laporan kasus fenilefrin

22
REFERAT STASE FARMAKOLOGI SALMETEROL Disusun oleh : MUHAMMAD NOOR FITRIANSYAH NIM. 1010015039 Dosen Pembimbing: Dra. Khemasili Kosala, Apt,Sp.FRS PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA i

Upload: lusi-rustina

Post on 30-Jan-2016

237 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

lapsus

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUS fenilefrin

REFERAT

STASE FARMAKOLOGI

SALMETEROL

Disusun oleh :

MUHAMMAD NOOR FITRIANSYAHNIM. 1010015039

Dosen Pembimbing:Dra. Khemasili Kosala, Apt,Sp.FRS

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER UMUMFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA

2015

i

Page 2: LAPORAN KASUS fenilefrin

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas rahmat Allah SWT karena berkat

rahmat dan karunia-Nyalah kelompok penulis dapat menyelesaikan laporan

mengenai “Salmeterol ” ini dengan baik dan tepat waktu. Laporan ini merupakan

hasil dari belajar mandiri selama berada di stase farmakologi di Laboratorium

Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.

Dalam pembuatan laporan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih

kepada:

1. Dr.Emil Bachtiar Moerad, Sp.P selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman.

2. dr. Sukartini, Sp.A selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Pendidikan

Dokter Umum.

3. Dra Khemasili Kosala,Apt.Sp.FRS, dr. Sjarif Ismail, M.Kes, dr.Ika

Fikriah, M.Kes, dr. Lukas Daniel Leatemia, M.Kes, M.Pd.Ked, dan dr.

Marihot Pasaribu, M.Kes,Sp.OG selaku dosen pembimbing di stase

farmakologi yang telah mendidik dan member banyak masukan

mengenai bidang farmakologi.

4. Orang tua serta teman-teman yang telah mendukung dan membantu

terselesaikannya laporan ini.

Seperti kata pepatah “tak ada gading yang tak retak” maka penulis

menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu,

penulis berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun

kepada penulis. Sebagai penutup penulis hanya bisa berdoa semoga laporan ini

dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca.

Samarinda, 31 Oktober 2015

Muhammad Noor Fitriansyah

ii

Page 3: LAPORAN KASUS fenilefrin

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

KATA PENGANTAR .............................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan..............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3

2.1 Farmakokinetik Salmeterol.............................................................................3

2.2 Farmakodinamik Salmeterol...........................................................................4

2.3 Indikasi Salmeterol..........................................................................................5

2.4 Dosis Salmeterol..............................................................................................5

2.5 Efek Samping Salmeterol................................................................................6

2.6 Kontrandikasi Salmeterol................................................................................6

2.7 Interaksi Salmeterol.........................................................................................7

2.8 Keamanan & Toksisitas Salmeterol................................................................7

BAB III PENUTUP..................................................................................................8

3.1 Kesimpulan......................................................................................................8

3.2 Saran................................................................................................................8

Daftar Pustaka..........................................................................................................9

iii

Page 4: LAPORAN KASUS fenilefrin

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu konsep besar telah dikemukakan oleh John Langley dan Paul Ehrlich

100 tahun yang lalu dengan meletakka dasnar-dasar hipotesis bahwa obat tersebut

akan memberikan efeknya bila berinteraksi dengan subtansi spesifik “reseptif”.

Dari banyak penelitian yang dilakukan berdasarkan dugannya tentang

katekolamin, Raymand Ahlquist pada tahun 1948 menyatakan bahwa katekolamin

bekerja melalui 2 reseptor utama yaitu reseptor alfa dan beta. Segera setelah

ditemukan perbedaan reseptor alfa dan beta, juga ditemukan bahwa setidaknya

ada 2 subtipe reseptor beta, ditandai dengan β1 dan β2. Reseptor β1 mempunyai

afinitas rata-rata setara terhadap epinefrin dan norepinefrin, sedangkan reseptor β2

mempunyai afinitas yang lebih terhadap efinefrin dibandingkan dengan

norepinefrin dan reseptor β3 diidentifikasikan sebagai suatu subtype

adrenoreseptor β ketiga yang berbeda dan baru (Hoffman, 2007).

