laporan kasus anestesi

17
BAB I LAPORAN KASUS 1.1 Identitas pasien Nama : Tn. L Umur : 22 tahun RM : 179793 Tgl MRS : 10/06/2015 Anamnesis Keluhan utama : Benjolan pada anus Anamnesis terpimpin : Pasien datang ke poli bedah RSUD Kota Makassar dengan keluhan benjolan yang keluar dari anus. Keluhan Benjolan tersebut mulai dirasakan pasien sejak berusia 12 tahun, mula – mula keluar benjolan kecil dan semakin lama semakin bertambah besar. Benjolan tersebut mulanya bisa masuk sendiri setelah BAB, namun lama kelamaan benjolan tidak dapat masuk kembali sehingga pasien menggunakan jari tangannya untuk memasukkan benjolan tersebut kembali kedalam anus. Sejak ± 1 minggu yang lalu pasien mengeluh merasa tidak nyaman saat jalan maupun duduk. Menurut pasien benjolan tersebut teraba lunak saat diraba dan tidak berbenjol-benjol pasien. Pasien juga mengeluh ketika BAB terasa nyeri dan panas disekitar anus, kadang terasa gatal disekitar anus dan keluar 1

Upload: mhiera-bachmid

Post on 07-Jul-2016

280 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

lapsus anestesi

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUS ANESTESI

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas pasien

Nama : Tn. L

Umur : 22 tahun

RM : 179793

Tgl MRS : 10/06/2015

Anamnesis

Keluhan utama : Benjolan pada anus

Anamnesis terpimpin : Pasien datang ke poli bedah RSUD Kota Makassar

dengan keluhan benjolan yang keluar dari anus. Keluhan Benjolan tersebut

mulai dirasakan pasien sejak berusia 12 tahun, mula – mula keluar benjolan

kecil dan semakin lama semakin bertambah besar. Benjolan tersebut

mulanya bisa masuk sendiri setelah BAB, namun lama kelamaan benjolan

tidak dapat masuk kembali sehingga pasien menggunakan jari tangannya

untuk memasukkan benjolan  tersebut kembali kedalam anus. Sejak ± 1

minggu yang lalu pasien mengeluh merasa tidak nyaman saat jalan maupun

duduk. Menurut pasien benjolan tersebut teraba lunak saat diraba dan tidak

berbenjol-benjol pasien. Pasien juga mengeluh ketika BAB  terasa nyeri dan

panas disekitar anus, kadang terasa gatal disekitar anus dan keluar darah

merah segar menetes di akhir BAB dan tidak bercampur dengan fesesnya.

1.3 Pemeriksaan Fisis

Status Generalisata :

• Sakit sedang/ Gizi baik/ Composmentis

Tanda Vital:

TD :130/ 80mmHg

Nadi : 88x/menit

1

Page 2: LAPORAN KASUS ANESTESI

Pernapasan : 22x/menit

Suhuaksilla : 36,6°C

Kepala

Mata : tampak anemis

Hidung : tidak tampak kelainan

Bibir : tidak tampak sianosis

Leher

Inspeksi : tidak tampak benjolan, warna sama dengan daerah

kulit sekitar

Palpasi : tidak teraba massa tumor, nyeri tekan (-)

Thorax

Inspeksi : Normochest, Simetris kiri=kanan

Palpasi : Tidak ada massa

Perkusi : Sonor, batas paru hepar ICS V kanan

Auskultasi : BP bronkovesikuler, BT: Rh-/-, Wh-/-

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis sulit dinilai

Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal

Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, bising (-)

Abdomen

Inspeksi : datar, ikut gerak napas

Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal

Palpasi : massa tumor tidak ada, nyeri tekan tidak ada,

hepar / lien tidak teraba.

