laporan lengkap a3 kelompok iv
DESCRIPTION
laporan fartoks tugas midTRANSCRIPT
LABORATORIUM BIOFARMASIJURUSAN FARMASI FIKESUNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
LAPORAN LENGKAP
PRAKTIKUMFARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI I
PERCOBAANANALGETIK, ANTIPIRETIK, ANTI INFLAMASI
OLEH:
KELOMPOK : VI (ENAM)GOLONGAN : II (DUA)ASISTEN : SUDARMONO, S.Farm
SAMATA-GOWA2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) mempunyai efek
analgesic, antipiretik, dan pada dosis yang lebih tinggi, bersifat
antiinflamasi. Obat – obat ini banyak digunakan dan di Inggris hampir
seperempat pasien yang berkonsultasi dengan dokter umum mempunyai
suatu bentuk keluhan “reumatik”. Pasien – pasien ini sering diberi resep
OAINS dan sangat banyak tablet aspirin, parasetamol dan ibuprofen
tambahan yang dibeli bebas untuk terapi sendiri pada sakit kepala, nyeri
gigi, berbagai gangguan muskuloskletal, dan lain – lain. Obat – obat ini
tidak efektif pada terapi nyeri visceral (misalnya infark miokard, kolik
renal, dan abdomen akut) yang membutuhkan analgesik oploid. Akan
tetapi, OAINS efektif pada nyeri hebat tipe tertentu (misalnya kanker
tulang) (Neal, M.j. 2006 : 70).
Adapun dalam bidang farmasi, pengetahuan tentang obat AINS
perlu untuk diketahui khususnya dalam bidang ilmu farmakologi
toksikologi karena mahasiswa farmasi dapat mengetahui obat – obat apa
saja yang perlu atau yang memberikan efek analgesik, antipiretik dan
antiinflamasi. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya percobaan
ini sehingga kita mampu mengetahui dan melihat secara langsung efek dari
obat AINS yaitu analgesik, antipiretik dan antiinflamasi dengan
menggunakan hewan coba mencit.
B. Maksud Dan Tujuan
1. Maksud percobaan
Mengetahui dan memahami efek farmakologik obat – obat AINS
(antiinflamasi non steroid) pada hewan coba.
2. Tujuan percobaan
a) Menentukan efek analgetik dari ibuprofen, diklofenak dan
asam mefenamat dengan menggunakan hewan coba yaitu
mencit ( Mus musculus).
b) Menentukan efek antipiretik dari ibuprofen, parasetamol dan
asam mefenamat dengan menggunakan hewan coba yaitu
mencit ( Mus musculus).
c) Menentukan efek antiinflamasi dari asam mefenamat dan
diklofenak dengan menggunakan hewan coba yaitu mencit (
Mus musculus).
C. Prinsip Percobaan
1. Analgetik
Pemberian obat analgetik yaitu ibuprofen, diklofenak dan asam
mefenamat pada hewan coba mencit ( Mus musculus) yang diletakkan
diatas plat panas dan diamati respon angkat kakinya.
2. Antipiretik
Pemberian obat antipiretik yaitu ibuprofen, parasetamol dan asam
mefenamat pada hewan coba mencit (Mus musculus) setelah diinduksi
dengan pepton 1 % dan diukur suhu rectal pada mencit dengan
interval waktu 5’, 10’, 15’ dan 20’.
3. Antiinflamasi
Pemberian obat antiinflamasi yaitu asam mefenamat dan
diklofenak setelah diinduksi dengan albumin 1 % dan diukur volume
kaki pada mencit dengan interval waktu 5’, 15’, 30’ dan 45’.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Obat anti-inflamasi nonstreoid (OAINS) merupakan kelompok obat
yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia untuk mendapatkan efek
analgetika, antipiretika, dan anti-inflamasi. OAINS merupakan pengobatan
dasar untuk mengatasi peradangan-peradangan di dalam dan sekitar sendi
seperti lumbago, artralgia, osteoartritis, artritis reumatoid, dan gout artritis.
Disamping itu, OAINS juga banyak pada penyakit-penyakit non-rematik,
seperti kolik empedu dan saluran kemih, trombosis serebri, infark
miokardium, dan dismenorea. (Departemen Farmakologi dan Terapeutik.
2011).
