laporan miastenia
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang parah. Penyakit ini
merupakan penyakit neuromuscular yang merupakan gabungan antara cepatnyater
jadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan. Pada masa lampau
kematian akibat dari penyakit ini bisa mencapai 90%, tetapi setelah ditemukannya
obat-obatan dan tersedianya unit-unit perawatan pernafasan, maka sejak itulah
jumlah kematian akibat penyakit ini bisa dikurangi.
Sindrom klinis ini ditemukan pertama kali pada tahun 1600, dan pada akhir tahun
1800 Miastenia gravis dibedakan dari kelemahan otot akibat paralisis burbar. Pada
tahun 1920 seorang dokter yang menderita penyakit Miastenia gravis merasa lebih
baik setelah minum obat efidrin yang sebenarnya obat ini ditujukan untuk
mengatasi kram menstruasi. Dan pada tahun 1934 seorang dokter dari Inggris
bernama Mary Walker melihat adanya gejala-gejala yang serupa antara Miastenia
gravis dengan keracunan kurare. Mary Walker menggunakan antagonis kurare
yaitu fisiotigmin untuk mengobati Miastenia gravis dan ternyata ada kemajuan
nyata dalam penyembuhan penyakit ini.
Miastenia gravis banyak timbul pada usia 20 tahun, perbandingan antara wanita
dan pria yang menderita penyakit ini adalah 3:1. Tingkatan usia yang kedua yang
paling sering terserang penyakit ini adalah pria dewasa yang lebih tua.
Kematian dari penyakit Miastenia gravis biasanya disebabkan oleh insufisiensi
pernafasan, tetapi dapat dilakukannya perbaikan dalam perawatan intensif untuk
pertahanan sehingga komplikasi yang timbul dapat ditangani dengan lebih baik.
Penyembuhan dapat terjadi pada 10 % hingga 20 % pasien dengan melakukan
timektomi elektif pada pasien-pasien tertentu dan yang paling cocok dengan jalan
penyembuhan seperti ini adalah golongan wanita muda, yaitu pada usia awitan.
Usia awitan dari miastenia gravis adalah 20-30 tahun untuk wanita dan 40-60
untuk pria.
Berdasarkan uraian diatas, Miastenia gravis merupakan penyakit yang masih
belum diketahui penyebab pasti serta masih belum teratasi secara menyeluruh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara
terus menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul
karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular
junction. Gangguan tersebut akan mempengaruhi transmisi neuromuscular pada
otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik
yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan
pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial.
Miastenia gravis merupakan sindroma klinis akibat kegagalan transmisi
neuromuskuler yang disebabkan oleh hambatan dan destruksi reseptor asetilkolin
oleh autoantibodi. Sehingga dalam hal ini, miastenia gravis merupakan penyakit
autoimun yang spesifik organ. Antibodi reseptor asetilkolin terdapat didalam
serum pada hampir semua pasien. Antibodi ini merupakan antibodi IgG dan dapat
melewati plasenta pada kehamilan.
B. ETIOLOGI
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi
pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot.
Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang
merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada
ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat
memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR)
pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat
otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian
terjadilah kontraksi otot.
Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miastenia gravis tidak
diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau
kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologiklah yang
berperanan.
C. EPIDEMIOLOGI
Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat terjadi pada
berbagai usia. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada usia 20-50 tahun.
Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan
wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 3 : 1. Pada wanita,
penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 20 tahun, sedangkan
pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 40 tahun. Pada bayi, sekitar 20%
bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita Miastenia gravis akan memiliki miastenia
tidak menetap/transient (kadang permanen).
