[laporan modul vii selasa 1 22215031]
TRANSCRIPT
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
1/30
MODUL VII
Densitas, Viskositas, Gel Strength dan Atmosfir Filtration Loss
Water Based Mud
LAPORAN PRAKTIKUM
Nama : Deny Fatryanto Edyzoh Eko Widodo
NIM : 22215031
Kelompok : Selasa 1 (14.00 WIB 16.00 WIB)
Tanggal Praktikum : 10 November 2015
Tanggal Penyerahan : 17 November 2015
Dosen : Dr.Ing. Bonar Tua Halomoan Marbun
Asisten : Muhammad Israr Firdaus (12212005)
Arnold Rico Novrianto (12212094)
LABORATORIUM TEKNIK OPERASI PEMBORAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2015
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
2/30
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum Densitas, Viskositas, Gel Strength, dan Atmosfer Filtration Loss
Water Base Mud ini adalah:
1. Memahami fungsi lumpur dalam proses pengeboran
2. Memahami dan mengukur sifat-sifat lumpur pengeboran : densitas, viskositas, gel
strength, dan filtration loss
3. Memahami prinsip dan cara kerja peralatan praktikum : Fann VG, Mud Balance, dan
Filter Pressure Apparatus
4.
Memahami perubahan sifat lumpur pengeboran akibat penambahan berbagai jenis aditif
1.2 Alat
1. Multi Mixer
2. Timbangan Electric
3. Mud Balance
4. Fann VG
5.
Atmosfer Filtration Loss (LPLT Filtration Aparatus)
1.3 Bahan
1. Air
2. Bentonite
3. Starch
4. CMC-LV
5. Hematite6. Soltex
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
3/30
BAB II
PROSEDUR PERCOBAAN
2.1 Pembuatan Lumpur WBM
Lumpur yang digunakan dalam percobaan ini dibuat dengan komposisi adalah sebagai berikut :
Tabel 1.1 - Komposisi sampel percobaan
Jenis KomposisiLama
Pengadukan
Jumlah
Additif
Lumpur Standar
(Sampel 1)
350 air + 22.5 gr
Bentonite
8 Menit
Sampel 2 Sampel 1 + Starch 6 menit 1.5 gr
Sampel 3 Sampel 1 + CMC LV 6 Menit 3 gr
Sampel 4 Sampel 1 + Hematite 6 Menit 4.5 gr
Sampel 5 Sampel 1 + Soltex 6 Menit 6 gr
Adapun prosedur percobaan pembuatan lumpur WBM sesuai dengan modul praktikum adalah
sebagai berikut :
1. Timbang beberapa zat yang akan digunakan dalam pengujian
2. Siapkan air 350 cc, kemudian campur dengan 22.5 gr bentonit dan ditambahkan additive
yang telah ditimbang. Caranya air dimasukkan ke dalam bejana, lalu dipasang pada
multimixer dengan campuran bentonit additive dimasukkan sedikit demi sedikit dengan
mixing time tertentu.
3. Setelah mixing time dan tambahan 10 menit diaduk pada mixer, bejana diambil kemudian
masukkan lumpul kedalam sel tabung pada rolling oven atau pada tempat pengaduk
4. Biarkan paling sedikit selama 16 20 jam. Namun dikarenakan pada kesalahan
komunikasi, lumpur yang dipergunakan dalam praktikum ini tidak didiamkan selama 16
20 jam namun langsung digunakan setelah proses mixing.
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
4/30
Gambar 2.1 Proses Mixing Lumpur
Beberapa asumsi yang digunakan saat proses pembuatan lumpur serta asumsi umum praktikum
secara kesuluruhan antara lain :
1. Seluruh bahan aditif tercampur merata (homogen) didalam lumpur dan tidak
menggumpal.
2. Percobaan dilakukan pada tekanan dan praktikum yang konstan. Tekanan dan temperatur
yang berubah-ubah akan berpengaruh pada sifat lumpur pemboran yang akan mengubah
keakuratan dari percobaan.
3. Tidak ada kesalahan paralaks ketika melakukan pembacaan data. Pembacaan data ketika
melakukan pengukuran diasumsikan tidak ada kesalahan paralaks, seperti mengukur
volume air untuk pembuatan lumpur.
2.2 Densitas
Densitas merupakan property intrinsic yang tidak dipengaruhi oleh kuantitas. Densitas
merupakan salah satu sifat lumpur yang sangat berpengaruh dalam operasi pemboran. Densitas
berhubungan langsung dengan fungsi lumpur sebagai pengimbang tekanan formasi. Lumpur
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
5/30
dengan densitas yang terlalu besar akan mengakibatkan lost circulation dan lumpur dengan
densitas yang terlalu kecil akan mengakibatkan kick.
