laporan integrasi new

127
1

Upload: shanty-qurratuain

Post on 27-Nov-2015

52 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Integrasi New

1

Page 2: Laporan Integrasi New

AINTERVENSI YANG AKAN DILAKUKAN

Jangka Pendek Jangka Panjang Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Fortifikasi ( iodium,

Vit A, Ca, Zink, Fe, As. Folat ) pada garam, minyak, dan tepung

√ √ √ √ √

Suplementasi √ √ Peningkatan

pelayanan kesehatan (Fasilitas, akses, nakes, dan kader)

√ √ √ √ √

Edukasi warga ( KIE, PHBS )

√ √ √ √ √

Konseling rokok √ √ √ Pemberian bibit ikan,

ternak, dan tanaman√ √

Diversifikasi pangan √ √ Menyubsidi harga

pelayanan kesehatan dan bahan pangan

√ √

Membuat kelas gizi √ √ Membuat mobil siaga √ √ Membentuk

komunitas berbasis masyarakat

√ √

Kebijakan untuk fortifikasi makanan tersebut.

√ √ √ √ √

Peningkatan pelayanan kesehatan ( Fasilitas, akses, nakes, dan kader )

√ √

2

Page 3: Laporan Integrasi New

Edukasi warga ( KIE, PHBS )

√ √ √ √ √

Konseling rokok √ √ √ √ √ Terapi hypnosis

tentang Life style√ √

3

Page 4: Laporan Integrasi New

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007, yang

dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia,

menunjukkan hasil sebagai berikut:

Status Gizi pada` kelompok usia Balita:

1. Kurus/Wasting total (nasional): 13.6% dengan perincian pada

kelompok termiskin (Quintil 1/Q1) = 14.7%; Q2 = 13.9%; Q3 =

13.4%; Q4 = 13.0%; Q 5 (kelompok terkaya) = 13.0%

Berat badan (Kg) menurut Tinggi badan (Cm) atau BB/TB

merupakan salah satu indeks yang digunakan untuk menentukan status

gizi kini atau kurang gizi akut pada balita yang dikelompokkan dalam

empat kategori yaitu gemuk, normal, kurus, dan kurus sekali (Jahari,

2002). Indikator BB/PB memberikan indikasi masalah gizi yang

bersifat akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi saat ini dalam

waktu yang singkat atau tidak terlalu lama (akut), misalnya karena

terjadinya wabah penyakit dan kekurangan makan (kelaparan) yang

mengakibatkan anak balita menjadi kurus. Pada keadaan yang baik

berat badan anak akan berbanding lurus dengan tinggi badannya,

dengan kata lain berat badan akan seimbang dengan tinggi badannya.

Bila terjadi kondisi kesehatan yang memburuk seperti kejadian diare,

berat badan akan berubah karena sifatnya yang labil sedangkan tinggi

badan tidak terpengaruh. Akibatnya berat badan dalam waktu singkat

4

Page 5: Laporan Integrasi New

akan menjadi tidak seimbang dengan tinggi badannya. Keadaan ini

lebih dikenal dengan istilah wasting

Menurut UNHCR, masalah kesehatan masyarakat telah dianggap

serius apabila prevalensi BB/TB Kurus antara 10,1 persen-15,0 persen

dan dianggap kritis bila diatas 15 persen. Semakin baik keadaan

ekonomi rumah tangga, semakin rendah prevalensi kurus. Melihat

angka dari data nasional tersebut, sesuai UNHCR, Wasting atau kurus

telag termasuk dalam masalah kesehatan masyarakat yang serius.

Indeks BB/TB berguna terutama untuk pemilihan sasaran

(targeting) bagi tindakan segera, seperti pemeriksaan kesehatan,

pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan agar kembali

memiliki berat badan yang seimbang dengan tinggi badannya atau

dalam bentuk tindakan untuk memperbaiki lingkungan yang kurang

sehat (Jahari, 2002).

5

Page 6: Laporan Integrasi New

Determinan

Determinan masalah gizi berdasarkan diagram di atas adalah

adalah kemiskinan khususnya di daerah pedesaan atau pelosok,

rendahnya praktik PHBS (kebersihan lingkungan), kurangnya

kesadaran masyarakat untuk PHBS, terbatasnya akses pangan pada

tingkat keluarga miskin, masih tinggi penyakit infeksi, pola asuh ibu

yang kurang baik, rendahnya akses keluarga terhadap pelayanan

kesehatan dasar (Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi, Bappenas,

2011)

Dampak

Konsekuensi jangka panjang balita penderita wasting adalah

gangguan pertumbuhan pada usia selanjutnya dan defisit tingkat

kecerdasan (Sandjaja, 2006). Masih tingginya prevalensi wasting

mempunyai implikasi bahwa Indonesia menghadapi resiko generasi

yang hilang. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap rendahnya

kualitas sumber daya manusia. Padahal status gizi balita merupakan

salah satu indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Janin atau bayi usia 0-2 tahun yang pertumbuhannya terganggu

akan menyebabkan rendahnya produktivitas ekonominya pada masa

dewasa; Menurut standar WHO, anak yang mengalami

kekurusan/wasting, akan memiliki kehilangan poin kecerdasan IQ 10-

15 poin; Beban bagi pemerintah maupun keluarga terkait biaya

pengobatan karena banyak balita yang mudah sakit.

6

Page 7: Laporan Integrasi New

Selain itu wasting merupakan indikasi terkena marasmus dan

prediktor kuat kematian pada anak balita. Pertumbuhan fisik, mental,

kognitif terganggu. Anak yang mengalami wasting juga memiliki

resiko yang lebih tinggi terkena penyakit degeneratif seperti penyakit

jantung koroner, hipertensi, DM dan lain sebagainya pada usia

dewasa.

Intervensi

Keadaan gizi anak usia bawah 2 tahun sangat penting diperhatikan

karena merupakan peluang waktu tersisa untuk memperbaiki dan

menyempurnakan perkembangan mental dan motoriknya. Jika tidak

dilakukan maka keadaan kurang gizi kronis yang berlangsung sejak

dalam kandungan sudah akan mulai terlihat dampaknya pada usia 3

tahun (Karstono, 2008). Kekurangan gizi akibat kurangnya asupan zat

gizi tersebut dapat ditanggulangi dengn pemberian makanan

pendamping air susu ibu yang memadai. Sektor pangan dan pertanian

mempunyai tanggung jawab dalam mengatasi kurang gizi. Selain

produksi pangan untuk gizi yang baik, perlu dikembangkan proses

pangan skala kecil sehingga dapat memperpanjang masa simpan hasil

pertanian.

Langkah nyata yang harus diambil untuk memperbaiki konsumsi

pangan dan status gizi:

Pengadaan pekan gizi, bazar pangan bergizi untuk

mendukung daya beli masyarakat

7

Page 8: Laporan Integrasi New

Penyuluhan PHBS bagi keluarga

Merevitalisasi posyandu

Penyuluhan gizi kepada calon pengantin, remaja putri

setingkat SMA/MA

Mengupayakan sanitasi dan air bersih yang cukup

Melakukan pemberdayaan keluarga dengan melombakan

kadarzi (keluarga sadar gizi)

Melakukan kaderisasi

Pemerintah telah melaksanakan program Pemantauan pertumbuhan

dan perkembangan balita atau yang dikenal dengan nama Stimulasi

Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) untuk

menanggulangi wasting sebagaimana pada gambar dibawah ini.

8

Page 9: Laporan Integrasi New

9

Page 10: Laporan Integrasi New

2. Overweight dan obese total (nasional): 12.2% (Q1=11.2%; Q2

= 11.8%; Q3 = 11.9%; Q4 = 12.8%; Q5 =14.0%

Determinan

Secara umum determinan obesitas adalah faktor internal (genetik)

dan eksternal berat badan lahir, jenis kelamin, usia dan pola konsumsi.

Dari segi genetik bila kedua orang tua mengalami kegemukan makan

80% anaknya akan mengalami kegemukan, bila hanya salah satunya

maka persentasenya menjadi 40 %, jika tidak ada di keduanya maka

menjadi 14%. Mekanismenya : 1. Rendahnya resting metabolic rate, 2.

Rendahnya tingkat oksidasi lemak, 3. Rendahnya fat free mass, 4.

Kurangnya kontrol terhadap nafsu makan.

Faktor-faktor penyebab overweight dan obese menurut WHO

adalah:

- Meningkatnya asupan makanan tinggi energi yang tinggi lemak

- Kurangnya aktivitas fisik akibat peningkatan pekerjaan sedenter,

pergantian mode transportasi, dan peningkatan urbanisasi

Perubahan pola makan dan aktivitas fisik biasanya adalah hasil dari

perubahan lingkungan dan sosial berhubungan dengan perkembangan

dan kurangnya kebijakan yang mendukung sektor kesehatan,

pertanian, transportasi, urban planning, lingkungan, food processing,

distribusi, marketing, dan pendidikan.

Double burden disease merupakan kata-kata yang tepat

menggambarkan masalah underweigtht dan obesitas pada Q5

10

Page 11: Laporan Integrasi New

(termiskin). Anak-anak dari negara yang berpendapatan rendah atau

menengah lebih rentan terhadap asupan inadekuat saat pre-natal. Bayi

dan anak-anak pada saat yang sama, terpapar pada makanan tinggi

lemak, tinggi gula, tinggi garam, tinggi energi, makanan rendah

mikronutrien yang cenderung murah tetapi rendah kualitas gizinya.

Pola diet ini bersisian dengan rendahnya aktivitas fisik yang berakibat

tingginya peningkatan obesitas pada anak-anak dimana masalah

undernutrition tetap belum terpecahkan.

Dampak

Implikasi jangka panjang obesitas adalah:

- Penyakit jantung koroner

- Hipertensi

- Diabetes tipe 2

- Kelainan musculoskeletal (contohnya, osteoarthritis)

- Batu empedu

- Masalah Pernapasan

- Kanker tertentu (endometrial, payudara, dan colon)

Intervensi

Langkah nyata yang dapat diambil:

- Edukasi tentang 3J (jumlah, jenis, jadwal) pada keluarga dan

warga di daerah puskesmas

- Edukasi tentang jajanan yang baik oleh sekolah dan puskesmas

(tidak tinggi lemak, tinggi garam, tinggi gula)

11

Page 12: Laporan Integrasi New

- Memberikan pengetahuan kepada orang tua terkait makanan-

makanan yang seharusnya diberikan kepada balita bukan dengan

fast food atau yang indeks glicemicnya tinggi.

- Pemantauan secara berkala terhadap berat badan anak dengan

dibawa ke pusat kesehatan setempat misalkan puskesmas atau

posyandu.

- Pemberian makanan pendamping asi yang tepat dan sesuai.

12

Page 13: Laporan Integrasi New

3. Pendek/Stunting total (nasional): 18.8%. (Q1= 40.5%; Q2 =

38.9%; Q3 = 37.2%; Q4 = 34.1%; Q5 = 30.3%)

Hampir 1/3 dari anak dibawah 5 tahun mengalami stunted di

Negara – Negara berkembang (UNICEF, 2007).

Tidak hanya itu, stunting hampir terjadi pada 195 juta anak

dibawah usia 5 tahun diseluruh dunia. Benua Asia memiliki

prevalensi sebanyak 36% dan Afrika 40% sebagai benua yang

paling banyak angka kejadian stunting. 10 Negara yang

menyumbangkan kejadian stunting tinggi, yaitu: Bangladesh,

China, India, Indonesia, Pakistan, dan Philipina (UNICEF, 2007)

Determinan

13

Page 14: Laporan Integrasi New

Seorang anak mengalami stunted jika TB/U berada dibawah -2

standar deviasi (WHO Multicentre Growth Reference Study Group,

2006). Stunting biasanya terjadi pada usia kurang dari 2 tahun dan

bersifat ireversibel. Penyebab utama stunted adalah intrauterine

growth retardation (IUGR), gizi yang tidak adekuat untuk menunjang

pertumbuhan, infeksi berulang (Frongillo, 1999 dalam Dewey &

Begum, 2011). Proses menjadi stunted dimulai saat in utero

(kehamilan) yang mencerminkan kekurangan gizi yang presisten dan

kumulatif selama beberapa generasi sebelumnya. Kondisi saat in utero

yang menyebabkan bayi BBLR hingga stunted adalah kekurangan gizi

saat kehamilan, anemia, merokok dan polusi udara dalam ruangan

(Dewey & Begum, 2011).

