laporan kasus iii glomerulonefritis akut pasca streptokok
DESCRIPTION
lapkasTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS I
MODUL GINJAL DAN SALURAN KEMIH (NU)
PEREMPUAN 6 TAHUN DENGAN KELUHAN DEMAM
DAN AIR SENI BERWARNA MERAH
KELOMPOK VIII
Olga Ayu Pratami 030.07.198
Sekar Mayang DP 030.07.236
Wahyu Rintiyani 030.07.269
Melly Utami 030.09.151
Michael Wong 030.09.153
Mochammad Rifki Maulana 030.09.155
Monica Raharjo 030.09.157
Muthi Melatiara 030.09.161
Neneng Maya 030.09.169
Ni Nyoman Nami Arthisari 030.09.171
Noviana Sie 030.09.173
Nurul Vitria 030.09.175
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Jakarta, 26 April 2011
BAB I
PENDAHULUAN
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai
ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan
oleh suatu mekanisme imunologis. Istilah akut, misal glomerulonefritis akut secara klinik berarti
bersifat temporer atau suatu onset yang bersifat tiba-tiba.
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus didahului oleh infeksi Streptokokus β
hemolitikus grup A, jarang oleh streptokokus tipe lain. Glomerulonefritis akut menyerang semua
kelompok umur terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah dan jarang menyerang
anak di bawah 3 tahun. Hasil penelitian di multisenter di Indonesia tahun 1988, melaporkan
adanya 170 pasien yang dirawat di Rumah Sakit pendidikan dalam 12 bulan.
Kasus glomerulonefritis terdapat sekitar 10-15% dari semua penyakit glomerulus.
Sebagian besar kasus (95%) akan sembuh, tetapi 5% diantaranya dapat mengalami perjalanan
penyakit yang memburuk dengan cepat.
Hipertensi ringan sampai sedang terlihat pada 60–80% pasien GNAPS yang biasanya
sudah muncul sejak awal penyakit. Sekitar 5% pasien rawat inap mengalami hipertensi
ensefalopati.2,4 Presentasi kasus ini bertujuan untuk melaporkan kasus glomerulonefritis akut
pasca streptokokus dengan hipertensi ensefalopati, serta mengingat kembali diagnosis dan
penatalaksanaannya.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Sesi I:
Anak perempuan 6 tahun dengan demam dan kencing berwarna merah.
Sesi II:
Seorang anak perempuan 6 tahun dibawa ke poli dengan keluhan demam 3 hari dan kencing
merah. Terdapat pusing’ kelopak mata bengkak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sadar. Suhu
38,5o c dan oedem palpebra.
Sesi III (Pemeriksaan penunjang)
Darah perifer :
Hb : 12,2 g/dl
Hematokrit : 39 vol %
Hitung jenis : 0/2/0/65/30/4
Leukosit : 7000 m/l
Eritrosit : 4,5 juta m/l
Trombosit : 290.000 m/l
C3 : ↓
LED : 70 mm/jam
ASTO : 300 IU
Kolesterol total : 190 mg/dl
Urin lengkap
Makroskopis :
Protein : (+1)
Bj : 1025
PH : 6,5
Warna : merah
3
Bilirubin : -
Urobilinogen : +
Glukosa : -
Keton : -
Nitrit : -
Mikroskopik :
Eritrosit : penuh
Leukosit : 3 - 4
Kristal : -
Silinder : -
Epitel : -
Fungsi ginjal
Ureum : 40 mg/dl
Kreatinin : 1,2 mg/dl
Fungsi hati
Albumin : 4,5 g/dl
Globulin : 2,4 g/dl
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Untuk menentukan diagnosis yang tepat pada pasien kasus ini, dilakukan hal-hal sebagai berikut:
identifikasi pasien; identifikasi keluhan utama; anamnesis lengkap; pemeriksaan fisik; dan
pemeriksaan penunjang.
4
Identifikasi Pasien
Identitas pasien adalah sebagai berikut:
- Nama: -
- Umur: 6 tahun
- Jenis kelamin: perempuan
- Alamat: -
Identifikasi Keluhan Utama
Keluhan utama pasien ini adalah buang air kecil berwarna merah.
Pertama kali jika ada pasien yang dicurigai unsur-unsur pada ginjalnya mengalami kerusakan
harus diketahui terlebih dahulu bagian mana yang rusak. Apakah bagian glomerolusnya, tubulus,
jaringan parenkim, atau pembuluh darah, dan lain-lain.
Kemungkinan adanya kerusakan pada ginjal sangat sangat mungkin mengingat keluhan utama
pasien tersebut serta adanya demam selama tiga hari yang lalu.
