laporan kemajuan cha
TRANSCRIPT
LAPORAN KEMAJUANCOMMUNITY HEALTH ANALYSIS
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT TATANAN RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA
BALITA
STUDI KASUS DI DESA WANGON
Disusun oleh:Adhini Dwirespati G1A211074Mu’izza Nur Afifa G1A211079
KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITASILMU KESEHATAN MASYARAKAT
JURUSAN KEDOKTERANFAKULTAS KEDOTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
NOVEMBER 2011
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KEMAJUANHUBUNGAN ANTARA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT
TATANAN RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA
STUDI KASUS DI DESA WANGON
Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas/ Ilmu Kesehatan Masyarakat
Jurusan KedokteranFakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
Disusun oleh:Adhini Dwirespati G1A211074Mu’izza Nur Afifa G1A211079
Telah dipresentasikan dan disetujuiTanggal November 2011
Perseptor Lapangan
dr. Tulus Budi PurwantoNIP. 19820327 200903 1 006
Perseptor Fakultas
dr. Agung S. Dwi Laksana, M.Sc.PHNIP. 19670905 200012 1 001
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare merupakan permasalahan umum yang ditemukan di seluruh dunia.
Diare merupakan salah satu bentuk mekanisme pertahanan tubuh dengan cara
pembersihan saluran cerna dari kuman-kuman patogen. Dengan cara demikian
diare dapat sembuh sendiri (self limiting disease), namun di sisi lain, diare
dapat menyebabkan kehilangan cairan, elektrolit, dan sari-sari makanan. Bila
diare terus berlangsung, akan terjadi penyulit seperti dehidrasi dengan
renjatan, gagal ginjal akut, gangguan keseimbangan elektrolit, asidosis,
hipoglikemia, kurang kalori protein akut, dan lain-lain. Penyulit inilah yang
lebih berbahaya dan dapat menyebabkan penderita meninggal dunia (Butterton
& Calderwood, 2005).
World Health Organization (WHO) (2004) menyebutkan bahwa diare
terjadi di seluruh dunia dan menyebabkan 4% dari semua kematian. Secara
umum, diare disebabkan oleh infeksi gastrointestinal dan membunuh sekitar
2,2 juta orang setiap tahun. Di Indonesia, diperkirakan 200-400 kejadian diare
di antara 1.000 penduduk per tahun. Sebagian besar dari penderita (60-80%)
adalah anak usia di bawah 5 tahun. Sebagian besar darinya (1-2%) akan jatuh
ke dalam dehidrasi dan sebanyak 50-60% penderita ini akan meninggal bila
tidak mendapatkan pertolongan (Soeparto, 2003). Hasil Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, menunjukkan angka kematian akibat
diare adalah 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita adalah 75 per 100 ribu
balita (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KKRI), 2005).
Diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Keadaan
lingkungan terutama sanitasi dan ketersediaan air bersih merupakan salah satu
faktor utama penularan diare. Faktor lingkungan ini akan berinteraksi bersama
perilaku manusia, apabila faktor lingkungan yang tidak sehat karena tercemar
bakteri atau virus serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak
sehat pula, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (KKRI, 2005;
Irianto, 2000; Warouw, 2002). Selain itu adanya transisi demografi dan
epidemiologi penyakit, maka masalah penyakit akibat perilaku cenderung
semakin kompleks (Soemirat, 2000). Mengingat dampak dari perilaku
terhadap derajat kesehatan cukup besar, maka diperlukan berbagai upaya
untuk mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat, salah satunya adalah
melalui program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS dan menciptakan
lingkungan sehat di rumah tangga.
Menurut Green (1990) dalam Notoatmodjo S. (2007) salah satu faktor
seseorang melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah enambling
factor yaitu faktor pemicu terhadap perilaku yang memungkinkan suatu
tindakan atau motivasi. Faktor pemicu tersebut mencakup ketersediaan sarana
dan prasarana atau fasilitas kesehatan misalnya air bersih, tempat pembuangan
sampah, ketersediaan jamban, makanan bergizi dan sebagainya. Berdasarkan
7 indikator PHBS dan 3 indikator gaya hidup sehat yang berhubungan dengan
kejadian diare adalah bayi diberi ASI eksklusif, mencuci tangan pakai sabun,
menggunakan air bersih, dan menggunakan jamban.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
tatanan rumah tangga dengan kejadian diare pada balita di desa Wangon,
kecamatan Wangon.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan kejadian diare pada balita di desa Wangon
b. Menggambarkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) tatanan
rumah tangga di desa Wangon.
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menjadi dasar penelitian selanjutnya mengenai masalah kesehatan balita
yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi kepada warga masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas 1 Wangon mengenai masalah diare pada balita dan perilaku
hidup bersih dan sehat pada tatanan rumah tangga.
b. Memberikan informasi mengenai karakteristik yang berhubungan
dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas 1
Wangon sebagai bahan pertimbangan menentukan kebijakan yang
harus diambil untuk menyelesaikan masalah ini.
II. ANALISIS SITUASI
A. Deskripsi Situasi dan Kondisi Puskesmas dan Wilayah Kerja
1. Keadaan Geografi
Puskesmas 1 Wangon merupakan Puskesmas yang terletak di
Kabupaten Banyumas. Luas wilayah Puskesmas lebih kurang 39,5 km2.
Wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon mencakup tujuh desa, yaitu Desa
Klapagading Wetan, Desa Wangon, Desa Klapagading Kulon, Desa
Banteran, Desa Rawaheng, Desa Pengandegan, dan Desa Randegan. Desa
yang memiliki wilayah paling luas adalah Desa Randegan dengan luas
10,4 km2, sedangkan desa yang paling sempit adalah Desa Banteran
dengan luas 2,5 km2 (Puskesmas 1 Wangon, 2011).
Batas wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon yaitu:
a. di sebelah utara : wilayah kerja Puskesmas 2 Wangon
b. di sebelah selatan : wilayah Kabupaten Cilacap
c. di sebelah barat : wilayah kerja Puskesmas Lumbir
d. di sebelah timur : wilayah kerja Puskesmas Jatilawang
Luas lahan di wilayah Puskesmas 1 Wangon terdiri dari tanah sawah
sebanyak 8.625 Ha, tanah pekarangan sebanyak 57,16 Ha, tanah tegalan
sebanyak 1.899,79 Ha, tanah hutan negarasebanyak 209 Ha, tanah
perkebunan rakyat 85 Ha, dan lain-lain sebanyak 241 Ha (Puskesmas 1
Wangon, 2011).
2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data yang didapat dari Kecamatan/Desa untuk
wilayah Puskesmas 1 Wangon, jumlah penduduk pada akhir tahun
2010 adalah 53.800 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 27.205
jiwa, sedangkan perempuan sebanyak 26.595 jiwa yang tergabung
dalam 15.562 kepala keluarga. Desa dengan kepadatan penduduk
tertinggi pada tahun 2010 adalah Desa Klapagading Kulon yaitu
sejumlah 10.977 jiwa, sedangkan desa dengan kepadatan penduduk
terendah adalah Desa Banteran yaitu sebanyak 4.727 jiwa (Puskesmas
1 Wangon, 2011).
b. Jumlah penduduk berdasarkan golongan umur
Jumlah penduduk menurut golongan umur di wilayah Puskesmas
1 Wangon tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Jumlah penduduk menurut golongan umur di wilayah Puskesmas 1 Wangon tahun 2010
No Golongan umur(Tahun)
Laki-laki Perempuan Jumlah
1 0-4 2.443 2.556 4.999
2 5-14 4.741 4.817 9.558
3 15-44 11.842 11.311 23.153
4 45-64 6.623 6.123 12.746
5 >65 1.556 1.788 3.344
Jumlah 27.205 26.595 53.800
(Puskesmas 1 Wangon, 2011)
Berdasarkan data di atas, kelompok umur dengan penduduk
terbanyak yaitu golongan umur 15-44 tahun, yaitu sebesar 23.153 jiwa,
maka dapat dikatakan penduduk wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon
tergolong padat penduduk usia muda/ usia produktif. Sedangkan untuk
golongan penduduk dengan jumlah terendah yaitu penduduk usia > 65
tahun sejumlah 3.344 jiwa (Puskesmas 1 Wangon, 2011).
c. Kepadatan Penduduk
Penduduk di wilayah Puskesmas 1 Wangon penyebarannya tidak
merata hal ini dibuktikan dengan adanya jumlah penduduk yang
jumlahnya tinggi dan rendah pada masing-masing desa. Jumlah
kepadatan di wilayah Puskemas 1 Wangon sebesar 12.362 jiwa /km2
dan di desa terpadat adalah Desa Klapagading Kulon sebesar 3.136
jiwa setiap km2. Sedangkan kepadatan penduduk terendah di Desa
Randegan sebesar 634 jiwa/km2 (Puskesmas 1 Wangon, 2011).
3. Keadaan Sosial Ekonomi
Tingkat pendidikan penduduk di wilayah Puskesmas 1 Wangon
(Puskesmas 1 Wangon, 2011):
a. Tidak/belum sekolah : 2.679 orang (6,5%)
b. Tidak/belum tamat SD : 6.789 orang (16,5%)
c. SD/MI : 14.727 orang (35,8%)
d. Tamat SLTP/MTs : 8.577 orang (20,9%)
e. Tamat SLTA/MA : 5.825 orang (14,2%)
f. AK/Diploma/Universitas : 2.511 orang (6,1%)
B. Capaian Program Puskesmas
Pembangunan kesehatan di Kabupaten Banyumas masih diarahkan pada
rendahnya derajat kesehatan, status gizi, dan kesejahteraan sosial, oleh karena
itu pembangunan kesehatan diarahkan dalam upaya perbaikan kesehatan
masyarakat melalui perbaikan gizi, kebersihan lingkungan, pemberantasan
penyakit menular, penyediaan air bersih, serta kesehatan ibu dan anak
(Puskesmas 1 Wangon, 2011).
