laporan pendahuluan waham
DESCRIPTION
goodTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM
OLEH :
KADEK AYU ASTRI NOVITASARI
14. 901. 0951
PROGRAM STUDI NERS (PROFESI)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA PPNI BALI
2015
I. KASUS (MASALAH UTAMA)
Gangguan proses pikir: waham
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Gangguan proses pikir adalah suatu keadaan dimana individu mengalami kerusakan
dalam pengoprasian kognitif dan aktivitas (Townsend, 1998). Waham adalah keyakinan
yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan realita social (Stuart & Sudden, 1990).
Waham adalah suatu kepercayaan yang salah atau bertentangan dengan kenyataan
dan tidak tetap pada pemikiran seseorang dan latar belakang social budaya (Rowlins,
1991). Waham adalah bentuk lain dari proses kemunduran pikiran seseorang yaitu
dengan mencampuri kemampuan pikiran diuji dan dievaluasi secara nyata (Heber,1987).
Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikir yang tidak tidak sesuai dengan
kenyataan atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang kebudayaan biarpun
dibuktikan kemustahilannya itu (Maramis, 1991).
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Teori Biologis
a) Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlihat dalam perkembangan suatu
kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan
yang sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain).
b) Secara relative ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan skizofrenia
mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kecacatan sejak lahir terjadi pada
bagian hipotalamus otak pengamatan memperlihatkan suatu kekacauan dari sel-
sel pyramidal di dalam otak dari orang-orang yang menderita skizofrenia.
c) Teori biokimia mentakan adanya peningkatan dari dopamine neurotransmitter
yang dipertukarkan menghasilkan gejala-gejala peningkatan aktivitas yang
berlebihan dari pemecahan asosiasi-asosiasi yang umumnya diobservasi pada
psikotis.
2) Teori Psikososial
a) Teori system keluarga Bawen dalam Iowsend (1998) menggambarkan
perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi keluarga
konflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Penanaman hal ini dalam anak
akan menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada ansietas dan suatu
kondisi yang lebih stabil mengakibatkan timbulnya suatu hubungan yang saling
mempengaruhi yang berkembang antara orang tua dan anak-anak. Anak harus
meninggalkan ketergantungan diri kepada orang tua-orang tua ana dan masuk ke
dalam masa dewasa, dan dimana di masa ini ana tidak akan mampu memenuhi
tugas perkembangan dewasanya.
b) Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis akan
menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan kecemasan. Anak
menerima pesan-pesan yang mana membingungan dan penuh konfli dan orang
tua tidak mampu membentuk rasa percaya terhadap orang lain.
c) Teori psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu ego yang
lemah. Perkembangan yang dihambat suatu hubungan saling mempengaruhi
antara orang tua dan anak. Karena ego pada waktu kecemasan yang ekstrim
menjadi suatu yang maladaptive dan perilakunya sering kali merupakan
penampilan dan segmen diri dalam kepribadian.
b. Faktor Presipitasi
1) Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan neurobiologis yang maladaptive
termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengantuk perubahan isi
informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan.
2) Stress lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Pemicu gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptive
berhubungan dengan kesehatan lingkungan, sikap, dan perilaku individu, seperti : gizi
buruk, kurang tidur, infeksi, keletihan, rasa bermusuhan, atau lingungan yang penuh
kritik, masalah perumahan, kelainan terhadap penampilan, stress gangguan dalam
berhubungan interpersonal, kesepian, tekanan, pekerjaan, kemiskinan, keputusasaan dan
sebaginya.
3. Tanda dan Gejala Waham
a) Waham kebesaran : individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Saya ini pejabat di departemen kesehatan lho!” atau, “Saya punya
tambang emas.”
b) Waham curiga : individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan/ mencederai dirinya dan diucapkan dan diucapkan berulang
kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tahu seluruh saudara saya ingin
menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya.”
c) Waham agama: Individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara
berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh,
“kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari.
d) Waham somatik : Individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya tidak
sesuai kenyataan. Contoh , “Saya sakit kanker.” (Kenyataannya pada pemeriksaan
laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan
bahwa ia sakit kanker).
e) Waham nihilistik : Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia
/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya,
“Ini kan alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh.”
