mempelajari info yang baru
Selain dampak fisik, stroke juga berdamapak pada aspek lain
dari kualitas hidup seperti aspek materi, sosial, emosional,
pengembangan pribadi dan tujuan hidup.
79
Seperti telah dijelaskan diatas, orang yang mengalami stroke
memiliki keterbatasan dalam melakukan mobilisasi dan berbicara
sehingga menyebabkan keterbatasan dalam melakukan aktivitas
fisik. Keterbatasan ini juga berdampak pada persepsi kualitas hidup
dan ukuran status kesehatan yang tidak hanya diukur dari tingkat
keparahan penyakit namun juga tingkat kesejahteraan hidup
(Higgins & Abbot, 2010).
Intervensi
Cara mencegah stroke yakni dengan memperbaiki gaya hidup :
Tidak merokok
Tidak mengonsumsi alkohol secara berlebih (<15 g alcohol/d
untuk wanita, <30 g alcohol/d pria)
Memlihara berat badan/ IMT normal. IMT pada saat paruh baya
merupakan prediktor yang lebih kuat untuk resiko stroke. Namun
penurunan berat badan yang tidak disertai penurunan lemak
tubuh tidak mempengaruhi resiko stroke.
Pola makan sehat
Olahraga, Berikut adalah daftar aktivitas fisik yang dapat
memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh (WHO, 2004):
80
Memelihara kolesterol tubuh (<200 mg/dL) dan tekanan darah
(<120/80 mmHg)
Edukasi mengenai pentingnya gaya hidup sehat untuk digalakkan
sejak dini juga dapat menjadi salah satu langkah fundamental untuk
mengurangi kejadian stroke yang notabene dapat dicegah. Berikut
adalah salah satu diagram yang menunjukan banyaknya orang yang
berhenti merokok akibat edukasi gaya hidup sehat yang dilakukan
pada WHD (WHO, 2004):
81
Cara mengatasi stroke dan NCD lain dari sudut pandang Kesmas:
Kebijakan publik
Layanan pencegahan klinis, sangat efektif untuk pencegahan dan
deteksi dini penyakit. Health worker dapat memberikan
konseling mengenai pola hidup sehat kepada pasien.
Mengurangi konsusmi dan eksposure dengan cara:
a. Meningkatkan pajak rokok
b. Menurunkan biaya treatment ketergantungan tembakau yang
meliputi biaya konseling, obat dan nikotin replacement
teraphy.
c. Mengadakan kawasan bebas rokok seperti tempat kerja,
transportasi umum, ruang publik dan sebagainya
d. Regulasi packageing dan labeling
82
Meningkatakn aktivitas fisik masyarakat dengan cara
memperbanyak fasilitas olah raga, memasukan olah raga dalam
kurikulum pendidikan nasional, mendorong terbentuknya
komunitas pecinta olah raga, dan sebagainya
Pola makan sehat dengan cara meningkatkan akses pada
makanan sehat dan membatasi akses terhadap makanan yang
tidak sehat, caranya:
a. Menyediakan makanan sehat di kantin sekolah atau tempat
kerja
b. Mencantumkan nutrition fact, komposisi bahan dan
peringatan pada makanan
c. Regulasi iklan makanan
d. Pajak makanan yang tinggi natrium dan makanan rendah
zat gizi
e. Regulasi lokasi makanan cepat saji
Program pengontrolan berat badan di tempat kerja
6. Penyakit Kardiovascular total (nasional): 7.2% (Q1=6.8%;
7.2%; 7.2; 7.3; 7.3%)
Penyakit kardiovaskular ialah nama penyakit dari grup penyakit
jantung dan pembuluh darah, yang terdiri dari :
Hipertensi
Penyakit Jantung Koroner
83
Stroke
Penyakit vascular periferal
Gagal jantung
Reumatik
Penyakit jantung bawaan
Cardiomyopatis (WHO,2013)
Serangan jantung dan stroke adalah peristiwa akut dan terutama
disebabkan oleh penyumbatan yang mencegah darah mengalir ke
jantung atau otak. Alasan paling umum untuk hal ini adalah
penumpukan deposit lemak pada dinding dalam pembuluh darah yang
memasok jantung atau otak. Stroke juga dapat disebabkan oleh
perdarahan dari pembuluh darah di otak atau dari gumpalan darah.
