laporan penelitian hibah bersaing perguruan … filelaporan penelitian ... perakitan varietas...
TRANSCRIPT
LAPORAN PENELITIAN
HIBAH BERSAING PERGURUAN TINGGI XI/1 Tahun Anggaran 2003
PERAKITAN VARIETAS TANAMAN KACANG PANJANG TAHAN COWPEA APHID BORNE MOSAIC VIRUS
(CABMV) DAN BERDAYA HASIL TINGGI
Oleh : Kuswanto dkk
Dibiayai oleh Proyek Peningkatan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Dengan Kontrak Nomor : 250/P4T/DPPM/PHBXI/III/2003, Tanggal 29 Maret 2003
Direktorat Pembinaan dan Pengabdian pada Masyarakat Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
November, 2003
2
LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING XI/1 PERGURUAN TINGGI
TAHUN ANGGARAN 2003
A. JUDUL : PERAKITAN VARIETAS TANAMAN KACANG PANJANG TAHAN COWPEA APHID BORNE MOSAIC VIRUS (CABMV) DAN BERDAYA HASIL TINGGI B. Ketua Peneliti :
a. Nama Lengkap dan gelar : Dr. Ir. Kuswanto, MS b. Jenis kelamin : Laki-laki c. Pangkat/Golongan/NIP : Penata Tk.I/III.D/131 789 886 d. Bidang Keahlian : Pemuliaan Tanaman e. Fakultas/Jurusan : Pertanian/Budidaya Pertanian f. Perguruan Tinggi : Universitas Brawijaya
C. Tim Peneliti No Nama Bidang
Keahlian Fakultas/ Jurusan/Lab
PT/ Instansi
1. Dr.Ir. Astanto Kasno, APU Pemuliaan Pemuliaan Balitkabi 2. Dr.Ir. Lita Soetopo Ketahanan Pertanian/BP Unibraw 3. Prof.Dr.Ir. Tutung Hadiastono, MS Virologi Pertanian/HPT Unibraw D. Pendanaan dan Jangka Waktu Penelitian Jangka waktu Penelitian yang diusulkan : 3 tahun Biaya total yang diusulkan : Rp. 109.080.000,-
Biaya yang disetujui tahun 2003 : Rp. 35.000.000,-
Malang, 18 November 2003 Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian Ketua Peneliti, Ttd ttd Prof. Dr. Ir. Syekhfani, MS Dr. Ir. Kuswanto, MS NIP. 130 676 019 NIP. 131 789 886
Menyetujui : Ketua Lembaga Penelitian
Prof. Dr. Ir. Luqman Hakim, MS NIP. 130 809 066
3
PERAKITAN VARIETAS TANAMAN KACANG PANJANG TAHAN COWPEA
APHID BORNE MOSAIC VIRUS (CABMV) DAN BERDAYA HASIL TINGGI
(Kuswanto, Astanto Kasno, Lita Soetopo, Tutung Hadiastono, 2003)
RINGKASAN
Penelitian perakitan varietas kacang panjang bertujuan mendapatkan varietas unggul tahan penyakit mosaik dan berdaya hasil tinggi, yang segera dapat disebarkan ke masyarakat, dalam usaha mencukupi kebutuhan protein nabati dan serat alami yang murah dan sehat. Dengan varietas tahan, kehilangan hasil dan biaya produksi dapat ditekan dan dampak terhadap lingkungan menjadi lebih kecil. Produktivitas polong yang mampu dicapai petani masih tergolong rendah (4,8 t/ha) sedang potensinya dapat mencapai 17,4 t/ha. Penyebab utama rendahnya produksi adalah penyakit mosaik yang disebabkan oleh cowpea aphid borne mosaic virus (CABMV). CABMV dapat menurunkan hasil sampai rata-rata 44%.
Penelitian dilaksanakan di Screen House dan Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, mulai November 2002 sampai Oktober 2003. Bahan penelitian adalah 4 populasi segregasi hasil persilangan 2 galur tahan CABMV (MLG 151515 dan MLG 15167) dengan 2 galur berpotensi produksi tinggi (HS dan PS). Dalam perakitan varietas diperlukan informasi tentang tingkat keragaman genetik ketahanan dan daya hasil dari setiap pasangan persilangan. Keragaman genetik diduga melalui analisis heritabilitas arti sempit populasi segregasi hasil persilangan antar 2 pasang tetua tersebut, berdasarkan struktur kekerabatan
Berdasarkan hasil penelitian tahun pertama, terbuka peluang untuk segera dilakukan perbaikan varietas lebih lanjut. Semua populasi hasil persilangan HS/MLG 15151, HS/MLG 15167, PS/MLG 15151 dan PS/MLG 15167 berpeluang untuk dilakukan perbaikan sifat ketahanan. Pasangan persilangan HS/MLG 15151, HS/MLG 15167 dan PS/MLG 15167 berpeluang dilakukan perbaikan ketahanan sifat ketahanan melalui metode silang balik. Pasangan persilangan PS/MLG 15151 dapat dilakukan perbaikan sifat ketahanan melalui metode bulk yang dimodifikasi.
Pada kondisi tanaman terinfeksi CABMV, populasi segregasi hasil persilangan HS/MLG 15151 dan PS/MLG 15167 mempunyai heritabilitas tinggi pada umur berbunga, hasil persilangan PS/MLG 15151 mempunyai heritabilitas tinggi pada jumlah dan panjang polong, dan hasil persilangan PS/MLG15167 mempunyai heritabilitas tinggi pada jumlah dan bobot polong, sehingga masing-masing berpeluang dilakukan perbaikan sifat tersebut.
Penelitian tahun kedua telah mulai dikerjakan, yaitu pembentukan populasi BC1 dan BC2. Ketahanan populasi BC1 dari semua pasangan persilangan telah diketahui menunjukkan peningkatan. Terdapat perbedaan ketahanan antara tanaman BC1 yang disilangkan dengan seluruh populasi. Universitas Brawijaya, Kontrak Nomor : 250/P4T/DPPM/PHBXI/III/2003,
4
BREEDING THE YARDLONG BEAN VARIETY FOR RESISTANT ON
COWPEA APHID BORNE MOSAIC VIRUS (CABMV) AND HIGH POTENTIAL
YIELD
(Kuswanto, Astanto Kasno, Lita Soetopo, Tutung Hadiastono, 2003)
SUMMARY The final goal of this research was the prime variety of yardlong bean with resistance on cowpea aphid borne mosaic virus (CABMV). The resistant varieties had high yield was needed at this time, as source of natural protein and fibre. Loss yield could be decreased, so fresh pod yield will be increased. Yardlong bean is valuable crop but its productivity was relatively low, i.e. 4,8 t/ha, so lower than its potential yield, 17,4 t/ha. Mosaic disease cause CABMV was main one in yardlong bean, inflicted a loss upon fresh pod in 44% in fact even fail to harvest.
The experiment was conducted at screen house and experimental field of Agriculture Faculty of Brawijaya University, in November 2002-Oktober 2003. The matters were 4 segregation populations from 2 resistant lines (MLG 15151 and MLG 15167) crossed 2 high yield varieties (HS an PS), respectively. On all of segregation population, needed genetic variance of resistance and yield potetial characters. Genetic variance estimated with narrow sense heritability analysis from relative structure method. In the first year, got predictable informations to breed these matters in next year. All crossing couples, i.e. HS/MLG 15151, HS/MLG 15167, PS/MLG 15151 and PS/MLG 15167, could be breeded become CABMV resistant varieties with high potential yield. Back cross method could be aplied on HS/MLG 15151, HS/MLG 15167 dan PS/MLG 15167. So, do PS/MLG 15151 breeded to be prime variety but base on bulk method with modifications. The infected plants from HS/MLG 15151 and PS/MLG 15167 had high narrow sense heritability on flowering age, so it from PS/MLG 15151 on pod number and length, so it from PS/MLG15167 on pod number and fresh weight. It mean, these matters have an opportunity to be breeded. F1 population had backcrossed with their recipient parent, HS and PS, to produce BC1 and BC2 populations. BC1 had better resistance than previous one. Selected BC1s and their full populations had different resistance on CABMV.
(Brawijaya University, Contract Number : 250/P4T/DPPM/PHBXI/III/2003)
5
PRAKATA
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah swt atas segala nikmat yang
diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan semua tahap penelitian dan
penulisan laporan ini. Penelitian dilakukan sejak November 2002 sampai
Oktober 2003 di Universitas Brawijaya Malang, dibiayai oleh Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional melalui Penelitian Hibah
Bersaing tahun anggaran 2003.
Sehubungan dengan telah selesainya penulisan laporan ini, penulis
menyampaikan penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Depdiknas, sebagai pemberi dana.
2. Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian yang telah
memberikan bahan penelitian .
3. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya beserta staf
4. Dekan Fakultas Pertanian beserta staf
5. Ketua Jurusan Budidaya Pertanian, Ketua Laboratorium Pemuliaan
tanaman dan Ketua laboratorium Virologi beserta staf
6. Dr. Ir. Nur Basuki atas saran-saran yang diberikan
Penulis menyadari bahwa laporan ini mungkin masih ada
kekurangannya, sehingga semua saran akan jadi pertimbangan yang
berharga. Semoga laporan ini bermanfaat.
