laporan kasus paru
DESCRIPTION
okTRANSCRIPT
Laporan Kasus
“CA BRONKOGENIK”
Oleh :
NIA SARI NASTITI LUBIS
NURHASANAH
M. LEFI PERDANA
PEMBIMBING
dr. ERNETI AZIZ, Sp.P
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
BAGIAN ILMU PENYAKIT PARU
RSUD KOTA SIAK SRI INDRAPURA
2016
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Segala puji syukur penulis panjatkan atas rahmat dan nikmat Allah
SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “CA
BRONKOGENIK”. Laporan kasus ini diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti ilmu
penyakit paru di RSUD Tengku Rafi’an Siak Sri Indrapura
Dalam menyelesaikan laporan kasus ini penulis banyak mendapat bantuan
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak hingga akhirnya laporan kasus ini dapat
selesai tepat pada waktunya. Oleh karena itu sepantasnya penulis mengucapkan terima
kasih kepada dokter pembimbing dr. Erneti aziz, Sp.P dari bagian Ilmu Penyakit paru
RSUD Tengku Rafi’an Siak Sri Indrapura atas bimbingannya selama menjalani kepanitraan
klinik bagian Penyakit paru dan dapat menyelesaikan penulisan dan pembahasan laporan
kasus ini.
Dalam penulisan ini, penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, penulis mohon maaf atas segala kesalahan, sehingga kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun sangat dibutuhkan untuk kesempurnaan penulisan
laporan kasus berikutnya.
Siak Sri Indrapura, 20 Juni 2016
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................................4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi....................................................................................................................6
II.2 Etiologi....................................................................................................................7
II.3 Faktor risiko.............................................................................................................7
II.4 Patogenesis..............................................................................................................10
II.5 Manifestasi klinis.....................................................................................................10
II.6 Deteksi dini..............................................................................................................13
II.7 Diagnosis.................................................................................................................14
II.8 Klasifikasi................................................................................................................19
II.9 Pengobatan...............................................................................................................24
II.10 Pencegahan............................................................................................................29
II.11 Prognosis................................................................................................................29
BAB III ILUSTRASI KASUS...........................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................42
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lebih dari 90% tumor paru-paru merupakan tumor ganas, dan sekitar 95% tumor
ganas ini termasuk karsinoma bronkogenik. Karsinoma bronkogenik adalah tumor
malignan yang timbul dari epithelium bronchial. Karsinoma sel bronkiolar/ alveolar berasal
dari kantung udara (alveoli) di paru-paru. Kanker ini bisa merupakan pertumbuhan tunggal,
tetapi sering kali menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru.
Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi. Di USA, ditemukan satu dari
tiga kasus kematian akibat kanker disebabkan karena kanker paru, dimana kurang lebih
170.000 kasus ditemukan tiap tahunnya. Kelangsungan hidup 5 tahun sebesar 14%, kanker
paru menyebabkan kematian lebih banyak dibandingkan kanker colorectal, payudara dan
prostate.
Di USA tahun 2000 dilaporkan 164.100 kasus, dimana hanya 1% pasien kanker
paru berusia < 30 tahun, 10% berusia > 70 tahun, rata-rata usia terbanyak pada usia 60
tahun. Di Inggris ditemukan 40.000 kasus, Sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4
kanker terbanyak. Di RS kanker Dharmais Jakarta tahun 1998 tumor paru menduduki
urutan ke 3 sesudah kanker payudara dan leher rahim. Karena sistem pencatatan kita yang
belum baik, prevalensi pastinya belum diketahui tetapi klinik tumor dan paru di rumah sakit
merasakan benar peningkatannya. Di negara berkembang lain dilaporkan insidensinya naik
dengan cepat, antara lain karena konsumsi rokok berlebihan seperti di Cina yang
mengkonsumsi 30% rokok dunia. Sebagian kanker paru mengenai pria (65%), life time risk
1:13 dan pada wanita 1:20.
4
Karsinoma bronkogenik merupakan salah satu penyebab utama kematian. Menurut
data WHO 1 juta dari 6 juta orang meninggal di seluruh dunia karena penyakit ini. Pria
lebih banyak terkena daripada wanita dengan 5 years survival rate < 15%. Insidens tertinggi
terjadi pada usia antara 55-65 tahun peningkatan ini dipercaya ada hubungannya dengan
makin tingginya kebiasaan merokok sigaret.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kanker Paru (Karsinoma Bronkogenik) adalah tumor malignan yang timbul dari
Bronkus. Tumor seperti ini adalah epidermoid, biasanya terletak dalam bronki yang besar.
Atau mungkin adenokarsinoma, yang timbul jauh di luar paru. Lebih dari 90% kanker paru-
paru berawal dari bronki (saluran udara besar yang masuk ke paru-paru), kanker ini disebut
karsinoma bronkogenik, yang terdiri dari: Karsinoma sel skuamosa, Karsinoma sel kecil
atau karsinoma sel gandum, Karsinoma sel besar Adenokarsinoma.
Karsinoma sel alveolar berasal dari kantong udara (alveoli) di paru-paru. Kanker ini
bisa merupakan pertumbuhan tunggal, tetapi seringkali menyerang lebih dari satu daerah di
paru-paru. Tumor paru-paru yang lebih jarang terjadi adalah: Adenoma (bisa ganas atau
jinak) Hamartoma kondromatous (jinak) Sarkoma (ganas) Limfoma merupakan kanker dari
sistem getah bening, yang bisa berasal dari paru-paru atau merupakan penyebaran dari
organ lain.
Banyak kanker yang berasal dari tempat lain menyebar ke paru-paru. Biasanya
kanker ini berasal dari payudara, usus besar, prostat, ginjal, tiroid, lambung, leher rahim,
rektum, buah zakar, tulang dan kulit.
6
2.2 Etiologi
Seperti kanker lainnya penyebab pasti dari kanker paru belum diketahui, tetapi
paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan
faktor penyebab utama di samping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik dan
lain-lain6.