Sedangkan menurut Shrimpton & Kachondam (2003) faktor yang

menyebabkan stunting ada dua yakni:

a. Penyakit (Immediate Predictors)

Dari riset yang dilakukan, anak dibawah umur 5 tahun yang

mengalami diare berulang secara signifikan berhubungan dengan

kejadian stunting yang lebih tinggi.

b. Intake makanan bergizi (Immediate Predictors)

Pola makan maternal disebut sebagai faktor kuat yang

berhubungan dengan kejadian stunting. 50% dari ibu dalam riset

yang mengonsumsi protein hewani (telur atau daging) banyak,

kejadian stunting pada anak lebih sedikit terjadi

14

Page 15: Laporan Integrasi New

Faktor pendukung (Underlying Cause) yang dipaparkan UNICEF

yang mempengaruhi status gizi seorang anak, yaitu (UNICEF, 2009):

a. Faktor Ekonomi, pada beberapa Negara berkembang (India dan

Nigeria) faktor ekonomi berkaitan erat dengan kejadian

stunting. Terdapat perbedaan yang signifikan pada anak yang

berasal dari keluarga mampu dan tidak mampu. Yang tidak

mampu kejadian stunting lebih cenderung untuk terjadi.

b. Gender dan norma sosial. Pada Negara seperti Bangladesh, anak

laki – laki cenderung lebih tidak stunted dibandingkan dengan

anak perempuan. Sebaliknya di Sub-Sahara Africa, anak

perempuan lebih tinggi disbanding anak laki – laki

c. Pendidikan Maternal. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan

rendah memiliki hubungan positif dengan anak yang berstatus

gizi rendah. Hal ini dikaitkan dengan durasi MP-ASI yang tidak

tepat

d. Status sosial wanita. Di beberapa Negara berkembang status

sosial wanita menjadi determinan dalam gizi kurang pada anak.

Sebuah studi di India, wanita yang memiliki status sosial tinggi

(kebebasan dalam memilih makanan, uang, dan akses) memiliki

kecenderungan untuk tidak melahirkan anak stunted. Hal ini

diasosiasikan dengan wanita yang berstatus sosial rendah, biasa

memiliki gizi yang kurang baik sehingga janin yang dikandung

15

Page 16: Laporan Integrasi New

harus berkompromi dengan keadaan seperti itu dan oleh sebab

itu, kejadian LBW dan stunted menjadi tinggi

Oleh karena itu, dampak dan penyebab stunting pada dasarnya

dapat dicegah dengan pencerdasan masyarakat. Tidak hanya itu,

ketahanan pangan, factor ekonomi dan sosial juga berperan penting

dalam kejadian stunting. Langkah nyata yang dapat diambil adalah

memulai pencerdasan wanita dan masyarakat bahwa ibu dan anak

adalah asset Negara yang penting dalam membangun sumber daya

yang berkualitas. Selain itu, ketahanan pangan dan kesejahteraan harus

tetap ditingkatkan demi terselenggaranya program dengan lancar

Dampak

a. Dampak stunted (Achadi, 2011):

Pertumbuhan fisik terhambat

Perkembangan kognitif dan mental terganggu

Meningkatnya resiko penyakit kronis pada usia dewasa

Angka masuk sekolah menurun

Pendapatan dewasa rendah

b. Menurut Grantham-McGregor,et, al (1993) anak yang stunted

memiliki resiko yang jauh lebih tinggi kemungkinan mengalami

diare, demam, apatis dan anoreksia. Pada tahun 2007 Grantham-

McGregor menyatakan bahwa ibu yang stunting memiliki pelvis

yang lebih kecil sehingga dapat meningktakan morbiditas dan

16

Page 17: Laporan Integrasi New

mortalitas maternal sebagaimana digambarkan pada gambar

dibawah.

Bagan potensi sebab akibat stunted (Grantham-McGregor et al, 2007).

17

Page 18: Laporan Integrasi New

Seperti telah disebutkan diatas bahwa anak yang stunting beresiko

besar terkena penyakit tidak menular (NCD). Berikut gambaran NCD

di Indonesia (WHO, 2011):

18

Page 19: Laporan Integrasi New

Berdasarkan bagan diatas, trend nya adalah peningkatan BMI, total

kolesterol, dan tekanan darah sistol yang terus terjadi tanpa disertai

fluktuasi. Sebaliknya, pada mean gula darah puasa mengalami

penurunan yang cukup berarti.

Intervensi

Intervensi multisektor di daerah sub sahara afrika (Remans, 2011)

19

Page 20: Laporan Integrasi New

Menurut Bloem, et al (2013)

a. Meningkatkan keanekaragaman makanan

b. Merubah sistem produksi makanan: pertanian manufaktur

c. Urbanisasi: stunting daerah urban lebih rendah

d. Meningkatkan pengetahuan orang tua

e. Meningkatkan jumlah dan askes terhadap makanan

20

Paket intervensi MVP Determinan gizi anak

Penurunan Angka

Stunting

Page 21: Laporan Integrasi New

4. Gizi Kurang/Undernutrition (Berat Badan thd Umur): 18.4 %

(Q1= 22.1%; Q2=19.5%; 18.1%; 16.5% 13.7%)

Berat badan menurut umur merupakan indikator status gizi yang

menggambarkan masalah gizi akut. Hal ini dikarenakan berat badan

merupakan ukuran massa jaringan. Massa jaringan memilki

pertumbuhan yang cepat. Sehingga dapat terlihat bagaimana

pertumbuhan seseorang dari berat badan yang dimilikinya.

Penggunaan berat badan sebagai penilaian status gizi menggambarkan

kondisi status gizi seseorang saat ini. Berat badan sangat peka

terhadap penyakit infeksi. Apabila terjadi penyakit infeksi, berat badan

seseorang akan mudah turun sehingga status gizi berubah. Berikut

adalah gambaran gizi kurang di Indonesia menurut data SUSSENAS

2003

Penyebab

Berdasarkan bagan UNICEF, gizi kurang disebabkan langsung

oleh asupan makanan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi.

21

Page 22: Laporan Integrasi New

Dimana gizi kurang sendiri dapat memberi pengaruh terhadap

terjadinya penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung dari gizi

kurang adalah pola asuh orang tua yang tidak memadai, persediaan

pangan yang tidak memadai, pelayanan kesehatan & air bersih yang

tdk memadai.

Akar masalah yang menyebabkan gizi kurang adalah kondisi

ekonomi yang tidak memadai dan tidak menyanggupi masyarakat

miskin untuk membeli makanan dan memperoleh pelayanan

kesehatan. Pendidikan orang tua juga merupakan faktor yang

memengaruhi gizi kurang karena dapat memengaruhi pemilihan

makanan di keluarganya dan praktik ASI Eksklusif. Berikut bagan

UNICEF mengenai gizi kurang.

22

Page 23: Laporan Integrasi New

Kerangka konsep kurang gizi (UNICEF, 1987)

Dampak

Gizi kurang dapat memberikan berbagai dampak. Bagi seorang

anak yang mengalami gizi kurang, ia akan memiliki resiko mengalami

pertumbuhan yang lambat dan mudah terserang penyakit infeksi dan

lebih lama waktu terjangkitnya, resiko lebih tinggi mengalami stunting

(pendek), defisiensi berbagai zat gizi seperti Vitamin A, Zn, Fe, I,

serta perkembangan intelegensinya terganggu.

Dalam The Lancet dijelaskan bahwa anak yang mengalami gizi

kurang saat kecilnya juga akan memiliki resiko untuk mengalami

penyakit kronis di masa dewasanya. Meskipun saat kecil mengalami

gizi kurang, saat dewasa ia akan mudah meningkat berat badannya dan

23

Page 24: Laporan Integrasi New

meningkat resikonya mengalami diabetes melitus, hipertensi, dan

penyakit kardiovaskular lainnya.

24

Page 25: Laporan Integrasi New

Intervensi

Untuk mengurangi resiko gizi kurang terdapat beberapa langkah

yang dapat diambil, yaitu:

- Mempromosikan pentingnya 1000 hari pertama kehidupan.

Kegiatan ini dapat dilakukan melalui kerja sama dengan

pemerintah. Salah satu contoh kegiatan yang dapat dilakukan

adalah membuat iklan yang mudah dicerna dan ditayangkan di peak

hours sehingga banyak masyarakat yang dapat melihatnya.

- Memberdayakan masyarakat untuk diajarkan keterampilan baru

untuk meningkatkan keahlian masyarakat dan sebagai sarana untuk

meningkatkan penghasilan sehingga mereka dapat membeli

makanan yang lebih baik

- Memberdayakan keluarga untuk selalu mendukung dalam

melaksanakan praktek asi eksklusif & pemilihan bahan makanan

- Memberi penyuluhan/workshop menarik dengan tema:

Praktik asi eksklusif

Cara pemberian makanan yang baik

Cara pemilihan bahan makanan yang kualitasnya baik dan

harganya murah

Mengajarkan cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan

25

Page 26: Laporan Integrasi New

Prevalensi Penyakit pada` kelompok usia dewasa:

1. Prevalensi nasional Hipertensi Pada Penduduk Umur > 18

Tahun adalah sebesar 29,8% (berdasarkan pengukuran).

Penyakit hipertensi tidak berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi

(kuintil pengeluaran) seperti pada kuintil 1(30,5%) dan kuintil 5

(33,0%), dan mulai banyak dijumpai pada kelompok usia muda 15 –

17 tahun (8,3%).

Hipertensi pada penduduk dewasa (> 18 th) tidak teralalu

berpengaruh oleh tingkat sosio ekonomi seseorang. Pada implikasi

jangka panjangnya, seseorang yang menderita hipertensi pada usia

muda akan sulit untuk sembuh di masa depannya atau mungkin

mempertahankan tekanan darahnya di posisi nilai yang tidak terlalu

parah, apalagi bagi yang sudah menderita sejak umur 18 tahun.

Penyebab hipertensi bermacam-macam, dimulai dari pola makan yang

tidak sehat, usia, tekanan (stress), dan juga genetik. Masyarakat yang

berumur di atas 18 tahun biasanya adalah masyarakat pekerja, dimana

tekanan hidupnya akan lebih tinggi dari pada anak usia sekolah.

Tingkat stress yang tinggi juga bisa menjadi salah sat penyebab dari

timbulnya tekanan darah tinggi, juga semakin tua seseorang semakin

berpotensi dia menderita hipertensi dikarenakan fungsi organ yang

sudah mulai menurun.

26

Page 27: Laporan Integrasi New

Fungsi organ yang menurun yang menyebabkan seseorang

menderita hipertensi bisa disebabkan karena pola makan dan pola

hidup yang tidak sehat yang sudah dilakukan sejak usia muda. Pola

makan junk food sejak kecil, juga pola hidup kurang berolahraga dan

beraktifitas mampu menjadi investasi pemicu terjadinya hipertensi

atau tekanna darah tinggi di usia dewasa. Penyebab hipertensi juga

disebabkan dari berat lahir yang dibawah normal sehingga

menyebabkan minimalisasi fungsi organ yang menyebabkan terjadinya

hipertensi.

Penyebab

- Konsumsi Na terlalu banyak.

Sifat Na adalah menarik air sehingga volume dan tekanan

darah menigkat. Na banyak terdapat dalam garam, makanan

berpengawet/kemasan, penyedap rasa. Hipertensi pada

umumnya terjadi karena seseorang terlalu banyak

mengkonsumsi makanan tinggi natrium yang menyebabkan

jantung bekerja lebih cepat dan tekanan darah pun meningkat

- Makan tidak seimbang, yaitu makan makanan yang tinggi

lemak dan gula namun rendah serat seperti junk food.

