laporan pemeriksaan fungsi ginjal
TRANSCRIPT
PEMERIKSAAN FUNGSI GINJAL
(Test Urea dengan Metode Kinetika Enzimatis)
I. Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Melakukan pemeriksaan fungsi ginjal denga test urea secara kinetika
enzimatis
2. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh
II. Prinsip Percobaan
Reaksi enzimatis
Urea + H2O 2NH3 + CO2
NH3 + α-KG + NADH L-glutamat + NAD
III. Teori Dasar
Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen,
retroperitoneal antara vetebra lumbal 1 dan 4. pada neonatus kadang-kadang dapat
diraba. Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang
berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan puncaknya yang disebut
papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks terdaat glomerulus, tubulus
kontortus proksimal dan distal (Price, 1995).
Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi lahir
cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal
tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya
umur. Tiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron. Pada manusia, pembentukan nefron
selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir.
Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada
disertai maturasi fungsional. Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula
urease
GLDH
bowman, tubulus proksimal, anse henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama
denga kapsula bowman juga disebut badan maplphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma
terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dala pembentukan urine tidak kalah
pentingnya (Price, 1995).
Fungsi Ginjal
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah
dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi
yang paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea,
kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan
hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan
(Nelson, 2000).
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak
diperlukan dalam tubuh adalah :
Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan
menghasilkan cairan filtrasi.
Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak
akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke
dalam plasma dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan
substansi yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak
diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang
melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi urine yang akhirnya terbentuk terdiri
dari bagian utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil
substansi-substansi yang disekresi (Nelson, 2000).
Definisi Ureum
Ureum adalah suatu molekul kecil yang mudah mendifusi ke dalam
cairan ekstrasel, tetapi pada akhirnya dipekatkan dalm urin dan diekskresikan.
Jika keseimbangan nitrogen dalam keadaan mantap ekskresi ureum kira-kira 25
mg per hari (Widman K, 1995), ureum merupakan produk akhir dari metabolism
nitrogen yang penting pada manusia, yang disintesis dari ammonia, karbon
dioksida dan nitrogen amida aspartat (Murray dkk., 1999).
Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam amino
yang telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal, dan
diekskresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah
20 mg – 40 mg setiap 100 ccm darah, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal
protein yang di makan dan fungsi hati dalam pembentukan ureum (Dyan, 2005).
Rumus Ureum
Rumus bangun ureum
Rumus molekul ureum adalah CO(NH2)2, dengan berat molekul 60.
(Bishop, L. Michael, dkk., 2000)
Ginjal merupakan salah satu organ yang penting bagi makhluk hidup.
Ginjal memiliki berbagai fungsi seperti pengaturan keseimbangan air dan
elektrolit, pengaturan konsentrasi osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi
elektrolit, pengaturan keseimbangan asam-basa, ekskresi sisa metabolisme dan
bahan kimia asing; pengatur tekanan arteri, sekresi hormon, dan glukoneogenesis.
Jika ginjal dibagi dua dari atas ke bawah, akan terlihat dua bagian utama yaitu
korteks di bagian luar dan medulla di bagian dalam. Unit terkecil dari ginjal
adalah nefron. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru sehingga apabila terjadi
trauma pada ginjal, penyakit ginjal, atau terjadi penuaan normal, akan terjadi
penurunan jumlah nefron secara bertahap (Guyton, 2006).
Setiap nefron mempunyai dua komponen utama yaitu bagian glomerulus
yang dilalui sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah dan bagian tubulus
yang panjang di mana cairan hasil filtrasi diubah menjadi urin dalam
perjalanannya menuju pelvis. Glomerulus tersusun dari suatu jaringan kapiler
glomerulus yang bercabang dan beranastomosa yang memiliki tekanan
hidrostatik lebih tinggi dibandingkan jaringan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus
dilapisi oleh sel-sel epitel dan dibungkus dalam kapsula Bowman. Cairan yang
difiltrasi dari kapiler glomerulus mengalir ke dalam kapsula Bowman dan
kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal.
Dari tubulus proksimal, cairan mengalir ke ansa Henle yang masuk ke
dalam medulla renalis. Setiap lengkung terdiri atas cabang desenden dan asenden.