Penyebab
Penyakit jantung disebabkan oleh gangguan jantung dan
pembuluh darah, dan termasuk penyakit jantung koroner (serangan
jantung), penyakit serebrovaskular (stroke), tekanan darah yang
meningkat (hipertensi), penyakit arteri perifer, penyakit jantung
rematik, penyakit jantung bawaan dan gagal jantung . Penyebab utama
penyakit kardiovaskular adalah penggunaan tembakau, sedikit
aktivitas fisik, diet yang tidak sehat dan penggunaan bahan berbahaya
alcohol (WHO, 2013)
Dampak
84
Dampak dari CVD adalah keterbatasan kemampuan kognitif dan
komunikasi pada penderitanya. Fungsi kognitif meliputi attention,
memori, dan fungsi eksekutif seperti perencanaan, beralasan, dan
flesibilitas kognitif. Sedangkan aspek komunikasi yang terganggu
meliputi aspek bahasa dan mendengarkan. Secara umum, CVD dapat
mempengaruhi banyak aspek kualitas hidup manusia, beban biaya
kesehatan masyarakat dan negara.
Intervensi
Kabar baiknya, bagaimanapun, adalah bahwa 80% dari serangan
dini jantung dan stroke dapat dicegah. Diet sehat, aktivitas fisik secara
teratur, dan tidak menggunakan produk tembakau adalah kunci
pencegahan.
Makan makanan yang sehat: Diet seimbang sangat penting untuk
kesehatan jantung dan sistem sirkulasi. Hal ini harus mencakup
banyak buah dan sayuran, biji-bijian, daging, ikan dan kacang-
kacangan, dan terbatas garam, gula dan asupan lemak.
Aktivitas fisik secara teratur: Setidaknya 30 menit aktivitas fisik
secara teratur setiap hari membantu menjaga kebugaran
kardiovaskular, setidaknya 60 menit setiap hari membantu menjaga
berat badan yang sehat.
Hindari penggunaan tembakau: tembakau dalam segala bentuk
sangat berbahaya bagi kesehatan - rokok, cerutu, pipa, atau kunyah
tembakau. Paparan asap tembakau pasif juga berbahaya. Risiko
85
serangan jantung dan stroke mulai turun segera setelah seseorang
berhenti menggunakan produk tembakau, dan bisa drop sebanyak
setengah setelah satu tahun. (WHO, May 2012)
7. Diabetes total (nasional): 1.1% (Q1= 0.8%; 0.9%; 1.1%; 1.2%;
1.7%)
(Jawaban sama seperti pertanyaan No. 4 kelompok usia dewasa)
86
DAFTAR PUSTAKA
________.2013. “The Barker Teory: New Insights Into Ending
Chronic Desease” http://www.thebarkertheory.org/. 26 September
2013 (20:37 WIB).
________. 2012. What Are Overweight and Obesity?.
http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/obe/. 26
September 2013 (20:30 WIB).
Abunain, Djumadias. 1990. Aplikasi Antropometri sebgai Alat Ukur
Status Gizi. Puslitbang Gizi Bogor.
ADAM. 2013. Diabetes Tipe 2.
http://health.nytimes.com/health/guides/disease/type-2-diabetes/lif
estyle-changes.html
Ann Halpin, et, al. 2010. Chronic Disease Prevention and the New
Public Health. http://www.publichealthreviews.eu/show/f/24
Anwar, Bahri. 2004 Dislipidemia sebagai Faktor Resiko Penyakit
Jantung Koroner. FK USU. Repository USU.
Bloem, et, al. 2013. Key strategies to further reduce stunting in
southeast Asia: Lessons from the ASEAN countries workshop.
http://docserver.ingentaconnect.com/deliver/connect/nsinf/037957
21/v34n2x1/s3.pdf?
87
expires=1380209423&id=75622115&titleid=41000042&accname
=Guest+User&checksum=0BB87AB289C1A29195B998379A83
2CD2
Burgess, Ann. 2012. Undernutrition In Adults And Children: Causes,
Consequences And What We Can Do.
http://www.southsudanmedicaljournal.com/archive/2008-05/under
nutrition-in-adults- and-children-causes-consequences-and-
what-we-can-do.html
Centers for Disease Control and Prevention (2009). What Contributes
to Overweight and Obesity? www.cdc.gov
Chiuve. 2008. Primary Prevention of Stroke by Healthy Lifestyle.
http://circ.ahajournals.org/content/118/9/947.full.pdf
D.J.P Barker. “The origins of the develelopmental origins theory”.
