laporan kasus neurologi
DESCRIPTION
laporan kasus neurologi - stroke iskemikTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. Erlina Tanjung
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 41 tahun
Suku bangsa : Padang
Agama : Islam
Alamat : Jl. Bromo gg. Azizah No.9
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT
TanggalMasuk : 30 januari 2016
ANAMNESIS
Keluhan utama
Kepala terasa berputar
Riwayat penyakit sekarang
OS datang ke RSHM dengan keluhan pusing seperti berputar yang dirasakan sejak ±
6 hari SMRS. Saat pusing OS sulit untuk membuka mata karena akan bertambah rasa
berputarnya. Rasa pusing diikuti muntah setelahnya. Rasa pusing ini dirasakan OS
sangat cepat < 1 menit. OS menyangkal adanya perubahan posisi ataupun sikap
1
sebelum rasa pusing timbul. Riwayat nyeri kepala (-), muntah menyembur (-), kejang
(-), riwayat hipertensi (-), DM(-), trauma kepala (+), kolesterol (-)
Riwayat penyakit terdahulu : -
Riwayat penggunaan obat : -
ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : Dalam Batas Normal
Traktus Respiratorius : Dalam Batas Normal
Traktus Digestivus : Dalam Batas Normal
Traktus Urogenitalis : BAK (+)
Penyakit Terdahulu dan Kecelakaan : trauma kepala ± 5 tahun yang lalu
Intoksikasi dan Obat-obatan : -
ANAMNESA KELUARGA
Faktor Herediter : Tidak ada, disangkal
Faktor Familier : Tidak ada, disangkal
Lain-lain : Tidak ada
ANAMNESA SOSIAL
2
Kelahiran dan Pertumbuhan : Normal
Imunisasi : Tidak jelas
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Perkawinan dan Anak : Menikah, memiliki 3 anak.
3. PEMERIKSAAN JASMANI
PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 71x/i
Frekuensi Nafas : 24 x/i
Temperatur : 36 oC
Kulit dan Selaput Lendir : Dalam batas normal
Kelenjar Getah Bening : Dalam batas normal
Persendian : Dalam batas normal
KEPALA DAN LEHER
Bentuk dan Posisi : Bulat, Medial
Pergerakan : Dalam batas normal
Kelainan Panca Indera : -
3
Rongga mulut dan Gigi : Dalam Batas Normal
Kelenjar Parotis : Dalam batas normal
Desah : Tidak ada
Dan lain-lain : Tidak ada
RONGGA DADA DAN ABDOMEN
Paru-paru
1. Inspeksi : Simetris kanan = kiri
2. Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
3. Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
4. Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
5. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
6. Palpasi : Ictus cordis kuat angkat
7. Perkusi : Batas atas jantung ICS II, batas kanan linea sternalis kanan ICS IV, batas
kiri linea midclavicularis ICS IV
8. Auskultasi : HR 71 x/menit, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
9. Inspeksi : Simetris, datar
10. Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
4
11. Perkusi : Timpani
12. Auskultasi : Peristaltik (+) normal
GENITALIA
Toucher: Tidak dilakukan pemeriksaan
4. STATUS NEUROLOGI
SENSORIUM : Compos Mentis
KRANIUM
Bentuk : Normo chepali
Fontanella : Tertutup, keras
Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Transiluminasi : tidak dilakukan pemeriksaan.
