laporan modul 6 anorganik

Upload: swastika-utama

Post on 18-Oct-2015

186 views

Category:

Documents


29 download

TRANSCRIPT

A4_template for transducers01

Laporan Praktikum Kimia Anorganik

Percobaan 6Reaksi Oksidasi Senyawa Kompleks Cr(III) dengan H2O2[Penulis: Swastika Utama][10511010; K-01; Kelompok 1][email protected]

Stereokimia adalah studi mengenai tata ruang atom-atom dalam molekul, bagaimana atom-atom tersusun dalam ruang tiga dimensi membentuk molekul. Percobaan yang dilakukan ini bertujuan agar mahasiswa memahami konsep stereokimia dan konsep konfigurasi absolut yaitu definisi meso dan rasemat. Pada percobaan ini, mahasiswa melakukan dua kali sintesis. Yang pertama adalah sintesis Asam Meso-2,3-dibromosuksinat dan yang kedua adalah Asam Rasemat-2,3-dibromosuksinat. Di laboratorium, kedua sintesis ini menggunakan teknik pemanasan dengan refluk, pengadukan dengan pengaduk magnet, penambahan per tetes dengan pipet tetes, penyaringan, evaporasi dengan rotavapor, rekristalisasi, penggunaan penangas es, dan pemanasan dengan penangas listrik. Untuk sintesis Asam rasemat, dilakukan juga teknik ekstraksi untuk memisahkan zat cair yang tidak saling bercampur. Pada akhir percobaan, didapatkan titik leleh dari masing-masing senyawa hasil sintesis. Titik leleh ini membuktikan bahwa struktur ruang atom dalam molekul dapat menentukan sifat dari molekulnya sendiri. Dari hasil percobaan diperoleh range titik leleh Asam Meso-2,3-dibromosuksinat (261.1-267.9) oC dan range titik leleh Asam Rasemat-2,3-dibromosuksinat (167-175) oC. Dari hasil ini diperoleh %kesalahan dari masing-masing senyawa hasil sintesis yaitu (0.038-0.714)% dan (0.595-2.941)%. Dari hasil ini kesimpulannya senyawa hasil sintesis masih belum murni karena masih ada pengotor dalam senyawa sehingga menyebabkan titik leleh hasil sintesis cukup berbeda dengan titik leleh hasil teoritis.Kata kunci: Stereokimia, sintesis asam fumarat, sintesis asam maleat, asam meso, asam rasemat.1. PENDAHULUAN

Kromium merupakan unsur yang berwarna perak atau abu-abu baja, berkilau, dan keras. Kromium tidak ditemukan sebagai logam bebas di alam. Kromium ditemukan dalam bentuk bijih kromium, khususnya dalam senyawa PbCrO4 yang berwarna merah. PbCrO4 dapat digunakan sebagai pigmen merah untuk cat minyak.

Kromium eksis dalam rentang bilangan oksidasi yang besar, dari -2 hingga +6, dengan spesi trivalen [Cr(III)] dan heksavalen [Cr(VI) atau kromat] yang umum ditemukan dalam air, dibandingkan dengan besi atau tembaga. Sebagai oksianion, kromat larut sempurna dalam semua rentang pH.

Kromium trivalen [Cr(III)], di sisi lain, adalah kromium dengan bilangan oksidasi yang paling stabil secara termodinamika, inert secara kinetika dan toksik rendah secara signifikan. Kromium (III) dapat diperoleh dengan melarutkan unsur kromium dalam asam seperti asam klorida atau asam sulfat. Ion Cr3+ memiliki jari-jari yang hampir sama (0.63 ) dengan ion Al3+ (0.50 ), sehingga ion tersebut dapat menggantikan satu sama lain dalam beberapa senyawa, seperti dalam tawas.