Malang, 19 November 2003 Penulis
6
DAFTAR ISI
Hal DAFTAR TABEL 7 DAFTAR LAMPIRAN 8 I. PENDAHULUAN 9 II. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN TAHUN I 12 2.1. Tujuan 12 2.2. Manfaat 12 III. TINJAUAN PUSTAKA 13 3.1. Cowpea Aphid Borne Mosaic Virus 13 3.2. Kerugian yang Ditimbulkan 13 3.3. Pengendalian 13 IV. METODE PENELITIAN 21 4.1. Percobaan 1 21 4.2. Percobaan 2 32 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 5.1. Percobaan 1 27 5.5. Percobaan 2 27 5.2.1. Ketahanan terhadap CABMV 27 5.2.2. Umur berbunga 31 5.2.3. Potensi hasil 31 5.3. Hasil awal penelitian tahun kedua 34 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 37 6.1. Kesimpulan 37 6.2. Saran 37 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
7
DAFTAR TABEL
Nomor Hal 3.1. Hasil dan komponen hasil kacang panjang pada kondisi
terserang hama dan penyakit (aphid dan CABMV) dan kontrol
15
3.2. Rata-rata tinggi tanaman, umur berbunga serta hasil dan sifat polong kacang panjang pada berbagai umur inokulasi CABMV
15
3.3. Pengurangan hasil tiga varietas kacang tunggak yang terinfeksi CABMV. Rumah kaca Balitan Malang MH 1990/1991
16
5.1. Nilai heritabilitas arti sempit ketahanan pada populasi segregasi hasil persilangan HS/MLG 15151
28
5.2. Nilai heritabilitas arti sempit ketahanan pada populasi segregasi hasil persilangan HS/MLG 15167
29
5.3. Nilai heritabilitas arti sempit ketahanan pada populasi segregasi hasil persilangan PS/MLG 15151
30
5.4. Nilai heritabilitas arti sempit ketahanan pada populasi segregasi hasil persilangan PS/MLG 15167
30
5.5. Nilai heritabilitas arti sempit umur berbunga
31
5.6. Nilai heritabilitas arti sempit jumlah polong 32
5.7. Nilai heritabilitas arti sempit bobot segar polong 33
5.8. Nilai heritabilitas arti sempit panjang polong 34
5.9. Rata-rata skala serangan dan umur berbunga populasi BC 35
5.10. Hasil uji beda ketahanan dan umur berbunga antara seluruh anggota populasi BC 1 dengan yang terpilih untuk disilangkan
35
5.11. Hasil uji beda antar populasi BC 1 36
8
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Hal 1. Metode persilangan 42
2 Deskripsi varietas/ Galur 43
3 Foto-foto pelaksanaan penelitian 46
9
I. PENDAHULUAN
Kacang panjang merupakan salah satu sumber protein nabati (19,3%),
serat alami (17,7%) dan karbohidrat (60,66%) (Riana, 2000) yang murah dan
biasa dikonsumsi oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia serta merupakan
bahan alami yang dapat membantu menyembuhkan penyakit diabetis mellitus
(Heinerman, 1996).
Produktivitas polong segar kacang panjang atau Vigna sesquipedalis (L).
Fruwirth (Nenno, 2000) yang mampu dicapai petani di Indonesia masih
tergolong rendah (4,8 t/ha) (Departemen Pertanian, 2002) di Thailand (7,2 t/ha)
dan Australia (30 t/ha) (Gallacher 1999). Sementara potensi hasil polong di
tingkat penelitian dapat mencapai rata-rata 17,4 t/ha (Kasno dkk, 2000),
Kebutuhan gizi ideal penduduk, memerlukan konsumsi sayuran sekitar
100 g/kapita/hari atau 7.632.000 t/tahun. Apabila kontribusi kacang panjang
dalam komposisi sayuran mencapai 10%, maka diperlukan sekitar 763.200
t/tahun polong segar. Produksi kacang panjang tahun 2000 baru mencapai
313.526 t polong segar (Departemen Pertanian, 2002), atau sekitar 41% dari
total kebutuhan penduduk, sehingga produksi kacang panjang belum dapat
memenuhi kebutuhan gizi ideal penduduk Indonesia.
Peningkatan produktivitas kacang panjang dihadapkan pada masalah
hama dan penyakit. Penyakit penting yang sering menurunkan produksi adalah
mosaik yang disebabkan oleh cowpea aphid borne mosaic virus (CABMV).
Virus mosaik dan hama aphid merupakan penyakit dan hama utama pada
kacang panjang dan dapat menurunkan produksi sampai 60% (Mudjiono,
Trustinah dan Kasno, 1999) dimana sekitar 44% diantaranya disebabkan oleh
10
CABMV. Apabila kerugian 44% akibat CABMV dapat diatasi, produksi kacang
panjang di Indonesia diperkirakan dapat mencapai 85% dari total kebutuhan.
Di tingkat petani, aplikasi pestisida 3-10 hari sekali hanya dapat
mengendalikan hama kutu kacang, Aphis craccivora Koch, dan dapat
mencegah kehilangan produksi sekitar 15,87% (Prabaningrum, 1996). Cara
pengendalian ini dinilai kurang sehat apabila dikaitkan dengan dampak
terhadap lingkungan, peningkatan resistensi patogen dan keengganan
konsumen. Pengendalian terhadap potyvirus seperti CABMV dengan
menggunakan varietas tahan dinilai paling efisien (Saleh dkk., 1993). Dengan
varietas tahan, kehilangan hasil dan biaya pestisida dapat ditekan, aman
terhadap lingkungan dan dapat mencegah residu pestisida pada manusia. Hasil
penelitian Fery and Singh (1997) juga menunjukkan bahwa penggunaan
ketahanan tanaman merupakan metode yang paling baik dalam pengendalian
penyakit virus pada kacang tunggak.
Upaya perakitan varietas tahan telah diawali dengan identifikasi
genotipa sejak tahun MK 1996 terhadap 200 galur/varietas kacang panjang.
Dari penelitian tersebut didapatkan 9 genotipa bereaksi tahan, 19 genotip
bereaksi agak tahan, 4 genotipa agak rentan dan sisanya bersifat rentan.
Genotipa-genotipa tahan ini merupakan sumber gen ketahanan dalam
perakitan varietas unggul yang tahan terhadap CABMV (Balitkabi, 1998).
Galur-galur tersebut telah mulai dimanfaatkan untuk kegiatan pemuliaan
ketahanan (Kuswanto dkk, 2000; Kuswanto dkk, 2001). Galur yang terpilih
sebagai calon tetua sumber gen ketahanan adalah MLG 15151 dan MLG 15167
(Kuswanto, 2002; Handayani, 2002). Dari hasil persilangan 2 galur tersebut
dengan Hijau Super dan Putih Super, telah telah diperoleh informasi tentang
11
dinamika dan fase ekspresif sifat ketahanannya (Kuswanto dkk, 2002a),
pengaruh tetua betina (maternal effect) sifat ketahanan (Kuswanto dkk, 2002c),
serta jumlah dan model aksi gen ketahanan (Kuswanto dkk, 2002b).
Dari hasil penelitian tersebut masih diperlukan informasi heritabilitas
(daya waris) sifat ketahanan, terutama heritabilitas arti sempit berdasarkan
struktur kekerabatan. Heritabilitas berdasarkan struktur kekerabatan
merupakan bentuk hubungan langsung antara tetua dengan keturunannya.
Tingkat ketahanan dari tetua bertindak sebagai variabel bebas yang akan
mempengaruhi tingkat ketahanan dari keturunan. Ketahanan tanaman
keturunan merupakan akibat dari sifat-sifat tetua, sehingga heritabilitas dapat
diketahui dari koefisien regresinya.
Dari beberapa informasi yang telah diperoleh, terbuka peluang dilakukan
perakitan varietas tanaman kacang panjang untuk ketahanan terhadap CABMV.
Dari penelitian ini diharapkan akan diperoleh varietas kacang pajang tahan
penyakit mosaik dalam waktu 2 tahun ke depan. Semua kegiatan penelitian
dilaksanakan di Universitas Brawijaya Malang.
12
II. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN TAHUN I
2.1. Tujuan
Penelitian tahun pertama bertujuan untuk mengetahui daya waris genetik
sifat ketahanan terhadap CABMV dari populasi F2 kacang panjang, hasil
segregasi pasangan persilangan antara galur-galur tahan CABMV, dengan
genotipa yang berpotensi produksi tinggi. Galur-galur yang dipelajari
merupakan hasil yang diperoleh dari penelitian sebelumnya.
2.2. Manfaat
Hasil penelitian tahun I merupakan informasi tentang daya waris genetik
sifat ketahanan kacang terhadap CABMV. Informasi ini diperlukan dalam
penentuan metode pemuliaan yang efektif.
13
III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Cowpea Aphid Borne Mosaic Virus
Penyakit mosaik yang disebabkan oleh cowpea aphid borne mosaic virus
(CABMV) merupakan penyakit utama pada kacang panjang. Hasil pengujian
beberapa galur kacang panjang terhadap kompleks hama dan penyakit
(Moedjiono, Trustinah dan A. Kasno, 1999) menunjukkan bahwa CABMV dan
hama aphid merupakan penyakit dan hama utama yang menyerang kacang
panjang.
CABMV dilaporkan pertama kali oleh Lovisolo dan Conti tahun 1966.
Nama lain CABMV adalah Moroccan cowpea aphid-borne mosaic virus atau
South African passiflora virus. Virus ini merupakan penyebab penyakit mosaik
yang telah tersebar di Afrika (Kenya, Uganda dan Nigeria, Maroko), Eropa
(Italia dan Rumania) dan Asia (India, Iran, Jepang dan Cina). Serangan virus
tersebut juga ditemukan di USA (Florida) dan daerah kawasan Pasifik Barat
Daya (Bock and Conti, 1974; Brunt, 1994a; Brunt, 1994b), sehingga secara
ekonomi, CABMV merupakan patogen yang sangat penting (Huguenot et al.,
1997). Hasil survey Iwaki pada tahun 1975 di Indonesia menunjukkan bahwa
CABMV juga telah ditemukan di Tegal, Bogor, Muneng, Mojosari dan Lumajang
(Saleh dan Baliadi, 1998).