Perkusi : Timpani

Genital

Inspeksi : tampak adanya benjolan pada anus

2

Page 3: LAPORAN KASUS ANESTESI

• Ekstremitas

Inspeksi : edema pretibial (-/-)

Palpasi : akral hangat

1.4 Pemeriksaan penunjang

o Laboratorium (27-04-15)

HEMATOLOGI HASIL NILAI

RUJUKAN

SATUA

N

WBC 7.79 4.00 – 10.0 [103/uL]

RBC 5.40 4.00 – 6.00 [106/uL]

HGB 15.7 12.0 – 16.0 [g/dL]

HCT 44.0 37.0 – 48.0 [%]

PLT 247 150 – 400 [103/uL]

1.5 Konsul Antar Bagian: Dikonsul oleh bagian bedah pada tanggal 10 July

2015 dengan diagnosa Hemorrhoid Interna Gr III +

Hemorrhoid Externa

1.6 Diagnosis: Hemorrhoid Interna Gr III + Hemorrhoid Externa

ASA PSI

1.7 Penatalaksanaan: Anestesi Epidural

3

Page 4: LAPORAN KASUS ANESTESI

Anestesi Epidural

Persiapan yang dibutuhkan adalah persiapan pasien serta persiapan alat

dan obat-obatan. Peralatan yang digunakan adalah :

1) Infus set

2) Spoit 3 ml, 5 ml dan 10 ml

3) Jarum spinal dengan ukuran 25G

4) Betadine, alkohol untuk antiseptic

5) Kapas/ kasa steril dan plester

6) Obat-obatan anestetik

7) Satu set monitor

8) Peralatan resusitasi

Obat-obat yang digunakan:

o O2 2L/menit

o Ranitidin 50mg

o Ondansetron 4mg

o Lidokain 1%

o Fentanyl 25mcg

o Bupivacain 15mg

o Efedrin 10mg

4

Page 5: LAPORAN KASUS ANESTESI

Teknik melakukan Epidural:

Pasang IV line pada tangan kiri dengan maintenence Ringer Laktat

Pasang monitor standar

Premedikasi: Ranitidin 50mg, ondansetron 4mg.

Prosedur Epidural:

- Posisi LLD, identifikasi area insersi L3-L4

- Asepsis dengan betadine, skin wheel dengan lidocain 2%

- Insersi jarum Touhy 18 Gauge, paramedian approach, LOR (+), darah (-)

- Injeksi bipovacain 0,5% 15mg + fentanyl 25mcg

Maintenance O2 2L/menit

Operasi selesai, hemodinamik stabil, pasien pindah PACU

5

Page 6: LAPORAN KASUS ANESTESI

(Posisi LLD Pada Epidural)

Pembahasan

Ruang epidural berisi lemak dan jaringan limphatik maupun vena epidural.

Vena tidak memiliki katub dan berhubungan langsung dengan vena intracranial.

Vena juga berhubungan dengan vena thorasik dan vena abdominal. Vena pada

foramen intervertebralis, berlanjut pada pelvis yaitu pada pleksus vena sacralis.

Daerah paling luas didaerah tengah dan runcing pada bagian lateralnya. Pada

daerah lumbal luasnya  5-6 mm dan pada daerah thoraks  luasnya 3-5 mm.1

Anestesia epidural dihasilkan dengan  menyuntikkan obat anestesi local

kedalam ruang epidural. Blok saraf terjadi pada akar nervus spinalis  yang  berasal

dari medula spinalis  dan melintasi ruang epidural. Anestetik local melewati

duramater memasuki cairan cerebro spinal sehingga menimbulkan efek

anestesinya.  Efek anesthesia yang dihasilkan lebih lambat dari anesthesia spinal

dan terbentuk secara segmental.2

Kontraindikasi dari tindakan ini yakni penolakan pasien, kurangnya

kerjasama pasien, kesulitan dengan posisi, dan peningkatan tekanan intrakranial.

