laporan kecap_kloter d2_margaretha rani_11.70.0044_universitas katolik soegijapranata
DESCRIPTION
Kecap adalah makanan tradisional yang berasal dari proses fermentasi menggunakan kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lain. Pada praktikum ini bahan baku yang digunakan adalah kacang kedelai putih. Tahap pembuatan kecap terdiri dari 4 tahap utama yaitu proses perebusan kedelai yang sudah disortir, mold fermentation, penggaraman, dan perebusan akhir . Proses fermentasi kecap ada dua tahap yang terdiri dari tahap fermentasi kapang (koji) dan fermentasi larutan garam (moromi).TRANSCRIPT
Acara III
FERMENTASI SUBSTRAT PADATFERMENTASI KECAP
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh:
Nama : Margaretha Rani Kirana
NIM : 11.70.0044
Kelompok : D2
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2014
1. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Pengamatan Hasil Uji Sensori Kecap
Kel. Perlakuan Warna Aroma Rasa Kekentalan
D1500 g kedelai + 0,5 % inoculum komersial tempe + 20% garam + gula jawa 1 kg
++ ++ + +
D2500 g kedelai + 0,5 % inoculum komersial tempe + 20 % garam + gula jawa 1,5 kg
+ + + +
D3500 g kedelai + 1,5 % inoculum komersial tempe + 20% garam + gula jawa 2 kg
+ + ++ +
D4500 g kedelai + 2 % inoculum komersial tempe + 20% garam + gula jawa 2 kg
++ ++ +++ ++
D5500 g kedelai + 2 % inoculum komersial tempe + 20% garam + gula jawa 2,5 kg
++ ++ +++ ++
Keterangan : Warna Aroma : Rasa : Kekentalan :
+ : kurang hitam : kurang kuat : kurang manis : kurang kental++ : hitam :kuat : manis : kental+++ : sangat hitam : sangat kuat : sangat manis : sangat kental
Berdasarkan Tabel 1. dapat kita lihat bahwa setiap kelompok memiliki hasil yang berbeda-beda
untuk hasil sensori dari segi warna, aroma, rasa, dan kekentalan. Dari segi warna, kelompok D1,
D4, dan D5 memiliki warna hitam, sedangkan kelompok D2 dan D3 memiliki warna kurang
hitam. Dari segi aroma, kelompok D1, D4, dan D5 memiliki aroma yang kuat, sedangkan
kelompok D2 dan D3 memiliki aroma yang kurang kuat. Dari segi rasa, kelompok D1 dan D2
memiliki rasa yang kurang manis, kelompok D3 memiliki rasa manis, kelompok D4 dan D5
memiliki rasa yang sangat manis. Dari segi kekentalan, kelompok D1, D2, dan D3 memiliki hasil
kurang kental, sedangkan kelompok D4 dan D5 memiliki hasil yang kental.
1
2. PEMBAHASAN
2.1. Kecap
Menurut Suprihatin (2010) mengatakan bahwa kecap adalah makanan tradisional yang berasal
dari proses fermentasi menggunakan kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lain.
Berdasarkan sejarahnya kecap merupakan produk yang berasal dari Negara Cina lalu masuk ke
Jepang dan beberapa Negara Asia. Sedangkan menurut Santosa (1994), kecap adalah hasil
fermentasi dari sari kedelai yang diberi gula jawa atau tanpa gula jawa dan diberi bumbu supaya
memiliki aroma yang khas. Berdasarkan teori lain yaitu Rahman (1992), kecap adalah makanan
tradisional yang difermentasikan dengan menggunakan kacang-kacangan dan diberi
mikroorganisme sehingga dapat menghasilkan produk yang memiliki warna coklat sampai
kehitaman
Pada praktikum ini menggunakan kacang kedelai, dimana kedelai memiliki manfaat untuk
mengurangi tingkat kolesterol dan gejala menopause serta dapat mengurangi resiko penyakit
kronis seperti kanker, penyakit jantung, dan osteoporosis. Menurut Tjahjadi et al. (2004), kacang
kedelai mengandung protein sebesar 40%, dimana kandungan yang dimiliki protein lebih tinggi
daripada kandungan protein pada jenis kacang-kacangan lainnya. Sedangkan menurut Santosa
(1994) mengatakan bahwa di dalam kedelai terdapat asam amino yang memiliki porsi besar
dalam zat gizi kedelai, seperti asam glutamate, prolin, asam aspartat, dan leusin.
Selain itu, kecap dapat dibedakan berdasarkan rasa dan viskositas yaitu kecap manis dan kecap
asin (Rahman, 1992). Menurut Koswara (1997) mengatakan bahwa dalam pembuatan kecap
dapat melalui berbagai tahapan yaitu fermentasi, hidrolisis asam, dan kombinasi antara keduanya
yaitu fermentasi dan hidrolisis asam. Dalam pembuatannya, kecap memiliki prinsip dimana
dilakukan fermentasi yang berkaitan dengan penguraian protein, lemak, dan karbohidrat.
