laporan pendahuluan apendisitis

46
LAPORAN PENDAHULUAN APENDIKSITIS A. DEFINISI Apendiksitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendiksitis sering disalahartikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. merupakan peradangan pada apendik verniformis. Apendik verniformis merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih sebesar pensil dengan panjang 2 – 6 inci. Lokasi apendik pada daerah illiaka kanan, di bawah katup iliacecal, tepatnya pada dinding abdomen di bawah titik Mc Burney. B. ETIOLOGI Apendiksitis disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh hyperplasia Folikel lympoid Fecalit, benda asing striktur karena Fibrasi karena adanya peradangan sebelumnya atau neoplasma.Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang memproduksi mukosa mengalami bendungan.Namun elastisitas dinding appendik mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan tekanan intra lumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang akan menyebabkan edema dan ulserasi mukosa.

Upload: nurvina-taurimasari

Post on 04-Jan-2016

54 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

LAPORAN PENDAHULUAN

APENDIKSITIS

A. DEFINISI

Apendiksitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada

apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering

ditemui. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendiksitis sering disalahartikan

dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum.

merupakan peradangan pada apendik verniformis. Apendik verniformis

merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih sebesar pensil dengan

panjang 2 – 6 inci. Lokasi apendik pada daerah illiaka kanan, di bawah katup

iliacecal, tepatnya pada dinding abdomen di bawah titik Mc Burney.

B. ETIOLOGI

Apendiksitis disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh

hyperplasia Folikel lympoid Fecalit, benda asing striktur karena Fibrasi karena

adanya peradangan sebelumnya atau neoplasma.Obstruksi tersebut menyebabkan

mucus yang memproduksi mukosa mengalami bendungan.Namun elastisitas

dinding appendik mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan tekanan intra

lumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang

akan menyebabkan edema dan ulserasi mukosa. Apendisitis merupakan infeksi

bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat :

1. Hiperplasia dari folikel limfoid

2. Adanya fekalit (masa keras dari feses) dalam lumen appendiks

3. tumor appendiks

4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis

5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histolitica.

Menurut penelitian, etiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan

rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan apendisitis.

Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan

fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon.

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

C. PATOFISIOLOGI

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks

mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun

elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan

peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe

yang mengakibatkan edema dan ulserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis

akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut

akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus

dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang

dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis

supuratif akut.

Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks

yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding

appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.

Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke

arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.

Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih

panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh

yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang

tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

D. PATHWAY

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

E. KLASIFIKASI

Apendik dapat dibagi atas dua bagian yaitu.

1. Apendisitis Akut : jarang ditemui pada anak dibawah 5 tahun dan orang

tua diatas 50 tahun. Apendicitis akut dapat dibagi atas tiga bagian :

a. Apendicitis acut focalik atau segmentalis

Terjadi pada bagian distal yang meradang seluruh rongga apendiks

sepertiga distal berisi nanah.

b. Apendicitis acut purulenta diffusa

Pembentukan nanah yang berlebihan jika radangnya lebih hebat

dan dapat terjadi mikrosis dan pembusukan yang disebut

appendicitis gangrenous. Pada appendicitis gangrenous dapat

terjadi perfulasi akibat mikrosis kedalam rongga perut dan

mengakibatkan peritonitis.

c. Apendicitis acut traumatic.

Disebabkan oleh karena trauma karena kecelakaan pada operasi

didapatkan tampak lapisan eksudat dalam rongga maupun

permukaan.

2. Apendisitis KroniS

Apendisitis kronis dibagi atas dua bagian antara lain :

a. Appendicitis cronik focalis

Secara mikroskopis nampak fibrosis setempat yang melingkar,

sehingga dapat menyebabkan stenosis.

b. Appendicitis cronik obliterative

Terjadi fibrosis yang luas sepanjang appendiks pada jaringan sub

mukosa dan sub serosa, sehingga terjadi obliterasi (hilangnya

lumen) terutama dibagian distal dengan menghilangnya selaput

lender pada bagian tersebut.