4. Rentang respon
Respon adaptif Respon maladaptive
Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan proses
pikir/kelainan pikiran/
delusi
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosi berlebihan Sulit berespon emosi
dengan pengalaman
Perilaku sesuai Perilaku aneh atau tidak Perilaku disorganisasi
biasa
Berhubungan sosial Menarik diri Isolisasi sosial
Dari rentang respon neurobiologis diatas dapat dijelaskan bila individu merespon
secara adaptif maka individu akan berfikir secara logis. Apabila individu berada pada
keadaan diantara adaptif dan maladaptive kadang-kadang pikiran menyimpang atau
perubahan isi pikir terganggu. Bila individu tidak mampu berfikir secara logis dan pikiran
individu mulai menyimpang maka ia akan berespon secara maladptif dan ia akan
mengalami gangguan proses pikir : waham.
1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih
dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap yang
termasuki respon adaptif.
a. Pikiran logis berupa pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima akal.
b. Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa secara
cermat dan tepat sesuai perhitungan.
c. Emosi konsisten berupa kemantapan perasaan jiwa sesuai dengan peristiwa yang
pernah dialami.
d. Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan
individu tersebut diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak
bertentangan dengan moral.
e. Hubungan sosial dapat diketahui melalui hubungan seseorang dengan orang lain
dalam pergaulan ditengah - tengah masyarakat (Stuart, 2007)
2. Respon Transisi
a. Distorsi pikiran berupa kegagalan dalam mengabstrakan dan mengambil
kesimpulan.
b. Ilusi merupakan persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.
c. Menarik diri yaitu perilaku menghindar dari orang lain baik dalam berkomunikasi
ataupun berhubungan sosial dengan orang - orang disekitarnya.
d. Reaksi Emosi berupa emosi yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai
e. Perilaku tidak biasa berupa perilaku aneh yang tidak enak dipandang,
membingungkan, kesukaran mengolah dan tidak kenal orang lain (Stuart, 2007).
3. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang menyimpang dari norma, sosial dan kehidupan
disuatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respon maladaptif.
a. Gangguan pikiran atau waham berupa keyakinan yang salah yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
realita sosial.
b. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah terhadap
rangsangan.
c. Sulit berespon berupa ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk
mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban dan kedekatan.
d. Perilaku disorganisasi berupa ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang
ditimbulkan.
e. Isolasi sosial merupakan suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Stuart, 2007)
5. Klasifikasi dan Jenis
Proses berpikir meliputi 3 aspek yaitu bentuk pikiran, isi pikiran dan arus pikiran.
Menurut Kaplan, berfikir merupakan aliran gagasan, symbol dan asosiasi yang diarahkan
oleh tujuan, dimulai oleh suatu masalah atau tugas dan mengarah pada kesimpulan yang
berorientasi pada kenyataan.
a. Gangguan Bentuk Pikir
Dalam kategori ini termasuk semua penyimpangan dari pemikiran rasional, logic dan
terarah pada tujuan.
1) Dereisme/ pikiran dereistik
Titik berat pada tidak adanya sangkut paut terjadi antara proses mental individu dan
pengalamannya yang sedang berjalan. Proses mentalnya tidak sesuai dengan atau tidak
mengikuti kenyataan, logika atau pengalaman.
2) Pikiran otistik
Menandakan bahwa penyebab distorsi arus asosiasi adalah dari dalam pasien itu
sendiri dalam bentuk lamunan, fantasi, waham, atau halusinasi. Cara berfikir seperti ini
hanya akan memuaskan keinginannya yang tidak terpenuhi tanpa memperdulikan
keadaan seitarnya yang tidak terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya. Hidup
dalam alam pikirannya sendiri.
3) Bentuk pikiran non realistic
Bentuk pikiran yang sama sekali tidak berdasaran pada kenyataan, mengambil
sesuatu kesimpulan yang aneh dan tidak masuk akal.
b. Gangguan Arus Pikir
Yaitu tentang cara dan lajunya proses asosiasi dalam pemikiran yang timbul dalam
berbagai jenis :
1) Perseverasi : berulang-ulang menceritakan suatu ide, pikiran atau tema secara
berlebihan.
2) Asosiasi longgar : mengatakan hal-hal yang tidak ada hubungannya satu sama lain,
misalnya “saya mau makan semua orang dapat berjalan-jalan”. Bila ekstrim, maka
akan terjadi inkoherensi.
3) Inkoherensi : gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu kalimat pun sudah sulit
ditangap atau diikuti maksudnya.