Hipotesis
Berdasarkan keluhan utama dari pasien yaitu demam selama tiga hari disertai kencing berwarna
merah maka hipotesis yang didapatkan pada kasus ini (dari yang kemungkinanya paling besar)
ialah:
1. Post Streptokokus Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut atau yang disebut juga sebagai glomerulonefritis akut post streptokokus merupakan proses radang non-supuratif yang mengenai glomerulus, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A. Sebagian besar bentuk glomerulonefritis akut poststreptokokal dimediasi oleh proses imunologi. Baik imunitas seluler dan humoral penting dalam patogenesis poststreptococcal glomerulonefritis akut. Kekebalan humoral pada glomerulonefritis akut poststreptococcal dianggap dimediasi oleh pembentukan in situ nephritogenik kompleks antigen-antibodi streptokokus dan kompleks imun yang beredar.1
Penyakit ini sering mengenai anak-anak usia sekolah yang ditandai dengan gejala utama berupa gross hematuria (dalam hal ini pasien berusia enam tahun yang artinya dalam usia sekolah
5
dengan keluhan kencing berwarna merah).
2. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin.
Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah Hemorrhagic cystitis (HC)
Merupakan kondisi umum pada pasien onkologi pediatrik dan merupakan
penyebab morbiditas dan mortalitas potensi besar di grup ini yang sangat
menghawatirkan pasien. Hemoragik sistitis didefinisikan adanya gejala pada
saluran kemih bagian bawah yang meliputi hematuria dan gejala iritasi saat
berkemih yang merupakan hasil dari kerusakan pada epitel transisional kandung
kemih dan pembuluh darah oleh racun, virus, radiasi, obat-obatan, atau penyakit.
Pasien onkologi anak-anak dapat terkena semua faktor ini. Pasien yang menjalani
transplantasi sumsum tulang sering memiliki sistitis hemoragik karena sebagian
besar terkena siklofosfamid, iradiasi total tubuh, atau keduanya. Pasien dengan
keganasan dan mereka menjalani kemoterapi sering immunocompromised dan
beresiko tinggi tertular infeksi bakteri dan virus yang dapat menyebabkan sistitis
hemoragik. 2
3. Obstruksi akibat tumor di saluran kemih
Tumor pada saluran kemih bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan. Selain itu, tumor
juga bisa terjadi pada usia berapapun. Biasanya tumor di saluran kemih bersifat
malignant (atau disebut juga kanker). Kanker pada saluran kemih bisa terdapat di pelvis
renalis dan ureter, di kandung kemih, dan di uretra. Pada kasus ini kemungkinan
kasusnya yaitu kanker pelvis renalis dan ureter, serta kanker uretra. Kanker yang
mungkin pada kasus ini ialah kanker pelvis renalis dan ureter karena gejala pertamanya
yakni hematuria.
- Kanker pelvis renalis dan ureter: Kanker pada kedua struktur ini insidensinya
lebih rendah dibanding kanker lain pada saluran kemih. Gejala pertama dan utama
ialah hematuria (darah di dalam urin). Kanker ini dapat menyebabkan obstruksi
saluran kemih sehingga menimbulkan nyeri pada daerah antara tulang iga dan
6
tulang coxae/ daerah abdomen bawah. Biasa obstruksi dari ureter terjadi karena
sumbatan bekuan darah.3
4. Trauma 4
Anamnesis
Anamnesis dilakukan berdasarkan hipotesis yang mungkin pada kasus ini:
I. Riwayat penyakit sekarang
Bagaimana timbulnya keluhan? Apakah ada kejadian yang mungkin berkaitan
dengan timbulnya keluhan seperti trauma?
Berapa lama keluhan sudah dirasakan?
Adakah nyeri saat miksi?
Apakah harus mengejan saat miksi?
Bagaimana frekuensi miksi?
Adakah ruam-ruam tertentu di daerah muka?
II. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pernah mengalami keluhan yang serupa?
Apakah sebelumnya pernah menderita infeksi saluran kemih?
Apakah sebelumnya pernah menderita radang tenggorokan/nyeri saat menelan
dalam waktu 1-2 minggu yang lalu?
Apakah pasien pernah mengalami trauma sebelumnya?
III. Riwayat Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mengalami hal yang sama?
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit radang tenggorokan/nyeri
saat menelan
IV. Riwayat Pengobatan
Terapi / obat apa sajakah yang pernah diberikan sebelumnya?
Apakah terapi/ obat tersebut memberikan pengaruh?
7
Pemeriksaan Fisik
I . Keadaan umum
II. Tanda vital :
1. Suhu : 38.5o
2. Nadi :-
3. Tekanan darah :-
4. Pernapasan :-
Pemeriksaan Fisik Nilai normal Hasil InterpretasiSuhu 36,50C– 37,2°C 38,5oC Febris
Dapat disebabkan oleh peradangan atau infeksi
Kesadaran Compos Mentis/sadar
Sadar/compos mentis
Normal
Palpebra Tidak Oedem Oedem Kerusakan ginjal
Pemeriksaan Laboratorium
1.Urinalisa
Pemeriksaan ini dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis.
Pemeriksaan makroskopis dilakukan pemeriksaan untuk menilai volume urin, warna urin,
kekeruhan urin, bau urin, pH, dan berat jenis.5
8
Pemer
iksaan mikroskopis dibagi menjadi pemeriksaan sedimen dan bakteriologis. Pada
pemeriksaan sedimen yang perlu diperhatikan adalah lekosit, eritrosit, silinder, epitel.
Sedangkan bakteriologis dapat ditemukan kuman penyebab apabila terjadi infeksi.