Kemudian berubah menjadi asam amino, asam lemak, dan monosakarida karena adanya aktivitas
enzim dari kapang, khamir, dan bakteri. Perubahan senyawa dari senyawa kompleks menjadi
senyawa sederhana dapat memberikan rasa, aroma, dan komposisi kecap (Koswara, 1997).
Menurut Suprihatin (2010) mengatakan bahwa di dalam proses fermentasi kecap ada dua tahap
yang terdiri dari tahap fermentasi kapang (koji) dan fermentasi larutan garam (moromi). pH
2
3
kecap sekitar 4,9-5,0 dan memiliki sifat yang mudah dicerna serta diserap oleh tubuh manusia
(Rahman, 1992). Selain itu, kecap memiliki kelarutan di dalam air sebesar 90% dengan
perbandingan nitrogen amino dan nitrogen total sebesar 45%. Sedangkan senyawa protein yang
utama di dalam kecap terdiri dari bentuk peptide-peptida sederhana dan asam amino (Kasmidjo,
1990). Kemudian menurut Muangthai et al. (2007), asam amino paling banyak jumlahnya di
dalam kecap dan dapat memberikan flavor yang khas yaitu asam amino glutamate.
Berdasarkan jurnal yang berjudul “Effect of temperature on moromi fermentation of soy sauce
with intermittent aeration” mengatakan bahwa dalam fermentasi koji melibatkan campuran
antara kedelai dan tepung terigu dengan menggunakan inoculum Aspergillus oryzae. Dimana
selama proses fermentasi koji, A.oryzae yang ditambahkan ini mengeluarkan protease, amylase,
dan enzim yang lain. Enzim ini dapat menghidrolisis bahan mentah menjadi bentuk yang lebih
sederhana. Kacang kedelai kemudian dikonversi oleh enzim proteolitik menjadi gula sederhana.
Hasil hidrolisis fermentasi koji kemudian digunakan sebagai nutrisi oleh mikroorganisme yang
di fermentasi moromi (Wu, et al., 2010).
2.2. Cara Kerja
Dalam proses pembuatan kecapa secara tradisional meliputi beberapa tahap yaitu perendaman
kedelai, fermentasi koji, fermentasi moromi, ekstraksi dan filtrasi, pemberian gula jawa dan
bumbu kemudian pembotolan (Hendritomo, 2012). Pembuatan kecap pada dasarnya terdiri dari
beberapa tahap utama yaitu proses perebusan kedelai yang sudah disortir, mold fermentation,
penggaraman, dan perebusan akhir (Santosa, 1994)
Pada praktikum kali ini yaitu mengenai cara pembuata kecap dengan menggunakan biji kedelai
putih. Mula-mula kacang kedelai yang digunakan direndam kira-kira satu malam. Setelah
direndam selama 1 malam lalu kulit ari pada kacang tersebut dikupas hingga bersih. Kacang
kedelai yang sudah bersih itu lalu direbus. Kemudian kacang yang sudah direbus tersebut
ditiriskan hingga ¾ kering. Sambil menunggu kacang kedelai tiris dan suam-suam kuku,
praktikan menimbang inokulum komersial tempe kelompok D1 dan D2 sebanyak 0,5%,
kelompom D3 menimbang sebanyak 1%, dan kelompok D4 dan D5 sebanyak 1,5%. Pada
praktikum kali ini penambahan ragi pada masing-masing kelompok berbeda-beda. Perbedaan
4
dalam penambahan ragi dapat mempengaruhi kualitas kecap yang dihasilkan. Selama proses
fermentasi moromi terdapat dua jenis bakteri. Menurut Amalia (2008), apabila konsentrasi ragi
yang ditambahkan lebih besar maka fermentasi koji yang dihasilkan lebih besar pula. Selain itu
tidak hanya hasil fermentasi koji yang besar tetapi waktu fermentasi semakin lebih cepat
sehinnga hasil yang menempel pada kacang kedelai lebih banyak.
5
Perebusan dalam proses pembuatan kecap memiliki fungsi untuk menginaktifkan zat
antinutrisidan menghilangkan bau langu. Selain itu tahap perendaman juga bertujuan untuk
menghidrasi air ke dalam kedelai sehingga pada saat dimasak tidak memerlukan waktu yang
lama untuk melunakkan kedelai. Kemudian dengan adanya perendaman dapat menghambat
pertumbuhan jamur dari kacang kedelai, karena faktor yang dapat mengkontaminasi kedelai larut
di dalam air. Selain itu, perebusan juga dapat bertujuan untuk melunakan kedelai karena protein
di dalam kedelai akan terpecah-pecah tetapi tidak rusak, dapat membunuh bakteri yang terdapat
di permukaan kedelai, serta dapat merusak protein inhibitor (Kasmidjo, 1990).
Setelah semua yang digunakan siap. Kacang kedelai yang sudah tiris tersebut diberi dengan
inoculum komersial tempe dan diaduk dengan rata. Apabila sudah diaduk merata, tampah dan
daun pisang dipersiapkan dan dibersihkan. Kemudian tampah yang akan digunakan bagian
atasnya dialasi dengan daun pisang dan tuangkan kacang kedelai tersebut ke dalam daun pisang
ditata dengan rapi dan merapat. Lalu ditutup kembali dengan daun pisang dan tampah serta
diinkubasi selama 3 hari.