4) Kecepatan bicara : untuk mengutarakan pikiran mungkin lambat sekali atau sangat
cepat.
5) Benturan : piiran tiba-tiba berhenti atau berhenti di tengah sebuah kalimat. Pasien
tidak dapat menerangkan mengapa ia berhenti.
6) Logorea : banyak bicara, kata-kata dikeluaran bertubi-tubi tanpa kontrol, mungkin
koherent atau incoherent.
7) Pikiran melayang (flight of ideas) :perubahan yang mendadak lagi cepat dalam
pembicaraan, sehingga satu ide yang belum selesai diceritakan sudah disusul oleh ide
yang lain.
8) Asosiasi bunyi : mengucapkan perkataan yang mempunyai persamaan bunyi,
misalnya pernah disengar “saya mau makan” diutarakan seakan berontak.
9) Neologisme : membentuk kata-kata baru yang tida dipahami oleh umum, misalnya :
saya radiitu, semua partinum.
10) Irelevansi : isi pikiran atau ucapan yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan
atau dengan hal yang sedang dibicarakan.
11) Pikiran berputar-putar (circumstantiality) : menuju secara tidak langsung kepada ide
pkok dengan menambahan banyak hal yang remeh-remeh yang majemuk dan tidak
relevan.
12) Main-main dengan kata-kata : membuat sejak secara tidak wajar.
13) Afasi : mungkin sensori (tidak atau sukar mengerti biacara orang lain) atau motorik
(tidak dapat atau sukar bicara), sering kedua-duanya sekaligus dan terjadi kerusakan
otak.
c. Gangguan Isi Pikir
Dapat terjadi baik pada isi pikiran nonverbal maupun pada isi pikiran yang
diceritakan misalnya :
1) Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy) : dapat timbul secara mengambang pada
orang yang normal selama fase permulaan narkosa (anastesi umum)
2) Fantasi : isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang diharapkan/
diinginkan, tetapi dikenal sebagai tidak nyata.
3) Fobia : rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak
dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahui bahwa hal itu irasional
adanya.
4) Obsesi : Isi pikiran yang kukuh (persisten) timbul, biarpun tidak dikendalikannya dan
diketahui bahwa hal itu tidak wajar atau tidak mungkin.
5) Preokupasi : Pikiran terpaku hanya pada sebuah ide saja yang biasanya berhubungan
dengan keadaan yang bernada emosional yang kuat.
6) Pikiran yang tak memadai (Inadequate) : pikiran yang ekstrinsik, tidak cocok dengan
banyak hal, terutama dalam pergaulan dan pekerjaan seseorang.
7) Pikiran bunuh diri (Suicide thoughts / ideation) : mulai dari kadang-kadang
memikirkan hal bunuh dari sampai terus menerus memikirkan cara bagaimana ia
dapat membunuh dirinya
8) Pikiran hubungan : pembicaraan orang lain, benda-benda, atau sesuatu kejadian
dihubungkan dengan dirinya.
9) Rasa terasing (aleanasi) : perasaan bahwa dirinya sudah menjadi lain, berbeda asing,
umpamanya heran, siapakah dia itu sebenarnya, rasanya ia berbeda sekali dengan
orang lain.
10) Pikiran isolasi sosial (social isolation) : rasa terisolasi, tersekat, terkunci, terpencil
dari masyarakat, rasa ditolak, tidak disukai orang lain, rasa tidak enak bila berkumpul
dengan orang lain, lebih suka menyendiri.
11) Pikiran rendah diri : Merendahkan, menghinakan dirinya sendiri, menyalahkan
dirinya tentang suatu hal yang pernah atau tidak pernah dilakukannya.
12) Merasa dirugikan oleh orang lain : menghina atau menyangka ada orang lain yang
telah merugikannya, sedang mengambil keuntungan dari dirinya, atau sedang
mencelakakannya.
13) Merasa dirinya dalam bidang seksual : acuh tak acuh tentang hal seksual, kegairahan
seksual berkurang secara umum (hiposeksualitas).
14) Rasa salah : sering mengatakan ia telah bersalah; ini bukanlah waham dosa.
15) Pesimisme : mempunyai pandangan yang suram mengenai banyak hal pada
bidangnya.
16) Sering curiga : mengutarakan ketidakpercayaannya kepada orang lain; buat waham
curiga.
17) Waham : keyakinan tentang sesuatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan
kenyataannya atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang
kebudayaannya, biarpun dibutikan kemustahilan hal itu.