- Kurang aktivitas fisik

- Factor genetic

27

Page 28: Laporan Integrasi New

- Usia. Makin tua seseorang semakin tinggi risiko terkena

hipertensi.

- Stres karena pekerjaan, kecapaian, kurang tidur

- Rokok, kopi dan minuman berakohol. Orang yang sudah

merokok selama lebih dari 20 tahun, memiliki risiko 1,5 kali

kebih besar terkena hipertensi dibanding orang yang tidak

mengonsumsinya.

- Obesitas sentral. Orang mengalami obesitas central memiliki

risiko 1,6 kali lebih besar menderita hipertensi disbanding

yang tidak mengalami obesitas central.

- Hiperglikemia. Orang yang menderita hiperglikemia 1,5 kali

menderita hipertensi dibanding yang tidak menderita

hipertensi.

- Status pernikahan. Orang yang belum menikah memiliki 1,2

kali risiko yang lebih besar terkena hipertensi dibanding orang

yang sudah menikah.

Dampak

Implikasi jangka panjang yang bisa ditimbulkan karena

hipertensi antara lain menurunnya produktivitas kerja masyarakat,

angka hidup nasional yang menurun. Sedangkan dampak lain

hipertensi adalah:

- Stroke. - Infark Miokard

- PJK. - Kematian Kardiovaskular

28

Page 29: Laporan Integrasi New

Intervensi

Penyuluhan mengenai faktor penyebab hipertensi seperti rokok

dan alcohol

Penyuluhan mengenai pola makan yang sehat (kurangi junk

food, snacking, dan soda)

Penyuluhan mengenai pola hidup sehat (olahraga)

Memodifikasi perilaku --> menerapkan pola hidup bersih dan

sehat (PHBS), menerapkan pola makan gizi seimbang

Pemerintah lebih mengetatkan pengawasan terhadap konsumsi

rokok dan minuman keras.

Pemerintah sebaiknya membuat aturan yang konsisten.

2. Prevalensi nasional Stroke adalah 0,8% (berdasarkan diagnosis

tenaga kesehatan dan gejala).

Riset kesehatan dasar departemen kesehatan RI tahun 2007

melaporkan prevalensi stroke 8,3 per 1000 penduduk dan merupakan

penyebab kematian terbanyak diatas usia 5 tahun. Mekanisme biologis

yang mungkin mendasari hubungan antara gizi dan kardiovaskular

penyakit yang mirip dengan mereka yang terlibat dalam etiologi

tekanan darah tinggi, lipid, dan diabetes. Beberapa penelitian di

negara-negara berpendapatan tinggi telah menunjukkan berat lahir

yang berbanding terbalik dikaitkan dengan risiko penyakit jantung

koroner dan stroke. Penelitian popkin, et al dalam Food and Nutrition

29

Page 30: Laporan Integrasi New

Bulletin menunjukkan Para LBWs dari PRC yang dewasa pada tahun

1995 menyumbang setidaknya 10 % dari stroke dan CVD

Determinan

Banyak kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan stroke, tetapi

pada awalnya adalah dari pengerasan arteri atau yang disebut juga

sebagai arteriosklerosis. Karena arteriosklerosis merupakan gaya

hidup modern yang penuh stress, pola makan tinggi lemak, dan kurang

berolahraga. Ketiganya sebenarnya tergolong dalam faktor risiko yang

dapat dikendalikan. Selain itu, ada pula faktor-faktor lain yang tidak

dapat dikendalikan, yaitu antara lain :

a. Faktor Risiko Tidak Terkendali

- Usia

Setelah berusia 55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap

kurun waktu sepuluh tahun. Dua pertiga dari semua serangan

stroke terjadi pada orang yang berusia di atas 65 tahun.

- Jenis kelamin

Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi daripada wanita, tetapi

serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga

tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Dengan perkataan

lain, walau lebih jarang terkena stroke, pada umumnya wanita

terserang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal

lebih besar.

- Keturunan-sejarah stroke dalam keluarga

30

Page 31: Laporan Integrasi New

Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah

tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada

bentuk pembuluh darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga

juga dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk

pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik

yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke yang

lain.

b. Faktor Risiko Terkendali

- Hipertensi

Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko

utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri.

Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat hingga

enam kali lipat dibandingkan orang yang tanpa hipertensi dan

sekitar 40 hingga 90 persen pasien stroke ternyata menderita

hipertensi sebelum terkena stroke.

- Penyakit Jantung

Penyakit jantung, terutama penyakit yang disebut atrial

fibrilation, yakni penyakit jantung dengan denyut jantung yang

tidak teratur di bilik kiri atas. Denyut jantung di atrium kiri ini

mencapai empat kali lebih cepat dibandingkan di bagian-bagian

lain jantung. Ini menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur

dan secara insidentil terjadi pembentukan gumpalan darah.

31

Page 32: Laporan Integrasi New

Gumpalan gumpalan inilah yang kemudian dapat mencapai otak

dan menyebabkan stroke. Pada orang-orang berusia di atas 80

tahun, atrial fibrilation merupakan penyebab utama kematian

pada satu di antara empat kasus stroke. Faktor lain dapat terjadi

pada pelaksanaan operasi jantung yang berupaya memperbaiki

cacat bentuk jantung atau penyakit jantung. Tanpa diduga, plak

dapat terlepas dari dinding aorta (batang nadi jantung), lalu

hanyut mengikuti aliran darah ke leher dan ke otak yang

kemudian menyebabkan stroke.

- Diabetes

Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena

stroke dan mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun.

Namun, ada faktor penyebab lain yang dapat memperbesar risiko

stroke karena sekitar 40 persen penderita diabetes pada

umumnya juga mengidap hipertensi.

- Kadar kolesterol darah

Penelitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh

dan kolesterol seperti daging, telur, dan produk susu dapat

meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh dan berpengaruh

pada risiko aterosklerosis dan penebalan pembuluh. Kadar

kolesterol di bawah 200 mg/dl dianggap aman, sedangkan di atas

240 mg/dl sudah berbahaya dan menempatkan seseorang pada

risiko terkena penyakit jantung dan stroke.

32

Page 33: Laporan Integrasi New

- Merokok

Perokok berat menghadapi risiko lebih besar dibandingkan

perokok ringan. Merokok hampir melipatgandakan risiko stroke

iskemik, terlepas dari faktor risiko yang lain, dan dapat juga

meningkatkan risiko subaraknoid hemoragik hingga 3,5 persen.

Sesungguhnya, risiko stroke menurun dengan seketika setelah

berhenti merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun

setelah berhenti merokok. Perlu diketahui bahwa merokok

memicu produksi fibrinogen (faktor penggumpal darah) lebih

banyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis.

- Alkohol berlebih

Secara umum, peningkatan konsumsi alkohol meningkatkan

tekanan darah sehingga memperbesar risiko stroke, baik yang

iskemik maupun hemoragik. Penelitian lain menyimpulkan

bahwa konsumsi alkohol secara berlebihan dapat mempengaruhi

jumlah platelet sehingga mempengaruhi kekentalan dan

penggumpalan darah, yang menjurus ke pendarahan di otak serta

memperbesar risiko stroke iskemik.

- Obat-obatan terlarang

Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan senyawa

olahannya dapat menyebabkan stroke, di samping memicu faktor

risiko yang lain seperti hipertensi, penyakit jantung, dan

33

Page 34: Laporan Integrasi New

penyakit pembuluh darah. Kokain juga meyebabkan gangguan

denyut jantung (arrythmias) atau denyut jantung jadi lebih cepat.

Masing-masing menyebabkan pembentukan gumpalan darah.

- Cedera kepala dan leher

Cedera pada kepala atau cedera otak traumatik dapat

menyebabkan pendarahan di dalam otak dan menyebabkan

kerusakan yang sama seperti pada stroke hemoragik. Cedera

pada leher, bila terkait dengan robeknya tulang punggung atau

pembuluh karotid akibat peregangan atau pemutaran leher secara

berlebihan atau adanya tekanan pada pembuluh merupakan

penyebab stroke yang cukup berperan, terutama pada orang

dewasa usia muda.

34

Page 35: Laporan Integrasi New

- Infeksi

Infeksi virus maupun bakteri dapat bergabung dengan faktor

risiko lain dan membentuk risiko terjadinya stroke. Secara alami,

sistem kekebalan tubuh biasanya melakukan perlawananan

terhadap infeksi dalam bentuk meningkatkan peradangan dan

sifat penangkalan infeksi pada darah. Sayangnya, reaksi

kekebalan ini juga meningkatkan faktor penggumpalan dalam

darah yang memicu risiko stroke embolik-iskemik ( Yuli

Saraswati, 2008 ).

Sedangkan menurut CADI (Coronary Artery Disease among Asian

Indians) faktor resiko stroke adalah sebagai berikut:

Faktor risiko Nonmodifiable meliputi usia (> 55 tahun : resiko

terkena stroke 2x lipat), etnisitas (asia dan kulit hitam lbh

berisiko), dan sejarah keluarga.

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi untuk stroke termasuk

merokok (risiko 2 kali lipat), tekanan darah tinggi (2x lipat),

diabetes (6x lipat), kolesterol tinggi , HDL rendah (high-

density lipoprotein) kolesterol (2 kali lipat) , fibrilasi atrium

stenosis karotis (4 kali lipat) asimtomatik (2 kali lipat risiko),

aktivitas fisik (3 kali lipat), obesitas, pesta minuman keras ,

penyakit sel sabit , dan estrogen therapy. Diet yang tidak sehat

yang tinggi lemak jenuh , lemak trans dan garam

meningkatkan risiko stroke

35

Page 36: Laporan Integrasi New

Faktor risiko berpotensi dimodifikasi > 4 minuman alkohol per

hari, penyalahgunaan narkoba , hiperhomosisteinemia , dan

peningkatan lipoprotein

Faktor risiko yang signifikan untuk semua stroke adalah: riwayat

hipertensi, merokok, obesitas perut, diet yang tidak sehat, kurangnya

aktivitas fisik, diabetes, konsumsi alkohol (lebih dari 30 minuman per

bulan atau pesta minuman keras), stress psikososial, depresi, penyebab

jantung dan lipid yang abnormal (rasio B apolipoproteins ke A1).

Secara kolektif, faktor-faktor risiko menyumbang 88% dari semua

strokes. Faktor-faktor risiko diatas signifikan untuk semua stroke

iskemik, sedangkan hipertensi, merokok, obesitas perut, diet, dan

asupan alkohol adalah faktor risiko yang signifikan untuk intraserebral

stroke hemoragik.

Dampak

Kecacatan fisik atau jasmaniah

Beban sosial ekonomi untuk keluarga dan Negara

Kematian

Intervensi

Pencerdasan tentang stroke untuk meningkatkan kesadaran

masyarakat tentang bahaya stroke, berisi materi tentang penyebab

atau faktor resiko stroke, cara pencegahan, cara pengobatan, dan

penanganan jangka panjang terhadap penderita. Melalui promosi

dan iklan di media sosial.

36

Page 37: Laporan Integrasi New

Terapi Diet

Penyakit stroke berhubungan dengan jenis makanan yang

dikonsumsi sehari-hari. Walaupun sebagian orang merasa khawatir

akankadar kolesterol penderita, namun permasalahan utama yang

dihadapi seseorang dengan cacat jasmaniah adalah peningkatan

berat badan akibat kurang gerak. Untuk mencegah hal-hal diatas

maka terapi diit yang tepat perlu diberikan. Adapun terapi diit yang

diberikan adalah :

Tujuan :

1. Memberikan makanan yang cukup nilai gizi untuk mencegah

timbulnya stroke ulang.

2. Memberikan makanan yang cukup nilai gizi untuk membantu

mempercepat pemulihan kondisi.

3. Memberikan makanan yang disesuaikan dengan faktor resiko

penyebab stroke.

