laporan kasus refraksi.docx

34
Laporan Kasus OD AFAKIA + ASTIMATISMA SIMPLEKS OS HIGH MIOPIA + ASTIGMATISMA MIOPIA KOMPOSITUS ODS ANISOMETROPIA Dibacakan oleh : dr. Maria Ade Indriyani Pembimbing : dr. Fatimah Dyah A, SpM Dibacakan : Sub Divisi Refraksi dan Lensa Kontak I. PENDAHULUAN Miopia merupakan suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang berasal dari obyek jauh/tidak terhingga (infinity) difokuskan di depan retina pada saat mata tidak berakomodasi. 1-3 Miopia dapat disebabkan oleh kelainan panjang aksis bola mata maupun akibat kelainan indeks bias refraksi. 1-4 Kelainan refraksi miopia cukup banyak ditemukan di Asia dan merupakan salah satu penyebab penurunan tajam penglihatan. 1,3 Astigmatisma adalah suatu keadaan refraksi di mana terdapat perbedaan derajat refraksi pada miridian yang berbeda, sehingga sinar sejajar tersebut tidak dapat difokuskan pada satu titik. 1,5 Hal ini dapat disebabkan karena adanya variasi pada kurvatura kornea 1

Upload: maria-adeading-indriyani

Post on 05-Sep-2015

67 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Laporan Kasus

OD AFAKIA + ASTIMATISMA SIMPLEKSOS HIGH MIOPIA + ASTIGMATISMA MIOPIA KOMPOSITUS ODS ANISOMETROPIA

Dibacakan oleh: dr. Maria Ade IndriyaniPembimbing: dr. Fatimah Dyah A, SpMDibacakan : Sub Divisi Refraksi dan Lensa Kontak

I. PENDAHULUANMiopia merupakan suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang berasal dari obyek jauh/tidak terhingga (infinity) difokuskan di depan retina pada saat mata tidak berakomodasi.1-3Miopia dapat disebabkan oleh kelainan panjang aksis bola mata maupun akibat kelainan indeks bias refraksi.1-4 Kelainan refraksi miopia cukup banyak ditemukan di Asia dan merupakan salah satu penyebab penurunan tajam penglihatan.1,3 Astigmatisma adalah suatu keadaan refraksi di mana terdapat perbedaan derajat refraksi pada miridian yang berbeda, sehingga sinar sejajar tersebut tidak dapat difokuskan pada satu titik.1,5 Hal ini dapat disebabkan karena adanya variasi pada kurvatura kornea atau lensa pada miridian yang berbeda. Astigmatisma di bagi menjadi dua yaitu astigmatisma reguler dan astigmatisma irreguler.4,6Anisometropia merupakan kondisi dimana kedua mata mempunyai kekuatan refraksi yang tidak sama.1,7-9Laporan kasus ini menyajikan seorang wanita usia 55 tahun dengan OD Afakia + Astigmatisma hipermiopia simpleks, OS High Miopia + Astigmatisma Miopia Kompositus. Penegakkan diagnosis, pemilihan tatalaksana dan edukasi kepada pasien akan menjadi bahan diskusi lebih lanjut dalam laporan kasus ini. II. IDENTITAS PENDERITANama: Ny. SMJenis Kelamin: PerempuanUmur: 55 tahunAlamat: Wonorejo,Pekerjaan: PetaniNomer CM: C374879

III. ANAMNESISAlloanamnesis (28 Mei 2014) dan data Catatan MedisKeluhan Utama: pandangan mata kiri kaburRiwayat Penyakit Sekarang :Sejak Sekolah Dasar pandangan kedua mata penderita kabur, saat di kelas jika duduk di bangku tengah atau belakang penderita tidak dapat membaca tulisan di papan tulis. Penderita tidak merasakan adanya keluhan ketika membaca dalam jarak dekat. Penderita tidak pernah memeriksakan kondisi matanya ke dokter mata dan tidak pernah memakai kacamata.Penderita tidak dapat mengingat dengan rinci mengenai progresifitas penyakit yang dideritanya. Mata merah (-), nrocos (-), silau (-), nyeri/cekot cekot (-), mata tidak tampak juling, tidak pernah mata merah yang disertai pandangan kabur. 1 tahun yang lalu pandangan kedua mata dirasa bertambah kabur hanya dapat melihat 1 2 meter. Melihat titik titik hitam beterbangan (-), melihat kilatan kilatan cahaya (-), melihat seperti tertutup tirai (-), melihat seperti tertutup kabut (-). Penderita kemudian memeriksakan diri ke poliklinik mata RSDK.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Hipertensi dan Diabetes Mellitus disangkal Riwayat trauma disangkal Riwayat pemakaian kacamata (-) Riwayat operasi mata (+) 29 April 2014 dilakukan OD clear lens extraction