Terjadinya karsinoma paru berkaitan erat dengan rokok dan polusi udara. Merokok
merupakan faktor risiki utama dari sekitar 90% kasus kanker paru-paru pada pria dan
sekitar 70% pada wanita. Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap, semakin besar resiko
untuk menderita kanker paru-paru.
2.3 Faktor risiko
1. Merokok
Lebih dari 80% dari kanker paru-paru adalah akibat dari merokok. Perokok
memiliki risiko sepuluh kali lipat lebih besar untuk menderita kanker paru
dibandingkan non perokok. Setiap tahunnya , 3000 orang dewasa yang merupakan
perokok pasif meninggal karena kanker paru7. Orang yang sudah berhenti merokok
memiliki resiko yang lebih rendah terkena kanker paru dibandingkan dengan perokok
aktif, tetapi orang dengan riwayat perokok mempunyai faktor resiko lebih tinggi
dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai riwayat merokok8.. Hasil statistik
dan observasi klinik menunjukkan adanya hubungan positif antara rokok dan kanker
paru. Bukti statistik menunjukkan bahwa 87 % kanker paru terjadi pada perokok aktif
ataupun yang baru berhenti. Pada sejumlah studi retrospektif, beberapa hal yang
mempengaruhi frekuensi terjadinya kanker paru diantaranya jumlah konsumsi rokok
tiap harinya, kecenderungan untuk menghisap dan lamanya kebiasan merokok tersebut6.
Tar yang dihasilkan rokok merupakan bahan karsinogenik, menempel pada mukosa
saluran nafas dan dalam waktu yang lama menimbulkan perubahan sel epitel : silia
7
epitel menghilang, sel cadangan hiperplasia dan mengalami metaplasia sel skuamos.
Lambat laun sel epitel berubah dalam bentuk displasia dan kemudian menjadi
karsinoma dalam bentuk berbagai tipe histopatologi6.
2. Marijuana
Marijuana mengandung tar dalam jumlah yang lebih banyak daripada rokok. Karena
penggunaan marijuana dilakukan dengan cara menghisap dalam, maka tar yang dihisap
akan semakin banyak dibandingkan dengan menghisap rokok sehingga tar tersebut akan
semakin bertahan lama di dalam paru-paru9.
3. Bahan industri
Beberapa paparan zat industri tertentu meningkatkan risiko berkembangnya kanker
paru. zat-zat terkait dengan kanker paru-paru diantaraya uranium, arsenic, vinyl
chloride, chromates nikel, batu bara produk, mustard gas, kloromethyl ethers, bensin,
dan solar. Radiasi ion pada pekerja tambang uranium dengan dosis tinggi merupakan
karsinogenik6, 10. Paparan terhadap asbes adalah faktor risiko yang signifikan untuk
suatu jenis kanker paru-paru . Pekerja asbes yang merokok memiliki resiko 50-100 kali
menderita kanker paru-paru. Asbestos sering menimbulkan mesotelioma
4. Penyakit paru-paru
Beberapa penyakit paru-paru, seperti TBC, meningkatkan kemungkinan terjadinya
kanker paru, terutama di daerah paru yang telah mengalami fibrosis. Seseorang yang
telah mendapatkan pengobatan kanker paru lebih besar kemungkinan untuk menjadi
kanker paru berulang.
8
5. Diet
Diet juga dapat menjadi faktor risiko untuk kanker paru-paru. Beberapa laporan
telah menunjukkan bahwa diet rendah dalam buah-buahan dan sayuran dapat
meningkatkan kesempatan mendapatkan kanker 11.
6. Faktor Genetik
Risiko kanker paru-paru mungkin akan lebih tinggi jika orang orang tua, saudara
kandung , atau anak-anak telah terkena kanker paru-paru. Factor ini bisa datang dari
satu atau banyak hal, seperti kebiasaan merokok dalam keluarga dimana situasi yang
seperti ini dapat menjadikan anggota keluarga yang tidak merokok menjadi seorang
perokok aktif. Pada beberapa orang ada juga yang mendapatkan warisan gen kanker
dari orangtuanya8.
Kanker paru secara klinis dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : Karsinoma sel
kecil dan karsinoma non sel kecil. onkogenOnkogen yang terlibat dalam proses
terjadinya kanker paru diantaranya c-MYC, K-RAS, EGFR dan HER-2/neu. Tumor
suppressor genes yang paling sering terinaktivasi meliputi p53, RB, p16INK4a, and
multiple loci on chromosome 3p. Mutasi dari p53 merupakan hal yang paling sering
terjadi pada baik karsinoma sel kecil ataupun karsinoma non sel kecil. Pada karsinoma
sel kecil, sering terjadi perubahan pada c-MYC dan RB, sedangkan pada karsinoma non
sel kecil berhubungan dengan mutasi pada RAS dan p16INK4a.
7. Polusi udara
Polusi udara juga berperan penting dalam meningkatnya insiden kanker paru saat
ini.Polusi udara tidak hanya didapat dari outdoor melainkan indoor juga sangat
berpengaruh. Polusi udara indoor diantaranya disebabkan oleh radon.12,13
9
Mekanisme patogenesisnya melalui proses inhalasi dan deposisi pada bronkus. Pada
beberapa negara, polusi udara meningkatkan risiko kanker paru-paru. Tetapi risiko ini
jauh lebih sedikit daripada yang disebabkan oleh merokok14
2.4 Patogenesis
Sama halnya dengan kanker pada tempat-tempat lain, karsinoma paru didasari oleh
adanya abnormalitas genetik yang menyebabkan berubahnya epitel bronkus menjadi
jaringan neoplasma. Sebuah sel normal dapat menjadi sel kanker apabila oleh berbagai
sebab yang menyebabkan ketidakseimbangan antara fungsi onkogen dengan gen tumor
supresor dalam proses tumbuh dan kembangnya sebuah sel. Perubahan atau mutasi gen
yang menyebabkan terjadinya hiperekspresi onkogen dan atau kurang/hilangnya fungsi gen
tumor supresor menyebabkan sel tumbuh dan berkembang tak terkendali. Perubahan ini
berjalan dalam beberapa tahap atau yang dikenal dengan proses multistep carcinogenesis.
