laporan pbl 2
DESCRIPTION
laporan cardiovaskulerTRANSCRIPT
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING
BLOK CARDIOVASCULAR
PBL KASUS 2
Tutor :
dr. Agung S. Dwi Laksana, MSc. PH
Kelompok 1
Iman Hakim Wicaksana G1A011001
Imelda Widyasari Situmorang G1A011002
Mutia Milidiah G1A011003
Gilang Rara Amrullah G1A011004
Irma Nuraeni Hidayat G1A011005
Raditya Bagas Wicaksono G1A011006
Mirzania Mahya Fathia G1A011022
Prasthiti Dewi Hasdini G1A011067
Ridho Satria Rahardian G1A011122
Karina Adzani Herma G1A009059
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANJURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2013
BAB IPENDAHULUAN
A. Skenario
Informasi 1
Tn.Ny. P (35 tahun) datang ke poliklinik Penyakit Dalam Rumah sakit
kabupaten dengan keluhan leher terasa tegang. Ny. P juga mengeluhkan
terkadang kepala terasa “nyut-nyut-an”, tidak nyaman, dan badan cepat
lelah sehingga sulit tidur. Keluhan berkurang jika penderita beristirahat.
Penderita mengaku keluhan terjadi sejak kira-kira 7 bulan yang lalu.
Ny. P merupakan seorang ibu rumah tangga dengan 3 orang anak.
Penderita menyangkal pernah menderita tekanan darah tinggi, namun
mengatakan bahwa ayahnya adalah penderita tekanan darah tinggi. Ny.P
mengaku menggunakan KB pil untuk mengontrol kehamilannya. Pasien
sudah menggunakan KB pil selama kurang lebih 1 tahun.
Informasi 2
Pemeriksaan fisik:
KU/kes : tampak sakit ringan/ compos mentis
Tanda vital : Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 20x/menit
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Suhu Tubuh : 36,5O C
Kepala dan leher : dalam batas normal
Dada : Jantung : ictus cordis tidak tampak, konfigurasi
jantung normal
S1-S2 murni, gallop (-), urmur (-)
Paru : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
Informasi 3
X-foto thorax : Jantung CTR <50%, kesan normal
Paru tenang
1
EKG : Normal sinus rhythm
Informasi 4
Diagnosis : Hipertensi I (hipertensi sekunder e.c oral
contraceptive)
Terapi : Non medika mentosa :
Disarankan untuk mengganti metode kontrasepsi
dengan non hormonal
Batasi konsumsi garam
Healthy life style
Prognosis : ad vitam : dubia ad bonam
ad fungsionam : dubia ad bonam
ad sanationam : dubia ad malam
2
BAB IIPEMBAHASAN
A. Klarifikasi Istilah
1. Hipertensi
Salah satu jenis hipertensi adalah hipertensi krisis. Hipertensi krisis
memiliki tiga klasifikasi yaitu (Ferri, 2011):
a. Hipertensi malignant
Situasi yang mengancam nyawa yang disebabkan peningkatan
tekanan darah. Manifestasi klinis yang dapat muncul antara lain
hipertensi retinopati IV dan enselopati (Ferri, 2011).
b. Hipertensi emergensi
Situasi yang membutuhkan penurunan tekanan darah kurang dari
satu jam untuk menghindari kerusakan organ-organ tubuh (Ferri,
2011).
c. Hipertensi urgensi
Peningkatan pembuluh darah yang signifikan dan harus diperbaiki
dalam waktu 24 jam (Ferri, 2011).
Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII (Asayama et al., 2004).
Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Normal ≤ 120 ≤ 80
Prehipertensi 120 - 139 80 - 89
Hipertensi stadium 1 140 - 159 90 - 99
Hipertensi stadium 2 ≥ 160 ≥ 100
B. Batasan Masalah
1. Identitas pasien
a. Nama : Nyonya P
b. Usia : 35 tahun
c. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
3
2. Keluhan utama : leher terasa tegang
3. Onset : 7 bulan
4. Faktor peringan : istirahat
5. Keluhan penyerta : kepala terasa “nyut-nyutan”, cepat lelah, tidak
nyaman, sulit tidur
6. RPD : hipertensi disangkal, konsumsi pil KB selama 1
tahun
7. RPK : ayah menderita hipertensi
C. Analisis Masalah
1. Mekanisme nyeri kepala
2. Mekanisme sistem rennin angiotensin aldosteron (RAA)
3. Pengaruh pil KB terhadap peningkatan tekanan darah
4. Kemungkinan diagnosis dari kasus Ny. P
5. Pemeriksaan fisik yang akan dilakukan
6. Interpretasi pemeriksaan fisik yang didapatkan
7. Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan
8. Interpretasi pemeriksaan penunjang yang didapatkan
9. Penegakan diagnosis dan alasan penegakan
10. Patogenesis penyakit Ny. P
11. Patofisiologi penyakit Ny. P
12. Penatalaksanaan penyakit Ny.P beserta penatalaksanaan penyakit lain
(yang disebutkan sebagai diagnosis banding)
13. Komplikas penyakit Ny.P
14. Prognosis penyakit Ny. P
D. Pembahasan Masalah
1. Mekanisme nyeri kepala
Disfungsi system saraf pusat juga terjadi pada pasien dengan
hipertensi. Sakit kepala daerah oksipital, paling sering pada pagi hari,
adalah gejala dini hipertensi yang paling menonjol. Pusing kepala terasa
ringan, vertigo, tinnitus, dan penglihatan kabur, atau sinkop juga
mungkin ditemukan, tetapimanifestasi yang lebih serius disebabkan
oklusi vaskuler, perdarahan atau enselopati. Infark serebral bersifat
4
sekunder terhadap peningkatan arterosklerosis yang ditemukan pada
pasien hipertensi, sedangkan perdarahan serebral terjadi akibat tekanan
arteri yang meningkat dan terbentuknya mikroaneurisma vaskuler
serebral. Enselopati hipertensi atau sakit kepala pada hipertensi berkaitan
dengan spasme arterioler atau edema serebral (William, 2005).
2. Mekanisme sistem rennin angiotensin aldosteron (RAA)
Adanya penurunan perfusi ke organ ginjal (renal) menyebabkan
rangsangan terhadap baroreseptor di arteriol afferent renal (Price, 2005).
Stimulasi penurunan perfusi menyebabkan sekresi renin oleh sel
juxtaglomerular. Sementara di hepar akan terjadi sekresi angiotensinogen,
sebuah protein plasma, yang akan diubah oleh renin menjadi angiotensin I
(Guyton, 2006). Sel endothel yang terdapat di kapiler pulmoner akan
5
mengeluarkan enzim pengkonversi angiotensin (ACE) yang akan
mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II (Guyton, 2006).
Angiotensin II akan menyebabkan efek sistemik seperti
vasokonstriksi yang meluas di berbagai jaringan, kemudian akan
merangsang korteks adrenal untuk meningkatkan sekresik aldosterone.
Aldosteron akan merangsang retensi Na sehingga H2O akan ikut
mengalami retensi, tepatnya pada duktus koligens ginjal (Price, 2005). Hal
ini menyebabkan peningkatan volume cairan ekstraseluler yang terdapat di
dalam pembuluh darah sehingga volume darah juga meningkat.
Peningkatan volume darah menyebabkan peningkatan preload sehingga
end diastolic volume meningkat dan jumlah stroke volume juga meningkat.
Peningkatan stroke volume akan menyebabkan peningkatan cardiac output
meningkat sehingga akan menyebabkan peningkatan tekanan darah
(Guyton, 2006).
3.
4. Gambar 1. Mekanisme sistem renin-angiotensin-aldosteron (Martini,
2012).
5. Pengaruh pil KB terhadap peningkatan tekanan darah
6
Pil Kb mengandung estrogen dan progesteron.
1. Pil Kb yang mengandung Estrogen terdiri atas Antiaterogenik dan
Trombogenik
Pada penggunaan pil Kb estrogen dapat terjadi mekanisme RAA
(Renin Angiotensin Aldosteron).