Pada pengukuran densitas pada praktikum ini, digunakan alat Mud Balance. Prinsip kerja dari
alat ini adalah mengukur densitas dari mud dengan prinsip kesetimbangan massa. Alat ini
digunakan untuk mengukur densitas mud. Sebelum digunakan alat ini harus dikalibrasi dengan
air dengan referensi densitas untuk air adalah 8.33 ppg. Air dimasukkan kedalam cup sampai
terisi penuh. Hal ini harus diperhatikan karena skala densitas yang tertera pada skala pembacaan
sudah disesuaikan dengan volume cup tersebut. Kemudian lihat level glass, apabila level glass
tidak berada ditengah maka harus dilakukan penambahan/pengurangan beban pada calibration
crew. Setelah dikalibrasi, lumpur yang ingin diuji dimasukkan ke dalam cup dan kemudian atur
rider sehingga level glass berada ditengah-tengah dan tunggu sampai stabil kemudian catat
densitas yang tertera pada posisi rider tersebut.
Adapun prosedur percobaannya adalah sebagai berikut :
1. Kalibrasi peralatan mud balance dengan cara sebagai berikut :
a. Bersihkan peralatan mud balance
b. Isi cup dengan air sampai penuh, tutup, bersihkan bagian luarnya dan keringkan
dengan kertas tissue.
c.
Letakkan mud balance pada kedudukannya.
d. Tempatkan rider pada skala 8.33 ppg
e. Cek level gelas, bila tidak seimbang atur calibration screw sehingga seimbang.
2. Ambil lumpur yang telah disiapkan, isi cup mud balance dengan lumpur tersebut.
3. Tutup cup, bersihkan lumpur yang melekat pada bagian luar dinding dan penutup cup.
4. Letakkan bakance arm pada kedudukannya. Atur rider hingga seimbang kemudian baca
densitas yang ditunjukkan skala.
5. Catat pembacaannya sebagai densitas lumpur.
6. Ulangi langkah 2 5 untuk komposisi lumpur lainnya.
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
6/30
Gambar 2.2 Mud Balance
Gambar 2.3 Proses pengukuran Densitas Mud dengan Mud Balance
Pada percobaan penentuan densitas WBM dengan Mud Balance beberapa asumsi yang
digunakan adalah sebagai berikut :
1. Tidak terjadi penggumpalan pada lumpur WBM (lumpur bersifat homogen).
2. Tidak ada gelembung udara yang saat pengukuran densitas WBM dengan menggunakan
Mud Balance sehingga yang diukur 100% WBM.
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
7/30
3. Tekanan dan temperatur adalah tekanan dan temperatur ruangan (konstan) pada
pengukuran densitas dengan menggunakan Mud Balance.
4. Densitas air sebesar 8.33 ppg
2.3 Pengukuran Apparent Viscosity, Plastic Viscosity, Yield Point, dan Gel Strength
dengan Fann VG Viscometer.
Pengukuran pada percobaan ini mengguakan Fann VG Viscometer. Prinsip kerja dari alat ini
adalah mengukur simpangan yang terjadi pada bob akibat momen torsi yang diberikan rotor
kepada lumpur dan kemudian lumpur berputar dan membuat simpangan pada bob. Alat ini
memiliki pengukuran yang bervariasi yaitu pada 3 RPM, 6 RPM, 100 RPM, 300 RPM, 600
RPM. Alat ini berguna untuk mengukur sifat rheology dari lumpur yaitu plastic viscosity,
yield point, gel strength dan apparent viscosity. Rheology tersebut dapa dihitung langsung
dari dial reading pada alat ini. Pada penentuan untuk OBM diperlukan thermal cup yang
berfungsi untuk menjaga suhu minyak pada suhu yang cukup tinggi sehingga emulsi dapat
menjadi lebih stabil pada saat pengukuran.
Penggunaan alat ini dengan memasukkan lumpur yang ingin diuji kedalam chamber sampai
pada batas yang terdapat pada chamber tersebut. Hal ini harus diperhatikan karena
pengukuran pada praktikum ini menggunakan 1 yield sehingga volume yang digunakan harus
tepat pada batas chamber tersebut. Kemudian atur chamber sehingga seluruh rotor dan bob
menyentuh lumpur tersebut. Kemudian atur tuas speed selection knob untuk mengatur
kecepatan putaran yang diinginkan.
Gambar 2.4 Speed Selection Knoob
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
8/30
Atur kecepatan putaran pada seluruh kecepatan putaran yang tersedia dan catat dial
reading.Setelah itu plastic viscosity, yield point dan apparent viscosity dapat dihitung
dengan:
Kemudian untuk menentukan gel strength, gunakan 600 RPM selama 10 detik kemudian segera
ubah kecepatan ke 3 RPM dan matikan Fann VG selama 10 detik. Setelah 10 detik, nyalakan
Fann VG dan catat simpangan maksimum sebagai gel strength 10 detik. Kemudian ulangi
langkah tersebut namun matikan fann VG selama 10 menit dan catat sebagai gel strength 10
menit. Fann VG dimatikan agar lumpur dalam keadaan static karena seperti yang kita ketahui
bahwa gel strength merupakan ukuran gaya tarik menarik pada saat static (diam).
Alat ini sesungguhnya kurang mencerminkan kondisi lumpur dalam lubang bor yang
sesungguhnya dikarenakan temperatur dalam lubang bor bervariasi dengan bertambahnya
kedalaman sedangkan pada percobaan ini temperature diasumsikan isothermal. Selain itu,
lumpur yang diuji dengan Fann VG tidak dalam kondisi disirkulasikan, hal ini berbeda dengan
kenyataan pada operasi pemboran dimana kondisi rotasi selalu diikuti oleh sirkulasi. Selain itu,
alat ini tidak menggambarkan keadaan lumpur di annulus.