F. MANIFESTASI KLINIS

Beberapa gejala yang sering terjadi yaitu :

1. Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di seluruh abdomen

atau di kuadran kanan bawah merupakan gejala-gejala pertama. Rasa sakit

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

ini samar-samar, ringan sampai moderat, dan kadang-kadang berupa

kejang. Sesudah empat jam biasanya rasa nyeri itu sedikit demi sedikit

menghilang kemudian beralih ke kuadran bawah kanan. Rasa nyeri

menetap dan secara progesif bertambah hebat apabila pasien bergerak

(Tucker Jeffry, 2010).

2. Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan

merupakan kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan (Tucker

Jeffry, 2010).

3. Appendicitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan

terdapat nyeri lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita

hamil rasa nyeri terasa lebih tinggi di daerah abdomen dibandingkan

dengan biasanya (Tucker Jeffry, 2010).

4. Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin

ditemukan juga di daerah panggul sebelah kanan jika appendiks terletak

retrocaecal (Tucker Jeffry, 2010).

5. Rasa nyeri ditemukan di daerah rektum pada pemeriksaan rektum apabila

posisi appendiks di pelvic. Letak appendiks mempengaruhi letak rasa nyeri

(Tucker Jeffry, 2010).

Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh

demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada

titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan

dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau

diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks

melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbar;

bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahui pada

pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks

dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah

otot rektum kanan dapat terjadi. Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan

palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang

terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat

lebih menyebar; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien

memburuk.

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

G. PEMERIKSAAN FISIK

1. Inspeksi pada appendicitis akut tidak ditemukan gambaran yang spesifik

dan terlihat distensi perut

2. Palpasi pada daerah perut kanan bawah, apabila ditekan akan terasa nyeri

dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan

bawah merupakan kunci diagnosa appendicitis. Pada penekanan perut kiri

bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda

Rovsing (Rovsing Sign). Apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan

juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda

Blumberg (Blumberg Sign).

3. Pemeriksaan rektum, pemeriksaan ini dilakukan pada appendicitis untuk

menentukan letak appendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat

dilakukan pemeriksaan ini terasa nyeri, maka kemungkinan appendiks

yang meradang terletak di daerah pelvic.

4. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini dilakukan untuk

mengetahui letak appendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan

rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi

aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks

yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan

menimbulkan nyeri. Pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan

endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila appendiks yang

meradang kontak dengan obturator internus yang merupakan dinding

panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).

Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara

10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan

pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah

satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah

terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%

(Sylvia, 2000).

2. Radiologi

Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed

Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan

bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,

sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang

dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi

serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan

angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-

Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan

spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97% (Sylvia, 2000).

a. Abdominal X-Ray BOF

Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab

appendisitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.

b. USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan

pemeriksaan USG terutama pada wanita dan juga bila dicurigai

adanya abses. Pemeriksaan USG dilakukan bila sudah terjadi

infiltrat apendikularis. Dengan USG dapat dipakai untuk

menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,

adnecitis dan sebagainya.

c. Barium enema

Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon

melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-

komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga

untuk menyingkirkan diagnosis banding. Appendicogram memiliki

sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai metode

diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis kronis.

Dimana akan tampak pelebaran/penebalan dinding mukosa

appendiks, disertai penyempitan lumen hingga sumbatan usus oleh

fekalit.

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

d. CT-scan

Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga

dapat menunjukkan komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi

abses.

3. Laparoscopi

Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan

dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik

ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan

tindakan ini didapatkan peradangan pada appendiks maka pada saat itu

juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendiks.

4. Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk

diagnosis appendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai

gambaran histopatologi appendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada

kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran histopatologi

appendicitis akut secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi

apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan operasi.