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang memakai kacamata sejak usia muda

Riwayat Sosial Ekonomi Penderita adalah seorang petani, memiliki seorang suami yang bekerja sebagai petani dan tiga orang anak yang sudah mandiri Kesan sosial ekonomi kurang Biaya berobat ditanggung BPJS PBIIV. PEMERIKSAANA. Status praesen (28 Mei 2014)Keadaan umum: baik, kesadaran kompos mentisTanda vital Tekanan darah: 130/80 mmHg Nadi: 80x/menit Respirasi: 20x/menit Suhu: 36,5C

B. Status Oftalmologis (28 Mei 2014)

Oculi Dextra (OD)Oculi Sinistra (OS)

Visus6/122/60

Koreksi6/12 S+1.00 C-1.00x120 6/7,5 NBC2/60 S-13.00 C-3.50x45 6/7,5 NBC

Bulbus okuliOrthophoria, Hirscberg test 0

Paresis/paralisisGerak bola mata bebas ke segala arahGerak bola mata bebas ke segala arah

SupersiliaTidak ada kelainanTidak ada kelainan

PalpebraOedema (-), spasme (-)Oedema (-), spasme (-)

KonjungtivaHiperemis (-), injeksi (-)Hiperemis (-), injeksi (-)

KorneaJernihJernih

COAKedalaman cukup, TE (-)Kedalaman cukup, TE (-)

IrisKripte (+)Kripte (+)

PupilBulat, sentral, reguler, 3 mm, refleks pupil (+) NBulat, sentral, reguler, 3 mm, refleks pupil (+) N

LensaAfakiaKeruh tidak rata K1N1SKP0

CVTurbiditas (-)Turbiditas (-)

Fundus Refleks(+) cemerlang(+) kurang cemerlang

TIO (Schiotz)14,6 mmHg14,6 mmHg

Pemeriksaan Funduskopi (Contact Glass)Funduskopi ODSPapil N.II: bulat, batas tegas, warna kuning kemerahan, CDR 0,3, myopic crescent (-)

Vasa: AVR , perjalanan Vasa dalam batas normal

Retina: Perdarahan (-), eksudat (-), tigroid (+), stafiloma postikum (-) ablasio (-)

Makula: refleks fovea (+) cemerlang

V. PEMERIKSAAN PENUNJANGHasil AutorefraktometerOD: S 1,75 C +2,25 axis 46 transposisi S + 0,5 C 2,25 axis 136OS: S 16,25 C + 3,50 axis 144 trasposisi S 12,75 C 3,50 axis 54Hasil Uji AutorefraktometerOD: 6/6OS: 6/7,5

Javal KeratometriOD80 44,5 D 7,2 mm170 44 D 7,3 mm

OS65 45 D 7,5 mm155 46 D 7,4 mm

Ultrasonografi (27 Maret 2014)

Oculus DextraLensa: echospike (+)CV: turbidity (-)Retina: ablatio (-), stafiloma posterior (-)Axl: 27 mm

Oculus SinistraLensa: echospike (+)CV: turbidity (-)Retina: ablatio (-), stafiloma posterior (-)Axl: 29 mm

Topografi Kornea

OS : kornea steep (Ks 47.73 D/7.07 mm @ 136 ; Kf 45.26 D/7.46 mm @ 46dengan gambaran korneal corneal astigmatisma reguler OD : kornea steep (Ks 47.67 D/7.08 mm @ 59 ; Kf 45.21 D /7.46 mm @ 149dengan gambaran korneal corneal astigmatisma reguler