Adapun prosedur pengujian ini adalah sebagai berikut :
1. Pengukuran Apparent Viscosity, Plastic Viscosity, Yield Point
a. Masukkan lumpur ke dalam thermal cup Fann VG Viscometer
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
9/30
b. Letakkan cup pada tempatnya, atur kedudukkan sehingga rotor dan boob tercelup
kedalam lumpur. Lumpur dalam thermal cup sudah harus dipanasi sampai 130F.
c. Jalankan rotor pada posisi high dengan kecepatan roto 600 RPM sampai kedudukan
skala (dial) mencapai kesetimbangan kemudian catat harga yang terbaca.
d.
Lanjutkan pengukuran untuk kecepatan rotor 300, 200, 100, 6, dan 3 RPM dengan
mengubah gear saat motor sedang berjalan.
2. Pengukuran Gel Strength
a. Aduk lumpur dengan Fann VG Viscometer pada kecepatan 600 RPM selama 10
detik.
b. Matikan Fann VG dan diamkan lumpur selama 10 detik.
c. Jalankan rotor pada kecepatan 3 RPM
d.
Catat simpangan maksimum skala petunjuk sebagai gel strength 10 detik.
e. Aduk kembali lumpur dengan Fann VG pada kecepatan 600 RPM selama 10 detik.
f. Matikan Fann VG pada dan diamkan lumpur selama 10 menit.
g. Jalankan rotor pada kecepatan 3 RPM
h. Catat simpangan maksimum skala penunjuk sebagai gel strength 10 menit.
i. Ulangi prosedur diatas pada sample WBM lainnya.
Adapun asumsi yang digunakan dalam Pengujian ini adalah :
1. Tekanan percobaan konstan
2. Isothermal
3. Tidak terjadi kesalahan paralaks ( kesalahan dalam membaca skala )
4. Alat bekerja dengan baik
5. Lumpur tidak menggumpal
6. Komposisi pembuatan lumpur sesuai
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
10/30
Gambar 2.5 Fann VG
2.4 Pengukuran Laju Filtrasi
Pada pengukuran laju filtrasi menggunakan alat filter press apparatus. Prinsip kerja dari alat ini
adalah mengukur volume filtrate lumpur pada graduated cylinder yang telah melalui media
berpori (filter paper) akibat lumpur yang berada pada cell diberikan tekanan. Alat ini digunakan
untuk mengukur volume filtrate loss dari lumpur dan ketebalan filter cake yang terbentuk. Alat
ini menggunakan tekanan sebesar 100 psi. Tekanan 100 psi yang digunakan dianalogikansebagai overbalance drilling yang umumnya berada 100 psi diatas tekanan formasi. Waktu 30
menit yang digunakan pada percobaan ini mensimulasikan lamanya mud berada di lubang bor.
Penggunaan alat ini dengan atur susunan filtration dengan tepat seperti pada gambar diatas. Hal
ini harus diperhatikan karena apabila terjadi kesalahan dalam pengaturan susunan tersebut maka
akan terjadi kebocoran pada cell tersebut. Kemudian, masukkan lumpur kedalam cell lalu tutup
rapat cell tersebut. Kemudian siapkan graduated cylinder pada bagian bawah chamber untuk
menampung filtrate loss. Kemudian dialirkan tekanan sebesar 100 psi dan catat volume filtrate
loss tiap 2 menit untuk 10 menit pertama dan tiap 1 menit untuk 20 menit selanjutnya. Setelah 30
menit, catat volume filtrate loss yang tertampung dalam graduated cylinder dan ukur ketebalan
mudcake pada filter paper dengan menggunakan jangka sorong.
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
11/30
Alat ini tidak mencerminkan kondisi pada operasi pemboran karena dilakukan pada temperature
ruangan dan pada keadaan isothermal. Selain itu, analogi media berpori yang digunakan pada
filter paper juga tidak dapat mencerminkan kondisi formasi yang memiliki keragaman litologi.
Waktu 30 menit juga belum dapat merepresentasikan kondisi sebenarnya karena lumpur yang
disirkulasikan ke dalam formasi bisa sampai berhari-hari. Selain itu, pada alat ini lumpur yang
diukur hanya dalam keadaan static sedangkan pada operasi pemboran lumpur lebih sering
ditemukan dalam keadaan dinamis.
Adapun prosedur percobaan pengukuran laju filtrasi adalah sebagai berikut :
1. Siapkan lumpur yang hendak diuji
2. Siapkan filter press. Hubungkan silinder beesi dan penutup bagian bawahnya dengan
menyertakan kertas saring dan ring karet diantaranya kemudian kencangkanhubungannya.
3. Letakan gelas ukur di bawah silinder untuk menampung filtrate
4. Cek kebocoran dengan cara :
a. Masukkan air ke dalam silinder (tidak sampai penuh) sambil menutup lubang
pengeluaran dengan jari. Pasang penutup dengan rapat.
b. Masih dengan jari menutup pengeluaran, alirkan udara bertekanan 100 psi kemudian
cek apakah ada air yang keluar melalui sela-sela silinder.
c.
