laporan kasus jiwa

28
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmatNya-lah, penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus dengan judul “Skizofrenia Hebefrenik” Pembuatan tulisan ini merupakan salah satu tahapan yang harus dipenuhi dalam praktek kepaniteraan klinik SMF Ilmu Psikiatri di RSJ Lawang. Penulis berharap tulisan ini akan berguna bagi kita semua. Tulisan ini dapat terselesaikan karena dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis sampaikan terimakasih kepada : 1. dr. Huda, Sp.KJ, Pebimbing Laporan kasus / SMF Ilmu Psikiatri di RSJ Lawang Semoga bimbingan yang telah diberikan hingga terselesaikan tugas laporan kasus ini dapat bermanfaat sebagai bekal dalam pengabdian diri di masyarakat kelak. Penulis menyadari bahwa tugas response ini masih jauh dari kesempurnaan karena terbatasnya kemampuan penulis, untuk itu dengan kerendahan hati penulis membuka diri terhadap kritikan dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan dimasa yang akan datang.

Upload: yoyokpowel

Post on 09-Jul-2016

238 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Jiwa

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat rahmatNya-lah, penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus dengan judul

“Skizofrenia Hebefrenik” Pembuatan tulisan ini merupakan salah satu tahapan yang harus

dipenuhi dalam praktek kepaniteraan klinik SMF Ilmu Psikiatri di RSJ Lawang.

Penulis berharap tulisan ini akan berguna bagi kita semua. Tulisan ini dapat

terselesaikan karena dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini

penulis sampaikan terimakasih kepada :

1. dr. Huda, Sp.KJ, Pebimbing Laporan kasus / SMF Ilmu Psikiatri di RSJ

Lawang

Semoga bimbingan yang telah diberikan hingga terselesaikan tugas laporan kasus ini

dapat bermanfaat sebagai bekal dalam pengabdian diri di masyarakat kelak.

Penulis menyadari bahwa tugas response ini masih jauh dari kesempurnaan

karena terbatasnya kemampuan penulis, untuk itu dengan kerendahan hati penulis

membuka diri terhadap kritikan dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan

dimasa yang akan datang.

Lawang, April 2015

Page 2: Laporan Kasus Jiwa

LAPORAN KASUS

Oleh:

Pemilda Dian Catur 10700285

Dewi Ita Ihwaniya 10700094

Ahmad Huda 10700083

Citra Insana Hartanti 10700200

Fandi Ahmad Sanjaya 10700207

Putu Ady Gunawan 10700127

Novita Retika 10700189

KEPANITERAAN KLINIK STASE JIWA

RUMAH SAKIT JIWA Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA SURABAYA

2016

Page 3: Laporan Kasus Jiwa

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Materi laporan kasus ini telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas

dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di Bagian Ilmu Kesehatan

Jiwa RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat, Lawang

Lawang, Maret 2016

Pembimbing

dr. Huda, Sp.KJ

Page 4: Laporan Kasus Jiwa

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. EW

Umur : 38 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Kediri, 25 April 1979