Meskipun kedua spesi kromium [Cr(VI) dan Cr(III)] dikarakterisasi dengan perbedaan sifat kimia, bioavailabilitas dan toksisitas, kedua spesi tersebut dapat mengalami interkonversi dalam larutan aqueous. Cr(VI) merupakan oksidator kuat [E0(HCrO4-/Cr3+ = 1,35 VNHE)] dan bereaksi cepat dengan reduktor (seperti Fe, Fe2+, S2- dan bahan natural organik) untuk membentuk Cr(III). Di sisi lain, Cr(III) secara termodinamika stabil dalam kondisi tereduksi dan dioksidasi menjadi Cr(VI) oleh Mn(III, IV) (hidrat) oksida atau foto-oksidasi oleh FeOH.

H2O2 sendiri dapat menginterkonversi Cr(III) dan Cr(VI) menjadi masing-masing tersebut karena kemampuannya untuk bertindak sebagai oksidator [E0(H2O2/H2O) = 1,77 V] dan reduktor [E0(O2/H2O2) = 0,68 V]. Hubungan pH antara pasangan Cr(VI)/Cr(III) dan O2/H2O2 mengindikasikan bahwa H2O2 dapat mengoksidasi Cr(III) pada pH > 8 dan mereduksi Cr(VI) pada pH yang lebih rendah. Karena kekuatan reduksi H2O2 pada Cr(VI) menjadi Cr(III) pada pH < 3 digunakan untuk menghilangkan kromat dari air limbah.2. PERCOBAAN2.1Alat dan Bahan

2.1.1Alat

Alatalat yang digunakan pada percobaan ini Antara lain spektronik-20, kuvet, pemanas listrik, Labu takar 250 mL, labu takar 100 mL, labu takar 50 mL, gelas ukur 50 mL, gelas kimia 50 mL, pipet tetes, spatula, dan stirrer.

2.1.2Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lain larutan standar Cr(VI) 100 ppm, sampel senyawa kompleks Cr(III): Cr(NO3)3.9H2O, Cr(acac)3.H2O, [Cr(ur)6]Cl3.3H2O, NaOH 2M, H2O2 30%, dan HNO3 2M. 2.2Prosedur

2.2.1Pembuatan Kurva Standar Larutan Cr(VI)

Larutan standar Cr(VI) dengan konsentrasi 10, 20, 30 dan 40 ppm dibuat dengan cara mengencerkan larutan standar Cr (VI) 100 ppm menggunakan larutan NaOH 2 M. Setiap larutan standar tersebut diukur absorbansinya pada panjang gelombang 374 nm. Larutan NaOH 2M digunakan sebagai blanko. Kurva larutan standar Cr(VI) dibuat berdasarkan hasil pengukuran.2.2.2Penentuan Kadar Cr(VI) Hasil Oksidasi Senyawa Cr(III)

Senyawa Cr(NO3)3.9H2O sebanyak 0.2 gram ditambahkan dengan 8 mL HNO3 2M tetes demi tetes hingga padatan larut. Campuran tersebut diaduk dan dipanaskan hingga mendidih. Setelah benar-benar larut, larutan didinginkan pada suhu ruang. Kemudian ke dalam larutan ditambahkan larutan NaOH 2M sambil diukur pHnya. Penambahan NaOH 2M dilakukan tetes demi tetes hingga larutan memiliki pH lebih besar dari 8. Selanjutnya, larutan H2O2 30% ditambahkan ke dalam larutan Cr(III) tersebut sedikit demi sedikit hingga 20 tetes sambil diaduk perlahan. Bila muncul endapan di dalam larutan, larutan harus disaring dahulu supaya endapan tidak mengganggu saat pengukuran absorbansi. Setelah penambahan H2O2 30%, larutan dipanaskan hingga mendidih dan gelembung gas habis. Larutan didinginkan pada suhu ruang. Selanjutnya larutan dituangkan ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan dengan larutan NaOH 2M hingga tanda batas. Absorbansi larutan diukur, bila absorbansi lebih dari 1 maka larutan harus diencerkan terlebih dulu. Prosedur diulangi untuk sampel Cr(acac)3.H2O dan [Cr(ur)6]Cl3.3H2O dengan jumlah kedua senyawa masing-masing 0.5 mmol.2.3Data Pengamatan

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada percobaan ini, sintesis untuk asam meso-2,3-dibromosuksinat dan sintesis asam rasemat-2,3-dibromosuksinat masingmasing diberi larutan stok brom berlebih. Tujuannya adalah agar reaksi berlangsung ke kanan, sehingga produk yang dihasilkan dapat optimal.