Bila ada kebocoran, tutup valve lalu bleed off dan ulangi lagi pemasangan silinder.
Periksa lagi letak silinder besi, kertas saring dan ring karet apakah sudah dalam posisi
yang tepat, bila perlu ganti dengan persediaany yang lain.
d. Lakukan pengecekan kembali sampai tidak ada kebocoran.
5. Setelah tidak ada kebocoran, isi silinder dengan lumpur. Tahan lubang pengeluaran
dengan jari, kemudian pasang penutup dengan rapat.
6. Alirkan udara bertekanan 1005 psi bersamaan dengan dibukanya jari penutup dan
dijalankannya pencatat waktu. Catat volume filtrate (sampai ketelitian 0.1 cc) dengan
interval pengamatan tiap 2 menit pada 10 menit pertama dan kemudian tiap menit untuk
20 menit berikutnya. Catat juga volume filtrate pada menit ke 7.5
7. Hentikan aliran udara. Hilangkan tekanan udara dalam silinder (bleed off) dan buang sisa
lumpur dalam silinder ke penampungan limbah.
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
12/30
8. Ukur tebal mudcake (dengan satuan 1/32 inch)
9. Deskripsikan kekasaran relative mud cake (subjectif), bisa dengan menggunakan
deskripsi hard, soft, tough, rubbery, dan firm dll.
10.Ukur pH filtrate.
11.
Ulangi langkah 1 10 untuk komposisi lumpur yang berbeda.
Adapun asumsi yang digunakan dalam Pengujian ini adalah :
1. Pressure pengujian 100 psi.
2. Tidak ada kebocoran pada silinder.
3. Tidak ada robek pada filter paper.
4. Temperature isothermal.
5.
Alat bekerja dengan baik.
6. Tidak ada kesalahan paralaks dalam pembacaan volume filtrate.
Gambar 2.6 Filter Press Apparatus
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
13/30
Gambar 2.7 Filter Press Apparatus di Lab Bor
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
14/30
BAB III
PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA
3.1 Penentuan Densitas Mud
Dari percobaan yang telah dilakukan dengan menggunakan mud balance , didapatkan hasilsebagai berikut :
Tabel 3.1 Hasil pengukuran densitas sampel menggunakan Mud Balance
No
.
Pengukur
an
Densitas (ppg)
Sampel 1
(Air +
Bentonit
e)
Sampel 2 (Air +
Bentonite+Starc
h)
Sampel 3 (Air
+
Bentonite+CM
C-LV)
Sampel 4 (Air +
Bentonite+Hemati
te)
Sampel 5 (Air +
Bentonite+Solt
ex)
1 1 8.7 8.6 8.76 8.8 7.3
2 2 8.6 8.625 8.75 8.8 7.3
3 3 8.6 8.625 8.77 8.8 7.3
Rata - Rata 8.63 8.62 8.76 8.8 7.3
Terlihat pada penambahan soltex menurunkan densitas mud. Jika mengacu pada beberapa
refrensi yang didapatkan, soltex berfungsi mengatasi formasi shale dengan cara menutup
microfracture dan tidak untuk menurunkan densitas lumpur. Jika mengacu pada produk bulletin
soltex, penambahan soltex harus melalui proses pre-mixing dengan fresh water terlebih dahulu
dan tidak dapat langsung ditambahkan pada system lumpur. Jika ada foam maka ditambahkan
defoamer untuk mengatasinya. Pada praktikum, terjadi kesalahan saat mixing order dimana
soltex ditambahkan kedalam lumpur standard an tidak ditambah defoamer. Keberadaan foam
akan mengakibatkan turunnya densitas lumpur seperti terlihat pada pengukuran dengan mud
balance yang ditunjukkan pada tabel 3.1.
Pada penambahan hematite,terlihat ada kenaikan densitas. Hal ini wajar terjadi karena hematite
memang merupakan weighting agent.
Pada penambahan Corboxy Methyl Cellulose (CMC LV) ada sedikit kenaikan densitas. Fungsi
utama CMC LV adalah sebagai fluid loss control dengan fungsi tambahan sebagai viscosifier.
Penambahan starch tidak menimbulkan kenaikan density. Starch sendiri adalah additive yang
digunakan sebagai fluid loss control.
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
15/30
Selanjutnya dilakukan penentuan densitas lumpur menggunakan metode perhitungan dengan
konsep material balance :
(Vsx s) + (Vmlx ml) = Vmbx mb
Tabel 3.2 Perhitungan Densitas Mud Dengan Prinsip Material Balance
Jenis SG Berat (gr) Volume
(cc)
Densitas
(gr/cc)
Densitas
Mud Baru
(gr/cc)
Densitas
Mud Baru
(ppg)
Air 350 0.998 0.998 8.33
Lumpur
standar +
Bentonite
358.65 1.04 1.037 8.65
LS + Starch 0.6 1.5 2.5 0.61.034 8.63
LS + CMC
LV
1.55 3 1.94 1.55
1.040 8.68
LS +
Hematite
5.6 4.5 0.804 5.6
1.047 8.74
LS + Soltex 1.3 6 4.62 1.3 1.040 8.68
Dari tabel perhitungan dengan material balance dapat di hitung galat , maka
Tabel 3.3 Galat Pengukuran Densitas
Jenis Galat (%)
LS (Air + Bentonite) 0.21
LS + Starch0.14
LS + CMC LV0.95
LS + Hematite0.69
LS + Soltex15.92
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
16/30
Gambar 3.1 Grafik Perbandingan densitas pengukuran,perhitungan dan galat
Dari tabel dan grafik perhitungan galat diatas, terlihat bahwa terjadi galat yang cukup besar pada
penambahan soltex. Hal ini sudah dijelaskan sebelumnya karena kesalahan mixing order dimana
seharusnya soltex di pre-mixing dengan fresh water dulu dan diberi defoaming serta tidak boleh
dicampurkan langsung kedalam system mud. Namun pada praktikum soltex langsung
ditambahkan sehingga terjadi pengukuran yang tidak akurat dan menghasilkan galat sebesar
15.92 %.