Dinding cabang desenden sampai ujung cabang asenden merupakan bagian ansa
Henle yang paling tipis. Pada perjalanan kembali ke cabang asenden, dinding
akan kembali menebal seperti bagian lain dari sistem tubular sehingga bagian
cabang asenden merupakan bagian yang paling tebal dari ansa Henle. Dari ansa
helen, cairan akan menuju ke makula densa dan kemudian ke tubulus distal.
Selanjutnya cairan akan menuju ke tubulus rektus, tubulus kolingentes, dan
berakhir di papilla renal. Setiap ginjal mempunyai sekitar 250 duktus kolingentes
yang sangat besar dan masing-masingnya mengumpulkan urin dari kira-kira
4.000 nefron (Guyton, 2006).
Metabolisme ureum
Gugusan amino dilepas dari asam amino bila asam amino ini didaur ulang
menjadi sebagian dari protein atau dirombak dan dikeluarkan dari tubuh,
aminotransferase yang ada di berbagai jaringan mengkatalisis pertukaran gugusan
amino antara senyawa-senyawa yang ikut serta dalam reaksi-reaksi sintetsis.
Deaminasi oksidatif memisahkan gugusan amino dari molekul aslinya dan
gugusan amino yang dilepaskan itu diubah menjadi ammonia. Amonia diangkut
ke hati dan diubah menjadi reaksi-reaksi bersambung. Hampir seluruh urea
dibentuk di dalm hati, dari katabolisme asam-asam amino dan merupakan produk
ekskresi metabolisme protein yang utama. Konsetrasi urea dalam plasma darah
terutama menggambarkan keseimbangan antara pembentukkan urea dan
katabolisme protein serta ekskresi urea oleh ginjal : sejumlah urea dimetabolisme
lebih lanjut dan sejumlah kecil hilang dalam keringat dan feses (Baron D. N,
1995).
Tinjauan Klinis
Urea Plasma yang tinggi (Azotemia)
Urea plasma yang tinggi merupakan salah satu gambaran abnormal yang utama
dan penyebabnya diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Peningkatan katabolisme protein jaringan disertai dengan keseimbangan
nitrogen yang negative. Misalnya terjadi demam, penyakit yang menyebabkan
atrofi, tirotoksikosis, koma diasbetika atau setelah trauma ataupun operasi besar.
Karena sering kasus peningkatan katabolisme protein kecil, dan tidak ada
kerusakan ginjal primer atau sekunder, maka ekskresi ke urin akan membuang
kelebihan urea dan tidak ada keanikan bermakna dalam urea plasma.
b. Pemecahan protein darah yang berlebihan
Pada leukemia, pelepasan protein leukosit menyokong urea plasma yang tinggi.
c. Pengurangan ekskresi urea
Merupakan penyebab utama dan terpenting bias prerenal, renal atau postrenal.
Penurunan tekanan darah perifer adatau bendungan vena atau volume plasma
yang rendah dan hemokonsentrasi, mengurangi aliran plasma ginjal. Filtrasi
glomelurus untuk urea turun dan terdapat peningkatan urea plasma, pada kasus
yang ringan, bila tidak ada kerusakan struktur ginjal yang permanen, maka urea
plasma akan kemabli normal bila keadaan prerenal dipulihkan ke yang normal.
d. Penyakit ginjal yang disertai dengan penurunan laju filtrasi glomelururs yang
menyebabkan urea plasma menjadi tinggi
e. Obstruksi saluran keluar urin menyebabkan urea plasma menjadi tinggi.
Urea plasma yang rendah (Uremia)
Uremia kadang-kadang terlihat pada kehamilan, bias karena peningkatan
filtrasi glomelurus, diversi nitrogen ke foetus atau karena retensi air. Pada
nekrosis hepatic akuta, sering urea plasma rendah karena asam-asam amino tak
dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis, urea plasma yang rendah
sebagian disebabkan oleh kecepatan anabolisme protein yang tinggi, bias timbul
selama pengobatan dengan androgen yang intensif, juga pada malnutrisi protein
jangka panjang (Baron D. N, 1995).
Ureum digunakan untuk menentukan tingkat keparahan status
azotemia/uremia pasien, menentukan hemodialisis (BUN serum . 40 mmol/l atau
lebih dari 120 mg). Hemodialisis tidak adekuat apabila rasio reduksi ureum ,65%.
