laporan kasus keratomikosis
DESCRIPTION
ilmu kesehatan mataTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Umur : 34 tahun
JenisKelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Makassar / Indonesia
RM : 634851
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Sinjai
Tgl. Pemeriksaan : 29 Oktober 2013
RumahSakit : Poliklinik Mata Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo
Dokter Pemeriksa : dr. S
ANAMNESIS
KeluhanUtama :Nyeri pada mata kiri
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak ± 20 hari yang lalu, awalnya mata kiri kemasukan debu saat
OSI mengendarai motor. Gatal (+), mata merah (+), nyeri (+), sulit membuka
mata (+), air mata berlebih (+), rasa mengganjal (+), silau (+), rasa berpasir (+),
kotoran mata berlebih (+).
Riwayat HTdan riwayat DM tidak diketahui, riwayat alergi (-). Riwayat
berobat di Puskesmas Sinjai 2 minggu yang lalu dan diberikan salep mata.
1
TANDA VITAL
Status Generalis : Sakit sedang/ Gizi baik/ Composmentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,8 C
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
1. Inspeksi
PEMERIKSAAN OD OSPalpebra Edema (-) Edema (-)Apparatus lakrimalis Lakrimasi (-) hiperlakrimasi (+)Silia Normal Sekret (+)
Konjungtiva Hiperemis (-)Hiperemis (+), mixed injeksi (+)
Bola mata Normal NormalKornea Jernih Keruh
Bilik Mata Depan Normal Sulit dievaluasi
Iris Coklat, kripte (+) Sulit dievaluasiPupil Bulat, sentral Sulit dievaluasiLensa Jernih Sulit dievaluasi
2
Mekanisme Muskular Ke segala arah Ke segala arah
2. Palpasi
PEMERIKSAAN OD OSTensi Okuler Tn TnNyeri Tekan (-) (-)Massa Tumor (-) (-)Glandula Preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran
3. Tonometri
Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Visus
- VOD : 6/9,6 - VOS : 1/~
5. Campus visual : Tidak dilakukan pemeriksaan
6. Color sense : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Light sense : Tidak dilakukan pemeriksaan
8. Penyinaran oblik
3
00
0
0
0
00 0
0
0
0
00
0
00
No Pemeriksaan Oculus Dextra Oculus Sinistra1
2
345
6
Konjungtiva
Kornea
Bilik Mata DepanIrisPupil
Lensa
Hiperemis (-)
Jernih
NormalCokelat, kripte (+)Bulat, sentral, refleks cahaya (+)Jernih
Hiperemis (+),Mixed injeksi (+)
Kornea keruh di daerah sentral sampai parasentralSulit dievaluasiSulit dievaluasi Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
9. Slit lamp :
- SLOD: Konjungtiva hiperemis (-) kornea jernih, iris cokelat, kripte
(+), pupil bulat, sentral RC (+), lensa jernih.
- SLOS: Konjungtiva hiperemis (+), mixed injeksi (+), kornea keruh
didaerah sentral meluas sampai ke parasentral searah jarum
jam 1 sampai jam 5, tes flouresens (+), iris& detail lain sulit
dievaluasi.
10. Tes Fluoresensi : (+) tampak kornea keruh didaerah sentral meluas
sampai ke parasentral.
4
11. Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% : (+) ditemukan hifa
12. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
RESUME
Seorang laki-laki 34 tahun datang ke poliklinik RSWS dengan keluhan nyeri pada
mata kiri.Dialami sejak ± 20 hari yang lalu, awalnya mata kiri kemasukan debu
saat OSI mengendarai motor. Gatal (+), hiperemis (+), nyeri (+), sulit membuka
mata (+), hiperlakrimasi(+), rasa mengganjal (+), fotophobi (+), rasa berpasir (+),
secret berlebih (+). Riwayat berobat ke Puskesmas Sinjai 2 minggu yang lalu dan
diberikan salep mata.
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan, inspeksi tampak konjungtiva OS
hiperemis (+) disertai injeksi konjungtiva (+) dan injeksi perikorneal (+), pada
silia sekret (+), apparatus lakrimalis hiperlakrimasi (+), kornea keruh (+), BMD
dan detail lain sulit dievaluasi. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD : 6/9,6
VOS: 1/~. Pada pemeriksaan tes flouresens (+), dan tes KOH (+).
Pada pemeriksaan slit lamp didapatkan pada mata kiri konjungtiva
hiperemis (+), injeksi konjungtiva (+), injeksi perikornea (+), kornea keruh di
daerah sentral meluas sampai daerah parasentral searah jarum jam 1 sampai jam
5, tes flouresens (+), iris dan detail lainsulit dievaluasi.
5
DIAGNOSIS
OS Keratomikosis
Differential Diagnosis
OS Keratitis Bacterial
TERAPI
Terapi Topikal
C. Natacen 5% ED 6x1 gtt OS
C. Tropin 0,5% 2x1 gtt OS
Terapi Oral
Na Diclofenak 50 mg 2x1
PROGNOSIS
1.Quo ad vitam : Bonam
2.Quo ad sanationem : Dubia
3.Quo ad visam : Dubia
4. Quo ad cosmeticum : Dubia
DISKUSI
Dari anamnesis pada pasien ini didapatkan keluhan nyeri pada mata
kiri yangdialami sejak ± 20 hari yang lalu, akibat kemasukan debu saat
OSI mengendarai motor. Gatal (+), mata merah (+), nyeri (+),
hiperlakrimasi (+), rasa mengganjal (+), fotofobia (+), rasa berpasir (+),
sekret (+).