Aliran darah ↓ → GFR di ginjal ↓→ Renin ↑ → Angiotensinogen →
Angiotensin I→ Angiotensin II → Vasokontriksi pembuluh darah →
↑↑ TPR → TD ↑
Menstimulasi Aldosteron → Retensi Na dan air → Urin ↓↓ →
Volume darah ↑→SV dan Co↑ →Tekanan darah ↑↑
2. Progesteron terdiri atas antitrombogenik dan aterogenik.
Pada penggunaan pil Kb Progesteron didalamnya itu terdapat
aterogenik,yaitu penumpukan kolesterol menyebabkan HDL↓ dan
LDL ↑.Didalam tubuh ada insulin, insulin berfungsi untuk
memasukan glukosa ke dalam jaringan,jika reseptor ↓ maka glukosa
akan numpuk di pembuluh darah → Viskositas ↑↑ dan TPR ↑ → TD
↑ (Riskesdas,2007).
6. Kemungkinan Diagnosis dari Kasus Ny. P
a. Hipertensi
1) Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan
diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg (Sheps,2005).
2) Etiologi
a) Hipertensi primer (esensial) Adalah suatu peningkatan
persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan
mekanisme kontrol homeostatik normal, Hipertensi ini tidak
diketahui penyebabnya dan mencakup 95% dari kasus
hipertensi banyak faktor yang mempengaruhi seperti
7
gennetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis,
sistem renin angiotensin, defek ekskresi Na, dan peningkatan
faktor-faktor resiko seperti obesitas, alkohol, merokok,
polisitemia (Mansjoer, 2009).
b) Hipertensi sekunder adalah hipertensi persisten akibat
kelainan dasar kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini
penyebabnya diketahui dan ini menyangkut 5% dari kasus-
kasus hipertensi. Penyebab spesifiknya diketahui seperti
penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular
renal, sindrom cushing, feokromositoma, hipertensi karena
kehamilan (Mansjoer, 2009).
3) Epidemiologi
Berdasarkan pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi di
Indonesia adalah 32,2%, sedangkan prevalensi hipertensi
berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan atau riwayat
minum obat hanya 7,8% atau hanya 24,2% dari kasus hipertensi
di masyarakat. Berarti 75,8% kasus hipertensi di Indonesia belum
terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan (Rahajeng,
2009).
4) Faktor risiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi
dua kelompok besar yaitu (Sugiharto et al, 2006) :
a) Faktor yang tidak dapat diubah
i. Jenis kelamin
Penyakit hipertensi cenderung lebih rendah pada
jenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
Namun demikian, perempuan yang mengalami masa
premenopause cenderung memiliki tekanan darah lebih
tinggi daripada laki-laki. Hal tersebut disebabkan oleh
hormon estrogen, yang dapat melindungi wanita dari
penyakit kardiovaskuler. Hormon estrogen ini kadarnya
akan semakin menurun setelah menopause. Prevalensi
8
hipertensi pada wanita (25%) lebih besar daripada pria
(24%).
ii. Umur
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap
orang mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan
sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan
diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun,
kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan
menurun drastis. Penyakit hipertensi paling banyak
dialami oleh kelompok umur 31-55 tahun dan umumnya
berkembang pada saat umur seseorang mencapai paruh
baya yakni cenderung meningkat khususnya yang berusia
lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebih dari 60 tahun
keatas.
iii. Genetik
Pada seseorang dengan riwayat keluarga hipertensi,
dapat memiliki kerentanan 25% terhadap penyakit
tersebut, sedangkan pada kedua orang tua dengan
penderita hipertensi, maka tingkat kerentanannya
meningkat menjadi sekitar 60%.
b) Faktor yang dapat diubah
i. Merokok
Asap rokok (CO) memiliki kemampuan menarik sel
darah merah lebih kuat dari kemampuan menarik oksigen,
sehingga dapat menurunkan kapasitas sel darah merah
pembawa oksigen ke jantung dan jaringan lainnya.
Tandra (2003) menyatakan bahwa nikotin
mengganggu sistem saraf simpatis yang mengakibatkan
meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain
menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah,
dan kebutuhan oksigen jantung; merangsang pelepasan
9
adrenalin, serta menyebabkan gangguan irama jantung.
Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak
bagian tubuh lainnya. Merokok dapat mengubah
metabolisme kolesterol ke arah aterogenik. Merokok
dapat meningkatkan kadar kolesterol darah dan dapat
menurunkan kadar HDL. Rokok dapat meningkatkan
kadar LDL dalam darah dan menurunkan kadar HDL.
ii. Aktivitas fisik
Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik.
Tekanan darah akan lebih tinggi pada saat melakukan
aktivitas fisik dan lebih rendah ketika beristirahat.
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot
tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan
aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar
metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan
paru-paru memerlukan tambahan energi untuk
mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh
dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh.
iii. Obesitas
Merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun
belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi
dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung
dan sirkulasi volume darah penderita obesitasobesitas
dengan hipertensi lebih tinggi daripada penderita
hipertensi dengan berat badan normal.
iv. Asupan garam berlebih
Pada garam terkandung kadar natrium tinggi.
Natrium adalah mineral yang sangat berpengaruh pada
mekanisme timbulnya hipertensi. Makanan asin biasanya
memiliki rasa gurih (umami), sehingga dapat
meningkatkan nafsu makan. Pengaruh asupan natrium
10
terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan volume
plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah.
v. Makanan berlemak
Makanan yang digoreng memiliki rasa yang gurih,
renyah, enak dan kaya lemak. Hal ini menyebabkan
seseorang ingin makan terus menerus, sehingga memiliki
densitas energi yang tinggi dan tingkat kepuasan yang
rendah. Rendahnya tingkat kepuasan dapat berpengaruh
terhadap kemampuan respon insulin dan leptin, hormon
yang menstimulasi rasa lapar-kenyang.
Konsumsi pangan tinggi lemak juga dapat
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah yang dikenal
dengan aterosklerosis. Lemak yang berasal dari minyak
goreng tersusun dari asam lemak jenuh rantai panjang
(long-saturated fatty acid). Keberadaannya yang berlebih
di dalam tubuh akan menyebabkan penumpukan dan
pembentukan plak di pembuluh darah. Pembuluh darah
menjadi semakin sempit dan elastisitasnya berkurang.
Kandungan lemak atau minyak yang dapat mengganggu
kesehatan jika jumlahnya berlebih lainnya adalah
kolesterol, trigliserida, low density lipoprotein (LDL).
vi. Makanan manis dan energi tinggi
Makanan atau minuman manis mengandung unsur
karbohidrat sederhana yang menghasilkan energi tinggi.
Kelebihan konsumsi energi dan aktivitas fisik yang
rendah merupakan faktor penting yang menyebabkan
epidemik obesitas. Menurut penelitian Johnson et al.
(2007), dosis fruktosa yang tinggi (10% air menghasilkan
½ asupan energi, dibandingkan dengan jumlah fruktosa
yang biasa dikonsumsi 60%) dapat meningkatkan tekanan
darah dan perubahan mikrovaskular.
vii. Stress
11
Stress dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatik
yang mengatur fungsi saraf dan hormon, sehingga dapat
meningkatkan denyut jantung, menyempitkan pembuluh
darah, dan meningkatkan retensi air dan garam. Pada saat
stress, sekresi katekolamin semakin meningkat sehingga
renin, angiotensin, dan aldosteron yang dihasilkan juga
semakin meningkat. Peningkatan sekresi hormon tersebut
berdampak pada peningkatan tekanan darah.
viii. Kontrasepsi
Pada penggunaan kontrasepsi hormonal, terdapat
hormon estrogen dan progesterone. Ketika hormon
estrogen berlebihan, maka dapat menyebabkan hipertrofi
pembuluh darah. Selain itu, hormone ini juga
mempengaruhi sistem rennin Angitensin aldosteron,
sehingga terjadi retensi air dan Na yang dapat
menyebabkan tekanan darah meningkat dan terjadilah
hipertensi.
b. Migren
1) Definisi
Migrain adalah keadaan sakit atau nyeri kepala yang biasanya
bersifat unilateral dan berhubungan dengan genetik (Anggraeni,
2012).