Obat anti-inflamasi nonstreoid (OAINS) merupakan suatu kelompok
obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia.
Walaupun demikian, obat-obat ini mempunyai banyak persamaan dalam efek
terapi maupun efek samping. Prototip obat golongan ini adalah aspirin,
karena itu OAINS sering juga disebut sebagai obat-obat mirip aspirin
(aspirin-like drug). Aspirin-like drugs dibagi dalam lima golongan, yaitu:
1. Salisilat dan salisilamid, derivatnya yaitu asetosal (aspirin), salisilamid,
diflunisal
2. Para aminofenol, derivatnya yaitu asetaminofen dan fenasetin
3. Pirazolon, derivatnya yaitu antipirin (fenazon), aminopirin (amidopirin),
fenilbutazon dan turunannya
4. Antirematik nonsteroid dan analgetik lainnya, yaitu asam mefenamat dan
meklofenamat, ketoprofen, ibuprofen, naproksen, indometasin,
piroksikam, dan glafenin
5. Obat pirai, dibagi menjadi dua, yaitu (1) obat yang menghentikan proses
inflamasi akut, misalnya kolkisin, fenilbutazon, oksifenbutazon, dan (2)
obat yang mempengaruhi kadar asam urat, misalnya probenesid,
alupurinol, dan sulfinpirazon. Departemen Farmakologi dan Terapeutik.
2011).
Sebagai analgesik, OAINS hanya efektif terhadap nyeri dengan
intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia,
dismenorea dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi
atau kerusakan jaringan. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek
analgesik opioat, tetapi OAINS tidak menimbulkan ketagihan dan tidak
menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. Untuk menimbulkan
efek analgesik, OAINS bekerja pada hipotalamus, menghambat pembentukan
prostaglandin ditempat terjadinya radang, dan mencegah sensitisasi reseptor
rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi.
Nyeri timbul jika rangsangan mekanik, termal, kimia atau listrik
melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) karena itu
menyebabkan kerusakan jaringan (Gemy nastity, dkk, 2011 : 23).
Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer seperti paracetamiol,
acetosal, asam mefenamat, profepenapzon. Begitu pula rasa nyeri dengan
demam. Untuk nyeri sedang dapat ditambahkan kofein atau kodein. Nyeri
hebat perlu ditanggulangi dengan morfin.( Tan Hoan Tjay 2001:313).
Temperatur tubuh secara normal diregulasi oleh hipotalamus. Demam
terjadi bila terdapat gangguan pada sistem “thermostat” hipotalamus. Sebagai
antipiretik, OAINS akan menurunkan suhu badan hanya dalam keadaan
demam. Penurunan suhu badan berhubungan dengan peningkatan
pengeluaran panas karena pelebaran pembuluh darah superfisial. Antipiresis
mungkin disertai dengan pembentukan banyak keringat. Demam yang
menyertai infeksi dianggap timbul akibat dua mekanisme kerja, yaitu
pembentukan prostaglandin di dalam susunan syaraf pusat sebagai respon
terhadap bakteri pirogen dan adanya efek interleukin-1 pada hipotalamus.
Aspirin dan OAINS lainnya menghambat baik pirogen yang diinduksi oleh
pembentukan prostaglandin maupun respon susunan syaraf pusat terhadap
interleukin-1 sehingga dapat mengatur kembali “thermostat” di hipotalamus
dan memudahkan pelepasan panas dengan jalan vasodilatasi. ( Tan Hoan Tjay
2001:316).
Demam, yang berarti suhu tubuh di atas batas normal biasa, dapat
disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak,
atau dehidrasi. Banyak protein, pemecahan protein, dan zat-zat tertentu lain,
seperti toksin lipopolisakarida yang disekresi oleh bakteri dapat menyebabkan
titik setel termostat hipotalamus meningkat. Zat-zat yang menyebabkan efek
ini dinamakan pirogen. Terdapat pirogen yang disekresikan oleh bakteri
toksik atau pirogen yang dikeluarkan dari degenerasi jaringan tubuh yng
menyebabkan demam selama sakit. Bila titik setel termostat hipotalamus
meningkat lebih tinggi dari normal, semua mekanisme untuk meningkatkan
suhu tubuh bekerja, termasuk konservasi panas dan peningkatan pem
bentukan panas. Dalam beberapa jam setelah termostat diubah ke tingkat
yang lebih tinggi, suhu tubuh juga mencapai tingkat tersebut (Guyton, 1997).
Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau
kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator
inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya
yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan
disertai gangguan fungsi. Kebanyakan OAINS lebih dimanfaatkan pada
pengobatan muskuloskeletal seperti artritis rheumatoid, osteoartritis, dan
spondilitis ankilosa. Namun, OAINS hanya meringankan gejala nyeri dan
inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak
menghentikan, memperbaiki, atau mencegah kerusakan jaringan pada
kelainan muskuloskeletal. (Guyton, 1997).
Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang
lampau. Tanda-tanda radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang
hidup pada abad pertama sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-
tanda radang utama. Tanda-tanda radang ini masih digunakan hingga saat ini.
Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa
sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan
pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi) (Rukmono, 1973).
Umumnya, rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat
di daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi
pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga
lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang
dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau
kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Kalor
terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor
disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang
memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang
lebih banyak daripada ke daerah normal ( Rukmono, 1973).
B. Uraian Bahan
1. Na-CMC (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : NATRII CARBOXYMETHIL CELLULOSUM
Nama lain : Natrium karboksimetil selulosa
BM : 90.000-700.000
Pemerian : Serbuk atau butiran , putih atau putih kuning
gading, tidak berbau atau hampir tidak berbau,
hidrofobik.
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, tidak larut dalam
etanol (95%) eter P dan pelarut organic lain.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pengencer
2. Asam mefenamat (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : MEFENAMIT ACID
Nama lain : Asam mefenamat
RM / BM : C15H15CINO2
Pemerian : Serbuk hablur, putih
Kelarutan : Larut dalam air dalam larutan alkali hidroksida
agak sukar larut dalam kloroform; sukar larut
dalam air.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.
Kegunaan : Sebagai obat analgetik/antipiretik
Indikasi : Sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot, tulang, nyeri
karena luka, nyeri setelah operasi, nyeri reumatik,
dan demam.
Kontra Indikasi : Ulkus peptik atau intestinal, kerusakan ginjal, asma
yang sensitive terhadap AIDS.
Efek samping : Reaksi hematologi dan kulit
Dosis : Dewasa : 500 mg kemudian 250 mg tiap 6 jam,
maksimal 7 hari. Dismenore awal 500 mg
kemudian 250 mg tiap 6 jam.
3. Parasetamol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : ACETAMINOPHENUM
Nama lain : Paracetamol
RM / BM : 151,16/C18H9O2
Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa sedikit
pahit.
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium
hidroksida 1M, mudah larut dalam etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai obat antipiretik
Farmakodinamik : Efek analgesic paracetamol dan fanasetin serupa
dengan salisilat yaitu menghilangkan atau
mengurangi nyeri ringan sampai sedang keduanya
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang
serupa dengan salisilat.
Farmakokinetik : Paracetamol dan fanacetindiabsorbsi cepat dan
sempurna melalui salkuran cerna. Konsentrasi
tinggi dalam plasma dicapai dengan waktu ½ jam
dan masa paruh plasma antara 1 & 3 jam. Obat ini
tersebar ke seluruh cairan tubuh dari plasma. 25%
paracetamol dan 30% fanacetin terikat protein
plasma
Indikasi : Meringankan rasa sakit kepala, sakit gigi dan
penurunan demam.
KI : Penderita gangguan fungsi hati yang berat,
penderita hipersensitif terhadap obat ini.
Efek samping : Penggunaan jangka lama dan dosis besar
menyebabkan kerusakan hati
Dosis : Untuk nyeri dan demam oral 2-3 dd 0,5-1 gram
maksimum 4 g/hari para pengguna kronis
maksimum 2,5 g/hari. Dewasa : 250-500 mg/hari
dalam 4 dosis. Anak : 4-6 x 0,5 mg/kgbb/ hari
4. Ibuprofen (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : IBUPROFEN
Nama lain : Ibuprofen
RM / BM : C13H1802 / 206,28
Pemerian : Serbuk hablur putih hingga hampir putih, berbau
khas lemah dan tidak berasa dengan titik lebur
75.0 – 77.5°C
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut
dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton dan
dalam chloroform serta sukar larut dalam etil asetat
Kegunaan : Analgetik, antipiretikum dan Anti inflamasi
Farmakodinamik : Menghambat sintesis prostaglandin sehingga
efektif dalam meredakan inflamasi dan nyeri. Perlu
waktu beberapa hari agar efek antiinflamasinya
terlihat. Juga dapat menambah efek koumarin,
sulfonamid, banyak dari falosporin, dan fenitoin.