3.2 Pengukuran Apparent Viscosity, Plastic Viscosity, Yield Point, dan Gel Strength
Dari hasil percobaan sand konten untuk berbagai komposisi sampel, didapatkan hasil seperti
tabulasi dibawah ini :
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
LS LS+Starch LS+CMC LV LS+Hematite LS+Soltex
Densitas Pengukuran (ppg)
Densitas Perhitungan (ppg)
Galat (%)
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
17/30
Tabel 3.4 Dial Reading
No. RPM
Dial reading
Sampel
1
Sampel
3
Sampel
41 3 5 16 4
2 6 7 18 5
3 100 16 30 16
4 200 24 40 24
5 300 29 48 30
6 600 42 66 46
Dari data diatas lalu akan dicari untuk apparent viscosity, Plastic Viscosity, Yield Point dan Gel
Strength untuk masing-masing sampel lumpur.
3.2.1
Penentuan Apparent Viscosity
Untuk menghitung Apparent Viscosity (a) harus dimulai dari menghitung Shear
Stress () dan Shear Rate ()
Dimana
Shear stress
= 5,077 x N
Shear rate:
= 1,704 x N
Sehingga Apparent Viscosity:
a = (100) (/)
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
18/30
Dan dapat ditabulasikan menjadi seperti dibawah ini :
Tabel 3.5 Shear Stress, Shear Rate dan Apparent Viscosity Masing masing Sampel
RPM
Shear Stress
Shear Rate
Apparent Viscosity
LS LS + CMC LV LS + Hematite LS LS + CMC LV LS +Hematite
3 25.385 81.232 20.308 5.112 496.5767 1589.045 397.2613
6 35.539 91.386 25.385 10.224 347.6037 893.838 248.2883
100 81.232 152.31 81.232 170.4 47.67136 89.3838 47.67136
200 121.848 203.08 121.848 340.8 35.75352 59.5892 35.75352
300 147.233 243.696 152.31 511.2 28.80145 47.67136 29.7946
600 213.234 335.082 233.542 1022.4 20.85622 32.77406 22.84253
3.2.2
Penentuan Plastic Viscosity
Plastic viscosity dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan dibawah ini :
p = 600 - 300
Sehingga plastic viscosity untuk masing masing sampel pada percobaan ini didapatkan
hasil sebagai berikut :
Tabel 3.6 Plastic Viscosity Sampel
Kode Plastic viscosity (cp)
LS 13LS + CMC LV 18
LS + Hematite 16
3.2.3 Penentuan Yield Point
Yield Point dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan dibawah ini :
y = 300- p
Sehingga Yield Point untuk masing masing sampel pada percobaan ini didapatkan hasil
sebagai berikut :
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
19/30
Tabel 3.7 Yield Point sampel
Kode Yield point (lb/100 ft^2)
LS 16
LS + CMC LV 30
LS + Hematite 14
3.2.4 Penentuan Gel Strength
Nilai Gel Strength didapatkan dari pengukuran langsung di Fann VG
Tabel 3.8 Gel Strength Sampel
No.Waktu
(menit)
Gel Strength lb/100 FT
Dial reading@ 3 RPM
LS
LS +
CMC LV
LS +
Hematite
1 0.167 6 22 7
2 10 26 44 24
Dari tabel tabel diatas lalu diplot dalam grafik untuk melihat kelakuan fluida pemboran dan gel
strength, sehingga menghasilkan grafik seperti dibawah ini
Gambar 3.2 Sifat Rheology Lumpur
0
50
100
150
200
250
300
350
400
0 200 400 600 800 1000 1200
ShearStress(s-1)
Shear rate (dyne/cm2)
Perilaku Fluida WBM
Sampel 1
Sampel 3
Sampel 4
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
20/30
Gambar 3.3 Gel Strength Sampel
Gambar 3.5 Type Gel Strength
0
10
20
30
40
50
60
7080
90
100
0 2 4 6 8 10 12
Gelstrength(lbs/100ft2)
Waktu (menit)
Gel Strength Sampel WBM
Sampel 1
Sampel 3
Sampel 4
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
21/30
Dari hasil percobaan dan setelah diplot dalam bentuk grafik, maka beberapa analisa yang bisa
diberikan untuk masing masing sampel adalah bahwa lumpur standar (air + Bentonite)
mempunyai apparent viscosity terendah dan LS+CMC LV memiliki apparent viscosity tertinggi.