Pemeriksaan mikroskopis urin dilakukan pada spesimen urine yang baru saja
dikumpulkan, kemudian spesimen ini disentrifugasi, endapannya disuspensikan dalam
0,5 ml urin. 5
Hasil laboratorium urin (makroskopik) :
Penilaian Urin Hasil pemeriksaan Nilai normal Interpretasi
1.Protein + 1 Negatif Tubulus bocor
2.Berat Jenis 1020 1003-1030 Normal
3.PH 6.5 4.6-8 Normal
9
3.Warna Merah Jernih Indikasi adanya
darah,
hemoglobin,
myoglobin, atau
obat-obatan ex:
rifampisin.
4.Bilirubin - - normal
5.Urobilin +
6.Glukosa - - normal
7.Keton - - normal
8.Nitrit - - normal
Hasil laboratorium (mikroskopik) :
Penilaian Urin Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi
1.Eritrosit Penuh Negatif Urin berwarna
merah positif
disebabkan karena
darah
2.Leukosit 3-4 <5 LPK Tidak ada proses
infeksi
3.Kristal - - Normal
4.Silinder - - Normal
5.Epitel - - Normal
10
2. Darah Tepi
Pada pemeriksaan ini kita dapat menilai hemoglobin, hematokrit, leukosit, eritrosit,
trombosit, dan lain sebagainya.
Hasil laboratorium :
Penilaian Hasil Nilai Normal Interpretasi
1.Hb 12,2 g/L 10-16 Normal
2.Hematokrit 39 vol % 35-45% Normal
3.Hitung Jenis 0/2/0/65/30/4 0,4-1/1-3/50-65/25-
35/4-6
Normal
4.Leukosit 7000/µL 5500-15.000 Normal
5.Eritrosit 4,5 juta/µL 4,2-4,4 juta Meningkat
6.Trombosit 290.000/µL 200.000-400.000 Normal
7.C3 turun 55-120 Fase akut
8.LED 70 mm/jam 0-20 mm/jam Meningkat
9.ASTO 300 IU <200 IU Meningkat (indikasi
glomerulonefritis
akut)
10.Kolesterol total 190 mg/dl
3. Fungsi ginjal
Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa nilai ureum masih dalam batas normal (dengan nilai
normal 10-50 mg/dl) sedangkan untuk kreatinin : 1,2 mg/dl mengalami peningkatan dari nilai
normal.
4. Fungsi Hati
Dari hasil pemeriksaan nilai albumin dan globulin masih dalam batas normal.
11
Diagnosis
Pasien ini didiagnosis menderita glomerulonefritis akut pasca streptococcus. Hal-hal yang
mendukung diagnosis tersebut pada kasus adalah:
- Berdasarkan hasil anamnesis, yakni adanya demam selama tiga hari disertai dengan
kencing yang berwarna merah karena salah satu gejala utama dari glomerulonefritis akut
pasca streptokokus adalah ditemukannya hematuria. Pasien juga mengeluhkan pusing
yang memungkinkan terjadinya peningkatan tekanan darah (merupakan salah satu gejala
glomerulonefritis akut).
- Dari pemeriksaan fisik yang ditemukan berupa oedema palpebra.
- Hasil laboratorium yang cukup adekuat dalam mendiagnosis pasien ini yaitu :
ditemukannya ASTO yang meningkat disertai dengan C3 yang menurun.
Diagnosis Banding
Sindroma Nefrotik
Dasar : adanya proteinuria dan edema. Tetapi pada sindrom nefrotik terdapat proteinuria
lebih dari +2, hipoalbuminemia, edema anasarca, oliguria, hiperkolesterolemia, C3 yang
normal.
Prinsip Penatalaksanaan
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya
penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus
yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari,
sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis
seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini
sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg
12
BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan
eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan
makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka
diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian
cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal
jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala
serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya
reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat
parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan
usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat
dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat
dikerjakan dan adakalanya menolong juga. 6
Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama
jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-
kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
13
3. Gangguan sirkulasi berupa dispneu, ortopneu, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh
darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun. 6
Prognosis
- Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan
penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus.
Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan
menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali.
Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam
waktu 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi
kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
pada sebagian besar pasien.
- Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang
terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna
sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria
ringan yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada
dewasa kurang baik.
- Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok
baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal
yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan
hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh
karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik
ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik. 7
14
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI GLOMEROLUS
Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak fungsi untuk
homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan pengatur keseimbangan cairan
dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang ginjal pada manusia, masing-masing di sisi kiri
dan kanan (lateral) tulang vertebra dan terletak retroperitoneal (di belakang peritoneum). Selain
itu sepasang ginjal tersebut dilengkapi juga dengan sepasang ureter, sebuah vesika urinaria (buli-
buli/kandung kemih) dan uretra yang membawa urine ke lingkungan luar tubuh.8,9
Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-masing satu
di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit
lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang
mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12),
sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah
ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan
kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat
terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.8,9
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
- Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdiri dari korpus renalis / Malpighi
(glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus
distalis.
- Medula, yang terdiri dari 9-14 piramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung
Henle dan tubulus pengumpul (collecting duct).
- Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara piramid ginjal
- Processus renalis, yaitu bagian pyramid / medula yang menonjol ke arah korteks
15
- Hilus renalis, yaitu suatu bagian / area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus
memasuki/meninggalkan ginjal.
- Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix
minor.
- Calyx minor, yaitu percabangan dari calyx major.
- Calyx major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
- Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan calyx major
dan ureter.
- Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis / Malpighi (yaitu
glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus
kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul (collecting duct). Di sekeliling tubulus
ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler, yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan menuju
glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letaknya
nefron dapat dibagi menjadi: 8,9
16
1. Nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks yang
relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle yang
terbenam pada medulla.
2. Nefron juxtamedularis, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi
medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan
pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
NEFRON
Tiap ginjal tersusun dari 1-4 juta
nefron. Tiap nefron terdiri dari sebuah
bagian menggelembung yang disebut
korpus Malpigi, tubulus kontortus
proksimal, bagian tebal dan tipis ansa
Henle dan tubulus kontortus distal.
Nefron dan duktus koligens merupakan
unit fungsional ginjal.
Tiap korpus Malpigi terdiri atas
sekelompok kapiler-kapiler yang disebut
glomerulus. Glomerulus dikelilingi oleh 2 lapis kapsul epithelial yang disebut kapsula Bowman.
17
Kapsula Bowman terdiri dari lapisan dalam yang membungkus kapiler glomerulus yaitu pars
viseralis dan lapisan luar yaitu pars parietalis. Di antara kedua lapisan tersebut terdapat ruangan
yang disebut ruang Bowman dimana terdapat cairan hasil filtrasi dari dinding kapiler glomerulus
dan pars viseralis kapsula Bowman yaitu urin primer.
Tiap korpus Malpigi mempunyai polus vaskularis tempat masuknya arteriol vas aferens
dan tempat keluarnya arteriol vas eferens. Juga memiliki polus tubularis yang merupakan
permulaan saluran yang disebut tubulus kontortus proksimal. Sesudah memasuki korpus Malpigi,
vas aferens bercabang menjadi 2-5 cabang, tiap cabang ini bercabang lagi menjadi kapiler-
kapiler membentuk glomerulus. Lapisan parietal kapsula Bowma terdiri dari epitel selapis
gepeng disangga oleh lamina basal dan selapis tipis serat-serat retikulin. Pada polus tubularis
epitel ini berubah menjadi epitel selapis kubis dari tubulus kontortus proksimal. Lapisan visceral
kapsula Bowman selama perkembangan masa embrio mengalami modifikasi, sel-sel lapisan ini
disebut podosit. Podosit mempunyai badan sel yang mempunyai beberapa prosesus primer. Tiap
prosesus primer bercabang-cabang menjadi prosesus sekunder yang disebut pedikel-pedikel.
Pedikel-pedikel ini memeluk kapiler-kapiler glomerulus. Di antara pedikel-pedikel dan sel-sel
endotel terdapat lamina basal / membrane basal yang dibentuk dari gabungan lamina basal sel
endotel kapiler dan
lamina basal podosit.
Lamina basal ini terdiri
dari lapisan tengah yang
padat disebut lamina
densa dan pada kedua
sisinya terdapat lapisan
yang kurang padat
disebut lamina rara.
Pedikel-pedikel dari
satu podosit memeluk lebih dari satu kapiler dan pada satu kapiler pedikel-pedikel dari dua
podosit berselang-seling menempel pada sel-sel endotel kapiler sehingga terbentuk ruangan-
ruangan yang disebut celah filtrasi. Kapiler glomerulus adalah tipe fenestrata, sel-sel endotelnya
mempunyai banyak lubang berdiameter 70-90 nm tanpa diafragma. Lamina basal setebal 0,1 um
ini merupakan barrier filtrasi / sawar darah ginjal ( blood-renal barrier) yang memisahkan ruang
18
FAAL: FILTRASI GLOMEROLUS
Sangat penting untuk dipahami bahwa fungsi ginjal adalah menyaring cairan darah sehingga zat-
zat yang tidak diperlukan oleh tubuh dapat dibuang seperti misalnya sisa metabolisme. Darah
disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman
karena adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrasi barlangsung di dalam
glomerulus, dimana urin primer atau ultra filtrat plasma darah dibentuk. Pada dasarnya, ginjal
berfungsi menyaring atau membersihkan darah.
Aliran darah ke ginjal sekitar 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari. Darah tersebut disaring menjadi
cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit atau 170 liter/hari ke tubulus. Cairan filtrat kemudian
diproses di dalam tubulus hingga akhirnya keluar dari kedua ginjal menjadi urine sebanyak 1-2
liter/hari. Dengan bantuan tekanan, cairan dalam darah didorong keluar dari glomerulus,
melewati ketiga lapisan yang dikenal sebagai blood kidney barrier :
Kapiler selapis sel endhotelium pada glomerolus.
Lapisan kaya protein sebagai membrana basalis.
Selapis sel epitel melapisi dinding kapsula Bowman (podosit).
sehingga masuk ke dalam kapsula Bowman dalam bentuk filtrat glomerular. Filtrat plasma darah
tidak mengandung sel darah ataupun molekul protein yang besar. Protein dalam bentuk molekul
kecil dapat ditemukan dalam filtrat ini. Darah manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap
hari dengan laju 1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc filtrat glomerular per menitnya. Laju
penyaringan glomerular ini digunakan untuk tes diagnosa fungsi ginjal.
Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan
meninggalkan ginjal lewat arteri eferen. Kedua ginjal menghasilkan sekitar 125 ml filtrat per
menit. 125 ml diabsorsi dan yang 1 ml dikeluarkan kedalam kaliks sebagai urin. Setiap 24 jam
dibentuk sekitar 1500 ml urin. 12
20
KLASIFIKASI GLOMEROLUS
Glomerulus adalah bagian kecil dari ginjal yang mempunyai fungsi sebagai saringan yang setiap
menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung 5 mililiter plasma mengalir melalui semua
glomerulus dan sekitarnya dimana 100 ml (10%) dari saringan tersebut dibawa keluar.
Glomerulus ada 2 macam yaitu :
1. glomerulus korteks berada dibagian luar korteks.
2. glomerulus jukstamedular ( berupa tubulus tubulus (TCP Gelung Henle dan TCD serta
TK berupa saluran berkelok yang panjang berada di medula. Glomerulus semacam ini
berada di perbatasan korteks dan medula dan merupakan 20% populasi nefron tetapi
sangat penting untuk reabsoprsi air dan zat penting yang lolos filtrasi
Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi sebagai penyaring.
Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel, mempunyai sitoplasma yang sangat
tipis, yang mengandung banyak lubang disebut fenestra dengan diameter 500-1000 A.
Membran basal glomerulus membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan, antara sel
endotel dengan mesangial pada satu sisi dan sel epitel disisi lain. 12
Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :
21
1. Lamina dense yang padat (ditengah)
2. Lamina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel endotel
3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel epitel
Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan membentuk tonjolan
sitoplasma foot process yang berhubungan dengan lamina rara eksterna.
Diantara tonjolan-tonjolan tersebut adalah celah-celah filtrasi dan disebut slit pore dengan
lebar 200-300 A.
Pori-pori tersebut ditutupi oleh suatu membran disebut slit diaphgrma.
Mesangium (sel-sel mesangial dan matrik) terletak dianatara kapiler-kapiler gromerulus
dan membentuk bagian medial dinding kapiler. Mesangium berfungsi sebagai pendukung
kapiler glomerulus dan mungkin bereran dalam pembuangan makromolekul (seperti
komplek imun) pada glomerulus, baik melalui fagositosis intraseluler maupun dengan
transpor melalui saluran-saluran intraseluler ke regio jukstaglomerular. 12
Gambar Kapiler gomerulus normal
22
Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat gromerulus
menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus sebagai suatu barier filtrasi.
Sel endotel,membran basal, dan sel epitel dinding kapiler glomerulus memiliki
kandungan ion negatif yang kuat.
Muatan anion ini adalah hasil dari 2 muatan negatif :proteoglikan (heparan-sulfat) dan
glikoprotein yang mengandung asam sialat.
Protein dalam darah relatif memiliki isoelektrik yang rendah dan membawa muatan
negatif murni.Karena itu, mereka ditolak oleh dinding kapiler gromerulus yang
muatannnya negative sehingga tidak lolos ke Tubulus Contortus Proximal/ tidak lolos
filtrasi .
Pada filtrasi yang lolos adalah Air , urea , garam , kreatinin , glukosa, dan lain-lain yang
semua semua relatif mempunyai isoelektrik yang tinggi muatannya positif sehingga
dinding kapiler glomerulus menerima dan meloloskannya. 12
HEMATURIA
Penyebab Hematuria
Penyebab hematuria makroskopik (darah terlihat dalam urin) meliputi:
Benign Familial Hematuria, nefropati akibat membran basal glomerulus ginjal yang
merenggang
Urinary Schistosomiasis (yang disebabkan oleh Schistosoma haematobium) - penyebab
utama hematuria di berbagai negara Afrika dan Timur Tengah
IgA nefropathy ( "penyakit Berger") - terjadi selama infeksi virus pada pasien yang
terpengaruh
Batu ginjal (atau kencing batu)
Kanker kandung kemih
Karsinoma sel ginjal, kadang-kadang disertai perdarahan
Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria - penyakit langka dimana hemoglobin dari sel-sel
hemolysed dilewatkan ke dalam urin.
23
Infeksi saluran kemih dengan beberapa spesies termasuk bakteri strain EPEC dan
Staphylococcus saprophyticus
Sifat sel sabit dapat memicu kerusakan sejumlah besar sel darah merah, tetapi hanya
sejumlah kecil individu menanggung masalah ini
Malformasi arteriovenosa ginjal (jarang, tapi mungkin terkesan seperti karsinoma sel
ginjal pada pencitraan, karena keduanya sangat vaskular)
Sindrom nefritis (suatu kondisi yang terkait dengan pasca infeksi streptokokus dan
berkembang cepat menjadi glomerulonefritis).
Fibrinoid nekrosis dari glomeruli (akibat dari hipertensi ganas atau hipertensi maligna)
Varises kandung kemih, yang mungkin jarang mengembangkan obstruksi sekunder dari
v. kava inferior.
