laporan penelitian mandiri pengaruh komunikasi ... · laporan penelitian mandiri pengaruh...
TRANSCRIPT
1
LAPORAN
PENELITIAN MANDIRI
PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP
MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA GURU SLTA
PERGURUAN AL-ISLAM SURAKARTA
Oleh :
Dr. Muhtadin, MA
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO
(BERAGAMA)
JAK
2
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN PENELITIAN MANDIRI
Peneliti : Dr. Muhtadin, MA
Judul Penelitian : PENGARUH KOMUNIKASI
INTERPERSONAL KEPEMIMPINAN
KEPALA SEKOLAH TERHADAP
MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA GURU
SLTA PERGURUAN AL-ISLAM
SURAKARTA
Jakarta Maret 2015 Mengetahui Menyetujui Dekan Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Dr. H. Hanafi Murtani, MM Drs. YS. Gunadi, M.M
3
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
N a m a : M u h t a d i n
Dosen Tetap : Fakultas Ilmu Komunikasi UPDM (B)
Judul Penelitian : Pengaruh Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan
Kepala Sekolah Terhadap Motivasi dan Kepuasan Kerja
Guru SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta
Menyatakan bahwa:
1. Penelitian ini murni hasil karya sendiri. Apabila saya mengutip dari hasil
karya orang lain, maka saya telah mencamtumkan sumbernya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2. Apabila dikemudian terbukti atau dapat dibuktikan bahwa penelitian ini
hasil jiplakan (plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut sesuai dengan sanksi yang berlaku di lingkungan Fakultas Ilmu
Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta..
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan dalam
keadaan sehat jasmani dan rohani
Jakarta, Maret 2015
Penulis
M u h t a d i n
i
4
MOTTO
نيا ار اآلخرة وال تنس نصيبك من الد الده وابتغ فيما آتاك للاه
ال إليك وال تبغ الفساد في األرض إنه للاه وأحسن كما أحسن للاه
يحب المفسدين
Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagian negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi
dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Q.S.
28:77
من عمل صالحا من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فلنحيينهه حياة طيبة
ولنجزينههم أجرهم بأحسن ما كانوا يعملون
Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. Q.S.
16: 97
خرته لدنياه حتى ا ليس بخيركم من ترك دنياه ال خرته و ال
ال تكونوا كال عا فان الدنيا بال غ الى االخرة ويصيب منهما جمي
على الناس
Bukanlah merupakan orang yang terbaik di antara kamu sekalian
barangsiapa meninggalkan kehidupan (kepentingan) dunianya untuk
kehidupan (kepentingan) akhiratnya, dan tidak (pula orang yang
meninggalkan) kehidupan akhiratnya untuk kehidupan dunianya, sehingga ia
memperoleh dari kedua-duanya; karena sesungguhnya kehidupan dunia
merupakan (alat untuk) sampai kepada kehidupan akhirat; dan janganlah
kamu sekalian menjadi beban tanggungan atas orang lain. H.R. Ibnu ‘Asakir
dari Anas ra.
ii
5
Abstrak
Pengaruh Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah
Terhadap Motivasi dan Kepuasan Kerja Guru SLTA Perguruan Al-Islam
Surakarta
Permasalahan yang hendak dibahas pada penelitian ini adalah: Apakah
komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah mempunyai pengaruh
terhadap motivasi dan kepuasan kerja guru ?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah terhadap
motivasi kerja guru
2. Pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah terhadap
kepuasan kerja guru
3. Pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah terhadap
kepuasan kerja guru dengan melalui motivasi.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan rancangan
korelasional kausal dengan teori S-O-R. Populasi penelitian adalah semua
guru SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta. Sedangkan sampel penelitian ini
adalah teknik sampel jenuh, yaitu seluruh guru SLTA Perguruan Al-Islam
Surakarta yang berjumlah 155 orang. Data dikumpulkan dengan angket.
Analisis data menggunakan analisis regresi sederhana dan berganda dengan
bantuan komputer program SPSS.
Hasil penelitian membuktikan bahwa:
1. Hasil uji t diperoleh hasil :
a. Pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah terhadap
motivasi kerja berpengaruh signifikan. . Hal ini ditunjukkan dengan
besarnya thitung 12,009 > ttabel 1,975.
b. Pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah terhadap
kepuasan kerja berpengaruh signifikan. . Hal ini ditunjukkan dengan
besarnya thitung 7,647 > ttabel 1,975.
2. Uji F
a. Uji R1 didapatkan hasil sebesar 0,277 atau 27,7%. yang berarti variabel
Komunikasi mempengaruhi Kepuasan Kerja sebesar 27,7%, sedangkan
sisanya 72,3% dipengaruhi oleh factor lain seperti Lingkungan Kerja,
insentif dan sebagainya.
b. Uji R2 didapatkan hasil sebesar 0,561 atau 56,1%. yang berarti variabel
Komunikasi dan Motivasi mempengaruhi Kepuasan Kerja sebesar 56,1%,
sedangkan sisanya 43,9% dipengaruhi oleh faktor lain seperti
Kepemimpinan, Disiplin Kerja, Budaya Organisasi dan sebagainya.
iii
6
Berdasarkan hasil penelitian direkomendasikan:
1. Ketua Yayasan Perguruan Al-Islam Surakarta perlu meningkatkan
komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah melalui diklat-
diklat kepemimpinan, karena dalam penelitian ini ditemukan bahwa
variabel Komunikasi Kepala Sekolah secara langsung berpengaruh
terhadap Kepuasan Kerja Guru yaitu sebesar 12,009
2. Kepala Sekolah perlu meningkatkan motivasi yang sudah baik agar situasi
dan suasana kerja lebih baik juga.
3. Para peneliti berikutnya perlu mengadakan penelitian dengan pendekatan
kualitatif atau riset pengembangan sehingga dapat diungkap lebih
mendalam hal-hal yang berkaitan dengan variabel penelitian ini.
iv
7
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang menciptakan manusia dan mengajarkan pandai
berbicara, Shalawat dan Salam semoga tercurahkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW, yang diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, dan
mengeluarkan manusia dari kegelapan, kekafiran, kebodohan, dan kemiskinan
menuju kepada cahaya ma’rifat, keimanan dan kepuasan, dan semoga Allah
senantiasa memberi rahmat dan salam kepada keluarganya, para shahabatnya dan
orang-orang yang menyampaikan da’wahnya sampai hari kemudian.
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini guna memenuhi kewajiban sebagai seorang dosen
tetap demi meningkatkan kualitas dosen.
Penulis dalam menyusun penelitian ini, mulai dari persiapan-persiapan
sampai selesainya, penulis banyak sekali memperoleh bantuan dan bimbingan
baik moril maupun materiil dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan yang
baik ini, penulis menghaturkan rasa terima kasih yang tak terhingga atas budi baik
dari :
1. Prof. Dr. H. Sunarto, M.Si, Rektor Universitas Prof. Dr. Moestopo
(Beragama) yang telah memberi motivasi dan bimbingan demi kesuksesan
penelitian ini.
2. Dr. H. Hanafi Martani, MM, Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas
Prof. Dr. Moestopo (Beragama) yang selalu member dorongan untuk
mengadakan penelitian.
3. Bapak Ketua Yayasan Perguruan Al-Islam Surakarta yang telah memberi
izin dan membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
4. Bapak Kepala Sekolah SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta yang telah
memberikan bantuan yang sangat berharga dalam penulisan ini.
5. Istri tercinta, Dra. Ika Dyah Damayanti Dewi Prabandari, yang senantiasa
mendampingi dan membantu mengatasi berbagai persoalan yang muncul,
meskipun dengan segala kesibukannya dalam mengatasi rumah tangga dan
sebagai Psikolog di RSBD Prof. Dr. Soeharso, serta anak-anak tersayang
v
8
Nur Fadhilah Al-Karimah, S.Ps, Nur Rizqiyah Al-Karimah, dan Nur
Imamah Al-Karimah
6. Rekan-rekan dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr.
Moestopo (Beragama), atas bantuannya dalam penulisan ini.
7. Semua pihak yang tidak bisa saya sebut namanya, yang telah membantu,
mendorong, dan membimbing dalam penyelesaian penelitian ini.
Semoga Allah SWT, membalas seluruh jerih payah beliau-beliau atas
pengorbanannya yang semata-mata hanya mengharapkan keridhaan Allah SWT.
Dan mudah-mudahan penelitian ini bermanfaat bagi agama, bangsa dan negara.
Amin Yaa Rabba al-‘Alamin.
Jakarta, Maret 2015
Muhtadin
vi
9
DAFTAR ISI
Surat Pernyataan ...................................................................................... i
Motto ........................................................................................................ ii
Abstrak .................................................................................................... iii
Kata Pengantar ......................................................................................... v
Daftar Isi ................................................................................................. vii
Daftar Tabel ............................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Rumusan Masalah .................................................. 10
C. Tujuan Penelitian .................................................. 11
D. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................. 11
E. Sistematika Penulisan .................................................. 13
F. Manfaat Penelitian .................................................. 13
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR
DAN HIPOTESIS ........................................................................... 15
A. Penelitian Yang Relevan .................................................. 15
B. Kajian Teori .................................................. 17
C. Motivasi Kerja .................................................. 94
D. Teori-Teori Motivasi .................................................. 106
vii
10
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 182
A. Jenis, Metode dan Lokasi Penelitian ............................................ 182
1. Jenis Penelitian ......................................................... 182
2. Metode dan Lokasi Penelitian ................................................ 183
B. Populasi dan Sampel ......................................................... 184
1. Populasi ......................................................... 184
2. Sampel ......................................................... 184
C. Variabel Penelitian ......................................................... 188
D. Definisi Operasional ......................................................... 189
1. Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan ............................. 190
2. Budaya Organisasi ......................................................... 191
3. Kepuasan Kerja ......................................................... 192
E. Instrumen Penelitian ......................................................... 192
F. Pengujian Instrumen ......................................................... 195
G. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 205
H. Teknik Analisis Data ......................................................... 207
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 213
A. Hasil Penelitian ......................................................... 213
1. Deskrepsi Obyek Penelitian ...................................................... 213
2. Pengujian Instrumen Penelitian ............................................... 217
3. Uji Pernyataan ......................................................... 220
B. Implikasi Manajerial ......................................................... 243
C. Keterbatasan Penelitian ......................................................... 244
viii
11
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 245
A. Kesimpulan ......................................................... 245
B. Saran Saran ......................................................... 246
DAFTAR PUSTAKA ................................................. 248
ix
12
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kategori Penskoran Jawaban Angket Berdasarkan Skala likert 128
Tabel 2. Kisi-kisi Angket Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan
Kepala Sekolah (X1). 129
Tabel 3. Kisi-kisi Angket Budaya Organisasi (X2) 129
Tabel 4. Kisi-kisi Angket Kepuasan Kerja (Y). 130
Tabel 5. Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan untuk Variabel
Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1) 132
Tabel 6. Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Budaya Organisasi (X2). 134
Tabel 7. Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Kepuasan Kerja (Y2). 136
Tabel 8. Hasil Uji Reliabilitas 139
Tabel 9. Hasil Uji Reliabilitas. 213
Tabel 10. Hasil Uji Normalitas. 214
Tabel 11. Hasil Uji Homoginitas Dengan Anova. 215
Tabel 12. Linieritas Kepuasan Kerja dengan Komunikasi Interpersonal
Kepala Sekolah 216
Tabel 13. Linieritas Kepuasan dengan Budaya Organisasi 216
x
13
Tabel 14. Uji Keberartian 217
Tabel 15. Uji Multikolinieritas 218
Tabel 16. Uji Autokorelasi 219
Tabel 17. Hasil Uji Hereroskedastisittas 219
Tabel 18. Hasil Regresi 220
Tabel 19. Hasil Uji –t 221
Tabel 20. Hasil Uji -F 222
Tabel 21. Hasil Uji Determinasi 223
xi
14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Motivasi merupakan daya dorong seseorang untuk melakukan kegiatan
tertentu. Guru menjadi seorang pendidik karena adanya motivasi untuk
mendidik. Bila tidak punya motivasi maka ia tidak akan berhasil untuk
mendidik/mengajar, atau jika dia mengajar karena terpaksa saja. Keberhasilan
guru dalam mengajar karena dorongan/motivasi, ini sebagai pertanda apa yang
telah dilakukan oleh guru itu telah menyentuh kebutuhannya. Kegiatan
mengajar yang dilakukan oleh seorang guru yang diminatinya karena sesuai
dengan kebutuhannya, jika orang lain tidak minat menjadi guru, hal itu
disebabkan karena kebutuhan tidak sesuai dengan kepentingannya sendiri.
Guru yang termotivasi dalam bekerja maka akan menimbulkan kepuasan
kerja, karena kebutuhan-kebutuhan guru yang terpenuhi mendorong guru
meningkatkan kinerjanya.
Supriadi, menyatakan bahwa “Motivasi berkaitan erat dengan
kesejahteraan, kondisi kerja, kesempatan untuk pengembangan karier, dan
pelayanan tambahan terhadap guru. Keterlambatan gaji merupakan faktor
penentu utama terhadap motivasi guru. Di sejumlah negara lain, rendahnya
gaji guru merupakan penyebab utama tingginya angka membolos kerja karena
untuk mencari penghasilan tambahan”. (Dedi Supriadi, 2000:20).
1
15
Tujuan akhir dari seorang pekerja terhadap pekerjaannya adalah
tercapainya kepuasan kerja. Guru, sebagai pekerja yang profesional idealnya
selalu berupaya untuk meningkatkan kinerjanya secara optimal, sehingga
dapat mencapai kepuasan atas pekerjaannya. Usaha-usaha tersebut dapat
dilakukan antara lain mengikuti penataran, pelatihan maupun memperoleh
kesempatan untuk belajar lagi. Disamping itu perlu juga memperhatikan guru
dari segi yang lain seperti peningkatan disiplin, pemberian motivasi,
pemberian bimbingan melalui supervisi, pemberian insentif, gaji yang layak
dengan keprofesionalannya, sehingga memungkinkan guru menjadi puas
dalam bekerja.
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting untuk mendapatkan
hasil kerja yang optimal. Menurut Siagian, kepuasan kerja dapat memacu
prestasi kerja (kinerja) yang lebih baik. Oleh karena itu ketika seseorang
merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal
mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan
tugas pekerjaannya. Dengan demikian produktivitas dan hasil kerja pegawai
akan meningkat secara optimal. .(Sondang P. Siagian, 2003:297). Oleh
karena itu seyogyanya kepala sekolah berusaha untuk memahami para guru
dan mengupayakan agar guru memperoleh kepuasan dalam menjalankan
tugasnya. Perilaku kepemimpinan kepala sekolah berdampak pada kepuasan
kerja guru di sekolah.
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antara dua orang atau
lebih dalam sebuah organisasi dan terjadi umpan balik secara langsung dari
2
16
pihak penerima pesan (komunikan) kepada komunikator. Organisasi sekolah
merupakan organisasi jasa pendidikan yang memiliki sejumlah individu
berdasarkan tingkat manajerial, dari mulai kepala sekolah, wakil kepala
sekolah, guru, staf administrasi serta siswa. Untuk mencapai tujuannya
mutlak memerlukan komunikasi antar pribadi (interpersonal), karena
organisasi sekolah relative kecil maka dalam proses komunikasi kepala
sekolah memerlukan umpan balik yang langsung melalui komunikasi
interpersonal untuk melaksanakan fungsi manajemen seperti perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan maupun pengendalian.
Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh
keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan yang
tersedia di sekolah. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen
pendidikan yang berpengaruh dalam meningkatkan kinerja guru. Kepala
sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan,
administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan
pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana. (Mulyasa, 2004:25).
Hal tersebut menjadi lebih penting sejalan dengan semakin kompleksnya
tuntutan tugas kepala sekolah, yang menghendaki dukungan kinerja yang
semakin efektif dan efisien.
Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi harus dapat mengupayakan
peningkatan kinerja guru melalui program pembinaan kemampuan tenaga
kependidikan. Oleh karena itu kepala sekolah harus mempunyai kepribadian
atau sifat-sifat dan kemampuan serta ketrampilan-ketrampilan untuk
3
17
memimpin sebuah lembaga pendidikan. Dalam fungsinya sebagai seorang
pemimpin, kepala sekolah harus dapat memperhatikan kebutuhan dan
perasaan orang-orang yang bekerja sehingga kinerja guru selalu terjaga.
Kepemimpinan kepala sekolah sebaiknya menghindari terciptanya pola
hubungan dengan guru yang hanya mengandalkan kekuasaan, dan sebaliknya
perlu mengedepankan kerja sama fungsional. Ia juga harus menghindarkan
diri dari one man show, sebaliknya harus menekankan pada kerja sama
kesejawatan, menghindari terciptanya suasana kerja yang serba menakutkan,
dan sebaliknya perlu menciptakan keadaan yang membuat semua guru
percaya diri.
Kepemimpinan kepala sekolah yang terlalu berorientasi pada tugas
pengadaan sarana dan prasarana dan kurang memperhatikan guru dalam
melakukan tindakan, dapat menyebabakan guru sering melalaikan tugas
sebagai pengajar dan pembentuk nilai moral. Hal tersebut dapat
menumbuhkan sikap yang negatif dari seorang guru terhadap pekerjaannya di
sekolah, sehingga pada akhirnya berimplikasi terhadap keberhasilan prestasi
siswa di sekolah. Kepala sekolah juga dituntut untuk mengamalkan fungsi-
fungsi manajemen yaitu planning, organizing, actuating and controlling,
sebab ini akan memberikan berjalan secara sinergis dengan peran kepala
sekolah sebagai edukator, manager, administrator, supervisor, leader,
innovator dan motivator.
Mengingat tanggung jawab dan peran kepala sekolah dalam memajukan
sekolah, maka kriteria menjadi kepala sekolah diatur dalam PP Nomor
4
18
19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada Pasal 38 ayat (3) bahwa
untuk menjadi kepala sekolah harus :
1) Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran.
2) Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya lima tahun, dan
3) Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang
pendidikan.
Kepala sekolah sebagai agen pembelajaran, perlu memiliki kompetensi:
kepribadian, supervisi, manajerial, kewirausahaan, dan sosial (Pemendiknas
Nomor 13/2007). Penguasaan terhadap kompetensi-kompotensi tersebut
diharapkan dapat mendukung tugas pokok yang dibebankan kepada kepala
sekolah termasuk dalam menjalankan peran sebagai administrator dan
supervisor. (Mulyasa , 2004:27)
Kepala sekolah sebagai penanggung jawab utama pada satuan pendidikan
persekolahan diharapkan dapat bekerja secara maksimal sehingga kepala
sekolah dapat membina para guru untuk meningkatkan prestasi belajar siswa
dengan mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah. Suryadi dan Tilaar,
menegaskan bahwa kualitas kepala sekolah (pengalaman kerja, pendidikan,
kemampuan professional) memberikan pengaruh positif terhadap prestasi
belajar siswa. (Suryadi,A&Tilaar, 2004:126)
Tujuan pendidikan di sekolah dapat dicapai apabila kepala sekolah
mampu menciptakan suasana yang mendukung peningkatan kualitas
pendidikan, sebagaimana dikemukakan oleh Zamroni, bahwa kultur sekolah
5
19
diyakini oleh kepala sekolah, guru-guru, dan staf administrasi maupun siswa
sebagai dasar dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang
muncul di sekolah.(Zamroni, 2003:149). Lebih lanjut dijelaskan bahwa
beberapa studi menyimpulkan kultur sekolah yang "sehat" memiliki korelasi
yang tinggi terhadap :
1) Prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi,
2) Sikap dan motivasi kerja guru, dan
3) Produktivitas dan kepuasan kerja guru.
Kepuasan kerja juga dapat dipengaruhi oleh sistem pemberian
kompensasi atau gaji. Hal ini sebagai mana yang dikemukakan oleh Handoko,
bahwa kepuasan kerja berkaitan erat dengan sistem pemberian kompensasi
yang diterapkan oleh lembaga/organisasi tempat mereka bekerja. Pemberian
kompensasi yang tidak tepat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja
seseorang. (Handoko, T. Hani, 2008:5).
Menurut Hanafi, ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan
kerja. Berdasarkan penelitiannya faktor gaji menjadi faktor utama, sebab gaji
merupakan output atau hasil dari sebuah proses kerja. Kesesuaian antara
besarnya tanggung jawab dan besarnya gaji ini menjadi bahan pertimbangan
bagi karyawan untuk menerima atau menolak sebuah pekerjaan. Faktor kedua
adalah perilaku pemimpin, di mana perilaku pemimpin memiliki dampak
yang signifikan terhadap sikap karyawan, perilaku dan kedisiplinan
karyawan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah
lingkungan kerja. Hubungan kerja yang erat dan saling membantu antara
6
20
sesama pegawai, antara bawahan dengan atasan akan mempunyai pengaruh
yang baik pula terhadap tingkat kepuasan kerja pegawai. (Hanafi, 21
Nopember 2010).
Begitu penting kepuasan kerja bagi guru, maka kepuasan kerja bagi guru
perlu ditumbuhkan. Namun akhir-akhir ini ada beberapa kasus yang
cenderung sebaliknya, artinya banyak karyawan atau guru yang merasa tidak
puas.
Kekecewaan guru pernah terjadi di beberapa SMA di Jawa Tengah,
beberapa tahun silam pernah terjadi demontrasi guru yang didukung oleh
siswa terhadap kepala sekolah, sebagaimana terjadi pada beberapa sekolah
seperti terjadi di SMA Negeri 5 dan SMA Negeri 3 Semarang, yang menuntut
kepala sekolah untuk mundur karena sikapnya yang tidak mencerminkan
sebagai pemimpin, akhirnya kepala sekolah dimutasikan sebagai bentuk
tindakan pembinaan. Kemudian SMA Negeri I Wonogiri yang menuntut
peningkatan kesejahteraan guru dan keterbukaan (transparansi) pengelolaan
keuangan sekolah karena adanya dugaan penyelewengan. Demikian juga
halnya dengan SMA Negeri Baturetno Wonogiri menuntut penyelesaian
kasus pelecehan seksual kepala sekolah dan transparasi keuangan sekolah.
Jika dicermati lebih dalam, maraknya demonstrasi yang dilakukan para
guru maupun siswa, terhadap kepala sekolah pada dasarnya bersumber dari
kesenjangan antara sikap dan perilaku ideal seorang kepala sekolah dengan
realitas negatif sikap dan perilaku kepala sekolah yang tidak mampu
menempatkan dirinya dalam melaksankan fungsinya sebagai manajer maupun
7
21
leader di sekolah, sehingga sering kali dalam berpikir, bersikap maupun
bertindak tidak mencerminkan sebagai seorang kepala sekolah. Ilustri lain
dapat dikaji dari permohonan pindah tempat mengajar guru, sebagai akibat
adanya konflik atau pertentangan dengan kepala sekolah maupun dengan
guru. Hal ini terjadi manakala ketidak harmonisan hubungan antar guru
maupun dengan kepala sekolah, sehingga alternatif terbaik bagi guru adalah
mengajukan pindah tempat mengajar.
Perguruan Al-Islam dibentuk pada tahun 1927 di Surakarta oleh
sekelompok ulama muda alumni Pondok Pesantren Jamsaren Surakarta.
Mereka berjumlah sekitar sepuluh orang, yaitu: K.H. Imam Ghozali, K.H.
Abdul Manaf, K.H. Mufti, K.H. Abdul Rozak, K.H. Jamaluddin, K.H.
Hamid, dan K.H. As’ad. . (Syarifah Muhtarom dkk, 1985:5).
Organisasi ini merupakan perkembangan dari perkumpulan dari
sebelumnya, yaitu Jami’at Al-Auliya (persekutuan para wali/ulama).
Persekutuan ini dibentuk bertujuan untuk mengkordinasikan peranan para
ulama di daerah Surakarta dalam rangka membina kesatuan ummat Islam di
daerah setempat. Secara berkala mereka mengadakan pertemuan untuk
mendiskusikan berbagai masalah keagamaan dan kemasyarakatan yang
dihadapi oleh umat islam pada masa itu.
Pertukaran pemikiran ini menghasilkan suatu kesatuan pandangan dalam
masalah utama yang dihadapi oleh umat Islam pada waktu itu adalah masalah
berkeping-kepingnya umat Islam menjadi berbagai macam golongan, karena
8
22
umat Islam belum mengikuti tuntunan yang diberikan oleh Nabi Muhammad
saw. Mereka berpendapat bahwa jalan keluarnya adalah kembali pada ajaran-
ajaran Al-Qur’an dan al-Hadits serta Ijma’ al-Shahaby.
Mereka tidak bersepakat dengan pencapaian pendapat saja, melainkan
mereka bersepakat untuk mendirikan suatu organisasi. Maka pada bulan
Ramadhan 1346 H. atau 1927 M, mereka berkumpul di rumah K.H. Imam
Ghozali untuk meresmikan berdirinya suatu organisasi yang bertujuan
mewujudkan ide tersebut di atas, dengan diberi nama “Al-Islam”.
Para fungsionaris pengurus Al-Islam periode pertama terdiri dari tokoh-
tokoh pendiri yang dipimpin oleh K.H. Imam Ghozali. Pengurus pertama
menjalankan tugasnya sampai pada tahun 1933, dan pada waktu itu diadakan
konggres pertama di Surakarta. Pada konggres ini ditetapkan anggaran dasar
atau Qanun Al-Islam dan dipilih pengurus baru yakni Pengurus Besar yang
dipimpin oleh K.H. Imam Ghozali dan sebagai sekretarisnya adalah K.H.
Abdus Shamad dan K.H. Mufti.
Dengan perjuangan para perintis Al-Islam dalam mengelola
pendidikan, maka perguruan ini senantiasa hadir di tengah-tengah
masyarakat. Dawam Raharja menyebutkan bahwa perguruan ini dalam
mengelola pendidikan SMA Al-Islam I Surakarta bisa mencapai prestasi
yang memuaskan, sehingga menjadi sekolah swasta terbaik di kota Surakarta,
bahkan kedudukannya sama dengan Al-Azhar Jakarta, meskipun sekolah ini
tidak membina sekolah yang elit dan mahal. (Syarifah Muhtarom dkk,
1985:10).
9
23
Sekolah SMA Al-Islam I Surakarta ini sejak tahun 1985 mendapat staus
"DISAMAKAN" dengan sekolah negeri sampai tahun 2007, dan sejak tahun
2007 sampai sekarang mendapat status terakreditasi "A".
Pada tahun 1989 Perguruan Al-Islam telah memiliki empat unit
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di daerah Surakarta, yaitu SMA Al-
Islam I yang bertempat di Jalan Honggowongso, SMA Al-Islam II yang
bertempat di Laweyan. Kemudian SMA Al-Islam II tersebut pada tahun 208
atas musyuwarah para pengurus Perguruan Al-Islam dirubah menjadi SMK
Al-Islam, SMA Al-Islam III, yang bertempat di Semanggi, dan Madrasah
Aliyah di jalan Veteran (Pondok Pesantren Jamsaren).
Penulis menemukan sementara di lapangan bahwa para guru SLTA
Perguruan Al-Islam tersebut belum merasakan kepuasan kerja. Ketidak
puasan kerja guru tersebut disebabkan oleh :
1. Adanya kecenderungan melemahnya produktivitas guru. Berdasarkan
fenomena di lapangan terdapat banyak guru yang sering membolos
mengajar, guru masuk kelas tidak tepat waktu, guru mengajar tanpa
mempersiapkan diri dengan membuat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaraan (RPP), guru tidak memiliki data tentang ketidak hadiran
siswa, dan sebagainya merupakan indikasi bahwa produktivitas menurun.
2. Adanya pelaksanaan kepemimpinan yang dilakukan oleh kepala sekolah
belum dilaksanakan dengan sebaik-baiknya kepada guru. Beberapa rekan
penulis yang menjabat sebagai guru mengaku kurang serius dalam
melaksanakan fungsinya sebagai pendidik.
10
24
3. Adanya penurunan motivasi kerja guru yang merupakan salah satu
penyebab menurunnya kepuasan kerja guru.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin meneliti tentang
"Pengaruh Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah
Terhadap Motivasi dan Kepuasan Kerja Guru SLTA Perguruan Al-Islam
Surakarta"
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah ada pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala
sekolah terhadap motivasi kerja guru SLTA Perguruan Al-Islam
Surakarta?
2. Apakah ada pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala
sekolah terhadap kepuasan kerja guru SLTA Perguruan Al-Islam
Surakarta?
3. Apakah ada pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala
sekolah terhadap kepuasan kerja melalui motivasi kerja guru SLTA
Perguruan Al-Islam Surakarta?
11
25
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan :
1. Pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah
terhadap motivasi kerja guru SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta.
2. Pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah
terhadap kepuasan kerja guru SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta.
3. Pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah
terhadap kepuasan kerja dengan melalui motivasi kerja guru SLTA
Perguruan Al-Islam Surakarta.
D. Waktu dan Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di empat (4) sekolah SLTA di
bawah Yayasan Perguruan Al-Islam Surakarta. Adapun waktu yang digunakan
dalam penelitian ini sekitar empat (4) bulan, dengan perician sebagai berikut :
1. Bulan pebruari penulis mempersiapkan rancangan-rancangan yang
diperlukan dalam penelitian serta membuat proposal
2. Bulan Maret, penulis mengadakan pengumpulkan data awal ke Yayasan
Perguruan Al-Islam Surakarta dan empat sekolah SLTA di bawah Yayasan
Perguruan Al-Islam Surakarta
3. Bulan April, penulis menyebar angket dan kuesioner terhadap para guru
SLTA Yayasan Perguruan Al-Islam yang terdiri dari 155 Guru.
4. Bulan Mei, penulis mengolah data dari hasil penelitian tersebut dan
menyimpulkan serta melaporkan hasil penelitian tersebut.
12
26
E. Sistematika penulisan
Penulisan dalam penelitian ini diawali dengan Bab I sebagai pengantar menuju
bab-bab selanjutnya dan diakhiri dengan Bab V sebagai penutup. Untuk lebih
jelasnya, penulis jelaskan secara lengkap isi dari bab demi bab sebagai berikut
Bab I : Pendahuluan, dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, lokasi dan waktu penelitian,
sistematika penulisan dan manfaat penelitian.
Bab II : Membahas tentang kajian teori, kerangka berfikir dan hipotesis
Bab III : Membahas metodologi penelitian yang meliputi jenis dan metode
pelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi operasional
dan intrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data.
Bab IV : Membahas tentang hasil penelitian dan pembahasan
Bab V : Membahas tentang penutup yang berisi kesimpulan dan saran
F. Manfaat Penelitian.
Hasil penelitian ini diharapkan berguna, baik secara teoritis maupun praktis.
1. Kegunaan Teoritis
Secara teoritik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi sebuah kontruksi teoritik tentang kepuasan kerja guru dan
variabel-variabel yang mempengaruhinya, sehingga dapat digunakan
sebagai bahan rujukan setelah diketahui besarnya pengaruh komunikasi
interpersonal kepemimpinan kepala sekolah terhadap motivasi dan
kepuasan kerja guru.
13
27
2. Kegunaan Praktis
a. Hasil penelitian ini berguna bagi kepala sekolah, dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan terutama kualitas guru melalui
komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah.
b. Kegunaan lain adalah bagi guru yang bersangkutan, hasil penelitian ini
diharapkan guru dapat meningkatkan kualitas pengajaran sebagai
tenaga pengajar yang professional.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
dinas pendidikan dalam rangka meningkatkan profesionalitas guru.
Dalam hal ini faktor kepuasan kerja guru akan memacu guru untuk
semangat bekerja, memacu peningkatan kinerja, memacu kualitas kerja
dan produktivitas kerja guru.
14
4
28
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS
Pada bab ini penulis akan membahas teori yang dapat dijadikan landasan
berpikir untuk merumuskan hipotesis yang meliputi : Penelitian yang relevan,
komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah, motivasi kerja dan
kepuasan kerja.
A. Penelitian yang Relevan
Sudharto (2007) dalam disertasinya yang berjudul, “Pengaruh Budaya
Organisasi Sekolah, Pengalaman Kerja, dan Kompensasi terhadap Kepuasan,
Motivasi Kerja, dan Kinerja Kepala SMA se eks Karesidenan Semarang”,
menyimpulkan bahwa: (a) kinerja kepala sekolah secara langsung maupun
tidak langsung dipengaruhi oleh budaya organisasi sekolah, pengalaman kerja,
kompensasi, kepuasan kerja, dan motivasi kerja; (b) di antara kelima variable
tersebut sumbangan yang paling besar adalah variabel budaya organisasi,
urutan kedua kepuasan kerja, ketiga motivasi kerja, keempan kompensasi, dan
urutan terakhir pengalaman kerja.
Penelitian Sudharto tersebut terdiri dari lima variabel, subyek yang
diteliti kepala sekolah SMA se Eks Karesedinen Semarang, menggunakan
analisis jalur. Ada dua variabel yang sama yaitu motivasi dan kepuasan kerja.
Sudharto menempatkan kepuasan kerja sebagai variabel perantara yaitu
variabel penyebab dan akibat, sedangkan penelitian saya adalah kepuasan
kerja sebagai variabel terikat. Dari sisi kajian teori, indikator masing-masing
15
29
variabel, dan instrumen penelitian jelas berbeda. Begitu juga subyek
penelitian, penelitian yang saya lakukan subyeknya adalah guru SLTA pada
Perguruan Al-Islam Surakarta, sedangkan Sudharto subyeknya Kepala SMA
se Eks Karesidenan Semarang.
Anjar Prijatni (2009) dalam disertasinya yang berjudul “Pengaruh
Supervisi, Kompensasi, Iklim Kerja, Kepuasan Kerja, dan Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja Guru SMA Negeri di Koata Semarang”, menyimpulkan
bahwa Kinerja guru dipengaruhi oleh supervisi, kompensasi, iklim kerja,
kepuasan kerja dan motivasi kerja.
Penelitian Anjar Prijatni tersebut terdiri dari enam variabel, subyek yang
diteliti adalah kinerja guru SMA Negeri di kota Semarang. Penelitian saya ada
tiga variabel, ada dua variabel yang sama yaitu motivasi kerja dan kepuasan
kerja. Anjar Prijatni menempatkan kepuasan kerja dan motivasi kerja sebagai
variabel bebas, sedangkan penelitian saya motivasi kerja dan kepuasan kerja
sebagai variabel terikat, bahkan motivasi kerja sebagai variabel perantara
sedangkan kepuasan kerja sebagai variabel terakhir. Dari segi kajian teori,
indikator masing-masing variabel, dan instrument penelitian, jelas berbeda.
Begitu juga subyek penelitian, penelitian yang saya lakukan subyeknya adalah
mengenai motivasi kerja dan kepuasan kerja guru di Perguruan Al-Islam
Surakarta, sedangkan Anjar Prijatni, subyeknya adalah tentang kinerja guru
SMA di kota Semarang.
Tatik Sutarti Suryo (2010) dalam disertasinya yang berjudul “Pengaruh
Orientasi Nilai Budaya, Kompensasi, Pelatihan, Motivasi, dan Kepuasan Kerja
16
30
terhadap Kinerja Guru SMA di Kota Surakarta”. Analisis data melalui analisis
SEM dengan menggunakan perangkat AMOS 5. Hasil penelitian diketahui
bahwa terdapat pengaruh yang positif (1) Orientasi nilai budaya terhadap
motivasi kerja; (2) Kompensasi terhadap motivasi kerja; (3) Pelatihan
terhadap motivasi kerja; (4) Orientasi nilai budaya terhadap kepuasan kerja;
(5) Kompensasi terhadap kepuasan kerja; (6) pelatihan terhadap kepuasan
kerja; (7) Motivasi terhadap kepuasan kerja; (8) Orientasi nilai budaya
terhadap kinerja; (9) Kompensasi terhadap kinerja; (10) Pelatihan terhadap
kinerja; (11) Motivasi kerja terhadap kinerja; dan (12) kepuasan kerja terhadap
kinerja.
Tatik meneliti enam variabel, analisis menggunakan Sem, tidak mencari
pengaruh langsung dan tidak langsung. Subyek yang diteliti guru SMA Negeri
Surakarta. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Tatik, ada dua
variabel yang sama yaitu motivasi kerja dan kepuasan kerja, namun dari sisi
kajian teori, instrument penelitian, indikator yang diukur untuk masing-masing
variabel, lokasi penelitian, dan jenis analisis data yang digunakan jelas
berbeda dengan penelitian yang saya lakukan. Jenis analisis data yang saya
gunakan adalah analisis jalur dengan tujuan utama untuk mengetahui
pengaruh langsung dan tidak langsung. Subyek penelitian adalah guru SLTA
Perguruan Al-Islam Surakarta.
B. Kajian Teori
1. Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan
17
31
Salah satu indikasi bahwa manusia sebagai makhluk sosial, adalah
perilaku komunikasi antarmanusia. Manusia tidak dapat hidup sendiri,
pasti membutuhkan orang lain. Dari lahir sampai mati, cenderung
memerlukan bantuan dari orang lain (tidak terbatas pada keluarga,
saudara, dan teman). Kecenderungan ini dapat dilihat dalam kehidupan
sehari-hari yang menunjukkan fakta bahwa semua kegiatan yang
dilakukan manusia selalu berhubungan dengan orang lain.
Secara etimologis komunikasi berasal dari bahasa latin
“Communicatio” yang bersumber dari perkataan “communis” yang berarti
“sama”. Sama disini memiliki “makna sama” atau “arti sama”. Oleh
karena itu komunikasi akan terjadi apabila terdapat kesamaan makna akan
suatu pesan yang disampaikan dari komunikator (pembicara) dan diterima
oleh komunikan. Istilah komunikasi yang semula merupakan fenomena
sosial, kemudian menjadi ilmu yang secara akedemik berdisiplin mandiri,
saat ini komunikasi dianggap sangat penting sehubungan dengan dampak
sosial yang menjadi kendala bagi kemanfaatan umat manusia akibat
perkembangan teknologi. Ilmu komunikasi ini jika diaplikasikan secara
tepat akan mencegah dan menghilangkan konflik antar pribadi, antar
kelompok, antar suku, antar bangsa dan antar ras, untuk mempersatukan
masing-masing individu. Dengan demikian pentingnya komunikasi dalam
sebuah organisasi yaitu untuk menyamakan persepsi antar individu dalam
rangka mencapai tujuan organisasi, Kepala Sekolah sebagai pimpinan
tertinggi di sekolah diharapkan mampu menyamakan persepsi antar
18
32
individu yang terlibat dalam organisasi sekolah tentang hakikat tujuan
organisasi sekolah yaitu output proses pembelajaran yang lebih bermakna,
sehingga tujuan pendidikan secara umum dapat tercapai secara optimal.
a. Definisi Konseptual Komunikasi
Untuk menjelaskan pengertian komunikasi maka akan dikemukakan
oleh beberapa akhli yang melihat komunikasi dari sudut pandang keahlian
masing-masing sebagai berikut :
1) Komunikasi menurut Wirawan yaitu proses mentransmisikan pesan dari
pengirim kepada penerima pesan. Lebih lanjut dikatakan bahwa
komunikasi dalam kepemimpinan adalah Komunikasi Interpersonal
(Wirawan, 2002:75).
2) Komunikasi menurut Everett M. Rogers dalam Hafied Cangara
menyatakan bahwa : Komunikasi adalah proses dimana suatu ide
dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud
untuk mengubah tingkah laku. (Cangara, 2003:19).
3) Menurut Rogers D. Lawrence Kincaid dalam Hafied Cangara,
Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih
membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain,
dan akan terjadi saling pengertian yang mendalam.(Cangara, 2003:25).
4) Sedangkan menurut Shannon dan Weaver dalam Hafied Cangara,
Komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling
mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja . Tidak
19
33
terbatas pada komunikasi yang menggunakan bahasa verbal , tulisan,
seni dan teknologi (Cangara, 2003:32).
5) Stoner dan Freeman menyatakan bahwa komunikasi adalah proses
dimana seseorang berusaha untuk memberikan pengertian melalui
pemindahan pesan secara simbolik (Communication is the proces by
which purple attem to shore meaning via the tranmission of symbolic
message) (D.F. Stoner and Freeman, 1992:248).
6) Menurut Kuntz dan Weihrich: Communication as the transfer of
information from the sender to the receier, with the information being
understood by the receiver. Komunikasi merupakan penyampaian
informasi dan dari pengirim kepada penerima dengan informasi yang
dapat dipahami oleh penerima tersebut (H. Koontz and Weihrich,
2000:168).
7) Menurut Hovland, Janis dan Kelley dalam Arni Muhammad
mengatakan : “ Communications is the process by which individual
transmits stimuly (usually verbal) to modify the behavior of others
individuals”, dengan kata lain komunikasi adalah sebuah proses
individu mengirim stimulusyang biasanya berbentuk verbal untuk
merubah tingkah laku orang lain (Arni Muhammad, 2002:3).
8) Forstdale, dalam Arni Muhammad ahli komunikasi dan pendidikan
mengatakan : “ Communication is the process by which a system is
established, maintained and altered by means of shared signals that
operate according to rules” . Komunikasi adalah suatu proses
20
34
memberikan signal menurut aturan tertentu, sehingga dengan cara ini
suatu sistem dapat didirikan, dipelihara dan dirubah. (Swanson, Richard
A, Elwood F. Holton III. 1999:135)
Dengan demikian yang dimaksud dengan komunikasi sebagai proses
yaitu bahwa komunikasi berlangsung melalui tahap-tahap tertentu secara
kontinyu, berubah-ubah, dinamis, timbal balik antara komunikator dan
komunikan serta saling mempengaruhi.
Swanson mengatakan bahwa kinerja merupakan aspek vital bagi sebuah
organisasi, karena perolehan kinerja yang kecil dalam suatu aspek pekerjaan
dapat menghasilkan perolehan besar secara keseluruhan Jadi kinerja pegawai
sekecil apapun akan mempengaruhi pada produktivitas organisasi secara
keseluruhan. (Swanson, Richard A, Elwood F. Holton III. 1999:135) Pada
umumnya iklim komunikasi organisasi banyak ditentukan oleh factor tingkah
laku komunikasi pimpinan kepada kelompoknya. Misalnya, gaya
kepemimpinan yang cuek, acuh, dan tidak peduli terhadap apa yang dilakukan
bawahannya mungkin akan mengakibatkan rasa tidak puas pada bawahannya
sehingga menjadi malas bekerja dan tidak produktif. Dengan kata lain, gaya
kepemimpinan dan iklim komunikasi organisasi yang positif juga diperlukan
guna mendukung iklim organisasi sehingga berdampak pada produktivitas kerja
anggotanya.