Pada pengukuran yield point, LS + CMC LV memiliki yield point tertinggi. Yield point sendiri
dapat didefinisikan sebagai bagian dari resistensi fluida akibat adanya gaya tarik menarik antar
muatan pada permukaan partikel yang terdispersi saat fluida mengalir. Jika dilihat dari parameter
plastic viscosity, campuran antara LS+CMC LV mempunyai plastic viscosity tertinggi.Plastic
viscosity sendiri adalah resistensi fluida untuk mengalir karena adanya friksi mekanis. Jika
analisa dari sifat additive, seharusnya yang membuat yield point dan plastic viscosity menjadi
tinggi adalah Hematite karena hematite adalah weighting agent dan kedua sifat fluida tersebut
terpengaruh dari kandungan partikel solid didalamnya. Sedangkan CMC LV merupakan fluid
loss control dan tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap yield point dan plastic
viscosity, namun pada praktikum ini, data yang didapatkan adalah CMC LV yang memberikan
efek signifikan. Beberapa kemungkinan yang terjadi adalah
a) Cup yang digunakan untuk mixing lumpur tidak dalam keadaan bersih dan ada
kontaminasi dari additive lain sehingga hasil yang didapatkan tidak lagi akurat.
b) Kemungkinan terjadi kesalahan pelabelan sampel dimana sampel LS+CMC LV tertukar
label dengan sampel LS+Hematite, sehingga ada kesalahan dalam pembacaan hasil
percobaan.
c) Kemungkinan terjadi kesalahan pencatatan data hasil praktikum pada kolom yang sudah
disediakan dimana kolom LS+CMC LV tertukar dengan kolom LS+Hematite.
Jika asumsi yang digunakan adalah terjadi kesalahan teknis saat praktikum berlangsung sehingga
terjadi hasil yang tertukar, maka hasil yang didapatkan menjadi make sensedimana hematite lah
yang memberikan dampak signifikan terhadap kenaikan plastic viscosity dan yield point.
Selanjutnya pada penentuan gel strength, terlihat bahwa semua sample menunjukkan tipe gel
strength progressive artinya nilai gel strength saat 10 detik naik signifikan terhadap nilai gel
strength saat 10 menit. Hal ini tidak diharapkan menjadi sifat atau kelakuan fluida pemboran saat
operasi pemboran karena akan menimbulkan beberapa masalah seperti efek swabbing ketika pipa
ditarik, efek surging ketika pipa diturunkan dan kesulitan analisa cutting karena penahanan
cutting yang ketat. Dari ketiga sampel tersebut, sampel yang mempunyai gel strength paling
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
22/30
tinggi adalah LS+CMC LV. Gel strength yang tinggi dapat diatasi dengan mengencerkan mud
menggunakan thinner.
3.3 Pengukuran Filtration Loss dan Mud Cake
Dari percobaan menggunakan filter press apparatus untuk menentukan filtration loss
dan mudcake, didapatkan data sebagai berikut :
Grafik 3.9 Volume Filtrat Sampel Pada Waktu Tertentu
No. Waktu (menit)Volume filtrat (mL)
t^0.5LS LS+Starch LS+CMC LV LS+Soltex
1 0 0 0 0 0 0
2 2 3 3.5 5.75 4 1.414
3 4 4.5 4.5 6.9 6 2.000
4 6 6 5.5 8 7 2.4495 7.5 6.6 6.25 8.25 7.75 2.739
6 8 7 6.5 8.4 8 2.828
7 10 8 - - 9 3.162
8 11 8.5 - - 9.45 3.317
9 12 9 - - 9.9 3.464
Lalu untuk mengetahui volume filtrate di t 30 menit dapat dilakukan dengan menggunakan
persamaan :
V30 = 2(V7.5)-Vsp
Dimana Vsp dapat ditentukan dengan memplot V vs t0.5
dan mengekstrapolasinkannya ke t0.5
=0 ,
sehingga untuk masing masing sampel didapatkan grafik dan ekstrapolasi seperti berikut :
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
23/30
Gambar 3.6 Grafik Static Filtration VS Square Root Of Time LS
Gambar 3.7 Grafik Static Filtration VS Square Root Of Time LS+Starch
y = 2.9297x - 1.2524
0
2
4
6
8
10
0.000 1.000 2.000 3.000 4.000
Filtrate(ml)
Square Root Of Time
Static Filtration vs. Square Root of
Time: LS
LS
Linear (LS)
y = 2.129x + 0.3828
0
12
3
4
5
6
7
0.000 1.000 2.000 3.000
F
iltrate(ml)
Square Root Of Time
Static Filtration vs. Square Root of
Time: LS+Starch
LS+Starch
Linear (LS+Starch)
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
24/30
Gambar 3.8 Grafik Static Filtration VS Square Root Of Time LS+CMC LV
Gambar 3.9 Grafik Static Filtration VS Square Root Of Time LS+Soltex
Sehingga didapatkan hasil Vsp sebagai berikut
Tabel 3.9 V7.5 dan Vsp
Parameter LS LS+Starch
LS+CMC
LV LS+Soltex
V7.5 6.6 6.25 8.25 7.75
Vsp -1.252 0.382 3.102 0.154
y = 1.906x + 3.1027
0
2
4
6
8
10
0.000 1.000 2.000 3.000