4. Membantu menurunkan tekanan darah.

5. Membatasi kolesterol dan lemak, untuk menurunkan kandungan

kolesterol/lemak dalam darah.

6. Mencegah atau memperlambat komplikasi lebih lanjut.

Nutrisi Preventif:

Kurangi konsumsi garam yang berlebihan dengan mengurangi

makanan seperti telur asin, kecap, ikan asin, tauco

Konsumsi makanan yang rendah lemak

37

Page 38: Laporan Integrasi New

Pertahankan berat badan normal

Lakukan olahraga secara rutin, 3-5 kali seminggu, masing-

masing 30-45 menit

Nutrisi Kuratif:

Diet kalori seimbang untuk mempertahankan berat badan normal

Diet rendah garam apabila mengalami hipertensi

Diet disfagia apabila mengalami kesulitan menelan

Lakukan penilaian kemampuan menelan sebelum memberikan

nutrisi per oral

Preskripsi Diet

Untuk mengurangi keletihan, konsumsi makanan sedikit tetapi

sering

Mengurangi penambahan bumbu kaya natrium seperti saus,

kecap, garam di dalam makanan

Mengurangi penambahan gula, sirup, khususnya bagi pasien yang

hiperglikemia

Menggunakan susu skim atau susu kedelai untuk menambahkan

protein dalam sup atau sereal dan mengurangi santan untuk

menggurihkan makanan

Konsumsi air secukupnya untuk mencairkan darah,misalnya 1-2

gelas air mineral setiap 2-3 jam sekali, minum air setiap kali

terbangun di malam hari

Pantau berat badan setiap seminggu sekali

38

Page 39: Laporan Integrasi New

Lakukan olahraga ringan seperti berjalan kaki selama minimal 10

menit bagi pasien stroke yang sudah diperbolehkan mobilisasi.

Bagi pasien stroke yang masih berbaring, minta kepada fisioterapi

untuk berolahraga ringan untuk mengurangi kekakuan sendi dan

penyusutan otot. Jika pasien sudah dapat duduk, lakukan olahraga

dengan mengayunkan kaki dan tangan minimal 10 menit sehari

3. Prevalensi nasional Penyakit Jantung adalah 7,2%

(berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala).

Fakta :

17.3 juta orang meninggal (2008) (WHO)

80% berasal dari negara perpenghasilan rendah – menengah

(WHO)

Diperkirakan hingga tahun 2030, 23 juta orang akan meninggal

akibat penyakit kardiovaskular (WHO)

39

Page 40: Laporan Integrasi New

Determinan

Faktor resiko (World Heart Federation):

Riwayat keluarga

Etnis ras afrika dan asia lebih beresiko

Umur pada pria >55th resiko meningkat 2x lipat. Pada wanita

>65th

Tekanan darah tinggi salah satu penyebab utama

Jumlah kolesterol dalam darah

Obesitas SKRT 2004 angka obesitas perkotaan: 12.8% dan

pedesaan: 7.1% sedangkan pada pria: 5.3% dan wanita: 13.3%

Kurang aktivitas fisik

Diabetes

Konsumsi alkohol

Merokok perokok >15tahun pria: 48.6% dan wanita 51.4%,

sedangkan di kota perokok pria: 51.2% dan wanita: 48.8%

(RISKESDAS 2010)

Stress

Diet/pola makan Berhubungan dengan tingkat sosioekonomi

Dampak

Implikasi jangka panjang penyakit jantung adalah stroke dan

kematian

Intervensi

Pencegahan:

40

Page 41: Laporan Integrasi New

- Berhenti merokok

- Menurunkan kadar kolesterol menghindari konsumsi

makanan tinggi lemak, tinggi kolesterol (>100 mg kolesterol

dalam 1000 mg makanan)

- Makan makanan yang berlemak dan protein yang sehat seperti

ikan, kacang, biji-bijian, makanan berbahan dasar kedelai,

alpukat, dll.

- Menurunkan kadar kolesterol menghindari konsumsi

makanan tinggi lemak, tinggi kolesterol (>100 mg kolesterol

dalam 1000 mg makanan)

- Makan makanan yang berlemak dan protein yang sehat seperti

ikan, kacang, biji-bijian, makanan berbahan dasar kedelai,

alpukat, dll.

- Menjaga tekanan darah normal

- Menjaga berat badan normal

- Berolahraga atau mengikuti senam jantung sehat yang

dilaksankan di kantor2 pemerintahan (bagi pns)

- Dapat menerapkan DASH diet – Dietary Approaches to Stop

Hypertension

Treatment:

- CPR (Cardiopulmonary Resuscitation) sebagai langkah

pertolongan pertama pada serangan jantung

41

Page 42: Laporan Integrasi New

- Operasi (Bypass. Stents, Heart transplant, Pacemakers,

Implantable Cardioverter Defibrillators)

Medikasi:

- ACE inhibitors angiotensin converting enzyme, sebuah obat

untuk melebarkan pembuluh darah dan menurunkan tekanan

darah

- Angiotension II Receptor Blockers mempersempit pembuluh

darah, membuat darah mengalir lebih mudah di dalam tubuh.

Dapat menurunkan senyawa tertentu yg dapat mengakibatkan

penumpukan garam dan cairan

- Antiarrhythmics untuk mengatur ritme jantung abnormal

karena aktivitas elektrik jantung yang tidak beraturan

- Antiplatelet untuk mencegah penggumpalan darah

- Aspirin Therapy untuk mencegah dan memanage penyakit

jantung dan stroke (sebagai penghilang rasa sakit)

- Beta Blocker Therapy untuk hipertensi dan CHF

- Calcium Channel Blocker merelaksasi pembuluh darah,

meningkatkan asupan darah dan oksigen ke jantung,

menurunkan kerja jantung

- Clot Buster atau thrombolytic therapy untuk memecah

darah yang menggumpal

42

Page 43: Laporan Integrasi New

- Digoxin untuk membantu jantung yg lemah atau terluka

untuk bekerja lebih efisien dalam mengirim darah ke seluruh

tubuh

- Diuretic mengeluarkan air dan garam yang tidak dibutuhkan

tubuh membuat jantung lebih mudah memompa darah dan

mengontrol tekanan darah

- Nitrat vasodilator yang digunakan untuk mengobati angina

yg diakibatkan pemblokiran pembuluh darah di jantung

- Warfarin antikoagulan/blood thinners.

43

Page 44: Laporan Integrasi New

4. Prevalensi nasional Penyakit Diabetes Melitus adalah 1,1%

(berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala).

Prevalensi nasional Diabetes Melitus (berdasarkan hasil

pengukuran gula darah pada penduduk umur > 15 tahun

bertempat tinggal di perkotaan) adalah 5,7%.

Diabetes adalah penyakit yang disebabkan karena tidak cukupnya

insulin yang diproduksi pankreas atau ketika insulin tidak digunakan

secara efektif oleh tubuh (WHO). Berikut adalah fakta – fakta

mengenai diabetes di dunia (WHO, 2013):

347 juta orang di dunia mengidap Diabetes

Tahun 2004 & 2010, 3,4 juta orang meninggal akibat tingginya

GDP

80% kematian akibat diabetes terjadi di Negara dengan

pendepatan rendah sampai menengah

Diet sehat, aktivitas fisik rutin, hindari rokok, dan menjaga BB

sehat pencegahan DM 2

Berikut adalah diagram yang menunjukan prevalensi penderita

diabetes secara global (WHO, 2004):

44

Page 45: Laporan Integrasi New

Sebaliknya patut diduga penyakit diabetes yang diambil dari 356

kab/kota daerah perkotaan mencakup 24.417 orang (usia > 15 tahun)

menunjukkan gambaran lebih tinggi pada kuintil 5 (7,1%) dibanding

kuintil 1 (4,1%).

Determinan

Diabetes tipe 1

a. Genetis yakni peran Human Leukocyte Antigens (HLAs) pada sel

darah putih yang menentukan apakah suatu sel merupakan

bagian dari tubuh atau benda asing.

b. Perusakan sel beta akibat autoimun yakni oleh sel T

45

Page 46: Laporan Integrasi New

c. Faktor linkungan seperti makanan, virus dan toksin. Faktor

lingkungan ini memicu kerusakan autoimun sel beta pada orang

yang memiliki kerentanan genetis terhadap diabetes. Beberapa

jenis virus yang berperan dalam terjadinya diabetes tipe 1 adalah

coxsackievirus B, cytomegalovirus, adenovirus, rubella, and

mumps. Virus dapat merusak sel beta atau mendorong respon

autoimun. Praktek pemberian makanan pada bayi meningkatkan

resiko diabetes tipe 1. Infan ysng ASI eksklusif dan menerima

suplementasi vitamin D memiliki resiko yang lebih rendah

terkena diabetes tipe 1. Sedangkan infan yang memiliki eksposur

lebih dini terhadap susu sapi dan protein sereal meningkatkan

resiko DM tipe 1

Diabetes Tipe 2

a. Genetis. Diabetes tipe 2 lebih sering terjadi pada Afro-Amerika,

penduduk asli alaska, indian, hispanik/latin, Asia-Amerika,

penduduk asli hawai dan orang amerika di kepulauan pasifik.

Penelitian menunjukan bahwa TCF7L2 meningkatkan resiko

DM tipe 2. Orang yang mewarisi 2 salin varian memiliki resiko

DM tipe 2 80% lebih besar dibanding mereka yang tidak

membawa varian gen.

b. Obesitas

c. Tidak aktif

d. Resistensi insulin

46

Page 47: Laporan Integrasi New

e. Abnormalitas produksi glukosa oleh hati

f. Sindrom metabolik

g. Sinyal dan regulasi sel

h. Disfungsi sel beta

Faktor resiko DM tipe 2

Usia diatas 45 tahun

Overweight/obese

Tidak aktif

Tekanan darah tinggi

High-density lipoprotein (HDL), or good, cholesterol below 35

milligrams per deciliter (mg/dl), or a triglyceride level above 250

mg/dl

Sejarah CVD

Pernah melahirkan anak dengan berat 9 pon atau lebih

Dampak

Dampak diabetes menurut National Diabetes Information

Clearinghouse (NDIC) (2011):

a. Kerusakan pembuluh darah sehingga beresiko besar terkena

penyakit jantung dan stroke

b. Glaukoma, katarak dan retinopati

c. Disfungsi seksual

d. Penyakit ginjal atau diabetes nepropati

e. Kerusakan syaraf atau diabetes neuropati

47

Page 48: Laporan Integrasi New

f. Gangguan pendengaran

g. Osteoporosis karena penururnan kepadatan tulang

h. Menimbulkan permasalahan kulit seperti infeksi bakteri dan

fungi terutama infeksi gusi

i. Kerusakan kaki dikarenakan kerusakan saraf dan miskinnya

aliran darah

j. Alzheimer dan dimensia. Menurut beberapa teori hal tersebut

dikarenakan kerusakan jantung akibat diabetes dapat

menghalangi aliran darah ke otak. Teori lain menyebutkan

bahwa banyaknya insulin dalam darah dapat menyebabkan

inflamasi kerusakan otak atau kekurangan insulin dalam otak

mengurangi glukosa pada sel otak.

Intervensi

Cara menanggulangi:

a. Mengatur diet

b. Mencapai berat badan ideal

c. Meningkatkan aktivitas tubuh

olahraga aerob, memiliki damapk yang signifikan terhadap

penderita diabetes karena memperbaiki sensitifitas insulin.

Waktu pelaksanaanya adalah 150 menit/minggu atau 90

meint/minggu untuk olah raga berat. Olahraga dapat dilakukan

3 kali seminggu dan jangan sampai lebih dari 2 hari tidak

berolah raga (American Diabetes Association). Untuk olahraga

48

Page 49: Laporan Integrasi New

berat sebaiknya dikonsultasikan dengan doketer diakrenakan

biasanya pasien diabetes juga memiliki penyakit jantung.

