laporan penelitian implementasi peraturan … · pemerintah daerah berkaitan dengan penjualan...
TRANSCRIPT
LAPORAN PENELITIAN
IMPLEMENTASI
PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 17 TAHUN
2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT PENJUALAN
MINUMAN BERALKOHOL
PENELITIAN MANDIRI
TIM PENELITI
1. I Nengah Suantra, S.H., M.H.
2. I Ketut Sudiarta, S.H., M.H.
3. I Made Budi Arsika, S.H., LLM
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS HUKUM
DENPASAR
2016
iii
ABSTRAK
Perda No. 11 Tahun 2011 belum dapat berlaku efektif karena beberapa ketentuan harus
diimplementasikan dengan Peraturan Walikota, yang belum terbentuk hingga saat ini. Sementara
itu, Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 melegalkan penjualan Minuman Beralkohol
golongan A di toko pengecer dalam bentuk kemasan. Sebaliknya, Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 membatasi tempat-tempat penjualan minuman
beralkohol. Pembentukan Perwali sangat urgensi dan relevansi disebabkan adanya pendelegasian
kewenangan dari Perda No 17 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman
Beralkohol, dan perubahan isue-isue hukum berkaitan dengan diterbitkannya Perpres 74/2013,
Permendagri 6/2015, Peraturan Dirjendag No. 04/PDN/PER/4/2015, Perda Provinsi Bali No. 5
Tahun 2012, dan Perwali 22/2013.
Perwali yang akan dibentuk adalah Perwali tentang Pelaksanaan Perda No. 17 Tahun
2011 tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol. Materi muatan Rancangan
Perwali tentang Pelaksanaan Perda No. 17 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan
Minuman Beralkohol terdiri atas: penetapan tarif retribusi; Tatacara pelaksanaan pemungutan
retribusi; tata cara pembayaran, penetapan tempat pembayaran, anggsuran, dan penundaan
pembayaran retribusi; tata cara penagihan pemungutan retribusi; tata cara penghapusan piutang
retribusi yang sudah kedaluwarsa. Namun materi-materi tersebut merupakan materi pokok yang
perlu dirinci ke dalam sub-sub materi sehingga penormaannya menjadi lebih konkret dan
aplikatif. Pembentukan Perwali agar melalui proses konsultasi publik sehingga masyarakat dapat
memberikan masukan dan dapat segera mengetahui tentang perangkat pengaturan tentang
retribusi izin penjualan miniman beralkohol.
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat Nya laporan
penelitian Implementasi Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 17 Tahun 2011 Tentang
Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol berhasil diselesaikan. Penelitian ini
dimaksudkan untuk mengungkapkan bagaimana pengendalian dan pengawasan minuman
beralkohol di Kota Denpasar. Sebab Perda No. 11 Tahun 2011 belum dapat berlaku efektif
karena beberapa ketentuan harus diimplementasikan dengan Peraturan Walikota, yang belum
terbentuk hingga saat ini. Sementara itu, Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 melegalkan
penjualan Minuman Beralkohol golongan A di toko pengecer dalam bentuk kemasan.
Sebaliknya, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 membatasi tempat-
tempat penjualan minuman beralkohol.
Penelitian didahului dengan melakukan penelusuran kebijakan-kebijakan pemerintah dan
pemerintah daerah berkaitan dengan penjualan minuman beralkohol. Kemudian disusun
instrumen penelitian, pengumpulan bahan, identifikasi, tabulasi dan analisis data. Tahap
berikutnya adalah pembahasan dan menyimpulkan hasil penelitian serta melaporkan pelaksanaan
kegiatan penelitian.
Dengan selesainya laporan ini, sudah sepatutnya diucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H. M.H., Dekan F H UNUD dan para
pembantu dekan yang memfasilitisi penelitian ini.
2. Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota
Denpasar yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian ini.
3. Bapak dan Ibu tenaga kependidikan di FH UNUD yang telah berpartisipasi dalam persiapan
dan penyelesaian proses administrasi penelitian ini.
4. Para penulis yang karya tulisnya diacu sebagai referensi dalam menyusun laporan penelitian.
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per-satu yang telah berkontribusi dalam
pelaksanaan dan pelaporan penelitian ini.
Terima kasih atas segala konstribusi dan perhatian yang telah diberikan, semoga Tuhan
Yang Maha Esa memberikan rahmat karuniaNya.
Akhirnya, mohon maaf atas kekurangan dan kelemahan laporan penelitian ini. Segala
masukan yang konstruktif sangat diperlukan untuk perbaikan laporan penelitian ini, terima kasih.
Denpasar, 12 Februari 2016
Tim Peneliti.
v
DAFTAR ISI
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ............................................................................ ii
ABSTRAK ..................................................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
1.2.Identifikasi Masalah ...................................................................................................... 2
1.3. Tujuan dan Kegunaan .......................................................................................................... 3
1.4. Metode ................................................................................................................................. 3
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS............................................................. 7
2.1. Kajian Teoritis .................................................................................................................... 7
2.1.1 Retribusi Daerah. ....................................................................................................... 7
2.1.2 Izin Penjualan........................................................................................................... 10
2.1.3 Minuman Beralkohol dan Minuman Keras. ............................................................. 11
2.1.4 Peraturan Walikota................................................................................................... 14
2.2. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, serta permasalahan yang
dihadapi masyarakat.......................................................................................................... 15
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT ................................................................................................................................. 19
3.1. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ........................... 19
3.2. UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan
Permendagri 1/2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah ............................. 20
3.3. UU No. 9 Tahun 2015 .................................................................................................... 21
3.4. Peraturan Presiden No. 74 Tahun 2013 ......................................................................... 22
3.5. Permendag 20/M-Dag/Per/4/2014 ................................................................................. 23
3.6. Permendag 06/2015 ....................................................................................................... 24
3.7. Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 04/PDN/PER/4/2015 25
3.8. Perda Provinsi Bali No. 5 Tahun 2012 .......................................................................... 26
3.9. Perda Kota Denpasar No. 17 Tahun 2011 ..................................................................... 26
3.10. Perwali 22/2013 ............................................................................................................. 27
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS ......................................... 28
4.1. Ketentuan Lampiran I UU No. 12 Tahun 2011 ................................................................. 28
4.2. Perspektif Pakar ................................................................................................................. 28
4.3. Model Formulasi Konsiderasi Perwali............................................................................... 30
BAB V JANGKAUAN ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN PERATURAN DAERAH ...................................................................................... 32
5.1. Jangkauan Arah Pengaturan .............................................................................................. 32
vi
5.2. Ruang Lingkup Materi Muatan Rancangan Perwali Tentang Pelaksanaan Perda No. 17
Tahun 2011 ....................................................................................................................... 33
BAB VI PENUTUP ...................................................................................................................... 35
5.1. Simpulan ........................................................................................................................... 35
5.2. Saran ................................................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 36
LAMPIRAN .................................................................................................................................. 39
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menentukan
bahwa penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-
daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas daerah-daerah kabupaten dan kota, yang masing-
masing memiliki pemerintahan daerah. Setiap daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahannya demi efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah dengan prinsip otonomi luas, riil dan
bertanggungjawab yang digulirkan sejak era reformasi memberikan kewenangan kepada setiap
daerah untuk mengatur dan mengelola daerah masing-masing, termasuk menetapkan regulasi
yang memuat kebijakan daerah dalam rangka menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangannya. Undang-Undang No. 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 9 Tahun 2015)
memberikan kewenangan kepada daerah untuk membentuk peraturan daerah (Perda) guna
menyelenggarakan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Penyusunan Rancangan Perda
(Ranperda) dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau kepala daerah.
Dalam kaitan itu, Kota Denpasar membentuk Peraturan Daerah No 17 tahun 2011 tentang
Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol (Perda No. 11 Tahun 2011). Perda No. 11
Tahun 2011 dibentuk berdasarkan delegasi kewenangan yang ditentukan dalam Pasal Pasal 141
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU No. 28
Tahun 2009). UU No. 28 Tahun 2009 memberikan wewenang kepada Daerah untuk memungut
Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol sebagai salah satu jenis Retribusi
Perizinan Tertentu.
Namun demikian, kendati pun sudah ditetapkan sejak sejak 29 Desember 2011, Perda
No. 11 Tahun 2011 belum dapat berlaku efektif karena beberapa ketentuan harus
diimplementasikan dengan Peraturan Walikota, yang belum terbentuk hingga saat ini. Peraturan
Presiden Nomor 74 Tahun 2013 (Perpres 74/2013) tentang Pengendalian dan Pengawasan
2
Minuman Beralkohol pada tanggal 6 Desember 2013 melegalkan penjualan Minuman
Beralkohol golongan A di toko pengecer dalam bentuk kemasan, tetapi tidak jelas apa yang
dimaksudkan dengan toko pengecer.
Sementara itu, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang
Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan Peredaran, dan Penjualan Minuman
Beralkohol (Permendag 06/2015) membatasi tempat-tempat penjualan minuman beralkohol.
Minuman Beralkohol golongan A hanya dapat dijual di Toko Bebas Bea (TBB), tempat tertentu
lainnya yang ditetapkan oleh Walikota, supermarket, dan hypermarket. Sedangkan toko
Pengecer, seperti minimarket, Circle K, dan lain-lain. Karena itu, beberapa Circle K di Denpasar
tidak lagi menerima stok bir, kulkas penjualan bir ditutupi sarung1.
Namun demikian, larangan tersebut tidak berlaku mutlak di Denpasar. Sebab, sesuai
dengan Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 04/PDN/PER/4/2015
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman
Beralkohol Golongan A (Juknis No. 04/PDN/PER/4/2015), sebagai tindak lanjut Permendag
06/2015 memperkenankan pengecer menjual sebatas di pantai Sanur. Selain itu, Walikota dapat
menetapkan tempat-tempat tertentu serbagai tempat penjualan Minuman Beralkohol untuk
diminum langsung di tempat dengan memperhatikan karakteristik daerah dan budaya lokal.
Karena itulah urgen dan relevan untuk ditetapkan Peraturan Walikota Denpasar (Perwali)
sebagai pelaksanaan Perda No. 11 Tahun 2011 sehingga terdapat kepastian hukum mengenai
tempat-tempat yang diperkenankan menjual minuman beralkohol, tarif, tata cara pemungutan,
pembayaran dan tempat pembayaran, angsuran dan penundaan pembayaran, penagihan dan
penghapusan piutang retribusi izin tempat penujualan minuman beralkohol.
1.2. Identifikasi Masalah
Kajian hukum atas suatu pengaturan pada umumnya berkaitan dengan penormaan materi
muatan dan prosedur pembentukan. Namun, penelitian ini merupakan upaya penyusunan naskah
akademik rancangan Perwali sebagai pelaksanaan Perda No. 11 Tahun 2011. Oleh karena itu
1 Arnoldus Dhae, 17 April 2015, “Minuman Beralkohol di Denpasar sudah Ditarik”,
http://news.metrotvnews.com/read/2015/04/17/387584/minuman-beralkohol-di-denpasar-sudah-ditarik, diakses
Selasa, 3 Nopember 2015, hlm. 1.
3
penelitian terfokus pada penormaan materi muatan perda yang didelegasikan pengaturannya
dengan Perwali, sehingga masalah yang teridentifikasi untuk dinormakan, sebagai berikut:
1 Penetapan Tarif Retribusi.
2 Tatacara pelaksanaan pemungutan retribusi.
3 Tata cara pembayaran, penetapan tempat pembayaran, anggsuran, dan penundaan
pembayaran retribusi.
4 Tata cara penagihan pemungutan retribusi.
5 Tata cara penghapusan piutang retribusi.
1.3. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun Naskah Akademik sebagai landasan ilmiah
penyusunan Rancangan Perwali tentang Pelaksanaan Perda 17/2011. Selain itu, juga untuk
merumuskan cakupan ruang lingkup materi bagi penyusunan Peraturan Walikota Kota Denpasar
tentang Pelaksanaan Perda No. 11 Tahun 2011.
Kegunaan penyusunan Naskah Akademik ini adalah sebagai pedoman dan rujukan bagi
penyusun Rancangan Perwali agar sesuai dengan ruang lingkup materi muatan yang dikehendaki
oleh Perda 17/ 2011. Hasil penelitian ini juga berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan
untuk memberikan masukan dalam penyusunan Perwali Pelaksanaan Perda No. 11 Tahun 2011
sehingga merepresentasikan aspirasi masyarakat yang berkaitan dengan tempat penjualan
minuman beralkohol.
1.4. Metode
Jenis Penelitian dalam Penyusunan Naskah Akademik.