I. DIAGNOSIS

Diagnosis apendisitis akut biasanya berdasarkan gejala klinis dan tes

laboratorium. Diagnosis ditegakkan bila memenuhi :

1. Gambaran klinis yang mengarah ke appendicitis seperti Nyeri di sekitar

umbilikus dan epigastrium disertai anoreksia (nafsu makan menurun),

nausea, dan sebagian dengan muntah. Beberapa jam kemudian nyeri

berpindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney disertai kenaikan suhu

tubuh ringan

2. Demam lebih dari 37,50C

3. Laboratorium : lekositosis yaitu lekosit > 10.000 /dl biasanya pada

perforasi terdapat pergeseran ke kiri (netrofil segmen meningkat).

4. USG yang mungkin di temukan pada pemeriksaan ini :

a. Lampiran buncit berisi cairan dengan diameter lebih dari 5 mm

b. Ketebalan dinding 3 mm atau lebih besar

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

c. Tidak adanya gerak peristaltik dan noncompressibility usus buntu

d. Perubahan pericaecal.

e. Massa pada appendix

5. Laporoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium

sebelum dilakukan apendiktomi pada wanita muda.

6. CT scan : dilakukan jika di duga terdapat perforasi atau pembentukan

abses karena akan memberikan karakteristik yang yang tepat terhadap

massa inflamasi, luas dan lokasinya.

J. DIAGNOSA BANDING

Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia

dan jenis kelamin

1. Pada anak-anak balita

Intususepsi, divertikulitis, dan gastroenteritis akut.

Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3

tahun. Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan Appendicitis. Nyeri

divertikulitis hampirsama dengan Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda,

yaitu pada daerah periumbilikal.Pada pencitraan dapat diketahui adanya

inflammatory mass di daerah abdomentengah. Diagnosis banding yang

agak sukar ditegakkan adalah gastroenteritis akut,karena memiliki gejala-

gejala yang mirip dengan appendicitis, yakni diare, mual,muntah, dan

ditemukan leukosit pada feses (Wilkinson, 2006).

2. Pada anak-anak usia sekolah

Gastroenteritis, konstipasi, infark omentum

Pada gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan

appendicitis,tetapi tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi,

merupakan salah satupenyebab nyeri abdomen pada anak-anak, tetapi

tidak ditemukan adanya demam. Infark omentum juga dapat dijumpai pada

anak-anak dan gejala-gejalanya dapatmenyerupai appendicitis. Pada infark

omentum, dapat teraba massa pada abdomendan nyerinya tidak berpindah

(Wilkinson, 2006).

3. Pada pria dewasa muda

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

Diagnosis banding yang sering pada pria dewasa muda adalah Crohn`s

disease, klitis ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada skrotum

dapat membantumenyingkirkan diagnosis epididimitis. Pada epididimitis,

pasien merasa sakit padaskrotumnya (Wilkinson, 2006).

4. Pada wanita usia muda

Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda lebih banyak

berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic

inflammatory disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing.

Pada PID, nyerinya bilateral dandirasakan pada abdomen bawah. Pada

kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bilaterjadi ruptur ataupun torsi

(Wilkinson, 2006).

5. Pada usia lanjut

Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis

banding yang sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari

traktusgastrointestinal dan saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi

ulkus, dankolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada CT Scan dan

gejalanya muncul lebih lambat daripada appendicitis. Pada orang tua,

divertikulitis sering sukar untukdibedakan dengan appendicitis, karena

lokasinya yang berada pada abdomen kanan.Perforasi ulkus dapat

diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidakberpindah. Pada

orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti dibandingkandengan

pemeriksaan laboratorium (Wilkinson, 2006).

K. PENATALAKSANAAN

Tindakan penanganan yang dapat dilakukan pada penderita appendicitis

meliputi penanggulangan konservatif dan operasi.

a. Penanggulangan konservatif

Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak

mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.

Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita

appendicitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan

elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik (Craig Sandy, 2010).

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

b. Operasi

Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan

yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi).

Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat

mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan

drainage (mengeluarkan nanah) (Craig Sandy, 2010).