CABMV penyebab penyakit mosaik termasuk kedalam potyvirus yang
ditularkan secara non persisten oleh beberapa jenis aphid. Beberapa aphid
yang bertindak sebagai vektor adalah Myzus persicae, Aphis craccivora,
A.fabae, A.gossypii, A.medicaginis dan Macrosiphum euphorbiae (Bock and
14
Conti, 1974; Atiri and Thottappilly, 1984; Brunt, 1994a). CABMV tersebar ke
berbagai tempat di dunia juga melalui penularan antar benih dan tanaman
terinfeksi (Ndiaye et al., 1993). Virus ini dapat ditularkan secara mekanis
melalui cairan perasan daun tanaman sakit (Atiri and Thottappilly, 1984;
Hampton et al., 1997).
Pada tanaman kacang panjang tingkat keparahan penyakit tergantung
pada kultivar inang dan strain virus. Daun tanaman yang sakit terdapat gejala
mosaik dengan warna hijau dan kuning berselang-seling yang sangat jelas.
Terdapat warna hijau gelap di antara tulang daun (dark green vein-banding)
atau klorosis interveinal (urat daun), distorsi daun, melepuh dan tanaman
menjadi kerdil. Polong dan daun menjadi tidak berkembang, ukuran biji
berkurang sehingga produksi secara keseluruhan menurun (Bock and Conti,
1974; Sulyo, 1984; Brunt, 1994a; Moedjiono dkk., 1999). Infeksi CABMV pada
berbagai tingkat umur menghambat pertumbuhan generatif tanaman
(Nurhayati, 1989). Infeksi pada awal pertumbuhan menyebabkan penurunan
jumlah polong dan biji/tanaman masing-masing sebesar 91,39% dan 91,82 %
(Sulyo, 1984).
3.2. Kerugian yang Ditimbulkan
Moedjiono dkk (1999) melakukan penelitian tentang pengujian toleransi
beberapa genotipa kacang panjang terhadap komplek hama penyakit.
Pengamatan tersebut dilaksanakan pada bulan Januari-April 1998 di Malang.
Pada penelitian tersebut, hama dan penyakit yang diamati adalah aphid dan
CABMV yang mulai menyerang tanaman pada umur 3 minggu. Penampakan
visual tanaman kacang panjang yang diserang oleh CABMV adalah
15
pertumbuhan yang tidak normal. Pengamatan terhadap hasil dan komponen
hasil kacang panjang yang terserang CABMV dan hama aphid terlihat pada
Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Hasil dan komponen hasil kacang panjang pada kondisi terserang hama dan penyakit (aphid dan CABMV) dan kontrol (Moedjiono dkk, 1999)
No. Sifat yang Diamati Kondisi terserang
Dilindungi Insektisida
Rata-rata
1 Umur berbunga (hst) 35 34 34,5 2 Umur masak (hst) 47 45 46 3 Panjang polong (cm) 37 42 39,5 4 Jumlah polong/tanaman 4 14 9 5 Persentase polong rusak 6 5 5,5 6 Berat 100 biji (g) 16,3 17,6 16,9 7 Jumlah biji/polong 14 17 15,5 8 Hasil polong segar (t/ha) 2,1 7,1 4,6 9 Ragam genetik 1,83 4,41 10 Heritabilitas (%) 78 82 11 Harapan kemajuan seleksi 10% 2,11 3,34
Penelitian lain (Nurhayati, 1989) menguji kerentanan berbagai umur
kacang panjang terhadap CABMV. Inokulasi CABMV dilakukan pada umur 7,
14, 21, 28 dan 35 hari. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa infeksi CABMV
pada berbagai tingkat umur ternyata tidak menghambat pertumbuhan vegetatif,
tetapi menghambat pertumbuhan generatif tanaman. Makin muda tanaman
terinfeksi, makin lama umur mulai berbunganya (Tabel 3.2).
Tabel 3.2. Rata-rata tinggi tanaman, umur berbunga serta hasil dan sifat polong kacang panjang pada berbagai umur inokulasi CABMV (Nurhayati, 1989)
Umur inoku lasi (hst)
Tinggi tana man (m) 2)
Umur berbu nga (hst)
Hasil dan Sifat Polong 1) Jumlah polong
Jumlah biji/ polong
Panjang po long (cm)
Bobot segar polong (g)
7 3,04 42,2 a 3,0 a 9,57 26,03 8,24 3) 14 2,86 37,2 c 3,8 ab 9,10 27,32 8,37 21 3,09 36,2 c 3,4 a 10,73 29,53 9,70 28 3,05 38,0 bc 4,0 ab 8,23 24,30 7,53 35 2,67 39,8 b 4,6 b 10,40 28,89 10,29
Kontrol 3,33 36,4 c 4,6 b 10,83 28,09 10,63
16
Pada tanaman kacang tunggak (Vigna unguiculata L.) serangan CABMV
menyebabkan pengurangan tinggi tanaman 0,8-41,9 %, berat brangkaan (11,4-
39,5%), jumlah polong 8,7-26%, berat biji/tanaman dan berat 100 biji 3,3-22,6
% dan jumlah biji/tanaman (7-20,6%). Apabila tanaman terinfeksi pada umur
lebih muda, penurunan hasil menjadi lebih besar. Tabel 3.3. menunjukkan
pengurangan hasil tiga varietas kacang tunggak yang terinfeksi CABMV (Saleh
dkk., 1993).
Tabel 3.3. Pengurangan hasil tiga varietas kacang tunggak yang terinfeksi CABMV. Rumah kaca Ballitan Malang MH 1990/1991 (Saleh dkk., 1993)
Perlakuan Pengurangan (%) Jumlah
polong/tan Jumlah
biji/tanaman Berat
biji/tanaman Berat
100 biji Varietas Harapan 26,04 20,65 39,46 22,56
No. 202 20,73 7,13 32,30 17,52 IT 82E-16 19,77 9,73 28,99 11,43
Saat Inokulasi
10 hst 38,27 15,88 51,72 28,91 20 hst 24,19 14,59 41,95 22,68 30 hst 17,49 12,56 29,20 13,73 40 hst 8,76 6,97 11,44 3,35
3.3. Pengendalian
Aspek patologi pada tanaman sayuran bukan hanya terjadi pada masa
pertumbuhan. Sejak benih sampai pasca panen umumnya rawan oleh
serangan patogen. Pengalaman menunjukkan bahwa sampai saat ini hampir
tidak mungkin meninggalkan pestisida dalam penanggulangan penyakit
tanaman. Penggunaan pestisida sering berlanjut sampai saat sayuran diangkut
atau dipasarkan untuk pengendalian penyakit pasca panen. Pengendalian
penyakit tanaman sering bersifat pencegahan sehingga ada atau tidak ada
penyakit, pestisida tetap digunakan dan sangat beralasan apabila residunya
meningkat. Pada musim penghujan, dimana penggunaan pestisida lebih
17
banyak dan jenisnya bermacam-macam, dapat menimbulkan pencemaran baik
pada produk maupun lingkungan (Duriat, 1999). Untuk penyakit yang
infeksinya melalui vektor hama, pengendalian menjadi lebih kompleks.
Patogen penyebab penyakit tersebut bukan hanya berperan dan merugikan
pada pertanaman dan hasil panen, namun juga dapat tetap tinggal pada benih
calon tanaman (Semangun, 1989).
Strategi pengendalian penyakit tanaman dapat dilakukan dengan
menurunkan laju infeksi penyakit. Penurunan tersebut antara lain dengan
penggunaan varietas tahan penyakit dan protektan (Triharso, 1996).
Ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit merupakan kemampuan
tanaman untuk mengurangi kerusakan secara umum yang diakibatkan oleh
serangan hama atau penyakit (Sumarno, 1992).
Secara alamiah kacang panjang mempunyai ketahanan tertentu
terhadap penyakit, yaitu ketahanan yang dikendalikan oleh gen.
Perkembangan gen ketahanan terjadi sebagai hasil evolusi tanaman inang dan
patogen yang telah berlangsung lama dan dapat terbentuk banyak tanaman
dengan tingkat ketahanan yang beragam. Pada tanaman yang telah
mengalami penggaluran, keragaman tersebut semakin tinggi sehingga dapat
diseleksi untuk mendapatkan genotipa yang tahan (Triharso, 1996). Dari
genotip tahan dapat dipelajari dan dievaluasi sebagai informasi awal dalam
kegiatan perbaikan ketahanan tanaman. Seleksi yang dilaksanakan oleh
Balitkabi (1998) telah dapat menghasilkan beberapa genotipa kacang panjang
dengan reaksi ketahanan terhadap CABMV yang berbeda, yaitu tahan, agak
tahan, agak rentan dan rentan. Dari genotipa tahan dan agak tahan dapat
18
dipelajari dan dievaluasi sebagai informasi awal dalam kegiatan perbaikan
ketahanan tanaman terhadap penyakit mosaik yang disebabkan oleh CABMV.
Varietas tahan terhadap CABMV dapat dirakit dari galur-galur dan hasil
seleksi yang mempunyai sifat ketahanan. Ketahanan tanaman merupakan
metode yang paling baik dalam pengendalian penyakit virus pada kacang
tunggak (Fery and Singh, 1997). Penggunaan kacang panjang varietas tahan
terhadap hama aphid tidak dapat menekan perkembangan CABMV, karena
transmisi CABMV tidak hanya melalui aphid (Atiri and Thottappilly, 1984).