1. Derajat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas 1 Wangon, 2011).
a. Angka kesakitan
1) DBD
Berdasarkan data yang dihimpun petugas surveillance selama tahun
2010 ditemukan 10 kasus DBD di seluruh desa.
2) Malaria
Tidak ada kasus malaria di Puskesmas 1 Wangon pada tahun 2010.
3) TB paru
Kasus TB paru positif pada tahun 2010 di Puskesmas 1 wangon
sebanyak 11 kasus. Jumlah kasus ini tidak tercerminkan keadaan
yang sesungguhnya, karena masih ada penderita TB paru yang
berobat ke dokter praktik swasta dan tidak dipantau oleh Puskesmas.
4) Diare
Jumlah diare di Puskesmas 1 Wangon tahun 2010, sebanyak 754
kasus.
5) Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Angka kunjugan penderita ISPA sebanyak 5046 jiwa, pada
pneumonia sebanyak 143 jiwa, kekurangan ini dimungkinkan karena:
a) Sistem pencatatan dan pelaporan kurang baik
b) Kerja sama lintas program kurang baik
b. Angka kematian
Angka kematian bayi
Menurut data yang dihimpun petugas Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
terdapat 15 kasus kematian bayi dari 980 kelahiran hidup. Angka
kematian bayi sebesar 15,3/1.000 kelahiran hidup. Sedangkan kasus
bayi lahir mati sebanyak 4 kasus (Puskesmas 1 Wangon, 2011).
c. Status gizi
Penentuan gizi menggunakan indikator tabel pada buku pedoman
pemantauan status gizi tahun 2001 diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Kategori I : status gizi buruk
2) Kategori II : status gizi kurang
3) Kategori III : status gizi sedang
4) Kategori IV : status gizi baik
5) Kategori V : status gizi lebih
Status gizi balita dibagi menjadi 2, yaitu :
1) Status gizi bayi baru lahir
Dari jumlah bayi lahir hidup sebanyak 96 bayi.
2) Status gizi balita (umur 12 sampai dengan umur 59 bulan)
Dari jumlah balita yang ada dapat dipaparkan sebagai berikut :
a) Balita yang ditimbang : 3.220 anak
b) Berat badan naik : 2.481 anak
c) Bawah garis merah : 20 anak
d) Bawah garis titik-titik : 3 anak
d. Status gizi dan ibu hamil
1) Ibu hamil dengan anemia gizi besi (AGB)
Dari jumlah 1.041 ibu hamil yang diperiksa, jumlah ibu hamil
dengan anemia gizi besi (AGB) tidak ada.
2) Status gizi ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK)
Pada tahun 2010 ini status gizi ibu hamil Kurang Energi Kronik
(KEK) ditemukan ibu hamil KEK sebanyak 363 ibu hamil
(Puskesmas 1 Wangon, 2011).
2. Perilaku masyakarat
Perilaku masyarakat ditentukan pada peran serta masyarakat di bidang
kesehatan melalui penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baik
di masyarakat, di sekolah, maupun di instansi dalam rangka penurunan
angka kematian bayi, balita, dan ibu serta berbagai upaya mewujudkan
derajat kesehatan yang tinggi.
a. Posyandu
Berdasarkan data 2010, jumlah Posyandu di Puskesmas 1 Wangon
sebanyak 78 Posyandu.
1) Desa Wangon
Jumlah Posyandu : 13
Jumlah Kader : 57 kader, 44 kader aktif
2) Desa Klapagading
Jumlah Posyandu : 12
Jumlah Kader : 54 kader, 44 kader aktif
3) Desa Klapagading Kulon
Jumlah Posyandu : 17
Jumlah Kader : 71, 62 kader aktif
4) Banteran
Jumlah Posyandu : 8
Jumlah Kader : 36 (aktif)
5) Rawaheng
Jumlah Posyandu : 5
Jumlah Kader : 26 (aktif)
6) Pengadegan
Jumlah Posyandu : 12
Jumlah Kader : 60, 43 kader aktif
7) Randegan
Jumlah Posyandu : 11
Jumlah Kader : 55 (aktif)
b. SD/MI yang bebas Narkotika, Psikotropika, dan Zat-Zat Aditif
(NAPZA)
Pada tahun 2010, dari 38 SD/MI yang ada di wilayah Puskesmas 1
Wangon, seluruh sekolah bebeas NAPZA atau sebesar 100%.
c. Penduduk yang terlindungi Asuransi Kesehatan
Dari jumlah penduduk di Puskesmas 1 Wangon, yaitu sebanyak 53.800
orang. Penduduk yang menggunakan Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) sebanyak 22.816 (Puskesmas 1 Wangon, 2011).
3. Kesehatan Lingkungan
Keadaan lingkungan masyarakat mempunyai peranan yang sangat
penting dalam mempengaruhi derajat kesehatan di samping perilaku
masyarakat itu sendiri. Upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat,
beberapa indikator penting yang dapat mempengaruhi kesehatan
lingkungan, yaitu sebagai berikut :
a. Rumah sehat
Dari 900 rumah yang diperikasa ternyata yang memenuhi syarat
kesehatan sebanyak 374 buah atau sebesar 42,6% dari jumlah yang
diperiksa.
b. Sekolah sehat
Jumlah sekolah yang ada di wilayah Puskesmas 1 Wangon, sebanyak 58
sekolah yang diperiksa sebanyak 58 sekolah, dan semuanya merupakan
sekolah sehat.
c. Sarana ibadah
1) Masjid Sehat
Jumlah masjid sebanyak 79 buah yang diperiksa kesehatannya 79
buah, sedangkan masjid yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak
46 buah atau 58%.
2) Pesantren
Jumlah pesantren sebanyak 3 buah, yang memenuhi syarat
kesehatan sebanyak 3 buah.
d. Tempat-Tempat Umum (TTU)
Pada tahun 2010, jumlah TTU yang diperiksa syarat kesehatannya
sebanyak 87 buah atau sebesar 72,5% dari jumlah TTU yang diperiksa.
e. Keluarga yang memiliki sarana kesehatan lingkungan
Pembuangan air limbah atau tinja yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dapat menyebabkan rendahnya kualitas air, dapat
menimbulkan penyakit menular di masyarakat. Sarana kesehatan
lingkungan di wilayah Puskesmas 1 Wangon dari jumlah keluarga
sebanyak 15.562 keluarga, adapun kondisi sarana kesehatan lingkungan
adalah sebagai berikut :
1) Tempat Buang Air Besar (BAB) atau jamban
Jumlah keluarga yang ada 15.562, sedangkan jamban yang periksa
syarat kesehatannya sebanyak 4209 buah atau sebesar 53,87% dari
jumlah keluarga yang punya.
2) Tempat sampah
Dari 15.562 keluarga yang diperiksa tempat sampahnya terdapat
7823 rumah yang punya atau sebesar 50% tempat sampah yang
diperiksa.
3) Pengelolaan air limbah
Sebanyak 2.728 Sistem Pembuangan Akhir Limbah (SPAL) yang
diperiksa dari 1.456 dari SPAL keluarga yang mempunyai atau
sebesar 17,29% jumlah SPAL yang diterima.
4) Persediaan air bersih
Sebanyak 15.562 persediaan air bersih yang diperiksa 1480 keluarga
yang mempunyai sarana persediaan air bersih atau sebesar 9,5%
jumlah sarana persediaan air bersih yang diperiksa (Puskesmas 1
Wangon, 2011).
4. Pelayanan Kesehatan
a. Sarana kesehatan dasar
Jumlah sarana kesehatan dasar di wilayah Puskesamas I Wangon pada
tahun 2010 sebanyak 6 sarana kesehatan dasar, baik itu milik
pemerintah maupun swasta, yaitu sebagai berikut :
1) Puskesmas : 1
2) Puskesmas pembantu : 1
3) Puskesmas keliling : 1
4) Polindes : 2
5) PKD : 5
b. Pelayanan persalinan
Perkiraan jumlah persalinan di wilayah Puskesmas I Wangon pada
tahun 2010 berjumlah 997. Adapun persalinan yang ditolong oleh nakes
berjumlah 973 persalinan atau sebesar 97,6%. Pelayanan persalinan
oleh nakes telah memenuhi target (84%) sehingga kematian ibu
diharapkan semakin menurun.
c. Bayi yang telah diimunisasi
Jumlah bayi di wilayah Puskesmas 1 Wangon menurut data petugas
imunisasi adalah 949 bayi, sedangkan jumlah bayi yang diimunisasi
adalah sebagai berikut :
1) Imunisasi Difteri, Pertusis, dan Tetanus I (DPT I)
Bayi yang diimunisasi DPT I sebanyak 930 bayi atau sebesar 98%.
2) Bayi yang diimunisasi campak sebanyak 893 atau 94,10%
(imunisasi lengkap) telah memenuhi target (80%).
d. Peserta KB terhadap Pria Usia Subur (PUS)
Jumlah PUS diwilayah Pusesmas 1 Wangon pada tahun 2010 sebanyak
11.760 PUS, jumlah peserta KB baru mencapai 1.764 orang, sedangkan
jumlah peserta KB aktif sejumkah 8.707 orang (74%). Telah memenuhi
target dari 70% (Puskesmas 1 Wangon, 2011).