L. KOMPLIKASI

Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendicitis. Faktor

keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita

meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan

diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat

melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka

morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi appendicitis 10-32%, paling sering

pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah

2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada

anak-anak dan orang tua. Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih

tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempur na memudahkan

terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah.

Adapun jenis komplikasi diantaranya:

a. Abses

Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa

lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula

berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus.

Hal ini terjadi bila appendicitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh

omentum (Sylvia, 2000).

b. Perforasi

Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri

menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama

sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat

diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul

lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN).

Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat

menyebabkan peritonitis. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin

hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis (Sylvia, 2000).

M. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian

1. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam

masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa, nama orang tua,

alamat, umur pendidikan, pekerjaan, pekerjaan orang tua, agama

dan suku bangsa

2. Riwayat Keperawatan

Riwayat kesehatan saat ini

Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama

nyeri yang disebabkan insisi abdomen.

Riwayat kesehatan masa lalu

Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti

hipertensi, operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah

masuk rumah sakit, obat-abatan yang pernah digunakan

apakah mempunyai riwayat alergi dan imunisasi apa yang

pernah diderita.

Riwayat penyakit keluarga

Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama

dialami oleh pasien (diabetes mellitus, hipertensi, gangguan

jiwa atau penyakit kronis lainnya) dan upaya yang dilakukan

beserta genogramnya genogramnya .

Pola fungsi kesehatan (Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual)

- Pola persepsi dan pengetahuan

Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup post

appendiktomy akan mempengaruhi pengetahuan dan

kemampuan dalam merawat diri.

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

- Pola nutrisi dan metabolisme

Klien dengan pre appendiktomy terdapat mual dan

muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, Keluarga

mengatakan saat masuk RS pasien hanya mampu

menghabiskan ⅓ porsi makanan, Saat pengkajian

keluarga mengatakan pasien sedikit minum, sehingga

diperlukan terapi cairan intravena.

- Pola eliminasi

Mengkaji pola BAK dan BAB pasien pre dan post

appendiktomy.

- Pola aktifitas dan latihan

Pasien dengan pre appendiktomy terganggu aktifitasnya

akibat adanya kelemahan fisik, tetapi pasien mampu

untuk duduk, berpindah, berdiri dan berjalan.

- Pola istirahat

Pasien dengan post appendiktomy mengatakan tidak

dapat tidur dengan nyenyak, pikiran kacau, terus

gelisah.

- Pola kognitf dan perseptual (sensoris)

Kondisi kesehatan pasien dengan pre dan post

appendiktomy mempengaruhi terhadap hubungan

interpersonal dan peran serta mengalami tambahan

dalam menjalankan perannya selama sakit, pasien

mampu memberikan penjelasan tentang keadaan yang

dialaminya.

- Pola persepsi dan konsep diri

Pola emosional pasien pre appendiktomy sedikit

terganggu karena pikiran kacau dan sulit tidur.

- Peran dan tanggung jawab

Keluarga ikut berperan aktif dalam menjaga kesehatan

fisik pasien.

Pola reproduksi dan sexual

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

- Mengkaji perilaku dan pola seksual pada pasien pre dsn

post appendiktomy.

- Pola penanggulangan stress

Pada pasien pre dan post appendiktomy stres timbul

akibat pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah

penyakitnya, pasien merasakan pikirannya kacau.

Keluarga pasien cukup perhatian selama pasien

dirawat di rumah sakit.

- Pola tata nilai dan kepercayaan

Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka

pasien akan menjadi cemas dan takut, serta kebiasaan

ibadahnya akan terganggu, dimana pasien dan keluarga

percaya bahwa masalah pasien murni masalah medis

dan menyerahkan seluruh pengobatan pada petugas

kesehatan.

Pengkajian riwayat Nyeri

P : Provocating ( pemacu ) dan paliative yaitu faktor yang

meningkatkan atau mengurangi nyeri

Q : Quality dan Quantity

Supervisial : tajam, menusuk, membakar

Dalam : tajam, tumpul, nyeri terus

Visceral : tajam, tumpul, nyeri terus, kejang

R : Region atau radiation ( area atau daerah ) : penjalaran

S : Severty atau keganasan : intensitas nyeri

T : Time ( waktu serangan, lamanya, kekerapan muncul).