Salmeterol diklasifikasikan sebagai substansi simpatomimetik agonis

selektif β2 yang bekerja sebagai bronkodilator pada bronkus. Obat ini termasuk

dalam long acting beta-adrenoceptor dan biasanya digunakan saat serangan asma

akut persisten. Salmeterol diberikan untuk pasien yang telah diobati sebelumnya

dengan Salbutamol dan Fluticasone. Perbedaan Salmeterol dari Salbutamol adalah

waktu reaksi yang berlangsung pada Salmoterol setidaknya selama dua belas jam

sedangkan Salbutamol hanya berlangsung selama empat sampai enam jam. Ketika

Salmeterol digunakan secara teratur seperti yang ditentukan, ia memiliki

kemampuan untuk mengurangi keparahan dan frekuensi serangan asma. Ini harus

jelas, bagaimanapun, bahwa Salmeterol adalah obat pencegahan. Tidak dapat

membantu meringankan gejala serangan yang sedang berlangsung (Medicalook,.

2015).

1

Page 5: LAPORAN KASUS fenilefrin

Salmoterol yang nama kimianya adalah 2-(hidroksimetil) -4-[1-hidroksi-2-

[6- (4-phenylbutoxy) hexylamino] etil] –phenol dan formulasi kimianya

C25H37NO4 memiliki efek penghambatan mediator inflamasi, sel mast (seperti

histamine, leukotrien, dan prostaglandin D2), mengurangi edema saluran napas

dengan mengurangi bocornya plasma, dan mengurangi hiper responsif bronkus.

Selain itu, stimulus reseptor epitel β2-adrenoreseptor meningkatkan pergerakkan

silia sehingga terjadi peningkatan daya pembersihan mukosiliari (Sulistiasari,

2010).

Salmoterol yang beredar dipasaran obat di Indonesia dalam bentuk inhaler

dengan sediaan 100, 250, dan 500,dan hanya memiliki 2 merek dagang yaitu

Seretide dan Flutias (Mims, 2015).

Pembahasan mengenai salmeterol akan menjadi topik utama dalam laporan

ini. Melalui pengetahuan tentang farmakokinetik, farmakodinamik, indikasi,

kontraindikasi, dosis, efek samping, keamanan, interaksi, dan toksisitas dari

salmeterol kita dapat mempelajari obat ini lebih detail dan mampu

mengaplikasikan penggunaannya dengan tepat.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui tentang farmakokinetik dari salmeterol.

2. Untuk mengetahui tentang farmakodinamik dari salmeterol.

3. Untuk mengetahui tentang indikasi dari salmeterol.

4. Untuk mengetahui tentang dosis dari salmeterol.

5. Untuk mengetahui tentang efek samping dari salmeterol.

6. Untuk mengetahui tentang kontraindikasi dari salmeterol.

7. Untuk mengetahui tentang interaksi dari salmeterol.

8. Untuk mengetahui tentang keamanan dan toksisitas dari salmeterol.

2

Page 6: LAPORAN KASUS fenilefrin

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Farmakokinetik Salmeterol

Salmeterol xinafoat, garam ionik, memisahkan dalam larutan sehingga

salmeterol dan 1-hydroxy acid-2-naphthoic (ksinafoat) gugus diserap,

didistribusikan, dimetabolisme, dan dihilangkan secara independen. Salmeterol

bertindak secara local di paru-paru, oleh karena itu, kadar plasma tidak

memprediksi efek terapi (Medikalook, 2015; Rxlist, 2015).

a. Absorbsi

Salmeterol adalah simpatomimetik langsung bertindak yang

merenggangkan otot polos bronkus dengan aksi selektif pada reseptor β2 dengan

sedikit efek pada denyut jantung. Durasi salmeterol adalah 12 jam, dengan Onset

inhalasi Oral antara 10-20 min. Salmeterol bertindak secara lokal di paru-paru.

