laporan kasus sha

61
LAPORAN KASUS I. STATUS PASIEN - MRS : Senin, 26 November 2012 - Waktu Pemeriksaan : Kamis, 06 Desember 2012 - Bangsal : Angsoka Identitas - Nama : Ny. NW - Usia : 35 tahun - Jenis Kelamin : Perempuan - Alamat : Jln. Gerilya, Samarinda - Pekerjaan : IRT - Agama : Islam A. Hasil Anamnesa 1. Keluhan Utama Tangan dan kaki kanan terasa lemah. 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluhkan lemah pada tangan dan kaki kanan sejak bulan Oktober 2012. Awalnya pasien mengeluhkan sakit gigi di bulan puasa (Agustus 2012) pada gigi bagian bawah, kemudian ternyata yang dicabut yang dibagian atas. Pada lebaran 1 | Stroke Hemiparese Alternans

Upload: harisjauharifkunmul

Post on 10-Aug-2015

223 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus SHA

LAPORAN KASUS

I. STATUS PASIEN

- MRS : Senin, 26 November 2012

- Waktu Pemeriksaan : Kamis, 06 Desember 2012

- Bangsal : Angsoka

Identitas

- Nama : Ny. NW

- Usia : 35 tahun

- Jenis Kelamin : Perempuan

- Alamat : Jln. Gerilya, Samarinda

- Pekerjaan : IRT

- Agama : Islam

A. Hasil Anamnesa

1. Keluhan Utama

Tangan dan kaki kanan terasa lemah.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan lemah pada tangan dan kaki kanan sejak bulan

Oktober 2012. Awalnya pasien mengeluhkan sakit gigi di bulan puasa

(Agustus 2012) pada gigi bagian bawah, kemudian ternyata yang

dicabut yang dibagian atas. Pada lebaran H-1, tiba-tiba bola mata kiri

pasien tampak lebih ke pinggir, seperti sulit dibuka, pandangan

berbayang, dan kepala pusing serta sakit kepala. Tidak riwayat kejang.

Nyeri kepala dirasakan semakin memberat sampai pada akhirnya

mengeluhkan lemah anggota gerak kanan. Gangguan ini muncul tiba-

tiba dan sejak awal terkena sampai sekarang tidak ada perburukan

1 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 2: Laporan Kasus SHA

gejala. Pasien juga mengeluhkan tidak bisa berbicara terlalu banyak,

karena jika berbicara banyak, pasien merasa ingin muntah. Pasien sulit

untuk berjalan, karena jika bangun dari tempat tidur, kepala seperti

berputar dan kaki kanan terasa lemas.

3. Riwayat Medis dan Penyakit Dahulu

- Pasien memiliki riwayat operasi SC karena gawat janin beberapa

tahun yang lalu.

- Pasien tidak menggunakan kontrasepsi oral

- Tidak ada riwayat stroke sebelumnya

- Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi

- Tidak ada riwayat sakit jantung

- Tidak ada riwayat kencing manis

4. Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang serupa

- Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat tekanan darah

tinggi

- Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat sakit jantung

- Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat kencing manis.

5. Riwayat Kebiasaan

- Pasien tidak merokok

- Riwayat konsumsi alkohol (-)

- Riwayat konsumsi Jamu (-)

B. Hasil Pemeriksaan Fisik

1. Status Praesens

Keadaan Umum : Sakit Ringan

Kesadaran : Composmentis, GCS E4V5M6

Status Gizi

2 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 3: Laporan Kasus SHA

- Berat Badan : 60 Kg

- Tinggi Badan : 155 cm

- BMI : 24,9 Kg/m2

Tanda Vital

- Tekanan Darah : 130/85mmHg

- Nadi : 96 x/menit

- Pernafasan : 24 x/menit

- Suhu : 36,50C

Kepala

- Bentuk normal

- Konjungtiva anemis (-/-)

- Pupil anisokor, OD Ɵ 3 mm, Ɵ OS 4,5 mm refleks cahaya (-/-)

- Bibir sianosis (-)

Leher

o Pembesaran KGB (-)

o Trakea teraba di tengah

Thoraks

○ Paru

- Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan simetris,

retraksi ICS (-).

- Palpasi : Pelebaran ICS (-)

- Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru

- Auskultasi : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

○ Jantung

- Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

- Palpasi : Iktus cordis tidak teraba

- Perkusi : Batas jantung atas : ICS III

sinistra

Batas jantung kanan : PSL dextra

Batas jantung kiri : MCL sinistra

3 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 4: Laporan Kasus SHA

Batas jantung bawah : ICS V sinistra

- Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen

- Inspeksi : Bentuk flat

- Palpasi : Soefel, nyeri tekan epigastrium (-),

hepar dan lien tidak teraba, Massa (-), Jejas/Bekas Trauma (-)

- Perkusi : Timpani di seluruh abdomen

- Auskultasi : Bising usus normal

Ekstremitas atas dan bawah

- Akral hangat, Oedem (-).

2. Status Psychicus

Cara berpikir dan tingkah laku : baik

Kecerdasan, perasaan hati dan ingatan : baik

3. Status Neurologicus

Kesadaran

Kompos mentis, GCS 15 (E4V5M6)

Kepala

Bentuk normal, simetris. Nyeri tekan (-)

Leher

Sikap tegak, pergerakan baik.

Pemeriksaan Tanda Rangsangan Meningeal

- Kaku Kuduk (-)

- Brudzinsky I Sign (-/-)

- Brudzinsky II Sign (-/-)

- Lasseque Sign (-/-)

- Kernig Sign (-)

Pemeriksaan Saraf Kranialis

4 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 5: Laporan Kasus SHA

Pemeriksaan Saraf Kranialis Kanan Kiri

Olfaktorius (I)

Subjektif Normal Normal

Optikus (II)

Tajam penglihatan (Subjektif)

Lapangan pandang (Subjektif)

Melihat warna

Normal

Normal

(+)

Berbayang

Normal

(+)

Okulomotorius (III)

Sela mata

Pergerakan mata kearah medial,

inferior, torsi inferior

Pergerakan mata ke superior

Strabismus

Nystagmus

Exoptalmus

Refleks pupil terhadap sinar

Melihat kembar

Pupil besarnya

Midriasis

Ptosis

Normal

(+)

(-)

(-)

(+) horisontal

(-)

(-)

(-)

3 mm

(-)

(-)

Menurun

(-)

(-)

(+) divergen

(+) horisontal

(-)

(-)

(+)

4,5 mm

(+)

(+) ringan

Troklearis (IV)

Pergerakan mata (ke bawah-

keluar)

(+) (+)

Trigeminus (V)

Membuka mulut

Mengunyah

Menggigit

Palpasi Otot Masseter

Sensibilitas muka

(Taktil, Nyeri)

(+) terbatas

(+) kaku

(+) kaku

(+)

(+)

(+) terbatas

(+) kaku

(+) kaku

(+)

(+)

5 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 6: Laporan Kasus SHA

Abdusens (VI)

Pergerakan mata ke lateral (+) (+)

Fasialis (VII)

Mengerutkan dahi

Menutup mata

Memperlihatkan gigi

Sudut bibir

Pengecapan (2/3) Anterior

(+)

(+)

(-)

(-)

(+)

(+)

(-)

(+)

(+)

(+)

