laporan kinerja 2018 - gerai otomatisasi kementerian
TRANSCRIPT
1 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
LAPORAN
KINERJA
2018
2 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
KATA PENGANTAR
Musdhalifah Machmud
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
Rasa syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-
Nya karena kita telah melaksanakan tugas dan fungsi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
selama tahun 2018 sekaligus menjadi bagian dari proses transformasi kelembagaan Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian menuju perbaikan organisasi. Pada tahun 2018, fokus agenda kerja
Pemerintah tidak hanya terbatas pada upaya mendorong ekonomi yang tumbuh tinggi, namun juga
mempercepat pemerataan ekonomi yang berkeadilan. Untuk mendukung hal tersebut, Deputi Bidang
Koordinasi Pangan dan Pertanian telah melaksanakan berbagai program dan kegiatan untuk
mengakselerasi pencapaian sasaran strategis sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Kerja
(Renja).
Pencapaian program selanjutnya diukur melalui pencapaian Indikator Kinerja Utama Program
(IKP) yang menjadi tanggung jawab seluruh jajaran Deputi. Untuk menjamin optimalisasi pencapaian
IKP, kami melakukan evaluasi secara berkala setiap triwulan melalui rapat internal untuk membahas
mengenai capaian, kendala, dan evaluasi dari setiap IKP. Pada akhir tahun, setiap pegawai
mendapatkan penilaian kinerja individu dari hasil indikator kinerja yang telah dicapainya. Oleh karena
itu, untuk menjamin seluruh proses tersebut berjalan baik, maka pada tahun 2018 telah ditetapkan
Pengelola Indikator Kinerja di Lingkungan Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
berdasarkan Surat Keputusan Deputi nomor 3 tahun 2018 yang merupakan tindak lanjut Keputusan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 208 tahun 2018.
“dengan penilaian IKU yang spesifik, terukur dan dalam jangka waktu yang
ditetapkan, maka setiap pekerjaan dapat diselesaikan secara bertanggung jawab
oleh setiap pegawai di Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian”.
4 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
INFLASI BAHAN MAKANAN 2018
TERJAGA PADA RENTANG TARGET
4,00
Perkembangan Inflasi Bahan Makanan Tahun 2015-2018
3,00
2,00
1,00
0,00
2015
2016
2017
2018
-1,00
-2,00 -1,62
Inflasi bahan makanan (yoy) 2018 sebesar 3,41%, lebih rendah dibandingkan tahun 2015-2016 dan masih dalam kisaran sasaran inflasi (<5%).
Komoditas Koefisien Variasi (%)
(Rp/kg) 2016 2017 2018
Beras Umum 0,74 1,36 4,54
Daging ayam ras 6,03 4,15 6,38
Daging sapi 1,09 0,75 1,08
Gula Pasir 8,34 3,32 1,34
Cabai rawit 27,20 58,20 18,95
Cabai merah 28,09 19,95 14,36
Bawang Merah 11,68 15,33 15,62
Bawang Putih 8,18 27,06 15,27
Tempe 0,46 0,94 0,88
Telur ayam ras 6,68 5,92 6,48
Rata-rata nilai KV harga pangan tahun 2018 sebesar 6,25%, dimana nilai tersebut
lebih rendah dari KV tahun 2016 (7,38%) dan KV tahun 2017 (9,68%) dan masih
berada pada rentang target 2018 (<8%).
2,34
45
0,88
0,13 0,14 0,26 21 0,28 0,15 0,24
-1,10
1,
0,
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
LAPORAN KINERJA 2018 5
6 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
S
MEMACU INVESTASI DAN
INFRASTRUKTUR UNTUK
PERTUMBUHAN DAN
PEMERATAAN
(Tema Rencana Kerja Pemerintah
Tahun 2018)
Untuk mewujudkan
Indonesia yang berdaulat,
mandiri, berkepribadian
berlandaskan gotong royong,
sejak tahun 2014 Pemerintah
telah menetapkan
Peningkatan Kedaulatan
Pangan sebagai Prioritas
Nasional.
Sasaran kebijakan pangan
ditujukan untuk menjaga
stabilitas harga pangan yang
merupakan prasyarat utama
pertumbuhan ekonomi yang
inklusif dan berkelanjutan.
Instrumen stabilisasi, dari
mulai produksi, pengaturan
harga, manajemen stok,
sampai dengan operasi pasar
merupakan satu kesatuan
strategi yang terintegrasi dan
tidak dapat dilakukan parsial.
Deputi Bidang Koordinasi
Pangan dan Pertanian,
Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian
memfasilitasi koordinasi,
sinkronisasi dan
pengendalian kebijakan
stabilisasi harga pangan antar
kementerian dan lembaga.
RINGKASAN EKSEKUTIF
ebagai salah satu unit kerja pada instansi pemerintah,
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian (Deputi
II) dituntut untuk melaksanakan tugas dengan prudent,
transparan, akuntabel, efektif, dan efisien sesuai dengan
prinsip-prinsip good governance sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme. Azas akuntabilitas yang
merupakan salah satu azas penyelenggaraan good
governance menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir dari penyelenggaraan negara harus dapat
dipertanggungjawabkan. Akuntabilitas tersebut salah
satunya diwujudkan dalam bentuk penyusunan Laporan
Kinerja.
Untuk mewujudkan akuntabilitas dan transparansi
pengelolaan kinerja, Deputi II menyusun Laporan Kinerja
tahun 2018 yang di dalamnya menguraikan rencana kinerja
yang telah ditetapkan, pencapaian atas rencana kinerja
tersebut, dan realisasi anggaran. Pada tahun 2018, fokus
agenda kerja Pemerintah tidak hanya terbatas pada upaya
mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun juga
percepatan pemerataan ekonomi yang berkeadilan. Hal ini
sesuai dengan tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
Tahun 2018 yaitu “Memacu Investasi dan Infrastruktur
untuk Pertumbuhan dan Pemerataan”.
Dalam RKP Tahun 2018 telah ditetapkan 10
Prioritas Nasional (PN) dan 30 Program Prioritas (PP) yang
disusun dengan pendekatan holistik-tematik, integratif, dan
spasial, serta kebijakan anggaran belanja berdasarkan
money follows program. Program-Program prioritas
selanjutnya didetilkan kembali ke dalam kegiatan prioritas
untuk kemudian dijabarkan dalam bentuk proyek-proyek
yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga
terkait. Berdasarkan Renja tahun 2018, Deputi II
menetapkan proyek prioritas Penguatan Distribusi dan
7 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Stabilitas Harga Pangan yang ditujukan untuk mendukung pencapaian Prioritas Nasional Ketahanan
Pangan dalam rangka mewujudkan salah satu agenda Nawa Cita yaitu mewujudkan kemandirian
ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik (Nawa Cita 7).
Untuk mencapai agenda prioritas Nawa Cita dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian Tahun 2015-2019, Deputi II telah menetapkan 2 sasaran program
sebagai penjabaran visi, misi dan tujuan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Setiap sasaran
tersebut selanjutnya diukur melalui pencapaian Indikator Kinerja yang menjadi tanggung jawab seluruh
jajaran di Deputi II. Selanjutnya, untuk menjamin optimalisasi pencapaian Indikator Kinerja telah
dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala setiap triwulan untuk mengetahui kemajuan capaian
setiap indikator kinerja, kendala, dan solusi atas kendala untuk mencapai indikator kinerja yang telah
diperjanjikan.
Capaian kinerja Deputi II diukur dengan cara membandingkan realisasi dengan target pada tahun
berjalan. Keberhasilan capaian kinerja diukur berdasarkan tingkat capaian atas setiap indikator kinerja
yang merupakan alat ukur pencapaian Sasaran Program dan Kegiatan. Secara keseluruhan capaian
kinerja Deputi II tahun 2018 melebihi target yang ditetapkan. IKP rekomendasi kebijakan di bidang
stabilisasi harga pangan telah memenuhi target 100% yang ditunjukkan dengan tercapainya 1 paket
rekomendasi kebijakan di bidang stabilisasi harga pangan. Stabilitas harga pangan merupakan prasyarat
utama terciptanya pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Setidaknya terdapat 2 (dua)
alasan mengapa inflasi bahan makanan di Indonesia penting untuk dijaga. Pertama, inflasi bahan
makanan menjadi salah satu penyebab inflasi di Indonesia bersifat persisten. Kedua, inflasi bahan
makanan berdampak relatif tinggi pada daya beli rumah tangga miskin jika dibandingkan dengan
komoditas lainnya.
Kebijakan di bidang stabilisasi harga pangan tahun 2018 ditujukan untuk mengendalikan inflasi
pada rentang 2,5-4,5% (berdasarkan RKP tahun 2018). Rekomendasi kebijakan untuk menjaga stabilitas
harga pangan yang dikoordinasikan oleh Deputi II di antaranya (i) penguatan Cadangan Beras
Pemerintah (CBP) melalui perubahan pengelolaan CPB dengan sistem penggantian (ii) pengaturan harga
pangan, dan (iii) operasi pasar pangan pokok. Instrumen stabilisasi harga pangan merupakan satu
kesatuan strategi yang terintegrasi dan terukur, mulai dari produksi, pengaturan harga (baik di tingkat
produsen maupun konsumen), manajemen stok, sampai pada operasi pasar. Instrumen tersebut tidak
dapat dilaksanakan secara parsial atau sepotong-sepotong. Capaian kinerja koordinasi stabilisasi harga
pangan tahun 2018 menghasilkan antara lain Peraturan Menko Perekonomian nomor 5 tahun 2018
tentang Koordinasi Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah Untuk Stabilisasi Harga.
Stabilisasi harga pangan tahun 2018 ditunjukkan melalui nilai rata-rata koefisien variasi (KV)
harga pangan tahun 2018 yang terjaga pada rentang target <8%. Rata-rata KV harga pangan tahun 2018
sebesar 6,25%, lebih rendah dari KV tahun 2017 (9,68%) dan KV tahun 2016 (7,38%). Dampak dari
terjaganya nilai koefisien variasi harga pangan ditunjukkan dengan inflasi bahan makanan tahun 2018
sebesar 3,14% yang masih terjaga dalam rentang target 2018. Selain itu, stok Cadangan Beras
Pemerintah akhir tahun 2018/awal tahun 2019 yang mencapai 2,1 juta ton merupakan langkah awal yang
baik dalam rangka stabilisasi harga pangan tahun 2019.
8 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Fenomena inflasi bahan makanan di Indonesia lebih didominasi oleh sisi penawaran. Dengan
demikian, kebijakan ekonomi yang lebih berperan untuk mendorong penurunan inflasi bahan makanan
adalah kebijakan yang mampu mendorong peningkatan produktivitas pangan dan/atau menurunkan
biaya produksi pangan.
Untuk itulah maka sasaran program koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian kebijakan di
bidang pangan dan pertanian ditujukan untuk menghasilkan paket rekomendasi kebijakan yang dapat
mendorong produktivitas pangan domestik dan menurunkan biaya produksi pangan dan hasil pertanian.
IKP koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan di bidang pangan dan pertanian juga mencapai
100% dari target yang ditetapkan pada awal tahun 2018. Sebanyak 1 (satu) paket rekomendasi kebijakan
hasil koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan di bidang pangan dan pertanian telah tercapai
antara lain:
1. Revitalisasi penggilingan dan dryer untuk meningkatkan produktivitas panen petani;
2. Tata cara pengaturan ketersediaan komoditas perikanan dan komoditas pergaraman sebagai bahan
baku dan bahan penolong industri yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 2018;
3. Perubahan Peraturan Presiden nomor 61 tahun 2015 guna mempercepat pelaksanaan Peremajaan
Sawit Rakyat (PSR) yang dituangkan dalam Perpres 66 tahun 2018;
4. Pengembangan kelembagaan kawasan pangan berbasis rantai nilai di 5 lokasi pilot project;
Capaian kinerja internal secara umum juga baik karena seluruh capaian kinerja telah memenuhi
target yang ditetapkan. Capaian kinerja layanan dukungan administrasi kegiatan dan program tercermin
dalam terselesaikannya dokumen perencanaan dan laporan kinerja dengan tepat waktu. Berdasarkan
evaluasi kinerja tahun 2018, secara keseluruhan kinerja Deputi II sudah baik dimana realisasi kinerja
mencapai 100% dari target tahun 2018. Dari 2 (dua) Indikator Kinerja Program seluruhnya berstatus
hijau (memenuhi ekspektasi).
Pada sisi pengelolaan anggaran, Deputi II telah merealisasikan penyerapan DIPA TA 2018
sebesar 99,71% atau Rp 14.956.759.373 dari total pagu sebesar Rp 15 miliar. Kualitas pemanfaatan
anggaran tidak direfleksikan dengan sekedar menyerap pagu anggaran, tetapi memperhitungkan juga
ketercapaian output serta upaya efisiensi penyerapannya. Pemanfaatan anggaran ditujukan agar
memberikan dampak yang dapat dirasakan manfaatnya secara khusus bagi Kementerian/Lembaga dan
masyarakat pada umumnya.
Sejumlah upaya perbaikan untuk meningkatkan kinerja dan optimalisasi pelaksanaan Penganggaran
Berbasis Kinerja di lingkungan Deputi II telah dilakukan, antara lain:
1. Penajaman Renstra yang berorientasi hasil;
2. Identifikasi sasaran kinerja yang mendukung pencapaian RKP tahun 2018;
3. Penetapan Entitas Pengelola Indikator Kinerja Deputi Bidang Pangan dan Pertanian; dan
4. Penyusunan rencana aksi setiap bulan dan melaporkannya secara berkala setiap triwulan melalui
aplikasi gerai Ekon-go (http://kinerja.ekon.go.id/perencanaan) sebagai bagian dari proses evaluasi
internal untuk mendapatkan informasi kemajuan capaian kinerja, identifikasi kendala, dan solusi
untuk mencapai target.
9 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
10 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR INFOGRAFIS CAPAIAN KINERJA TAHUN 2018
2 4
RINGKASAN EKSEKUTIF 5
DAFTAR ISI 10
DAFTAR TABEL 11
DAFTAR GAMBAR 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang 14 B. Organisasi dan fungsi 14 C. Kapasitas Organisasi 15 1. Sumber Daya Manusia 15 2. Dukungan Anggaran 17 D.
E. Isu strategis Sistematika Laporan
18 20
BAB II
PERENCANAAN KINERJA
A. Rencana Strategis 22 1. Visi dan Misi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 22 2. Visi dan Misi Unit Kerja Eselon I
3. Penajaman Rencana Strategis 24 25
B. Perjanjian Kinerja 27 1. Perjanjian Kinerja Tahun 2018 27 2. Metode Pengukuran 29
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A. Kriteria Ukuran Keberhasilan 31 B. Analisis Capaian Kinerja
1. Capaian Kinerja Indikator Kinerja Program
2. Capaian Kinerja Output
3. Capaian Outcome
33
33
36
59 C. Perbandingan Capaian Kinerja 66 D. Akuntabilitas Keuangan 66 E. Analisis Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya 70 F. Analisis Penyebab Keberhasilan 74 G. Rencana Aksi Peningkatan Akuntabilitas Kinerja 75
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan 78 B. Rencana Aksi Tindak Lanjut 79
LAMPIRAN 81
11 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1.1 Pagu dan Realisasi Anggaran Deputi II 18
Tabel 2.1 Sasaran Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 24
Tabel 2.2 Sasaran Program Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian 24
Tabel 2.3 Keterkaitan Indikator Kinerja Pada Renstra 2015-2019, Renja Dan Perjanjian Kinerja Tahun 2018 pada Deputi Bidang Koordinasi Pangan Dan Pertanian
28
Tabel 3.1 Polarisasi Indikator Kinerja Deputi Pangan dan Pertanian 32
Tabel 3.2 Capaian Indikator Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
Tahun 2018
34
Tabel 3.3 Perbandingan Nilai Koefisien Variasi (KV) Harga Pangan, 2016-2017 37
Tabel 3.4 Inflasi Bahan Makanan Tahun 2015-2018 59
Tabel 3.5 Perbandingan Capaian Kinerja Tahun 2016-2018 66
Tabel 3.6 Analisis Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya 71
12 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 1.1 Struktur Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian 15
Gambar 1.2 Diagram Pegawai Deputi II menurut jenis kelamin 16
Gambar 1.3 Diagram Pegawai Deputi II menurut jabatan 16
Gambar 1.4 Diagram Pegawai Deputi II menurut usia 17
Gambar 1.5 Diagram Pegawai Deputi II menurut pendidikan 17
Gambar 2.1 Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Hasil Penajaman Renstra Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian
25
Gambar 2.2 Peta Strategi Hasil Penajaman Renstra 2014-2019 Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian
26
Gambar 2.3 Inisiatif Strategis Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian tahun 2017-
2018 Hasil Penajaman Renstra 2014-2019
26
Gambar 3.1 Perkembangan Inflasi Volatile Food 59
Gambar 3.2 Grafik Fluktuasi Harga Cabai dan Bawang Merah Tahun 2016 s.d. 2018 61
Gambar 3.3 Perbandingan Alokasi Pagu Anggaran dan Realisasi Anggaran Tahun 2014 s.d.
2018 (RP Miliar)
67
Gambar 3.4 Rincian Anggaran dan Realisasi Belanja Menurut Sasaran Program Tahun
2018
67
Gambar 3.5 Realisasi Anggaran Tiap Kegiatan Tahun 2017 dan Tahun 2018 (juta rupiah) 69
Gambar 3.6 Pengelola Indikator Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian 76
13 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
14 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Dalam rangka pelaksanaan azas akuntabilitas yang merupakan salah satu azas penyelenggaraan good
governance, setiap instansi Pemerintah diwajibkan menyusun Laporan Kinerja yang didalamnya
menguraikan rencana kinerja yang telah ditetapkan, pencapaian atas rencana kinerja tersebut dan
realisasi anggaran. Laporan Kinerja juga merupakan amanat:
1. Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah,
2. Peraturan Presiden nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah,
3. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 12 tahun 2015,
4. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 9 tahun 2015 tentang Perjanjian Kinerja
dan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan
5. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 4 tahun 2018 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Evaluasi atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di
Lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Selain Laporan Kinerja juga disusun sebagai alat kendali dan pemacu peningkatan kinerja unit organisasi
serta untuk mendapatkan masukan dari pemangku kepentingan demi perbaikan kinerja yang lebih baik.
B. ORGANISASI DAN FUNGSI Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian (Deputi II) merupakan unit kerja di bawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Deputi II dipimpin oleh seorang
Deputi. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Deputi II mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan,
penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang
terkait dengan isu di bidang pangan dan pertanian.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Deputi II menyelenggarakan fungsi :
1. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan
Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang pangan dan pertanian;
2. Pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/ Lembaga yang terkait dengan isu di bidang
pangan dan pertanian;
3. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang ketersediaan dan stabilitas harga pangan;
4. Pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ketersediaan dan stabilitas harga pangan;
5. Koordinasi dan sinkronisasi, perumusan dan pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaan kebijakan di
bidang pengembangan komoditi orientasi ekspor;
15 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
6. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang ketersediaan sarana prasarana pangan
dan pertanian;
7. Koordinasi, sinkronisasi, dan perumusan kebijakan di bidang penanggulangan kemiskinan petani;
8. Pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang pangan dan pertanian; dan
9. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Koordinator.
Selain itu, pada Deputi II juga menyelenggarakan fungsi lain di luar Peraturan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian nomor 5 tahun 2015, yaitu Sekretariat Komite Pengarah Badan Pengelola Dana
Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian nomor 154 tahun 2015 tentang Sekretariat Komite Pengarah BPDPKS yang bertugas
untuk memberikan dukungan teknis dan administrasi pelaksanaan tugas Komite Pengarah BPDPKS.
Gambar 1.1 Struktur Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
C. KAPASITAS ORGANISASI
C.1. Sumber Daya Manusia Dalam menjalankan tugas dan fungsi tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
dibantu oleh 5 (lima) Asisten Deputi, yaitu Asisten Deputi Pangan, Asisten Deputi Peternakan dan
Perikanan, Asisten Deputi Perkebunan dan Hortikultura, Asisten Deputi Sarana dan Prasarana Pangan
dan Pertanian, dan Asisten Deputi Agribisnis dan didukung oleh 61 orang pegawai dari berbagai bidang
16 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
keahlian misalnya ekonomi, keuangan, pertanian, teknis, administrasi, dan lainnya. Seluruh pegawai
berkantor di Jakarta dengan distribusi sebagaimana tertuang dalam peta jabatan Deputi Bidang
Koordinasi Pangan dan Pertanian tahun 2015.
Pegawai Deputi II terdiri 44 PNS dan 17 Pegawai Tidak Tetap (PTT) dengan komposisi 61%
laki-laki dan 39% perempuan. Dalam segi usia, pegawai didominasi usia 31 s.d. 40 tahun (35%).
Berdasarkan pendidikan, pegawai pada umumnya lulusan S2 (34%), sebagaimana terlihat untuk
keseluruhan aspek pada gambar berikut:
Pegawai Deputi II Menurut Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
Gambar 1.2 Diagram Pegawai Deputi II menurut jenis kelamin
Pegawai Deputi II Menurut Jabatan
17; 28%
7; 11%
1; 2% 5; 8%
11; 18%
Eselon 1
Eselon 2
Eselon 3
Eselon 4 (termasuk Plt.)