III. IDENTIFIKASI PERMASALAH DAN PRIORITAS MASALAH
A. Daftar Permasalahan Kesehatan
Tabel 3.1. Daftar 10 Besar Penyakit pada Tahun 2010
No Nama Penyakit Jumlah Prevalensi (per 1.000 penduduk
1 ISPA 5.046 93,79
2 Penyakit kulit 2.235 41,54
3 Mialgia 1.898 35,28
4 Infeksi 1.400 26,02
5 Asma 942 11,93
6 Dispepsia 899 16,71
7 Sefalgia 888 16,50
8 Diare 754 14,01
9 Hipertensi 700 13,01
10 Konjungtivitis 452 8,40
Sumber: Data Sekunder Puskesmas 1 Wangon
B. Penentuan Prioritas Masalah
Penentuan prioritas masalah di wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon
dengan menggunakan metode Hanlon Kuantitatif dengan empat kelompok
kriteria, yaitu:
1. Kelompok kriteria A : besarnya masalah
2. Kelompok kriteria B : kegawatan masalah, penilaian terhadap
dampak, urgensi dan biaya
3. Kelompok kriteria C : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu
penilaian terhadap tingkat kesulitan
penanggulangan masalah
4. Kelompok kriteria D : PEARL factor, yaitu penilaian terhadap
propriety, economic, acceptability, resources
availability, legality
Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah di
Puskesmas 1 Wangon adalah sebagai berikut:
1. Kriteria A (besarnya masalah)
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya
penduduk yang terkena efek langsung.
Tabel 3.2. Kriteria A Hanlon Kuantitatif
Masalah kesehatan
Besarnya masalah dari data sekunder Puskesmas 1 Wangon
Nilai0-50 (per 1.000)
(1)
51-100 (per 1.000)
(2)
101-200 (per 1.000)
(3)
201-400 (per 1.000)
(4)ISPA X 2
Penyakit kulit X 1
Mialgia X 1
Infeksi X 1
Asma X 1
Dispepsia X 1
Sefalgia X 1
Diare X 1
Hipertensi X 1
Konjungtivitis X 1
2. Kriteria B (kegawatan masalah)
Kegawatan : (paling cepat mengakibatkan kematiaan)
Skor : 1 = Tidak gawat
2 = Kurang gawat
3 = Cukup gawat
4 = Gawat
5 = Sangat gawat
Urgensi: (harus segera ditangani, apabila tidak menyebabkan kematian)
Skor : 1 = Tidak urgen
2 = Kurang urgen
3 = Cukup urgen
4 = Urgen
5 = Sangat urgen
Biaya: (biaya penanggulangan)
Skor : 1 = Sangat murah
2 = Murah
3 = Cukup mahal
4 = Mahal
5 = Sangat mahal
Tabel 3.3. Kriteria B Hanlon Kuantitatif
Masalah Kegawatan Urgensi Biaya Nilai
ISPA 3 2 3 8
Penyakit kulit 1 2 2 5
Mialgia 2 2 2 6
Infeksi 3 2 3 8
Asma 2 2 3 7
Dispepsia 2 2 3 7
Sefalgia 2 2 3 7
Diare 3 3 2 8
Hipertensi 2 2 2 6
Konjungtivitis 1 1 3 5
3. Kriteria C (penanggulangan masalah)
Untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan, pertanyaan yang
harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia
mampu menyelesaikan masalah: makin sulit dalam penanggulangan, skor
yang diberikan makin kecil.
Skor : 1 = Sangat sulit di tanggulangi
2 = Sulit ditanggulangi
3 = Cukup bisa ditanggulangi
4 = Mudah ditanggulangi
5 = Sangat mudah ditanggulangi
Pada tahap ini dilakukan pengambilan suara dari 2 orang yang
kemudian dirata-rata untuk menentukan skor, dimana skor tertinggi
merupakan masalah yang paling mudah ditanggulangi. Adapun hasil
konsensus tersebut adalah sebagai berikut :
1. ISPA : (3+4)/2 = 3,5
2. Penyakit kulit : (3+3)/2 = 3
3. Mialgia : (2+2)/2 = 2
4. Infeksi : (2+3)/2 = 2,5
5. Asma : (2+3)/2 = 2,5
6. Dispepsia : (3+2)/2 = 2,5
7. Sefalgia : (2+2)/2 = 2
8. Diare : (4+4)/2 = 4
9. Hipertensi : (2+2)/2 = 2
10. Konjungtivitis : (2+2)/2 = 2
4. Kriteria D (P.E.A.R.L)
Propriety : kesesuaian (1/0)
Economic : ekonomi murah (1/0)
Acceptability : dapat diterima (1/0)
Resources availability : tersedianya sumber daya (1/0)
Legality : legalitas terjamin (1/0)
Tabel 3.4. Kriteria P.E.A.R.L. Hanlon Kuantitatif
Masalah P E A R L Hasil Perkalian
ISPA 1 1 1 1 1 1
Penyakit kulit 1 1 1 1 1 1
Mialgia 1 1 1 1 1 1
Infeksi 1 1 1 1 1 1
Asma 1 1 1 1 1 1
Dispepsia 1 1 1 1 1 1
Sefalgia 1 1 1 1 1 1
Diare 1 1 1 1 1 1
Hipertensi 1 1 1 1 1 1
Konjungtivitis 1 1 1 1 1 1
Penetapan nilai
Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai
tersebut dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :
a. Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C
b. Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D
Tabel 3.5. Penetapan Prioritas Masalah
Masalah A B CD
NPD NPTUrutan
prioritasP E A R LISPA 2 8 3,
5
1 1 1 1 1 35 38,5 2
Penyakit kulit 1 5 3 1 1 1 1 1 18 30 3
Mialgia 1 6 2 1 1 1 1 1 14 20 7
Infeksi 1 8 2,
5
1 1 1 1 1 22,5 22,5 5,5
Asma 1 7 2,
5
1 1 1 1 1 20 22,5 5,5
Dispepsia 1 7 2,
5
1 1 1 1 1 20 25 4
Sefalgia 1 7 2 1 1 1 1 1 20 18 8
Diare 1 8 4 1 1 1 1 1 36 40 1
Hipertensi 1 6 2 1 1 1 1 1 14 14 9
Konjungtivitis 1 5 2 1 1 1 1 1 12 12 10
Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan
prioritas masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Diare
2. ISPA
3. Penyakit Kulit
4. Dispepsia
5. Infeksi dan Asma
6. Mialgia
7. Sefalgia
8. Hipertensi
9. Konjungtivitis
IV. KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH
A. Diare
1. Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Selain itu dilihat dari
frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air
besar encer tersebut dapat/ tanpa disertai lendir dan darah (Ciesla, 2003;
Guerrant, 2001).
2. Etiologi (Asnil dkk, 2003)
a. Infeksi
Infeksi dapat disebabkan infeksi enteral dan parenteral.
Mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi enteral antara lain:
1) Bakteri: Shigella sp., E. Coli patogen, Salmonella sp., Vibrio
cholera, Yersinia enterocolytica, Campylobacter jejuni, Vibrio
parahaemoliticus, V.NAG, Staphylococcus aureus, Streptococcus,
Kliebsiella, Pseudomonas, Aerumonas, Proteus
2) Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus,
cytomegalovirus (CMV), echovirus
3) Parasit: cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides, Blastsistis
huminis, protozoa, Entamoeba histolitica, Giardia labila,
Belantudium coli dan Crypto
b. Non-infeksi
1) Intoksikasi makanan: Makanan beracun atau mengandung logam
berat, makanan mengandung bakteri atau toksin: Clostridium
perferingens, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus,
Streptococcus anhaemolyticus dll.
2) Alergi : susu sapi atau makanan tertentu.
3) Malabsorpsi/ maldigesti : karbohidrat : monosakarida (glukosa,
laktosa, galaktosa), disakarida (laktosa, sukrosa), lemak (rantai
panjang trigliserida protein: asam amino tertentu, celiac sprue
gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin dan
mineral.
3. Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah
dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis
yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di
badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan
biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan
cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi
cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta
suara menjadi serak. Frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam
(kussmaul), gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat
berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat. Pada balita,
anak mulai rewel, suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang, muka
pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Perfusi ginjal
menurun dan akan timbul anuria yang jika tidak segera diatasi akan timbul
penyulit berupa gagal ginjal akut (Nelwan, 2001; Procop & Cockerill,
2003).
4. Faktor-faktor Risiko (Asnil dkk, 2003)
a. Faktor makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang
tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan
kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah
mengakibatkan diare pada anak-anak balita.
b. Faktor lingkungan
Dapat terjadi pada lingkungan yang tidak saniter seperti : Pasokan
air tidak memadai, air terkontaminasi tinja, jamban tidak memenuhi
syarat kesehatan. Sumber air minum utama merupakan salah satu
sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian
diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
jalur fekal oral. Penularan dapat terjadi dengan cara memasukkan ke
dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya
air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci
yang dicuci dengan air tercemar (KKRI, 2004).
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi
akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita
sebesar dua kali lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai
kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi
(Wibowo, 2004). Menurut hasil penelitian Irianto (1996), bahwa anak
balita berasal dari keluarga yang menggunakan jamban (kakus) yang
dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota
dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa
tangki septik 12,1% diare terjadi di kota dan 8,9 % di desa. Kejadian
diare tertinggi terdapat pada keluaga yang mempergunakan sungai
sebagi tempat pembuangan tinja, yaitu, 17,0% di kota dan 12,7% di
desa.
c. Faktor perilaku
Menurut KKRI (2005), faktor perilaku yang dapat menyebabkan
penyebaran bakteri pathogen dan meningkatkan risiko terjadinya diare
adalah sebagai berikut :
1) Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan.
2) Menggunakan botol susu yang memudahkan pencemaran bakteri
pathogen, karena botol susu susah dibersihkan. Menyimpan
makanan pada suhu kamar, yang jika didiamkan beberapa jam
bakteri pathogen akan berkembang biak.