PERANGSANGAN MENINGEAL
Kaku Kuduk : -
Tanda Kernig : -
Tanda Lasegue : -
5
Tanda Brudzinski I : -
Tanda Brudzinski II : -
PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
Muntah : -
Sakit Kepala : -
Kejang : -
5. SARAF OTAK/NERVUS KRANIALIS
NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meastus Nasi Sinistra
Normosmia : + +
Anosmia : - -
Parosmia : - -
Hiposmia : - -
NERVUS II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)
Visus TDP TDP
Lapangan Pandang
1. Normal : + +
2. Menyempit : - -
3. Hemianopsia : - -
4. Scotoma : - -
6
Refleks Ancaman : + +
Fundus Oculi : TDP TDP
NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)
Gerakan Bola Mata : Normal Normal
Nistagmus : - -
Pupil
1. Lebar : 3 mm 3 mm
2. Bentuk : bulat reguler bulat reguler
3. Refleks cahaya langsung : + +
4. Refleks cahaya tak langsung : + +
5. Rima Palpebra : 7 mm 7 mm
6. Deviasi Konjugate : - -
7. Fenomena Doll’s Eye : TDP TDP
8. Strabismus : - -
NERVUS V Kanan Kiri
Motorik
1. Membuka dan Menutup Mulut : + +
2. Palpasi otot masseter & temporalis : + +
3. Kekuatan gigitan : + +
7
Sensorik
4. Kulit : DBN DBN
5. Selaput lendir : DBN DBN
Refleks kornea
6. Langsung : + +
7. Tidak langsung : + +
Refleks Masseter : DBN DBN
Refleks Bersin : DBN DBN
NERVUS VII Kanan Kiri
Motorik
1. Mimik : Simetris Simetris
2. Kerut kening : + +
3. Menutup mata : + +
4. Meniup sekuatnya : + +
5. Memperlihatkan gigi : + +
6. Tertawa : + +
Sensorik
1. Pengecapan 2/3 lidah : TDP TDP
2. Produksi kelenjar ludah : DBN DBN
3. Hiperakusis : TDP TDP
8
4. Reflex stapedial : Tidak dilakukan Pemeriksaan
NERVUS VIII Kanan Kiri
Auditorius
1. Pendengaran : DBN DBN
2. Test Rinne : TDP TDP
3. Test Weber : TDP TDP
4. Test Schwabach : TDP TDP
Vestibularis
1. Nistagmus : - -
2. Reaksi Kalori : TDP TDP
3. Vertigo : + +
4. Tinnitus : + +
NERVUS IX, X
Pallatum mole : simetris
Uvula : Normal, medial
Disfagia: -
Disartria : -
Disfonia : -
Refleks Muntah : DBN
9
Pengecapan 1/3 belakang : SDN
NERVUS XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : + +
Fungsi otot sternokleidomastoideus : + +
NERVUS XII
Lidah
1. Tremor : -
2. Atrofi : -
3. Fasikulasi : -
Ujung lidah sewaktu istirahat : Medial
Ujung lidah sewaktu dijulurkan : Medial
6. SISTEM MOTORIK
Trofi : Normotrofi
Tonus : Normotonus
Kekuatan Otot :
ESD: 5 5 5 5 5 ESS: 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
10
EID: 5 5 5 5 5 EIS: 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Sikap (Duduk-Berdiri-Berbaring) : Berbaring
Gerakan Spontan Abnormal
1. Tremor : -
2. Khorea : -
3. Ballismus : -
4. Mioklonus : -
5. Ateotsis : -
6. Distonia : -
7. Spasme : -
8. Tic : -
9. Dan lain-lain : -
TES SENSIBILITAS
Eksteroseptif : DBN
Propioseptif : DBN
Fungsi kortikal untuk sensibilatas
1. Sterognosis : TDP
2. Pengenalan 2 titik : TDP
3. Grafestesia : TDP
11
REFLEKS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
1. Biceps : + +
2. Triceps : + +
3. Radioperiost : + +
4. APR : + +
5. KPR : + +
6. Strumple : + +
Refleks Patologis
1. Babinski : - -
2. Oppenheim : - -
3. Chaddock : - -
4. Gordon : - -
5. Schaeffer : - -
6. Hoffman – Tromner : - -
7. Klonus Lutut : - -
8. Klonus Kaki : - -
Refleks Primitif : - -
12
KOORDINASI
Lenggang : DBN
Bicara : DBN
Menulis : DBN
Percobaan Apraksia : DBN
Mimik : Simetris
Test telunjuk-telunjuk : DBN
Tes Telunjuk-hidung : DBN
Diadokhinesia : TDP
Tes tumit-lutut : TDP
Tes Romberg : TDP
VEGETATIF
Vasomotorik : DBN
Sudomotorik : DBN