Pelaksana
PTT
20; 33%
Gambar 1.3 Diagram Pegawai Deputi II menurut jabatan
39%
61%
17 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Pegawai Deputi II Menurut Usia
20-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun >50 tahun
Gambar 1.4 Diagram Pegawai Deputi II menurut usia
Gambar 1.5 Diagram Pegawai Deputi II menurut pendidikan
C.2. Dukungan Anggaran Dalam melaksanakan kegiatan untuk mewujudkan sasaran program, pada tahun 2018 Deputi
II dipercayakan anggaran sebesar Rp15.000.000.000,00 yang seluruhnya bersumber dari Anggaran
Belanja dan Pendapatan Negara (APBN). Alokasi anggaran dituangkan dalam dokumen Rencana
Kerja (Renja) tahun 2018 dan secara lebih rinci diuraikan dalam dokumen Pelaksanaan Kegiatan.
10; 16%
19; 31%
11; 18%
21; 35%
Pegawai Deputi II Menurut Pendidikan
2; 3%
7; 12%
2; 3%
21; 34% 6; 10%
23; 38%
SMA/SMK/MA D1 D3 DIV/S1 S2 S3
18 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Tabel 1.1 Pagu dan Realisasi Anggaran Deputi II
No
Kegiatan
2017 2018 2019
Alokasi
DIPA Realisasi %
Alokasi
DIPA Realisasi %
Alokasi
DIPA
1. Koordinasi Kebijakan
Pangan
6.104 6.015 98,54% 8.000 7.982 99,77% 4.200
2. Koordinasi Kebijakan
Peternakan dan Perikanan
2.254 2.238 99,29% 1.500 1.497 99,79% 1.700
3. Koordinasi Kebijakan
Perkebunan dan
Hortikultura
3.308 3.273 98,94% 2.500 2.486 99,44% 5.900
4. Koordinasi Kebijakan
Prasarana dan Sarana
Pangan dan Pertanian
1.878 1.861 99,11% 1.500 1.495 99,67% 1.500
5. Koordinasi Kebijakan
Agribisnis
1.878 1.870 99,56% 1.500 1.497 99,79% 1.500
Jumlah 15.422 15.257 98,93% 15.000 14.957 99,71% 14.800
D. Isu Strategis Dalam Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 ditetapkan
bahwa pada akhir tahun 2019, pertumbuhan ekonomi rata-rata selama 5 tahun diharapkan mencapai
tingkat 7%. Sasaran RPJMN ini membawa implikasi pada tekanan-tekanan khusus dalam pelaksanaan
strategi pembangunan nasional. Kebutuhan percepatan pertumbuhan ekonomi menuntut adanya
langkah-langkah baru untuk mendorong perkembangan sektor-sektor ekonomi yang mampu
menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi namun tetap berdasarkan keunggulan dan potensi dalam
negeri.
Pemerintah tidak hanya menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi, karena
pertumbuhan ekonomi tinggi tanpa adanya perubahan ekonomi struktural dapat menyebabkan ekonomi
mengalami overheating sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi tidak berkelanjutan. Pencapaian
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan juga mensyaratkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif yang
tercermin melalui penurunan ketimpangan yang dilakukan antara lain melalui peningkatan produktivitas
pertanian.
Selain pertumbuhan ekonomi, stabilitas ekonomi sangat penting untuk tetap dijaga, karena
ekonomi yang stabil akan meningkatkan kepercayaan konsumen dan pasar. Kebijakan untuk menjaga
stabilitas ekonomi salah satunya dititikberatkan pada upaya menjaga stabilitas harga. Stabil dan
rendahnya inflasi didorong oleh stabilitas komponen inflasi bahan makanan (volatile food), administered
price, dan inflasi inti. Secara umum, arah kebijakan pengendalian inflasi bahan makanan difokuskan
untuk pemantapan ketahanan pangan.
19 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Arah kebijakan pemantapan ketahanan pangan dilakukan dengan 5 (lima) strategi utama : (i)
peningkatan ketersediaan pangan melalui penguatan kapasitas produksi dalam negeri, (ii) peningkatan
kualitas distribusi pangan dan aksesibilitas masyarakat terhadap pangan, (iii) perbaikan kualitas
konsumsi pangan dan gizi masyarakat, (iv) mitigasi gangguan terhadap ketahanan pangan, (v)
peningkatan kesejahteraan pelaku utama penghasil bahan pangan. Dalam menjalankan 5 (lima) strategi
utama tersebut, diperlukan kerjasama antar daerah dan koordinasi antar Kementerian/Lembaga baik di
tingkat pusat maupun daerah.
Stabilitas ekonomi juga tercermin dari defisit neraca berjalan (current account deficit) yang
diperkirakan akan meningkat seiring dengan menurunnya kinerja ekspor, tetapi defisit ini masih dapat
terjaga dalam batas aman. Untuk menjaga defisit transaksi berjalan, pada semester II/2018, Pemerintah
mengeluarkan beberapa kebijakan antara lain perluasan mandatori B20 di sektor non PSO untuk
mengurangi impor migas dan penurunan pungutan dana kelapa sawit untuk meningkatkan kinerja
ekspor. Kebijakan Pemerintah tersebut tercantum dalam Peraturan Presiden nomor 66 tahun 2018 dan
Peraturan Menteri teknis terkait yang sebelumnya dibahas di Rapat Koordinasi Tingkat Menteri Bidang
Perekonomian sesuai dengan Instruksi Presiden nomor 7 tahun 2017. Deputi II turut mendukung upaya
stabilisasi harga CPO dengan aktif melakukan koordinasi antar kementerian/lembaga untuk
mempercepat proses Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). PSR diharapkan dapat mengurangi produksi CPO
dan sekaligus meningkatkan produktivitas kebun rakyat tanpa perluasan lahan. Aspek lain yang tidak
kalah pentingnya dari pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan adalah aspek lingkungan. Untuk itu,
Pemerintah terus mendorong agar Peraturan Menteri Pertanian tentang Kelapa Sawit Berkelanjutan
ditingkatkan menjadi Peraturan Presiden yang kebijakannya dikoordinasikan di Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian.
20 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
E. Sistematika Laporan Sistematika penyajian Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian tahun 2018
adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Pada bab ini disajikan penjelasan umum
organisasi, dengan penekanan pada aspek
strategis organisasi, penjabaran mandat dan
peran strategis Deputi Bidang Koordinasi
Pangan dan Pertanian sebagaimana yang
dituangkan dalam RPJMN, Nawacita, dan
Rencana Kerja Pemerintah tahun 2018.
BAB II Perencanaan Kinerja
Pada bab ini diuraikan penjelasan rinci
mengenai rencana strategis, rencana kerja,
rencana kerja dan anggaran, dan perjanjian
kinerja tahun 2018 serta proses perumusannya.
Selain itu, juga diuraikan pelaksanaan
penajaman Renstra Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian. Selanjutnya, diuraikan
pula mengenai pengukuran kinerja organisasi.
Bab III Akuntabilitas Kinerja
Pada bab ini merupakan salah satu bentuk
media untuk melaporkan keberhasilan atau
kesulitan suatu instansi pemerintah khususnya
pada Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan
Pertanian atas pelaksanaan tujuan dan sasaran
organisasi.
Lampiran
Lampiran dimuat sebagai pendukung lainnya
pada penyusunan Laporan Kinerja.
21 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
22 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
BAB II PERENCANAAN KINERJA
A. Rencana Strategis
A.1. Visi dan Misi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2018, Kementerian PPN/Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) kembali merumuskan Prioritas Nasional. Penentuan
program prioritas, kegiatan prioritas, dan proyek prioritas dilakukan melalui multilateral meeting yang
diinisiasi oleh Kementerian PPN/Bappenas dengan beberapa Kementerian/Lembaga (K/L).
Penyelenggaraan multilateral meeting oleh Kementerian PPN/Bappenas di Bulan Maret 2018
dilakukan secara terpisah dan paralel sesuai bidang Prioritas Nasional yang melibatkan K/L yang
menjadi koordinator bidang (sesuai RPJMN), Kementerian PPN/Bappenas, Kantor Staf Presiden
(KSP) serta K/L yang berkontribusi dalam Prioritas Nasional (PN).
Dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2018 telah disepakati Prioritas Nasional meliputi:
1. Pendidikan
2. Kesehatan
3. Perumahan dan Permukiman
4. Pengembangan Dunia Usaha dan Pariwisata
5. Ketahanan Energi
6. Ketahanan Pangan
7. Penanggulangan Kemiskinan
8. Infrastruktur, Konektivitas, dan Kemaritiman
9. Pembangunan Wilayah
10. Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan
Prioritas Nasional dimaksud selanjutnya diterjemahkan lebih lanjut dalam Program-program Prioritas
untuk kemudian didetailkan dalam Kegiatan Prioritas serta dijabarkan dalam bentuk Proyek Prioritas
Nasional. Pencapaian Prioritas Nasional Pemantapan Ketahanan Pangan yang antara lain dilakukan
melalui program prioritas peningkatan produksi, akses, dan kualitas konsumsi pangan, Deputi II
berperan dalam kegiatan prioritas penguatan cadangan dan stabilisasi harga pangan. Dalam
pelaksanannya, peran Deputi II meliputi mengkoordinasikan dan mensinkronisasikan perumusan
kebijakan stabilisasi harga pangan yang kredibel, tepat waktu, dan akurat dalam mendukung
terwujudnya cadangan pangan dan stabilisasi harga.
Upaya pencapaian stabilisasi harga pangan dilakukan dengan beberapa instrumen antara lain
kinerja produksi, referensi harga pembelian (Harga Pembelian Pemerintah (HPP) maupun Harga
Eceran Tertinggi (HET)), manajemen stok, cadangan pangan pemerintah, program Rastra dan Bantuan
Pangan non Tunai) sampai pada operasi pasar (OP). Keseluruhan instrumen tersebut merupakan satu
kesatuan strategi yang terintegrasi dan tidak dapat dilaksanakan secara parsial. Keseluruh instrumen
tersebut berkaitan dengan tugas dan wewenang berbagai instansi lain, misalnya Badan Ketahanan
23 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Pangan, Kementerian Pertanian, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian
Perdagangan, dan Perum Bulog, Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan. Untuk itu,
Deputi II bertugas untuk mengkoordinasikan dan mensinkronisasikan kebijakan sekaligus melakukan
pengendalian kebijakan.
Berdasarkan pencapaian pada tahun-tahun sebelumnya, untuk menjaga stabilisasi harga pangan
membutuhkan rekomendasi kebijakan dari berbagai pihak yang mempunyai kewenangan. Oleh sebab
itu, koordinasi lintas kementerian, lembaga negara dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
merupakan isu utama dalam upaya mengefektifkan dan mengefisiensikan koordinasi pemantauan dan
pengendalian harga pangan. Dengan koordinasi tersebut, maka akan dapat menghasilkan strategi
kebijakan yang optimal untuk kemudian dipilih dan ditetapkan dalam mendukung pembangunan
nasional.
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Tahun 2015-
2019 telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 11 Tahun
2015. Renstra memuat visi, misi, tujuan, sasaran strategis, arah kebijakan dan strategi, kerangka
regulasi, kerangka kelembagaan, serta target kinerja dan kerangka pendanaan Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian untuk tahun 2015 sampai dengan 2019.
Visi tersebut dilakukan melalui Misi menjaga dan memperbaiki koordinasi dan sinkronisasi
penyusunan kebijakan, serta pengendalian kebijakan perekonomian. Berdasarkan Visi dan Misi
tersebut, dirumuskan tujuan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yaitu:
1. Terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan
2. Terwujudnya kinerja organisasi yang baik
Merujuk pada tujuan strategis dimaksud, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
menjabarkan dalam 3 sasaran strategis sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.1
VISI KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN:
“TERWUJUDNYA KOORDINASI, SINKRONISASI, DAN PENGENDALIAN
PEMBANGUNAN EKONOMI YANG EFEKTIF DAN BERKELANJUTAN”. [Dokumen Penetapan Hasil Penajaman Renstra Kemenko Perekonomian}
24 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Tabel 2.1 Sasaran Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
No Tujuan Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama
1
Terwujudnya
pertumbuhan
ekonomi yang inklusif
dan berkelanjutan
Terwujudnya koordinasi dan
sinkronisasi kebijakan bidang
perekonomian
Persentase program koordinasi
kebijakan bidang
perekonomian yang
terimplementasi
2
Terwujudnya pengendalian
kebijakan bidang perekonomian
Persentase kebijakan bidang
perekonomian yang
terimplementasi
3 Terwujudnya tata kelola
Pemerintah yang baik
Tingkat Kinerja Manajemen
Kementerian
A.2. Sasaran Program Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
Dalam mewujudkan sasaran strategis tersebut, Deputi II menetapkan Visi “Terwujudnya
koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembangunan ekonomi yang efektif dan
berkelanjutan di bidang pangan dan pertanian”. Dalam rangka mewujudkan visi tersebut,
dibutuhkan tindakan nyata melalui penetapan Misi yang sesuai dengan peran Deputi II, sebagai
berikut:
1. Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di
bidang pangan dan pertanian;
2. Meningkatkan pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang pangan dan pertanian
Untuk mencapai sasaran strategis tersebut, pada awal tahun 2018 Deputi II telah menetapkan 2
(dua) sasaran program yang dilaksanakan oleh 5 (lima) unit Eselon II melalui 5 kegiatan sebagaimana
yang ditunjukkan dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2 Sasaran Program Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
No Tujuan Sasaran Program Indikator Kinerja Program Target
1
Terwujudnya
Terwujudnya
stabilitas harga
pangan
Jumlah paket rekomendasi
kebijakan di bidang stabilisasi
harga pangan
1 paket
rekomendasi
pertumbuhan Terwujudnya
Jumlah paket rekomendasi
kebijakan bidang koordinasi
pangan dan pertanian
ekonomi yang koordinasi,
2 inklusif dan
berkelanjutan
sinkronisasi dan
pengendalian
1 paket
rekomendasi
kebijakan di bidang
perekonomian
25 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
A.3. Penajaman Rencana Strategis
Dalam menghadapi perubahan-perubahan perekomomian nasional yang sangat dinamis,
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dituntut untuk berperan lebih dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya. Amanat ini didukung melalui ditetapkannya Peraturan Pemerintah nomor 17
tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional dan
Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan, dan Pengendalian
Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga Pemerintah. Perubahan
tersebut menuntut diperlukannya penajaman atas indikator-indikator kinerja Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian sehingga pada tahun 2018 telah dilaksanakan penajaman Renstra
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Adapun sasaran strategis hasil penajaman Renstra
tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Hasil Penajaman Renstra Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian
26 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Gambar 2.2 Peta Strategi Hasil Penajaman Renstra 2014-2019 Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian
Gambar 2.3 Inisiatif Strategis Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian tahun 2017-2018
Hasil Penajaman Renstra 2014-2019
27 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
B. Perjanjian Kinerja
B.1. Perjanjian Kinerja Tahun 2018
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, Deputi II beserta seluruh Asisten Deputi menandatangani
Perjanjian Kinerja (PK) sebagai tahap awal pelaksanaan kegiatan tahun 2018. PK disusun berdasarkan
dokumen pelaksanaan anggaran (Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian) dan ditandatangani paling
lambat satu bulan setelah anggaran disahkan dan diterima. Indikator-indikator kinerja yang tertuang
dalam PK merupakan acuan ukuran kinerja. Laporan kinerja tahunan disusun berdasarkan indikator-
indikator yang telah ditetapkan dalam dokumen PK.
Lampiran dokumen PK berisi sasaran, indikator dan target tahun berjalan, beserta anggaran yang
dialokasikan untuk pencapaian sasaran tersebut. Selain itu, ada juga lampiran berupa dokumen rencana
aksi yang berisi rencana langkah-langkah yang akan dilaksanakan oleh Deputi dan Asisten Deputi untuk
mewujudkan sasaran program tahun berjalan.
Rencana aksi Perjanjian Kinerja dijadikan salah satu alat monitoring dalam melakukan evaluasi
atas capaian kinerja. Adapun keterkaitan antara indikator-indikator kinerja yang ditetapkan dalam PK
dengan tujuan strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagaimana ditunjukkan
dalam tabel 2.3.
28 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Tabel 2.3 Keterkaitan Indikator Kinerja Pada Renstra 2015-2019, Renja Dan Perjanjian
Kinerja Tahun 2018 pada Deputi Bidang Koordinasi Pangan Dan Pertanian
TUJUAN PADA
RENSTRA
INDIKATOR KINERJA
RENSTRA
2015-2019
PERJANJIAN
KINERJA DEPUTI
TAHUN 2018
RENJA TAHUN 2018
Terwujudnya
pertumbuhan
ekonomi yang
inklusif dan berkelanjutan
Persentase
kebijakan baru
bidang
perekonomian
yang
terimplementasi.
1. Jumlah paket
rekomendasi
kebijakan di bidang
stabilisasi harga pangan.
Jumlah paket rekomendasi kebijakan di
bidang stabilisasi harga pangan.
Persentase kebijakan baru
bidang
perekonomian
yang terimplementasi
2. Jumlah paket rekomendasi
kebijakan bidang
koordinasi pangan
dan pertanian
Asisten Deputi Pangan
1. Jumlah paket rekomendasi kebijakan
peningkatan produktivitas hasil pertanian
2. Jumlah paket rekomendasi kebijakan tata
kelola pangan dan pameran pertanian
3. Jumlah laporan layanan dukungan
administrasi kegiatan dan tata kelola pada Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
Asisten Deputi Peternakan dan Perikanan
Jumlah paket rekomendasi : 1. kebijakan produksi dan distribusi daging
sapi
2. kebijakan ketersediaan dan distribusi ikan
3. Pengendalian kebijakan peternakan dan perikanan
Asisten Deputi Perkebunan dan
Hortikultura: Jumlah paket rekomendasi
1. kebijakan Perkebunan dan hortikultura 2. Pengendalian kebijakan perkebunan dan
hortikultura
3. Kebijakan ketersediaan harga non pangan
hortikultura
Asisten Deputi Sarana Prasarana Pangan
dan Pertanian :
Jumlah paket rekomendasi 1. Kebijakan prasarana dan sarana pangan
dan pertanian
2. Pengendalian pelaksanaan kebijakan prasarana dan sarana pangan dan pertanian
Asisten Deputi Agribisnis
Jumlah paket rekomendasi :
1. Kebijakan peningkatan usaha agribisnis 2. Kebijakan penguatan kelembagaan
agribisnis 3. Pengendalian kebijakan agribisnis
29 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
B.2. Metode Pengukuran
Untuk membantu pengukuran kinerja maka masing-masing indikator kinerja yang telah
diperjanjikan dalam dokumen PK disusun manual Indikator Kinerja Utama (IKP). Manual IKP
merupakan dokumen panduan untuk menjaga konsistensi pengukuran kinerja. Di dalam manual IKP
dituangkan informasi definisi, satuan, teknik menghitung, sifat data IKP, sumber data dan periode data
IKP. Capaian IKP dihitung dengan membandingkan antara target dengan realisasi.
Adapun status Capaian IKP ditentukan oleh nilai indeks sebagai berikut:
Hijau Kuning Merah
Indeks Capaian ≥ 100% 80% ≤ Indeks Capaian < 100% Indeks Capaian< 80%
Mekanisme Pengumpulan data kinerja telah diatur melalui Peraturan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Nomor 14 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perjanjian Kinerja dan Indikator Kinerja Utama
di Lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, serta Peraturan Sekretaris
Kementerian Koordinator Nomor 1 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Kinerja di
lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Pengukuran kinerja dilakukan setiap bulan dan dilaporkan kepada entitas akuntabilitas kinerja
setiap triwulan melalui kertas kerja pengukuran capaian kinerja dan laporan kinerja interim.
Penyampaian laporan kinerja dilakukan secara berjenjang oleh setiap tingkatan entitas akuntabilitas
kinerja, dimulai dari tingkatan satuan kerja, unit kerja eselon I, dan tingkat kementerian. Laporan
kinerja interim disajikan dalam bentuk narasi serta dilengkapi data dukung yang sesuai dan diunggah
ke dalam aplikasi Ekon-Go Evaluasi Kinerja Online-Gerai Otomatisasi), di laman situs
http://kinerja.ekon.go.id.
Ruang lingkup Pengelolaan Kinerja di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian meliputi pengumpulan data kinerja sebagaimana tertuang dalam dokumen Penetapan
Kinerja/Perjanjian Kinerja, Pengukuran Data Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Monitoring dan
Evaluasi. Setiap Entitas Akuntabilitas Kinerja di seluruh tingkatan, melakukan koordinasi pengelolaan
data kinerja dengan cara mencatat, mengolah, dan melaporkan data kinerja.
𝑥100% 𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖
𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝐶𝑎𝑝𝑎𝑖𝑎𝑛 𝐼𝐾𝑈 =
30 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
31 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
A. Kriteria Ukuran Keberhasilan Gambaran kinerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Tahun 2018 dapat diketahui
dari hasil pengukuran kinerja sesuai dengan Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2018, yaitu dengan
membandingkan antara realisasi dengan target yang ditentukan di awal tahun.