Olahraga yang mengandalkan kekuatan tidak dianjurkan karena

dapat melemahkan pembuluh darah di mata bagi penderita

retinopati dan juga dapat mencederai pembuluh darah di kaki.

d. Memperbaiki pola tidur

49

Page 50: Laporan Integrasi New

Penyakit/Kondisi pada` kelompok usia 15 tahun keatas:

1. Overweight, total (nasional) : 8.8%;

Kegemukan atau obesitas pada anak dapat memberi dampak yang

bervariasi, diantaranya: dampak fisik yang berpengaruh terhadap body

image saat dewasa, dampat psikososial dimana anak yang mengidap

kegemukan cenderung mengalami diskriminasi, dan dampak ekonomi

yang berpengaruh terhadap biaya perawatan dan pelayanan kesehatan

bagi pasien obesitas.

Cara pengukuran status gizi yang mudah untuk dilakukan pada anak

adalah dengan menggunakan metode antropometri melalui

perhitungan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) yang

digunakan untuk anak dengan rentang usia 5 sampai 19 tahun (WHO

2007)

Tabel 1. Kategori Z-Score dalam Penentuan

Status Gizi

Kategori Z-Score

Sangat Kurus < -3.0 SD

Kurus < -2.0 SD

Normal < -2.0 SD − +1 SD

Gemuk > +1 SD

Obese I > +2 SD

Obese II > +3 SD

50

Page 51: Laporan Integrasi New

Grafik IMT Untuk Anak Laki-Laki Usia 5-19 Tahun (Z-

score) Menurut WHO 2007

Grafik IMT Untuk Anak Perempuan Usia 5-19 Tahun (Z-

score) Menurut WHO 2007

51

Page 52: Laporan Integrasi New

Penyebab dari overweight atau kegemukan ini adalah:

Ketidakseimbangan antara asupan kalori dari makanan dengan

penggunaan kalori sebagai energi pada aktivitas fisik

Faktor diet tidak seimbang

Kurangnya aktivitas fisik

Faktor genetic

Faktor sosial dan ekonomi atau pendapatan.

Orangtua yang pendapatannya dalam kategori besar,

memberikan uang jajan yang lebih dibanding dengan anak yang

orangtuanya berpendapatan rendah.

Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)

Berikut pohon masalah dari kasus Kegemukan

52

Page 53: Laporan Integrasi New

Psikososial1

Obesitas Anak

IQ score rendah4

Obesitas berlanjut hingga dewasa3

NCD meningkat2

BBLR8Asupan makanan tidak seimbang7

Genetik6Lingkungan & sosial ekonomi5

Kurang aktifitas fisik9

Asupan lemak tinggi

Asupan karbohidrat tinggi

Asupan serat rendah

Asupan protein tinggi

Asupan energi tinggi

Minuman tinggi gula

1Kah Yin Loke, 2002. 2Stephen R. Daniels, 2006. 3David S. Freedman,

2001. 4R.A.D. Sartika, 2011. 5Madanijah, 2004. 6Purwanti,

2002.7WHO, 2011. 8D.J.P. Barker, 2007. 9Wardlaw, 2007

53

Page 54: Laporan Integrasi New

Langkah yang dapat diambil:

Memberikan informasi mengenai makanan bergizi seimbang

pada remaja

Memberikan informasi kepada keluarga Praktik pemberian

ASI Eksklusif dan pemberian MP ASI dini sesuai waktunya

Mendukung kegiatan ekstrakurikuler di sekolah

Mengajak orang tua untsuk melakukan aktivitas fisik/olahraga

bersama anak minimal 2 kali/minggu

2. Obese 10.3%

Kategori kurus IMT < 18,5

Kategori normal IMT >=18,5 - <24,9

Kategori BB lebih IMT >=25,0 - <27,0

Kategori obese IMT >=27,0

54

Page 55: Laporan Integrasi New

Tabel diatas merupakan perbandingan antara prevalensi status

gizi penduduk usia 16-18 tahun berdasarkan Rinkesdas tahun 2007

dan 2010. Terdapat perbedaan dalam menentukan status gizi

penduduk. Rinkesdas tahun 2007 menggunakan IMT sebagai indicator

penentuan status gizi penduduk, sedangkan Rinkesdas tahun 2010

menggunanakan IMT/Umur sebagai indicator penentuan status gizi

penduduk.

Berdasarkan tabel diatas masalah kegemukan memiliki

keterkaitan dengan tingkat pendidikan kepala rumah tangga, semakin

baik keadaan ekonomi rumah tangga dan tipe daerah (tempat tinggal).

Semakin tinggi tingkat pendidikan kepala rumahtangga dan semakin

baik keadaan ekonomi rumah tangga prevalensi kegemukan cenderung

meningkat. Hal tersebut terjadi pula dengan masyarakat perkotaan.

55

Page 56: Laporan Integrasi New

Prevalensi kegemukan masyarakat perkotaan cenderung lebih tinggi

dibanding dengan masyarakat pedesaan.

Faktor Penyebab

1. Tingkat pengetahuan gizi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (60%)

tingkat pengetahuan gizi remaja pada kelompok obesitas adalah

kurang, sedangkan 85% remaja pada kelompok non obesitas

memiliki pengetahuan gizi yang cukup

2. Pengeluaran jajan

Sebagian besar remaja obesitas memiliki pengeluaran jajan

sedang (45%) dan tinggi (40%) sedangkan kelompok remaja

non obesitas sebagian besar memiliki pengeluaran jajan rendah

(65%)

3. Parental Fatness

Sebagian besar orang tua (bapak dan ibu) kelompok obesitas

juga mengalami obesitas pula (60%). Sedangkan pada kelompok

non obesitas, sebagian besar orangtuanya memiliki status gizi

normal (85%)

4. Makan makanan cepat saji dan kudapan

Diketahui bahwa sebagian besar kelompok obesitas

mengkonsumsi makanan cepat saji satu kali seminggu.

Sedangkan pada kelompok non obesitas termasuk jarang

mengkonsumsi makanan cepat saji. Jenis makanan cepat saji

56

Page 57: Laporan Integrasi New

yang sering dikonsumsi adalah pizza, burger, hot dog, french

fries, chicken nugget, dan ayam goreng tepung.

Pola konsumsi kudapan adalah rata-rata frekuensi konsumsi dan

jenis kudapan dalam sehari. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa sebagian besar kelompok obesitas mengkonsumsi

kudapan lebih dari satu kali sehari. Jenis kudapan yang

terbanyak dikonsumsi remaja pada kelompok obesitas maupun

non obesitas adalah kudapan gurih berkemasan sejenis chiki.

Dengan demikian dapat dikatakan walaupun jenis kudapan yang

dikonsumsi sama namun frekuensi konsumsi yang lebih sering

pada remaja kelompok obesitas dapat menyebabkan

penumpukan energi sehingga dapat menambah berat badan

remaja

5. Aktivitas fisik

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar

remaja kelompok obesitas memiliki tingkat aktivitas ringan.

Beberapa penelitian epidemiologi menyebutkan bahwa obesitas

pada remaja terjadi karena interaksi antara makan yang banyak

dan sedikit aktivitas. Aktivitas fisik menyebabkan terjadinya

proses pembakaran energi sehingga semakin remaja beraktivitas

semakin banyak energi yang terpakai.

6. Berat lahir terlalu berlebihan

7. Non-ASI eksklusif

57

Page 58: Laporan Integrasi New

8. Psychological factor: Stress

Dampak

Efek kesehatan jangka pendek

Remaja yang obesitas lebih mungkin untuk memiliki faktor

risiko penyakit kardiovaskuler , seperti kolesterol tinggi atau

tekanan darah tinggi . 70 % dari remaja obesitas memiliki

minimal satu faktor risiko penyakit kardiovaskular

Remaja yang obesitas lebih mungkin untuk pradiabetes , suatu

kondisi di mana kadar gula darah (glukosa) lebih tinggi dari nilai

normal, tetapi belum cukup tinggi untuk masuk ke dalam

kategori diabetes. Kondisi prediabetes yang terus berkelanjutan

tanpa penanganan yang memadai dapat berkembang menjadi

diabetes tipe 2.

Anak-anak dan remaja yang mengalami obesitas berada pada

risiko lebih besar untuk masalah tulang dan sendi , sleep apnea,

dan masalah-masalah sosial dan psikologis seperti stigmatisasi

dan kurang percaya diri.

Efek kesehatan jangka panjang :

Anak-anak dan remaja yang obesitas cenderung menjadi gemuk

ketika dewasa dan karena itu lebih beresiko terhadap masalah

58

Page 59: Laporan Integrasi New

kesehatan orang dewasa seperti penyakit jantung , diabetes tipe 2

, stroke , beberapa jenis kanker, dan osteoarthritis.

Kegemukan dan obesitas berhubungan dengan peningkatan

risiko berbagai jenis kanker , termasuk kanker payudara , usus

besar, endometrium , esofagus , ginjal , pankreas , kandung

empedu , tiroid , ovarium , serviks , dan prostat , serta multiple

myeloma dan Hodgkin lymphoma.

Menurunnya produktivitas kerja

Umur kematian nasional makin menurun

Berpengaruh ke konsumsi bahan makanan nasional ekonomi

Timbulnya penyakit-penyakit lain (degenerative, infeksi, dll)

Intervensi

Kebiasaan gaya hidup sehat , termasuk makan sehat dan aktivitas

fisik , dapat menurunkan risiko menjadi gemuk dan terjangkit

penyakit

Perilaku aktivitas fisik dan diet anak-anak dan remaja

dipengaruhi oleh berbagai sektor masyarakat , termasuk keluarga

, masyarakat, sekolah , pengaturan perawatan anak , penyedia

perawatan medis , lembaga keagamaan , lembaga pemerintah ,

media , dan makanan dan minuman industri dan industri hiburan.

Sekolah memainkan peran yang sangat penting dengan

membentuk lingkungan yang aman dan mendukung dengan

kebijakan dan praktek yang mendukung perilaku sehat . Sekolah

59

Page 60: Laporan Integrasi New

juga memberikan kesempatan bagi siswa untuk mempelajari dan

mempraktekkan pola makan sehat dan perilaku aktivitas fisik.

Memperbanyak fasilitas olah raga, kepada pemerintah kota untuk

memperbaiki fasilitas pejalan kaki/pengguna sepeda, dengan

demikian diharapkan orang tua memperbolehkan anaknya untuk

berjalan kaki / naik sepeda ke sekolah.

Penyuluhan ke ibu hamil untuk mengkonsumsi makanan yang

cukup gizinya (tidak over)

Penyuluhan ke ibu rumah tangga mengenai penyusunan menu

yang baik untuk anak dan keluarga

Penyuluhan ke remaja mengenai gizi untuk wanita, mulai dari

remaja hingga menjadi seorang ibu yang sedang hamil dan

menyusui

3. Obesitas Central, total (nasional): 18.8% (dengan perincian

pada kelompok termiskin (Quintil 1/Q1) = 15.0%; Q2 = 16.8%;

Q3 = 17.8%; Q4 = 19.9%; Q5 (terkaya) = 23.2%)

Obesitas sentral merupakan kondisi kelebihan lemak yang terpusat

pada daerah perut (intra-abdominal fat). Beberapa penelitian

sebelumnya menemukan bahwa peningkatan risiko kesehatan lebih

berhubungan dengan obesitas sentral dibandingkan dengan obesitas

umum. Wildman et al. (2004) menemukan, laki-laki dan perempuan

yang mengalami obesitas sentral mempunyai tekanan darah sistol dan

60

Page 61: Laporan Integrasi New

diastol, kolesterol total, kolesterol LDL, dan triasilgliserol rata-rata

tinggi, serta kolesterol HDL rendah.

Lofgren et al. (2004) menemukan bahwa ukuran lingkar perut

(waist circumference) berhubungan dengan kadar insulin, leptin,

tekanan darah diastol, trigliserida plasma, dan apolipoprotein-C.