3) Menggunakan air minum yang tercemar.
4) Tidak mencuci tangan setelah buang air besar atau sesudah makan
dan menyuapi anak.
5) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar.
d. Faktor psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat
menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak
balita,umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.
5. Penatalaksanaan
a. Rehidrasi
Adapun tujuan dari pada pemberian cairan adalah :
a) Memperbaiki dinamika sirkulasi ( bila ada syok ).
b) Mengganti defisit yang terjadi.
c) Rumatan ( maintenance ) untuk mengganti kehilangan cairan dan
elektrolit yang sedang berlangsung ( ongoing losses ).
b. Kausatif
Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan pengobatan dengan
antibiotika karena pada umumnya sembuh sendiri (self limiting).
Antibiotika hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare
misalnya kholera, shigella, karena penyebab terbesar dari diare pada
anak adalah virus (Rotavirus), kecuali pada bayi berusia di bawah 2
bulan berpotensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah
mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang
menunjukkan secara klinis gejala yang berat serta berulang atau yang
menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang jelas atau
gejala sepsis (Castelli dkk, 1998).
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain (Gerding,
2000):
1) Kolera : Tetrasiklin 50mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 2 hari )
2) Furasolidon 5mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 3 hari )
3) Shigella : Trimetoprim 5-10mg/kg/hari
4) Sulfametoksasol 25-50mg/kg/hari dibagi 2 dosis ( 5 hari )
5) Asam Nalidiksat : 55mg/kg/hari dibagi 4 ( 5 hari )
6) Amebiasis : Metronidasol 30mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 5-10 hari)
7) Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg
( maks 90mg ) ( im ) s/d 5 hari tergantung reaksi (untuk semua
umur)
8) Giardiasis : Metronidasol 15mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 5 hari )
c. Penanggulangan Gizi
Minuman dan makanan jangan dihentikan lebih dari 24 jam,
karena pulihnya mukosa usus tergantung dari nutrisi yang cukup.
Pemberian kembali makanan atau minuman (refeeding): ASI, susu
formula rendah laktosa, makanan secara cepat sangatlah penting bagi
anak dengan gizi kurang yang mengalami diare akut dan hal ini akan
mencegah berkurangnya berat badan lebih lanjut dan mempercepat
kesembuhan (Ziyane, 1999).
d. Penanggulangan Penyakit Penyerta
B. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tatanan Rumah Tangga
1. Definisi
Perilaku hidup bersih dan sehat tatanan rumah tangga adalah upaya
untuk memberdayakaan anggota rumah tangga agar tahu, mau, dan mampu
mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam
gerakan kesehatan di masyarakat (Promosi Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (PromKes KKRI), 2007).
2. Indikator
Pembinaan PHBS di rumah tangga dilakukan untuk mewujudkan
rumah tangga sehat. Rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang
memenuhi tujuh indikator PHBS dan 3 indikator gaya hidup sehat sebagai
berikut (PromKes KKRI, 2007):
a. Tujuh indikator PHBS di Rumah Tangga:
1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pertolongan
persalinan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan (bidan, dokter, dan tenaga para medis lainnya).
2. Bayi diberi ASI eksklusif adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi
ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan.
3. Penimbangan bayi dan balita
Penimbangan balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan
balita setiap bulan dan mengetahui apakah balita berada pada
kondisi gizi kurang atau gizi buruk.
4. Mencuci tangan dengan air dan sabun
a. Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri
penyebab penyakit. Bila digunakan, kuman berpindah ke
tangan. Pada saat makan, kuman dengan cepat masuk ke dalam
tubuh yang bisa menimbulkan penyakit.
b. Sabun dapat mengikat lemak, kotoran dan membunuh kuman.
Tanpa sabun, kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan.
5. Menggunakan air bersih
Air yang kita pergunakan sehari-hari untuk minum, memasak,
mandi, berkumur,membersihkan lantai, mencuci alat-alat dapur,
mencuci pakaian, dan sebagainya haruslah bersih, agar kita tidak
terkena penyakit atau terhindar dari penyakit.
6. Menggunakan jamban sehat
Setiap rumah tangga harus memiliki dan menggunakan jamban
leher angsa dan tangki septic atau lubang penampungan kotoran
sebagai penampung akhir.
7. Rumah bebas jentik
Adalah rumah tangga yang setelah dilakukan pemeriksaan jentik
berkala tidak terdapat jentik nyamuk.
b. Tiga indikator gaya hidup sehat:
1. Makan buah dan sayur setiap hari
Adalah anggota keluarga umur 10 tahun ke atas yang
mengkomsumsi minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau
sebaliknya setiap hari.
2. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
Perilaku Hidup Bersih dan SehatTatanan rumah tangga Diare Balita
Adalah anggota rumah tangga umur 10 tahun ke atas melakukan
aktivitas fisik 30 menit setiap hari.
3. Tidak merokok dalam rumah
Anggota rumah tangga umur 10 tahun ke atas tidak boleh merokok
di dalam rumah ketika berada bersama dengan anggota keluarga
yang lainnya.
Dari ketujuh indikator PHBS di atas yang berhubungan dengan
kejadian diare adalah: menggunakan air bersih, menggunakan jamban
sehat, dan cuci tangan dengan air dan sabun.
C. Skema Kerangka Konseptual
D. Hipotesis
Terdapat hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat tatanan rumah
tangga dengan kejadian diare pada Balita.
V. METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik, dengan
pendekatan cross sectional.
B. Ruang Lingkup Kerja
Ruang lingkup kerja dilakukan di Puskesmas 1 Wangon yang melibatkan
Desa Wangon
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
a) Populasi target adalah balita
b) Populasi terjangkau adalah balita di Desa Wangon
2. Sampel
Penentuan jumlah sampel menggunakan metode cluster sampling.
Besar sampel dihitung menggunakan rumus proporsi binomunal dengan
diketahui jumlah total balita yang ada di Desa Wangon yang tercatat sampai
dengan bulan Oktober 2011 sebanyak 670 balita. Banyaknya balita yang
mengalami diare di Desa Wangon sebanyak 52 balita, sehingga
prevalensinya adalah 7,7 per 100 balita.
Z21- α/2. p .(1-p).Nn = ------------------------------ d2(N-1) + Z2 1- α/2.p.(1-p)
(1,96)2.0,077.(0,923).670 = -------------------------------------------------- (0,05)2.(670-1) + (1,96)2. 0,077.(0,923) 182,9 = ---------------- 1,67 + 0,27 182,9 = ----------
1,94 = 94,3~ 95
Jumlah sampel minimal adalah 95 balita, sehingga jumlah sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah jumlah sampel minimal ditambah 10%
faktor drop out dan diperoleh sampel sebanyak 105 balita.
Kriteria inklusi:
a) Balita yang berlamatkan di Desa Wangon
b) Responden adalah ibu balita yang telah menyatakan kesediaannya untuk
mengikuti penelitian
Kriteria eksklusi:
a) Responden yang menjawab pertanyaan kuesioner secara tidak lengkap
b) Responden yang menolak melanjutkan partisipasi di tengah wawancara
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen : perilaku hidup bersih dan sehat tatanan rumah
tangga
2. Variabel Dependen : kejadian diare balita
E. Definisi Operasional
Tabel 5.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel Definisi Parameter Alat Ukur SkalaVariabel independen:PHBS tatanan rumah tangga
Perilaku ibu dalam mempraktikkan PHBS tatanan rumah tangga yang mempengaruhi terjadinya diare, yaitu: memberikan ASI eksklusif, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, dan cuci tangan dengan air dan sabun
Skoring kuesioner
Observasi dan Kuesioner
Nominal
Variabel Dependen:Kejadian diare balita
Kejadian diare pada balita dengan gejala BAB cair > 3x/hari yang berlangsung kurang dari 7 hari dan dapat
Dikategorikan:Pernah diare dan tidak
Kuesioner Nominal
disertai gejala yang lain. pernah diare
F. Instrumen Pengambilan Data
1. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner.
2. Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data menggunakan teknik wawancara kepada
responden (ibu balita) sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan dalam
kusioner serta observasi terhadap lingkungan rumah responden.
G. Rencana Analisis Data
1. Tabulasi Data
Input data menggunakan kode pada setiap variabel dan penghitungan
jumlah skor dari setiap pertanyaan kuesioner.
2. Analisis Univariat
Setiap variabel yang diukur dalam penelitian dihitung distribusi dan
frekuensinya serta ditampilkan dalan tabel dan grafik.
3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk menguji hubungan antara dua variabel
yang diteliti. Uji yang digunakan adalah uji chi square. Besarnya risiko
dianalisis menggunakan rasio prevalensi. Uji alternative adalah uji fisher’s
exact.
VI. HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH
A. Deskripsi Data Dasar
1. Analisis Deskriptif
Analisis Deskriptif dalam penelitian ini menggambarkan karakeristik
responden penelitian. Responden penelitian berjumlah 95 responden. Data
responden diambil melalui Kuesioner saat mereka datang ke kegiatan
Posyandu. Ibu yang datang ke kegiatan ini diminta untuk menjawab
pertanyaan kuesioner yang telah tersedia. Karakteristik responden meliputi
usia, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan ibu balita.