Uji Tear Film : Tear Meniscus: 2 mmTear Break up Time: 7 detik

BiometriODOS

28,75 mmAxial28,00 mm

3,83 mmACD3,20 mm

45,21 DK145,26 D

47,67 DK247,73 D

46,44 DAvg K46,50 D

IOL RefraksiA konstanta 118,4(SRK/T)IOL Refraksi

0,00 0,333,00 0,37

0,50 0,093,50 0,10

1,00 - 0,144,00 - 0,17

Laboratorium darah HematologiNilai normal

Haemoglobin: 14,40 g%12,00 15,00

Haematokrit: 43,0 %35,0 47,0

Eritrosit : 5,2 juta/mm34,4 5,90

MCH: 27,9 pg27,00 32,00

MCV: 83,3 fL76,00 96,00

MCHC: 33,5 g/dL29,00 36,00

Leukosit: 8 ribu/mm33,6 11,00

Trombosit: 323 ribu/mm3150,0 400,0

PTT: 10,7 detik9,4 11,3

APTT: 34,2 detik23,4 36,8

Kimia Klinik

Glukosa sewaktu: 104 mg/dl80 140

Ureum: 34 mg/dl15 39

Creatinin: 0,73 mg/dl0,60 1,30

Pemeriksaan sekret mata (OS)Pemeriksaan gram dan jamur : tidak diketemukan kuman dan jamur

Pemeriksaan EKG :Kesan: Normosinus rhythmVI. RESUMESeorang wanita datang ke Poliklinik mata RSDK dengan keluhan utama pandangan mata kiri kabur. Sejak Sekolah Dasar terjadi penurunan visus kedua mata terutama untuk melihat jauh (tidak dapat membaca tulisan dari bangku belakang). Penderita tidak merasakan adanya keluhan ketika membaca dalam jarak dekat. Hiperemis (-), lakrimasi (-), fotofobia (-), nyeri/cekot cekot (-), juling (-),mata merah yang disertai pandangan kabur (-), floaters (-), fotopsia (-). Karena dirasa semakin mengganggu aktiftas sehari hari penderita kemudian memeriksakan diri ke poliklinik mata RSDK. Riwayat trauma disangkal Riwayat pemakaian kacamata (-) Riwayat operasi mata (+) 29 April 2014 dilakukan OD clear lens extraction

Pemeriksaan FisikStatus Praesen: dalam batas normalStatus Oftalmologi:Oculi Dextra (OD)Oculi Sinistra (OS)

Visus6/122/60

Koreksi6/12 S+1.00 C-1.00x120 6/7,5 NBC2/60 S-13.00 C-3.50x45 6/7,5 NBC

Bulbus okuliOrthophoria, Hirscberg test 0

Paresis/paralisisGerak bola mata bebas ke segala arahGerak bola mata bebas ke segala arah

Segmen anteriorTenangTenang

PupilBulat, sentral, reguler, 3 mm, refleks pupil (+) NBulat, sentral, reguler, 3 mm, refleks pupil (+) N

LensaAfakiaRelatif jernih

CVTurbiditas (-)Turbiditas (-)

Fundus Refleks(+) cemerlang(+) kurang cemerlang

TIO (Schiotz)14,6 mmHg14,6 mmHg

Pemeriksaan Funduskopi (Contact Glass) ODSODS sesuai dengan gambaran fundus miopiaHasil AutorefraktometerOD : S 1,75 C +2,25 axis 46 transposisi S + 0,5 C 2,25 axis 136OS : S 16,25 C + 3,50 axis 144 trasposisi S 12,75 C 3,50 axis 54Hasil Uji AutorefraktometerOD: 6/6OS: 6/7,5

Javal KeratometriOD80 44,5 D 7,2 mm170 44 D 7,3 mm

OS65 45 D 7,5 mm155 46 D 7,4 mm

Ultrasonografi (27 Maret 2014)OD : axial length : 27 mmOS : axial length : 29 mm

Topografi Kornea ODS astigmatisma kornea

Uji Tear Film : ODS : Dry Eye

BiometriODOS

28,75 mmAxial28,00 mm

3,83 mmACD3,20 mm

45,21 DK145,26 D

47,67 DK247,73 D

46,44 DAvg K46,50 D

IOL RefraksiA konstanta 118,4(SRK/T)IOL Refraksi

0,00 0,333,00 0,37

0,50 0,093,50 0,10

1,00 - 0,144,00 - 0,17

Laboratorium darah Dalam batas Normal

Pemeriksaan sekret mata (OS)Pemeriksaan gram dan jamur : tidak diketemukan kuman dan jamur

Pemeriksaan EKG :Kesan: Normosinus rhythm

VII. DIAGNOSA KERJAOD Afakia + Astigmatisma Hipertropia SimpleksOS High Miopia + Astigmatisma Miop KompositusODS Anisometropia