Dapat terjadi hipoglikemia jika ibuprofen dipakai
bersama insulin atau obat hipoglikemik oral. Juga
berisiko terjadi toksisitas jika dipakai bersama-
sama penghambat kalsium.
Farmakokinetik : Melalui penghambatan enzim siklo-oksigenase
pada biosintesis prostaglandin, sehingga konversi
asam arakidonat menjadi PG-G2 terganggu. Pada
pemberian oral ibuprofen diabsorbsi dengan cepat
melalui lambung, berikatan dengan protein plasma
dan kadar puncak dalam plasma tercapai 1-2 jam
setelah pemberian. Waktu paruh dalam plasma
sekitar 2 jam. 90% ibuprofen terikat dengan protein
plasma.
Indikasi : Meringankan gejala-gejala akibat trauma otot dan
tulang/ sendi (trauma muskuloskeletal),
meringankan gejala-gejala penyakit rematik tulang,
sendi dan non-sendi.
Kontra Indikasi : Penderita dengan ulkus peptikum (tukak lambung
dan duodenum) yang berat dan aktif, Penderita
dengan riwayat hipersensitif terhadap Ibuprofen
dan obat antiinflamasi non-steroid lain.
Efek samping : Walaupun jarang terjadi, tapi timbul efek samping
sebagai berikut, gangguan saluran pencernaan
termasuk mual, muntah, gangguan pencernaan,
diare, konstipasi dan nyeri lambung.
Dosis : 200 mg sampai 400 mg 3 – 4 kali sehari.
BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu gelas
kimia, gelas ukur, hot plate, lumpang dan alu, mistar, neraca analitik,
spoit, stopwatch dan termometer rektal.
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu albumin
1%, asam mefenamat, diklofenak, fenilbutason, Ibu profen, Na-CMC,
paracetamol , dan pepton 1%.
B. Cara kerja
1. Analgetik
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Dihitung dosis obat (Ibuprofen, diklofenak, asam mefenamat)
c. Diberikan obat ke tiap mencit (ibuprofen, diklofenak, asam
mefenamat) secara peroral
d. Diletakkan mencit diatas plat panas
e. Di amati respon angkat kaki tiap 5’,10’,15’, dan 20’
2. Antipiretik
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Disiapkan 3 mencit (kemudian diukur suhu awal rektal
menggunakan termometer pada tiap mencit)
c. Di induksi masing-masing mencit dengan pepton 1% secara intra
peritonial
d. Diukur lagi suhu rektal mencit
e. Diberikan obat pada mencit (ibuprofen, asam mefenamat, PCT)
yang telah diukur dosisnya terlebih dahulu (secara peroral)
f. Diukur suhu rektal kembali tiap 5’,10’,15’, dan 20’.