Menurut Saleh dkk. (1993) penggunaan varietas tahan perhadap infeksi
CABMV dan benih sehat merupakan salah satu alternatif pengendalian
penyakit CABMV. Varietas tahan/toleran terhadap penyakit (Moedjiono dkk.,
1999) adalah salah satu komponen stabilitas hasil varietas kacang panjang.
Dengan tersedianya varietas unggul yang memiliki toleransi baik terhadap
penyakit, maka kehilangan hasil dan biaya produksi dapat ditekan, serta aman
terhadap kelestarian lingkungan. Toleransi (Smith, 1989) merupakan salah
satu tipe ketahanan yang dicirikan dengan hadirnya penyakit namun kerugian
yang ditimbulkan minimal.
Untuk perakitan varietas tahan CABMV, diperlukan informasi tentang
genetika ketahanan tanaman yang dapat diketahui melalui parameter-
parameter genetiknya. Genetika sifat ketahanan antara lain terpusat pada
kajian terhadap keragaman genetik sifat ketahanan. Banyaknya komponen
varian sama dengan banyaknya komponen nilai, sehingga varian genotip
adalah varian dari nilai genotipa (Soemartono dan Nasrullah, 1988).
Ekspresi fenotipa ketahanan terhadap CABMV merupakan jumlah
pengaruh genetik ketahanan, deviasi oleh lingkungan dan interaksi antara
19
genotipa dengan lingkungan. Pengaruh genetik ketahanan adalah nilai yang
paling penting dalam ekspresi fenotipa karena dipelajari sebagai informasi
tentang genetika sifat ketahanan. Parameter genetik ketahanan merupakan
ukuran dari sifat-sifat genetik yang diperlukan dalam pengambilan keputusan
pada program pemuliaan ketahanan.
Hasil penelitian Kuswanto dkk (2002b) diperoleh bahwa sifat ketahanan
kacang panjang terhadap CABMV ditentukan oleh gen resesif rangkap.
Tanaman menjadi rentan dengan adanya gen resesif, tt, rr, atau dua pasang
gen resesif bersama sama. Gen-gen resesif tersebut bersifat saling epistatis
dan komplementer. Sebaliknya, tanaman menjadi tahan apabila tidak terdapat
sepasang gen resesif tt, rr atau tidak hadir bersama-sama. Pasangan gen
resesif tt adalah epistatis terhadap R dan r, sedang pasangan rr epistatis
terhadap T dan t. Pada tanaman tahan akan terdapat gen dominan T dan gen
dominan R bersama-sama (T.R.) dalam genotip. Apabila hanya ada satu gen
dominan (T.rr atau R.tt) atau tidak ada gen dominan (ttrr), tanaman menjadi
rentan.
Dua laporan penelitian (Melton et al., 1987; Outtara and Chambliss,
1991) menyimpulkan bahwa ketahanan kacang tunggak terhadap blackeye
cowpea mosaic virus dikendalikan oleh gen tunggal dominan. Penelitian Patel
et al. (1982) mempelajari pewarisan imunitas dan ketahanan kacang tunggak
terhadap CABMV strain Tanzania. Diperoleh hasil bahwa sifat imunitas
dikendalikan oleh gen tunggal resesif dan gen-gen modifier, sedang sifat
ketahanan dikendalikan oleh gen dominan sebagian. Penelitian Saleh dkk.
(1993) terhadap terhadap kacang tunggak telah diperoleh informasi varietas
20
yang berreaksi lebih tahan terhadap CABMV, namun tidak dipelajari jumlah dan
peran gennya.
Analisis peran gen tersebut didasarkan dari pengamatan atau pengukuran
fenotip. Peran gen dapat bersifat aditif, dominan dan epistasi sehingga varian
genetik juga dapat berupa varian aditif, varian dominan dan varian epistasi.
Pengetahuan peran gen diperlukan dalam akurasi penentuan metode seleksi.
Apabila peran gen suatu sifat diketahui aditif (Basuki, 1995), maka seleksinya
tidak tepat diarahkan kepada pembentukan hibrida. Pembentukan hibrida
dapat akurat apabila peran gen diketahui dominan atau over dominan.
Besarnya varian genetik aditif merupakan ukuran varian nilai pemuliaan,
sebagai komponen penting penyebab utama kemiripan antar kerabat dan
penentu utama sifat genetik yang dapat diamati serta penentu tanggapan
populasi terhadap seleksi (Soemartono dan Nasrullah, 1988). Proporsi varian
genetik aditif dari varian total dikenal sebagai heritabilitas arti sempit (hn2)
sedang proporsi varian genetik dari varian total dikenal sebagai heritabilitas arti
luas (hb2).
21
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Percobaan 1 : Persilangan antar tetua kacang panjang Tujuan : Untuk menghasilkan populasi keturunan dari 4 populasi
segregasi
Bahan : Populasi segregasi hasil persilangan dari 2 tetua tahan
CABMV, yaitu MLG 15151 dan MLG 15167, dengan 2 induk
yang mempunyai potensi produksi tinggi namun rentan
terhadap CABMV, Hijau Super (HS) dan Putih Super (PS)
(Kasno dkk., 2000; Kuswanto, 2002).
Metode : Metode persilangan menggunakan IITA Research Guide 42
Hand Crossing of Cowpea (Myers, 1996) dan metode dari PT
BISI Kediri.
Prosedur : Populasi segregasi diperoleh dengan menanam tanaman
keturunan pertama hasil persilangan HS / MLG 15151, HS /
MLG 15167, PS / MLG 15151 dan PS / MLG 15167. Dengan
demikian terdapat 4 populasi segregasi yang dikaji daya waris
ketahanannya. Dari masing-masing populasi segregasi,
ditanam 200 tanaman sebagai tetua jantan dan betina.
Semua tetua jantan dan betina ditanam bersama dan saling
disilangkan untuk menghasilkan populasi F1. Persilangan
dilaksanakan di screen house. Skema rancangan persilangan
dan penempatan masing-masing tetua di lapangan adalah
sebagai berikut :
Set 1 x x x x x x x x
22
Set 2 x x x x x x x x
Set 3 x x x x x x x x
Set 3 x x x x x x x x
Set 4 . . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
� � � � � � � �
(HS/15151) (HS/15167) (PS/15151) (PS/15167)
Dari 4 pasangan persilangan tersebut telah dihasilkan 4
populasi F1, yaitu F1(1), F1(2), F1(3) dan F1(4). Masing-
masing pasangan dikerjakan minimal 15 set persilangan dan
masing-masing set telah dihasilkan minimal 30 benih yang
kemudian digunakan untuk pengujian daya waris sifat
ketahanan.
4.2. Percobaan 2 : Evaluasi daya waris sifat ketahanan
kacang panjang terhadap CABMV berdasarkan struktur kekerabatan
Tujuan : Untuk mendapatkan informasi tentang keragaman genetik dan
daya waris sifat ketahanan terhadap CABMV
Bahan : Seluruh populasi F1 dengan masing-masing tetuanya
Metode : Pendugaan heritabilitas ketahanan dan sifat lain berdasarkan
struktur kekerabatan (Basuki, 1995).
h2 = 2b, menunjukkan hubungan antara tetua jantan dengan F1,
dimana b : koefisien regresi antara tetua jantan dengan F1
h2 = b, menunjukkan hubungan tetua tengah dengan F1
dimana b : koefisien regresi antara tetua tengah dengan F1
Prosedur : Masing-masing kelompok populasi ditanam sebanyak 15 set
23
dan setiap set terdiri dari 20 tanaman keturunan F1, 20
tanaman tetua jantan dan 20 tanaman tetua betina. Denah
penanaman keturunan dan tetuanya untuk satu pasangan
tetua seperti terlihat pada gambar dibawah.
Tetua betina Keturunan Tetua Jantan
Set 1
Set 2
Set 3
Set 4
dst……..
Pada umur 2 minggu dilakukan inokulasi CABMV secara
mekanis, yaitu dengan mengoleskan sap (cairan perasan
daun) pada permukaan atas daun termuda yang telah
membuka penuh, yang sebelumnya telah ditaburi
karborundum 600 mesh (Noordam, 1973). Sumber inokulum
telah tersedia di Laboratorium Pemuliaan Unibraw (Kuswanto
dkk, 2001) dan selalu dipelihara selama penelitian
berlangsung. Inokulan disiapkan dengan cara menumbuk
halus 10 g daun terinfeksi, ditambah 100 ml larutan buffer
fosfat pH 7 0,01 M dengan perbandingan 1:5 (b/v) kemudian
disaring (Nurhayati, 1989; Trustinah, 1999).
Pengamatan : Skala gejala serangan, umur berbunga, daya hasil (jumlah
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
24
polong, panjang polong dan bobot polong)
Analisis Data : 1. Regresi antara keturunan dengan tetua jantan diduga
melalui analisis varian dan kovarian antara tetua jantan dan
keturunan. Karena sifat ketahanan terhadap CABMV tidak
dipengaruhi oleh tetua betina (Kuswanto, 2002), maka
heritabilitas juga dapat dikerjakan melalui regresi antara
tetua betina dengan keturunan. Nilai heritabilitas
distandardisasikan agar pengaruh lingkungan tereliminasi
(McClean, 1997). Nilai Xi dari tetua dan Yj dari keturunan
dinyatakan sebagai simpangan baku dengan cara dibagi
standar deviasinya. Apabila Xi adalah tetua dan Yj adalah
keturunan, maka :
�XiYj - ((�Xi) (�Yj))/n
b = ----------------------------- �Xi2 - (�Xi)2/n Sehingga heritabilitas arti sempit : �XiYj - ((�Xi) (�Yj))/n
h2 = 2 x ----------------------------- �Xi2 - (�Xj)2/n 2. Regresi antara rata-rata tetua dengan keturunan diduga
melalui analisis varian dan kovarian antara tetua tengah
dengan keturunan. Apabila Xi adalah rata-rata tetua dan Yj
adalah keturunan maka nilai heritabilitas arti sempit :
�XiYj - ((�Xi) (�Yi))/n h2 = -----------------------------
�Xi2 - (�Xi)2/n
Dilakukan dua analisis heritabilitas agar diketahui
25
perbedaannya dan sekaligus saling koreksi dari masing-
masing nilai. Nilai pendugaan haritabilitas yang diperoleh
digunakan sebagai pertimbangan dalam penentuan metode
seleksi.