6. Fase-fase Waham
Proses terjadinya Waham
a) Fase lack of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik
maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang dengan
status social dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita.
Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan
kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara social dan ekonomi tetapi
kesenjangan antara reality dengan self ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana
tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang yang dianggap sangat cerdas, sangat
berpengalaman dan diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat
pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh
rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (life span history).
b) Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self ideal
dan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidak
terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya. Misalnya,
saat lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang
canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap
memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat
jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support system
semuanya sangat rendah
c) Fase control internal-eksternal
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa – apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan kenyataan.
Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat berat, karena
kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan
menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil
secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu
yang dinyatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena
besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan, lingkungan hanya menjadi
pendengar fasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan
klien tidak merugikan orang lain.
d) Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang
dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang – ulang. Dari siniah
mulai terjadilah kerusakan control diri dan tidak berfungsinya norma (super ego) yang
ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
e) Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan memercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering
disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih
sering menyendiri dan menghindari interaksi social (isolasi social).
f) Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya - upaya koreksi, setiap waktu keyakinan
yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan
dengan traumatic masa lalu atau kebutuhan – kebuthan yang tidak terpenuhi (rantai yang
hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang keyakinan
klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya keyakinan religiusnya bahwa apa-apa
yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi social.
7. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme pertahanan lain
yang digunakan untuk melindungi diri.
Mekanisme koping menurut Stuart (2007) yaitu perilaku yang mewakili upaya untuk
melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon
neurologis maladaptive meliputi :
a. Regresif berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energy untuk aktivitas hidup
sehari-hari.
b. Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi
c. Menarik diri
8. Akibat
Akibat dari waham yaitu Risiko perilaku kekerasan yang merupakan suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Akibat yang lain dari waham yaitu
dapat terjadi kerusakan komunikasi verbal.
9. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Gangguan proses pikir : waham kebesaran
b. Harga diri rendah
c. Resiko perilaku kekerasan
d. Kerusakan komunikasi verbal
e. Defisit perawatan diri
III. A. POHON MASALAH
Pohon Masalah
Risiko perilaku kekerasan/Kerusakan komunikasi verbal
Core problem Defisit perawatan diri
Harga diri rendah
gangguan proses pikir (isi pikir) : waham
B. DATA YANG PERLU DIKAJI
a. Gangguan Proses Pikir : Waham Kebesaran
1) Data Subjektif
Klien merasa dirinya sebagai orang besar, mmpunyai kekuatan, kepandaian luar
biasa, pendidikan yang tinggi, kekayaan yang melimpah, dikenal & disukai orang
lain. Klien mengatakan merasa tidak takut, perasaan tidak nyaman, perasaan
cemas, klien merasakan sulit untuk tidur, klien mengatakan merasa mengenal
penyakit yang ada dalam tubuhnya dikirim oleh orang lain, klien mengatakan
perasaan tidak malu untuk bergaul dengan orang lain, klien mengatakan sering
menceritakan masalahnya pada orang lain.
2) Data Objektif
Klien kadang-kadang tampak panik, tidak mampu untuk berkonsentrasi, waham
atau ide-ide yang salah, ekspresi muka kadang sedih kadang gembira, tidak
mampu membedakan khayalan dengan kenyataan, sering tidak memperlihatkan
kebersihan diri, gelisah, tidak bisa diam (melangkah bolak-balik), mendominasi
pembicaraan, mudah tersinggung, menolak makan dan minum obat, menjalankan
kegiatan agama secara berlebihan atau tidak sama sekali melakukannya, merusak
diri-sendiri dan orang lain serta lingkungannya, jarang mengikuti atau tidak mau
mengikuti kegiatan-kegiatan sosial, sering terbangun pada dini hari, penampilan
kurang bersih.
b. Harga Diri Rendah
1) Data Subjektif
Klien mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna, merasa tidak mampu,
dirinya tidak semangat untuk beraktivitas atau bekerja, mengungkapkan dirinya
malas melakukan perawatan diri (mandi, berhias, makan, atau toileting).
2) Data Objektif
Mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang pesimistis,
tidak menerima pujian, penurunan produktivitas, penolakan terhadap kemampuan
diri, kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, berkurang
selera makan, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, bicara
lambat dengan nada suara lemah.
c. Risiko Perilaku Kekerasan
1) Data Subjektif
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang, suka membentak dan
menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah, riwayat
perilaku kekerasan tau gangguan jiwa lamanya.