VIII. DIAGNOSA TAMBAHANODS Dry Eye ec DKM grade III

IX. PENATALAKSANAAN

OS Clear Lens Extraction + Limbal relaxing exicion +IOL/ LAdr. Fatimah Dyah, SpM / ADE, ANS Kamis, 12 Juni 2014 / Pk. 10.00 11.00 / OK 3

Terapi post operasi- Levofloxacin ED 6 x 1 tetes mata kiri- Ciprofloxacin tab. 500 mg 2 x 1 tab

X. PROGNOSISODOS

Quo ad VisamDubia ad bonamDubia ad bonam

Quo ad SanamDubia ad bonamDubia ad bonam

Quo ad VitamAd Bonam

Quo ad CosmeticamAd Bonam

XI. EDUKASI / SARANMenjelaskan kepada penderita dan keluarganya bahwa : penderita mempunyai gangguan fungsi penglihatan pada kedua mata yang sangat tinggi ukurannya. Tatalaksana pada kelainan ini ada berbagai macam alternatif yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Pemakaian kacamata dapat diresepkan, akan tetapi kacamata yang akan diberikan akan tebal dan berat. Alternatif lain adalah pemakaian lensa kontak, akan tetapi karena kondisi mata penderita yang mengalami mata kering hal ini membuat pemakaian lensa kontak kurang sesuai untuk penanganan gangguan penglihatan pada penderita. Alternatif selanjutnya adalah dilakukan operasi untuk mengambil lensa mata dan pemasangan lensa tanam dengan ukuran yang sesuai, sehingga diharapkan setelah dilakukan operasi dan pemasangan lensa tanam tajam penglihatan penderita menjadi baik. Adanya risiko komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan operasi yang akan dilakukan, baik komplikasi yang terjadi saat operasi maupun pasca operasi. Disarankan untuk kontrol teratur pasca operasi untuk evaluasi lebih lanjut fungsi tajam penglihatan penderita

24

XII. FOLLOW UPTanggalHari ke-Status OftalmologiTerapi/TindakanKeterangan

ODOS

11/6/20141VisusKoreksi PalpebraBM KonjungtivaKorneaCOAIrisPupil

LensaCVFundus reflexTIO6/12S+1.00 C-1.00x120 6/7,5 NBCUdem (-), spasme (-)Hircshberg test 0Injeksi (-), sekret (-)JernihKedalaman cukup, TE (-)Kripte (+)Bulat, sentral, regular 3 mm, RP (+)afakiaTurbidity (-)(+) cemerlang14,6 mmHg2/60S-13.00 C-3.50x45 6/7,5 NBCUdem (-), spasme (-)Hircshberg test 0Injeksi (-), sekret (-)JernihKedalaman cukup, TE (-)Kripte (+)Bulat, sentral, regular 3 mm, RP (+)Keruh tidak rata K1N1SKP0Turbidity (-)(+) kurang cemerlang14,6 mmHgDiagnosa OD Afakia + Astigmatisma simpleksOS High miopia + Astigmatisma Miop KompositusODS AnisometropiaRENCANA :OS Clear Lens Extraction+IOL/LA

12/6/20142StqStqOS Clear Lens Extraction + IOL + Limbal relaxing excition/LAdr. Fatimah Dyah,SpM/ADE,ANSKamis, 12-6-2014/ 10.00-11.00/OK 3

Terapi post op : LFX ED 6 x gtt 1 OS Ciprofoxacin 2 x 500 mg

13/6/20143VisusKoreksi PalpebraBM KonjungtivaKorneaCOAIrisPupil

LensaCVFundus reflexTIO6/12S+1.00 C-1.00x120 6/7,5 NBCUdem (-), spasme (-)Hircshberg test 0Injeksi (-), sekret (-)JernihKedalaman cukup, TE (-)Kripte (+)Bulat, sentral, regular 3 mm, RP (+)afakiaTurbidity (-)(+) cemerlang14,6 mmHg6/12S-0.50 6/10 NBCUdem (-), spasme (-)Hircshberg test 0Injeksi (-), sekret (-)Edema + minKedalaman cukup, cell (+) gr.2Kripte (+)Bulat, sentral, regular 3 mm, RP (+)IOL di tempatTurbidity (-)(+) kurang cemerlang14,6 mmHgDiagnosa OD Afakia + Astigmatisma SimpleksOS Pseudofakia + miopia ringan