Perubahan pada kromosom, misalnya hilangnya heteroginiti kromosom atau LOH juga
diduga sebagai mekanisme ketidaknormalan pertumbuhan sel pada sel kanker. Dari
berbagai penelitian telah dapat dikenal beberapa onkogen yang berperan dalam proses
karsinogenesis kanker paru, antara lain gen myc, gen k-ras. Sedangkan kelompok gen
tumor supresor antara lain gen p53, gen rb15.
2.5 Manifestasi Klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala berarti dalam
stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat:
a. Lokal (tumor tumbuh setempat) :
Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
Hemoptisis
Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
Atelektasis 6.
10
b. Invasi lokal :
Nyeri dada
Dispnea karena efusi pleura
Invasi ke pericardium terjadi tamponade atau aritmia
Sindrom vena kava superior
Sindrom horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
Suara serak karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis
servikalis 6.
c. Gejala metastasis :
Pada otak, tulang, hati, adrenal
Limfadenopati servikal dan supraklavikula
11
d. Sindrom paraneoplastik : terdapat pada 10 % kanker paru, dengan gejala:
Sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam
Hematologi: leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
Hipertrofi osteoartropati
Neurologic: dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
Neuromiopati
Endokrin: sekresi berlebihan hormone paratiroid
Dermatologic: eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
Renal: SIADH (syndrome of inappropriate andiuretic hormone)6.
e. Asimtomatik dengan gejala radiologis
Sering pada perokok dengan PPOK yang terdeteksi secara radiologis
Kelainan berupa nodul soliter
12
2.6 Deteksi Dini
Deteksi kanker paru biasanya dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang. Diteksi dini dilakukan pada subyek dengan resiko tinggi3.
Laki-laki , dengan usia lebih dari 40 tahun , perokok
Paparan industri tertentu.
dengan satu atau lebih keluhan : batuk darah, batuk kronik, berat badan menurun,
nyeri dada.
Golongan yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif dengan gejala-
gejala diatas dan riwayat tentang anggota keluarga dengan penyakit paru bisa dijadikan
pertimbangan yang berarti.
National Cancer Institute (NCI) di USA menganjurkan skrining dilakukan setiap 4
bulan dan terutama ditujukan pada laki-laki >40 tahun, perokok >1 bungkus per hari
dan atau bekerja di lingkungan berpolusi yang memungkinkan terjadinya kanker paru
(pabrik cat, plastik, asbes, dll)6.
13
Skema : Alur Diagnosis Deteksi Dini Kanker Paru
2.7 Diagnosis
a. Keluhan utama:
Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen) lebih dari 3
minggu
Batuk darah
Sesak napas
Suara serak
Nyeri dada yang persisten
14
Sulit / sakit menelan
Benjolan di pangkal leher
Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa
nyeri yang hebat.
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah keluhan akibat metastasis di luar paru,
seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau
patah tulang. Ada pula keluhan yang tidak khas seperti :
Berat badan berkurang
Nafsu makan hilang
Demam hilang timbul
Sindrom paraneoplastik, seperti hypertrophic pulmonary osteoartheopathy,
trombosis vena perifer dan neuropatia.
Keluhan ringan terjadi pada mereka yang masih dalam stage dini yaitu stage
I dan II. Data di Indonesia maupun laporan negara maju kebanyakan kasus kanker
paru terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada stage lanjut (stage III dan IV).
(IPD)
b. Pemeriksaan penunjang
a) Foto rontgen dada dapat mendeteksi 61 % tumor paru. Pada kanker paru,
pemeriksaan foto rontgen dada ulang diperlukan juga untuk menilai
doubling time-nya. Kebanyakan kanker paru mempunyai doubling time
antara 37 – 465 hari. Bila doubling time > 18 bulan, berarti tumor benigna.
Tanda-tanda tumor benigna lainnya adalah lesi berbentuk bulat konsentris,
solid, dan adanya kalsifikasi yang tegas. Pemeriksaan foto rontgent dada
dengan cara tomografi lebih akurat menunjang kemungkinan adanya tumor
paru, bila dengan cara foto dada biasa tidak dapat memastikan keberadaan
tumor.
15
Pemeriksaan CT scan pada torak lebih sensitif daripada pemeriksaan foto
dada biasa, karena bisa mendeteksi kelainan atau nodul dengan diameter minimal 3
mm, walaupun positif palsu untuk kelainan sebesar itu mencapai 25 – 60 %. Bila
fasilitas ini memungkinkan, pemeriksaan CT scan dapat digunakan sebagai
pemeriksaan skrining kedua setelah foto dada biasa.
16
Pola Foto Rontgen Dada Berdasarkan Gambaran HistologiSquamous cell carcinoma
Small cell
Adeno carcinoma
Large cell
Masa hilar atau perihilar
40 % 78 % 17 % 32 %
Lesi parenkim< 4 cm> 4 cm
9 %19 %
21 %8 %
45 %26 %
18 %41 %
Obstruksi, pneumonitis, kolaps, atau konstriksi daerah peripleural
31 % 32 % 74 % 65 %
Mediastinal enlargement
2 % 13 % 3 % 10 %
b) Sitologi sputum menemukan sel kanker pada sputum atau dahak penderita,
hasil positif biasanya ditemukan jika kanker ada di dalam saluran napas.