2) Etiologi
Penyebab nyeri kepala migren tidak diketahui. Faktor keturunan,
stres, olahraga, makanan tertentu seperti coklat berperan sebagai
faktor predisposisi migren. Alergi makanan, paparan terhadap
cahaya silau, suara yang bising, dan perubahan hormonal juga
dapat berpengaruh terhadap migren. Hormon sangat
berpengaruh terhadap patofisiologi migren, terbukti dengan
ditemukannya wanita yang lebih banyak menderita migren pada
usia pubertas (Anggraeni, 2012).
3) Penegakan Diagnosis
12
a) Migrain tanpa aura (Ginsberg, 2008).
i. Nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati
atau tidak berhasil diobati).
ii. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara
karakteristik berikut:
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau
penderita menghindari aktivitas fisik rutin (seperti
berjalan atau naik tangga).
iii. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini:
1. Nausea dan atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
b) Migrain dengan aura (Ginsberg, 2008).
i. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah
ini tetapi tidak dijumpai kelemahan motorik:
1. Gangguan visual, seperti: positif (cahaya yang berkedip-
kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif
(hilangnya penglihatan).
2. Gangguan sensoris termasuk positif (pins and needles),
dan atau negatif (hilang rasa/kebas).
3. Gangguan bicara disfasia yang reversible sempurna.
ii. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris
unilateral
2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual >5
menit dan/atau jenis aura yang lainnya >5menit.
3. Masing gejala berlangsung > 5 dan < 60 menit.
c. Tension Type Headache (TTH)
1) Definisi
13
TTH merupakan sakit kepala yang terasa seperti tekanan
atau ketegangan di dalam dan di sekitar kepala. Nyeri kepala
karena tegang yang menimbulkan nyeri akibat kontraksi menetap
otot-otot kulit kepala, dahi, dan leher yang disertai dengan
vasokonstriksi ekstrakranium. Nyeri ditandai dengan rasa
kencang seperti pita di sekitar kepala an nyeri tekan di daerah
oksipitaoservikalis (Hartwig dan Wilson, 2006 dalam Repository
USU).
5) Etiologi
a) Ketegangan dan stress
b) Kelalahan
c) Kecemasan
d) Lama mambaca, mengetetik atau konsentrasi
e) Tekanan darah tinggi
f) Stress fisik dan emosional
6) Klasifikasi
a) Infrequent episodic tension type headache
i. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dalam <1hari/
bulan atau <12hari/tahun
ii. Nyeri kepala berakhir dalam 30 menit – 7 hari
iii. Rasa seperti menekan dan mengikat
iv. Tidak berdenyut
v. Mild atau moderate
vi. Tidak ada mual ataupun muntah
vii. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan penyakit
nyeri kepala lain
b) Frequent episodic tth
i. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dalam 1-
15hari/bulan dalam waktu selama 3 bulan atau 12-180
hari/tahun
ii. Nyeri kepala berakhir dalam 30 menit-7hari
iii. Bilateral
14
iv. Seperti menekan dan mengikat
v. Tidak berdenyut
vi. Mild atau moderate
vii. Tidak ada mual atau muntah
viii. Mungkin ada fonopobia atau fotofobia
ix. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan penyakit
nyeri kepala lain
c) Chronic tth
i. Timbul >15hari/bulan dalam waktu >3bulan atau >180
hari/tahun
d) Probable tth
i. Nyeri kepala berlangsung >15hari/bulan selama>3bulan
atau >180hari/tahun
ii. Nyeri kepala berlangsung selama sekian jam terus
menerus dan kontinu
iii. Bilateral
iv. Seperti tertekan dan mengikat
v. Tidak ada mual dan muntah
vi. Mungkin ada fotofobia atau fonofobia
vii. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan penyakit
nyeri kepala lain
viii. Berakhir minimal dalam 2 bulan
7) Penegakan diagnosis
a) Sifatnya bilateral
b) seperti tertekan
c) Durasi nya dalam episodik pendek
d) Sakit kepalanya tidak berhubungan dengan tanda-tanda
migrain
e) Bisa berhubungan dengan riwayat pemakaian obat-obatan
15
7. Pemeriksaan Fisik yang Akan Dilakukan
a. Keadaan dan kesan umum
b. Tanda vital (denyut nadi, tekanan darah, laju pernafasan, dan suhu
tubuh)
c. Pemeriksaan kepala (mata, hidung, bibir, rongga mulut, tonsil,
faring)
d. Pemeriksaan leher (kelenjar getah bening, deviasi trachea, luka atau
trauma)
e. Pemeriksaan paru (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi) untuk
menilai paru dan jantung
f. Pemeriksaan abdomen (inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi)
g. Pemeriksaan ekstremitas (suhu akral, jari-jemari, trauma)
8. Interpretasi Pemeriksaan Fisik yang Didapatkan
a. Keadaan umum : tampak sakit ringan
b. Kesan : compos mentis
c. Tanda vital :
1) Nadi : 88 x/menit (normal)
2) Respirasi : 20x/menit (normal)
3) Tekanan darah : 150/90 mmHg (Hipertensi I sesuai JNC 7)
4) Suhu Tubuh : 36,5O C (normal)
d. Kepala dan leher : dalam batas normal
e. Dada :
1) Jantung
Ictus cordis tidak tampak ( normal)
konfigurasi jantung dalam batas normal
S1-S2 murni (normal)
Gallop (-), murmur (-) (normal)
2) Paru : dalam batas normal
f. Abdomen dalam batas normal
g. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
16
9. Pemeriksaan Penunjang yang Akan Dilakukan
a. Elektrokardiografi
b. Radiologi
10. Interpretasi pemeriksaan penunjang yang didapatkan
a. Elektrokardiografi
Normal sinus rhythm (normal)
b. X-foto thorax
Jantung CTR <50%, kesan normal (normal, tidak ada kardiomegali)
Paru tenang (normal)
11. Penegakan Diagnosis dan Alasan Penegakan
Diagnosis yang dapat ditegakkan dari kasus Ny. P adalah
hipertensi, yaitu peningkatan tekanan sistolik di atas 140 mmHg dan
tekanan diastolik diatas 90 mmHg (Sheps,2005). Menurut klasifikasi
JNC 7, hipertensi yang diderita Ny. P merupakan hipertensi grade 1
(sistol 140-159 dan atau diastol 90-99 mmHg).
Alasan penegakan diagnosis tersebut adalah sebagai berikut :
a.
12. Patogenesis Penyakit Ny. P
17
13. Patofisiologi Penyakit Ny. P
(Brunner & Suddarth, 2002)
14. Penatalaksanaan Penyakit Ny.P
Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk:
a. Menurunkan tekanan darah hingga 140/80 mmHg, sedangkan untuk
penderita diabetes mellitus dan faktor resiko lainnya hingga 130/80
mmHg.
b. Menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular (Rohman et al.,
2011).
Pemilihan obat anti hipertensi didasarkan pada berbagai pertimbangan,
yaitu:
18
a. Faktor medis
1) Tingginya tekanan darah
2) Komplikasi
3) Efek Samping Obat
4) Sifat farmakologi dari obat
b. Faktor nonmedis
1) Keadaan ekonomi
2) Pendidikan
3) Usia
4) Ketersediaan obat (Rohman et al., 2011).
Penatalaksanaan hipertensi meliputi:
a. Nonfarmakologi
1) Diet rendah garam dapat menurunkan sistol hingga 2-8 mmHg.
2) Diet rendah lemak dapat menurunkan sistol hingga 8-14 mmHg.
3) Menurunkan hingga 10 kg berat badan, dapat menurunkan sistol
hingga 5-20 mmHg.
4) Olahraga minimal 3 kali seminggu, masing-masing selama 30
menit, dapat menurunkan sistol hingga 4-9 mmHg.
5) Mengurangi konsumsi alkohol kurang dari 30 ml, dapat
menurunkan sistol hingga 2-4 mmHg.