Oleh karena itu setiap langkah dalam komunikasi akan terjadi
hubungan antara manusia serta interaksi yang saling mempengaruhi,
21
35
dimana semuanya akan terlibat untuk mengalami perubahan perilaku yang
tidak mungkin dihindari.
Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi di sekolah dituntut untuk
berkomunikasi secara efektif dan efisien dan saling memahami tujuan yang
ingin dicapai oleh setiap individu yang terlibat dalam organisasi sekolah
khususnya umumnya tujuan pendidikan. Komunikasi disekolah juga
merupakan seluruh interaksi antar manusia (individu) yang terlibat di
lingkungan sekolah tersebut. Karena tanpa komunikasi interaksi antar
individu tidak akan terjadi.
b. Bentuk-Bentuk Komunikasi
Mengingat bentuk komunikasi yang terjadi pada organisasi sekolah,
maka dalam hal ini dikenal tiga bentuk komunikasi sebagai berikut : a)
Personal Communication yang meliputi Intrapersonal communication dan,
Interpersonal communication b). Group Communication yang meliputi
komunikasi kelompok dalam lingkungan kecil seperti pelatihan, diskusi
panel, simposium, seminar dan lain-lain, c) Mass Communication misalnya
percetakan, radio, TV, Film dan lain-lain. (Onong Uchyono Efendy,
1992:32) Joseph profesor komunikasi di City University of New York dalam
Hafied Cangara mengemukakan empat bentuk komunikasi yakni
komunikasi Antarpribadi, Komunikasi Kelompok Kecil, Komunikasi Publik
dan Komunikasi Massa. (Onong Uchyono Efendy, 1992:259)
22
36
Bentuk Komunikasi yang sering terjadi pada organisasi sekolah
terutama yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai unsur manajemen
tingkat atas biasanya lebih banyak “Komunikasi Interpersonal”, karena
yang terlibat dalam organisasi sekolah tersebut lebih banyak individu secara
heterogen, misalnya wakil kepala sekolah, guru, staf tata usaha, siswa
maupun orang-orang yang tidak terlibat secara langsung pada sekolah
tersebut.
Komunikasi Interpersonal adalah proses pertukaran informasi
diantara seseorang dengan orang lain biasanya dua orang dan dapat
langsung terjadi umpan balik. (Cangara Hafied. 2003:32)
Komunikasi Interpersonal menurut Wayne dalam Hafied Cangara
“Interpersonal Communication is communication involving two or more
people in a face to face setting” yakni proses komunikasi yang berlangsung
antara dua orang atau lebih secara tatap muka. (Cangara Hafied. 2003:45)
Menurut Joseph “The process of sending and receiving messages
between two persons, or among a small group of persons, with some effect
and some immediate feedback” Komunikai Interpersonal adalah proses
pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau sekelompok
kecil orang, yang menghasilkan efek serta umpan balik secara simultan.
(Arni Muhammad, 2002:162).
Dengan demikian komunikasi interpersonal merupakan komunikasi
antara dua orang atau lebih dalam sebuah organisasi dan terjadi umpan balik
secara langsung dari pihak penerima pesan (komunikan) kepada
23
37
komunikator. Organisasi sekolah merupakan organisasi jasa pendidikan
yang memiliki sejumlah individu berdasarkan tingkatan manajerial, dari
mulai kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, staf administrasi serta
siswa. Untuk mencapai tujuannya mutlak memerlukan komunikasi
antarpribadi (interpersonal), karena organisasi sekolah relatif kecil maka
dalam proses komunikasi kepala sekolah memerlukan umpan balik yang
langsung melalui komunikasi interpersonal untuk melaksanakan fungsi
manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan maupun
pengendalian.
c. Tujuan Komunikasi Interpersonal
Menurut H.A.W. Widjaja tujuan komunikasi interpersonal terdiri dari
1) Mengetahui dunia luar
2) Menciptakan dan memlihara hubungan
3) Mengubah sikap dan perilaku
4) Bermain dan mencari hiburan
5) Membantu orang lain. (H.A.W. Widjaja, 2000:115)
Arni Muhammad mengemukakan bahwa tujuan komunikasi
interpersonal yaitu :
1) Menemukan diri sendiri
2) Menemukan dunia luar
3) Membentuk dan menjaga hubungan yang penuh arti
4) Merubah sikap dan perilaku
24
38
5) Untuk bermain dan kesenangan
6) Untuk membantu orang lain. (Arni Muhammad, 2002:94).
6) Dari kedua pendapat tentang tujuan komunikasi interpersonal, maka
pada dasarnya komunikasi interpersonal yang terjadi pada organisasi
sekolah, kepala sekolah dituntut mampu memahami hakikat tujuan
komunikasi antar pribadi dengan semua pihak yang terlibat disekolah
misalnya dengan wakil kepala sekolah, guru, staf dan karyawan. Hal ini
bisa diawali dengan proses pengenalan diri, kemudian mengetahui
dunia luar, menciptakan dan memelihara hubungan antar pribadi,
mampu membantu orang lain, dapat menciptakan permainan dan
kesenangan, mampu membantu orang lain serta yang paling penting
adalah mampu merubah sikap dan perilaku lingkungannya .(H.A.W.
Widjaja, 2000:112)
d. Proses Komunikasi Interpersonal
Menurut Suranto proses komunikasi ialah langkah-langkah yang
menggambarkan terjadinya kegiatan komunikasi. Memang dalam
kenyataannya, kita tidak pernah berpikir terlalu detail mengenai proses
komunikasi. Hal ini disebabkan kegiatan komunikasi sudah terjadi secara
rutin dalam hidup sehari-hari, sehingga kita tidak lagi merasa perlu
menyusun langkah-langkah tertentu secara sengaja ketika akan
berkomunikasi. Secara sederhana proses komunikasi digambarkan sebagai
25
39
proses yang menghubungkan pengirim dengan penerima pesan. Proses
tersebut terdiri dari enam langkah sebagai berikut:
Sumber: Suranto
Gambar 2.2. Proses Komunikasi Interpersonal
Keterangan:
1. Keinginan berkomunikasi.
Seorang komunikator mempunyai keinginan untuk berbagi gagasan dengan
orang lain.
2. Encoding oleh komunikator.
Encoding merupakan tindakan memformulasikan isi pikiran atau gagasan ke
dalam simbol-simbol, kata-kata, dan sebagainya sehingga komunikator
merasa yakin dengan pesan yang disusun dan cara penyampaiannya.
3. Pengiriman pesan.
Untuk mengirim pesan kepada orang yang dikehendaki, komunikator
memilih saluran komunikasi seperti telepon, SMS, e-mail, surat ataupun
secara tatap muka. Pilihan atas saluran yang akan digunakan tersebut
Langkah 1
Keinginan
Berkomunik
asi
Langkah 2
Encoding
oleh
Komunikator
Langkah 3
Pengiriman
Pesan
Langkah 4
Penerimaa
n Pesan
Langkah 5
Decoding
Oleh
Komunikan
Langkah 6
Keinginan
Berkomuni
kasi
26
40
bergantung pada karakteristik pesan, lokasi penerima, media yang tersedia,
kebutuhan tentang kecepatan penyampaian pesan, karakteristik komunikan.
4. Penerimaan pesan.
Pesan yang dikirim oleh komunikator telah diterima oleh komunikan.
5. Decoding oleh komunikan.
Decoding merupakan kegitan internal dalam diri penerima. Melalui indera,
penerima mendapatkan macam-macam data dalam bentuk “mentah”, berupa
kata-kata dan simbol-simbol yang harus diubah ke dalam pengalaman-
pengalaman yang mengandung makna. Dengan demikian, decoding adalah
proses memahami pesan. Apabila semua berjalan lancar, komunikan
tersebut menterjemahkan pesan yang diterima dari komunikator dengan
benar, memberi arti yang sama pada simbol-simbol sebagaimana yang
diharapkan oleh komunikator.
6. Umpan balik.
Setelah menerima pesan dan memahaminya, komunikan memberikan
respon atau umpan balik. Dengan umpan balik ini, seorang komunikator
dapat mengevaluasi efektivitas komunikasi. Umpan balik ini biasanya juga
merupakan awal dimulainya suatu siklus proses komunikasi baru, sehingga
proses komunikasi berlangsung secara berkelanjutan. (A.W. Suranto,
2011:10)
Gambar di atas menunjukkan bahwa proses komunikasi interpersonal
berlangsung sebagai sebuah siklus. Artinya umpan balik yang diberikan oleh
komunikan, menjadi bahan bagi komunikator untuk merancang pesan
27
41
berikutnya. Proses komunikasi terus berlangsung secara interaktif timbal balik,
sehingga komunikator dan komunikan dapat saling berbagi peran.
SENDER
RECIPIENT
Sumber: Shirley Taylor
Gambar 2.3. Siklus Komunikasi Interpersonal
Berdasarkan gambar 2.3. di atas, Shirley Taylor menjelaskan bahwa
langkah-langkah kunci dalam komunikasi interpersonal dapat digamabarkan
sebagai sebuah siklus. Proses komunikasi interpersonal dimulai oleh seorang
sender (pengirim) mengkonsep pesan yang ingin disampaikan kepada seorang
recipient (penerima). Prosesnya dikategorikan sebagai siklus, karena aktivitas
pengiriman dan penerimaan pesan berlangsung secara timbal balik dan
berkelanjutan, seperti yang dijelaskan Taylor berikut ini:
1) Pengirim pesan
1
Coercive the
Message
6
Feedback
2
Encode the
Message
3
Select
Appropriate
5
Interpret the
Message
4
Decode the
Mesage
28
42
Tahap pertama dalam siklus komunikasi dimulai dengan adanya suatu
pesan yang ingin disampaikan pengirim pesan kepada penerima pesan.
Kemudian pengirim pesan mengkodekan pesan ke dalam bentuk yang
sesuai. Bisa berupa tertulis, lisan, visual, atau kombinasi dari semuanya.
Terakhir, pengirim akan memilih saluran yang sesuai yang akan dikirim
ke penerima.
2) Penerima pesan
Siklus komunikasi dimulai dengan decoding the message, yang artinya
bahwa penerima pesan telah menerima pesan dalam bentuk kode yang
dikirimkan oleh pengirim. Jika pesan itu disampaikan dalam bentuk
tertulis, maka penerima akan membacanya. Jika pesan itu disampaikan
dalam bentuk lisan, maka penerima akan mendengarkan. Dan jika pesan
itu disampaikan dalam bentuk visual, maka penerima akan melihatnya.
Kemudian penerima menafsirkan pesan yang disampaikan pengirim.
Terakhir, penerima pesan memberikan umpan balik kepada pengirim
mengenai pesan tersebut. (Taylor, 1999:233)
e. Unsur-Unsur Komunikasi Interpersonal
Untuk memperlancar komunikasi interpersonal dalam sebuah
organisasi, maka ada beberapa unsur yang harus diperhatikan yaitu:
1) Pembukaan Diri
Yang disebut pembukaan diri (self–disclosure) adalah
mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang
29
43
dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau
yang berguna untuk memahami tanggapan kita masa kini. Dalam
komunikasi interpersonal unsur pembukaan diri yang diharapkan yaitu
untuk mengungkapkan reaksi-reaksi terhadap berbagai fenomena yang
dialami bersama atau apa yang dilakukan oleh lawan komunikasi.
Pembukaan diri dalam komunikasi interpersonal memiliki manfaat
maupun dampak yang terjadi yaitu (1) Merupakan dasar bagi hubungan
yang sehat antara dua orang, (2) Semakin bersifat terbuka kepada orang
lain, maka orang tersebut semakin menyukai diri kita, akibatnya ia akan
semakin membuka diri, (3) Orang yang rela membuka diri kepada orang
lain cenderung memiliki sifat ; kompeten, terbuka, ekstrover, fleksibel,
adaptif, dan intelijen, (4) Membuka diri kepada orang lain merupakan
dasar relasi yang memungkinkan komunikasi intim baik dengan diri kita
maupun dengan orang lain, (5) Membuka diri berarti bersikap realistik,
maka pembukaan diri harus jujur, tulus dan authentik.
2) Membangun Kepercayaan
Kepercayaan mutlak diperlukan agar sebuah relasi dapat tumbuh
dan berkembang sesuai yang diharapkan. Hal ini harus dilakukan pada
saat menentukan kapan mengambil resiko dengan cara saling
mengungkapkan lebih banyak pikiran, perasaan, dan reaksi terhadap
situasi yang dihadapi, atau dengan cara saling menunjukkan penerimaan,
dukungan dan kerjasama. Saling percaya dibangun lewat resiko dan
peneguhan, serta dihancurkan lewat resiko dan penolakan. Kepercayaan
30
44
itu tidak mungkin timbul tanpa resiko, dan relasi tidak akan mengalami
kemajuan tanpa kepercayaan.
3) Berkomunikasi Secara Verbal
Secara luas komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku
seseorang baik verbal maupun nonverbal yang ditanggapi oleh orang
lain. Komunikasi mencakup pengertian yang lebih luas dari sekedar
wawancara. Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu,
sehingga merupakan wujud komunikasi. Dalam setiap wujud
komunikasi setidaknya ada dua orang saling mengirimkan lambang-
lambang yang memiliki makna tertentu. Lambang-lambang tersebut
dapat bersifat verbal atau berupa kata-kata, atau bersifat non verbal
berupa ekspresi atau ungkapan tertentu dan gerak tubuh.
4) Mengungkapkan Perasaan
Mengalami suatu perasaan dan mengungkapkannya kepada orang
lain merupakan salah satu kebutuhan untuk menunjang kesehatan
psikologis. Perasaan juga merupakan reaksi internal terhadap aneka
pengalaman, yang disertai perubahan-perubahan fisiologis tertentu dan
kadang-kadang dikomunikasikan kepada orang lain melalui bentuk-betuk
tingkah laku terbuka. Ada lima tahap proses pengungkapan perasaan
dalam komunikasi yaitu : (1) Mengamati (sensing) adalah
mengumpulkan informasi lawan komunikasi melalui panca indera yang
dimiliki, dan informasi bersifat deskriptif serta kesemuanya direkam
dalam pikiran dan hati. (2) Menafsirkan (interpreting) yaitu semua
31
45
informasi yang diterima dari lawan komunikasi dan kita menentukan
makna dari kata-kata serta perbuatannya, (3) Mengalami perasaan
tertentu (feeling) sebagai rekasi spontan terhadap penafsiran atas
informasi yang diterima dari lawan komunikasi, (4) Menanggapi
(intending) yaitu dorongan untuk dan mengarahkan untuk berbuat sejalan
dengan perasaan kita, dan hal ini akan membimbing tindakan yang akan
dilakukan sebagai pengungkapan perasaan kita. (5) Mengungkapkan
(expressing) yaitu kata-kata maupun perbuatan serta perilaku nonverbal
yang dilakukan sebagai pengungkapan sensasi, interpretasi, perasaan
maupun intensi-intensi.
5) Saling Menerima dan Mendukung
Mendengarkan dan menanggapi pesan orang lain menjadi tidak
mudah sebab tanpa kita sadari selalu akan muncul sikap-sikap tertentu
selama menjalankan tugas. Diantara tanggapan tersebut ada yang
berakibat merugikan atau menghambat proses komunikasi. Ada lima
intensi penting yang sering mempengaruhi tanggapan kita terhadap orang
lain yaitu :
a) Menasihati dan memberikan penilaian.
Nasihat dan penilaian mengkomunikasikan sikap evaluatif, korektif,
sugestif atau moralistik. Nasihat dapat menolong pihak yang
dinasihati, bila diberikan pada saat yang tepat dan relevan, namun
nasihat dan penilaian pada umumnya justru menghalangi kita untuk
menolong orang lain dan membangun persahabatan.
32
46
b) Menganalisis dan Menafsirkan
Dengan menganalisis dan menafsirkan masalah yang dikemukakan,
kita akan lebih senang bila orang lain cukup menolong agar kita
mampu berpikir sendiri tentang kesulitan kita dan cara untuk
mengatasinya.
c) Meneguhkan dan memberikan dukungan
Melalui tanggapan yang bersifat memberi dukungan, maka penerima
pesan ingin menunjukkan simpati, meneguhkan kembali atau
menolong meringankan beban pengirim pesan, namun jika diberikan
secara tergesa-gesa, maka dukungan dan bimbingan tersebut justru
dapat menimbulkan kesan bahwa kita meremehkan perasaan pengirim
pesan.
d) Menanyai dan menyelidiki
Menyelidiki dengan cara memberondong dengan berbagai pertanyaan
akan menimbulkan kesan bahwa penerima pesan ingin tahu lebih
banyak, ingin menggiring pembicaraan ke arah tertentu, atau ingin
mengarahkan pengirim pesan pada kesimpulan tertentu yang
dipikirkan oleh penerima pesan. Oleh karena itu komunikasi akan
lebih efektif jika pertanyaan dirubah menjadi pertanyaan reflektif yang
akan mendorong orang untuk terus mau mengungkapkan diri.
e) Memahami
33
47
Tanggapan yang penuh pemahaman yang bersifat merefleksikan apa
yang diungkapkan, menunjukkan bahwa kita mempunyai tanggapan
untuk memahami pikiran dan perasaannya. (A.W. Suranto, 2011:65).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disintesiskan bahwa
komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara dua orang atau lebih
dalam suatu organisasi dan terjadi umpan balik secara langsung dari pihak
penerima pesan (komunikan) kepada komunikator.
f. Pengertian Kepemimpinan
Membicarakan kepemimpinan dapat dimulai dari berbagai sundut
pandang,dan setiap sudut pandang dapat merupakan pendekatan yang akan
melahirkan pengertian yang berbeda dengan pendekatan lainnya.
Pemimpin dan kepemimpinan dibutuhkan oleh manusia karena adanya
kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh setiap manusia . Hal ini
berarti bahwa ada manusia yang memiliki kemampuan untuk memimpin .
Pemimpin adalah seorang yang memiliki kecakapan tertentu yang dapat
mempengaruhi para pengikutnya untuk melakukan kerja sama kea rah
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, jelas bahwa
pemimpin harus memiliki berbagai kelebihan, kecakapan dibandingkan
dengan anggota lainnya. Dengan kelebihan yang dimilkinya, pemimpin
dapat memiliki kewibawaan sehingga dipatuhi oleh para pengikutnya.
Kelebihan tersebut beragam, di antaranya ialah kelebihan moral, semangat
34
48
kerja, keterampilan, kecerdasan, keuletan, dan sebagainya. (Herabudin,
2009:183).
Yukl, mendefinisikan bahwa kepemimpinan sebagai suatu sifat,
perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi,
hubungan kerjasama antar peran, kedudukan dari suatu jabatan
administratif, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimatis pengaruh.
(Gary Yukl, 2007:5). Nawawi juga mendefisikan bahwa kepemimpinan
sebagai kemampuan menggerakkan, memberikan motivasi, dan
mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan
yang terarah pada pencapaian tujuan melalui keberanian mengambil
keputusan tentang kegiatan harus dilakukan. (Hadari Nawai, 2006:81).
Purwanto, mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu sifat,
perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi,
hubungan kerja sama antar peran, kedudukan dari suatu jabatan
administratif, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimaasi pengaruh. (M.
Ngalim Purwanto, 2006:48). Wahjosumidjo, mendefinisikan bahwa
kepemimpinan sebagai sifat-sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap
orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerja sama antar peran,
kedudukan dari suatu jabatan administratif, dan persepsi dari lain-lain
tentang legitimasi pengaruh. .(Wahyosumidjo, 2005:17).
Berdasarkan definisi-definisi kepemimpinan di atas, pada dasarnya
mengandung kesamaan asumsi yang bersifat umum, yaitu :
35
49
a) Di dalam satu fenomena kelompok melibatkan interaksi antara dua
orang atau lebih.
b) Di dalam melibatkan proses mempengaruhi, di mana pengaruh
yang sengaja digunakan oleh pemimpin terhadap bawahannya.
Di samping kesamaan asumsi yang umum, di dalam definisi
tersebut juga memiliki perbedaan yang bersifat umum pula, seperti :
a) Siapa yang mempergunakan pengaruh.
b) Tujuan dari pada usaha untuk mempengaruhi. dan
c) Cara yang digunakan dalam mempengaruhinya.
Kepemimpinan telah dipelajari melalui berbagai cara yang
berbeda-beda tergantung pada konsepsi kepemimpinan dan pilihan
metodologi para penelitinya, sehingga studi kepemimpinannya hanya
memperlakukan atau dihadapkan pada satu aspek yang sempit, seperti
pengaruh bawahan atau sifat-sifat pribadi, atau perilaku yang satu sama
lain dijadikan sasaran studi tanpa mengaitkan satu sama lain yang
sebenarnya merupakan satu rangkaian persoalan di bidang kepemimpinan.
Kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan
pekerjaan para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung
dalam hal ini yaitu :
(1) kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun
pengikut.
36
50
(2) kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin
dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok
bukanlah tanpa day.
(3) adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang
berbeda untuk memengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui
berbagai cara.
Oleh karena itu, kepemimpinan pada hakikatnya adalah:
a) Proses memengaruhi atau memberi contoh dari pemimpin kepada
pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi;
b) Seni memengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan
,kepercayaan, kehormatan, dan kerjasama yang bersemangat dalam
mencapai tujuan bersama;
c) Kemampuan untuk memengaruhi, memberi inspirasi dan
mengarahkan tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai
tujuan yang diharapkan;
d) Melibatkan tiga hal yaitu, pemimpin, pengikut, dan situasi tertentu.
(Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, 2003:3).
Adapun kepala sekolah adalah mereka yang banyak mengetahui
tugas-tugas mereka dan mereka yang menentukan irama bagi sekolah
mereka. (James M Liphan, 2005:1). Rumusan tersebut menunjukkan
pentingnya peranan kepala sekolah dalam menggerakkan kehidupan
sekolah guna mencapai tujuan. Studi keberhasilan kepala sekolah
37
51
menunjukkan bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan
titik pusat dan irama suatu sekolah. (Wahyosumidjo, 2005:83).
Kepala sekolah yang berhasil adalah kepala sekolah yang
memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi kompleks yang unik,
serta mampu melaksanakan perannya dalam memimpin sekolah. Secara
sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seseorang tenaga
fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana
diselenggarakan proses belajar mengajar, atau di mana terjadinya interaksi
antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Berdasarkan beberapa definisi kepemimpinan kepala sekolah di atas,
maka dalam penelitian ini dapat didefinisikan bahwa perilaku
kepemimpinan kepala sekolah adalah sifat-sifat, perilaku pribadi,
pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerja sama
antar peran, kedudukan dari suatu jabatan administratif, dan persepsi dari
lain-lain tentang legitimasi pengaruh terhadap guru dan staf di sekolah.
g. Kepemimpinan Dalam Islam
Kepemimpinn dalam Islam merupakan hal pokok bagi kepribadian
islami dan sudah diberi contoh Nabi Muhammad saw, yang telah
menjadikan dirinya sebagai da’iyah (seorang yang melakukan dakwah)
untuk menjadi seorang pemimpin, baik secara de jure maupun secara de
facto, dalam membimbing orang lain menuju jalan yang lurus (ihdinash
shiraathal mustaqiim)
38
52
Pemegang fungsi kepemimpinan dalam Islam biasa disebut Imam, dan
kepemimpinan itu sendiri disebut “imamah”. Pemimpinan ystem, dalam
sejarah kebudayaan Islam biasa digunakan dengan istilah: khalifah, amir,
dan sulthan. Dalam pada itu perkataan wali dalam arti pemimpin masih
segar hingga saat ini, karena kita jumpai sebutan: wali kota, wali negeri,
dan sebagainya. (Hamzah Ya’qub, 1989:115).
Istilah lain adalah idarah atau management, di mana Al-Qur’an telah
memberikan stimulasi di dalam firman Allah surah Al-Baqarah, ayat 282:
وال تسأموا أن تكتبوه صغيرا أو كبيرا إلى أجله ذلكم أقسط
هادة وأدنى أاله ترتابوا إاله أن تكون وأقوم للشه عند للاه
فليس عليكم جناح أاله تجارة حاضرة تديرونها بينكم
.... تكتبوها
“Dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar
sampai batas waktu membayarnya, yang demikian itu, lebih adil di sisi
Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika
mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu,
maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya”. Q.S. 2:
282
Di dalam ayat tersebut di atas, disebutkan, artinya “yang kamu
jalankan di antara kamu”. Asal katanya “adaara-idaarah” yang artinya
manajement, administrasi. Idaarah adalah masdar dari adaara, jadi idaarah
39
53
atau manajemen, suatu keadaan ystem balik, berusaha supaya
menepati peraturan yang ada. (Ahmad Warson, 1984:466).Idarah
mempunyai beberapa pengertian, antara lain: a) menjadikan sesuatu
berjalan, b) saling mengisi, 3) persoalan atau pendapat. Disamping
pengertian tersebut, juga mempunyai pengertian lain seperti: perkumpulan
syarikah, madrasah, yayasan, sarana atau perlengkapan untuk
menyelesaikan segala urusan, untuk mencapai hasil atau meningkatkan
produktivitas. (Jurban Mas’ud, 1967:47).
Ayat tersebut menerangkan persoalan yang berhubungan urusaan
system manusia, terutama dalam persoalan jual beli, transaksi atau
persoalana kesekretariatan. Maka tidak heran apabila asal penemuan ilmu
management itu dari persoalan yang berhubungan dengan usaha bisnis,
yang kemudian berkembang menjadi ilmu dalam mencapai tujuan, seperti
kelompok system, organisasi, syarikat-syarikat maupun pemerintahan.
Karena Al-Qur’an memberitakan apa yang terjadi dan yang akan terjadi.
(Jawahir Tantawi, 1988:49).
Di Indonesia istilah idarah identik dengan manajemen, sebagaimana
yang dirumuskan oleh Koordinator Dakwah Islam DKI di dalam bukunya
yang berjudul Manajemen Masjid. Idarah masjid memberikan pengertian
bahwa idarah dalam pengertian umum adalah segala usaha, tindakan dan
kegiatan manusia, yang berhubungan dengan perencanaan dan
pengendalian segala sesuatu secara tepat guna. . (KODI,1999:49).
40
54
Islam, pemimpin merupakan hal yang sangat fundamental. Ia
menempati posisi tertinggi dalam bangunan masyarakat. Dalam kehidupan
berkelompok (berjamaah), pemimpin ibarat kepala dari seluruh anggota
tubuhnya. Ia memiliki peranan yang strategis dalam pengaturan pola
(minhaf) dan gerakan (harokah). Kecakapannya dalam memimpin akan
mengarahkan yang dipimpin kepada tujuan yang akan dicapai, yaitu
kejayaan dan kesejahteraan dengan iringan ridho Allah SWT. Dalam Al-
Qur’an Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 207 :
وللاه ومن النهاس من يشري نفسه ابتغاء مرضاة للاه
رءوف بالعباد
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena
mencari keridhan Allah; dan Allah Maha Penyntun kepada hamba-Nya”.
Q.S. 2: 207
Dalam bangunan masyarakat, pemimpin berada pada posisi yang
menentukan terhadap perjalanan ummatnya. Apabila sebuah jamaah
memiliki seorang pemimpin yang prima, produktif dan cakap dalam
pengembangan dan pembangkitan daya juang dan kreativitas amaliyah,
maka dapat dipastikan prjalanan ummatnya akan mencapai titik
kesuksesan. Dan sebaliknya, manakala suatu jamaah dipimpin oleh orang
yang memiliki banyak kelemahan, baik dalam hal keilmuan, manajerial,
41
55
maupun dalam hal pemahaman dan nilai tanggung jawab, serta lebih
mengutamakan hawa nafsunya dalam pengambilan keputusana dan
tindakan, maka dapat dipastikan, bangunan jamaah akan mengalami
kemunduran, dan bahkan mengalami kehancuran. Allah berfirman dalam
surah al-Isra’ ayat 16:
ية أمرنا مترفيها ففسقوا فيها فحقه وإذا أردنا أن نهلك قر
رناها تدميرا عليها القول فدمه
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami
perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya
mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu,
maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya Perkataan (ketentuan
Kami), kemudian Kami hancurkan negeri ini sehancur-hancurnya”. Q.S.
17:16
Islam memandang bahwa kepemimpinan memiliki posisi yang sangat
strategis dalam terwujudnya masyarakat yang berada dalam Baldatun
thayyibatun wa rabbun ghafur, sebagaimana firman Allah SWT:
لقد كان لسبإ في مسكنهم آية جنهتان عن يمين وشمال
كلوا من رزق ربكم واشكروا له بلدة طيبة ورب غفور
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat
kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah
kiri. (kepada mereka dikatakan) : “ Makanlah olehmu dari rezki yang
42
56
(dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.
(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang
Maha Pengampun”. Q.S. 34:15.
Mereka itu adalah masyarakat Islami yng dalam ystem
kehidupannya menerapkan prinsip-prinsip Islam. Demikianlah pentingnya
kepemimpinan atau imam dalam sebuah jamaah atau kelompok, maka
Rasulullah saw, bersabda :
عن أبى هريرة رضي للا عنه قال: قال رسول للا صلى
م فليؤ مكم اقرؤكم و ان كان فرتللا عليه و سلم : اذا سا
أصغركم و اذا أمكم فهو أمير كم . رواه البخارى
“Dari Abu Hurairah ra, berkata, Rasulullah sawa, bersabda : Apabila
kamu mengadakan perjalanan secara berkelompok, maka tunjuklah salah
satunya sebagai imam (pemimpin perjalannan)”. H.R. Bukhori
Kepemimpinan dalam pandangan Islam tidak jauh berbeda dengan
model kepemimpinan pada umumnya, karena prinsip dan sistem yang
digunakan terdapat beberapa persamaan. Kepemimpinan pertama kali
dalam Islam dicontohkan oleh Rasulullah saw, kepemimpinan Rasulullah
saw, tidak bisa dipisahkan dengan fungsi kehadirannya sebagai pemimpin
spiritual dan masyarakat. Prinsip dasar kepemimpinan beliau adalah
keteladanan. Dalam kepemimpinannya mengutamakan uswatun hasanah
43
57
pemberian contoh kepada shahabat yang dipimpin. Rasulullah memang
mempunyai kepribadian yang sangat agung, sebagaimana yang dinyatakan
dalam Al-Qur’an surah Al-Qalam ayat 4 :
ك لعلى خلق عظيم وإن
“Dan sesungguhnya engkau Muhammad benar-benar berada dalam
akhlak yang agung”. Q.S:68:4
Ayat di atas menunjukkan bahwa Rasulullah saw, memang
mempunyai kelebihan berupa akhlak yang mulia, sehingga dalam hal
memimpin dan memberikan teladanan memang tidak diragukan.
Kepemimpinan Rasulullah saw, memang tidak dapat ditiru sepenuhnya,
namun setidaknya sebagai umat Islam harus berusaha meneladani
kepemimpinan-nya.
Rasulullah saw, membuktikan bahwa seorang pemimpin yang baik
adalah yang mendorong para pengikutnya agar melayani orang lain untuk
bisa unggul dalam kehidupan. Sebagai seorang pemimpin, seseorang
terikat oleh kedudukan yang dipercayakan Tuhan agar bertanggung jawab
dan bisa dipertanggungjawabkan dalam menegakkan keadilan, kesetaraan,
dan kesepahaman dalam segala urusan dunia. Seorang pemimpin bisa jadi
juga seorang ayah, seorang imam, seorang administrator, seorang manajer,
seorang supervisor, atau bahkan seorang pekerja yang berpengaruh.
Rasulullah saw, menegaskan bahwasetiap orang yang diberi kepercayaan
oleh Tuhan Yang Maha Perkasa untuk menjadi khalifah.
44
58
Kepemimpinan melibatkan proses mempengaruhi orang untuk
mentransformasikan pandangan hidup mereka, kadang-kadang melalui
tindakan afirmatif, untuk mencapai kondisi yang lebih baik. Perubahan
yang lebih baik bisa dicapai dengan cara mengubah perilaku seseorang,
situasi seseorang, atau lingkungan seseorang (atau perpaduan di antara
ketiganya) sedemikian rupa sehingga hasilnya akan bermanfaat bagi
ummat manusia secara khusus. Proses seperti ini menjadi landasan
kepemimpinan altruistis. Altruisme (bahasa Latin; alter, atau bentuk
jamaknya: alteri, orang lain) mengonotasikan prinsip hidup, yang
menghargai dan berbuat demi kebaikan orang lain, menunjukkan kasih
sayang serta perhatuian terhadap kesejahteraan orang lain. Prinsip ini
menunjukkan suatu sikap menyayangi dan berbagi rasa, sikap peduli dan
tidak egois atas kesejahteraan yang lain, menjaga perasaan orang lain,
memperhatikan kebutuhan orang lain, dan selalu berusaha menciptakan
solusi saling menguntungkan atas apa yang dikerjakan secara bersama. Ini
merupakan antitesis dari sikap egoisme (sangat mementingkan diri
sendiri), kiasu-isme (taakut kalah), Darwinisme sosial (hukum rimba), atau
Machiavellinisme (kelicikan). Maka ciri-ciri seorang pemimpin yang
islami adalah: sopan, tabah, dermawan, baik hati, ramah, berani, dapat
dipercaya, penuh kebajikan, semangat melayani masyarakat, dan
berorientasi warga. . (Ismail Noor, 2011:33).
45
59
1). Kepemimpinan Dalam Al-Qur’an
Nabi Adam adalah manusia pertama, dan orang yang pertama
memimpin manusia meskipun hanya anak-anak dan cucu-cucunya. Hal
ini Allah SWT, berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 30 :
وإذ قال ربك للمالئكة إني جاعل في األرض خليفة قالوا
ماء ونحن نسبح أتجع ل فيها من يفسد فيها ويسفك الد
بحمدك ونقدس لك قال إني أعلم ما ال تعلمون
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
“Sesungguhnay Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi”,
mereka berkata: “Mengapa Engkau hendakmenjadikan (khalifah) di
bumi itu orang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau ?”. Tuhan berfirman: “Sesaungguhnya Aku
mengetahui apa yang Engkau tidak mengetahui” Q.S: 2:30
Perkataan khalifah dalam bentuk mufrad, sedang jamaknya khulafa
atau khalaaif berarti pengganti Nabi Muhammad saw. Pada ayat
tersebut Allah SWT, memberikan kekuasaan kepada manusia pertama
Adam sebagai khalifah untuk mengatur manusia dalam kehidupan. (As-
Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, 1954:258). Dalam Al-Qur’an sebutan ini
sebanyak 9 kali, khalifah dapat berarti pengganti, penguasa, atau
generasi penerus, wakil dan pengganti sesuatu yang telah ada
sebelumnya. ( Jamaluddin Kafie, 1998:65).
46
60
Tafsir al-Manar menyebutkan pengertian ayat tersebut bahwa “
manusia dijadikan Allah SWT, sebagai khalifah atau penguasa di bumi
yang dibekali dengan akal pikiran, dan ilmu penetahuan yang tidak
dimiliki oleh makhluk lain. (As-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha,
1954:256). Ini merupakan keistimewaan manusia diberikan kewenangan
untuk mengatur alam semesta ini dengan petunjuk Al-Qur’an.
Pengertian khalifah sebagai penguasa, banyak ragam dan jenis
kekuasaan tersebut, baik secara operasional, maupun konsepsional.
Khalifah juga mengandung arti yang universal, tergantung
penempatannyaa di dalam pembahasan. Adakalanya dalam suatu negara
yang berdaulat, bentuk-bentuk organisasi kemasyarakatan, sampai pada
bentuk yang sekeacil-kecilnya. Allah mengangkat khalifah di bumu
untuk menjadi pemimpin terhadap sesamanya yang dilakukan secara
kontinyu dari generasi ke generasi. (Abul Fidah Ismail bin Katsir,
1979:49).
2). Kepemimpinan Rasulullah saw.
Nabi Muhammad swa, sebagai uswatun hasanah yang
harusditauladani bagi semua ummat Islam. Beliau memiliki akhlak
yang agung dan luhur. Dengan akhlak yang luhur itulah beliau dapat
berhasil dalam bedakwah hanya kurang dari 23 tahun, beliau dapat
merubah dari masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang beriman,
berilmu, dan maju dalam segala bidang.
47
61
Akhlak Rasulullah saw, terulis dalam Al-Qur’an, antara lain dalam
surah Al-Qalam ayat 4 :
ك لعلى خلق عظيم وإن
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur”.
Q.S:68:4
Di antara akhlak Rasulullah saw yang terpuji, adalah sikap pemaaf
dan kasih terhadap sesamanya, meskipun beliau sering dihina, difitnah
dan disakiti orang lain. Selain bersikap pemaaf, Nabi juga bersikap
pengasih dan penyayang terhadap sesamanya, terhadap fakir miskin dan
anak yatim. Dalam berbagai kegiatan dakwahnya, beliau selalu
memulai kebaikan dari dirinya sendiri dan keluarganya. Beliau selalu
berusaha kebaikan dan memelihara umatnya dari kehancuran dan
kenistaan. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam surah At-Taubah ayat
128 :
لقد جاءكم رسول من أنفسكم عزيز عليه ما عنتم
حريص عليكم بالمؤمنين رءوف رحيم
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri,
berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan
dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin”. Q.S:9:128
48
62
Dalam surah al-A’raf ayat 199 :
الجاهلين خذ العفو وأمر بالعرف وأعرض عن
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang
ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”.
Q.S:7:199
Ayat tersebut menunjukkan ada tiga macam sikap dan budi pekerti
yang luhur bagi Rasulullah saw, yaitu pemaaf, memerintah kebaikan
dan menajauhi dari orang-orang bodoh.
Nabi Muhammad saw, adalah seorang pelopor yang pro aktif dalam
mengerjakan segala urusan karena Allah SWT. Untuk menanamkan
iman atau keyakinan kepada para pengikutnya, beliau berkata terus
terang soal apa yang boleh dan apa yang dilarang kepada mereka. Dan
beliau memberi teladan melalui kepemimpinan dengan contoh (uswah),
selalu selangkah di depan untuk diikuti yang lain. Beliau melakukannya
tanpa menunjukkan arogansi, tetapi beusaha menjadi yang terbaik
dalam ummat, tetap menunjukkan keberanian tetapi rendah hati. Dalam
prosesnya, Nabi Muhammad saw, dipandang sebagai seorang manusia
yang memiliki integritas tinggi, bersemangat menuntaskan misi dan
penuh kasih dalam membantu pengikutnyamenuju jalan yang benar.
Nabi Muhammad saw, menerapkan tiga gaya pokok dalam
kepemimpinannya, plus lima, yaitu syura (permusyawaratan), ‘adl bil
qisthi (keadilan, disertai kesetaraan), dan hurriyah al-kalam (kebebasan
dalam berekspresi), dalam segala urusan dengan umatnya. Plus lima
49
63
adalah integritas pribadi, perbaikan hubungan, daya kepemimpinan,
perilaku etis, dan mendorong semangat melalui pengetahuan spiritual.
(Ismail Noor, 2011:23).
a). Syura
Syura merupakan model dasar pengambilan keputusan, dan
dalam melakukan hal ini Al-Qur’an menyerukan kepada para
pemimpin muslim agar bermusyawarah dengan mereka yang
berpengaruh atau yang lebih memiliki pengetahuan dan lebih paham
tentang persoalan yang sedang dihadapi.
Syura adalah sebuah metode yang menerapkan musyawarah di
antara para pemimpin dan pengikut mengenai berbagai persoalan
penting, terutama jika masalahnya bersifat kritis dan membutuhkan
solusi bijak. Berbagai pikiran dan saran diminta dari berbgai
kalangan, terutama dari mereka yang ahli dan berpengalaman dalam
bidang tersebut.
Allah telah mewajibkan syura kepada semua hamba-Nya,
karena Dia telah menyejajarkan dengan kewajiban beribadah
melalui shalat, zakat, dan amal shalih. Hal ini sebagaimana firman-
Nya dalam surah Al-Syura ayat 38:
الة وأمرهم هم وأقاموا الص والذين استجابوا لرب
ا رزقناهم ينفقونشورى بينهم ومم
50
64
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhan dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan)
dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan
sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”. Q.S:42:38
Para pemimpin mungkin bukan hanya mereka yang
dianugerahi wawasan atau visi atas berbagai situasi yang menuntut
penyelesaian masalah. Ada para pengikut yang bisa memberikan
konttribusi juga, bahkn pada sejumlah kasus tertentu bisa lebih baik
dibandingkan dengan para atasannya. Firman allah dalam surah Ali
Imran ayat 159:
لنت لهم ولو كنت فظا غليظ فبما رحمة من للاه
وا من حولك فاعف عنهم واستغفر القلب النفض
ل على للاه لهم وشاورهم في األمر فإذا عزمت فتوكه
لين يحب المتوك إنه للاه
“Maka berkat rahmat Allah, engkau (Muhammad) berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah merek menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka,
dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka
bertawakkalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-
orang yang bertawakkal kepada-Nya”. Q.S:3:159.
Syura diterapkan dalam pengambilan keputusan dan berbagai
pilihan strategis. Metode ini diterapkan ketika tidak ada nash dalam
Al-Qur’an atau Sunnah Nabi saw. Hal ini disebabkan Syura
51
65
membutuhkan ijtihad (keputusan yang didasarkan pada
penyelidikan seksama terhadap berbagai fakta) mengenai berbagai
persoalan.
b). Keadilan (‘adl)
Keadilan merupakan tonggak kedua kepemimpinan Islam.
Pemimpin muslim harus berurusan dengan berbagai macam orang,
terutama pada ummatnya, dengan rasa keadilan dan keterbukaan tak
peduli apa suku, keyakinan, kebangsaan, atau keimanannya. Al-
Qur’an memerintahkan kepada kaum muslim agar bersikap adil dan
tidak pandang bulu, bahkan kepada mereka yang menentang. Allah
berfirman dalam surah an-Nisa’ ayat 135:
امين بالق يا أيها الهذين آمنوا كونوا قوه سط شهداء لله
ولو على أنفسكم أو الوالدين واألقربين إن يكن غنيا
أولى بهما فال تتهبعوا الهوى أن تعدلوا أو فقيرا فالله
كان بما تعملو ن خبيرا وإن تلووا أو تعرضوا فإنه للاه
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang
benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika
dia (yang terdakwa itu) kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
52
66
karena ingin menyimpang dari kebenaran. Jika kamu memutar
balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha teliti segala apa yang kamu
kerjakan”. Q.S:4:135.
Surah lain, Al-Maidah ayat 8:
شهداء امين لله يا أيها الهذين آمنوا كونوا قوه
بالقسط وال يجرمنهكم شنآن قوم على أاله تعدلوا
خبير إنه للاه اعدلوا هو أقرب للتهقوى واتهقوا للاه
بما تعملون
“Wahai orang-orang yang beriman ! Jadilah kamu sebagai penegak
keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah
Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. Q.S:5:8.