Vestibulokoklearis (VIII)

Fungsi pendengaran (Subjektif)

Tes Scwabach

Tes Rinne

Tes Weber

Kepala berputar (Vertigo)

(+)

Normal

(+)

(+)

(+)

(+)

Normal

(+)

(+)

(+)

Glossofaringeus (IX)

Perasaan lidah (bagian belakang)

Refleks muntah

(+)

(+)

(+)

(+)

Vagus (X)

Bicara

Menelan

Arcus Pharynx

Uvula

Agak kaku

Sulit (sering tersedak)

Sulit dievaluasi

Sulit divaluasi

Assesorius (XI)

Mengangkat bahu

Memalingkan kepala

(+)

(+)

(+)

(+)

Hipoglossus (XII)

Pergerakan lidah

Atrofi

Deviasi ke kanan

(-)

Pemeriksaan Motorik, Sensorik dan Refleks

- Anggota Gerak Atas

6 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 7: Laporan Kasus SHA

Kanan Kiri

Motorik

Bentuk/Massa Otot

Pergerakan

Kekuatan

Tonus

Normal

Agak lemah

4/4/4/4

Agak lemah

Normal

Normal

5/5/5/5

Normal

Sensibilitas

Taktil

Nyeri

(+)

(+)

(+)

(+)

Refleks fisiologis

Biseps

Triceps

Brachioradialis

(+4)

(+4)

(+4)

(+2)

(+2)

(+2)

Refleks patologis

Tromner

Hoffman

Leri

(+)

(+)

(+)

(-)

(-)

(-)

Anggota Gerak Bawah

Pemeriksaan Kanan Kiri

Motorik

Bentuk/Massa Otot

Pergerakan

Kekuatan

Tonus

Normal

Normal

4/4/4/4

Normal

Normal

Normal

5/5/5/5

Normal

Sensibilitas

Taktil

Nyeri

(+)

(+)

(+)

(+)

Refleks fisiologis

Patella (+4) (+2)

7 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 8: Laporan Kasus SHA

Achilles (+4) (+2)

Refleks patologis

Babinski

Chaddock

Schaefer

Oppenheim

Gordon

Gonda

(+)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Pemeriksaan tambahan

Tes Patrick

Tes kontra Patrick

(-)

(-)

(-)

(-)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium :

Ruangan Angsoka, 27 November 2012

- Ureum : 23,7 mg/dl

- Creatinin : 1,2 mg/dl

D. DIAGNOSA

Diagnosa klinis : Stroke Hemiparese Alternans

Diagnosa topis : Parese N.III Komplit

Diagnosa etiologik : Infark Mesensefalon

SOL Mesensefalon

E. PENATALAKSANAAN

Terapi :

8 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 9: Laporan Kasus SHA

- IVD RL 12 tpm

- Drip Neurobion 1 amp/hari

- Inj. Citicoline 2x500 mg

- Inj. Ketorolac 3x30 mg

- Inj Ranitidin 2x1 amp

- Paracetamol 3x500 mg

- Betahistin 3x6 mg

- Aspilet 80 mg 1x1

- Antasida syr 3xCI

- Fisioterapi

F. PROGNOSIS

Vitam : Dubia

Fungsionam : Dubia

Sanationam : Dubia

9 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 10: Laporan Kasus SHA

FOLLOW UP RUANGAN

(Sejak 26 November 2012- 4 Desember 2012)

Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi

26/11/2012 S: Nyeri kepala, mual, tetapi tidak

sampai muntah, kaki kanan terasa

lemah

O: CM, E4V5M6 TD : 130/85 mmHg,

nadi : 96x/menit, RR : 24 x/menit,

Temp : 36,50C, MMT

Babinsky (+/-)

A: Cephalgia

- IVFD RL 12 tetes per

menit

- Inj. Antrain 3x1 amp IV

- Inj. Ranitidin 2x1 amp IV

- Metilprednisolon tab 3x16

mg

27/11/2012 S: nyeri dada (+), mual (+), lemas (+).

O: CM, E4V5M6 TD : 130/90 mmHg,

nadi : 68x/menit, RR : 20 x/menit,

Temp : 36,5 0C, BU (+) N, NTE (-)

MMT

Babinsky

(+/-)

A: Cephalgia + Strabismus

- IVFD RL 12 tetes per

menit

- Inj. Antrain 3x1 amp IV

- Inj. Ranitidin 2x1 amp IV

- Metilprednisolon tab 3x16

mg

- MS CT Scan kepala +

Kontras

28/11/2012 S: Nyeri kepala, nyeri dada, mual,

penglihatan berbayang, sariawan.

O: CM, E4V5M6 TD : 110/70 mmHg,

nadi : 68x/menit, RR : 20 x/menit,

Temp : 36,5 0C, MMT

Babinsky (+/-)

A: Cephalgia + Strabismus + Suspect

SOL

- IVFD RL 12 tetes per

menit

- Inj. Ranitidin 2x1 amp IV

- Metilprednisolon tab 3x16

mg

- Paracetamol 500 mg 3x1

- MS CT Scan kepala +

Kontras

10 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

4 5

4 5

4 5

4 5

4 5

4 5

Page 11: Laporan Kasus SHA

29/11/12 S: Nyeri kepala, nyeri dada, mual,

muntah 1x, penglihatan berbayang,

lemas.

O: CM, E4V5M6 TD : 120/80 mmHg,

nadi : 72x/menit, RR : 20 x/menit,

Temp : 36,7 0C, MMT

Babinsky (+/-)

A: Cephalgia + Strabismus + Suspect

SOL

- IVFD RL 12 tetes per

menit

- Inj. Ranitidin 2x1 amp IV

- Paracetamol 500 mg 3x1

- Inj. Dexamethason 3x1

amp

- MS CT Scan kepala +

Kontras

30/11/12 S: Nyeri kepala, nyeri dada, mual,

muntah 2x, penglihatan berbayang.

O: CM, E4V5M6 TD : 130/90 mmHg,

nadi : 72x/menit, RR : 18 x/menit,

Temp : 36,2 0C, MMT

Babinsky (+/-)

A: Cephalgia + Strabismus + Suspect

SOL

- IVFD RL 12 tetes per

menit

- Inj. Ranitidin 2x1 amp IV

- Paracetamol 500 mg 3x1

- Inj. Dexamethason 3x1

amp

1/12/12 S: Nyeri kepala, nyeri dada, mual,

muntah 1x, penglihatan berbayang,

mata berair.

O: CM, E4V5M6 TD : 120/80 mmHg,

nadi : 68x/menit, RR : 20x/menit,

Temp : 36,2 0C, MMT

Babinsky (+/-),

A: Cephalgia + Strabismus + Suspect

SOL

- IVFD RL 12 tetes per

menit

- Inj. Ranitidin 2x1 amp IV

- Paracetamol 500 mg 3x1

- Inj. Ondansentron 3x1

amp

- Drip Neurobion 1 amp/hari

- Inj. Ketorolac 3x1 amp

3/12/12 S: Nyeri kepala, nyeri dada, mual,

muntah 1x, penglihatan berbayang,

mata berair.