Kontraindikasi lainnya termasuk situasi yang memerlukan beberapa analisis risiko

dan manfaat termasuk hipovolemia, gangguan koagulasi, penyakit katup

pulmonalis, bakteremia, dan infeksi di lokasi penusukan jarum.2

Persiapan yang diperlukan untuk melakukan anestesi spinal lebih

sederhana dibanding melakukan anestesi umum, namun selama operasi wajib

diperhatikan karena terkadang jika operator menghadapi penyulit dalam operasi

dan operasi menjadi lama, maka sewaktu-waktu prosedur secara darurat dapat

diubah menjadi anestesi umum. Persiapan yang dibutuhkan untuk melakukan

anestesi epidural adalah ;

6

Page 7: LAPORAN KASUS ANESTESI

Informed consent : Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini

(informed consent) meliputi tindakan anestesi, kemungkinan yang akan terjadi

selama operasi tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.

Pada pasien ini telah dilakukan informed consent dan pasien beserta

keluarga menyetujui. Lalu ada bukti persetujuan anestesi yang ditandatangani oleh

pasien/keluarga pasien.

Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat

penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi.

Perhatikan juga adanya gangguan anatomis seperti scoliosis atau kifosis,atau

pasien terlalu gemuk sehingga tonjolan processus spinosus tidak teraba.

Telah dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien ini dan tidak didapatkan

adanya kelainan ataupun kontraindikasi serta penyulit (gangguan anatomis)

pelaksanaan prosedur Epidural.

Pemeriksaan laboratorium anjuran: Pemeriksaan laboratorium yang perlu

dilakukan adalah penilaian hematokrit, Hb, masa protrombin (PT) dan masa

tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan

darah.2

Apabila persiapan sudah siap maka dilakukanlah anestesi dengan teknik

Epidural seperti yang telah dijelaskan diatas. Setelah teknik anestesi telah

dilakukan, tindakan berikutnya adalah melakukan monitoring. Penilaian

berikutnya yang sangat bermakna adalah fungsi motorik pasien dimana pasien

merasa kakinya tidak bisa digerakkan, kaki terasa hangat, kesemutan, dan tidak

terasa saat diberikan rangsang. Hal yang perlu diperhatikan lagi adalah

pernapasan, tekanan darah dan denyut nadi. Tekanan darah bisa turun drastis

akibat spinal anestesi, terutama terjadi pada orang tua yang belum diberikan

loading cairan. Hal itu dapat kita sadari dengan melihat monitor dan keadaan

umum pasien. Tekanan darah pasien akan turun, kulit menjadi pucat, pusing,

mual, berkeringat.3

Monitoring

7

Page 8: LAPORAN KASUS ANESTESI

Pasien masuk ruang operasi pada pukul 12.30 WITA dengan TD:

133/76mmHg, N: 97x/I, P: 24x/I, S: 36,5°C

Diberikan premedikasi berupa Ranitidin 50mg dan ondansetron 4mg pada

pukul 12.45 WITA

Dilakukan Epidural dengan (Bupivacain 15mg + Fentanyl 25mcg) pada

pukul 13.00 WITA

Dan pada pukul 13.10 WITA operasi hemoroidektomi dimulai

Pukul 14.15 WITA pasien merasa cemas, maka pasien diberikan

midazolam 10 mg agar pasien dapat tenang.

Pada pukul 14.20 pasien masih merasa cemas, maka pasien diberikan

pethidin 20 mg agar pasien dapat tenang.

Pada pukul 14.25 muncul kemerahan pada tangan kiri pasien, maka

diberikan dexamethasone 10 mg.

Pada pukul 15.00 operasi selesai

Tekanan darah, Nadi, Pernapasan, dan Suhu pasien tetap stabil hingga

akhirnya pasien keluar dari ruang operasi pada pukul 15.15 WITA

Operasi berlangsung 1 jam dengan pernapasan spontan, saturasi 100%,

cairan yang masuk yakni RL (550cc).

Hemorrhoid

Definisi

Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah

anus yang berasal dari pleksus hemoroidalis. Pelebaran dan inflamasi ini

menyebabkan pembengkakan submukosa pada lubang anus. Dalam masyarakat

umum hemoroid lebih dikenal dengan wasir. (De Jong, 2005)

8

Page 9: LAPORAN KASUS ANESTESI

Penyebab utama dari hemoroid adalah keadaan peningkatan tekanan pada

daerah anorektal berulang atau lama, yang menyebabkan peregangan vena lalu

mengakibatkan bendungan. Lebih dari 40% kasus diakibatkan oleh konstipasi

lama dan feses yang keras. Selain itu terdapat beberapa penyakit yang memiliki

hemoroid sebagai penyerta, antara lain inflammatory bowel disease, kolitis

ulseratif, dan penyakit Chrohn (Thornton, 2012).