Dan juga dalam surah an-Nisa’ ayat 58:
وا األمانات إلى أهلها وإذا يأمركم أن تؤد إنه للاه
ا نعمه حكمتم بين النهاس أن تحكموا بالعدل إنه للاه
كان سميعا بصيرا يعظكم به إنه للاه
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya
dengan adil. Sungguh Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh Allah Maha Mendengar, Maha Melihat”. Q.S:
4:58
53
67
Keadilan bermakna meletakkan sesuatu pada tempatnya, atau
menempatkannya dalam perspektif yang benar. Keadilan juga
berarti melakukan sesuatu tanpa melebihi batas seberapa besar
maupun kecilnya. Dalam konteks Islam, hal ini pada puncaknya
mengimplikasikan bahwa Allah SWT, melakukan segala sesuatunya
dengan benar. Apapun yang Dia perbuat berdasarkan pada
kebenaran. Bahkan, ketika Dia harus menghukum hamba-Nya, Dia
melakukan yang terbaik buat mereka. Di pihak manusia, keadilan
mengimplikasikan melakukan sesuatu pada tempatnya, tanpa
kedengkian atau kesombongan.
Ketika Rasulullah saw, mengukuhkan kedudukan kum muslim
di Madinah, beliau membuat sebuah Piagam Perjanjian (al-
Dhimmah) dengan suku Yahudi demi pertahanan dan keamanan
kota. Di antara tujuan piagam itu adalah kedudukan Nabi
Muhammad saw, sebagai pemimpin dan kepala negara Madinah.
Nabi Muhammad saw diterima sebagai pengendali segala urusan.
Beliau bertindak sebagai penengah pihak-pihak yang bertikai
sehingga hukum dan peraturan dapat ditegakkan di Negara Madinah
Dalam penerapan keadilan, Nabi selalu memberikan hak dan
kesempatan yang sama kepada semua warga tanpa memandang ras,
keyakinan. Semua orang memiliki akses yang sama dalam kegiatan
ekonomi, pendidikan, perdilan, rampasan perang, ketaatan
54
68
beragama, atau pemilihan pejabat negara. Demokrasi ditegakkan
selama tidak melanggar hukum Allah SWT.
Dalam pengertian manajemen, keadilan adalah bersikp
menjadi sesama manusia kepada orang lain. Keadilan mencakup
kondisi yang terbuka dalam perekrutan dan pemecatan, seleksi
karyawan sercara bijak, penentuan upah dan gaji yang merata,
alokasi tugas dan tanggung jawab yang adil, kepantasan dalam
menangani urusan kepegawaian, penanganan pengaduan secara
proposional, penghargaan memadai mengenai pekerjaan yang
dilakukan. Dalam semua aspek pengaturan kesejahteraan tersebut,
keadilan harus ditegakkan.
c). Kebebasan Berekspresi
Kebebasan berekspresi merupakan hak yang diberikan kepada
siapa saja untuk menyuarakan kepedulian, persetujuan atau saran suatu
persoalan yang mempengaruhi kesejhteraan dirinya atau komunitasnya.
Nabi Muhammad caakap dalam hal menangani berbagai masalah yang
dibawa ke hadapan beliau. Bahkan dalam sesi halaqah, Nabi
mendengarkan pandangan orang lain dengan sungguh-sungguh, dengan
tubuh dicondongkan ke arah orang itu, sebelum berkomentar, memberi
nasihat, dan mengambil keputusan.
Kebebasan berekspresi sangat erat kaitannya dengan praktik
syura, yang memungkinkan adanya pandangan yang setuju dan yang
menentang. Begitulah praktik praktik syura, memberi kebebasan
55
69
berekspresi tapi harus sejalan dengan etika dalam perbedaan pendapat
(adabu al-ikhtilaf), sehingga bisa memunculkan solusi terbaik, memberi
gambaran kepada pemimpin tentang bagaiman cara menangani
perselisihan semacam itu. Di dalamnya terkandung hak azasi individu,
sepanjang hak tersebut tidak melanggar hak orang lain.
Agar mendapatkan keputusn melalui syura, tetapi memberi ruang
bagi perbedaan pendapat, para anggota halaqah harus berpartisipasi
dalam tukar pendapat dengan pikiran terbuka dan niat positif.
Rasulullah saw, bersabda:
.... انما اال عمال بالنيات و انما لكل امرء ما نوى
“Perbuatan itu berdasarkan niatnya dan setiap orang akan
mendapatkan apa yang diniatkannya….” HR. Bukhari dan Muslim.
Aspek-aspek etika dalam perbedaan pendapat pada pelaksanaan
rapat dan mudzakarah (diskusi atau tukar pendapat atas suatu
perselisihan) yang berlangsung pada masa Rasulullah saw adalah :
(a) Pedoman diberikan oleh Nabi Muhammad saw. Dengan demikian
para shahabat tidak perlu berselisih di antara mereka sendiri.
Persoalan dibahas dengan sopan, damai, tetapi tegas.
(b) Ketika timbul perbedaan, kendati sudah ada usaha
menyelesaikannya, para shahabat merujuk pada Al-Qur’an dan
Sunnah untuk mencari penyelesaiannya. Segala keputusan yang
diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah akan diikuti tanpa syarat.
56
70
(c) Berkenaan dengan berbagai persoalan yang menyangkut
interpretasi, Nabi Muhammad saw, akan memberikan petunjuk
tentang apa yang benar dan apa yang salah. Para shahabat
memberikan kepercayaan dan rasa hormat dalam ketulusan atas
pandangan dan penilaian satu sama lain. Pendekatan ini
menghindari sikap ekstrim dan fanatik.
(d) Siapapun yang ada di dalam tim atau rapat bisa menunjukkan
kebenaran, yang akan diakui dan diterima. Kesepakatan atau
pandangan mayoritas adalah tujuan untuk sampai pada sebuah
keputusan.
3). Kriteria Kepemimpinan
a). Faktor Keulamaan
Allah berfirman dalam surah Fathir ayat 28:
ومن النهاس والدهواب واألنعام مختلف ألوانه كذلك إنهما
عزيز غفور من عباده العلماء إنه للاه يخشى للاه
“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata
dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam
warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di
antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. Q.S: 35:28
57
71
Ayat ini menjelaskan bahwa di antara hamba-hmba yang paling
takut kepada Allah adalah al-Ulama. Hal ini menunjukkan bahwa
apabila pemimpin mempunyai kriteria keulamaan, maka dia akan
selalu menyandarkan segala sikap dan keputusannya berdasarkan Al-
Qur’an dan As-sunnah. Dia akan takut melakukan kesalahan dan
berbuat dosa. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surah Al-
Hujurat ayat 1:
ورسوله موا بين يدي للاه يا أيها الهذين آمنوا ال تقد
سميع عليم واته إنه للاه قوا للاه
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah
dan Rasul-Nyaa, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Q.S:49:1
Seorang pemimpin yang berkriteria ulama, haruslah memiliki
keilmuan yang dalam . ia selalu menampilkan ucapan, perbuatan,
dan perangainya berdasarkan ilmu. Hal ini berdasarkan firman Allah
SWT, dalam surah an-Nahl ayat 43:
م فاسألوا وما أرسلنا من قبلك إاله رجاال نوحي إليه
كر إن كنتم ال تعلمون أهل الذ
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang
lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka, Maka bertanyalah
kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”. Q.S:16:43
58
72
Ayat ini menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus ahlu adz-
dzikri (ahli dzikir), yaitu orang yang dapat dijadikan rujukan dalam
menjawab berbagai macam problema ummat.
b). Faktor Keteladanan
Seorang pemimpin hendaknya orang yang memiliki figur
keteladanan dalam dirinya, baik dalam hal perbuatan, perkatan, dan
ibadah kepada Allah SWT. Hal ini allah berfirman dalam surah al-
Ahzab ayat 21:
أسوة حسنة لمن كان يرجو لقد كان لكم في رسول للاه
كثيرا واليوم اآلخر وذكر للاه للاه
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah”. Q.S.33:21
Seorang pemimpin hendaknya menjadikan Rasulullah saw,
sebagai tauladan bagi dirinya, sehingga meskipun tidak mencapaai
titik kesempurnaan, paling tidak ia mampu menampilkan akhlak
yang baik. Akhlak merupakan masalah yang paling mendasar dalam
kepemimpinan, meskipun seorang pemimpin memiliki kecerdasan
intelektual yang luar biasa, tetapi apabila tidak dikontrol mellui
59
73
akhlak yang baik, maka ia justru akan membawa kerusakan dan
kehancuran.
c). Faktor Manajerial
Seorang pemimpin harus memahami ilmu manajerial (meskipun
pada standar yang minim). Memahami manajemen kepemimpinan,
perencanaan, administrasia, distribusi keanggotaan, dan sebagainya.
Allah berfirman dalam surah Ash-Shaf ayat 4:
يحب الهذين يقاتلون في سبيله صفا كأنههم بنيان إنه للاه
مرصوص
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang di jalan-Nya
dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu
bangunan yang tersusun kokoh”. Q.S: 61:4
Ayat ini menjelaskan tentang seorang pemimpin bagaimana
harus dapat menciptakan suasana yang di pimpin (bawahannya)
menjadi serasi, seimbang dan adil. Dengan kemampuan manajerial
seorang pemimpin, maka akan tercipta tawassuq (keteraturan),
tawazun (keseimbangan), yang kesemuanya tertuju pada takammul
(kesempurnaan) secara menyeluruh.
60
74
d). Faktor Intelektual
Seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan, baik secara
emosional (EQ), spiritual (SQ), maupun intelektual (IQ). Rasulullah
saw, pernah menguji kelayakan dan kepatutan kepada Mu’adz bin
Jabal sebagai berikut:
عن معاذ بى جبل رضي للا عنه ان رسول للا صلى
للا عليه و سلم لما بعثه الى اليمن قال: كيف تقضى
اذا عرض لك قضاء ؟ قال: أقضى بكتاب للا. قال: فان
ة رسول للا. قال : لم تجد فى كتاب للا ؟ قال: فبسن
فان لم تجد فى سنة رسول للا . قال : أجتهد رأيى و
ال الو ) اى ال اقصر فى اجتهادى( قال : فضرب
وفق رسول للا على صدره و قال : الحمد لل الذى
رسول رسول للا لما يرضى رسول للا.
“Dari Mu’adz bin Jabal ra, bahwa Rasulullah saw, ketika
mengutusnya ke Yaman beliau bersabda: “Bagaimanakah engkau
memberi putusan (hukum) apabila suatu putusan dihadapkan
kepadamu ?”. Mu’adz menjawab: “Saya akan memberikan
keputusan berdasarkan kitab Allah”. Beliau bersabda: “Jika kamu
tidak menemukannya di dalam kitab Allah?” Ia menjawab : “Maka berdasarkan sunnah Rasulullah”. Beliau bersabda : “Jika kamu
tidak menemukannya dalam sunnah Rasulullah ?” Ia menjawab :
61
75
“Saya akan berijtihad dengan pendapatku, dan saya tidak akan
gegabah (tidak sembrono). Perowi berkata: Kemudian Rasulullah
saw, menepuk-nepuk dada Mu’adz seraya bersabda: Segala puji
bagi Allah yang telah memberikan taufik kepada utusan Rasulullah
kepada sesuatu yang diridhai oleh Rasulullahsaw.”
Hadits tersebut menunjukkan betapa pentingnya kecerdasan
yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Rasulullah saw, juga
menyatakan :
اذا حكم الحاكم فاجتهد ثم أصاب فله أجران, فاذا حكم
و اجتهد ثم أخطأ فله أجر. متفق عليه
“Apabila seorang hakim hendak menetapkan sesuatu hukum ia
berijtihad kemudian tepat ijtihadnya, maka baginya dua pahala; dan
apabila ia hendak menetapkan sesuatu hukum dan berijtihad
kemudian salah ijtihadnya, maka baginya satu pahala”. H.R.
Bukhari dan Muslim.
h. Pendekatan Studi Kepemimpinan
Wahjosumidjo, mengemukakan bahwa persoalan utama
kepemimpinan dapat dibagai ke dalam tiga masalah pokok, yaitu :
1). Bagaimana seseorang dapat menjadi seorang pemimpin.
2). Bagaimana seorang pemimpin itu berperilaku
3). Apa yang membuat pemimpin itu berhasil. (Wahyosumidjo, 2005:19).
Sehubungan masalah di atas, studi kemimpinan yang terdiri dari
berbagai macam pendekatan pada hakikatnya merupakan usaha untuk
menjawab atau memberikan pemecahan persoalan yang terkandung di
dalam ke tiga permasalahan tersebut. Adapun pendekatan terhadap
kepemimpinan tersebut adalah :
62
76
1). Pendekatan pengaruh kewibawaan (power influence approach)
Menurut pendekatan ini, keberhasilan pemimpin dipandang dari
segi sumber dan terjadinya sejumlah kewibawaan yang ada pada para
pemimpin, dan dengan cara yang bagaimana para pemimpin
menggunakan kewibawaan tersebut kepada bawahan. (Wahyosumidjo,
2005:20).Pendekatan ini menekankan proses saling mempengaruhi,
sifat timbal balik dan pentingnya pertukaran hubungan kerjasama
antara para pemimpin dengan bawahan.
Wirawan, mengemukakan bahwa hasil penelitian terdapat
pengelompokan sumber dari mana kewibawaan tersebut berasal, yaitu:
a) Legitimate power, bawahan melakukan sesuatu karena pemimpin
memiliki kekuasaan untuk meminta bawahan dan bawahan
mempunyai kewajiban untuk menuruti atau mematuhinya.
b) Coersive power, bawahan melakukan sesuatu agar dapat terhindar
dari hukuman yang dimilki oleh pemimpin.
c) Reward power, bawahan mengerjakan sesuatu agar memperoleh
penghargaan yang dimiliki oleh pemimpin.
d) Referent power, bawahan melakukan sesuatu karena bawahan
mereasa kagum terhadap pemimpin, bawahan merasa kagum atau
membutuhkan untuk menerima restu pemimpin, dan mau
berperilaku pula seperti pemimpin.
63
77
e) Expert power, bawahan mengerjakan sesuatu karena bawahan
percaya pemimpin memiliki pengetahuan khusus dan keahlian serta
mengetahui apa yang diperlukan. .(Wirawan, 2002:21)
Berdasarkan pendekatan pengaruh kewibawaan, seorang kepala
sekolah dimungkinkan untuk menggunakan pengaruh yang dimilikinya
dalam membina, memberdayakan, dan memberi teladan terhadap guru
sebagai bawahan. Legitimate dan coercive power memungkinkan
kepala sekolah dapat melakukan pembinaan terhadap guru, sebab
dengan kekuasaan dalam memerintah dan member hukuman,
pembinaan terhadap guru akan lebih mudah dilakukan. Sementara itu
dengan reward power memungkinkan kepala sekolah memberdayakan
guru secara optimal, sebab penghargaan yang layak dari kepala
sekolah merupakan motivasi berharga bagi guru untuk menampilkan
performan terbaiknya, Selanjutnya dengan referent dan expert power,
keahlian dan perilaku kepala sekolah yang diimplementasikan dalam
bentuk rutinitas kerja, diharapkan mampu meningkan motivasi kerja
para guru.
2). Pendekatan Sifat (the trait approach)
Pendekatan ini menekankan pada kualitas pemimpin. Keberhasilan
pemimpin ditandai oleh daya kecakapan luar biasa yang dimilki oleh
pemimpin seperti :
a) tidak kenal lelah atau penuh energi,
b) intuisi yang tajam,
64
78
c) wawasan masa depan yang luas, dan
d) kecakapan meyakinkan yang sangat menarik.
Menurut pendekatan sifat, seseorang menjadi pemimpin karena
sifat-sifatnya yang dibawa sejak lahir, bukan karena dibuat atau dilatih.
Purwanto, mendefinisikan pemimpin adalah dilahirkan bukan dibuat
bahwa pemimpin tidak dapat memperoleh kemampuan untuk
memimpin, tetapi mewarisinya. (M. Ngalim Purwanto, 2006:31).
Sutisno, mengemukakan bahwa seseorang tidak menjadi pemimpin
dikarenakan memilki suatu kombinasi sifat-sifat kepribadian, tapi pola
sifat-sifat pribadi pemimpin itu pasti menunjukkan hubungan tertentu
dengan sifat, kegiatan, dan tujuan dari pada pengikutnya. .(Sutisno,
2005:258). Berdasarkan pendekatan sifat, keberhasilan seseorang
pemimpin tidak hanya dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadi, melainkan
ditentukan pula oleh kecakapan/ketrampilan (skill) pribadi pemimpin.
Studi trait approach didukung dengan perkembangan cepat
percobaan psikologi selama periode 1920-1950. Berdasarkan hasil
studi tersebut ada tiga macam sifat pribadi seorang pemimpin yang
meliputi :
a) Ciri-ciri fisik, (physical characteristics), seperti tinggi badan,
penampilan, energy.
b) Kepribadian (personality), seperti menjunjung tinggi harga diri,
stabilitas emosional dan
65
79
c) Kemampuan/kecakapan. Seperti kecerdasan umum (general
intelegence), lancar berbicara (verbal fluency), keaslian
(originality), dan wawasan social (social insight).
3). Pendekatan Perilaku (the behavior approach)
Pendekatan perilaku merupakan pendekatan yang berdasarkan
pemikiran, bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan
oleh sikap dan gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin
dalam kegiatannya sehari-hari. Pendekatan perilaku ini ditunjukkan
pemimpin dalam hal bagaimana cara memberi perintah, membagi
tugas dan wewenang, cara berkomunikasi, cara mendorong semangat
kerja bawahan, cara memberi bimbingan dan pengawasan, cara
membina disiplin kerja bawahan, dan cara mengambil keputusan. ( M.
Ngalim Purwanto, 2006:32).
Pendekatan perilaku menekankan pentingnya perilaku yang dapat
diamati yang dilakukan oleh para pemimpin dan sifat pribadi atau
sumber kewibawaan yang dimilikinya. Oleh sebab itu pendekatan
perilaku itu mempergunakan acuan sifat pribadi dan kewibawaan,
Kemampuan perilaku secara konsepsional telah berkembang ke dalam
berbagai macam cara dan berbagai macam abstraksi. Perilaku seorang
pemimpin digambakan ke dalam istilah pola aktivitas, peranan
manajerial atau kategori perilaku.
66
80
4). Pendekatan Situasional (situational approach)
Pendekatan situasional menekankan pada cirri-ciri pribadi
pemimpin dan situasi, mengemukakan dan mencoba untuk mengukur
atau memperkirakan cirri-ciri pribadi ini, dan membantu pimpinan
dengan garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang berdasarkan
kepada kombinasi dari kemungkinan yang bersifat kepribadian dan
situasional. (Wahyosumidjo, 2005:15). Pendekatan situasional atau
pendekatan kontingensi merupakan suatu teori yang berusaha mencari
jalan tengah antara pandangan yang mengatakan adanya azas-azas
organisasi dan manajemen yang bersifat universal, dan pandangan
yang berpendapat bahwa tiap organisasi adalah unik dan memiliki
situasi yang berbeda-beda sehingga harus dihadapi dengan gaya
kepemimpinan tertentu.
Yukl, menjelaskan bahwa pendekatan situasional menekankan
pada pentingnya faktor-faktor kontektual yang mempengaruhi proses
kepemimpinan. seperti sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh unit
pimpinan, sifat lingkungan eksternal, dan karakteristik para pengikut.
(Gary Yukl, 2007:11). Fattah, berpandangan bahwa keefektifan
kepemimpinan bergantung pada kecocokan antara pribadi, tugas,
sikap, dan persepsi. .(Nanang Fattah, 2001:9).
Sutarto, mengemukakan bahwa berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi pemilihan gaya kepemimpinan antara lain sifat pribadi
pemimpin; sifat pribadi bawahan; sifat pribadi sesama pemimpin;
67
81
struktur organisasi; tujuan organisasi; kegiatan yang dilakukanj;
motivasi kerja; harapan pemimpin maupun bawahan; pengalaman
pemimpin maupun bawahan; adat, kebiasaan, tradisi, budaya
lingkungan kerja; tingkat pendidikan pemimpin maupun bawahan;
lokasi organisasi di kota besar, kota kecil, atau desa; kebijaksanaan
atasan; teknologi, peraturan perundangan yang berlaku; ekonomi,
politik, keamanan yang sedang berlangsung disekitarnya.
(Sutarto,1986:109).
i. Fungsi Kepemimpinan
Menurut Wahjosumidjo, fungsi kepemimpinan adalah bagian dari
tugas utama yang harus dilaksanakan. Fungsi-fungsi kepemimpinan yaitu
membantu terciptanya suasana persaudaraan, dan kerja sama dengan rasa
penuh kebebasan, membantu kelompok untuk mengorganisasikan diri
yaitu ikut memberikan rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam
menetapkan tujuan, membantu kelompok dalam menetapkan proses kerja,
bertanggungjawab dalam mengambil keputusan bersama dengan
kelompok, dan terakhir bertanggung jawab dalam mengembangkan dan
mempertahankan eksistensi organisasi.
Adapun fungsi-fungsi kepemimpinan adalah :
1) Membangkitkan kepercayaan dan loyalitas bawahan.
2) Mengkomunikasikan gagasan kepada orang lain.
3) Mempengaruhi orang lain.
68
82
4) Menciptakan perubahan secara efektif di dalam penampilan
kelompok.
5) Menggerakkan orang lain, sehingga secara sadar orang lain
tersebut mau melaksanakan apa yang dikehendaki.
(Wahyosumidjo, 2005:40).
Rivai, menyatakan bahwa dalam kepemimpinan terdapat kegiatan
pengaruh-mempengaruhi serta menggerakkan bawahaannya untuk
mencapai tujuan. Agar dapat berhasil dalam memimpin bawahaannya,
selain harus memiliki kualitas maupun sifat, juga dituntut untuk dapat
memengaruhi dan mengarahkan bawahannya. Dengan demikian seorang
pemimpin harus mampu melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan,
diantaranya adalah koordinasi, pengambilan keputusan, komunikasi, dan
perhatian kepada bawahan.
1). Koordinasi
Untuk dapat menggerakkan bawahan, seorang pemimpin harus
dapat melakukan koordinasi, yaitu menghubungkan , menyatupadukan
dan menyelaraskan hubungan antara orang-orang, pekerjaan-
pekerjaan, dan satuan-satuan organisasi yang satu dengan yang lain
sehingga semuanya berjalan dengan harmonis. Melalui koordinasi
yang baik, pembagian kerja akan lebih jelas sehingga bawahan akan
lebih memahami apa yang harus dikerjakan dan tidak menimbulkan
salah persepsi serta keragu-raguan dalam melaksanakan pekerjaan.
69
83
Seorang pemimpin harus mampu mengordinasikan segala aktivitas
yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian, koordinasi yang
baik dapat merupakan indikator bahwa kepemimpinannya baik. Allah
berfirman antara lain dalam surah Al-Baqarah ayat 208 dan surah Al-
Maidah ayat 2
لم كافهة وال تتهبعوا يا أيها الهذين آمنوا ادخلوا في الس
يطان إنهه لكم عدو مبين خطوات الشه
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam
perdamaian secara sempurna”. Q.S.2:208
وتعاونوا على البر والتهقوى وال تعاونوا على اإلثم ...
شديد العقاب إنه للاه والعدوان واتهقوا للاه
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa dan jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan
pelanggaran”. Q.S.5:2
2). Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan merupakan proses utama dalam
mengelola organisasi . Proses pengambilan keputusan pada dasarnya
merupakan penetapan suatu alternatif pemecahan masalah yang terbaik
dari sejumlah alternatif yang ada. Untuk itu diperlukan teknik
pengambilan keputusan dengan membuat langkah-langkah yang logis
dan sistematis, yang meliputi: merumuskan masalah, mengumpulkan
informasi, memilih pemecahan yang paling layak dan melaksanakan
keputusan. Karena pengambilan keputusan merupakan pekerjaan yang
selalu dilakukan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin sering
70
84
menghadapi berbagai masalah karenanya ia harus mengambil tindakan
yang tepat. Inilah yang disebut proses pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan merupakan kunci bagi kegiatan yang
dilakukan oleh pemimpin, di mana serangkaian kegiatan dipilih dan
pilihan ini mencerminkan alternatif tindakan yang terbaik bagi
penyelesaian masalah. Apabila keputusan yang diambil tepat, maka
akan memengaruhi keberhasilan seorang pemimpin dalam upaya
mencapai tujuan. Allah berfirman dalam surah Asy-Syura ayat 38.
الة وأمرهم شورى والهذين استجابوا لربهم وأقاموا الصه
ا رزقناهم ينفقون بينهم وممه
“Hai orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari
rezki yang Kami berikan kepada mereka”. Q.S. 42:38
3). Komunikasi
Komunikasi akan terjadi jika seseorang ingin menyampaikan
informasi kepada orang lain, dan komunikasi tersebut dapat berjalan
dengan baik dan tepat jika dalam penyampaiannya dapat dilaksanakan
dengan baik, dan penerima informasi dapat menerimanya tidak dalam
bentuk distorasi. Proses dasar komunikasi terrjadi bila terdapat unsur-
unsur komunikator, pesan, saluran, dan komunikan. Komunikator
menyampaikan pesan kepada komunikan, dan komunikan menangkap
atau menerima pesan melalui saluran (penglihatan, pendengaran,
peraba, penciuman, dan perasaan).
71
85
Kemampuan berkomunikasi seorang pemimpin memegang
peranan penting karena seorang pemimpin akan berhadapan dengan
bermacam pribadi yang berbeda watak maupun latar belakangnya. Hal
ini perlu disadari oleh seorang pemimpin, sehingga seorang pemimpin
akan berusaha memahami pribadi serta watak bawahaannya.
Komunikasi yang dilakukan oleh seorang pemimpin dapat berbentuk
instruksi atau perintah, saran, bimbingan, petunjuk, nasihat maupun
kritik yang sifatnya membangun. Di samping komunikasi dari atas
yang dilakukan oleh pemimpin, maka komunikasi dari bawah juga
sangat penting untuk diperhatikan. Komunikasi dari bawah bias berupa
laporan, keluhan, harapan-harapan, serta penyampaian ide-ide yang
perlu mendapat perhatian, karena hal semacam ini sering lepas dari
perhatian pemimpin. Allah berfirman antara lain dalam surah Al-Isra’
ayat 36:
مع والبصر والفؤاد وال تقف ما ليس لك به علم إنه السه
كل أولئك كان عنه مسئوال
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan,
dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya”. Q.S.
17:36
4). Perhatian pada Bawahan
Unsur manusia merupakan unsur yang menentukan berhasil
tidaknya pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu, perlu dibina
hubungan antar manusia yang sebaik-baiknya sehingga merupakan tim
72
86
yang dapat bekerja sama dengan penuh kesadaran di antara mereka
tanpa adanya paksaan. Dengan demikian, pemimpin harus memberikan
perhatian kepada bawahan di dalam melaksanakan pekerjaan, agar
bawahan merasa diperlukan kehadirannya dan bukan dianggap sebagai
alat atau mesin dalam organisasi. Pemimpin harus bias membantu
bawahan apabila mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya,
memberikan rangsangan yang berupa pujian apabila bawahan bekerja
dengan berhasil dengan baik, dan juga memberikan rangsangan yang
berupa insentif bila bawahan mempunyai prestasi atau hasil kerja yang
baik. Oleh sebab itu, seorang pemimpin harus berusaha memberikan
fasilitas bagi pencapain tujuan para bawahannya. Allah berfirman
antara lain dalam surah Al-Maidah ayat 2:
وتعاونوا على البر والتهقوى وال تعاونوا على اإلثم ...
إنه شديد العقاب والعدوان واتهقوا للاه للاه
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa dan jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan
pelanggaran”. Q.S.5:2
Rasulullah saw, bersabda:
عن حذيفة رضي للا عنه قال: قال رسول للا صلى للا
م بامر المسلمين فليس منهم, و و سلم: من ال يهت عليه
ال يصبح و يمسى ناصحا لل و لرسوله و لكتابه و من
و لعامة المسلمين فليس منهم. رواه الطبراني. مامه ال
73
87
“Dari Hudzaifah ra, ia berkata: Rasulullah saw, bersabda: Barang
siapa yang tidak memperhatikan kepentingan kaum muslimin, maka ia
bukanlah termasuk di antara mereka , dan barang siapa yang tidak
berada di waktu pagi dan petang selaku pemberi nasihat bagi Allah,
bagi Rasul-Nya, bai kitab-Nya, bagi pemimpinnya dan bagi umumnya
kaum muslimin, maka ia bukanl;ah termasuk di antara mereka”. H.R.
Ath-Thabraniy.
j. Kepemimpinan Kepala Sekolah
1). Pengertian Kepala Sekolah
Kata “kepala sekolah” terdiri dari dua kata yaitu kepala dan
sekolah. Kata kepala dapat diartikan “ketua” atau “pemimpin” dalam
suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedang “sekolah” adalah sebuah
lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran.
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,1998:420)
Wahyosumidjo mendefinisikan bahwa kepala sekolah adalah
sebagai “ seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk
memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar-
mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang
member pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Sementara
Rahman dkk mengungkapkan bahwa “kepala sekolah adalah seorang
guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan
structural (kepala sekolah) di sekolah” (Rahman dkk, 2006:106).
Menurut Wagiman kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional
yang diberi tugas memimpin suatu lembaga sekolah yang
menyelenggarakan proses belajar mengajar. (Wagiman, 2005:8).
74
88
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa kepala sekolah adalah seorang guru yang mempunyai
kemampuan untuk memimpin segala sumber daya yang ada pada
sebuah sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk
mencapai tujuan bersama.
2). Standar Kepala Sekolah
Seseorang yang akan diangkat menjadi kepala sekolah harus
memenuhi standar tertentu yang menjadi persyaratan agar kelak dapat
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Standar tersebut meliputi
dua hal yaitu: Standar kualifikasi dan standar kompetensi.
a). Standar Kualifikasi, meliputi:
(1). Kualifikasi Umum, meliputi:
(a) Pendidikan minimum S-1 atau D-IV,
(b) Berusia setinggi-tingginya 56 tahun saat diangkat sebagai
Kepala Sekolah,
(c) Pengalaman mengajar minimal 5 tahun menurut jenjang
sekolahnya, 4) Pangkat minimal III/c bagi PNS
(2). Kualifikasi Khusus menyangkut:
(a) Berstatus sebagai guru sesuai jenjang mana akan menjadi
Kepala Sekolah, kalau kepala SMA berarti harus guru
SMA,
(b) Mempunyai sertifikat pendidik sebagai guru sesuai
jenjangnya,
75
89
(c) Mempunyai sertifikat kepala sekolah sesuai jenjangnya
yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.
b). Standar Kompetensi, meliputi:
(1) Dimensi Kompetensi Kepribadian. Terdiri dari :
(a) Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan ntradisi
akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi
komunitas di sekolah/madrasah.
(b) Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin.
(c) Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan
sebagai kepala sekolah/madrasah.
(d) Bersikap terbuka dalam menjalankan tugas pokok dan
fungsi.
(e) Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin
pendidikan.
(2) Dimensi Kompetensi Manajerial, meliputi:
(a) Menyusun perencanaan sekolah untuk berbagai
tingkatan perencanaan.
(b) Mengembangkan organisasi sekolah / madrasah sesuai
dengan kebutuhan.
(c) Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka
pendayagunaan sekolah/madrasah secara optimal.
75
90
(d) Mengelola perubahan dan pengembangan
sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajaran
yang efektif.
(e) Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang
kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.
(f) Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan
sumber daya secara optimal.
(g) Mengelola hubungan sekolah/madrasah dengan
masyarakat dalam rangka pencarian dukungan
ide/gagasan, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/
madrasah.
(h) Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan
peserta didik baru, dan penempatan serta
pengembangan peserta didik.
(i) Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan
pembelajaran sesuai dengan arah tujuan pendidikan
nasional.
(j) Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan
prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan dan
efisien.
(k) Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam
mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah.
76
91
(l) Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah
dalam mendukung keghiatan pembelajaran dan
kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.
(m) Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam
mendukung penyusunan dan pengambilan keputusan.
(n) Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi
peningkatan pembelajaran dan manajemen
sekolah/madrasah.
(o) Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan
pelaksanaan program sekolah/ madrasah dengan
prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjut.
(3) Dimensi Kompetensi Kewirausahaan, meliputi:
(a) Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan
sekolah/madrasah.
(b) Bekerja keras untuk mencapai keberhasilah
sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajaran yang
efektif.
(c) Memiliki inovasi yang kuat untuk sukses melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya.
(d) Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam
memecahkan masalah/kendala yang dihadapi oleh
sekolah/madrasah.
77
92
(e) Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan
produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar
peserta didik.
(4) Dimensi Kompetensi Supervisi, meliputi:
(a) Merencanakan program supervise akademik dalam rangka
peningkatan professional guru.
(b) Melaksanakan program supervisi akademik terhadap guru
dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang
tepat.
(c) Menindak lanjuti hasil supervise akademik terhadap guru
dalam rangka peningkatan professional guru.
(5) Dimensi Kompetensi Sosial, meliputi:
(a) Bekerja sama dengan fihak lain untuk kepentingan
sekolah/madrasah.
(b) Memiliki kepekaan social terhadap orang lain atau
kelompok lain.
3). Tugas Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin
Kepala sekolah sebagai pemimpin memiliki tugas dan tanggung
jawab untuk mempengaruhi guru-guru dan stafnya dalam rangka
pengelolaaan sekolah, memberikan arahan dan tindakan-tindakan
kepada para stakeholder lainnya untuk mencapai tujuan yang telah
78
93
ditentukan. Soetopo menyatakan bahwa kepala sekolah dalam
melaksanakan tugas kepemimpinan, harus mempunyai tiga misi utama
sebagai pemimpin pendidikan yaitu:
a) Pengembangan kemampuan professional dalam kepemimpinan
pendidikan,
b) Pengembangan kemampuan personal dalam kepemimpinan
pendidikan,
c) Pengembangan kemampuan sosial dalam kepemimpinan
pendidikan. .(Soetopo Hendyat, 2012:220)
Ketiga kemampuan tersebut harus dimiliki oleh seorang kepala
sekolah agar dalam menjalankan tugasnya dapat berhasil dengan baik.
Disini penulis akan menjelaskan secara singkat ketiga hal
tersebut.
a). Pengembangan Kemampuan Profesional Kepala Sekolah
Dalam mengembangkan kemampuan professional, ada beberapa
ketrampilan dan kemampuan yang harus dikuasai oleh kepala
sekolah, yaitu:
(1). Kepala sekolah sebagai pemimpin di bidang kurikulum, ia harus:
(a) Mengetahui dan menerima keberadaan filsafat pendidikan
dalam keseluruhan system sekolah;
(b) Berusaha mengembangkan dan menggunakan filsafat hidup
dan filsafat pendidikan secara professional.
(c) Mendayagunakan sumber-sumber material untuk
pengembangan kurikulum
79
94
(d) Menjabarkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan masyarakat
dan kebutuhan anak didik
(e). Mendayagunakan sumber-sumber masyarakat untuk
pengimplemintasian kurikulum
(f). Mendorong penelitian dan variasi metode dalam mengajar
(g). Bertanggung jawab atas pelaksanaan kurikulum dan
kepemimpinan yang diterapkan.
(2). Kepala sekolah sebagai pemimpin di bidang personalia, ia
harus:
(a) Menerima dan menghargai individu guru sebagai staf
atas dasar karakter pribadi dan latar belakangnya
(b) Memberi dorongan atas kekuatan, minat, dan kecakapan
setiap anggota staf dalam melaksanakan tugas
(c) Menghargai kekuatan dan kelemahan guru dan
membantu mereka melalui konseling pribadi
(d) Mengadakan kerja sama dalam perencanaan, hubungan
individu, dan kelompok, dan pembuatan program
sekolah
(e) Mengetahui dan menerapkan beragam teknik kerja sama
staf dalam melaksanakan tugas dan memecahkan
masalah
(f) Melai diri sendiri dan staf secara obyektif dan
memperbaiki tindakan selanjutnya
80
95
(g) Mendorong dan memberikan bimbingan pertumbuhan
professional guru dan staf lainnya.
(3). Kepala sekolah sebagai pemimpin di bidang hubungan
masyarakat, ia harus:
(a) Mendayagunakan organisasi orangtua murid dan guru
demi anak didi
(b) Mendayagunakan organisasi masyarakat demi personel
sekolah
(c) Meningkatkan partisipasi orang tua dalam
menyelesaikan problema sekolah dan masyarakat
(d) Meningkatkan saling kunjungan antara sekolah dan
masyarakat
(e) Mengembangkan metode pelaporan regular sistematik
kepada orang tua tentang perkembangan anak didik dan
sekolah
(f) Mendayagunakan partisipasi siswa untuk program
hubungan sekolah dengan dengan masyarakat
(g) Mengadakan studi dan mempraktikkan teknik-teknik
pelatihan guru.
(4). Kepala sekolah sebagai pemimpin di bidang hubungan guru-
murid, ia harus dapat:
(a) Mengarahkan guru agar memiliki pengetahuan tentang
murid
81
96
(b) Mendorong guru agar professional dalam menyampaikan
materi
(c) Mengusahakan adanya catatan tentang murid
(d) Mendorong guru membuat laporan tentang murid
(e) Mendorong guru agar respek terhadap murid
(f) Membantu guru memecahkan masalah murid
(g) Mendorong guru membuat perencanaan bersama dengan
murid
(h) Memberikan contoh dan membina hubungan baik
dengan guru dan murid
(5). Kemampuan kepala sekolah sebagai pemimpin personel non-
pengajaran, ia harus dapat:
(a) Merapkan pendekatan psikologis dalam hubungan
individual dan kelompok
(b) Mendorong staf untuk ambil bagian dalam pelaksanaan
tugas sekolah
(c) Mengisi waktu luang bagi personal non-pengajaran
(d) Menciptakan aktivitas bagi personel non-pengajaran
sehingga mereka ke sekolah untuk bekerja
(e) Membina kerja sama personel non-pengajaran dalam
pelaksanaan tugasnya
(6). Kepala sekolah sebagai pemimpin dalam berhubungan dengan
Kandepdikbud, ia harus dapat:
82
97
(a) Memahami kebijakan Depdikbud dan menjabarkan
dalam program sekolah
(b) Memahami dan mendayagunakan seluruh komunikasi
dengan Kandepdikbud
(c) Mendayagunakan layanan khusus Kandepdikbud sebagai
komplomen dan pengayaan program sekolah
(d) Membuat laporan tentang kegiatan sekolah kepada
Kandepdikbud
(e) Memberikan masukan dan saran kepada Kandepdikbud.
(7). Kepala sekolah sebagai pemimpin dalan pelayanan bimbingan,
ia harus dapat:
(a) Membina rasa kekeluargaan antar-petugas bimbingan
personel lain, dan murid
(b) Bekerja sama dengan lembaga lain dalam menopang
kegiatan bimbingan di sekolah.
(c) Membimbing petugas bimbingan agar mengerti anak dan
persoalan-persoalannya
(d) Mendayagunakan berbagai sumber untuk memahami
anak didik
(e) Mengarahkan petugas bimbingan agar memahami dan
memenuhi kebutuhan akademik siswa
(f) Membantu guru-guru memahami persoalan pribadi dan
sosial siswa.
83
98
(8). Kepala sekolah sebagai pemimpin dalam artikulasi dengan
sekolah lain, ia harus dapat:
(a) Menjalin hubungan kerja sama dengan sejawat lainnya
(b) Menghargai opini sejawat walaupun berbeda dengan
pandangan pribadinya
(c) Memahami program-program sekolah lain sebagai
perbandingan dengan sekolahnya
(d) Melibatkan staf dalam bekerja sama dengan sekolah lain
(e) Mendorong program kunjungan ke sekolah lain antar
anggota staf.
(9). Kepala sekolah sebagai pemimpin dalam pengorganisasian
sekolah, ia harus dapat:
(a) Membimbing guru dan staf sekolah untuk memahami
tugas dan peranannya.
(b) Bekerja sama dengan guru dan staf dalam perencanaan
dan pengorganisasian program sekolah
(c) Merealisasikan tanggung jawab untuk membuat
keputusan dalam berbagai situasi
(d) Mengusahakan agar situasi sekolah menunjang
kesehatan mental dan stabilitas emosional seluruh
personel sekolah
(e) Mengarahkan staf agar koordinasi antar-tugas di sekolah
84
99
(10). Kepala sekolah pemimpin dalam pendayagunaan rumah
sekolah dan perlengkapannya, ia harus dapat:
(a) Memahami jenis pelayanan sekolah yang dibutuhkan
sekolah
(b) Membimbing staf dalam mendayagunakan perlengkapan
semaksimal mungkin.
(c) Mendistribusikan fasilitas kepada staf secara jujur dan
adil.
(d) Memperlengkapi guru-guru dan staf agar dapat bekerja
dengan baik.
(e) Mendorong berbagaui eksplorasi tentang layanan baru
yang lebih baik.
(f) Membina kejujuran para staf dalam menentukan
kebutuhan dan mendayagunakan fasilitas sekolah.
(g) Menciptakan iklim sosial yang menyenangkan dalam
mendayagunakan fasilitas di sekolah.
b). Pengembangan Kemampuan Personal
Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan perlu
mengembangan dirinya, agar selalu dapat mengikuti
perkembangan zaman. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
pengembangan kemampuan pribadi antara lain: a) watak
(psikologis-internal), b) temperamen (laku-laku), c) minat, d)
85
100
kecerdasan, e) fisik, f) sifat-sifat pribadi, dan g) tipe kemimpinan
yang dimilikinya. (Soetopo Hendyat, 2012:225)
Seorang pemimpin pendidikan harus dapat menempatkan
dirinya dalam kedirian orang lain dengan kemampuan personel
yang dimilikinya. Jika, berada di depan memberikan
contoh/tauladan, di tengah bisa berpartisipasi meningkatkan
kemauan dan kreativitas bawahan, dan jika dibelakang membangun
dan mendorong semangat bawahan. Singkatnya kemampuan
personel kepala sekolah adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh
Ki Hajar Dewantoro yaitu:
(1) Ing ngarso asung tulada,
(2) Ing madyo mangun karso, dan
(3) Tut wuri handayani. (Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi,
2009:119).
Di samping itu, Soetopo juga menulis pernyataan
Mangkunegoro IV, bahwa seorang pemimpin hendaknya
mempunyai kemampuan sebagai berikut:
(1). Sugih tanpo bondo ( kaya tanpa harta).
(2). Degdoyo tanpo aji (sakti tanpa pakai jimat).
(3). Mabur tanpo ekor (terbang tanpa sayap).
(4). Nglurug tanpo bolo (melawat tanpa bala-tentara).