Menurut Astawan & Astawan (1991) ada beberapa jenis kapang yang berperan dalam proses
pembuatan kecap yaitu Aspergillus oryzae, Aspergillus flavus, Aspergilus niger dan Rhizopus sp,
serta beberapa jenis bakteri yaitu Lactobacillus delbrueckii dan ragi Hansenula sp. Pada saat
fermentasi koji, kandungan protein dan karbohidrat mengalami degradasi oleh adanya protease,
peptidase (gluminase), amilasi (turunan koji) (Rahayu et al., 1993). Aktivitas enzim yang ada di
dalam jamur sebagai bahan dasar dalam proses fermentasi awal kecap (Atlas, 1984). Menurut
. Kedelai direbus (kiri), Kedelai ditiriskan (tengah), Kedelai diberi inoculum (kanan)
6
Buckle et al. (1987), koji adalah kultur campuran yang berasal dari proses pembuatan kecap atau
kultur murni yang tumbuh sendiri. Sedangkan menurut Rahman (1992), proses koji biasanya
disebut fermentasi media padat. Kelebihan proses koji yaitu cara kerjanya mudah, kontaminasi
bukan menjadi masalah yang penting, bahan media atau substrat mudah didapat, serta relative
murah. Sedangkan untuk kelemahanya adalah memerlukan ruang yang cukup luas,
membutuhkan tenaga kerja banyak, sulit mengatur komposisi komponen dari media, dan
mengabaikan komponen yang miliki pengaruh negative dalam proses fermentasi, serta sulit
mengatur kondisi dari fermentasi.
Setelah diinkubasi selama 3 hari, kacang kedelai yang sudah diberi inoculum tersebut akan
berubah menjadi tempe. Tempe yang terbentuk kemudian dicincang hingga sedikit lembut. Bila
sudah dicincang, tempe tersebut dikeringkan di dalam dehumidifier selama 2-4 jam. Di dalam
proses fermentasi, makanan yang difermentasi dengan kapang jika dibandingkan dengan
makanan yang difermentasi dengan bakteri atau khamir memiliki perbedaan. Dimana
pertumbuhan miselium kapang terjadi di permukaan makanan yang mana dapat mempengaruhi
penampakan pada makanan. Selain itu fermentasi dengan kapang jauh lebih cepat dan mudah
tumbuh pada kedelai yang sudah agak dingin yaitu pada suhu 35-40oC. Dimana pada suhu ini
adalah kondisi optimal dari pertumbuhan kapang. Dalam fermentasi kapang, enzim yang
berperan yaitu enzim amilolitik dan proteolitik, dimana kedua jenis enzim ini dapat memecah
pati dan protein.
Gambar 2. Tampah (kiri), Daun Pisang (tengah), kedelai dibungkus daun pisang (kanan)
7
Tahap fermentasi
selanjutnya dalam proses pembuatan kecap yaitu tahap fermentasi larutan garam atau moromi.
Lalu tempe yang kering tersebut dimasukkan ke dalam wadah plastik dan direndam dalam
larutan garam sebanyak 20%. Penambahan garam pada tahap ini bertujuan sebagai bahan
pengawet, menyeleksi aktivitas mikroorganisme yang tumbuh. Apabila tidak menggunakan
garam maka akan terjadi kontaminasi akibat mikroorganisme yang tidak dinginkan tumbuh atau
proses fermentasi anaerob yang tidak diinginkan. Menurut Su et al. (2005) dengan tingginya
konsentrasi NaCl dapat menghambat hidrolisis proteolitik pada protein sehingga dapat
menghambat proses maturity pada kecap. Selain itu aktivitas dari protease di dalam proses
pembuatan kecap dapat dihambat dengan adanya NaCl. Sedangkan perendaman dengan
menggunakan larutan garam bertujuan untuk mengektrak senyawa sederhana yang dihasilkan
dari reaksi hidrolisis pada fermentasi jamur (Tortora et al., 1995). Berdasarkan jurnal dengan
judul “Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam dan Waktu Fermentasi terhadap Kualitas Kecap
Ikan Lele”, konsentrasi larutan garam 3% memiliki kadar protein lebih besar jika dibandingkan
dengan konsentrasi larutan garam 5 dan 9%. Dimana semakin tinggi konsentrasi garam akan
mengakibatkan jumlah protein yang dipecah menjadi asam amino semakin menurun (Kurniawan,
2008)
Menurut Kurniawan (2008) larutan garam memiliki tujuan dalam pembuatan kecap, yaitu:
Dapat mencegah pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan, kecuali BAL halofilik
yang berperan dalam cita rasa dan aroma pada kecap
Menghilangkan rasa pahit akibat adanya pemecahan protein oleh enzim protease
Sebagai pengawet dan pemberi rasa asin
Terciptanya bagian-bagian anaerobic pada media fermentasi
3. Kedelai yang sudah ditumbuhi jamur (kiri), Tempe (tengah), Tempe dikeringkan
8
Selama proses fermentasi moromi terdapat dua jenis bakteri yaitu yang melakukan fermentasi
gula sederhana dan asam amino menjadi asam laktat, asam asetat, dan asam suksinat. Dimana
asam laktat dan asam suksinat adalah komponen yang dapat membuat rasa khas pada kecap
(Astawan & Astawan, 1991). Setelah proses fermentasi selesai maka pada permukaan adan
dihasilkan miselium yang memiliki warna putih dengan adanya warna air garam yang keruh
(Peppler & Perlman, 1979). Menurut Astawan & Astawan (1991) di dalam proses inkubasi
sebaiknya larutan garam selalu diaduk. Hal ini bertujuan untuk menghomogenkan larutan garam
sehingga dapat merata di permukaan substra. Selain itu pada saat pengadukan maka secara tidak
langsung ada udara yang masuk, dimana udara ini bertujuan untuk merangsang pertumbuhan dari
khamir dan bakteri. Perendaman ini juga bertujuan untuk mengekstrak senyawa sederhana hasil
dari hidrolisis tahap fermentasi jamur. Pada proses ini secara tidak langsung akan membentuk
bakteri halofiliki yang dapat menimbulkan flavor yang khas pada kecap. Proses perendaman ini
terjadi ketika kecap mengalami ektraksi molekul sederhana hasil reaksi hidrolisis enzim yang
didapat dari jamur ke larutan garam.