Terapi post op: LFX ED 6 x gtt 1 OS P Pred 3 x gtt 1 OS Ciprofloxacin 2 x 500 mg

Boleh pulangKontrol 1 minggu di poliklinik mataJaval Keratometri 1 hari post opOS : 45 45 mm 135 44.5 mm

Follow up poli

TanggalHari ke-Status OftalmologiTerapi/TindakanKeterangan

ODOS

18/6/2014VisusKoreksiPalpebra

BMKonjungtivaKorneaCOAIrisPupil

LensaCVFundus reflexTIO6/10S+1.00 6/6 F1Udem (-), spasme (-), foam (+), krusta (-)Hircshberg test 0Injeksi (-), tear meniskus 0,2 mmJernihKedalaman cukup, TE (-)Kripte (+)Bulat, sentral, regular 3 mm, RP (+)afakiaTurbidity (-)(+) cemerlang14,6 mmHg6/8,5S+0.75 6/6 F1Udem (-), spasme (-), foam (+), krusta (-)Hircshberg test 0Injeksi (-), tear meniscus 0,2 mmJernih, tampak bula (+)Kedalaman cukup, TE (-)Kripte (+)Bulat, sentral, regular 3 mm, RP (+)IOL di tempatTurbidity (-)(+) cemerlang14,6 mmHgDiagnosa :OD AfakiaOS PseudofakiaODS Hipermetropia + Dry Eye ec. DKM gr III

Terapi P Pred ED 2 x gtt 1 OS C lyters ED 4 x gtt 1 ODS Terramycin EO 1 x ung 1 ODS Doxicyclin 2 x 100 mg

Keratometri 1 mgg post opOS : 124 47.63 D 34 44.79 D

XIII. DISKUSIMiopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang berasal dari obyek jauh/tak terhingga yang masuk ke mata dalam keadaan tanpa akomodasi akan difokuskan di depan retina.1-3 Terdapat berbagai faktor etiologi yang kompleks pada miopia, dimana faktor genetis dan faktor lingkungan sangat berperan dalam perkembangan miopia.1,3 Miopia dibedakan atas beberapa tipe, yaitu :51. Miopia Aksial2. Miopia Kurvatura3. Miopia Indeks Refraksi4. Miopia karena perubahan posisi lensa Berdasrkan derajatnya, miopia dibagi dalam :1. Miopia ringan, bila kurang dari 3,00 D2. Miopia sedang, -3,00 D sampai dengan -6,00 D3. Miopia tinggi (High myopia), bila lebih dari -6,00 DPenderita miopia mempunyai beberapa keluhan, tergantung dari jenis dan derajat miopia. Gejala yang didapat pada miopia umumnya adalah penglihatan kabur bila melihat jauh namun jelas untuk penglihatan dekat, mata cepat lelah, dapat pula timbul keluhan sakit kepala. Tanda klinis yang dapt ditemukan antara lain : bola mata lebih menonjol, dengan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar. Gambaran segmen posterior miopia fisiologis dalam batas normal, sedangkan pada miopia patologis dapat dijumpai keadaan keadaan sebagai berikut : tilting papil nervus optikus, atrofi korioretina peri papil, lacquer cracks (robekan linier membrana burch), perdarahan retina, stafiloma posterior, atrofi epitel pigmen retina (RPE) dan koroid, degenerasi lattice, dan hole pada retina perifer.1-4 Juvenile onset myopia adalah miopia yang terjadi mulai umur 7 16 tahun, umumnya miopia jenis ini disebabkan oleh bertambah panjangnya aksis bola mata yang berkaitan dengan pertumbuhan. Faktor resiko yang mempengaruhi progresifitas miopia adalah banyak melakukan aktifitas dengan penglihatan dekat (extensive near work). Secara umum, semakin dini onset miopia maka akan semakin besar progrefitas yang akan terjadi.1 Astigmatisma adalah suatu kelainan refraksi di mana terdapat perbedaan derajat refraksi pada berbagai meridian sehingga sinar sejajar yang datangakan difokuskan pada bermacam macam fokus. Hal ini dapat disebabkan karena adanya variasi pada kurvatura kornea atau lensa pada meridian yang berbeda.4,6,7Astigmatisma dibedakan menjadi :4,6,71. Astigmatisma regulerSetiap meridian mempunyai titik fokus tersendiri yang letaknya teratur. Meridian dengan daya bias terlemah tegak lurus dengan meridian dengan daya bias terkuat. Astigmatisma reguler terdiri dari :a. With the rule astimatismDaya bias terkuat pada bidang vertikal (90), daya bias terlemah pada bidang horisontal (180).b. Against the rule astigmatismDaya bias terkuat pada bidang vertikal (180), daya bias terlemah pada bidang vertikal (90).2. Astigmatisma irregulerTerdapat perberbedaan refraksi tidak hanya pada meridian yang berbeda tetapi juga pada tiap bagian meridian, misalnya pada permukaan kornea yang tidak rata akibat jaringan parut atau setelah pembedahan mata.