Reaksi sintesis pada percobaan ini merupakan salah satu jenis reaksi adisi halogen. Pada sintesis pertama, asam fumarat yang diadisi oleh bromida akan menghasilkan senyawa meso, yaitu Asam Meso-2,3-dibromosuksinat, menurut reaksi:

Senyawa meso yang terbentuk ini adalah suatu senyawa yang pada dasarnya bersifat kiral namun karena memiliki bidang simetris maka senyawa ini menjadi tidak kiral. Hal ini bisa disebabkan karena orientasi serangan yang menyebabkan bidang pada senyawa menjadi simetris.

Sementara sintesis kedua yang menggunakan asam maleat didapat suatu senyawa rasemat yaitu Asam Rasemat-2,3-dibromosuksinat, menurut reaksi:

Adisi brom kepada senyawa asam maleat dilakukan via ion bromonium, dimana sebelumnya brom akan dikatalisi menghasilkan brom yang memiliki muatan positif pada molekul Br2. Adanya perbedaan momen dipol pada molekul Br2 dimana salah satu nya adalah momen dipol positif mengakibatkan ikatan rangkap yang ada pada asam fumarat yang kaya akan elektron menjadi nukleofil dan akan menyerang brom yang memiliki momen dipol positif. Kemudian terbentuklah jembatan bromonium yang menghubungkan antara brom dengan kedua karbon yang awalnya memiliki ikatan rangkap.

Anion bromida kemudian akan menyerang sisi belakang karbon dari ion bromonium melalui reaksi SN2. Penyerangan anion bromida ini memiliki dua kemungkinan serangan yang menyebabkan terbentuknya campuran rasemat dan stereospesifik.

Karena perbedaan orientasi serangan (adisi brom) menyebabkan enansiomer memiliki arah putar yang berbeda sesuai dengan orientasi serangan brom sehingga terbentuklah campuran rasemat.

Campuran rasemat yang terbentuk ini merupakan campuran satu banding satu dimana suatu senyawa memiliki isomer putar kanan (R) dan isomer putar kiri (S) atau yang disebut enansiomer.

Dari kedua hasil sintesis, baik Asam Rasemat-2,3-dibromosuksinat maupun Asam Meso-2,3-dibromosuksinat, keduanya merupakan senyawa yang tidak memiliki putaran optis. Pada senyawa rasemat, komposisi 50:50 menyebabkan enantiomer yang satu dapat menetralkan efek putaran optis dari enantiomer lainnya. Sedangkan senyawa meso memiliki simetri molekul dan dapat dikatakan akiral oleh karena itu tidak memiliki putaran optis aktif

Yang membuat berbeda dari kedua sintesis ini adalah, pada sintesis Asam Rasemat-2,3-dibromosuksinat dilakukan dahulu ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair ini bertujuan untuk memisahkan senyawa yang kedua fasanya adalah zat cair yang tidak saling bercampur. Lalu terhadap fasa organik ditambahkan senyawa anhidrat dengan tujuan untuk menarik air agar kemurnian dari kristal yang kita inginkan semakin meningkat.

Dan dari percobaan ini didapat hasil sebagai berikut:Titik leleh senyawa hasil sintesis (oC)

Asam Meso-2,3-Dibromosuksinat261.1-267.9

Asam Rasemat-2,3-Dibromosuksinat167-175

Sementara dari hasil referensi diketahui bahwa :Titik leleh senyawa menurut referensi (oC)

Asam Meso-2,3-Dibromosuksinat261-266

Asam Rasemat-2,3-Dibromosuksinat168-170

Dari hasil di atas dapat diperoleh range %Kesalahan untuk Asam Meso-2,3-dibromosuksinat sebesar 0.038% - 0.714%. Sementara untuk Asam Rasemat-2,3-dibromosuksinat didapat nilai range %Kesalahan sebesar 0.595% - 2.941%.