Kepositifan pemeriksaan ini < 10% dan sangat bergantung pada tehnik
pasien membantukkan dahak yang akan diperiksa. Dahak yang diperiksa
harus dahak segar pagi hari dan segera dibawa ke laboratorium patologi
anatomi untuk diproses.
c) Bronkoskopi adalah pemeriksaan visual dari cabang-cabang tenggorokan
dan paru-paru yang dilakukan oleh spesialis penyakit paru dengan
menggunakan ruang lingkup yang fleksibel. Bronkoskopi menggunakan
sikat kecil untuk mengumpulkan sel-sel dari lapisan jaringan sistem
pernafasan, bilasan dari jaringan pernapasan untuk analisis sel, dan biopsi
(pengangkatan dan pemeriksaan dalam jumlah kecil jaringan). Jika
bronkoskopi masih unrevealing, atau "negatif," jarum biopsi dapat
dilakukan.
d) Biopsi jarum, dengan panduan CT, dapat dilakukan pada area yang
mencurigakan pada paru-paru atau pleura. Aspirasi jarum halus (FNA)
17
menggunakan jarum, ramping berongga yang melekat pada jarum suntik.
Jarum dimasukkan ke dalam massa mencurigakan dan itu mendorong maju
mundur untuk membebaskan beberapa sel, yang disedot (dibuat) ke dalam
jarum suntik dan yang dioleskan pada slide kaca untuk analisis. jarum besar,
atau biopsi inti, menggunakan besar lubang jarum untuk mendapatkan
sampel jaringan untuk analisis.
e) Bone scan juga dapat dilakukan untuk menyingkirkan kecurigaan metastasis
ke tulang. Metastasis adalah proses dimana sel-sel kanker melepaskan diri
dari perjalanan, tumor asli, dan tumbuh dalam bagian tubuh lainnya.
Tes pencitraan yang lebih baru, yang disebut CT / PET imaging fusi,
menggabungkan teknologi CT scan dengan teknologi PET (tomografi emisi positif)
scan. PET scan melibatkan suntikan gula berbasis radiofarmaka, yang berjalan
melalui tubuh dan mengumpul di organ dan jaringan. PET scan digunakan untuk
mendeteksi sel-sel kanker dalam tubuh dan CT scan memberikan gambar detail
yang dapat menentukan lokasi dan ukuran kanker. Bila hasil tes ini "melebur"
(dibawa bersama-sama), gambar yang memberikan informasi diagnostik yang lebih
lengkap. CT / PET pencitraan fusi dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis
beberapa bentuk kanker paru-paru.
Jika tidak ada bukti dari metastasis, pasien mungkin akan mengalami
mediastinoscopy, inspeksi bedah mediastinum (jaringan dan organ dari tengah dada,
seperti jantung, pembuluh besar, dan tenggorokan). Dalam prosedur ini, sebuah
perangkat yang fleksibel kecil dengan kamera, yang disebut endoskop, dimasukkan
ke dada melalui sayatan di bagian atas sternum, dan rongga dada kemudian
diperiksa.
Kelenjar getah bening mediastinum biasanya dikeluarkan selama prosedur ini.
Jika kelenjar getah bening mediastinal adalah "negatif" (tidak mengandung sel-sel
18
kanker), pasien mungkin menjadi kandidat untuk operasi. Namun, jika kelenjar
getah bening mediastinum adalah "positif" (mengandung sel kanker) atau normal
besar pada pencitraan (yang menunjukkan keterlibatan tumor), pasien tidak
dianggap sebagai calon bedah.
f) Tes darah dapat dilakukan untuk mencari "penanda kanker paru-paru"-
yaitu, unsur-unsur dalam darah yang berkaitan dengan adanya kanker paru-
paru. Sebagai contoh, kanker paru-paru dapat diindikasikan oleh kelainan
pada berikut ini.
I. PTH (hormon paratiroid) tingkat PTH atau terkait PTH protein dapat
membantu untuk membedakan kanker paru-paru dari kanker pleura atau
penyakit lainnya.
II. CEA (Carcinoma Embryonic Antigen) protein sistem kekebalan tubuh
yang ada dalam adenocarcinoma, termasuk adenokarsinoma paru-paru.
Peningkatan tingkat preoperative CEA biasanya menunjukkan prognosis
yang buruk. Tingkat CEA lebih besar dari 50 dapat menunjukkan kanker
paru stadium lanjut dan harus mencegah perawatan oleh reseksi.
III. CYFRA21-1 (cytokeratin fragmen 19) protein kanker paru-paru.
2.8 Klasifikasi
Histopatologi15
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru–paru (1977) :
1. Karsinoma Bronkogenik.
a. Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel
termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara
khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan
19
menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa
centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening
hilus, dinding dada dan mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.
Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel
bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan
sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus,
demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ distal.
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus
dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru
– paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui
pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak
menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.
d. Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat
buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam.
Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer,
tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat
yang jauh.
e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
20
f. Lain – lain.
a) Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
b) Tumor kelenjar bronchial.
c) Tumor papilaris dari epitel permukaan.
d) Tumor campuran dan Karsinosarkoma
e) Sarkoma
f) Tak terklasifikasi.
g) Mesotelioma.
h) Melanoma.
21
Klasifikasi berdasarkan TNM16
22
Stage 0, IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB dan IV yang ditentukan menurut International Staging
System for Lung Cancer 1997, berdasarkan sistem TNM :
Stadium kanker TX N0 M0
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium IA T1 N0 M0
Stadium IB T2 N0 M0
Stadium IIA T1 N1 M0
Stadium IIB T2
T3
N1
N0
M0
M0
Stadium IIIA T1
T2
T3
N2
N2
N1,N2
M0
M0
M0
stage IIIB AnyT N3 M0
23
T4 any N M0
stage IV any T any N M1
2.9 Pengobatan
Tujuan pengobatan tumor :6
Kuratif : menyembuhkan atau memperpanjang masa bebas penyakit dan
meningkatkan angka harapan hidup pasien.
Paliatif : mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal : mengurangi dampak fisik
maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
Suportif : menunjang pengobatan kuratif paliatif dan terminal seperti pemberian
nutrisi, transfusi darah dan komponen darah, growth factor obat anti nyeri dan obat
anti infeksi.