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Status Marital : Menikah

Pendidikan Terakhir : SMK, tamat

Pekerjaan Terakhir : Pembantu Rumah Tangga

Alamat pasien saat ini : Jl. K.H. Ahmad Dahlan no. 19B, Mojoroto-Kediri

Waktu Pemeriksaan : 29 Maret 2016 jam 09.00 WIB

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Bicara sendiri

B. Autoanamnesis

Pasien perempuan berpakaian rapi, tidak berbau, pasien komunikatif dan

kooperatif, pasien menceritakan identitas dengan lancar, pasien mengatakan

tinggal dirumah bersama kakaknya, pasien mengatakan hanya mengenal beberapa

tetangga dan jarang berinteraksi dengan tetangganya disekitar rumah. Pasien

selama di rumah jarang tidur, nonton tv, dan mondar mandir di sekitar lingkungan

rumah. Pasien mengatakan tidak pernah cerita dari dulu jika ada masalah, baik

cerita dengan keluarga atau dengan tetangga, Pasien mengerti sekarang berada di

RSJ Lawang. Pasien mengaku diantar oleh kakak beserta perangkat desa ke RSJ

Lawang tetapi pasien tidak tahu apa sebebnya pasien di bawa kesini. Pasien saat

ditanya sudah sholat subuh atau belum, pasien mengatakan bahwa dirinya adalah

Page 5: Laporan Kasus Jiwa

Allah SWT sejati, pasien merasa pemeriksa adalah umatnya dan harus sholat untuk

menyembahnya, pasien mengatakan seharusnya tinggal di bulan karena alamnya

adalah bulan, sukmanya menghilang tapi jasadnya tidak bisa menghilang. Pasien

mengatakan pernah masuk ke RSJ Lawang 2 kali tetapi lupa sebab masuk ke RSJ

Lawang. Namun pasien mengatakan terakhir dirawat disni sekitar 2 tahun yang

lalu, Pasien bercerita setelah pulang dari RSJ Lawang dua tahun yang lalu pasien

mengatakan selalu minum obat dengan rutin, dan melanjutkan berkerja sebagai

pembantu rumah tangga. Tapi setelah itu obat nya habis dan jarang control, karena

malas. Pasien bercerita selalu mandi 3x sehari, makan 3x sehari dan itu dengan

suruhan. Pasien bercerita selama di RSJ Lawang hanya sesekali membantu

menyapu atau mengepel. Pasien tidak merasa sakit jiwa karena pasien adalah Allah

SWT dan akan berdandan seperti kerajaan di bulan, saat pemeriksa bertanya “siapa

yang mengatakan bahwa anda adalah Allah SWT?” pasien menjawab “yah,

pokoknya saya Allah SWT wong saya bisa menciptakan segalanya”, lalu

pemeriksa bertanya lagi “bukankah Allah SWT tidak berwujud dan tidak berjenis

kelamin”, pasien menyangkal dan tetap mengatakan bahwa “Allah SWT adalah

saya yang seorang perempuan”. Pasien merasa paling cantik seperti bidadari

kembang setaman dan berbau wangi. Pasien bercerita bahwa pasien sudah menikah

10 tahun tapi suaminya diusir karena suaminya selingkuh dan memang bukan

pasangan sejati. Menurut pasien, pasangan sejati seperti mas Alex. Mas Alex

adalah tetangga dan juga kakak osis semasa sekolah dan seharusnya pisau di dapur

itu adalah lidah perempuan. Pasien bercerita terakhir bertemu mas Alex saat sholat

duhur di Masjid, saat pemeriksa bertanya “mengapa pasien sholat? Bukankah

pasien adalah Allah SWT lalu kepada siapa anda menyembah?”. Pasien menjawab

“saya boleh sholat boleh tidak karena saya Allah SWT”, dan di akhiri dengan

senyum-senyum sendiri dilanjutkan dengan kalimat yang tidak ada hubungan nya

dengan kalimat sebelumnya, “ belati akan menyayat hati dan nestafa dialam sana.

Page 6: Laporan Kasus Jiwa

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LANJUT

1. Status Internistik

a. Keadaan Umum : Baik

b. Kesadaran : Compos Mentis

c. Vital Sign

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 84 x/min, regular

Suhu : 36 ͦ C

Pernapasan : 20 x/min, regular

d. Kepala : A – / I – / C – / D –

e. Leher : Pembesaran KGB (–), Pembesaran tiroid (–)

f. Thorax :

Cor : S1S2 Tunggal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : Normochest, Simetris Suara nafas

vesikuler di kedua lapang paru, rhonki (–),

wheezing (–)

g. Abdomen : Soefl, Bising usus (+) dalam batas normal,

hepar/lien/renal tidak teraba, nyeri tekan (–)

h. Ekstremitas :

- Akral hangat pada keempat ekstrimitas

+ +

+ +

- Edema pada keempat ekstrimitas

- -

- -

2. Status Neurologis

a. Kesadaran : GCS 4-5-6

b. Meningeal Sign : Kaku kuduk (–)

c. Mata : Gerakan bola mata normal, pupil bulat isokor,

diameter

Page 7: Laporan Kasus Jiwa

pupil kanan-kiri ± 3 mm.