Tabel. 6.1. Distribusi Frekuensi Responden
Variabel Frekuensi Presentase (%)
usia
< 25
≥ 25
57
38
60
40
Pendidikan
tidak sekolah
SD
SMP
SMA
Sarjana
Pekerjaan
wiraswasta
ibu rumah tangga
35
60
36,8
63,2
penghasilan
< 500.000
500.000 – 1000.000
> 1000.000
21
52
22
22,1
54,7
23,2
Jumlah 95 100 %
Berdasarkan tabel 6.1 didapatkan hasil sebanyak 57 responden
(60%) berusia dibawah 25 tahun sedangkan 38 responden (40%) berusia
diatas sama dengan 25 tahun. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 60
responden (63,2%) adalah ibu rumah tangga, sedangkan 35 responden
(36,8%) adalah wiraswasta. Penghasilan responden pada penelitian ini
sebagian besar masih berada di batas Rp. 500.000,00 - Rp. 1000.000,00
yaitu sebanyak 52 responden (54,7%), sedangkan 21 responden (22,1%)
memiliki penghasilan dibawah Rp. 200.000,00 dan 22 responden (23,2%)
berpenghasilan diatas Rp. 1000.000,00. Pendidikan
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat yang digunakan pada penelitian adalah Chi-
square. Analisis ini untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel
independen yaitu sumber air minum, sumber air bersih, kebiasaan cuci
tangan dan pemberian ASI eksklusif dengan variabel dependen yaitu diare
pada balita. Dari hasil analisis didapatkan hasil sebagai berikut.
1. Hubungan sumber air minum dengan kejadian diare balita
Tabel 6.2. hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian diare.
Sumber air minumDiare
TotalTidak Ya
Baik 14 (14,7%) 64 (67,4%) 78 (82,1%)
Buruk 0 (0%) 17(17,9%) 17 (17,9%)
Total 14 (14,7%) 81 (85,3%) 95 (100 %)
Berdasarkan data dari tabel 6.2 didapatkan hasil bahwa
responden yang memiliki sumber air minum baik dan tidak mengalami
diare sebanyak 14 orang (14,7%) sedangkan yang mengalami diare
sebanyak 64 (67,4%). Responden yang memiliki sumber air minum
buruk dan tidak mengalami diare sebanyak 0 (0%) sedangkan yang
mengalami diare sebanyak 17 orang (17,9%).
2. Hubungan sumber air bersih dengan kejadian diare balita
Tabel 6.3. hubungan sumber air bersih dengan kejadian diare.
Sumber air bersihDiare
TotalTidak Ya
Baik 14 (14,7%) 61 (64,2%) 75 (78,9%)
Buruk 0 (0%) 20 (21,05%) 20 (21,05 %)
Total 14 (14,7 %) 81 (85,25%) 95 (100 %)
Berdasarkan data dari tabel 6.3 didapatkan hasil bahwa
responden yang memiliki sumber air bersih baik dan tidak mengalami
diare sebanyak 14 orang (14,7%) sedangkan yang mengalami diare
sebanyak 61 (64,2%). Responden yang memiliki sumber air bersih
buruk dan tidak mengalami diare sebanyak 0 (0%) sedangkan yang
mengalami diare sebanyak 20 orang (21,05%).
3. Hubungan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare
Tabel 6.4. Hubungan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare.
Kebiasaan cuci
tangan
DiareTotal
Tidak Ya
Baik 7 (7,4%) 17 (17,9%) 24 (25,3%)
Buruk 7 (7,4%) 64 (67,4%) 71 (74,8 %)
Total 14 (14,7 %) 81 (85,3%) 95 (100 %)
Berdasarkan data dari tabel 6.4 didapatkan hasil bahwa
responden yang memiliki kebiasaan cuci tangan baik dan tidak
mengalami diare sebanyak 7 orang (7,4%) sedangkan yang mengalami
diare sebanyak 17 (17,9%). Responden yang memiliki kebiasaan cuci
tangan buruk dan tidak mengalami diare sebanyak 7 (7,4%) sedangkan
yang mengalami diare sebanyak 64 orang (67,4%).
4. Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare
Tabel 6.5. Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare.
Pemberian ASI
eksklusif
DiareTotal
Tidak Ya
Ya 7 (7,4%) 10 (10,5%) 17 (17,9%)
Tidak 7 (7,4%) 71 (74,7%) 78 (82,1%)
Total 14 (14,7 %) 81 (85,2%) 95 (100 %)
Berdasarkan data dari tabel 6.5 didapatkan hasil bahwa
responden yang memberikan ASI eksklusif dan balita yang tidak
mengalami diare sebanyak 7 orang (7,4%) sedangkan yang mengalami
diare sebanyak 10 (10,5%). Responden yang tidak memberikan ASI
eksklusif dan balita yang tidak mengalami diare sebanyak 7 (7,4%)
sedangkan yang mengalami diare sebanyak 71 orang (74,7%).
5. Hubungan pemakaian jamban dengan kejadian diare pada balita.
Tabel 6.6. Hubungan pemakaian jamban dengan kejadian diare.
Pemakaian jambanDiare
TotalTidak Ya
Sehat 11 (11,6%) 67 (70,5%) 78 (82,1%)
Tidak sehat 3 (3,2%) 14 (14,7%) 17 (17,9%)
Total 14 (14,7 %) 81 (85,2%) 95 (100 %)
Berdasarkan data dari tabel 6.6 didapatkan hasil bahwa
responden yang menggunakan jamban sehat dan balita yang tidak
mengalami diare sebanyak 11 orang (11,6%) sedangkan yang
mengalami diare sebanyak 67 (70,5%). Responden yang tidak
menggunakan jamban sehat dan balita yang tidak mengalami diare
sebanyak 3 (3,2%) sedangkan yang mengalami diare sebanyak 14
orang (14,7%).
Tabel 6.5.. Hasil Uji Chi-Square
Variabel P value
Sumber air bersih 0,036
Sumber air minum 0,059
Kebiasaan cuci tangan 0,021
Pemberian ASI eksklusif 0,001
Pemakaian jamban 0,709
Pada penelitan ini didapatkan bahwa sumber air minum dan pemakaian
jamban sehat tidak berhubungan dengan kejadian diare pada balita dengan
masing-masing nilai p adalah 0,059 dan 0,709 (>0,05). Sementara sumber air
bersih, kebiasaan cuci tangan dan pemberian ASI eksklusif memiliki
hubungan yang signifikan dengan kejadian diare pada balita dengan masing-
masing nilai p 0,036 , 0.021 dan 0,001. Hubungam pengetahuan ibu dengan
kejadian diare.
Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial dapat sangat
menentukan kesehatan masyarakat. Masyarakat dapat terhindar dari penyakit
asalkan pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga kebiasaan
cuci tangan dan keadaan lingkungan sosialnya menjadi sehat (Slamet, 1994).
Pada balita yang belum dapat menjaga kebersihan dan menyiapkan makanan
sendiri, kualitas makanan dan minuman tergantung pada ibu sebagai pengasuh
utama. Kebiasaan cuci tangan ibu dalam menjaga kebersihan dan mengolah
makanan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang cara pengolahan
dan penyiapan makanan yang sehat dan bersih (Margawai, 1996). Sehingga
dengan pengetahuan ibu yang baik diharapkan dapat mengurangi angka
kejadian diare pada anak balitanya. Pada penelitian ini, orang tua yang
memiliki pengetahuan yang baik tentang diare bisa menurunkan jumlah angka
kejadian diare di desa Wangon Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas.
Kebiasaan cuci tangan ibu dalam menjaga kebersihan dan mengolah
makanan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang cara pengolahan
dan penyiapan makanan yang sehat dan bersih (Margawai, 1996).
Pengetahuan ibu yang baik diharapkan dapat mengurangi angka kejadian diare
pada anak balitanya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Joko (1996), yang menyatakan bahwa pengetahuan ibu sebagai faktor utama
yang menyebabkan terjadinya diare pada anak balita. Jadi untuk memutuskan
rantai penularan diare ini diperlukan upaya-upaya peningkatan pengetahuan
ibu secara lebih berkala oleh petugas kesehatan dan kader posyandu, seperti
langsung mempraktikan dengan alat peraga dan gambar.
Selain itu tingkat pengetahuan ini juga dipengaruhi oleh multifaktor
seperti tingkat pendidikan, peran penyuluh kesehatan, akses informasi yang
tersedia dan keinginan untuk mencari informasi dari berbagai media.
Mayoritas responden hanya tamatan SD, sehingga dimaklumi kalau tingkat
pengetahuan yang mereka peroleh masih minim. Menurut Chadijah (1997)
pendidikan orang tua, terutama ibu merupakan salah satu kunci perubahan
sosial budaya. Pendidikan yang relatif tinggi akan memiliki praktek yang lebih
baik terhadap pemeliharaan kesehatan keluarga terutama anak balita. Artinya
jika pengetahuan ibu dapat ditingkatkan maka angka kejadian diare akut pada
anak balita ini dapat segera diturunkan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan
oleh Fatmawati (2008) yang meneliti hubungan antara kejadian diare dengan
hygiene perorangan pada anak usia 1 – 3 tahun di Puskesmas Purwosari
Kudus. Jenis penelitian ini adalah explanatory research dengan pendekatan
cross sectional. Jumlah populasi bayi di wilayah kerja Puskesmas Purwosari
Kudus adalah 473, kemudian diambil sampel sebanyak 79 yaitu anak umur 1-3
tahun yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Purwosari Kudus. Uji statistik
yang digunakan adalah Chi Square dan untuk mengetahui keeratan hubungan
menggunakan koefisien kontingensi. Dalam penelitian tersebut didapatkan
nilai p sebesar 0.014, sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara
kejadian diare dengan hygiene perorangan.
B. Analisis Hubungan Faktor Penyebab (Uji Hipotesis)
Hasil analisis statistik di atas menunjukkan bahwa variabel sumber air
minum dan pemakaian jamban sehat tidak berhubungan dengan kejadian diare
pada balita. Sumber air bersih, pemberian ASI eksklusif dan kebiasaan cuci
tangan ibu mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian diare pada
balita.