Pilo – erektor : DBN
Miksi : +
Defekasi : +
Potens dan libido : Tidak dilakukan pemeriksaan
VERTEBRA
Bentuk
13
1. Normal : +
2. Scoliosis : -
3. Hiperlordosis : -
Pergerakan
1. Leher : DBN
2. Pinggang : DBN
TANDA PERANGSANGAN RADIKULER
Laseque : -
Cross Laseque : -
Tes Lhermitte : -
Test Naffziger : -
GEJALA-GEJALA SEREBELLAR
Ataksia : -
Disartria : -
Tremor : -
Nistagmus : -
Fenomena Rebound : -
Vertigo : +
Dan lain-lain : -
14
GEJALA-GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Tremor : -
Rigiditas : -
Bradikinesia : -
Dan lain-lain : -
FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif : Compos Mentis
Ingatan Baru : DBN
Ingatan Lama : DBN
Orientasi
Diri : normal
Tempat : normal
Waktu : normal
Situasi : normal
Intelegensia : normal
Daya pertimbangan : baik
Reaksi emosi : normal
15
Afasia
E kspresif : -
Represif : -
Apraksia : -
Agnosia
Agnosia visual : -
Agnosia jari-jari : -
Akalkulia : -
Disorientasi Kanan-kiri : -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium ( 22 Januari 201 6 )
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
1. Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin
Hitung Eritrosit
Hitung Leukosit
*8.4
*3.3
6.800
g/dl
106 /µL
/µL
12-16
3.9-5,6
4000-11000
16
Hematokrit
Hitung Trombosit
Index Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil
Basofil
N. Stab
N. Seg
Limfosit
Monosit
LED
2. Kimia Klinik
Fungsi Hati
AST (SGOT)
ALT (SGPT)
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
*25.8
321.000
*79.5
*25.8
32.5
1
0
*0
*81
*15
*3
*47
13
6
39
*1.96
%
/µL
fl
pg
%
%
%
%
%
%
%
mm/jam
U/I
U/I
mg/dl
mg/dl
36-47
150.000-450.000
80-96
27-31
30-34
1-3
0-1
2-6
53-75
20-45
4-8
0-20
<40
<40
20-40
0,6-1,1
17
DIAGNOSA
DIAGNOSIS FUNGSIONAL : Vertigo
DIAGNOSIS ETIOLOGI : Gangguan Keseimbangan
DIAGNOSIS ANATOMIK : Perifer
DIAGNOSIS KERJA : Vertigo ec Benign Paroxysmal Positional Vertigo
PENATALAKSANAAN
1. Bed rest
2. IVFD RL 20 gtt/I
3. Betahistin 3x6 mg
4. Flunarizin 2x5 mg
5. Paracetamol 3x500 mg
6. Meloxicam 1x15 mg
7. Laxadyne syr 2xCI
8. Latihan Manuver untuk BPPV
18
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Vertigo merupakan keluhan yang sangat mengganggu aktivitas kehidupan
sehari-hari. Sampai saat ini banyak hal yang dapat menimbulkan keluhan vertigo.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) sendiri adalah vertigo yang timbul bila
kepala mengambil posisi atau sikap tertentu. Serangan vertigo dapat dicetuskan oleh
perubahan sikap, misalnya bila penderita berguling di tempat tidur, menolehkan kepala,
melihat ke bawah, atau menengadah, BPPV merupakan vertigo yang berasal dari
kelainan perifer terbanyak, paling sering dijumpai di masyarakat, yaitu sekitar 30%
dimana wanita lebih sering terserang dibandingkan pria.
Biasanya vertigo yang dirasakan pada penderita BPPV dirasakan sangat berat,
berlangsung singkat, hanya beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya lebih
lama. BPPV bukanlah penyakit yang secara langsung membahayakan jiwa, tetapi apabila
gejalanya sering timbul dapat menimbulkan kecemasan pada penderita.. Keluhan dapat
disertai mual bahkan sampai muntah, sehingga penderita merasa khawatir akan timbul
serangan lagi, hal ini menyebabkan penderita sangat hati-hati dalam posisi tidurnya.
BPPV merupakan penyakit generatif yang idiopatik yang sering ditemukan,
kebanyakan diderita pada usia dewasa mudan dan usia lanjut. Trauma kepala
merupakan penyebab kedua terbanyak pada BPPV bilateral.