Reflek cahaya langsung +/+

d. Refleks Fisiologis : BPR +2 / +2 KPR +2 / +2

TPR +2 / +2 APR +2 / +2

e. Refleks Patologis : Hoffmann - / - Babinski - / -

Tromner - / - Chaddock - /-

3. Status Psikiatri

- Kesan Umum : Pasien perempuan, roman wajah sesuai usia, rapi,

dan tidak berbau. Pasien tampak tenang,

komunikatif, kooperatif. Pasien menggunakan

seragam pasien dan memakai alas kaki.

- Kontak : Verbal (+) relevan, lancar, non-verbal (+),

- Kesadaran : Berubah secara kualitatif

- Orientasi : Waktu (+), Tempat (+), Orang (+)

- Daya Ingat : Sewaktu/Pendek/Panjang +/+/+

- Persepsi : Halusinasi auditorik (+), Ilusi (-)

- Proses Berpikir : Bentuk : Non-realistik

Arus : Asosiasi longgar

Isi : Waham kebesaran (+)

- Mood/Afek : Dangkal

- Kemauan : Aspek perawatan diri : Menurun

Aspek pekerjaan : Menurun

Aspek sosial : Menurun

- Psikomotor : Dalam Batas Normal

- Tilikan : Derajat 1

Page 8: Laporan Kasus Jiwa

HETERO ANAMNESA :

Rincian keluhan utama :

• Pasien marah – marah sejak 2bulan yang lalu, namun 2 minggu belakangan ini

makin parah, marah-marah tanpa sebab, paling marah ketika disuruh kedokter

untuk berobat, dan ketika orang sekitar mengatai nya orang tak waras, marah-

marah melontarkan kata-kata kasar, pasien marah –marah sampai mengancam

keluarga dan warga dengan melempar batu.

Gejala yang menyertai keluhan utama :

• Pasien sering keluyuran jarang pulang.

• Pasien sering tersenyum sendiri

• Pasien mengancam keluarga dan warga dengan melempar batu.

• Pasien jarang tidur, dan keluyuran

• Pasien gampang tersinggung 2 minggu belakangan ini.

Gejala prodormal :

• Pasien senyum-senyum sendiri dan tertutup.

Peristiwa terkait dengan keluhan utama :

• Pasien mulai menyendiri lagi setelah obatnya habis karena keluarga tidak bisa

mengantar, karena ada masalah ibu nya sakit.

Riwayat penyakit dahulu :

• Pasien pernah di rawat di RSJ lawang 2 tahun yang lalu,karena keluhan yang

sama.

Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan anak :

• Tidak ditemukan.

Riwayat social dan perkerjaan :

• Pasien tidak berkerja dan jarang berinteraksi dengan masyarakat.

• Faktor kepribadian premorbid :

• Ciri kepribadian tertutup.

Factor keturunan

• Tidak ditemukan.

Factor organik.

• Tidak ditemukan.

Page 9: Laporan Kasus Jiwa

Factor pencetus

• Di katai dan di ejek orang sekitar gila.

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis Multiaksial

Axis I : F 20.13 ( Skizofrenia Hebrefrenik Berulang)

Axis II : Ciri kepribadian tertutup

Axis III : Tidak ditemukan

Axis IV : Masalah Factor primary support group

Axis V : GAF Scale 40-31

VII. MANAJEMEN TERAPI

a. Farmakologis

1) Inj Haloperidol 5mg

2) Tabl Haloperidol 5mg 1-0-1

3) Monitoring efek samping obat

4) Monitoring perbaikan klinis pasien

b. Non Farmakologis

1. Psikoterapi

a. Memberikan edukasi tentang penyakit.

b. Memberikan edukasi tentang obat serta efek samping yang

dapat ditimbulkan.

c. Memberikan dukungan kepada pasien untuk minum obat

secara teratur dan kontrol secara teratur.

d. Memberikan edukasi bahwa pasien tidak boleh menghentikan

obat sendiri, dan harus konsultasi ke dokter.

e. Meminta pasien untuk tetap aktif dan melakukan kegiatan.

2. Manipulasi Lingkungan

a. Memberikan penjelasan kepada keluarga untuk tetap

memberikan dukungan kepada pasien.