(5). Menang tanpo ngasorke ((menang tanpo ngalahkan) (Soetopo
Hendyat, 2012:226)
86
101
Betapa bahagianya jika pemimpin pendidikan (kepala
sekolah) bisa menguasai kemampuan yang mengandung filsafat
luhur itu.
Sunarto menyatakan bahwa, seni memimpin disampaikan
dalam bentuk lambang:
(1). Harus memiliki watak matahari yang menerangi;
(2). Harus memiliki watak bulan yang menyenangkan;
(3). Harus memiliki watak bintang yang mempedomani;
(4). Harus memiliki watak angin yang mengisi;
(5). Harus memiliki watak mendung yang menakutkan;
(6). Harus memiliki watak api yang menegakkan;
(7). Harus memiliki watak samudra yang menerima; dan
(8). Harus memiliki watak bumi yang menganugerahi. (Sunarto,
2010:32).
c). Pengembangan Kemampuan Sosial
Kemampuan sosial di sini adalah kemampuan dalam antar-
hubungan dengan orang lain baik antar individu, dalam kelompok,
antar kelompok, atau dalam lingkungan organisasi yang lebih
besar. Tahalele yang ditulis oleh Soetopo memberikan beberapa
saran untuk mengembangkan kemampuan sosial kepala sekolah
sebagai pemimpin pendidikan sebagai berikut:
(1) Usahakan supaya tetap gembira;
(2) Lihatlah, pikirkanlah, dan bicarakan yang baik;
87
102
(3) Jangan mengharap terlalu banyak kepada orang lain, tetapi
apa yang dapat kita sumbangkan kepada mereka;
(4) Jangan mencampuri urusan orang lain, kecuali dilapori;
(5) Lenyapkan perasaan gelisah;
(6) Jauhkan sifat sombong;
(7) Belajarlah menyesuaikan diri;
(8) Kembangkan sifat murah hati;
(9) Tekun beragama
(10) Sekali-kali jangan putus asa;
(11) Kembangkan sifat”lagniappe” (pemberian kecil kepada
orang lain yang berdampak positif yang besar). (Soetopo
Hendyat, 2012:226).
4). Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah
Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda
dalam memimpin para pengikutnya. Perilaku para pemimpin ini secara
singkat disebut sebagai gaya kepemimpinan (leadership style).
Menurut Sutanto dan Setiawan gaya kepemimpinan adalah sikap dan
tindakan yang dilakukan pemimpin dalam menghadapi bawahan. Gaya
kepemimpinan merupakan suatu cara untuk mempengaruhi
bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku atau
kepribadian. (Sutanto dan Setiawan, 2000:29).
Perilaku kepemimpinan kepala sekolah cenderung diekspresikan
dalam dua gaya kepemimpinan yang berbeda. Gaya kepemimpinan
88
103
yang berorientasi pada tugas (Task Oriented), dan gaya kepemimpinan
yang berorientasi pada karyawan (employee Oriented) atau hubungan
antar manusia. Gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas
menekankan pada pengawasan yang ketat. Dengan pengawasan yang
ketat dapat dipastikan bahwa tugas yang diberikan dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya. Sedangkan gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada karyawan, mengutamakan untuk memotivasi dari
mengontrol bawahan, dan bahkan dalam beberapa hal bawahan akan
ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan
bawahan.
Soetopo menyatakan bahwa pemimpin yang berorientasi pada
hubungan antar-manusia bercirikan: (a) menyenangkan, (b) bersahabat,
(c) menerima, (d) membantu, (e) bersemangat, (f) rileks, (g) dekat, (h)
hangat, (i) kerja sama, (j) suportif/mendukung, (k) menarik, (l)
harmonis, (m) percaya diri, (n) efisien, dan (o) terbuka. Sedangkan
pemimpin yang berorientasi pada tugas bercirikan pada: (a) kurang
menyenangkan, (b) kurang bersahabat, (c) menolak, (d) membuat
kecewa, (e) lesu, (f) tegang, (g) berjarak, (h) kurang kerja sama, (i)
bertentangan, (j) membosankan, (k) suka bertengakar, (l) kurang
efisien, (m) ragu-ragu, (n) murung, dan (o) tertutup. (Soetopo Hendyat,
2012:234).
Kedua gaya tersebut, dapat dirasakan oleh bawahan secara
langsung ketika pimpinan berinteraksi dengan bawahannya. Setiap
89
104
pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda, karena
banyak faktor yang mempengaruhinya. Bawahan pada umumnya
cenderung lebih menyukai pada gaya klepemimpinan yang berorientasi
pada karyawan atau bawahan atau hubungan antar-manusia, karena
merasa lebih dihargai dan diperlakukan secara manusiawi,
memanusiakan manusia sehingga kan mempengaruhi tingkat
produktivitas kerja dan kepuasan kerja karyawan. Gaya kepemimpinan
yang berorientasi pada tugas, lebih menekankan pada penyelesaian
tugas-tugas yang dibebankan pada karyawan. Pimpinan pada
umumnya lebih memperhatikan hasil dari pada proses. Keadaan
tersebut membentuk kondisi tempat kerja menjadi kurang kondusif,
karena masing-masing karyawan berkonsentrasi pada tugas yang harus
diselesaikan karena terikat waktu dan tanggung jawab.
Para peneliti telah mengidentifikasikan dua gaya kepemimpinan
tersebut di atas. Manajer berorientasi pada tugas mengarahkan dan
mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas
dilaksanakan sesuai yang diinginkannya. Manajer dengan gaya
kepemimpinan ini lebih memperhatikan pekerjaan dari pada
pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Sedangkan manajer yang
berorientasi pada karyawan mencoba untuk lebih memotivasi pada
bawahan disbanding mengawasi mereka. Mereka mendorong para
anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan
memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam
90
105
pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan, dan
hubungan yang saling mempercayai seta menghormati dengan para
anggota kelompok.
Gaya kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam
mengambil keputusan, akan mengakibatkan bawahan merasa tidak
diperlukan, karena pengambilan keputusan tersebut terkait dengan
tugas bawahan sehari-hari. Pemaksaan kehendak oleh atasan
semestinya tidak dilakukan, namun pemimpin dalam menerapkan gaya
kepemimpinan yang tepat merupakan tindakan yang bijaksana kepada
bawahan, maka akan terjadi kegagalan dalam pencapaian tujuan
organisasi.
Pemimpin yang bijaksana umumnya lebih memperhatikan
kondisi bawahan guna pencapaian tujuan organisasi. Gaya yang akan
digunakan mendapat sambutan hangat oleh bawahan sehingga proses
mempengaruhi bawahan berjalan baik dan di satu sisi timbul kesadaran
untuk bekerja sama dan bekerja produktif. Bermacam-macam cara
mempengaruhi bawahan tersebut guna kepentingan pemimpin yaitu
tujuan organisasi. Pimpinan dalam pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan pada tugas dan fungsi, melalui proses komunikasi dengan
bawahannya sebagai dimensi dalam kepemimpinan dan teknik-teknik
untuk memaksimalkan pengambilan keputusan.
Menurut Likert yang ditulis oleh Thoha, berpendapat bahwa
pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya participative management.
91
106
Gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika
berorientasi pada bawahan dan mendasarkan pada komunikasi. Selain
itu semua pihak dalam organisasi—bawahan maupun pimpinan---
menerapkan hubungan atau tata hubungan yang mendukung
(supportive relationship). Likert merancang 4 sistem kepemimpinan
dalam manajemen sebagai berikut:
Sistem 1, dalam sistem ini pemimpin bergaya otoriter atau
sebagai exploitive-authoritative. Manajer dalam hal ini sangat
otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya. Suka
mengeksploitasi bawahan, dan bersikap paternalistic. Cara pemimpin
ini dalam memotivasi bawahannya dengan memberi ketakutan dan
hukuman-hukuman, diselang-seling pemberian penghargaan yang
secara kebetulan. Pemimpin dalam system ini, hanya mau
memperhatikan pada komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya
membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja.
Sistem 2, dalam system ini pemimpin dinamakan otokratis yang
baik hati (benevolent outhoritative). Pemimpin mempunyai
kepercayaan yang terselebung, percaya kepada bawahan, mau
memotivasi dengan hadiah-hadiah, tetapi bawahan merasa tidak bebas
untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan
dengan atasannya.
Sistem 3, dalam system ini gaya kepemimpinan yang
konsultatif. Pemimpin menentukan tujuan, dan mengemukakan
92
107
pendapat berbagai ketentuan yang bersifat umum, sesudah melalui
proses diskusi dengan para bawahan. Bawahan di sini merasa sedikit
bebas untuk membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan tugas
pekerjaan bersama atasannya.
Sistem 4, dalam system ini dinamakan pemimpin yang bergaya
kelompok berfpartisipatif (participative group). Karena pemimpin
dalam penentuan tujuan dan pengambilan keputusan ditentukan
bersama. Bawahan merasa secara mutlak mendapat kebebasan untuk
membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan tugasnya bersama
atasannya. (Miftah Thoha, 2010:314-316).
Menurut Wahyosumidjo, ada tiga pola dasar perilaku pemimpin,
yaitu:
(1) Perilaku pemimpin yang mengutamakan tugas (Task Oriented);
(2) Perilaku pemimpin yang mementingkan hubungan kerja sama
(Relationship Oriented)
(3) Perilaku pemimpin yang mengutamakan hasil (Effective ness)
(Wahyosumidjo, 2010:441).
Dari ketiga pola dasar tersebut, tentu saja perilaku
kepemimpinan kepala sekolah yang diharapkan adalah kepemimpinan
kepala sekolah yang mampu menyeimbangkan antara ketiganya
(equilibrium), artinya perilaku kepemimpinan kepala sekolah harus
mampu mewujudkan tercapainya tugas, hubungan kerja sama dan hasil
secara seimbang.
93
108
5). Indikator Kepemimpinan Kepala Sekolah
Indikator kepala sekolah secara umum dapat diamati dari tiga hal
pokok sebagai berikut: Pertama , komitmen terhadap visi sekolah dalam
menjalankan tugas dan fungsinya, kedua: menjadikan visi sekolah
sebagai pedoman dalam mengelola dan memimpin sekolah, dan ketiga;
senantiasa memfokuskan kegiatannya terhadap pembelajaran dan
kinerja guru di kelas. (Mulyasa, 2012:19).
Dari tiga hal pokok indikator kepala sekolah tersebut, penulis
jabarkan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a) Kepala sekolah bertanggung jawab;
b) Kepala sekolah komunikkatif;
c) Kepala sekolah pandai memecahkan maslah;
d) Kepala sekolah mengelola sekolah;
e) Kepala sekolah memberi inovasi pada guru;
f) Kepala sekolah memberi motivasi kepada guru.
C. Motivasi Kerja
a. Pengertian Motivasi
Istilah motivasi berasal dari kata Latin "Motive" yang berarti
dorongan, daya penggerak atau kekuatan yang terdapat dalam diri
organism yang menyebabkan organism itu bertindak atau berbuat.
Selanjutnya diserap dalam bahasa Inggris motivation berarti pemberian
94
109
motif, penimbulan motif atau hal yang menimbulkan dorongan atau
keadaan yang menimbulkan dorongan. W.H. Haynes dan J.L. Massie
dalam Manulang mengatakan : "motive is a something within the
individual which incities him to action" (Manullang.M,, 2001:165). Motif
adalah sesuatu yang timbul pada seseorang untuk bertindak.
Motivasi dapat pula berarti sebagai faktor yang mendorong orang
untuk bertindak dengan cara tertentu. Hasibuan menyatakan bahwa:
motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja
bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua
kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan
organisasi.(Malayu S.P. Hasibuan, 2001:72).
Wahyosumijo mengemukakan pengertian motivasi sebagai konsep
manajemen dalam kaitannya dengan kehidupan sekolah dan
kepemimpinan, adalah sebagai berikut: Motivasi adalah dorongan kerja
yang timbul pada diri sendiri untuk berperilaku dalam mencapai tujuan
yang telah ditentukan (Wahyosumidjo, 1999:25). Motivasi dapat diartikan
sebagai suatu proses psikologi yang mencerminkan interaksi antara sikap,
kebutuhan persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Proses
psikologi timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri
yang disebut intrinsic dan extrinsic. Faktor di dalam diri seseorang bisa
berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan atau berbagai
harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa depan. Sedang faktor dari luar
diri dapat ditimbulkan oleh berbagai faktor-faktor lain yang sangat
95
110
kompleks. Tetapi baik faktor ekstrinsik maupun faktor instrinsik, motivasi
timbul karena adanya rangsangan. Tingkah laku bawahan dalam
kehidupan organisasi pada dasarnya berorientasi pada tugas, artinya bahwa
tingkah laku bawahan biasanya didorong oleh keinginana untuk mencapai
tujuan yang harus selalu diamati, diawasi, dan diarahkan dalam rangka
melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan organisasi.
Berkaitan dengan pengertian motivasi, beberapa psikolog
menyebut motivasi sebagai konstruk hipotetis yang digunakan untuk
menjelaskan keinginan, arah, intensitas, dan keajegan perilaku yang
diarahkan oleh tujuan. Dalam motivasi tercakup konsep-konsep, seperti
kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan berafiliasi, kebiasaan, dan
keingintahuan seseorang terhadap sesuatu. ( Hamzah B. Uno, 2011:4).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi
merupakan suatu dorongan yang timbul karena adanya rangsangan dari
dalam maupun dari luar sehingga seseorang berkeinginan untuk
mengadakan perubahan tingkah laku atau aktivitas tertentu yang lebih baik
dari keadaan sebelumnya, dengan sasaran sebagai berikut: a) mendorong
manusia untuk melakukan suatu aktivitas yang didasarkan atas pemenuhan
kebutuhan. Dalam hal ini, motivasi merupakan motor penggerak dari
setiap kebutuhan yang akan dipenuhi, b) menentukan arah tujuan yang
hendak dicapai, dan c) menentukan perbuatan yang harus dilakukan.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dalam penelitian ini motivasi
kerja guru didefinisikan sebagai sesuatu yang mendorong seorang guru
96
111
untuk bekerja agar berprestasi, lebih maju, mendapatkan pengakuan,
tertarik pada profesinya, tanggung jawab, ingin selalu naik pangkat,
mendapatkan gaji yang memadai, dan lain-lainnya.
b. Macam-Macam Motivasi
Berbicara tentang macam atau jenis motivasi, Sardiman menyatakan
bahwa macam atau jenis motif itu dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang (Sardiman, 1987:85-90).. Dengan demikian motivasi atau motif-
motif yang aktif itu sangat bervariasi. Adapun sudut pandang tersebut
antara lain adalah :
1). Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya
a). Motif bawaan
Yang dimaksud motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak
lahir, jadi motivasi itu ada tanpa dipelajari. Sebagai contoh
misalnya: dorongan untuk makan, dorongan untuk minum,
dorongan untuk bekerja, dorongan untuk beristirahat, dorongan
seksual. Motif-motif ini seringkali disebut motif-motif yang
disyaratkan secara biologis.
b). Motif-motif yang dipelajari.
Maksudnya motif-motif yang timbul karena dipelajari. Sebagai
contoh: dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan,
dorongan untuk mengajar sesuatu di dalam masyarakat. Motif-
motif ini seringkali disebut dengan motif-motif yang
97
112
diisyaratkansecara social. Sebab manusia hidup dalam lingkungan
social dengan sesame manusia yang lain, sehingga motivasi itu
terbentuk. Frandsen, mengistilahkan dengan affiliative needs.
Sebab justru dengan kemampuan berhubungan, kerja sama di
dalam masyarakat tercapailah suatu kepuasan diri. Sehingga
manusia perlu mengembangkan sifat-sifat ramah, kooperatif,
membina hubungan baik dengan sesama, apalagi dengan orang tua
dan guru. Dalam kegiatan belajar-mengajar, hal ini dapat
membantu dalam usaha mencapai prestasi dan juga kepuasan.
2). Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis:
a). Motif atau kebutuhan organis, meliputi misalnya: kebutuhan untuk
minum, makan, bernafas, seksual, berbuat dan kebutuhan untuk
beristirahat. Ini sesuai dengan jenis Physiologocal drives dari
Frandsen sebagaimana telah disinggung di atas.
b). Motif-motif darurat. Yang termasuk dalam jenis motif ini antara
lain : dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk
membalas, untuk berusaha, untuk memburu. Jelasnya motivasi ini
timbul karena rangsangan dari luar.
c). Motif-motif obyektif. Dalam hal ini menyangkut kebutuhan untuk
melakukan eksplorasi, untuk menaruh minat. Motif-motif ini
muncul karena dorongan untuk dapat menghadapi dunia luar secara
efektif.
98
113
3). Motivasi jasmaniah dan rohaniah
Ada beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi itu menjadi
dua jenis yaitu motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah. Yang
termasuk motivasi jasmaniah seperti misalnya: reflex, instink,
otomatis, nafsu. Sedangkan yang termaksuk motivasi rohaniah, yaitu
kemauan. Kemauan pada setiap diri manusia terbentuk melalui empat
momen, yaitu :
a). Momen timbulnya alasan.
Sebagai contoh seorang pemuda yang sedang giat berlatih olah
raga untuk menghadapi suatu porseni di sekolahnya, tetapi tiba-tiba
disuruh ibunya untuk mengantarkan seseorang tamu membeli tiket
karena tamu itu mau kembali ke Jakarta. Si pemuda itu kemudian
mengantarkan tamu tersebut. Dalam hal ini si pemuda tadi timbul
alasan baru untuk melakukan sesuatu kegiatan (kegiatan
mengantar). Alasan baru itu bisa karena untuk menghormati tamu,
atau mungkin keinginan untuk tidak mengecewakan ibunya.
b). Momen pilih
Momen pilih, maksudnya dalam keadaan pada waktu ada
alternatif-alternatif yang mengakibatkan persaingan di antara
alternatif atau alasan-alasan itu. Kemudian seseorang menimbang-
nimbang dari berbagai alternatif untuk kemedian menetkan pilihan
alternatif yang akan dikerjakan.
c). Momen putusan
99
114
Dalam persaingan antara berbagai alasan, sudah barang tentu akan
berakhir dengan dipilihnya satu alternatif. Satu alternatif yang
dipilih inilah yang menjadi putusan untuk dikerjakan.
d). Momen terbentuknya kemauan
Kalau seseorang suah menetapkan satu putusan untuk dikerjakan,
maka timbullah dorongan pada diri seseorang untuk bertindak,
melaksanakan putusan itu.
4). Motivasi instrinsik dan ekstrinsik
a). Motivasi instrinsik
Yang dimaksud dengan motivasi instrinsik adalah motif-motif
yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari
luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk
melakukan sesuatu. Sebagai contoh seseorang yang senang
membaca, tidak usah ada yang menyuruh atau mendorongnya, ia
sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya. Kemudian kalau
dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya (misalnya
kegiatan belajar), maka yang dimaksud dengan motivasi instrinsik
ini adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam
perbuatan belajar itu sendiri. Sebagai contoh konkrit, siswa itu
melakukan belajar, karena betul-betul ingin mendapat
pengetahuan, nilai atau ketrampilan agar dapat berubah tingkah
lakunya secara konstruktif, tidak karena tujuan yang lain-lain.
100
115
Perlu diketahui bahwa siswa yang memiliki motivasi
instrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik,
berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu. Satu-
satunya jalan untuk menuju ke tujuan yang ingin dicapai ialah
belajar, tanpa belajar tidak mungkin mendapat pengetahuan, tidak
mungkin menjadi ahli. Dorongan yang menggerakkan itu
bersumber pada suatu kebutuhan, kebutuhan yang berisikan
keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan berpengetahuan.
Jadi memang motivasi itu muncul dari kesaadaran diri sendiri
dengan tujuan secara esnsial, bukan sekedar symbol dan
seremonial.
b). Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya
karena adanya perangsang dari luar. Sebagai contoh seseorang itu
belajar, karena tahu besok paginya akan ujian dengan harapan
mendapatkan nilai baik, sehingga akan dipuji oleh pacarnya, atau
temannya. Jadi yang penting bukan karena belajar ingin
mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik, atau
mendapat hadiah. Jadi kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang
dilakukannya, tidak secara langsung bergayut dengan esensi apa
yang dilakukannya itu. Oleh Karena itu motivasi ekstrinsik dapat
juga dikatakan sebagi bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas
belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang
101
116
tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. (Sardiman,
1987:85-90).
Motif instrinsik lebih kuat dari pada motif ekstrinsik. Oleh
karena itu, pendidikan harus berusaha menimbulkan motif-motif
instrinsik dengan menumbuhkan dan mengembangjkan minat
mereka terhadap bidang-bidang studi yang relevan. Sebagai
contoh, memberitahukan sasaran yang hendak dicapai dalam
bentuk tujuan instruksional pada saat pembelajaran akan dimulai
yang menimbulkan motif keberhasilan mencapai sasaran. Berikut
beberapa hal yang dapat menimbulkan motif ekstrinsink, antara
lain adalah :
(1) Pendidik memerlukan anak didiknya, sebagai manusia yang
berpribadi, menghargai pendapatnya, pikirannya, perasaannya,
maupun keyakinannya.
(2) Pendidik menggunakan berbagai metode dalam melaksanakan
kegiatan pendidikannya.
(3) Pendidik senantiasa memberikan bimbingan dan juga
pengarahan kepada anak didiknya dan membantu apabila
mengalami kesulitan, baik yang bersifat pribadi maupun
akademis.
(4) Pendidik harus mempunyai pengetahuan yang luas dan
penguasaan bidang studi materi yang diajarkan kepada peserta
didiknya.
102
117
(5) Pendidik harus mempunyai rasa cinta kasih dan sifat
pengabdian kepada profesinya sebagai pendidik (Hamzah B.
Uno, 2011:4).
Semua ciri terserbut harus dimiliki oleh pendidik dalam
upaya memberikan motivasi kepada peserta didiknya dan
mengabdi pada profesinya sebagai pendidik.
c. Hakikat Motivasi Kerja.
Meneliti guru sebagai seorang pelaksana kegiatan pendidikan di
sekolah sangat diperlukan. Tidak jarang ditemukan guru yang kurang
memiliki gairah dalam melakukan tugasnya, yang berakibat kurang
berhasilnya tujuan yang ingin dicapai. Hal itu disebabkan oleh berbagai
faktor. Salah satunya adalah kurangnya motivasi kerja guru. Motivasi
dapat dipandang sebagai perubahan energi dalam diri seseorang yang
ditandai dengan munculnya feeling, dan didahului dengan tanggapan
adanya tujuan (Sardiman, 1987:73). Pernyatan ini mengandung tiga
pengertian, yaitu bahwa:
1) Motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap
individu,
2) Motivasi ditandai oleh adanya rasa atau feeling, afeksi seseorang.
Dalam hal ini, motivasi relevan dengan persoalan kejiwaan, afeksi,
dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia, dan
3) Motivasi dirancang karena adanya tujuan.
103
118
Motivasi muncul dari dalam diri seseorang, tetapi kemunculannya
karena rangsangan atau dorongan oleh adanya unsur lain, dalam hal ini
adalah tujuan. Tujuan ini menyangkut soal kebutuhan. Sejalan dengan itu,
Purwanto mengatakan bahwa fungsi motivasi bagi manusia adalah:
1) Sebagai motor penggerak bagi manusia, ibarat bahan bakar pada
kendaraan.
2) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah perwjudan suatu tujuan
atau cita-cita
3) Mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk
mencapai tujuan, dalam hal ini makin jelas tujuan, maka makin
jelas pula bentangan jalan yang harus ditempuh
4) Menyeleksi perbuatan diri, artinya menentukan perbuatan mana
yang harus dilakukan, yang serasi guna mencapai tujuan dengan
menyampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan itu
(Ngalim Purwanto, 2007:71).
Untuk membahas tentang motivasi kerja guru, terlebih dahulu
dikemukakkan tentang pandangan kerja itu sendiri. Kerja dan bekerja
adalah menjadi kebutuhan seseorang, oleh karena itu kerja merupakan :a).
aktivitas dasar dan dijadikan bagian esensial dari kehidupan manusia. b).
kerja memberikan status dan mengikat seseorang kepada individu lain
dan masyarakat, c). pada umumnya, wanita maupun pria menyukai
pekerjaan, jadi mereka suka bekerja, d). moral pekerja dan pegawai tidak
104
119
mempunyai kaitan langsung dengan kondisi fisik atau material dari
pekerjaan, dan e) insentif kerja
Dalam motivasi kerja, Allah berfirman antara lain:
عملكم ورسوله والمؤمنون وقل اعملوا فسيرى للاه
هادة فينبئكم بما كنتم ون إلى عالم الغيب والشه وسترد
تعملون
“Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah, Rasul-Nya dan orang-
orang mukmin akan melihat pekerjaanmu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.( At-
Taubah: 105)
كم من فاستجاب لهم ربهم أني ال أضيع عمل عامل من
… ذكر أو أنثى
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya dengan
berfirmaan: Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang
yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan…” (Ali
Imran: 195)
من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فلنحيينهه من عمل صالحا
حياة طيبة ولنجزينههم أجرهم بأحسن ما كانوا يعملون
“Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang
telah mereka kerjakan”. (Surah An-Nahl : 97)
ن ربكم لئن شكرتم ألزيدنهكم ولئن كفرتم إنه عذابي وإذ تأذه
لشديد
“Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika
105
120
kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih”. (Surah Ibrahim: 7)
ا عملوا وليوفي هم أعمالهم وهم ولكل درجات ممه
ال يظلمون
“Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka
kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-
pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan”. (Surah Al-Ahkaf: 19)
Dalam melakukan pekerjaan, biasanya seseorang tidak selamanya
hanya dipengaruhi oleh motivasi ekstrinsik seperti kepenuhan keuangan
semata, tetapi motivasi intrinsik merupakan hal yang tidak dapat
diabaikan. Motivasi intrinsik tersebut antara lain kebanggaan akan dirinya
dapat melakukan sesuatu pekerjaan yang orang lain belum tentu mampu
melakukannya, kecintaan terhadap pekerjaan itu, atau minat yang besar
terhadap tugas atau pekerjaan yang dilakukan selama ini. Oleh karena itu,
motivasi kerja tidak hanya berwujud kepentingan ekonomi saja, tetapi bisa
juga berbentuk kebutuhan psikis untuk lebih melakukan pekerjaan secara
aktif.
D. Teori-teori Motivasi
Imam ghazali (450H/1058M-505H/1111M), menyatakan bahwa
dalam tubuh manusia terdiri dari empat unsur, yaitu al-qalbu, al-ruh, an-
nafs dan akal. (Imam Ghazali,2013:273).
1). al-Qalbu (hati)
Kata al-qalbu (hati) memiliki dua makna yaitu :
106
121
Pertama; adalah daging kecil yang terletak di dalam dada sebelah kiri
dan di dalamnya ada rongga yang berisi darah hitam. Daging ini
menjadi sumber dan tempat bagi roh. Daging ini juga terdapat pada
binatang dan orang mati. Al-Qalb atau jantung ini dalam istilah
Indonesia lebih dikenal dengan nama “hati”-merupakan pusat sirkulasi
darah ke seluruh tubuh manusia.
Kedua; adalah al-qalbu dalam makna”jiwa”, yaitu sesuatu yang halus
(lathifah), bersifat ketuhanan (rahbaniyah), dan ruhaniyah (tak
berbentuk), yang berkaitan dengan hati secara fisik tadi (Imam
Ghazali, 2012:6).
Lathifah (yang halus) itu adalah hakikat diri manusia . Ia mampu
menangkap pengetahuan tentang Allah dan hal-hal spiritual lainnya,
yang tak mungkin dicapai dengan akal pikiran semata. Itulah manusia
yang menerima perintah dan larangan Tuhan, yang akan dihukum dan
diberi pahala sebagai konsekwensi atas apa yang diperbuatnya saat
hidup di dunia.
Hati dalam pengertian yang kedua ini (jiwa) tetap berhubungan
dengan hati secara fisik. Namun untuk mengetahui letak hubungan itu
bukanlah hal yang mudah bagi kebanyakan orang awam. Hubungan itu
begitu eratnya, seperti hubungan atau kaitan antara sifat dan benda yang
disifati, misalnya mesin dengan orang yang menggunakan mesin itu,
atau antara rumah dengan penghuninya.
107
122
Makna yang kedua ini juga dapat diartikan sebagai bisikan halus
robbaniyah (ketuhanan) yang berhubungan langsung dengan hati yang
berbentuk daging. Bisikan halus rabbaniah inilah yang dapat mengenal
Allah SWT, dan memahami apa yang tidak dapat dijangkau oleh
khayalan dan angan-angan, inilah hakikat manusia yang dikenai khitab
(titah hukum), dan penjelasan ini diisyaratkan oleh firman Allah SWT
dalam Surat Qaf ayat 37:
مع وهو إن في ذلك لذكرى لمن كان له قلب أو ألقى الس
شهيد
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati” Q.S, 50:37.
Jika yang dimaksud dengan hati (al-qalbu) dalam ayat ini adalah
gumpalan daging kecil, maka semua orang memilikinya (namun yang
dimaksud di sini adalah orang-orang yang mempunyai akal, dengan
demikian tidak semua orang memilikinya, karena tidak semua orang
berakal). Jika manusia telah memahami hal ini, maka hubungan bisikan
robbaniyah yang sangat halus dengan hati yang berbentuk daging
adalah hubungan yang sangat dalam (samar) yang tidak dapat diketahui
dengan penjelasan-penjelasan, jadi tergantung pada persaksian mata
hati. Situasi ini dapat diilustrasikan dengan perumpamaan sebagai
berikut; bisikan robbaniyah ibarat seorang raja, sedangkan dagingnya
laksana istananya. Jika hubungan keduanya seperti halnya hubungan
108
123
benda-benda, maka tidak benar jika dikatakan bahwa bisikan
rabbaniyah dapat berpindah dari satu hati ke hati manusia lain.
2). al-Ruh
Kata al-ruh (roh) juga memiliki dua arti, yaitu :
Pertama, ruh dalam pengertian biologis, yaitu benda halus yang
bersumber dari dalam rongga hati, yang menyebar ke seluruh bagian
tubuh melalui pembuluh darah. Benda itu menyebar dengan membawa
kekuatan perasaan, penglihatan, pendengaran, dan penciuman, serta
kekuatan anggota badan lainnya. Itulah yang disebut “nyawa” (hidup).
Itu ibarat pantulan cahaya dari sebuah pelita yang menerangi sudut-
sudut rumah. Hidup itu laksana cahaya dan nyawa itu pelitanya. Ruh
dalam pengertian “nyawa” inilah yang dimaksud oleh para ilmuwan;
yakni gas atau uaap halus yang terjadi karena proses panas tertentu oleh
hati (jantung).
Kedua, ruh dalam makna yang hakiki, yaitu sesuatu yang halus dan
bersifat non materi dalam diri manusia, yang lazim disebut sebagai
“jiwa”, bukan nyawa (Imam Ghazali, 2012:8). Makna ruh inilah yang
menjadi focus kalangan ulama dalam mengobati hati manusia. Ruh atau
jiwa ini adalah sifat halus dalam diri manusia yang dapat mengetahui
segala sesuatu dan dapat menangkap segala pengertian, berkaitan sekali
dengan makna al-qalbu yang telah dijelaskan sebelumnya. Ruh bersifat
rabbamiyah, dan akal manusia tidak sanggup menjangkau atau
109
124
mencerna hakikat yang sebenarnya. Allah Ta’ala telah berfirman
tentang ruh ini,
وح من أمر ربي وما وح قل الر ويسألونك عن الر
العلم إال قليالا أوتيتم من
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah (hai
Muhammad), sesungguhnya ruh itu termasuk urusan Tuhanku”. Q.S.
al-Isra’: 85.
3. An-Nafs (Nafsu)
Kata an-nafs atau nafsu ini juga mempunyai dua makna:
Pertama, makna yang meliputi kekuatan sifat marah, syahwat, dan
sifat-sifat tercela lainnya pada manusia. Nafs dalam pengertian seperti
inilah yang lazim digunakan oleh para ulama tasawuf. Menurut mereka,
nafsu adalah tempat berhimpunnya sifat-sifat tercela pada manusia,
maka nafsu itu harus dilawan dan ditundukkan. Dan inilah yang
diisyaratkan oleh sabda Nabi saw, sebagai nerikut:
أعدى عدوك نفسك التى بين جنبيك
“Musuhmu yang paling utama adalah nafsumu yang terletak di antara
kedua lambungmu” H.R. al-Baihaqi
Kedua, an-nafsu bermakna “jiwa”, atau sesuatu yang halus (lathifah)
dalam diri manusia, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya dan
merupakan hakikat atau substansi manusia. Akan tetapi, nafs disini
memiliki beberapa sifat yang sesuai dengan keadaannya. Bila nafs
menjadi tenang dan mampu melenyapkan syahwat, maka nafsu seperti
110
125
ini disebut dengan istilah an-nafs al-muthmainnah (nafsu yang tenang).
Allah SWT, berfirman dalam surat al-Fajr ayat 27 dan 28:
ة ) فس المطمئن تها الن ك راضيةا 27يا أي ( ارجعي إلى رب
ةا مرضي
“Wahai nafsu yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha
dan diridhai”. Q.S.89:27-28
Nafsu dalam pengertian yang pertama sulit dibayangkan akan
kembali kepada Tuhannya. Sebaliknya justru akan menjauh dari-Nya
karena ia termasuk tentara-tentara setan.
Apabila ketenangan nafsu itu tidak dapat maksimal atau sempurna,
namun selalu mencela dan melawan kemaksiatan atau keinginan
syahwat, maka nafsu seperti ini disebut dengan istilah an-nafs al-
lawwamah (nafsu atau jiwa yang mencela diri). Seba, ia selalu mencela
orang yang lalai menjalankan ibadah. Hal ini sebagaimana firman Allah
Ta’ala dalam surat al-Qiyamah ayat 2 sebagai berikut:
امة فس اللو وال أقسم بالن
“Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya
sendiri)”. Q.S, 75:2
Jika nafsu (jiwa) sudah tidak mampu menetang atau melawan
syahwat, bahkan menyerah serta patuh kepada keinginan syahwah dan
ajakan-ajakan setan , maka nafsu seperti ini disebut an-nafsu al-
ammarah bis suui (nafsu yang selalu mengajak kepada keburukan).
111
126
Hal ini sebagaimana firman Allah SWT, dalam surat Yusuf ayat 53,
sebagai berikut:
فس ألم ئ نفسي إن الن وء إال ما رحم وما أبر ارة بالس
ربي إن ربي غفور رحيم
“Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali
(nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku
Maha Pengampun, Maha Penyayang”. Q.S. 12:53.
Boleh saja dikatakan bahwa yang dimaksud dengan suka mengajak
kepada keburukan itu adalah nafsu dalam pengertian pertama, yaitu
nafsu yang yang dipenuhi syahwat-syahwat dan sifat-sifat tercela
lainnya. Jadi, nafsu dalam pengertian pertama itu sangat tercela.
Sedangkan nafsu dalam pengertian kedua itu terpuji. Ini karena secara
zat dan hakikatnya, ia adalah nafsu (jiwa) manusia, yang mengetahui
Allah SWT, dan berbagai pengetahuan lainnya.
Nafsu amarah ini merupakan tingkat nafsu terendah, sedangkan
nafsu muthmainnah adalah derajat nafsu tertinggi. Sedang di antara
kedua nafsu itu ada nafsu lawwamah, yaitu nafsu yang mencela
kejahatan dan tidak cenderung kepada perbuatan itu tapi tidak pula bisa
tenang dalam kebaikan, seperti zikir kepada Allah SWT.
4). Al-‘Aql (Akal)
Kata al-‘aql itu mempunyai banyak makna yang beragam, namun
dalam hal ini ada dua makna, yaitu :
112
127
Pertama, Pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu di alam
materi. Jadi akal itu ibarat sifat-sifat ilmu yang tempatnya di hati (jiwa)
Kedua, kadang-kadang yang dimaksudkan dengan akal adalah
“yang memperoleh pengetahuan” itu, yaitu “Hati” (yang halus). Jadi,
ilmu itu suatu sifat yang bertempat di sana (akal) (Imam Ghazali,
2012:11-12).
Dengan demikian, akal bisa diartikan sebagai “sifat orang yang
berilmu” dan bisa pula diartikan sebagai “tempat pengetahuan” atau
“yang mengetahui”. Dan inilah yang dimaksud hadits Rasulullah saw:
أول ما خلق للا العقل
“Yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah akal”
Sifat dari akal adalah immateri, tapi sifat itu tidak akan ada
tanpa sesuatu yang bersifat memberi. Jadi tempat akal harus ada lebih
dulu atau bersaman dengan itu. Ilmu atau pengetahuan adalah isi dari
akal dan diciptakan lebih dulu oleh Allah.
Sesungguhnya ilmu itu sifat dari akal yang tak mungkin kita
gambarkan (immateri). Dan, sifat itu pasti ada pada suatu tempat atau
benda (materi). Karena itu, tempat atau benda tersebut sudah ada lebih
dulu sebelum sifatnya, atau ada bersamaan dengan sifat itu.
Dalam hadits qudtsi Allah berfirman kepada akal, “Menghadaplah
kemari !”. Maka akalpun menghadap. Lalu Allah berfirman,
“Berbaliklah” Maka akalpun berbalik membelakangi.
113
128
Dengan demikian telah jelas bahwa yang dimaksud dengan hati,
ruh, nafs, dan akal dalam berbagai ayat-ayat al-Qur’an dan hadits
Rasulullah saw, adalah bisikan halus rabbaniyah. Sahl at-Tustasi
berkata: “Hati laksana singgasana dan dada menjadi kursinya”. Ucapan
ini menunjukkan bahwa yang dimaksud “hati” oleh at-Tustasi adalah
bukan gumpalan daging yang berisikan darah hitam (melainkan
bisikan halus rabbaniah). Rasulullah saw, juga bersabda:
اذا صلحت صلح صلح الجسد و ان فى الجسد مضغة
اذا فسدت فسد الجسد كله أال و هي القلب. رواه كله و
البخارى
“Dalam tubuh manusia ada segumpal daging yang jika ia baik, maka
baiklah seluruh tubuh. Dan jika ia buruk , maka buruklah seluruh
tubuh, itulah hati”. H.R. Bukhari.
Sebagai unsur motivasi, menurut al-Ghazali sebuah perilaku terjadi
karena peran dari junudu al-qalb atau tentara hati. Dalam hal ini, hati
memiliki dua macam tentara, yaitu tentara yang dapat dilihat dengan mata
kepala, dan tentara yang hanya bisa dilihat dengan mata hati (bashirah).
Hati itu sendiri posisinya seperti raja, sedang tentara-tentaranya bertindak
sebagai pembantu atau pelayanannya.
Tentara hati yang tampak oleh mata kepala kita adalah tangan, kaki,
mata, telinga, lidah, mulut, dan semua anggota tubuh lainnya, baik yang
nampak dari luar maupun yang ada di dalam tubuh. Semuanya melayani
114
129
dan tunduk kepada hati. Mereka tunduk secara naluriah, tak bisa
menentang sedikitpun (Imam Ghazali, 2012:15).
Ketika mata disuruh oleh hati untuk terbuka, maka terbukalah ia. Dan
ketika kaki disuruh oleh hati untuk bergerak melangkah, maka
melangkahlah ia. Begitu pula lidah disuruh untuk berbicara, maka
berbicara.
Begitulah karakter atau naluri anggota-anggota tubuh kita. Kepatuhan
tubuh dan indera kepada hati, dari satu segi menyerupai kepatuhan dan
ketaatan para malaikat kepada Allah. Malaikat memang diciptakan hanya
untuk berbakti dan tidak dapat menentang Tuhan, tak pernah mangkir
terhadap perintah Tuhan. Segala perintah selalu mereka kerjakan. Allah
Ta’ala berfirman dalam surat al-Tahrim ayat 6 sebagai berikut:
ها الذين آمنوا قوا أنفسكم وأهليكم ناراا وقودها يا أي
اس والحجارة عليها مالئكة غالظ شداد ال يعصون للا الن
ما أمرهم ويفعلون ما يؤمرون
“Wahai orang-orang yang beriman ! Pel;iharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dank eras, yang tidak durhaka
kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. Q.S. 66:6.
Hanya ada satu segi yang membedakan antara ketaatan malaikat dan
ketaatan anggota tubuih tadi. Malaikat selalu taat dan patuh kepada Allah,
sementara mata hanya taat dan tunduk kepada hati atas dasar taskhir atau
ketundukan . Mata tidak mendapatkan pengalaman baik dari dirinya atau
dari kepatuhannya terhadap hati.
115
130
Para tentara itu amat dibutuhkan oleh hati dalam perjalanan-Nya
kepada Allah, yang harus melewati beberapa fase atau terminal sebelum
bertemu dengan-Nya. Kebutuhan itu seperti halnya bekal makanan dan
kendaraan yang amat dibutuhkan oleh tubuh kita dalam melakukan suatu
perjalanan. Dan memang untuk itulah (bertemu Allah) hati diciptakan.
Allah berfirman dalam surat al-Dzariyat ayat 56 sebagai berikut :
وما خلقت الجن واإلنس إال ليعبدون
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, kecuali hanya untuk
mengabdi kepada-Ku”. Q.S.51:56
Tubuh menjadi kendaraan bagi hati (jiwa) menuju Tuhan, sedangkan
ilmu menjadi bekal makanannya. Untuk menjadikan ilmu sebagai bekal
adalah dengan melakukan amal-amal shalih. Seorang hamba Allah tidak
mungkin sampai kepada Tuhannya sebelum badannya tenang (mati) atau
sebelum ia meninggalkan dunia ini.
Dunia yang dekat ini harus ditinggalkan terlebih dahulu untuk dapat
mencapai tempat yang lebih jauh. Dunia ini adalah ladang untuk menanam
amal-amal shalih bagi kepentingan akhirat dan tempat untuk membimbing
diri. Tempat ini disebut Duniya atau nplanet yang dekat karena
merupakan terminal terdekat di antara banyak terminal lainnya. Jadi
amatlah dibutuhkan untuk menyiapkan bekal saat hidup di dunia ini, yaitu
berupa amal-amal shalih.
Badan atau tubuh adalah kendaraan yang membawa hati ke terminal
dunia ini. Maka, tubuh harus selalu dijaga dan dilindungi, dengan cara
116
131
mengisinya dengan bekal makanan dan hal-hal yang dapat membuatnya
sakit atau bahkan membinasakannya.
Dalam kaitan ini kita memerlukan dua tentara, yaitu:
a) Tentara bathiniyah yang bersifat tersembunyi, yaitu syahwat kepada
makanan dan minuman.
b) Tentara lahiriyah, yaitu tangan dan organ-organ tubuh kita lainnya
yang berperan dalam mendatangkan makanan dan minuman itu (Imam
Ghazali, 2012:18.