Terdapat beda fundamental perangai biologi Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)
dengan Small Cell Lung Cancer (SCLC) sehingga pengobatannya harus dibedakan :
NSCLC (Non Small Cell Lung Cancer)
Staging TNM yang didasarkan ukuran (T) kelenjar getah bening yang terlibat (N)
dan ada tidaknya metastase bermanfaat sekali dalam penentuan tata laksana NSCLC ini.
Staging dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dengan perhatian
khusus pada keadaan sistemik, kardio pulmonal, neurologi, dan skeletal. Hitung jenis sel
darah tepi dan pemeriksaan kimia darah diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya
metastase ke sumsum tulang, hati dan tengkorak.
24
Pengobatan NSCLC. Terapi bedah adalah pilihan pertama pada stadium I atau II
pada pasien dengan yang adekuat sisa cadangan parenkim parunya. Reseksi paru
biasanya ditoleransi baik bila prediktif “post reseksi Fevi” yang didapat dari
pemeriksaan spirometri peroperatif dan kuantitatif ventilasi perfusi scanning melebihi
1000 ml. Luasnya penyebaran intra torak yang ditemui saat operasi menjadi pegangan
luas prosedur operasi yang dilaksanakan. Lobektomi atau pneumonektomi tetap sebagai
standar di mana segmentektomi dan reseksi baji bilobektomi atau reseksi sleeve jadi
pilihan pada situasi tertentu.
Survival pasien yang di operasi pada stadium I mendekati 60%, pada stadium II 26-
37 % dari IIa 17-36,3 %. Pada stadium III A mendekati masih ada kontroversi mengenai
keberhasilan operasi bila kelenjar mediastinum ipsilateral atau dinding torak terdapat
metastasis.
Pasien stadium III b dan IV tidak dioperasi Combined modality therapy yaitu
gabungan radiasi, kemoterapi dengan operasi (dua atau tiga modalitas) dilaporkan
memperpanjang survival dari studi-studi yang masih berlangsung.
Radioterapi
Pada beberapa kasus yang inoperable, radio terapi dilakukan sebagai pengobatan
kuratif dan bisa juga sebagai terapi ajuvan/paliatif pada tumor dengan komplikasi
seperti mengurangi efek obstruktif/penekanan terhadap pembuluh darah/bronkus.
25
Efek samping yang sering adalah disfagia karena esofagitis post radiasi, sedangkan
pneumonitis post radiasi jarang terjadi (<10%). Radiasi dengan dosis paruh yang
bertujuan kuratif secara teoritis bermanfaat pada kasus yang inoperabel tapi belum
disokong data percobaan klinis yang sahih. Keberhasilan memperpanjang survival
sampai 20% dengan cara radiasi dosis paruh ini didapat dari kasus-kasus stadium I usia
lanjut, kasus dengan penyakit penyerta sebagai penyulit operasi atau pasien yang
menolak dioperasi.
Pasien dengan metastasis sebatas N1-2 atau saat operasi terlihat tumor sudah
merambat sebatas sayatan operasi maka radiasi post operasi dianjurkan untuk diberikan.
Radiasi preoperasi untuk mengecilkan ukuran tumor agar misalnya pada reseksi lebih
komplit pada pancoast tumor atau stadium III b dilaporkan bermanfaat dari beberapa
sentra kanker. Radiasi paliatif pada kasus sindrom vena cava superior atau kasus
dengan komplikasi dalam rongga dada akibat kanker seperti hemoptisis, batuk refrakter,
atelektasis, mengurangi nyeri akibat metastasis kranium dan tulang, juga amat berguna.6
Kemoterapi
Prinsip kemoterapi
Sel kanker memiliki sifat perputaran daur sel lebih tinggi dibandingkan sel
normal. Dengan demikian tingkat mitosis dan proliferasi tinggi. Sitostatika
kebanyakan efektif terhadap sel bermitosis. Ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi kegagalan pencapaian target pengobatan antara lain:
a. Resistensi terhadap sitostatika
b. Penurunan dosis sitostatika di mana penurunan dosis sebesar 20% akan menurunkan
angka harapan sembuh sekitar 50%
c. Penurunan intensitas obat di mana jumlah obat yang diterima selama kurun waktu
tertentu kurang.
26
Untuk mengatasi hal tersebut di atas, dosis obat harus diberikan secara optimal dan
sesuai jadwal pemberian. Kecuali terjadi hal-hal yang jika diberikan sitostatika akan
lebih membahayakan jiwa.
Penggunaan resimen kemoterapi agresif (dosis tinggi) harus didampingi dengan
rescue sel induk darah yang berasal dari sumsum tulang atau darah tepi yang akan
menggantikan sel induk darah akibat mieloablatif. Penilaian respons pengobatan kanker
dapat dibagi menjadi lima golongan seperti :
a. Remisi komplit, tidak tampak seluruh tumor terukur atau lesi terdeteksi selama lebih
dari 4 minggu.
b. Remisi parsial, tumor mengecil >50% tumor terukur atau >50% jumlah lesi
terdeteksi menghilang.
c. Stable disease pengecilan 50% atau <25% membesar.
d. Progresif tampak beberapa lesi baru atau >25% membesar.
e. Lokoprogresif : tumor membesar di dalam radius tumor (lokal).
Penggunaan kemoterapi pada pasien NSCLC dalam dua dekade terakhir ini sudah di
teliti. Untuk pengobatan kuratif kemoterapi dikombinasikan secara terintegrasi dengan
modalitas pengobatan kanker lainnya pada pasien dengan penyakit lokoregional lanjut.
Kemoterapi digunakan sebagai terapi baku untuk pasien mulai dari stadium IIIA
dan untuk pengobatan paliatif.
Kemoterapi adjuvan diberikan mulai dari stadium II dengan sasaran lokoregional
tumor dapat direseksi lengkap, cara pemberian diberikan setelah terapi lokal definitif
dengan pembedahan, radioterapi atau keduanya.