Page 10: Laporan Kasus Jiwa

b. Memberikan edukasi bahwa pihak keluarga harus tetap sabar

dan tetap berinteraksi dengan pasien.

c. Meminta keluarga supaya tetangga juga dapat membantu

dengan mengajak berinteraksi dengan pasien.

d. Meminta keluarga supaya pasien tetap aktif dan melakukan

kegiatan harian.

e. Meminta keluarga supaya mengontrol konsumsi obat dan

memastikan pasien meminum obat secara teratur.

f. Memberikan edukasi tentang efek samping obat yang dapat

terjadi, dan meminta keluarga untuk mengamati dan

melaporkan pada saat kontrol ke dokter.

g. Meminta kepada keluarga untuk tetap kontrol ke dokter

secara teratur.

VIII. PROGNOSIS

Dubia ad malam

Page 11: Laporan Kasus Jiwa

BAB II

Pada pasien ini ditemukan gejala perilaku dan psikologis yang secara klinis cukup

bermakna dan menimbulkan penderitaan (distress) serta hendaya (dissability) dalam

kehidupan sehari-hari, fungsi pekerjaan dan psikososial sehingga dapat disimpulkan

bahwa pasien ini mengalami suatu gangguan jiwa.

Pada anamnesis dan pemeriksaan terhadap pasien ini didapatkan adanya gejala-

gejala yang memenuhi kriteria skizofrenia seperti isi pikiran yang berulang, pengalaman

indranya yang tak wajar. Sebagai tambahan perilaku yang tidak bertanggung jawab, dan

pasien ada kecendrungan selalu menyendiri, afek pasien dangkal dan tidak wajar, sering

disertai cekikikan atau perasaan puas diri, senyum sendiri. Sehingga didiagnosa sebagai

Skizofrenia Hebefrenik Episodik Berulang.

Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan

psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek,

dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap

terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. Gejala

skizofrenia secara garis besar dapat dibagi dalam dua kelompok,yaitu gejala positif dan

gejala negatif. Gejala positif berupa isi pikiran tidak wajar (waham), gangguan asosiasi

pikiran (inkoherensi), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan, perilaku aneh

atau tak terkendali (disorganized). Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau

mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, ‘miskin’ kontak emosional

(pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan

kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif2. Untuk memenuhi diagnose skizofrenia

hebefrenik maka diperlukan kriteria sebagai berikut :

SKIZOFRENIA

Pedoman diagnosa :

“thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya

(tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ;

atau

Page 12: Laporan Kasus Jiwa

- “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya

(insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal);

dan

- “thought broadcasting”= isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum

mengetahuinya;

- “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan

tertentu dari luar; atau

- “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap

suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh /

anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);

- “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat

khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

Halusinasi Auditorik:

* Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau

* Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara

yang berbicara), atau

* Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak

wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu,

atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan

cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain)

Page 13: Laporan Kasus Jiwa

• Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh

waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif

yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,

atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus

menerus;

Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),

yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;

Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh

tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;

Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons

emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri

dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal

tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Schneider (Kaplan dan Sadock, 2003) memberikan kriteria diagnosa berdasarkan

urutan gejala sebagai berikut:

Gejala urutan pertama:

1. Pikiran yang dapat digeser

2. Suara-suara yang berdebat atau berdiskusi atau keduanya

3. Suara-suara yang mengkomentari

4. Pengalaman pasivitas somatik

5. Penarikan pikiran dan pengalaman pikiran yang dipengaruhi lainnya

6. Siar pikiran

7. Persepsi bersifat waham

Page 14: Laporan Kasus Jiwa

8. Semua pengalaman lain yang melibatkan kemauan, membuat afek dan membuat

impuls.

Gejala urutan kedua:

1. Gangguan persepsi lain

2. Gagasan bersifat waham yang tiba-tiba

3. Kebingungan

4. Perubahan mood disforik dan euforik

5. Perasaan kemiskinan emosional

6. “…dan beberapa lainya juga”

Langfeldt (Kaplan dan SadSSock, 2003) memberikan kriteria diagnosis sebagai

berikut:

Kriteria Gejala

Petunjuk penting ke arah diagnosis skizofrenia adalah (jika tidak ada tanda

gangguan kongnitif, infeksi, atau intoksikasi yang dapat ditunjukkan).