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan, inspeksi tampak konjungtiva OS
hiperemis (+) disertai injeksi konjungtiva (+) dan injeksi perikorneal (+), pada
silia sekret (+), apparatus lakrimalis hiperlakrimasi (+), kornea keruh (+),
BMDdan detail lain sulit dievaluasi. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD :
6/9,6 VOS: 1/~. Pada pemeriksaan tes flouresens (+), dan tes KOH (+).
6
Pada pemeriksaan slit lamp didapatkan Konjungtiva hiperemis (+), injeksi
konjungtiva (+), injeksi perikornea (+), kornea keruh didaerah sentral meluas ke
daerah parasentral searah jarum jam 1 sampai jam 5, tes flouresens (+), iris dan
detail lain sulit dievaluasi.
Berdasarkan hasil anamnesis, hasil pemeriksaan oftalmologi, serta
pemeriksaan penunjang tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien
menderita oculi sinistra keratomikosis.
Keratomikosis merupakan suatu infeksi kornea yang disebabkan oleh
jamur. Biasanya dimulai dengan suatu ruda paksa pada kornea oleh bahan-
bahan organik seperti ranting pohon dan bagian tumbuh-tumbuhan
lainnya. Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah dengan pesat dan
dianggap sebagai akibat sampingan pemakaian antibiotik dan
kortikosteroid yang tidak tepat. Predisposisi utama adalah para petani yang
menggunakan alat pemotong rumput atau sejenisnya dilapangan berumput
tanpa memakai pelindung mata. Kotikosteroid merupakan faktor utama
lainnya yang mengaktivasi jamur dan meningkatkan virulensi jamur
dengan mengurangi resistensi kornea terhadap infeksi.
Dari anamnesis didapatkan predisposisinya adalah pekerjaan pasien
yaitu petani disertai dengan riwayat mata kemasukan sesuatu. Gejala yang
dirasakan oleh pasien adalah berupa nyeri pada mata kiri, gejala nyeri
terjadi oleh karena kornea memiliki banyak serabut saraf nyeri sehingga
setiap lesi pada kornea baik superfisial maupun dalam akan memberikan
rasa sakit dan rasa sakit ini diperhebat oleh adanya gesekan palpebra pada
kornea. Pasien juga mengeluhkan kadang-kadang mata terasa berair, rasa
mengganjal dan sering silau jika melihat cahaya, Fotofobia yang terjadi
biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang meradang. Dilatasi
pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada
ujung serabut saraf pada kornea. Blefarospasme merupakan renjatan otot
m orbicularis oculi akibat adanya spasme iris.
7
Fotofobia yang terjadi mengakibatkan gangguan pembiasan cahaya
pada retina tidak pada satu titik dikarenakan adanya kekeruhan pada
kornea sebagai media refrakta, hal ini juga menyebabkan terjadinya
penglihatan kabur pada pasien disebabkan oleh karena adanya defek pada
kornea sehingga menghalangi refleks cahaya yang masuk ke media
refrakta, terutama jika letaknya di sentral.
Ditemukan juga hiperlakrimasi karena yang mempersarafi apparatus
lakirimalis sama dengan yang mempersarafi kornea, yaitu N.Trigeminus
cabang I sehingga apabila terjadi inflamasi di kornea maka berpengaruh
pada apparatus lakirimalis. Injeksi perikorneal yang merupakan pelebaran
pembuluh darah perikorneal atau arteri siliaris anterior serta injeksi
konjungtiva yang merupakan pelebaran arteri konjungtiva posterior yang
terjadi akibat adanya infeksi.
Pada pemeriksaan fisis ditemukan penurunan visus pada mata yang
mengalami infeksi oleh karena adanya defek pada kornea sehingga
menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke media refrakta.
Pada pemeriksaan slit lamp BMD, iris, pupil, lensa sulit dinilai
akibat adanya kekeruhan pada kornea. Hiperemis didapatkan oleh karena
adanya injeksi konjungtiva dan perikornea.
Pada pemeriksaan tes flouresensi tampak seluruh permukaan kornea
keruh akibat terdapat defek pada epitel kornea yang menyebabkan
hilangnya sebagian permukaan kornea ditandai dengan warna hijau pada
daerah yang defek dan warna biru oleh daerah yang intak. Pemeriksaan
fluoresense menggunakan fluoresein yaitu bahan yang berwana orange
yang bila disinari gelombang biru akan memberikan gelombang hijau.
Bahan larutan ini dipakai untuk melihat terdapatnya defek epitel kornea,
fistel kornea atau yang disuntikkan untuk dibuat foto pembuluh darah
retina.
Berbeda dengan keratitis bacterial, dari anamnesis dan pemeriksaan
fisis umumnya didapatkan kondisi yang mengancam penglihatan. Secara
8
klinis onset nyerinya sangat cepat disertai dengan injeksio konjungtiva,
fotofobia dan penurunan visus pada pasien dengan ulkus kornea bakterial,
inflamasi endotel, tanda reaksi bilik mata depan, dan hipopion sering ada.
Pada pemeriksaan mikroskopik KOH 10% ditemukan hifa yang
membantu untuk menentukan mikroorganisme penyebab defek kornea
serta penegakan diagnosis untuk menyingkirkan differensial diagnosis.
Penatalaksanaan topikal yang diberikan adalah tetes mata anti fungi
natamycin suspensi ophthalmic 5% golongan polyene, yang bersifat
spectrum luas terhadap fungal filamentaous yang disebabkan oleh
fussarium spp yang paling umum penyebab keratomikosis, dengancara
melisiskan membran jamur.
Obat oral yang diberikan adalah Na. diclofenak adalah obat
golongan antiinflamasi nonsteroid yang mempunyai efek antiinflamasi,
analgesik, dan antipiretik.Mekanisme kerjanya adalah dengan
penghambatan sintesa prostaglandin. Natrium diklofenak diabsorbsi secara
cepat dan lengkap setelah pemberian peroral dan kadar puncak dalam
plasma dicapai dalam 2 - 3 jam.