Menurut Atlas (1984) mengatakan bahwa terdapat beberapa jenis mikroba yang berperan dalam
proses fermentasi moromi yang ada secara alami seperti bakteri dan yeast. Pada bakteri yang
berperan adalah bakteri asam laktat seperti Lactobacillus delbrueckii yang nantinya akan
menghasilkan asam laktat yang dapat berfungsi untuk mencegah pembusukan oleh
mikroorganisme lain. Pada yeast yang berperan adalah Saccharomyces rouxii,
Zygosaccharomyces soyae, dan Torulopsis sp yang akan menggunakan gula sederhana hasil
fermentasi kapang untuk menghasilkan alcohol. Selama proses inkubasi larutan garam, enzim
protease, amylase (turunan koji) akan menjadi aktif dan ini dapat menyebabkan populasi
mikroba menjadi semakin banyak.
Kemudian direndam selama 1 minggu dimana setiap hari dijemur selama 30 menit dan diaduk
setiap 10 menit sekali. Proses pengadukan disini bertujuan untuk memberikan aerasi dan
menghomogenkan larutan garam supaya semua bagian permukaan substrat saling berkontakan
atau bersentuhan. Dengan adanya pengadukan ini akan memberikan udara yang akan dibutuhkan
oleh bakteri dan khamir untuk pertumbuhan (Tortora et al., 1995). Setelah 1 minggu, kacang
kedelai tersebut disaring dan diambil airnya. Kemudian dimasak dan ditambahkan beberapa
9
bumbu untuk meningkatkan rasa dan aroma. Pada tahap ini ditambahkan gula jawa atau gula
jawa. Penambahan gula jawa ini bertujuan untuk memberikan warna pada kecap yang akan
dihasilkan. Apabila sudah mendidih dan mengental, lalu disaring kembali untuk memisahkan
kecap dengan bumbu yang digunakan dan siap untuk di uji sensori. Menurut Astawan &
Astawan (1991) bau khas yang ditimbulkan dari proses pembuatan kecap dipengaruhi dari jenis
bumbu yang ditambahkan sehingga dapat menimbulkan bau dan cita rasa yang khas.
Penambahan gula jawa juga dapat mempengaruhi aroma dan warna yang dihasilkan. Dengan
adanya gula ini dapat mengakibatkan warna coklat caramel dan viskositasnya akan meningkat.
Begitu juga dengan teori dari Santosa (1994) yang mengatakan bahwa di dalam pembuatan
kecap manis ditambahkan gula jawa dalam jumlah yang banyak serta dapat meningkatkan
viskositasnya. Biasanya jenis gula yang digunakan adalah glukosa, galaktosa, maltose, xilosa,
arabinose, dan komponen gula alcohol sepert gliserol dan manitol. Penambahan gula jawa ini
untuk menentukan jenis kecap.
Fermentasi dengan menggunakan bakteri akan menghasilkan asam-asam organic yang berperan
membentuk cita rasa, warna, dan daya simpan. Sedangkan fermentasi dengan menggunakan
khamir akan menghasilkan 4-etilguakol, 4-etilfenol dan 2-fenil etanol berperan dalam
pembentukan citarasa khas kecap. Sedangkan Amalia (2008) menambahkan bahwa adanya gula
ini dapat menyebabkan terbentuknya asam-asam organic. Oleh karena itu dengan penambahan
gula jawa ini akan menyebabkan warna merah dan memiliki aroma khas, sedikit asam, dan
berbau caramel. Aroma kecap terbentuk dari senyawa yang berasal dari rempah-rempah yang
digunakan.