Reduksi ureum yang tidak adekuat tersebut meningkatkan angka mortalitas
pasien hemodialisa. Penurunan BUN (,50 ml/dl predialisis tidak menunjukkan
dialysis yang baik, tetapi justru adanya malnutrisi dan penurunan massa otot
karena dialysis inadekuat (Nyoman Suci W., 2003).
Metode pemeriksaan Ureum
Kadar ureum dalam serum/ plasma mencerminkan keseimbangan antara
produksi dan ekskresi. Metode penetapan adalah dengan mengukur nitrogen, di
Amerika Serikat hasil penetapan disebut sebagai nitrogen ureum dalam darah
(Blood Urea Nitrogen, BUN). Dalam serum normal konsentrasi BUN adalah 8-25
mg/dl, dan kadar ureum dalam serum normal adalah 10-50 mg/dl. Nitrogen
menyusun 28/60 bagian dari berat ureum, karena itu konsentrasi ureum dapat
dihitung dari BUN dengan menggunakan factor perkalian 2,14 (Widman,
Frances, K., 1995).
Faktor perkalian 2,14 berasal dari:
1mg urea NdL
x1 mmol N
BM Nx
1mmol urea2 mmol N
xBM urea
1mmolurea=2,14 mg urea
dL
(Bishop, L. Michael, dkk., 2000).
Pemeriksaan kadar ureum dapat dilakukan dengan metode kolorimetri
dan Uv auto Fat-rate.
1. Calorimetri
Prinsip pemeriksaan ureum dengan metode colorimetric adalah urea
dihidrolisis oleh urease menjadi ammonia dan karbon dioksida. Kemudian
ammonia beraksi dengan alkalin hipoklorit dan sodium salisilat dengan
adanya sodium nitropusid membentuk warna komplek berwarna hijau,
intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan kadar ureum dalam
sampel, dan dibaca pada photometer DTN 410 dengan λ 550 nm.
2. UV Auto Fast Rate
Prinsip pemeriksaan ureum metode UV auto fast-rate adalah urea ditambah
air dengan adanya urease membentuk 2 amonium dan 2 HCO3, kemudian
ammonium beraksi dengan 2 Oxoglutarate dan NADH dengan GLDH
menjadi L-glutamate dan NAD+ serta air, perjalanan reaksi konstan selama 60
detik, peningkatan absorban dari GLDH sebanding dengan kadar Urea dalam
sampel, dan dibaca pada photometer DTN 410 dengan λ 340 nm.
Gagal Ginjal
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali
dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan
cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau
produksi urine.
Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita
penyakit serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu
sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih sering dialamai mereka yang berusia dewasa,
terlebih pada kaum lanjut usia (Dyan, 2005).
Penyebab Gagal Ginjal
Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang di
dedrita oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan
organ ginjal. Adapun beberapa penyakit yang sering kali berdampak kerusakan
ginjal diantaranya :
Penyakit tekanan darah tinggi (Hypertension)
Penyakit Diabetes Mellitus (Diabetes Mellitus)
Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor, penyempitan/striktur)
Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik
Menderita penyakit kanker (cancer)
Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal
itu sendiri (polycystic kidney disease)
Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi atau
dampak dari penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya disebut sebagai
glomerulonephritis (Dyan, 2005).
IV. Alat dan Bahan
Alat
1. Kuvet
2. Pipet Piston
3. Spektrofotometer UV
4. Stopwatch
Bahan
1. Aqua destilata
2. Reagen 1
3. Reagen 2
4. Sampel
V. Prosedur
Dibuat 3 macam campuran yaitu campuran pertama hanya blanko,
campuran kedua hanya reagen1 dengan reagen2, dan yang terakhir adalah
campuran sampel dan reagen. Untuk pembuatan blanko, aquadest
dimasukan kedalam kuvet. Untuk pembuatan standar, masukan reagen 1
ke dalam kuvet, lalu diinkubasikan 5 menit. Setelah itu, reagen ke2
dimasukan kedalam kuvet yang sama. Untuk pembuatan larutan sampel,
pertama adalah sampel dipipet sebanyak 10µL. Kemudian dimasukan juga
reagen 1 sebanyak 1000µL ke dalam kuvet. Setalah itu didiamkan selama
5 menit. Kemudian, reagen ke 2 dipipet sebanyak 250µL dan dimasukan
ke dalam kuvet yang berisi campuran reagen 1 dan reagen 2. Setelah
semuanya siap, dilakukan uji absorbansi dengan menggunakan
sepektrofotometer UV. Pertama, larutan blanko dimasukan ke dalam
spektro, lalu adsorbansinya diukur. Kemudian, larutan standar dimasukan
ke dalam spektro, lalu dihitung juga Adsorbansinya. Kemudian, larutan
sampel dimasukan ke dalam spektro, lalu dihitung adsorbansinya.