Allah Ta’ala telah menciptakan syahwat pada makanan dan minuman
itu dalam jiwa kita karena itu amat dibutuhkan untuk memelihara
tubuh, serta menjadikan anggota-anggota tubuh sebagai alat untuk
memenuhi syahwat tersebut.
Begitu pula untuk menangkal musuh-musuh dari luar yang dapat
membinasakan tubuh diperlukan dua tentara, yaitu:
a) Tentara bathiniyah, berupa “marah” yang berguna untuk
menangkal semua bahaya dan menuntut balas kepada musuh.
b) Tentara lahiriah, berupa tangan, kaki dan lain sebagainya yang
dapat dipergunakan untuk bertindak sepanjang kemauan amarah
tadi.
Jadi, fungsi anggota-anggota badan itu laksana senjata atau
instrumen. Orang yang membutuhkan makanan tapi tidak mengenal
makanan tersebut, maka tak ada gunanya, ia punya keinginan dan
117
132
selera terhadap makanan. Dan untuk mengenal makanan itu, juga
diperlukan adanya dua tentara yaitu:
a) Tentara bathiniah, berupa daya pendengaran, penglihatan,
penciuman, rabaan kulit, dan pengecapan lidah.
b) Tentara lahiriah, berupa mata, telinga, hidung dan sebagainya.
Perilaku menurut Imam Ghazali bertujuan untuk sampai
kepada Allah, namun dalam praktiknya perilaku ini terbagi ke dalam
hirarki motivasi Amarah (hedonistic), motivasi Lawwamah (skeptic),
dan motivasi Muthmainnah ( spieitualistic). (Imam Ghazali,
2012:20).
Untuk sampai kepada Allah diperlukan nafsu al-muthmainnah,
salah satu cirri seseorang yang memiliki nafsu al-muthmainnah adalah
seseorang yang memiliki rasa qana’ah. Qanana’ah adalah menerima
dengan rela apa yang ada atau merasa cukup dengan apa yang
dimiliki.
Sudah barang tentu qana’ah dengan artinya yang demikian, hanya
dapat dicapai jika terlebih dahulu nafsu amarah dan nafsu lawwamah
dapat dikendalikan atau dikuasai. Qana’ah di sini bukan qana’ah
ikhtiar, akan tetapi qana’ah hati. Karena itu sekalipun hati telah
merasa cukup dengan apa yang dimiliki , tidak berarti amal ikhtiar
dihentikan lalu orang tinggal berpangku tangan saja menganggur
tanpa ada usaha sama sekali. Qana’ah bukanlah kemalasan.
119
133
Qana’ah dalam penertian yang luas mengandung lima perkara,
yaitu:
a) Menerima dengan rela apa yang ada
b) Memohon kepada Tuhan tambahan yang pantas, disertai dengan
usaha atau ikhtiar
c) Menerima dengan sabar kehendak/ketentuan Tuhan
d) Bertawakal kepada Tuhan
e) Tidak tertarik oleh tipu daya dunia. (Hamaka, 1961:118).
Jenis Tentara Hati
Tentara hati dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Tentara pendorong, terdiri dari:
a) Pendorong untuk mengambil hal-hal yang bermanfaat dan yang
sesuai dengan tubuh. Inilah yang disebut dengan syahwat.
b) Pendorong untuk menolak hal-hal yang dapat membahayakan
dan membinasakan. Misalnya amarah
Kadang-kadang tentara pendorong ini dikenal dengan istilah
“Kemauan”.
2. Tentara Penggerak, yaitu tentara yang menggerakkan anggota-
anggota tubuh untuk mencapai beberapa tujuan. Tentara inilah
yang lazim disebut dengan kekuasaan. Jenis tentara kedua ini
tersebar luas diseluruh anggota tubuh, terutama urat-urat daging
dan otot.
119
134
3. Tentara yang bertindak seperti kekuatan rahasia (mata-mata) untuk
menangkap atau mengenali sesuatu dari luar.. Mereka adalah :
a) Kekuatan penglihatan
b) Kekuatan pendengaran
c) Kekuatan penciuman
d) Kekuatan pengcap, dan
e) Kekuatan peraba (sentuan kulit). (Imam Ghazali, 2012:19).
Jenis tentara ketiga ini tersebar pada anggota-anggota tubuh
tertentu.Mereka ini juga bisa disebut dengan istilah tentara ilmu atau
penemu.
Setiap tentara bathiniah memeliki beberapa tentara lahiriah, yaitu
organ-organ tubuh yang tersusun dari lemak, urat, daging, darah dan
tulang, yang memangberfungsi sebagai alat bagi tentara bathiniah tersebut.
Sebab, kekuatan menggenggam itu adalah dengan telapak dan jari-jari
tangan, dan kekuatan melihat itu diperankan oleh mata. Demikian pula
dengan kekuatan-kekuatan lainnya. Tegasnya, masing-masing harus
disertai dengan tentara lahiriah.
Imam Ghazali juga membagi tentara-tentara pengenal (mata-mata)
menjadi dua jenis, yaitu:
a) Tentara yang tampak, yaitu apa yang umum dikenal sebagai panca
indera, yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap, dan
peraba.
120
135
b) Tentara yang tersembunyi dalam cakrawala otak, yaitu kekuatan
imajinasi, kekuatan pikiran, kekuatan memori atau daya ingat,
kekuatan membangkitkan kembali ingatan, dan kekuatan untuk
menggabungkan empat kekuatan tersebut secara bersama-sama.
Lima kekuatan ini ada di dalam otak dan mereka menetap di sana
tanpa terlihat.
Setelah melihat sesuatu obyek, seseorang mungkin akan memejamkan
mat, lalu ia mendapatkan suatu gambaran imajinasi tertentu dalam jiwanya
tentang apa yang ia lihat. Lalu imajinasi itu menetap dalam dirinya,
disebabkan oleh hadirnya “tentara penjaga”. Selanjutnya ia akan berpikir
tentang apa saja yang tergambar dalam jiwanya tersebut sehingga
tersusunlah suatu rangkaian gambaran. Lantas ia pun menjadi ingat atas
apa saja yang sebelumnya sudah ia lupakan, sehingga kembalilah
ingatannya itu. Dan pada gilirannya akan terhimpunlah semua kekuatan
dan perasaan yang ada atas obyek yang ia lihat itu.
Makna dalam batin itu adalah gabungan perasaan, daya, imajinasi,
daya pikir, daya ingat, dan daya hafal. Seandainya Tuhan tidak
menciptakan kekuatan-kekuatan menghafal, berfikir, mengingat, dan
berimajinasi, niscaya otak kita ini akan kosong. Begitu pula keadaannya
dengan tangan dan kaki. Oleh karena itulah kekuatan-kekuatan tersebut
termasuk tentara batin yang letaknya berada di dalam batin.
121
136
Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa teori motivasi
bagi Imam Ghazali adalah perilaku seseorang atau motivasi seseorang itu
karena peran dari junud al-qalb (tentara-tentara hati). Perilaku bertujuan
untuk sampai kepada Allah. Untuk sampai kepada Allah diperlukan nafsu
al-muthmainnah. Salah satu ciri seseorang yang memiliki nafsu al-
muthmainnah adalah seseorang yang memiliki rasa qana’ah, yaitu
menerima dengan rela apa yang ada atau merasa cukup dengan apa yang
dimilikinya. Istilah Jawa “Narima ing pandum”. Jenis tentara hati adalah
tentara pendorong, tentara penggerak, dan tentara yang bertindak.
Adapun teori motivasi yang lain, antara lain adalah:
Menurut Hasibuan teori motivasi dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok, yaitu : Teori kepuasan (content theory), dan teori proses
(process theory). (Malayu S.P. Hasibuan,2010:103).
1) Teori Kepuasan (content theory)
Teori ini mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan
dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertinadak dan
berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada
factor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan,
mendukung dan menghentikan perilakunya. Teori ini mencoba
menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan dan mendorong
semangat bekerja seseorang. Hal yang memotivasi semangat bekerja
122
137
seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan materiil
maupun non materiil yang diperolehnya dari hasil pekerjaannya.
Jadi pada dasarnya teori ini mengemukakan bahwa seseorang akan
bertindak (bersemangat bekerja) untuk dapat memenuhi kebutuhan-
kebutuhan (inner needs) dan kepuasannya. Semakin tinggi standar
kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan, maka semakin giat orang itu
bekerja. Jadi jika kebutuhan dan kepuasannya semakin terpenuhi, maka
semangat bekerjanya pun akan semakin baik pula. Tinggi/rendahnya
tingkat kebutuhan dan kepuasan yang ingin dicapai seseorang
mencerminkan semangat bekerja orang tersebut.
Teori Kepuasan (content theory) ini kadang-kadang juga disebut
antara lain:
a) Teori kebutuhan (need theories) oleh Abraham H. Maslow
b) Teori motivasi - pemeliharaan atau teori higienis oleh Frederick
Herzberg
c) Teori Prestasi oleh David McClelland (Hani T. Handoko,
1999:255).
Untuk lebih jelasnya penulis uraikan teori-teori tersebut sebagai
berikut:
a). Teori Kebutuhan (Need Theories) oleh Abraham Maslow
Teori motivasi yang sekarang banyak dianut orang adalah teori
kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan
oleh manusia pada hakikatnya adalah untuk memenuhi
123
138
kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis. Oleh
karena itu menurut teori ini, apabila seorang pemimpin atau
pendidik bermaksud memberikan motivasi kepada seseorang, ia
harus berusaha mengetahui terlebih dahulu apa kebutuhan-
kebutuhan orang yang akan dimotivasinya.
Ngalim Purwanto menyatakan bahwa Abraham Maslow
mengemukakan adanya lima tingkatan kebutuhan pokok manusia. (M.
Ngalim Purwanto,1992:77).
Kelima tingkatan kebutuhan pokok inilah yang kemudian
dijadikan pengertian kunci dalam mempelajari motivasi manusia.
Adapun kelima tingkatan kebutuhan pokok yang dimaksud dapat
dilihat pada gambar berikut:
Teori Hirarki Kebutuhan A. Maslow
Aktualisasi Diri
(Self Actualized)
Kebutuhan Penghargaan
(Esteem Needs)
Kebutuhan Sosial
(Social Needs)
Kebutuhan Rasa Aman Dan Perlindungan
(Safety and Security Needs)
Kebutuhan Fisiologis
(Physiological Needs)
124
139
(1). Kebutuhan Fisiologis (Physiological – Needs)
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan fisik dan yang sangat
pokok. Maka, makin rendah taraf kehidupan ekonomi seseorang
semakin menjadi sangat utama. Kebutuhan mempertahankan hidup
meliputi kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan. Apabila
kebutuhan ini secara relative dapat terpenuhi, maka kebutuhan lain
akan menyusul, yaitu kebutuhan akan rasa aman. Pengalihan
kebutuhan ini terjadi apabila seseorang terus berusaha
meningkatkan pemuasan kebutuhannya yang diwujudkan dengan
peningkatan kuantitas dan kualitas. Seiring dengan itu maka
kebutuhan yang sudah terpenuhi tidak merupakan kebutuhan yang
diperlukan lagi.
Apabila kebutuhan seperti lapar atau haus tidak dipenuhi secara
memadai, maka kebutuhan di atasnya untuk sementara ditekan
dalam arti untuk pengendalian perilaku. Individu yang berada
dalam jenjang tertentu berarti secara keseluruhannya dapat
diasumsikan dipengaruhi oleh kebutuhan pada jenjang tersebut.
Artinya sepanjang makanan belum diperolehnya dan belum makan,
maka orang yang sedang dalam kelaparan akan selalu berpikir,
bermimpi dan berbicara tentang makanan. Oleh karena Maslow
merasa bahwa ketika kebutuhan itu muncul maka kebutuhan itu
125
140
menjadi factor dominan yang mampu menjadi pengarah dan
mengendalikan perilaku manusia tersebut.
(2). Kebutuhan Rasa Aman (Safety – Need)
Kebutuhan keamanan merupakan kebutuhan yang lebih tinggi
dan menjadi lebih penting dari pada kebutuhan fisiologis. Oleh
karena itu dalam perilaku tercermin upaya kita untuk tetap berada
dalam situasi yang aman. Contoh dalam hal ini, misalnya kita telah
memperbaiki rumah yang rusak dengan biaya berjuta-juta rupiah
agar kita lebih aman dan nyaman dari terik matahari ataupun
temperature udara luar, tetapi tiba-tiba banjir menghanyutkan dan
merusak rumah tersebut, serta merta kita tinggalkan begitu saja
karena kita merasa mencari tempat dengan alasan mencari yang
lebih aman. Dengan demikian kerugian material tidak memiliki arti
apa-apa disbanding dengan lolos dari banjir yang memberikan rasa
aman jauh lebih penting.
Kebutuhan rasa aman juga Nampak pada anak-anak ketika
tiba-tiba menangis karena jatuh, dikagetkan oleh suara keras, orang
asing yang tak dikenalnya masuk ruangannya, bianatang buas
mendekatinya dan sebagainya. Analogi dengan teori Maslow
tersebut meyakini bahwa sebagian besar masyarakat kita dewasa
ini perilakunya sedang didominasi oleh kebutuhan atau motivasi
rasa aman, baik rasa aman dari kejahatan di jalan, aman dari
126
141
pekerjaan (PHK), aman dari pencurian, perampokan, pembunuhan
dan sebagainya.
Kebutuhan ini mengandung makna yang sangat luas. Dengan
demikian kebutuhan akan security juga menjadi salah satu factor
pendorong yang tidak dapat diabaikan di dalam maupun di luar
organisasi. Seorang karyawan misalnya memerlukan adanya
ketenangan dari-di-ke tempat kerja termasuk keselamatan
miliknya. Manifestasi keamanan fisik maupun psikis di dalam
penjelasan di berbagai bentuk, salah satu di antaranya adanya
tunjangan perawatan maupun kesejahteraan lainnya.
(3). Kebutuhan Sosial (Social Needs)
Ketika kebutuhan rasa aman terpenuhi secara memadai, maka
kebutuhan itu menjadi tidak penting bagi perilaku selanjutnya. Hal
ini karena sudah ada kebutuhan lebih lanjut yang dianggapnya
lebih penting, yaitu kebutuhan akan kehausan cinta atau kasih
sayang orang lain atau disebut kebutuhan sosial.
Kebutuhan sosial tidak sama dengan kebutuhan akan seks,
walaupun keintiman seks juga merupakan kebutuhan. Kebutuhan
akan kasih saying tidak saja dalam arti menerima, tetapi jugadalam
arti member kasih saying kepada orang lain. Kebutuhan akan kasih
saying ini dapat diperoleh melalui misalnya menikah, bekerja,
127
142
memasuki kelompok tertentu seperti organisasi, persaudaraan atau
social tertentu.
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, ia tak dapat
hidup sendirian tanpa adanya orang lain, oleh karena itu ia pun ada
keinginan untuk dapat diterima oleh orang lain menjadi anggota
kelompok masyarakat baik hal itu terjadi di lingkungan sekolah,
lingkungan kerja ataupun di lingkungan organisasi maupun
masyarakat luas. Keikutsertaan seorang anggota kelompok dalam
berbagai organisasi merupakan salah satu cara untuk memenuhi
kebutuhan sosial.
Manifestasi kebutuhan sosial tersebut meliputi antara lain :
(a). Sense of Belonging
Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain sebagai
makhluk sosial. Setiap manusia yang memiliki akal budi yang
sehat tidak ingin hidup menyendiri dan tidak senang
dipenjarakan dari anggota kelompoknya. Setiap manusia ingin
diterima, dibutuhkan dan dihargai oleh orang lain sebagai
anggota masyarakat atau kelompok terhormat
(b). Sense of Achievement
Kebutuhan untuk maju dan tidak gagal. Setiap manusia
memilki kecenderungan untuk ingin menyelesaikan tugas-
tugasnya dengan penuh tanggung jawab, dan tidak akan pernah
menghindar bagaimanapun besarnya tanggung jawab tersebut.
128
143
Setiap sandungan yang dihadapinya tidak akan dianggapnya
sebagai kegagalan melainkan merupakan suatu tantangan
untuk lebih meningkatkan upaya dan prestasinya.
(c). Sense of Participations
Kebutuhan untuk ikut berperan akatif. Untuk dapat
meningkatkan peran serta secara aktif dalam suatu organisasi
dapat dilakukan antara lain:
- Ada tujuan yang jelas
- Proses perumusan kebiksanaan yang melibatkan semua
unsur
- Proses pengambilan keputusan yang demokratis
- Proses pelaksanaan didasarkan pada pembagian tugas yang
jelas
- Pembagian wewenang yang menggairahkan dan dapat
menimbulkan daya kreasi dan inovasi para anggota
- Pengawasan yang bersifat mendidik dan bukan untuk
mencari-cari kesalahan atau alasan untuk menindak
bawahan
- Memperhatikan nasib bawahan atau karyawan
- Mengembangkan rasa percaya diri
- Memberi kesempatan kepada setiap karyawan untuk
mampu mengambil keputusan-keputusan sendiri yang
129
144
dianggapnya tepat dalam pelaksanaan tugasnya masing-
masing.
(4). Kebutuhan Harga Diri (Self Esteem – Need)
Apabila kebutuhan sosial telah diperolehnya secara memadai
maka kebutuhan itupun akan menghilang atau melemah, bersamaan
dengan munculnya kebutuhan baru yaitu kebutuhan akan
penghargaan diri. Tahap ini adalah kebutuhan akan penilaian yang
p[ositif dan tinggi atas diri seseorang. Penilaian ini dapat dibedakan
atas dua kategori yaitu kebutuhan penghargaan dari dalam diri, dan
kebutuhan penghargaan dari orang lain. Kebutuhan penghargaan
diri memotivasi seseorang untuk berusaha keras mencapai cita-cita,
kekuatan, rasa percaya diri, kemandirian dan kebebasan. Kebutuhan
penghargaan diri sendiri merupakan keinginan kuat untuk merasa
diri sendiri lebih bernilai.
Kebutuhan penghargaan diri terkait dengan orang lain dalam
melibatkan keinginan atas reputasi, status, pengakuan, dan
penghargaan oleh orang lain atas kemampuannya. Ketika kebutuhan
penghargaan diri ini terpenuhi, maka orang cenderung memiliki rasa
percaya diri, berharga dan melihat dirinya sendiri sebagai obyek
yang paling penting di dunia ini. Demikian pula sebaliknya ketika
kebutuhan ini tidak terpenuhi maka dapat terjadi sikap yang
130
145
sebaliknya di mana yang bersangkutan berhubungan tidak baik
dengan orang lain, dan dicirikan dengan rasa rendah diri, lemah,
tidak percaya diri dan putus asa.
Kebutuhan untuk dihargai, berprestasi, berkompetensi,
memperoleh pengakuan dan dukungan. Setiap manusia mempunyai
rasa harga diri, ia merasa dirinya penting walaupun dalam suatu
organisasi kedudukannya rendah. Mereka ingin diperlakukan sebagai
makhluk yang mempunyai martabat yang tinggi dengan kepribadian
yang wajar untuk dihargai, sekalipun dia dalam kondisi riil bahwa
dirinya sedang melakukan sesuatu yang merendaahkanmartabat
kemanusiaannya sendiri. Dalam agama memang dijelaskan bahwa
manusia itu adalah makhluk yang paling mulia (selagi berada dalam
kondisi iaman dan taqwa) namun tidak disadari bahwa manusia itu
pula adalah makhluk yang paling rendah dari binatang (manakala
manusia itu sendiri berada dalam kondisi kufur, disebut asfala safilin,
yakni serendah-rendahnya). Dalam hubungan kebutuhan sosial ini
manusia sangat cenderung menginginkan dimilikinya kekuasaan atas
orang lain ataupun lingkungan, oleh karena itu untuk
memperolehnya ia berupaya untuk melakukan suatu prestasi yang
dapat diakui orang lain agar penguasaan yang diinginkannyaitu dapat
tercapaisehingga diperoleh kepuasan diri pada kebutuhan tingkat ini.
131
146
(5). Kebutuhan Aktualisasi (Self Actulized – Need)
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat tertinggi dalam
teori A. Maslow. Ia merupakan kebutuhan untuk mengembangkan
potensi yang dimiliki secara maksimal. Misalnya seorang guru, ia
akan berusaha menjadi guru terbaik sehingga dapat menjadi guru
teladan di wilayahnya maupun nasional. Demikian pula seorang
karyawan berupaya sedemikian rupa untuk menjadi karyawan terbaik
serta teladan di perusahaannya, sumber motivasinya adalah kepuasan
akan pekerjaan itu sendiri, di mana ia dapat mengekspresikan dirinya
sebagaimana yang ia kehendaki.
Ketika orang dapat memenuhi keempat kebutuhan yang pertama,
maka tingkat akhir perkembangan yang diistilahkan A. Maslow
sebagai "aktualisasi diri" menjadi lebih penting. Pada tingkat ini
perilaku orang dimotivasi oleh kondisi yang berbeda dari pada empat
tingkat yang lebih rendah terdahulu. Individu yang teraktualisasi diri
memenuhi kebutuhan deprivasi keempat hirarki pertama. Perilaku
orang yang teraktualisasi diri termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan
baru, yang diistilahkan Maslow dengan kebutuhan sekarang (being
needs) seperti: kepercayaan, kejujuran, kecantikan, dan kebaikan
yang semuanya itu dapat memberikan arti kepada kehidupan
individu yang teraktualisasi tersebut.
Menurut Maslow bahwa perilaku atau tindakan masing-masing
perorangan pada saat-saat tertentu ditentukan oleh kebutuhanyang
132
147
paling dominan. Dengan demikian setiap pimpinan atau manajer
yang ingin memotivasi setiap karyawanya perlu memahami tingkat
kebutuhan yang lebih berpengaruh dari karyawannya. Dengan
perkataan lain bahwa hierarki kebutuhan Maslow ini tidak
dimaksudkan sebagai kerangka yang dapat dipergunakan untuk
menilai tingkat kebutuhan karyawan melainkan lebih merupakan
ramalan tingkat karyawan.
Sekalipun Maslow sangat menyadari akan adanya keterbatasan yang
sangat subyektif, namun ia berusaha keras untuk menemukan cirri-
ciri orang yang teraktualisasi diri dan yang pautut menjadi perhatian
kita bersama-sama. Ciri-ciri utama orang yang telah teraktualisasi
kebutuhannya adalah sebagai berikut:
- Persepsi yang lebih efisien terhadap realita dan lebih
menyenangkan
- Penerimaan diri
- Sifat spontan
- Pemusatan masalah
- Adil (kebutuhan privasi)
- Independent kultur dan lingkungan
- Kesegaran apresiasi
- Pengalaman mistik dan lautan perasaan
- Simpati untuk kemanusiaan
- Hubungan antar pribadi yang dekat
133
148
- Struktur karakter demokrasi
- Alat dan tujuan
- Filosofis, tak bermusihan, rasa humor
- Kreatif. (Sahlan Asnawi, 207:110).
b). Teori Motivasi Dua Faktor oleh F. Herzberg
Herzberg dalam penelitiannya mengenai "pekerjaan tertentu"
mana yang mempengaruhi keinginan sesseorang untuk melaksanakan
tugas dengan baik, maka ternyata pekerjaan yang sifatnya rutin,
assembly, terbukti mengurangi motivasi karyawan, bahkan dapat
menambah ketidakpuasan. Herzberg menyatakan bahwa ada dua faktor
yang mempengaruhi seorang dalam pekerjaannnya, yaitu faktor
penyebab kepuasan (satisfiers) atau pemotivasi dan faktor penyebab
ketidakpuasan (dissatisfiers) atau faktor hygiene.
Faktor- faktor yang berperan sebagai motivator terhadap karyawan
menurut Herzberg adalah yang mampu memuaskan dan mendorong
orang untuk bekerja dengan baik yaitu dengan pencapaian hasil
(achievement), pengalaman (recognition), pekerjaan itu sendiri (work
it self), tanggung jawab (responsibility) dan kemajuan atau
pengembangan (advancement). Rangkaian kepuasan tersebut berkaitan
dengan sifat pekerjaan atau kedudukan pekerjaan dan dengan imbalan
yang dihasilkan secara langsung dari prestasi kerjanya serta
peningkatan dalam tugasnya. Namun perlu dipahami apabila faktor-
134
149
faktor tersebut tidak terpenuhi, maka tidak akan selalu menimbulkan
ketidakpuasan, tetapi mereka akan selalu bersatu untuk memenuhinya.
Selanjutnya faktor penyebab ketidakpuasan kerja meliputi: gaji
(salary/wages), kondisi pekerjaan (work condition), hubungan antar
pribadi (inter-personal relation), supervisi (supervition) dan
kebijaksanaan dan administrasi perusahaan atau organisasi (company
policy and administration). Menurut Herzberg, gaji dan tunjangan
relatif kecil mempengaruhi prestasi kerja seseorang, namun
kebijaksanaan organisasi secara keseluruhan akan mempengaruhi
motif karyawan untuk berprestasi atau tidak, tetap tinggal di organisasi
atau tidak.
Dari uraian di atas, maka teori Herzberg dapat disimpulkan sebagai
berikut;
1) Perbaikan gaji, kondisi kerja dan kebijaksanaan perusahaan tidak
akan menimbulkan kepuasan, melainkan dapat menimbulkan
ketidakpuasan , faktor yang dapat memberi kepuasan adalah
"hasil kerja itu sendiri".
2) Yang dapat meningkatkan atau memotivasi karyawan dalam
bekerja adalah kelompok "satisfiers".
3) Perbaikan faktor dissatisfiers kurang mempengaruhi atau tidak
ada pengaruhnya sama sekali terhadap sikap kerja yang positif,
karena faktor hygiene melukiskan hubungan kerja dengan
135
150
konteks atau lingkungan dalam mana karyawan melaksanakan
pekerjaan (job contexs).
c). Teori Motivasi Prestasi oleh David Mc.Clelland
Mc Clelland yang ditulis oleh Hasibuan mengemukakan teorinya
yaitu McClelland's Achievement Motivation Theory atau Teori
Motivasi Prestasi McClelland. Teori ini berpendapat bahwa karyawan
mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi dilepaskan
dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang
dan situasi serta peluang yang tersedia. Energi akan dimanfaatkan oleh
karyawan karena didorongan oleh :
(1). Kekuatan motif dan kekuatan dasar yang terlibat
(2). Harapan keberhasilannya, dan
(3). Nilai insentif yang terlekat pada tujuan. (Malayu S.P. Hasibuan,
2010:111-112).
Mc Clelland juga berpendapat bahwa ada tiga macam motivasi
yang mendorong perilaku manusia yaitu :
(1). Motivasi berprestasi
(2). Motivasi berafiliasi, dan
(3). Motivasi berkuasa. (sahlan Asnawi, 2007:94).
Ketiga motivasi inilah yang paling sering dijumpai pada
kehidupan manusia, terutama pada kehidupan manusia pimpinan dan
pengusaha.
136
151
(1) Motivasi Berprestasi.
Apabila seseorang selalu berpikir untuk mengerjakan sesuatu
yang lebih baik, maka dapat dikatakan memiliki motivasi berprestasi
tinggi. Motif berprestasi berhubungan dengan kemampuan untuk
mengatasi rintangan dan memelihara semangat kerja yang tinggi,
bersaing (melauli usaha keras) untuk mengungguli orang lain.
Jadi motivasi berprestasi adalah dorongan dalam diri individu
sehubungan dengan adanya pengharapan bahwa tindakan yang
dilakukan merupakan alat untuk mencapai hasil yang lebih baik dari
pada hasil yang telah dicapai sebelumnya, bersaing dan mengungguli
orang lain, mengatasi rintangan, serta memelihara semangat kerja
yang tinggi.
Manifestasi dari motivasi berprestasi akan terlihat pada beberapa
ciri perilaku seperti :
(a) Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-perbuatannya.
(b) Mencari umpan balik tentang perbuatannya.
(c) Memilih resiko yang moderat atau sedang dalam perbuatannya,
dan
(d) Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif.
137
152
(2) Motivasi Berafiliasi
Apabila seseorang selalu berfikir tentang kehangatan dan
kesenangan dalam bergaul dengan teman-temannya atau orang lain,
maka dikatakan mempunyai motif berafiliasi tinggi. Motif berafiliasi
erat hubungannya dengan kehidupan sosial seseorang, yaitu
merupakan keinginan untuk menyenangkan dan mendapatkan afeksi
dari orang lain, serta memelihara sikap setia terhadap teman dan
keluarga. Menurut para ahli yang ditulis oleh Asnawi, antara lain
Atkinson & Atkinson, Herbert, Mc Clelland dan Burnham menyatakan
bahwa motif berafiliasi adalah dorongan untuk membentuk,
memelihara atau mempertahankan dan memperbaiki hubungan afeksi
yang positif, serta agar disukai dan diterima orang lain.(Sahlan
Asnawi, 2007:95). Motivasi berafiliasi diartikan sebagai dorongan
untuk berhubungan dengan orang lain serta untuk disenangi orang lain.
Bertolak dari rumusan para ahli tersebut di atas, dapat kita
rumuskan bahwa motivasi berafiliasi adalah dorongan yang timbul
dalam diri individu sehubungan dengan adanya pengharapan bahwa
tindakan yang dilakukan merupakan alat untuk membentuk,
memelihara, diterima serta bekerja sama dengan orang lain.
Adapun cirri-ciri perilaku yang merupakan manifestasi motivasi
berafiliasi adalah:
(1) Lebih senang bersama orang lain dari pada sendirian.
138
153
(2) Sering berhubungan dengan orang lain, termasuk bercakap-cakap
di telepon atau berkunjung ke tempat orang lain.
(3) Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam
pekerjaannya daripada tugas yang ada dalam pekerjaan itu sendiri.
(4) Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain.
(5) Melakukan pekerjaan lebih efektif bilamana bekerjasama dengan
orang lain dalam suasana yang kooperatif.
(3). Motivasi Berkuasa
Seseorang yang selalu berfikir dan memikirkan bagaimana
mempengaruhi dan mengendalikan orang lain agar ia senantiasa
mematuhi dan menuruti apa yang diinginkannya, dalam hal ini dapat
dikategorikan mempunyai motif berkuasa yang tinggi. Motif berkuasa
merupakan kebutuhan untuk mendominasi dan mengontrol orang lain.
Asnawi, menulis pendapat Mc Clelland bahwa motif berkuasa sebagai
dorongan untuk mempengaruhi perilaku orang lain serta mengontrol
dan memanipulasi lingkungan.(Sahlan Asnawi, 2007:96). Jadi motivasi
berkuasa adalah dorongan yang timbul dalam diri individu sehubungan
dengan adanya pengharapan bahwa tindakan yang dilakukan
merupakan alat untuk mempengaruhi, menguasai, mengendalikan serta
memanipulasi perilaku orang lain.
139
154
Adapun beberapa ciri perilaku sebagai manifestasi dari motivasi
berkuasa adalah :
(a). Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari kegiatan
organisasi di mana ia berada di dalamnya.
(b). Senang mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu
organisasi atau perkumpulan yang bisa mencerminkan prestise.
(c). Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari
kelompok atau organisasi, dan
(d). Berusaha menolong orang lainwalaupun pertyolongannya itu
tidak diminta.
2). Teori Motivasi Proses.
Teori motivasi proses ini pada dasarnya berusaha untuk menjawab
pertanyaan "bagaimana menguatkan, mengerahkan, memelihara dan
menghentikan perilaku individu", agar setiap individu bekerja giat sesuai
dengan keinginan manajer. Bila diperhatikan secara mendalam , teori ini
merupakan proses "sebab dan akibat" bagaimana seseorang bekerja serta
hasil apa yang akan diperolehnya. Jika bekerja baik saat ini, maka
hasilnya akan diperoleh baik untuk hari esok. Jadi hasil yang dicapai
tercermin dalam bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang,
hasil hari ini merupakan kegiatan hari kemarin.
Karena "ego" manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik-
baik saja, maka daya penggerak yang memotivasi semangat kerja
140
155
seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa
depan. Inilah sebabnya teori ini disebut "teori harapan" (expectancy
theory). Jika harapan itu dapat menjadi kenyataan maka seseorang akan
cenderung meningkatkan semangat kerjanya. Tetapi sebaliknya bila
harapan itu tidak tercapai akibatnya ia akan menjadi malas.
Teori motivasi proses ini dikenal dengan teori-teori :
a) Teori harapan (expectancy theory)
b) Teori keadilan (equity theory)
c) Teori pengukuhan (reinforcement theory). (MalayuS.P.
Hasibuan,2010:116).
a). Teori Harapan (expectancy Theory)
Teori harapan ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang
menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk
bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari
hubungan timbal-balik antara apa yang ia inginkan dan butuhkan dari
hasil pekerjaan itu. Berapa besar ia yakin perusahaan akan
memberikan pemuasan bagi keinginannya sebagai imbalan atas usaha
yang dilakukannya itu. Bila keyakinan yang diharapkan cukup besar
untuk memperoleh kepuasannya, maka akan bekerja keras pula, dan
sebaliknya.
141
156
Teori harapan ini didasarkan atas:
(1). Harapan (expectancy)
(2). Nilai (Valence)
(3). Pertautan (Instrumentality). (Malayu S.P. Hasibuan,2010:117).
(1). Harapan (expectancy)
Harapan (expectancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan
akan terjadi karena perilaku. Harapan mempunyai nilai yang
berkisar antara "nol" sampai positif "satu". Harapan nol
menunjukkan bahwa tidak ada kemungkinan sesuatu hasil akan
muncul sesudah perilaku atau tindakan tertentu dilakukan .
Harapan positif satu menunjukkan kepastian bahwa hasil tertentu
akan muncul mengikuti suatu tindakan atau perilaku yang telah
dilakukan..
(2). Nilai (valence), adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai
nilai/martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap
individu bersangkutan.
Misalnya, peluang untuk dipindahkan ke posisi dengan gaji yang
lebih besar di tempat lain, mungkin mempunyai nilai bagi orang
yang menghargai uang atau orang yang menikmati nilai
rangsangan dari lingkungan baru, tetapi mungkin mempunyai nilai
(valensi) rendah bagi orang lain yang mempunyai ikatan kuat
dengan kawan, tetangga dan kelompok kerjanya. Valensi ini
142
157
ditentukan oleh individu dan tidak merupakan kualitas obyektif
dari akibat itu sendiri. Pada suatu situasi tertentu, valensi ini
berbeda bagi satu orang ke orang lain. Suatu hasil mempunyai
valensi positif, apabila dipilih dan lebih disegani, tetapi sebaliknya
mempunyai valensi negative jika tidak dipilih dan tidak disegani..
Suatu hasil mempunyai nilai (valensi) nol, jika orang acuh tak
acuh untuk mendapatkannya.
(3).Pertautan (Instrumentality), adalah persepsi dari individu bahwa
hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat
kedua. Victor Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat
mempunyai nilai yang berkisar "nol dan minus satu". Hasil valensi
minus satu (-1) menunujukkan persepsi bahwa tercapainya tingkat
kedua adalah pasti tanpa hasil tingkat pertama. Dan tidak mungkin
timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama (+1) menunjukkan
bahwa hasil tingkat pertama itu perlu dan sudah cukup untuk
menimbulkan hasil tingkat kedua. Karena hal ini menggambarkan
suatu gabungan (asosiasi), maka instrumentality dapat dipikirkan
sebagai pertautan (korelasi).
b). Teori Keadilan (Equity Theory)
Ego manusia selalu mendambakan keadilan dalam pemberian
hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku yang relatif sama.
143
158
Bagaimana perilaku bawahan dinilai oleh atasan akan mempengaruhi
semangat kerja.
Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat
kerja seseorang, jadi atasan harus bertindak adil terhadap semua
bawahannya. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku bawahan
harus dilakukan secara obyektif (baik/salah), bukan atas suka atau
tidak suka (like or dislike). Pemberian kompensasi atau hukuman harus
berdasarkan atas penilaian yang adil dan obyektif.
Jika prinsip ini diterapkan dengan baik oleh pimpinan maka semangat
kerja bawahan cenderung akan meningkat.
Keyakinan, atas dasar pembandingan, tentang adanya ketidak adilan,
dalam bentuk pembayaran kurang atau lebih, akan mempunyai
pengaruh pada perilaku dalam pelaksanaan kegiatan. Faktor kunci bagi
manajer adalah mengetahui apakah ketidak adilan dirasakan, dan
bukan apakah ketidak adilan secara nyata ada. Ketidak adilan ini akan
ditanggapi dengan bermacam-macam perilaku yang berbeda, misalnya
dengan menurunkan prestasi, mogok, minta berhenti, dan sebagainya.
Bagi manajer, teori keadilan memberikan implikasi bahwa
penghargaan sebagai motivasi kerja harus diberikan sesuai yang dirasa
adil oleh individu-individu yang bersangkuta.
144
159
c). Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku
dengan pemberian kompensasi. Misalnya promosi tergantung dari
prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Bonus kelompok tergantung
pada tingkat produksi kelompok itu. Sifat ketergantungan tersebut
bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang
mengikuti perilaku itu.
Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
(1). Pengukuhan positif (positif Reinforcement), yaitu bertambahnya
frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara
bersyarat.
(2). Pengukuhan negatif (negative reinforcement), yaitu bertambahnya
frekuensi perilaku, terjadi jika pengaruh negatif dihilangkan
secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan
bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh suatu
stimulus yang bersyarat. Demikian juga "prinsip hukuman
(punishment)" selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi
tanggapan, apabila tanggapan (respons) itu diikuti oleh rangsangan
yang bersyarat.
Hukuman ada dua jenis, yaitu:
(1). Hukuman dengan menghilanglangkan (removal) terjadi,apabila
suatu pengukuahan positif dihilangkan secara bersyarat.
145
160
Misalnya kelambatan seseorang menyebabkankehilangan
sejumlah uang dari upahnya.
(2). Hukuman dengan penerapan (application) terjadi, apabila suatu
pengukuhan negatif diterapkan secara bersyarat. Misalnya
ditegur oleh atasan karena menjalankan tugas dengan jelek.
Sifat imbalan atau hukuman dan bagaimana kedua hal itu
dilaksanakan sangat mempengaruhi perilaku karyawan. Manajer perlu
sekali mengatur waktu secara tepat dalam penggunaan imbalan dan
hukuman dalam organisasi. Pengaturan waktu yang tepat dari
perolehan ini dinamakan penjadwalan pengukuhan (reinforcement
scheduling). Dalam jadwal yang paling sederhana tanggapan itu
diberikan hanya sesudah beberapa kejadian dari suatu tanggapan dan
tidak sesudah setiap tanggapan, maka digunakan jadwal pengukuhan
sewaktu-waktu (intermittent reinforcement). Jadwal pengukuhan malar
(terus-menerus) dan sewaktu-waktu akan menghasilkan prestasi yang
sangat berbeda-beda.
Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa guru yang
memiliki motivasi kerja tinggi dapat dipastikan akan bekerja secara
maksimal. Guru yang memiliki motivasi dalam bekerja dapat
dipastikan juga memiliki kecintaan dalam bekerja. Guru yang telah
memiliki kecintaan dalam bekerja ini akan mencurahkan secara penuh
kemampuan, tenaga, dan waktu untuk bekerja. Ketika guru telah
memiliki motivasi bekerja ini maka dapat dipastikan guru telah
146
161
memiliki rasa kecintaan terhadap pekerjaan, yang pada akhirnya akan
memiliki rasa puas dalam bekerja.
Motivasi kerja guru dalam penelitian ini adalah keinginan yang
kuat untuk mencapai keberhasilan pekerjaan yang ditandai dengan
upaya aktualisasi diri, kepedulian pada keunggulan dan pelaksanaan
tugas yang optimal berdasarkan perhitungan rasional.
Jadi dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori Imam
Ghazali yang menyatakan bahwa unsur motivasi adalah sebuah
perilaku. Perilaku terjadi karena peran dari Junud al-Qalbi atau tentara
hati. Dalam diri manusia terdapat dua kelompok Junud al-Qalbi, yaitu
yang bersifat fisik berupa anggota tubuh yang berperan sebagai alat,
dan yang bersifat psikis yang mewujudkan syahawat dan ghadhab.
Syahawat mendorong untuk melakukan sesuatu (motif mendekat), dan
ghadhab mendorong untuk menghindar (motif menjauh). Tujuan dari
perilaku adalah untuk sampai kepada Allah. Tetapi praktiknya perilaku
ini terbagi ke dalam hirarki motivasi Amarah, motivasi Lawwamah,
dan motivasi Muthmainnah. Disamping teori motivasi Amarah,
Lawwamah, dan Muthmainnah, penulis juga menggunakan teori
Maslow yaitu tentang kebutuhan pokok manusia. Hal ini sebagai
pengembangan dari teori Imam Al-Ghazali.
147
162
E. Kepuasan Kerja
a. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja diartikan sebagai suatu refleksi atau pencerminan
dari seberapa jauh seseorang merasa tertarik dan terdorong pada suatu
pekerjaan, sehingga situasi dan keadaan pekerjaan tersebut mempunyai
nialai tertentu bagi dirinya. Kepuasan kerja itu sendiri terdiri dari perasaan
dan tingkah laku yang dimiliki seseorang tentang pekerjaannnya. Semua
aspek-aspek penting pekerjaan, baik dan buruk, positif dan negatif,
memberikan kontribusi terhadap perkembangan persaan-perasaan
kepuasan atau ketidak puasan.
Hal ini disebabkan adanya perbedaan dari masing-masing individu.
Semakin banyak aspek dalam pekerjaan sesuai dengan keinginan individu
tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan dan begitu
pula sebaliknya. Biasanya seseorang akan merasa puas atas kerja yang
telah atau sedang dilakukan, apabila apa yang dikerjakan itu dianggapnya
telah memenuhi harapannya, sesuai dengan tujuan seseorang tersebut
bekerja. Apabila seseorang mendambakan sesuatu itu berarti seseorang
tersebut memiliki satu harapan dan dengan demikian ia termotivasi untuk
melakukan tindakan ke arah pencapaian harapan tersebut, maka seseorang
tersebut akan merasa puas. Istilah kepuasan kerja mempunyai berbagai
pengertian tergantung kepada penggunaannya. Menurut Robert Kreitner
dan Angelo Kinicki : "Job satistfaction is an effective or emotional
response toword various facets of one's job, this definition implies job
148
163
satisfaction is not a unitary concept". (Robert Kreitner and Angelo Kincki,
2010:170). Kepuasan kerja merupakan respon yang efektif atau emosional
terhadap berbagai aspek pekerjaan seseorang. Mereka akan merasa puas
dengan adanya kesesuaian dengan aspek pekerjaan yang mereka alami.