Kemoterapi neoadjuvan diberikan mulai dari stadium II dengan sasaran
lokoregional tumor dapat direseksi lengkap. Terapi definitif dengan pembedahan,
radioterapi, atau keduanya diberikan di antara siklus pemberian kemoterapi.
27
Pemilihan obat
Kebanyakan obat sitostatik mempunyai aktivitas cukup baik pada NSCLC
dengan tingkat respons antara 15-33%, walaupun demikian penggunaan obat
tunggal tidak mencapai remisi komplit. Kombinasi beberapa sitostatik telah banyak
diteliti untuk meningkatkan tingkat respons yang akan berdampak pada harapan
hidup.
Terapi Biologi
BCG, levamisole, interferon dan interleukin, penggunaannya dengan kombinasi
modalitas lainnya hasilnya masih kontroversial.
Terapi Gen
Akhir-akhir ini dikembangkan penyelarasan gen (Chimeric) dengan cara
transplantasi stem sel dari darah tepi maupun sumsum tulang alogenik.
SCLC (Small Cell Lung Cancer)
SCLC dibagi menjadi dua yaitu :
1. Limited-stage disease yang diobati dengan tujuan kuratif (kombinasi kemoterapi
dan radiasi) dan angka keberhasilan terapi sebesar 20%
2. Extensive-stage disease yang diobati dengan kemoterapi dan angka respons terapi
inisial sebesar 60-70% dan angka respons terapi komplit sebesar 20-30%. Angka
median-survival time untuk limited-stage disease adalah 18 bulan dan untuk
extensive-stage disease adalah 9 bulan.
28
2.10 Pencegahan
Pencegahan yang paling penting adalah tidak merokok sejak usia muda. Berhenti
merokok dapat mengurangi resiko terkena kanker paru. Penelitian dari kelompok
perokok yang berusaha berhenti merokok, hanya 30% yang berhasil.
2.11 Prognosis
Small Cell Lung Cancer (SCLC)
Dengan adanya perubahan terapi dalam 15-20 tahun belakangan ini kemungkinan
hidup rata-rata yang tadinya < 3 bulan meningkat menjadi 1 tahun.
Pada kelompok Limited Disease kemungkinan hidup rata-rata naik menjadi 1-2
tahun, sedangkan 20% daripadanya tetap hidup dalam 2 tahun.
30% meninggal karena komplikasi lokal dari tumor
70% meninggal karena karsinomatosis
50% bermetastasis ke otak (autopsi)
Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)
Yang terpenting pada prognosis kanker paru ini adalah menentukan stadium dari
penyakit
Dibandingkan dengan jenis lain dari NSCLC, karsinoma skuamosa tidaklah
seburuk yang lainnya. Pada pasien yang dilakukan tindakan bedah, kemungkinan
hidup 5 tahun setelah operasi adalah 30%.
Survival setelah tindakan bedah, 70% pada occult carcinoma ;35-40% pada
stadium I ; 10-15% pada stadium II dan kurang dari 10% pada stadium III
75% karsinoma skuamosa meninggal akibat komplikasi torakal, 25% karena
ekstra torakal, 2% di antaranya meninggal karena gangguan sistem saraf sentral.
40% adenokarsinoma dan karsinoma sel besar meninggal akibat komplikasi
torakal, 55% karena ekstra torakal.
15% adenokarsinoma dan karsinoma sel besar bermetastasis ke otak dan 8-9%
meninggal karena kelainan sistem saraf sentral.
29
Kemungkinan hidup rata-rata pasien tumor metastasis bervariasi, dari 6 bulan
sampai dengan 1 tahun, dimana hal ini sangat tergantung pada : performance
status (skala Karnofsky), luasnya penyakit, adanya penurunan berat badan dalam
6 bulan terakhir.
Performance Status Berdasarkan Skala Who Dan Skala Karnofsky
Performance Status Skala WHO Skala Karnofsky
Aktivitas normal 0 90-100
Keluhan (+), berjalan dan merawat diri sendiri 1 70-80
Aktivitas dalam waktu > 50%, kadang perlu bantuan 2 50-60
Aktivitas dalam waktu 50%, perlu bantuan 3 30-40
Di tempat tidur, perlu waktu 4 10-20
30
BAB III
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
- Nama : Tn. P
- Umur : 60 Tahun
- Alamat : Kampung dalam, Siak
- Pekerjaan : Wiraswasta
- Status : Menikah
- Agama : Islam
- No. RM : 000679
- Ruangan : Ruang 3
- Tanggal masuk : 30 mei 2016
II. ANAMNESIS (alloanamnesis)
a. Keluhan Utama :
Sesak
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Pasien mengaku sesak nafas yang dirasakan
sudah sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit, sesak semakin kuat sekitar 5 bulan
sejak dikemoterapi yang pertama, keluhan sesak nafas kadang diikuti dengan dada
terasa nyeri. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk sudah sejak 2 tahun, batuk
berdahak(+), bewarna merah sejak 6 bulan belakangan ini, saat ini pasien mengeluhkan
batuknya semakin berkurang dan dahaknya sudah tidak ada. Pasien juga mengeluhkan
tubuhnya terasa lemah, nafsu makan menurun, dan badan dirasakan semkain kurus.
31
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes mellitus (-)
Riwayat penyakit jantung koroner (-)
Riwayat asma(-)
Konsumsi OAT(-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti pasien. Ayah pasien tidak memiliki
riwayat hipertensi dan juga diabetes mellitus. Riwayat penyakit jantung, asma,
tuberkulosis, alergi, dan keganasan disangkal.
e. Riwayat Kebiasaan :
Pasien memiliki riwayat merokok dari tamat SMP dengan frekuensi merokok 3-4
bungkus/hari, dan juga pasien suka mengkonsumsi alkohol.