Alergi mungkin jarang menyebabkan hematuria gross episodik pada anak-anak.
Hipertensi vena ginjal kiri, juga disebut "pemecah kacang fenomena" atau "sindrom alat
pemecah buah keras," adalah kelainan vaskular yang jarang terjadi, yang bertanggung
jawab atas gross hematuria.
Pelvic Junction Ureteral Sumbatan (UPJ) adalah kondisi langka mulai dari kelahiran di
mana ureter diblokir antara ginjal dan kandung kemih. Kondisi ini dapat menyebabkan
darah dalam urin.
March hematuria - Seperti berkuda dan bersepeda jarak jauh.
Perubahan warna merah pada urin dapat disebabkan karena beberapa faktor :
Sel darah merah
o Hematuria mikroskopis (darah dalam jumlah kecil, dapat dilihat hanya pada urine
atau light microscope)
o Hematuria makroskopik (hematuria "terang" atau "kotor")
Hemoglobin (pigmen hanya merah, bukan sel-sel darah merah)
Pigmen-pigmen yang lain
o Mioglobin dalam myoglobinuri
o Betanin , setelah makan bit
o Obat-obatan seperti Rifampisin, dll13
24
GLOMERULONEFRITIS AKUT POST STREPTOKOKUS
Etiologi
Sebagianbesar kasus Glomerulonefritis Akut terjadi setelah infeksi streptokukos pada
tenggorokan atau kadang pada kulit sesudah masa laten 1 sampai 2 minggu. Streptokokus
merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan atau
rantai selama masa pertumbuhannya. Streptokokus merupakan golongan bakteri yang heterogen .
Sebagian besar infeksi streptokokus pada manusia disebabkan oleh Streptokokus beta
hemolitikus tipe A.
Organisme penyebabnya adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 12, 4 , atau 1 untuk
infeksi saluran pernafasan bagian atas, 14 Sedangkan untuk infeksi pada kulit penyebabnya adalah
Steptokukus beta hemolitikus grup A tipe 49. Seseorang dengan riwayat infeksi streptokokus
beta hemolitikus ini memiliki resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus
berkisar 10-15%.15
Epidemiologi
Pada penelitian insidensi di Amerika, GNPSA ditemukan pada 10% anak dengan faringitis dan
25% anak dengan impetigo. Salah satu studi menemukan bahwa faktor predominan untuk
GNPSA pada anak adalah faringitis. Penyakit ini paling sering menyerang anak dalam rentang
umur 2-12 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa 5% anak yang terkena berusia di bawah 2
tahun dan10% adalah orang dewasa dengan usia di atas 40 tahun. Anak laki-laki memiliki resiko
dua kali lebih besar untuk terkena GNPSA dibanding anak perempuan. Tidak ada predileksi ras
dan genetik. 16
Gejala Klinis
Gambaran klinis yang paling sering ditemukan pada Glomerulonefritis akut paska Streptokokus
B hemolitikus tipe A adalah hematuria , proteinuria, oliguria, oedem dan hipertensi. Gejala
umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah rasa lelah, anoreksia, dan kadang-
kadang demam , sakit kepala, mual dan muntah. Peningkatan titer antistreptolisin O (ASTO)
dapat menyatakan adanya antibodi terhadap organisme streptokokus.
Kerusakan pada glomerulus pada penyakit ini mengakibatkan hematuria , dimana pada
25
pemeriksaan urinalisa didapatkan urin tampak kemerah-merahan secara makroskopis, selain itu
juga pada pemeriksaan mikroskopik sedimen urin memperlihatkkan adanya slinderuria ( slinder
eritrosit ) yang merupakan tanda terjadi perdarahan pada glomerulus. Selain hematuria,
proteinuria juga ditemukan pada penyakit ini, namun proteinuria yang terjadi biasanya tidak
cukup banyak untuk menyebabkan hipoalbuminemia. Pada pemeriksaan sering ditemukan
proteinuria +1- +2.
Hipertensi terjadi akibat kerusakan pada glomerulus yang menyebabkan terjadinya penurunan
GFR sehingga terjadi peningkatan aldosteron yang menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Pada Glomerulonefritis akut paska streptokokus meningkatan tekanan darah ( hipertensi sering
terjadi namun peningkatan tidak terlalu tinggi. Gejala sakit kepala merupakan akibat dari
hipertensi yang terjadi.
Peningkatan aldosteron dapat juga berperan dalam pada retensi natrium dan air . Di pagi hari hari
sering didapatkan edema wajah , terutama edema periorbital dan biasa juga edema didapatkan
pada bagian tubuh bawah ( extremitas bagian bawah ) pada siang hari. Derajat edema biasanya
bergantung pada berat peradangan glomerulus. 16
Patofisiologi
Kasus klasik glomerulonefritis akut terjadi pasca infeksi Streptococcus pada tenggorokan atau
kadang-kadang pada kulit setelah masa laten 1-2 minggu. Organisme penyebab yang lazim
adalah Streptococcus β Hemoliticus Grup A tipe 12 atau 4, dan 1. Adanya antigen ini, memicu
tubuh untuk mengeluarkan antibodi spesifik untuk melawan Streptococcus, sehingga
terbentuklah kompleks antigen antibodi dalam darah. Kemudian kompleks Ag-Ab ini
bersirkulasi dan mengendap di membrana basalis glomerulus. Berdasarkan klasifikasi, keadaan
kerusakan glomerulus dengan keadaan seperti ini disebut sebagai Circulating Immune Complex
Deposition.