D. PATOFISIOLOGI
Sebelum tahun 1973, kelainan transmisi neuromuskuler pada Miastenia gravis
dianggap karena kekurangan ACh. Dengan ditemukan antibodi terhadap AChR
(anti-AChR), baru diketahui, gangguan tersebut adalah suatu proses imunologik
yang menyebabkan jumlah AChR pada membran postsinaptik berkurang. Anti-
AchR ditemukan pada 80 - 90% penderita. Adanya proses imunologik pada
Miastenia gravis sudah diduga oleh Simpson dan Nastuk pada tahun 1960. Selain
itu, dalam serum penderita Miastenia gravis juga dijumpai antibodi terhadap
jaringan otot serat lintang 30 - 40% dan antibodi antinuklear 25%.
Kadar anti-AChR pada Miastenia gravis bervariasi antara 2-1000 nMol/L dan
kadar ini berbeda secara individu. Anti-AChR ini akan mempercepat
penghancuran AChR, tetapi tidak menghambat pembentukan AChR baru. Sebagai
akibat proses imunologik, membran postsinaptik mengalami perubahan sehingga
jarak antara ujung saraf dan membran post sinaptik bertambah lebar dengan
demikian kolinesterase mendapat kesempatan lebih banyak untuk menghancurkan
Ach . Gejala klinik Miastenia gravis akan timbul bila 75% AChR tidak berfungsi,
atau jumlahnya berkurang 1/3 dari normal.
E. MANIFESTASI KLINIS
Miastenia gravis diduga merupakan gangguan autoimun yang merusak fungsi
reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubungan neuromuscular. Keadaan
ini sering bermanisfestasi sebagai penyakit yang berkembang progresif lambat.
Pada 90% penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular yang
menimbulkan ptosis dan diplopia. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
memperhatikan otot-otot levator palpebrae kelopak mata. Bila penyakit hanya
terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat ringan dan
tidak akan menyebabkan kematian.
Miastenia gravis juga menyerang otot-otot, wajah, dan laring. Keadaan ini dapat
menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan (otot-otot
palatum), menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal, dan pasien tak
mampu menutup mulut yang dinamakan sebagai tanda rahang menggantung.
Pada sistem pernapasan, terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya
batuk yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak
lagi mampu membersihkan lender dari trakea dan cabang- cabangnya. Pada kasus
yang lebih lanjut, gelang bahu dan panggul dapat terserang hingga terjadi
kelemahan pada semua otot-otot rangka.
Tanda Khas Miastenia Gravis
• Kelemahan otot voluntar berfluktuasi, terutama otot wajah dan otot ekstraokular
• Kelemahan otot meningkat dengan aktivitas
• Kekuatan otot meningkat setelah istirahat
• Kekuatan otot meningkat sebagai respon terhadap pengobatan
Biasanya gejala Miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan dengan
memberikan obat antikolinesterase. Namun gejala-gejala tersebut dapat menjadi
lebih atau mengalami eksaserbasi oleh sebab
1. Perubahan keseimbangan hormonal, misalnya selama kehamilan, fluktuasi
selama siklus haid atau gangguan fungsi tiroid.
2. Adanya penyakit penyerta terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas,
dan infeksi yang disertai diare dan demam.
3. Gangguan emosi atau stres. Kebanyakan pasien mengalami kelemahan
otot apabila mereka berada dalam keadaan tegang.
4. Alkohol, terutama bila dicampur dengan air soda yang mengandung kuinin
(suatu obat yang mempermudah terjadinya kelemahan otot) dan obat-obat
lainnya.
Pada pemeriksaan neurologik tidak ditemukan kelainan. Gejala kelemahan otot
dapat diprovokasi oleh aktivitas, stres, nervositas, demam dan obat-obat tertentu
seperti B-blocker, derivat kinine, aminoglikosida dan lain-lain. Dulu diduga
Miastenia gravis tidak timbul sebelum pubertas, akan tetapi dengan uji prostigmin
dapat dibuktikan pada anak umur 18 bulan - 10 tahun.
Klasifikasi klinis miastenia gravis dapat dibagi menjadi:
1. Kelompok I: Miastenia okular
Hanya menyerang otot-otot okular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan,
tidak ada kasus kematian.
2. Kelompok IIA: Miastenia umum ringan
Awitan lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka
dan bulbar. Sistem pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik.