Untuk mengukur tingkat capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian tahun
2018, dilakukan pengukuran terhadap Capaian Kinerja Organisasi atau disebut Nilai Kinerja
Organisasi (NKO). NKO adalah nilai keseluruhan capaian sasaran unit yang bersangkutan dengan
memperhitungkan seluruh Indikator Kinerja Utama (IKP). NKO menunjukkan konsolidasi dari seluruh
nilai sasaran dari unit kerja. Status capaian NKO yang ditunjukkan dengan warna merah/kuning/hijau,
ditentukan oleh besaran NKO tersebut. Status NKO ditentukan oleh nilai indeks sebagai berikut:
Hijau Kuning Merah
NKO ≥ 100% 80% ≤ NKO < 100% NKO < 80%
Komponen Perhitungan NKO terdiri atas 2 (dua) unsur, yaitu:
1. Capaian IKP.
2. Nilai Sasaran Strategis (NSS).
Proses penghitungan NKO dapat digambarkan dalam tahapan berikut ini:
1. Capaian Indikator Kinerja Utama Program (IKP)
Capaian IKP dihitung dengan membandingkan antara target dengan realisasi. Adapun status
Capaian IKP ditentukan oleh nilai indeks sebagai berikut:
Hijau Kuning Merah
Indeks Capaian ≥ 100% 80% ≤ Indeks Capaian < 100% Indeks Capaian< 80%
Nilai Kinerja Organisasi
(NKO)
Gambar 1
Proses Penghitungan NKO
Nilai Sasaran IKU Strategis (NSS)
Capaian
32 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Berdasarkan target capaiannya, polarisasi IKP dibedakan menjadi 3, yaitu:
(1) Polarisasi Maximize
Pada polarisasi maximize kriteria nilai terbaik pencapaian IKP adalah realisasi yang lebih
tinggi dari target. Contoh: Persentase Pertumbuhan Ekonomi
(2) Polarisasi Minimize
Pada polarisasi minimize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKP adalah realisasi yang lebih
kecil dari target. Contoh: Persentase Jumlah Temuan Pemeriksaan
(3) Polarisasi Stabilize
Pada polarisasi stabilize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKP adalah realisasi yang berada
dalam suatu rentang tertentu dibandingkan target atau Semakin Stabil/sesuai dengan nilai
target (tidak naik dan tidak turun) maka kinerja semakin baik. Contoh: Persentase deviasi
asumsi makro ekonomi.
Pada tahun 2018, seluruh Indikator Kinerja bersifat maximize, sebagaimana dalam tabel 3.1.
Tabel 3.1 Polarisasi Indikator Kinerja Deputi Pangan dan Pertanian
Sasaran Program/Indikator Kinerja Program Target 2018 Polarisasi
1 Terwujudnya stabilitas harga pangan 1 paket rekomendasi Maximize
Jumlah paket rekomendasi kebijakan di bidang
stabilisasi harga pangan
2
Terwujudnya koordinasi, sinkronisasi dan
pengendalian kebijakan bidang pangan dan pertanian
1 paket rekomendasi
Maximize
Jumlah paket rekomendasi kebijakan bidang
koordinasi pangan dan pertanian
33 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
2. Nilai Sasaran Strategis (NSS)
NSS adalah nilai yang menunjukkan konsolidasi dari seluruh IKP di dalam satu SS. Status capaian
SS yang ditunjukkan dengan warna merah/kuning/hijau ditentukan oleh NSS. Status SS ditentukan
oleh nilai indeks sebagai berikut:
Hijau Kuning Merah
NSS ≥ 100% 80% ≤ NSS < 100% NSS < 80%
Penghitungan NSS Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Tahun 2018 dilakukan atas
dua sasaran sebagaimana dilaporkan dalam tabel di atas, dengan besaran bobot yang sama pada
setiap sasaran.
B. Analisis Capaian Kinerja
B.1 Capaian Kinerja Indikator Kinerja Program
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian telah menetapkan sasaran kinerja yang terdiri
dari sasaran program, indikator sasaran program serta target yang ingin dicapai tahun 2018. Sasaran
kinerja tersebut telah diselaraskan dengan sasaran kinerja jangka menengah, sebagaimana yang telah
diamanatkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Tahun 2015 – 2019 dan hasil penajaman Renstra. Sasaran kinerja ini kemudian dicantumkan dalam
dokumen Perjanjian Kinerja Tahun 2018 antara Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, yang berisi target kinerja Deputi Bidang
Koordinasi Pangan dan Pertanian dalam mendukung pencapaian kinerja Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian di Tahun 2018.
Pada tahun 2018, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian bertanggung jawab atas
tercapainya 2 (dua) sasaran program dalam Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian.
Program tersebut diukur keberhasilannya dengan 2 (dua) Indikator Kinerja. Seluruh Indikator Kinerja
Program tersebut secara umum tercapai dengan sangat baik yaitu kedua Indikator Kinerja Program
berstatus “hijau” (realisasi minimal 100% dari target yang ditetapkan).
Secara rinci data pencapaian target indikator kinerja program Deputi Bidang Koordinasi Pangan
dan Pertanian dapat dilihat pada tabel berikut:
34 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Tabel 3.2 Capaian Indikator Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Tahun 2018
Program
Sasaran Program/
Indikator Kinerja Program
Tahun 2018
Target Realisasi Persentase
Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian
1. Sasaran Program : Terwujudnya stabilitas harga pangan
Jumlah paket rekomendasi kebijakan di bidang
stabilisasi harga pangan
1 paket
rekomendasi
1 paket
rekomendasi
100%
2
Sasaran Program: Terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian
kebijakan perekonomian
Jumlah paket rekomendasi kebijakan bidang
koordinasi pangan dan pertanian
1 paket
rekomendasi
1 paket
rekomendasi
100%
1. Indikator Kinerja Jumlah Paket Rekomendasi Kebijakan di Bidang Stabilisasi Harga Pangan
Setidaknya terdapat (2) dua alasan penting mengapa stabilitas harga pangan penting untuk
diwujudkan. Pertama, harga pangan sangat mempengaruhi inflasi di Indonesia yang menjadi prasyarat
pertumbuhan ekonomi. Karenanya, upaya pengendalian inflasi makanan merupakan faktor penting
untuk menurunkan total inflasi. Kedua, relatif tingginya inflasi makanan menyebabkan upaya untuk
memproteksi pendapatan rumah tangga miskin semakin sulit. Peningkatan harga pangan akan
meningkatkan garis kemiskinan yang relatif tinggi dan yang kemudian berdampak pada meningkatnya
angka kemiskinan.
Stabilitas harga pangan hanya dapat diwujudkan melalui pelaksanaan berbagai instrumen
stabilisasi harga. Instrumen stabilisasi harga pangan merupakan satu kesatuan strategi yang terintegrasi
dan tidak dapat dilaksanakan secara parsial atau sepotong-sepotong. Mulai dari kinerja produksi,
manajemen stok, pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah, penyaluran Rastra dan/atau Bantuan
Pangan non Tunai, sampai pada Operasi Pasar untuk menjamin ketersediaan dan stabilisasi harga.
Seluruh instrumen stabilisasi dilaksanakan dalam bentuk paket kebijakan yang dikoordinasikan oleh
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian . Paket rekomendasi kebijakan merupakan hasil dari
proses penelaahan permasalahan di bidang stabilisasi harga pangan yang didasari pertimbangan
kepentingan nasional dan keselarasan dengan peraturan yang berlaku.
Paket rekomendasi kebijakan merupakan rekomendasi yang memuat analisa/inisiatif atau hal
lain yang dapat disetarakan yang ditujukan untuk mewujudkan stabilisasi harga pangan. Paket
rekomendasi kebijakan disusun sebagai bahan untuk menyediakan dasar-dasar kebijakan di bidang
stabilisasi harga pangan yang memungkinkan untuk diimplementasikan. Penyelesaian paket
35 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
rekomendasi kebijakan di bidang stabilisasi harga pangan merupakan keseluruhan rangkaian kegiatan
yang ditujukan untuk mewujudkan stabilitas harga pangan. Paket rekomendasi yang dihasilkan harus
memenuhi kriteria minimal, antara lain : adanya masukan dari lintas Kementerian/Lembaga dan
diusulkan dalam Rapat Koordinasi Tingkat eselon I.
2. Indikator Kinerja Jumlah Paket Rekomendasi Kebijakan Bidang Koordinasi Pangan dan
Pertanian
Dari sekian banyak instrumen stabilisasi harga pangan, kinerja produksi mempunyai pengaruh
yang besar terhadap inflasi bahan makanan, diikuti oleh biaya produksi. Fenomena inflasi makanan di
Indonesia lebih didominasi oleh sisi penawaran. Dengan demikian, kebijakan ekonomi yang lebih
berperan untuk mendorong penurunan inflasi makanan adalah kebijakan yang mampu meningkatkan
produktivitas barang hasi pertanian dan/atau menurunkan biaya produksi pangan.
Untuk itu, sasaran program yang kedua yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Deputi
Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan/atau
menurunkan biaya produksi pangan dan barang hasil pertanian. Capaian sasaran program diukur
dengan indikator kinerja program yaitu jumlah paket rekomendasi kebijakan bidang koordinasi pangan
dan pertanian. Paket rekomendasi kebijakan memuat analisa/inisiatif yang ditujukan untuk mendorong
peningkatan produktivitas dan/atau menurunkan biaya produksi pangan dan barang hasil pertanian.
Indikator kinerja jumlah paket rekomendasi kebijakan bidang koordinasi pangan dan pertanian disusun
sebagai bahan dasar dalam memutuskan kebijakan di bidang pangan dan pertanian. Penyelesaian paket
rekomendasi kebijakan bidang koordinasi pangan dan pertanian dilakukan melalui serangkaian
kegiatan untuk menghasilkan rekomendasi yang memenuhi kriteria minimal, antara lain adanya
masukan dari lintas Kementerian/Lembaga dan diusulkan dalam Rapat Koordinasi tingkat eselon I.
3. Nilai Kinerja Organisasi
Analisis capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian tahun 2018 dalam
mewujudkan sasaran program tersebut dapat dilihat pada indikator-indikator kinerjanya, sebagaimana
penjelasan di atas. Analisis pencapaian kinerja tersebut tidak hanya menganalisis perbandingan antara
target dengan realisasi kinerja, namun secara sistematis juga mencari akar permasalahan atas
pencapaian kinerja yang belum memenuhi harapan, mengkaitkan satu pencapaian kinerja dengan
pencapaian kinerja lainnya (cross-section) serta membandingkan pencapaian kinerja tahun 2018
dengan kinerja beberapa tahun sebelumnya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk upaya perbaikan kinerja
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian sehingga peningkatan kinerja secara
berkesinambungan (continuous improvement) dapat terwujud.
Berdasarkan hasil pengukuran kinerja di atas, diperoleh Nilai Kinerja Organisasi (NKO) Deputi
Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian untuk Tahun 2018 adalah sebesar 100%.
36 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
B.2. Capaian Kinerja Output
Sasaran Program 1 : Terwujudnya Stabilisasi Harga Pangan
Indikator Kinerja
: Jumlah paket rekomendasi kebijakan di bidang stabilisasi harga
pangan
Pagu Anggaran : Rp 8.000.000.000,00
Realisasi Anggaran : Rp 7.981.980.421,00
Persentase
Realisasi Anggaran
:
99,77%
Nilai Kinerja : 100%
Dalam RPJMN 2015-2019 disebutkan bahwa untuk tetap meningkatkan dan memperkuat
ketahanan pangan, salah satu sasaran utama prioritas nasional bidang pangan periode 2015-2019
adalah terwujudnya peningkatan distribusi dan aksesibilitas pangan. Muara dari sasaran utama tersebut
adalah menjaga tingkat daya beli melalui Program Prioritas Stabilisasi Harga Pangan.
Arah Kebijakan Pangan tergambar pada Prioritas Nasional ke-4 (PN04), yaitu Pemantapan
Ketahanan Energi, Pangan dan Sumber Daya Air, yang secara spesifik digambarkan pada Program
Prioritas (PP) ke-2, yaitu Peningkatan Produksi, Akses, dan Kualitas Konsumsi Pangan, yang
dijabarkan menjadi Kegiatan Prioritas (KP) antara lain:
1. Peningkatan Penyediaan Pangan Hasil Pertanian dan Perikanan;
2. Penguatan Kelembagaan serta Layanan Pertanian dan Perikanan;
3. Peningkatan Kualitas Konsumsi Pangan;
4. Penyediaan Sarana Prasarana Pertanian dan Perikanan; dan
5. Penguatan Cadangan dan Stabilisasi Harga Pangan.
Stabilisasi harga pangan dapat dimonitor melalui koefisien variasi (KV) harga pangan.
Koefisien Variasi (KV) harga menggambarkan fluktuasi/volatilitas harga yang bermanfaat untuk
mengetahui stabilitas harga dari suatu komoditas. Sasaran nilai KV adalah kurang dari 8%. Pangan
yang tercakup di sini antara lain beras, jagung, kedelai, gula, daging sapi, daging ayam ras, telur ayam
ras, cabe, bawang merah dan ikan. Secara makro, sasaran program prioritas ini adalah menjaga tingkat
inflasi pangan kurang dari 5%.
Latar Belakang
Target Stabilisasi Harga Pangan
37 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Upaya menjaga kestabilan harga pangan dilakukan melalui kegiatan sinkronisasi, koordinasi,
dan pengendalian kebijakan. Rata-rata nilai KV tahun 2018 sebesar 6,25% dimana nilai tersebut sesuai
dengan sasaran kurang dari 8%. Secara umum, rata-rata nilai KV tahun 2018 lebih rendah dari KV
tahun 2016 (7,38%) dan KV tahun 2017 (9,68%). Nilai KV tahun 2018 pada beberapa komoditi pangan
lebih tinggi dari tahun 2017, antara lain: beras, daging ayam ras, daging sapi, minyak goreng curah,
tepung terigu, bawang merah, dan telur ayam ras. Musim panen yang bergeser dan masalah suplai
gabah (karena panen yang tidak merata) ikut mempengaruhi harga beras. Faktor musiman ikut
mempengaruhi stabilitas harga bawang merah. Stabilitas harga daging ayam dan telur ayam
dipengaruhi oleh ketersediaan jagung sebagai pakan ternak.
Tabel 3.3 Perbandingan Nilai Koefisien Variasi (KV) Harga Pangan, 2016-2017
sumber : BPS, 2019 diolah
Terjaganya nilai koefisien variasi (KV) harga pangan pada tingkat < 8% tersebut merupakan
hasil koordinasi lintas Kementerian/Lembaga yang koordinasinya dilakukan oleh Deputi Bidang
Koordinasi Pangan dan Pertanian melalui serangkaian kegiatan yang menghasilkan paket rekomendasi.
Capaian kinerja indikator kinerja program stabilisasi harga pangan tahun 2018 telah mencapai target
yang ditetapkan yaitu sebanyak 1 paket rekomendasi kebijakan stabilisasi harga pangan yang terdiri
atas beberapa rekomendasi kebijakan antara lain sebagai berikut:
Capaian Indikator Kinerja Stabilisasi Harga Pangan Tahun 2018
Rata-rata 7,38 9,68 6,25
Komoditi KV 2016 KV 2017 Jan-18 Feb-18 Mar-18 Apr-18 May-18 Jun-18 Jul-18 Aug-18 Sep-18 Oct-18 Nov-18 Dec-18 Rata-rata Standar
Deviasi KV 2018
Beras Umum (Rp/Kg) 0,74 1,36 13.222 12.187 11.819 11.618 11.473 11.468 11.446 11.362 11.391 11.434 11.478 11.528 11.702 531,18 4,54
Daging Ayam Ras (Rp/Kg) 6,03 4,15 34.732 33.141 33.651 33.570 36.668 38.924 38.800 36.940 33.067 33.190 32.977 35.776 35.120 2.242,39 6,38
Daging Sapi (Rp/Kg) 1,09 0,75 113.040 112.990 113.071 111.938 113.498 116.153 114.894 115.135 114.956 114.893 114.892 114.875 114.195 1.237,66 1,08
Minyak Goreng Curah (Rp/kg) 5,58 1,34 12.305 12.251 12.275 12.270 12.407 12.401 12.339 12.136 11.971 11.888 11.816 11.622 12.140 255,67 2,11
Minyak Goreng Kemasan (Rp/ltr 0,94 0,81 14.086 14.062 14.054 13.997 13.949 13.937 14.011 13.955 13.936 13.905 13.857 13.814 13.964 82,65 0,59
Gula Pasir (Rp/Kg) 8,34 3,32 13.896 13.875 13.792 13.792 13.844 13.789 13.615 13.638 13.573 13.520 13.407 13.362 13.675 182,65 1,34
Tepung Terigu (Rp/Kg) 0,54 0,51 9.937 10.023 10.062 10.033 10.040 10.128 9.963 10.028 10.081 10.131 10.224 10.247 10.075 94,11 0,93
Cabai Rawit (Rp/Kg) 27,20 58,2 45.059 46.063 51.850 40.406 32.978 39.661 49.992 39.238 30.199 33.295 31.452 32.862 39.421 7.469,95 18,95
Cabai Merah (Rp/Kg) 28,09 19,95 39.965 41.728 46.189 47.363 39.867 40.014 36.652 33.011 29.072 35.570 33.700 33.748 38.073 5.467,70 14,36
Bawang Merah (Rp/Kg) 11,68 15,33 24.476 27.200 29.823 33.709 34.127 34.406 29.368 25.659 22.551 21.861 25.066 28.186 28.036 4.378,77 15,62
Bawang Putih (Rp/Kg) 8,18 27,06 24.787 31.140 37.972 37.214 29.691 29.338 28.514 26.934 26.075 25.884 26.003 25.255 29.067 4.437,54 15,27
Tempe (Rp/Kg) 0,46 0,94 12.192 12.200 12.200 12.200 12.211 12.348 12.348 12.347 12.413 12.460 12.439 12.439 12.316 108,79 0,88
Telur ayam ras (Rp/Kg) 6,68 5,92 23.311 22.103 21.478 22.224 24.246 23.130 26.132 24.243 23.212 22.316 22.955 26.293 23.470 1.521,03 6,48
Ikan Bandeng (Rp/Kg) 3,62 2,69 35.124 35.651 35.082 35.185 34.361 35.420 35.170 34.027 35.412 36.149 36.238 37.249 35.422 851,77 2,40
Ikan Kembung (Rp/Kg) 1,59 2,93 39.228 38.562 37.898 37.769 38.072 38.773 38.732 38.863 38.749 38.379 38.740 41.952 38.810 1.077,59 2,78
38 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
1. Fleksibilitas HPP gabah/beras
Untuk mengoptimalkan pengadaan gabah/beras, Perum BULOG diberikan flesibiltas harga sebesar
10% dari HPP (sesuai Inpres No.5/2015)
2. Kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET)
Penetapan kebijakan HET untuk beras kualitas medium dan premium (diatur dalam Permendag
No.21/2018)
3. Revisi harga acuan produk pangan
Reviu Penetapan harga acuan komoditas pangan meliputi jagung, kedelai, gula, bawang merah,
daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras yang diatur dalam Permendag No.96/2018.
4. Optimalisasi Kegiatan Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) / Operasi Pasar
(OP) Beras Medium untuk mengatasi gejolak harga beras, merekomendasikan perlunya
mengoptimalkan OP Beras Medium mencapai 10.000 ton/hari yang selanutnya ditindaklanjuti oleh
Kementerian Perdagangan melalui Peraturan Menteri tentang Ketentuan pelaksanaan KPSH/OP.
5. Kebijakan penguatan Cadangan Beras Pemerintah (CBP)
Telah ditetapkan kebutuhan CBP dalam setahun sebedar 1 – 1,5 juta ton. Beberapa regulasi telah
disusun/ditetapkan untuk mendukung pelaksanaan penggunaan CBP, seperti Permentan No.
11/2018 tentang Penetapan Jumlah CBP Daerah, Permentan No. 38/2018 tentang Pengelolaan CBP,
Permenko Bidang Perekonomian No. 5/2018 tentang Koordinasi Pengelolaan CBP untuk Stabilisasi
Harga, Permendag No. 127/2018 tentang Pengelolaan CBP untuk Ketersediaan Pasokan dan
Stabilisasi Harga, Permenko PMK tentang Pengelolaan CBP untuk Bantuan Sosial, serta Rancangan
Permenkeu tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana CBP.
6. Inisiasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk Dryer dan Peternakan
Pemberian KUR untuk pengering (dryer) padi dan peternak ayam ras
Program
Sasaran Program/
Indikator Kinerja Program
Tahun 2018
Target Realisasi Persentase
Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian
1. Sasaran Program : Terwujudnya stabilitas harga pangan
Jumlah paket rekomendasi kebijakan di bidang
stabilisasi harga pangan
1 paket
rekomendasi
1 paket
rekomendasi
100%
39 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Sasaran Program 2 : Terwujudnya Koordinasi, Sinkronisasi, dan Pengendalian Kebijakan
Perekonomian
Indikator Kinerja
:
Jumlah paket rekomendasi kebijakan bidang
koordinasi pangan dan pertanian
Pagu Anggaran : Rp 7.000.000.000,00
Realisasi Anggaran : Rp 6.974.778.952,00
Persentase Realisasi Anggaran : 99,64%
Nilai Kinerja : 100%
Untuk menjaga agar kebijakan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah dapat dilaksanakan
secara berkesinambungan (continously improvement) maka perlu dilakukan kegiatan koordinasi,
sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan sebagai bagian dari proses monitoring dan evaluasi, salah
satunya adalah melalui analisis untuk menghasilkan paket rekomendasi kebijakan bidang koordinasi
pangan dan pertanian.
Fenomena inflasi bahan makanan di Indonesia lebih didominasi oleh sisi penawaran. Dengan
demikian, kebijakan ekonomi yang lebih berperan untuk mendorong penurunan inflasi bahan makanan
adalah kebijakan yang mampu mendorong peningkatan produktivitas pangan dan/atau menurunkan
biaya produksi pangan.
Untuk itulah maka sasaran program koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian kebijakan di
bidang pangan dan pertanian ditujukan untuk menghasilkan paket rekomendasi kebijakan yang dapat
mendorong produktivitas pangan domestik dan menurunkan biaya produksi pangan dan hasil
pertanian. IKP koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan di bidang pangan dan pertanian
juga mencapai 100% dari target yang ditetapkan pada awal tahun 2018.