2) Data Objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai :
berteriak, menjerit, ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam,
merusak & melempar barang-barang.
d. Defisit Perawatan Diri
1) Data Subjektif
Klien mengatakan dirinya malas mandi karena airnya dingin atau tidak tersedia
alat mandi, mengatakan dirinya malas berdandan, mengatakan ingin disuapi
makan, mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnnya setelah BAK maupun
BAB.
2) Data Objektif
Ketidakmampuan mandi/membersihkan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi
kotor, kulit berdaki & berbau serta kuku panjang & kotor, ketidakmampuan
berpakaian/berhias ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor & tidak
rapi, pakaian tidak sesuai, tidak bercukur (laki-laki) atau tidak berdandan
(perempuan).
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan Proses Pikir : Waham Kebesaran
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN JIWA
No.Diagnosa
keperawatan
Perencanaan
Tujuan Kriteria evaluasi Interaksi
1. Gangguan proses pikir
: waham
TUM : Klien dapat
mengenali wahamnya
TUK :
1. Klien dapat membina
hubungan saling
percaya dengan
perawat
Setelah …x interaksi klien
a. Mau menerima
kehadiran perawat di
sampingnya.
b. Tidak menunjukkan
tanda-tanda curiga
c. Mengijinkan duduk di
samping
1. Bina hubungan saling
percaya dengan klien
a. Beri salam
b. Perkenalkan diri,
tanyakan nama serta
nama panggilan yang
disukai
c. Jelaskan tujuan
interaksi
d. Yakinkan klien dalam
keadaan aman dan
perawat siap
menolong dan
2. Klien dapat
mengidentifiasi
perasaan yang muncul
secara berulang dalam
pikiran klien
Setelah …x interaksi, klien
menceritakan ide-ide dan
perasaan yang muncul
secara berulang dalam
pikirannya
mendampingi
e. Yakinkan bahwa
kerahasiaan lien aan
tetap terjaga
f. Tunjukkan sikap
terbuka dan jujur
g. Perhatikan kebutuhan
dasar dan beri
bantuan untuk
memenuhinya
1. Bantu klien untuk
mengungkapkan
perasaan dan
pikirannya
2. Diskusikan dengan
klien pengalaman
yang dialami selama
ini termasuk
hubungan dengan
3. Klien dapat
mengidentifikasi
stressor/ pencetus
wahamnya (Triggers
factor)
Setelah …x interaksi
klien:
Dapat menyebutkan
kejadian sesuai dengan
urutan waktu serta
orang yang berarti
lingungan kerja,
sekolah, dsb.
3. Dengarkan
pernyataan klien
dengan empati tanpa
mendukung/
menentang
pernyataan wahamnya
4. Katakana perawat
dapat memahami apa
yang diceritakan klien
1. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
kebutuhan yang tidak
terpenuhi serta kejadian
yang menjadi faktor
pencetus wahamnya
2. Disusikan dengan klien
harapan/ kebutuhan
dasar yang tidak
terpenuhi seperti: harga
diri, rasa aman dsb.