Pengamatan skala gejala serangan diklasifikasikan Kuswanto
(2002) sebagai berikut :
No Gejala serangan Nilai Skala
1. Tanaman tidak bergejala, yaitu individu tanaman tampak sehat
0
2. Gejala ringan, yaitu daun klorosis, urat daun yang halus menguning
1
3. Gejala sedang, yaitu daun berwarna belang hijau pucat tetapi tidak terjadi perubahan bentuk daun
2
4. Gejala berat, yaitu tulang daun berwarna kuning sehingga daun terlihat menguning atau berwarna belang hijau pucat dan keriput atau terjadi perubahan bentuk daun. Jumlah daun yang berubah bentuk 1-3 lembar
3
5. Sama seperti nomor 4, jumlah daun yang berubah bentuk lebih dari 3-5 lembar atau ukuran tanaman lebih kecil
4
6. Sama seperti nomor 4, jumlah daun yang berubah bentuk lebih dari 5 lembar atau tanaman menjadi kerdil sampai mati
5
Dari 4 pasangan persilangan, masing-masing diperoleh informasi
tentang heritabilitas arti sempit sifat ketahanan, umur berbunga dan daya hasil.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat ditentukan metode seleksi yang akan
digunakan. Apabila diperoleh pasangan persilangan yang mempunyai nilai
heritabilitas arti sempit tinggi (>50%), maka akan dilakukan metode pemuliaan
silang balik untuk memasukkan sifat ketahanan terhadap CABMV.
26
Prosedur silang balik disesuaikan dengan gen ketahanan dominan,
sesuai hasil penelitian sebelumnya. Dari hasil penelitian Kuswanto (2002) telah
diketahui bahwa sifat kerentanan terhadap CABMV dikendalikan oleh gen
resesif rangkap (rasio segregasi 9 tahan : 7 rentan), diartikan bahwa adanya 2
gen resesif bersama-sama akan menyebabkan kerentanan dan adanya 2 gen
dominan menghasilkan ketahanan.
Pada saat kegiatan penelitian pertama hampir selesai, dilakukan
penanaman secara paralel untuk memulai penelitian tahun kedua. Hal ini
dilakukan agar benih dihasilkan tidak terlalu lama disimpan dan sekaligus
sebagai strategi agar penelitian tahun kedua dapat selesai tepat. Penelitian
tahun kedua diperkirakan akan memerlukan 6 kali tanam, sehingga apabila
telah dilakukan 2 kali tanam, maka diperkirakan penelitian tahun kedua dapat
selesai tepat waktu. Pada saat laporan ini dibuat, rencana penelitian tahun
kedua telah dikerjakan dan pada awal Oktober 2003 telah dilakukan
penanaman BC2 untuk pembentukan populasi BC3.
27
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Percobaan 1 : Persilangan antar tetua kacang panjang
Populasi segregasi masing-masing berasal dari pasangan persilangan
HS/MLG 15151, HS/MLG 15167, PS/MLG 15151 dan PS/MLG 15167. Kegiatan
persilangan dilakukan 2 kali tanam karena disesuaikan dengan kemampuan
tenaga persilangan. Hasil kegiatan persilangan dari populasi segregasi adalah
4 populasi keturunan. yaitu F1(1), F1(2), F1(3) dan F1(4). Keberhasilan
persilangan mencapai 53,75-73,33%. Beberapa faktor, terutama suhu dan
kelembaban (Myers, 1996; Tuinstra and Wedel, 2000; Shafer, Burson and
Hussay, 2000), perlu diperhatikan agar keberhasilan persilangan tetap
maksimal.
5.2. Percobaan 2 : Evaluasi daya waris sifat ketahanan kacang panjang terhadap CABMV berdasarkan struktur kekerabatan
5.2.1. Ketahanan terhadap CABMV
Daya waris sifat ketahanan kacang panjang terhadap cowpea aphid borne
mosaic virus (CABMV) dapat diketahui dari nilai heritabilitasnya. Dari nilai
heritabilitas dapat diketahui proporsi peranan genetik terhadap ekspresi sifat
yang diamati. Heritabilitas arti luas melibatkan proporsi varian genetik total
pada penampilan tanaman, sedang heritabilitas arti sempit melibatkan varian
genetik aditif. Besarnya varian genetik aditif merupakan ukuran varian nilai
pemuliaan, sebagai komponen penting penyebab utama kemiripan antar
kerabat dan penentu utama sifat genetik yang dapat diamati serta penentu
tanggapan populasi terhadap seleksi.
28
Pendugaan heritabilitas arti sempit (h) sifat ketahanan kacang panjang
terhadap CABMV dimaksudkan untuk mengetahui nilai pemuliaan sifat
ketahanan yang merupakan ukuran tingkat kemiripan ketahanan antara tetua
dengan keturunannya. Pendugaan heritabilitas ketahanan berdasarkan struktur
kekerabatan, memberikan gambaran kemampuan gen ketahanan tetua yang
langsung diwariskan kepada keturunannya. Ketahanan yang dimiliki oleh
keturunan tergantung pada tingkat ketahanan tetua. Metode seleksi yang akan
diterapkan sangat ditentukan oleh besar kecilnya pengaruh langsung
ketahanan tetua pada keturunannya. Nilai rendah apabila (h�0,2), sedang
(0,2<h<0,5) dan nilai tinggi (h�0,5)
Analisis heritabilitas arti sempit populasi segregasi dari hasil persilangan
HS / MLG 15151, HS / MLG 15167, PS / MLG 15151 dan PS / MLG 15167
terlihat pada Tabel 5.1, Tabel 5.2, Tabel 5.3 dan Tabel 5.4. Dari Tabel 5.1,
Tabel 5.2 dan Tabel 5.4 terlihat bahwa nilai heritabilitas arti sempit sifat
ketahanan bervariasi antara rendah sampai tinggi. Variasi nilai tersebut
menunjukkan bahwa dinamika ketahanan selalu berbeda-beda pada fase-fase
pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Kuswanto (2002) menunjukkan bahwa
dinamika ketahanan kacang terhadap CABMV selalu bervariasi tergantung
pada fase pertumbuhan tanaman dan tingkat ketahanan tanaman.
Tabel 5.1. Nilai heritabilitas arti sempit ketahanan pada populasi segregasi hasil persilangan HS/MLG 15151
Umur Pengamatan
(hsi)
Hubungan keturunan dengan Rata-rata Satu Tetua Tetua Tengah
14 0,227 0,096 0,164 21 0,826 0,654 0,740 28 0,536 0,141 0,339 35 1,000 0,460 0,730
29
Tabel 5.2. Nilai heritabilitas arti sempit ketahanan pada populasi segregasi hasil persilangan HS/MLG 15167
Umur Pengamatan
(hsi)
Hubungan kuturunan dengan Rata-rata Satu Tetua Tetua Tengah
14 0,545 0,560 0,553 21 0,269 0,436 0,353 28 0,473 0,327 0,400 35 0,614 0,370 0,492
Pada umur 14 dan 21 hari setelah inokulasi diperoleh nilai heritabilitas
tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pada umur tersebut terjadi variasi
ekspresi sifat ketahanan tertinggi. Hasil ini sesuai dengan penelitian Kuswanto
dkk (2002a) bahwa fase ekspresif sifat ketahanan kacang panjang terjadi
antara sejak inokulasi sampai umur 3 minggu sejak inokulasi. Pada selang
waktu ini terjadi peningkatan laju serangan patogen pada tanaman inang. Pada
tanaman tahan, laju serangan ditanggapi dengan peningkatan ekspresi gen
ketahanan. Semakin beragam tingkat ketahanan suatu populasi, akan
diperoleh nilai heritabilitas tertinggi.
Dari hasil pengamatan di lapang, terdapat tanaman sakit yang kemudian
mampu melakukan pemulihan diri. Beberapa tanaman yang semula
menunjukkan gejala serangan sedang, ada yang mampu sehat kembali
sehingga pada pengamatan berikutnya terjadi penurunan skala serangan.
Penelitian Kuswanto (2002) juga menginformasikan tentang hal ini.
Kemampuan pemulihan kembali ini tergantung dari tingkat ketahanan yang
telah dimiliki oleh masing-masing individu. Pada populasi segregasi dapat
terjadi kondisi demikian, sehingga keragaman genetik dan nilai heritabilitas juga
meningkat.
30
Tingginya nilai heritabilitas pada 3 populasi segregasi hasil persilangan
HS / MLG 15151, HS / MLG 15167 dan PS / MLG 15167 memberikan peluang
untuk dilakukan pemuliaan lebih lanjut. Karena nilai heritabilitas cukup tinggi,
(h>0,5) maka pada 3 pasangan persilangan tersebut akan dilakukan metode
silang balik, untuk mengakumulasikan ketahanan pada varietas HS dan PS.
Silang balik terus dilakukan sampai diperoleh populasi BC (back cross)
yang penampilannya sama dengan induknya, tetapi mempunyai ketahanan
seperti tetua jantannya. Dalam setiap siklus silang balik, populasi BC akan
selalu digunakan sebagai tetua jantan, karena ketahanan dikendalikan oleh gen
dominan.