Dalam Lampiran I UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (UU No. 12 tahun 2011) mengenai teknik penyusunan Naskah Akademik dijelaskan
bahwa penyusunan Naskah akademik merupakan suatu kegiatan penelitian yang berbasis
penelitian hukum atau penelitian lain. Apabila Naskah Akademik disusun berdasarkan penelitian
hukum, maka metode yang dapat digunakan adalah metode yuridis normatif atau metode yuridis
empiris yang dikenal pula dengan sebutan metode penelitian sosiolegal.
Penelitian hukum yang menggunakan metode yuridis normatif dapat dilengkapi dengan
wawancara, diskusi (focus group discussion), dan rapat dengar pendapat. Sedangkan penelitian
4
hukum yang menggunakan metode sosiolegal didahului dengan melakukan penelitian hukum
normatif atau penelaahan peraturan perundang-undangan, kemudian dilanjutkan dengan
observasi mendalam dan penyebaran kuesioner untuk mendapatkan data nonhukum yang terkait
dan berpengaruh terhadap produk hukum yang diteliti. Naskah Akademik ini disusun
menggunakan metode penelitian hukum normatif yang dilengkapi dengan hasil focus group
discussion (FGD) perwakilan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait dan penjual
minuman beralkohol di Kota Denpasar.
Pendekatan dalam Penelitian.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach),
pendekatan konsep (conceptual approach), pendekatan analitis (analytical approach),
pendekatan historis (historical approach), dan pendekatan filsafat (philosophical approach).2
Pendekatan perundang-undangan (statute approach), dilakukan dengan menelaah peraturan
perundang-undangan yang berkaitan denga retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol,
antara lain:
1 UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2 UU No. 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah.
3 Perpres 74/2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.
4 Permendag 06/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan,
Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.
5 Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 04/PDN/PER/4/2015
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman
Beralkohol Golongan A.
6 Perda No. 11 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol.
7 Peraturan Walikota Denpasar Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Perizinan (Perwali 21/2013).
Pendekatan konsep hukum (conceptual approach) dilakukan dengan menelaah pendapat
para ahli mengenai terMBogi, definisi dan konsep-konsep yang berkaitan dengan retribusi, izin,
tempat penjualan dan minuman beralkohol. Pendekatan analitis (analytical approach ) adalah
suatu pendekatan yang dilakukan dengan menguraikan aturan hukum yang diteliti untuk
2 Peter Mahmud Marzuki; 2005, Penelitian Hukum, Jakarta: Interpratama Offset, hal. 93-137.
5
menemukan persamaan dan perbedaan, kesesuaian dan ketidaksesuaian, sinkron atau harmonis
dan konfliknya norma peraturan perundang-undangan secara horizontal dan vertikal sehingga
diketemukan unsur-unsur yang dapat diformulasikan ke dalam Perwali yang akan disusun.
Pendekat filsafat (philosophical approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah
asas-asas prinsip-prinsip yang terkandung dan/atau melandasi kaidah hukum dalam pengaturan
retribusi izin tempat penujualan minuman beralkohol dengan Perwali.
Jenis dan Teknik Pengumpulan Bahan Hukum.
Bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder3 serta didukung dengan bahan hukum informatif. Bahan hukum primer terdiri dari
produk hukumn yang diteliti, antara lain sebanyak 7 (tujuh) produk hukum sepert disebutkan
pada bagian pendekatan di atas. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti hasil penelitian atau karya tulis para ahli hukum
yang relevan dengan penelitian ini. Bahan hukum sekunder dapat berupa bahan-bahan yang
terdapat pada kepustakaan atau pada website.
Bahan hukum informatif berupa informasi dari informan ialah pihak otoritas atau pejabat
dari lingkungan Pemerintah Daerah Kota Denpasar maupun para pihak yang membidangi
tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol. Selain itu, informasi juga dapat
diperoleh dari pihak penjul minuma beralkohol. Bahan ini digunakan sebagai penunjang dan
untuk mengkonfirmasi bahan hukum primer dan sekunder.
Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara yang sesuai dengan jenis bahan
hukum tersebut, sebagai berikut:
1 Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan melalui tudi dokumentasi
dan kepustakaan.
2 Bahan hukum informatif dikumpulkan dengan studi lapangan yaitu melalui wawancara
dan FGD dengan pihak-pihak yang terkait retribusi izin tempat penjualan minuman
beralkohol.
Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum.
Bahan-bahan hukum yang terkumpul diklasifikasi dan disistematisasi. Kemudian diurai,
yang sama dikumpulkan; yang berbeda dikeluarkan untuk diurai kembali. Selanjutnya dilakukan
3 C.F.G.Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke 20 , Bandung:
Alumni, hal. 134.
6
interpretasi secara hermeneutikal yakni memberikan pendapat atau pandangan teoritis secara
gramatikal, historikal, teleologikal, sistematikal, sosiologikal, dan filosofikal terhadap bahan-
bahan hukum yang berhasil dikumpulkan4. Pemahaman secara gramatikal dilakukan berdasarkan
pada makna kata dalam konteks kalimatnya, sehingga suatu ketentuan hukum dipahami arti dan
maknanya. Pemahaman aturan hukum tidak dapat dilepaskan dari konteks historisnya, yakni
latar belakang sejarah pembentukannya dalam kaitannya dengan tujuan yang hendak
diwujudkannya (teleologikal). Konteks historis yang berlatar sosio-kultural dan politis
menentukan isi hukum positif itu (untuk menemukan ratio legis-nya). Pemahaman produk
hukum harus pula dilakukan dalam konteks hubungannya dengan aturan hukum positif yang
lainnya, secara kontekstual merujuk pada faktor-faktor kenyataan kemasyarakatan dan kenyataan
ekonomi, dengan mengacu pandangan hidup, serta nilai-nilai kultural dan kemanusiaan
fundamental dalam proyeksi ke masa depan. Analisis bahan-bahan hukum dengan cara
interpretasi secara hermeneutical tersebut diharapkan akan mampu mengahsilkan Perwali yang
sesuai dengan harapan masyarakat dan pemangku kepentingan, mengakomodasi nilai-nilai sosial
budaya dan ekonomi serta sinkron dengan aturan hukum positif lainnya.
4 Bernard Arief Sidharta, “Penelitian Hukum Normatif: Analisis Penelitian Philosophical dan Dogmatical”,
dalam Soelistyowati Irianto dan Shidarta, ed., 2009, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, hal 145-146.
7
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS
2.1. Kajian Teoritis
2.1.1 Retribusi Daerah.
Retribusi Daerah merupakan salah satu junis pendapatan asli daerah (PAD), sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 285 UU No. 9 Tahun 2015 bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari
PAD, pendapatan transfer dan pendapatan lain Daerah yang sah. PAD terdiri dari pajak daerah;
retribusi daerah; hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan lain-lain pendapatan
asli Daerah yang sah. Pasal 286 menentukan bahwa retribusi daerah ditetapkan dengan undang-
undang yang pelaksanaan di Daerah diatur lebih lanjut dengan Perda. Hal itu berarti bahwa
pembentuk UU No. 9 Tahun 2015 menghendaki pengaturan Retribusi Daerah dilakukan dengan
undang-undang tersendiri, dan pelaksanaan di daerah ditetapkan dengan Perda. Undang-undang
yang mengatur mengenai Retribusi Daerah adalah UU No. 29 Tahun 2009.
Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton tanpa memformulasikan definisi, menulis unsur-
unsur retribusi yaitu5:
1. Pungutan harus berdasarkan undang-undang.
2. Sifat pungutannya dapat dipaksakan.
3. Pemungutan dilakukan oleh negara.
4. Digunakan untuk pengeluaran bagi masyarakat umum.
5. Kontra prestasi (imbalan) langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi.
Sedangkan Wahyudi Kumorotomo menekankan pada unsur kontra prestasi dari retribusi untuk
membedakan dengan pajak bahwa, Retribusi dipungut dengan kompensasi layanan tertentu
sedangkan Pajak dipungut tanpa kompensasi layanan.6 Pada retribusi daerah terdapat suatu
tegenprestatie atau pengembalian jasa yang langsung dari pihak pemerintah.7 Sesungguhnya,
pada Retribusi (daerah) maupun pada Pajak (daerah) sama-sama terdapat unsur kontra prestasi.
5 Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, 2008, Hukum Pajak, Jakarta: Salemba Empat, hlm. 8.
6Wahyudi Kumorotomo, 2006, Desentralisasi Fiskal: Politik Perubahan Kebijakan 1974-2004, Jakarta:
Kencana, hlm. 125 7R. Soedargo, 1964, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Bandung: N.V. Eresco, hlm. 29.
8
Tetapi, perbedaanya adalah kontra prestasi pada Retribusi bersifat individual – langsung
diberikan kepada pembayar, sedangkan kontra prestasi pada Pajak tidak bersifat individual.
Artinya bahwa pengembalian jasa atas pembayaran pajak tersebut tidak langsung dapat dinikmati
oleh si pembayar, melainkan dikembalikan kepada masyarakat umum. Unsur pengembalian jasa
yang lansung dan yang tidak lansung inilah yang merupakan pembeda retribusi daerah dan pajak
daerah.8 Artinya, setiap pembayaran pajak memberi kontribusi atas jasa-jasa pelayanan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, tetapi pembayar tidak menerima konstraprestasi langsung yang
dapat dinikmati, dan setiap pembayaran retribusi menerima kontraprestasi langsung berupa jasa-
jasa pembayaran yang telah disediakan atau dibuat untuk itu.9 Jenis pelayanan yang
membedakan dalam pengenaan pajak dan retribusi adalah tergantung pada tipe pelayanan.
Pelayanan suatu barang publik, yakni barang/jasa yang memberi keuntungan kepada orang
secara kolektif, maka pembebanan pungutannya adalah pajak. Pelayanan suatu barang privat,
yakni barang/jasa yang memberi keuntungan pada diri sendiri, maka pembebanan pungutannya
adalah retribusi.
Adanya unsur imbalan jasa secara langsung tersebut tampak dengan jelas dalam
pengertian Retribusi yang dikemukakan oleh Munawir bahwa, Retribusi adalah iuran kepada
pemerintah yang dapat dipaksakan dan mendapatkan jasa balik secara langsung yang dapat
ditunjuk. Paksaan yang dimaksud ini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan
jasa balik dari pemerintah, tidak dikenakan iuran.10
Namun demikian, pengertian Retribusi
tersebut dari aspek Ilmu Ekonomi, bukan dari aspek Ilmu Hukum. Pengertian Retribusi secara
hukum adalah pungutan oleh pejabat retribusi kepada wajib retribusi yang bersifat memaksa
dengan tegenprestasi secara langsung dan dapat dipaksakan penagihannya. Sarana hukum yang
digunakan untuk memaksakan penagihan retribusi dapat berupa sanksi ekonomi maupun sanksi
pidana.
Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2009 menentukan bahwa Retribusi Daerah, yang selanjutnya
disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan
8 Tjip Ismail, 2007, Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia, Jakarta: Yellow Printing, hlm. 56.
9 Kesit Bambang Prakosa, 2003, Pajak dan Retribusi Daerah, Yogyakarta: UII Press, hlm. 35
10Ali, “Pembahasan Mengenai Pengertian Pajak dan Pengertian Retribusi”,
http://www.pengertianpakar.com/2015/04/pengertian-pajak-dan-retribusi.html#_, Sabtu 7 Nopember 2015, hlm. 2.
9
orang pribadi atau Badan (lihat Nomor 64). Dalam pengertian tersebut terkandung adanya unsur-
unsur bahwa Retribusi:
1. merupakan salah satu jenis pungutan daerah;
2. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah; dan
3. pembayaran dilakukan oleh orang pribadi atau Badan yang menikmati pelayanan jasa
atau mendapatkan izin dari Pemerintah Daerah.
Unsur-unsur tersebut menunjukkan adanya obyek, subyek dan wajib retribusi. Obyek Retribusi
yaitu pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah. Subyek Retribusi ialah orang pribadi atau Badan, sedangkan
wajib Retribusi ialah orang pribadi atau Badan yang menikmati pelayanan jasa atau mendapatkan
izin dari Pemerintah Daerah.
Obyek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh Pemerintah
Daerah. Tidak semua yang diberikan oleh Pemerintah Daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi
hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak dijadikan
sebagai obyek retribusi.11
Pasal 108 UU No. 28 Tahun 2009 menentukan adanya tiga kelompok
jasa tertentu, yaitu: Jasa Umum, Jasa Usaha, dan Perizinan Tertentu.
Obyeknya retribusi perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam
rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan,
pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber
daya alam, barang prasarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan
menjaga kelestarian lingkungan. Jenis retribusi perizinan tertentu untuk daerah Kota ditetapkan
sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah.