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Vital sign
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : komposmentis
GCS : 13
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Respirasi : 28 x/menit
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36,8 0C
b. Status Generalis :
Kepala : Dalam batas normal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Dalam batas normal
32
Hidung : Dalam batas normal
Leher : Benjolan (-), pembesaran KGB (-)
Thorax :
Cor : deviasi kekanan, iktus cordis tidak terlihat, BJ I-II reguler, tidak
terdapat bunyi gallop dan murmur,.
Paru
o Inspeksi : Bentuk dan gerakan dinding simetris kiri dan kanan.
Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan.
o Palpasi : Vocal fremitus melemah pada paru kanan
o Perkusi : Redup pada paru kanan.
o Auskultasi : Ditemukan suara ekspirasi memanjang, rhonki(-/-)
wheezing(-/-)
Abdomen :
o Inspeksi : Perut datar, tidak ada venektasi, scars, lesi dan ruam.
o Auskultasi : Bising usus didengar dalam batas normal
o Palpasi : Supel, nyeri tekan pada epigastrium, nyeri ketok
tidak ada. Hepar dan lien tidak teraba.
o Perkusi : Timpani, tidak ada shifting dullness.
Ekstremitas : Kaki kanan edema (-), piting edema(-), akral hangat, CRT <
2 detik
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
33
Hasil Laboratorium
Tanggal : 30 mei 2016
Pemeriksaan darah rutin :
- Hb : 11,1 gr/dl
- Leukosit : 12.900 mm3
- Eritrosit : 3.056.000mm3
- Hematokrit : 32,6%
- Trombosit : 434.000mm3
Glukosa darah
GDS: 158 mg/dl
Tes fungsi ginjal
a. Ureum : 25 mg/dl
b. Kreatinin : 0,9 mg/dl
c. Asam urat : 5,4 mg/dl
Tes fungsi hati : SGOT: 65 mg/dl
: SGPT: 19 mg/dl
Pemeriksaan rongten
34
35
Pemeriksaan CT-scan thorak
36
RESUME
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Pasien mengaku sesak nafas yang
dirasakan sudah sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit, sesak semakin kuat sekitar
5 bulan sejak dikemoterapi yang pertama, keluhan sesak nafas kadang diikuti dengan
dada terasa nyeri. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk sudah sejak 2 tahun, batuk
berdahak(+), bewarna merah sejak 6 bulan belakangan ini, saat ini pasien mengeluhkan
batuknya semakin berkurang dan dahaknya sudah tidak ada. Pasien juga mengeluhkan
tubuhnya terasa lemah, nafsu makan menurun, dan badan dirasakan semkain kurus.
Riwayat hipertensi tidak ada, DM tidak ada, asma tidak ada, penyakit jantung
tidak ada dan riwayat konsumsi OAT tidak ada.
Hasil pemeriksaan fisik ditemukan adanya ekspirasi memanjang. Hasil
laboratorium dalam batas normal. Hasil foto toraks PA ditemukan adanya deviasi cor
kekanan tak jelas membesar, aorta melebar, kemudian pada pulmo didapatkan
kesuraman dan bercak opak pada paru kanan, hilus melebar.
V. DIAGNOSA
Ca bronkogenic stadium IV
VI. PENATALAKSANAAN
a. Non-medikamentosa
Istirahat dan mengurangi aktivitas berlebihan
Tirah baring
Oksigen
b. Medikamentosa
- IVFD RL 16 tpm (makro)
- Injeksi dexametasone 3x1
- Injeksi neurobion 1x1
37
- Ventolin 3x1
- Mst 2x1
- Ksr 3x1
- Codein 3x1o mg
- PCT tab 3x1
38
c. LEMBAR FOLLOW-UP
Tanggal FOLLOW-UP Terapi 13-06-2016
S/ sesak nafas (+), batuk kering (-), badan pegal-pegal (+), tidak bisa tidur (+)O/ Ku: pasien tampak sakit berat Kes: komposmentis GCS : E4 V5 M4 13 TD : 130/90 mmHg HR : 90x/i T : 36,80C RR : 28x/i Assessment : tumor paru stadium IV
- IVFD RL 16 tpm
(makro)
- Ventolin inhaler k/p
- Ventolin Nebulizer k/p
- Dexametasone
3x0,5mg
- Mst 2x15 mg
- Ksr 1x1
- Laksadin syr 1x10cc
14-06- 2016
S/ sesak nafas (+), batuk kering (-), badan pegal-pegal (+), tidak bisa tidur (+)O/ Ku: pasien tampak sakit berat Kes: komposmentis GCS : E4 V5 M4 13 TD : 110/80 mmHg HR : 88x/i T : 36,50C RR : 30x/i Assessment : tumor paru stadium IV
- IVFD RL 16 tpm
(makro)
- Ventolin inhaler k/p
- Ventolin Nebulizer k/p
- Dexametasone
3x0,5mg
- Mst 2x15 mg
- Ksr 1x1
- Laksadin syr 1x10cc
15-06- 2016
S/ sesak nafas (+), batuk kering (-), badan pegal-pegal (+), tidak bisa tidur (+)O/ Ku: pasien tampak sakit berat Kes: komposmentis GCS : E4 V5 M4 13 TD : 110/80 mmHg HR : 90x/i T : 36,70C RR : 28x/i Assessment : tumor paru stadium IV
- IVFD RL 16 tpm
(makro)
- Ventolin inhaler k/p
- Ventolin Nebulizer k/p
- Dexametasone
3x0,5mg
- Mst 2x15 mg
39
- Ksr 1x1
- Laksadin syr 1x10cc
16-06- 2016
S/ sesak nafas (+), batuk kering (-), badan pegal-pegal (+), tidak bisa tidur (+)O/ Ku: pasien tampak sakit berat Kes: komposmentis GCS : E4 V5 M4 13 TD : 130/80 mmHg HR : 88x/i T : 36 0C RR : 25x/i Assessment : tumor paru stadium IV
- IVFD RL 16 tpm
(makro)
- Ventolin inhaler k/p
- Ventolin Nebulizer k/p
- Dexametasone
3x0,5mg
- Mst 2x15 mg
- Ksr 1x1
- Laksadin syr 1x10cc