Keratomikosis diobati dengan antimikotik seperti nistatin, dan lain-
lain.Jika pengobatan topikal tidak memberikan efek perbaikan, dapat
dilakukan keratoplasti.Penyulit yang dapat terjadi pada keratomikosis
adalah endoftalmitis.
9
KERATOMIKOSIS
I. PENDAHULUAN
Kornea adalah salah satu media refrakta sehingga manusia dapat melihat.
Seorang ahli mata dapat melihat struktur dalam mata karena kornea bersifat jernih
dan memiliki daya bias sebesar 43D.(1)
Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme berupa bakteri, jamur dan virus dan bila terlambat di
diagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan
stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas. (2)
Infeksi jamur pada kornea atau keratomikosis merupakan masalah
tersendiri secara oftalmologik, karena sulit menegakkan diagnosis
keratomikosis ini, padahal keratomikosis cukup tinggi kemungkinan
kejadiannya sesuai dengan lingkungan masyarakat Indonesia yang agraris
dan iklim kita yang tropis dengan kelembaban tinggi. Setelah diagnosis
ditegakkan, masalah pengobatan juga merupakan kendala, karena jenis
obat anti jamur yang masih sedikit tersedia secara komersial di Indonesia
serta perjalanan penyakitnya yang sering menjadi kronis.(3)
Keratomikosis adalah suatu infeksi kornea oleh jamur,
Keratomycosis disebut juga keratitis fungi yang merupakan infeksi jamur
yang menyerang kornea.(3)
II. EPIDEMIOLOGI
Insidens keratitis jamur di Amerika Serikat bervariasi menurut
lokasi geografi dan rata – rata 2% kasus keratitis di New York, 35% di
florida. Spesies Fusarium penyebab infeksi jamur pada kornea yang paling
umum di Amerika Selatan (45-76% fungal keratitis), spesies Candida and
Aspergillus lebih banyak di Amerika Utara. Pada tahun 2006, the Centers
for Disease Control andPrevention (CDC) menerima laporan dari
10
oftalmologist di New Hersey didapatkan 3 pasien dengan menggunakan
lensa kontak berhubungan dengan keratitis Fusarium. Secara internasional,
Aspergillus merupakan jamur terbanyak yang terisolasi pada kasus
keratitis jamur. Keratomikosis lebih sering ditemukan pada laki – laki
dibanding perempuan dan lebih sering ditemukan pada pasien yang
mempunyai riwayat trauma ocular di luar rumah.(3)
III. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA
1. Anatomi
Gambar 1 : Anatomi kornea (1)
11
Kornea (latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang
menutup bola mata sebelah depan. Kornea ini disisipkan ke sklera di
limbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis.(4)
Permukaan kornea dibentuk oleh epitel skuamosanon keratin yang
dapat meregenerasi dengan cepat bila terjadi kerusakan.Dalam hitungan
jam,kerusakan epitel ditutup dengan migrasi sel dan pembelahan sel yang
cepat. Namun, ini terjadi bila stem sel limbus di limbus kornea tidak rusak.
Regenerasi kornea tidak akan berlangsung jika sel-sel ini rusak. Sebuah
epitel utuh berfungsi untuk melindungi bagian dalamnya terhadap infeksi,
kerusakan pada epitel akan memudahkan patogen untukmasuk ke mata.(1)
Kornea memiliki diameter horizontal 11 – 12 mm dan berkurang
menjadi 9 – 11 mm secara vertikal oleh adanya limbus. Kornea dewasa
rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi.
Kornea memiliki tiga fungsi utama: (5)
1. Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan airmata
prekornea.
2. Transmisi cahaya dengan minimal distorsi, penghamburan dan absorbsi.
3. Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu
penampilan optikal.
Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lapisan yang terdiri atas: (6)
1. Epitel
Tebalnya 50µm, terdiri atas lima atau enam lapis sel epitel tidak bertanduk
yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel
gepeng. Lapisan tersebut dibagi menjadi lapisan sel basal: sel kuboid
dimana pembelahan sel terjadi. Wing sel: lapisan kedua adalah berbentuk
sayap agar sesuai dengan permukaan anterior sel basal yang bulat. Sel
superfisial: tiga lapisan sel berikutnya menjadisemakin menyatu karena
12
aktivitas mitosis dalam lapisan sel basal.Sel-sel paling superfisial
melepaskan diri dari permukaan sebagaiproses normal.(6)
2. Membrana Bowman
1. Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.(1)
2. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.(1)
3. Stroma
Stroma adalah jaringan yang sangat braditrofik. Sebagai jaringan avascular.
Namun, avascular yang membuatnya menjadi situs istimewa untuk dilakukan
pencangkokan. Kornea transplantasi dapat dilakukan tanpa mengambil
jaringan sebelumnya. Peningkatan risiko penolakan hanya perlu dikhawatirkan
jika kornea resipien memiliki vaskularisasi yang mungkin terjadi setelah
cedera kimia atau peradangan. Pada beberapa kasus pencangkokan
memerlukan terapi imunosupresif dengan cyclosporin.(1)
4. Dua’s Layer
Gambar 2 : Dua’s Layer (14)
13
Para ilmuwan telah menemukan sebuah lapisan yang sebelumnya tidak
diketahui pada mata manusia. Lapisan tersebut disebut dua’s layer, struktur
tipis tetapi kuat, ketebalannya hanya 15 mikron.(14)
Lapisan ini dinamai penemunya, Harminder Dua, seorang profesor
optalmologi dan ilmu visual Universitas Nottingham. Dua mengatakan bahwa
temuan ini tidak hanya mengubah pengetahuan mengenai anatomi mata
manusia, tetapi juga akan membuat operasi lebih aman dan sederhana pada
pasien dengan cedera di lapisan ini. Dua’s layer menambahkan lima lapisan
kornea sebelumnya.(14)
5. Membrana Descemet (1)
a. Membran aselular, merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel
endotel dan merupakan membran basalnya.
b. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.