Angka kematian rendah.
3. Kelompok IIB: Miastenia umum sedang
Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala okular, lalu berlanjut semakin
berat dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria, disfagia,
dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan miastenia gravis umum
ringan. Otot-otot pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat kurang
memuaskan dan aktifitas pasien terbatas, tetapi angka kematian rendah.
4. Kelompok III: Miastenia berat akut
Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang berat
disertai mulai terserangnya otot-otot pernapasan. Biasanya penyakit berkembang
maksimal dalam waktu 6 bulan. Respons terhadap obat buruk. Insiden krisis
miastenik, kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya tinggi. Tingkat kematian
tinggi.
5. Kelompok IV: Miastenia berat lanjut
Miastenia gravis berat lanjut timbul paling sedikit 2 tahun sesudah awitan gejala-
gejala kelompok I atau II. Miastenia gravis berkembang secara perlahan-lahan
atau secara tiba-tiba. Respons terhadap obat dan prognosis buruk.
Disamping klasifikasi tersebut diatas, Millichap dan Dodge membagi Miastenia
gravis pada anak dalam 3 tipe:
1. Neonatal transient Miastenia gravis
Tipe ini terdapat pada 10-20% bayi baru lahir dari ibu-ibu yang menderita
Miastenia gravis. Beratnya gejala tidak berkaitan dengan beratnya
penyakit pada ibu . Segera atau beberapa jam setelah lahir, bayi menjadi
lemah, gerakan berkurang, tidak dapat mengisap, sukar menelan,
pernapasan melemah. Gejala ini berlangsung tidak lebih dari 1 Bulan dan
bayi berangsurangsur kembali normal karena masuknya anti-AChR dari
ibu secara transplasenter ke dalam tubuh bayi.
2. Neonatal persistent Miastenia gravis (congenital Miastenia gravis)
Gejala timbul pada waktu lahir, tetapi ibunya tidak sakit Miastenia gravis.
Gejala hampir sama dengan tipeneonatal transient Miastenia gravis,
bersifat ringan, berlangsung lama, makin lama makin buruk . Relatif
resisten terhadap pengobatan dan remisi komplit jarang.
3. Juvenile Miastenia gravis
Tipe ini timbul pada umur 2 tahun sampai remaja. Keluhan dan gejala
sama seperti pada orang dewasa dan gejala pertama biasanya diplopia dan
ptosis atau gejala THT seperti gangguan mengunyah, menelan atau suara
sengau.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat pasien dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksa harus memiliki pengetahuan mengenai Miastenia gravis. Banyak
pasien telah berterus terang kepada psikiater karena gejala mereka hanya memiliki
dasar fisiologis. Meminta pasien untuk memperlihatkan aktivitas berulang hingga
kelelahan adalah bukti-bukti yang dapat membantu menegakkan diagnosis.
Elektromiografi (EMG) memperlihatkan satu ciri khas penurunan dalam
amplitudo unit motorik potensial dengan penggunaan yang terus menerus. Tes
khusus untuk Miestenia gravis adalah adanya antibodi serum terhadap reseptor
asetilkolin. Setidaknya 80% penderita Miestenia gravis memiliki kadar antibodi
serum tinggi yang abnormal, tetapi penderita bentuk penyakit Miestenia gravis
okular yang ringan atau tunggal dapat memiliki hasil negatif palsu. Diagnosis
dipastikan dengan tes Tensilon. Enrofonium klorida (Tensilon) adalah suatu obat
menghambat kolinesterase, yang diberikan secara intravena. Pada pasien
Miestenia gravis terlihat perbaikan kekuatan otot dalam 30 detik. Ketika
didapatkan diagnosis banding antara Miestenia gravis sejati, namun penyebabnya
berkaitan dengan proses patologis lain ( seperti diabetes, kelainan tiroid, dan
keganasan yang menyebar). Usia awitan dua keadaan ini adalah faktor pembeda
yang penting. Penderita Miestenia gravis sejati biasanya berusia muda, sedangkan
penderita sindrom miestenia cenderung lebih tua. Gejala sindrom miastenia
biasanya menghilang bila penyakit dasarnya dapat dikontrol.