Program
Sasaran Program/
Indikator Kinerja Program
Tahun 2018
Target Realisasi Persentase
2
Sasaran Program: Terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian
kebijakan perekonomian
Jumlah paket rekomendasi kebijakan bidang
koordinasi pangan dan pertanian
1 paket
rekomendasi
1 paket
rekomendasi
100%
Target Koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan
Latar Belakang
40 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Sebanyak 1 (satu) paket rekomendasi kebijakan hasil koordinasi, sinkronisasi, dan
pengendalian kebijakan di bidang pangan dan pertanian telah tercapai antara lain:
1. Rekomendasi Kebijakan Hasil Koordinasi, Sinkronisasi dan Pengendalian Kebijakan
Peremajaan Sawit Rakyat
Keberlanjutan (sustainability) menjadi fokus baru dalam industri kelapa sawit sejak muncul
anggapan bahwa kelapa sawit menjadi faktor penyebab deforestasi dan kerusakan lingkungan.
Meskipun anggapan tersebut sudah ditepis Pemerintah antara lain melalui perubahan peraturan,
produsen minyak kelapa sawit tetap dituntut untuk membuktikan bahwa produksi kelapa sawitnya
berkelanjutan. Peningkatan produktivitas tanpa perluasan lahan akan meningkatkan citra kelapa
sawit Indonesia. Pada tahun 2017, produktivitas perkebunan rakyat hanya 2,38 ton CPO per hektar,
sementara perkebunan negara mencapai 3,17 ton per hektar dan perkebunan swasta memiliki rata-
rata produktivitas 3,32 ton per hektar. Produktivitas perkebunan rakyat masih rendah sementara luas
area perkebunan rakyat di Indonesia mencapai 38,6% dari total luas areal perkebunan kelapa sawit
Indonesia (Ditjenbun, 2017).
Peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat dapat dilakukan dengan perbaikan
kultur teknis (best management practices) yang antara lain penggunaan bibit unggul saat proses
peremajaan sawit. Berdasarkan perhitungan, program peremajaan kelapa sawit dengan perbaikan
kultur teknis dan penggunaan bibit unggul akan memberikan dampak kenaikan produktivitas sawit
nasional menjadi 4,4 ton/hektar tahun 2020.
Namun, proses peremajaan sawit rakyat sering terkendala modal untuk membeli bibit, dan juga
dibutuhkan perencanaan yang tepat terkait pola peremajaan agar petani sawit tetap mempunyai
penghasilan selama periode tanaman belum menghasilkan. Untuk itu, Pemerintah melalui BPDPKS
memberikan dukungan dana peremajaan sebesar Rp 25 juta/ha kepada pekebun. Dukungan
pemerintah juga harus disertai dengan mekanisme manajemen peremajaan yang sesuai dengan
kaidah Good Agriculture Practices (GAP). Sejak peluncuran program Peremajaan Sawit Rakyat
tahun 2017 hanya 4.000 ha saja.
Melalui koordinasi yang dilakukan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian,
penyaluran dana PSR hingga Desember 2018 meningkat menjadi 15.622 ha meskipun masih jauh
dari target 200.000 ha/tahun. Kinerja PSR sangat bergantung pada kecepatan penyampaian laporan
dari lapangan kepada BPDPKS yang pada tahun 2018 masih berkisar 60 hari. Untuk mempercepat
proses verifikasi tersebut diperlukan adanya bantuan pihak ketiga yang independen. Pelibatan pihak
ketiga dalam proses percepatan PSR memerlukan landasan peraturan sehingga melalui koordinasi
yang dilakukan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian dengan Kementerian
Pertanian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Sekretaris Negera telah diselesaikan Peraturan
Presiden nomor 66 tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden nomor 61 tahun
2015. Proses penyusunan Peraturan Presiden telah selesai pada bulan Juli 2018, tetapi sampai
dengan akhir 2018 masih disusun Peraturan Menteri Pertanian sebagai petunjuk teknis.
41 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
2. Rekomendasi Kebijakan hasil Koordinasi, Sinkronisasi Dan Pengendalian Kebijakan Model
Kluster Bisnis Padi
Sektor pertanian memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia, yaitu berkontribusi besar
terhadap produk domestik bruto (PDB), kesempatan kerja, sumber pendapatan, serta dalam
perekonomian regional. Apabila sektor pertanian ini kita pandang secara holistik dari hulu (atau on
farm) hingga hilir (atau off farm) dalam suatu rantai nilai, kontribusinya terhadap PDB secara
agregat mencapai sekitar 55 persen mengingat rantai nilai-rantai nilai komoditas pertanian yang
jenis dan jumlahnya banyak sekali di Indonesia. Sektor pertanian juga merupakan penyerap terbesar
tenaga kerja, yaitu sekitar 37,75 juta tenaga kerja atau 35 persen dari total tenaga kerja pada tahun
2015. Sektor pertanian juga merupakan salah satu penghasil devisa negara, pemasok bahan baku
bagi industri lain dan memberikan insentif bagi sektor lain.
Salah satu masalah utama yang dihadapi sektor pertanian adalah luas lahan yang dimiliki pelaku
usaha produksi pertanian atau petani. Dari total 26,14 juta rumah tangga usaha pertanian di
Indonesia, 55,33 persen di antaranya (atau 14,3 juta rumah tangga usaha pertanian) memiliki lahan
kurang dari 0,5 hektar (BPS, 2013). Jumlah rumah tangga petani gurem ini sebagian besar (71 %)
berada di pulau Jawa. Sejak tahun 2003, jumlah rumah tangga petani gurem ini terus menurun
sekitar 25 persen. Akibat kepemilikan lahan kecil membuat skala ekonomi minimum tidak tercapai
sehingga berdasarkan biaya on farm saja, pendapatan yang bisa dinikmati petani dengan lahan 0,4
Ha hanya sebesar Rp 292.000 per bulan dengan Indeks Pertanaman 1,4. Secara proporsi petani padi
mempunyai sumber pendapatan dari beragam usaha seperti padi (47,40 %), palawija (0,05 %),
sayur dan buah (6,13 %), sebagai pedagang (1,75 %), angkutan (2,61 %), pegawai (28 %) dan
sebagai buruh bangunan (1,02 %). Padahal, petani gurem tersebut mempunyai peran yang cukup
besar dalam produksi pertanian di Indonesia. FAO (2011) memperkirakan bahwa petani gurem di
dunia menghasilkan 4/5 dari produk pangan di dunia.
Berbagai upaya Pemerintah dilakukan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan petani
melalui beragam instrumen. Instrumen kebijakan pemerintah tersebut antara lain: (1) dukungan
dalam bentuk perlindungan harga melalui penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan
pembatasan impor (tarif, kuota, perizinan); (2) dukungan dalam bentuk transfer anggaran kepada
petani melalui input variabel (pupuk dan benih/bibit), melalui input tetap (bantuan peralatan
budidaya, panen dan pasca panen); (3) transfer pelayanan pendukung usaha tani (KUR,
kelembagaan penyuluhan, pemeriksaan, sertifikasi, asuransi, litbang) dan (4) bantuan bencana alam
dan serangan hama penyakit. Namun berbagai upaya tersebut masih belum berjalan optimal.
Subsidi dan bantuan langsung benih unggul serta pemberian gratis alsintan belum meningkatkan
produktivitas, belum mendorong lahirnya industry penghasil benih dan alsintan yang sesuai dengan
kebutuhan petani. Masih banyak bantuan top down pasca panen yang tidak sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan petani. Petani penggarap atau landless farmers masih mencari
pembiayaan kepada informal money lenders seperti tengkulak. Petani kemudian menjadi (1)
pemburu rente ekonomi di sektor pertanian (perantara, bakul, pemberi jasa transportasi), (2)
42 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
kelompok pedagang yang mempunyai omset yang terus meningkat dan lebih besar dari petani
budidaya dan (3) kelompok pedagang perantara yang biasanya lebih disukai oleh perbankan sebab
baki kredit mereka terus naik.
Di sisi lain menunjukkan bahwa setiap tahapan budidaya, panen, pascapanen, pengolahan,
logistic dan pemasaran, konsumen dikerjakan oleh masing-masing pelaku dan tidak terintegrasi.
Petani, pedagang pengumpul dan pengiriman, pengolahan dan penyimpanan, pengemasan dan
distribusi, wholesale dan retail dan konsumen masing-masing tersekat dan kurang bersinambungan.
Demikian pula, Kementerian yang terlibat dalam value chain padi masih belum terintegrasi.
Untuk melaksanakan konfigurasi kebijakan ekonomi berkeadilan yang mendesak dilakukan pada
berbagai sektor maka Presiden Joko Widodo pada tanggal 22 April 2017 di Kabupaten Boyolali
telah meluncurkan paket Kebijakan Pemerataan Ekonomi (KPE) yang bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat (termasuk petani) yang berkelanjutan. KPE tersebut memiliki 3 (tiga)
pilar utama, meliputi Lahan, Kesempatan, dan Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pilar
Pertama berdasarkan lahan meliputi (a) Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial yang berkaitan
dengan pembagian akses lahan yang adil bagi seluruh masyarakat, penetapan prioritas penerima
TORA dan pengembangan usaha pertanian dengan metode aglomerasi atau klaster; (b) Pertanian
dengan petani gurem (smallholder) dan petani tanpa lahan (landless) berkaitan dengan land
consolidation untuk sawah; (c) perkebunan terkait dengan rendahnya produktivitas dan nilai tambah
komoditas; (d) perumahan yang terjangkau bagi masyarakat miskin perkotaan; dan (e) nelayan
serta petani budidaya rumput laut.
Pengembangan usaha pertanian melalui klaster bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan
meningkatkan skala ekonomi serta meningkatkan pendapatan petani. Untuk pengembangan klaster
komoditas padi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menyusun konsep Klaster
Bisnis Padi dengan 8 (delapan) pilar, yaitu: 1) Perubahan Paradigma Agribisnis, 2) Konsolidasi
Kelembagaan, 3) Adopsi Inovasi Teknologi, 4) Kemudahan Akses Pembiayaan, 5) Pelibatan Off
taker, 6) Penerapan IT, 7) Dukungan Logistik dan 8) Sinergi.
Banyak pengertian klaster yang diajukan oleh para pakar. Dalam konsep ini pengertian klaster
yang digunakan adalah pengertian klaster yang dibuat oleh Porter (1998) yaitu klaster adalah
konsentrasi geografis perusahaan dan institusi yang saling berhubungan pada sektor tertentu,
Mereka berhubungan karena kebersamaan dan saling melengkapi. Perusahaan-perusahaan dalam
klaster mendapatkan keuntungan dari terbentuknya efisiensi kolektif (collective efficiency) yaitu (a)
Secara bersama, mereka memberikan efek spillover/ keuntungan kepada perusahaan-perusahaan
lain lingkungan sekitar dan (b) Mereka melaksanakan aksi bersama (joint actions) agar efek
bekerjasama yang sifatnya aktif bagi perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam klaster (active
effects).
43 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Tanggal 22 April 2017 diluncurkan Kebijakan Pemerataan Ekonomi (KPE) yang bertujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat (termasuk petani) yang berkelanjutan. KPE tersebut
memiliki 3 (tiga) pilar utama, meliputi : Lahan, Kesempatan, dan Kapasitas Sumber Daya Manusia
(SDM).
Pilar Pertama berdasarkan lahan meliputi :
Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial yang berkaitan dengan pembagian akses lahan yang adil
bagi seluruh masyarakat, penetapan prioritas penerima TORA dan pengembangan usaha
pertanian dengan metode aglomerasi atau klaster;
Pertanian dengan petani gurem (smallholder) dan petani tanpa lahan (landless) berkaitan dengan
land consolidation untuk sawah;
Perkebunan terkait dengan rendahnya produktivitas dan nilai tambah komoditas;
Perumahan yang terjangkau bagi masyarakat miskin perkotaan; dan
Nelayan serta petani budidaya rumput laut.
Konsep klaster bisnis padi pada dasarnya tidak hanya berbicara pertanian saja tetapi konsep ini
merupakan transformasi pertanian yang melibatkan pengembangan industri dan jasa seperti
pembiayaan, logistik, pemasaran dan jasa lainnya secara utuh. Secara umum tujuan penyusunan
konsep klaster bisnis padi adalah bagaimana memberikan level of playing yang adil bagi petani
padi agar dapat menjalankan usahanya secara berkelanjutan. Tujuan khusus penyusunan konsep
klaster bisnis padi adalah untuk meningkatkan produktivitas, meningkatkan skala ekonomi dan
meningkatkan pendapatan petani.
Konsep Klaster Bisnis Padi mempunyai 8 (delapan) pilar yang saling terkait, yaitu: 1)
Perubahan Paradigma Agribisnis, 2) Konsolidasi Kelembagaan, 3) Adopsi Inovasi Teknologi, 4)
Kemudahan Akses Pembiayaan, 5) Pelibatan Off taker, 6) Penerapan IT, 7) Dukungan Logistik dan
8) Sinergi.
Kemenko Bidang Perekonomian telah menyusun Konsep Klaster Bisnis Padi. Konsep tersebut
disetujui oleh Menko. Ada dua arahan Menko, pertama ; melibatkan Kemendes & PDT dengan
program Prukades dan Kementan, serta instansi terkait lainnya. Kedua, perlu lokasi percontohan.
Kemenko, Kemendes, Kementan telah melakukan suvey terhadap 8 calon lokasi percontohan.
Hasilnya 5 calon lokasi percontohan di Kabupaten Mesuji, Kab. Ponorogo. Kab. Karanganyar, Kab
Barru, Kab. Hulu Sungai Selatan. Kelima lokasi tersebut ditargetkan akan dilaunching pada tahun
2019. Kedepan diharapakn akan lebih banyak lagi lokasi percontohan klaster bisnis padi.
Untuk pengelolaannya akan didukung oleh PT Mitra Bumdes Nusantara (PT MBN) dan
stakeholder lainnya. PT MBN dibentuk oleh beberapa BUMN. PT MBN ini akan membentuk anak
perusahaan PT MBB (Mitra Bumdes Bersama) yang berkedudukan di tingkat Kabupaten, yang
selanjutnya PT MBB ini akan mengkonsolidasi posisi Bumdes dan Gapoktan sebagai bagian
pengelolaan Klaster Bisnis Padi.
44 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
3. Rekomendasi Rancangan Peraturan Presiden Percepatan Penetapan Lahan Sawah
Berkelanjutan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah.
Undang – Undang 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LP2B) beserta 4 peraturan pemerintah turunannya belum dapat diimplementasikan di lapangan, hal
ini karena beberapa RTRW/RRTR yang masih dalam tahap penyelesaian atau RTRW/RRTR tidak
memuat penetapan LP2B. Selain itu masih banyak kabupaten/kota yang telah menetapkan LP2B
namun hanya secara numerik saja belum ditetapkan dimana lokasinya (secara spasial) sehingga
perlu adanya terobosan kebijakan berupa penerbitan Peraturan Presiden yang mewajibkan
Pemerintah Kabupaten/Kota menetapkan lahan sawah yang dilindungi dari alih fungsi menjadi non
sawah, secara numerik dan spasial.
R-Perpres tersebut fokus pada penetapan Lahan Sawah Berkelanjutan (LSB) yang diintegrasikan
menjadi bagian dari Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dalam RTRW di daerah,
selanjutnya diatur pula terkait ketentuan tata cara pengendalian terhadap kegiatan alih fungsi lahan
sawah oleh Kementerian Agraria Tata Ruang/Kepala BPN. Secara operasional nantianya
Kementerian/Lembaga yaitu Kementerian ATR/BPN akan menetapkan peta lahan sawah
berkelanjutan sebagai acuan daerah dalam menyusun RTRWnya.
Beberapa Kegiatan untuk menghasilkan R-Perpres yaitu :
1. Rapat Koordinasi Tingkat Eselon I tentang Penyusunan R-Perpres tanggal 8 Januari 2018 antara
lain merekomendasikan:
a. Membentuk Perpres Percepatan Penetapan Lahan Sawah Berkelanjutan dan Pengendalian
Alih Fungsi Lahan Sawah ini, sebelumnya Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
b. Seluruh K/L terkait secara prinsip substansi R-Perpres Percepatan Penetapan Lahan Sawah
Berkelanjutan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah sudah tidak ada perbedaan
pendapat.
c. Kementerian Pertanian dan/atau Kementerian ATR/BPN segera menyampaikan izin prakarsa
kepada Presiden dan ditembuskan ke Kementerian Perekonomian serta Sekretariat Kabinet.
2. Rapat Koordinasi R-Perpres Tingkat Menteri pada tanggal 3 April 2018 merekomendasikan:
a. Moratorium pencetakan sawah baru sehingga anggarannya dapat dialokasikan untuk kegiatan
pengendalian alih fungsi lahan sawah.
b. Rencana Pembelian lahan sawah beririgasi teknis oleh Pemerintah khususnya yang berlokasi
di:
1) Pulau Jawa dengan tingkat kesuburan lahan yang tinggi;
2) Dekat dengan jalur transportasi (jalan utama);
3) Daerah Provinsi Bali yang memiliki nilai pendukung pariwisata (Sawah Subak).
45 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
c. Penetapan Zona Industri di luar lahan sawah yang didukung dengan infrastruktur yang
memadai.
d. Korporatisasi, mekanisasi disertai konsolidasi lahan dalam rangka peningkatan produktivitas
lahan sawah.
e. Pengembangan One Village One Product yang diarahkan pada klastering di daerah pedesaan.
f. Audit data luas lahan sawah eksisting di lapangan yang disertai dengan penetapan regulasi
untuk mengantisipasi pelanggaran di lapangan.
g. Pilot project verifikasi lahan dengan melibatkan petugas Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap (PTSL).
h. Reklamasi wilayah pesisir sebagai alternatif pengganti lahan sawah yang ingin di konversi
untuk kawasan industri dan properti.
3. Rapat Anggota Tim Antar Kementerian/Lembaga pada tanggal 12 November dan 19 November
2018 dengan hasil sebagai berikut :
a. Perubahan judul (nomenklatur Lahan Berkelanjutan diganti menjadi Lahan Sawah yang
Dilindungi), hal ini dilakukan berdasarkan usul dari Kementerian Hukum dan HAM agar
Peraturan Presiden yang dihasilkan tidak mengikuti nomenklatur yang ada di UU 41 Tahun
2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
b. Muatan R-Perpres hanya sampai pemberian Rekomendasi Menteri ATR terhadap Lahan
Sawah yang dialihfungsikan menjadi Lahan Non Sawah.
c. Pembentukan Tim Terpadu dan Tim Nasional.
d. Paralel dengan penyelesaian R-Perpres, diusulkan perubahanan PP No. 15 Tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang yang salah satunya mengatur mengenai pemberian
izin pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh Bupati/Walikota, selain berpedoman kepada
RTRW Kabupaten/Kota di wilayahnya juga berpedoman kepada Kawasan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (KP2B) yang telah ditetapkan dalam RTRW Nasional. Terhadap kesesuaian
pemberian izin pemanfaatan ruang dengan RTRW Nasional, Bupati/Walikota dapat meminta
rekomendasi kepada Menteri ATR/Kepala BPN.
e. Pokok – pokok muatan R-Perpres terdiri dari :
1) Pengendalian alih fungsi masuk kedalam batang tubuh
2) Definisi lahan sawah dilindungi
3) Peralihan Perpres dengan Perda terkait perizinan
4) Kriteria lahan sawah dilindungi
5) Pembentukan Tim Terpadu dan Tim Nasional
6) Proses Verifikasi dan Sinkronisasi
7) Penetapan peta indikatif dan lahan sawah dilindungi
46 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
8) Penerapan terhadapan penetapan lahan sawah dilindungi akan menjadi acuan/ bahan
pertimbangan/ pedoman bagi Pemerintah Provinsi Kabupaten/ Kota dalam penyusunan
atau peninjauan kembali RTRW
9) Pemberdayaan lahan sawah yang dilindungi (Kementan, ATR/BPN dan PUPR)
10) ATR/ BPN perlu menyusun draft dari Lahan Sawah Berkelanjutan ke Lahan Sawah
Dilindungi.
4. Rapat Harmonisasi R-Perpres pada tanggal 4 Oktober, 23 Oktober, 13 Desember dan 20
Desember 2018 di Kementerian Hukum dan HAM dengan hasil final diantaranya :
a. Judul Perpres berubah menjadi “Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah”.
b. Penyusunan Raperpres ini bersifat mandiri, tidak mengacu pada UU 41 tahun 2009 dan PP
turunannya tentang Perlindungan LP2B. Namun disusun dengan mempertimbangkan
ketahanan dan ketahanan pangan nasional serta ketersediaan lahan dalam rangka mendorong
ketahanan dan ketahanan tersebut;
c. Hasil Harmonisasi Perpres terakhir pada tanggal 20 Desember 2019 menjadi Draft Final dan
diajukan oleh pemohon izin prakarsa (Kementerian ATR/BPN) ke Sekretariat Negara
sebelum disampaikan ke Menteri terkait untuk mendapatkan paraf dan selanjutnya untuk
ditandatangani Presiden.
5. Kesimpulan hasil rapat pembahasan R-Perpres:
Kebijakan Rekomendasi Rancangan Peraturan Presiden Percepatan Penetapan Lahan Sawah
Berkelanjutan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah setelah melalui pembahasan di
Kementerian Hukum dan HAM serta masukan dari Kementerian Lembaga terkait diantaranya
Kementerian ATR/BPN, Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, Setkab, Setneg,
Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian PUPR, dan Badan Informasi Geospasial maka judul
final Peraturan Presiden menjadi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Peraturan Presiden ini
bertujuan (1) mempercepat penetapan lahan sawah dilindungi dalam rangka memenuhi dan
menjaga ketersediaan sawah untuk mendukung kebutuhan pangan nasional, (2) mengendalihkan
alih fungsi lahan sawah yang semakin pesat, (3) memberdayakan petani agara tidak
mengalihfungsikan lahan sawah, dan (4) menyediakan informasi lahan sawah untuk bahan
penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Berdasarkan tujuan dari penetapan Peraturan Presiden diatas khususnya poin 1 yaitu
mempercepat penetapan lahan sawah dilindungi dalam rangka memenuhi dan menjaga
ketersedian sawah untuk mendukung kebutuhan pangan nasional maka kebijakan ini secara tidak
langsung akan menjaga ketersedian pangan khususnya beras. Perpres ini akan menjadi kebijakan
yang akan melindungi kebutuhan beras nasional karena akan mencegah terjadinya alih fungsi
lahan sawah menjadi non pertanian yang saat ini semakin pesat.