17-06- 2016
S/ sesak nafas (+), batuk kering (-), badan pegal-pegal (+), tidak bisa tidur (+)O/ Ku: pasien tampak sakit berat Kes: komposmentis GCS : E4 V5 M4 13 TD : 120/80 mmHg HR : 90x/i T : 36,50C RR : 28x/i Assessment : tumor paru stadium IV
- IVFD RL 16 tpm
(makro)
- Ventolin inhaler k/p
- Ventolin Nebulizer k/p
- Dexametasone
3x0,5mg
- Mst 2x15 mg
- Ksr 1x1
- Laksadin syr 1x10cc
18-06-2016
S/ sesak nafas (+), batuk kering (-), badan pegal-pegal (+), tidak bisa tidur (+)O/ Ku: pasien tampak sakit berat Kes: komposmentis GCS : E4 V5 M4 13 TD : 130/90 mmHg HR : 88x/i T : 370C RR : 28x/i Assessment : tumor paru stadium IV
- IVFD RL 16 tpm
(makro)
- Ventolin inhaler k/p
- Ventolin Nebulizer k/p
- Dexametasone
3x0,5mg
- Mst 2x15 mg
40
- Ksr 1x1
- Laksadin syr 1x10cc
19-06-2016
S/ sesak nafas (+), batuk kering (-), badan pegal-pegal (+), tidak bisa tidur (+)O/ Ku: pasien tampak sakit berat Kes: komposmentis GCS : E4 V5 M4 13 TD : 110/80 mmHg HR : 85x/i T : 36,50C RR : 28x/i Assessment : tumor paru stadium IV
- IVFD RL 16 tpm
(makro)
- Ventolin inhaler k/p
- Ventolin Nebulizer k/p
- Dexametasone
3x0,5mg
- Mst 2x15 mg
- Ksr 1x1
- Laksadin syr 1x10cc
20-06-2016
S/ sesak nafas (+), batuk kering (-), badan pegal-pegal (+), tidak bisa tidur (+)O/ Ku: pasien tampak sakit berat Kes: komposmentis GCS : E4 V5 M4 13 TD : 110/80 mmHg HR : 88x/i T : 36,80C RR : 28x/i Assessment : tumor paru stadium IV
- IVFD RL 16 tpm
(makro)
- Ventolin inhaler k/p
- Ventolin Nebulizer k/p
- Dexametasone
3x0,5mg
- Mst 2x15 mg
- Ksr 1x1
- Laksadin syr 1x10cc
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Wilson, Loraine M. Tumor Ganas Paru-Paru dalam Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Ed.4 Jakarta : EGC, 1995
2. Jusuf, Anwar dkk. Perhimpunan dokter paru indonesia dan perhimpunan
onkologi indonesia. Kanker paru: jenis karsinoma bukan sel kecil. Pedoman
nasional untuk diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. 2005
3. Ferlay J, Bray F, Pisani P and Parkin DM. GLOBOCAN 2002: Cancer Incidence,
Mortality and Prevalence Worldwide. IARC CancerBase No. 5, Version 2.0,
Lyon: IARC Press, 2004.
4. Amin Zulkifli, Bahar Asril, Tumor paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid II, Edisi Ketiga, Penerbit FKUI, Jakarta, 2001.Boyle P and Ferlay J, Cancer
incidence and mortality in Europe, 2004. Annal Oncol (2005):16;481
5. Anonim, 2006, Kanker Pembunuh Nomor Satu, Info Aktual, Koran media
Indonesia, No.9204/Tahun XXXVI
6. Amin, Zulkifli. Kanker Paru. Dalam: Sudoyo, Aru W dkk. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: Departemen ilmu penyakit dalam
FKUI. 2006. Hal. 1005-11
7. Respiratory Health Effects of Passive Smoking. Lung Cancer and Other
Disorders, Washington DC, US Environmental Protection Agency, 1992
8. Brownson RC, Alavanja MCR, Caporaso N, Berger E, Change JC. Family history
of cancer and risk of lung cancer in lifetime non-smokers and long-term ex-
smokers. International Journal of Epidemiology 1997;26:256–263
9. International Agency for Research on Cancer (IARC). IARC Monographs on the
Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans and their Supplements: A complete
list. Tobacco Smoking and Tobacco Smoke Volume 83 (2002).
42
10. Van Cleemput J, De Raeve H, Verschakelen JA, Rombouts J, Lacquet
LM, Nemery B: Surface of localized pleural plaques quantitated by computed
tomography scanning: no relation with cumulative asbestos exposure and no
effect on lung function. Am J Respir Crit Care Med 2001; 163:705-710
11. Institute of Medicine (IOM), Food and Nutrition Board, Subcommittees on Upper
Reference Levels of Nutrients and Interpretation and Uses of Dietary Reference
Intakes, and the Standing Committee on the Scientific Evaluation of Dietary
Reference Intakes. A Report of the Panel on Dietary Antioxidants and Related
Compounds: Dietary Reference Intakes for Vitamin C, Vitamin E, Selenium and
Carotenoids (2000).
12. Samet JM: Indoor radon and lung cancer: estimating the risks. West J
Med 1992; 156:25-29.
13. Pershagen G, Akerblom G, Axelson O, Clavensjo B, Damber L, Desai G, Enflo
A, Lagarde F, Mellander H, Svartengren M, et al: Residential radon exposure
and lung cancer in Sweden. N Engl J Med 1994; 330:159-164.
14. National Research Council (NRC), Committee on Passive Smoking.
Environmental Tobacco Smoke: Measuring Exposures and Assessing Health
Effects (1986)
15. Silvestri GA, Tanoue LT, Margolis ML, Barker J, Detterbeck F: The noninvasive
staging of non–small cell lung cancer. The guidelines. Chest.. 123: 2003; 147S-
156S
16. Mountain CF. Revisions in the international staging system for lung cancer.
Chest, 111:1710-7, 1997
43