Pada Miestenia gravis terjadi kelainan kelenjar timus. Walaupun terlalu kecil
untuk dapat dilihat secara radiologis, kelenjar timus sebagian besar pasien secara
histologis adalah abnormal. Perempuan usia muda cenderung mengalami
hiperplasia timus sedangkan laki-laki usia tua cenderung mengalami neoplasma
timus.
G. KOMPLIKASI
1. Krisis dalam Miastenia Gravis
Pada miastenia gravis dikatakan berada dalam krisis jika ia tidak dapat menelan,
membersihkan sekret atau bernapas secara adekuat tanpa bantuan alat. Ada dua
jenis krisis, yaitu:
a. Krisis miastenik
Krisis miastenik merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang terjadi bila otot
yang mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah. Kondisi ini dapat
menyebabkan gagal pernapasan akut dan pasien seringkali membutuhkan
respirator untuk membantu pernapasan selama krisis berlangsung. Krisis
miastenik juga merupakan keadaan dimana dibutuhkan antikolinesterase yang
lebih banyak. Keadaan ini dapat terjadi pada kasus yang tidak memperoleh obat
secara cukup dan dapat dicetuskan oleh infeksi. Tindakan terhadap kasus
demikian adalah sebagai berikut:
Kontrol jalan napas
Pemberian antikolinesterase
Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis
Bila pada krisis miastenik pasien tetap mendapat pernapasan buatan (respirator),
obat-obat antikolinesterase tidak diberikan terlebih dahulu, karena obat-obat ini
dapat memperbanyak sekresi saluran pernapasan dan dapat mempercepat
terjadinya krisis kolinergik. Setelah krisis terlampaui, obat-obat dapat mulai
diberikan secara bertahap, dan seringkali dosis dapat diturunkan.
2. Krisis kolinergik
Krisis kolinergik yaitu keadaan yang diakibatkan kelebihan obat-obat
antikolinesterase.
Hal ini mungkin disebabkan karena pasien tidak sengaja telah minum obat
berlebihan,
atau mungkin juga dosis menjadi berlebihan karena terjadi remisi spontan.
Golongan ini sulit dikontrol dengan obat-obatan dan batas terapeutik antara dosis
yang terlalu sedikit dan dosis yang berlebihan sempit sekali.
Respons mereka terhadap obat-obatan seringkali hanya parsial. Tindakan terhadap
kasus demikian adalah sebagai berikut:
Kontrol jalan napas
Penghentian antikolinesterase untuk sementara waktu, dan dapat
diberikan atropine 1 mg intravena dan dapat diulang bila perlu. Jika
diberikan atropine, pasien harus diawasi secara ketat, karena secret
saluran napas dapat menjadi kental sehingga sulit dihisap atau mungkin
gumpalan lender dapat menyumbat bronkus, menyebabkan atelektasis.
Kemudian antikolinesterase dapat diberikan lagi dengan dosis yang
lebih rendah.
Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis.
Untuk membedakan kedua tipe krisis tersebut dapat diberikan tensilon 2-5 mg
intravena. Obat ini akan memberikan perbaikan sementara pada krisis miastenik,
tetapi tidak akan memberikan perbaikan atau bahkan memperberat gejala-gejala
krisis kolinergik.
2. Komplikasi Lain
Komplikasi lain yang dapat timbul termasuk tersedak, aspirasi makanan, dan
pneumonia.
Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk riwayat
penyakit sebelumnya (misal, infeksi virus pada pernapasan), pasca operasi,
pemakaian kortikosteroid yang ditappering secara cepat, aktivitas berlebih
(terutama pada cuaca yang panas), kehamilan, dan stress emosional.