Perempuan dengan lingkar perut > 88 cm memiliki konsentrasi leptin,

tekanan darah diastol, trigliserida plasma, dan apolipoprotein-C lebih

tinggi. Adapun Gotera et al. (2006) menemukan, orang lansia

berpenyakit jantung koroner dengan obesitas sentral mempunyai

tekanandarah, gula darah, kolesterol total, kolesterol LDL dan

trigliserida rata-rata lebih tinggi, serta kolesterol HDL dan adiponektin

lebih rendah.

Menurut WHO (2000), jaringan lemak visceral (intra-abdominal

fat) memiliki sel per unit massa lebih banyak, aliran darah lebih tinggi,

reseptor glucocorticoid (kortisol) dan androgen (testosterone) lebih

banyak dan katecholamine lebih besar dibandingkan dengan jaringan

lemak bawah kulit (subcutaneous adipose). Von-Eyben et al. (2003)

menemukan bahwa jaringan lemak intra-abdominal berhubungan linier

dengan enam faktor risiko metabolik, seperti tekanan darah sistol,

tekanan darah diastol, glukosa darah, kolesterol HDL, trigliserida

serum, dan plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1) plasma.

Jaringan adiposa disadari sebagai organ endokrin penting yang

menghasilkan beberapa hormon protein. Namun, tingginya akumulasi

61

Page 62: Laporan Integrasi New

lemak, terutama pada daerah perut (intra-abdominal fat) memicu

jaringan adiposa menghasilkan hormon dalam jumlah yang tidak

normal, seperti tingginya sekresi insulin, tingginya level testoteron dan

androstenedion bebas, rendahnya level progesteron pada perempuan

dan testoteron pada laki-laki, tingginya produksi kortisol, dan

rendahnya level hormon pertumbuhan. Ketidaknormalan produksi

hormon ini diduga meningkatkan risiko kesehatan (WHO 2000).

Lemak visceral adalah komponen lemak tubuh penting sebagai

faktor risiko metabolik (Wildman et al. 2004). Review yang dilakukan

Klein et al. (2007) memperlihatkan hubungan obesitas sentral dengan

kardiometabolik. Klein et al. (2007) menyatakan, mekanisme biologi

hubungan antara obesitas sentral dengan kardiometabolik belum

diketahui secara pasti. Namun, terdapat beberapa hipotesis yang dapat

ditegakkan. Pertama, keterbatasan kemampuan jaringan lemak

subcutaneous dalam menyimpan kelebihan energi menyebabkan

akumulasi lemak yang berakibat pada disfungsi metabolik pada

beberapa organ. Kedua, terjadinya lipolisis pada jaringan adiposa

omental dan mesenteric yang melepaskan asam lemak bebas. Hal ini

dapat menginduksi resistensi insulin dan menyediakan substrat untuk

sintesis lipoprotein dan simpanan lipid. Jaringan adiposa omental dan

mesenteric juga memproduksi protein dan hormon spesifik, seperti

adipokin inflamatori, angiotensinogen, dan kortisol (dibangkitkan oleh

aktivitas lokal 11-hydroxysteroid dehydrogenase). Ketiga, predisposisi

62

Page 63: Laporan Integrasi New

gen yang secara bebas menyebabkan penyakit kardiometabolik.

Determinan

Penyebab utama masalah obesitas adalah lingkungan dan perubahan

perilaku. Peningkatan proporsi lemak dan peningkatan densitas energi

dalam diet, penurunan level aktivitas fisik dan peningkatan perilaku

sedentary, merupakan faktor utama yang dapat meningkatkan berat

badan pada populasi. Genetik, faktor biologi dan faktor individu lain

seperti penghentian merokok, jenis kelamin, dan umur saling

berinteraksi memengaruhi peningkatan berat badan (WHO 2000).

Faktor-faktor yang menjadi Penyebab (Jurnal Kardiologi Indonesia

2011:32:24-26)

a. Asupan makanan (Jurnal Kardiologi Indonesia 2011:32:24-26)

Total kalori berlebih, tinggi asupan lemak, tinggi asupan KH,

kurang konsumsi buah dan sayur

b. Genetik

c. Kurang aktivitas fisik

d. Usia

Faktor risiko yang diduga berhubungan dengan obesitas sentral

adalah karakteristik demografi dan sosial-ekonomi (umur, jenis

kelamin, status kawin, besar keluarga, pendidikan, pekerjaan,

pengeluaran per kapita, dan tipe wilayah) dan gaya-hidup (kebiasaan

merokok, aktivitas fisik, perilaku konsumsi makanan/minuman, dan

63

Page 64: Laporan Integrasi New

stres).

Dampak

Dampak obesitas sentral lebih tinggi risikonya terhadap kesehatan

dibandingkan dengan obesitas umum (de Pablos-Velasco et al. 2002).

Beberapa penelitian sebelumnya menemukan tingginya dampak

obesitas sentral terhadap risiko kesehatan. Obesitas sentral berdampak

terhadap peningkatan risiko kematian (Zhang et al. 2007; Pischon et

al. 2008; Bigaard et al. 2003). Wildman et al. (2005) menemukan,

obesitas sentral meningkatkan risiko hipertensi, dislipidemia, diabetes,

dan sindrom metabolik pada laki-laki dan perempuan.

Obesitas sentral juga berhubungan dengan penyakit

kardiovaskuler dan penyakit jantung koroner (Baik et al. 2000;

Sonmez et al. 2004; Wildman et al. 2005). Gotera et al. (2006)

menyatakan, dampak obesitas sentral terhadap penyakit jantung

koroner berkaitan dengan dua mekanisme, yaitu mekanisme langsung

melalui efek metabolik protein yang disekresikan oleh jaringan lemak

seperti interleukin (IL) 1, IL 6, TNF-_ adiponektin dan masih banyak

protein lainnya terhadap endotel pembuluh darah, dan efek tidak

langsung akibat faktor- faktor lain yang muncul sebagai risiko

penyakit kardiovaskuler akibat dari obesitas sentral tersebut.

Obesitas sentral lebih berhubungan dengan sindrom metabolik

(Shen et al. 2006; Griesemer 2008). Obesitas sentral dapat digunakan

sebagai prediktor risiko diabetes tipe dua (Wang et al. 2005; Krisnan

64

Page 65: Laporan Integrasi New

et al. 2007) dan batu empedu (Tsai et al. 2004). WHO (2000)

menyatakan, obesitas meningkatkan risiko terjadinya penyakit

degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler, sindrom metabolik,

gangguan toleransi glukosa, diabetes tipe 2, hipertensi, batu empedu,

dislipidemia, susah napas, sleep apnoea, hyperuricaemia, gout,

ketidaknormalan produksi hormon, polysistic ovary syndrome,

ketidaksuburan, masalah psikososial, dan beberapa tipe kanker.

Implikasi jangka pendek

Berbeda dengan lemak subkutan, lemak perut lebih aktif secara

metabolik, lebih rentan terhadap stimulasi hormonal dan perubahan

lipid metabolisme. Selain itu, tingkat tinggi lemak perut menyebabkan

masuknya besar asam lemak bebas non-esterifikasi ke hati melalui

vena portal. Ini adiposity pola (juga dikenal sebagai android obesitas)

sangat penting bahwa bahkan akumulasi perut sedikit dari jaringan

adiposa telah dikaitkan dengan tingkat yang lebih tinggi penyakit

jantung dan kondisi lain, termasuk diabetes, hipertensi, aterosklerosis,

dislipidemia dan cholelithiasis, serta resiko peningkatan konsentrasi

lemak di sekitar perut , peningkatan resistensi terhadap insulin, faktor

risiko untuk koroner penyakit arteri ( CAD ) , dislipidemia, stroke.

arterosklerosis dimulai pada anak-anak (5-10 tahun) terlihat dari

coretan lemak. pemeriksaan dari post-mortem arteri pada usia muda

(15-34 tahun) menunjukkan tingkat coretan lemak dan plak fibrosa

pada arteri koroner kanan dan aorta perut dikaitkan dengan obesitas

65

Page 66: Laporan Integrasi New

dan ukuran panniculus perut. pada orang dewasa menunjukkan

berkaitan dengan obesitas andomen

Implikasi Jangka Panjang

Penimbunan lemak di hati meningkatkan lipolisis dan produksi

glukosa hati, dan lipolisis yang berlebihan dapat memicu

resistensi insulin

Meningkatkan faktor resiko terhadap penyakit dislipidemia, DM

tipe 2, hipertensi

Intervensi

Langkah Nyata yang harus diambil adalah sebagai berikut:

Penyuluhan tentang gizi seimbang disertai dengan pengadaan

acara dengan aktivitas fisik secara bersama-sama.

Menurunkan berat badan dengan diet dan berolahraga yaitu

menurunkan massa lemak tubuh dan mengurangi lingkar

pinggang. National Institute of Health Diabetes Prevention

Program (NIH-DPP) juga menunjukkan bahwa penurunan berat

badan sederhana dan peningkatan aktifitas fisik signifikan terkait

dengan penundaan dalam timbulnya diabetes tipe 2

a. Kurangi asupan makanan pokok dengan mengonsumsi ½ p

setiap makan

b. Tingkatkan asupan protein: konsumsi 2 porsi protein

c. Kurangi asupan lemak, mengubah cara mengolah makanan

dari menggoreng menjadi mengukus, membakar, merebus

66

Page 67: Laporan Integrasi New

d. Kurangi asupan dari cemilan dan minuman yang

mengandung tinggi gula

e. Berolahraga secara teratur

Salah satu diet yang dianjurkan adalah Low Calory Diet: LCD

direkomendasikan untuk menurunkan asupan 500-1000 kal/hari

untuk mencapai penurunan ½ - 1 kg BB/ minggu. Prinsipnya

adalah menurunkan asupan lemak dan karbohidrat untuk dapat

menurunkan kalori

Masalah utama dengan program seperti intervensi perilaku

adalah kesulitan dalam mempertahankan penurunan berat badan

dan peningkatan aktifitas fisik selama periode waktu yang

berkelanjutan

4. Hypertensi total (nasional): 31.7% (based on blood pressure

measurement) – (Q1= 30.5%; 30.9%; 31.6%; 31.9%; 33%)

Di negara maju, hipertensi lebih umum terjadi di populasi rural

dibanding urban. Pola ini terbalik dalam perkembangan, negara

dengan pendapatan rendah dan menengah menjadi tempat pertama

yang menderita peningkatan prevalensi hipertensi terlihat di komunitas

urban (Jennings, 2013)

67

Page 68: Laporan Integrasi New

Determinan

Faktori risiko hipertensi:

- Konsumsi makanan tinggi garam dalam waktu berkepanjangan

- Faktor usia

- Memiliki riwayat hipertensi keluarga

- Memiliki diabetes

- Tingkat stress tinggi

- Obesitas

- Merokok

- Pengaruh jumlah garam dan air dalam tubuh

- Gangguan pada

o Ginjal kerusakan parenkima ginjal, penyakit ginjal akut

o Endokrin peningkatan sekresi hormon adrenal

(adrenalin dan kortikosteroid)

o Neurologik peningkatan tekanan intrakranial

68

Page 69: Laporan Integrasi New

o Kardiovaskular hilangnya elastisitas aorta

(artherosklerosis)

- Perbedaan tingkat hormon

Dampak

Implikasi jangka panjang (Hart&Loeffler):

Kerusakan sistem kardiovaskular

o Gagal jantung

o Percepatan artherosklerosis

o Myocardium Infark

o Pemecahan aorta

o Aneurisme

Kerusakan sistem neurologik

o Stroke

o Pendarahan intraparenkim

o Kebutaan

o Hilang ingatan

Gagal ginjal

Stroke

Masalah pengelihatan

Intervensi

Langkah nyata yang dapat diambil untuk menanggulangi hipertensi

adalah:

69

Page 70: Laporan Integrasi New

- Pengendalian obesitas,

- Pengaturan pola makan keluarga,

- Gerakan peningkatan aktivitas fisik,

- Stop merokok untuk menurunkan insidens hipertensi.