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Vertigo berasal dari kata latin vertere yang berarti memutar. Vertigo di dalam
kamus bahasa diterjemahkan sebagai pusing; untuk dizzy/dizziness dan giddy/giddiness
diterjemahkan ganar atau gayang. Berbagai macam definisi vertigo dikemukakan oleh
banyak pakar salah satunya yang dikemukakan Gowers tahun 1893, “Vertigo adalah
setiap gerakan atau rasa gerakan tubuh penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita
yang bersangkutan dengan kelainan sistem keseimbangan (ekuilibrium).
Ganar lebih mencerminkan keluhan rasa gerakan yang umum (tidak spesifik),
rasa goyah (unstable, unsteadiness), atau rasa disorientasi ruangan yang dapat dirasakan
sebagai putaran (turning) atau pusingan (whirling).
Gayang (giddiness) dikatakan sama dengan ganar atau merupakan suatu bentuk
vertigo yang intensif atau vertigo yang singkat.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan
perifer yang biasanya dicetuskan oleh perubahan sikap atau posisi penderita. Penderita
mengalami gangguan orientasi di ruangan dimana perasaan dirinya bergerak berputar
terhadap ruangan sekitarnya atau ruangan sekitarnya bergerak terhadap dirinya.
2.2 Epidemiologi
20
BPPV adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107
per 100.000 penduduk, dan lebih banyak pada wanita serta usia tua (51-57tahun) jarang
ditemukan pada orang berusia 35 tahun kebawah yang tidak memiliki riwayat cedera
kepala. BPPV sangat jarang ditemukan pada anak.
2.3 Etiologi
Pada sekitar 50% kasus penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa kasus
BPPV diketahui setelah mengalami jejas atau trauma kepala leher, infeksi telinga tengah,
atau operasi stapedektomi. Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan kelainan di
otokonial berupa deposit yang berada di kupula bejana semisirkuler posterior. Deposit
ini menyebabkan bejana menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi yang menyertai
keadaan posisi kepala yang berubah. Penyebab utama BPPV pada orang dibawah umur
50 tahun adalah cedera kepala. Pada orang yang lebih tua, penyebab utamanya adalah
degenerasi sistem vestibuler pada telinga tengah. BPPV meningkat dengan semakin
meingkatnya usia. Selain itu disebutkan juga bahwa BPPV dapat merupakan suatu
komplikasi dari operasi implant maksilaris.
1. Patofisiologi
Patofisiologi BPPV dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan BPPV.
Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium karbonat dari fragmen
otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi,
menempel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semisirkularis
posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal
ini analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini
menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring
partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa
21
pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada
tes Dix-Hallpike). Kanalis semisirkularis posterior berubah posisi dari inferior ke inferior,
kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan
pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang
menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
2. Teori Canalolithiasis
Tahun 1980 Epley mengemukakan teori canalolithiasis, partikel otolith bergerak bebas di
dalam kanalis semisirkularis. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini
berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala
direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sampai ± 90° di sepanjang lengkung
semisirkularis. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan
menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing.
Pembalikan waktu rotasi kepala ditegakkan kembali, terjadi pembalikan pembelokan
kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model
gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada didalam banm ketika ban
bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitas. Jatuhnya
kerikil tersebt memicu organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori
cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan “delay” (latency)
nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika
mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam
menimbukan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yang dapat menerangkan konsep
kelelahan “fatigability” dari gejala pusing.
1. Diagnosis
Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan inset akut kurang dari 10-20 detik akibat
perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi
22
lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang dan membungkuk.
Vertigo bisa diikuti dengan mual.
2. Pemeriksaan Fisik
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada
evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah Dix-Hallpike
dan Tes Kalori.
1. Dix-Hallpike. Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah
dengan leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan
vertigo dan untuk melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya adalah sebagai
berikut :
1. Pertama-tama jelaskan pada pasien tentang prosedur pemeriksaan dan vertigo
mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.
2. Pasien didudukan dekat bagian ujung tempat pemeriksa, sehingga ketika posisi
terlentang kepala ekstensi ke belakang 30°-40°, pasien diminta tetap membuka
mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
3. Kepala diputar menengok ke kanan 45° (jika kanalis semisirkularis yang terlibat).
Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, jika ia memang
sedang berada di kanalis semisirkularis posterior.