Tabel 5.3. Nilai heritabilitas arti sempit ketahanan pada populasi segregasi hasil persilangan PS/MLG 15151
Umur Pengamatan
(hsi)
Hubungan kuturunan dengan Rata-rata Satu Tetua Tetua Tengah
14 0,240 0 0,120 21 0,290 0,209 0,249 28 0,389 0 0,195 35 0,278 0 0,139
Tabel 5.4. Nilai heritabilitas arti sempit ketahanan pada populasi segregasi hasil persilangan PS/MLG 15167
Umur Pengamatan
(hsi)
Hubungan kuturunan dengan Rata-rata Satu tetua Tetua Tengah
14 1,000 0,466 0,743 21 0,694 0,660 0,677 28 0,156 0,159 0,158 35 0,514 0,492 0,503
Pada populasi segregasi hasil persilangan PS/MLG 15151 (Tabel 5.3.)
tidak diperoleh nilai heritabilitas yang tinggi. Hasil ini kurang memberikan
peluang apabila dilakukan silang balik. Namun apabila dilakukan pemuliaan
lebih lanjut dapat digunakan metode bulk (curah) yang dimodifikasi. Karena
31
kacang panjang mempunyai jumlah biji per tanaman cukup banyak, maka dari
setiap tanaman cukup di bulk satu atau dua polong saja
5.2.2. Umur berbunga
Hasil analisis heritabilitas arti sempit umur berbunga pada populasi
segregasi hasil persilangan HS / MLG 15151, HS / MLG 15167, PS / MLG
15151 dan PS / MLG 15167, terlihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Nilai heritabilitas arti sempit umur berbunga
Populasi segregasi hasil persilangan
Hubungan kuturunan dengan Rata-rata Satu tetua Tetua Tengah
HS / MLG 15151 0,643 0,506 0,575 HS / MLG 15167 0,219 0,211 0,215 PS / MLG 15151 0,468 0,113 0,291 PS / MLG 15167 0,812 0,749 0,785
Pada Tabel 5.5 terlihat bahwa populasi segregasi hasil persilangan HS /
MLG 15151 dan PS / MLG 15167 mempunyai nilai heritabilitas arti sempit umur
berbunga yang tinggi. Hasil tersebut menunjukkan tingginya daya waris sifat
umur pada kedua populasi tersebut. Pada kondisi tanaman terinfeksi CABMV,
kedua populasi tersebut mempunyai keragaman genetik umur berbunga yang
tinggi dan mampu mewariskan pengaruh aditif pada keturunannya. Hasil ini
memberikan implikasi terhadap kemungkinan perbaikan ketahanan melalui
umur berbunga.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Kuswanto (2002) bahwa umur
berbunga mempunyai korelasi genetik dengan ketahanan tanaman terhadap
CABMV. Tanaman yang tahan cenderung dapat berbunga tepat waktu.
Tanaman tahan mampu membatasi perkembangan virus secara cepat dengan
melokalisir tempat infeksi, sehingga perkembangan tanaman selanjutnya tidak
32
terganggu oleh virus. Pada tanaman agak rentan yang terserang CABMV dan
kemudian dapat melakukan pemulihan, umur berbunganya akan tertunda.
Penundaan umur berbunga akibat persaingan ekspresi gen ketahanan dengan
upaya virus mengambil alih metabolisme tanaman. Apabila gen ketahanan
telah berhasil mengatasi perkembangan virus, metabolisme tanaman akan
kembali normal. Semakin rentan, umur berbunga semakin tertunda atau tidak
dapat berbunga sama sekali, tergantung tingkat kerentannya.
Populasi segregasi hasil persilangan HS / MLG 15167 dan PS / MLG
15151 mempunyai nilai heritabilitas umur berbunga yang rendah sehingga
peluang perbaikan ketahanan melalui sifat ini kurang menguntungkan.
5.2.3. Potensi Hasil
Potensi hasil polong kacang panjang sangat dipengaruhi oleh ketahanan
tanaman. Hasil penelitian Kuswanto (2002) menunjukkan bahwa hasil polong
menjadi semakin berkurang apabila gejala penyakit mosaik semakin berat.
Potensi hasil tersebut ditentukan oleh jumlah polong, bobot polong per tanaman
dan rata-rata panjang polong.
Heritabilitas arti sempit jumlah polong, bobot polong dan panjang polong
populasi segregasi hasil persilangan HS/MLG 15151, HS/MLG 15167, PS/MLG
15151 dan PS/MLG 15167, terlihat pada Tabel 5.6, Tabel 5.7 dan 5.8.
Tabel 5.6. Nilai heritabilitas arti sempit jumlah polong
Populasi segregasi hasil persilangan
Hubungan kuturunan dengan Rata-rata Satu tetua Tetua Tengah
HS / MLG 15151 0 0 0 HS / MLG 15167 0,636 0,008 0,322 PS / MLG 15151 0,534 0,511 0,523 PS / MLG 15167 0,922 0,552 0,737
33
Dari hasil tersebut terlihat bahwa populasi segregasi hasil persilangan
PS / MLG 15151 mempunyai nilai heritabilitas arti sempit jumlah polong dan
panjang polong yang tinggi. Hasil ini menunjukkan tingginya daya waris sifat
sifat jumlah polong dan panjang polong pada kedua populasi tersebut. Hasil
pengamatan di lapang juga menunjukkan tingginya keragaman jumlah dan
panjang polong pada populasi ini. Pada kondisi tanaman terinfeksi CABMV,
populasi tersebut mempunyai keragaman genetik jumlah dan panjang polong
yang tinggi serta mampu mewariskan pengaruh aditif pada keturunannya. Hasil
ini memberikan implikasi terhadap kemungkinan perbaikan ketahanan melalui
jumlah dan panjang polong.
Tabel 5.7. Nilai heritabilitas arti sempit bobot segar polong
Populasi segregasi hasil persilangan
Hubungan kuturunan dengan Rata-rata Satu tetua Tetua Tengah
HS / MLG 15151 0,591 0,556 0,574 HS / MLG 15167 0,536 0 0,268 PS / MLG 15151 0,916 0,547 0,732 PS / MLG 15167 0,586 0,471 0,529
Populasi segregasi hasil persilangan PS / MLG 15167 mempunyai nilai
heritabilitas arti sempit jumlah polong dan bobot segar polong yang tinggi. Hasil
ini menunjukkan tingginya daya waris sifat jumlah polong dan bobot segar
polong pada kedua populasi tersebut. Hasil pengamatan di lapang juga
menunjukkan tingginya keragaman jumlah dan panjang polong pada populasi
ini. Pada kondisi tanaman terinfeksi CABMV, populasi tersebut mempunyai
keragaman genetik jumlah dan bobot segar polong yang tinggi serta mampu
mewariskan pengaruh aditif pada keturunannya. Hasil ini memberikan implikasi
terhadap kemungkinan perbaikan ketahanan melalui jumlah dan bobot segar
polong. Pengamatan jumlah polong lebih mudah dilakukan daripada jumlah
34
polong, sehingga pelaksanaan perbaikan ketahanan tanaman melalui jumlah
polong akan lebih mudah.
Tabel 5.8. Nilai heritabilitas arti sempit panjang polong
Populasi segregasi hasil persilangan
Hubungan kuturunan dengan Rata-rata Satu tetua Tetua Tengah
HS / MLG 15151 0,474 0,057 0,266 HS / MLG 15167 0,062 0 0,031 PS / MLG 15151 0,934 0,694 0,814 PS / MLG 15167 0,429 0,305 0,365
5.3. Hasil awal penelitian tahun kedua
Penelitian tahun kedua telah dilakukan dua siklus silang balik terhadap
semua pasangan persilangan. Silang balik pertama berupa persilangan antara
F1 dengan tetua resipien HS atau PS. F1 dijadikan tetua jantan karena sifat
ketahanan terhadap CABMV dikendalikan oleh gen dominan (Kuswanto,
2002b), sehingga target akhir silang balik adalah galur yang penampilannya
seperti induk betina HS atau PS, tetapi mempunyai ketahanan seperti tetua
jantan MLG 15151 atau MLG 15167. Karena terseleksi 4 pasangan
persilangan, maka dari silang balik pertama telah dihasilkan 4 kelompok benih
populasi BC1, yaitu BC1(1) (HS/MLG 15151), BC1(2) (HS/MLG15167), BC1(3)
(PSxMLG15151) dan BC1(4) (PS/MLG15167). Hasil seleksi ketahanan pada
populasi BC1 dan persilangan untuk pembentukan populasi BC2 telah
diperoleh benih BC2 untuk semua pasangan persilangan. Hasil sementara
kegiatan seleksi dan uji beda ketahanan pada semua populasi BC1 terlihat
pada Tabel 5.9, Tabel 5.10 dan Tabel 5.11. Namun berdasarkan hasil analisis
heritabilitas telah diketahui bahwa pasangan PS/MLG15151 tidak perlu
dilakukan silang balik, sehingga pada silang balik berikutnya tidak dikerjakan.
35
Tabel 5.9. Rata-rata skala serangan dan umur berbunga populasi BC Populasi Skala serangan populasi Umur Berbunga populasi
Seluruh Populasi
Tidak disilangkan
disilangkan Seluruh Populasi
Disilangkan
BC1(1) 0,37 ± 0,66 0,52 ± 0,79 0 41,18 ± 1,39 40,46 ± 0,76 BC1(2) 0,50 ± 0,81 0,62 ± 0,85 0 40,68 ± 0,98 40,21 ± 0,49 BC1(3) 0,52 ± 0,70 0,72 ± 0,81 0 44,62 ± 1,14 43,91 ± 0,29 BC1(4) 0,58 ± 0,85 0,88 ± 0,89 0 43,02 ±1,53 42,00 ± ±0,00
Keterangan : BC1(1):HS/MLG15151, BC1(2):HS/MLG15167, BC1(3):PS/MLG15151, BC1(4):PS/MLG15167
Tanaman dari populasi BC1 yang disilangkan untuk menghasilkan BC2
adalah yang nilai skala serangan CABMV adalah 0. Jumlah tanaman yang
mempunyai skala serangan 0 pada pada populasi BC1 adalah 44-64%.