Perubahan keperibadian yang bermanifestasi sebagai penumpulan emosional

dengan jenis khusus diikuti oleh hilangnya inisiatif dan perilaku yang berubah dan

seringkali aneh (khususnya pada hebefrenik, perubahan adalah karakteristik dan petunjuk

utama ke arah diagnosis).

Pada tipe katatonik, riwayat penyakit dan tanda tipikal dalam periode kegelisahan

dan stupor (dengan negativisme, wajah berminyak, katalepsi, gejala vegetatif, dll).

Pada psikosis paranoid, gejala penting pembelahan keperibadian (atau gejala

depersonalisasi) dan hilangnya perasaan realitas (gejala derealisasi) atau waham primer

Page 15: Laporan Kasus Jiwa

Etologi

1. Faktor Genetik

Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan

dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak

kembar satu telur. Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang

disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin

disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh

kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada

orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko

untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota

keluarga yang memiliki penyakit ini4.

2. Faktor Biokimia

Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut

neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi

satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas

neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau

dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang

berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk

skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine

tampaknya juga memainkan peranan4

3. Faktor Psikologis dan Sosial

Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama

semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-anak

yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga4.

Dari etiologi yang telah disebutkan di atas, pada auto anamnesa kemungkinan

pasien timbul gejala lagi karena keluarga tidak perhatian dengan pengobatan pasien

dibuktikan pasien sudah bercerai dengan suami dan hanya tinggal dengan kakak nya, dan

jarang control ketika obat sudah abis karena tidak ada yang mengantar untuk berobat.

Page 16: Laporan Kasus Jiwa

dimana pada axis IV didapatkan Masalah Primary Support (Group Keluarga). Namun

penyebab yang berasal dari faktor genetic tidak ditemukan pada pasien ini, dikarenakan

pasien tidak memiliki riwayat keluarga yang menderita seperti ini.

Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya skizofrenia dimana faktor genetic dan lingkungan saling

berhubungan. Neurotransmitter yang berperan dalam patofisiologinya adalah DA, 5HT,

Glutamat, peptide, norepinefrin. Pada pasien skizofrenia terjadi hiperreaktivitas system

dopaminergik (hiperdopaminergia pada sistem mesolimbik → berkaitan dengan gejala

positif, dan hipodopaminergia pada sistem mesocortis dan nigrostriatal →

bertanggungjawab terhadap gejala negatif dan gejala ekstrapiramidal) Reseptor dopamine

yang terlibat adalah reseptor dopamine-2 (D2) yang akan dijumpai peningkatan densitas

reseptor D2 pada jaringan otak pasien skizoprenia. Peningkatan aktivitas sistem

dopaminergik pada sistem mesolimbik yang bertanggungjawab terhadap gejala positif.

Sedangkan peningkatan aktivitas serotonergik akan menurunkan aktivitas dopaminergik

pada sistem mesocortis yang bertanggung-jawab terhadap gejala negative.

Skizofrenia Hebefrenik.

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.

1. Diagnosa hebefrenia untuk pertama kali ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda

onset 15-20 tahun.

2. kepribadian premorbid menunjukkan cirri khas : pemalu dan senag menyendiri, namun

tidak harus demikian untuk menegakkan diagnosis

3. untuk menegakkan diagnose hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan

pengamatan kontinu selama 2/3 bulan lamanya,untuk memastikan bahwa gambaran

yang khas berikut ini memang benar bertahan :

- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan. Serta mannerisme:

ada kecenderungan untuk selalu menyendiri dan perilaku menujukkan hampa tujuan dan

hampa perasaan

Page 17: Laporan Kasus Jiwa

- Afek pasien dangkal dan tidak wajar, sering disertai oleh cekikikan atau perasaan puas

diri, senyum sendiri, atau sikap hati tinggi, tertawa menyeringai, mannerisme, mengibuli

secara bersenda gurau, keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang di ulang-ulang

- Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu serta inkoheren

4. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gangguan proses berpikir

umumnya menonjol.

Sedangkan yang dimaksud episode berulang oleh karena pasien telah opname di

rumah sakit jiwa Lawang dua tahun yang lalu dengan gejala dan keluhan marah-marah

dan sempat membaik.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah diberikan tab. Haloperidol 5 mg 1-0-1.