Berdasarkan kekuatan refraksi pada tiap meridian maka astigmatisma reguler dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu :4,6

1. Astigmatisma hipermetrop simpleks, dimana salah satu merisian utamanya emetrop dan lainnya hipermetrop.

Gb 1. Astigmatisma hipermetrop simpleks

2. Astigmatisma miopia simpleks, di mana salah satu meridian utamanya emetrop dan lainnya miopia

Gb 2. Astigmatisma miopia simpleks

3. Astigmatisma hipermetrop kompositus, di mana kedua meridian utamanya hipermetrop dengan derajat yang berbeda.

Gb 3. Astigmatisma hipermetrop kompositus

4. Astigmatisma miopia kompositus, di mana kedua meridian utamanya miopia dengan derajat yang berbeda

Gb 4. Astigmatisma miopia kompositus

5. Astigmatisma mikstus, di mana salah satu meridian utamanya miopia dan lainnya hipermetrop Gb 5. Astigmatisma mikstus

Gejala individu dengan astigmatisma :6-8 Kabur jika melihat dekat maupun jauh. Mata cepat lelah (astenopia) Bentuk benda yang dilihat berubah.

Kasus ini kami diagnosa sebagai OD afakia + astigmatisma hipermetrop simpleks dan OS high myopia + astigmatisma miopia kompositus, ODS Anisometropia berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi yang ditemukan. Pasien mempunyai riwayat gangguan penglihatan terutama untuk melihat jauh sejak berada di bangku sekolah dasar. Pada pemeriksaan didapatkan visus mata kanan 6/12 dengan koreksi S+1.00 C-1.00x120 didapat kan visus 6/7,5 NBC dengan lensa yang afakia. Penderita mempunyai riwayat operasi clear lens extraction tanpa pemasangan lensa tanam karena adanya riwayat high myiopia pada mata kanan. Pemeriksaan mata kiri didapatkan visus 2/60 dengan koreksi S-13.00 C-3.50x45 6/7,5 NBC dengan lensa keruh tidak merata (K1N1SKP0) dan status oftalmologi yang lain tenang. Penyebab dari miopia pada penderita ini dicurigai suatu juvenile onset myopia, dan dari pemeriksaan penunjang ultrasonografi didapatkan panjang bola mata mata kanan 27 mm dan mata kiri 29 mm sehingga miopia pada penderita ini dicurigai merupakan suatu miopia aksialis.Pilihan modalitas terapi yang dapat digunakan dalam tatalaksana high myopia ada beberapa cara. Pemberian terapi ini dipilih sesuai dengan kondisi masing masing individu. Modalitas terapi yang dapat digunakan antara lain:7,8,10