47 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Berdasarkan Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ BPN Nomor 399/KEP-23.3/X/2018
tentang Penetapan Luas Lahan Baku Sawah Nasional Tahun 2018 ditetapkan luas baku sawah
nasional seluas 7.105.145 hektar. Hasil perhitungan luas lahan baku sawah nasional ini
berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Teknis tanggal 1 Oktober 2018 antara Kementerian
ATR/BPN, BIG, LAN dan BPS di Kantor Wakil Presiden. Data luas baku sawah secara nasional
ini akan di koordinasi dan sinkronisasi antara kementerian/lembaga yaitu Kementerian
ATR/BPN, Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaaan Umum dan Perumahan Rakyat dan
Badan Informasi Geospasilan sesuai kewenangan masing – masing untuk dilakukan koordinasi
dan sinkronasi. Selanjutnya setelah adanya sinkronisasi di Kementerian/Lembaga maka lahan
sawah yang direkomendasikan untuk menjadi lahan sawah yang dilindungi akan disampaikan ke
Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota untuk diintegrasikan dengan RTRW/RDTR
Propinsi/Kabupaten/Kota.
4. Rekomendasi Penyediaan Ikan dan Garam Sebagai Bahan Baku Dan Bahan Penolong
Industri Yang Terbatas
Untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, horeka, dan industri seiiring dengan adanya
peningkatan angka konsumsi dan perubahan pola hidup masyarakat, maka utilitas pengolahan
ikan diperkirakan meningkat rata-rata 8,13% per tahun. Disamping itu, adanya beberapa jenis
ikan yang dibutuhkan sebagai bahan baku dan bahan penolong industri tidak terdapat di
perairan Indonesia.
Sejak tahun 2014–2017 ketersediaan bahan baku dan bahan penolong untuk pemenuhan
kebutuhan 674 Perusahaan Pengolahan Udang dan Ikan Lainnya, 44 Perusahaan Pengalengan
Ikan dan 65.766 Unit Pengolahan UMKM menunjukkan kecenderungan menurun (rata-rata -
5,49% per tahun). Tahun 2017, kapasitas produksi sebesar 3.656.245 ton, bahan baku yang
diolah sebesar 1.799.786 ton (Utilisasi Agregat 49,2%) sehingga masih ada kekurangan bahan
baku industri sebesar 1.856.459 ton. Sentra produksi ikan dominan berada di luar P. Jawa
(Kawasan Timur Indonesia) sedangkan Industri pengolahan dan pengalengan berada di P. Jawa
(Kawasan Barat Indonesia). Untuk itu diperlukan pengaturan pengendalian guna memastikan
ketersediaan ikan sebagai bahan baku dan bahan penolong dalam menjamin operasional
industri secara berkelanjutan.
Begitu juga dengan garam. Produksi garam dalam negeri saat ini belum sepenuhnya
memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh sebagian besar industri, yang disebabkan oleh:
1. Produksi garam oleh petambak masih dominan untuk penyediaan garam konsumsi.
2. Ketergantungan produksi garam oleh petambak akan cuaca yang hanya berproduksi 4-5
bulan per tahun.
3. Fluktuasi harga garam dalam negeri.
Dalam rangka memastikan ketersediaan ikan dan garam sebagai bahan baku dan bahan
penolong industri telah dikoordinasikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
48 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
penyusunan konsep PP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor
Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong
Industri, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 19 Tahun 2018
tentang Pemberian Rekomendasi Impor Komoditas Perikanan sebagai Bahan Baku dan Bahan
Penolong Industri, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 66 Tahun 2018 tentang Ketentuan
Impor Komoditas Perikanan sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri, dan Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 58 Tahun 2018.
5. Rekomendasi Peta Jalan (Roadmap) Pengembangan Benih Produk Rekayasa Genetik
Dalam rangka mencapai ketahanan pangan, Indonesia mengalami berbagai tantangan besar antara
lain permintaan pangan yang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan
penduduk, sumber daya alam yang ketersediaannya semakin terbatas terutama lahan yang memiliki
trade off dengan kepentingan masyarakat lain seperti untuk pemukiman dan industri, semakin
berkurangnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang pertanian, serta global
warming yang menyebabkan iklim menjadi tidak menentu dan berdampak negatif terhadap
produksi pangan. Dengan demikian, Indonesia diharuskan untuk mengambil langkah strategis
sehingga dapat mencapai ketahanan pangan dan menanggulangi tantangan tersebut.
Upaya mencapai ketahanan pangan kemudian dituangkan dalam RPJMN 2015-2019 yang salah satu
arah kebijakannya adalah adanya peningkatan produktivitas dengan cara merevitalisasi sistem
perbenihan nasional. Dalam upaya meningkatkan efisiensi dan produktivitas pertanian,
pengembangan benih Produk Rekayasa Genetik/Benih Biotek merupakan langkah yang tepat untuk
dilakukan.
Namun di Indonesia, benih produk bioteknologi belum berkembang, karena masih dalam tahap
penelitian, pengembangan dan pengkajian keamanan hayati. Beberapa lembaga penelitian aktif
melakukan riset di bidang bioteknologi dengan mengembangankan perakitan benih PRG, antara
lain Badan Litbang Pertanian, LIPI, universitas-universitas dan BUMN. Hanya satu produk nasional
yaitu tebu toleran kekeringan telah dihasilkan atas kerjasama dengan PT Ajinomoto (Jepang), PTPN
XI dan Universitas Jember yang telah memperoleh sertifikat pelepasan varietas dari Kementerian
Pertanian. Satu komoditas benih jagung PRG milik salah satu perusahaan multinasional telah
memperoleh status aman lingkungan, aman pangan dan aman pakan, namun belum ada yang dilepas
secara komersial karena menunggu Peraturan Menteri Pertanian tentang Pengawasan dan
Pengendalain Tanaman PRG Pertanian monitoring dan pengawasan PRG setelah dilepaskan yang
pada saat ini masih dalam proses.
Untuk itu, guna mengembangkan produksi dan penggunaan benih Produk Rekayasa Genetik (PRG)
produksi dalam negeri secara berkelanjutan dalam upaya pencapaian ketahanan pangan dan
peningkatan pendapatan Petani sesuai Peraturan Pemerintah nomor 21 Tahun 2005 tentang
Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik, maka Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan
49 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Pertanian melaksanakan berbagai langkah koordinasi dan sinkronisasi salah satunya menghasilkan
rekomendasi penyusunan Peta Jalan (Roadmap) Pengembangan Benih Produk Rekayasa Genetik.
Selama tahun 2018, telah dilakukan beberapa langkah koordinasi dan sinkronisasi untuk
menyelesaikan penyusunan Roadmap Benih PRG untuk kemudian disampaikan kepada Bapak
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Hal ini dilakukan agar roadmap yang disusun dapat
digunakan oleh Kementerian/Lembaga terkait sehingga dapat segera mengimplementasikan benih
PRG di lapangan dengan aturan pendukungnya. Upaya koordinasi dan sinkronisasi tersebut antara
lain:
1. FGD Penyusunan Roadmap Pengembangan Benih PRG di Seameo Biotrop Bogor tanggal 18
Januari 2018 dengan kesimpulan yang dihasilkan yaitu:
a. Tim penyusun Roadmap Pengembangan Benih PRG diantaranya terdiri dari para pakar yang
sangat ahli di bidangnya antara lain
b. Sebaiknya roadmap yang sedang disusun bersifat general saja mengingat dengan berjalannya
tahun tentunya akan menjadikan tidak relevan data-data tersebut, sehingga diharapkan
roadmap tersebut bersifat living document yang nantinya akan disesuaikan dengan kondisi
perkembangan zaman.
c. Diharapkan pada bab yang menjelaskan tentang action plan, agar dapat lebih difokuskan
mengingat action plan merupakan jati diri dari roadmap.
d. Mengenai draft roadmap yang sekarang ini sudah ada, hendaknya perlu untuk disesuaikan
dengan apa-apa yang perlu ditambah dan jika dikehendaki roadmap tersebut sampai dengan
tahun 2045, maka dikhawatirkan akan sulit untuk dapat memprediksi kondisinya yang akan
datang.
e. Mengingat penyusunan draft roadmap sudah cukup lama belum terselesaikan secara
baik/sempurna, maka untuk menyelesaikannya diharapkan semuanya yang terlibat dapat
meluangkan waktu untuk hadir pada pertemuan finaslisasi draft roadmap dan memberikan
masukan dan saran.
2. FGD Finalisasi Penyusunan Roadmap Pengembangan Benih PRG di Grand Arkenso Semarang
tanggal 1 Maret 2018 dengan kesimpulan dan rencana tindak lanjut antara lain:
Draft Roadmap akan disampaikan kepada Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian untuk
mendapatkan arahan lebih lanjut, yang kemudian akan disampaikan ke Bapak Menko
Perekonomian sebagai bahan pembahasan dalam rakortas tingkat Menteri dengan mengundang
K/L terkait dan Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik serta Perguruan Tinggi yang
telah atau sedang melakukan penelitian terhadap pengembangan PRG.
3. Diskusi Terbatas dengan Menko Bidang Perekonomian terkait Pengembangan Benih PRG
tanggal 7 Maret 2018 dengan kesimpulan dan rencana tindak lanjut antara lain:
50 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
a. Isu negatif yang muncul di masyarakat karena minimnya informasi terkait benih PRG harus
ditindaklanjuti dengan menyelenggarakan sosialisasi dan edukasi yang berkala dan efektif
kepada masyarakat.
b. Rekayasa karena adanya perkembangan teknologi merupakan sesuatu yang terjadi dari waktu
ke waktu karena manusia dan kebutuhannya yang dinamis selama tidak bertentangan dengan
aturan yang ada. Oleh karena itu, benih PRG merupakan sesuatu yang baik untuk
diimplementasikan dengan syarat sudah teruji keamanannya baik lingkungan, pakan, maupun
pangan.
c. Untuk menindaklanjuti peraturan Monitoring dan Pengawasan PRG yang masih tertahan di
Kementan, dapat diambil langkah tindak lanjut dengan menyelenggarakan rapat terbatas
maksimal 2 minggu kedepan, mengundang Menteri Pertanian (Bersama Sekjen), Kepala
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), dan Universitas yang aktif dalam pengembangan PRG.
d. Sebagai langkah persiapan rapat tersebut, segera siapkan bahan paparan yang ringkas dan
jelas terkait kondisi terkini pengembangan benih PRG dimaksud.
4. Dalam rangka penyusunan Roadmap Pengembangan Benih PRG dan penyusunan pedoman
pemantauan dan pelepasan benih PRG, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Asisten
Deputi Prasarana dan Sarana Pangan dan Pertanian juga melaksanakan koordinasi baik di
Tingkat Eselon I, Eselon II, maupun diskusi dengan Stakeholder terkait diantaranya rapat tanggal
23 April 2018, Diskusi “Status Dan Regulasi Terkait Pemuliaan Stack Event Di Indonesia”
tanggal 16 Oktober 2018 dan FGD “Kebijakan dan Ketersediaan Bibit dan Benih Komoditas
Pangan dalam rangka memperkuat Ketahanan Pangan Nasional Tahun 2019-2024” tanggal 24
Oktober 2018 yang menghasilkan kesimpulan rekomendasi sebagai berikut:
a. Perlu dilakukan kajian terhadap seluruh regulasi yang terkait dengan Bioteknologi, baik yang
sudah ada maupun yang belum ada. Sehingga bisa dirumuskan regulasi mana yang perlu
diperbaiki atau disusun agar perkembangan Bioteknologi di Indonesia dapat berkembang
lebih cepat dan dapat membatu menyelesaikan permasalahan nasional khususnya dibidang
pangan. Diperlukan juga penyederhanaan prosedur dalam mengaplikasikan tanaman biotek,
mengingat teknologi tersebut sudah lazim digunakan di banyak negara tanpa adanya
permasalahan yang muncul.
b. Benih hasil pemuliaan konvensional dan PRG sudah mulai dikembangkan untuk mendukung
ketahanan pangan di Indonesia namun tetap harus melewati kajian keamanan pangan, pakan,
dan lingkungan. Perlu diperhatikan juga beberapa regulasi terkait terutama dalam hal
pengujian sehingga dapat lebih implementatif. Perlu dikaji dan diputuskan bersama apakah
stack event dapat menjadi bagian dari peta jalan Pengembangan Benih PRG atau tidak.
51 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
c. Private Sector Multinasional dan Lembaga Penelitian Internasional pada dasarnya sangat
fokus terhadap pengembangan benih PRG contohnya Corteva Agriscience dan International
Rice Reseach Institue (IRRI). Oleh karenanya, perlu langkah nyata dari pemerintah terkait
regulasi yang mempercepat implementasi benih PRG.
d. Dalam Rencana Induk Riset Nasional 2015-2045 disebutkan bahwa salah satu fokus
pemerintah adalah bidang Ketahanan Pangan diantaranya dalam pemuliaan bibit tanaman
melalui Teknologi Rekayasa Genetik (Bioteknologi). Òleh karenanya, dalam penyusunan peta
jalan Pengembangan Benih PRG perlu disinkronkan dengan Rencana Induk Riset Nasional
2015-2045 tersebut sehingga penerapan Bioteknologi di Indonesia dapat berkembang lebih
cepat.
5. Kesimpulan rangkaian kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi yang dilakukan selama tahun
2018, dapat disimpulkan bahwa Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Pangan dan Pertanian
telah menyusun rekomendasi berupa Peta Jalan (Roadmap) Pengembangan Benih Produk
Rekayasa Genetik yang merupakan salah satu upaya strategis dalam menghadapi berbagai
tantangan besar di sektor pertanian Indonesia. Pada dasarnya pelaku usaha dan petani sangat
mendukung implementasi Benih PRG di lapangan ketika sudah dinyatakan aman pangan,
pakan, dan lingkungan oleh Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (KKHPRG).
Penyusunan Roadmap tersebut telah rampung dilakukan dan segera ditindaklanjuti dengan
mengadakan diskusi terbatas bersama K/L terkait terutama Kementerian Pertanian sehingga
dapat ditindaklanjuti dengan penyusunan pedoman pemantauan dan pelepasan benih PRG.
6. Rekomendasi Penyediaan Irigasi.
Irigasi merupakan salah satu aspek terpenting dalam memenuhi kebutuhan lahan pertanian terutama
untuk tanaman padi. Saat ini Kementerian Pertanian melalui Direktorat Prasarana dan Sarana fokus
dalam optimalisasi sawah rawa pasang surut dan lebak yang tujuannya untuk peningkatan produksi
padi nasional. Perluasan lahan sawah pada Lahan Sub Optimal (LSO) memerlukan irigasi yang tepat
untuk mendukung keberlanjutan pengembangannya. Dengan demikian tujuan dari pengembangan
LSO tersebut akan terwujud dengan adanya peningkatan Indeks Pertanaman (IP) dari 100 menjadi
200 atau bahkan sampai 300 pada sawah yang dikembangkan. Optimalisasi rawa pasang surut dan
lebak yang telah dilakukan oleh Kementerian Pertanian ini perlu bersinergi dengan kegiatan di
Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat. Beberapa usulan tindaklanjut kebijakan
penyediaan irigasi yaitu (1) perlu dilakukan perbaikan jaringan irigasi primer yang ditumbuhi oleh
gulma sehingga memaksimalkan pengelolaan atau manajemen air, (2) perlu adanya terobosan
kebijakan dalam mengatasi kendala perbaikan dan pembangunan jaringan irigasi yang dibatasi oleh
pembagian kewenangan pengelolaan jaringan irigasi antara pemerintah kabupaten, propinsi dan
pemerintah pusat, (3) pengembangan tata air di lahan sawah pasang surut dan lebak harus dilakukan
dalam satu sistem pengembangan serta bertahap dan (4) diharapkan pengembangan LSO ini
52 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani ditandai dengan peningkatan produktifitas dan
indeks pertanaman.
Menindaklanjuti rekomendasi diatas telah dilaksanakan beberapa kegiatan koordinasi dan
monitoring evaluasi yaitu :
1. Rapat koordinasi pada tanggal 15 Agustus 2018 antar kementerian/lembaga khususnya
Kementerian Pertanian dan Kementerian Pekerjaan Umum dengan Rekomendasi/kesimpulan
hasil rapat sebagai berikut :
a. Perlu dilakukan Rapat Koordinasi tingkat Eselon I yang membahas Penyediaan Irigasi dan
Sumber Daya Manusia (Petani) pada lokasi pengembangan Lahan Sub Optimal yang
berkelanjutan.
b. Diharapkan dalam rapat koordinasi akan diperoleh kesepatakan antara kementerian/lembaga
terkait yang memiliki kegiatan terkait dengan pengembangan lahan sub optimal dari sisi lahan
oleh Kementerian Pertanian, Irigasi oleh Kementerian PUPR dan Sumber Daya Manusia
(petani) oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
2. Rapat lanjutan pengendalian kebijakan penyediaan irigasi pada lahan sub optimal (Lahan Rawa
Pasang Surut dan Rawa Lebak) tanggal 13 November 2018 dengan kesimpulan dan rekomendasi
sebagai berikut :
a. Pemanfaatan LSO sebagai salah satu pendukung program ketahanan pangan yang telah
dilakukan oleh Kementerian Pertanian harus berkelanjutan karenanya perlu dilakukan
koordinasi antar instansi terkait terutama dalam hal: (a) Status lahan yang ada di areal hutan
(Kementerian Kehutanan) (b) Kondisi lahan sesuai RTRW (Kementerian Agraria Tata
Ruang/BPN) (c) Penyediaan Sumber Daya Manusia (Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi) (d) Penyediaan irigasi (Kemenetrian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat), (e) Keikutsertaan pihak Pemda (Kemenetrian Dalam Negeri), (f)
Sebagai bagian dari program ketahanan pangan (Bappenas), dan (g) Penyediaan dana
(Kementerian Keuangan).
b. Perlu adanya penetapan lokasi pengembangan Lahan Sub Optimal secara bersama-sama
antara instansi terkait agar dana dapat terfokus. Diharapkan lokasi telah ditentukan pada akhir
September 2018.
c. Dengan telah ditetapkannya lokasi tersebut, dapat segera dilakukan rapat koordinasi tingkat
eselon I guna membahas kebijakan yang harus dilakukan dalam pembangunan dan
pemanfaatan LSO secara berkelanjutan.
3. Dalam mencari informasi dalam pengembangan lahan rawa pasang surut dan lebak dilakukan
juga kegiatan ke lapangan melalui monitoring evaluasi kebijakan LSO di beberapa daerah seperti
53 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur dengan beberapa rekomendasi
yaitu :
a. Cetak sawah pada rawa pasang surut memerlukan perencanaan jangka panjang, harus melalui
tahapan pengembangan tata air yang secara berkelanjutan sehingga rawa pasang surut menjadi
layak. Dengan pembangunan sistem tata air yang tepat akan mempercepat pencucian kadar
pirit di dalam tanah serta bisa memenuhi kebutuhan air pada saat terjadi kemarau.
b. Sistem tata kelola air di sawah pasang surut dan sawah lebak harus terus dikembangkan
sampai pada tahap jaringan irigasi reklamasi rawa pasang surut yang telah terkendali penuh
sehingga indeks pertanaman bisa mencapai 200-300 dengan tingkat produktifitas 5-7 ton/ha.
c. Kegiatan Optimalisasi rawa di Kec. Jejangkit Kab. Barito Kuala masih belum memiliki sistem
tata kelola air yang tepat, karena sawah yang terbangun masih hanya diluasan 750 ha dari
yang seharusnya berdasarkan desain oleh Balai Rawa (Kementerian PUPR) seluas 3.000 ha.
Disamping itu masih belum terbangun Pintu Pengatur di sisi selatan saluran sekunder yang
bermuara ke hilir Sungai Alalak, sehingga pada saat bagian selatan Sungai Alalak pasang,
maka sawah akan kebanjiran.
d. Perlu sinergitas pengembangan lahan rawa pasang surut dan lahan rawa lebak oleh
Kementerian Pertanian dan Kementerian PUPR. Pengelolaan tata air di rawa pasang surut dan
rawa lebak memiliki karakteristik yang hanya bisa dikerjakan dan di tangani oleh
Kementerian PUPR sehingga pengelolaan jaringan irigasi dan tata air di sawah pasang surut
yang dikembangankan bisa fungsional dan berkelanjutan dengan adanya kegiatan operasi dan
pemelihaaran (OP).
Berdasarkan rangkaian kegiatan rekomendasi penyediaan irigasi khususnya untuk Lahan Sub
Optimal (Rawa Pasang Surut dan Lebak) kegiatan Kementerian Pertanian harus fokus untuk
pengembangan budidaya padi sedangkan Kementerian Pekerjaan Umum harus fokus ke
penyediaan tata air dengan water management yang tepat, dengan demikian peningkatan indeks
pertanaman serta peningkatan produktifitas dapat terwujud.