6) Meningkatkan konsumsi sayur dan buah, dapat menurunkan sistol
hingga 8-14 mmHg (Ferri, 2011).
b. Farmakologi
1) Diuretik
Hydrochlorotiazid (HCT) diberikan dalam dosis 25 mg 1 kali
sehari. Mekanisme kerjanya adalah menghambat retensi air dan
garam sehingga dapat menurunkan volume darah. Pemberian obat
ini diindikasikan untuk hipertensi stadium pertama (Nafrialdi,
2012).
2) ACE Inhibitor
Captopril diberikan dalam dosis 12,5 mg 3 kali sehari. Obat ini
digunakan untuk menghambat perubahan angiotensin I menjadi
19
angiotensin II oleh Angiotensin Converting Enzyme (ACE)
sehingga dapat menghambat vasokonstriksi. Pemberian obat ini
diindikasikan untuk hipertensi sedang dan berat (Nafrialdi, 2012).
3) β-blocker
Propanolol dalam dosis 80 mg diberikan 2 kali sehari. Obat ini
akan menempatkan diri pada reseptor β sehingga dapat
menurunkan frekwensi dan kontraktilitas jantung. Indikasinya
adalah untuk menurunkan stroke volume (SV) dan hipertensi yang
disertai penyakit. Namun, obat ini dikontraindikasikan untuk
penderita asma (Nafrialdi, 2012).
4) Calcium channel blocker
Amlodipin 2,5 mg diberikan 3 kali sehari. Obat ini akan
menghambat influks kalsium sehingga dapat menurunkan kotraksi
jantung. Indikasinya adalah untuk hipertensi dengan penyakit
diabetes mellitus dan asma. Namun, obat ini memiliki efek
samping sakit kepala, sehingga kurang tepat jika diberrikan pada
pasien di kasus (Nafrialdi, 2012).
5) Angiotensin receptor blocker (ARB)
Losartan diberikan dalam dosis 50 mg 1 kali sehari. Obat ini akan
menghambat aktivitas angiotensin II hanya pada reseptor
angiotensin I. Obat ini dapat digunakan untuk mengurangi resiko
stroke pada hipertensi, dan untuk penderita hipertensi dengan
diabetes mellitus tipe 2 (Nafrialdi, 2012).
6) α-blocker
Doxazosin dalam dosis 1 mg diberikan 1 kali sehari. Mekanisme
kerjanya adalah menghambat reseptor α pada pembuluh darah
sehingga menghambat vasokonstriksi dan dapat menurunkan
tekanan darah. Indikasinya adalah untuk pasien hipertensi dengan
gagal jantung dan hipertrofi prostat jinak (Nafrialdi, 2012).
c. Algoritma terapi hipertensi menurut JNC 7
1) Modifikasi Life Style
2) Tekanan darah lebih dari normal
20
3) Pilihan terapi awal
i. Tanpa Compelling indication
ii. Disertai Compelling indication
4) Obat untuk compelling indication:
i. Antihipertensi lain (diuretic, ACEI, BB, CCB) sesuai
keperluan
1) Hipertensi Stage 1 : umumnya Thiazide, Bila perlu
pertimbangkan ACEI, ARB, BB, CCB atau kombinasi.
2) Hipertensi Stage 2
ii. Kombinasi 2 obat ( Thiazid dan ACEI, ARB, BB, atau
CCB )
5) Apabila tidak mencapai target, mengoptimalkan dosis atau
menambah obat hingga tekanan darah sesuai target.
6) Pertimbangkan untuk konsultasi dengan ahli hipertensi
(Price, 2006)
21
15. Komplikasi Penyakit Ny. P
Komplikasi Hipertensi (Pramono, 2009) :
a. Stroke, terjadi akibat perdarahan tekanan tinggi di otak atau akibat
embolus yang terlepas. Dapat terjadi pada pasien hipertensi kronik
apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan
menebal, sehingga aliran darah yang memperdarahinya menurun.
b. Aneurisma. Terjadi karena arteri otak yang mengalami
atherosklerosis dapat melemah sehingga terjadi aneurisma.
c. Gagal ginjal. Terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan yang
terlalu tinggi pada kapiler ginjal sehingga glomerulus rusak dan
darah mengalir ke unit fungsional ginjal mengakibatkan nefron
terganggu, yang akan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian.
d. Gagal jantung. Pada gagal jantung karena tekanan darah yang tinggi,
jantung tidak bisa memompa darah yang kembali ke jantung dengan
cepat, sehingga cairan terkumpul di paru, kaki dan jaringan lain dan
mengakibatkan edema khas pada gagal jantung.
e. Infark miokard. Terjadi pada hipertensi kronik yang mengakibatkan
kebutuhan oksigen di miokard tidak terpenuhi sehngga terjadi
iskemia jantung dan menjadi infark.