Adanya deposit kompleks Ag-Ab memicu aktifasi komplemen yang nantinya akan
memanggil leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi (glomerular
injury). Endapan kompleks Ag-Ab ini jugalah yang sepertinya memberikan tampilan gumpalan
amorf subepitelial apabila dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron, dan sebagai bentuk
granular berupa endapan IgG dengan mikroskop imunofloresensi. Fagositosis dan pelepasan
enzim lisosom juga merusak endotel dan membran basalis glomerulus (GBM). Sebagai respons
26
terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan
selanjutnya sel-sel epitel yang menyebabkan rusaknya glomerulus. Kerusakan pada organ ini
dapat menyebabkan protein dan sel darah merah keluar di urin (proteinuria; hematuria).
Apabila dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya, tampilan glomerulus pada
penyakit ini berupa glomerulus yang membesar, hiperseluler, dan aliran darah berkurang. Aliran
darah yang berkurang karena kerusakan glomerulus ini menyebabkan GFR menurun. Penurunan
nilai GFR akan menyebabkan retensi Na secara langsung maupun tidak langsung, secara tidak
langsung melalui peningkatan aldosteron. Penahanan Na akan diikuti dengan retensi air, hal
inilah yang menyebabkan penderita mengalami edema. Selain edema, retensi air juga
menyebabkan jumlah cairan ekstraseluler meningkat dan memperparah hipertensi yang
disebabkan oleh aktifitas vasodepresor dan kemudian vasospasme sebagai akibat langsung dari
proliferasi dan kerusakan glomerulus.17 Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit. 6th ed. Jakarta: ECG;2005.p.925,9 )
Diagnosis
Berdasarkan namanya, post streptococcal glomerulonefritis, penyakit ini timbul setelah
adanya infeksi Streptococcus sebelumnya, seperti faringitis atau pioderma, oleh karena itu dalam
menegakkan diagnosis penting untuk menanyakan riwayat penyakit terdahulunya. Apabila tidak
didapatkan keterangan tersebut, pada pemeriksaan laboratorium nantinya, dapat ditemukan nilai
ASTO (Anti Streptolisin Titer O) yang dihasilkan oleh bakteri Streptococcus β Hemoliticus Grup
A yang juga mengindikasikan penderita pernah terinfeksi oleh bakteri tersebut.
Selain itu, gejala lainnya yang akan timbul adalah seperti gejala glomerulonefritis akut
yang lain. Glomerulonefritis yang merupakan penyakit dengan Sindroma Nefritis, akan
menampilkan keadaan dengan hematuria, hipertensi, oliguria, oedem, azotemia, dan proteinuria
ringan. Gejala lainnya yang mungkin timbul seperti malaise / lethargy, demam, dan abdominal
pain.
Setelah melakukan pemeriksaan fisik, hasil dari pemeriksaan laboratorium juga dapat
membantu menegakkan diagnosis. Hal-hal yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan lab antara
lain, pada pemeriksaan darah biasanya ditemukan adanya LED dan tes ASTO yang meningkat,
pada pemeriksaan fungsi ginjal dapat ditemukan kadar ureum kreatinin di atas nilai normal. Pada
pemeriksaan urin secara makroskopis didapatkan hematuria, secara mikroskopis terdapat
27
eritrosit, dan pada urinalisa didapatkan poteinuria ringan.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan dengan melihat glomerulus secara
mikroskopis. Dengan menggunakan mikroskop cahaya didapatkan glomerulus yang membesar,
hiperseluler, dan aliran darah yang berkurang. Dengan mikroskop imunofloresensi terdapat
gambaran granuler berupa endapan IgG di membrana basalis. Sedangkan pada mikroskop
elektron akan terlihat gumpalan amorf subepitelial. Namun pemeriksaan penunjang ini bukanlah
untuk menegakkan diagnosis.17
Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut Post Streptokokus
Penatalaksanaan dari glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dilakukan secara kausal
dan secara simptomatis.
Pengobatan secara kausal dilakukan dengan terapi antibiotik sistemik selama 10 hari (antibiotik
yang dapat digunakan ialah penicillin). Tujuan dari pemberian antibiotik ialah untuk membatasi
penyebaran dari kuman streptokokus group A beta hemolitikus yang bersifat nefritogenik.