Gambar 4. Hasil saringan kecap (kiri), Wajan (tengah), Kecap yang dimasak (kanan)
10
Menurut pendapat dari Sumague (2008) mengatakan bahwa kecap dapat mengalami kerusakan
yang kemudian dapat dicegah dan dikontrol dengan cara menghindari kontaminasi. Oleh karena
itu sebaiknya bahan baku yang digunakan adalah kedelai, gandum, beras, dan garam harus
mengandung jumlah mikroorganisme yang minimal. Sehingga bahan baku sebaiknya dikemas
dengan benar dan disimpan di tempat yang kering, sejuk, dan yang bersih. Kemudian
kontaminasi harus dihindari khususnya setelah bahan baku direbus. Menambahkan bahwa kecap
memiliki kandungan yang tinggi yaitu mengandung kadar garam sebesar 18%, gula minimal
40%, serta pH yang berkisar 4,7-4,8.
2.3. Uji Sensori
Berdasarkan Tabel 1. di atas dapat kita lihat bahwa setiap kelompok memiliki hasil yang
berbeda-beda untuk hasil sensori dari segi warna, aroma, rasa, dan kekentalan. Dari segi warna,
kelompok D1, D4, dan D5 memiliki warna hitam, sedangkan kelompok D2 dan D3 memiliki
warna kurang hitam. Dari segi aroma, kelompok D1, D4, dan D5 memiliki aroma yang kuat,
sedangkan kelompok D2 dan D3 memiliki aroma yang kurang kuat. Dari segi rasa, kelompok D1
dan D2 memiliki rasa yang kurang manis, kelompok D3 memiliki rasa manis, kelompok D4 dan
D5 memiliki rasa yang sangat manis. Dari segi kekentalan, kelompok D1, D2, dan D3 memiliki
hasil kurang kental, sedangkan kelompok D4 dan D5 memiliki hasil yang kental.
Menurut penelitian Muangthai et al. (2009) yang berjudul “Development of Healthy Soy Sauce
from Pigeon Pea and Soybean” mengatakan bahwa rasa, warna, kekentalan, dan aroma pada
kecap dipengaruhi oleh jenis dan kondisi kedelai, yang mana merupakan bahan baku utama
dalam pembuatan kecap.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kecap yang dimiliki D1, D4, dan D5 berbeda
dengan kelompok D2 dan D3 yaitu berwarna hitam dan kurang hitam. Dimana perbedaan warna
ini mungkin dikarenakan adanya penambahan gula pada saat kecap sedang dimasak. Menurut
Kasmidjo (1990) mengatakan bahwa warna yang terbentuk disebabkan karena adanya reaksi
browning antara gula pereduksi dengan gugus-gugus amino dari protein. Penambahan gula jawa
pada saat dimasak akan menstimulasi terbentuknya warna coklat pada kecap. Selain itu dengan
11
adanya penambahan gula jawa akan menentukan flavor yang khas dan menyebabkan warna
kecap menjadi coklat caramel serta viskositasnya juga meningkat.
Kemudian Buckle et al. (1988) menambahkan jika warna coklat yang dihasilkan dari kecap ini
disebabkan karena adanya pembentukan melanoidin di dalam reaksi Mailard. Reaksi ini mula-
mula ada karena terjadi reaksi antara grup aldehid atau keton pada molekul gula dengan grup
asam amino bebas pada molekul asam amino menghailkan amino-deoxy-ketose. Setelah produk
Amadori tidak stabil dan mengalami reaksi yang kompleks dan dapat menghasilkan aroma dan
flavor serta pigmen berwarna coklat yang berasal dari melanoidin. Kemudian pada suhu 37oC
terjadi reaksi Mailard yang dapat berlangsung secara cepat pada suhu 100oC, namun pada suhu
150oC. Selain adanya reaksi Mailard juga terdapat reaksi karamelisasi, yang artinya adalah reaksi
yang terjadi karena adanya pemanasan pada gula dengan adanya katalis asam atau basa pada
suhu 170oC. Dimana pada saat terjadi karamelisasi akan menghasilkan warna yang coklat dan
aroma yang khas. Sebagian besar produksi kecap di Indonesia memiliki perbedaan pada
kandungan gula, komposisi asam, dan konsentrasi asam amino yang berhubungan dengan proses
fermentasi.
Berdasarkan hasil dari pengamatan dapat kita lihat bahwa kelompok D1, D4, dan D5 memiliki
aroma yang lebih kuat jika dibandingkan dengan kelompok D2 dan D3. Dimana menurut
Astawan & Astawan (1991) mengatakan bahwa bau dari kecap dapat ditentukan dari jenis
bumbu yang digunakan pada saat memasak kecap serta dapat menimbulkan bau dan cita rasa
yang khas pada kecap. Selain itu terdapat komponen aroma dan flavor yang dipengaruhi oleh
komponen nitrogen pendukung misalnya kadaverin, putresin, arginin, histidin dan amonia.
Apabila membentuk senyawa garam dan asam glutamate akan menimbulkan flavor yang sedap.