Pasal 141 UU No. 28 Tahun 2009 menentukan jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah:
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol,
Retribusi Izin Gangguan, Retribusi Izin Trayek, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan. Jadi,
Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol termasuk ke dalam golongan Retribusi
Perizinan Tertentu.
11
Anonim, “Definisi dan Pengertian Retribusi (Subjek Retribusi)”, http://www.definisi-
pengertian.com/2015/05/definisi-pengertian-retribusi-subjek.html, Sabtu 7 Nopember 2015, hlm. 1.
10
Pasal 143 UU No. 28 Tahun 2009 menentukan Objek Retribusi Izin Tempat Penjualan
Minuman Beralkohol adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di
suatu tempat tertentu. Subyek dan wajib Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
merujuk pada ketentuan Pasal 147 UU No. 28 Tahun 2009 adalah orang pribadi atau Badan yang
memperoleh izin penjualan minuman beralkohol dari Pemerintah Daerah. Subyek ini dapat
merupakan wajib retribusi apabila menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi
diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong
Retribusi.
2.1.2 Izin Penjualan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia12
diterangkan bahwa, Izin adalah pernyataan
mengabulkan (tiada melarang dsb); persetujuan membolehkan. E. Utrecht berpendapat bahwa
bila mana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga
memperkenankannya asal saja diadakan dengan cara yang ditentukan untuk masing-masing hal
konkrit, maka perbuatan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat
suatu izin (vergunning). I Made Arya Utama menyatakan bahwa penetapan perizinan sebagai
salah satu instrumen hukum dari pemerintah untuk mengendalikan kehidupan masyarakat agar
tidak menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku serta membatasi aktifitas masyarakat agar
tidak merugikan orang lain. Perizinan lebih merupakan instrumen pencegahan atau berkarakter
sebagai preventif instrumental13
.
Dengan demikian, perizinan berfungsi sebagai fungsi penertib dan pengatur. Penetapan
perizinan dimaksudkan agar setiap bentuk kegiatan masyarakat tidak bertentangan satu dengan
yang lainnya, sehingga ketertiban dapat terwujud dalam kehidupan masyarakat. Izin merupakan
ujung tombak dari instrumen hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan yang berbentuk
ketetapan – keputusan yang berwenang. Izin merupakan ketetapan yang bersifat konstitutif,
yakni ketetapan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak dimiliki oleh seseorang
yang namanya tercantum dalam ketetapan itu. Perizinan diadakan untuk pengendalian dan
pengawasan pemerintah terhadap aktivitas dalam hal-hal tertentu yang ketentuannya berisi
12
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta:
Balai Pustaka, hlm. 391. 13
Damang, “Pengertian Perizinan”, http://www.negarahukum.com/hukum/ pengertian-perizinan.html, Sabtu 7
Nopember 2015, hlm. 1.
11
pedoman-pedoman yang harus dilaksanakan oleh yang berkepentingan ataupun oleh pejabat
yang berwenang.
Kata “Penjualan” memiliki arti sebagai “proses, perbuatan, cara menjual”; dan “tempat
menjual”14
. Dengan demikian dalam kata “penjualan” sudah terkandung makna proses dan
tempat menjual, sehingga tidak salah apabila kata penjualan tidak didahului dengan kata
“tempat”. Frasa penjualan minuman beralkohol sudah menunjukkan adanya proses menjual
minuman beralkohol dan tempat penjualan minuman beralkohol. Pada frasa tempat penjualan
minuman beralkohol dapat terjadi proses menjual menuiman beralkohol.
Karena itu, frasa “Izin Penjualan” minuman beralkohol berarti izin dari pemerintah
(daerah) yang diperlukan oleh seseorang atau suatu Badan untuk menjual minuman beralkohol.
Dalam hal itu, pemerintah menyatakan membolehkan atau mengabulkan kepada orang pribadi
atau badan untuk melakukan penjualan minimal beralkohol sesuai dengan persyaratan yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Penetapan pemberian izin merupakan jasa
yang diberikan oleh pemerintah kepada yang berhak mendapatkan, sehingga beralasan apabila
pemerintah memungut retribusi atas izin tersebut.
2.1.3 Minuman Beralkohol dan Minuman Keras.
Dalam Wikipedia bahasa Indonesia15
dijelaskan bahwa Minuman beralkohol
(MB) adalah minuman yang mengandung etanol yaitu bahan psikoaktif dan jika dikonsumsi
menyebabkan penurunan kesadaran. Bila dikonsumsi berlebihan, menimbulkan efek samping
berupa ganggguan mental organik (GMO); gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan
berprilaku. Hal itu disebabkan reaksi langsung alkohol pada sel-sel saraf pusat.
Alkohol adalah cairan tidak berwarna yang mudah menguap, mudah terbakar, dipakai di
industry dan pengobatan, merupakan unsur ramuan yang memabukkan di kebanyakan minuman
keras; C2H3OH; etanol; atau senyawa organik dengan gugus OH pada atom karbon jenuh.16
Karena sifat adiktif alkohol itu, orang yang meminumnya lama-kelamaan tanpa sadar akan
menambah takaran atau dosis sampai pada dosis keracunan atau mabuk. Konsumen yang terkena
GMO biasanya mengalami perubahan perilaku, seperti misalnya ingin berkelahi atau melakukan
14
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit., hlm. 419. 15
Wikipedia bahasa Indonesia, https://id.wikipedia.org/wiki/Minuman_ beralkohol, Sabtu 7 Nopember 2015,
hlm. 1.
16 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit., hlm 27.
12
tindakan kekerasan lainnya, tidak mampu menilai realitas, terganggu fungsi sosialnya, dan
terganggu pekerjaannya. Perubahan fisiologis juga terjadi, seperti cara berjalan yang tidak
mantap, muka merah, atau mata juling. Perubahan psikologis yang dialami misalnya mudah
tersinggung, bicara ngawur, atau kehilangan konsentrasi. Efek samping terlalu banyak
menknsumsi MB juga melemahkan sistem kekebalan tubuh. Alkoholik kronis membuat jauh
lebih rentan terhadap virus termasuk HIV. Mereka yang sudah ketagihan biasanya mengalami
sindrom putus alkohol, yaitu rasa takut diberhentikan minum MB. Mereka akan sering gemetar
dan jantung berdebar-debar, cemas, gelisah, murung, dan banyak berhalusinasi. Contoh MB
terutama yang paling digemari di dunia yakni: Beer, Rum & Coke, Vodka & Orange, Tequila,
Margarita, White Russian, Sex on the Beach, Wine, Jager, Absinth.17
Pasal 1 Perpres 74/2013 menentukan bahwa, MB adalah minuman yang mengandung etil
alkohol atau etanol (C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung
karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi. MB terdiri atas
yang berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor, yang dikelompokkan ke dalam 3 (tiga)
golongan sebagai berikut:
a. Golongan A, mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar sampai
dengan 5%.
b. Golongan B, kadar etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 5%
sampai dengan 20%.
c. Golongan C, mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari
20% sampai dengan 55%.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia digunakan terMBogi minuman keras, yang berarti
“minuman yang memabukkan seperti bir, anggur, arak, tuak”.18
Dalam Wikipedia bahasa
Indonesia19
diterangkan bahwa minunam keras (Miras), yang disebut juga sebagai minuman
suling atau spirit adalah MB yang mengandung etanol yang dihasilkan dari penyulingan (yaitu,
17
Anonim, “10 Jenis Minuman Beralkohol Paling Digemari di Dunia”,
http://www.lensaterkini.web.id/2014/10/10-minuman-keras-beralkohol-tinggi-yang.html, Sabtu 7 Nopember 2015,
hlm. 1-2. 18
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit., hlm 657.
19Wikipedia, “Minuman Keras”, https://id.wikipedia.org/wiki/Minuman_keras, Sabtu 7 Nopember 2015,
hlm. 1.
13
berkonsentrasi lewat distilasi) ethanol, diproduksi dengan cara fermentasi biji-bijian, buah, atau
sayuran. Contoh Miras antara lain: arak, vodka, gin baijiu, tequila, rum, wiski, brendi, dan soju.
Di masyarakat, pengertian Miras dan MB membingungkan dan cenderung dianggap
barang yang sama sehingga penyebutan Miras juga meliputi minuman fermentasi yang tidak
disuling seperti bir, tuak, anggur, dan cider. Contoh dalam RUU Anti Miras yang telah dibuat
sejak tahun 2013. Istilah "hard liquor" (juga berarti MB) digunakan di Amerika
Utara dan India untuk membedakan minuman suling dengan yang tidak disuling, yang kadar
kandungan alkoholnya jauh lebih rendah.20
Miras merujuk pada minuman suling yang tidak mengandung tambahan gula dan
memiliki setidaknya 20% alkohol. Miras yang populer antara lain arak, brendi, brendi buah juga
dikenal sebagai eau-de-vie atau schnapps), gin, rum, tequila, vodka, dan wiski. Dalam
perundang-undangan di Indonesia, MB dengan kadar di atas 20 persen masuk ke dalam minuman
beralkohol golongan C. Namun tidak disebutkan secara gamblang bahwa MB golongan C adalah
Miras. Semua MB selain bir dan anggur umumnya disebut sebagai Miras. Bir dan anggur, yang
bukanlah minuman suling, mempunyai batas kandungan alkohol maksimum sekitar 20% alcohol
berdasarkan volume (ABV), karena kebanyakan ragi tidak dapat bereproduksi ketika konsentrasi
alkohol ada di atas tingkat ini, akibatnya, proses fermentasi berhenti pada saat itu.
Istilah "spirit" (dari bahasa latin spiritus yang berarti "nafas") yang merujuk ke Miras
berasal dari alkimia Timur Tengah. Alkemis-alkemis tersebut lebih peduli dengan kesehatan obat
mujarab dibandingkan dengan transmutasi timah menjadi emas. Uap yang dilepaskan dan
dikumpulkan selama proses alkimia (seperti dengan distilasi alkohol) disebut
sebagai spirit ("sukma") dari cairan aslinya. Etimologi istilah bahasa Inggris minuman keras,
yaitu "liquor" dan kerabat dekatnya "liquid" adalah kata kerja Latin liquere, yang berarti "untuk
menjadi cairan". Menurut Oxford English Dictionary (OED), penggunaan awal dari kata ini
dalam bahasa Inggris, yang berarti hanya "cairan", bisa dirunut ke tahun 1225. Penggunaan
pertama OED menyebutkan arti "liquor" adalah "cairan untuk minum" terjadi pada abad ke-14.
Penggunaannya sebagai istilah untuk "minuman beralkohol memabukkan" muncul pada abad ke-
16.21
20
Wikipedia, “Minuman Keras”, Ibid.
21
Wikipedia, “Minuman Keras”, Ibid, hlm. 2.
14
2.1.4 Peraturan Walikota.
Pasal 1 nomor 26 dan Pasal 59 ayat (1) UU No 9 tahun 2015 menentukan adanya Perwali
sebagai peraturan kepala daerah kota. Selanjutnya dalam Pasal 65 ayat (2) ditentukan bahwa wali
kota sebagai kepala daerah kota, dalam menjalankan tugasnya berwenang untuk menetapkan
peraturan wali kota dan keputusan wali kota.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 246 dan 237 UU No. 9 Tahun 2015, Perwali ditetapkan
untuk melaksanakan peraturan daerah. Pembentukan dan materi muatan Perwali pada ketentuan
peraturan perundang-undangan dan asas hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peraturan perundang-undangan yang menjadi pedoman pembentukan dan materi mutan
Perwali adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU No. 12 Tahun 2011) dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 (Permendagri 1/2014). Pasal 64 UU No. 12 Tahun 2011
menentukan bahwa penyusunan peraturan perundang-undangan dilakukan sesuai dengan teknik
penyusunan peraturan perundang-undangan yang tercantum dalam Lampiran II UU No. 12
Tahun 2011. Pasal 2 dan 3 Permendagri 1/2014 menentukan bahwa Perwali merupakan salah
satu produk hukum yang bersifat pengaturan. Selanjutnya, Pasal 116 menentukan bahwa teknik
penyusunan Perwali dilakukan sesuai dengan ketentuan UU No. 12 Tahun 2011.
Dengan demikian, Wali Kota Denpasar memiliki kewenangan membentuk Perwali dalam
menjalankan tugasnya melaksankan Perda 17/2015 yang telah dibentuk bersama Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota Denpasar (DPRD Kota). Pembentukan Perwali Kota Denpasar
sebagai pelaksanaan Perda No. 11 Tahun 2011 merujuk pada kretentuan-ketentuan yang terdapat
di dalam:
1 UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
3 UU No. 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah.
4 Perpres 74/2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.
5 Permendagri 1/2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.
6 Permendag 06/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan,
Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.
15
7 Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 04/PDN/PER/4/2015
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman
Beralkohol Golongan A.