4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala pasien, pasien direbahkan
hingga kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik.
6. Komponen cepat nistgamus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan ipsilateral.
7. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang
berlawanan dan pasien mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.
23
8. Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45° dan
seterusnya.
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi
nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang
timbulnya lambat, ±40detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari 1
menit bila sebabnya kanalithiasis, pada kupulolithiasis nistagmus dapat
terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat akan timbul
bersamaan dengan nistagmus.
9. Tes Kalori. Tes kalori ini dianjurkan oleh Dick dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2
macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30°C, sedangakan suhu air
panas adalah 44°C. Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-
masing 250ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama
nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa
telingan kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas,
lalu telinga kanan. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kanan atau kiri; air
dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit (untuk
menghilangkan pusingnya).
10. Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium seperti elektrolit, glukosa, darah, dan tes fungsi tiroid mengidentifikasi
penyebab vertigo kurang dari 1% pasien dengan pusing. Tes laboratorium tersebut
mungkin cocok ketika pasien dengan vertigo menunjukkan gejala atau tanda yang
menunjukkan adanya kondisi penyebab lainnya. Audiometri membantu menegakkan
diagnosis penyakit Meniere.
Neuroimaging sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan vertigo yang memiliki
tanda dan gejala neurologis, faktor resiko penyakit kardiovaskular, atau kehilangan
pendengaran unilateral yang progresif. Pada suatu strudi, 40% pasien dengan pusing dan
tanda-tanda neurologis memiliki abnormalitas relevan menunjukkan lesi sistem saraf
pusat pada MRI kepala.
24
Namun tes-tes tersebut tidak diindikasikan pada pasien BPPV; biasanya tidak diperlukan
untuk mendiagnosa neuritis vestibular akut atau penyakit Meniere. Radiografi
konvensional atau prosedur crosssectional imaging dapat untuk mendiagnosa vertigo
servikal pada pasien dengan riwayat yang mengarah ke diagnosis ini.
2.6 Diagnosa Banding
1. Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya merupakan suatu
kelainan klinis dimana pasien mengeluhkan pusing berat dengan mual, muntah yang
hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala-gejala ini menghilang dalam 3-4
hari. Sebagian pasien perlu di rawat di rumah sakit untuk mengatasi gejala dan
dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan
ketidakseimbangan selama beberapa bulan, serangan episodik dapat berulang. Pada
fenomena ini biasanya tidak ada perubahan pendengaran.
2. Labirinitis
Labirinitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme telinga dalam.
Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda. Proses dapat akut atau
kronik, serta toksis atau supuratif. Labirinitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada
struktur di dekatnya, dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak bedanya.
Labirinitis toksis biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular.
Hal ini diduga disebabkan oleh produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan
disebabkan oleh organisme hidup. Labirinitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri
akut yang meluas ke dalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan
pendengaran dan fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirinitis kronik dapat
timbul dari berbagai sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau
perubaha-perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin.
3. Penyakit Meniere
25
Penyakit meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui, dan
memiliki trias gejala yang khas yaitu; gangguan pendengaran, tinitus, dan serangan
vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.
2.7 Penatalaksanaan
1. Terapi Simptomatik
Tatalaksana yang paling tepat pada vertigo adalah mengatasi penyebab utamanya. Jika
etiologi tidak dapat diketahui, maka diindikasikan terapi simptomatik. Selain itu, terapi
ini juga dapat diindikasikan pada serangan vertigo akut. Terdapat 2 golongan obat yang
umum digunakan dalam terapi simptomatik dari vertigo, yaitu supresan vestibular dan
antiemesis.
Supresan vestibular bekerja pada tingkat neurotransmitter yang terlibat dalam
perambatan impuls antar neuron vestibular. Obat biasanya diberikan secara oral dan
efek akan muncul setelah 30 menit. Namun, pada serangan vertigo akut yang parah,
obat ini bisa diberikan secara intramuskular atau intravena. Efek samping umum dari
obat ini adalah mulut kering dan sedasi. Pembagian dari obat supresan vestibular adalah
sebagai berikut:
1. Antihistamin, seperti meklizin (25-100 mg per oral) dan difenhidramin (25-50 mg
per oral 3-4 kali sehari; 10-50 mg IM/IV dosis tunggal 4-6 kali sehari, maksimal
400 mg sehari).