Begitu pula dengan adanya arginine, histidine, lisin, putresin dengan asam suksinat dapat
menimbulkan flavor yang sedap juga. Untuk adanya garam-garam yang berasal dari tiramin dan
kholin akan menimbulkan rasa pahit, begitu juga dengan adanya garam-garam dari asam laktat,
format, fosfat, dan asetat.
Menurut penelitian Feng et al. (2013) yang berjudul “New Model for Flavour Quality Evaluaty
of Soy Sauce”, kecap merupakan produk hasil fermentasi yang memiliki komponen flavor
12
organic yang bersifat volatile seperti alcohol, ester, fenol, asam, dan heterocyclics. Asam amino
dan asam organic merupakan komponen flavor yang dapat digunakan sebagai indicator dan dapat
mempengaruhi kualitas dari kecap. Kebanyakan flavor kecap terbentuk pada saat fermentasi
bakteri. Untuk aroma dan flavor pada kecap dapat disebabkan karena adanya aktivitas enzimatis
dari yeast Tetragenococcus halophilus dan beberapa spesies dari Lactobacillus (Elizabeth
Caplice & Gerald, 1999). Sebenarnya komponen volatile sudah mulai terbentuk selama proses
fermentasi koji dan moromi. Dimana pada saat fermentasi akan menghasilkan komponen volati
terdiri dari 15 alkohol alfatik dan aromatic, 14 aldehid alfatik, 14 ester, 9 keton alifatik dan
lakton, 12 turunan benzene, 9 asam lemak, 5 senyawa furan, 18 terpenoid, 3 pirazin, 1 tiazol, 1
piridin, dan 2 komponen sulfur (Apriyantoro & Gono, 2004).
Berdasarkan tabel pengamatan dapat kita lihat bahwa kecap kelompok D1 dan D2 memiliki rasa
yang kurang manis, kelompok D3 memiliki rasa yang manis, kemudian untuk kelompok D4 dan
D5 memiliki rasa yang sangat manis. Perbedaan ini dikarenakan pada tahap pemasakan setiap
kelompok diberi gula jawa dengan jumlah yang berbeda-beda. Pada kelompok D1 diberi gula
jawa sebanyak 1 kg. kelompok D2 diberi gula jawa sebanyak 1,5 kg. sedangkan kelompok D3
dan D4 diberi gula sebanyak 2 kg serta pada kelompok D5 diberi gula sebanyak 2,5 kg. Oleh
karena itu rasa yang dihasilkan pada masing-masing kelompok berbeda, walaupun ada beberapa
kelompok yang sama.
Kemudian untuk hasil pengamatan dengan parameter kekentalan. Kelompok D1 sampai D3
memiliki kekentalan yang lebih rendah daripada kelompok D4 dan D5. Menurut Lim et al.
(2009) mengatakan bahwa penambahan ragi dapat mempengaruhi hasil kekentalan dari kecap.
Selain itu kondisi lingkungan pada saat fermentasi juga dapat mempengaruhi aktivitas ragi yang
ditambahkan. Kondisi tersebut meliputi pH, ionic strength dan suhu yang mana dapat
mempengaruhi disosiasi dari protein pada kedelai. Kemudian mengalami fermentasi dan
denaturasi oleh enzim protein. Hal ini dibuktikan dengan cara kerja pembuatan kecap. Dimana
kelompok D1 dan D2 diberi inoculum sebesar 0,5%, kelompok D3 dan D4 diberi inoculum
sebesar 0,75%, sedangkan kelompok D5 sebanyak 1%. Akan tetapi ada beberapa kelompok yang
penambahan raginya sama tapi hasil sensori berbeda. Ini dikarenakan uji sensori merupakan uji
yang kurang valid karena pendapat orang berbeda-beda. Hal ini dibuktikan bahwa antar
13
praktikan yang satu dengan yang lain memiliki standar kekentalan yang berbeda-beda. Selain
penambahan ragi, kekentalan juga dipengaruhi dengan adanya penambahan gula yang diberikan.
Pada kelompok D4 dan D5 memiliki kandungan gula lebih tinggi jika dibandingkan dengan D1
dan D2. Sedangkan kelompok D3 dan D4, walaupun memiliki kandungan gula yang
ditambahkan sama tetap memiliki perbedaan yaitu pada proses pemasakan. Dimana gula yang
ditambahkan pada kelompok D3 masih kurang larut semua atau masih terlalu encer.