8 Perda No. 17 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol.
9 Peraturan Walikota Denpasar Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Perizinan (Perwali 21/2013).
2.2. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, serta
permasalahan yang dihadapi masyarakat
Praktik penyelenggaran perizinan tempat penjualan minuman beralkohol merupakan
salah satu bentuk pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Perwujudan
komitemen pelayanan tersebut diawali dengan pengaturan penyelenggaraan perizinan.
Pengaturan penyelenggaraa perizinan tersebut merupakan jasa yang diberikan pemerintah daerah
kepada masyarakat sehingga pemerintah daerah dapat mengenakan retribusi atas pelayanan yang
diberikan kepada orag ataupun badan yang menerima manfaat pelayanan tersebut. Karena itulah,
Pemerintah Daerah Kota Denpasar membentuk Perda No. 17 Tahun 2011. Namun Perda ini
belum implementatif karena terdapat beberapa ketentuan yang menghendaki pengaturan dengan
Perwali. Ketentuan-ketentuan Perda No. 17 Tahun 2011 yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1 Pasal 9 ayat (3) mengenai Penetapan Tarif Retribusi.
2 Pasal 11 ayat (3) mengenai Tatacara pelaksanaan pemungutan retribusi.
3 Pasal 13 ayat (5) mengenai Tata cara pembayaran, penetapan tempat pembayaran,
anggsuran, dan penundaan pembayaran retribusi.
4 Pasal 15 ayat (5) mengenai Tata cara penagihan pemungutan retribusi.
5 Pasal 17 ayat (3) mengenai Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah
kedaluwarsa.
Praktik pemungutan retribusi atas izin tempat penjualan MB mendapatkan legitimasi
berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 dan Perpres 74/2013. Walaupun pernah terdapat larangan
menjual MB oleh pengecer berdasarkan Permendag 06/2015, namun selepas Rachmat Gobel
sebagai Menteri Perdagangan Republik Indonesia, ditetapkanlah Peraturan Direktur Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri Nomor 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A. Peraturan Dirjen
16
tersebut menentukan bahwa Wali Kota dapat menetapkan tempat-tempat tertentu sebagai tempat
penjualan MB golongan A untuk diminum langsung di tempat dengan memperhatikan
karakteristik daerah dan budaya local. tempat-tempat tertentu tersebut harus berada di
kawasan/lokasi/objek pariwisata yang telah ditetapkan melalui Perda setempat.
Dalam kaitan itu, Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 tentang Tata Ruang
Wilayah Provinsi Bali (Perda No. 16 Tahun 2009) menetapkan 16 lokasi wisata di Bali yang
diperbolehkan bagi pengecer untuk menjual MB golongtan A. KP Sanur di Denpasar diizinkan
menjual MB golongtan A untuk dikomsumsi langsung di tempat. Menteri Pariwisata Arief
Yahya menjelaskan bahwa pelarangan penjualan MB tersebut tidak membawa pengaruh kepada
turis asing. Mereka tetap dapat menikmati MB di tempat-tempat yang diperbolehkan menjual
minuman beralkohol seperti: di kafe maupun bar dan Hotel.22
Praktik pemungutan retribusi atas izin tempat penjualan MB didukung pula oleh
perkembangan kunjungan wisatawan asing ke Bali dan Indonesia pada umumnya, yang juga
dapat menarik investasi asing di bidang produksi MB. Selama bulan Mei 2015 terdapat
kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 295.835 orang. Walaupun jumlah tersebut
berkurang dari bulan sebelumnya mencapai 313.763 orang. Namun secara kumulatif turis yang
datang bertambah 11,29 persen menjadi 1.555.609 orang selama Januari-Mei 2015 dibanding
periode yang sama tahun lalu.23
Peningkatan angka kunjungan tersebut tampak pula dari data
bertambahnya hunian akomodasi. Banyaknya Tamu Asing yang menginap pada Hotel Non
Bintang dan Akomodasi Lainnya tahun 2012 adalah 1099275 orang, sedangkan dalam tahun
tahun 2013 meningkat menjadi 1625252 orang.24
Peningkatan tingkat hunian hotel dan
akomodasi lainnya turut menunjang peningkatan Produk domistik regional bruto (PDRB) Kota
Denpasar. Dalam tahun 2013 PDRB dari bidang akomodasi dan makan minum adalah Rp.
7.870.764,75, sedangkan dalam tahun 2014 meningkat menjadi Rp. 9.908.704,35.25
Praktik pemungutan retribusi atas izin tempat penjualan MB didorong pula oleh
meningkatnya investasi asing terhadap industry MB. Sebab, peningkatan jumlah kunjungan
22
Johan Sompotan, “Turis Asing Masih Bisa Beli Minuman Beralkohol di Indonesia”,
http://lifestyle.okezone.com/read/2015/04/14/406/1133818/turis-asing-masih-bisa-beli-minuman-beralkohol-di-
indonesia, Sabtu 7 Nopember 2015, hlm. 1. 23
IK Sutika, “Wisman ke Bali bertambah 11,29 persen”, Unggul Tri Ratomo, Ed.,
http://www.antaranews.com/berita/503629/wisman-ke-bali-bertambah-1129-persen 24
Denpasar dalam Angka 2014. 25 Denpasar dalam Angka 2014.
17
wisatawan asing tersebut berpengaruh terhadap tingginya konsumsi MB. Hal itu menunjukkan
pula adanya peningkatan pertumbuhan pasar sebab komsumen MB semakin banyak. Data
Kementerian Perindustrian memperlihatkan bahwa, konsumsi minuman mengandung etil alkohol
(MMEA) sepanjang tiga tahun terakhir tercatat terus tumbuh hingga mencapai 263 juta hektoliter
di 2012. Kondisi tersebut merupakan salah satu faktor penyebab ketertarikan produsen untuk
berinvestasi di Indonesia.26
Pemungutan retribusi atas izin penjualan MB berdampat sangat signifikan terhadap
rencana pendapatan asli daerah dari sektor retribusi daerah. Hal itu tampak dari peningkatan
penerimaan retribusi daerah daripada yang direncanakan dalam tahun 2013. Rencana pendapatan
Daerah Kota Denpasar dari sektor retribusi tahun 2013 adalah Rp. 42.685.463.848,00; sedangkan
realisasinya adalah Rp. 47.874.288.091,00. Dengan demikian terdapat surplus adalah Rp.
5.188.824.243,00.27
Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa melegalkan peredaran MB di masyarakat
dapat berdampak negatif. Hasil riset terbaru WHO menunjukkan fakta, konsumsi di atas 15 liter
alkohol murni per-tahun, memicu munculnya lebih dari 200 penyakit kronis diantarnya kanker
dan sirosis hati. Setiap tahunnya lebih 3,3 juta orang meninggal sebagai dampak konsumsi
minuman beralkohol berlebihan.28
Hal itu sama dengan MB membunuh 1 orang setiap 10 detik.
Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel mengeluarkan larangan penjualan MB goolongan A di
minimarkert dan pengecer karena menganggap alkohol membuat mental warga Tanah Air rusak,
sehingga selalu kalah bersaing di kancah global29
. Sebagai akibat dibebaskannya penjualan MB
Golongan A; maka penjualan shandy, minuman ringan beralkohol, bir, lager, ale, bir hitam atau
stout, low alcohol wine, minuman beralkohol berkarbonasi dan anggur brem Bali marak di toko-
toko Seven Eleven dan mini market sejenisnya. Anak-anak di bawah umur dengan mudah
26
Indonesia Finance Today, “Industri Minuman Alkohol Menarik Investasi Asing”
http://www.kemenperin.go.id/artikel/6834/Industri-Minuman-Alkohol-Menarik-Investasi-Asing, Sabtu 7 Nopember
2015, hlm. 1.
27
Denpasar dalam Angka 2014. 28
Dpa/afp, “Larangan Berjualan Alkohol di Minimarket Mulai Diberlakukan”
http://www.dw.com/id/larangan-berjualan-alkohol-di-minimarket-mulai-diberlakukan/a-18387258, Jumat 6
Nopember 2015, hlm. 2.
29
Mrt, “Larangan Minuman Beralkohol Tak Berlaku di Bali”,
http://economy.okezone.com/read/2015/04/13/320/1133352/larangan-minuman-beralkohol-tak-berlaku-di-bali,
Sabtu 6 Nopember 2015, hlm. 1.
18
mendapatkannya, terlebih lagi pramuniaga tidak melarangnya. Bahkan, ada pula diantaranya
menjadikannya sebagai MB oplosan yang dapat berdampak mematikan.
Data lain yang menunjukkan betapa MB merugikan negara adalah hasil penelitian yang
dilakukan di Australia pada tahun 2010 bahwa, MB menyebabkan pemerintah menghabiskan
dana sebesar 1,7 miliar poundsterling (Rp 35,7 triliun) untuk penanganan dalam bidang
kesehatan, dan 7,3 miliar poundsterling (Rp 153 triliun) untuk penanganan dalam bidang
hukum.30
Jika hasil penelitian itu diproyeksikan untuk pemerintahan daerah di Indonesia, maka
betapapun besarnya konstribusi pendapatan dari retribusi atas izin penjualan MB terhadap PAD,
tetapi dampak yang ditimbulkannya jauh lebih besar.
Dengan demikian, adanya pengaturan dalam bentuk Perda dan Perwali untuk
pengendalian peredaran MB, terutama MB Golongan A agar tidak sampai dikomsumsi oleh
anak-anak di bawah umur sangat relevan. Perda No. 17 Tahun 2011 yang dimaksudkan untuk
menekan seminimal mungkin dampak social peredaran MB harus segera diimplementasikan
dengan Perwali, sebagaimana dikehendaki oleh ketentuan-ketentuan dalam Perda tersebut.
30 Abul Muamar, “Fraksi PKS DPRD Medan Tolak Ranperda Retribusi Minuman
Beralkohol”, http://medan.tribunnews.com/2015/11/02/fraksi-pks-dprd-medan-tolak-
ranperda-retribusi-minuman-beralkohol, Sabtu 6 Nopember 2015, hlm 1.
19
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN TERKAIT
3.1. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Bagian Konsideran UU No. 28 Tahun 2009 menentukan bahwa UU Pemerintahan Daerah
memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah, disertai dengan pemberian hak dan
kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan
pemerintahan Negara. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dibiayai dengan menggunakan
pendapatan daerah yang bersumber dari retribusi daerah sebagai salah satu sumber pendapatan
daerah yang penting. Selain itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan
kemandirian daerah, perlu dilakukan perluasan objek retribusi daerah dan pemberian diskresi
dalam penetapan tariff.
Pasal 108 menentukan objek Retribusi adalah jasa umum, jasa usaha, dan perizinan
tertentu. Retribusi yang dipungut atas objek-objek tersebut masing-masing dinamakan Retribusi
Jasa Umum yang dikenakan atas jasa umum; Retribusi Jasa Usaha dipungut atas jasa umum; dan
Retribusi Perizinan Tertentu dipungut atas perizinan tertentu.
Retribusi Izin Tempat Penjualan MB termasuk dalam golongan Retribusi Perizinan
Tertentu. Hal itu ditentukan dalam Pasal 141 bahwa, jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah:
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
c. Retribusi Izin Gangguan;
d. Retribusi Izin Trayek; dan
e. Retribusi Izin Usaha Perikanan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 140, objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan
perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan
untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya
alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan
menjaga kelestarian lingkungan. Sementara itu, objek Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman
20
Beralkohol adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu
tempat tertentu.
Kebijakan retribusi daerah memperluas kewenangan daerah hingga penetapan tarif
namun dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta
masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah. Dalam penetapan tarif
supaya dihindari penetapan tarif yang tinggi yang dapat menambah beban bagi masyarakat
secara berlebihan. Karena itu, Daerah hanya diberi kewenangan untuk menetapkan tarif retribusi
dalam batas maksimum yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada
tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang
bersangkutan. Biaya penyelenggaraan pemberian izin meliputi penerbitan dokumen izin,
pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari
pemberian izin tersebut. Pasal 155 menentukan bahwa tarif Retribusi ditinjau kembali paling
lama 3 (tiga) tahun sekali. Peninjauan tarif Retribusi dilakukan dengan memperhatikan indeks
harga dan perkembangan perekonomian. Penetapan tarif Retribusi ditetapkan dengan Peraturan
Kepala Daerah.