Kemudian ditunggu 1 menit, adsorbansi larutan sampel diukur kembali.
VI. Data Pengamatan dan Perhitungan
Kuvet A1 A2 A3
Blanko 0 0 0Standar 0,517 0,358 0,159Sampel 1 0,577 0,554 0,023Sampel 2 0,512 0,452 0,02Sampel 3 0,591 0,418 0,092
Urea 1
A sample1A standar
×C standar
¿ 0,0230,159
×50mgdL
=7,23 mg /dL
mmol / L=7,23 × 0,1665=1,20 mmol /L
BUN=7,23× 0,467=3,37 mg /dL
Urea 2
A sample 2A standar
×C standar
¿ 0,020,159
×50mgdL
=6,28 mg /dL
mmol / L=6,28× 0,1665=1,05 mmol /L
BUN=6,28× 0,467=2,93 mg /dL
Urea 3
A sample3A standar
×C standar
¿ 0,020,159
×50mgdL
=28,9 mg /dL
mmol / L=28,9× 0,1665=4,81mmol / L
BUN=28,9× 0,467=61,88 mg /dL
VII. Pembahasan
Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam
amino yang telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal,
dan diekskresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang
normal adalah 20 mg – 40 mg setiap 100 ccm darah, tetapi hal ini
tergantung dari jumlah normal protein yang di makan dan fungsi hati
dalam pembentukan ureum.
Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme
protein (asam amino). Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intra
sel dan ekstrasel. Zat ini dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada
keseimbangan nitrogen yang stabil, sekitar 25 gram urea diekskresikan
setiap hari. Kadar dalam darah mencerminkan keseimbangan antara
produksi dan ekskresi urea.
Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari
makanan. Pada orang sehat yang makanannya banyak mengandung
protein, ureum biasanya berada di atas rentang normal. Kadar rendah
biasanya tidak dianggap abnormal karena mencerminkan rendahnya
protein dalam makanan atau ekspansi volume plasma. Namun, bila
kadarnya sangat rendah bisa mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar
urea bertambah dengan bertambahnya usia, juga walaupun tanpa penyakit
ginjal.
Kadar ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri menggunakan
fotometer atau analyzer kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas reaksi
enzimatik dengan diasetil monoksim yang memanfaatkan enzim urease
yang sangat spesifik terhadap urea. Konsentrasi urea umumnya dinyatakan
sebagai kandungan nitrogen molekul, yaitu nitrogen urea darah (blood
urea nitrogen, BUN). Namun di beberapa negara, konsentrasi ureum
dinyatakan sebagai berat urea total. Nitrogen menyumbang 28/60 dari
berat total urea, sehingga konsentrasi urea dapat dihitung dengan
mengalikan konsentrasi BUN dengan 60/28 atau 2,14.
Pada praktikum kali ini, ureum ditentukan kadarnya dengan
menggunakan instrumen spektrofotometer UV-Visible. Instrumen ini
digunakan untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai
fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan gabungan dari
alat optik dan elektronika serta sifat-sifat kimia fisiknya dimana detektor
yang digunakan secara langsung dapat mengukur intensitas dari cahaya
yang dipancarkan (It) dan secara tidak lansung cahaya yang diabsorbsi
(Ia), jadi tergantung pada spektrum elektromagnetik yang diabsorb (serap)
oleh benda. Tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang
tertentu tergantung pada senyawaan atau warna terbentuk.