O: CM, E4V5M6 TD : 120/80 mmHg,

nadi : 68x/menit, RR : 20x/menit,

Temp : 36,2 0C, MMT

- IVD RL 12 tpm

- Drip Neurobion 1 amp/hari

- Inj. Citicoline 2x500 mg

- Inj. Ondansentron 3x1

amp

- Inj. Ketorolac 3x30 mg

11 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

4 5

4 5

4 5

4 5

4 5

4 5

4 5

4 5

Page 12: Laporan Kasus SHA

Babinsky (+/-),

A: Cephalgia + Strabismus + Suspect

SOL

- Inj Ranitidin 2x1 amp

- Paracetamol 3x500 mg

- Betahistin 3x6 mg

- Aspilet 80 mg 1x1

- Antasida syr 3xCI

4/12/12 S: Nyeri kepala, nyeri dada, mual,

muntah, penglihatan berbayang, nyeri

dada, pusing berputar.

O: CM, E4V5M6 TD : 120/90 mmHg,

nadi : 72x/menit, RR : 20 x/menit,

Temp : 35,8 0C, MMT

Babinsky (-/-)

A:

Dx Klinis : Stroke Hemiparese

Alternans

Dx Topis : Parese N.III complete

Dx Etiologis : Infark Mesensefalon

SOL Mesensefalon

- IVD RL 12 tpm

- Drip Neurobion 1 amp/hari

- Inj. Citicoline 2x500 mg

- Inj. Ketorolac 3x30 mg

- Inj Ranitidin 2x1 amp

- Paracetamol 3x500 mg

- Betahistin 3x6 mg

- Aspilet 80 mg 1x1

- Antasida syr 3xCI

- Fisioterapi

12 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

4 5

4 5

Page 13: Laporan Kasus SHA

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke Infark

I. Definisi Stroke Infark (Stroke Non Hemoragik)

Stroke merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau

tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional

otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada

intervensi bedah atau membawa kematian) yang tidak disebabkan oleh sebab

lain selain penyebab vaskuler. Definisi ini mencakup stroke akibat infark otak

(Stroke Iskemik), perdarahan intraserebral (PIS) non traumatik, perdarahan

intraventrikuler dan beberapa kasus perdarahan subarachnoid (Warlow, Gijn,

Hankey, Sandercock, & Bamford, 2007)

Stroke infark merupakan stroke yang disebabkan oleh menurunnya aliran

darah ke otak akibat obstruksi pada pembuluh darah pada suatu area otak

sehingga area tersebut kekurangan nutrisi dan oksigen (Gofir, 2011)

II. Patofisiologi Stroke Infark

1. Mekanisme Aterosklerosis dan Atherotrombus

Aterosklerosis merupakan kerusakan dinding arteri akibat deposit

lemak/plak sehingga terjadi penyempitan dan pengerasan yang

menyebabkan berkurangnya fungsi pada jaringan yang disuplai oleh arteri

tersebut. Berulangnya kerusakan dinding arteri akan membentuk bekuan

darah yang disebut trombus. Pada proses ini akan terjadi penurunan aliran

darah lebih lanjut. Pada beberapa kasus thrombus akan membesar dan

menutup lumen arteri atau trombus dapat terlepas dan membentuk emboli

yang akan mengikuti aliran darah dan menyumbat arteri di daerah yang

lain.

Aterosklerosis dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius

seperti PJK (Penyakit Jantung Koroner), Stroke, dan penyakit arteri perifer

13 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 14: Laporan Kasus SHA

tergantung arteri yang terkena (Gofir, 2011). Berikut merupakan proses

terjadi plak aterosklerosis :

Gambar 1. Proses pembentukan Plak Aterosklerosis

Keterangan :

1. Akumulasi lipoprotein pada tunika intima. Lipoprotein yang

tertimbun terutama adalah LDL dan VLDL. Hal ini bisa terjadi oleh

karena kebiasaan buruk seperti makan makanan tinggi kolestrol dan

jarang berolahraga.

2. Stress Oksidatif. Timbunan VLDL dan atau LDL akan dioksidasi

karena pembuluh darahnya mengalami jejas (stress)

3. Aktivasi Sitokin. Stress oksidatif akan menimbulkan reaksi inflamasi.

Sel-sel radang mengeluarkan mediator-mediator inflamasi berupa

sitokin seperti IL-2 (Interleukin-2) dan TNF (Tumor Necrosis Factor)

4. Penetrasi Monosit. Sel-sel radang juga menghasilkan semacam

Monocyte Chemotactic Factor, sehingga monosit akan melakukan

14 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 15: Laporan Kasus SHA

penetrasi sampai ke dasar tunika intima dan kemudian berubah

menjadi makrofag.

5. Migrasi Makrofag dan Pembentukan Foam Cell. Makrofag

bermigrasi sambil memfagosit LDL yang tertimbun dan terbentuk sel

foam/sel sabun.

6. Migrasi Smooth Muscle Cell (SMCs). Selain migrasi makrofag,

terjadi migrasi SMCs dari tunika media vasa menuju tunika intima

yang akan menimbulkan akumulasi matriks.

7. Akumulasi Matriks Ekstra Seluler. Matriks ekstra seluler seperti

serabut hialin, kolagen, elastin, dan fibrosa. Matriks ini diproduksi

oleh SMCs.

8. Kalsifikasi dan Fibrosis. Adanya akumulasi matriks ekstraseluler

menimbulkan kalsifikasi dan fibrosis plak ateroma sehingga elastisitas

dan diameter pembuluh darah berkurang.

Atherosklerosis dan pembentukan plak yang terjadi selanjutnya

menghasilkan penyempitan atau oklusi arteri dan merupakan penyebab

stenosis arteri yang paling sering. Pembentukan trombus paling mungkin

terjadi pada area dimana aterosklerosis menyebabkan penyempitan

pembuluh darah yang paling berat.

2. Pembentukan Trombus

Endotel pembuluh darah yang normal bersifat anti-trombosis. Hal

ini disebabkan adanya glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel

endotel serta adanya prostasiklin (PGI2) pada endotel yang bersifat

vasodilator dan inhibisi agregasi trombosit. Endotel yang mengalami

kerusakan akan menyebabkan darah berhubungan langsung dengan serat

kolagen pembuluh darah dan merangsang agregasi trombosit serta

pengeluaran bahan-bahan granula trombosit dan bahan-bahan dari

makrofag yang mengandung lemak.

Proses thrombosis pada pembuluh darah yang rusak melewati tiga

fase yakni :

15 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 16: Laporan Kasus SHA

a) Adhesi trombosit. Merupakan proses perlekatan trombosit pada

jaringan sub-endotelial lewat interaksi antara glikoprotein Ib

dengan von wildebrand factor (vWF).

b) Perubahan bentuk dan sekresi. Merupakan tanda dari aktivasi

trombosit dimana bentuk trombosit yang awalnya bulat berubah

menjadi cakram akibat pembentukan pseudopodia yang kemudian

melekat pada endotel. Trombosit yang sudah aktif tadi kemudian

mensekresikan ADP (adhenosine diphospate) yang memulai proses

agregasi trombosit

c) Agregasi trombosit. Proses ini diawali dengan ADP yang

disekresikan oleh trombosit aktif yang membentuk agregasi primer

yang bersifat reversibel. Trombosit pada agregasi primer kemudian

akan mengeluarkan ADP lagi yang memicu proses agregasi

sekunder yang ireversibel. Selain ADP juga dibutuhkan kalsium

dan fibrinogen yang menunjang terjadinya agregasi trombosit.