3.2. UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan dan Permendagri 1/2014 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah
UU No. 12 Tahun 2011 dan Permendagri No. 1 Tahun 2014 merupakan instrument
Hukum Perundang-undangan yang mengantur mengenai pembentukan peraturan perundang-
undangan termasuk pembentukan Perwali. Jenis, materi muatan, bentuk dan teknik penyusunan
di dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut. Pasal 116 Permendagri No. 1 Tahun
2014 menentukan bawa, teknik penyusunan produk hukum daerah yang bersifat pengaturan dan
penetapan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan. Undang-undang yang dimaksudkan adalah UU No. 12 Tahun 2011. Karena itu teknik
penyusunan Rancangan Perwali; baik mengenai Judul, Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penutup
harus dilakukan sesuai dengan ketentuan UU No. 12 Tahun 2011. Ketentuan teknik penyusunan
Judul, Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penutup ditentukan di dalam Lampiran II UU No. 12
Tahun 2011 mengenai Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
21
Sesuai dengan ketentuan UU No. 12 Tahun 2011, pembentukan Perwali harus dilakukan
berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
kejelasan tujuan; kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; kesesuaian antara jenis,
hierarki, dan materi muatan; dapat dilaksanakan; kedayagunaan dan kehasilgunaan; kejelasan
rumusan; dan keterbukaan. Materi muatan Perwali harus mencerminkan asas: pengayoman;
kemanusiaan; kebangsaan; kekeluargaan;kenusantaraan; bhinneka tunggal ika; keadilan;
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Selain itu, materi muatan Perwali dapat berisi asas
sesuai dengan bidang hukumnya antara lain: misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa
kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah dalam Hukum Pidana; dan
asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik yang terdapat di dalam Hukum Perdata.
Permendagri 1/2014 menentukan bahwa pembentukan Perwali diawali dengan
membentuk suatu Tim Penyusun Perwali yang dibentuk oleh Wali Kota dan ditetapkan dengan
Keputusan Wali Kota. Penyusunan Rancangan Perwali dilakukan oleh Pimpinan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD). Rancangan Perwali tersebut dilakukan pembahasan oleh Bagian
Hukum Kota Denpasar untuk harmonisasi dan sinkronisasi dengan SKPD terkait.
Rancangan Perwali yang telah dibahas harus mendapatkan paraf koordinasi kepala
Bagian Hukum Kota Denpasar dan pimpinan SKPD terkait. Pimpinan SKPD atau pejabat yang
ditunjuk mengajukan Rancangan Perwali yang telah mendapat paraf koordinasi kepada Wali
Kota melalui sekretaris daerah. Sekretaris daerah dapat melakukan perubahan dan/atau
penyempurnaan terhadap Rancangan Perwali tersebut dan dikembalikan kepada pimpinan SKPD
pemrakarsa. Hasil penyempurnaan disampaikan kembali kepada sekretaris daerah setelah
dilakukan paraf koordinasi Kepala Bagian Hukum Kota Denpasar dan pimpinan SKPD terkait.
Sekretaris daerah menyampaikan rancangan tersebut kepada Wali Kota untuk ditandatangani.
3.3. UU No. 9 Tahun 2015
Pasal 65 UU No. 9 Tahun 2015 menentukan salah satu tugas Wali Kota yakni menyusun
dan mengajukan rancangan Perda untuk dibahas bersama DPRD. Dalam menjalankan tugas
tersebut Wali Kota berwenang mengajukan rancangan Perda, menetapkan Perda yang telah
mendapat persetujuan bersama DPRD serta menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah.
22
Pasal 246, 247 dan 248 menentukan bahwa, Wali Kota membentuk Perwali untuk
melaksanakan Perda. Pembentukan Perwali harus sesuai dengan asas pembentukan dan asas
materi muatan yang ditentukan dalam UU No. 12 Tahun 2011. Perencanaan, penyusunan, dan
penetapan berpedoman pada peraturan perundang-undangan, yakni UU No. 12 Tahun 2011 dan
Permendagri 1/2014.
Perwali yang dibentuk tidak dapat, bahkan dilarang bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan. Pasal
250 dan Penjelasannya menentukan bahwa bertentangan dengan kepentingan umum maksudnya
meliputi:
a. terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat;
b. terganggunya akses terhadap pelayanan publik;
c. terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;
d. terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan/atau
e. diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan, dan gender.
Bertentangan dengan kesusilaan maksudnya adalah bertentangan dengan norma yang berkaitan
dengan adab dan sopan santun, kelakuan yang baik, dan tata krama yang luhur.
Perwali diundangkan oleh sekretaris daerah dalam berita daerah. Perwali yang sudah
diundangkan tersebut mulai berlaku dan memupunyai kekuatan mengikat pada tanggal
diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Perwali tersebut. Artinya bahwa mulai berlaku
Perwali berbeda dengan tanggal pengundangan. Penjelasan Pasal 248 ayat (3) menerangkan
bahwa hal itu dapat terjadi disebabkan masih mempersiapkan sarana dan prasarana serta
kesiapan aparatur pelaksana Perwali tersebut.
Pasal 255 menentukan bahwa penegakan Perwali dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong
Praja (SATPOLPP). Apabila terjadi pelanggaran atas Perwali maka, SATPOLPP melakukan
tindakan penertiban non-yustisial, menindak, melakukan tindakan penyelidikan, dan melakukan
tindakan administratif bagi warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan
pelanggaran serta mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
3.4. Peraturan Presiden No. 74 Tahun 2013
Perpres 74/2013 menyusul Putusan Mahkamah Agung No. 42P/HUM/2012 tanggal 18
Juni 2013 yang menyatakan Keppres No. 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian
Minuman Beralkohol tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Benturan antara sejumlah
23
Perda yang melarang total peredaran MB dan Keppres Nomor 3 Tahun 1997 yang hanya
mengatur pembatasan MB memperkuat alasan penerbitan Perpres tersebut.
Perpres ini mengelompokan MB ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:
1 MB Golongan A, yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar sampai
dengan 5%;
2 MB golongan B, mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar lebih dari 5% - 20%; dan
3 MB golongan C, mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar lebih dari 20% - 55%.
Perpres melegalkan penjualan MB golongan A di toko pengecer dalam bentuk kemasan. Karena
itulah, bir yang merupakan minuman beralkohol dengan kadar sampai dengan 5% marak
dijumpai di toko-toko semacam Seven Eleven dan mini market sejenisnya.
Perpres 74/2013 menuai kritik dan penolakan dari berbagai kalangan yang dinilai sebagai
langkah mundur karena menjadi payung hukum produksi dan peredaran miras di Indonesia,
sehingga sulit untuk sepenuhnya memberantas keberadaan barang tersebut. Sebaliknya, para
penikmat MB merasa mendapatkan perlindungan, padahal ada yang meregang nyawa sebagai
akibat Miras oplosan.31
3.5. Permendag 20/M-Dag/Per/4/2014
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 20/M-Dag/ Per/4/2014
Tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan
Minuman Beralkohol diterbitkan sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 9 Perpres 74/2013.
Dalam Permendag ini selain ditentukan penggolongan MB menjadi 3 (tiga) yakni
Golongan A, Golongan B, dan Golongan C seperti ditentukan dalam Perpres 74/2013; ditentukan
juga bahwa penggolongan tersebut ditetapkan oleh Menteri, sebagaimana terdapat di dalam
Lampiran I dan II. Pada Lampiran I mengenai Jenis atau Produk Minuman Beralkohol Golongan
A, Golongan B, dan Golongan C terdapat jenis atau produk MB Golongan A, yaitu: Shandy,
Minuman ringan beralkohol, Bir/Beer, Larger, Ale, Bir hitam/Stout, Low Alcohol Wine,
Minuman beralkohol berkarbonasi, dan Anggur Brem Bali.
Jenis atau produk MB Golongan B, yaitu: Reduced Alcohol Wine, Anggur/Wine,
Minuman Fermentasi Pancar/Sparkling Champagne/ Wine, Carbonated Wine, Koktail
31
Anonim, “Minuman Beralkohol Memang Legal Di Indonesia”, https://www.selasar.com/politik/minuman-
beralkohol-legal-di-indonesia, Sabtu 7 Nopember 2012, hlm.1.
24
Anggur/Wine Coktail, Anggur Tonikum Kinina/Quinine Tonic Wine, Meat Wine atau Beef
Wine, Malt Wine, Anggur Buah/Fruit Wine, Anggur Buah Apel/Cider, Anggur Sari Buah
Pir/Perry, Anggur Beras/Sake/Rice Wine, Anggur Sari Sayuran/ Vegetable Wine, Honey Wine/
Mead, Koktail Anggur/ Wine Cocktail, Tuak/Toddy, Anggur Brem Bali, Minuman Beralkohol
Beraroma, Beras Kencur, dan Anggur Ginseng. Sedangkan jenis atau produk MB Golongan C,
yaitu: Koktail Anggur/Wine Cocktail, Brendi/Brandy, Brendi Buah/Fruit Brandy,
Wiski/Whiskies, Rum, Gin, Geneva, Vodka, Sopi Manis/Liqueurs, Cordial/Cordials, Samsu/
Medicated Samsu, Arak/Arrack, Cognac, Tequila, dan Aperitif.
Jenis MB golongan A, golongan B, dan golongan C tersebut pengadaannya berasal dari
produksi dalam negeri atau impor. Pasal 14 menentukan bahwa penjualan langsung MB
golongan A, golongan B dan/atau golongan C untuk diminum langsung di tempat, yaitu: Hotel,
Restoran, Bar sesuai dengan peraturan perundangundangan di bidang kepariwisataan; dan tempat
tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Walikota.
Penjualan MB secara eceran hanya dapat dijual oleh pengecer, pada: Toko Bebas Bea
(TBB) - (Duty Free Shop) dan tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Walikota. Selain itu,
MB golongan A juga dapat dijual di toko Pengecer, berupa: minimarket; supermarket,
hypermarket; atau toko pengecer lainnya.
Pengecer harus menempatkan MB secara terpisah dengan penjualan barang lainnya dan
hanya dapat dilayani oleh pramuniaga. Penjualan eceran dalam kemasan harus dibuktikan
dengan Kartu Identitas pembeli yang menunjukkan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Penjual Langsung dan Pengecer dilarang menjual MB
golongan A, golongan B, dan golongan C, kepada pembeli di bawah usia 21 (dua puluh satu)
tahun. Pengecer berkewajiban melarang pembeli MB meminum langsung di lokasi penjualan.
3.6. Permendag 06/2015
Permendag 06/2015 merupakan perubahan atas Permendag No. 20/M-Dag/ Per/4/2014
tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman
Beralkohol. Permendag ini melarang penjualan MB golongan A di minimarket dan toko
pengecer lainnya. Penjualan hanya diizinkan di supermarket dan hypermarket. Selain itu, kepada
pengecer MB skala minimarket dan pengecer lainnya, paling lambat 3 (tiga) bulan harus sudah
menarik produk MB golongan A dari peredaran. Hal itu berarti pada bulan April 2015, pengecer
25
seperti toko-toko Seven Eleven, mini market dan sejenisnya harus sudah menarik MB golongan
A dari peredaran.
3.7. Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor
04/PDN/PER/4/2015
Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 04/PDN/PER/4/2015
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman
Beralkohol Golongan A diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 54 Permendag No.
20/M-Dag/Per/4/2014 Tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran,
dan Penjualan Minuman Beralkohol. Petunjuk teknis tersebut pada hakikatnya menyimpangi
ketentuan Permendag 6/2015, bahwa konsumen dapat meminum langsung MB Golongan A di
tempat penjualan yang berada di kawasan/lokas/objek pariwisata yang telah ditetapkan oleh Wali
Kota melalui Perda. Wali Kota menetapkan tempat-tempat tersebut dengan memperhatikan
karakteristik daerah dan budaya lokal. Penjualan MB Golongan A tersebut hanya untuk
wisatawan asing atau domistik yang telah berusia 21 tahun atau lebih yang dibuktikan dengan
kartu identitas.
Penjualan MB Golongan A yang diminum langsung di tempat penjualan tersebut hanya
dapat dilakukan oleh penjual yang merupakan bagian dari koperasi, badan usaha daerah, atau
kelompok usaha bersama, dan harus memperoleh persetujuan Wali Kota serta memiliki identitas
dan terdaftar di koperasi, badan usaha daerah, atau kelompok usaha bersama yang bersangkutan.
Koperasi, badan usaha daerah, atau kelompok usaha bersama tersebut dalam menjual MB
Golongan A untuk diminum langsung di tempat yang berada di kawasan/lokas/objek pariwisata
tersebut dapat bekerja sama dengan Hotel, Bar, Restoran dan/atau memperoleh MB dari toko
pengecer yang memiliki Surat Keterangan Pengecer MB Golongan A.
Selanjutnya ditentukan bahwa pengawasan peredaran dan penjualan MB dilakukan oleh
Tim Terpadu yang dibentuk oleh Wali Kota. Wali Kota dapat melibatkan tokoh adat setempat
dalam melakukan pengawasan peredaran dan penjualan MB Golongan A untuk diminum
langsung di tempat. Selain itu, Kepala Dinas Perdagangan secara sendiri-sendiri atau bersama-
sama juga dapat melakukan pengawasan tersebut.