Membrana descement adalah membran pada posterior kornea yang
berdekatan dengan bilik mata depan.
c. Membran descement merupakan membran yang relatif kuat yang akan
mempengaruhi bentuk ruang anterior bahkan bila stroma kornea telah
benar-benar rusak. Karena merupakan membran basal, jaringan yang
hilang akan diregenerasi oleh sel endotel fungsional.
6. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal
20-40 um.Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidesmosom dan zonula okluden.Endotelium kornea bertanggung
jawab atas transparansi kornea. Endotelium kornea tidak mengalami
regenerasi, kerusakan endothelium akan ditutup oleh pembesaran sel dan
migrasi sel.(1)
14
Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus.
Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata.Setiap
kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis
ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens
disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan bola mata involunter. Trias yang
terdiri atas penutupan mata involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi
(epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera
kornea. (1)
2. Fisiologi Kornea
Fungsi utama kornea adalah sebagai membran protektif dan sebuah “jendela”
yang dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi kornea dimungkinkan
oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang bersifat deturgescence.
Deturgescence, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh
pompa aktif bikarbonat dari endothelium dan fungsi penghalang dari epitel dan
endotel. Endotelium lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan
kimia atau kerusakan fisik pada endotelium ini jauh lebih serius daripada
kerusakan epitel. Penghancuran sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan
hilangnya transparansi. Di sisi lain, kerusakan epitel hanya bersifat sementara,
edema lokal dari stroma kornea yang membersihkan ketika sel-sel epitel
beregenerasi. Penguapan air dari film air mata precorneal menghasilkan
hipertonisitas film, bahwa proses dan penguapan langsung adalah faktor-faktor
yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan
dehidrasi (4)
Penetrasi kornea utuh oleh obat adalah bifasik. Zat yang larut dalam lemak
dapat melewati epitel utuh danzat larut dalam air dapat melewati stroma utuh.
Untuk melewati kornea, obat harus memiliki kemampuan larut dalam lemak dan
larut dalam air.(4)
Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur
jaringan yang braditrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti
15
penyembuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa)
diperoleh dari 3 sumber, difusi dari kapiler – kapiler disekitarnya, difusi dari
humor aquous, dan difusi dari film air mata.(1)
Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap lembut
dan membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan kasar
dan pasien akan melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat pada
film air mata juga melindungi mata dari infeksi.(1)
Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus.
Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata.Setiap
kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis
ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens
disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan bola mata involunter. Trias yang
terdiri atas penutupan mata involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi
(epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera
kornea. (1)
IV. ETIOLOGI
Keratomikosis infeksi jamur yang biasanya dimulai dengan suatu
ruda paksa pada kornea oleh ranting pohon dan bagian tumbuh-tumbuhan.
Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah dengan pesat dan dianggap
sebagai akibat sampingan pemakaian antibiotik dan kortikosteroid yang
tidak tepat.(4)
Ulkus biasanya disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun,
dan infeksi.Beratnya penyakit juga ditentukan oleh keadaan fisik pasien,
besar, dan virulensi inokulum. Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri,
jamur, amuba, dan virus.(5) Jamur dengan frekuensi tertinggi penyebab
keratitis fungal adalah Aspergillus dan Candida Albicans.(1)
Keratitis jamur bisa terjadi setelah trauma kornea yang disebabkan
oleh tumbuh – tumbuhan atau bahan organik.(1)
16
Etiologi keratitis fungal secara ringkas dapat dibedakan: (8)
1. Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler dengan cabang-
cabang hifa.
a. Jamur bersepta: Fusarium spp, Acremonium spp, Aspergillus spp,
Cladosporium spp, Penicillium spp, Paecilomyces spp, Phialophora spp,
Curvularia spp, Altenaria spp.
b. Jamur tidak bersepta: Mucor spp, Rhizopus spp, Absidia spp.
2. Jamur ragi (yeast)
Jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas: Candidaalbicans,
Cryptococcus spp, Rodotolura spp.
3. Jamur difasik
Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang pada media perbiakan
membentuk miselium: Blastomices spp,Coccidiodidies spp, Histoplasma spp,
Sporothrix spp.