7. Rekomendasi Peningkatan Penggunaan Alat dan Mesin Pertanian Produk Dalam Negeri
Indonesia juga telah cukup lama mengembangkan mekanisasi pertanian, terutama dalam tiga tahun
terakhir, di mana banyak jenis peralatan baru didistribusikan, terutama traktor pengolahan tanah,
alat tanam (rice transplanter), dan alat panen kombinasi merontokkan dan menampi (rice combine
harvester). Introduksi mesin dalam pertanian sudah dilakukan semenjak kemerdekaan, namun
banyak menemui ketidakefektifan. Hal ini mencerminkan apa yang disebut premature
mechanization, yaitu proses introduksi Alsintan yang kurang diikuti kesiapan kelembagaan.
54 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Dengan ciri pertanian yang berlahan sempit, permodalan terbatas, dan pendidikan petani rendah,
maka dibutuhkan pendekatan pengembangan mekanisasi yang sesuai.
Setiap tahun anggaran pengadaan Alsintan oleh Kementerian Pertanian sekitar 4 (empat) triliun
rupiah (± 80.000 unit). Saat ini perbandingan pengadaan alsintan melalui impor dengan pengadaan
alsintan produksi industri dalam negeri masih sangat jauh yaitu 10:1. Penggunaan alat dan mesin
pertanian produksi luar negeri atau impor akan berpengaruh terhadap tingginya biaya operasional
dan tidak optimalnya penggunaan alat tersebut, karena apabila ada kerusakan akan mengalami
kesulitan dalam mencari bengkel resmi maupun pemenuhan sparepart.
Untuk itu perlu disusun rekomendasi peningkatan penggunaan alat dan mesin pertanian produk
dalam negeri untuk mengurangi impor alat dan mesin pertanian dan meningkatkan produksi serta
penggunaan alat dan mesin pertanian dalam negeri. Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Pangan
dan Pertanian, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kemenko Bidang Perekonomian
selama tahun 2018 telah melaksanakan pengendalian kebijakan terkait Alat dan Mesin Pertanian
diantaranya:
1. Seminar Pengembangan Industri dan Optimalisasi Pemanfaatan Alsintan Dalam Mendukung
Pencapaian Ketahanan Pangan dan Pengendalian Kebijakan Alsintan di Kabupaten Klaten, Jawa
Tengah tanggal 1 Agustus 2018 dengan rekomendasi yang dihasilkan antara lain:
a. Perlu disusun ulang kerangka pikir khususnya indikator-indikator yang digunakan untuk
menilai kinerja alsintan sesuai rekomendasi BB Mektan.
b. Pengembangan dan penguatan UPJA sebagai pengelola Alsintan sangat diperlukan agar
bantuan alsintan yang telah dibagikan dapat bermanfaat dalam jangka waktu yang lama.
c. Salah satu cara yang bisa digunakan untuk menggairahkan UPJA adalah dengan mengadakan
lomba UPJA seperti yang terakhir dilakukan pada tahun 2014.
d. Mendorong dilakukannya indentifikasi kebutuhan alsintan berdasarkan spesifik lokasi dan
kemampuan industri alsintan dalam negeri untuk mendorong industri dalam negeri,
meningkatkan TKDN dan mengurangi impor alsintan utuh (buildup).
e. Dalam menghadapi era Making Indonesia 4.0 khususnya di bidang pertanian, maka industri
alsintan diharapkan segera mempersiapkan diri dalam menciptakan dan
menyediakan/memproduksi alsintan yang mengarah pada operasi digital.
2. Rapat Koordinasi Pengembangan Industri dan Optimalisasi Pemanfaatan Alsintan di Kemenko
Perekonomian Jakarta tanggal 30 Agustus 2018 dengan rekomendasi yang dihasilkan antara lain:
a. Peningkatan peran UPJA dalam mengelola Alsintan perlu ditingkatkan agar bantuan Alsintan
yang sudah distribusikan dapat bermanfaat secara optimal. Salah satunya adalah penguatan
55 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
sumber daya manusia, baik penguatan teknis penguasaan alat maupun penguatan teknis
administrasi dan kelembagaan.
b. Bengkel-bengkel alsintan sangat dibutuhkan terutama di daerah-daerah diluar pulau jawa,
untuk itu perlu dukungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta produsen alsintan
untuk membentuk bengkel-bengkel tersebut.
c. Komitmen pemda terhadap produsen alsintan di daerah dan pengelolaan bantuan alsintan
terutama yang kapasitas besar perlu ditingkatkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan
bantuan alsintan.
d. Diperlukan pembahasan lebih lanjut terkait usulan asosiasi produsen alsintan tentang TKDN
dan SNI wajib produk alsintan.
e. Dalam mengahdapi making Indonesia 4.0 khususnya di bidang pertanian, pihak BB Mektan
telah siap memulainya.
3. FGD “Peran Alsintan dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional” di Hotel Amaroossa
Bogor pada tanggal 27 November 2018 dengan rekomendasi yang dihasilkan antara lain:
a. Perlu pemberian insentif yang tepat kepada industri alsintan dalam negeri sehingga menarik
dan dapat berkembang, serta melibatkan BUMN untuk investasi pada industri alsintan.
b. Produk alsintan sebaiknya segera diberlakukan SNI wajib dan tidak bersifat sukarela, hal ini
juga sebagai pengendali masuknya produk alsintan impor yang kualitasnya rendah.
c. Menguatkan manajemen kelembagaan UPJA untuk berorientasi pada bisnis alsintan agar
pemanfaatan alsintan lebih optimal dan berkelanjutan.
d. Kementerian Pertanian agar menjadi leader terhadap bantuan alsintan, karena ada bantuan
alsintan yang dilakukan oleh K/L lainnya, sehingga ada koordinasinya dan lebih efektif.
e. Industri alsintan dalam negeri harus berbenah untuk meningkatkan kualitas produknya
sehingga menghasilkan alsintan yang mampu dihadapkan dengan produk impor dari sisi harga
maupun kekuatannya.
f. Mekanisasi pertanian dengan menggunakan alsintan sangat membantu dan perlu didorong
terus untuk menekan biaya produksi usaha pertanian dan menghasilkan produk pertanian yang
berkualitas.
4. Selain Rapat Koordinasi/FGD/Seminar, telah dilakukan juga upaya pengendalian berupa
kunjungan lapang ke beberapa lokasi di Indonesia untuk melihat langsung implementasi Alat
dan Mesin Pertanian di Indonesia. Adalaun kegiatan pengendalian tersebut diantaranya:
Kunjungan lapangan ke Provinsi Kalimantan Barat pada tanggal 21-23 Mei 2018 dan Kunjungan
lapangan ke Kabupaten Kutai Kerta Negara, Provinsi Kalimantan Timur tanggal 21-23
November 2018 dengan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:
a. Adanya perbaikan sistem pengadaan dan penyaluran alsintan, dengan melibatkan kelompok
tani, dinas kabupaten/kota dan dinas provinsi sehingga terjadi kesesuaian antara kebutuhan
56 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
kelompok tani dan bantuan alsintan yang diberikan, dan juga kegiatan pemantauan dan
monitoringnya dapat dilaksanakan oleh pihak dinas provinsi maupun kabupaten/kota.
b. Anggaran logistik penyaluran atau pengiriman alsintan seharusnya dihitung sampai di lokasi
kelompok tani, mengingat sebagian besar pemerintah daerah dan kelompok tani memiliki
keterbatasan anggaran apabila pengiriman hanya sampai kantor Dinas.
c. Diharapkan kedepannya ada perbaikan sistem pengadaan dan penyaluran alsintan, dengan
melibatkan kelompok tani, dinas kabupaten/kota dan dinas provinsi sehingga tercapai
optimalisasi penyaluran dan pemanfaatan alisntan karena adanya kesesuaian antara kebutuhan
kelompok tani dan bantuan alsintan yang diberikan.
d. Mekanisasi pertanian dengan menggunakan alsintan sangat membantu dan perlu didorong
terus untuk menekan biaya produksi usaha pertanian dan menghasilkan produk pertanian yang
berkualitas.
Berdasarkan rangkaian kegiatan yang dilakukan selama tahun 2018, dapat disimpulkan bahwa
Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Pangan dan Pertanian menyusun rekomendasi pengendalian
berupa Peningkatan Penggunaan Alat dan Mesin Pertanian Produk Dalam Negeri sehingga industri
alsintan dalam negeri dapat berkembang dan bersaing untuk menghasilkan Alsintan yang memiliki
kualitas baik. Dengan demikian, tidak hanya industri Alsintan Dalam Negeri yang berkembang
tetapi juga mekanisasi pertanian Indonesia yang terbukti dapat meningkatkan produktivitas dan
efisiensi pertanian.
8. Rekomendasi Pengembangan Desa Pertanian Organik
Salah satu agenda pemerintah dalam Nawacita adalah mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik, dengan sub agenda peningkatan ketahanan
pangan yang salah satu sasarannya yaitu “1.000 Desa Pertanian Organik”.
Ketentuan mengenai kaidah-kaidah pertanian organik yang diterapkan di Indonesia adalah sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia untuk Sistem Pangan Organik yaitu SNI Nomor 6729 Tahun
2002 yang diikuti oleh Permentan Nomor 64 Tahun 2013.
Kementerian Pertanian selaku pelaksana kegiatan pengembangan seribu desa pertanian organik
telah membagi dalam 3 (tiga) komoditas, yaitu komoditas tanaman pangan, komoditas hortikultura
dan komoditas perkebunan. Penanggung jawab pelaksanaan masing-masing komoditas melekat
pada Direktorat Jenderal terkait. Saat ini capaian kinerja pengembangan seribu desa pertanian
organik telah mencapai 71,4% atau 714 desa.
Untuk mengetahui permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pengendalian kebijakan
pengembangan Desa Pertanian Organik secara lebih akurat, maka perlu dilakukan pengendalian
atas pelaksanaan kebijakan pengembangan Desa Pertanian Organik. Adapun rangkaian kegiatan
57 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
yang dilakukan Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Pangan dan Pertanian berkenaan dengan hal
tersebut sepanjang tahun 2018 antara lain:
1. Focus Group Discussion di Provinsi Jawa Timur pada tanggal 26 September 2018 dengan
rekomendasi antara lain:
a. Realisasi Program 1.000 Desa Pertanian Organik secara nasional sudah mendekati target,
akhir tahun 2017 sudah ada 710 desa pertanian organik. Bahkan untuk tanaman pangan sudah
lebih dari target yaitu 708 desa dari target 600 desa.
b. Pertanian organik yang berkelanjutan dapat memberi keuntungan dengan mengurangi biaya
produksi, karena terjadi penurunan bahkan penghilangan volume penggunaan pupuk dan
pestisida kimia pada lahan pertanian dari musim ke musim berikutnya.
c. Selain berdampak positif terhadap keamanan dan kesehatan pangan, pengembangan pertanian
organik mampu memperbaiki kerusakan struktur tanah yang diakibatkan oleh penggunaan
pupuk kimia atau anorganik.
d. Wilayah Provinsi Jawa timur memiliki banyak perkebunan organik bahkan sudah ada
kawasan organik dengan penghargaan tingkat nasional. Oleh karena itu dukungan dari
Pemerintah Daerah terutama bimbingan budidaya, pengolahan pasca panen, pemasaran dan
dukungan pembiayaan sertifikasi sangat membantu pengembangan pertanian organik.
e. Dalam rangka melindungi konsumen dan petani organik, perlu dilakukan pengawasan pangan
organik yang beredar serta sertifikasinya. Hal ini guna untuk menghindari adanya pemalsuan
atau penggandaan sertifikat organik, pemalsuan label maupun tindakan curang lainnya yang
dilakukan oknum pedagang atau produsen karena akan merugikan petani tetapi juga
komsumen.
f. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk organik, dibutuhkan koordinasi dan kerjasama antar
instansi subsektor pertanian dan subsektor peternakan, baik di level pusat maupun daerah agar
lebih mengutamakan bahan baku dan produksi lokal.
g. Harga produk organik seharusnya lebih mahal dari pada produk biasa karena membutuhkan
biaya sertifikasi yang yang cukup mahal. Untuk itu perlu dukungan pemasaran dan edukasi
kepada konsumen, hal ini dapat ditempuh dengan menjalin kerjasama atau kemitraan dengan
perusahaan swasta. Pemerintah pusat dan daerah diharpak untuk lebih sering mengadakan
temu bisnis, dimana petani bisa bertemu dan berdiskusi langsung dengan konsumen
khususnya konsumen besar untuk menyesuaikan antara kebutuhan konsumen dan produksi
petani.
2. Selain Rapat Koordinasi/FGD/Seminar, telah dilakukan juga upaya pengendalian berupa
kunjungan lapang ke beberapa lokasi di Indonesia untuk melihat langsung pengembangan dan
penguatan Desa Pertanian Organik (DPO) di Indonesia antara lain ke Provinsi Nusa Tenggara
58 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Barat pada tanggal 19-21 Februari 2018, Sulawesi Barat pada tanggal 04-06 April 2018,
Gorontalo pada tanggal 11-13 April 2018, Jawa Timur pada tanggal 27 September 2018, Provinsi
Jawa Barat pada tanggal 30-31 Mei 2018, dan Provinsi Sumatera Barat tanggal 7-9 November
2018. Adapun kesimpulan dan rekomendasi yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
a. Perlu pendampingan yang berkelanjutan kepada kelompok tani organik, karena budidaya
organik perlu konsistensi petani untuk tidak menggunakan produk kimiawi dan juga perlu
pendampingan terutama dalam pengadministrasiannya khususnya bila menginginkan
sertifikasi organik.
b. Untuk mengatasi kendala pemasaran yang dihadapi kelompok tani Pemerintah Daerah dapat
menggalakkan program mengkonsumsi beras organik di kalangan pegawai.
c. Program pertanian organik perlu ditingkatkan dan berlanjut pelaksanaannya karena sampai
dengan tahun 2017 baru terealisir sebanyak 714 desa dari target 1000 desa. Program desa
pertanian organik selain bermanfaat untuk peningkatan keuntungan bagi petani, bermanfaat
juga untuk kelestarian lingkungan dan pemeliharaan kesehatan dan gizi bagi konsumen.
d. Pertanian organik yang berkelanjutan dapat memberi keuntungan kepada petani karena dapat
mengurangi biaya produksi. Selain itu, Desa Pertanian Prganik juga berdampak positif
terhadap keamanan dan kesehatan pangan karena mampu mengurangi kerusakan struktur
tanah yang diakibatkan oleh penggunaan pupuk kimia atau anorganik.
e. Diperlukan komitmen pemerintah di tahun 2019 dalam mendukung pencapaian target Seribu
Desa Pertanian Organik (DPO) yang sampai dengan akhir 2018 sudah hampir mencapai
target, bahkan ada yang sudah melebihi target dimana: (a) Desa Pertanian Organik tanaman
pangan sudah mencapai 708 desa dari target 600 Desa; (b) Desa Pertanian Organik
Perkebunan sebanyak 156 Desa dari target 150 Desa; dan (c) Desa Pertanian Organik
Hortikultura sebanyak 142 Desa dari target 250 Desa.
Berdasarkan rangkaian kegiatan yang dilakukan selama tahun 2018, Deputi Bidang Koordinasi
Pangan dan Pertanian telah menghasilkan Capaian Kinerja Output sebagaimana diuraikan berikut.
No Kegiatan TVK (Target Volume
Keluaran)
RVK (Realisasi)
TIKK (Target
Indikator)
RIKK (Realisasi Indikator)
CKK (Capaian)
1 Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian
a. Koordinasi Kebijakan Pangan 22 22 22 22 100%
b. Koordinasi Kebijakan
Peternakan dan Perikanan
4 4 4 4 100%
c. Koordinasi Kebijakan
Perkebunan dan Holtikultura
3 3 3 3 100%
d. Koordinasi Kebijakan Bidang Agribisnis
3 3 3 3 100%
e. Koordinasi Kebijakan Bidang
Prasarana dan Sarana Pangan
dan Pertanian
2 2 2 2 100%
Total 34 34 34 34 100%
59 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
2,34
45
0,13 0,14 0,26 0,15 0,24
1,
0,28 21 0,
0,88
B.3 Capaian Outcome Inflasi bahan makanan (mtm) tahun 2018 relatif lebih rendah dibandingkan tahun 2015-
2017.
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
-1,00
-2,00
Perkembangan Inflasi Volatile Food
-1,10
-1,62
Gambar 3.1 Perkembangan Inflasi Volatile Food
2015
2016
2017
2018
Inflasi Desember 2018 disumbang terutama oleh kenaikan harga bawang merah, beras, telur
ayam ras, daging ayam, dan ikan segar. Inflasi bahan makanan (yoy) tahun 2018 lebih rendah
dibandingkan tahun 2015-2016 dan dalam kisaran sasaran inflasi bahan makanan sebesar <5%.
Secara year to date (YTD), inflasi bahan makanan pada Jan-Des 2018 sebesar 3,41% lebih rendah
dibandingkan tahun 2016 (5,69%) meski lebih tinggi dibandingkan 2015 (4,93%) dan 2017 (1,26%).
Tabel 3.4 Inflasi Bahan Makanan Tahun 2015-2018
Inflasi Bahan Makanan 2015 2016 2017 2018
Tahunan (YoY) 4,93 5,69 1,26 3,41
Selain itu, pada tahun 2018 atas inisiatif Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian,
Pemerintah telah menetapkan jumlah Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebesar 1-1,5 juta ton yang
disepakati melalui Rapat Koordinasi Tingkat Menteri Bidang Perekonomian. Dalam rangka
koordinasi dan sinkronisasi untuk stabilisasi harga beras, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan
Pertanian telah merekomendasikan kebijakan pengelolaan cadangan beras pemerintah dengan sistem
penggantian (revolving). Hal tersebut diawali dengan terbitnya Peraturan Menko Perekonomian
nomor 5 tahun 2018 tentang Koordinasi Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah Untuk Stabilisasi
Harga.
60 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Cabai dan bawang merah merupakan komoditi yang memiliki nilai komersial tinggi dan
mempunyai peran strategis dalam memenuhi kebutuhan rakyat. Berdasarkan Perpres Nomor 71 tahun
2015 menetapkan bahwa cabai dan bawang sebagai barang kebutuhan pokok dan barang penting dan
berpengaruh terhadap tingkat inflasi. Penetapan harga acuan pembelian di petani dan harga acuan
penjualan di konsumen untuk cabai dan bawang merah tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan
Republik Indonesia Nomor 63/M-DAG/PER/9/2016 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di
Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen. Seiring dengan berjalannya waktu, komoditas cabai
tidak lagi diatur harga acuannya karena sangat perisable dan harga terlalu berfluktuasi sehingga kurang
tepat jika diatur dalam Permendag. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 27/M-DAG/PER/5/2017 dimana harga cabai tidak
lagi diatur dalam Permendag.
Pemerintah melakukan revisi Permendang terkait harga acuan setiap 4 (empat) bulan sekali
agar bisa menghasilkan harga acuan yang up to date, yaitu Permendag Nomor 58 tahun 2018 (terbit
bulan Mei) dan terakhir Permendag nomor 96 tahun 2018 (terbit bulan Oktober). Selama ini harga
acuan untuk bawang merah belum pernah mengalami perubahan sejak tahun 2016 sampai dengan
sekarang, baik di tingkat petani maupun di tingkat konsumen. Setiap pembahasan Permendag hasil
revisi harga acuan dilakukan konsultas melalui rapati dengan para pakar serta kementerian/lembaga
(K/L) terkait, dan tahap akhir dalam menetapkan Permendag tersebut meminta persetujuan
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Harga Acuan Berdasarkan Permendag Nomor 96 tahun 2018
Komoditi
Bawang Merah
Harga Acuan Pembelian
di Petani (Rp/kg)
Harga Acuan
Penjualan
di Konsumen
(Rp/kg)
Konde Basah 15.000 -
Konde Askip 18.300 -
Rogol Askip 22.500 32.000
Berdasarkan pantauan perkembangan mingguan harga eceran beberapa komoditas strategis dari
BPS, terpantau bahwa harga cabai rawit dan cabai merah cukup tinggi di awal hingga pertengahan
tahun dan mulai menurun sampai di akhir tahun. Sedangkan untuk bawang merah, harganya cukup
stabil dan rata-rata berada di bawah harga acuan Permendag, hal ini mengindikasikan bahwa pasokan
dan harga bawang merah cukup stabil selama tahun 2018. Berikut kami sampaikan harga tertinggi dan
terendah untuk komoditas cabai dan bawang merah selama tahun 2018 yang dikumpulkan oleh BPS
melalui survei di 10 kota besar di Indonesia, yaitu Medan, Bandar Lampung, Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Denpasar, Pontianak, Samarinda dan Makassar :
61 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Harga Konsumen Berdasarkan Survei BPS
Komoditas
Harga Terendah Harga Tertinggi
Rp./kg Bulan Rp./kg Bulan
Cabai Rawit 30.199 September 51.850 Maret
Cabai Merah 29.072 September 47.363 April
Bawang Merah 21.861 Oktober 34.406 Juni
Gambar 3.1 Grafik Fluktuasi Harga Cabai dan Bawang Merah Tahun 2016 s.d. 2018
Berdasarkan grafik di atas, dapat ditunjukkan bahwa koefisien variasi (KV) harga komoditas cabai
rawit dan cabai merah tahun 2018 masing-masing sebesar 18,9% dan 14,3%. Sedangkan pada tahun
2017, KV harga komoditas tersebut masing-masing sebesar 58,2% dan 19,9%. Dari data tersebut dapat
diketahui bahwa KV tahun 2018 lebih kecil dibanding tahun 2017. Hal ini mengindikasikan bahwa
keragaman/fluktuasi harga komoditas cabai rawit dan cabai merah tahun 2018 lebih terkendali dari
pada tahun 2017.