H. TATA LAKSANA
Pada pasien dengan Miastenia gravis harus belajar dalam batasan yang ditetapkan
oleh penyakit yang mereka derita ini. Mereka memerlukan tidur selam 10 jam
agar dapat bangun dalam keadaan segar, dan perlu menyelingi kerja dengan
istirahat. Selain itu mereka juga harus menghindari factor-faktor pencetus dan
harus minum obat tepat pada waktunya.
Walaupun belum ada penelitian tentang strategi pengobatan yang pasti, tetapi
Miastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang paling dapat diobati.
Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunosmudulasi
merupakan penatalaksanaan utama pada miastenia gravis. Antikolinesterase
biasanya digunakan pada miastenia gravis yang ringan. Sedangkan pada pasien
dengn miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi yang
rutin.
Terapi imunosupresif dan imunomodulasi yang dikombinasikan dengan
pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, mampu menghambat terjadinya
mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita miastenia gravis.
Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan
kekuatan otot secara cepat dan terbukti memiliki onset lebih lambat tetapi
memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan.
Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3 prinsip, yaitu :
1. Mempengaruhi transmisi neuromuskuler:
a. Istirahat
Dengan istirahat, banyaknya ACh dengan rangsangan saraf akan
bertambah sehingga serat-serat otot yang kekurangan AChR di bawah
ambang rangsang dapat berkontraksi.
b. Memblokir pemecahan Ach
Dengan anti kolinesterase, seperti prostigmin, piridostigmin, edroponium
atau ambenonium diberikan sesuai toleransi penderita, biasanya dimulai
dosis kecil sampai dicapai dosis optimal. Pada bayi dapat dimulai dengan
dosis 10 mg piridostigmin per os dan pada anak besar 30 mg , kelebihan
dosis dapat menyebabkan krisis kolinergik.
2. Mempengaruhi proses imunologik
a. Timektomi
Tujuan neurologi utama dari Thymectomi ini adalah tercapainya perbaikan
signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obat yang harus
dikonsumsi pasien, serta idealnya adalah kesembuhan yang permanen dari
pasien. Timektomi dianjurkan pada MG tanpa timoma yang telah
berlangsung 3-5 tahun. Dengan timektomi, setelah 3 tahun ± 25%
penderita akan mengalami remisi klinik dan 40-50% mengalami
perbaikan.
b. Kortikosteroid
Diberikan prednison dosis tunggal atau alternating untuk mencegah efek
samping. Dimulai dengan dosis kecil, dinaikkan perlahan-lahan sampai
dicapai dosis yang diinginkan. Kerja kortikosteroid untuk mencegah
kerusakan jaringan oleh pengaruh imunologik atau bekerja langsung pada
transmisi neromuskuler.
c. Imunosupresif
Yaitu dengan menggunakan Azathioprine, Cyclosporine,
Cyclophosphamide (CPM). Namun biasanya digunakan azathioprin
(imuran) dengan dosis 2½ mg/kg BB. Azathioprine merupakan obat yang
secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh dan secara umum
memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat
imunosupresif lainnya. Perbaikan lambat sesudah 3-12bulan. Kombinasi
azathioprine dan kortikosteroid lebih efektif yang dianjurkan terutama
pada kasus-kasus berat.
d. Plasma exchange
Berguna untuk mengurangi kadar anti-AChR; bila kadar dapat diturunkan
sampai 50% akan terjadi perbaikan klinik.
3. Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot
Tujuannya agar penderita dapat menyesuaikan kelemahan otot dengan:
a. Memberikan penjelasan mengenai penyakitnya untuk mencegah problem
psikis.