Kadar plasma tidak memprediksi efek terapeutik. Konsentrasi plasma dapat

diabaikan setelah terhirup. Tergantung pada dosis, T max adalah 20 menit dan

rata-rata C max adalah 167 pg/mL . Karena dosis terapi kecil, tingkat sistemik

salmeterol rendah atau tidak terdeteksi setelah menghirup dosis yang dianjurkan

(50 mcg bubuk salmeterol inhalasi 2 kali sehari). Setelah pemberian dosis inhalasi

yang lama dari 50 mcg salmeterol inhalasi bubuk dua kali sehari, salmeterol

terdeteksi dalam plasma dalam waktu 5 sampai 45 menit dengan konsentrasi

puncak rata-rata 167 pg/mL pada 20 menit dan tidak ada akumulasi dengan dosis

berulang (Sulistiasari, 2010; Medikalook, 2015; Rxlist, 2015)

b. Distribusi

Persentasi salmeterol terikat pada protein plasma rata-rata 96% in vitro

selama rentang konsentrasi 8 sampai 7722 ng basis salmeterol per milliliter,

konsenterasi yang lebih tinggi dari yang dicapai oleh dosis terapi

salmeterol.Protein mengikat adalah 96 % ; bagian ksinafoat lebih besar dari 99 %)

(Sulistiasari, 2010; Medikalook, 2015; Rxlist, 2015).

3

Page 7: LAPORAN KASUS fenilefrin

c. Metabolisme

Hepatically dihidroksilasi (Ekstensif dimetabolisme oleh hidroksilasi).

Dasar salmeterol secara ekstensif dimetabolisme oleh hidroksilasi, dengan

eliminasi berikutnya terutama difases. Tidak ada jumlah yang signifikan dari dasar

salmeterol tidak berubah terdeteksi baik urine atau fases (Sulistiasari, 2010;

Medikalook, 2015; Rxlist, 2015).

d. Ekskresi

Dieliminasi dalam feses (60 %) dan urin (25 %) ; waktu paruhnya adalah

5,5 hari . Bagian ksinafoat paruhnya adalah 11 hari (Sulistiasari, 2010;

Medikalook, 2015; Rxlist, 2015).

Gambar 2.1 Struktur kimia salmeterol (Sulistiasari, 2010).

2.2 Farmakodinamik Salmeterol

Salmeterol merupakan LABA selektif. Penelitian in vitro menunjukkan

salmeterol setidaknya 50 kali lebih selektif untuk β2 adrenoseptor dari albutarol.

Efek farmakologis obat β2 adrenoreceptor agonis, termasuk salmeterol, setidaknya

sebagian disebabkan stimulasi intraselular adenyl cyclase, enzim yang

mengkatalisis konversi adenosine trifosfat (ATP) menjadi adenosine monofosfat

(AMP). Peningkatan kadar AMP siklik menyebabkan relaksasi otot polos bronkus

dan penghambatan pelepasan mediator hipersensitifitas segerandari sel, khususnya

4

Page 8: LAPORAN KASUS fenilefrin

dari sel mast. (Sulistiasari, 2010; Medikalook, 2015; Rxlist, 2015; Lau, 2008;

Healt, 2007).

In vitro tes menunjukkan bahwa salmeterol adalah inhibitor poten dan

tahan lama dari pelepasan mediator sel mast, seperti histamine, leukotrin, dan

prostaglandin D2 dari paru-paru manusia. Salmeterol menghambat

plateletactivating faktor-induced akumulasi eosinofil di paru-paru babi guinea bila

diberikan secara inhalasi. Pada manusia, dosis tunggal salmeterol diberikan

melalui inhalasi aerosol menipiskan alergen yang diinduksi oleh bronchial

hipersensitif (Sulistiasari, 2010; Medikalook, 2015; Rxlist, 2015; Lau, 2008;

Healt, 2007).

2.3 Indikasi Salmeterol

Terapi regular untuk penyakit obstruksi saluran nafas yang reversible,

mencangkup asma dan PPOK termasuk bronchitis dan emfisema (Mims, 2015).