Namun untuk komoditas bawang merah, KV tahun 2017 dan 2018 berkisar di angka 15%. Hal ini
menunjukkan kinerja yang cukup stabil. Keragaman/fluktuasi harga komoditas tersebut menyumbang
inflasi bahan makanan. Andil inflasi pada tahun 2018 untuk komoditas cabai rawit sebesar 0,03%,
dengan deflasi terjadi pada bulan April, Mei, Agustus, September dan dan November. Sedangkan
komoditas cabai merah menunjukkan kinerja yang cukup menggembirakan yaitu memberikan andil
deflasi sebesar 0,11%. Kemudian untuk komoditas bawang merah, tahun 2018 memberikan andil
Harga Cabai dan Bawang Merah Tahun 2016 s/d 2018
120.000
110.000
100.000
90.000
80.000
70.000
60.000
50.000
40.000
30.000
20.000
10.000
Cabai Rawit
Cabai Merah
Bawang Merah
Ha
rga
(R
p/k
g.)
Ja
n'1
6
Fe
b'1
6
Ma
r'1
6
Ap
r'1
6
Me
i'16
Ju
n'1
6
Ju
l'16
Ag
t'1
6
Se
p'1
6
Okt
'16
No
v'1
6
De
s'1
6
Ja
n'1
7
Fe
b'1
7
Ma
r'1
7
Ap
r'1
7
Me
i '1
7
Ju
n '1
7
Ju
l'17
Ag
t'1
7
Se
p'1
7
Okt'1
7
No
v'1
7
De
s'1
7
Ja
n'1
8
Fe
b'1
8
Ma
r'1
8
Ap
r'1
8
Me
i'18
Ju
n'1
8
Ju
l'18
Ag
t'1
8
Se
p'1
8
Okt'1
8
No
v'1
8
De
s'1
8
62 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
inflasi sebesar 0,07%, dengan deflasi terjadi pada bulan Januari, Juli, Agustus, September, dan
Oktober.
Untuk menjaga stabilisasi harga cabai dan bawang merah tersebut, Deputi Bidang Koordinasi
Pangan dan Pertanian – Kemenko Bidang Perekonomian melakukan kegiatan koordinasi, sinkronisasi,
dan pengendalian.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian – Kemenko Bidang Perekonomian sebagai
koordinator dari beberapa K/L terkait selama tahun 2018 telah beberapa kali mengkoordinasikan
terkait stabilitas pasokan dan harga untuk komoditas cabai dan bawang merah. Salah satu contoh, pada
tanggal 9 Januari 2018 diadakan Rapat Koordinator Teknis (Rakornis) yang dipimpin oleh Deputi
Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian – Kemenko Bidang Perekonomian. Hasil/Rekomendasi dari
Rakornis tersebut adalah :
1. Meminta kepada Perum BULOG untuk melakukan:
a. Perluasan gudang khusus untuk bawang merah. Teknologi terkini untuk penyimpanan/gudang
yang paling cocok saat ini ialah controlled atmosphere storage (CAS).
b. Perbaikan terhadap standard operasional prosedur (SOP) pembelian dan penjualan bawang dan
cabai terkait cash flow, kualitas, wilayah sentra produksi dan daerah pemasaran.
c. Penyerapan bawang merah petani untuk kemudian didistribusikan ke industri. Ditekankan agar
dapat bekerjasama dengan Kementerian Perindustrian dalam melakukan mediasi/konektivitas
dengan para pelaku industri.
2. Meminta kepada Kementerian Perdagangan untuk melakukan :
a. Perbaikan Harga Acuan dengan memperhatikan spesifikasi kualitas dari bawang merah,
termasuk mengatur perdagangan bawang merah basah, karena hal tersebut dapat menyebabkan
harga terpuruk.
b. Bantuan kepada Perum BULOG dalam pendistribusian bawang merah ke seluruh wilayah
Indonesia
3. Meminta kepada Kementerian Pertanian untuk melakukan :
a. Memfasilitasi infrastruktur pasca panen (instore drying) dalam jangka panjang.
b. Pengaturan pola tanam dengan memperhatikan kondisi wilayah masing-masing agar tidak
terjadi panen berbarengan guna menjaga stabilitas harga dan kontinuitas produksi/pasokan.
c. Pemurnian benih untuk menghasilkan benih yang berkualitas dan harga terjangkau.
d. Produksi benih secara massal untuk kebutuhan petani. Saran : benih TSS
e. Sosialisasi ke petani untuk menanam bawang merah dengan biji untuk menghemat biaya
produksi. Menanam bawang merah dengan biji membutuhkan waktu 1 (satu) bulan lebih lama
untuk dapat menghasilkan (panen) dibandingkan menanam dengan umbi, namun biaya
produksinya jauh lebih murah.
f. Pemakaian pestisida yang ramah lingkungan agar kualitas bawang merah tetap terjaga.
63 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
4. Meminta kepada Kementerian Perindustrian untuk melakukan :
a. Perluasan industri UKM dan bantuan alat pengolahan pasca panen ke industri kecil.
b. Koordinasi dengan Dinas Perindag di Kabupaten/Kota untuk memetakan kebutuhan industri
di wilayah masing-masing Kabupaten/Kota.
c. Pemberian spesifikasi yang jelas pada komoditas cabai dan bawang merah sesuai yang
dibutuhkan oleh industri besar dan sedang.
d. Rapat internal untuk membahas pendistribusian bawang merah ke industri besar dan kecil
sebagai konsumen terbesar
5. Pemerintah bersama-sama dengan para pemangku kepentingan (swasta dan industri) untuk
melakukan sosialisasi penggunaan cabai dan bawang olahan, seperti : minyak bawang merah,
minyak cabai, cabai kering, abon cabai, dan lain-lain untuk konsumsi masyarakat sehari-hari
sehingga saat tidak terjadi panen raya (harga tinggi) masyarakat bisa menggunakan cabai dan
bawang merah olahan.
Selain melakukan rapat koordinasi, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian – Kemenko
Bidang Perekonomian juga melakukan diskusi dengan beberapa pakar hortikultura untuk meminta
pendapat dan masukannya terkait pasokan dan stabilisasi harga komoditas hortikultura, khususnya
pada cabai dan bawang merah. Misalnya, pada tanggal 19 Januari 2018, tim dari Deputi Bidang
Koordinasi Pangan dan Pertanian melakuan diskusi dengan akademisi Institut Pertanian Bogor serta
peneliti di Pusat Kajian Hortikultura Tropika. Beberapa hasil dari diskusi tersebut antara lain :
Pemerintah harus waspada, dikhawatirkan petani bawang merah di Brebes, Cirebon, Tegal dan
Nganjuk tidak mau menanam lagi sebagai akibat dari jatuhnya harga bawang merah. Jika hal ini
terjadi, harga bawang merah bisa meningkat tajam karena bawang merah dari Brebes sebagai
pemasok utama di Jabodetabek.
Pemerintah perlu waspada, jangan sampai bantuan benih yang diberikan untuk wilayah
pengembangan bawang merah di luar Jawa terputus, karena petani tersebut belum tentu mau
menanam bawang merah jika tidak mendapat bantuan benih lagi karena pada dasarnya mereka
bukan petani bawang merah. Jika hal ini terjadi maka kenaikan harga bawang merah akan terjadi
di seluruh Indonesia (skala nasional).
Pemerintah perlu melakukan pengawasan dan monitoring secara kontinyu dan memastikan bahwa
di tahun 2018 ini : (1) produksi bawang merah tercukupi; (2) petani tetap mau menanam meskipun
saat ini harganya turun; (3) bawang merah di luar Jawa yang mendapatkan perluasan tambah tanam
tetap terus menanam bawang merah meskipun mendapat bantuan ataupun tidak mendapat bantuan
dari pemerintah.
Salah satu tugas dan fungsi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian – Kemenko Bidang
Perekonomian selain koordinasi dan sinkronisasi adalah melakukan pengendalian. Terkait dengan hal
tersebut, maka tim Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian – Kemenko Bidang Perekonomian
64 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
juga melakukan pemantauan harga cabai dan bawang merah di beberapa pasar induk di wilayah
Jabodetabek. Pemantauan harga dilakukan dengan menanyakan langsung ke beberapa pedagang di
pasar tersebut. Terlihat bahwa selama triwulan pertama, harga komoditas cabai cenderung stabil pada
harga yang cukup tinggi, sedangkan harga komoditas bawang merah berada pada tingkat harga yang
cenderung rendah karena over supply sehingga banyak petani yang menderita kerugian. Namun yang
patut diapresiasi, pada triwulan kedua harga terpantau normal dan tidak terjadi gejolak harga yang
tinggi padahal di triwulan ini terdapat bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Pada triwulan ketiga,
harga cenderung turun sehingga petani banyak yang menderita kerugian. Sedangkan di triwulan
keempat, terpantau harga cenderung stabil dan aman.
Sebelum tahun 1999, Indonesia pernah swasembada bawang putih dengan produksi yang sangat
tinggi sehingga impornya sangat kecil. Setelah terjadi liberalisasi perdagangan dan berlakunya Asean
Free Trade Area (AFTA) pada tahun 2000, harga bawang putih nasional jauh lebih mahal daripada
harga bawang putih negara lain, khususnya China sehingga bawang putih nasional sangat terpuruk.
Harga bawang putih lokal tidak mampu bersaing dengan bawang putih impor dan menyebabkan petani
tidak bergairah untuk menanam. Menghadapi fenomena tersebut, pada tahun 1996-2016 terjadi
penurunan luas panen rata-rata 9,75% per tahun dan produksi rata-rata 10,75% per tahun. Luas panen
bawang putih tahun 1995-2016 cenderung menurun seiring dengan trend laju peningkatan impor
bawang putih. Kebutuhan bawang putih tiap tahun mengalami peningkatan sedangkan produksi
nasional semakin berkurang. Pada tahun 2016, sekitar 95% kebutuhan bawang putih diimpor dengan
nilai sekitar 50% dari total impor sayuran. Kebutuhan bawang putih nasional tahun 2017 sebanyak 426
ribu ton dan tahun 2018 sebanyak 431 ribu ton. Untuk memenuhi kebutuhan bawang putih nasional
maka dilakukan impor bawang putih (Kementerian Pertanian, 2018).
Produksi Bawang Putih Nasional Tahun 1995 s.d 2017
180000152.421
160000
140000
120000
100000
80000
600.000
500.000
400.000
300.000
Impor Bawang Putih Tahun 1996-2018
60000
40000
20000
0
19.510 200.000
100.000
-
Tahun
Dari grafik diatas terlihat jelas bahwa setelah tahun 1996, produksi bawang putih nasional
mulai menurun tajam dan sebaliknya, impor bawang putih terus meningkat dengan pesat. Hampir 95
persen kebutuhan bawang putih nasional dipenuhi oleh impor dari China. Melihat fenomena ini, Deputi
Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian – Kemenko Bidang Perekonomian mulai mengkoordinasikan
K/L terkait dalam upaya menuju swasembada bawang putih. Kementerian Pertanian sudah menyusun
peta pola tanam untuk bawang putih dan di targetkan akan swasembada di tahun 2024. Saat ini banyak
pembukaan areal lahan untuk bawang putih dan produksinya akan digunakan sebagai bibit (bukan
Vo
lum
e (
To
n)
Vo
lum
e I
mp
or
(To
n)
65 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
untuk konsumsi) dan pemerintah juga memberlakukan peraturan seperti yang tertuang dalam RIPH,
bahwa importir akan dikeluarkan IP nya jika telah menanam sebanyak 5 persen dari kuota impornya
(volume pengajuan impor), hal ini tertuang dalam dasar hukum Permentan Nomor 16 tahun 2017
tentang RIPH dan Surat Keputusan Dirjen Hortikultura No. 221/Kpts/HK.320/D/5/2017 tentang
petunjuk teknis pengembangan pelaku usaha impor produk hortikultura. Hasil penanaman yang
dilakukan oleh para importir tersebut akan dipergunakan sepenuhnya untuk kebutuhan benih. Jika
kebutuhan benih dalam negeri sudah terpenuhi maka produksi bawang putih nasional akan bisa
memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga impor bawang putih makin lama makin berkurang dan
pada akhirnya tidak perlu impor lagi (swasembada bawang putih). Adapun jika melakukan impor,
maka yang diimpor adalah kebutuhan bawang putih selain untuk konsumsi masyarakat. Untuk
mempercepat proses swasembada bawang putih, kementerian Pertanian telah menyiapkan :
1. Peta Pengembangan Bawang Putih Tahun 2016-2024
2. Peta Jalan Swasembada Bawang Putih 2016-2019 (percepatan)
3. Roadmap Swasembada Bawang Putih berkelanjutan 2019 menuju swasembada di tahun 2024
Dalam upaya menuju swasembada bawang putih, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan
Pertanian – Kemenko Bidang Perekonomian mengadakan rapat koordinasi (Rakor) di Kabupaten
Temanggung. Rakor ini dilakukan sebagai upaya untuk menindaklanjuti surat dari Bupati Temanggung
kepada Bapak Menko Perekonomian terkait pengadaan pupuk dan benih untuk bawang putih. Rakor
dihadiri oleh Kementerian Pertanian, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP),
Kabupaten/Kota sentra bawang putih, berbagai perwakilan dari dinas kabupaten/kota serta para
importir dan petani bawang putih. Rakor ini dipimpin langsung oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan
dan Pertanian – Kemenko Bidang Perekonomian cq. Asisten Deputi Perkebunan dan Hortikutura
dengan bekerjasama dengan Pemerintah daerah Kabupaten Temanggung.
Selain mendukung upaya menuju swasembada bawang putih, Deputi Bidang Koordinasi
Pangan dan Pertanian – Kemenko Bidang Perekonomian juga mendorong stabilisasi harga bawang
putih. Berdasarkan perkembangan harga komoditas bawang putih pada Januari sampai dengan
Desember tahun 2018, dapat diketahui bahwa koefisien variasi (KV) tahun 2018 sebesar15,2%,
sedangkan KV tahun 2017 sebesar 27%. Hal ini menunjukkan kinerja stabilisasi harga komoditas
bawang putih tahun 2018 lebih baik dibandingkan tahun 2017. Komoditas bawang putih memberikan
andil deflasi sebesar 0,01 terhadap inflasi bahan makanan tahun 2018.
66 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
C. Perbandingan Capaian Kinerja
Selama periode tahuin 2016-2018, realisasi kinerja Deputi II selalui mencapai target sesuai
dengan target yang ada dalam Perjanjian Kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh jajaran Deputi
II selalu berupaya untuk melaksanakan kegiatan yang berorientasi pada pencapaian sasaran program.
Dengan seluruh input (anggaran dan sumber daya manusia), Deputi II pada tahun 2018 telah
mencapai kinerja 100% pada seluruh indikator kinerja.
Tabel 3.5 Perbandingan Capaian Kinerja Tahun 2016-2018
Sasaran Program
Indikator Kinerja 2016 2017 2018
Sasaran Program 1
Terwujudnya stabilisasi harga pangan
Jumlah paket rekomendasi
kebijakan di bidang stabilisasi
harga pangan
100% (Persentase Hasil
Rekomendasi)
100% (Persentase Hasil
Rekomendasi)
100% (1 Paket Rekomendasi
Selesai)
Target 100% 100% 1 Paket Rekomendasi
Realisasi 100% 100% 1 Paket Rekomendasi
Nilai Kinerja Organisasi (NKO) 100% 100% 100%
Sasaran Program 2
Terwujudnya koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian kebijakan di bidang pangan dan
pertanian
Jumlah paket rekomendasi
kebijakan bidang koordinasi
pangan dan pertanian
100% (Persentase Hasil
Rekomendasi)
100% (Persentase Hasil
Rekomendasi)
100% (1 Paket Rekomendasi
Selesai)
Target 100% 100% 1 Paket Rekomendasi
Realisasi 100% 100% 1 Paket Rekomendasi
Nilai Kinerja Organiasasi (NKO) 100% 100% 100%
D. Akuntabilitas keuangan
A. Perkembangan Pagu Anggaran
Pagu Anggaran Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian pada tahun 2018 mengalami
penurunan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2018, anggaran yang dikelola oleh Deputi Bidang
Koordinasi Pangan dan Pertanian sebesar Rp. 15.000.000.000,- atau menurun dari tahun 2017 yang
pada saat itu sebesar Rp. 15.422.410.000,- , hal tersebut disebabkan pemindahan alokasi belanja
sewa (522141) untuk sewa kendaaran Eselon II yang pada tahun 2017 dikelola oleh Deputi Bidang
Koordinasi Pangan dan Pertanian menjadi dikelola oleh Sekretariat Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian di tahun 2018. Perkembangan pagu anggaran Deputi Bidang Koordinasi
Pangan dan Pertanian dari tahun 2014 s.d. 2018 adalah sebagaimana tampilan grafik berikut.
67 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Gambar 3.3 Perbandingan Alokasi Pagu Anggaran dan Realisasi Anggaran Tahun 2014 s.d. 2018 (RP Miliar)
B. Realisasi Belanja
Realisasi Belanja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian pada Tahun Anggaran 2018
berjumlah Rp. 14.956.759.373,- atau mencapai 99,71% dari Pagu DIPA sebesar Rp.
15.000.000.000,-. Dengan capaian realisasi belanja tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan
Pertanian menempati urutan ke-1 dari 8 unit Eselon 1 (termasuk Kedeputian dan Sekretariat) dengan
tingkat capaian persentase anggaran tertinggi. Tingkat penyerapan anggaran tersebut mengalami
peningkatan dibandingkan pada tahun sebelumnya dengan jumlah Rp. 15.255.760.474,- dari total
pagu Rp. 15.422.410.000,- atau mencapai 98,93% di tahun 2017. Rincian anggaran dan realisasi
belanja tahun 2018 berdasarkan perjanjian kinerja atau sasaran program dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Gambar 3.4 Rincian Anggaran dan Realisasi Belanja Menurut Sasaran Program Tahun 2018
6,400,000,0006,600,000,0006,800,000,0007,000,000,0007,200,000,0007,400,000,0007,600,000,0007,800,000,0008,000,000,000
Terwujudnya stabilitasharga pangan
Terwujudnya koordinasi,sinkronisasi dan
pengendalian kebijakanperekonomian
Pagu Anggaran Capaian Realisasi
18,00
16,00
14,00
15,42 15,26 15,00 14,97
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
-
11,60 11,90 11,72 10,60
9,18 8,10
2014 2015 2016 2017 2018
Alokasi Pagu Anggaran Realisasi
86,60 69,83 98,45
99,71 98,93
99,77%
99,64%
68 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Kode
Sasaran
Program
Sasaran Program
Pagu
Anggaran
Capaian
Realisasi
Persentase
(%)
03
Terwujudnya stabilitas
harga pangan
8.000.000.000
7.981.980.421
99,77%
09
Terwujudnya koordinasi,
sinkronisasi dan
pengendalian kebijakan
perekonomian
7.000.000.000
6.974.778.952
99,64%
Jumlah
15.000.000.000
14.956.759.373
99,71%
C. Realisasi Berdasarkan Unit Eselon II dan Jumlah Revisi Anggaran
69 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
No.
Kegiatan
2017 2018
Alokasi
DIPA Realisasi %
Alokasi
DIPA Realisasi %
1.
Koordinasi
Kebijakan Pangan
6.104
6.015
98,54%
8.000
7.982
99,77%
2.
Koordinasi
Kebijakan
Peternakan dan
Perikanan
2.254
2.238
99,29%
1.500
1.497
99,79%
3.
Koordinasi
Kebijakan
Perkebunan dan
Hortikultura
3.308
3.273
98,94%
2.500
2.486
99,44%
4.
Koordinasi
Kebijakan Prasarana
dan Sarana Pangan
dan Pertanian
1.878
1.861
99,11%
1.500
1.495
99,67%
5.
Koordinasi
Kebijakan Agribisnis
1.878
1.870
99,56%
1.500
1.497
99,79%
Jumlah
15.422
15.257
98,93%
15.000
14.957
99,71%
Gambar 3.5 Realisasi Anggaran Tiap Kegiatan Tahun 2017 dan Tahun 2018 (juta rupiah)
Pada tahun 2018 unit kerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian melakukan koordinasi terhadap setiap kendala yang dihadapi pada
setiap unit Eselon II, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi, sehingga dalam
rangka pencapaian target kinerja yang telah ditetapkan di awal tahun dapat tercapai secara optimal.
Kode
Satker
Unit Kerja
2018
Total Pagu Jumlah
Revisi DIPA
Jumlah Revisi
Reguler
427752
Deputi Bidang
Koordinasi Pangan dan
Pertanian
15.000.000.000
2
5
Pengajuan revisi anggaran mencerminkan adanya hambatan dalam pelaksanaan anggaran tahun
berjalan di 2018 yang dapat memberikan pengaruh pada efektivitas pelaksanaan kegiatan. Adapun
pengajuan revisi DIPA yang disampaikan kepada unit Biro Perencanaan, Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2018 dan 14 November 2018 dan 5 kali
pengajuan revisi reguler pada tahun 2018.
70 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
E. Analisis Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya Sebelum berlakunya sistem Anggaran Berbasis Kinerja, metode penganggaran yang digunakan
adalah metode item line budget. Tolok ukur keberhasilan hanya ditunjukkan dengan adanya
keseimbangan anggaran antara pendapatan dan belanja namun jika anggaran tersebut defisit atau
surplus berarti pelaksanaan anggaran tersebut gagal. Dalam perkembangannya, munculah
sistematika anggaran kinerja yang diartikan sebagai suatu bentuk anggaran yang sumber-sumbernya
dihubungkan dengan hasil pelayanan.