Atau dengan kata lain perasaan seseorang terhadap pekerjaannya yang
didasarkan pada penilaian aspek yang berada dalam pekerjaan dan
menggambarkan pengalaman menyenagkan dan tidak menyenangkan yang
diharapkan pada masa mendatang.
Colcuitt menyatakan bahwa " Job satisfaction defined as a
pleasurable emotional state resulting from the appraisal of one's job
experiences" (Colcuitt, Le Pine, Wesson, 2009:104). Kepuasam kerja
diartikan sebagai keadaan emosional yang menyenangkan yang dihasilkan
dari penilaian salah satu pekerjaan atau pengalaman kerja . Penilaian salah
satu pekerjaan merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan
tugas pekerjaan, seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan
menyenangkan kebutuhan mereka.
Dua pendapat tersebut menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah
suatu respon atau keadaan emosional dari pengalaman kerja seseorang.
Keadaan emosional senang atau tidak senang terhadap suatu pekerjaan,
ketidakpuasan kerja akan muncul saat harapan-harapan ini tidak dipenuhi.
Sebagai contoh, jika seseorang mengharapkan kondisi kerja yang aman
dan bersih, maka seseorang mungkin bisa menjadi tidak puas jika tempat
kerja tidak aman dan kotor. Sedangkan menurut Stephen P. Robins
149
164
menyatakan sebagai berikut: "Job satisfaction describes a positive feeling
about a job, resulting from an evaluation of its characteristics. A person
with a high level of job satisfaction holds positive feelings about his or her
job, while a dissatisfied person holds negative feelings". (Stephen P.
Robbins,2009:113). Kepuasan kerja merujuk pada perasaan umum seorang
individu terhadap pekerjaannya. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja
tinggi mrnunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaan itu, seseorang
yang tak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap negatif terhadap
pekerjaan itu.
Selain itu kepuasan kerja merupakan perasaan menyenangkan yang
timbul dari pandangan seseorang terhadap tugas yang dilaksanakannya,
sebagaimana Raymond A. Noe menyatakan: "Job satisfaction a pleasant
feeling resulting from the perceptions that one's job fulfils or allows for
the fulfillment of one's important job values". (Raymond A. Noe,
2007:341).
Berdasarkan pengertian di atas kepuasan kerja memiliki tingkat
kepuasan kerja yang berbeda-beda, sesuai dengan sistem nilai yang ada
pada dirinya. Perbedaan itu ditentukan oleh kebutuhan-kebutuhan yang
dirasakan dan nilai-nilai yang dianut individu dalam kaitannya dengan
pengalaman dan hasil yang diperoleh dalam pekerjaan. Menurut Raymond
A.Noe kepuasan kerja yang menyatakan secara individual meskipun
bekerja pada tipe pekerjaan yang sama, dapat mempunyai tingkat
kepuasan atau ketidak puasan yang berbeda.
150
165
Beberapa hal yang timbul dari ketidak puasan terhadap pekerjaan
menurut Steven L. MC Shane, antara lain :
1) Exit (keluar) Seorang yang merasa puas atas pekerjaannya akan
bertahan lama dalam perusahaan, sedangkan seorang yang tidak
puas akan meninggalkan perusahaan tempat kerjanya dan mencari
pekerjaan di tempat lain.
2) Voice (aspirasi). Secara aktif dan konstruktif berusaha
memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan,
mendiskusikan masalah dengan atasan dan beberapa bentuk
aktivitas serikat kerja.
3). Loyalty (kesetian). Secara pasif tetapi optimis menunggu
membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika
berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi
dan manajemen untuk melakukan yang benar.
4). Neglect (pengabdian). Seseorang tidak masuk kerja memiliki
berbagai alasan, misalkan : sakit, izin cuti dan lain-lainnya.
Seseorang yang tidak puas akan lebih memanfaatkan kesempatan
untuk tidak masuk kerja. Banyak sedikitnya seseorang yang tidak
masuk kerja memberikan gambaran tentang kepuasan kerja dan
untuk meneliti sebab-sebab tidak hadirnya karyawan dapat dengan
mengadakan pengamatan secara langsung maupun tidak langsung
kemudian menentukan langkah selanjutnya. (Steven L. Mc Shane,
2009:109).
151
166
Apabila seseorang menunjukkan ketidakpuasan dalam bekerja
karena dihadapkan dengan suatu ketimpangan antar harapan dan
kenyataan, maka ketelitian kerja dan rasa tanggung jawab terhadap hasil
kerjanya cenderung menurun. Salah satu contoh indikator ketidakpuasan
yang terlihat adalah sering terjadi kesalahan dalam melakukan pekerjaan.
Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Robert N. Lussiers:
"Job satisfaction is a set af attitudes toward work. Job satisfaction
is what most employees want from their jobs, even more than they want job
security or higher pay. Job satisfaction affects absenteeism and turnover,
which affect performance. Employees who are more satisfied with their
jobs are absent less, and they are more likely to stay on the job. But there
are other facts too. Low job satisfaction often contributes to wildcat
strikes, work slowdowns, poor product quality, employee theft, and
sabotage". (Robert N Lussier, 2001:79).
Kepuasan kerja merupakan serangkaian perilaku/sikap seseorang
terhadap pekerjaan yang mereka lakukan. Kepuasan suatu pekerja tersebut
didasari bagaiman seseorang dalam menjalankan pekerjaannya
menginginkan keamanan, dan kompensasi/penggajian yang baik terhadap
pekerjaan yang mereka lakukan. Apabila kepuasan kerja mereka tidak
terpenuhi maka akan berdampak kepuasan kerja mereka rendah, yang
berakibat pembolosan, menurunnya kerja, dan sebagainya. Sedangkan
Jhon Newstrom menyatakan bahwa: "Job satisfaction is a set of favorable
or unfavorable feelings and emotions with which employees view their
152
167
work. Job satisfaction is an effective attitude feelings of relative like or
dislike toward something". ( Jhon W. Newstrom and Keith Davis,
2011:220). Perasaan puas dapat berubah sesuai dengan kondisi yang
dialami individu baik menguntungkan maupun tidak menguntungkan.
Kepuasan kerja secara khusus mengacu pada sikap suka atau tidak suka
seseorang terhadap sesuatu, misalnya karena kenaikan pangkat atau gaji
yang diperoleh.
Kepuasan kerja dapat pula menggambarkan sikap secara
keseluruhan atau mengacu kepada bagian dari pekerjaan seseorang.
Mungkin mereka puas dengan penghasilan yang diperolehnya, tetapi tidak
puas dengan kondisi kerja yang dihadapinya.
Dari pendapat yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu tingkat dimana
seseorang merasa positif atau negatif tentang berbagai segi dari pekerjaan,
tempat kerja, dan hubungannya dengan teman kerja. Perasaan senang atau
tidak senang pekerja terhadap pekerjaan terbentuk bila ada kesesuaian
antara karakteristik pekerjaan dengan keinginannya.
Kepuasan kerja merupakan refleksi perasaan yang timbul setelah
melakukan evaluasi terhadap lingkungan pekerjaannya. Seseorang yang
merasa puas dengan pekerjaannya akan memiliki sikap yang positif
dengan pekerjaan sehingga akan memacu untuk melakukan
pekerjaandengan sebaik-baiknya, sebaliknya adanya kemangkiran, hasil
kerja yang buruk, mengajar kurang bergairah, merupakan akibat dari
153
168
ketidakpuasan kerja. Seseorang akan merasa puas bekerja jika memiliki
persepsi selisih antara kondisi yang diinginkan dan kekurangan dapat
dipenuhi sesuai kondisi actual (kenyataan), seseorang akan puas jika
imbalan yang diterima seimbang dengan tenaga dan ongkos individu yang
telah dikeluarkan, dan seseorang akan puas jika terdapat faktor yang
pencetus kepuasan kerja (satisfier) lebih dominan dari pada factor pencetus
ketidak puasan kerja (disastifer).
b. Faktor-faktor Penyebab Kepuasan Kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut John
Newstrom dan Davis, menyatakan bahwa faktor yang berkaitan dengan
kepuasan kerja dibagi menjadi dua bagian, yaitu kepuasan kerja yang
berhubungan dengan isi pekerjaan (job content), dan konteks pekerjaan
(job context) yang meliputi pengawasan, rekan kerja, dan organisasi.
.(John W. Newstorm and Keith Davis, 2011:221). Kepuasan kerja setiap
individu dan kelompok tidaklah sama karena berhubungan dengan
sejumlah variabel seperti ukuran organisasi, tingkat pekerjaan, dan usia.
Ukuran organisasi dapat berkaitan dengan kepuasan kerja. Semakin
kecil ukuran organisasi, semakin tinggi kepuasan kerja seseorang. Hal ini
sangat berkaitan dengan koordinasi dan partisipasi pegawai di mana
semakin besar ukuran organisasi, semakin kompleks penerapan ketiga hal
tersebut. Pegawai dengan jabatan yang lebih tinggi cenderung lebih puas
dengan pekerjaannya dari pada pegawai yang menduduki jabatan yang
154
169
lebih rendah. Biasanya pegawai dengan jabatan yang lebih baik, serta
mempunyai kemungkinan untuk menggunakan kemampuan dan keahlian
secara lebih baik, kesempatan untuk mengembangkan kreatifitas selalu
ada.
Usia yang lebih tua umumnya memandang pekerjaan lebih realistis
dibanding yang lebih muda, oleh karena itu mereka tingkat
kepuasannyaterhadap pekerjaan cenderung lebih tinggi. Serseorang
dengan usia yang lebih muda selalu menaruh harapan besar terhadap suatu
pekerjaan, sehingga mempunyai tingkat kepuasan ideal yang sulit dicapai.
Di dunia pendidikan bisa terjadi guru-guru yang sudah tua
cenderung lebih puas dalam bekerja dibanding dengan guru-guru yang
masih muda, karena harapannya tidak sama tingginya dengan guru-guru
yang muda. Guru-guru yang memperoleh jabatan tambahan, tugas
tambahan di sekolah akan lebih puas dalam bekerja dibanding dengan
guru-guru yang hanya mengajar saja tanpa tambahan tugas/jabatan lain.
Hal ini dikarenakan guru yang memperoleh jabatan/tugas tambahan tentu
lebih banyak tunjangannya, disamping dia dihargai dan diperlukan dalam
organisasi/sekolah. Selanjutnya sekolah-sekolah besar dengan jumlah guru
yang banyak akan membuat kepuasan kerja guru menjadi kurang, sebab
semakin besar organisasi, semakin banyak guru akan semakin rumit pula
mengelola organisasi tersebut.
Menurut Muhammad, ada dua hal yang mungkin menyebabkan
orang tidak puas dengan pekerjaannya, yaitu pertama, apabila orang
155
170
tersebut tidak mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk melakukan
pekerjaannya. Kedua, apbila hubungan sesama teman sekerja kurang baik.
Atau dengan kata lain ketidakpuasan kerja ini berhubungan dengan
masalah komunikasi. .(Muhammad Ami, 2009:79). Siagian menyatakan
bahwa, kepuasan kerja karyawan dipengaruhi faktor-faktor "sifat
pekerjaan, otonomi bertindak, terdapat variasi, adanya umpan balik
terhadap pekerjaan yang dilakukan, penerimaan kelompok, dan
lingkungan kerja". (Siagian, Sondang P, 2008:295)
John R. Schermerhorn, Jr, mengatakan bahwa The five facets of job
satisfaction measured by the JDI are :
1) The work itself (responsibility, interest, and growth),
2) Quality of supervision (technical help and social support),
3) Relationships with co-workers (social harmony and respect),
4) Promotion opportunities (chances for further advancement),
5) Pay-adequacy of pay and perceived equity vis-à-vis other. (John. R.
Schemerhorn, James G. Hunt, and Ricard N. Osborn, 2005:143).
Lima faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja, yaitu :
1) Pekerjaan itu sendiri (tanggung jawab, ketertarikan, pertumbuhan).
2) Kualitas dari pengawasan (dukungan social)
3) Hubungan dengan rekan kerja (saling menghormati)
4) Peluang promosi (kesempatan berkembang
5) Upah (terpenuhinya upah).
156
171
Robert N. Lussier, berpendapat bahwa faktor yang berpengaruh
terhadap kepuasan kerja adalah:
1) The work it self (pekerjaan itu sendiri) yaitu apakah pekerjaan
tersebut membuat seseorang tertarik untuk melakukannya.
2) Pay (upah) yaitu sistem penggajian, tingkat keadilan pembayaran
finansial.
3) Growth and upward mobility (senioritas/jenjang karir)
4) Supervision (pengawasan) yaitu bantuan teknis yang mungkin
didapatkan dari atasan dalam menghadapi pekerjaan tertentu.
5) Coworkers (rekan kerja), yaitu interaksi dan kerjasama dengan
rekan sekerja di dalam kelompok kerja, dan antar kelompok kerja.
.(Robert N. Lusier, 2001:80).
Michael, berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja adalah faktor internal, eksternal, dan individu. (Michael
Drafke, 2009:407-409).
1). Faktor internal adalah:
a) The work (pekerjaan) menunjukkan bahwa efektivitas pekerjaan
seseorang di sebuah perusahaan.
b) Job variety (variasi pekerjaan) merujuk pada ketrampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan, di mana masing-masing pekerjaan
memerlukan suatu aktivitas yang berbeda atau bervariasi yang
memerlukan penggunaan sejumlah kemampuan dan kecakapan
pekerja yang berbeda pula dalam mengerjakan.
157
172
c) Task Specialization (tugas spesialisasi) yang merujuk pada tingkat
partisipasi dalam pengambilan keputusan.
d) Autonomy (otonomi) menunjukkan bahwa suatu pekerjaan
memberikan bagian-bagian untuk kebebesan ketergantungan
(freedom independent), dan pertimbangan bagi pekerja dalam
menentukan kegiatan untuk menyelesaikan pekerjaan. Memberikan
kebebesan untuk mengatur pekerjaan merupakan harapan setiap
pekerja, sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerja.
e) Goal determination yaitu kebebasan pegawai dalam menetapkan
sasaran-sasaran kerja mereka sendiri dan menentukan kriteria
mereka sendiri untuk sukses. Peningkatan kebebasan untuk
menentukan tujuan dan kriteria keberhasilan yang dapat
mengakibatkan peningkatan kepuasan kerja.
f) Feedback and recognition (umpan balik dan pengakuan)
menunjukkan bahwa untuk menyelesaikan suatu aktivitas dalam
pekerjaan, diperlukan umpan balik dari hasil pekerjaan yang
dicapai langsung oleh pekerja dan informasi yang sejelas-jelasnya
mengenai keefektifan hasil kerja. Umpan balik dalam pekerjaan
merupakan unsur yang penting dalam peningkatan kepuasan kerja,
sebab umumnya pegawai memiliki motif-motif berprestasi.
2). Faktor eksternal antara lain :
a) Achievement (prestasi) merujuk pada keberhasilan seseorang
dalam pekerjaan
158
173
b) Role ambiguity and role conflict (peran ambiguitas dan peran
konflik).
c) Opportunity (peluang).
d) Job security (kenyamanan bekerja), keadaan yang aman sangat
mempengaruhi perasaan pegawai sewaktu kerja.
e) Social interactions (interaksi social).
f) Supervision (pengawasan), dengan pengawasan yang baik dari
seseorang supervisor yang dapat berperan sebagai figur yang baik
bagi bawahannya dapat mengurangi absensi dan turn over.
g) Organizaitional culture (budaya organisasi) keyakinan kolektif,
nilai-nilai dan sikap organisasi,
h) Work schedules (jadwal pekerjaan).
i) Seniority (senioritas).
j) Compensation (kompensasi) yaitu uang dan imbalan kerja.
3). Faktor individu antara lain;
a) Commitment (komitmen).
b) Expectations (harapan)
c) Job involvement (keterlibatan kerja), betapa pentingnya pekerjaan
dalam hidupnya. Pegawai terlibat dalam pekerjaannya, maka
pegawai makin merasakan kepuasan pada pekerjaan yang mereka
lakukan.
d) Effort/reword ratio.
159
174
e) Influence of coworkers (dukungan social rekan kerja atau
kelompok kerja dapat menimbulkan kepuasan kerja bagi seorang
pegawai, karena merasa diterima dan dibantu dalam memperlancar
penyelesaian tugasnya.
f) Comparisons.
g) Opinions of others, pendapat orang lain mengenai pekerjaan anda
juga mempengaruhi kepuasan kerja anda.
h) Personal outlook (pandangan pribadi), pandangan umum seseorang
pada kehidupan adalah faktor lain yang mempengaruhi kepuasan
kerja. Seseorang dengan harga diri yang tinggi, dengan percaya diri
dalam kemampuannya, dan dengan pandangan yang positif
terhadap kehidupan lebih cenderung memiliki kepuasan kerja yang
tinggi dari seseorang dengan sikap negatif.
i) Age (usia) menunjukkan bahwa ketika seseorang makin bertambah
lanjut usianya. Mereka cenderung sedikit lebih puas dengan
pekerjaannya. Seseorang yang lebih muda cenderung kurang puas
karena berpengharapan tinggi, kurang penyesuaian dan berbagai
sebab lain.
Kreitner dan kinicki, menyatakan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan kepuasan kerja adalah sebagai berikut :
1) Pemenuhan kebutuhan
Model ini menjelaskan bahwa kepuasan ditentukan oleh karakteristik
dari sebuah pekerjaan yang memungkinkan seseorang individu untuk
160
175
memenehui kebutuhannya. Kebutuhan yang tidak terpenuhi akan
memepengaruhi kepuasan kerja.
2). Ketidakcocokan/perbedaan
Model ini menjelaskan bahwa kepuasan adalah hasil dari harapan
yang terpenuhi. Pada saat harapan lebih besar dari pada yang diterima,
seseorang tidak akan puas. Sebaliknya, individu akan puas pada saat ia
mempertahankan output yang diterimanya dan melampui harapan
pribadinya.
3). Pencapaian Nilai
Gagasan yang melandasi pencapaian nilai adalah bahwa kepuasan
berasal dari persepsi bahwa suatu pekerjaan memungkinkan untuk
pemenuhan nilai-nilai kerja yang penting dari seorang individu. Oleh
karena itu para manajer dapat meningkat kepuasan karyawan dengan
melakukan strukturisasi lingkungan kerja penghargaan dan pengakuan
yang berhubngan dengan nilai-nilai karyawan.
4). Keadilan
Dalam model ini, kepuasan adalah suatu fungsi dari bagaimana
seorang individu diperlakukan secara adil di tempat kerja. Kepuasan
berasal dari persepsi seseorang bahwa output pekerjaan, relative sama
dengan inputnya, perbandingan yang mendukung output/input lain
yang signifikan.
161
176
5). Komponen Watak/Genetik
Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan
merupakan sebagian fungsi dari sifat pribadi maupun faktor genetic.
Model ini menunjukkan bahwa perbedaan individu yang stabil adalah
sama pentingnya dalam menjelaskan kepuasan kepuasan kerja dengan
karakteristik lingkungan kerja. (Robert Kreitner and Angelo Kincki,
2005:271-272).
Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa faktor-faktor
yang dapat menimbulkan kepuasan kerja seseorang antara lain adalah:
1). Kedudukan;
2). Pangkat, dan jabatan;
3). Masalah umur;
4). Jaminan finansial dan jaminan sosial; dan
5). Mutu pengawasan.
c. Kepuasan Kerja Dalam Islam
1). Pengertian Kerja
Kerja adalah suatu kegiatan melakukan sesuatu. (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, tt:488). Arti ini bersifat secara garis besar,
perlu penjelasan lebih lanjut. Dalam Oxford Advanced Learner’s
Dictionary, diterangkan arti lebih detail, kerja merupakan penggunaan
kekuatan fisik atau daya mental untuk melakukan sesuatu. .(Hornby,
1955:1375). Kamus lain menyebutkan, kerja ialah aktivitas yang
merupakan usaha badan atau usaha akal yang digunakan menghasilkan
162
177
sesuatu, lebih dari sekedar hiburan. Dalam Ensiklopedi Indonesia
dengan konteks ekonomi, kerja diartikan sebagai pengerahan tenaga
(baik pekerjaan jasmani maupun rohani) yang dilakukan untuk
menyelenggarakan proses produksi. ( Hasan Shadily,tt:1756).
Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa :
a) Kerja itu merupakan aktivitas bertujuan, dengan sendirinya
dilakukan secara sengaja
b) Pengertian kerja dengan konteks ekonomi adalah untuk
menyelenggarakan proses produksi. Jadi, merupakan upaya
memperoleh hasil. Sedangkan pengertian kerja di sini
mencakup pula konteks keagamaan. Oleh karenanya pengertian
hasil dapat bersifat transenden dan non materiil, di samping
yang bersifat materiil.
c) Kerja mencakup kerja bersifat fisik dan non fisik atau kerja
batin. Jadi bertujuan memperoleh hasil, mencakup kerja lahir
dan batin.
Kerja atau amal dalam Islam dapat diartikan dengan makna secara
umum dan secara khusus. Amal dengan cara umum adalah melakukan
atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan atau dilarang oleh
agama yang meliputi perbuatan yang baik ataupun perbuatan yang
jahat. Perbuatan yang baik disebut amal shalih, dan perbuatan yang
jahat disebut maksiyat. Adapun kerja secara khusus adalah melakukan
163
178
pekerjaan atau usaha yang menjadi salah satu unsur terpenting dan titik
tolak bagi proses kegiatan ekonomi.
Konsep kerja menurut Islam adalah meliputi segala bidang
ekonomi yang dibolehkan oleh Syariat Islam untuk mendapatkan
balasan, upah atau bayaran. Hal ini karena Rasulullah saw, pernah
bersabda:
عن المقدام بن معد يكرب رضي للا عنه عن النبي
صلى للا عليه و سلم قال : ما أكل أحد طعاما قط خيرا
ه و ان نبي للا داود عليه من أن يأكل من عمل يد
م كان يأكل من عمل يده. رواه البخارى و النسائى السال
و غير هم
“Dari Miqdam bin Ma’di Yakrib ra, dari Nabi saw, bersabda: Sekali-
kali tidaklah pernah seseorang memakan makanan yang lebih baik
dibandingkan dengan memakan (makanan) dari hasil kerja
tangannya, dan sesengguhnya Nabi Allah Daud as senantiasa makan
dari hasil kerja tangannya”. H.R. Bukhari, Abu Daud, Al-Nasa’iy dan
lain-lainnya.
2). Kerja Sebagai Ibadah
Dalam Islam bekerja dinilai sebagai kebaikan, dan kemalasan
dinilai sebagai keburukan. Bekerja mendapat tempat yang terhormat di
dalam Islam. Islam memandang bahwa bekerja adalah sebagai ibadah.
Dengan bekerja kita melaksanakan hubungan hablum min-Allah dan
hablum min-annas. Hablum min-Allah dalam artian bahwa bekerja
dan ikhtiar adalah perintah Allah yang harus kita tunaikan. Dengan
bekerja berarti kita tengah menunaikan kewajiban tersebut. Hablum
164
179
min-nnas memiliki pengertian bahwa dengan bekerja berarti kita
tengah melakukan hubungan antar manusia dengan teman atau relasi
kerja, dengan atasan, dengan bawahan, dan tentunya dengan keluarga
yang kita nafkahi melalui ikhtiar bekerja tersebut. Rasulullah saw,
pernah menyatakan bahwa bekerja adalah jihad fi sabilillah. : “Barang
siapa yang bekerja keras untuk mencari nafkah keluarganya, maka ia
adalah mujtahid fi sabilillah. H.R. Ahmad.
Dalam hadits lain riwayat Thabrani, Rasulullah saw, bersabda:
Sesungguhnya di antara perbuatan dosa ada yang tidak bisa terhapus
oleh (pahala) shalat, sedekah ataupun hajji, namun hanya dapat ditebus
dengan kesungguhan dalam mencarinafkah penghidupan. (H.R.
Thabrani).
Dalam hadits ini Nabi saw, ingin menunjukkan betapa tingginya
kedudukan bekerja dalam Islam, sehingga hanya dengan bekerja keras
(sungguh-sungguh) suatu dosa bisa dihapuskan oleh Allah SWT.
Berniat untuk bekerja dengan cara-cara yang sah dan halal menuju
ridha Allah adalah visi dan misi setiap muslim. Berpangku tangan
merupakan perbuatan tercela dalam agama islam. Umar bin Khattab
pernah menegur seseorang yang sering duduk dan berdo’a di masjid
tanpa mau bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya. Umar
berkata: Janganlah salah seorang kamu duduk di masjid dan berdo’a:
“Ya Allah berilah aku rezeqi”. Sedangkan ia tahu bahwa langit tidak
akan menurunkan hujan emas dan hujan perak. Maksud perkataan
165
180
Umar ini adalah bahwa seseorang itu harus bekerja dan berusaha,
bukan hanya berdo’a saja dengan mengharapkan bantuan orang lain.
Tujuan bekerja antara lain adalah:
a) Melaksanakan tuntutan di dalam Islam.
b) Untuk mendapatkan rezeqi sebagai karunia Allah SWT.
c) Sebagai mekanisme dalam memakmurkan muka bumi
Ayat-ayat Al-Qur’an yang menuntut manusia untuk bekerja
antara lain:
Surat At-Taubah ayat 105:
عملكم ورسوله والمؤمنون وقل اعملوا فسيرى للا
ئكم بما كنتم هادة فينب ون إلى عالم الغيب والش وسترد
تعملون
“Katakanlah : Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat
pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang muknmin, dan
kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang ghaib
dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah
kamu kerjakan. Q.S:9:105”
Surat Al-Jumu’ah ayat 10:
الة فانتشروا في األرض وابتغوا من فإذا قضيت الص
كثيراا لعلكم تفلحون واذكروا للا فضل للا
“Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi;
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu
beruntung”. Q.S:62:10
166
181
Kerja akan dikategorikan ibadah apabila:
a) Apabila bekerja untuk keperluan diri sendiri. Hal ini
sebagaimana sabda Rasulullah saw : “Jika seseorang di antara
kamu pada tengah hari mengambil kayu di belakangnya,
sehingga dia dapat bersedekah darinya dan mencegah dari
padanya untuk meminta-minta kepada orang lain, karena
tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah, dan
mulailah dari pada yang terdekat.
b) Bekerja untuk keperluan keluarga. Hal ini sebagaimana sabda
Rasulullah saw: “Sesungguhnya Allah sangat mencintai
kepada orang mukmin yang bekerja”
c) Bekerja untuk keperluan masyarakat. Tidak semua manusia
mempunyai keahlian dalam semua bidang. Untuk itu keahlian
individu dapat menyumbang kepada kesejahteraan masyarakat
yang diklasifikasikan sebagai tuntutan fardhu kifayah.
Sebagaimana firman Allah SWT, dalam surah an-Nahl ayat
43:
كر إن كنتم ال تعلمون ... فاسألوا أهل الذ
“Bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan,
jika kamu tidak mengetahui”. Q.S:16:43.
Kerja sebagai ibadah, berarti mencakup segala apa yang disukai
oleh Allah dan mendapat ridhaNya, baik berupa kerja lahir maupun
batin, maka dua macam kerja tersebut dalam pandangan Islam dapat
diuraikan sebagai berikut:
167
182
a) Kerja lahir merupakan aktivitas fisik, anggota badan, termasuk
panca imdera seperti melayani pembeli di took, mencangkul di
kebun/sawah, mengajar di sekolah, menjalankan shalat, dan
mengawasi anak buah bekerja, dan sebagainya.
b) Kerja batin ada dua macam:
1). Kerja otak, seperti belajar, berpikir kreatif, memecahkan
masalah, menganalisis dan mengambil kesimpulan.
2). Kerja qalb, seperti berusaha menguatkan kehendak
mencapai cita-cita, berusaha mencintai pekerjaan dan ilmu
pengetahuan, sabar dan tawakkal dalam rangka
menghasilkan sesuatu. ( Ahmad Janan Asifudin, 2004:59).
Dalam Islam, pengertian akal sebagai alat untuk memahami,
mencakup dua pengertian kerja batin tersebut. Isyarat demikian dapat
ditangkap dari firman Allah dalam surat al-Hajji ayat 46 dan surah
Yusuf ayat 2:
فلم يسيروا في األرض فتكون لهم قلوب يعقلون بها
ها ال تعمى األبصار ولكن أو آذان يسمعون بها فإن
دور تعمى القلوب التي في الص
“Maka tidak pernahkah mereka berjalan di muka bumi, sehingga hati
(akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar ?
Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang
di dalam dada”. Q.S: 22:46.
ا أنزلناه قرآناا عربياا لعلكم تعقلون إن
168
183
“Sesungguhnya telah Kami turunkan al-Qur’an berbahasa Arab agar
supaya kamu memikirkan/memahaminya dengan akal. Q.S:12:2.
Kesemuanya itu, baik yang termasuk kerja lahir maupun kerja
batin, dalam konteks etos kerja islami, termasuk aktivitas kerja bila
dilakukan secara sengaja dan tidak lepas dari motif mendapatkan hasil
materiil atau non materiil.
Allah telah memberikan akal bagi manusia untuk mencari
kebutuhan hidupnya, menggali dan mencari kekayaan dan sumber
daya alam yang telah Allah sediakan begitu banyak dan tidak akan
habisnya.
Jabatan dan keahlian apapun haikatnya adalah anugerah dari
Allah. Allah telah membagi-bagi kemampuan, keahlian, dan kejujuran.
Tidak setiap orang siap menjadi petani atau pedagang, demikian juga
tidak semua orang siap untuk menjadi TNI atau Polisi. Banyak orang
yang tidak mampu menekuni pekerjaan atau keahlian yang dapat
ditekuni oleh yang lain. Kadang yang cacat tubuh saja memiliki
keahlian yang khusus yang tidak dimiliki yang lain. Demikian Allah
telah mendistribusikan keahlian, kemampuan kepada setiap manusia.
Allah berfirman antara lain surat an-Nahl ayat 71, dan surat al-Isra’
ayat 21:
زق فما الذين ل بعضكم على بعض في الر فضوللا
ي رزقهم على ما ملكت أيمانهم فهم في لوا براد ه فض
يجحدون سواء أفبنعمة للا
169
184
“Dan Allah melebihkan sebagian kamu atas sebagian yang lain dalam
hal rezqi, tetapi orang yang dilebihkan (rezeqinya itu) tidak mau
memberikan rezeqinya kepada para hamba sahaya yang mereka
miliki, sehingga mereka sama-sama (merasakan) rezeqi itu. Mengapa
mereka mengingkari rahmat Allah”. Q.S: 16: 71.
لنا بعضهم على بعض ولآلخرة أكبر انظر كيف فض
درجات وأكبر تفضيالا
“Perhatikanlah bagaimana Kami melebihkan sebagian mereka atas
sebagian (yang lain). Dan kehidupan akhirat lebih tinggi derajatnya
dan lebih besar keutamaannya”. Q.S: 17:21
Dengan demikian maka kita sebagai manusia yang beriman
kepada Allah SWT, akan menjadikan pedoman bahwa: “Bekerjaku
Ibadahku, Jabatanku Ibadahku” untuk meraih keridahaan Allah SWT.
3). Ajaran Islam Dalam Kepuasan Kerja
Tingkat kepuasan manusia itu tidak ada batasanya, sehingga
memang bisa menimbulkan rasa rakus dan yang sejenisnya. Rasulullah
saw, pernah menyatakan dalam sebuah haditsnya sebagai berikut:
عن ابن عباس و أنس بن مالك رضي للا عنهم أن
رسول للا صلى للا عليه و سلم قال: لو أن البن ادم
واديا من ذهب أحب أن يكون له واديان, و لن يمالء
فاه اال التراب و يتوب للا على من تاب. متفق عليه
“Dari Ibnu ‘Abbas dan Anas bin Malik ra, mereka berkata, bahwa
Rasulullah saw, bersabda: Andaikan seorang anak Adam (manusia)
mempunyai suatu lembah emas, pasti ia ingin mempunyai dua lembah.
Dan tiada yang dapat menutup mulutnya (tidak ada yang menghentikan kerakusannya kepada dunia) kecuali tanah (mati). Dan
Allah berkenan member taubat kepada siapa saja yang bertaubat.
H.R. Bukhari dan Muslim.
170
185
Islam membatasi tingkat kepuasan manusia dengan tingkat
kebutuhan yang seharusnya dipenuhi. Pertemuan antara tingkat
kepuasan manusia yang tidak ada batasannya dengan tingkat
pemenuhuan kebutuhan dasar manusia yang menjadikannya seorang
qana’ah dan tawadhu’. Ketika yang didahulukan adalah tingkat
kepuasan atau “want” maka seseorang akan terlihat hidup berlebihan,
sebaliknya jika yang didahulukan adalah “needs” maka seseorang akan
terlihat hidup dengan bersahaja. Singkatnya ada perbedaan mendasar
antara “need” dan “want” Hal ini Rasulullah saw, bersabda :
و عن عبد للا بن عمرو بن العاص رضي للا عنه أن
رسول للا صلى للا عليه و سلم قال: لقد أفلح من أسلم
و كان رزقه كفافا و قنعه للا بما أتاه. رواه مسلم
“Dari Abdullah bin Amru ra, ia berkata: Rasulullah saw, bersabda:
Sungguh untung orang yang masuk Islam dan rezeqinya cukup, dan
merasa cukup dengan apa-apa pemberian Allah kepadanya”. H.R.
Muslim
عن أبى محمد فضالة بن عبيد اال نصارى رضي للا
عنه أنه سمع رسول للا صلى للا عليه و سلم يقول:
طوبى لمن هدي لال سال م و كان عيشه كفافا و قنع.
رواه الترمذى
“Dari Abu Muhammad (Fadholah) bin Ubaid Al-Anshary) ra, ia
telah mendengar Rasulullah saw, bersabda: Untung bahagialah siapa
yang mendapat hidayat ta’at pada ajaran Islam, dan penghidupannya
171
186
sederhana, dan menerima (merasa cukup dengan apa yang ada)”.
H.R. Al-Turmudzi).
Jika kepuasan kerja dikaitkan dengan ajaran Islam maka yang
muncul adalah tentang ikhlas, sabar, dan syukur. Ketiga hal tersebut
dalam kehidupan kita sehari-hari sangat berkaitan dengan
permasalahan yang muncul dalam bekerja terutama kepuasan kerja.
Bekerja dengan ikhlas, sabar, dan syukur kadang-kadang memang
tidak menjamin menaikkan output. Tapi sebagai proses, bekerja
dengan tiga aspek tersebut memberikan nilai tersendiri. Dengan
bekerja secara ikhlas yang disertai dengan sabar, dan syukur maka ada
nilai satisfaction tertentu yang diperoleh, yang tidak hanya sekedar
output. Ketika pekerjaan selesai, maka ada kepuasan yang tidak serta
merta berkaitan langsung dengan output yang diperoleh. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 7:
كم ولئن كفرتم إن كم لئن شكرتم ألزيدن ن رب وإذ تأذ
عذابي لشديد
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu,
tetapi jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka pasti azab-Ku sangat
berat. Q.S: 14:7
Bekerja dengan tidak disertai dengan ikhlas, sabar, dan syukur
bisa menjadikan orang cemberut dalam menyelesaikan tugasnya.
Pekerjaan memang selesai, output ada, dan target bisa diperoleh. Tapi
keberhasilan yang diperoleh bila bekerja tidak ikhlas, bisa membawa
172
187
rasa marah dan capai. Orang yang menyelesaikan pekerjaan dengan
rasa ikhlas, sabar, dan syukur, akan mempunyai aura tubuh yang
menggembirakan, senyum yang cerah dan riang gembira. Sebaliknya
orang yang bekerja tidak ikhlas, sabar, dan syukur akan merasa
tertekan, dan tidak puas, meski target dan output kegiatannya
terpenuhi.
Untuk bekerja secara ikhlas dengan sabar dan syukur, memerlukan
sikap menerima apa adanya atau legowo atau qana’ah. Seseorang yang
memiliki sikap menerima apa adanya atau legowo bisa menerima
keberhasilan dan tidak keberhasilan. Selalu siap menerima kenyataan
bahwa output kerjanya lebih banyak dinikmati orang lain dari pada
untuk dirinya sendiri. Meski sudah kerja keras, dan kerja keras,
outputnya ternyata adalah untuk orang lain. Oleh sebab itu kita
diharuskan bersyukur dan melihat ke golongan bawah serta tidak
membandingkan dengan golongan atas. Hal ini sesuai dengan hadits
Rasulullah saw:
ة رضي للا عنه قال: قال رسول للا عن أبى هرير
صلى للا عليه و سلم: أنظروا الى من اسفل منكم, و ال
تنظروا الى من هو فوقكم فهو أجدر أن ال تزدروا نعمة
للا عليكم. متفق عليه
“Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Bersabda Rasulullah saw:
Lihatlah orang yang di bawahmu, dan jangan melihat orang yang di
atasmu, karena demikian itu lebih tepat, supaya kamu tidak
173
188
meremehkan ni’mat karunia Allah kepada kamu”. H.R. Bukhari dan
Muslim.
Di era kompetisi kerja yang sangat keras dan ketat, bekerja dengan
ikhlas, sabar dan syukur menjadi tantangan yang berat. Tidak mudah
untuk menerima kenyataan di mana seorang yang berhasil “menang”,
kompetisi dalam bekerja, ternyata outputnya lebih banyak untuk orang
lain. Dengan bekerja secara ikhlas, sabar dan syukur tantangan yang
berat itu menjadi ringan.
Jika seseorang tersebut bekerja dengan ikhlas, sabar, dan syukur
maka ketika diberi nikmat oleh Allah SWT, ia akan berdo’a
sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah SWT dalam surat al-Ahqaf
ayat 15:
نعمتك قال رب أوزعني أن رب أوزعني أن أشكر ....
أشكر نعمتك التي أنعمت علي وعلى والدي وأن أعمل
تي إني تبت إليك ي صالحاا ترضاه وأصلح لي في ذر
وإني من المسلمين
“Ya Tuhanku ! berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri
nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua
orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau
ridhai, dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada
anak cucuku. Sungguh aku bertaubat, dan sungguh aku termasuk
orang muslim. Q.S:46:15
Sukur berarti memaksimalkan potensi yang ada, punya fisik yang
sempurna digunakan dengan baik, indera yang diberikan akan
maksimal jika kita menyadari akan potensinya, kondisi sadar atas
174
189
kepemilikan diri adalah konsep syukur, begitu juga kita diberi umur,
kesehatan digunakan dengan baik, harta yang cukup digunakan
seefektif dan seefisien mungkin. Jika tidak mendapatkan itu
selanjutnya adalah sabar dan ikhlas dengan tetap memperhatikan
potensi diri, memahami kondisinya, tetap stabil tidak larut dalam
kesdihan atau kesenangan, tidak mudah putus asa yang mengakibatkan
stress atau depresi yang akan menimbulkan perilaku negative,
merugikan diri sendiri bahkan orang lain. Jadi bukan sabar yang
“bodoh” tetapi penuh kreatifitas, keteguhan, optimis jiwanya, tidak
gampang terombang-ambing oleh keadaan. Itulah kesadaran kita tetap
terjaga dan terbaharuhi yang memungkinkan untuk mengambil
keputusan dan tindakan secara bijaksana walaupun dalam situasi yang
sulit sekalipun.
d. Teori Kepuasan Kerja
Wexley dan Yukl, mengkategorikan teori-teori kepuasan kerja kepada
tiga kumpulan utama, yaitu teori ketidaksesuaian (discrepancy), teori
keadilan (equity theory), dan teori dua faktor. .( Wexley, Kenneth N. dan
Gary Yukl, 2005:130).
1) Teori ketidak sesuaian, menurut Wexley dan Yukl, kepuasan atau tidak
puasan dengan aspek pekerjaan tergantung pada selisih (discrepancy)
antara apa yang dianggap telah didapatkan dengan apa yang
diinginkan. (Wexley, Kenneth N. dan Gary Yukl, 2005:130). Jumlah yang
175
190
dinginkan dari karakteristik pekerjaan didefinisikan sebagai jumlah
minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhannya. Seseorang
akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi-kondisi yang
dinginkan dengan kondisi aktual yang diperoleh.
Kesimpulan teori ketidaksesuaian menekankan selisih antara kondisi
yang diinginkan dengan kondisi aktual (kenyataan), jika ada selisih
jauh antara keinginan dan kekurangan yang ingin dipenuhi dengan
kenyataan maka orang menjadi tidak puas. Tetapi jika kondisi yang
diinginkan dan kekurangan yang akan ingin dipenuhi ternyata sesuai
dengan kenyataan yang didapat maka ia akan puas.
2). Teori keadilan (equity theory). Teori keadilan memerinci kondisi-
kondisi yang mendasari seseorang bekerja akan menganggap fair dan
masuk akal jika insentif dan keuntungan dalam pekerjaannya sesuai
dengan apa yang diharapkan . Teori ini telah dikembangkan oleh
Adam dan teori ini merupakan variasi dari dari teori proses
perbandingan, dan keadilan serta ketidakadilan. Input adalah
komponen masukan yang bernilai bagi seseorang yang dianggap
mendukung pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan,
banyaknya usaha yang dicurahkan, jumlah jam kerja, dan peralatan
atau perlengkapan pribadi yang dipergunakan untuk pekerjaannya.
(Wexley, Kenneth N. dan Gary Yukl, 2005:131)
Kesimpulan teori keadilan atau kewajaran imbalan yang ditrima.
Keadilan diartikan sebagai ratio antara input misalnya pendidikan
176
191
guru, pengalaman mengajar, jumlah jam mengajar, banyaknya usaha
yang dicurahkan pada sekolah dengan output, misalnya upah/gaji,
penghargaan, promosi (kenaikan pangkat) dibandingkan dengan guru
yang lain di sekolah yang sama atau di sekolah lain pada input dan
output yang sama.
3). Teori dua faktor. Teori ini menyatakan bahwa kepuasan kerja secara
kualitatif berbeda dengan ketidak puasan kerja. Menurut teori ini,
karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori,
yaitu disatisfier atau hygiene factors dan satisfier atau motivators.
Hygiene faktor meliputi hal-hal sepert gaji/upah, pengawasan,
hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. (Wexley, Kenneth N.
dan Gary Yukl, 2005:136)
Kesimpulan dalam teori dua faktor bahwa terdapat faktor pendorong
yang berkaitan dengan perasaan positif terhadap pekerjaan sehingga
membawa kepuasan kerja, dan yang kedua, faktor yang dapat
mengakibatkan ketidak puasan kerja. Kepuasan kerja adalah motivator
primer yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri, sebaliknya ketidak
puasan pada dasarnya berkaitan dengan memuaskan anggota
organisasi dan menjaga mereka tetap dalam organisasi dan itu
berkaitan dengan lingkutan.