Penatalaksanaan secara simptomatis ditujukan untuk mengobati hipertensi dan edema, dimana
dilakukan juga untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
Yang dapat dilakukan ialah:
- Restriksi intake natrium/garam: dilakukan untuk mencegah progresivitas hipertensi dan
edema
- Pemberian diuretik: untuk mengatasi edema
- Pemberian kalsium antagonis: untuk mengatasi hipertensi
- Pemberian vasodilator: untuk mengatasi hipertensi, dimana hipertensi disebabkan oleh
vasokonstriksi pembuluh darah perifer
- Pemberian ACE inhibitor: untuk mengatasi hipertensi dengan menginhibisi angiotensin-
converting enzyme (ACE) yang berfungsi mengubah angiotensin I menjagi angiotensin
II.18
Komplikasi
Komplikasi akut dari glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus diakibatkan oleh
hipertensi dan disfungsi akut dari ginjal. Hipertensi ditemukan pada 60% pasien penderita
glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus, dimana hipertensi yang tidak diatasi dapat
28
menyebabkan ensefalopati hipertensi pada 10% kasus glomerulonefritis akut pasca infeksi
streptokokus. Komplikasi lain yang dapat terjadi ialah:
- Gagal jantung: terjadi karena gangguan hemodinamik pada kasus ini, juga bisa
disebabkan oleh hiperkalemia
- Hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia: terjadi karena terdapat gangguan sekresi
akibat oliguria
- Asidosis: terjadi karena gangguan sekresi dari ion H+
- Kejang: karena adanya gangguan keseimbangan elektrolit akibat gangguan fungsi ginjal
- Uremia: uremia merupakan azotemia (peningkatan kadar ureum dan kreatinin dimana
sudah disertai oleh gejala)
- Gagal ginjal akut: gagal ginjal akut bisa terjadi bila perjalanan glomerulonefritis berjalan
secara cepat dan progresif (glomerulonefritis crescentik). Gagal ginjal akut ditandai oleh
azotemia, oliguria bahkan sampai anuria.19
BAB V
KESIMPULAN
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus adalah contoh klasik sindrom nefritis akut. Mulainya
mendadak dari hematuri makroskopis, edema, hipertensi dan insufisiensi ginjal. Dulu penyakit
ini merupakan penyebab tersering hematuria makroskopis pada anak, tetapi frekuensinya
menurun selama dekade terakhir dimana nefropati IgA sekarang kelihatannya merupakan
penyebab hematuria makroskopis yang paling lazim.
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus menyertai infeksi tenggorokan atau kulit oleh strain
nefritogenik dari streptokokus beta hemolitikus grup A tertentu. Selama cuaca dingin
glomerulonefritis streptokokus biasanya menyertai faringitis streptokokus, sedangkan selama
cuaca panas glomerulonefritis menyertai infeksi kulit atau pioderma streptokokus.
Penyembuhan sempurna terjadi pada 95% anak. Namun jarang fase akut dapat menjadi sangan
berat. Mortalitas pada fase akut dapat dihindari dengan manajemen yang tepat pada gagal ginjal
atau gagal jantung akut. Kekambuhan sangat jarang terjadi.
29
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Acute Poststreptococcal Glomerulonephritis. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/980685-overview. Accessed at 20 April, 2011.
2. Hemorrhagic Cystitis. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1017563-
overview. Accessed at 21 April, 2011.
3. Spirnak JP, Resnick MI. Urinary stones. In: Tanagho EA, McAninch JW, editors. General
Urology. 12th ed. San Francisco: Lange Medical Book; 1988. p.295-6.
4. Hematuria pada anak. Available from: www.pediatrik.com/pkb/20060220-jt1ybq-pkb.pdf. accessed at 20 April, 2011. GlomerulonephriKumala P, Komala S, Santoso AH, Sulaiman RJ,
Rienita Y. Kamus Saku Kedokteran Dorland. In: Nuswantari D, editor. 25th ed. Jakarta: EGC;
1998. p.1140.
5. Sjamsuhidajat R, Wim DJ. Saluran kemih dan alat kelamin lelaki. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed.
Jakarta: EGC; 2004. p.752-2, 770-2, 782-4.
6. Nelson. Ilmu kesehatan anak. 3rd ed.Jakarta:ECG:2000.P.1813-14.
7. Glomerulonephritis akut. Available from: http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html. Accessed at 22 April, 2011.
8. Van de Graaf KM. Human Anatomy. 6th ed. United States: The McGraw-Hill Companies;
2001.
9. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. United States: FA
Davis Company; 2007.
10. Junqueira LC. Basic Histology.6th ed.United States:McGraw-Hill;2003.
11. Singh I. Text Book of Human Histology. 5th ed.United States:Jaypee Publisher;2006
12. Fisiologi Ginjal dan Sistem Kemih. Available from:
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/ec143924e2d850338ac6892cc86ffd0e04d6d
9af. pdf . accessed at 23 April, 2011.
13. Penyebab Hematuria. Available from : http://www.news-medical.net/health/Hematuria-Causes-
%28Indonesian%29.aspx. Accessed at 20 April, 2011.
31
14. Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson: Gagal ginjal kronik; Huriawati Hartanto ,
Natalia Susi , Pita wulansari , Dewi Asih Mahanani ; Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit ; Vol 2 ; Jakarta ; EGC ; 2005 ; p: 925.
15. Nelson. Ilmu kesehatan anak. 3rd ed.Jakarta:ECG:2000.P.1813-14.
16. Bhimma R. Acute poststreptococcal glomerulonephritis – Introduction. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/980685-overview. accessed at 23 April, 2011.
17. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 6th ed. Jakarta:
ECG;2005.p.925-9.
18. TANYA MONICA
19. TANYA MONICA
32