Penganggaran dengan pendekatan kinerja berfokus pada efisiensi penyelenggaraan suatu
aktivitas. Efisiensi itu sendiri adalah perbandingan antara output dengan input. Suatu kegiatan
dikatakan efisien, apabila dengan input yang sama dihasilkan output yang lebih besar, atau output
yang dihasilkan adalah sama (sesuai target) dengan input yang lebih sedikit. Anggaran ini tidak
hanya didasarkan pada apa yang dibelanjakan saja, tetapi juga didasarkan pada tujuan/rencana
tertentu yang pelaksanaannya perlu disusun atau didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup
dan penggunaan biaya tersebut harus efisien dan efektif. Sistem Anggaran Berbasis Kinerja
menitikberatkan pada segi penatalaksanaan sehingga selain efisiensi penggunaan dana, hasil
kerjanya juga diperiksa. Tolok ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance atau
prestasi dari tujuan atau hasil anggaran dengan menggunakan dana secara efisien.
Tolok ukur capaian kinerja juga dapat dilihat melalui pengukuran capaian keluaran (output),
kegiatan, yang dilakukan dengan membandingkan Target Volume Keluaran/Output (TVK) yang
direncanakan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL/DIPA),
dibandingkan dengan Realisasi Volume Kegiatan (RVK), serta membandingkan antara Target
Indikator Keluaran Kegiatan (TIKK) dengan Realisasi Indikator Keluaran Kegiatan (RIKK).
Pengukuran Capaian Kinerja Keluaran (Output) Kegiatan dihitung berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 214/PMK.02/2017 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Anggaran atas
Pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, sebagai berikut.
Keterangan:
CKK : Capaian Keluaran (Output) Kegiatan
RVK : Realisasi Volume Keluaran (Output) Kegiatan
TVK : Target Volume Keluaran (Output) Kegiatan
m : Jumlah Keluaran (Output) Kegiatan
n : Jumlah Indikator Keluaran (Output) Kegiatan.
Pada Tahun 2018, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian telah menghasilkan 34 volume
keluaran/output (RVK), dan 34 indikator kinerja kegiatan (RIKK), melalui 5 Kegiatan. Pencapaian
kedua komponen tersebut berhasil mencapai 100% dari target yang ditetapkan, sebagaimana diuraikan
dalam tabel berikut.
71 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Tabel 3.6 Analisis Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya
No Kegiatan TVK RVK TIKK RIKK CKK
1 Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian
a. Koordinasi Kebijakan Pangan 22 22 22 22 100%
b. Koordinasi Kebijakan
Peternakan dan Perikanan
4 4 4 4 100%
c. Koordinasi Kebijakan
Perkebunan dan Holtikultura
3 3 3 3 100%
d. Koordinasi Kebijakan Bidang
Agribisnis
3 3 3 3 100%
e. Koordinasi Kebijakan Bidang
Prasarana dan Sarana Pangan
dan Pertanian
2 2 2 2 100%
Total 34 34 34 34 100%
Analisis Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya
Pelaksanaan analisis efisensi pemanfaatan sumber daya dihitung berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 214/PMK.02/2017 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Anggaran atas
Pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Pengukuran efisiensi
dilakukan dengan membandingkan penjumlahan dari selisih antara perkalian pagu anggaran keluaran
dengan capaian keluaran (CKK) dan realisasi anggaran keluaran, dengan penjumlahan dari perkalian
pagu anggaran keluaran dengan capaian keluaran. Rumus untuk pengukuran tersebut adalah sebagai
berikut.
Keterangan:
E : Efisiensi
PAKi : Pagu Anggaran Keluaran i
RAKi : Realisasi Anggaran Keluaran i
CKi : Capaian Keluaran i
Berdasarkan hasil perhitungan pada Capaian Kinerja Keluaran (Output) Kegiatan pada bagian
sebelumnya, dapat dihitung tingkat efisiensi anggaran Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
dalam pencapaian kinerja di tahun 2018 sebagai berikut:
72 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
No.
Output
Capaian
Keluaran
Kegiatan
(CKK)
Pagu (Rp.)
Realisasi (Rp.)
1
Rekomendasi Kebijakan Peningkatan Produktivitas Hasil Pertanian (Paket
Rekomendasi)
1
1.299.783.000
1.295.244.774
2
Rekomendasi Kebijakan Ketersediaan dan
Stabilisasi Harga Pangan (Paket Rekomendasi)
1
5.072.700.000
5.062.049.880
3
Layanan Dukungan Administrasi Kegiatan
dan Tata Kelola pada Deputi Bid. Koordinasi
Pangan dan Pertanian (Laporan)
1
877.317.000
875.646.099
4 Rekomendasi Kebijakan Tata Kelola Pangan dan Pameran Pertanian (Paket Rekomendasi)
1
750.200.000
749.039.668
5 Rekomendasi Kebijakan Peternakan dan
Perikanan (Paket Rekomendasi)
1
869.324.000
866.784.234
6
Rekomendasi Pengendalian Kebijakan
Peternakan dan Perikanan (Paket Rekomendasi)
1
630.676.000
630.040.684
7
Rekomendasi Hasil Koordinasi dan
Sinkronisasi Kebijakan Perkebunan (Paket Rekomendasi)
1
911.394.000
907.492.153
8
Rekomendasi Pengendalian Kebijakan
Perkebunan dan Hortikultura (Paket Rekomendasi)
1
676.300.000
675.733.743
9
Rekomendasi Hasil Koordinasi dan
Sinkronisasi Kebijakan Ketersediaan Harga
Non Pangan Hortikultura (Paket Rekomendasi)
1
912.306.000
902.817.004
10
Rekomendasi Hasil Koordinasi dan
Sinkronisasi Kebijakan Agribisnis (Paket Rekomendasi)
1
1.000.000.000
996.883.363
11 Rekomendasi Pengendalian Kebijakan Agribisnis (Paket Rekomendasi)
1
500.000.000
498.143.400
12
Rekomendasi hasil koordinasi dan
sinkronisasi kebijakan bidang pengembangan
prasarana dan sarana pangan dan pertanian (Paket Rekomendasi)
1
982.230.000
979.164.995
13
Rekomendasi hasil pengendalian pelaksanaan
kebijakan bidang pengembangan prasarana
dan sarana pangan dan pertanian (Paket Rekomendasi)
1
517.770.000
517.719.376
73 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Berdasarkan data tersebut, dapat dihitung bahwa capaian efisiensi Deputi Bidang Koordinasi
Pangan dan Pertanian Tahun 2018 adalah sebesar 0,29%. Hal ini menunjukkan bahwa pada Tahun
2018, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian berhasil melaksanakan rencana kerja yang
ditetapkan dalam dokumen anggaran (DIPA).
Capaian efisiensi pemanfaatan sumber daya pada Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan
Pertanian masih di bawah 50% karena masih adanya dualisme persepsi dalam pengelolaan anggaran.
Sistem Anggaran Berbasis Kinerja merupakan sistem baru yang masih perlu disosialisasikan kepada
seluruh jajaran Deputi. Selain itu, untuk dapat menyusun Anggaran Berbasis Kinerja terlebih dahulu
harus dilakukan penyusunan Rencana Strategis (Renstra) yang melibatkan seluruh komponen yang
ada dalam Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian. Selanjutnya, agar dapat berjalan baik
perlu ditetapkan tolok ukur kinerja dan standard pelayanan minimal.
74 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
F. Analisis Penyebab Keberhasilan Ketersediaan pangan ditentukan oleh 3 aspek pokok yaitu produksi (kuantitas), distribusi
(aksesibilitas), dan konsumsi (bergizi dan aman). Stabilisasi pasokan dan harga pangan dalam negeri
sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi pangan dunia. Khususnya pada beberapa tahun
belakangan ini ditandai dengan fenomena penurunan stok pangan dunia akibat perubahan iklim global
(climate change). Kenyataan menunjukkan bahwa ketersediaan komoditas-komoditas yang termasuk
pangan-pokok tampaknya semakin sulit terpenuhi. Hal ini disebabkan oleh penurunan produksi dan
produktivitas akibat pola tanam dan estimasi produksi yang semakin sulit diprediksi, sehingga
ketersediaan/pasokan komoditas dan harga pangan bergejolak. Tingkat harga pangan dunia tidak lagi
mencerminkan harga transaksi riil, karena telah turut dipengaruhi oleh aksi spekulasi. Hal ini cukup
berpengaruh terhadap kestabilan suplai dan harga pangan di dalam negeri. Selain itu, permasalahan
stabilitas pasokan dan harga pangan di dalam negeri juga dipengaruhi oleh sistem logistik dan distribusi
pangan/tataniaga pangan yang belum efisien serta permasalahan kurang akuratnya data sebagai
pengambilan keputusan.
Terkait dengan upaya stabilisasi pangan nasional, Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang
Pangan pada pasal 13 menyatakan bahwa: “Pemerintah berkewajiban mengelola stabilisasi pasokan
dan harga Pangan Pokok, mengelola cadangan Pangan Pokok Pemerintah, dan distribusi Pangan
Pokok untuk mewujudkan kecukupan Pangan Pokok yang aman dan bergizi bagi masyarakat.”
Keberhasilan menjaga stabilitas harga pangan tidak terlepas dari upaya mengefektifkan
kebijakan yang diambil, mulai dari kinerja produksi, penyempurnaan data, pengadaan, referensi Harga
Pembelian Pemerintah (HPP dan HPB), manajemen stok, Cadangan Beras Pemerintah (CBP), operasi
pasar dengan mekanisme yang lebih baik, timing dan kapasitas impor pangan, serta pemetaan kawasan
produsen dan konsumen untuk membangun tata niaga pangan yang efisien.
Keberhasilan capaian kinerja program merupakan hasil kinerja yang telah dicapai oleh seluruh
pegawai Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian secara berjenjang. Keberhasilan capaian
kinerja individu antara lain merupakan hasil dari penetapan indikator kinerja yang spesifik, dengan
waktu yang jelas, dan monitoring-evaluasi yang dilakukan secara berkala.
75 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
G. Rencana Aksi Peningkatan Akuntabilitas Kinerja
Evaluasi terhadap sistem akuntabilitas kinerja yang dilakukan oleh pihak eksternal maupun
internal merupakan bagian yang sangat penting dalam rangka peningkatan kualitas akuntabilitas
kinerja Deputi II. Untuk itu, Deputi II berupaya menindaklanjuti hasil evaluasi laporan kinerja tahun
2017 yang telah dilakukan oleh APIP. Upaya yang telah dilakukan antara lain:
1. Penetapan indikator kinerja yang lebih spesifik dan terukur
Sejak tahun 2017, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah melakukan
penajaman Renstra organisasi yang bertujuan agar kinerja menjadi lebih terukur dan terarah.
Strategi dalam Renstra diekstraksi menjadi Sasaran Strategis (SS) yang kemudian divisualisasikan
dalam Peta Strategi. Untuk mengukur pencapaian setiap Sasaran Strategis ditetapkan Indikator
Kinerja Utama yang dirumuskan dengan memperhatikan prinsip SMART-C (Spesific,
Measurable, Agreeable, Realistic, Time-bounded dan Continuously Improved).
2. Penyelarasan kegiatan organisasi dengan Renstra
Sasaran program pada dokumen Rencana Kerja 2018 diselaraskan dengan Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) tahun 2018. Salah satu prioritas nasional dalam RKP tahun 2018 ialah
peningkatan ketahanan pangan dengan strategi utama peningkatan produksi yang bersumber dari
dalam negeri dan stabilisasi harga pangan melalui penguatan cadangan pangan pemerintah. Renja
yang telah disahkan kemudian dituangkan dalam Perjanjian Kinerja (PK) baik di tingkat Deputi
maupun Asisten Deputi dengan indikator kinerja.
Selanjutnya disusun manual indikator kinerja sebagai instrumen untuk mengukur capaian
kinerja. Kemudian indikator kinerja diukur setiap bulan dan dilakukan evaluasi setiap triwulan
untuk mengetahui kemajuan, kendala dan dicarikan solusi atas kendala dimaksud.
3. Optimalisasi evaluasi dan reviu internal dalam upaya perbaikan kinerja
Untuk meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan
Pertanian telah melakukan evaluasi internal pada tahun 2017. Evaluasi internal dilakukan oleh
Inspektorat sebagai aparat pengawasan internal pemerintah (APIP). Hasil evaluasi tersebut
dijadikan bahan pertimbangan untuk melakukan perbaikan terhadap pengelolaan kinerja di Deputi
Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian.
Tujuan evaluasi yang dilakukan APIP adalah untuk memperoleh informasi terkait
implementasi SAKIP, menilai tingkat implementasi SAKIP, memberikan saran perbaikan untuk
peningkatan implementasi SAKIP, dan memonitor tindak lanjut rekomendasi hasil evaluasi atas
implementasi SAKIP periode sebelumnya.
76 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
4. Pemanfaatan laporan kinerja dalam upaya perbaikan kinerja
Setiap tahun, Deputi II menyusun laporan kinerja dalam rangka akuntabilitas kinerja
organisasi. Tujuan pelaporan kinerja tersebut adalah untuk memberikan informasi yang memadai
dan terukur atas capaian kinerja. Selain itu, laporan kinerja digunakan sebagai pertimbangan
dalam upaya perbaikan berkesinambungan untuk meningkatkan capaian kinerja.
5. Penetapan Pengelola Indikator Kinerja
Pada tahun 2018, telah ditetapkan Pengelola Indikator Kinerja di Lingkungan Deputi Bidang
Koordinasi Pangan dan Pertanian berdasarkan Surat Keputusan Deputi nomor 3 tahun 2018 yang
merupakan tindak lanjut Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 208 tahun
2018.
Gambar 3.6 Pengelola Indikator Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
77 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
78 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Laporan kinerja Deputi II disusun sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban atas
pelaksanaan tugas dan fungsi Deputi II selama tahun 2018 dalam rangka melaksanakan misi dan
mencapai visi Kementerian. Laporan kinerja ini telah memasuki tahun keempat pelaksanaan
Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019. Penyusunan laporan kinerja
mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja
Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan
Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
Penetapan indikator kinerja merupakan salah satu instrumen dalam mencapai tujuan dan sasaran
program organisasi. Pencapaian kinerja merupakan perwujudan sinergi seluruh jajaran Deputi II
dalam menghadapi berbagai tantangan di tahun 2018. Namun demikian, upaya penyempurnaan dan
perbaikan indikator kinerja harus terus dilakukan melalui penetapan indikator kinerja yang
menerapkan prinsip SMART-C. Selain itu, setiap risiko yang berpotensi menghambat pencapaian
kinerja harus dapat diidentifikasi dan dimitigasi.
Selama tahun 2018, Nilai Kinerja Organisasi (NKO) Deputi II telah mencapai kinerja 100%
yang diukur dari tercapainya 1 paket rekomendasi kebijakan di bidang stabilisasi harga pangan dan
1 paket rekomendasi kebijakan bidang koordinasi pangan dan pertanian. Paket rekomendasi tersebut
memuat sejumlah rekomendasi yang berisikan analisa/inisiatif strategis yang ditujukan untuk
mewujudkan stabilitas harga pangan dan koordinasi di bidang pangan dan pertanian yang secara
spesifik ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan/atau menurunkan biaya produksi.
Laporan kinerja ini diharapkan dapat memberikan informasi yang komprehensif dan transparan
atas capaian kinerja dan strategi organisasi dalam menghadapi tantangan yang akan datang. Dengan
disusunnya laporan ini, diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dalam meningkatkan capaian
kinerja organisasi yang akan berdampak positif dalam pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan
berkelanjutan.
79 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
B. Rencana Aksi dan Tindak Lanjut Sepanjang tahun 2018, perekonomian nasional menunjukkan pertumbuhan ekonomi sesuai
target dengan didukung terjaganya stabilitas makroekonomi, di tengah berbagai potensi risiko yang
berasal dari dalam dan luar Indonesia. Namun demikian, Deputi II tetap perlu mengantisipasi
dinamika sosial dan politik khususnya tahun 2019 nanti sebagai tahun terakhir pelaksanaan RPJMN
tahun 2015-2019. Untuk itu , beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam upaya mendorong
peningkatan kinerja dan menghadapi tantangan antara lain :
1. Meningkatkan pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah melalui koordinasi untuk mitigasi risiko
pengelolaan cadangan beras pemerintah dengan pola penggantian;
2. Menyusun rekomendasi kebijakan yang lebih berfokus pada peningkatan produktivitas pertanian
dan penurunan biaya produksi pertanian;
3. Meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan dan anggaran agar lebih efisien dan efektif;
4. Menetapkan key performance indicator sebagai tindak lanjut hasil penajaman Renstra;
5. Menetapkan indikator kinerja secara berjenjang sehingga setiap pegawai didorong untuk
memaksimalkan kompetensinya dalam rangka mencapai kinerja yang sudah diperjanjikan.
LAMPIRAN
81 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Manual IKU 1 - 2018
Jumlah paket rekomendasi kebijakan di bidang stabilisasi harga pangan
Unit Kerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
Sasaran Terwujudnya stabilitas harga pangan
Indikator Kinerja Jumlah paket rekomendasi kebijakan di bidang stabilisasi harga pangan
Deskripsi Indikator Kinerja Definisi
Pengendalian diartikan sebagai tindakan untuk memonitoring dan evaluasi pelaksanaan rekomendasi kebijakan yang telah berjalan dalam kegiatan pembangunan serta kemungkinan untuk mengambil tindakan korektif sedini mungkin dalam rangka penyesuaian/ perbaikan/ pemecahan masalah yang terjadi di lapangan agar pelaksanaan kebijakan dapat berdayaguna dan berhasil guna serta dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, khusunya pada kebijakan bidang pangan dan pertanian yang telah terimplemenasikan.
Formula
Jumlah rekomendasi yang diselesaikan atau yang terimplementasi
Tujuan
Mengukur capaian rekomendasi kebijakan bidang Pangan dan Pertanian yang terimplementasi dengan melakukan rapat koordinasi dan kunjungan lapangan.
Satuan pengukuran Jumlah Paket Rekomendasi
Sifat Data IKU / Polarisasi (√) Maximize (….) Minimize (….) Stabilize
Sumber Data Hasil rapat koordinasi dan kunjungan lapangan
Periode Data IKU (......) Bulanan (......) Triwulanan (….) Semesteran (√) Tahunan
Detail Anggaran Kode Program 035.01.06 Kode Kegiatan 2516, 2524, 2525, 2526, 2528 Kode Output -
Target per Periode Pelaporan
(bulanan/triwulanan/semesteran/tahunan) Tahun 2017
(Diisi dalam hal terdapat data tahun 2017)
Tahun 2018
Target Realisasi Target
Tahunan 1 1 1
82 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Manual IKU 2 - 2018
Jumlah paket rekomendasi kebijakan bidang koordinasi pangan dan pertanian
Unit Kerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
Sasaran Terwujudnya koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian kebijakan perekonomian
Indikator Kinerja Jumlah paket rekomendasi kebijakan bidang koordinasi pangan dan pertanian
Deskripsi Indikator Kinerja Definisi
Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Pangan dan Pertanian memiliki lingkup yang luas, yaitu dari peningkatan produksi, peningkatan produktivitas, perluasan lahan, penetapan lahan, gangguan hama dan penyakit, benih, bibit, pupuk, sarana prasarana, kelembagaan, pembiayaan, kesejahteraan petani, logistik, kebutuhan dan konsumsi, cadangan pangan, harga pangan terkait naik turun harga pangan, tataniaga sampai dengan keamanan pangan. Jadi dalam hal kebijakan pangan dan pertanian pada prinsipnya adalah upaya menjaga produktivitas pangan, mempertahankan stabilitas harga pangan dan keterjangkauan masyarakat dalam mendapatkan pangan, serta melindungi masyarakat yang rentan terhadap krisis pangan. Koordinasi dan sinkronisasi yang dilakukan bersama dengan K/L terkait, Asosiasi, Pakar/Peneliti, merupakan proses mengupayakan terjadinya kesamaan persepsi, pemikiran dan tindakan dalam mewujudkan pencapaian tujuan dari semua stakeholder melalui rapat koodinasi, lokakarya, seminar, symphosium, pameran, kunjungan kerjabaik secara formal maupun informal. Komoditas yang dikoordinasikan yaitu padi, jagung, kedelai, peternakan (sapi, unggas, telur, susu), perikanan (garam, rumput laut dan ikan) perkebunan (sawit, teh, kopi, karet, kakao, kelapa), hortikultura (cabai, bawang, biofarmaka, florikultura, rempah), Prasarana dan sarana (lahan, irigasi, pupuk, benih, peralatan) dan pembiayaan dan kelembagaan pertanian.
Formula
Jumlah rekomendasi yang diselesaikan atau yang dihasilkan
Tujuan
Mengukur capaian rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pangan dan pertanian yang diselesaikan dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD), rapat koordinasi, seminar, lokakarya, dan diskusi dengan pakar.
Satuan pengukuran Jumlah Paket Rekomendasi
Sifat Data IKU / Polarisasi (√) Maximize (….) Minimize (….) Stabilize
Sumber Data Focus Group Discussion (FGD), rapat koordinasi, seminar, lokakarya, dan diskusi dengan pakar.
Periode Data IKU (......) Bulanan (......) Triwulanan (….) Semesteran (√) Tahunan
83 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
LAMPIRAN DOKUMENTASI
23022018 Konpres Deputi II tentang penguatan ISPO di media center,
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
84 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
09022018 Deputi II - Kakao
85 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
09042018 - RAPAT WORKSHOP DEPUTI 2
86 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
08082018 - SPEECH KOPI DI HOTEL BOROBUDUR
JAKARTA (MENKO)
87 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Dokumentasi Kegiatan pada Tahun 2018
88 LAPORAN KINERJA 2018
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
Dokumentasi Kegiatan pada
Tahun 2018