1. KacamataKeuntungan pemberian kacamata antara lain perawatan yang mudah, harga yang relatif murah dan pada anak anak dapat diberikan koreksi maksimal tanpa gejala intoleran. Kerugian pemmakaian kacamata pada penderita high myopia antara lain lensa yang sangat tebal sehingga akan terasa berat serta kosmetik yang kurang baik. Pasien ini tidak berikan resep kacamata karena terdapat perbedaan refraksi yang besar antara mata kanan yang telah menjalani ekstraksi lensa dan mata kiri dengan miop tinggiselainitu pasien tidak berkeinginan mengenakan kacamata, karena menurutnya akan mengganggu dalam bekerja.2. Lensa kontakPemakaian lensa kontak akan memberikan kualitas penglihatan yang lebih baik dan dapat diberikan koreksi maksimal tanpa gejala intoleran. Perlu pertimbangan mengenai kondisi sitemik, permukaan bola mata, penyakit lain yang diderita, pekerjaan, kepatuhan perawatan, serta kemauan pasien untuk memakai lensa kontak. Hal hal tersebut perlu dipertimbangkan untuk menentukan keputusan pemakaian lensa kontak mengingat komplikasi komplikasi yang ditimbulkan akibat pemakaian lensa kontak. Pasien ini didapatkan adanya kondisi mata dry eye yang merupakan kontraindikasi relatif dari pemakain lensa kontak sehingga pemakaian lensa kontak kurang dianjurkan.3. OperatifOperasi merupakan modalitas terapi yang invasif. Terdapat beberapa macam modalitas terapi operatif, antara lain :a. Bedah refraktif kornea (Corneal refractive surgery)Tujuan modalitas terapi ini adalah koreksi status refraksi dengan cara merubah kekuatan refraksi kornea. Terdapat beberapa macam bedah refraktif kornea antara lain Laser asssisted in situ keraomileusis (LASIK), Laser asssisted epithelial keraomileusis (LASEK) dan Photo Refractive Keratectomy (PRK). Tindakan operatif ini dapat dilakukan pada pasien yang berusia > 18 tahun, pada kelainan refraksi hingga -15.00 D, serta pada kondisi kelainan refraksi yang sudah stabil. Tindakan operasi ini harus mempertimbangkan kondisi ketebalan kornea, indikasi kontraindikasi dan komplikasi yang bisa terjadi.11 b. Clear lens extraction (Refractive lens exchange)Terapi ini dipilih apabila koreksi refraksi tidak bisa menggunakan kacamata maupun lensa kontak, sedangkan bedah terapi bedah refraktif kornea tidak mungkin dilakukan. Umumnya dilakukan pada pasien yang berumur > 40 tahun. Refractive lens exchange biasanya diikuti dengan penanaman lensa intra okuler sesuai dengan target refraksi yang diinginkan.c. Phakic posterior chamber implantMenanamkan impantable contact lens/ICL di belakang iris dan di depan lensa. Lensa yang ditanam umumnya mempunyai power antara 3.00 D sampai 20.50 D. Prosedur ini mempunyai beberapa komplikasi antara lain uveitis, glaukoma dengan blok pupil, kehilangan endotel kornea, terjadinya katarak dan ablasio retina.9 Pemilihan modalitas terapi operatif clear lens extraction diambil dengan pertimbangan usia pasien yang lebih dari 40 tahun, dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan miopia tinggi dan astigmatisma serta adanya kondisi anisometropia yang dikarenakan telah dilakukannya tindakan clear lens extraction ec. high myop pada mata kanan, selain itu kecurigan penyebab miopia tinggi pada pasien ini ke arah miopia aksial dimana dari hasil USG didapatkan axial length lebih dari normal (OD 27 mm dan OS 29 mm) serta adanya gambaran fundus miopia fisiologis. Pemberian kacamata tidak dilakukan karena adanya anisometropia dimana saat dicobakan kacamata sesuai ukuran yang diperlukan pasien merasa pusing dan tidak nyaman. Lensa kontak menjadi salah satu alternatif modalitas terapi, tetapi mengingat adanya kondisi dry eye yang merupakan kontraindikasi relatif penggunaan lensa kontak pada pasien ini, serta dengan pertimbangan pemeliharaan lensa kontak yang sulit dilakukan dan pasien yang merasa keberatan dengan biaya yang harus dikeluarkan pemberian lensa kontak tidak dilakukan pada pasien ini. Pilihan tindakan bedah refraktif kornea tidak dilakukan dengan pertimbangan bahwa penyebab miopia tinggi pada penderita ini terutama dipengaruhi oleh faktor panjang sumbu bola mata, selain itu pasien belum dilakukan pemeriksaan ketebalan kornea sehingga belum dapat diketahui apakah kornea pasien memenuhi syarat untuk dilakukan tindakan operatif dengan bedah refraktif kornea dan dengan pertimbangan bahwa modalitas terapi tersebut belum dapat dilakukan di RS dr. Kariadi Semarang.Dilakukan informed consent sebelum dilakukan tindakan operasi yang meliputi rencana tindakan, hasil yang diharapkan serta kemungkinan komplikasi yang mungkin terjadi durante maupun pasca operasi. Dijelaskan pula adanya risiko penurunan fungsi penglihatan untuk aktivitas dekat dan kebutuhan membaca terutama karena pasien menjalani binocular lens extraction.Komplikasi yang sering terjadi pada penderita miopia tinggi yang menjalani tindakan refractive lens exchange dan implantasi LIO adalah retinal detachment. Penelitian Collin et al menyatakan adanya insiden retinal detachment pada penderita miopia tinggi (>12.00 D) mencapai 8,1% setelah 7 tahun tindakan refractive lens exchange. Hal ini dapat diminimalisir dengan melakukan pemeriksaan preoperatif secara teliti, khususnya pemeriksaan funduskopi untuk menilai kondisi vitreus dan retina terhadap kemungkinan risiko detachment.12,13Untuk mencapai target refraksi yang diharapkan, pemeriksaan biometri untuk mengukur panjang sumbu bola mata dan keratometri harus dilakukan secara hati hati, sehingga didapatkan hasil pengukuran kekuatan LIO yang akurat. Hasil pengukuran biometri dan kekuatan LIO dengan menggunakan rumus SRK/T pada pasien ini didapatkan hasil 4.00D dengan target refraksi S 0,17.Pasien pada kasus ini didapatkan faktor astigmatisma kornea yang cukup besar, sehingga pilihan LIO yang ideal adalah menggunakan toric IOL untuk mencapai target refraksi yang diharapkan, namun karena keterbatasan penyediaan toric IOL pada penderita dengan BPJS PBI di RS dr. Kariadi Semarang, akhirnya diputuskan penggunaan LIO foldable dan dilakukan relaxing limbal exicion durante operasi.Evaluasi post operasi hari pertama didapatkan visus mata kiri 6/12 S 0.50 6/10 NBC dan pada segmen anterior didapatkan inflamasi ringan. Pemeriksaan Javal Keratometri didapatkan OS 45 45 mm dan 135 44,5 mm. Terapi pulang LFX ED 6 x gtt 1, P Pred ED 3 x gtt 1, dan Ciprofloxacin tab 2 x 500 mg. Pasien diperbolehkan pulang dan kontrol 1 minggu.Kontrol satu minggu di poliklinik mata didapatkan visus mata kiri 6/8,5 S + 0,75 6/6 F1. Tampak bula pada bekas insisi mine port serta didapatkan ODS dry eye. Pemeriksaan keratometri OS didapatkan 124 47,63 D dan 34 44,79 D. Terapi diberikan Doxicyclin 2 x 100 mg, Terramicyn EO 1 x 1 malam hari untuk terapi bula kornea dan dry eye, serta terapi P Pred ED 2 x gtt 1 dan C Lyters 4 x gtt 1. Pasien diminta untuk kontrol 3 minggu untuk mengetahui kondisi kestabilan visus post operasi.Selanjutnya pasien diminta tetap kontrol rutin setiap bulan untuk evaluasi visus dan kemungkinan komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi.DAFTAR PUSTAKA

1. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. American Academy of Ophthalmology Basic and Clinical Science Course. Section 3: Clinical Optics; 2010-2011: 113-92. Vaughn D, Asbury T, Eva PR. General Ophthalmology. General Ophthalmology. 17th edition. Appleton & Lange. Connecticut; 2004: 387-92.3. Schmid K. Myopia Manual. 2006. Available from URL : http://www.myopia-manual.de 4. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2002: 75 82, 251-45. Gondhowiardjo TD, Simanjuntak GW (editor). Gambaran umum kelainan refraksi Dalam: Panduan manajemen klinis Perdami. Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI). Jakarta; 2006: 9- 15 6. Hartono, Suharjo. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta; 2007: 169-188 7. Lang GK. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. New York: Thieme Stuttgart; 2007: 444-57 8. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. New Dehli: New Age International (P) Limited; 2007: 28-36 9. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach 6th ed. China. Butterwoth-Heinemann Elsevier; 2008: 318-21 10. Benjamin WJ. Borishs Clinical Refraction. China. Butterwoth-Heinemann Elsevier; 2006: 3-1811. Anderson NJ, Davis EA, Hardten DR. Refractive Surgery for Myopia, Myopic Astigmatism and Mixed Astigmatism. Clinical Updates. Available from URL: http://www.aao.org/education/clinicalupdates.cfm 12. Fine IH, Packer M, Hoffman RS. Refractive Lens Surgery. New York. Springer Verlag Berlin Heidelberg; 2005: 1-10, 233-6 13. Alio JL. Azar DT. Management of Complication in Refractive Surgery. New York. Springer Verlag Berlin Heidelberg; 2008: 1 5