Adapun matriks yang digunakan adalah plasma urin. Meski ureum
terdatat juga dalam bentuk serum, plasma urin dipilih karena ureum
terlarut dalam plasma serta supaya terpisah dari senyawa lain sebagai
parameter kerusakan ginjal seperti kreatinin.
Pemeriksaan kadar ureum dalam darah dapat menjadi acuan untuk
mengetahui adanya Gagal ginjal akut (GGA) yaitu suatu sindrom klinis
yang ditandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai
beberapa hari) kecepatan penyaringan ginjal, disertai dengan penumpukan
sisa metabolisme ginjal (ureum).
Dalam hal ini, dibutuhkan blangko, standar, dan sampel. Blangko yang
digunakan berisi 1000µL reagen. Blangko selalu dibutuhkan dalam
pemeriksaan menggunakan metode instrumentasi, karena metode
instrumentasi merupakan metode komparatif, yaitu dalam pengukurannya
membutuhkan pembanding. Dengan blangko yang hanya berisi reagen ini,
diharapkan yang akan diukur selanjutnya hanyalah standar dan sampel
yang hanya berisi ureum. Pada spektrofotometer UV-Vis double beam,
kita hanya perlu memasukkan blangko pada satu sisi penyimpanan kuvet,
kemudian sampel atau standar pada sisi penyimpanan kuvet yang lainnya.
Tidak perlu meng-nol-kan instrument, namun hasil pengukuran trigliserida
sudah dapat diperoleh. Namun, karena instrumen yang digunakan adalah
spektrofotometer UV-Vis single beam, sehingga harus blangko yang lebih
dahulu daripada sampel dan standar, untuk meng-nol-kan pembacaan
absorbansi pada instrumen. Semua prosedur ini dilakukan pada panjang
gelombang 340 nm (Hg 344 nm atau Hg 365 nm).
Adapun reagen yang digunakan dalam analisis ureum ini terbagi
menjadi dua bagian, yang pertama adalah tris buffer. Sedangkan yang
kedua adalah Urease, GLDH, NADH, Adenosin-5-diphospat dan alfa
oxoglutarat. Selain mempertahankan pH, tris buffer berfungsi untuk
mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit. Pada
pembuatan reagen pertama ini perlu diinkubasi selama 5 menit kemudian
dibaca dengan alat spektrofotometer. Sedangkan reagen bagian kedua
berisi enzim dan energi yang dibutuhkan untuk reaksi enzimatis
penguraian ureum. Reaksi enzimatis ini dapat terjadi di luar tubuh, dengan
inkubasi selama 1 menit pada suhu kamar (25oC) kemudian dibaca dengan
alat spektrofotometer untuk mendapatkan Absorbansi pertama (A1).
Setelah itu inkubasikan 1 menit lagi suhu kamar (25oC) kemudian dibaca
dengan alat spektrofotometer untuk mendapatkan Absorbansi kedua (A2).
Setelah meng-nol-kan instrument, selanjutnya adalah membaca
absorbansi dari standar. Larutan standar disiapkan dengan memasukkan
1000 µL reagen dan 10 µL berisi standar urea lalu dikocok hingga
homogen. Disiapkan kuvet yang transparan menghadap ke arah sumber
sinar, sehingga larutan standar dapat diserap dengan baik. Kuvet terdiri
dari bagian yang transparan dan bagian yang buram. Sebelum
memasukkan kuvet dalam spektrofotometer UV-Vis, sebaiknya kuvet
dibersihkan terlebih dahulu menggunakan tissue lensa. Hal ini disebabkan
pori-pori yang dimiliki tissue lensa sangat kecil, dan memiliki daya
kapilaritas yang lebih baik daripada tissue biasa. Selain itu, tissue lensa
tidak akan meninggalkan serat ketika diaplikasikan, sehingga menghindari
adanya pengotor. Namun, kelemahan dari tissue ini yang kurang
terjangkau dan kurang mudah dicari, sehingga pada percobaan ini tidak
digunakan tissue lensa, dan untuk mengantisipasinya, sebelum digunakan,
kuvet dicuci bersih menggunakan larutan sabun, lalu dibilas dengan air
bersih, dikeringkan menggunakan lap bersih, lalu diangin-anginkan, dan
selama penggunaan dihindari kontak dengan bagian yang transparan.