2. Antikolinergik, seperti skopolamin (0,5 mg transdermal efektif untuk 3 hari)
3. Fenotiazin, seperti prometazin (12,5-25 mg per oral/ per rectal/ IM/ IV 4-6 kali
sehari sesuai kebutuhan) dan proklorperazin (5-10 mg per oral/ IM 4-6 kali
sehari; 10 mg sediaan lepas berkala 2 kali sehari; dan 5-25 mg per rectal).
4. Benzodiazepin, seperti diazepam (2-10 mg per oral 2-4 kali sehari; 5-10 mg IM/
IV) dan lorazepam (2-6 mg per oral dalam 2-3 dosis terpisah).
26
Antiemesis merupakan antagonis kolinergik dan antagonis dopaminergik sentral
yang diduga dapan mencegah dan menghambat pusat muntah. Biasanya obat-
obat antiemesis menimbulkan efek samping yang berat terutama pada pasien
muda. Efek samping simptomatik yang biasa ditimbulkan obat ini adalah
parkinsonisme, akatisia, distonia, dan diskinesia. Obat-obatan yang termasuk
antiemesis adalah proklorperazin, metoklopramid (10-15 mg per oral 4 kali
sehari sebelum makan), trimetobenzamid (250 mg per oral 3-4 kali sehari; 200
mg IM/ per rectal 3-4 kali sehari), dan droperidol (2,5-10 mg IM/ IV).
5. Terapi untuk BPPV
Beberapa manuver seperti manuver Epley, manuver Semont, manuver Brandt-Daroff
dan manuver Lempert dapat digunakan sebagai terapi untuk BPPV. Manuver ini juga
dirasakan lebih efektif daripada medikamentosa. Cara melakukan manuver Epley adalah
pasien diminta duduk dan dimiringkan kepalanya sebesar 45° ke salah satu telinga lalu
pasien dibaringkan ke belakang dengan cepat sehingga kepalanya menggantung 45°
dibawah garis horizontal selama 20 detik. Pasien kemudian dimiringkan kepalanya 90°
ke arah telinga yang berlawanan selama 20 detik dan pasien diminta melengkungkan
badan ke arah dia menghadap tadi selama 20 detik. Setelah itu pasien kembali ke posisi
duduk dan harus tegak minimal 45° dalam 24 jam ke depan.
27
Cara
melakukan manuver Brandt-Daroff adalah pasien diminta duduk tegak lalu berbaring
miring dengan kepala menghadap ke atas dan mempertahankan posisi tersebut selama
30 detik. Pasien kemudian kemballi duduk tegak selama 30 detik dan diminta berbaring
miring ke sisi yang berlawanan dengan sisi ketika pasien berbaring miring sebelumnya
dengan kepala menghadap ke atas dan mempertahankan posisi tersebut selama 30
detik. Setelah itu pasien kembali duduk tegak selama 30 detik. Manuver Brandt-Daroff
dilakukan di rumah tiga kali sehari selama dua minggu. Setiap latihan dilakukan 5 kali
28
manuver. Tiap manuver membutuhkan waktu 2 menit. Efektifitas manuver ini mencapai
95% meskipun manuver ini lebih sulit dibandingkan manuver Epley.
Cara melakukan manuver Semont kurang lebih sama seperti manuver Brandt-Daroff,
hanya saja pasien dari sisi menyamping ke sisi lainnya tidak perlu kembali ke posisi
duduk terlebih dahulu.
Menurut penelitian, manuver Epley lebih efektif dibandingkan dengan manuver Semont
dan manuver Brandt-Daroff. Ketiga manuver ini lebih efektif untuk tatalaksana BPPV
kanalis posterior. Sedangkan untuk BPPV kanalis horizontal, manuver yang paling efektif
adalah manuver Lempert. Cara melakukannya dengan memiringkan kepala pasien 90° ke
kanan (jika yang terkena telinga kanan), kemudian diputar 90° ke kiri 4 kali, dimana
setiap perputaran, posisi ditahan selama 10-30 detik. Kemudian bagian punggung pasien
29
diputar sehingga dalam keadaan berbaring dengan kepala ditahan oleh pemeriksa dan
dengan cepat pasien diminta untuk duduk.