Menurut literatur, jika persen kesalahan untuk hasil yang diperoleh lebih dari 5%, maka hasil yang diperoleh tersebut dinilai belum murni. Maka, hasil percobaan yang didapat dari sintesis juga dianggap belum murni. Data ini mengindikasikan asam yang didapat tidak terlalu murni, hal ini disebabkan masih tertinggalnya zat pengotor, zat pengotor tidak menguap dan mempengaruhi konsentrasi kedua asam tersebut. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan penganalit ikut mempengaruhi besarnya kesalahan yang diperoleh.Trayek titik leleh Asam Meso-2,3-Dibromosuksinat sebesar (261.1-267.9)oC, sedangkan Asam Rasemat-2,3-dibromosuksinat sebesar (167-175)oC. Hal ini mengindikasikan energi kisi kristal asam meso lebih besar dibandingkan asam rasemat. Sehingga dapat disimpulkan asam meso memiliki kestabilan yang lebih tinggi dibandingkan asam rasemat, karena asam meso membentuk gugus karboksilat yang trans sedangkan asam rasemat membentuk gugus karboksilat cis. Bentuk trans lebih baik karena interaksi antara dua gugus karboksilatnya lebih kecil ketimbang bentuk cis4.KESIMPULAN

Pada akhir percobaan, didapat range titik leleh Asam Meso-2,3-dibromosuksinat sebesar 261.1 oC - 267.9 oC. Dari hasil ini didapat nilai range %Kesalahan sebesar 0.038% - 0.714%.

Sementara untuk Asam Rasemat-2,3-dibromosuksinat didapat range titik leleh sebesar 167 oC 175oC. Dari hasil ini didapat nilai range %Kesalahan sebesar 0.595% - 2.941%. UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan Rahmat-Nya saya bisa menyelesaikan laporan ini. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada Dr. Deana Wahyuningrum yang telah membimbing kami dan khususnya saya untuk menjalani praktikum Kimia Organik selama satu semester ini.

Ucapan terimakasih juga saya ucapkan kepada para analis yang telah menyiapkan bahan-bahan untuk praktikum. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada asisten praktikum yang telah membantu selama praktikum, dan membantu memberikan penjelasan mengenai percobaan yang dilakukan.

Ucapan yang sama juga saya sampaikan kepada teman-teman yang membantu dalam pelaksanaan praktikum, khususnya teman-teman kelompok H yang selama satu semester pelaksanaan praktikum kimia organik ini selalu membantu dalam melakukan percobaan.

Tak lupa saya juga mengucapkan terimakasih kepada orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral, serta semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga laporan ini dapat saya selesaikan.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.DAFTAR PUSTAKA

[1]Mayo, D.W., Pike, R.M., Forbes, D.C. (2011), Microscale Organic Laboratory: with Multistep and Multiscale Synthesis, 5th edition, John Wiley & Sons, New York, 163-173.[2]Pasto, D., Johnson, C., Miller, M. (1992), Experiments and Techniques in Organic Chemistry, Prentice Hall Inc., New Jersey, 488-490.[3]Williamson (1999), Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston, 706-707.[4]Ralph J. Fessenden & Joan S. Fessenden (1982), Organic Chemistry, 2nd edition, Willard Grant Press/PWS Publisher, Massachusetts USA, 138-156.[5]Diakses pada tanggal 19 November 2012 pukul 14.05 WIB.

http://www.studifarmasi.blogspot.com

[6]Diakses pada tanggal 19 November 2012 pukul 14.07 WIB

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Stereokimia-010.pdf