Filtrate(ml)
Square Root Of Time
Static Filtration vs. Square Root of
Time: LS+CMC LV
LS+CMC LV
Linear (LS+CMC LV)
y = 2.8009x + 0.1542
0
2
46
8
10
12
0.000 1.000 2.000 3.000 4.000
Filtrate(ml)
Axis Title
Static Filtration vs. Square Root of
Time: LS+Soltex
LS+Soltex
Linear (LS+Soltex)
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
25/30
Selanjutnya, V30 dapat dihitung menggunakan persamaan V30 = 2(V7.5)-Vsp , sehingga
didapatkan hasil seperti dibawah ini
Tabel 3.10 V30
Parameter LS LS+Starch
LS+CMC
LV LS+Soltex
V30 14.452 12.118 13.398 15.346
Untuk lebih memudahkan maka dapat diplot dalam grafik additive vs V30 , sehingga
Gambar 3.10 Grafik Perbandingan Fluid Loss masing masing sampel
Dari grafik diatas kita dapat lihat bahwa penambahan starch atau CMC LV pada lumpur akan
mengurangi fluid loss sesuai dengan fungsi utama kedua additive ini sebagai fluid loss control,
namun yang menghasilkan hasil lebih signifikan adalah starch. Hal ini dikarenakan Starch
merupakan aditif yang berguna untuk mengurangi filtrate loss karena hadirnya ion Kalsium atau
Sodium yang terkandung pada Starch sehingga akan semakin sulit filtrate untuk dapat lolos dari
lumpur dan melewati pori-pori.
Selanjutnya, mudcake yang dihasilkan dalam percobaan ini dapat dianalisa sebagai berikut
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
LS LS+Starch LS+CMC LV LS+Soltex
Fluid loss
Fluid loss
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
26/30
Tabel 3.11 pH Filtrat
Kode Tebal mudcake (cm) pH
LS 0.13 8
LS+Starch 0.145 8
LS+CMC LV 0.1 7.5LS+Soltex 0.11 8
LS+Starch memberikan ketebalan mud cake paling besar dibandingkan sampel lainnya. Hal ini
membuktikan bahwa starch mampu berperansebagai fluid loss control karena dapat
mengendalikan laju filtrat masuk ke dalam formasi. Hal ini penting karena fluid yang loss/masuk
ke dalam formasi dapat merusak, seperti fluid blocking, pore plugging, clay swelling, dan
perubahan wettability. Mud cake yang tipis dapat menjadi bantalan yang baik antara pipa
pemboran dan permukaan lubang bor, namun t idak dapat menahan banyak filtrat yang masuk ke
formasi yang dapat menimbulkan formation damage.Namun, di satu sisi, terlalu tebalnya mud cake juga dapat berakibat:
- Adanya lubang yang ketat akibat penumpukan filter cake sehingga memperbesar gesekan
drillstring dengan mud cake tersebut
- Menambah pressure surges dan swabbing effect ketika pipa diturunkan atau ditarik karena
makin mengecilnya diameter lubang
- Pipe sticking akibat kontak pipa dengan permukaan filter cake yang tebal dan memiliki
permeabilitas tinggi
pH lumpur sendiri harus dijaga berkisar 8.5 sampai 9.5 (basa) agar tidak menyebabkan korosi
pada peralatan pemboran yang digunakan. Pengontrolan pH dapat dilakukan dengan
penambahan caustic soda atau lime.
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
27/30
BAB IV
KESIMPULAN
1. Densitas Mud adalah salah satu parameter Mud yang harus dijaga nilainya sesuai dengan
kebutuhan. Nilai densitas yang tepat menjadi pertahanan pertama terhadap tekanan
formasi dan mencegah terjadinya kick.
2. Pada percobaan kali ini pengukuran densitas dilakukan dengan menggunakan mud
balance lalu dikoreksi dengan perhitungan densitas menggunakan konsep material
balance. Hasil koreksi menunjukkan hasil yang baik dimana galat yang terjadi dibawah
1% kecual untuk sampel lumpur standar ditambah soltex dimana galat yang terjadi
sampai 15.92%. Hal ini dikarenakan kesalahan saat mixing order dimana seharusnya
soltex dilakukan pre-mixing dengan fresh water terlebih dahulu sebelum dicampurkan
kedalam lumpur standar. Saat mixing soltex juga seharusnya ditambahkan defoamer
karena munculnya foam yang akan menurunkan densitas mud.
3. Apparent viscosity merupakan resistensi fluida untuk mengalir pada rpm tertentu, dari
beberapa refrensi yang didapatkan diperoleh bahwa apparent viscosity ditentukan pada
rpm 600. Apparent viscosity bervariasi bergantung pada komposisi mud.
4. Plastic viscosity sendiri adalah resistensi fluida untuk mengalir karena adanya friksi
mekanis.
5. Pada percobaan kali ini, ditemukan kemungkinan kesalahan teknis yang dilihat pada data
hasil percobaan yang tidak sesuai dengan sifat atau fungsi additive yang ditambahkan.