177
192
Berdasarkan penjelasan di atas dapat penulis kemukakan tentang ciri-ciri
kepuasan kerja sebagai berikut :
1) Hasil persepsi karyawan terhadap pekerjaan sehingga menimbulkan
sikapnya terhadap pekerjaan, sikap tersebut bisa positif dan bisa
negatif.
2) Penilaian karyawan terhadap perbedaan antara imbalan dengan
harapan.
3) Karyawan yang puas akan bersikap positif terhadap pekerjaan,
sebaliknya karyawan yang tidak puas bisa bersikap negatif terhadap
pekerjaan.
Guru akan merasa puas bekerja jika memiliki persepsi selisih antara
kondisi yang diinginkan dan kekurangan dapat dipenuhi sesuai kondisi
actual (kenyataan), guru akan puas jika imbalan yang diterima seimbang
dengan tenaga dan ongkos individu yang telah dikeluarkan, dan guru akan
puas jika terdapat faktor yang pencetus kepuasan kerja (satisfier) lebih
dominan dari pada faktor pencetus ketidak puasan kerja (disastifier).
Indikator-indikator kepuasan kerja dalam penelitian ini adalah sesuai
yang dikemukakan Wexley dan Yukl, yaitu perasaan yang berupa rasa
senang maupun tidak senang berdasarkan imbalan yang diterima, kondisi
kerja, perolehan penghargaan, dukungan dari rekan sekerja, dan
keberhasilan menyelesaikan pekerjaan. (Wexley, Kenneth N. dan Gary
Yukl, 2005:130-137)
178
193
7) Kerangka Berfikir
a. Hubungan Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan
Motivasi Kerja
Kepemimpinan sebagai unsur yang ada dalam suatu organisasi
memiliki pengaruh yang besar terhadap motivasi kerja karyawan. Hal ini
disebabkan karena seorang pemimpin memiliki tugas untuk menggerakkan
karyawan, yaitu dengan memberi motivasi terhadap karyawan. Begitu pula
jika karyawan tersebut adalah guru, maka pimpinan yaitu kepala sekolah
memiliki tugas memotivasi kerja guru, sehingga guru termotivasi dalam
bekerja.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka diduga ada hubungan antara
komunikasi interpersonal kepala sekolah dengan motivasi kerja guru.
b. Hubungan Komunikasi Interpersonal
Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Kepuasan
Kerja
Komunikasi interpersonal kepemimpinan merupakan bentuk karakter
pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya bila dilakukan dengan baik,
maka karyawan akan termotivasi yang pada akhirnya menimbulkan kepuasan
kerja bagi karyawan tersebut, termasuk seorang guru.
Kepemimpinan sebagai unsur yang ada dalam suatu organisasi
memiliki pengaruh yang besar terhadap motivasi kerja karyawan. Hal ini
179
194
disebabkan karena seorang pemimpin memiliki tugas untuk menggerakkan
karyawan, yaitu dengan memberi motivasi terhadap karyawan. Begitu pula
jika karyawan tersebut adalah guru, maka pimpinan yaitu kepala sekolah
memiliki tugas memotivasi kerja guru, sehingga guru termotivasi dalam
bekerja dan pada akhirnya menimbulkan kepuasan kerja.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka diduga ada hubungan antara
komunikasi interpersonal kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru.
Berdasarkan hubungan konseptual di atas, maka hubungan konseptual
tersebut dapat digambarkan sebagai :
Keterangan :
X : Komunikasi
Y1 : Komunikasi
Y2 : Kepuasan Kerja
8) Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan penelitiaan terdahulu yang relevan dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
KOMUNIKASI KEP
SEK
MOTIVASI KEPUASAN
KERJA
180
195
a. Ada pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala
sekolah terhadap motivasi kerja guru SLTA Perguruan Al-Islam
Surakarta.
b. Ada pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala
sekolah terhadap kepuasan kerja guru SLTA Perguruan Al-Islam
Surakarta.
c. Ada pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala
sekolah terhadap kepuasan kerja guru melalui motivasi kerja guru
SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta.
181
196
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis, Metode dan Lokasi Penelitian
Secara umum penelitian dapat dibedakan berdasarkan dua hal yaitu jenis
dan metode penelitian yang dilakukannya.
1. Jenis Penelitian.
Berdasarkan bidang penelitian, sebagaimana dikemukakan Sugiyono
kegiatan penelitian ini tergolong jenis penelitian akademik, yaitu
penelitian yang dilakukan para mahasiswa sebagai sarana edukasi, yang
mementingkan validitas internal atau caranya yang harus benar, yang
berbentuk skripsi, tesis, dan disertasi. .(Sugiyono, 2009:8). Sedangkan
bila dilihat dari tujuannya, penelitian ini tergolong jenis penelitian
terapan, sebagaimana dijelaskan Jujun S. Sumantri bahwa penilitian
terapan adalah penelitian yang dilakukan dengan tujuan menerapkan,
menguji, mengevaluasi kemampuan suatu teori yang dipergunakan untuk
memecahkan masalah-masalah praktis. .(Jujun Sumantri, 2003:110)
Berdasarkan tingkat ekplanasi (level of exflanation), penelitian ini
tergolong jenis penelitian deskriptif kuantitatif yaitu suatu penelitian yang
meneliti dan mempelajari suatu obyek, kondisi, peristiwa dan fenomena
yang sedang berkembang di masyarakat pada masa sekarang dan data hasil
penelitian dianalisis secara kuantitatif. Dalam penelitian deskriptif, peneliti
bisa saja membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga
182
197
merupakan suatu studi komperatif. Adakalanya peneliti mengadakan
klasifikasi, serta penelitian terhadap fenomena-fenomena dengan
menetapkan suatu standar atau suatu norma tertentu, sehingga banyak ahli
menamakan penelitian ini dengan nama penelitian survey
normatif(normatif survei research). Penelitian jenis ini juga dapat
menyelidiki kedudukan (status) variabel yang memiliki konstelasi dengan
variabel lainnya.
2. Metode Penelitian
Dalam pengertian yang luas metode penelitian dapat diartikan sebagai
cara ilmiah, untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Sugiyono menyatakan bahwa ada empat kata kunci yang perlu
diperhatikan dalam menjelaskan metode penelitian, yaitu: cara ilmiah yang
berarti kegiatan penelitian itu dilakukan berdasarkan pada karakteristik
keilmuan, yakni rasional, emperis dan sistematis. Rasional yang berarti
kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal,
sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Emperis, yakni cara-cara
yang dilakukan dalam penelitian dapat diamati oleh indera manusia,
sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang
digunakan . Sistematis, artinya proses yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode
penelitian adalah suatu proses ilmiah dalam rangka mendapatkan data dan
informasi yang valid dengan tujuan untuk menemukan, mengembangkan
182
198
dan membuktikan suatu hipotesis atau ilmu pengetahuan tertentu, sehingga
dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi
masalah dalam bidang tertentu.
Metode dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode survai
dengan pendekatan korelasional. Metode survai dipergunakan dengan
pertimbangan-pertimbangan bahwa penelitian dilakukan untuk
mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan)
dengan alat pengumpul data berbentuk angket (kuesioner), test dan
wawancara terstruktur dan berdasarkan pandangan dari sumber
data.(Sugiyono, 2009:6).
Sangarimbun dan Efendi menyatakan bahwa metode survai adalah
penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.
(Efedi Sofyan, 2012:3).
Dengan survei, peneliti hendak menggambarkan karakteristik tertentu
dari suatu populasi, apakah berkenaan dengan sikap, tingkah laku, ataukah
aspek sosial lainnya; variabel yang ditelaah disejalankan dengan
karakteristik yang menjadi fokus perhatian survei tersebut.
Adapun lokasi yang dijadikan penelitian tentang pengaruh komunikasi
interpersonal kepemimpinan kepala sekolah terhadap motivasi dan
kepuasan kerja guru Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di lingkungan
Perguruan Al-Islam Surakarta.
183
199
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang
ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka
penelitiannya merupakan populasi. Studi atau penelitiannya juga disebut
studi populasi atau studi sensus. (Suharsimi Arikunto, 2002:108) Sugiyono
menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. .(Sugiyono, 2009:80). Jadi populasi bukan hanya orang
tetapi juga benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan hanya
sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek itu. Dari pengertia tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa populasi merupakan subyek penelitian di
mana individu yang akan dikenai perilaku atau dapat dikatakan sebagai
keseluruhan obyek penelitian yang akan diteliti.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua guru SLTA Perguruan
Al-Islam yang berjumlah 155 orang, terdiri dari empat sekolah, yaitu SMA
Al-Islam I berjumlah 65 orang, SMA Al-Islam 3 berjumlah 35 orang,
SMK Al-Islam berjumlah 20 orang, dan Madrasah Aliyah Al-Islam
berjumlah 39 orang.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. .(Sugiyono, 2009:81). Bila populasi besar, dan
184
200
peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi,
mungkin karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.
Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian,
terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Sugiyono menyatakan
bahwa teknik sampling itu ada dua macam, yaitu Probability sampling dan
Nonprobability sampling. .(Sugiyono, 2009:82).
a) Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang
memberikan peluang yang sama bagi setiap unsure (anggota) populasi
untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi simple
random sampling, proportionate stratified random sampling,
disproportionate stratified random, sampling area (cluster) sampling
(sampling menurut daerah) .(Sugiyono, 2009:82).
Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota
sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan
strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila
anggota populasi dianggap homogin. Teknik proportionate stratified
random sampling digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur
yang tidak homogin dan berstrata secara proposional. Teknik
disproportionate stratified random sampling ini digunakan untuk
menentukan jumlah sampel, bila populasi berstrata tapi kurang
185
201
proposional. Teknik cluster sampling (area/daerah sampling) ini
digunakan bila obyek yang akan diteliti sangat luas.
b) Nonprobability Sampling
Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel
yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau
anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampel ini
meliputi sampling sistematis, kuota, aksidental, purposive, jenuh, dan
snowball. .(Sugiyono, 2009:84-85).
Sampling Sistematis adalah teknik pengambilan sampel
berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor
urut. Misalnya anggota populasi yang terdiri dari 100 orang. Dari
semua anggota itu diberi nomor urut, yaitu nomor 1 sampai dengan
100. Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan nomor ganjil saja,
atau genap saja, atau kelipatan dari bilangan tertentu, misalnya
kelipatan dari bilangan lima. Untuk ini maka yang diambil sebagai
sampel adalah nomor 1, 5, 10, 15, 20, dan seterusnya sampai 100.
Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari
populasi yang mempunyai cirri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota)
yang diinginkan. Menurut Bambang Prasetyo, (Bambang Praseto,
2005:134) teknik sampel kuota merupakan teknik penarikan sampel
yang sejenis dengan teknik sampel stratifikasi. Perbedaannya adalah
ketika menarik anggota sampel dari masing-masing lapisan, kita tidak
186
202
menggunakan cara acak, tetapi menggunakan cara kemudahan
(accidental).
Sampling insidental adalah teknik penentuan sampel
berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan /
incidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel,
bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai
sumber data.
Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Prasetyo menyatakan bahwa sampel proposive
ini disebut juga judgmental sampling yang digunakan dengan
menentukan criteria khusus terhadap sampel, terutama orang-orang
yang dianggap ahli. (Bambang Praseto, 2005:134). Misalnya, jika kita
ingin mengetahui bagaimana sebaiknya membuat iklan yang baik,
tentu saja kita harus memilih mereka yang memang memahami atau
berasal dari orang-orang periklanan atau mereka yang bergerak di
bidang pemasaran.
Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang
mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola salju
yang menggelinding yang lama-lama menjadi besar. Dalam penentuan
sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dua
orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka
peneliti mencari lagi yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi
data yang diberikan dua orang sebelumnya. Teknik ini biasanya
187
203
digunakan jika kita meneliti kasus yang sensitive atau rahasia.
Misalnya tentang jaringan peredaran narkoba.
Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan
bila jumlah populasi relative kecil, kurang dari 30 orang, atau
penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang
sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua
anggota populasi dijadikan sampel
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik sampling
jenuh yaitu seluruh guru SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta
berjumlah 155 guru, yang terdiri dari empat sekolah, yaitu SMA Al-
Islam I, SMA Al-Islam 3, SMK Al-Islam, dan Madrasah Aliyah Al-
Islam Surakarta dijadikan sampel.
C. Variabel Penelitian
Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau
obyek, yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lain atau
satu obyek dengan obyek yang lain. Arikunto menyatakan bahwa variabel
adalah hal-hal yang menjadi obyek penelitian, yang ditatap (dijinggling-jawa)
dalam suatu kegiatan penelitian (points to be noticed), yang menunjukkan
variasi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Dari istilahnya “variabel”
itulah terkandung makna “variasi”. Variabel juga disebut dengan istilah
188
204
“ubahan”, karena dapat berubah-ubah, bervariasi. (Suharsimi Arikunto,
2002:9).
Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain dalam
penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Variabel independen: variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus,
prediktor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai
variabel bebas. Variabel bebas adalah merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variasi dependen (terikat).
2. Variabel dependen: sering disebut sebagai variabel output, kriteria,
konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel
terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel independen atau variabel
bebas adalah komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah (X).
Sedangkan yang menjadi variabel dependen atau variabel terikat adalah
motivasi kerja (Y1) dan kepuasan kerja guru (Y2).
D. Definisi Operasional
Moh Nasir menyatakan bahwa definisi operasional adalah suatu definisi
yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan
arti atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional
yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel.(Moh. Nazir,
189
205
2005:126). Jadi definisi operasional itu bertujuan untuk menjelaskan makna
variabel yang sedang diteliti.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam penelitian ini variabel-variabel
yang akan dikaji terdiri dari tiga variabel, yaitu Komunikasi Interpersonal
Kepemimpinan Kepala Sekolah (X), Motivasi Kerja (Y1) dan Kepuasan Kerja
(Y2). Dari masing-masing variabel tersebut di kelompokkan ke dalam dua
jenis variabel, yaitu variabel bebas atau varabel independen yang terdiri dari
variabel X, dan variabel dependen atau variabel terikat yaitu variabel Y1 dan
Y2.
Dalam kaitannya dengan penelitian, maka variabel-variabel tersebut
perlu dijabarkan dalam bentuk operasional guna melakukan pengukuran bagi
kepentingan analisis. Berikut ini penulis mengemukakan variabel-variabel
tersebut serta penjabarannya dalam bentuk indikator-indikator sebagai acuan
dalam mpenyusunan instrumen penelitian.
1. Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan
Komunikasi Interpersonal kepemimpinan kepala sekolah adalah
persepsi guru SLTA Perguran Al-Islam Surakarta terhadap kemampuan
kepala sekolahnya dalam mempengaruhi dan menggerakkan bawahan
guna tercapainya tujuan sekolah. Indikator-indikator komunikasi
interpersonal kepemimpinan kepala sekolah dalam penelitian ini adalah
sebagaimana yang dijelaskan oleh Mulyasa yang meliputi tiga hal pokok
yaitu pertama komitmen terhadap visi sekolah dalam menjalankan tugas
dan fungsinya, kedua menjadikan visi sekolah sebagai pedoman dalam
190
206
mengelola dan memimpin sekolah, dan ketiga senantiasa memfokuskan
kegiatannya terhadap pembelajaran dan kinerja guru di kelas. (Mulyasa,
2012:19). Dari tiga indikator tersebut, penulis jabarkan dalam penelitian
ini meliputi :
a. Kepala sekolah bertanggung jawab,
b. Kepala sekolah komunikaif,
c. Kepala sekolah pandai memecahkan masalah,
d. Kepala sekolah mengelola sekolah,
e. Kepala sekolah memberi inovasi pada guru, dan
f. Kepala sekolah memberi motivasi kepada guru.
2. Motivasi Kerja
Motivasi kerja adalah dorongan yang muncul dalam diri seseorang
guru SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta karena memperoleh pemenuhan
baik materiil maupun non materiil, sehingga guru mau melakukan
serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan tujuan sekolah. Indikator-
indikator motivasi kerja guru dalam penelitian ini adalah :
a. Kebutuhan akan prestasi (achievement), meliputi antara lain: tanggung
jawab secara kreatif, inovatif, dan menanggung resiko.
b. Kebutuhan kekuasaan (power), meliputi antara lain optimisme
berkarir, dan suka menolong orang lain.
c. Kebutuhan afiliasi, meliputi antara lain sikap menyatu dengan
pekerjaan, semangat kerja sama, dan rasa memiliki serta keinginan
umpan balik.
191
207
3. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja dalam penelitian ini adalah perasaan guru SLA
Perguruan Al-Islam Surakarta yang berupa senang atau tidak senang atas
pekerjaan yang dilakukannya. Indikator-indikator kepuasan kerja guru
dalam penelitian ini meliputi:
a. Rasa senang maupun tidak senang terhadap imbalan yang diterima
b. Kondisi kerja
c. Perolehan penghargaan
d. Dukungan dari rekan sekerja, dan
e. Keberhasilan menyelesaikan pekerjaan.
E. Instrumen Penelitian
Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap
fenomena sosial maupun alam. Karena pada prinsipnya meneliti adalah
melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam
penelitian biasanya disebut instrumen penelitian. Instrumen penelitian adalah
suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang
diamati. .(Sugiyono, 2009:102).
Arikunto menyatakan bahwa instrument penelitian adalah alat atau
fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat,
lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. (Suharsimi
Arikunto:2002:136).
192
208
Adapun jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
angket. Angket sebagai alat pengumpulan data dapat mengungkap fakta
menurut pengalaman responden berdasarkan pertanyaan/pernyataan penelitian
yang dapat dikuantifikasi untuk kepentingan analisis data kuantitatif.
Angket merupakan alat pengumpul data yang berisi sejumlah
pertanyaan tertulis yang diajukan kepada responden untuk mendapatkan atau
memperoleh jawaban/tanggapan sesuai dengan maksud pertanyaan dan
petunjuk pengisian angket. Angket disusun berdasarkan indikator variabel
penelitian yang dikaji dan dikembangkan berdasarkan literatur yang telah
diuraikan pada Bab II. Penyusunan angket mengacu pada variabel yang akan
diteliti. Variabel-variabel yang akan diteliti meliputi komunikasi interpersonal
kepemimpinan kepala sekolah, motivasi dan kepuasan kerja.
Dalam penyusunan angket, alternatif jawaban menggunakan skala
Likert. Sugiyono menyatakan bahwa skala likert digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang
fenomena sosial. Jawaban setiap instrumen menggunakan skala likert yang
mempunyai gradasi dari sangat positif sampai dengan sangat negatif. Rentang
jawaban diberi skor dari 0 sampai 4 atau 1 sampai 5. Kategori penskoran
Skala Likert dapat disusun dalam tabel berikut ini. .(Sugiyono, 2009:93).
Tabel 1.
Kategori Penskoran Jawaban Angket Berdasarkan Skala likert
Alternatif Jawaban Positif (+) Negatif (-)
Sangat setuju/selalu/sangat baik/sangat tinggi 5 1
Setuju/ sering/baik/tinggi 4 2
193
209
Tidak tahu/kadang-kadang/cukup baik/sedang 3 3
Tidak setuju/ jarang/kurang baik/ kurang 2 4
Sangat tidak setuju/ tidak pernah/tidak baik/rendah 1 5
Kisi-kisi instrumen penelitian sebagaimana disajikan pada tabel-tabel
berikut ini, disusun untuk mengetahui penjabaran variabel-variabel ke dalam
sub-variabel, dan indikator-indikatornya.
Tabel 2.
Kisi-kisi Angket Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah
(X)
No Indikator No. Butir
1 Bertanggung jawab 1,2,3,4,5
2 Komunikatif 6,7,8,9,10
3 Pandai memecahkan masalah 11,12,13,14,15
4 Mengelola sekolah 16,17,18,19,20
5 Memberi inovasi pada guru 21,22,23,24,25
6 Memberi motivasi 26,27,28,29,30
Tabel 3.
Kisi-kisi Angket Motivasi Kerja Guru (Y1)
No. Indikator No. Butir
1
Kebutuhan akan berprestasi; tanggung
jawab, inovatif, dan menanggung
resiko
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
2 Kebutuhan kekuasaan; optimisme
berkarier, dan suka menolong 11,12,13,14,15,16,17,18,19,20
3
Kebutuhan afiliasi; semangat kerja,
rasa memiliki, dan keinginan umpan
balik
21,22,23,24,25,26,27,28,29,30
194
210
Tabel 4
Kisi-kisi Angket Kepuasan Kerja (Y2)
No. Indikator No. Butir
1 Rasa senang maupun tidak terhadap
gaji 1,2,3,4,5,6
2. Kondisi kerja 7,8,9,10,11,12
3. Penghargaa 13,14,15,16,17,18,
4. Dukungan dari rekan kerja 19,20,21,22,23,24
5. Keberhasilan tugas 26,27,28,19,30
F. Pengujian Instrumen Penelitian
1. Validitas
Dalam rangka mengetahui derajat validitas instrument, maka
dilakukan uji validitas. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. .(Sugiyono,
2009:144).
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan
untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid, Sugiyono menyatakan
bahwa valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur
apa yang seharusnya diukur. .(Sugiyono, 2009:121).
Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa
yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data variabel yang diteliti
secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrument menunjukkan sejauh
mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran yang
dimaksud dalam penelitian ini.
195
211
Uji validitas instrumen penelitian ini dilakukan kepada 40 guru SLTA
Perguruan Al-Islam Surakarta, yang terdiri 15 guru SMA Al-Islam I, 10
guru SMA Al-Islam 3, 5 guru SMK Al-Islam, dan 10 Madrasah Aliyah Al-
Islam.
Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas
konstruk (onstruct Validity), validitas konstruk merupakan yang terluas
cakupannya dibanding dengan validitas lainnya, karena melibatkan banyak
prosedur termasuk validitas isi dan validitas criteria. Uji validitas
digunakan dengan rumus korelasi Product Momemnt sebagai berikut:
2222 )()()()(
))(()(
YYnXXn
YXXYnrxy
Dimana: rxy = koefisien korelasi suatu butir/item
N = Jumlah subyek
X = skor suatu butir/item
Y = skor total
Nilai r kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (rkritis). Bila rhitung dari
rumus di atas lebih besar dari rtabel maka butir tersebut valid, dan
sebaliknya. Adapun hasil dari uji validitas dapat disajikan dalam tabel
berikut ini :
a. Validitas item pertanyaan untuk variabel Komunikasi interpersonal Kepala
Sekolah Kepala Sekolah (X1)
196
212
Variabel Komunikasi interpersonal Kepala Sekolah (X1) terdiri dari 30
pertanyaan. Pengujian validitas menggunakan teknik analisis pearson
correlation dengan hasil pada tabel 5 dibawah ini :
TABEL 5
Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan untuk Variabel Komunikasi
Interpersonal Kepala Sekolah (X1)
Item Pertanyaan r-
hitung r-tabel Keterangan
But_1
But_2
But_3
But_4
But_5
But_6
But_7
But_8
But_9
But_10
But_11
But_12
But_13
But_14
But_15
But_16
0,472
0,329
0,648
0,658
0,596
0,536
0,624
0,442
0,521
0,273
0,497
0,714
0,578
0,608
0,589
0,564
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
197
213
But_17
But_18
But_19
But_20
But_21
But_22
But_23
But_24
But_25
But_26
But_27
But_28
But_29
But_30
-
0,254
0,381
0,514
0,682
0,525
0,603
0,830
0,680
0,729
0,465
0,446
0,370
0,379
0,482
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Sumber: Data yang diolah, 2014
Korelasi item-item pertanyaan terhadap variabel dinyatakan valid
apabila nilai r hitung > r table. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa butir
pertanyaan yang tidak valid adalah butir 10 dan 17.
b. Validitas item pertanyaan untuk variabel Motivasi (Y1)
Variabel Motivasi Kerja terdiri dari 30 pertanyaan. Pengujian
validitas dengan menggunakan teknik analisis pearson correlation,
dengan hasil pada tabel 6 sebagai berikut:
198
214
TABEL 6
Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan untuk Variabel Motivasi Kerja (Y1)
Item Pertanyaan r-
hitung r-tabel Keterangan
But_1
But_2
But_3
But_4
But_5
But_6
But_7
But_8
But_9
But_10
But_11
But_12
But_13
But_14
But_15
But_16
But_17
But_18
But_19
But_20
But_21
0,449
0,805
0,304
0,460
0,835
0,536
0,400
0,812
0,409
0,834
0,411
0,260
0,829
0,580
0,551
0,796
0,433
0,787
0,579
0,468
0,390
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
199
215
But_22
But_23
But_24
But_25
But_26
But_27
But_28
But_29
But_30
0,591
0,394
0,336
0,574
0,556
0,391
0,579
0,421
0,621
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Sumber: Data yang diolah, 2013
Korelasi item-item pertanyaan terhadap variabel dinyatakan valid
apabila nilai r hitung > r tabel. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa
butir pertanyaan yang tidak valid adalah butir 3 dan 12.
c. Validitas item pertanyaan untuk variabel Kepuasan Kerja (Y)
Variabel Kepuasan Kerja (Y) terdiri dari 30- pertanyaan. Pengujian
validitas dengan menggunakan teknis analisis pearson correlation dengan
hasil sebagai berikut:
200
216
TABEL 7
Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan untuk Kepuasan Kerja (Y2)
Item Pertanyaan r-
hitung r-tabel Keterangan
But_1
But_2
But_3
But_4
But_5
But_6
But_7
But_8
But_9
But_10
But_11
But_12
But_13
But_14
But_15
But_16
But_17
But_18
But_19
But_20
But_21
But_22
0,668
0,633
0,391
0,335
0,557
0,348
0,618
0,443
0,443
0,453
0,624
0,425
0,411
0,677
0,644
0,585
0,365
0,529
0,437
-
0,163
0,426
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Tidak Valid
201
217
But_23
But_24
But_25
But_26
But_27
But_28
But_29
But_30
0,069
0,370
0,385
0,338
0,396
0,654
0,605
0,612
0,567
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Sumber: Data yang diolah, 2014
Korelasi item-item pertanyaan terhadap variabel dinyatakan valid
apabila nilai r hitung > r table. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa
butir pertanyaan yang tidak valid adalah butir 20 dan 22.
2. Reliabilitas.
Selain valid, instrument dalam penelitian ini juga harus reliabel,
artinya instrumen dapat memberikan hasil pengukuran yang konsisten,
meskipun pengukuran dilakukan terhadap butir-butir yang valid, yang
diperoleh dari uji validitas.
Uji reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kesetabilan
dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan
konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan proses suatu variabel dan
disusun dalam suatu bentuk skor.
Ukuran dapat dikatakan reliabel jika ukuran tersebut
memberikan hasil yang konsisten. Reliabilitas diukur menggunakan
202
218
metode Cronbach alpha. Instrumen dinyatakan reliabel apabila nilai
cronbach alpa lebih besar dari 0,60 (Imam Ghozali, 2004 : 42). Dalam
menguji reliabilitas digunkaan uji konsistensi internal dengan
menggunakan rumus Alpha Cronbach sebagaimana yang diungkapkan
oleh Arikunto sebagai berikut :
2
2
11 11 t
b
Vk
kr
Dimana: r11 = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
2
b = jumlah varian butir/item
2
tV = varian total
(Suharsimi Arikunto:2002:171).
Kriteria suatu intrumen dikatakan reliable dengan menggunakan teknik
ini, bila koefisien reliabilitas (r11) > 0,6.
Pengujian reliabilitas menggunakan bantuan computer program SPSS for
windows dengan hasil sebagai berikut:
Uji reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kesetabilan
dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan
konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan proses suatu variabel dan
disusun dalam suatu bentuk skor.
Ukuran dapat dikatakan reliabel jika ukuran tersebut memberikan
hasil yang konsisten. Reliabilitas diukur menggunakan metode
203
219
Cronbach alpha. Instrumen dinyatakan reliabel apabila nilai cronbach
alpa lebih besar dari 0,60 (Imam Ghozali, 2004 : 42). Pengujian
reliabilitas menggunakan bantuan komputer program SPSS for windows
dengan hasil sebagaimana tabel berikut:
TABEL 8
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Alpha
Cronbach Kriteria Keterangan
Komunikasi
Kepala Sekolah
Budaya Organisasi
Kepuasan Kerja
0,743
0,727
0,734
Alpha
Cronbach>
0,60 maka
reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Sumber: Data yang diolah, 2014
Hasil pengujian reliabilitas menunjukkan bahwa koefiien
Alpha Cronbach semua variabel lebih besar dari 0,6 yang dipersyaratkan
nilai kritis (rule of tumb) yaitu masing-masing sebesar 0,743; 0,727; dan
0,734 > 0,60. ini berarti bahwa semua variabel dinyatakan reliabel.
204
220
G. Teknik Pengumpulan Data
Data ialah bahan mentah yang perlu diolah, sehingga menghasilkan
informasi atau keterangan, baik kuantitatif maupun kualitatif yang
menunjukkan fakta. Dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil
penelitian, yaitu kualitas instrument penelitian, dan kualitas pengumpulan
data. Kualitas instrument penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabiltas
instrument dan kualitas pengumpulan data berkenaan ketepatan cara-cara
yang digunakan untuk mengumpulkan data. Oleh karena itu instrument yang
telah teruji validitas dan reliabiltasnya, belum tentu dapat menghasilkan data
yang valid dan reliabel, apabila instrument tersebut tidak digunakan secara
tepat dalam pengumpulan datanya.
Penelitian ini penulis menggunakan teknik/cara pengumpulan data dengan
interview (wawancara), kuesioner (angket), dan observasi (pengamatan).
1. Interview (wawancara)
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menentukan
permasalahan yang harus diteliti, dan untuk mengetahui lebih mendalam
tentang keadaan responden serta jumlah respondennya.
Wawancara ini dilakukan oleh peneliti antara lain kepada ketua
Yayasan Perguruan Al-Islam untuk mengetahui tentang perkembangan
Perguruan Al-Islam, Kepala sekolah baik SMA Al-Islam I, SMK Al-Islam,
SMA 3 Al-Islam dan Madrasah Aliyah Al-Islam Surakarta tentang bahan-
bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
205
221
2. Kuesioner (angket)
Kuesioner atau angket merupakan daftar pertanyaan-pertanyaan
tertulis untuk memperoleh data yang disebarkan kepada seluruh
responden. Teknik angket digunakan untuk memperoleh data tentang
perilaku kepemimpinan kepala sekolah, budaya organisasi, kompetensi
pedagogik, motivasikerja dan kepuasan kerja guru SLTA Perguruan Al-
Islam Surakarta.
Adapun langkah-langkah pengumpulan data melalui angket adalah :
a) Penyusunan kisi-kisi instrumen dengan berlandaskan variabel dan sub
variabel penelitian, serta indikator-indikatornya.
b) Penyusunan butir instrumen.
c) Pengujian validitas dan reliabilitas butir instrumen.
d) Penyebaran kuesioner/angket kepada semua responden.
3. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan melalui
pengamatan langsung kepada obyek penelitian. Dalam penelitian ini
observasi dilakukan pada empat sekolah lanjutan tingkat atas yang
dikelola oleh Perguruan Al-Islam, yaitu SMA Al-Islam I, SMK Al-Islam,
SMA Al-Islam 3, dan Madrasah Aliyah Al-Islam Surakarta untuk
menambah pemahaman yang menjadi focus penelitian.
4. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
206
222
prasasti, notulen, lengger, agenda, dan sebagainya. (Suharsimi Arikunto,
2002:206).
Dokumen merupakan cara pengumpulan data dengan melalui bukti-
bukti atau dokumen tertulis yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Dokumen-dokumen yang menjadi sumber data diperoleh dari Kantor
Yayasan Perguruan Al-Islam dan empat sekolah yaitu SMA Al-Islam I,
SMK Al-Islam, SMA Al-Islam 3, dan Madrasah Aliyah Al-Islam yang
menjadi tempat penelitian.
H. Tenik analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Analisis Uji Asumsi Dasar
a) Uji Normalitas
Dalam analisis statistik parametrik, persyaratan normalitas data
harus terpenuhi, yaitu data berasal dari distribusi normal. Uji ini untuk
mengetahui normal tidaknya distribusi data masing-masing variabel
penelitian yaitu variabel komunikasi interpersonal kepemimpinan
kepala sekolah (X), motivasi kerja (Y1) dan kepuasan kerja guru (Y2).
Uji ini biasanya menggunakan data berskala ordinal, interval atau
rasio. Jika data tidak berdistribusi normal dan atau jumlah sampel
sedikit dan jenis data adalah nominal atau ordinal, maka metode yang
digunakan adalah statistik non parametrik. Asumsi yang mendasari
dalam Analisis Of Varians (ANOVA) adalah bahwa populasi data
berdistribusi normal.
207
223
Untuk uji kenormalan dari sampel dapat dilakukan dengan
bantuan uji Shipiro Wilk, Kolmogorov-Smirnov dan Liliefors serta
gambar Normal Probability Plots.
Teknik analisis uji normalitas data dalam penelitian ini
menggunakan Kolmogorof-Smirnov-Z. Kriteria pengujian yang
digunakan adalah uji Shipiro Wilk.
b) Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui varian dari
beberapa populasi sama atau tidak. Uji ini dilakukan sebagai prasyarat
dalam analisis independen sample T test dan Anova. Asumsi yang
mendasari dalam Analisis Of Varians (ANOVA) adalah bahwa varian
dari beberapa populasi adalah sama.
Dasar pengambilan keputusan:
(1). Jika nilai Sig. (signifikansi) atau nilai probabilitas < 0,05,
maka dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok
populasi data adalah tidak sama.
(2). Jika nilai Sig (signivikansi) atau nilai probabilitas > 0,05, maka
dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok
populasi adalah sama.
c). Uji Linearitas
208
224
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel
mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini
digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear
Dasar Pengambilan Keputusan:
(1). Jika nilai probabilitas < 0,05, maka dikatakan antara variabel X
dan Y adalah linear.
(2). Jika nilai probabilitas > 0,05, maka dikatakan hubungan antara
variabel X dengan Y adalah tidak linear.
d). Uji Keberartian
Uji untuk mengetahui apakah hubungan antar variabel berarti
(signifikan) atau tidak.
Dasar Pengambilan Keputusan
(1). Jika nilai probabilitas > 0,05, maka dikatakan hubungan antara
variabel X dengan Y adalah tidak benar.
(2). Jika nilai probabilitas < 0,05, maka dikatakan hubungan antara
variabel X dengan Y adalah berarti.
e). Uji Asumsi Klasik Statistik
Model regresi linier berganda dapat disebut sebagai model yang baik
jika model tersebut memenuhi asumsi normalitas data dan terbebas dari
asumsi klasik statistik, baik itu multikolineritas, autokorelasi, dan
heteroskesdastisitas. (Agung Nugroho Bhuono, hal. 57).
(1). Multikolineritas
209
225
Uji multikolineritas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya
variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel
independen lain dalam satu model. Kemiripan antar variabel
independen dalam suatu model akan menyebabkan terjadinya korelasi
yang sangat kuat antara suatu variabel independen dengan variabel
independen yang lain. Selain itu, deteksi terhadap multikolineritas juga
bertujuan untuk menghindari kebiasaan dalam proses pengambilan
kesimpulan mengenai pengaruh pada uji parsial masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen.
Uji multikolineritas dalam penelitian dapat diketahui dengan
melihat angka variance inflation factor (VIF) dan tolerance. Model
regresi dikatakan bebas dari multikolineritas apabila memiliki nilai
VIF lebih kecil dari 3 dan mempunyai angka tolerance lebih besar dari
0,10. (Ghozali, 2004: 92)
(2). Autokorelasi
Menguji autokorelasi dalam suatu model bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu pada
periode tertentu dengan variabel pengganggu periode sebelumnya.
Cara mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin
Watson Statistic (D.W). Model regresi linier berganda terbebas dari
autokorelasi jika nilai Durbin Watson hitung terletak di daerah No
Autocorelasi. Penentuan letak tersebut dibantu dengan tabel dl dan
du, dibantu dengan nilai k (jumlah variabel independen).
210
226
(3). Heteroskesdastatisitas.
Heteroskesdastatisitas adalah keadaan dimana terjadi ketidaksamaan
varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Uji
heterokedastatisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
kesamaan varian dari residual pada model regresri. Prasyarat yang
harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya masalah
heterokedastisitas.
2. Uji Hipotesis
a) Regresi jalur
Analisis ini juga digunakan untuk mengetahui pengaruh antara
variabel bebas terhadap variabel terikat dan variabel bebas terhadap
variabel antara serta korelasi antar variabel bebas.
Persamaan dalam analisis ini adalah Y=a+b1X1 + b2X2 + b3X3
+….+ e
Keterangan :
a : Konstanta
b : Koefisien Regresi
X : Variabel Bebas
Y : Variabel Terikat
b). Uji t
211
227
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas
terhadap variabel terikat secara parsial.
c). Uji F
Uji f digunakan untuk menguji apakah secara bersama-sama
variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat.
d). Uji Koefisien Determinasi (R²)
Uji R² digunakan untuk mengetahui prosentase besarnya
perubahan variabel terikat yang disebabkan oleh variabel bebas.
Sedangkan uji Adjusted R2 digunakan untuk mengetahui besarnya
nilai R² yang dipengaruhi banyaknya penambahan variabel
independen.
Menurut gujarayi dalam Imam Ghozali (2002 : 83x), jika dalam
uji empiris didapat adjusted R² negatif, maka nilai adjusted R² dianggap
bernilai nol. Secara matematis jika nilai R² = 1, maka adjusted R² = R²
= 1, sedangkan nilai R² = 0, maka adjusted R2 = (1-k)(n-k). Jika K < 1,
maka adjusted akan bernilai negatif.
Secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut :
KD = r2 x 100% (Sudjana, 2002:369)
Dimana :
KD = Koefisien Determinasi
R = Kuadrat koefisien korelasi
212
228
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian
Data deskrepsi penelitian yang dilakukan akan disajikan secara rinci yang
meliputi deskrepsi obyek penelitian, pengujian instrument penelitian,
pengujian persyaratan analisis, dan pengujian hipotesis sebagai berikut:
1. Deskrepsi Obyek Penelitian
a). Sejarah Berdirinya Perguruan Al-Islam dan Perkembangannya
Organisasi Al-Islam dibentuk pada tahun 1927 di Surakarta oleh
sekelompok ulama muda alumni Pondok Pesantren Jamsaren Surakarta.
Mereka berjumlah sekitar sepuluh orang, yaitu: K.H. Imam Ghozali,
K.H. Abdul Manaf, K.H. Mufti, K.H. Abdul Rozak, K.H. Jamaluddin,
K.H. Hamid, dan K.H. As’ad (Syarifah Muchtarom dkk, 1985:5).
Organisasi ini merupakan perkembangan dari perkumpulan dari
sebelumnya, yaitu Jami’at Al-Auliya (persekutuan para wali/ulama).
Persekutuan ini dibentuk bertujuan untuk mengkordinasikan peranan
para ulama di daerah Surakarta dalam rangka membina kesatuan ummat
Islam di daerah setempat. Secara berkala mereka mengadakan pertemuan
untuk mendiskusikan berbagai masalah keagamaan dan kemasyarakatan
yang dihadapi oleh umat islam pada masa itu.
Pertukaran pemikiran ini menghasilkan suatu kesatuan pandangan
dalam masalah utama yang dihadapi oleh umat Islam pada waktu itu
213
229
adalah masalah berkeping-kepingnya umat Islam menjadi berbagai
macam golongan, karena umat Islam belum mengikuti tuntunan yang
diberikan oleh Nabi Muhammad saw. Mereka berpendapat bahwa jalan
keluarnya adalah kembali pada ajaran-ajaran Al-Qur’an dan al-Hadits
serta Ijma’ al-Shahaby.
Mereka tidak bersepakat dengan pencapaian pendapat saja,
melainkan mereka bersepakat untuk mendirikan suatu organisasi. Maka
pada bulan Ramadhan 1346 H. atau 1927 M, mereka berkumpul di
rumah K.H. Imam Ghozali untuk meresmikan berdirinya organisasi yang
bertujuan mewujudkan ide tersebut di atas, dengan diberi nama “Al-
Islam”.
Para fungsionaris pengurus Al-Islam periode pertama terdiri dari
tokoh-tokoh pendiri yang dipimpin oleh K.H. Imam Ghozali. Pengurus
pertama menjalankan tugasnya sampai pada tahun 1933, dan pada waktu
itu diadakan konggres pertama di Surakarta. Pada konggres ini
ditetapkan anggaran dasar atau Qanun Al-Islam dan dipilih pengurus
baru yakni Pengurus Besar yang dipimpin oleh K.H. Imam Ghozali dan
sebagai sekretarisnya adalah K.H. Abdus Shamad dan K.H. Mufti.
214
230
b. Perkembangan Usaha di Bidang Pendidikan
Kegiatan yang mula-mula dilakukan oleh para pemimpin generasi
pertama adalah mendirikan dua buah madrasah, yaitu madrasah
Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah. Madrasah Ibtidaiyah
diselenggarakan pada waktu sore, sedangkan Madrasah Tsanawiyah
diselenggerakan pada waktu pagi hari di rumah K.H. Imam Ghozali,
kemudian pada tahun 1929 barulah menempati sebuah gedung yang
sederhana. Madrasah terszebut mula-mula diasuh oleh K.H. Imam
Ghozali dengan dibantu oleh K.H. Abdus Shamad dan K.H. Abdul
Manaf. Berkat ketekenan tiga tokoh ini, maka madrasah tersebut berjalan
dengan mapan, dan dari tahun ke tahun madrasah tersebut mengalami
perkembangan jumlah murid dan tenaga pengasuhnya. Tenaga pengasuh
yang datang kemudian adalah K.H. In’am, K.H. Musnan, K.H. Khurmen,
K. Syakir, dan K. Abdul Rozak Shiddiq, mereka ini adalah alumni
pondok Pesantren Jamsaren Surakarta.
Setelah madrasah-madrasah tersebut berjalan dengan mapan,
kemudian para pemimpin Al-Islam mendirikan sebuah sekolah tingkat
dasar yang merapkan kurikulum sekolah umum versi pemerintah
Belanda dengan diberi tambahan pelajaran agama Islam, sekolah tersebut
diberi nama “Holland Godient School (HGS). Di samping itu didirikan
pula sekolah taman kanak-kanak versi Belanda (voorklas) juga diberi
pelajaran agama Islam yang dikelola oleh Nahdhatul Muslimat (NDM)
215
231
Pada muktamar tahun 1960 bidang pendidikan menjadi
pembahasan utama dalam hal penyelenggaraan dan pengembangan
madrasah/sekolah-sekolah Al-Islam, hal ini diwujudkan dengan
membentuk lembaga otonom yang disebut Pimpinan Pusat Perguruan Al-
Islam. Lembaga ini diberi wewenang penuh untuk mengelola usaha
pendidikan dengan membangun jaringan organisasi tersendiri yang
secara langsung membawahi sekolah-sekolah Al-Islam. Dalam usaha
pendidikan, Perguruan Al-Islam mengelola sekolah/madrasah sejak
taman kanak-kanak (TK) sampai sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA).