V. PATOFISIOLOGI
Keratomikosisdapat terjadi setelah memprena paparan bahan
tanaman ke dalam mata.,biasanyaAspergillus fusarium dan spesies
Cephalosporium. Pada pasien lemah atau pasien imunosupresi, infeksi
jamur cenderung lebih disebabkan oleh Candida dan ragi lainnya.(9)
Trauma dengan bahan-bahan dari tanaman atau tumbuhan faktor
resiko yang penting dari keratitis fungal.Predisposisi utama adalah para
petani yang menggunakan alat pemotong rumput atau sejenisnya yang
menggunakan peralatan mesin dilapangan berumput, tanpa memakai
pelindung mata. Trauma dihubungkan dengan penggunaan kontak lensa
yang merupakan faktor resiko umum yang lain untuk terjadinya keratitis
17
fungal. Kortikosteroid topikal adalah faktor resiko mayor lainnya,
Kortikosteroid topikal mengaktivasi dan meningkatkan virulensi jamur
dengan mengurangi resistensi kornea terhadap infeksi. Meningkatnya
penggunaan kortikosteroid topical selama akhir dekade ke-empat
merupakan implikasi mayor penyebab meningkatnya insiden keratitis
fungal selama periode tersebut.(10)
Selain itu, penggunaan kortikosteroid sistemik bisa mensupresi
respon sistem imun, karena itu merupakan predisposis terjadinya keratitis
fungal. Faktor resiko lainnya adalah termasuk operasi kornea (contohnya
keratoplasti dan keratotomi radial), dan keratitis kronis (contohnya herpes
simpleks, herpes zoster, atau vernal/ konjungtivitis alergi).(10)
Kebanyakan organisme fungi yang dihubungkan dengan infeksi
pada mata terdapat dimana-mana, organisme saprofit dan telah dilaporkan
sebagai penyebab infeksi pada literature ophtalmologi. Jamur yang di
isolasi telah dapat diklasifikasikan kedalam grup: Moniliaceae (jamur
berfilamen tidak berpigmen, termasuk didalamnya spesies Fusarium dan
Aspergillus), Dematiaceae (Jamur berfilamen berpigmen, termasuk
didalamnya spesies Curvularia and Lasiodiplodia), dan yeasts (termasuk
didalamnya spesies Candida).(3)
Jamur mencapai kedalam stroma kornea melalui kerusakan pada
epithelium, kemudian memperbanyak diri dan menyebabkan nekrosis pada
jaringan dan menyebabkan reaksi inflamasi.Kerusakan pada epitelium
biasanya disebabkan dari trauma (contohnya, penggunaan kontak lensa,
benda asing, operasi kornea).Organisme dapat menembus kedalam
membran descment yang intak dan mencapai bagian anterior atau segmen
posterior. Mikotoksin dan enzim proteolitik menambah kerusakan jaringan
yang ada.(3)
Keratitis fungal juga dapat terjadi sekunder dari endophthalmitis
fungal.Pada kasus ini, organisme jamur dari segmen posterior menembus
18
membran Descemet dan masuk kedalam stroma kornea. Akumulasi ini
dapat dilihat dalam bentuk klinis dan dapat ditemukan pus atau
pembentukan abses. Organisme dan respon host berkontribusi terhadap
kerusakan kornea, termasuk ulserasi(3)
Ketika terjadi kerusakan pada epitel kornea yang terjadi oleh
karena adanya suatu agent dari luar yang menyebabkan terjadinya
perubahan menjadi patologi dimana proses terjadinya ulkus kornea dibagi
dalam empat fase, yaitu : infiltrasi, ulserasi aktif, regresi dan pembentukan
sikatrik.(13)
1. Stadium infiltrasi progresif
Stadium ini mempunyai karakter pada infiltrasinya dimana terdapat
polimorfonuklear dan/atau limfosit di dalam epitel yang berasal
darisirkulasi perifer yang dipacu oleh sel yang berasal dari batas disekitar
stroma ketika jaringan ini juga terkena efeknya.(13)
2. Stadium ulserasi aktif
Ulserasi aktif membuat nekrosis dan penipisan dari epitel, membrane
bowman dan stroma. Dinding yang mengalami ulserasi aktif membuat
lamela menjadi bengkak oleh karena adanya imbibisi dari cairan dan
penumpukan leukosit diantara lapisan tersebut.(13)
3. Stadium regresi
Regresi di induksi oleh mekanisme pertahanan tubuh alamiah dari tubuh
dan pengobatan yang sesuai dengan respon tubuh. Batas dermacationakan
tumbuh disekitar ulkus, yang mana mengandung leukosit dan fagosit serta
debris seluler nekrosis. Proses ini dibentuk oleh vaskularisasi superficial
yang meningkat oleh respon imun dan humoral.(13)
4. Stadium sikatrik
Pada stadium ini proses penyembuhan berlangsung oleh progresifitas
epitel yang akan membentuk penutup permanen. Derajat skar dari proses
penyembuhan bervariasi. Tergantung apabila hanya pada daerah
19
superficial dan hanya pada epitel. Ketika ulkus mengenai membrane
Bowman dan sedikt pada lamela stroma superficial maka akan
menimbulkan terjadinya scar yang disebut dengan nebula, yang terlihat
apabila hanya menggunakan slit lamp, macula (terlihat apabila
menggunakan pen light dengan cara iluminasi obliq), sedangkan leukoma
yang dapat terlihat secara langsung tanpa menggunakan alat.(13)
Gambar 3 stadium ulkus. (A) infiltrasi progresif
(B) ulserasi aktif, (C) regresi, (D) sikatrik(13)
VI. GEJALA KLINIS
20
Gambar 4 : keratitis fungi (2)
Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea sangat bervariasi,
tergantung dari penyebab dari ulkus itu sendiri.Gejala dari ulkus kornea
yaitu nyeri yang ekstrim oleh karena paparan terhadap nervus, oleh karena
kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea
menimbulkan rasa sakit dan fotopobia.Rasa sakit ini diperhebat oleh
gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap
sampai sembuh.Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan
membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan
penglihatan terutama jika letaknya di pusat. .(11)
Fotopobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris
beradang yang sakit.Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks
yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea.Fotopobia yang berat pada
kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena
hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik
berharga. Meskipun berairmata dan fotopobia umunnya menyertai
penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri
purulen.(7)
Gejala ulkus kornea jamur pada fase awal biasanya lebih ringan
dibandingkan dengan ulkus kornea bakteri dan bisa memberikan tanda
injeksio konjungtiva yang minimal atau tidak ada sama sekali. Lesi
superfisial kelihatan berwarna putih keabu-abuan, menonjol pada
permukaan kornea, mempunyai tekstur yang kering, kasar atau tidak rata
yang bisa dilihat pada saat kerokan diagnostik.Bisa juga ditemukan
infiltrat multifokal atau satelit, namun jarang dilaporkan.Sebagai
tambahan, bisa terjadi infiltrat stroma dalam epitelium yang intak. Plak
21
endotel/dengan hipopion juga bisa didapatkan jika infiltrat jamur cukup
besar atau dalam.(10)
Keratitis fungal memperlihatkan tidak ada kecenderungan untuk
umur, jenis kelamin atau ras. Kadang pasien memiliki riwayat trauma
kornea, biasanya dari bahan organik.(4) Termasuk dalam resiko tinggi
adalah trauma (benda asing, lensa kontak), penggunaan imunosupresan
sistemik atau pada mata, juga pada penyakit atau terapi dengan
immunosupresan (transplantasi organ) atau penggunaan terapi topikal
steroid, dan penggunaan antibiotik dalam jangka lama. Infeksi jamur juga
sangat sering ditemukan pada daerah pertanian dan lingkungan tropis.(3)
Keratitis fungal filemantous sering bermanifestasi sebagai warna
putih keabu-abuan, penampakan infiltrat kering sebagai bulu yang ireguler
atau tepi filamentous.Lesi-lesi superfisial tampak putih keabu-abuan diatas
permukaan kornea, kering, kasar, dan tekstur yang berpasir dapat dideteksi
dengan mengosok kornea. Kadang-kadang, multifokal atau infiltrat satelit
dapat ditemukan, walaupun jarang dilaporkan.(3)
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.(3)
1. Anamnesis
Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan
oleh pasien, dapat berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur, silau jika
melihat cahaya, kelopak terasa berat.Yang juga harus ditanyakan ialah adanya
riwayat trauma, kemasukan benda asing, pemakaian lensa kontak, adanya
penyakit vaskulitis atau autoimun, dan penggunaan kortikosteroid jangka
panjang.(3)
2. Pemeriksaan fisis
a. Visus
22
Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi
oleh karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi
cahaya yang masuk ke dalam media refrakta.(3)
b. Slit lamp(3)
Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan
pada kornea.Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva
ataupun perikornea. Tanda yang umum pada pemeriksaan slitlamp yang
tidak spesifik, termasuk didalamnya:
1. Injeksio konjungtiva Kerusakan epitel kornea
2. Supurasi
3. Infiltrasi stroma
4. Reaksi pada bilik depan
5. Hipopion
3. Pemeriksaan penunjang
a. Tes fluoresein.
Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan
kornea.Untuk melihat adanya daerah yang defek pada kornea. (warna hijau
menunjukkan daerah yang defek pada kornea, sedangkan warna biru
menunjukkan daerah yang intak).(4)
23
Gambar 5 : Keratomikosis(15)
b. Pewarnaan gram,KOH, dan kultur.(5)
Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh
jamur.kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada
beberapa kasus. Sangat membantu diagnosis pasti, walaupun bila negatif
belum menyingkirkan diagnosis keratomikosis.Yang utama adalah
melakukan pemeriksaan kerokan kornea.
c. Gambaran Histopatologi (5)
Pada pemeriksaan histopatologik dengan memeriksa apusan kornea
ditemukan adanya jamur.Hifa jamur berjalan parallel pada permukaan
kornea.Adanya komponen jamur yang mencapai stroma menunjukkan
tingkat virulensi kuman sangat tinggi dan biasanya berhubungan dengan
infeksi yang progresif.
VIII. PENATALAKSANAAN
Yang utama dalam terapi keratomikosis adalah mengenai jenis
keratomikosis yang dihadapi; bisa dibagi : (12)
a. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya.
b. Jamur berfilamen.
c. Ragi(yeast).
d. Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati.
Steroid topikal adalah kontra indikasi, terutama pada saat terapi
awal.Diberikan juga obat siklopegik (atropin) guna mencegah sinekia
posterior untuk mengurangi uveitis anterior.
Agen anti jamur dibagi kepada beberapa kelompok: (3)
1. Polyene termasuk Natamycin, Nystatin dan Amphotericin B.
Berdaya anti fungi dengan mengikat pada dinding sel fungi dan mengganggu
permeabilitas membran jamur sehingga terjadi ketidakseimbangan
intraseluler.Polyene dengan molekul kecil seperti Natamycin menyebabkan
24
lisis permanen pada membran dibanding perubahan reversibel oleh molekul
besar seperti Nystatin.Amphotericin B tidak larut dalam air dan tidak stabil
pada oksigen, cahaya, air, dan panas.Golongan ini mempunyai daya antifungi
spectrum luas tapi tidak efektif terhadap Actinomyces dan Nocardia.Golongan
ini efektif terhadap infeksi jamur tipe filamentosa dan yis.