Jika analisa dari sifat additive, seharusnya yang membuat yield point dan plastic viscosity
menjadi tinggi adalah Hematite karena hematite adalah weighting agent dan kedua sifat
fluida tersebut terpengaruh dari kandungan partikel solid didalamnya. Sedangkan CMC
LV merupakan fluid loss control dan tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap
yield point dan plastic viscosity, namun pada praktikum ini, data yang didapatkan adalah
CMC LV yang memberikan efek signifikan.
6. Beberapa kemungkinan yang terjadi adalah
a. Cup yang digunakan untuk mixing lumpur tidak dalam keadaan bersih dan ada
kontaminasi dari additive lain sehingga hasil yang didapatkan tidak lagi akurat.
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
28/30
b. Kemungkinan terjadi kesalahan pelabelan sampel dimana sampel LS+CMC LV
tertukar label dengan sampel LS+Hematite, sehingga ada kesalahan dalam pembacaan
hasil percobaan.
c. Kemungkinan terjadi kesalahan pencatatan data hasil praktikum pada kolom yang
sudah disediakan dimana kolom LS+CMC LV tertukar dengan kolom LS+Hematite.
7. Pada pengujian gel strength, didapatkan hasil bahwa tipe gel strength yang terbentuk tipe
progressive. artinya nilai gel strength saat 10 detik naik signifikan terhadap nilai gel
strength saat 10 menit. Hal ini tidak diharapkan menjadi sifat atau kelakuan fluida
pemboran saat operasi pemboran karena akan menimbulkan beberapa masalah seperti
efek swabbing ketika pipa ditarik, efek surging ketika pipa diturunkan dan kesulitan
analisa cutting karena penahanan cutting yang ketat.
8.
Gel strength yang tinggi dapat diatasi dengan mengencerkan mud menggunakan thinner.
9. Fluid loss adalah masuknya filtratt lumpur kedalam formasi.
10.Dari sampel yang diuji, additive starch merupakan additive yang mempunyai fluid loss
control paling baik dengan filtrate yang paling sedikit.
11.LS+Starch memberikan ketebalan mud cake paling besar dibandingkan sampel lainnya.
Hal ini membuktikan bahwa starch mampu berperansebagai fluid loss control karena
dapat mengendalikan laju filtrat masuk ke dalam formasi. Hal ini penting karena fluid
yang loss/masuk ke dalam formasi dapat merusak, seperti fluid blocking, pore plugging,
clay swelling, dan perubahan wettability.
12.Mud cake yang tipis dapat menjadi bantalan yang baik antara pipa pemboran dan
permukaan lubang bor, namun tidak dapat menahan banyak filtrat yang masuk ke formasi
yang dapat menimbulkan formation damage. Namun, di satu sisi, terlalu tebalnya mud
cake juga dapat berakibat:
a. Adanya lubang yang ketat akibat penumpukan filter cake sehingga memperbesar
gesekan drillstring dengan mud cake tersebut
b.
Menambah pressure surges dan swabbing effect ketika pipa diturunkan atau ditarik
karena makin mengecilnya diameter lubang
c. Pipe sticking akibat kontak pipa dengan permukaan filter cake yang tebal dan
memiliki permeabilitas tinggi
-
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
29/30
DAFTAR PUSTAKA
1. Amoco.1994. Drilling Fluids Manual.Amoco Corporation.
2. Bourgoyne, Adam. 1986. Applied Drilling Engineering.Society of Petroleum
Engineering.3. Heriot-Watt University. Drilling Engineering.
4. Rubiandini, Rudi. Teknik Operasi Pemboran .
5. Drilling Specialties. Soltex Additive
6. Material Safety Data Sheet. Petropath.
7. www.drilling-mud.org
http://www.drilling-mud.org/http://www.drilling-mud.org/ -
7/25/2019 [Laporan Modul VII Selasa 1 22215031]
30/30
JAWAB PERTAANYAAN (JP)
Penurunan densitas Lumpur Standar
SG Bentonite = 2.65
Densitas water = 8.33 ppg
Densitas Bentonite = 22.0745 ppg
Volume water = 350 cc = 0.09246 Gallon
Berat Bentonite = 22.5 g = 0.0496 pound
Volume Bentonite : 0.0496/22.0745 = 0.002247 Gallon
Material Balance:
(Vsx s)+ (Vw x w) =Vm x m
= () +()
=(0.00224722.0745) +(0.092468.33)
0.002247+0.09246=8.656
Sebutkan Minimal 3 aditif yang digunakan untuk:
Shale Inhibitor Weighting Agent Filtration Loss
Alcomer115 Hematite Sodium Carboxymethylcellulosics (CMC)
Glycol Baroid Starch
Polyoxyalkyleneamine(POAM) Bentonite Polyanionic Cellulosics (PAC)
UCONTM
Iron Oxide Sodium Polyacrylates (SPA)
SYNALOXTM
Calcium Carbonate Acrylonitrite
Kesan Dan Pesan Selama Praktikum :
- Asisten cukup baik dan sabar dalam membimbing selama praktikum
-
Koordinasi soal pembuatan lumpur lebih ditingkatkan lagi sehingga sampel yang diujibenar benar sesuai kondisi yang diinginkan.