Pemeriksaan fisik

- Keadaan umum

- Sistem kardiovaskuler (mengetahui tanda-tanda vital,

ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan

kelainan bunyi jantung)

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

- Sistem hematologi (mengetahui ada tidaknya

peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya

infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali)

- Sistem urogenital (ada tidaknya ketegangan kandung

kemih dan keluhan sakit pinggang)

- Sistem muskuloskeletal (mengetahui ada tidaknya

kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi

dan terdapat fraktur atau tidak)

- Sistem kekebalan tubuh (mengetahui ada tidaknya

pembesaran kelenjar getah bening)

Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan darah rutin (mengetahui adanya

peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya

infeksi).

- Pemeriksaan foto abdomen (mengetahui adanya

komplikasi pasca pembedahan).

Data Subyektif

Sebelum operasi

- Nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan

bawah

- Mual, muntah, kembung

- Tidak nafsu makan, demam

- Tungkai kanan tidak dapat diluruskan

- Diare atau konstipasi

Sesudah operasi

- Nyeri daerah operasi

- Lemas

- Haus

- Mual, kembung

- Pusing

Data Obyektif

Sebelum operasi

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

- Nyeri tekan di titik Mc. Berney

- Spasme otot

- Takhikardi, takipnea

- Pucat, gelisah

- Bising usus berkurang atau tidak ada

- Demam 38 - 38,5oC

Sesudah operasi

- Terdapat luka operasi di kuadran kanan bawah

abdomen

- Terpasang infuse

- Terdapat drain/pipa lambung

- Bising usus berkurang

- Selaput mukosa mulut kering

b. Diagnosa Keprawatan

1. Pre Operasi

Nyeri akut berhubungan dengan agen biologis

Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan

infornasi terkait penyakit yang dialami.

Ketidakseimbangan nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh

berhubungan dengan

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

cairan aktif : mual,muntah ditandai dengan penurunan turgor

kulit, membran mucus/ kulit kering

2. Post Operasi

Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik

Risiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya

organisme sekunder akibat pembedahan dan masukan

parenteral.

Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme

tubuh.

Page 17: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan

dengan:

Agen injuri (biologi, kimia,

fisik, psikologis), kerusakan

jaringan

DS:

- Laporan secara verbal

DO:

- Posisi untuk menahan

nyeri

- Tingkah laku berhati-hati

- Gangguan tidur (mata

sayu, tampak capek, sulit

atau gerakan kacau,

menyeringai)

- Terfokus pada diri sendiri

NOC :

Pain Level,

pain control,

comfort level

Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama ….

Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:

Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,

mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi

untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan

menggunakan manajemen nyeri

Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,

frekuensi dan tanda nyeri)

Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Tanda vital dalam rentang normal

Tidak mengalami gangguan tidur

NIC :

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif

termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas dan faktor presipitasi

Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan

menemukan dukungan

Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi

nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan

kebisingan

Kurangi faktor presipitasi nyeri

Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan

intervensi

Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas

dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...

Tingkatkan istirahat

Page 18: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

- Fokus menyempit

(penurunan persepsi

waktu, kerusakan proses

berpikir, penurunan

interaksi dengan orang

dan lingkungan)

- Tingkah laku distraksi,

contoh : jalan-jalan,

menemui orang lain

dan/atau aktivitas,

aktivitas berulang-ulang)

- Respon autonom (seperti

diaphoresis, perubahan

tekanan darah, perubahan

nafas, nadi dan dilatasi

pupil)

- Perubahan autonomic

dalam tonus otot

(mungkin dalam rentang

Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab

nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan

antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur

Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian

analgesik pertama kali

Page 19: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

dari lemah ke kaku)

- Tingkah laku ekspresif

(contoh : gelisah,

merintih, menangis,

waspada, iritabel, nafas

panjang/berkeluh kesah)

- Perubahan dalam nafsu

makan dan minum

Page 20: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kurang Pengetahuan

Berhubungan dengan :

keterbatasan kognitif,

interpretasi terhadap

informasi yang salah,

kurangnya keinginan untuk

mencari informasi, tidak

mengetahui sumber-sumber

informasi.