Proses ini akan terus berlanjut dimana ADP juga akan disekresikan

bersama dengan tromboksan A2 yang menyebabkan trombosit lain

ikut beragregrasi ke tempat endotel yang rusak tadi.

3. Mekanisme Kematian Neuron pada Stroke Infark

Aliran darah otak (ADO) adalah jumlah darah yang menuju ke

otak. Otak orang dewasa menggunakan 20 % darah yang dipompa oleh

jantung pada saat keadaan istirahat dan darah dalam keadaan normal

mengisi 10 % dari ruang intracranial. ADO secara ketat meregulasi

kebutuhan dari metabolik otak, rata-rata aliran ADO dipertahankan 50

ml/100 gram jaringan otak per menit pada manusia dewasa. Sangat

penting untuk mempertahankan ADO dalam batas yang normal, karena

jika terlalu banyak maka akan meningkatkan tekanan intrakranial sehingga

akan menekan dan merusak jaringan otak, sedangkan terlalu sedikit ADO

akan menyebabkan suplai darah yang tidak adekuat. Iskemik akan terjadi

jika aliran darah ke otak dibawah 18-20 ml/100 gram otak per menit dan

16 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 17: Laporan Kasus SHA

kematian jaringan otak terjadi bila ADO turun di bawah 8-10 ml/100 gram

jaringan otak per menit.

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi volume aliran darah ke

otak :

1. Faktor Intrinsik

a) Tekanan darah sistemik

b) Kemampuan jantung untuk memompa

c) Kualitas arteri karotis dan vertebrobasiler

d) Kualitas darah yang menentukan viskositas darah

2. Faktor Ekstrinsik

a) Autoregulasi cerebral

- Vasokonstriksi terjadi jika tekanan intra luminalnya

meningkat dan vasodilatasi terjadi jika tekanan

intraluminalnya menurun.

- Jika tekanan darah sistemik turun <50 mmHg

autoregulasi tidak lagi mampu mengatur ADO.

b) Biokimiawi Regional

- Kadar CO2

Peningkatan kadar CO2 menyebabkan vasodilatasi

arteri cerebral sehingga terjadi peningkatan ADO.

- Kadar O2

Peningkatan kadar O2 menyebabkan vasokonstriksi

sehingga terjadi penurunan ADO.

- Asam Laktat menyebabkan vasodilatasi

- PH darah

Asidemia akan meningkatkan ADO sedangkan

Alkalosis akan menurunkan ADO

c) Syaraf Otonom

Ketika perfusi ke otak menghilang dalam beberapa detik atau

menit akan menyebabkan terjadinya reaksi cascade iskemik yang

17 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 18: Laporan Kasus SHA

menyebabkan gambaran pusat sentral area infark irreversible yang

dikelilingi oleh penumbra (potensial reversibel).

Gambar 2. Skema Kematian Neuron pada Stroke Infark

III. Klasifikasi Stroke Infark

1. Perjalanan Klinis

a) Transient Ischemic Attack (TIA)

Merupakan suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang

gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh

trombus atau emboli.

18 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 19: Laporan Kasus SHA

b) Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)

Gejala pada RIND sama seperti TIA namun butuh waktu lebih lama

untuk menghilang. RIND akan membaik dalam waktu 24-48 jam,

sedangkan PRIND (Prolonged Reversible Neurological Deficit) akan

membaik dalam beberapa hari yakni 3-4 hari.

c) Stroke In Evolution (Progressing Stroke)

Pada bentuk ini, gejala dan tanda neurologis fokal terus memburuk

setelah 48 jam. Kelainan atau deficit neurologic yang timbul

berlangsung secara bertahap dari yang bersifat ringan menjadi lebih

berat.

d) Complete Stroke non hemmorhagic

Kelainan neurologis yang ada sifatnya sudah menetap, tidak

berkembang lagi. Kelainan neurologis yang muncul bermacam-

macam, tergantung pada daerah otak mana yang mengalami infark.

2. Oxfordshire Community Stroke Project Classification (OCSP)

Klasifikasi ini menggolongkan stroke iskemik berdasarkan gambaran

klinis pada waktu onset stroke muncul. Klasifikasi ini mempunyai

kelemahan pada penjelasan patofisiologi stroke, namun klasifikasi ini

memiliki kelebihan disisi kemudahan, kecepatan, dan tidak membutuhkan

pemeriksaan diagnostik yang banyak.

a) TACS (Total Anterior Circulation Syndrome)

Jika ditemukan trias gejala, yaitu : Hemiparesis (atau hemisensory

loss), disfasia (atau gangguan fungsi luhur yang lain) dan homonymous

hemianopia.

b) PACS (Partial Anterior Circulation Syndrome)

Jika hanya ditemukan dua dari tiga gambaran klinis di atas atau dengan

disfungsi kortikal tunggal atau deficit motorik dan sensorik sebagian

(misalnya hanya tangan saja)

c) LACS (Lacunar Syndrome)

19 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 20: Laporan Kasus SHA

Jika ditemukan gangguan motorik murni, gangguan sensorik murni

atau ataksia hemiparesis.

d) POCS (Posterior Circulation Syndrome)

Jika ditemukan adanya gangguan batang otak, gangguan serebelum,

atau ditemukan hanya homonymous hemianopia.

IV. Diagnosis

1. Anamnesis

a) Karateristik Gejala dan Tanda

Modalitas yang terlibat (motorik, sensorik, visual)

Daerah anatomi yang terlibat

Apakah gejala tersebut fokal atau non fokal

Gejala Fokal : Gejala motorik (kelemahan atau kekakuan tubuh

satu sisi atau kedua sisi, gangguan menelan, gangguan

keseimbangan tubuh), Gangguan berbicara atau berbahasa

(kesulitan pemahaman atau ekspresi berbahasa, kesulitan

membaca/disleksia, atau menulis, kesulitan menghitung), Gejala

sensorik (perubahan kemampuan sensorik tubuh satu sisi).

Gejala Non Fokal : Kelumpuhan seluruh tubuh dan atau gangguan

sensorik, “Light Headedness”, pingsan, “Blackouts” dengan

gangguan kesadaran, inkontinensia urine atau feses, bingung,

tinnitus.

Apa kualitasnya (apkah negative misalnya hilangnya kemampuan

sensorik, hilangnya kemampuan motorik atau visual), ataukah

positif (misalnya menyebabkan sentakan tungkai limb jerking,

tingling, halusinasi)

b) Konsekuensi Fungsional

Misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa mengangkat tangan.

c) Kecepatan Onset dan Perjalanan Gejala Neurologis

Kapan gejala tersebut dimulai (hari apa dan jam berapa)

Apakah onsetnya mendadak ?

20 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 21: Laporan Kasus SHA

Apakah gejala tersebut lebih minimal atau lebih maksimal saat

onset, apakah menyebar atau semakin parah secara bertahap, hilang

timbul, ataukah progresif dalam menit/jam/hari. Atau apakah ada

fluktuasi antara fungsi normal dan abnormal.

d) Apakah ada kemungkinan presipitasi?