2.4 Dosis Salmeterol

1. Seretide

A. Komposis

Per seretide dosis 50 inhaler salmeterol 25 mcg, fluticasone propionate 50

mcg. Per seretide dosis 125 inhaler salmeterol 25 mcg, fluticasone propionate 125

mcg. Per seretide diskus 100 salmeterol 50 mcg, fluticasone propionate 100 mcg.

Per seretide diskus 250 salmeterol 50 mcg, fluticasone propionate 250 mcg. Per

diskus seretide 500 salmeterol 50 mcg, fluticasone 500 mcg (Mims, 2015; Drugs,

2015)

B. Sediaan

a. Seretide diskus 100 , 250 dan 500

Seretide inhaler 50 inhaler dan 125 inhaler (Mims, 2015; Drugs, 2015)

C. Dosis

a. Penyakit Obstruksi Saluran Nafas yang Reversibel : Dewasa dan anak

≥ 4 tahun 2 inhalasi Seretide Inhaler 50 atau 125 atau 1 inhalasi

Seretide Diskus 100, 250, atau 500.

5

Page 9: LAPORAN KASUS fenilefrin

b. PPOK Dewasa 2 inhalasi Seretide Inhaler 125 atau 1 inhalasi Seretide

Diskus 250 atau 500. Semua dosis diberikan 2x/hari (Mims, 2015;

Drugs, 2015)

2. Flutias

A. Komposisi

Per flutias 50 inhaler salmeterol 25 mcg, fluticasone propionate 50 mcg.

Per flutias 125 inhaler salmeterol 25 mcg, fluticasone propionate 125 mcg (Mims,

2015; Drugs, 2015).

B. Dosis

Hanya untuk inhalasi oral dewasa dan anak ≥12 tahun 2 inhalasi flutias 50

atau flutias 125 2x/hari. Anak ≥4tahun 2 inhalasi flutias 50 2x/hari.

C. Sediaan

Flutias 50 dan 125 (Mims, 2015).

2.5 Efek Samping Salmeteron

- Serak atau disfonia

- Sakit kepala

- Kandidiasis mulut dan tenggorokan

- Iritasi tenggorokan

- Palpitasi

- Tremor

- Bronkospasme paradoksikal

- Artralgia

- Kram otot

- Tanda-tanda dan gejala-gejala overdosis berupa tremor, sakit kepala dan

takikardi

- Ruam, urtikaria, dermatitis kontak,eksim (Mims, 2015; Drugs, 2015).

2.6 Kontra Indikasi Salmeterol

- Hipersensitivitas berat

- Ibu hamil

6

Page 10: LAPORAN KASUS fenilefrin

- Tidak untuk asma serangan akut (Mims, 2015 ; Rxlist, 2015).

2.7 Interaksi Salmeterol

- Kedua non selektif dan selektif beta-bloker harus dihindari pada pasien

dengan penyakit saluran nafas obstruktif reversible, kecuali ada alas an

kuat untuk digunakan.

- Ketorolak dapat meningkatkan paparan salmeterol plasma (1,4 kali lipat

Cmax dan 15 kali lipat AUC) untuk perpanjangan interval QTc (Medsafe,

2014)

2.8 Keamanan Salmeterol dan Toksisitas Salmeterol

Program toksikologi luas pada salmeterol, yang dipasarkan sebagai long

acting β2 adrenoreceptor agonis, telah dilakukan studi evaluasi baik local (saluran

pernapasan) dan toleransi sistemik untuk dosis tunggal dan berulang, efek tahap

reproduksi, serta potensi genotoksik dan onkogenik. Dosis akut tinggi baik yang

ditoleransi atau tidak menyebabkan toksisitas organ target khusus. Dalam studi

dosis berulang, hewan ditoleransi salmeterol baik local maupun sistemik. Tidak

ada efek yang signifikan pada saluran pernapasan anjing yang terlihat dan hanya

perubahan kecil dari laring.