Tabel 5.10. Hasil uji beda ketahanan dan umur berbunga antara seluruh anggota
populasi BC 1 dengan yang terpilih untuk disilangkan
Populasi BC1 dari pasangan persilangan
t hitung Skala serangan Umur Berbunga
HS / MLG 15151 3,407** 2,980** HS / MLG 15167 4,364** 2,855** PS / MLG 15151 5,336** 4,107** PS / MLG 15167 5,167** 4,708**
Dari Tabel 5.9 dan Tabel 5.10 terlihat bahwa pada semua populasi BC1
terdapat perbedaan tingkat ketahanan antara kelompok tanaman yang
disilangkan dengan seluruh anggota populasi. Tanaman tahan seluruhnya
mempunyai skala pengamatan 0, sedang pada tanaman yang rentan
mempunyai skala pengamatan 1 (gejala ringan) dan hanya beberapa tanaman
mempunyai skala pengamatan 2 (gejala sedang). Pada populasi BC1 tidak
didapatkan tanaman dengan gejala berat. Hal ini karena pada populasi BC1
telah dilakukan dua kali persilangan, yaitu saat pembentukan F1 (50%
ketahanan) dan pembentukan BC1 (25% ketahanan).
36
Tabel 5.11. Hasil uji beda antar populasi BC1 Pasangan persilangan
Skala serangan
Umur berbunga
Jumlah polong
Bobot segar pl
Jumlah biji/pl
Bbbt biji/ tan
BC1(1) Vs BC1(2) 0,608 1,613 0,008 0,517 1,848 0,364 BC1(1) Vs BC1(3) 1,251 23,219* 1,528 0,124 1,305 0,034 BC1(1) Vs BC1(4) 11,642** 84,979** 2,067 0,428 0,724 2,089 BC1(2) Vs BC1(3) 0,601 33,438* 1,478 0,243 3,176** 0,241 BC1(2) Vs BC1(4) 1,429 19,654** 1,213 2,669* 2,607* 2,474* BC1(3) Vs BC1(4) 0,900 30,432** 0,559 1,399 0,704 1,348 Keterangan : BC1(1):HS/MLG15151, BC1(2):HS/MLG15167, BC1(3):PS/MLG15151, BC1(4):PS/MLG15167
Dari Tabel 5.11. terlihat bahwa hanya pasangan persilangan
HS/MLG15151 dengan PS/MLG15167 yang tingkat ketahanannya berbeda.
Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa populassi BC1 dari pasangan
HS/MLG15151 mempunyai tingkat ketahanan paling tinggi, sedangkan BC1
dari pasangan PS/MLG15167 mempunyai tingkat ketahanan paling rendah.
Umur berbunga antar populasi BC1 sangat beragam. Hal ini akibat
perbedaan umur berbunga masing masing tetua jantan. Galur MLG 15167
mempunyai rata-rata umur berbunga 3-4 hari lebih lambat dari MLG 15151 (36-
40 hari). Keragaman ketahanan masing-masing BC1 juga menyebabkan
perbedaan umur berbunga, karena pada tanaman lebih rentan umur berbunga
akan terlambat (Kuswanto, 2002).
37
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan di lapang, analisis data dan pembahasan, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
- Semua populasi hasil persilangan HS/MLG 15151, HS/MLG 15167,
PS/MLG 15151 dan PS/MLG 15167 berpeluang untuk dilakukan
perbaikan sifat ketahanan
- Pasangan persilangan HS/MLG 15151, HS/MLG 15167 dan PS/MLG
15167 berpeluang dilakukan perbaikan ketahanan sifat ketahanan
melalui metode silang balik.
- Pasangan persilangan PS/MLG 15151 dapat dilakukan perbaikan sifat
ketahanan melalui metode bulk yang dimodifikasi
- Pada kondisi tanaman terinfeksi CABMV, populasi segregasi hasil
persilangan HS/MLG 15151 dan PS/MLG 15167 mempunyai heritabilitas
tinggi pada umur berbunga, hasil persilangan PS/MLG 15151
mempunyai heritabilitas tinggi pada jumlah dan panjang polong, dan
hasil persilangan PS/MLG15167 mempunyai heritabilitas tinggi pada
jumlah dan bobot polong, sehingga masing-masing berpeluang dilakukan
perbaikan sifat tersebut bersamaan dengan ketahanan.
6.2. Saran
- Perlu segera dilakukan perbaikan sifat ketahanan sesuai dengan dasar
informasi genetik yang telah diperoleh dari penelitian ini, agar benih tidak
38
terlalu lama disimpan dan segera didapatkan varietas unggul kacang
panjang yang tahan terhadap CABMV dan berdaya hasil tinggi.
39
DAFTAR PUSTAKA Atiri, G.I. and G. Thottappilly. 1984. Relative Usefulness of Mechanical and Aphid
Inoculation as Modes of Screening Cowpeas for Resistance Againts Cowpea Aphid-Borne Mosaic Virus. Trop. Agric. (Trinidad) 61, 289-292.
Balitkabi. 1998. Laporan Tahunan Balitkabi Tahun 1998/1999. Basuki, N.. 1995. Pendugaan Peran Gen. FP Unibraw, Malang. Bata, H.D., B.B. Singh, S.R. Singh and T.A.O. Ladeinde. 1987. Inheritance of
Resistance to Aphid in Cowpea. Crop Sci. 27, 892-894. BPS. 1993. Survei Pertanian, Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-buahan di
Indonesia. BPS, Jakarta Blackhurst, H.T. and J.C. Miller Jr.. 1980. Cowpea In Hibridization of Crop Plants. pp.
327-338. American Society of Agronomy and Crop Science Society of America Publisher, Madison.
Bock, K.R. and M. Conti. 1974. Cowpea Aphid-Borne Mosaic Virus. In CMI Description of Plant Viruses No. 134.
Brunt, A.A.. 1989. Vigna Sinensis Mosaic (?) Rhabdovirus. In Plant Viruses Online : Descriptions and Lists from the VIDE Database. Australian National University. Canberra Australia.
Brunt A.A.. 1994a. Cowpea Moroccan Aphid-Borne Mosaic Potyvirus. In Plant Viruses Online : Descriptions and Lists from the VIDE Database. Australian National University. Canberra Australia.
Brunt, A.A.. 1994b. Cowpea Aphid-Borne Mosaic Virus. Research School of Biological Science, Australia.
Duriat, A.S.. 1999. Prospek dan Peluang Ekspor Sayuran Indonesia serta Kendala Fitopatologisnya. Dalam Prosiding Konggres /IV dan Seminar Nasional PFI, pp. 35-49. Universitas Sriwijaya, Palembang.
Ferry, R.L. and B.B. Singh 1997. Cowpea Genetic : A Review of the Recent Literature. In Advance in Cowpea Research (Eds. Singh, B.B. et al.), pp. 13-29. IITA, Ibadan, Nigeria
Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1984. Statistical Procedures for Agricultural Research. John Willey & Sons, New York.
Hadiastono, T.. 1996. Pengaruh Intensitas Sinar terhadap Tingkat Serangan Penyakit Mosaik pada Kacang Tunggak. Agrivita 19 (3) : 118-120.
Hadiastono, T. 1997. Virologi Tumbuhan, Biologi Virus Penyebab Penyakit Mosaik. Jur. HPT FP Unibraw, Malang.
Hampton, R.O, G. Thottappily and H.W. Rossel. 1997. Viral Diseases of Cowpea and Their Control by Resistance-Conferring Genes. In Advance in Cowpea Research (Eds. Singh, B.B. et al.), pp. 159-175. IITA, Ibadan, Nigeria
Huguenot C., M.T. Furneaux and R.I. Hamilton. 1997. Further Characterization of Cowpea Aphid-Borne Mosaic and Blackeye Cowpea Mosaic Potyviruses. In Advance in Cowpea Research (Eds. Singh, B.B. et al.), pp. 1231-239. IITA, Ibadan, Nigeria
Kasno, A.; Trustinah, Moedjiono and N. Saleh. 2000. Perbaikan Hasil, Mutu Hasil dan Ketahanan Varietas Kacang Panjang terhadap CAMV melalui Seleksi Galur pada Populasi Alam Dalam Ringkasan Makalah Seminar Hasil Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Balitkabi, Malang.
Kuswanto, R. Hasri, Y.Sugito dan S. Lestari. 2000. Pengujian Jumlah Anther dan Waktu Polinasi pada keberhasilan Persilangan Kacang Panjang, Habitat XI (113) : 247-252.
Kuswanto, S Indrato, S.Soekartomo dan A. Soegiyanto. 2001. Penentuan Waktu Emaskulasi dan Polinasi pada Persilangan Kacang Panjang, Habitat XII (1) : 45-50
40
Kuswanto, 2002. Pendugaan Parameter Genetik Ketahanan Kacang Panjang terhadap Cowpea Aphid Mosaic Virus dan Implikasinya dalam Seleksi, Disertasi. Program Doktor Universitas Brawijaya.