Apakah yang pasien sedang lakukan pada saat dan tidak lama

sebelum onset?

e) Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai

Nyeri kepala, kejang epilepsi, panik, anxietas, muntah, neyri dada

f) Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit

keluarga yang relevan

Apakah ada riwayat TIA atau stroke terdahulu

Apakah ada riwayat hipertensi, hiperkolestrolemia, diabetes

mellitus, angina, IMA, intermittent claudication atau arteritis.

g) Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan

Merokok, konsumsi alcohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan

(khususnya obat kontrasepsi oral, obat antitrombotik, antikoagulan)

2. Pemeriksaan Fisik dan Neurologis

Pada stroke infark, pemeriksaan fisik dan neurologis sama dengan

pemeriksaan gangguan saraf lainnya. Tujuannya adalah untuk menunjang

diagnosis dan mencari komplikasi sistemik dan neurologis dari stroke. Hal

ini harus dilakukan dengan cepat karena pada beberapa kasus pasien dalam

keadaan kritis dan butuh penanganan segera.

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan kesadaran dengan

menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Hal ini dilakukan untuk

menilai kondisi kesadaran awal dan untuk mengikuti perkembangan

tingkat kesadaran.

Pemeriksaan selanjutnya yang penting adalah pemeriksaan tanda

rangsangan meningeal untuk mencari apakah ada tanda-tanda iritasi

selaput meningeal. Gejala subyektifnya meliputi sakit kepala, kuduk terasa

21 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 22: Laporan Kasus SHA

kaku, fotofobia, hiperakusis dan opistotonus. Secara obyektif, hal ini dapat

dinilai dengan pemeriksaan kaku kuduk (Nuchal/Neck Rigidity), Lasegue,

Kernig, Brudzinsky I, dan Brudzinsky II.

Setelah itu, kita tanda dapat melakukan pemeriksaan fungsi saraf otak

(nervus cranialis). Pemeriksaan saraf otak (I-XII) dapat membantu untuk

menentukan lokasi dan jenis penyakit. Pemeriksaan Motorik juga harus

dilakukan karena sebaagian besar manifestasi objektif kelainan saraf. Pada

pasien dengan stroke infark terjadi kerusakan pada Upper Motor Neuron

(UMN) dengan karakteristik lumpuh, hipertoni, hiper refleksi dan klonus

serta reflex patologis. Pemeriksaan sensorik juga dilakukan untuk

mengetahui apakah ada komplikasi ke sistem sensorik.

3. Pemeriksaan Penunjang

Untuk pemeriksaan penunjang pada pasien dengan stroke, maka

pemeriksaan yang harusnya dilakukan adalah CT Scan, EKG, glukosa

darah, elektrolit serum, tes fungsi ginjal, hitung darah rutin, dan activated

partial thromboplastin time (aPTT).

V. Manajemen Terapi

1. Manajemen Umum Stroke

a) Memberikan life support (bantuan hidup) secara umum

1) Pembebasan jalan nafas dengan suction atau intubasi

2) Oksigenasi jika diperlukan untuk mencegah hipoksia

3) Pengendalian sirkulasi darah agar tidak terjadi penurunan perfusi ke

jaringan otak

4) Manajemen cairan dan elektrolit

5) Mengatur posisi kepala lebih tinggi 150-300 sehingga memperbaiki

venous return.

6) Mengatasi kejang

7) Mengatasi rasa nyeri

8) Menjaga suhu tubuh normal <37,50 C

9) Menghilangkan rasa cemas

22 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 23: Laporan Kasus SHA

b) Meminimalkan lesi stroke

c) Mencegah komplikasi akibat stroke

d) Melakukan rehabilitasi

e) Mencegah timbulnya serangan ulang stroke

2. Manajemen Stroke Infark

a) Tatalaksana Hipertensi

Selama jam-jam pertama setelah onset gejala stroke, terapi

hipertensi berat menjadi masalah, karena penurunan mendadak tekanan

darah arteri dapat menyebabkan penurunan perfusi lokal yang

berbahaya. Manajemen hipertensi dilakukan tanpa obat kecuali bila

mean arterial pressure (MAP) lebih dari 140 mmHg atau tekanan

darah sistolik > 220 mmHg. Ini dikarenakan otoregulasi sirkulasi

serebral di dalam dan disekitar lesi iskemik terganggu, dan aliran darah

regional pada area tersebut berubah secara pasif seperti perubahaan

tekanan perfusi. Selain itu hamper pada semua kasus tekanan darah

akan turun dengan sendirinya dalam 1-2 minggu. Penggunaan terapi

anti hipertensi juga harus berhati-hati karena terdapat bukti klinis yang

menunjukkan efek merugikan dari penurunan tekanan darah yakni

perluasan infark.

b) Antikoagulan (LMWH, Heparin)

Pemakaian anti koaguloan yang mendesak dengan tujuan

pencegahan stroke rekuren, menghambat perburukan neurologis, atau

memperbaiki outcome setelah stroke iskemik akut tidak

direkomendasikan untuk terapi pada pasien stroke iskemik akut. Bagi

pasien dengan stroke iskemik atau TIA dengan AF persisten atau

paroksismal direkomendasikan anti koagulan adjusted-dose warfarin.

Pemakaian rutin antikoagulan tidak direkomendasikan untuk terapi

strike iskemik dan progressing stroke.

c) Antiplatelet agregasi

Pemberian aspirin oral (dosis awal 325 mg) dalam 24-48 jam setelah

onset stroke direkomendasikan. Bagi pasien dengan stroke iskemik

23 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 24: Laporan Kasus SHA

non kardioembolik atau TIA, obat antiplatelet lebih direkomendasikan

dibanding antikoagulan oral untuk mengurangi resiko stroke rekuren

dan kejadian kardiovaskuler lainnya. Pilihan obat yang tersedia untuk

terapi awal adalah aspirin (50-325 mg), kombinasi aspirin dan

extended-release dipiridamol (25-200 mg) dan monoterapi clopidogrel

(75 mg).

B. Stroke Hemiparese Alternans

Karena lesi vaskular regional di otak akan menyebabkan terjadinya

hemipaaralisis atau hemiparesis yang kontralateral terhadap sisi lesi. Jika lesi

vaskular berada di daerah batang otak sesisi, maka akan menyebabkan

hemiparesis atau hemihipestesia alternans yang mana berarti pada tingkat lesi

hemiparesis atau hemihipestesia bersifat ipsilateral sedangkan pada bagian

distal dari lesi hemeiparesis atau hemihipestesi bersifat kontralateral.

Kerusakan unilateral pada kortikobulbar atau kortikospinal di tingkat

batang otak menimbulkan di tingkat batang otak menimbulkan sindrom

hemiplegia alternans. Sindrom tersebut terdiri atas kelumpuhan UMN yang

melanda otot-otot belahan tubuh kontralateral yang berada di bawah tingkat

lesi, sedangkan setingkat lesinya terdapat kelumpuhan LMN yang melanda

otot-otot yang disarafi oleh saraf kranial yang terlibat dalam lesi. Tergantung

pada lokasi lesi paralitiknya, dapatlah dijumpai sindrom hemiplegiaa alternans

di mesensefalon, pons, dan medulla oblongata.

1. Sindrom Hemiplegia Alternans Alternans di Mesensefalon

Gambaran penyakit tersebut di atas dijumpai bilamana hemilesi di

batang otak menduduki pedunkulus serebri di tingkat mesensefalon.