16. Prognosis Penyakit Ny.P
Secara keberlangsungan hidup (ad vitam), nyonya P cenderung memiliki
prognosis ke arah baik. Secara fungsi jantung dan pembuluh darah (ad
functionam), nyonya P juga cenderung memiliki prognosis ke arah baik.
Dan secara kesembuhan seperti semula (ad sanationam), nyonya P tidak
bisa sembuh total, akan tetapi keadaannya bisa dikontrol dan cenderung
menuju ke prognosis yang baik.
22
BAB IIIKESIMPULAN
A. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada
populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160
mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
B. Hipertensi memiliki faktor resiko yaitu faktor yang tidak dapat diubah
meliputi, jenis kelamin, umur, genetic dan faktor yang dapat diubah,
merokok, aktivitas fisik, obesitas, asupan garam berlebih, makanan
berlemak, makanan manis dan energi tinggi, stress, kontrasepsi.
C. Prognosis dari hipertensi masih baik walaopun tidak bisa disembuhkan
namun masih bisa dikendalikan dengan terapi medikamenrosa maupun
terapi non medikamentosa.
23
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, M., I.K. Kari, I.G.N. Suwarba, & D. Sutriani. 2012. Diagnosis dan
Tata Laksana Migren pada Anak. CDK-191, vol. 39(3): 188-191.
Aris Sugiharto, Suharyo Hadisaputro, Sakundarno Adi2, Shofa Chasani. 2006.
Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat (Studi Kasus
di Kabupaten Karanganyar). Available at :
http://eprints.undip.ac.id/5265/1/Aris_Sugiharto.pdf, diakses pada 23 April
2013.
Asayama, K. et al. 2004. Prediction of Stroke by Self-Measurement of Blood
Pressure at Home Versus Casual Screening Blood Pressure Measurement
in Relation to the Joint National Committee 7 Classification. American
Heart Association Journals, vol. 35: 2356-2351.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Ferri F. 2011. Practical Guide to The Care of The Medical Patient. Philadelphia:
Mosby Elsevier.
Ginsberg, L. 2008. Lecture Notes Neurology Edisi 8. Jakarta: Erlangga Medical
Series.
Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Pysiology 11th Edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders.
Hartwig. 2006. Tension Type Headache (TTH). Medan : FK USU. Avalilabe at :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31326/4/Chapter
%20II.pdf, diakses pada 23 April 2013.
Mansjoer A. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I edisi ketiga. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Martini FH, Nath JL, et al. 2012. Fundamental of Anatomy and Physiology 9th
Edition. Boston: Benjamin Cummings.
Nafrialdi. 2012. Antihipertensi dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta:
FKUI.
Pramono. 2009. Hipertensi. Available at :
24
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-pramonog2a-
5161-3-bab2.pdf, diakses pada 23 April 2013.
Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 1 dan 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Rahajeng E, Sulistyowati T. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia. Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian
Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta Volum: 59, Nomor: 12.
Rohman, M.S. et al. 2011. Pemahaman Dokter Indonesia Mengenai Hipertensi
dan Permasalahan yang Dihadapi pada Praktik Sehari-Hari. Majalah
Kedokteran Indonesia, vol. 61(2): 51-56.
Sheps, S.G. (2005). Mayo Clinic Hipertensi. Jakarta: PT Intisari Mediatama.
William, Gordon. 2005. Hypertensive Vascular Disease. In: Kasper, D.L., Fauci,
A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J. L., eds.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16 th ed. USA: McGraw-Hill.
25