Perguruan ini disamping mengajarkan ilmu-ilmu agama juga mengajarkan ilmu
ilmu umum, meskipun pelajaran ilmu umum yang diberikan pada Madrasah
Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah pada waktu itu masih setingkat dengan
tingkat dasar (SD), sedang untuk tingkat atas (kuliyah) masih setingkat dengan
SMTP. Ilmu-ilmu pengetahuan umum tersebut meliputi berhitung, bahasa daerah,
bahasa Melayu, ilmu bumi dan ilmu alam, sedang untuk Madrasah Kuliyah
Meliputi Al-jabar, ilmu ukur, ilmu bumi, bahasa Belanda dan bahasa Inggris.
Setelah madrasah tersebut berjalan dengan lancar, kemudian para pemimpin Al-
Islam mengembangkannya dan bisa mendirikan sebuah sekolah dasar yang
menerapkan kurikulum versi Pemerintah Belanda dengan diberi tambahan
pelajaran agama Islam. Sekolah ini diberi nama Holland Gotsdient School (HGS)
dan sekolah taman kanak-kanak.
216
232
Dengan perjuangan para perintis Al-Islam dalam mengelola pendidikan,
maka perguruan ini senantiasa hadir di tengah-tengah masyarakat. Dawam
Raharja menyebutkan bahwa perguruan ini dalam mengelola pendidikan SMA
Al-Islam I Surakarta bisa mencapai prestasi yang memuaskan, sehingga menjadi
sekolah swasta terbaik di kota Surakarta, bahkan kedudukannya sama dengan Al-
Azhar Jakarta, meskipun sekolah ini tidak membina sekolah yang elit dan mahal.
(SyarifahMuchtaromdkk,1985:5
Pada tahun 1989 Perguruan Al-Islam telah memiliki empat unit Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di daerah Surakarta, yaitu SMA Al-Islam I yang
bertempat di Jalan Honggowongso, SMA Al-Islam II yang bertempat di
Laweyan. Kemudian SMA Al-Islam II tersebut pada tahun 2008 atas
musyuwarah para pengurus Perguruan Al-Islam dirubah menjadi SMK Al-Islam,
SMA Al-Islam III, yang bertempat di Semanggi, dan Madrasah Aliyah di jalan
Veteran (Pondok Pesantren Jamsaren). Adapun guru-guru yang akan menjadi
obyek penelitian ini adalah semua guru dari empat sekolah SLTA tersebut yang
semuanya berjumlah 155 orang. Secara terperinci jumlah guru tersebut dapat
dibaca dalam lampiran.
2. Pengujian Instrumen Penelitian
a. Validitas
1). Validitas item pertanyaan untuk variabel Komunikasi (X)
Variabel Komunikasi (X) terdiri dari 28 pertanyaan. Pengujian
validitas menggunakan teknik analisis pearson correlation. Hasil
korelasi item-item pertanyaan terhadap variabel komunikasi
217
233
dinyatakan valid karena nilai r hitung > r tabel. Jadi dapat
dikatakan item pertanyaan dinyatakan valid. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada lampiran.
2) Validitas item pertanyaan untuk variabel Motivasi (Y1)
Variabel Motivasi (Y1) terdiri dari 28 pertanyaan. Pengujian validitas
menggunakan teknik analisis pearson correlation. Hasil korelasi item-item
pertanyaan terhadap variabel motivasi dinyatakan valid karena nilai r
hitung > r tabel. Jadi dapat dikatakan item pertanyaan dinyatakan valid.
Untuk lebih jelasnya dapat di;ihat pada lampiran.
3) Validitas item pertanyaan untuk variabel Kepuasan Kerja (Y2)
Variabel Kepuasan Kerja (Y2) terdiri dari 28 pertanyaan. Pengujian
validitas menggunakan teknik analisis pearson correlation. Hasil
korelasi item-item pertanyaan terhadap variabel kepuasan kerja
dinyatakan valid karena nilai r hitung > r tabel. Jadi dapat dikatakan
item pertanyaan dinyatakan valid. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada lampiran.
2) Reliabilitas
Uji reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kesetabilan dan
konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan
konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan proses suatu variabel dan
disusun dalam suatu bentuk skor.
Ukuran dapat dikatakan reliabel jika ukuran tersebut memberikan hasil
yang konsisten. Reliabilitas diukur menggunakan metode Cronbach
218
234
alpha. Instrumen dinyatakan reliabel apabila nilai cronbach alpa lebih
besar dari 0,60 (Imam Ghozali, 2004 : 42). Pengujian reliabilitas
menggunakan bantuan komputer program SPSS for windows dengan
hasil sebagaimana tabel berikut :
TABEL 9
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Alpha
Cronbach Kriteria Keterangan
KOMUNIKASI
MOTIVASI
KEPUASAN KERJA
(Y2)
0,755
0,749
0,747
Alpha
Cronbach>
0,60 maka
reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Sumber: Data yang diolah, 2013
Hasil pengujian reliabilitas menunjukkan bahwa koefiien Alpha Cronbach
semua variable lebih besar dari 0,6 yang dipersyaratkan nilai kritis (rule of
tumb) yaitu masing-masing variabel sebesar 0,755; 0,749 dan 0,747 > 0,60. ini
berarti bahwa semua variable dinyatakan reliabel.
219
235
3. Uji Persyaratan
a. Analisis Uji Asumsi Dasar
1). Uji Normalitas
Yaitu untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak.
Dari hasil olah data dengan menggunakan program SPSS, dapat diketahui
hasilnya sebagai berikut:
TABEL 10
Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Komun
iasi
Motiva
si
Kepuasan
Kerja
N 155 155 155
Normal Parametersa,,b
Mean 121.61 116.74 117.69
Std.
Deviation
12.900 11.615 10.558
Most Extreme
Differences
Absolute .108 .081 .073
Positive .078 .080 .073
Negative -.108 -.081 -.056
Kolmogorov-Smirnov Z 1.349 1.011 .906
Asymp. Sig. (2-tailed) .053 .258 .384
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
220
236
Ketentuan data berdistribusi normal apabila nilai Asymp. Sig (2-tailed) lebih
besar dari taraf signifikan 5% (0,05). Berdasarkan hasil uji Kolmogorov
Smirnov-Z diatas diperoleh nilai sig. Untuk Komunikasi interpersonal
kepemimpinan kepala sekolah (X) sebesar 0,053, Motivasi (Y1) sebesar 0,258
dan Kepuasan Kerja (Y2) sebesar 0,384. dari hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa variabel Komunikasi, Motivasi dan Kepuasan Kerja berdistribusi normal.
2). Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui varian dari beberapa
populasi sama atau tidak. Dari hasil olah data dengan menggunakan SPSS,
maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut:
TABEL 11
Uji Homogenitas Dengan Anova
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 9622.256 2 4811.128 96.9
26
.00
0a
Residual 7544.880 15
2
49.637
Total 17167.135 15
4
Sumber: Output SPSS
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa nilai f hitung 96,926 dan tingkat
signifikansinya < 0,000, maka varians dari masing-masing kelompok homogen.
221
237
3). Uji Linieritas
Uji Linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai
hubungan yang linier atau tidak secara signifikan. Dikatakan linier jika nilai
probabilitasnya > 0,05, dan dikatakan tidak linier jika probabilitasnya < 0,05. Dari
hasil olah data dengan menggunakan SPSS, maka dapat diketahui hasilnya
sebagai berikut:
a). Hubungan Komunikasi inter kep sek (X) dengan Kepuasan Kerja (Y2)
Dari hasil output SPSS dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang
linier. Hal ini terlihat dalam hasil olah data sebagai berikut:
TABEL 12
Linieritas Komunikasi (X) dengan Kepuasan Kerja (Y2)
Sum of
Squares
d
f
Mean
Square F Sig.
Z
*
X
Between
Groups
(Combined) 7954.346 2
4
331.431 4.
67
7
.00
0
Linearity 4747.404 1 4747.404 66
.9
90
.00
0
Deviation from
Linearity
3206.941 2
3
139.432 1.
96
8
.00
9
Within Groups 9212.790 1
3
0
70.868
Total 17167.135 1
5
4
222
238
Sumber: Output SPSS
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa Linieritas Komunikasi (X) dengan
Kepuasan Kerja (Y2) diperoleh nilai linierity dengan tingkat signifikansinya
sebesar 0,000. Karena nilainya lebih kecil dari 0,05 maka hubungan linier
b). Hubungan Motivasi (Y1) dengan Kepuasan Kerja (Y2)
Dari hasil output SPSS dapat diketahui bahwa uji linieritas terdapat
hubungan yang linier. Hal ini terlihat dalam hasil olah data sebagai berikut:
TABEL 13
Linieritas Motivasi (Y1) dengan Kepuasan Kerja (Y2)
Sum of
Squares df
Mean
Square F
Sig
.
Z
*
Y
Betw
een
Grou
ps
(Combined) 11012.936 29 379.756 7.71
3
.00
0
Linearity 8329.838 1 8329.838 169.
190
.00
0
Deviation from
Linearity
2683.098 28 95.825 1.94
6
.00
7
Within Groups 6154.200 125 49.234
Total 17167.135 154
Sumber: Olah Data SPSS
223
239
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa Linieritas Motivasi (Y1) dengan
Kepuasan Kerja (Y2) diperoleh nilai linierity dengan tingkat signifikansinya
sebesar 0,000. Karena nilainya lebih kecil dari 0,05 maka hubungan linier
4). Uji Keberartian
a. Uji Keberartian Komunikasi dan Kepuasan Kerja (Y2)
Uji ini untuk mengetahui apakah hubungan antar variabel berarti
(signifikan) atau tidak. Jika nilai probabilitas > 0,05, maka dikatakan hubungan
antara variabel Komunikasi dan Kepuasan Kerja (Y2) adalah tidak berarti dan
jika nilai probabilitas < 0,05, maka dikatakan hubungan antara variabel X dan
Y adalah berarti.
Dari hasil olah data SPSS sebagai berikut :
TABEL 14
Uji Keberartian Komunikasi da Kepuasan Kerja (Y2)
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F
S
ig
.
1 Regres
sion
4747.404 1 4747.404 58.4
84
.
0
0
0
a
Residua
l
12419.731 15
3
81.175
224
240
Total 17167.135 15
4
Sumber: Output SPSS 2014
Dari hasil olah data tersebut dapat kita lihat bahwa nilai F hitung sebesar 58,484
dan tingkat signifikan sebesar 0,000. karena tingkat signifikan < 0,05, maka
dapat dikatakan seluruh variabel mempunyai hubungan yang berarti.
b. Uji Keberartian Motivasi (Y1) dan Kepuasan Kerja (Y2)
Uji ini untuk mengetahui apakah hubungan antar variabel berarti
(signifikan) atau tidak. Jika nilai probabilitas > 0,05, maka dikatakan hubungan
antara variabel Motivasi (Y1) dan Kepuasan Kerja (Y2) adalah tidak berarti
dan jika nilai probabilitas < 0,05, maka dikatakan hubungan antara variabel Y1
dan Y2 adalah berarti.
Dari hasil olah data SPSS sebagai berikut :
TABEL 15
Uji Keberartian Motivasi (X) dan Kepuasan Kerja (Y2)
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regressio
n
8329.838 1 8329.838 144.21
4
.000a
Residual 8837.298 153 57.760
Total 17167.135 154
Sumber: Output SPSS 2014
225
241
Dari hasil olah data tersebut dapat kita lihat bahwa nilai F hitung sebesar
144,214 dan tingkat signifikan sebesar 0,000. karena tingkat signifikan < 0,05,
maka dapat dikatakan seluruh variabel mempunyai hubungan yang berarti.
4. Uji Asumsi Klasik
a. Multikolineritas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui korelasi antar variabel-
variabel independen yang digunakan dalam penelitian. Uji multikolinieritas
dalam penelitian dapat diketahui dengan melihat angka variance inflation factor
(VIF) dan tolerance. Model regresi dikatakan bebas dari multikolinieritas
apabila memiliki nilai VIF lebih kecil dari 3 dan mempunyai angka tolerance
lebih besar dari 0,10 (Ghozali, 2004: 92). Hasil uji multikolinieritas dalam
penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
TABEL 16
Uji Multikolinieritas
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardiz
ed
Coefficient
s
t Sig.
Collinearity
Statistics
B
Std.
Error Beta
Tolera
nce
VI
F
1 (Consta
nt)
26.51
1
6.658 3.982 .00
0
Y .527 .053 .579 9.910 .00
0
.846 1.
18
2
226
242
X .244 .048 .298 5.103 .00
0
.846 1.
18
2
Hasil uji multikolinieritas di atas di ketahui besarnya VIF
masing-masing kurang dari 3, maka dapat disimpulkan bahwa pada
model regresi tidak ditemukan adanya masalah multikolinieritas dan
dapat digunakan dalam penelitian.
b. Autokorelasi
Menguji autokorelasi dalam suatu model bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya korelasi antara variabel pengganggu pada periode tertentu dengan
variabel pengganggu sebelumnya.
Uji Autokorelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Durbin
Watson Statistic (D.W). Tabel dibawah ini dapat dilihat nilai Durbin-Watson
yaitu:
TABEL 17
Uji Autokorelasi
Mo
del R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 .749a
.561 .555 7.045 2.116
a. Predictors: (Constant), X, Y
b. Dependent Variable: Z
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa nilai Durbin-Watson sebesar 2,116 akan
dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan derajat kepercayaan 5%,
jumlah sampel 155 dan jumlah variabel bebas 4, maka di tabel Durbin – Watson
akan di dapat nilai dL sebesar 1,7244 dan dU sebesar 1,7504. Nilai DW 1,958.
227
243
Jadi nilai DW 1,958 di antara nilai dU dan dL. (untuk mengetahui nilai dL = 4 –
1,7244 = 2,296. jadi nilai DW diantara 1,724 dan 2,296, maka ada aoutokorelasi
positif.
c. Heterokedastisitas
Heterokedastisitas adalah keadaan dimana terjadi ketidaksamaan varian dari
residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Uji heterokedastisitas
digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya ketidaksamaan varian dari
residual pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi
adalah tidak adanya masalah heterokedastisitas
Untuk uji heterokedastisitas dalam penelitian ini dapat kita lihat dalam tabel
sebagai berikut:
TABEL 18
Corellation
X Y Z
Spearman's
rho
X Correlation
Coefficient
1.000 .407*
*
.561**
Sig. (2-tailed) . .000 .000
N 155 155 155
Y Correlation
Coefficient
.407**
1.00
0
.690**
Sig. (2-tailed) .000 . .000
N 155 155 155
Z Correlation
Coefficient
.561**
.690*
*
1.000
228
244
Sig. (2-tailed) .000 .000 .
N 155 155 155
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari output corelations dapat diketahui nilai Komunikasi dengan Motivasi (Y1)
sebesar 0,407, dan Komunikasi (X) terhadap Kepuasan Kerja (Y2) sebesar
0,561 dengan tingkat signifikansinya 0,000, maka dapat disimpulkan bahwa
model regresi tidak ditemukan adanya masalah hiterokedastisitas.
5. Uji Hipotesis
a. Analisis Regresi Jalur
Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas terhadap
variabel terikat dengan menggunakan 2 (dua) persamaan. Hasil pengolahan
data sebagai berikut :
TABEL 19
Hasil Regresi Persamaan 1
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Const
ant)
65.349 6.882 9.49
5
.000
X .430 .056 .526 7.64
7
.000
a. Dependent Variable: Z
229
245
1). Persamaan 1
Y2 = 65,349 + 0,430X
(0,000) (0,000)**
Ket :
Y2 = Kepuasan Kerja
X = Komunikasi
Penjelasan dari persamaan 1 analisis regresi jalur:
a) a = 65,349, artinya jika Komunikasi (X) konstan, maka variabel Kepuasan
Kerja (Y2) sebesar 65,349.
b) b= koefisien regresi variabel Komunikasi sebesar 0,430 menunjukkan
bahwa variabel Komunikasi (X) berpengaruh Positif terhadap Kepuasan Kerja
(Y2). Ini berarti apabila Komunikasi semakin meningkat, maka Kepuasan Kerja
(Y2) juga semakin meningkat.
Dari analisis persamaan 1 dapat diketahui bahwa variabel Komunikasi
mempunyai pengaruh pada variabel Kepuasan Kerja (Y2) sebesar 0,526, yang
artinya pengaruh positif.
230
246
2) Hasil Persamaan 2
TABEL 20
Hasil Regresi Persamaan 2
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardiz
ed
Coefficient
s
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Consta
nt)
43.774 6.185 7.0
77
.00
0
Y .633 .053 .697 12.
00
9
.00
0
a. Dependent Variable: Z
Y2 = 43,774 + 0,633Y
(0,000) (0,000)**
Ket :
Y2 = Kepuasan Kerja
Y1 = Motivasi
Penjelasan dari persamaan 2 analisis regresi jalur:
a) a = 43,774, artinya jika Motivasi (Y1) konstan, maka variabel Kepuasan
Kerja (Y2) sebesar 43,774.
231
247
b) b= koefisien regresi variabel Motivasi (Y1) sebesar 0,633 menunjukkan
bahwa variabel Motivasi (Y1) berpengaruh Positif terhadap Kepuasan Kerja
(Y2). Ini berarti apabila Motivasi (Y1) semakin meningkat, maka Kepuasan
Kerja (Y2) juga semakin meningkat.
Dari analisis persamaan 2 dapat diketahui bahwa variabel Motivasi mempunyai
pengaruh pada variabel Kepuasan Kerja (Y2) sebesar 0,697, yang artinya
pengaruh positif.
3). Hasil Persamaan 3
TABEL 21
Hasil Regresi Persamaan 3
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardiz
ed
Coefficient
s
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Const
ant)
26.511 6.658 3.9
82
.00
0
X .244 .048 .298 5.1
03
.00
0
Y .527 .053 .579 9.9
10
.00
0
a. Dependent Variable: Z
Y2 = 26,511 + 0,244 + 0,527
(0,000) (0,000) (0,000)
232
248
Ket :
Y2 = Kepuasan Kerja
Y1 = Motivasi
X = Komunikasi
Penjelasan dari persamaan 3 analisis regresi jalur :
a) a = 26,511, artinya jika Komunikasi (X) dan Motivasi (Y1) konstan, maka
variabel Kepuasan Kerja (Y2) sebesar 26,511.
b) b1= koefisien regresi variabel Komunikasi (X) sebesar 0,244
menunjukkan bahwa variabel Komunikasi ditambah 1 satuan, dan variabel
Motivasi (Y1) konstan, maka Kepuasan Kerja (Y2) meningkat sebesar 0,244.
c) b2= koefisien regresi variabel motivasi (Y1) sebesar 0,527 menunjukkan
bahwa variabel motivasi ditambah 1 satuan dan variabel komunikasi (X)
konstan maka kepuasan kerja (Y2) meningkat sebesar 0,527
b. Uji t
1). Pengaruh Komunikasi (X) Terhadap Motivasi (Y1)
TABEL 22
Hasil Uji-t Komunikasi (X) Terhadap Motivasi (Y1)
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardiz
ed
Coefficient
s
t
Sig. B Std. Error Beta
233
249
1 (Const
ant)
43.774 6.185 7.07
7
.00
0
Y1 .633 .053 .697 12.0
09
.00
0
a. Dependent Variable: Y2
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa nilai t-hitung sebesar 12,009 dengan
tingkat signifikansinya 0,000. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa
terdapat pengaruh variabel Komunikasi (X) terhadap variabel Motivasi (Y1).
Hal ini ditunjukkan dengan besarnya tingkat signifikansinya 0,000 < 0,0
2) Pengaruh Komunikasi (X) Terhadap Kepuasan Kerja (Y2)
TABEL 23
Hasil Uji-t Komunikasi (X) Terhadap Kepuasan Kerja (Y1)
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Const
ant)
65.349 6.882 9.49
5
.000
X .430 .056 .526 7.64
7
.000
a. Dependent Variable: Z
234
250
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa nilai t-hitung sebesar 7,647 dengan
tingkat signifikansinya 0,000. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa
terdapat pengaruh variabel Komunikasi (X) terhadap variabel kepuasan kerja
(Y2). Hal ini ditunjukkan dengan besarnya tingkat signifikansinya 0,000 < 0,05
3). Pengaruh Komunikasi Terhadap Kepuasan Kerja Melalui Motivasi
TABEL 24
Hasil Uji-t Komunikasi (X), Motivasi (Y1) Terhadap
Kepuasan Kerja (Y2)
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardiz
ed
Coefficient
s
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constan
t)
26.511 6.658 3.9
82
.000
X .244 .048 .298 5.1
03
.000
Y1 .527 .053 .579 9.9
10
.000
a. Dependent Variable: Y2
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa nilai t-hitung Komunikasi (X)
sebesar 5,103 dengan tingkat signifikansinya 0,000, dan Motivasi (Y1) sebesar
9,910 Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh variabel
Komunikasi (X) dan Motivasi berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja (Y2).
c. Uji F
1). Hasil uji F pada persamaan 1 sebagai berikut :
235
251
TABEL 26
Hasil Uji F persamaan 1
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regressi
on
4747.404 1 4747.404 58.484 .000
a
Residual 12419.731 153 81.175
Total 17167.135 154
a. Predictors: (Constant), X
b. Dependent Variable: Y2
Hasil uji F persamaan kesatu menunjukkan bahwa Komunikasi berpengaruh
terhadap Kepuasan Kerja (Y2), hal ini ditunjukkan dengan F hitung sebesar
58,484 dengan tingkat signifikansinya 0,000. < 0,05.
236
252
2). Hasil uji F pada persamaan 2 sebagai berikut :
TABEL 27
Hasil Uji-F Persamaan 2
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regres
sion
9622.256 2 4811.128 96.926 .000a
Residu
al
7544.880 152 49.637
Total 17167.135 154
a. Predictors: (Constant), Y1, X
b. b. Dependent Variable: Z
Hasil uji F persamaan kedua menunjukkan bahwa Komunikasi dan
Motivasi secara simultan berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja. Hal ini
ditunjukkan dengan besarnya nilai F-hitung sebesar 96,926 dengan tingkat
signifikansinya sebesar 0,000 < 0,05.
d. Koefisien Determinasi
1). Koefisien Determinasi Persamaan 1 pada tabel 39
237
253
TABEL 28
Hasil Uji Determinasi Persamaan 1
Mo
del R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 .526a
.277 .272 9.010 1.958
a. Predictors: (Constant), X
b. Dependent Variable: Z
Uji R1 didapatkan hasil sebesar 0,277 atau 27,7%. yang berarti variabel
Komunikasi mempengaruhi Kepuasan Kerja sebesar 27,7%, sedangkan sisanya
72,3% dipengaruhi oleh factor lain seperti Lingkungan Kerja, insentif dan
sebagainya.
2). Koefisien Determinasi Persamaan 2 pada tabel 40
TABEL 29
Hasil Uji Determinasi Persamaan 2
Mo
del R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 .749a
.561 .555 7.045 2.116
Uji R2 didapatkan hasil sebesar 0,561 atau 56,1%. yang berarti variabel
Komunikasi dan Motivasi mempengaruhi Kepuasan Kerja sebesar 56,1%,
sedangkan sisanya 43,9% dipengaruhi oleh faktor lain seperti Kepemimpinan,
Disiplin Kerja, Budaya Organisasi dan sebagainya.
238
254
3). Koefisien Determinasi Total
Untuk mencari nilai total R2 dengan menggunakan rumus :
Total R2 = 1 – (e1 x e2). Untuk menghitung e1 atau e2 pada persamaan struktur 1
atau 2 dengan cara sebagai berikut :
a). Menghitung e1 pada persamaan struktur 1 dengan cara (1-R2)
= (1 – 0,277) = 0,723
b). Menghitung e2 pada persamaan struktur 2 dengan cara (1-R2)
= (1 – 0,561) = 0,439
Jadi dapat diperoleh nilai total R2 = 1 – (e1 x e2). = 1 – (0,723 x 0,439)
= 1 – (0,317)
= 0,683
Kesimpulan untuk total R2 pada model yang digunakan adalah 0,683 atau 68,3%,
artinya bahwa model dengan persamaan ini, variabel independen mampu
menjelaskan variabel dependen sebesar 68,3%, dan sisanya 21,7% dipengaruhi
faktor lain sepert disiplin, komitmen, Insentif, Penghargaan, Lingkungan kerja,
Pengawasan Fungsional dan sebagainya.
e. Uji Korelasi
Dari hasil pengolahan data diperoleh hasil korelasi sebagaimana dalam tabel
berikut :
239
255
TABEL 30
Hasil Uji Pearson Correlation
X Y1 Y2
Spearman's
rho
X Correlation
Coefficient
1.000 .407**
.561**
Sig. (2-tailed) . .000 .000
N 155 155 155
Y1 Correlation
Coefficient
.407**
1.000 .690**
Sig. (2-tailed) .000 . .000
N 155 155 155
Y2 Correlation
Coefficient
.561**
.690**
1.000
Sig. (2-tailed) .000 .000 .
N 155 155 155
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
1). Korelasi antara Komunikasi dengan Kepuasan Kerja
Berdasarkan tabel 30 diatas diperoleh angka korelasi antara variabel Komunikasi
dengan Motivasi sebesar 0,561 dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05. sehingga
terjadi korelasi antara Komunikasi dengan Kepuasan Kerja.
2). Korelasi antara Motivasi dengan Kepuasan Kerja
Berdasarkan tabel 30 diatas diperoleh angka korelasi antara variabel Motivasi
dengan Kepuasan Kerja sebesar 0,690 dengan nilai signifikansi 0,001 < 0,05.
sehingga terjadi korelasi antara Motivasi dengan Kepuasan Kerja.
240
256
3). Korelasi antara Komunikasi dengan Motivasi
Berdasarkan tabel 30 diatas diperoleh angka korelasi antara variabel Motivasi
dengan Kepuasan Kerja sebesar 0,407 dengan nilai signifikansi 0,001 < 0,05.
sehingga terjadi korelasi antara Komunikasi dengan Motivasi.
f. Pengaruh Langsung, Tidak Langsung dan Pengaruh Total
Hasil uji untuk menggambarkan pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen baik pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh total
dapat disusun struktur sebagai berikut :
TABEL 31
Pengaruh Antar Variabel Langsung, Tidak Langsung dan Total
Langsung Tidak Langsung Total
Komunikasi
Motivasi
0,697
Komunikasi
Kepuasan Kerja
0,526
Komunikasi
Motivasi
0,697 X 0,526
=
0,526 + 0,366
=
Kepuasan Kerja 0,366 0,892
Sumber : Data Diolah
241
257
1). Pengaruh Langsung
Pengaruh langsung adalah pengaruh dari satu variabel bebas ke variabel terikat
tanpa melalui variabel dependen lainnya.
a) Pengaruh Komunikasi Terhadap Motivasi
Hasil uji dengan model persamaan regresi kedua yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa Komunikasi mempunyai standardized coefficient beta
sebesar 0,697 dengan signifikansinya 0,000, artinya bahwa Perilaku Komunikasi
mempunyai pengaruh langsung terhadap Motivasi
b) Pengaruh Komunikasi Terhadap Kepuasan Kerja
Hasil uji dengan model persamaan regresi kedua yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa Komunikasi terhadap Kepuasan Kerja mempunyai
standardized coefficient beta sebesar 0,526 dengan signifikasni 0,000, artinya
bahwa Komunikasi mempunyai pengaruh terhadap Kepuasan Kerja
2). Pengaruh Tidak Langsung
Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh dari suatu variabel bebas
mempengaruhi variabel terikat melalui variabel lain yang disebut variabel
intervening (intermediary). Pengaruh Tidak Langsung variabel Komunikasi
terhadap Kepuasan Kerja Melalui Motivasi. Hasil uji model persamaan regresi
pertama dan kedua yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pengaruh
Komunikasi terhadap Kepuasan Kerja sebesar 0,526. sedangkan Komunikasi
terhadap Motivasi sebesar 0,697. maka hasil tidak langsung Perilaku Kepala
Sekolah terhadap Kepuasan Kerja melalui motivasi sebesar 0,526 X 0,697 sama
dengan 0,366.
3). Pengaruh Total
Pengaruh total variabel Komunikasi terhadap Kepuasan Kerja melalui motivasi
yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pengaruh Komunikasi terhadap
242
258
Motivasi sebesar 0,697, dan komunikasi terhadap Kepuasan Kerja sebesar 0,526.
bila dijumlahkan 0,697 + 0,526 = 0,892. jadi pengaruh total sebesar 0,892.
Secara lengkap hasil analisis jalur dalam penelitian ini dapat disusun kesimpulan
analisis secara menyeluruh pengaruh dan hubungan antar variabel penelitian pada
gambar dibawah ini :
0,697 0,526
0,366
Gambar 3
Struktur Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung
B. Implikasi Manajerial
Berdasarkan hasil penelitian hipotesis tersebut diatas, maka dapat
diimplementasikan bahwa komunikasi berpengaruh secara langsung baik
dengan variabel motivasi maupun variabel kepuasan kerja, dan komunikasi
berpengaruh terhadap kepuasan kerja secara tidak langsung melalui motivasi.
Jadi motivasi sangat membantu dan mempengaruhi proses agar kepuasan kerja
dapat tercapai dengan baik.
KOMUNIKASI
MOTIVASI KEPUASAN
KERJA
243
259
C. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian dalam penelitian ini penulis membatasi hanya variabel
Komunikasi, Motivasi dan Kepuasan Kerja.
244
260
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penulis mengambil sampel penelitian sebanyak 155 guru SLTA Perguruan
Al-Islam Surakarta yang berada di wilayah Kota Surakarta.
2. Instrumen pertanyaan dinyatakan valid dan reliabel.
3. Hasil uji t pada persamaan diperoleh hasil :
c. Pengaruh Komunikasi terhadap Motivasi berpengaruh signifikan
d. Pengaruh Komunikasi terhadap Kepuasan Kerja berpengaruh signifikan.
4. Uji F
a. Hasil uji F pada persamaan 1 menunjukkan bahwa Komunikasi
berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja.
b. Hasil uji F pada persamaan 2 menunjukkan bahwa Komunikasi dan
Motivasi berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja.
6. Koefisien Determinasi
a. Uji R2 didapatkan hasil sebesar 0,277 atau 27,7%. yang berarti variabel
Komunikasi mempengaruhi Kepuasan Kerja sebesar 27,7%, sedangkan sisanya
72,3% dipengaruhi oleh faktor lain seperti lingkungan kerja, insentif dan
sebagainya.
b. Uji R2 didapatkan hasil sebesar 0,561 atau 56,1%. yang berarti variabel
Komunikasi dan Motivasi mempengaruhi Kepuasan Kerja sebesar 56,1%,
sedangkan sisanya 43,9% dipengaruhi oleh faktor lain seperti Kepemimpinan,
Disiplin Kerja, Budaya Organisasi dan sebagainya.
245
261
B. Saran
1. Yayasan Perguruan Al-Islam dalam peningkatan kepuasan kerja perlu
menggunakan pendekatan-pendekatan komunikasi yang baik, artinya
segala bentuk perintah maupun tugas harus jelas terutama dalam
penyampaiannya.
2. Motivasi kerja pegawai terus ditingkatkan dengan memberikan rangsangan
yang bersifat positif kepada pegawai, seperti penghargaan baik berupa
financial maupun non financial seperti kesempatan memperoleh jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, dan sebagainya.
3. Sebaiknya pimpinan memberikan arahan agar bekerja sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi dan lebih memperhatikan dan lebih menampung aspirasi
bawahan, dengan melaksanakan pertemuan rutin berupa rapat.
4. Untuk meningkatkan kepuasan kerja guru, agar penempatan guru
disesuaikan dengan latar belakang pendidikan dan bidang keahliannya.
5. Sebaiknya upaya untuk meningkatkan kepuasan kerja guru dengan
membangun dan meningkatkan budaya organisasi yang positif,
pelaksanaan kompetensi pedagogik bagi guru dan pemberian motivasi
para guru baik yang dapat dilakukan melalui pemberian insentif (honor),
penciptaan lingkungan kerja yang kondusif dalam artian lingkungan fisik
dan non fisik serta kepemimpinan yang akomodatif terhadap bawahan dan
tugas pekerjaan sehingga akan terwujud suatu kepuasan kerja guru yang
pada gilirannya akan tercipta suatu motivasi yang tinggi menuju
terwujudnya peningkatan kinerja guru.
246
262
6. Peneliti selanjutnya perlu memperlebar dan memperbanyak jumlah
variabel karena dalam penelitian ini jumlah variabel yang ada sering sekali
dipakai buat penelitian.
247
263
DAFTAR PUSTAKA
Abul Fidah Ismail bin Katsir, 1979, Muhtashar Ibn Katsir, Kairo, Isa Babil Halabi
Ahmad Warson Munawwir, 1984, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia,
Yogyakarta, Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta.
Al-Ghozali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, Ihya’ Ulumuddin, Beirut,
Libanon, Dar al-Ma’rifah.
Al-Abrasy, Athiyah, 1979, al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasifatuha, Mesir, Isa
al-Babi al-Halabi
Arikunto, Suharsimi. 2006, Prosedur apenelitian Suatu Pendekatan Praktis,
Jakarta, Rineka Cipta.
Asnawi, Sahlan. 2007, Teori Motivasi Dalam Pendekatan Psikologi Industri dan
Organisasi, Jakarta, Studia Press.
Brikan Barki al-Qurasyi, 1984, al-Qudwah wa Dauruha fi Tarbiyah an-nasy’,
Mekkah, al-Maktabah al-Faishaliyah.
Colcoitt, Le pine, Wesson, 2009, Organizational Behavior , New York, Mc
Graw-Hill International
Djatmiko, Rahmat. 1986, Pandangan Islam Tentang Pendidikan Luar Sekolah,
Dalam Pembangunan pendidikan Dalam Pendidikan Islam, IAIN Surabaya
Fattah, Nanan, 2001, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung Remaja
Rosdakarya.
Hamzah, Ya’cub, 1989, Publisistik Islam, Teknik dan Dakwah dan Leadership,
Semarang, Diponegoro
Handoko, T. Hani, 2008, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia,
Yogyakarta, BPFE.
Hasan, MZ, 1990, Statistik Inferensial Lanjut, Analisis Regresi dan Analisis Jalur,
Malang, IKIP Malang
Hasibuan, Malayu S.P. 2010, Organisasi dan Motivasi , Dasar Peningkatan
Produktivitas, Jakarta, Bumi Aksara.
……., 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi, Jakarta, Bumi
Aksara
251
248
264
Herabudin, 2009, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung, Pustaka
Setia.
Gerungan, WA. 1991, Psikologi Sosial, Bandung, Eresca.
Ibrahim. R, 2002, Kurikulum Pembelajaran, Bandung, UPI
Isbandi Rukminto Adi, 1994, Psikologi: Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan
Sosial, Dasar-Dasar Pemikiran, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Ismail, Noor, 2011, Manajemen Kepemimpinan Muhammad SAW, Mencontoh,
Teladan Kepemimpinan Rasul Untuk Kesempurnaan Manajemen Modern,
Bandung, Mizan.
Jalaluddin Rahmat 2002, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung Remaja
Rosdakarya.
Jawahir Thantawi, 1988, Unsur-unsur Manajemen Menurut Al-Qur’an, Jakarta,
Bulan Bintang.
Jurban Mas’ud, 1967, Raudut Tullab, Beirut, Darrul Ihmiyah
John.R. Schemerhorn, James G Hunt, and Ricard N. Osborn, 2005, Organization,
Behaviors, John Willey & Sons
John W, New Strom and Keith Davis, 2011, Organizational Behavior, Human
Behavior at Work, New York, Mc Graw-Hill.
Kafie, Jamaluddin, 1998, Mengikuti Peristiwa Khalifah dan Di Balik Al-Qur’an,
Surabaya, Bina Ilmu
KODI (Koordinator Dakwah Islam) DKI Jakarta, 1999, Idarah Masjid
(Manajemen Masjid), Jakarta.
Kreitner, Robert and Angelo Kinichi, 2010, Organizational Behavior, Mc Graw-
Hill International Editional
Kreitner, Robert dan Angelo Kinichi, 2005, Perilaku Organisasi (Organizational
Behavior). Penerjemah Erly Suandi, Jakarta, Salemba Empat.
Lioyd Byar and Leslie W. Rue, 2008, Human Resource Management, New York,
Mc Graw-Hill
Liphan, James M. 2005, The Principe Ship Concepts Competent And Case, New York and London, Longman
Michael Drafke, 2009, The Human side Of Organization, Prantice Hall.
249
265
Ma’arif, A. Syafi’I, 1985, Al-Qur’an Realitas Sosial dan Sejarah (Sebuah
Refleksi), Bandung, Pustaka.
Majid, Irfan al-Kailany, 1986, Al-Fikr Al-Tarbawy Inda Ibn Taimiyah, Madinah,
Maktabah, Dar al-Turats,
Muhammad, Arni, 2008, Komunikasi Organisasi, Jakarta, Bumi Aksara.
Muhaimin dkk, 2011, Manajemen Pendidikan, Aplikasinya dalam Penyusunan
Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah, Jakarta, Kencana Prenada Media
Group.
Mulyasa E. 2003, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Konsep Karakteristik dan
Implementasi). Bandung, Remaja Rosdakarya.
……….., 2012, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung, Remaja
Rosdakarya.
……….., 2004, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung, Remaja
Rosdakarya.
……….., 2012, Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta, Bumi
Aksara
Munandar, Utami 1992, Mengembangkan bakat dan Kreatifitas Anak Sekolah,
Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua, Jakarta, Grasindo
Nahlawy, 1979, Ushulu al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Asalibuha fi al-Bait wa al-
Madrasah wa al-Mujtama’, Mesir, Dar al- Fikr.
Nancy. I. Adler, 2008, International Demensions Of Organizational Behavior,
Thomson, South Western.
Nasir, Moh, 2005, Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia.
Ndraha, Talizuduhu, 2003, Budaya Organisasi, Jakarta, Rineka Cipta.
Prasetyo, Bambang, 2005, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta, Rajagrafindo
Persada.
Purwanto, M. Ngalim, 2006, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung,
Remaja Rosdakarya.
Rahman, dkk, 2006, Pedoman Supervisi, Jakarta, Departemin Pendidikan dan
Kebudayaan.
250
266
Raymond A. John R, Hollen Beck, Barry Gerhart, and Patrick M, Eright, Human
Resource Management, New York, Mc Graw-Hill.
Ridha, Rasyid, 1954, Tafsir al-Manar, Mesir, Darul Manar.
Rivai, Veithzal, 2009, Kepemimpinan dan Perilaku Organiosasi, Jakarta, Raja
Grafindo Persda.
Robert N. Lusier, 2001, Human In Organization, New York, Mc Graw-Hill.
Robins, Stephen P, 2009, Organizational Behavior, New Jersey, Pearson Prentice
Hall.
………., 2006, Organizational Behavior, Alih Bahasa Hdyana Pujaatmaka,
Jakarta, Indeks
Sardiman, 1987, Interaksio dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta, Rajawali
Pers.
Siagian, Sondamg P, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta Bumi
Aksara.
………., 2003, Teori dan Praktek Kepemimpinan, Jakarta, Rineka Cipta.
Sofyan, Efendi, 2012, Metode Penelitian Survei, Jakarta, LP3ES
Sudjana dan Ibrahim, 2004, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung, Sinar
Baru Algensindo.
Sugiyono, 2005, Metode Penelitian Administrasi, Bandung, Alfabeta.
………., 2010, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung,
Alfabeta.
Sunarto, 2010, Komunikasi Efektif & Kepemimpinan, Jakarta, Universitas Prof.
Dr. Moustopo (Beragama).
Suryabrata, Sumadi, 2011, Psikologi Pendidikan, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Suryadi, Ace dan Wiana Muluana, 2003, Kerangka Konseptual Mutu Pendidikan
dan Pembinaan Kemampuan Profesional Guru, Jakarta, Cardinas Metropole.
Sutanto, EM, dan Setiawan, B. Gaya Kepemimpinan yang Efektif Dalam Upaya
Meningkatkan Semangat dan Kegairahan Kerja, Karyawan, di Toserba, Sinarmas
Sidoarjo, Jurnal manajemen & Kewirausahaan, Vol.2, September, 2000.
Sutarto, 1986, Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi, Yogyakarta, Gajahmada
University Press.
251
267
Sutisno, Administrasi Pendidikan, Dasar Teoritis Untuk Praktik Profesional,
Bandung, Angkasa.
Sutopo, Henddyat, 2012, Perilaku Organisasi Teori dan Praktek di Bidang
Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Syahminan, Zaini, 1983, Kuliyah Akidah Islam, Surabaya, Al-Ikhlas.
Syah, Muhibbin, 2010, Psikologi Pendidikan Dengan Pendidikan Baru, Bandung,
Remaja Rosdakarya.
Syed Mahmudunasir, 1993, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung, Remaja
Rosdakarya.
Swardi, 2008, Manajemen Pembelajaran, Mencipta Guru Kreatif, dan
Berkompetensi, Surabaya, Trempian Media Grafika.
Uno, Hamzah B, 2011, Teori Motivasi dan Pengukurannya, Analisis di Bidang
Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara.
Usman, M. Uzer, 2006, Guru Profesional, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Wagiman, 2005, Persepsi Guru Terhadap Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah,
Jakarta, Tarakanita
Wahyo sumidjo, 2005, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tijauan Teoritik dan
Permasalahannya, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Wexley, Kenneth N dan Gary Yukl, 2005, Perilaku Organisasi dan Psikologi
Personalia, Jakarta, Rineka Cipta.
Wirawan, 2002, Budaya dan Iklim Organisasi: Teori Aplikasi dan Penelitian,
Jakarta, Salemba Empat.
Yamin, martinis, 2010, Standarisasi Kinerja Guru, Jakarta, Gaung Persada.
Yunus, Muhammad, 1973, Kamus Arab Indonesia, Jakarta, Yayasan
Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an.
Yukl, Gary, 2007, Kepemimpinan dalam Organisasi, Alih Bahasa Budi Spriyanto,
Jakarta, Indeks.
Zurle, Senyucel, 2009, Managing The Human Resource In The 21, Century, Aps.
Thoha, Miftah, 2010, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya,
Jakarta, Rajawali Pers.
252