Mutu dari kecap dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu
- Lamanya proses fermentasi (Proses fermentasi membutuhkan waktu sekitar 18-24 jam
untuk mendapatkan hasil yang optimal)
- Kemurnian biakan kapang
- Jenis mikroba yang digunakan ( Rhizopus sp dan Aspergillus sp)
- Proses pengolahan pada produk kecap
(Astawan & Astawan, 1991)
Menurut Santosa (1994) mengatakan bahwa dalam pemilihan jenis jamur Aspergillus flavus
sebaiknya tidak mengandung aflatoxin dan mampu menghasilkan daya pemecah protein yang
tinggi. Dalam pembuatan starter sebaiknya mengkondisikan bahwa mikroorganisme tersebut
berada pada fase eksponensial supaya waktu adapatasi dengan media lebih cepat
Menurut penelitian Tjahjadi Purwoko & Noor (2007) yang berjudul “Kandungan Protein Kecap
Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. Oligosporus” dalam
pembuatan kecap manis dapat dilakukan walaupun tidak melalui fermentasi moromi. Akan tetapi
menggunakan dua jenis yeast yaitu Rhizopus oryzae dan R.oligosporus. Berdasarkan hasil yang
didapat kecap manis tanpa fermentasi moromi dapat menghasilkan kandungan protein yang
terlarut dan protein total lebih tinggi daripada kecap manis dengan menggunakan fermentasi
moromi. Kecap manis hasil fermentasi menggunakan R. oligosporus memiliki kadar protein
yang terlarut lebih besar daripada dengan menggunakan fermentasi R.oryzae.
Menurut penelitian Chancharoonpong (2012) dengan judul “Production of Enzyme and Growth
of Aspergillus oryzae S. on Soybean Koji” mengatakan bahwa koji merupakan gandum yang
14
dimasak atau kedelai yang diinokulasi dengan biakan atau cetakan koji. Dimana pada awal
pembuatan makanan atau minuman fermentasi yang dilakukan adalah membuat koji. Selama
pembuatan, Aspergillus oryzae S. sebagai cetakan koji dapat menghasilkan amylase dan protease
yang dapat berfungsi untuk memecah karbohidrat dan protein dalam gandum dan kacang kedelai.
3. KESIMPULAN
Pada praktikum pembuatan kecap dengan menggunakan kedelai putih sebagai bahan
bakunya.
Kecap adalah makanan tradisional yang berasal dari proses fermentasi menggunakan
kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lain.
Ada 4 tahap utama dalam pembuatan kecap yaitu proses perebusan biji kedelai yang telah
disortir, mold fermentation, penggaraman, dan perebusan akhir.
Fermentasi kacang kedelai menggunakan kapang Rhizopus oligosporus dan Aspergillus
oryzae
Beberapa jenis kapang dalam proses fermentasi kecap yaitu Aspergillus oryzae,
Aspergillus soyae, A.niger dan Rhizopus sp, sedangkan bakteri yang berperan adalah
Lactobacillus delbruckii dan ragi Hansenula sp.
Secara tradisional, pembuatan kecap meliputi beberapa tahap yaitu perendaman kedelai,
fermentasi koji, fermentasi moromi, ekstraksi dan filtrasi, pemberian gula jawa dan
bumbu kemudian pembotolan
Tahap koji adalah tahap fermentasi oleh kapang.
Tahap moromi adalah proses fermentasi kedelai dalam larutan garam oleh bakteri dan
khamir.
Fermentasi koji bertujuan untuk menghasilkan enzim amilase dan enzim protease untuk
memecah karbohidrat dan protein dalam kedelai.
Fermentasi moromi bertujuan untuk fermentasi gula sederhana dan asam amino menjadi
asam laktat, asam asetat, dan asam suksinat oleh Pediococcus halophillus dan
Lactobacillus delbrueckii.
Perebusan bertujuan untuk melunakkan biji kedelai, merusak protein inhibitor,
menginaktifkan zat antinutrisi dan menghilangkan bau langu serta membunuh bakteri
yang ada di permukaan kedelai
Perendaman dalam larutan garam bertujuan untuk mengekstraksi senyawa-senyawa
sederhana hasil hidrolisis pada tahap fermentasi oleh jamur
Pengadukan pada proses perendaman bertujuan untuk menghomogenkan larutan dan
memberikan udara yang dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme fermentasi
kecap (Aerasi).
15
16
Penambahkan gula dalam jumlah yang besar dapat menaikkan viskositas kecap
Penambahan gula juga bertujuan untuk memberikan warna pada kecap dengan adanya
reaksi Mailard
Warna kecap yang dihasilkan ini disebabkan karena adanya penambahan bumbu-bumbu
saat pemasakan, khususnya gula jawa.
Aroma khas kecap dapat ditentukan oleh jenis bumbu yang dapat menimbulkan bau dan
cita rasa yang khas pada kecap.
Aroma kecap dapat muncul karena adanya komponen volatil akan dihasilkan selama
proses fermentasi koji dan fermentasi moromi.
Aroma dan flavor pada kecap dapat disebabkan karena adanya aktivitas enzimatis dari
yeast Tetragenococcus halophilus dan beberapa spesies dari Lactobacillus
Semakin banyak gula yang ditambahkan, maka akan semakin tinggi viskositas kecap,
semakin manis rasa kecap, dan semakin gelap warna kecap.
Faktor yang mempengaruhi proses pembuatan kecap antara lain jenis kedelai dan
inokulum, proses fermentasi serta pemasakan.
Semarang, 19 Juni 2014
Praktikan, Asisten dosen,
Katharina Nerissa
Margaretha Rani
11.70.0044
4. DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Tika. (2008). Pengaruh Karakteristik Gula Merah dan Proses Pemasakan Terhadap Mutu Organoleptik Kecap Manis. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB. http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/13813/2/F08tam.pdf. Diakses pada tanggal 16 Juni 2014
Apriyantono, A dan Gono D. Y. (2004). Perubahan Komponen Volatil Selama Fermentasi Kecap. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. VOl XV, No 2.