3. Anti-inflamasi
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Disiapkan 1 mencit, lalu diukur volume kaki mencit
3. Di induksi masing-masing mencit dengan albumin 1% secara intra
peritonial (di telapak kaki)
4. Diukur kembali volume kaki mencit
5. Dihitung dosis obat (diklofenak dan asam mefenamat) lalu
diberikan ke tiap mencit secara peroral
6. Diukur kembali volume kaki tiap 5’,15’,30’ dan 45’.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tabel Pengamatan
1. Analgetik
No. PerlakuanBB(g)
Volume Pemberian (ml)
Respon5’ 10’ 15’ 20’
1. Ibuprofen 18,1 0,6 +++ +++ +++ +++2. Diklofenak 18 0,6 +++ +++ ++ +3. Asam Mefenamat 20.3 0,67 +++ ++ + +
2. Antipiretik
No. PerlakuanBB (g)
Volume Pemberian
(ml)
Suhu Awal
(T0,°C)
Suhu Induksi (Ti,°C)
Suhu setelah (°C)
5’ 10’ 15’ 20’1. Ibuprofen 20,5 0,7 30 32 33 32 31 302. Parasetamol 18,8 0,63 31 33 31 31 31 313. Asam Mefenamat 31,8 1,06 32 33 30 30 30 31
3. Anti-inflamasi
No. PerlakuanBB (g)
Volume Pemberian
(ml)V0 Vi V5 V10 V15 V20
1. Diklofenak 32 1,07 0,6 1 1 0,8 0,6 0,6
2. Asam Mefenamat 30,02 1 0,2 0,4 0,38 0,3 0,28 0,25
B. Perhitungan
a. Antipiretik
1) Ibuprofen
= = = 31,5
y = Ti- = 32-31,5 = 0,5
% peradangan = x 100%
= x 100% = 1,67 %
2) Parasetamol
= = = 31
y = Ti- = 33-31 = 2
% peradangan = x 100%
= x 100% = 6,452 %
3) Asam Mefenamat
= = = 30,25
y = Ti- = 33-30,25 = 2,75
% peradangan = x 100%
= x 100% = 8,594 %
b. Anti-inflamasi
1) Diklofenak
= = = 0,75
y = Vi- = 1-0,75 = 0,25
% peradangan = x 100%
= x 100% = 41,67 %
2) Asam Mefenamat
= = = 0,3025
y = Vi- = 0,4-0,3025 = 0,0975
% peradangan = x 100%
= x 100% = 48,76 %
C. Pembahasan
1. Analgetik
Pada percobaan ini digunakan 3 obat, yaitu ibuprofen, diklofenak, dan
asam mefenamat.
a. Ibuprofen
Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu
kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirirn, yaitu untuk mengobati
nyeri tidak spesifik misalnya sakit kepala, nyeri sendi, nyeri haid,
neuralgia, dan mialgia (Fater, hal. 240). Pada percobaan ini respon
angkat kaki mencit di atas plat panas dari menit 5 hingga 20
intensitasnya sering dan tidak terlihat pengurangan intensitas angkat
kaki. Kemungkinan obat belum mencapai durasinya sehingga belum
memberi efek yang signifikan. Namun berdasarkan Fater, hal.204,
absorpsi ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar makanan dalam
plasma dicapai setelah 1-2 jam, waktu paruh dalam plasma sekitar 2
jam.
b. Diklofenak
Indikasinya adalah untuk nyeri dan radang pada penyakit rematik,
gangguan otot skelet lainnya, nyeri paska bedah (Iso Farmakoterapi,
hal.536). Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat
dan lengkap, waktu paruh 1-3 jam (Fater, hal.240). dan dari hasil
percobaan, pada menit 5 dan 10 intensitas angkat kaki mencit “sering”
tetapi pada menit 15 mulai berkurang hingga menit 20. Hal ini
memperlihatkan obat mulai memberi efek karena obat ini bekerja cepat
dengan waktu paruh yang singkat.
c. Asam Mefenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik; sebagai antiinflamasi.
Asam mefenamat kurang efektif dibandingkan aspirin (Fater, hal.240).
meskipun kurang efektif dibandingkan aspirin, namun pada percobaan
ini efek analgetiknya lebih kuat daripada ibuprofen dan dklofenak,
yaitu pada menit 10 asam mefenamat telah bekerja menurunkan
intensitas angkat kaki mencit hingga menit ke 20.
2. Antipiretik
Pada percobaan ini digunakan 3 jenis obat, yaitu ibuprofen, parasetamol,
dan asam mefenamat.
a. Ibuprofen
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya berdasarkan buku Fater
bahwa ibuprofen bersifat analgesik dan antiinflamasi. Namun
indikasinya menurut Iso Farmakoterapi hal. 533 bahwa obat ini
digunakan pula untuk demam dan nyeri untuk anak. Berarti obat ini
memiliki efen antipiretik. Berdasarkan hasil percobaan, obat ini
menurunkan suhu tubuh mencit secara bertahap dan tidak signifikan
dari menit 5 hingga 20. Jadi efek antipiretiknya kurang kuat.
b. Parasetamol
Asetaminofen (parasetamol) merupakan metabolit fenasetin dengan
efek antipiretik, efek antiinflamasi hampir tidak ada. Efek
analgesiknya ringan sampai sedang. Parasetamol diabsorbsi cepat dan
sempurna, konsentraasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½
jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam (Fater hal. 237-238).