Kuswanto, B. Guritno, L. Soetopo dan A. Kasno. 2002a. Penentuan Fase Ekspresif Ketahanan Kacang Panjang (Vigna sesquipedalis L. Fruwirth) terhadap Cowpea Aphid Borne Mosaic Virus untuk Studi Genetika Ketahanan, Agrivita XXIV (3) : 193-197
Kuswanto, B. Guritno, A. Kasno dan L. Soetopo. 2002b. Pendugaan Jumlah dan Model Aksi Gen Ketahanan Kacang Panjang terhadap Cowpea Aphid Borne Mosaic Virus (CABMV), Biosain IV (3) (inpress).
Kuswanto, Sri Lestari P dan A. Andriani. 2002c. Pendugaan Pengaruh Tetua Betina Sifat Ketahanan Kacang Panjang terhadap Cowpea Aphid Borne Mosaic Virus, Habitat XIII (1) : 66-71
Kuswanto, L. Soetopo dan S.T. Laili. 2003. Keragaman Genetik Ketahanan Galur-galur Kacang Panjang terhadap CABMV, Habitat XIV (1) : 15-21
Mather, S.K. and J.L. Jinks. 1982. Biometrical Genetics. University Press. Cambridge, Great Britain.
McClean, P.. 1997. Lecture Note of Quantitative Genetics. Dakota State University, Fargo, ND
Melton, A.; W.L. Ogle; O.W. Barnett and J.D. Caldwell. 1987. Inheritance of Resistance to Viruses in Cowpeas (Abstr). Phytopathology, 77:642
Moedjiono, Trustinah dan A. Kasno. 1999. Toleransi Genotipe Kacang Panjang terhadap Komplek Hama dan Penyakit. Dalam Prosiding Simposium V PERIPI Jatim (Ed. S. Ashari dkk), pp. 279-287. Universitas Brawijaya, Malang.
Noordam, D.. 1973. Identification of Plant Viruses, Methods & Experiments. Centre for Agricultural Publishing and Documentation. Wageningen
Nurhayati, E.. 1989. Uji Kerentanan berbagai Umur Kacang Panjang (Vigna sinensis End 1) terhadap Cowpea Aphid-Borne Mosaic Virus. Dalam Prosiding Konggres Nasional X dan Seminar Ilmiah PFI. (Ed. I G.P.Dwijaputra, N. Westen &I.B. Oka), pp. 177-180. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Denpasar.
Patel, P.N., J.K. Mlingo, H.K. Leyna, C. Kuwite and E.T. Mmbaga. 1982. Source of Resistance Inheritance, and Breeding of Cowpea for Resistance to a Strain of Cowpea Aphid-Borne Mosaic Virus from Tanzania. Indian Journal of Genetic, 42 : 221-229.
Petr, F.C. and K.J. Frey. 1966. Genotypic Correlations, Dominance, and Heritability of Quantitative Characters in Oats. Crop Sci. 6 : 259-262.
Poespodarsono, S.. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. PAU IPB, Bogor. Prabaningrum, L. 1996. Kehilangan Hasil Panen Kacang Panjang (Vigna sinensis
Stikm) akibat Serangan Kutu Kacang Aphis craccivora Koch. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Komoditas Sayuran, pp 355-359.
Saleh, N. dan Y. Baliadi. 1998. Pengenalan dan Pengendalian Penyakit Utama pada Kacang Tunggak. Dalam Kacang Tunggak (Ed. A. Kasno dan A. Winarto). pp. 100-119
Saleh, H. Ariawan, T. Hadiastono dan S. Djauhari. 1993. Pengaruh Saat Infeksi CAMV terhadap Pertumbuhan, Hasil dan Komponen Hasil Tiga Varietas Kacang Tunggak. Dalam Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan Tahun 1992. (Ed. A. Kasno dkk.) Balittan, Malang.
Semangun, H.. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Singh R.K. and B.D. Chaudhary. 1979. Biometrical Methods in Quantitative Genetic Analysis. Kalyani Publishers, Ludhiana New Delhi.
Singh, B.B., O.L. Chambliss and B. Sharma. 1997. Recent Advance in Cowpea Breeding. In Advance in Cowpea Research (Eds. Singh, B.B. et al.), pp. 30-49. IITA, Ibadan, Nigeria
41
Sulyo, Y. 1984. Pengaruh Perbedaan Waktu Inokulasi CAMV terhadap Hasil Kacang Panjang. Buletin Penelitian Hortikultura XI, 11-15.
Sumardiyono, Y.B., Supratoyo dan Samsuri 1997. Penularan Penyakit Mosaik Kacang Panjang oleh Aphis Craccivora. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 3(1) : 32-37
Sumarno. 1992. Pemuliaan untuk Ketahanan terhadap Hama. Dalam Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman I. (Ed. A.Kasno dkk.) pp.348-363. PPTI Jawa Timur.
Triharso. 1996. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University Press., Yogyakarta.
Lampiran 1. Metode Persilangan
i. arah pemotongan bunga betina ii. bunga betina hasil emaskulasi
iii. pembuangan stamen iv. pelaksanaan pol
a. Pelaksanaan metode persilangan tangan IITA
i. bunga betina ii. Pembuangan stamen
iii. bunga betina hasil emaskulasi
b. Pelaksanaan metode persilangan PT BISI Lampiran 2. Deskripsi Varietas/Galur
Lampiran 1. Metode Persilangan
i. arah pemotongan bunga betina ii. bunga betina hasil emaskulasi
iii. pembuangan stamen iv. pelaksanaan polinasi
Pelaksanaan metode persilangan tangan IITA
i. bunga betina ii. Pembuangan stamen
iii. bunga betina hasil emaskulasi iv. pelaksanaan polinasi
Pelaksanaan metode persilangan PT BISI
. Deskripsi Varietas/Galur
i. arah pemotongan bunga betina ii. bunga betina hasil emaskulasi
43
a. Varietas : Hijau Super (HS)
Asal usul : Banyumas Warna bunga : Ungu Warna daun : hijau Bentuk daun : segitiga Panjang polong : 63 cm Diameter polong : 0,5 cm Warna polong : hijau Rasa polong : manis renyah Warna biji : merah Bentuk biji : gilig panjang agak gepeng Bobot 1000 biji : 109 g Hasil / ha : 27,76 ton Awal bunga : 39 hst Awal panen : 48 hst Daya simpan : 3 hari Kandungan lemak (g) : 0,2/100 g bahan Kandungan protein (g) : 3/100 g bahan Ketahanan hama : tahan terhadap hama penggerek polong Ketahanan penyakit : peka terhadap CABMV (Cowpa Aphid Borne Mosaic Virus) Adaptasi lingkungan : 0 - 1100 mdpl Peneliti : Nasib W. W, Mulyantoro dan Aris Setiawan
b. Varietas : Putih Super (PS)
Asal usul : hasil introduksi dari Chia Thai Seed Co.Ltd. Thailand. Warna bunga : putih ungu Warna daun : hijau Bentuk daun : segitiga Panjang polong : 61 cm Diameter : 0,5 cm Warna polong : hijau keputihan Jumlah polong/tanaman : 59 Bobot polong/tanaman : 1,19 kg Rasa polong : manis renyah Warna biji : merah berlurik Bobot 1000 biji : 151 g Hasil/ha : 23,03 ton Awal bunga : 36 hst Awal panen : 43 hst Daya simpan : 3 hari Ketahanan karat daun : resisten Ketahanan penyakit : peka terhadap CABMV Adaptasi lingkungan : 0 - 1100 mdpl Sifat yang khas : tanaman ramping Peneliti : Nasib W. W, Mulyantoro dan Aris Setiawan
44
c. Galur : MLG 15151
Asal : Tegal Tipe tumbuh : merambat Umur panen : 45 hari Umur berbunga 50% : 35 hari setelah tanam Periode berbunga : 40-45 hari (tidak serempak) Warna batang : hijau agak kemerahan Warna daun : hijau Bentuk daun primer : agak lancip (lanceolate) Bentu dauk terminal : ovate-lanceolate Warna tangkai daun : hijau polos Mahkota bunga : kuning Jumlah polong/tanaman : 15-34 polong Panjang polong : 63-67 cm Bentuk polong : bulat Warna polong muda : hijau keputihan (X-y-z;21, 56 - 0,345 - 0,397) Warna polong tua : coklat Warna biji : coklat Bentuk hilum : tidak cekung Jumlah biji/polong : 18 biji Bobot 100 biji : 18,2-18,6 g Bobot 100 polong : 1763,7 g Potensi hasil biji : 1,16 ton/ha biji kering Potensi hasil polong : 10,5-32,0 t/ha (rata-rata 17,4 ton/ha) polong segar Ketahanan terhadap hama : toleran terhadap aphis Ketahanan terhadap penyakit : agak tahan CABMV Keterangan : beradaptasi dengan baik pada lahan sawah dan lahan Kering dari berbagai jenis tanah dengan ketinggian 7-650 m di atas permukaan tanah Pemulia : Astanto kasno, Trustinah dan Moedjiono, Nasir Saleh, Joko Susilo Utomo
45
d. Galur : MLG 15167
Asal : Boyolali Tipe tumbuh : merambat Umur panen : 54 hari Umur berbunga : 42 hari setelah tanam Warna batang : hijau agak ungu Warna daun : hijau Bentuk daun primer : agak lancip (lanceolate) Bentu dauk terminal : ovate-lanceolate Warna tangkai daun : hijau Mahkota bunga : kuning Jumlah polong/tanaman : 23 polong Panjang polong : 53,3 cm Bentuk polong : bulat Warna polong muda : hijau muda Warna polong tua : coklat Warna biji : merah kecoklatan Jumlah biji/polong : 16 biji Bobot 100 biji : 13,1g Bobot 100 polong : 1153 g Hasil polong muda : 6,46 t/ha Ketahanan terhadap penyakit : agak tahan CABMV Pemulia : Astanto kasno, Trustinah dan Moedjiono, Nasir Saleh, Joko Susilo Utomo