Pasal 7 menentukan bahwa, Wali Kota melakukan penataan, pengendalian, dan
pengawasan tempat penjualan MB Golongan A untuk diminum langsung di tempat di
26
kawasan/lokasi/objek pariwisata. Ketentuan mengenai hal tersebut diatur lebih lanjut oleh Wali
Kota.
3.8. Perda Provinsi Bali No. 5 Tahun 2012
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran
Minuman Beralkohol di Provinsi Bali diterbitkan dengan pertimbangan bahwa MB merupakan
jenis minuman dengan potensi ekonomi tinggi namun mengandung ethanol yang dapat
membahayakan kesehatan pemakainya, sehingga mengganggu ketertiban masyarakat. Di dalam
Perda selain terdapat penggolongan MB berdasarkan atas asal produksi, yakni MB produksi
inpor dan produksi dalam negeri; serta penggolongan beredasarkan kandungan alcohol, yakni
MB Golongan A, Golongan B, dan Golongan C; terdapat pula penggolongan MB atas MB
produksi non tradisional, dan MB produksi tradisional.
MB produksi tradisional yang dikonsumsi dan diedarkan oleh kelompok usaha atau
koperasi wajib dikemas dan menggunakan label edar. Sedangkan MB produksi tradisional yang
tidak untuk dikonsumsi dan diedarkan oleh kelompok usaha atau koperasi peredarannya dengan
menggunakan label untuk upacara (tetabuhan) dan label edar.
Pasal 11 menentukan adanya larangan untuk mengedarkan dan atau menjual minuman
beralkohol ditempat umum, kecuali di hotel, bar, restoran dan di tempat tertentu lainnya yang
ditetapkan oleh Walikota. Tempat tertentu lainnya tersebut dilarang di sekitar tempat
peribadatan, sekolah, rumah sakit atau lokasi tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Walikota.
3.9. Perda Kota Denpasar No. 17 Tahun 2011
Perda No. 17 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol.
Pembentuk Perda ini mendelegasikan wewenang kepada Wali Kota untuk melaksanakan Perda
dengan Perwali. Ketentuan-ketentuan Perda yang menentukan implementasi dengan Perwali
yaitu: Pasal 9 ayat (3), Pasal 11 ayat (3), Pasal 13 ayat (3), Pasal 15 ayat (3), dan Pasal 17 ayat
(3). Ketentuan-ketentuan tersebut dikutip, untuk lebih jelas, sebagai berikut:
1 Pasal 9 ayat (3), Penetapan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
2 Pasal 11 ayat (3), Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pemungutan
Retribusi diatur dengan Peraturan Walikota.
27
3 Pasal 13 ayat (5), Tata cara pembayaran, penetapan tempat pembayaran, angsuran, dan
penundaan pembayaran retribusi diatur dalam Peraturan Walikota.
4 Pasal 15 ayat (5), Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata cara penagihan pemungutan
Retribusi diatur dalam Peraturan Walikota.
5 Pasal 17 ayat (3), Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara penghapusan piutang Retribusi
yang sudah kedaluwarsa diatur dalam Peraturan Walikota.
3.10. Perwali 22/2013
Peraturan Wali Kota Denpasar Nomor 22 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Perizinan
di Bidang Perdagangan diterbitkan untuk memberikan kemudahan, keseragaman dan ketertiban
sehingga dapat meningkatkan pelayanan public di dalam melakukan usaha di bidang
perdagangan. Di dalam Perwali tersebut terdapat ketentuan larangan penjualan MB. Penjual
Langsung dan Pengecer dilarang menjual MB Golongan A, Golongan B, dan Golongan C
kepada pembeli di bawah usia 21 (dua puluh satu) tahun yang dibuktikan dengan Kartu Identitas
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap orang dilarang menjual secara
eceran dalam kemasan dan/atau menjual langsung untuk diminum di tempat MB Golongan A,
Golongan B, dan Golongan C di lokasi:
a. gelanggang remaja, kaki lima, terminal, stasiun, kios-kios kecil, penginapan remaja, dan
bumi perkemahan;
b. tempat yang berdekatan dengan tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, dan pemukiman;
c. tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Wali Kota.
28
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
4.1. Ketentuan Lampiran I UU No. 12 Tahun 2011
Lampiran I UU No. 12 Tahun 2011 mengenai Teknik Penyusunan Naskah Akademik
Rancangan Undangundang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, dan Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota menentukan bahwa, landasan filosofis, sosiologis dan yuridis
merupakan salah satu materi Naskah Akademik. Landasan filosofis mendeskripsikan bahwa
peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang
meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan
Pembukaan UUD Tahun 1945.
Landasan sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya
menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan
negara.
Landasan yuridis merupakan alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang
dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan
mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna
menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut
persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu
dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain,
peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis
peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya
sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.
4.2. Perspektif Pakar
Jimly Asshiddiqie mengemukakan bahwa, konsideran yang terdapat dalam setiap
undang-undang, pada pokoknya berkaitan dengan 5 (lima) landasan pokok bagi berlakunya
norma-norma yang terkandung di dalam undang-undang tersebut bagi subjek-subjek hukum yang
diatur oleh undang-undang itu. Kelima landasan tersebut adalah landasan yang bersifat filosofis,
29
sosiologis, politis, dan juridis, serta landasan yang bersifat administratif. Keempat landasan yang
pertama adalah landasan keberlakuan yang bersifat mutlak, sedangkan satu landasan yang
terakhir bersifat fakultatif.32
Landasan filosofis. Undang-Undang dapat digambarkan sebagai cermin dari cita-cita
kolektif suatu masyarakat tentang nilai-nilai luhur dan filosofis yang hendak diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari melalui pelaksanaan undang-undang dalam kenyataan. Dengan demikian,
cita-cita filosofis yang terkandung dalam undang-undang itu hendaklah mencerminkan cita-cita
filosofis yang dianut masyarakat bangsa yang bersangkutan. Bagi Indonesia, Pancasila
merupakan landasan filosofis semua produk undang-undang Republik Indonesia berdasarkan
UUD 1945.
Landasan sosiologis adalah bahwa setiap norma hukum yang dituangkan dalam undang-
undang haruslah mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat yang sesuai dengan realitas
kesadaran hukum masyarakat. Karena itu, dalam konsideran, harus dirumuskan dengan baik
pertimbangan-pertimbangan yang bersifat empiris sehingga suatu gagasan normatif yang
dituangkan dalam undang-undang benar-benar didasarkan pada kenyataan yang hidup dalam
kesadaran hukum masyarakat. Dengan demikian, norma hukum yang tertuang dalam undang-
undang itu kelak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya di tengah-tengah masyarakat hukum
yang diaturnya.
Landasan politis merupakan cita-cita dan norma dasar yang terkandung dalam UUD 1945
sebagai sumber kebijakan pokok atau sumber politik hukum yang melandasi pembentukan
undangundang yang bersangkutan. Landasan juridis disebutnya sebagai bagian konsiderans
“Mengingat” dari peraturan perundang-undangan pada umumnya. Sedangkan landasan
administratif adalah yang dituangkan dalam konsiderans “Memperhatikan”.
Berbeda dengan pendapat Jimly Asshiddiqie, M. Solly Lubis mengemukakan, ada tiga
dasar atau landasan dalam rangka pembuatan segala peraturan, yaitu: landasan filosofis, landasan
yuridis, dan landasan politis.33
Solly Lubis tidak mengemukakan landasan administratif dan
landasan sosiologis pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal itu sesuai dengan
pendapatnya Jimly bahwa landasan administratif merupakan pertimbangan yang bersifat
32
Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal Undang-Undang, Jakarta: Konstitusi Press, hlm. 169-174.
33
M. Solly Lubis, 1989 Landasan dan Teknik Perundang-undangan, Bandung: Penerbit CV Mandar Maju,
hlm. 6-9.
30
fakultatif. Tetapi mengenai landasan politis, yang dimaksudkan oleh Solly Lubis adalah politik
hukum yang menjadi dasar pembentukan peraturan.
Bagir Manan mengemukakan tiga dasar agar hukum mempunyai kekuatan berlaku secara
baik, yaitu mempunyai dasar yuridis, sosiologis, dan filosofis. Oleh karena peraturan perundang-
undangan adalah hukum, maka peraturan perundang-undangan yang baik haruslah mempunyai
tiga dasar keberlakuan tersebut.34
Dasar berlaku secara yuridis (juridische gelding) mengandung
makna: 1) keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan, dengan
perkataan lain, setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh badan atau pejabat yang
berwenang; 2) keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan
dengan materi yang diatur, terutama yang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi atau sederajat; 3) keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi tingkatannya; dan 4) keharusan mengikuti tata cara tertentu dalam
pembentukannya.
Dasar berlaku secara sosiologis (sociologische gelding) berarti mencerminkan kenyataan
yang hidup dalam masyarakat. Kenyataan itu dapat berupa kebutuhan atau tuntutan atau
masalah-masalah yang dihadapi yang memerlukan penyelesaian. Dengan dasar sosiologis ini
diharapkan peraturan perundang-undangan akan diterima oleh masyarakat, sehingga tidak
banyak memerlukan pengerahan institusional untuk melaksanakannya. Dasar berlaku secara
filosofis (filosofiische gelding) berarti mencerminkan nilai yang terdapat dalam cita hukum
(rechtsidee), baik sebagai sarana yang melindungi nilai-nilai maupun sarana mewujudkannya
dalam tingkah laku masyarakat.
4.3. Model Formulasi Konsiderasi Perwali
Perwali yang akan dibentuk merupakan salah satu bentuk produk hukum daerah yang
bersifat pengaturan, sehingga merupakan peraturan perundang-undangan. Merujuk pada
ketentuan Pasal 64 UU No. 12 Tahun 2011 dan Pasal 116 Permendagri 1/2014 maka,
penyusunan Perwali dilakukan sesuai dengan ketentuan Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011.
Karena itu, bagian konsideran Perwali hendaknya mencerminkan pokok-pokok pikiran yang
bersifat filosofis, sosiologis, dan yuridis.
34 Bagir Manan, 1992, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, Jakarta: Penerbit
Ind-Hill.Co, hlm. 14-17.
31
Namun demikian, Permendagri 1/2014 menentukan bahwa pembentukan Perwali
dilakukan sesuai dengan pembentukan Perda. Dalam kaitan itu, Lampiran II UU No. 12 Tahun
2011 menerangkan bahwa konsideran Perda dapat memuat hanya satu pertimbangan apabila
Perda tersebut pembentukkannya diperintahkan langsung oleh peraturan perundang-undangan di
atasnya.
Paralel dengan hal itu, maka konsideran Perwali pun dapat memuat hanya satu
pertimbangan, jika terdapat pasal atau pasal-pasal Perda memerintahkan pelaksanaan dengan
Perwali. Pada bagian Pendahuluan dan bagian Kajian Teoritis di atas sudah dikemukakan bahwa,
pembentukkan Perwali ini dimaksudkan untuk melaksanakan ketentuan pasal-pasal Perda No. 17
Tahun 2011, yaitu ketentuan Pasal 9 ayat (3), Pasal 11 ayat (3), Pasal 17 ayat (3), Pasal 15 ayat
(5), dan Pasal 13 ayat (5). Ketentuan Nomor 206 Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011
menentukan bahwa jika terdapat beberapa materi muatan yang didelegasikan maka materi
muatan yang didelegasikan dapat disatukan dalam 1 (satu) peraturan pelaksana dari peraturan
perundang-undangan yang menedelagasikan. Karena itu, konsideran Perwali cukup memuat satu
pertimbangan dengan menyebutkan secara tegas pasal-pasal Perda No. 17 Tahun 2011 yang
memerintahkan pelaksanaan dengan Perwali.
Berkaitan dengan pendapat Jimly Asshiddiqie dan Solly Lubis bahwa, bagian Mengingat
merupakan dasar hukum formal dan material pembentukan Perwali. Tetapi harus
mempertimbangkan pula pendapat Bagir Manan dan ketentuan Lampiran II UU No. 12 Tahun
2011. Produk hukum yang menjadi dasar hukum pembentukan Perwali adalah produk hukum
yang menentukan adanya wewenang Wali Kota untuk membentuk Perwali, dan produk hukum
yang materi muatannya menghendaki dilaksanakan dengan Perwali. Namun, penyusunan
dilakukan secara hiraskhis – kronologis, dan harmonis secara vertical maupun horizontal.