Konsentrasi sistemik yang tinggi mengakibatkan sejumlah perubahan

yang dianggap sebagai hasil dari penggunaan berlebihan dan berkepanjangan dari

β2 adrenoreseptor agonis. Pada kasus ini ditemukan adanya takikardi, hipertrofi

otot rangka dan hematologi ringan dan perubahan biokimia darah dalam studi

toksisitas umum.. Pada efek terhadap janin dalam studi kelinci organogenesis dan

peningkatan insidensi tumor dari mesovarium pada tikus dan rahim dalam studi

onkogenik tikus. Salmeterol tidak menunjukkan bukti adanyan potensi

genotoksik. Hasil dari penelitian ini memberikan jaminan baik keamanan untuk

penggunaan inhalasi dari salmeterol pada pasien, ini dinkonfirmasi oleh

pengalaman klinis bertahun-tahun selama pengembangan dan pemasaran (Owen,

Beck & Dament, 2010).

7

Page 11: LAPORAN KASUS fenilefrin

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Salmeterol diklasifikasikan sebagai substansi simpatomimetik agonis

selektif β2 yang bekerja sebagai bronkodilator pada bronkus.

2. Salmeterol termasuk dalam long acting beta-adrenoceptor dan biasanya

digunakan saat serangan asma akut persisten.

3. Indikasi penggunaan salmeterol pada pasien dengan penyakit saluran

pernapasan obstruktif reversible seperti asma dan PPOK.

4. Dosis salmeterol bergantung pada sediaan dan penyakit yang diderita, rata-

rata salmeterol tersedia dalam kompisisi kombinasi dengan fluticasone.

5. Efek samping salmeterol utamanya menyerang SSP, pernapasan, dan

sistem kardiovaskular.

6. Kontraindikasi salmeterol utamanya pada ibu hamil dan hipersensitifitas

berat.

7. Interaksi salmeterol utamanya dengan obat golongan adrenergic β2 non

selektif dan ketorolak.

8. Keamanan salmeterol bagi ibu hamil masih belum jelas, sehingga lebih

baik tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia <2 tahun jangan diberi

obat ini. Tanda-tanda toksisitas dari salmeterol berupa adanya takikardi,

hipertrofi otot rangka dan hematologi ringan dan perubahan biokimia

darah dalam studi toksisitas umum..

3.2 Saran

Penulis perlu mencari referensi lebih banyak lagi untuk menggali salmeterol

dan obat simpatomimetik lainnya.

8

Page 12: LAPORAN KASUS fenilefrin

DAFTAR PUSTAKA

1. Brian B. Hoffman, MD 2007. Obat-Obat Pengaktif Adrenoreseptor &

Simpatomimetik Lainnya. Dalam:Katzung Bertram G. Editor:Farmakologi Dasar

dan Klinik.Buku I. Jakarta: Salemba Medika. Hal 123-143.

2. Drugs. Salmeterol review. Available from

http://www.drugs.com/reviews/salmeterol.html. Accessed on October 2015

3. Lau R. Salmeterol : the optimization of an asthmatic drug. Available from

http://cosmo.ucdavis.edu/archives/2008/cluster8/lau-ryan.pdf. Accesssed on

October 2015

4. Medical look. Salmeterol review. Available from

http://www.medical-look.com/reviews/salmeterol.html. Accessed on October

2015

5. Mims. Salmeterol review. Available from

http://www.mims.com/reviews/salmeterol.html . Accessed on October 2015

6. Owen K, Beck SL, Dament SJ. The preclinical Toxicology of Salmeterol

Hydroxynaphthoate. Hum Exp Toxicol, 2010 May; 29(5):393-407. Available from

http://ncbi.nim.nih.gov/pubmed/20219844. Accesssed on October 2015

7. Rabe KF, Timmer W, Sagkriotis A, Viel K. Comparison of a combination of

tiotropium plus formoterol to sameterol plus fluticasone in moderate COPD. Chest

2008; 134:255-262

8. Rxlist. Salmeterol review. Available from

http://www.rxlist.com/reviews/salmeterol.html. Accessed on October 2015

9. Sulistiasari R. (2010). Pengaruh Pemberian Inhalasi Kombinasi Salmeterol / Flutikason Propionat Dalam Bentuk Diskus Inhaler Terhadap Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil. Tesis Program Pendidikan Dokter Spesialis I Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera, Utara Medan.: diterbitkan.

9