Ada
terapi
pembedahan untuk pasien dengan BPPV, namun terapi ini hanya dilakukan pada sedikit
pasien. Pasien-pasien ini gagal untuk dilakukan manuver reposisi dan tidak terdapat
patologi intrakranial pada pemeriksaan imaging. Pilihan operasi utama yang dilakukan
adalah oklusi kanalis semisirkularis posterior. Dilakukan mastoidektomi standar dan
terlihat kanalis semisirkularis posterior. Membran kanal disumbat dengan otot, fascia,
atau tulang kepala, atau diruntuhkan dengan laser. Penyumbatan mencegah gerakan
debris dan endolimfe untuk mendefleksikan kupula. Mungkin terdapat kehilangan
pendengaran sementara yang biasanya sembuh. Tingkat keberhasilan pada oklusi
kanalis semisirkularis posterior ini tinggi. Selain itu juga ada teknik bedah yang lebih
menantang dengan resiko lebih tinggi untuk pendengaran melibatkan ablasi suplai saraf
kanalis semisirkularis posterior melalui neurektomi tunggal.
30
2.8 Prognosis
BPPV memiliki onset akut dan remisi lebih dari beberapa bulan. Namun hampir
30% pasien memiliki gejala lebih dari satu tahun. Kebanyakan pasien membaik dengan
manuver reposisi. Pasien akan mengalami rekuren dan remisi yang tidak dapat
diprediksi, dan angka terjadinya rekurensi dapat 10-15% per tahun. Pasien-pasien ini
dapat dibantu dengan manuver reposisi yang berulang. Pasien dapat beradaptasi
dengan tidak melakukan posisi tertentu untuk mencegah vertigo.
31
BAB III
KESIMPULAN
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah vertigo yang timbul bila
kepala mengambil posisi atau sikap tertentu. Serangan vertigo dapat dicetuskan oleh
perubahan sikap, misalnya bila penderita berguling di tempat tidur, menolehkan kepala,
melihat ke bawah, atau menengadah, BPPV merupakan vertigo yang berasal dari
kelainan perifer terbanyak, paling sering dijumpai di masyarakat, yaitu sekitar 30%
dimana wanita lebih sering terserang dibandingkan pria.
Tatalaksana yang paling tepat pada BPPV adalah mengatasi penyebab
utamanya. Jika etiologi tidak dapat diketahui, maka diindikasikan terapi simptomatik.
Selain itu, terapi ini juga dapat diindikasikan pada serangan vertigo akut. Beberapa
manuver seperti manuver Epley, manuver Semont, manuver Brandt-Daroff dan manuver
Lempert dapat digunakan sebagai terapi untuk BPPV. Manuver ini juga dirasakan lebih
efektif daripada medikamentosa.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono, Mahar. Stroke in Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta. Dian
Rakyat. 2010 : 273-293.
2. Derwanto, George. Stroke/Gangguan Peredaran Darah Otak in Suwono WJ,
Riyanto B, Turana Y. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta. EGC. 2009 : 24-36.
33
3. Stroke Iskemik available from www.repository.usu.ac.id
4. Ginsberg, Lionel. Stroke in Safitri A, Astikawati R. Lecture Note Neurologi Edisi
ke-8. Jakarta. Erlangga. 2008 : 89-99.
5. Sjahrir H. Stroke Iskemik. Medan. Penerbit Yandira Agung Medan. 2003. 1-7
6. Mansjoer, Arif. Strok in Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran Edisi Ketiga Jilid ke-2. Jakarta. Media Aesculapius. 2000 : 17-26.
7. Aliah A, Kuswara FF, Limoa, et all. Gambaran Umum tentang Gangguan
Peredaran Darah Otak (GPDO) in Harsono DSS. Kapita Selekta Neurologi.
Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. 2007 : 81-102.
34