Berdasarkan percobaan, obat ini langung menurunkan suhu mencit ke
suhu normal atau suhu awal pada menit ke-5 yaitu dari 33oC ke 31oC
dan suhu konstan 31oC hingga menit ke 20. Hal ini menunjukkan
parasetamol bekerja cepat terhadap penurunan panas atau demam.
c. Asam Mefenamat
Menurut Fater hal. 240, asam mefenamat digunakan sebagai analgesik
dan antiinflamasi. Sedangkan pada buku Iso Farmakoterapi hal. 537
bahwa indikasinya untuk nyeri dan radang pada rheumatoid,
dismoneria (nyeri haid) dan gout. Dari kedua buku ini tidak
diindikasikan asam mefenamat sebagai antipiretik. Namun pada
percobaan, efeknya sangat signifikan terhadap penurunan suhu tubuh
mencit yaitu dari 33oC menjadi 30oC pada menit ke 5 hingga 15 dan
menjadi 31oC pada menit ke 20, sedangkan suhu awal mencit adalah
32oC.
Adapun persen peradangan hasil percobaan antipiretik adalah
ibuprofen 1,67%, parasetamol 6,452% dan asam mefenamat 8,594%.
Persen peradangan ini menunjukkan kemampuan obat menghambat
efek radang atau kenaikan suhu tubuh dan persentase asam mefenamat
yang tertinggi.
3. Anti-inflamasi
a. Diklofenak
Indikasi obat ini adalah untuk nyeri dan radang pada penyakit rematik,
gangguan otot skelet dan nyeri pasca operasi dengan absorbs obat yang
cepat dan lengkap. Berdasarkan percobaan, diklofenak mulai
memberikan efek pada menit ke 10 yaitu dari volume 1 menjadi 0,8
dan berangsur-angsur normal yaitu 0,6 pada menit ke 15 dan 20.
Persen peradangannya adalah 41,67% dan lebih rendah dibandingkan
asam mefenamat.
b. Asam Mefenamat
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa obat ini berkhasiat
analgetik dan antiinflamasi. Dari percobaan asam mefenamat mulai
bekerja pada menit ke 5 dengan penurunan volume dari 0,4 menjadi
0,38 dan terus berkurang hingga 0,25 pada menit 20. Persen
peradangan obat ini adalah 48,75% dan lebih tinggi dibandingkan
persentase peradangan diklofenak. Jadi, kemampuan mengatasi radang
lebih baik dari diklofenak.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa:
1. Analgetik
Asam mefenamat efek analgetiknya lebih poten daripada ibuprofen dan
diklofenak
2. Antipiretik
Persen peradangan ibuprofen 1,67%, parasetamol 6,452%, dan asam
mefenamat 8,594%.
3. Anti-inflamasi
Persen peradangan diklofenak 41,67% dan asam mefenamat 48,67%.
B. Saran
1. Laboratorium
Alat dan bahan dilengkapi, terutama persediaan hewan coba
mencit.
2. Asisten
Lebih interaktif kepada praktikan ya kak..
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2011. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FK-UI.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Depkes RI.
Guyton, A.C. & Hall, J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (9th edition) Jakarta :EGC.
Hoan, Tan Tjay. & Rahardja, Kirana., 2007.Obat –Obat Penting Khasiat,Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit PT.
Elex Media Komputindo.
Nastity, Gemy, dkk. 2011. Penuntun Praktikum Farmakologi dan Toksikologi. Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar : UIN-Press.
Rukmono. 1973 Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta: FK-UI.
Lampiran 1. Skema Kerja
1. Analgetik
2. Antipiretik
Mencit
DiklofenakIbu profen As.mefenamat
Diletakkan di plat panas
Diamati respon angkat kaki(5’, 10’, 15’, dan 20’)
Mencit
Diukur suhu awal rektal
Diinduksi dengan pepton 1%
Diukur kembali suhu rektal
As.mefenamat ParacetamolIbu profen
Diukur suhu rektal kembali(5’, 10’, 15’, dan 20’)
3. Anti-inflamasi
Mencit
Diukur volume kaki awal
Diinduksi dengan albumin 1%
Diukur kembali volume kaki
Diklofenak Asam mefenamat
Diukur volume kaki kembali(5’, 10’, 15’, dan 20’)