KLASIFIKASI HEMOROID

Hemoroid dibagi menjadi 2 berdasarkan letak pelebaran vena yaitu

hemoroid interna dan hemoroid eksterna.

1. Hemoroid interna

Hemoroid interna diklasifikasikan menjadi 4 derajat yaitu :

a. Derajat I : Perdarahan hemoroid perdarahan merah segar tanpa nyeri pada

waktu defekasi. Pada stadium awal seperti ini tidak terdapat prolaps

dan pada pemeriksaan anoskopi terlihat hemoroid yang membesar

menonjol ke dalam lumen.

b. Derajat II : Hemoroid prolaps, menonjol melalui kanalis ani pada saat

mengedjan ringan tetapi dapat masuk kembali secara spontan

c. Derajat III : Hemoroid prolaps, menonjol saat mengejan dan harus didorong

kembali sesudah defekasi

d. Derajat IV : Hemoroid prolaps permanen, hemoroid yang menonjol keluar dan

tidak dapat didorong masuk.

9

Page 10: LAPORAN KASUS ANESTESI

Gambar : Hemoroid Interna

(http://www.fortlangleycolonics.com/hemorrhoids/ )

2. Hemoroid eksterna

Pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior terdapat di bawah linea

dentata dan ditutupi oleh epitel gepeng. (De Jong, 2005), diklasifikasikan sebagai

akut dan kronik :

a. Hemoroid eksterna akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada

pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma, walaupun disebut

hemoroid trombosis eksterna akut. Bentuk ini sangat nyeri dan gatal

karena ujung-ujung syaraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.

b. Hemoroid eksterna kronik atau skin tag berupa satu atau lebih lipatan kulit

anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah

(Bullard,2006)

10

Page 11: LAPORAN KASUS ANESTESI

Gambar : Hemoroid Trombosis Eksterna Akut dan Skin Tag

KOMPLIKASI

Perdarahan akut pada umumnya jarang , hanya terjadi apabila yang pecah

adalah pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal

sistemik pada hipertensi portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami

perdarahan maka darah dapat sangat banyak.

Yang lebih sering terjadi yaitu perdarahan kronis dan apabila berulang

dapat menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa

mengimbangi jumlah yang keluar. Anemia terjadi secara kronis, sehingga sering

tidak menimbulkan keluhan pada penderita walaupun Hb sangat rendah karena

adanya mekanisme adaptasi.

Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk lagi (inkarserata/terjepit)

akan mudah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan sepsis dan bisa

mengakibatkan kematian.

PROGNOSIS

Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simptomatis dapat dibuat menjadi

asimptomatis. Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih dahulu pada

semua kasus. Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik.

Sesudah terapi penderita harus diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan

makanan serat agar dapat mencegah timbulnya kembali gejala hemoroid. (de

Jong, 2005).

11

Page 12: LAPORAN KASUS ANESTESI

DAFTAR PUSTAKA

1. Gaiser RR. Spinal, Epidural, and Caudal anesthesia. In : Introducton to anesthesia,    editor : Longnecker DE, Murphy FL, ed  9 th, WB Saunders Company.

2. Molnar R. Spinal, aepidural, and Caudal anesthesia. In : Clinical Anesthesia

Procedures of the Massachusetts General Hospital, editor Davison JK,

Eukhardt WF, Perese DA, ed  4 th, London, Little brown and Company.

3. University of Pittsburgh Online Reference [Internet] Epidural anesthesia.

[Last Update Jan 2013]. Available at http://www.pitt.edu/~regional/Epidural/

Epidural l.htm. Accessed on 2015, july, 10

12