a. Amfoterisin B merupakan obat pilihan untuk keratomikosis akibat yis dan
Candida. Dapat juga bermanfaat pada infeksi akibat filamentosa. Dosis
pemberian setiap 30 menit untuk 24 jam pertama, 1 jam untuk 24 jam
kedua, dan di tappering off sesuai dengan respon klinis tubuh pasien
terhadap obat. Tersedia secara komersial dan bila diragukan kestabilannya,
bisa dibuat dari preparat perenteral dengan mengencerkannya dengan
akuades. Obat ini juga dianjurkan untuk keratitis filamentosa kausa jamur
tipe Aspergillus sp.(3)
b. Natamycin (paramycin) bersifat spektrum-luas terhadap organisme
filamentosa seperti polyene lain, tetapi dilaporkan lebih efektif terhadap
Fusarium sp. Pengobatan topical hendaklah diberikan selama 6 minggu.(12)
2. Azole (imidazole dan triazole) termasuk ketaconazole, miconazole,
fluconazole, itraconazole, econazole, dan klotrimazole. Golongan Imidazol,
dan ketokonazole dilaporkan efektif terhadap Aspergillus, Fusarium, dan
Candida. Tersedia secara komersial dalam bentuk tablet. Ketoconazole oral
(200-600 mg/hari) dapat dipertimbangkan sebagai terapi adjuntiva pada
keratomikosis filamentosa berat, dan fluconazole oral (200-400 mg/hari)
untuk keratitis yeast berat. Itraconazole oral (200 mg/hari) mempunyai kesan
spektrum-luas terhadap semua Aspergillus sp dan Candida tetapi kerja yang
bervariasi terhadap Fusarium. (11)
a. Azole menghambat sintesa ergosterol pada konsentrasi rendah dan pada
konsentrasi tinggi bekerja merusak dinding sel. (3)
b. Fluconazole dan ketoconazole oral di absorbsi secara sistemik dan terdapat
dalam kadar yang bagus di bilik mata depan dan kornea, maka
pemberiannya harus dipertimbangkan sebagai penanganan keratomikosis
25
yang lebih lanjut. Karena kedua obat tersebut dapat berpenetrasi dengan
baik ke dalam jaringan okuler, ia merupakan pilihan pengobatan bagi
keratitis kausa filamentosa dan yis. Pemberian obat tersebut juga melihat
kepada kedalaman penetrasi jamur ke dalam stroma.(3)
Dosis dewasa 200-400 mg/d. Antimikotik sistemik diberikan pada kasus
keratitis berat atau endoftalmitis. Apabila terjadi perburukan atau semakin
bertambahnya infeksi pada kornea walaupun terlah mendapatkan
pengobatan anti fungi yang maksimum maka perlu di lakukan operasi.(3)
Kelas obat yang digunakan untuk pengobatan keratitis jamur
termasuk antibiotik polyene (nistatin, amphoterecin B, natamycin); analog
pyrimidine (flucytosine); imidazole (clortrimazole, miconozole, econazole,
ketoconazole); triazoles (fluconazole, itraconazole); dan sulfadiazine.
Natamycin hanya dapat diberikan secara topical; obat lain dapat diberikan
dari bermacam jalur yang ada. Steroid kontraindikasi karena akan terjadi
eksaserbasi penyakit.(3)
Natamycin 5% direkomendasikan untuk terapi pada kebanyakan
kasus keratitis fungal filamentaous, terutama yang disebabkan oleh
fusarium spp, agen penyebab yang paling umum pada keratitis fungi
eksogen yang terdapat di area lembab di Amerika Selatan.Mikonazole
topikal 1% (10 mg/ml) merupakan obat terpilih memberantas
Paecilomyces lilacinum. Kebanyakan klinisi dan bukti penelitian
menyarankan amphotericin B (0,15%-0,3%) sangat berkhasiat pada
pengobatan keratitis yang disebabkan oleh fungal tipe yeast. Ketokonazole
oral (200-600 mg/hari) bisa digunakan untuk tambahan terapi pada
beberapa keratitis fungal tipe filamentous, dan fluconazole (200-400mg/
hari) untuk beberapa keratitis fungal tipe yeast.(10)
Terapi konservatif berupa hospitalisasi direkomendasikan sebagai
terapi awal ketika memulai terapi sebagai terapi jangka panjang tak
teratur.Terapi sistemik hanya diindikasikan pada kasus yang melibatkan
26
intraokular. Pada kasus lain akan berespon baik dengan terapi topikal
antifungi seperti natamycin, nystatin, dan amphotericin B. Terapi
pembedahan. Keratoplasti diindikasikan ketika kerusakannya gagal
berespon atau pada terapi konservatif respon sangat lambat dan pada terapi
keadaan menjadi lebih buruk. Teknik ini dilakukan apabila ulkusnya lebih
dalam atau deep injury dimana kerusakan kornea menimbulkan
terbentuknya jaringan ikat sehingga menimbulkan kekeruhan pada kornea,
dimana akan menghalangi cahaya yang menuju ke retina. Corneal
Scrapping, dilakukan pada ulkus superficial, dimana pada ulkus tersebut
dapat ditangani dengan menggunakan metode ini, dimana
penyembuhannya cepat dan tidak menimbulkan scar.(4)
IX. DIAGNOSA BANDING
1. Keratitis bakterial
Gambar 6 : keratitis bakterial(2)
Bakterimerupakan penyebab paling banyak ulkus kornea. Organisme
yang biasanya terlibat yaitu Pseuomonas aeroginosa,Staphylococcus aureus,
S. epidermidis. Streptococcuspneumoniae, Haemophilus influenza dan
Moraxella catarrhalis.Neiseria species, Corynebacterium dhiptheriae, K.
aegyptus dan Listeria merupakan agen berbahaya oleh arena dapat
berpenetrasi ke dalam epitel kornea yang intak.Karakteritik klinik ulkus
27
kornea oleh karena bakteri sulit untuk menentukan jenis bakteri sebagai
penyebabnya, walaupun demikian secret yang berwarna kehijauan dan bersifat
mukopurulen khas untuk infeksi oleh karena P. aerogenosa.Kebanyakan ulkus
kornea terletak di sentral, namun beberapa terjadi di perifer.(5)
Meskipun awalnya superfisial, ulkus ini dapat mengenai seluruh
kornea terutama jenis P.aeroginosa.Batas yang maju menunjukkan ulserasi
aktif dan infiltrasi, sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh. Biasanya
kokus gram positif, Staphylococcus aureus, S. Epidermidis, Streptococcus
pneumonia akan memberikan gambaran tukak yang terbatas, berbentuk bulat
atau lonjong, berwarna putih abu – abu pada anak tukak yang supuratif, daerah
kornea yang tidak terkena akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat
infiltrasi sel radang. Bila tukak disebabkan oleh P. Aeroginosa makan tukak
akan terlihat melebar secara cepat, bahan purulent berwarna kuning hijau
terlihat melekat pada permukaan tukak.(3)
Infeksi bakteri umumnya kondisi yang mengancam penglihatan.