- Deteksi dini kasus di masyarakat dengan engecekan tensi darah

secara berkala

- peningkatan sarana/fasilitas pengobatan hipertensi di Puskesmas

- Hindari konsumsi makanan atau jajanan yang diawetkan

- Hindari konsumsi makanan tinggi lemak, perhatikan label

makanan, hindari tulisan hydrogenated atau partially

hydrogenated karena makanan tsb tinggi lemak jenuh dan lemak

trans.

- Berolahraga rutin

- Berhenti merokok bagi penderita yang merokok

- Mengurangi konsumsi natrium sampai 1.500g/hari

- Rekreasi guna mengurangi stress

- Makan makanan tinggi serat dan kalium seperti buah dan sayur

serta minum banyak air

- Pilih makanan whole grains saat mengkonsumsi roti

- Dapat menerapkan DASH diet – Dietary Approaches to Stop

Hypertension

Intervensi disesuaikan dengan Hypertension Guideline, dikatakan

oleh Jenning bahwa guideline yang berbeda memberi kesimpulan yang

70

Page 71: Laporan Integrasi New

berbeda juga, hal ini disebabkan oleh perbedaan beban penyakit

seperti prevalensi dan hubungan komplikasi bervariasi dari populasi ke

populasi lainnya terutama pada kelompok hipertensi dengan stroke

atau coronary artery disease. Variasi etnik juga memberikan respon

yang bervariasi terhadap terapi obat yang diberikan untuk menurunkan

tekanan darah.

Selain itu, urbanisasi merupakan faktor lain yang berperan penting

mempengaruhi pola tekanan darah. Di negara maju, hipertensi umum

terjadi di populasi rural dibanding urban. Pola ini berkebalikan dengan

negara berkembang dan negara dengan pemasukan menengah

kebawah dimana impact awal peningkatan prevalensi hipertensi terjadi

di komunitas urban.

Selanjutnya, rekomendasi terapi harus realistik dimana sudah termasuk

perbedaan level akses layanan kesehatan, harga obat-obatan dan

ketersediaannya, serta adanya rekomendasi untuk diagnosa

selanjutnya.

(Vested Interesets – pada gambar) guideline/petunjuk umum

juga berkembang sesuai kepentingan pribadi. Hal ini dapat berupa

tekanan dari industri yang termasuk pengobatan atau diagnose

tertentu, atau sistem kesehatan yang dikelola pemerintah yang

mencoba untuk menyeimbangkan harga layanan kesehatan, atau juga

ahli klinis sendiri yang menginginkan validasi keinginan mereka pada

akses terhadap pengobatan dan terapi baru.

71

Page 72: Laporan Integrasi New

Terakhir, variasi dari gaya hidup dapat menjadi hal penting dalam

menentukan besar kecilnya rekomendasi guideline/petunjuk yang akan

diberikan. Contohnya, tidak aka nada artinya merekomendasikan batas

konsumsi alcohol pada masyarakat yang tidak mengkonsumsi alcohol.

Hal lainnya yg menjadi tolok ukur adalah adanya aktivitas fisik yang

bervariasi antara komunitas dan faktor gizi, seperti suplai garam pada

asupan sehari-hari yang memang dikonsumsi sengaja (dalam masakan)

atau tidak sengaja melalui makanan komersil (makanan kemasan atau

makanan kaleng)

5. Stroke total (nasional): 8.3 0/00 (based on diagnosis by health

provider or symptoms) – (Q1= 7.7 0/00; 8.00/00, 7.90/00; 8.70/00;

9.30/00)

72

Page 73: Laporan Integrasi New

Stroke adalah suatu kerusakan pada sel otak yang diakibatkan oleh

kurangnya pasokan oksigen dan zat gizi (aliran darah) baik

diakibatkan adanya sumbatan ataupun kebocoran pembuluh darah.

walaupun berat otak hanya 2% berat tubuh, namun sekitar 15-20%

darah akan mengalir ke otak. Stroke bisa mengakibatkan hilangnya

kemampuan berbicara, kecacatan alat gerak tubuh dan gangguan

fungsi otak. Stroke menjadi penyebab nomor 2 dalam kematian di

seluruh dunia pada tahun 2004.

Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yakni:

a. Stroke iskemik : stroke yang disebabkan oleh sumbatan aliran

darah ke otak. jenis stroke ini dialami oleh sekitar 80%.

Sumbatan pada stroke iskemik kemungkinan akibat:

Cerebral thrombosis: ketika gumpalan darah (trombus)

terbentuk pada arteri utama menuju otak

Cerebral embolism: ketika sumbatan disebabkan oleh

gumpalan darah, balon udara, ataupun gumpalan lemak

yang di pembuluh darah lain (selain arteri otak) namun

berdampak pada aliran darah ke otak

Serpihan-serpihan arterosklerosis yang terpecah dari

dinding pembuluh darah tubuh dan mengendap di dalam

otak

b. Stroke hemoragik : stroke yang diakibatkan oleh pendarahan

pada jaringan otak yang diakibatkan baik oleh intraserebral dan

73

Page 74: Laporan Integrasi New

subarachnoid hemoragik. Intraserebral hemoragik terjadi ketika

pembuluh darah menyembur dalam otak. sedangkan sub

arachnoid hemoragik ketika pembuluh darah pada permukaan

otak mengalami pendarahan dam masuk ke ruang antara otak dan

tengkorak.

Penyebab

Berikut adalah rincian factor risiko penyebab stroke (WHO,

2004):

Faktor risiko utama yang dapat diubah (Major Modifiable risk

factor):

o Tekanan darah tinggi

o Lemak darah Abnormal

o Kebiasaan merokok

o Jarang aktivitas fisik

o Obesitas

o Kebiasaan makan yang tidak sehat

o DM

Faktor risiko lain yang dapat diubah

o Sosek rendah

o Stres

o Alkohol

74

Page 75: Laporan Integrasi New

o Pengobatan tertentu (HRT dan kontrasepsi oral tertentu

meningkatkan risiko penyakit jantung)

o Left Ventricular Hyperthrophy

Faktor risiko yang tidak dapat diubah

o Usia lanjut

o Genetik

o Ras

o Jenis kelamin

Sedangkan menurut Ohio State University (2013) faktor resiko

stroke adalah sebagia berikut:

a. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi, diobati dan di-manage

secara medis

Diet, diet tinggi lemak dapat meningkatkan kolesterol darah

sedangkan tinggi natrium meningkatkan resiko tekana darah

tinggi. Kolesterol darah dan tekanan darah tinggi dapat

meningkatkan resiko terkena stroke karena membantu

terbentuknya arterosklerosis. Konsumsi garam yang tinggi

memiliki efek langsung terhadap resiko stroke. Konsumsi

buah dan sayur dapat menurunkan resiko stroke. Konsumsi

porsi ekstra sayur dan buah akan menurunkan resiko stroke

sebesar 6%.

Obesitas, obesitas meningkatkan resiko tekanan darah tinggi,

kolesterol darah tinggi , diabetes dan stroke.

75

Page 76: Laporan Integrasi New

Kadar kolesterol yang tinggi

Kurang olahraga

Konsusmi alkohol

Tekanan darah tinggi

Merokok

Diabetes

Atrial fibrilation, ditemukan pada 15% penderita stroke di

UK. Penderita stroke yang mengalami atrial fibrilation

mengalami stroke yang lebih parah bahkan memiliki resiko

yang lebih parah. Penderita atrial fibrilation memiliki ritme

jantung yang tidak normal. Diakrenakan ritme jantung yang

tidak normal itulah yang meningkatkan resiko terbentuknya

bekuan darah pada ruang jantung yang dapat pecah setiap

saat. Serpihan gumpalan darah yang pecah dapat tertinggal di

otak sehingga terjadi stroke.

Riwayat Transient Ischemic Attack (TIA) yang disebut juga

mini stroke. TIA adalah stroke yang terjadi sementara sekitar

beberapa menit hingga jam. Orang yang pernah mengalami

TIA memiliki resiko 10x lebih besar terkena stroke.

Sleep apnea, menyebabkan tekanan darah tinggi dan serangan

jantung.

Cardiac structural abnormalities

76

Page 77: Laporan Integrasi New

Kerusakan katup jantung bisa menyebabkan penyakit kronis,

yang meningkatkan resiko penyakit stroke. Bukti baru

menyatakan bahwa kelainan pada foramen oval dan atrium

dapat meningkakan resiko stroke emboli.

b. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi

Usia

Gender, pria lebih beresiko terkena stroke. Estrogen

merupakan faktor vasoprotective

Etnis

Pernah terkena stroke sebelumnya

Hereditas

c. Faktor lainnya

Temperatur, cuaca dan iklim. Stroke banyak terjadi pada

cuaca yang ekstrim

Sosioekonomi, orang yang berada pada sosioekonomi rendah

memiliki resiko terkena stroke lebih tinggi dan akut

Dampak

Dampak stroke tergantung pada bagian otak mana yang

mengalami stroke Ohio State University Medical Center (2013), yaitu:

Cerebrum

Penurunan Sensasi dan gerak

Penurunan kemampuan Berbicara dan berbahasa

Penurunan kemampuan Makan dan mencerna

77

Page 78: Laporan Integrasi New

Penurunan Pengelihatan

Penurunan Kemampuan kognitif (berfikir, beralasan, mengambil

keputusan dan memori)

Penurunan Persepsi dan orientasi terhadap lingkungan

Penurunan Kemampuan menjaga diri

Penurunan Kontrol emosi

Penurunan Kemampuan seksual

Penurunan Kontrol usus dan kandung kemih

Cerebelum

Ketidakmampuan untuk berjalan, masalah dengan koordinasi

dan keseimbangan

Sakit kepala

Pusing, Mual dan muntah

Batang otak

Penurunan Kemampuan untuk bernafas

Penurunan Kemampuan menjaga suhu tubuh

Penurunan Keseimbangan dan koordinasi

Lemah dan ketidakmampuan organ gerak untuk melakukan

fungsinya

Penurunan Kemampuan untuk mengunyah, menelan dan

berbicara

Penurunan Kemampuan pengelihatan

Koma

78

Page 79: Laporan Integrasi New

Hemisfer kanan

Kelemahan otot bagian tubuh sebelah kiri

Kelemahan sensoris

Penurunan pengelihatan mata bagian kiri

Memiliki masalah penentuan ruang seperti atas/bawah dan

depan/belakang

Ketidakmampuan untuk menentukan lokasi bagian tubuh

Ketidakmampuan menetukan letak benda dan peta

Penurunan memori

Masalah perilaku: implusif, depresi, tidak konsentrasi

Hemisfer kiri

Kelemahan pada anggota gerak bagian kanan

Permasalahan dalam berbicara dan memahami bahasa

Depresi, hati-hati dan ragu

Mengalami penurunan kemampuan matematika, membuat

alasan dan analisis

Permasalahan ingatan

Penurunan kemampuan untuk menulis, membaca dan

mempelajari info yang baru

Selain dampak fisik, stroke juga berdamapak pada aspek lain

dari kualitas hidup seperti aspek materi, sosial, emosional,

pengembangan pribadi dan tujuan hidup.

79

Page 80: Laporan Integrasi New

Seperti telah dijelaskan diatas, orang yang mengalami stroke

memiliki keterbatasan dalam melakukan mobilisasi dan berbicara

sehingga menyebabkan keterbatasan dalam melakukan aktivitas

fisik. Keterbatasan ini juga berdampak pada persepsi kualitas hidup

dan ukuran status kesehatan yang tidak hanya diukur dari tingkat

keparahan penyakit namun juga tingkat kesejahteraan hidup

(Higgins & Abbot, 2010).

Intervensi

Cara mencegah stroke yakni dengan memperbaiki gaya hidup :

Tidak merokok

Tidak mengonsumsi alkohol secara berlebih (<15 g alcohol/d

untuk wanita, <30 g alcohol/d pria)

Memlihara berat badan/ IMT normal. IMT pada saat paruh baya

merupakan prediktor yang lebih kuat untuk resiko stroke. Namun

penurunan berat badan yang tidak disertai penurunan lemak

tubuh tidak mempengaruhi resiko stroke.