32
BAB V
JANGKAUAN ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP
MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
5.1. Jangkauan Arah Pengaturan
Pembentukan Perwali tentang pelaksanaan Perda No. 11 Tahun 2011 dimasudkan untuk
memberikan jaminan kepastian hukum mengenai tempat-tempat yang diperkenankan menjual
MB, tariff, tata cara pemungutan, pembayaran dan tempat pembayaran, angsuran dan penundaan
pembayaran, penagihan dan penghapusan piutang retribusi izin tempat penujualan MB dalam
pelaksanaan Perda No. 17 Tahun 2011.
Karena itu, pembentukan Perwali ini ditujukan untuk menormakan materi muatan
ketentuan dalam pasal-pasal dari Perda No. 17 Tahun 2011 yang pelaksanaannya dilakukan
dengan Perwali. Di dalam Perda tersebut terdapat 5 (lima) pasal yang menentukan secara
eksplisit supaya dilaksanakan dengan Perwali. Pasal-pasal dan meteri muatannya yang dimaksud
yaitu:
1 Pasal 9 ayat (3) mengenai Penetapan Tarif Retribusi.
2 Pasal 11 ayat (3) mengenai Tatacara pelaksanaan pemungutan retribusi.
3 Pasal 13 ayat (3) mengenai Tata cara pembayaran, penempatan tempat pembayaran,
anggsuran, dan penundaan pembayaran retribusi.
4 Pasal 15 ayat (3) mengenai Tata cara penagihan pemungutan retribusi.
5 Pasal 17 ayat (3) mengenai Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah
kedaluwarsa.
Karena itu, pengaturan materi muatan dalam Perwali dibatasi pada materi muatan sebagai
pelaksanaan ketentuan ke lima pasal tersebut di atas, yakni mengenai:
1 Penetapan Tarif Retribusi.
2 Tatacara pelaksanaan pemungutan retribusi.
3 Tata cara pembayaran, penempatan tempat pembayaran, anggsuran, dan penundaan
pembayaran retribusi.
4 Tata cara penagihan pemungutan retribusi.
5 Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa.
33
Namun demikian tidak berarti akan dibentuk sebanyak 5 (lima) Perwali untuk mewadahi masing-
masing materi muatan tersebut di atas secara parsial, melainkan hanya 1 (satu) Perwali yang
mengakomodir kelima materi muatan tersebut secara komprehensif. Hal itu sesuai dengan
Ketentuan Nomor 206 Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011, seperti sudah dinyatakan di atas.
Dengan demikian, rancangan Perwali ini diberikan nama Rancangan Perwali tentang
Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan
Minuman Beralkohol.
5.2. Ruang Lingkup Materi Muatan Rancangan Perwali Tentang
Pelaksanaan Perda No. 17 Tahun 2011
Rancangan Perwali tentang Pelaksanaan Perda No. 17 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin
Tempat Penjualan Minuman Beralkohol berisi lima materi muatan pokok sebagai pelaksanaan
Pasal 9, Pasal 11, Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 17 Perda No. 17 Tahun 2011. Kelima materi
muatan pasal-pasal tersebut akan disusun secara kronologis sebagai materi pokok yang diatur di
dalam Rancangan Perwali ini.
Selain materi pokok tersebut, terdapat pula materi lain yang akan di atur di dalam Batang
Tubuh Perwali, antara lain: ketentuan umum, ketentuan sanksi, dan ketentuan peralihan. Apabila
merujuk pada ketentuan Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011, maka kerangka Perwali terdiri
atas:
A. Judul.
B. Pembukaan.
C. Batang Tubuh, terdiri atas:
1 Ketentuan Umum.
2 Materi Pokok yang Diatur.
3 Ketentuan Pidana (jika diperlukan).
4 Ketentuan Peralihan (jika diperlukan).
5 Ketentuan Penutup.
D. Penutup.
E. Penjelasan (jika diperlukan).
F. Lampiran (jika diperlukan).
Apabila materi pokok yang akan diatur di dalam Rancangan Perwali dirinci secara
kronologis di dalam Batang Tubuh, maka Batang Tubuh Rancangan Perwali terdiri atas:
34
BAB I : KETENTUAN UMUM
BAB II : TARIF RETRIBUSI
BAB III : TATACARA PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI
BAB IV : TATA CARA PEMBAYARAN, PENETAPAN TEMPAT PEMBAYARAN,
ANGGSURAN, DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN RETRIBUSI
BAB V : TATA CARA PENAGIHAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI
BAB VI : TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG SUDAH
KEDALUWARSA
BAB VII : PENUTUP
PENJELASAN (apabila diperlukan).
35
BAB VI
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan pada paparan uraian dari bagian Pendahuluan hingga jangkauan arah
pengaturan dan materi muatan Rancangan Perwali, maka hasil penelitian disimpulkan sebagai
berikut:
1. Urgensi dan relevansi pembentukan Perwali sangat signifikan disebabkan adanya
pendelegasian kewenangan dari Perda No 17 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin Tempat
Penjualan Minuman Beralkohol, dan perubahan isue-isue hukum berkaitan dengan
diterbitkannya Perpres 74/2013, Permendagri 6/2015, Peraturan Dirjendag No.
04/PDN/PER/4/2015, Perda Provinsi Bali No. 5 Tahun 2012, dan Perwali 22/2013.
2. Perwali yang akan dibentuk adalah Perwali tentang Pelaksanaan Perda No. 17 Tahun
2011 tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol.
3. Materi muatan Rancangan Perwali tentang Pelaksanaan Perda No. 17 Tahun 2011 tentang
Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol terdiri atas: penetapan tarif
retribusi; Tatacara pelaksanaan pemungutan retribusi; tata cara pembayaran, penetapan
tempat pembayaran, anggsuran, dan penundaan pembayaran retribusi; tata cara penagihan
pemungutan retribusi; tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa.
Namun materi-materi tersebut merupakan materi pokok yang perlu dirinci ke dalam sub-
sub materi sehingga penormaannya menjadi lebih konkret dan aplikatif.
5.2. Saran
1. Penyusunan Perwali tentang Pelaksanaan Perda No. 17 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin
Tempat Penjualan Minuman Beralkohol agar segera dilakukan memperhatikan isue-isue
hukum berkaitan dengan MB berkembang sangat cepat.
2. Agar diselenggarakan proses konsultasi publik sehingga masyarakat dapat memberikan
masukan dan dapat segera mengetahui tentang perangkat pengaturan tentang retribusi izin
penjualan MB.
36
DAFTAR PUSTAKA
Abul Muamar, “Fraksi PKS DPRD Medan Tolak Ranperda Retribusi Minuman Beralkohol”,
http://medan.tribunnews.com/2015/11/ 02/fraksi-pks-dprd-medan-tolak-ranperda-retribusi-
minuman-beralkohol, Sabtu 6 Nopember 2015.
Ali, “Pembahasan Mengenai Pengertian Pajak dan Pengertian Retribusi”,
http://www.pengertianpakar.com/2015/04/pengertian-pajak-dan-retribusi.html#_, Sabtu 7
Nopember 2015.
Anonim, “Definisi dan Pengertian Retribusi (Subjek Retribusi)”, http://www.definisi-
pengertian.com/2015/05/definisi-pengertian-retribusi-subjek.html, Sabtu 7 Nopember
2015.
_______, Anonim, “Minuman Beralkohol Memang Legal Di Indonesia”,
https://www.selasar.com/politik/minuman-beralkohol-legal-di-indonesia, Sabtu 7
Nopember 2012.
Arnoldus Dhae, 17 April 2015, “Minuman Beralkohol di Denpasar
sudahDitarik”,http://news.metrotvnews.com/read/2015/04/17/387584/minuman-
beralkohol-di-denpasar-sudah-ditarik, diakses Selasa, 3 Nopember 2015.
Anonim, “10 Jenis Minuman Beralkohol Paling Digemari di Dunia”,
http://www.lensaterkini.web.id/2014/10/10-minuman-keras-beralkohol-tinggi-yang.html,
Sabtu 7 Nopember 2015.
Bagir Manan, 1992, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, Penerbit Ind-Hill.Co,
Jakarta.
Bernard Arief Sidharta, “Penelitian Hukum Normatif: Analisis Penelitian Philosophical dan
Dogmatical”, dalam Soelistyowati Irianto dan Shidarta, ed., 2009, Metode Penelitian
Hukum Konstelasi dan Refleksi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
C.F.G.Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke 20,
Alumni, Bandung.
Damang, “Pengertian Perizinan”, http://www.negarahukum.com/hukum/ pengertian-perizinan.html,
Sabtu 7 Nopember 2015.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua,
Balai Pustaka, Jakarta.
Dpa/afp, “Larangan Berjualan Alkohol di Minimarket Mulai Diberlakukan”
http://www.dw.com/id/larangan-berjualan-alkohol-di-minimarket-mulai-diberlakukan/a-
18387258, Jumat 6 Nopember 2015.
37
IK Sutika, “Wisman ke Bali bertambah 11,29 persen”, Unggul Tri Ratomo,
Ed.,http://www.antaranews.com/berita/503629/wisman-ke-bali-bertambah-1129-persen,
Sabtu 7 Nopember 2015.
Indonesia Finance Today, “Industri Minuman Alkohol Menarik Investasi Asing”
http://www.kemenperin.go.id/artikel/6834/Industri-Minuman-Alkohol-Menarik-Investasi-
Asing, Sabtu 7 Nopember 2015.
Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press, Jakarta.
Johan Sompotan, “Turis Asing Masih Bisa Beli Minuman Beralkohol di
Indonesia”,http://lifestyle.okezone.com/read/2015/04/14/406/1133818/turis-asing-masih-
bisa-beli-minuman-beralkohol-di-indonesia, Sabtu 7 Nopember 2015.
Kesit Bambang Prakosa, 2003, Pajak dan Retribusi Daerah, UII Press, Yogyakarta.
Mrt, “Larangan Minuman Beralkohol Tak Berlaku di Bali”,
http://economy.okezone.com/read/2015/04/13/320/1133352/larangan-minuman-
beralkohol-tak-berlaku-di-bali, Sabtu 6 Nopember 2015.
M. Solly Lubis, 1989, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, Penerbit CV Mandar Maju,
Bandung.
Peter Mahmud Marzuki; 2005, Penelitian Hukum, Interpratama Offset, Jakarta.
R. Soedargo, 1964, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, N.V. Eresco, Bandung.
Tjip Ismail, 2007, Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia, Yellow Printing, Jakarta.
Wikipedia bahasa Indonesia, https://id.wikipedia.org/wiki/Minuman_ beralkohol, Sabtu 7
Nopember 2015.
Wikipedia, “Minuman Keras”, https://id.wikipedia.org/wiki/ Minuman_keras, Sabtu 7 Nopember
2015.
Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, 2008, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta.
Wahyudi Kumorotomo, 2006, Desentralisasi Fiskal: Politik Perubahan Kebijakan 1974-2004,
Kencana, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang Pembentukan KotamadyaDaerah Tingkat II
Denpasar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 9, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3465).
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia
38
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5587), sebagimana diubah beberapa kali terkhir dengan Undang-Undang
No 2 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang ( Lembaran Negara Republik
Indoensia Indonesia Tahun 2015 Nomor 24, Tambahan Lembaran negara republik
Indonesia Nomor 5657);
Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 17 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan
Minuman Beralkohol (Lembaran Daerah Kota Denpasar Tahun 2011 Nomor 17, Tambahan
Lembaran Daerah Kota Denpasar Nomor 17).
Peraturan Walikota Denpasar No 21 Tahun 2013 tentang Pelayanan Perizinan.
40
CURICULUM VITAE
Identitas Nama Lengkap: I Nengah Suantra, S.H., MH
NIP: 19561231 198403 1 011
Tempat / Tgl. Lahir: Klungkung, 31 Desember 1956
Jenis Kelamin : Laki
Pekerjaan: PNS – Dosen Fakultas Hukum UNUD
Pangkat / Gol: Pembina Utama Muda / IVc, TMT: 1-10-2007
Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
Alamat Kantor : Jalan Bali No. 1 Denpasar Bali; Tlp. (0361) 222666
Alamat: Jl. Gunung Patuha V / 11 A Denpasar, Bali, Telp. (0361) 482675,
Kode Pos 80119. E-mail [email protected] ,
[email protected]. , [email protected]
Riwayat Pendidikan PENDIDIK
AN
TEMPAT TAHUN
LULUS
JURUSAN/ PROGRAM
STUDI
SD SD Negeri No. 2 Pekutatan, di
Pekutatan, Membrana, Bali
3 – 7 - 1970 -
SMP SMP Dewantara Dawan, di Dawan,
Klungkung, Bali
20 – 11 - 972 -
SMA SMA Negeri Klungkung, di
Klungkung, Bali
9 – 12 - 1975 Sastra Sosial
S1 Fakultas Hukum UNUD Denpasar,
Bali
13 – 3 - 1982. Ilmu Hukum, Hukum Tata
Negara
S2 Program Pascasarjana, Program
Studi Ilmu Hukum Universitas
Udayana, Denpasar, Bali
27 – 8 -2005. Ilmu Hukum, Hukum
Pemerintahan
Riwayat Pekerjaan NO JABATAN WAKTU
1 Ketua Lab Pengkajian Konstitusi FH UNUD 21 Maret 1989 – 21 Maret 1990.
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS HUKUM
FAKULTAS HUKUM Kampus Bukit
Bukit Jimbaran 80361 Bali – Indonesia
Tlp. (0361) 7012797 Ext. 237.701807 (langsung)
Web.: fl.unud.ac.id.