Secara klinis onset nyerinya sangat cepat disertai dengan injeksio konjungtiva,
fotofobia dan penurunan visus pada pasien dengan ulkus kornea bakterial,
inflamasi endotel, tanda reaksi bilik mata depan, dan hipopion sering ada.
Penyebab infeksi tumbuh lambat, organisme seperti mycobakteria atau bakteri
anaerob infiltratnya tidak bersifat supuratif dan lapisan epitel utuh.
Penggunaan kortikosteroid, kontak lensa, graf kornea yang telah terinfeksi
kesemuanya merupakan predisposisi terjadinya infeksi bacterial.(5)
2. Keratitis viral
28
Gambar 5 : Keratitis herpes simplex(6)
Oleh virus, ulkus lebih sering disebabkan oleh virus Herpes simpleks,
Herpes Zoster, Adenovitus.Herpes virus menyebab kanulkus dendritik yang
bersifat rekuren pada tiap individu, akibat reaktivasi virus laten di gangglion
Gasserian, serta unilateral.Pada virus Herpes simpleks, biasanya gejala dini
dimulai dengan injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel
dipermukaan epitel kornea, kemudian keadaan ini disusul dengan bentuk
dendritik serta terjadi penurunan sensitivitas dari kornea. Biasanya juga
disertai dengan pembesaran kelejar preaurikuler.(4)
Pada keratitis yang disebabkan oleh virus memberikan gambaran
seperti infiltrat halus berbintik-bintik pada daerah depan kornea, biasanya
bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihat gejala kelainan konjungtiva ataupun
tanda akut.(4)
X. KOMPLIKASI
Ulkus kornea dapat berkomplikasi dengan terjadinya perforasi
kornea walaupun jarang. Hal ini dikarenakan lapisan kornea semakin tipis
dibanding dengan normal sehingga peningkatan tekanan intraokuler dapat
mencetuskan terjadinya ulkus kornea.Pembentukan jaringan parut kornea
menghasilkan kehilangan penglihatan parsial maupun kompleks.
Terjadinya neovaskularisasi dan astigmatisme ireguler, penipisan kornea,
sinekia anterior, sinekia posterior, glaucoma, dan katarak juga bisa terjadi.(4)
Keratitis fungal dapat berperan utama untuk infeksi berat yang
melibatkan setiap struktur intraokular dan dapat membuat hilangnya
penglihatan atau kehilangan mata. Perforasi kornea jarang terjadi dan
endophthalmitis sekunder telah dilaporkan.(3)
XI. PROGNOSIS
29
Prognosis tergantung pada beberapa faktor, termasuk luasnya
kornea yang terlibat, status kesehatan pasien (contohnya
immunocompromised), dan waktu penegakkan diagnosis klinis yang
dikonfirmasi dengan kultur di laboratorium.Pasien dengan infeksi ringan
dan diagnosis mikrobiologi yang lebih awal memiliki prognosis yang baik;
bagaimana pun, kontrol dan eradikasi infeksi yang meluas didalam sklera
atau struktur intraokular sangat sulit. Diperkirakan satu dari ketiga infeksi
jamur gagal terapi pengobatan atau perforasi kornea.(3)
DAFTAR PUSTAKA
1. Lang GK. Cornea.Ophthalmology A Short Textbook Atlas. 2nd edition.
Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 115-117
2. Coster DJ. Corneal Ulceration. In Fundamentals of Clinical Opthalmology.
BMJ Book London. p. 41-64
3. Singh D. Fungal keratitis. Medscape Reference; 2013 [updated October 27,
2011; cited 2013 15 June].
4. Biswell R. Kornea. : Vaughan D, Asbury T, Riordon-Eva P. Oftalmologi
Umum. 17 ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2012. p. 152-49.
5. Sudan R, Sharma Y. In Keratomycosis: Clinical diagnosis, Medical and
Surgical Treatment. Article Review 2003
30
6. K.Weng Sehu et all. Opthalmologic Pathology. Blackwell Publishing. UK.
2005. p.62-66.
7. Biswell R. Cornea. In: Vaughan D, Asbury T, Riordon-Eva P. General
Ophthalmology. 16th edition. Connecticut ; Appleton & Lange; 1999. p. 119-
41.
8. Externa Disease and Cornea. New York: American Academy of
Ophthalmology; 2011.
9. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of Ophtalmology.
Thieme. 2006. p. 100-101.
10. Externa Disease and Cornea. New York: American Academy of
Ophthalmology; 2011. P. 164-7
11. Rhee DJ, Coblyka, Rapuano CJ, Sobrin L. Opthalmogic Drug Guide.
Springer. Boston p34-39
12. Watson A, Daya S. Infective Complications Following Lasik In Cornea and
External Eye Disease. Editors. T Reinhard, Larkin. Springer p158-159
13. Khurana A. Disease of the cornea. In: Khurana A, editor. Comperhensive
ophtalmology. 4 ed. New Delhi: New Age International,. Ltd; 2007.p. 89-96.
14. Sergio Prostak. Scientists Discover Previously Undetected Layer in Human
Eye-Dua’s Layer. Sci-News Reference; 2011-2013 [updated 2013 June 12;
cited 2013 June 12].
15. Caceres V. Fluconazole used to fight Fungal Keratitis. Eye World
Contributing Megazine. 2013.
31
32