Apabila melihat faktor ibu, kita dapat melihat bahwa pengetahuan dan
perilaku bersih/kebiasaan cuci tangan ibu sangat berpengaruh terhadap angka
kejadian diare di desa Wangon. Hal ini karena pengetahuan ibu merupakan
masalah mendasar yang sangat berpengaruh terhadap angka kejadian diare
pada balita. Ibu yang pengetahuannya kurang sangat mungkin sekali tidak
memperhatikan higienitas diri dan bayinya.
Menurut Lawrence Green, pengetahuan dan sikap seseorang terhadap
kesehatan merupakan salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi
perilaku seseorang, jadi jika seorang ibu tidak pernah mendapatkan informasi
atau penyuluhan mengenai bahaya diare dan pencegahannya dapat
berpengaruh dalam angka kejadian diare pada bayinya di kemudian hari
(Hurlock, 2002)
C. Pengambilan Kesimpulan Penyebab Utama Masalah
Dari hasil analisis bivariat di atas, didapatkan faktor yang secara
signifikan berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita adalah pemberian
ASI eksklusif dan kebiasaan cuci tangan. Pada analisis bivariat menyatakan
bahwa pemberian ASI eksklusif dan kebiasaan cuci tangan mempunyai
hubungan yang signifikan dengan kejadian diare dengan nilai p 0.001 dan
0,021.
VII.
VIII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas tentang variabel yang berpengaruh
terhadap kejadian diare balita adalah pemberian ASI eksklusif dan kebiasaan
cuci tangan. Dengan melihat faktor risiko ini, maka dapat dibuat beberapa
alternatif pemecahan masalah terkait buruknya kebiasaan cuci tangan ibu
dan rendahnya pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif. Metode yang
digunakan adalah Hanlon Kuantitatif.
Alternatif pemecahan masalah yang dapat dijadikan referensi adalah
sebagai berikut:
-Diskusi dengan responden dan kader tentang diare.
-Pelatihan tentang merebus air yang benar
-Penyuluhan tentang pentingnya ASI eksklusif 6 bulan tanpa penambahan
makanan tambahan dalam mencegah terjadinya diare pada balita
-Penyuluhan dan pelatihan tentang PHBS meliputi bagaimana melakukan
cuci tangan pada waktu-waktu yang tepat, cara penyajian botol dot untuk
balita dan cara pembuatan larutan gula garam.
Prioritas pemecahan masalah
Alternatif pemecahan masalah yang telah disusun tersebut, diperlukan
langkah pemilihan prioritas peemecahan masalah dengan menggunakan
metode Reinke untuk menentukan penyebab utama prevalensi diare pada
penelitian ini. Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu efektifitas dan
efisiensi jalan keluar. Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah
yang dapat diatasi, pentingnya jalan keluar dan sensitivitas jalan keluar,
sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya yang diperlukan
untuk melakukan jalan keluar.
Kriteria efektifitas jalan keluar :
a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :
1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil
2. Masalah yang dapat diatasi kecil
3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar
4. Masalah yang dapat diatasi besar
5. Masalah yang dapat diatasi sangat besar
b. I (pentingnya jalan keluar) yang dikaitkan dengan kelanggengan
selesainya masalah :
1. Sangat tidak langgeng
2. Tidak langgeng
3. Cukup langgeng
4. Langgeng
5. Sangat langgeng
c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan
penyelesaian masalah) :
1. Penyelesaian masalah sangat lambat
2. Penyelesaian masalah lambat
3. Penyelesaian cukup cepat
4. Penyelesaian masalah cepat
5. Penyelesaian masalah sangat cepat
Kriteria efeisiensi jalan keluar yang dikaitkan dengan biaya yang
dikeluarkan dalam menyelesaikan masalah (C) :
1. Biaya sangat mahal
2. Biaya mahal
3. Biaya cukup mahal
4. Biaya murah
5. Biaya sangat murah
B. Penentuan Alternatif Terpilih
Alternatif pemecahan masalah yang telah disusun dalam ”plan of
action” tidak semua dapat dilaksanakan. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan baik sarana, tenaga, dana, dan waktu yang terbatas. Oleh sebab
itu, dilakukan langkah pemilihan prioritas alternatif pemecahan masalah
dalam memilih program yang akan dilaksanakan langsung ke masyarakat.
Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pemilihan prioritas
pemecahan masalah adalah metode Reinke. Metode ini menggunakan dua
kriteria yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar.
Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi,
pentingnya jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan
biaya yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar.
Kriteria efektifitas jalan keluar
o M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :
1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil
2. Masalah yang dapat diatasi kecil
3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar
4. Masalah yang diatasi besar
5. Masalah yang diatasi dapat sangat besar
o I (pentingnya jalan keluar yang dikaitkan dengan kelanggengan
selesainya masalah):
1. Sangat tidak langgeng
2. Tidak langgeng
3. Cukup langgeng
4. Langgeng
5. Sangat langgeng
o V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan
penyelesaian masalah):
1. Penyelesaian masalah sangat lambat
2. Penyelesaian masalah lambat
3. Penyelesaian cukup cepat
4. Penyelesaian masalah cepat
5. Penyelesaian masalah sangat cepat
Kriteria efisiensi jalan keluar (yang dikaitkan dengan biaya yang
dikeluarkan dalam menyelesaikan masalah)
1. Biaya sangat murah
2. Biaya murah
3. Biaya cukup murah
4. Biaya mahal
5. Biaya sangat mahal
Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Reinke untuk
masalah rendahnya angka kejadian diare di desa Banjaranyar adalah sebagai
berikut :
Tabel 7.1 Prioritas Pemecahan Masalah dengan Metode Rinke
No Daftar Alternatif Jalan Keluar Efektivitas Efisiensi
C
MxIxV
C
Urutan
Prioritas
Masalah
M I V
1 Diskusi dengan responden dan
kader tentang diare
4 3 5 3 20 III
2 Pelatihan tentang merebus air
yang benar
5 5 3 4 18,75 IV
3 Penyuluhan tentang pentingnya
ASI eksklusif 6 bulan tanpa
penambahan makanan tambahan
dalam mencegah terjadinya diare
pada balita.
4 4 4 3 21,33 1I
4 Penyuluhan dan pelatihan
tentang PHBS meliputi
bagaimana melakukan cuci
tangan pada waktu-waktu yang
tepat, cara penyajian botol dot
untuk balita dan cara pembuatan
larutan gula garam.
4 4 4 2 32 I
Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah menggunakan
metode Rinke, maka didapat dua prioritas pemecahan masalah, yaitu Penyuluhan
PHBS tentang kapan dan bagaimana cara melakukan cuci tangan yang tepat serta
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.. Perilaku ibu dalam mencegah dan
manajemen diare pada balita sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang
cara melakukan cuci tangan dan waktu-waktu yang tepat dan cara pembuatan
larutan gula dan garam.
IX. RENCANA KEGIATAN
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, manusia dikaruniai
akal pikiran agar dapat hidup dengan layak. Akal pikiran ini terwujud dari
kebiasaan cuci tangan seseorang dalam bentuk pengetahuan, sumber air bersih,
dan tindakan. Kebiasaan cuci tangan merupakan hasil dari pada segala macam
pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya. Skinner merumuskan
bahwa kebiasaan cuci tangan merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar.
A. Latar Belakang
Kebiasaan cuci tangan dapat dibagi dua :
1. Kebiasaan cuci tangan tertutup (covert behavior).
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan, dan sumber air bersih yang terjadi pada
orang yang menerima stimulus dan belum dapat diamati secara jelas oleh
orang lain.
2. Kebiasaan cuci tangan terbuka (overt behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain.
(Notoatmodjo,S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Cetakan Pertama.
RinekaCipta ; Jakarta.)
Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau
praktek, yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain. Pengetahuan yang
kurang baik akan mengakibatkan sumber air bersih dan kebiasaan cuci tangan
seseorang menjadi kurang tepat dalam menanggapi suatu hal. Berdasarkan
hasil Community Health Analysis di desa Wangon, hygiene perorangan masih
rendah. Salah satu desa dengan angka kejadian diare tertinggi di kecamatan
Wangon yaitu desa Wangon. Terkait dengan tingginya angka kejadian diare
di desa Wangon berhubungan dengan hygiene perorangan yang masih rendah
serta kebersihan lingkungan yang kurang. Oleh karena itu, untuk menyikapi
rendahnya hygiene perorangan serta kebersihan lingkungan yang tercermin
dari sumber air bersih dan kebiasaan cuci tangan mereka, diperlukan suatu
upaya tertentu. Upaya yang dapat dilaksanakan sesuai dengan penentuan
prioritas pemecahan masalah adalah penyuluhan tentang bagaimana
menerapkan kebiasaan cuci tangan hidup bersih dan sehat, salah satunya
adalah dengan memberikan penyuluhan tentangcara dan waktu yang tepat
untuk melakukan cuci tangan serta cara pembuatan larutan gula garam.
Kebiasaan cuci tangan ibu dalam menjaga kebersihan dan mengolah makanan
sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang cara dan waktu yang tepat
untuk melakukan cuci tangan.
Tujuan
Tujuan Umum :
Memberikan informasi mengenai PHBS tatanan rumah tangga dan diare pada
balita
Tujuan Khusus :
Memberikan informasi kepada ibu balita serta kader-kader desa Wangon
tentang :
1. Mengetahui tentang cara menjaga hygiene perorangan
2. Mengetahui tentang cara mencuci tangan yang baik dan benar.
3. Mengetahui pentingnya memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan
4. Mengetahui cara membuat larutan gula garam.
B. Bentuk dan Materi Kegiatan
Kegiatan yang telah dilaksanakan disajikan dalam bentuk
penyuluhan secara interaktif mengenai bagaimana menerapkan pola hidup
bersih dan sehat di tatanan rumah tangga dalam mencegah terjadinya diare
pada balita.