Pola makan sehat

Olahraga, Berikut adalah daftar aktivitas fisik yang dapat

memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh (WHO, 2004):

80

Page 81: Laporan Integrasi New

Memelihara kolesterol tubuh (<200 mg/dL) dan tekanan darah

(<120/80 mmHg)

Edukasi mengenai pentingnya gaya hidup sehat untuk digalakkan

sejak dini juga dapat menjadi salah satu langkah fundamental untuk

mengurangi kejadian stroke yang notabene dapat dicegah. Berikut

adalah salah satu diagram yang menunjukan banyaknya orang yang

berhenti merokok akibat edukasi gaya hidup sehat yang dilakukan

pada WHD (WHO, 2004):

81

Page 82: Laporan Integrasi New

Cara mengatasi stroke dan NCD lain dari sudut pandang Kesmas:

Kebijakan publik

Layanan pencegahan klinis, sangat efektif untuk pencegahan dan

deteksi dini penyakit. Health worker dapat memberikan

konseling mengenai pola hidup sehat kepada pasien.

Mengurangi konsusmi dan eksposure dengan cara:

a. Meningkatkan pajak rokok

b. Menurunkan biaya treatment ketergantungan tembakau yang

meliputi biaya konseling, obat dan nikotin replacement

teraphy.

c. Mengadakan kawasan bebas rokok seperti tempat kerja,

transportasi umum, ruang publik dan sebagainya

d. Regulasi packageing dan labeling

82

Page 83: Laporan Integrasi New

Meningkatakn aktivitas fisik masyarakat dengan cara

memperbanyak fasilitas olah raga, memasukan olah raga dalam

kurikulum pendidikan nasional, mendorong terbentuknya

komunitas pecinta olah raga, dan sebagainya

Pola makan sehat dengan cara meningkatkan akses pada

makanan sehat dan membatasi akses terhadap makanan yang

tidak sehat, caranya:

a. Menyediakan makanan sehat di kantin sekolah atau tempat

kerja

b. Mencantumkan nutrition fact, komposisi bahan dan

peringatan pada makanan

c. Regulasi iklan makanan

d. Pajak makanan yang tinggi natrium dan makanan rendah

zat gizi

e. Regulasi lokasi makanan cepat saji

Program pengontrolan berat badan di tempat kerja

6. Penyakit Kardiovascular total (nasional): 7.2% (Q1=6.8%;

7.2%; 7.2; 7.3; 7.3%)

Penyakit kardiovaskular ialah nama penyakit dari grup penyakit

jantung dan pembuluh darah, yang terdiri dari :

Hipertensi

Penyakit Jantung Koroner

83

Page 84: Laporan Integrasi New

Stroke

Penyakit vascular periferal

Gagal jantung

Reumatik

Penyakit jantung bawaan

Cardiomyopatis (WHO,2013)

Serangan jantung dan stroke adalah peristiwa akut dan terutama

disebabkan oleh penyumbatan yang mencegah darah mengalir ke

jantung atau otak. Alasan paling umum untuk hal ini adalah

penumpukan deposit lemak pada dinding dalam pembuluh darah yang

memasok jantung atau otak. Stroke juga dapat disebabkan oleh

perdarahan dari pembuluh darah di otak atau dari gumpalan darah.

Penyebab

Penyakit jantung disebabkan oleh gangguan jantung dan

pembuluh darah, dan termasuk penyakit jantung koroner (serangan

jantung), penyakit serebrovaskular (stroke), tekanan darah yang

meningkat (hipertensi), penyakit arteri perifer, penyakit jantung

rematik, penyakit jantung bawaan dan gagal jantung . Penyebab utama

penyakit kardiovaskular adalah penggunaan tembakau, sedikit

aktivitas fisik, diet yang tidak sehat dan penggunaan bahan berbahaya

alcohol (WHO, 2013)

Dampak

84

Page 85: Laporan Integrasi New

Dampak dari CVD adalah keterbatasan kemampuan kognitif dan

komunikasi pada penderitanya. Fungsi kognitif meliputi attention,

memori, dan fungsi eksekutif seperti perencanaan, beralasan, dan

flesibilitas kognitif. Sedangkan aspek komunikasi yang terganggu

meliputi aspek bahasa dan mendengarkan. Secara umum, CVD dapat

mempengaruhi banyak aspek kualitas hidup manusia, beban biaya

kesehatan masyarakat dan negara.

Intervensi

Kabar baiknya, bagaimanapun, adalah bahwa 80% dari serangan

dini jantung dan stroke dapat dicegah. Diet sehat, aktivitas fisik secara

teratur, dan tidak menggunakan produk tembakau adalah kunci

pencegahan.

Makan makanan yang sehat: Diet seimbang sangat penting untuk

kesehatan jantung dan sistem sirkulasi. Hal ini harus mencakup

banyak buah dan sayuran, biji-bijian, daging, ikan dan kacang-

kacangan, dan terbatas garam, gula dan asupan lemak.

Aktivitas fisik secara teratur: Setidaknya 30 menit aktivitas fisik

secara teratur setiap hari membantu menjaga kebugaran

kardiovaskular, setidaknya 60 menit setiap hari membantu menjaga

berat badan yang sehat.

Hindari penggunaan tembakau: tembakau dalam segala bentuk

sangat berbahaya bagi kesehatan - rokok, cerutu, pipa, atau kunyah

tembakau. Paparan asap tembakau pasif juga berbahaya. Risiko

85

Page 86: Laporan Integrasi New

serangan jantung dan stroke mulai turun segera setelah seseorang

berhenti menggunakan produk tembakau, dan bisa drop sebanyak

setengah setelah satu tahun. (WHO, May 2012)

7. Diabetes total (nasional): 1.1% (Q1= 0.8%; 0.9%; 1.1%; 1.2%;

1.7%)

(Jawaban sama seperti pertanyaan No. 4 kelompok usia dewasa)

86

Page 87: Laporan Integrasi New

DAFTAR PUSTAKA

________.2013. “The Barker Teory: New Insights Into Ending

Chronic Desease” http://www.thebarkertheory.org/. 26 September

2013 (20:37 WIB).

________. 2012. What Are Overweight and Obesity?.

http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/obe/. 26

September 2013 (20:30 WIB).

Abunain, Djumadias. 1990. Aplikasi Antropometri sebgai Alat Ukur

Status Gizi. Puslitbang Gizi Bogor.

ADAM. 2013. Diabetes Tipe 2.

http://health.nytimes.com/health/guides/disease/type-2-diabetes/lif

estyle-changes.html

Ann Halpin, et, al. 2010. Chronic Disease Prevention and the New

Public Health. http://www.publichealthreviews.eu/show/f/24

Anwar, Bahri. 2004 Dislipidemia sebagai Faktor Resiko Penyakit

Jantung Koroner. FK USU. Repository USU.

Bloem, et, al. 2013. Key strategies to further reduce stunting in

southeast Asia: Lessons from the ASEAN countries workshop.

http://docserver.ingentaconnect.com/deliver/connect/nsinf/037957

21/v34n2x1/s3.pdf?

87

Page 88: Laporan Integrasi New

expires=1380209423&id=75622115&titleid=41000042&accname

=Guest+User&checksum=0BB87AB289C1A29195B998379A83

2CD2

Burgess, Ann. 2012. Undernutrition In Adults And Children: Causes,

Consequences And What We Can Do.

http://www.southsudanmedicaljournal.com/archive/2008-05/under

nutrition-in-adults- and-children-causes-consequences-and-

what-we-can-do.html

Centers for Disease Control and Prevention (2009). What Contributes

to Overweight and Obesity? www.cdc.gov

Chiuve. 2008. Primary Prevention of Stroke by Healthy Lifestyle.

http://circ.ahajournals.org/content/118/9/947.full.pdf

D.J.P Barker. “The origins of the develelopmental origins theory”.

Journal of Internal Medicine 2007; 261(5):412-417

Delima, Mihardja Laurentia, Siswoyo Hadi. 2009. Prevalensi dan

Faktor Determinan Penyakit Jantung di Indonesia

Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Depkes, RI. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat.

Jakarta

Dugdale, D.C. 2011. High blood pressure and diet.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/007483.htm. 26

September 2011 (22:15)

88

Page 89: Laporan Integrasi New

Dugdale, D.C. 2011. Hypertension.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000468.htm. 26

September 2013 (22:10 WIB).

Ekowati Rahajeng, Sulistyowati Tuminah. 2009. Prevalensi dan

Faktor Determinan Hipertensi di Indonesia. Pusat Penelitian

Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian Kesehatan

Elya Sugianti. (2009). Faktor Risiko Obesitas Sentral Pada Orang

Dewasa Di Sulawesi Utara, Gorontalo dan DKI Jakarta.

Diperoleh 26 September 2013, dari

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/11550/BA

B%20II%20Tinajaun%20Pustaka_

%20I09esu.pdf;jsessionid=D9B99867984B0D13B4CB3CE5FF1E

27F2?sequence=6

Granham-McGregor, et, al. 1993. The effect of nutritional

supplementation and stunting on morbidity in young children: the

Jamaican study. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8465379

Hart, Michael N. Loeffler, Agnes G. 2012. Introduction to Human

Disease. Amerika Serikat: Jones & Bartlett Learning

89

Page 90: Laporan Integrasi New

Higgins & Abbot. 2010. Public Health Aspects of Stroke.

http://www.healthknowledge.org.uk/sites/default/files/documents/

teaching/teachingpha/Strokeworkbook.pdf

J. Mackay & G. Mensah. (2004). The Atlas of Heart Disease & Stroke.

Geneva: WHO Publication

Murray, Laura. 2006. Cardiovascular Disease: Effects Upon

Cognition and Communication.

http://www.asha.org/Publications/leader/2006/060523/f060523c.h

tm

National Diabetes Information Clearinghouse (NDIC). 2011. Causes

of diabetes. http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/causes/

Ohio State University Medical Center. 2013. Stroke.

http://medicalcenter.osu.edu/patientcare/healthcare_services/strok

e/Pages/index.aspx

Remans, et, al. 2011. Multisector intervention to accelerate reductions

in child stunting: an observational study from 9 sub-Saharan

African countries.

http://www.earth.columbia.edu/sitefiles/file/Sachs%20Writing/20

11/AJCN%20Stunting%20Paper%20Oct%202011.pdf

Sjarif. (2005). Obesitas pada Anak dan Permasalahannya. Dalam:

trihono PP Purnawati S, Sjarif, Hegar B, Gunardi, Oswari, et al,

ed. Hot topics in pediatries II. Jakarta: FKUI

90

Page 91: Laporan Integrasi New

Touyz & Jenings G. L. R. 2013. Hypertension Guidelines: More

Challenges Highlighted by Europe. American Heart Association:

Hypertension. 2013;62:660-665; originally published online

August 19, 2013; doi:

10.1161/HYPERTENSIONAHA.113.02034.

UNICEF, Achieving MDGs through RPJMN. Nutrition Workshop,

Jakarta: Bappenas; 2009

UNICEF. 2007. Progress for Children: A World Fit for Children

Statistical Review. New York: UNICEF

UNICEF. 2009. Tracking Progress on Child and Maternal Nutrition:

A Survival and Development Priority. New York: UNICEF

WHO, 2007. BMI for Age Charts. Diunduh dari:

http://www.who.int/growthref/who2007_bmi_for_age/en/index.ht

ml

WHO. (2004). Diabetes Action Now: an Initiative of the WHO and

International Diabetes Federation. Geneva: WHO Library

Publications

WHO. 2011. Non Communicable Diseases Country Profile 2011.

France: WHO Library Publications

WHO. 2013. Diabetes Fact Sheet. Diakses pada:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/ 25/09/2013

pukul 10.25 WIB

91

Page 92: Laporan Integrasi New

WHO. 2013. Obesity and overweight.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/. 26

September 2013 (20:45).

92