Bagian yang buram aman untuk disentuh dengan tangan telanjang karena
tidak akan memberikan absorbansi jika dianalisis menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Sedangkan bagian yang transparan merupakan
bagian yang secara langsung akan disinari oleh sumber cahaya pada
spektrofotometer UV-Vis. Sampel dibuat triplo untuk melihat presisi dari
alat spektrofotometer UV-Vis.
Dari hasil pengukuran didapat nilai absorbansi standar adalah 0,577
pada pengukuran pertama sebelum sampel pertama dan pengukuran kedua
sebelum sampel kedua 0,358. Standar ini memiliki konsentrasi urea dalam
darah sebesar 50 mg/100 mL. Ini akan menjadi pembanding untuk
menginterprestasikan hasil pengukuran.
Kemudian selanjutnya adalah membaca absorbansi dari sampel.
Larutan sampel disiapkan dengan memasukkan 1000 µL reagen dan 10 µL
berisi sampel plasma urin, lalu dikocok hingga homogen, dan
diinkubasikan selama 1 menit pertama pada suhu ruang (25oC) Untuk
mendapatkan A1. Prosedur ini dilakukan triplo. Sama seperti sebelumnya,
pada saat ini kuvet bagian transparan harus menghadap sumber sinar,
sehingga larutan dapat diabsorpsi dengan baik. Dari hasil pengukuran
didapat nilai absorbansi pada kelompok 1 (A1) yaitu 0,577; 0,512; dan
0,591. Kemudian diinkubasikan selama 1 menit keduaa pada suhu ruang
(25oC) untuk mendapatkan A2. Dari hasil pengukuran didapat nilai
absorbansi pada kelompok 2 (A2) yaitu 0,554; 0,493; 0,418. Nilai ini
masih dibilang baik, karena masih termasuk dalam rentang nilai
absorbansi yang disarankan untuk menggunakan hukum Lambert-Beer,
yang merupakan prinsip kerja dari spektrofotometri UV-Visible. Setelah
data terkumpul dihitung Delta Absorbansi standar dan Delta Absorbansi
sampel. Dari hasil ini dapat diinterprestasikan bahwa konsentrasi ureum
dalam plasma urin adalah:
Delta A SampelDelta A standar
x C Standar
Setalah dihitung kadar urea dalam satuan mg/dl, hasil dapat dikonversi
kedalam satuan mmol/L. Dari hasil tersebut juga dapat ditentukan Nilai
BUN dengan mengkalikan dengan angka konversi 0,467. Setelah dirata-
ratakan hasil diperoleh 14,14 mg/dL. Angka ini menunjukan bahwa kadar
ureum pasien normal sesuai kriteria kadar normal berikut Dewasa : 5 – 25
mg/dl, Anak-anak : 5 – 20 mg/dl, Bayi : 5 – 15 mg/dl, Lanjut usia : kadar
sedikit lebih tinggi daripada dewasa.
Daftar Pustaka
Baron D. N, 1995. Kapita Selekta Patologi Klinik (A Short Text Book of Chemical
Pathology) Edisi 4. EGC. Jakarta.
Bishop L. Michael, Duben L, Janet – Kirk Engelel, Fody P. Edward. 2000. Clinical
Chemistry: Principles, Procedures, Correlations. Edisi 4. Lippincott
Williams & Willkins (A Wolters Kluwer Company): Baltimore.
Dyan. 2005. Ureum dan Kreatinin.
http://dyanelekkodhog.blogspot.com/2011/09/ureum-dan-kreatinin.html
[diakses 6 April 2012]
Guyton, Arthur C. 2006. Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.
Murray, Robert, K. Darylk, Granner, Peter, A. mayos, Victor, W. Rodwell. 2003.
Biokimia Harper. EGC: Jakarta.
Nelson. 2000. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus vol.3. Ed 15. 1813-1814.
EGC. Jakarta.
Nyoman Suci W. 2008. Kadar Ureum dalam Penderita Gagal Ginjal yang Menjalani
Terapi Hemodialisis. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-
gdl-tantikurni-5215-2-bab2.pdf [ diakses 6 April 2012].
Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
ed 4. EGC Jakarta.
Widmann, Frances K. 1995. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Edisi 9. Terj. : Gandasoebroto, et al. EGC. Jakarta.