C. Sasaran
Ibu yang memiliki Balita di desa Wangon .
D. Pelaksanaan
1. Personil
- Pembimbing : Bidan Nita Umi Fatmawati (Bidan Desa Wangon).
- Pelaksana : Adhini Dwirespati dan Mu’izza Nur Afifa
2. Waktu dan Tempat
- Hari : Minggu
- Tanggal : 20 November 2011
- Tempat : PKD Desa Wangon
- Waktu : 08.30 - 10.00 WIB
3. Narasumber : Adhini Dwirespati dan Mu’izza Nur Afifa
E. Rencana Anggaran
Biaya leaflet, alat tulis dan transportasi : Rp. 75.000,00
X. RENCANA KEGIATAN
A. Monitoring dan Evaluasi
1. Pelaksanaan Kegiatan
Intervensi kesehatan yang dilakukan penyuluhan dengan ibu-ibu
posyandu mengenai PHBS meliputi penyuluhan cuci tangan yang baik dan
benar, pentingnya pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, pencegahan
diare pada balita serta penyuluhan pembuatan larutan gula garam sebagai
oralit. Penyuluhan yang dilakukan diharapkan dapat mengatasi masalah-
masalah yang berhubungan dengan kejadian diare pada balitadan
penatalaksanaan secara dini. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan
dilaksanakan melalui 3 tahap yaitu :
a. Tahap Persiapan
Perijinan : Perijinan dibuatkan oleh pihak dokter muda yang
ditujukan kepada Bidan desa Wangon. Dalam pelaksanaan, penulis
mendapatkan ijin secara lisan dari Bidan desa Wangon dan
penyuluhan ibu-ibu posyandu untuk mengadakan penyuluhan
mengenai PHBS dan diare pada balita sesuai dengan jadwal yang
telah dibuat.
Materi : Materi yang disiapkan adalah materi tentang pengertian
diare, PHBS yang meliputi penyuluhan cuci tangan yang baik dan
benar, pentingnya pemberian ASI eksklusif serta cara pembuatan
larutan gula garam.
Sarana : Sarana yang dipersiapkan berupa alat tulis dan leaflet
b. Tahap pelaksanaan
Hari/Tanggal :Minggu, 20 November 2011, Pukul: 08.30 WIB
Tempat : PKD desa Wangon Kecamatan Wangon.
Pembimbing : Bidan Nita Umi Fatmaati (selaku Bidan Desa
Wangon)
Pelaksana : Dokter Muda UNSOED (Adhini Dwirespati dan
Mu’izza Nur Afifa)
Peserta : Ibu-ibu posyandu posyandu sebanyak 30 orang
c. Penyampaian materi : penyampaian materi dilakukan dengan lisan dan
tulisan untuk menjelaskan tentang diare pada balita serta penerapan PHBS
dalam tatanan rumah tangga seperti bagaimana cara melakukan cuci
tangan yang baik dan benar, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan serta
pembuatan larutan gula garam.
d. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal, yaitu
evaluasi sumber daya, evaluasi proses, evaluasi hasil. Berikut ini akan
dijelaskan mengenai hasil evaluasi masing-masing aspek.
1. Evaluasi sumber daya
Evaluasi sumber daya meliputi evaluasi terhadap 5 M yaitu
man, money, metode, material, machine.
a. Man: Secara keseluruhan sumber daya dalam pelaksanaan diskusi
sudah termasuk baik karena narasumber memiliki pengetahuan
yang cukup memadai mengenai materi yang disampaikan.
b. Money: Sumber dana juga cukup untuk menunjang terlaksananya
diskusi termasuk untuk menyiapkan sarana dan prasarana.
c. Metode: Metode diskusi adalah pemberian materi secara lisan dan
tulisan. Metode ini cukup baik dan sasaran penyuluhan tertarik
untuk mengikuti dan mendengarkan penjelasan narasumber.
d. Material: Materi yang diberikan pada penyuluhan telah
dipersiapkan dengan baik, materi penyuluhan diperoleh dari
internet, buku ajar ilmu penyakit dalam, dan artikel kesehatan.
2. Evaluasi proses
Evaluasi terhadap proses disini adalah terhadap proses
pelaksanaan penyuluhan. penyuluhan yang dijadwalkan pada hari
Minggu, 20 November 2011 pukul 08.00 WIB terlambat kira-kira 30
menit sehingga dimulai pada pukul 08.30 WIB. Proses penyuluhan
berlangsung kurang lebih 60 menit, meliputi pengisian pretest 10
menit dan postest 15 menit, pemberian materi 20 menit, dan sesi
diskusi 10 menit. Antusiasme peserta penyuluhan dinilai cukup. Hal ini
dilihat dari antusias peserta pada saat diskusi yang dinilai cukup aktif.
Peserta yang hadir terdiri 30 orang ibu-ibu peserta posyandu. Secara
keseluruhan pelaksanaan diskusi berlangsung baik.
3. Evaluasi Hasil
Pre test dilaksanakan dengan metode pengisian kuesioner
kepada peserta diskusi sebelum diberikan penyuluhan. Setelah
dilakukan penyuluhan, para peserta kembali diminta untuk mengisi
soal post test dalam rangka mengetahui apakah penyuluhan yang
dilakukan berpengaruh terhadap pengetahuan ibu yang memiliki balita
di Desa Wangon tentang PHBS. Setelah dilakukan evaluasi, maka di
dapatkan hasil sebagai berikut
Tabel 8.1. Distribusi Frekuensi Responden
Pengetahuan dan
penerapan PHBS
Pre test Post test
Frekuensi Frekuensi
Baik 12 (40%) 24 (8%)
Buruk 18 (60%) 6 (20%)
Jumlah 30 30
Berdasarkan tabel 8.1, dari total 30 responden yang dievaluasi. Sejumlah
12 orang (40%) memiliki pengetahuan dan penerapan PHBS yang baik, dan 18
orang (60%) memiliki pengetahuan dan penerapan PHBS yang buruk pada
pretest. Setelah dilakukan penyuluhan PHBS dilakukan evaluasi terhadap
responden mengenai pengetahuan serta penerapan PHBS dan didapatkan hasil
24 responden (80%) memiliki pengetahuan serta penerapan PHBS yang baik
dan 6 responden (20%) memiliki pengetahuan serta penerapan PHBS yang
buruk.
B. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara sumber air
bersih, pemberian ASI dan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare
balita di desa Wangon Kecamatan Wangon.
2. Aternatif pemecahan masalah pada penelitian ini adalah penyuluhan dan
pelatihan PHBS kepada ibu yang memiliki balita.
3. Dari hasil yang didapat bahwa responden memiliki penambahan
pengetahuan mengenai kebiasaan cuci tangan hidup sehat dan bersih.
Saran
1. Bagi masyarakat, untuk meningkatkan pengetahuan dan kebiasaan cuci
tangan hidup sehat sehingga dapat mencegah terjadinya diare pada balita.
2. Puskesmas, memberikan skala prioritas kegiatan program setiap tahun,
guna peningkatan pengetahuan masyarakat, higienitas, dan sanitasi
lingkungan dalam penangulanggan terjadinya diare.
DAFTAR PUSTAKA
Asnil, P., H. Noerasid, Suraatmadja. 2003. Gastroenteritis Akut. Dalam: Suharyo, Budiarso, Halimun. Editor. Gastroenterologi Anak Praktis. Jakarta: FKUI.
Butterton, J.R., S.B. Calderwood. 2005. Acute Infection Diarrheal Diseases and Bacterial Food Poisoning. Dalam: Kasper, Hauser, Braundwald, Longo, dkk. Editor. Harrisons Principle of Internal Meedicine. Edisi 16. USA: McGraw-Hill Inc.
Castelli, F. A. Beltrame, G. Carosi. 1998. Principles and management of the ambulatory treatment of traveller's diarrhea. Bull Soc Pathol Exot, 91(5 Pt 1-2):452-5.
Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, dkk. Editor. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.
Fatmawati, H. 2008. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif, MP ASI, Hygiene perorangan dan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Anak 1-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari Kudus. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; Semarang.
Gerding, D.N. 2000. Treatment of Clostridium difficile-associated diarrhea and colitis. Curr Top Microbiol Immunol, 250:127-139.
Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, dkk. 2001. Practice Guidelines for the Management of Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases
Kementerian Kesehatan RI (KKRI). 2004. Buku Panduan Hygiene Sanitasi. Labuhan Batu.
_______. 2005. KepMenKes RI No. 1216/MenKes/SK/XI/2001 Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare, Ditjen PPM & PL, Jakarta.
_______. 2005. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2004. Jakarta.
Irianto, J. dkk, 1996. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak Balita. Buletin Penelitian Kesehatan, 24: 494-9.
Irianto, J. 2000. Prediksi Keparahan Diare Menurut Faktor-faktor yang berpengaruh pada Anak Balita di Indonesia. Center for Research and Development of Health Ecology. http://digilib.3w.LitbangDepkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2000-joko-1085-diare. Diakses 11 November 2011.
PromKes KKRI. 2007. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga. http://www.promosikesehatan.com/?act=program&id=12. Diakses 12 November 2011.
Mansjoer, A. et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Ausculapius; Jakarta.Nelwan, R.H.H. 2001. Penatalaksanaan Diare. Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir
YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine. Jakarta: FK UI. 49-56.