Nervus okulomotorius (N.III) yang hendak meninggalkan mesensefalon

melalui permukaan ventral melintasi daerah yang terkena lesi sehingga

ikut terganggu fungsinya. Hemiplegiaa alternans dimana nervus

okulomotorius ipsilateral ikut terlibat dikenal sebagai hemiplegiaa

alternans n. okulomotorius atau sindrom dari weber.

24 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 25: Laporan Kasus SHA

Adapun manifestasi kelumpuhan n.III itu ialah (a) paralisis m.rectus

internus (medialis), m.rectus superior, m.rectus inferior, m.obliqus

inferior, dan m.levator palpebrae superior sehingga terdapat strabismus

divergen, diplopia jika melihat ke seluruh jurusan dan ptosis. (b) paralisis

m.sfingter pupilae, sehingga terdapat pupil yang melebar (midriasis).

Jika salah satu cabang dari rami perforantes paramedialis a. basilaris

yang tersumbat, maka infark akan ditemukan di daerah yang mencakup

dua pertiga bagian pedunkulus serebri dan nucleus ruber. Oleh karena itu,

maka hemiparesis alternans yang ringan sekali tidak saja disertai oleh

paresis ringan n.III, akan tetapi dilengkapi juga dengan adanya gerakan

involunter pada lengan dan tungkai yang paretic ringan (di sisi

kontralateral). Sindrom ini disebut dengan sindrom benedikt.

2. Sindrom Hemiplegia Alternans Alternans di Pons

Sebagaimana sudah disinggung di atas, sindrom hemiplegiaa di

pons disebabkan oleh lesi vascular unilateral. Selaras dengan pola

percabangan arteri-arteri maka lesi vaskuler di pons dapaat divagi di

dalam: (1) Lesi paramedian akibat penyumbatan salah satu cabang dari

rami perforantes medialis arteri basilaris (2) Lesi lateral yang sesuai

dengan kawasan perdarahan cabang sirkumferens yang pendek. (3) Lesi

di tegmenum bagian rostral pons akibat penyumbatan arteri serebeli

25 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 26: Laporan Kasus SHA

superior. (4) lesi di tegmentum bagian kaudal pons yang sesuai dengan

kawasan perdarahan cabang sirkumferens yang panjang.

Hemiplegiaa alternans akibat lesi di pons adalah selamanya

kelumpuhan UMN yang melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral, yang

berada di bawah tingkat lesi yang berkombinasi dengan kelumpuhan

LMN pada otot-otot yang disarafi oleh nervus abdusens (n.VI) atau

nervus fasialis (n.VII).

Jenis-jenis hemiplegia alternans di pons berbeda karena adanya

selisih derajat kelumpuhan UMN yang melanda lengan dan tungkai

berikut dengan gejala pelengkapnya yang terdiri dari kelumpuhan (LMN)

pada otot-otot yang disarafi oleh n. VI (abdusens) dan n.VII (fasialis) dan

gejala-gejala okuler.

Penyumbatan parsial dari terhadap salah satu cabang dari rami

perforantes medialis a. basilaris sering disusul oleh terjadinya lesi-lesi

paramedian. Jika lesi paramedian itu bersifat unilateral dan luas, maka

jaras kortikobulbar/kortikospinal berikut dengan inti-inti pes pontis serta

serabut-serabut pontoserebelar akan terusak. Tegmentum pontis tidak

terlibat dalam lesi tersebut. Manifestasi lesi semacam itu ialah

hemiplegiaa kontralateral, yang pada lengan lebih berat daripada tungkai.

26 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 27: Laporan Kasus SHA

Jika lesi paramedian itu terjadi secara bilateral, maka kelumpuhan terlukis

diatas terjadi pada kedua sisi tubuh.

Jika lesi paramedian terletak pada baagian kaudal pons, maka akar

nervus abdusens tentu terlibat. Maka dari itu pada sisi lesi terdapat

kelumpuhan LMN m.rectus lateralis yang membangkitkan strabismus

konvergen ipsilateral, yang mencakup lengan tungkai sisi kontralateral

berikut dengan otot-otot yang dipersarafi oleh n.VII, n.IX, n.X, n.XI, dan

n.XII sisi kontralateral. Gambaran penyakit ini dikenal dengan nama

sindrom hemiplegiaa alternans nervus abdusens. Dapat juga terjadi suatu

lesi unilateral di pes pontis yang meluas ke samping sehingga melibatkan

juga daerah yang dilintasi n. fasialis. Sindrom hemiplegia alternans pada

sisi ipsilateral yang menyebabkan kelumpuhan LMN pada otot-otot yang

dipersarafi oleh n. abdusens dan n. fasialis dikenal sebagai sindrom

millard gubler. Jika serabut-serabut kortikobulbar untuk nukleus n.VI

ikut terlibat dalam lesi, mala “deviation conjugee” mengiringi sindrom

millard gubler. Kelumpuhan gerak bola mata yang konjugat itu dikenal

juga sebagai sindrom foville, sehingga hemiplegia alternans n. abdusens

et n. fasialis yang disertai sindrom foville itu disebut sindrom Foville-

Millard-Gubler.

3. Sindrom Hemiplegiaa Alternans Alternans di Batang Otak

Kawasan-kawasan vaskularisasi di medulla oblongata ternyata

sesuai dengan area lesi-lesi yang mendasari sindrom hemiplegiaa

alternans di medulla oblongata. Bagian paramedian medulla oblongata

diperdarahi oleh cabang a. vertebralis. Bagian lateralnya mendapat

vaskularisasi dari a. serebeli inferior posterior, sedangkan bagian

dorsalnya divaskularisasi oleh a. spinalis posterior dan a. serebeli inferior

posterior. Lesi unilateral yang menghasilkan hemiplegiaa alternans sudah

jelas harus menduduki kawasan pyramid sesisi dan harus dilintasi oleh

radiks n. hipoglossus. Maka dari itu, kelumpuhan UMN yang terjadi

melanda bagian tubuh kontralateral yang berada di bawah tingkat leher

27 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 28: Laporan Kasus SHA

dan diiringi oleh kelumpuhan LMN pada belahan lidah sisi ipsilateral.

Itulah sindrom hemiplegia alternans nervus hipoglossus atau sindrom

medular medial.

Dejerine telah melukis sindrom tersebut berikut dengan

kuadriplegia UMN yang disertai kelumpuhan LMN bilateral pada lidah.

Sindrom itu disebabkan oleh lesi median yang bilateral. Selain itu juga

ada sindrom medular lateral, yang lebih dikenal dengan nama sindrom

Wallenberg. Gejala pokoknya ialah hemihipestesia alternans, yaitu

hipestesia pada belahan tubuh sisi kontralateral yang berkombinasi

dengan hipestesia pada belahan wajah ipsilateral.