Journal of Internal Medicine 2007; 261(5):412-417
Delima, Mihardja Laurentia, Siswoyo Hadi. 2009. Prevalensi dan
Faktor Determinan Penyakit Jantung di Indonesia
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Depkes, RI. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta
Dugdale, D.C. 2011. High blood pressure and diet.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/007483.htm. 26
September 2011 (22:15)
88
Dugdale, D.C. 2011. Hypertension.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000468.htm. 26
September 2013 (22:10 WIB).
Ekowati Rahajeng, Sulistyowati Tuminah. 2009. Prevalensi dan
Faktor Determinan Hipertensi di Indonesia. Pusat Penelitian
Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian Kesehatan
Elya Sugianti. (2009). Faktor Risiko Obesitas Sentral Pada Orang
Dewasa Di Sulawesi Utara, Gorontalo dan DKI Jakarta.
Diperoleh 26 September 2013, dari
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/11550/BA
B%20II%20Tinajaun%20Pustaka_
%20I09esu.pdf;jsessionid=D9B99867984B0D13B4CB3CE5FF1E
27F2?sequence=6
Granham-McGregor, et, al. 1993. The effect of nutritional
supplementation and stunting on morbidity in young children: the
Jamaican study. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8465379
Hart, Michael N. Loeffler, Agnes G. 2012. Introduction to Human
Disease. Amerika Serikat: Jones & Bartlett Learning
89
Higgins & Abbot. 2010. Public Health Aspects of Stroke.
http://www.healthknowledge.org.uk/sites/default/files/documents/
teaching/teachingpha/Strokeworkbook.pdf
J. Mackay & G. Mensah. (2004). The Atlas of Heart Disease & Stroke.
Geneva: WHO Publication
Murray, Laura. 2006. Cardiovascular Disease: Effects Upon
Cognition and Communication.
http://www.asha.org/Publications/leader/2006/060523/f060523c.h
tm
National Diabetes Information Clearinghouse (NDIC). 2011. Causes
of diabetes. http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/causes/
Ohio State University Medical Center. 2013. Stroke.
http://medicalcenter.osu.edu/patientcare/healthcare_services/strok
e/Pages/index.aspx
Remans, et, al. 2011. Multisector intervention to accelerate reductions
in child stunting: an observational study from 9 sub-Saharan
African countries.
http://www.earth.columbia.edu/sitefiles/file/Sachs%20Writing/20
11/AJCN%20Stunting%20Paper%20Oct%202011.pdf
Sjarif. (2005). Obesitas pada Anak dan Permasalahannya. Dalam:
trihono PP Purnawati S, Sjarif, Hegar B, Gunardi, Oswari, et al,
ed. Hot topics in pediatries II. Jakarta: FKUI
90
Touyz & Jenings G. L. R. 2013. Hypertension Guidelines: More
Challenges Highlighted by Europe. American Heart Association:
Hypertension. 2013;62:660-665; originally published online
August 19, 2013; doi:
10.1161/HYPERTENSIONAHA.113.02034.
UNICEF, Achieving MDGs through RPJMN. Nutrition Workshop,
Jakarta: Bappenas; 2009
UNICEF. 2007. Progress for Children: A World Fit for Children
Statistical Review. New York: UNICEF
UNICEF. 2009. Tracking Progress on Child and Maternal Nutrition:
A Survival and Development Priority. New York: UNICEF
WHO, 2007. BMI for Age Charts. Diunduh dari:
http://www.who.int/growthref/who2007_bmi_for_age/en/index.ht
ml
WHO. (2004). Diabetes Action Now: an Initiative of the WHO and
International Diabetes Federation. Geneva: WHO Library
Publications
WHO. 2011. Non Communicable Diseases Country Profile 2011.
France: WHO Library Publications
WHO. 2013. Diabetes Fact Sheet. Diakses pada:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/ 25/09/2013
pukul 10.25 WIB
91
WHO. 2013. Obesity and overweight.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/. 26
September 2013 (20:45).
92