Kampus Denpasar
Jln. Bali 1 Denpasar 80114 Bali – Indonesia
Tlp. (0361) 222666 Fax. (0361) 234888
Email: [email protected]
41
2 Sekretaris Jurusan HTN FH UNUD 1 Desember 1990 – 2 Agustus 1993
3 Ketua Bagian HTN FH UNUD 2 Agustus 1993 – 3 September 1997
4 Pembantu Dekan III FH UNUD 13 Agustus 1998 – 13 Agustus 2002
5 Sekretaris Unit Penjaminan Mutu Fakultas Hukum
Universitas Udayana (UPMFH UNUD)
2 Nopember 2006: 2006-2008; 5 Januari
2009: 2009-2011; 6 Maret 2013: 2013-
2015
6 Project Management Team NPT Project Nuffic IDN
223
10 Oktober 2007 – 2012
7 Ketua Bagian Hukum Tata Negara pada Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
22 Nopember 2010 – 22 Nopember 2014.
8 Ketua Unit Penjaminan Mutu Fakultas Hukum
Universitas Udayana (UPMFH UNUD)
24 Maret 2015-24 Maret 2019. Kep
Rektor UNUD No.
100/UN14.1.11/KP/2015: Susunan
Personalia UPM FH UNUD Periode
2015-2019.
Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ( tiga tahun terakhir ) NO KEGIATAN WAKTU
1 Tenaga Ahli DPRD Kabupaten Klungkung
Srt. Sekretaris DPRD Kab. Klungkung No : 900/261/Setwan
Tgl. 12 Mei 2011
2011/2012
2 Konsultan Hukum: Implementasi Teknik Penyusunan Peraturan
Perundang-undangan dalam Pembentukan Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Klungkung Tentang Pajak Hotel. Dibiayai dari Dana DIPA
FH Unud Tahun 2012.
Maret 2012
3 Konsultan Hukum: Adaptasi Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-
undangan dalam Penulisan Awig-awig Banjar Pakraman Sanga Agung,
Desa Pakraman Denpasar. Dibiayai dari Dana DIPA FH Unud Tahun
2012.
Oktober 2012
4 Narasumber dalam Bimbingan Teknis Penyusunan Produk Hukum
Daerah Kota Denpasar Tahun 2013.
16 April 2013
5 Pembahas Draft Ranperda Kawasan Tanpa Rokok di Kota Denpasar. 10 Mei 2013
6 Narasumber dalam Bimbingan Teknis Pemahaman dan Pemajuan
HAM di Kota Denpasar Tahun 2013: “Pelanggaran HAM dalam Kasus
KDRT”
Surat Kepala Badan Kesbangpol Kota Denpasar No. 086/1136/BKP,
perihal Narasumber, Tgl. 12 Agustus 2013.
Selasa-Rabu, 20-21
Agustus 2013.
7 Pembahas Rancangan Peraturan Daerah Kota Denpasar tentang
Pendidikan.
Surat Tugas Pembantu Dekan II a.n Dekan No. 1719/UN.14.1.11.
II/KP/2013. Tgl. 1 Oktober 2013.
Kamis, 3 Oktober 2013.
8 Tenaga Ahli DPRD Kabupaten Klungkung.
Keputusan Bukati Klungkung No : 54/02/2014
Tgl. 9 Januari 2014
2 Januari 2014-2
Januari 2015.
9 Tenaga Ahli Bidang Hukum Kabupaten Badung.
Keputusan Bupati Badung No. 86/01/HK/2014. Tgl. 8 Januari 2014
2 Januari 2014-2
Januari 2015.
42
10 Pembahas Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Dewan
Pengawas pada Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya.
Surat Tugas Pembantu Dekan II a.n Dekan No.
62/UN.14.1.11.II/KP/2013. Tgl. 16 Januari 2014.
Senin-Jumat, 20-24
Januari 2014.
11 Narasumber dalam Bimbingan Teknis Penguatan Tugas Pokok dan
Fungsi Sekretariat DPRD Probolinggo dalam Menunjang Kinerja
Anggota DPRD Periode 2014-2019: “Proses dan Teknik Penyusunan
Produk Hukum Daerah Serta Pentingnya Penyusunan Draft Akademik
Peraturan Daerah”.
Surat Ketua Local Autonomy Institute Indonesia (LA2I) No. 010-
B/Sekr-LA2I/I/2014, Perihal: Permohonan Sebagai Narasumber, Tg. 08
Januari 2014.
Selasa, 21 Januari
2014.
12 Pengawas UN SMA/MA, SMK dan Program Paket C Kejuruan
Provinsi Bali.
Keputusan Rektor UNUD No. 1413/UN14/KS/2014 Tgl. 26 Maret 2014
dan Surat Tugas Rektor UNUD No. 1414/UN14/KS/2014. Tgl 26 Maret
2014.
SMA Muhamadyah 1 Denpasar, Jln Batanta Denpasar.
Senin-Rabu, 14-16
April 2014.
13 Konsultasi hukum: Teknik Pembentukkan Ranperda Kabupaten
Badung Tahun 2014 Tentang RDTR dan Peraturan Zonasi Kecamatan
Kuta Selatan.
Mangupura, 25
September 2014.
14 Konsultasi hukum: Teknik Pembentukkan Ranperda Kabupaten
Badung Tahun 2014 Tentang Penamaan Jalan.
Mangupura, 15
September 2014.
15 Tim Ahli Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Klungkung.
Keputusan Sekretaris DPRD Kabupaten Klungkung Nomor
02/SETWAN/2015; Tanggal 14 Januari 2015.
2 Januari 2015 - 2
Januari 2016
16 Tenaga Ahli Penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan
Daerah Utilitas Terpadu di Kabupaten Badung Tahun 2015. Keputusan
Bupati Badung Nomor 720/02/HK/2015; Tanggal 24 Pebruari 2015.
2 Januari 2015
Kegiatan dalam Penelitian ( tiga tahun terakhir ) NO JUDUL PENELITIAN/KEGIATAN WAKTU
1 Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Dalam Melestraikan Rumah
Tradisional Unutuk Menunjang Kepariwisataan Di Bali, Jurnal
Kertha Patrika FH Unud, ISSN 0215-899 X, Vol. 37, No. 2
Januari 2012 Penerbit FH Unud.
Januari 2012
2 Eksistensi Peraturan Desa (PERDES) Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa (Kajian Terhadap PERDES Kabupaten
Badung), Dibiayai oleh Dana DIPA FH Unud
Oktober 2012
3 Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 5 Tahun
2005TentangPersyaratan Arsitektur Bangunan Gedung pada
Pembangunan Rumah Non-Tradisional oleh Pengembang di Kota
Denpasar. Dibiayai oleh Dana DIPA FH Unud 2012.
Oktober 2013
4 Aspek Hak Asasi Manusia Dalam Status Kewarganegaraan Ganda
Anak Yang Lahir Dari Perkawinan Campuran.
Oktober 2013
5 Pencabutan Paksa Status Kewarganegraan Indonesia dalam UU N.
12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Reublik Indnesia.
September 2014
43
6 Problematika Peraturan Daerah Kabupaten Badung di Bidang
Perizinan.
Otober 2014
Kegiatan Pelatihan yang pernah diikuti ( tiga tahun terakhir ) NO JENIS PELATIHAN WAKTU
1 Simulasi Pengisian Evaluasi Mutu Internal (EMI).
Surat Tugas Dekan FH UNUD No. No.
1294/UN.14.1.11/KP/2013. Tgl. 26 Juli 2013.
Senin, 29 Juli 2013.
2 Training of Trainer (TOT) Reviewer Pengabdian Kepada
Masyarakat Lembaga Penelitia dan Pengabdian Kepada
Masyarakat Universitas Udayana.
Denpasar, Selasa 18 Februari
2014.
3 Pelatihan Keterampilan Tutor Bagi Dosen Fakultas Hukum
UNiversitas Udayana dalam Proses Pembelajaran Kurikulum
Berbasis Kometensi.
Denpasar, 17-21 Juli 2014.
Pertemuan Ilmiah/Seminar yang pernah diikuti (tiga tahun terakhir) NO TEMA/TOPIK TEMPAT DAN WAKTU
1 Pemakalah dalam Seminar Nasional “Mewujudkan Sistem
Otonomi Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia”
5 Juni 2013
2 Nara sumber Dalam Pemasyarakatan Pancasila di Lingkungan
Perguruan Tinggi.
18 Juli 2013
3 Pemakalah dalam Bintek Kegiatan Peningkatan Pemahaman dan
Pemajuan HAM di Kota Denpasar Tahun 2013.
20 Agustus 2013
4 Peserta Seminar Nasional Perguruan Tinggi Negeri/Swasta Se-
Indonesia “Prblematika Implementasi Lembaga Akreditasi
Mandiri (LAM): Tinjauan dari Berbagai Perspektif.
Surabaya, 29 Januari 2014.
5 Peserta dalam Musyawarah Penyusunan Rencana Anggaran
Penerimaan dan Belanja Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Denpasar, 6 Februari 2014.
6 Moderator dalam Kuliah Umum ”Leadership Mentoring” Denpasar, 26 Februari 2014
7 Pemakalah dalam Sosialisasi Revisi Dokumen, Tracer Study dan
Monev Proses Pembelajaran Unit Penjamina Mutu Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
Denpasar, Selasa 4 Maret
2014.
8 Peserta dalam Ceramah oleh Sekretaris Jenderal Mahkamah
onstitusi RI: Peranan Mahkamah Konstitusi dalam Menyelesaikan
Sengketa Pemilu.
Denpasar, 6 April 2014.
9 Ketua Panitia Kompetisi Debat Konstitusi Mahasiswa Anta
Perguruan Tinggi se-Indonesia Tahun 2014 Regional Timur.
Denpasar, 5-7 April 2014.
10 Ketua Panitia Seminar Nasional “Penyelesaian Perkara
Perselisihan Hasl Pemilihan Umum Legislatif Taun 2014.
Denpasar, 8 April 2014.
11 Moderator Diskusi Publik Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Udayana ”Undang-Undang Desa Solusikah?”
Denpasar, 10 Mei 2014.
12 Juri dalam Loma Pidato Konstitusi Tingkat Perguruan Tinggi se-
Bali Tahun 2014, Kerjasama Fakultas Hkum Universitas Udayana
dan Mahkamah onstitusi RI.
Denpasar, 2-3 September
2014.
44
13 Moderator Bedah Buku “Pengaduan Konstitusional
(Constitutional Complaint): Upaya Hukum Terhadap Pelanggaran
Hukum Hak-hak Konstitusional Warga Negara” dan
“Perlindungan Hukum Karya Cipta Dongeng dan Payas Bali
dalam Diensi Intangible Asset Bidang Pengetahuan Tradisional
(PT) dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT)”.
Denpasar, 4 September 2014.
14 Moderator Seminar Nasional “Diaspora dan Dinamika Konsep
Kewarganegaraan di Indonesia”
Denpasar, Selasa, 14 Oktobe
2014.
15 Pembicara dalam Seminar Hasil Penelitian Dosen Program Studi
Magister Kenotariatan Universitas Udayana.
Denpasar, Kamis 4 Desember
2014.
16 Narasumber dalam Workshop Klinik Hukum Fakultas Hukum
Universitas Udayana: Pembuatan Silabus dan SAP Klinik Hukum
Model Dikti. Surat Undangan dari Dekan FH UNUD No. 692/
UN14.1.11/TU/2015; Tanggal 6April 2015.
Senin – Rabu, 13, 14, 15
April 2015.
16 Moderator Seminar Nasional dan Forum Diskusi Mahasiswa
Menyonsong Pemilu Kada Serentak 2015, Problematika dan
Peluang Pemilu Kada Serentak Dalam Bingkai Demokrasi
Indonesia.
Sertifikat No. 11/KP_SEMINAR NASIONAL/BEM-
FH/UNUD/XI/2015
Denpasar, 1 Desember 2015.
08.30-15.00 WITA
Denpasar, 20 Oktober 2014
I Nengah Suantra, S.H., M.H.
NIP.19561231 198403 1 011