C. Sindrom Weber (Sindrom Hemiplegia Alternans Alternans Mesensefalon)

Kelumpuhan piramidalis akibat lesi di batang otak merupakan gejala

bagian dari sindroma batang otak yang dapat diperinci dalam: (1) sindroma

mesensefalon (sindrom Weber, sindrom Benedict, sindrom Caude), (2)

sindrom pons (sindrom foville, sindrom Raymond-Cestan, sindrom Millard-

Gubler) dan (3) sindrom medulla oblongata (sindrom Pra-Olivar, sindrom

retro-Olivar, sindrom Lateralis/Wallenberg). Sindrom-sindrom tersebut terdiri

dari manifestasi gangguan motorik dan sensibilitas, bahkan manifestasi

gangguan sistema autonom juga bisa menjadi gejala tambahan.

28 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 29: Laporan Kasus SHA

Kelumpuhan piramidalis akibat kelumpuhan di batang otak, tidak perduli

lokalisasinya, mempunyai satu ciri yang khas, yaitu: kelumpuhan UMN

kontralateral yang disertai oleh kelumpuhan saraf otak motorik atau defisit

sensorik akibat kerusakan pada saraf otak sensorik pada sisi dan tingkat lesi.

Kelumpuhan tersebut berupa hemiparesis. Dan hemiparesis yang diiringi

gangguan saraf otak tersebut dinamakan hemiparesis alternans.

Anatomi

Mesensefalon dapat dibagi dalam daerah-daerah yang sesuai dengan

kawasan arteri-arteri. (1) daerah di kedua sisi garis tengah, yang mengandung

inti nurvus okulomotorius, inti nervus trokhlearis, fasikulus longitudinalis

medialis dan satu per tiga bagian medial dari pedunkulus serebri, diperdarahi

oleh ramus perforantes medial dari arteria basilaris. Sebagai cabang arteria

basilaris yang menembus ke dalam mesensefalon dari bawah, tepat di garis

tengahnya, ia menuju ke dorsal dan memberikan cabang-cabang ke dua

samping kepada bangunan-bangunan tersebut tadi. (2) cabang-cabang arteria

basilaris yang menembus permukaan bawah mesensefalon di sisi lateral dari

29 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 30: Laporan Kasus SHA

garis tengah mesensefalon dinamakan rami perforantes paramedialis. Cabang

ini mengurus vaskularisasi dua pertiga bagian lateral dari pedunkulus dan

hampir seluruh daerah nucleus rubber berikut substansia nigra. (3) bagian

tektum mesensefalon diperdarahi oleh cabang-cabang arteria serebeli superior

(kolikulus inferior) dan cabang-cabang arteria serebri posterior (kolikulus

superior).

Definisi

Sindrom Weber adalah suatu sindrom yang terdiri dari paralysis

okulomotor pada sisi yang sama dengan lesi, yang mengakibatkan ptosis,

strabismus, dan hilangnya refleks cahaya serta akomodasi, juga hemiplegi

spastik pada sisi yang berlawanan dengan lesi dengan peningkatan refleks-

refleks serta hilangnya refleks superfisial. Sindrom Weber disebut juga

Alternating oculomotor hemiplegia atau Weber’s paralysis atau hemiparesis

alternans nervus okulomotorius. Sindrom Weber dapat disebabkan oleh hal

sebagai berikut:

1. Penyumbatan pembuluh darah cabang samping yang berinduk pada

ramus perforantes medialis arteria basilaris.

2. Insufisiensi peredarah darah yang mengakibatkan lesi pada batang

otak.

3. Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik sebagai akibat invasi

dari thalamus atau serebelum. Lesi neoplasmatik sukar sekali

memperlihatkan keseragaman oleh karena prosesnya berupa

pinealoma, glioblastoma dan spongioblastoma dari serebelum.

4. Lesi yang merusak bagian medial pedunkulus serebri.

5. Stroke (perdarahan atau infark) di pedunkulus serebri.

6. Hematoma epiduralis.

7. Tumor lobus temporalis.

30 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 31: Laporan Kasus SHA

Manifestasi Klinis

Manifestasi yang ditimbulkan dapat dengan mudah dimengerti oleh

karena setiap gejala dan tanda mencerminkan disfungsi sistem saraf yang

terlibat dalam lesi tertentu. Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik

dapat merusak bangunan-bangunan mesensefalon sebagai akibat invasi dari

thalamus atau serebelum. Oleh karena proses tersebut berupa pinealoma,

glioblastoma dan spongioblastoma dari serebelum, maka tiap corakan

kerusakan dapat terjadi, sehingga lesi neoplasmatik sukar sekali

memperlihatkan suatu keseragaman. Lesi unilateral di mesensefalon

mengakibatkan timbulnya hemiparesis atau hemiparesis kontralateral. Lesi

yang merusak bagian medial pedunkulus serebri akan menimbulkan

hemiparsis yang disertai paresis nervus okulomotorius ipsilateral. Kombinasi

kedua jenis kelumpuhan ini dikenal dengan nama hemiparesis alternans nervus

okulomotorius atau Sindroma dari weber. Lesi pada daerah fasikulus

longitudinalis medialis akan mengakibatkan timbulnya hemiparesis alternans

nervus okulomotorius yang diiringi juga dengan gejala yang dinamakan

oftalmoplegia interneklearis.

Diagnosis

Diagnosis sindroma dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis

tentang riwayat penyakit, termasuk juga riwayat keluhan, berapa lama keluhan

sudah timbul dan apakah unilateral ataukah bilateral. Pemeriksaan saraf

biasanya dapat dilakukan dan dapat sangat membantu untuk menentukan

adanya sindroma weber.

Pemeriksaan nervus okulomotorius biasanya dilakukan bersama-sama

dengan pemeriksaan nervus troklearis dan nervus abdusen, pemeriksaan

tersebut terdiri atas:

1. Celah kelopak mata

Pasien disuruh memandang lurus ke depan, kemudian dinilai

kedudukan kelopak mata terhadap pupil dan iris.

31 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 32: Laporan Kasus SHA

2. Pupil

Yang perlu diperiksa adalah (1) ukuran: apakah normal (diameter 4-5

mm), miosis, midriasis atau pin pont pupil (2) bentuk: apakah normal,

isokor atau anisokor (3) posisi: apakah central atau eksentrik (4) refleks

pupil: refleks cahaya langsung dan tidak langsung.

3. Gerakan Bola Mata

Fungsi otot-otot ekstrinsik bola mata dinilai dengan gerakan bola mata

ke-enam arah yaitu lateral, medial, lateral atas, medial atas, medial atas

dan medial bawah, cara: pasien menghadap ke depan dan bola mata

digerakkan menurut perintah atau mengikuti arah objek.

Kelainan-kelainan yang dapat terjadi

a. Kelemahan otot-otot bola mata (opthalmoparese/opthalmoplegi) berupa : (1)

gerakan terbatas (2) kontraksi sekunder dari anta-gonisnya (3) strabismus (4)

diplopia

b. Nistagmus (gerakan bolak-balik bola mata yang involunter) dapat terlihat saat

melihat ke samping, atas dan bawah.

32 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 33: Laporan Kasus SHA

PEMBAHASAN

Pasien atas nama Ny. NW usia 35 tahun dengan keluhan kelemahan pada

tangan kanan dan kaki kanan. Kelemahan ini juga diikuti dengan pandangan yang

berbayang, nyeri kepada, kepala terasa seperti berputar, mual dan muntah. Selain

iti juga didapatkan tanda-tanda kelumpuhan pada n. III (Oculomotor), dengan

tanda berupa ptosis ringan dan midriasis pada mata sebelah kiri, refleks cahaya

yang negatif, mata yang tampak juling ke lateral (strabismus divergens) dan

padangan yang berbayang (diplopia). Awalnya diduga oleh pasien hal ini

disebabkan pencabutan gigi yang terasa nyeri pada awalnya. Dari hasil radiologi

pemeriksaan diketahui bahwa ada lesi infark di serebellum dan adanya massa pada

lobus paretal kiri.