Notoatmojo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursallam. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Cetakan Kedua. Rineka Cipta ; Jakarta
Procop, G.W., F. Cockerill. 2003. Vibrio & Campylobacter. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange Medical Books. 603-13.
Soemirat, J. 2000. Epidemiologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Warman, Y. 2008. Hubungan Faktor Lingkungan, Sosial Ekonomi Dan Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Diare Akut Pada Balita Di Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan Kabupaten Inhil. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Pekanbaru.
Warouw, P.S. 2002. Hubungan Faktor Lingkungan dan Sosial Ekonomi dengan Morbiditas ISPA dan Diare. Direktorat Penyehatan Lingkungan. http://digilib.LitbangDepkes.go.id./go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-sonny-836-lingkungan. Diakses 11 November 2011.
Wibowo, T., Soenarto, S., dan Pramono, D., 2004. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat. Vol. 20. No.1. maret 2004 : 41-48.
World Health Organization (WHO), 2004. Global Water Supply and Sanitasion Assesment. Geneva: World Health Organization,
Ziyane, I.S. 1999. The relationship between infant feeding practices and diarrhoeal infections. J Adv Nurs, 29(3): 721-6.
.
.
LAMPIRAN
KUESIONERHUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)
DENGAN KEJADIAN DIARE BALITA DI DESA WANGON
I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nomor Responden :2. Nama :3. Umur :4. Pendidikan :
1. Tidak Sekolah2. SD3. SLTP4. SLTA5. Sarjana
5. Pekerjaan : 1. PNS2. Wiraswasta3. Petani4. Ibu rumah tangga
6. Penghasilan : 1. < Rp 500.0002. Rp 500.000 – Rp 1.000.0003. > Rp 1.000.000
7. Alamat :
II. PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)A. MENGGUNAKAN AIR BERSIH 1. Apakah sumber air bersih di rumah?
a. Air PDAM b. Air Sumur 2. Jika sumber air berasal dari sumur, berapa jarak sumur dengan sumber
pencemaran? a. > 10 meter b. < 10 meter
3. Jika sumber air berasal dari sumur, bagaimana keadaan sumur ?a. Punya cincin dan lantainya kedap airb. Tidak punya cincin dan air tergenang di lantai
4. Apakah air bersih yang digunakan memenuhi persyaratan fisik (tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna) ? a. Ya b. Tidak
5. Apakah ibu mencuci peralatan makan dan minum dengan sabun dan air bersih (direbus) sebelum digunakan? a. Ya b. Tidak
6. Apakah menurut ibu air bersih yang tersedia mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari? a. Ya b. Tidak
7. Berapa kali ibu membersihkan tempat penampungan air bersih ?a. Setiap hari b. Sekali seminggu
8. Apakah menurut ibu, penyakit diare dapat disebabkan karena penggunaan air bersih yang tidak sehat?a. Ya b. Tidak
B. MENGGUNAKAN AIR MINUM 9. Apakah sumber air minum di rumah ?
a. Air PDAM b. Air Sumur 10. Jika sumber air berasal dari sumur, berapa jarak sumur dengan sumber
pencemaran? a. > 10 meter b. < 10 meter
11. Jika sumber air berasal dari sumur, bagaimana keadaan sumur ?a. Punya cincin dan lantainya kedap airb. Tidak punya cincin dan air tergenang di lantai
12. Apakah air minum yang digunakan memenuhi persyaratan fisik (tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna) ? a. Ya b. Tidak
13. Apakah ibu memasak air sampai mendidih sebelum diminum?a. Ya b. Tidak
14. Bagaimana keadaan tempat penyimpanan air minum?a. Bersih, bertutup, dan menggunakan gayung khusus untuk mengambil airb. Tidak bersih, tidak bertutup
15. Berapa kali ibu membersihkan tempat penampungan air minum?a. Setiap hari b. Sekali seminggu
16. Apakah menurut ibu, penyakit diare dapat disebabkan karena penggunaan air minum yang tidak sehat? a. Ya b. Tidak
B. MENGGUNAKAN JAMBAN 17. Apa jenis jamban di rumah ibu?
a. Leher angsa b. Wc Cemplung 18. Apakah jamban mempunyai septictank?
a. Ya b. Tidak 19. Apakah seluruh anggota menggunakan jamban?
a. Ya b. Tidak * Jika tidak, ke mana anggota keluarga BAB (buang air besar)?
a. Parit b. Pekarangan 20. Apakah pada jamban tersedia air yang cukup?
a. Ya b. Tidak 21. Apakah jamban mempunyai ventilasi?
a. Ya b. Tidak
22. Bagaimanakah keadaan jamban keluarga?a. Lantai dan dinding jamban bersih, tidak licin dan tidak berbaub. Lantai dan dinding jamban tidak bersih, licin dan berbau
23. Berapa kali ibu membersihkan jamban?a. Setiap hari b. Sekali seminggu
24. Apakah menurut ibu, penyakit diare dapat disebabkan karena tidak menggunakan jamban yang sehat ?a. Ya b. Tidak
C. CUCI TANGAN 25. Apakah anggota keluarga selalu mencuci tangan dengan sabun?
a. Ya b. Tidak 26. Apakah anggota keluarga selalu mencuci tangan dengan air mengalir?
a. Ya b. Tidak 27. Apakah ibu menyediakan sabun di rumah untuk cuci tangan anggota keluarga?
a. Ya b. Tidak 28. Apakah anggota keluarga selalu mencuci tangan pakai sabun sebelum makan?
a. Ya b. Tidak 29. Apakah ibu selalu mencuci tangan pakai sabun setelah menceboki anak BAB?
a. Ya b. Tidak30. Apakah ibu selalu mencuci tangan pakai sabun sebelum menyiapkan
makanan?a. Ya b. Tidak
31. Apakah keluarga selalu mencuci tangan pakai sabun setelah ke jamban/BAB? a. Ya b. Tidak
32. Menurut ibu, apa gunanya mencuci tangan pakai sabun?a. Mencegah masuknya kuman penyakit ke tubuh manusiab. Supaya bersih
33. Dari mana ibu mendapat informasi tentang cuci tangan pakai sabun?a. Dari Petugas Puskesmas c. lainnya, sebutkan………….b. Dari televisi
34. Apakah ibu selalu mengajari anggota rumah tangga mencuci tangan pakai sabun? a. Ya b. Tidak
35. Apakah ibu selalu mengingatkan anggota rumah tangga mencuci tangan pakai sabun? a. Ya b. Tidak
36. Apakah ibu selalu mengawasi anggota rumah tangga mencuci tangan pakai sabun? a. Ya b. Tidak
37. Apakah menurut ibu, penyakit diare dapat dicegah dengan cuci tangan pakai sabun ?a. Ya b. Tidak
38. Apakah menurut ibu cuci tangan pakai sabun merepotkan? a. Tidak b. Ya
39. Apakah menurut ibu cuci tangan pakai sabun butuh biaya?a. Tidak b. Ya
40. Apakah menurut ibu cuci tangan yang baik dan benar harus memakai sabun khusus? a. Tidak b. Ya
41. Menurut ibu, bagaimana mencuci tangan yang benar? a. Pakai sabun dan air mengalirb. Pakai air saja
D. PEMBERIAN ASI42. Apakah ibu memberikan ASI saja sampai usia anak ibu 6 bulan?
a. Ya b. Tidak43. Apakah Anda memberikan susu formula kepada anak Anda?
a. Ya, jika ya pada usia………b. Tidak
44. Kapan ibu mulai mengenalkan makanan tambahan?a. Usia 6 bulanb. Usia < 6 bulan
III. DIARE45. Apakah balita Anda dalam satu bulan terakhir ini terkena diare (BAB lebih
dari 3 kali sehari dengan keadaan kotoran cair) ?a. Ya b. Tidak
46. Apakah Ibu dan pengasuh balita Anda telah menerapkan PHBS ?a. Ya b. Tidak
47. Apakah balita Anda menderita diare karena Anda atau pengasuh tidak melakukan PHBS?a. Ya b. Tidak
48. Apakah menurut ibu diare dapat terjadi karena tidak melakukan PHBS? a. Ya b. Tidak
IV. FAKTOR-FAKTOR LAIN PENYEBAB DIARE 49. Apakah menurut ibu diare dapat terjadi karena faktor makanan (makan
makanan yang sudah basi, keracunan makanan) ?a. Ya b. Tidak
50. Apakah satu bulan terakhir ini balita Anda memakan makanan yang sudah basi? a. Ya b. Tidak
51. Apakah satu bulan terakhir ini balita Anda mengkonsumsi makanan jajanan dari luar? a. Ya b. Tidak
52. Apakah balita Anda dalam satu bulan terakhir ini terkena diare? a. Ya b. Tidak
53. Jika Ya, apakah menderita diare karena faktor makanan tersebut ?a. Ya b. Tidak
KEADAAN SANITASI RUMAH RESPONDEN 1. Sumber air bersih?
a. AIR PDAM b. Air Sumur 2. Jika dari sumur, jarak sumur dari sumber pencemar?
a. > 10 meter b. < 10 meter
3. Jika SAB dari sumur, keadaan fisik sumur?a. Pakai cincin dan lantai kedap airb. Tidak punya cincin dan air tergenang di lantai
4. Bagaimana keadaan tempat penyimpanan air minum?a. Bersih, bertutup, dan menggunakan gayung khusus untuk mengambil airb. Tidak bersih, tidak bertutup
5. Jenis jamban:a. Leher angsa b. Wc Cemplung
6. Kondisi jamban: a. bersih b. kurang bersih
7. Jamban mempunyai ventilasi:a. Ya b. Tidak
8. Sarana cuci tangan:a. Ada b. Tidak
9. Terdapat sabun di tempat cuci tangan:a. Ada b. Tidak