Astawan, M. & M. W. Astawan. ( 1991 ). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.
Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc. New York.
Buckle, K. A. ; R.A. Edward ; G. H. Fleet & N. Wooton. (1987). Ilmu Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.
Buckle, K. A.; R.A. Edward.; G. H. Fleet.; & N. Wooton. 1988. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.
Caplice, Elizabeth & Gerald F. Fitzgerald. (1999). Food Fermentation: Role of Microorganisms in Food Production and Preservation. International Journal of Food Microbiology 50 (1999) 131-149.
Chancharoonpong, Chuenjit.; P. C Hsieh.; S. C Sheu. 2012. Enzyme production and growth of Aspergillus oryzae S. on soybean koji fermentation.Taiwan. Asia-Pacific Chemical, Biological & Environmental Engineering Society.
Feng, J.; Xiao-Bei Zhan; Zhi-Yong Zheng; Dong Wang; Li-Min Zhang; and Chi-Chung Lin. (2013). New Model for Flavour Quality Evaluation of Soy Sauce. Czech J. Food Sci. Vol. 31, No. 3: 292–305.
Hendritomo, Henky Isnawan. (2012). Pengaruh Pertumbuhan Mikroba Terhadap Mutu Kecap Selama Penyimpanan. http://jifi.ffup.org/wp-content/uploads/2012/03/hengky....PENGARUH.pdf. Diakses pada tanggal 16 Juni 2014.
17
18
Kasmidjo, R. B. ( 1990 ). Tempe: Mikrobiologi Dan Biokimia Pengolahan Serta Pemanfaatannya. P. A. U. UGM. Yogyakarta.
Koswara, S. 1997. Mengenal makanan tradisional: hasil olahan kedelai. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 8(2):75-76.
Kurniawan, R. 2008. Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam Dan Waktu Fermentasi Terhadap Kwalitas Kecap Ikan Lele. Jurnal Teknik Kimia Vol.2,No.2 April 2008. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Itenas Bandung. Bandung
Lim, J. Y.; J. J. Kim.; D. S. Lee.; G. H. Kim.; J. Y. Shim.; I. Lee.; and J. Y. Imm. 2009. Physicochemical Characteristic and Production of Whole Soymilk from Monascus Fermented Soybeans. Food Chemistry.
Muangthai, P.; P. Upajak; and W. Patumpai. (2007). Study of Protease Enzyme and Amino Acid Contents in Soy sauce Production from Peagion Pea and Soy bean.KMITL Sci. Tech. J. Vol. 7 No. S2
Muangthai, P.; P. Upajak; P. Suwunna;and W. Patumpai.(2009). Development of Healthy Soy sauce from Pigeon Pea and Soybean.As. J. Food Ag-Ind.2(03), 291-301.
Peppler, H. J. & D. Perlman. ( 1979 ). Microbial Technology, Fermentation Technology. Academic Press. San Fransisco.
Purwoko, Tjahjadi & Noor Soesanti Handajani. (2007). Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. oligosporus. BIODIVERSITAS Volume 8, Nomor 2 Halaman 223-227. ISSN: 1412-033X.
Rahayu, E. ; R. Indrati; T. Utami; E. Harmayani & M. N. Cahyanto. ( 1993 ). Bahan Pangan Hasil Fermentasi Food & Nutition. Collection. PAU Pangan & Gizi. Yogyakarta.
Rahman, A. ( 1992 ). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.Samruan W., A. Oonsivilai and R. Oonsivilai. 2012.Soybean and Fermented Soybean Extract Antioxidant Activities. World Academy of Science, Engineering and Technology.
Santosa, H. B. ( 1994 ). Kecap dan Taoco Kedelai. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Su, N. W.; M. L, Wang.; K. F, Kwok.; And M. H. Lee. 2005. Effects Of Temperature And Sodium Chloride Concentration On The Activities Of Proteases And Amylases In Soy Sauce Koji. Journal Agriculture Food Chemistry, 53, 1521-1525.
19
Sumague, M. J. V.; R. C. Mabesa1.; E. I. Dizon.; E. V. Carpio.; and N. P. Roxas. 2008. Predisposing Factors Contributing to Spoilage of Soy Sauce by Bacillus circulans. Philippine Journal of Science 137 (2): 105-114. ISSN : 0031 – 7683.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. UNESA Press.
Tjahjadi, et al. 2004. Kadar Karbohidrat, Lemak, dan Protein pada Kecap dari Tempe. Bioteknologi 1 (2):48-53, Nopember 2004 ISSN:0216-6887.
Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.
Wu T. Yeong, Men Seng Kan, Lee F.S., and Lithness K. Palniandy. 2010. Effect of Temperature On Moromi Fermentation of Soy Sauce With Intermittent Aeration. African Journal of Biotechnology. ISSN.
5. LAMPIRAN
5.1. Laporan Sementara
5.2. Jurnal
20