Fakta Kasus Teori

ANAMNESIS

Pasien mengeluhkan kelemahan

pada kaki dan tangan kanan.

Awalnya pasien mengeluhkan sakit

gigi pada seluruh gigi bawah

Bola mata kiri pasien tampak lebih

ke pinggir, seperti sulit dibuka,

pandangan berbayang.

Kepala pusing disertai sakit kepala.

Tidak riwayat kejang.

Nyeri kepala dirasakan semakin

memberat sampai pada akhirnya

mengeluhkan lemah anggota gerak

kanan.

Gangguan ini muncul tiba-tiba dan

sejak awal terkena sampai sekarang

Stroke merupakan suatu sindrom

yang ditandai dengan gejala dan

atau tanda klinis yang berkembang

dengan cepat yang berupa gangguan

fungsional otak fokal maupun

global yang berlangsung lebih dari

24 jam yang tidak disebabkan oleh

sebab lain selain penyebab vaskuler.

Jika lesi vaskular berada di daerah

batang otak sesisi, maka akan

menyebabkan hemiparesis atau

hemihipestesia alternans yang mana

berarti pada tingkat lesi hemiparesis

atau hemihipestesia bersifat

ipsilateral sedangkan pada bagian

33 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 34: Laporan Kasus SHA

tidak ada perburukan gejala. distal dari lesi hemeiparesis atau

hemihipestesi bersifat kontralateral.

PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGIS

Pupil Anisokor (OD 2 mm/OS 4,5

mm), Refleks Cahaya (-)

Penglihatan berbayang pada mata

kiri

Lapangan pandang menurun pada

daerah vertikal

Pergerakan mata ke superior,

medial, inferior, torsi inferior tidak

ada pada mata kiri, sedangkan pada

mata kanan hanya tidak bisa

bergerak ke superior

Strabismus (+) pada mata kiri tipe

lateral (Divergen)

Pada mata sebelah kiri pupil tampak

midriasi, dan juga taampak ptosis

ringan.

Sulit untuk membuka mulut,

mengunyah dan menggigit karena

terasa kaku, dominan pada sebelah

kiri.

Sulit untuk memperlihatkan gigi,

sudut bibir tampak asimetris pada

sebelah kiri

Bicara terasa berbeda dan agak

kaku, dan saat menelan sering

tersedak.

Kelemahan motorik pada sisi dextra

ekstremitas superior dan inferior

Kerusakan unilateral pada

kortikobulbar atau kortikospinal di

tingkat batang otak menimbulkan di

tingkat batang otak menimbulkan

sindrom hemiplegia alternans.

Sindrom tersebut terdiri atas

kelumpuhan UMN yang melanda

otot-otot belahan tubuh kontralateral

yang berada di bawah tingkat lesi,

sedangkan setingkat lesinya terdapat

kelumpuhan LMN yang melanda

otot-otot yang disarafi oleh saraf

kranial yang terlibat dalam lesi.

Bila hemilesi di batang otak

menduduki pedunkulus serebri di

tingkat mesensefalon. Nervus

okulomotorius (N.III) yang hendak

meninggalkan mesensefalon melalui

permukaan ventral melintasi daerah

yang terkena lesi sehingga ikut

terganggu fungsinya. Hemiplegiaa

alternans dimana nervus

okulomotorius ipsilateral ikut

terlibat dikenal sebagai hemiplegiaa

alternans n. Okulomotorius

Manifestasi kelumpuhan n.III itu

ialah (a) paralisis m.rectus internus

(medialis), m.rectus superior,

34 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 35: Laporan Kasus SHA

Sensasi taktil dan nyeri masih bagus

pada seluruh tubuh

Seluruh refleks fisiologis meningkat

pada sisi tubuh bagian kanan

Tidak tampak atropi pada kedua sisi

otot ekstremitas

Refleks patologis (Babinsky, Leri,

Tromner, Hofman) positif

m.rectus inferior, m.obliqus inferior,

dan m.levator palpebrae superior

sehingga terdapat strabismus

divergen, diplopia jika melihat ke

seluruh jurusan dan ptosis. (b)

paralisis m.sfingter pupilae,

sehingga terdapat pupil yang

melebar (midriasis).

Sindrom Weber adalah suatu

sindrom yang terdiri dari paralysis

okulomotor pada sisi yang sama

dengan lesi, yang mengakibatkan

ptosis, strabismus, dan hilangnya

refleks cahaya serta akomodasi, juga

hemiplegi spastik pada sisi yang

berlawanan dengan lesi dengan

peningkatan refleks-refleks serta

hilangnya refleks superfisial

LAMPIRAN

35 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 36: Laporan Kasus SHA

1. CT Scan Kepala Polos

2. MS CT Scan Kepala dengan Kontras (Potongan HLP)

36 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 37: Laporan Kasus SHA

3. MS CT Scan Kepala dengan Kontras (Potongan HRA)

37 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 38: Laporan Kasus SHA

4. MS CT Scan Kepala dengan Kontras

38 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 39: Laporan Kasus SHA

5. MS CT Scan Kepala dengan Kontras

39 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 40: Laporan Kasus SHA

6. Hasil pembacaan foto CT Scan kepala tanpa kontras

40 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Page 41: Laporan Kasus SHA

7. Hasil pembacaan foto MS CT Scan kepala dengan kontras

DAFTAR PUSTAKA

41 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s

Ada lesi radiolusen kecil pada hemisphere sinistra anterior, tampak pada scan 9 dan 10

Tidak tampak mass, mass effect, shifting dari midline ataupun kalsifikasipatologis

pada intrakranial

Ventricular system normal. Cysterna dalam batas normal

Daerah basis cranii, cavum nasii dan cavum orbitales tidak tampak kelainan

Tidak tampak fraktur atau kelainan pada ossa capitis

Aerasi ossa mastoid baik

Ada perselubungan pada sinus maxillaries dextra, scan 16

Kesan : SNH ringan pada hemisphere sinistra anterior

MSCT Scan kepala dengan kontras, irisan axial, coronal dan sagital menunjukkan :

Sinus paranasalis normal

Tampak gambaran area hypodens di daerah fossa posterior cerebellum sisi dextra

dengan densitas 19-24 NU

Sistem ventrikel baik, midlineshift (-)

Mengesankan suatu infrak cerebri di cerebellum dan periventrikular lateral/capsula

interna dekstra

Tampak pula gambaran massa bulat di parietal sinistra dengan densitas 21-40 NU,

curiga suatu massa di daerah parietal sinistra

DD : Meningioma

Glioma

Page 42: Laporan Kasus SHA

Gofir, A. (2011). Manajemen Stroke. Yogyakarta: Pustaka Cendikia Press.

Warlow, C., Gijn, V., Hankey, G., Sandercock, P., & Bamford, J. (2007). Stroke In : a practical guide to management. London: Blackwell Science.

42 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s