tentang kejadian
traumatic yang
menimbulkan rasa
takut, ansietas maupun
perasaan tidak dihargai
3. Diskusikan kebutuhan/
harapan yang belum
terpenuhi
4. Diskusikan dengan
klien cara-cara
mengatasi kebutuhan
yang tidak terpenuhi
dan kejadian yang
traumatis
5. Diskusikan dengan
klien apakah ada
halusinasi yang
meningkatkan pikiran/
perasaan yang terkait
4. Klien dapat
mengidentifikasi
wahamnya
Setelah …x interaksi
klien menyebutkan
perbedaan pengalaman
nyata dengan pengalaman
wahamnya
wahamnya
1. Bantu klien
menidentifikasi
keyakinan yang salah
tentang situasi yang
nyata (bila klien
sudah siap)
2. Diskusikan dengan
klien pengalaman
wahamnya tanpa
berargumentasi
3. Katakan kepada klien
akan keraguan
perawat terhadap
pernyataan klien
4. Diskusikan dengan
klien respon perasaan
5. Klien dapat
mengidentifikasi
konsenuensi dari
wahamnya
Setelah …x interaksi
klien menjelaskan
gangguan fungsi hidup
sehari-hari yang
diakibatkan ide-ide/
pikiran yang tidak sesuai
dengan kenyataan
seperti :
terhadap wahamnya
5. Diskusikan frekuensi,
intensitas dan durasi
terjadinya waham
6. Bantu klien
membedakan situasi
nyata dengan situasi
yang dipersiapkan
salah oleh klien
1. Diskusikan dengan klien
pengalaman-pengalaman
yang tidak
menguntungkan sebagai
akibat dari wahamnya
seperti :
a. Hambatan dalam
berinteraksi dengan
keluarga
b. Hambatan dalam
- Hubungan dengan
keluarga
- Hubungan dengan
orang lain
- Aktivitas sehari-hari
- Pekerjaan, sekolah,
prestasi dsb
berinteraksi dengan orang
lain
c. Hambatan dalam
melakuan aktivitas
sehari-hari
d. Perubahan dalam prestasi
kerja/sekolah
2. Ajak klien melihat
bahwa waham
tersebut adalah
masalah yang
membutuhkan
bantuan dari orang
lain
3. Diskusikan dengan
klien orang / tempat
ia minta bantuan
apabila wahamnya
timbul/ sulit
6. Klien dapat
melakukan teknik
distraksi sebagai cara
menghentikan pikiran
yang terpusat pada
wahamnya
Setelah …x interaksi
klien dapat melakukan
aktivitas yang konstruktif
sesuai dengan mintanya
yang dapat mengalihkan
fokus klien dari
wahamnya
dikendalikan
1. Diskusikan hobi /
aktivitas yang
diskusikan
2. Anjurkan klien memilih
dan melakuan aktivitas
yang membutuhkan
perhatian dan ketrampilan
fisik
3. Ikut sertakan klien dalam
aktivitas fisik yang
membutuhkan perhatian
sebagai pengisi waktu
luang
4. Libatkan klien dalam
TAK orientasi realita
5. Bicara dengan klien
topik-topik yang nyata
6. Anjurkan klien untuk
7. Klien mendapat
dukungan keluarga
Setelah …x interaksi,
keluarga dapat menjelaskan
bertanggung jawab secara
personal dalam
mempertahankan /
meningkatkan kesehatan
dan pemulihannya
7. Beri pengalaman bagi
setiap uapaya klien yang
positif
1. Diskusikan pentingnya
peran serta keluarga
sebagai pendukung untu
mengatasi waham
2. Diskusikan potensi
tentang :
- pengertian waham
- tanda dan gejala waham
- penyebab waham
- tanda dan gejala waham
- cara merawat klien waham
Setelah …x interaksi,
keluarga dapat mempraktikan
cara merawat klien waham
keluarga untuk
membantu klien
mengatasi waham
1. Jelaskan pada keluarga
tentang :
pengertian waham
tanda dan gejala waham
penyebab dan akibat
waham
2. Latih keluarga cara
merawat waham
3. Tanyakan perasaan
keluarga setelah
mencoba cara yang
dilatihan
4. Beri pujian kepada
keluarga atas
keterlibatannya merawat
8. Klien dapat
memanfaatkan obat
dengan baik
Setelah …x interaksi klien
menyebutkan :
manfaat minum obat
kerugian tidak minum
obat
nama, warna, dosis,
efek, terapi dan efek
samping obat.
penggunaan obat
dengan benar
klien menyebutkan
akibat berhenti minum
obat tanpa konsultasi
dokter
klien di rumah sakit
1. Diskusikan dengan klien
tentang manfaat dan
kerugian tidak minum
obat, nama, warna,
dosis, cara, efek terapi
dan efek samping
penggunaan obat.
2. Pantau klien saat
penggunaan obat
3. Beri pujian jika klien
menggunakan obat
dengan benar
4. Diskusikan akibat
berhenti minum obat
tanpa onsultasi dengan
dokter
5. Anjurkan klien untuk
konsultasi kepada
dokter/ perawat jika
terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B. A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa ed. 5. Jakarta : EGC
Maramis. 1991. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa ed. 5. Jakarta : EGC
Rowlins. 1991. Mental Health Psychiatric Nursing A Holistic Life Cycleapproach.St.
Louis : The CV Mosby Company
Stuart & Sundean. 1990. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Townsend. M. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri
Ed. 3. Jakarta : EGC
http://www.academia.edu/5914468/LAPORAN_PENDAHULUAN_WAHAM
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-aidatuzzuy-6728-2-
babii.pdf