Haloperidol merupakan anti psikotik jenis tipikal. Kelebihan utama obat ini adalah

mengobati gejala positif skizofrenia. Namun, obat ini kurang efektif terhadap gejala

negatif skizofrenia. Tersedia dalam bentuk tablet, cairan, suntikan jangka pendek dan

jangka panjang.Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang

lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul.

Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan

antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut

juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih

lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap

waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat

timbul adalah tremor pada tangan dan kaki serta efek samping lain yang dapat timbul

adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol,

protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat

dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik atau dengan

memberikan obat anti-kolinergik bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah

atau mengobati efek samping ini.

Page 18: Laporan Kasus Jiwa

Kemudian diberikan pasien diberikan edukasi berupa psikoterapi, sosioterapi dan

spiritual untuk membantu proses penyembuhan pasien. Keluarga juga diberikan edukasi,

penjelasan dan pemahaman mengenai keadaan pasien, faktor pencetus, perjalanan

penyakit, pengobatan, komplikasi, dan kemungkinan-kemungkinan atau prognosis kondisi

pasien, sehingga keluarga juga dapat menerima kondisi pasien, sabar dalam proses

penyembuhan pasien yang membutuhkan waktu yang lama, ikut serta dalam pengobatan

pasien seperti memberikan motivasi dan perhatian kepada pasien untuk sembuh. Pasien

memiliki prognosis baik. Walaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada,

kebanyakan masih memiliki gejala sisa dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Sampai

saat ini belum ada metode yang dapat memprediksi siapa yang menjadi sembuh

siapa yang tidak, tetapi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya seperti usia tua,

faktor pencetus yang jelas, onset akut, riwayat sosial yang baik, menikah, riwayat

sosial/pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi, menikah, riwayat keluarga gangguan

mood sistem pendukung baik, dan gejala positif ini akan memberikan prognosis yang

baik.Sedangkan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat sosial

buruk, autistik, tidak menikah/janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, system pendukung

buruk, gejala negatif, riwayat trauma prenatal, sering relaps dan riwayat agresif akan

memberikan prognosis yang buruk

Prognosis Skizofrenia

Walaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada, kebanyakan orang

mempunyai gejala sisa dengan keparahan yang bervariasi. Secara umum 25% individu

sembuh sempurna, 40% mengalami kekambuhan dan 35% mengalami perburukan.

Sampai saat ini belum ada metode yang dapat memprediksi siapa yang akan menjadi

sembuh siapa yang tidak, tetapi ada beberapa faktor yang dapat memberikan prognosis

yang baik dan mempengaruhinya seperti:

* Usia tua

* Faktor pencetus jelas

* Onset akut

Page 19: Laporan Kasus Jiwa

* Riwayat sosial/pekerjaan pramorbid baik

* Gejala depresi

* Menikah

* Riwayat keluarga

* Gangguan mood

* Sistem pendukung baik

* Gejala positif

Sebaliknya, hal-hal berikut ini akan memberikan prognosis yang buruk

* Onset muda

* Tidak ada faktor pencetus

* Onset tidak jelas

* Riwayat sosial buruk

* Autistik

* Tidak menikah/janda/duda

* Riwayat keluarga skizofrenia

* Sistem pendukung buruk

* Gejala negatif

* Riwayat trauma prenatal

* Tidak remisi dalam 3 (tiga) tahun

* Sering relaps

* Riwayat agresif

Page 20: Laporan Kasus Jiwa

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. 2003. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.

2. Maharatih GA, Nuhriawangsa I, dan Sudiyanto A. 2010. Psikiatri Komprehensif. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

3. Maslim R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. PT Nuh Jaya: Jakarta.

4. Puri B.K., Laking P.J., Treasaden I.H., 2011, Buku Ajar Psikiatri edisi 2. Jakarta: EGC.

5. Ikawati, Zullies. 2009. Zullies Ikawati’s Lecture Notes : Skizophrenia. Yogyakarta: UGM

6. Maramis WF dan Maramis AA. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2.

Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR. Airlangga University Press : Kampus C

UNAIR, Surabaya