DS: Menyatakan secara

verbal adanya masalah

DO: ketidakakuratan

mengikuti instruksi,

perilaku tidak sesuai

NOC:

Kowlwdge : disease process

Kowledge : health Behavior

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….

pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses

penyakit dengan kriteria hasil:

Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman

tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program

pengobatan

Pasien dan keluarga mampu melaksanakan

prosedur yang dijelaskan secara benar

Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali

apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan

lainnya

NIC :

Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga

Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan

bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi

dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul

pada penyakit, dengan cara yang tepat

Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang

tepat

Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara

yang tepat

Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,

dengan cara yang tepat

Sediakan bagi keluarga informasi tentang

kemajuan pasien dengan cara yang tepat

Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

Page 21: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau

mendapatkan second opinion dengan cara yang

tepat atau diindikasikan

Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,

dengan cara yang tepat

Page 22: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

Berhubungan dengan :

Ketidakmampuan untuk

memasukkan atau mencerna

nutrisi oleh karena faktor

biologis, psikologis atau

ekonomi.

DS:

- Nyeri abdomen

- Muntah

- Kejang perut

- Rasa penuh tiba-tiba

setelah makan

DO:

NOC:

a. Nutritional status: Adequacy of nutrient

b. Nutritional Status : food and Fluid Intake

c. Weight Control

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama….nutrisi kurang teratasi dengan indikator:

Albumin serum

Pre albumin serum

Hematokrit

Hemoglobin

Total iron binding capacity

Jumlah limfosit

NIC:

Kaji adanya alergi makanan

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan

jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien

Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi

serat untuk mencegah konstipasi

Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan

makanan harian.

Monitor adanya penurunan BB dan gula darah

Monitor lingkungan selama makan

Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama

jam makan

Monitor turgor kulit

Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein,

Hb dan kadar Ht

Monitor mual dan muntah

Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan

Page 23: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

- Diare

- Rontok rambut yang

berlebih

- Kurang nafsu makan

- Bising usus berlebih

- Konjungtiva pucat

- Denyut nadi lemah

jaringan konjungtiva

Monitor intake nuntrisi

Informasikan pada klien dan keluarga tentang

manfaat nutrisi

Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan

suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga

intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.

Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama

makan

Kelola pemberan anti emetik:.....

Anjurkan banyak minum

Pertahankan terapi IV line

Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila

lidah dan cavitas oval

Page 24: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Defisit Volume Cairan

Berhubungan dengan:

- Kehilangan volume

cairan secara aktif

- Kegagalan mekanisme

pengaturan

DS :

- Haus

DO:

- Penurunan turgor

kulit/lidah

- Membran mukosa/kulit

kering

- Peningkatan denyut nadi,

penurunan tekanan darah,

penurunan

NOC:

Fluid balance

Hydration

Nutritional Status : Food and Fluid Intake

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…..

defisit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil:

Mempertahankan urine output sesuai dengan usia

dan BB, BJ urine normal,

Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas

normal

Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor

kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada

rasa haus yang berlebihan

Orientasi terhadap waktu dan tempat baik

Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal

Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal

NIC :

Pertahankan catatan intake dan output yang

akurat

Monitor status hidrasi ( kelembaban membran

mukosa, nadi adekuat, tekanan darah

ortostatik ), jika diperlukan

Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi

cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin,

total protein )

Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam

Kolaborasi pemberian cairan IV

Monitor status nutrisi

Berikan cairan oral

Berikan penggantian nasogatrik sesuai output

(50 – 100cc/jam)

Dorong keluarga untuk membantu pasien

makan

Page 25: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

volume/tekanan nadi

- Pengisian vena menurun

- Perubahan status mental

- Konsentrasi urine

meningkat

- Temperatur tubuh

meningkat

- Kehilangan berat badan

secara tiba-tiba

- Penurunan urine output

- HMT meningkat

- Kelemahan

pH urin dalam batas normal

Intake oral dan intravena adekuat

Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih

muncul meburuk

Atur kemungkinan tranfusi

Persiapan untuk tranfusi

Pasang kateter jika perlu

Monitor intake dan urin output setiap 8 jam

Page 26: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Risiko infeksi

Faktor-faktor risiko :

- Prosedur Infasif

- Kerusakan jaringan dan

peningkatan paparan

lingkungan

- Malnutrisi

- Peningkatan paparan

lingkungan patogen

- Imonusupresi

- Tidak adekuat pertahanan

sekunder (penurunan Hb,

Leukopenia, penekanan

respon inflamasi)

- Penyakit kronik

- Imunosupresi

NOC :

Immune Status

Knowledge : Infection control

Risk control

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama……

pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:

Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

Menunjukkan kemampuan untuk mencegah

timbulnya infeksi

Jumlah leukosit dalam batas normal

Menunjukkan perilaku hidup sehat

Status imun, gastrointestinal, genitourinaria

dalam batas normal

NIC :

Pertahankan teknik aseptif

Batasi pengunjung bila perlu

Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan

keperawatan

Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat

pelindung

Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan

petunjuk umum

Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan

infeksi kandung kencing

Tingkatkan intake nutrisi

Berikan terapi antibiotik:.................................

Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan

lokal

Pertahankan teknik isolasi k/p

Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap

Page 27: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

- Malnutrisi

- Pertahan primer tidak

adekuat (kerusakan kulit,

trauma jaringan,

gangguan peristaltik)

kemerahan, panas, drainase

Monitor adanya luka

Dorong masukan cairan

Dorong istirahat

Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala

infeksi

Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4

jam

Page 28: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Hipertermia

Berhubungan dengan :

- penyakit/ trauma

- peningkatan

metabolisme

- aktivitas yang

berlebih

- dehidrasi

DO/DS:

kenaikan suhu tubuh

diatas rentang normal

serangan atau konvulsi

(kejang)

kulit kemerahan

pertambahan RR

takikardi

NOC:

Thermoregulasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama………..pasien menunjukkan :

Suhu tubuh dalam batas normal dengan kreiteria hasil:

Suhu 36 – 37C

Nadi dan RR dalam rentang normal

Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada

pusing, merasa nyaman

NIC :

Monitor suhu sesering mungkin

Monitor warna dan suhu kulit

Monitor tekanan darah, nadi dan RR

Monitor penurunan tingkat kesadaran

Monitor WBC, Hb, dan Hct

Monitor intake dan output

Berikan anti piretik:

Kelola Antibiotik:………………………..

Selimuti pasien

Berikan cairan intravena

Kompres pasien pada lipat paha dan aksila

Tingkatkan sirkulasi udara

Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

Catat adanya fluktuasi tekanan darah

Page 29: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

Kulit teraba panas/

hangat

Monitor hidrasi seperti turgor kulit,

kelembaban membran mukosa)

Page 30: LAPORAN PENDAHULUAN Apendisitis

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:EGC.

Joanne McCloskey,dkk. 2004. Nursing Intervention Classification (NIC). United

States of America : Mosby

Nanda Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC

Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku

Pertama. Edisi 4. Jakarta: EGC

Rothrock, Jane C. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif.

Jakarta:EGC.

Smeltzer, Suzzane. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Volume 2.

Jakarta:EGC.

Smeltzer, SC, Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume

2, Edisi 8. Jakarta: EGC

Sue Moorhead,dkk.2008 . Nursing Outcome Classification (NOC). United States

of American : Mosby.

Syamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:EGC.

Sylvia, A Price. 2000. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit Jilid ll.

Jakarta:EGC.

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 7.

Jakarta:EGC