b. Alat bantuan non medikamentosa
Pada Miastenia gravis dengan ptosis diberikan kaca mata khusus yang
dilengkapi dengan pengkait kelopak mata. Bila otot-otot leher yang kena,
diberikan penegak leher. Juga dianjurkan untuk menghindari panas
matahari, mandi sauna, makanan yang merangsang, menekan emosi dan
jangan minum obat-obatan yang mengganggu transmisi neuromuskuler
seperti B-blocker, derivat kinine, phenintoin, benzodiazepin, antibiotika
seperti aminoglikosida, tetrasiklin dan d-penisilamin
I. PROGNOSIS
Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik dari pada orang
dewasa. Dalam perjalanan penyakit, semua otot serat lintang dapat diserang,
terutama otot-otot tubuh bagian atas, 10% Miastenia gravis tetap terbatas pada
otot-otot mata, 20% mengalami insufisiensi pernapasan yang dapat fatal, 10%
cepat atau lambat akan mengalami atrofi otot. Progresi penyakit lambat, mencapai
puncak sesudah 3-5 tahun, kemudian berangsur-angsur baik dalam 15-20 tahun
dan ± 20% antaranya mengalami remisi. Remisi spontan pada awal penyakit
terjadi pada 10% Miastenia gravis.
J. PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan suatu bentuk pencegahan yang dilakukan pada saat
individu belum menderita sakit. Bentuk upaya yang dilakukan yaitu dengan cara
promosi kesehatan atau penyuluhan degan cara memberikan pengetahuan
bagaimana penanggulangan dari penyakit Miastenia gravis yang dapat dilakukan
dengan:
a. Memberi pengetahuan untuk tidak mengkonsumsi minum- minuman
beralkohol, khususnya apabila minuman keras tersebut dicampur dengan
air soda yang mengandung kuinin. Kuinin ini merupakan suatu obat yang
memudahkan terjadinya kelemahan otot.
b. Menjaga kondisi untuk tidak kelelahan dalam melakukan pekerjaan dan
menjaga kondisi untuk tidak stres. Karena kebanyakan pasien- pasien
Miastenia gravis ini terjadi pada saat mereka dalam kondisi yang lelah dan
tegang.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini ditujukan pada individu yang sudah mulai sakit dan menunjukkan
adanya tanda dan gejala. Pada tahap ini yang dapat dilakukan adalah dengan cara
pengobatan antara lain dengan mempengaruhi proses imunologik pada tubuh
individu, yang bisa dilaksanakan dengan; Timektomi, Kortikosteroid,
Imunosupresif yang biasanya menggunakan Azathioprine.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier (rehabilitasi), pada bentuk pencegahan ini mengusahakan agar
penyakit yang di derita tidak menjadi hambatan bagi individu serta tidak terjadi
komplikasi pada individu. Yang dapat dilakukan dengan:
a. Mencegah untuk tidak terjadinya penyakit infeksi pada pernafasan. Karena
hal ini dapat memperburuk kelemahan otot yang diderita oleh individu.
b. Istirahat yang cukup
c. Pada Miastenia gravis dengan ptosis, yaitu dapat diberikan kacamata
khusus yang dilengkapi dengan pengait kelopak mata.
d. Mengontrol pasien Miastenia gravis untuk tidak minum obat-obat
antikolinesterase secara berlebihan.
BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara
terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul
karena adanya gangguan darisynaptic transmission atau pada neuromuscular
junction. Gangguan tersebut akan mempengaruhi transmisi neuromuscular pada
otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter).
Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan
wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 3 : 1. Pada wanita,
penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 20 tahun, sedangkan
pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 40 tahun. Pada anak, prognosis
sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik dari pada orang dewasa
Tanda Khas Miastenia Gravis, yaitu 1) Kelemahan otot voluntar berfluktuasi,
terutama otot wajah dan otot ekstraokular, 2) Kelemahan otot meningkat dengan
aktivitas, 3) Kekuatan otot meningkat setelah istirahat, 4) Kekuatan otot
meningkat sebagai respon terhadap pengobatan.
Pada miastenia gravis dikatakan berada dalam krisis jika ia tidak dapat menelan,
membersihkan sekret, atau bernapas secara adekuat tanpa bantuan alat. Ada dua
jenis krisis, yaitu: krisis miastenik dan krisis kolinergik.
Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3 prinsip, yaitu;
(1) Mempengaruhi transmisi neuromuskuler, (2) Mempengaruhi proses
imunologik, (3) Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot.