laporan perekonomian...laporan ini memuat evaluasi perkembangan ekonomi sumatera utara serta prospek...
TRANSCRIPT
VISI DAN MISI
2
VISI DAN MISI
Visi Bank Indonesia
terbaik diantara negara emerging markets
Misi Bank Indonesia
1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah melalui efektivitas kebijakan moneter dan
bauran kebijakan Bank Indonesia.
2. Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas kebijakan makroprudensial
Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial Otoritas Jasa Keuangan.
3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan kebijakan sistem
pembayaran Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan Pemerintah serta mitra strategis
lain.
4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
melalui sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal dan reformasi
struktural pemerintah serta kebijakan mitra strategis lain.
5. Memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan pembiayaan ekonomi, termasuk
infrastruktur, melalui akselerasi pendalaman pasar keuangan.
6. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional hingga di tingkat
daerah.
7. Memperkuat peran internasional, organisasi, sumber daya manusia, tata kelola dan sistem
informasi Bank Indonesia.
Nilai-nilai Strategis
(i) kejujuran dan integritas (trust and integrity); (ii) profesionalisme (professionalism); (iii)
keunggulan (excellence); (iv) mengutamakan kepentingan umum (public interest); dan (v)
koordinasi dan kerja sama tim (coordination and teamwork) yang berlandaskan keluhuran nilai-
nilai agama (religi).
VISI DAN MISI
3
Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera
Utara
bagi pembangunan e
Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera
Utara
Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas sistem
keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk
mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan
berkesinambungan.
KATA PENGANTAR
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun Laporan Perekonomian Provinsi Sumatera Utara
Periode Mei 2019. Laporan ini memuat evaluasi perkembangan ekonomi Sumatera Utara serta
prospek ekonomi tahun 2019. Publikasi laporan ini juga sekaligus menjadi bagian dari misi Kantor
Perwakilan Bank Indonesia untuk dapat berkontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah.
Pertama, kami ingin menyampaikan kondisi perekonomian Sumatera Utara periode triwulan
I 2019. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2019 tumbuh kuat, mencapai 5,30%
(yoy) sama dengan triwulan sebelumnya. Realisasi ini lebih tinggi dibandingkan nasional dan
merupakan yang tertinggi dibandingkan periode yang sama sejak 2014. Tentu, kondisi ini menjadi
sinyal yang baik bagi perekonomian tahun 2019. Tingginya pertumbuhan periode ini didorong oleh
kenaikan konsumsi pemerintah dan konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT), serta
berkurangnya tekanan impor di tengah konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor yang melambat.
Dari sisi sektoral, perbaikan sektor konstruksi dan jasa-jasa mendorong perekonomian awal tahun,
ditengah sektor pertanian serta perdagangan yang melambat. Memasuki triwulan II 2019,
perekonomian Sumatera Utara diprediksi tumbuh meningkat, ditopang oleh perbaikan kinerja
konsumsi rumah tangga seiring dengan aktivitas belanja pada bulan ramadhan dan lebaran yang
meningkat, didukung oleh pencairan dana Tunjangan Hari Raya (THR) dan kenaikan gaji ASN.
Ke depan, kami memperkirakan potensi perbaikan ekonomi masih terbuka. Perekonomian
tahun 2019 diperkirakan tumbuh lebih tinggi, berada di kisaran 5,0% 5,5%. Pelaksanaan pilpres
2019 diperkirakan menjadi motor penggerak konsumsi pemerintah dan konsumsi LNPRT di tahun
politik ini. Di sisi lain, net ekspor antar daerah juga diperkirakan meningkat seiring dengan
berlanjutnya program biodiesel B-20 yang mendorong kenaikan permintaan CPO dalam negeri.
Tidak hanya itu, akselerasi pembangunan infrastruktur untuk konektivitas maupun pengembangan
kawasan ekonomi-pariwisata juga diyakini akan mendorong efisiensi logistik dan peningkatan
produktivitas perekonomian.
Dari sisi perkembangan harga, tekanan inflasi Sumatera Utara triwulan I tahun 2019 tercatat
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok bahan makanan memberikan andil
penurunan tekanan inflasi pada periode berjalan seiring dengan masih berlangsungnya panen raya
di sentra penghasil tanaman pangan dan hortikultura khususnya cabai merah. Meski demikian, kami
melihat adanya kecenderungan peningkatan tekanan inflasi di akhir 2019. Kondisi ini didorong oleh
meningkatnya tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, kelompok
sandang, serta transportasi yang mulai terlihat pada April 2019. Meski demikian, kami
memperkirakan tekanan inflasi di akhir tahun masih berada di rentang sasaran 3,5%±1%.
KATA PENGANTAR
6
Merespon hal tersebut, kami akan terus melakukan upaya pengendalian inflasi dalam
kerangka kerja Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota. Sebagaimana yang dituangkan dalam program kerja pengendalian inflasi, kegiatan
pengendalian tersebut difokuskan pada empat pilar utama yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan
pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif.
Akhirnya, selain sebagai referensi yang bermanfaat, kami mengharapkan buku ini dapat
memperkuat optimisme akan prospek perekonomian Sumatera Utara yang lebih baik ke depan.
Selain itu, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyediaan data dan informasi yang kami perlukan antara lain Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera
Utara, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara, Badan Pusat
Statistik (BPS), perbankan, akademisi, dan instansi pemerintah lainnya. Kami menyadari bahwa
cakupan dan analisis dalam KEKR masih belum sepenuhnya sempurna sehingga saran, masukan serta
dukungan informasi/data dari pembaca sekalian sangat diharapkan guna peningkatan kualitas dari
laporan ini
Medan, Mei 2019
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SUMATERA UTARA
Wiwiek Sisto Widayat Direktur Eksekutif
DAFTAR ISI
8
DAFTAR ISI
VISI DAN MISI .................................................................................................................................. 2
KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... 5
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... 8
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................................ 11
DAFTAR TABEL .............................................................................................................................. 14
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................... 15
TABEL INDIKATOR......................................................................................................................... 16
RINGKASAN UMUM ...................................................................................................................... 17
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH ........................................................ 21
1.1 Perekonomian Sumatera Utara Stabil............................................................................... 22
1.2 Konsumsi Pemerintah Menjaga Roda Perekonomian ....................................................... 24
1.3 Akselerasi Lapangan Usaha Konstruksi Menopang Perekonomian................................... 29
BOKS 1 : PROSPEK CPO SUMATERA UTARA DI 2019 DAN DAMPAK KEBIJAKAN BIODIESEL
NASIONAL ..................................................................................................................................... 34
KEUANGAN PEMERINTAH ........................................................................................... 38
2.1 Gambaran Umum APBD 2019 ........................................................................................ 39
2.1.1 Anggaran Pendapatan APBD 2019 ................................................................................... 39
2.1.2 Anggaran Belanja APBD 2019 ......................................................................................... 40
2.2 Realisasi APBD Triwulan I 2019 ...................................................................................... 40
2.2.1 Realisasi Pendapatan Triwulan I 2019 .............................................................................. 40
2.2.2 Realisasi Belanja APBD Triwulan I 2019 .......................................................................... 41
2.3 Efisiensi APBN Provinsi Sumatera Utara 2019 ................................................................. 43
2.3.1 Realisasi Pendapatan APBN Provinsi Sumatera Triwulan I Masih Terbatas ...................... 44
2.3.2 Realisasi Belanja APBN Meningkat pada Triwulan I ........................................................ 44
BOKS 2 : Inovasi dan Perluasan Elektronifikasi Transaksi Pemerintah dalam Mendorong
Pertumbuhan dan Transformasi Digital ........................................................................................... 47
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ........................................................................... 51
3.1 Meredanya Tekanan Inflasi Triwulan I 2019 .................................................................... 52
3.2 Kelompok Bahan Makanan Menjadi Penahan Laju Inflasi ............................................... 53
3.2.1 Deflasi Kelompok Bahan Makanan Lebih Dalam ............................................................. 53
3.2.2 Penurunan Laju Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau ............ 54
3.2.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Menjadi Pendorong Tekanan
Inflasi 54
3.2.4 Peningkatan Laju Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan ................. 55
3.3 Inflasi Spasial Mereda ...................................................................................................... 55
DAFTAR ISI
9
3.3.1 Kota Medan Sebagai Sumber Penahan Inflasi Sumatera Utara ......................................... 56
3.3.2 Penurunan Laju Inflasi Kota Pematangsiantar ................................................................... 56
3.3.3 Penurunan Inflasi Kota Sibolga Menjadi Yang Terdalam .................................................. 57
3.3.4 Peningkatan Laju Inflasi Kota Padangsidimpuan .............................................................. 57
3.4 Tracking Inflasi ................................................................................................................ 58
3.4.1 Inflasi April Meningkat ..................................................................................................... 58
3.4.2 Peningkatan Inflasi Triwulan II 2019 ................................................................................ 59
3.5 Program Pengendalian Inflasi Daerah .............................................................................. 60
BOKS 3 : ROADMAP PENGENDALIAN INFLASI SUMATERA UTARA 2019 2021 ..................... 64
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN
UMKM 66
4.1 KINERJA PERBANKAN SECARA UMUM ......................................................................... 67
4.2 INTERMEDIASI PERBANKAN .......................................................................................... 68
4.2.1 Dana Pihak Ketiga ............................................................................................................ 68
4.2.2 Perkembangan Kredit ....................................................................................................... 69
4.2.3 Penyaluran Kredit berdasarkan Kota/Kabupaten ............................................................... 71
4.2.4 Penyaluran Kredit UMKM ................................................................................................ 72
4.3 KINERJA KORPORASI KEUANGAN DAN NON KEUANGAN ........................................ 73
4.3.1 Sumber Kerentanan Korporasi .......................................................................................... 73
4.3.2 Penyaluran Kredit Korporasi ............................................................................................. 74
4.4 KINERJA RUMAH TANGGA ............................................................................................ 74
4.4.1 Sumber Kerentanan Rumah Tangga ................................................................................. 74
4.4.2 Penyaluran Kredit Rumah Tangga .................................................................................... 75
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH ..................................... 78
5.1 Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai ............................................................... 79
5.1.1 Perkembangan Transaksi Menggunakan SKNBI dan RTGS ............................................... 79
5.1.2 Upaya Pengembangan Layanan Keuangan Non Tunai dan Elektronifikasi ....................... 80
5.2 Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai ....................................................................... 81
5.3 Kelancaran Sistem Pembayaran ....................................................................................... 82
5.3.1 Penanganan Uang Tidak Asli ........................................................................................... 82
5.3.2 Penyediaan Uang Rupiah ................................................................................................. 82
5.3.3 Pengawasan Kegiatan Penukaran Valuta Asing ................................................................ 83
5.3.4 Pengawasan Penyelenggaraan Transfer Dana (PTD) ........................................................ 83
5.3.5 Layanan Keuangan Digital ............................................................................................... 84
BOKS 4 : INOVASI SISTEM PEMBAYARAN .................................................................................... 85
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN ................................................................. 90
6.1 Ketenagakerjaan .............................................................................................................. 91
6.2 Kesejahteraan .................................................................................................................. 95
DAFTAR ISI
10
6.2.1 Nilai Tukar Petani ............................................................................................................ 95
6.2.2 Kemiskinan ...................................................................................................................... 96
6.2.3 Ketimpangan Pendapatan ................................................................................................. 98
BOKS 5 : Strategi Pengembangan Sektor Ekonomi Wilayah Pantai Barat dan Kepulauan di Provinsi
Sumatera Utara ............................................................................................................................. 102
PROSPEK PEREKONOMIAN ......................................................................................... 105
7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi ..................................................................................... 106
7.2 Prospek Inflasi................................................................................................................ 109
7.3 Rekomendasi ................................................................................................................. 111
DAFTAR ISTILAH .......................................................................................................................... 113
DAFTAR GRAFIK
11
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Perkembangan PDRB dan PDB ...................................................................................... 22 Grafik 1.2 Perkembangan Dunia Usaha .......................................................................................... 22 Grafik 1.3 Penjualan 3 bulan kedepan ............................................................................................ 23 Grafik 1.4 Andil Permintaan Domestik dan Eksternal ..................................................................... 24 Grafik 1.5 Perkembangan Indeks Survei Penjalan Eceran ............................................................... 24 Grafik 1.6 Perkembangan Konsumsi terhadap Pembelian Barang Tahan Lama ............................... 25 Grafik 1.7 Perkembangan Kredit Rumah Tangga ............................................................................. 25 Grafik 1.8 Perkembangan Kredit Modal Kerja ................................................................................. 26 Grafik 1.9 Perkembangan Ekspor CPO ............................................................................................ 27 Grafik 1.10 Perkembangan Harga CPO Internasional ..................................................................... 27 Grafik 1.11 Ekspor Karet ................................................................................................................. 27 Grafik 1.12 Perkembangan Harga Karet Internasional .................................................................... 28 Grafik 1.13 Perkembangan Impor Berdasarkan Kelompok Barang .................................................. 28 Grafik 1.14 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ............................................................................... 28 Grafik 1.15 Perkembangan Nilai Tukar Petani ................................................................................ 30 Grafik 1.16 Likert Scale Kapasitas Utilisasi ..................................................................................... 31 Grafik 1.17 Perkembangan Total Bongkar Barang di Pelabuhan Belawan ...................................... 31 Grafik 1.18 Perkembangan Kredit Konstruksi .................................................................................. 32 Grafik 1.19 Perkembangan Penjualan Semen ................................................................................. 32 Grafik 1.20 Realisasi Kegiatan Usaha Perdagangan ........................................................................ 32 Grafik 1.21 Penumpang Pesawat Internasional dan Domestik ........................................................ 33 Grafik 1.22 Penyaluran Dana Replanting BPDPKS di Sumatera tahun 2018 (sd Okt) ..................... 34 Grafik 2.1 Perkembangan APBD Provinsi Sumatera Utara (Miliar Rp) ............................................ 39 Grafik 2.2 Perkembangan DOF APBD Provinsi Sumatera Utara ..................................................... 39 Grafik 2.3 Proporsi Anggaran PAD Provinsi Sumatera Utara........................................................... 40 Grafik 2.4 Proporsi Anggaran Belanja Provinsi Sumatera Utara ...................................................... 40 Grafik 2.5 Komposisi Realisasi Pendapatan APBD Triwulan I 2019 ................................................ 41 Grafik 2.6 Realisasi Belanja Operasi APBD Triwulan I 2018 .......................................................... 43 Grafik 2.7 Pagu APBN Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Belanja ............................................. 43 Grafik 2.8 Pangsa Penerimaan APBN .............................................................................................. 44 Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Sumatera Utara dan Nasional ...................................................... 52 Grafik 3.2 Inflasi Bulanan Sumatera Utara ...................................................................................... 52 Grafik 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan .................................................................................. 54 Grafik 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau .................................... 54 Grafik 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Listrik, Air & Gas ............................................................. 55 Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan .......................................... 55 Grafik 3.7 Disagregasi Inflasi Kota Medan ...................................................................................... 56 Grafik 3.8 Disagregasi Inflasi Kota Pematangsiantar........................................................................ 57 Grafik 3.9 Disagregasi Inflasi Kota Sibolga ...................................................................................... 57 Grafik 3.10 Disagregasi Inflasi Kota Padangsidimpuan ................................................................... 58 Grafik 3.11 Disagregasi Inflasi April 2019 ...................................................................................... 59 Grafik 3.12 Data Historis Inflasi Nasional dan Sumatera Utara ....................................................... 64
DAFTAR GRAFIK
12
Grafik 4.1. Perkembangan Intermediasi Perbankan......................................................................... 67 Grafik 4.2. Dana Pihak Ketiga ......................................................................................................... 68 Grafik 4.3. Proporsi Dana Pihak Ketiga ........................................................................................... 69 Grafik 4.4. Penghimpunan DPK per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ........................................ 69 Grafik 4.5. Perkembangan Kredit Berdasarkan Penggunaan ............................................................ 69 Grafik 4.6. Proporsi Kredit Berdasarkan Penggunaan ...................................................................... 69 Grafik 4.7. Proporsi Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi ................................................................. 70 Grafik 4.8. Perkembangan Penyaluran Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Sektor Ekonomi ............. 70 Grafik 4.9. Perkembangan Kualitas Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Sektor Ekonomi Utama ....... 71 Grafik 4.10. Grafik Perkembangan Loan at Risk (LaR) ..................................................................... 71 Grafik 4.11. Penyaluran Kredit Berdasarkan Kab/Kota .................................................................... 71 Grafik 4.12. Kualitas Kredit (NPL) berdasarkan Kabupaten/Kota ..................................................... 72 Grafik 4.13. Penyaluran kredit UMKM............................................................................................ 72 Grafik 4.14. Proporsi Kredit UMKM ................................................................................................ 72 Grafik 4.15. Perkembangan Kredit UMKM berdasarkan sektor ekonomi ........................................ 72 Grafik 4.16. Perkembangan Kualitas Kredit UMKM ........................................................................ 73 Grafik 4.17. Perkembangan NPL Kredit UMKM Berdasarkan Kabupaten/Kota ................................ 73 Grafik 4.18. Perkembangan Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan ................................. 74 Grafik 4.19. Perkembangan Kredit Korporasi berdasarkan sektor Ekonomi ..................................... 74 Grafik 4.20. Indeks Keyakinan Konsumen ...................................................................................... 75 Grafik 4.21. Indeks Pengeluaran Rumah Tangga di Sumatera Utara ............................................... 75 Grafik 4.22. Debt to Service Ratio berdasarkan Pengeluaran .......................................................... 75 Grafik 4.23. Debt to Service Ratio berdasarkan Lapangan Usaha .................................................. 75 Grafik 4.24. Proporsi Kredit Rumah Tangga .................................................................................... 75 Grafik 4.25. Perkembangan Penyaluran Kredit Rumah Tangga ....................................................... 76 Grafik 4.26. NPL Kredit Rumah Tangga di Sumatera Utara ............................................................. 76 Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi RTGS Sumatera Utara ............................................................. 79 Grafik 5.2 Pertumbuhan Transaksi Kliring Nominal dan Volume (YoY) ....................................... 79 Grafik 5.3 Perkembangan transaksi menggunakan ATM ................................................................. 79 Grafik 5.4 Perkembangan Transaksi RTGS Sumatera Utara ............................................................. 80 Grafik 5.5 Perkembangan implementasi Elektronifikasi Jalan Tol .................................................... 80 Grafik 5.6 Penyerapan Bantuan BPNT (Nominal) ........................................................................... 81 Grafik 5.7 Penyerapan Bantuan BPNT (Jumlah KPM) ...................................................................... 81 Grafik 5.8 Penyerapan Bantuan PKH (Nominal) ............................................................................. 81 Grafik 5.9 Penyerapan Bantuan PKH (Volume) ............................................................................... 81 Grafik 5.10 Perkembangan Inflow Outflow Sumatera Utara ........................................................ 82 Grafik 5.11 Kegiatan Penukaran Valuta Asing ................................................................................. 83 Grafik 6.1 Jumlah Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja ........................................................ 91 Grafik 6.2 Perkembangan Jumlah Angkatan Kerja dan TPAK Sumatera Utara ................................. 92 Grafik 6.3 Perkembangan Jumlah Penduduk Bekerja dan TPT ........................................................ 92 Grafik 6.4 Perkembangan Pangsa Kerja Formal dan Informal ......................................................... 92 Grafik 6.5 Indeks Penghasilan dan Tenaga Kerja ............................................................................ 92 Grafik 6.6 Proporsi Pekerja Sektoral ................................................................................................ 93 Grafik 6.7 NTP Sumatera Utara ...................................................................................................... 93 Grafik 6.8 Pangsa Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan ............................................................... 94 Grafik 6.9 TPT Berdasarkan Pendidikan .......................................................................................... 94 Grafik 6.10 Kategori TK Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama .................................................. 95 Grafik 6.11 Pertumbuhan NTP Sumatera Utara .............................................................................. 95 Grafik 6.12 Pertumbuhan Harga Gabah Kering Panen dan CPO lokal ............................................ 96 Grafik 6.13 Pertumbuhan NTP Sumatera Utara Berdasarkan Subsektor .......................................... 96 Grafik 6.14 Jumlah Penduduk Miskin Sumatera Utara .................................................................... 96
DAFTAR GRAFIK
13
Grafik 6.15 Jumlah Penduduk Miskin di Pedesaan dan Perkotaan .................................................. 97 Grafik 6.16 Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan ............................................................ 97 Grafik 6.17 Perkembangan Koefisien Gini Sumatera Utara ............................................................. 98 Grafik 6.18 Distribusi Pengeluaran Perkotaan ................................................................................. 98 Grafik 6.19 Distribusi Pengeluaran Pedesaan ................................................................................. 99 Grafik 6.20 IPM Sumut dan Nasional .............................................................................................. 99 Grafik 6.21 IPM 33 Kabupaten/Kota Sumut .................................................................................. 100 Grafik 6.22 PDRB dan Persentase Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara pada
tahun 2017 ................................................................................................................................... 102 Grafik 7.1 Outlook PBRB Sumatera Utara triwulan II 2019 ........................................................... 106 Grafik 7.2 Perkembangan UMP Provinsi Sumatera Utara ............................................................. 110
DAFTAR TABEL
14
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perkembangan PMA dan PMDN ..................................................................................... 26 Tabel 1.2 Outlook Produksi CPO Tahun 2019 ............................................................................... 34 Tabel 2.1 Pagu dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara ...................................... 42 Tabel 2.2 Pagu dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sumatera Utara ............................................ 42 Tabel 2.3 Pagu dan Realisasi APBN Berdasarkan Jenis Belanja ....................................................... 45 Tabel 2.4 Pagu dan Realisasi APBN Berdasarkan Fungsi ................................................................. 45 Tabel 2.5 Pagu dan Realisasi APBN Berdasarkan Wewenang ......................................................... 46 Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan .............................................................. 52 Tabel 3.2 Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan ............................................................ 53 Tabel 4.1. Kinerja Perbankan Sumatera Utara ................................................................................. 67 Tabel 5.1 Jumlah KUPVA dan PTD BB di Provinsi Sumatera Utara ................................................. 83 Tabel 5.2 Transaksi Penyelenggaraan Transfer Dana Triwulan I dan IV .......................................... 84 Tabel 5.3 Jumlah dan Transaksi Agen LKD di Sumatera Utara ........................................................ 84 Tabel 6.1 Klasifikasi Penduduk Bekerja (Pekerja Penuh/Tidak Penuh) ............................................ 94 Tabel 6.2 Komoditi Penyumbang Garis Kemiskinan ....................................................................... 97 Tabel 6.3 IPM Menurut Komponen ................................................................................................. 99 Tabel 6.4 Sektor Perekonomian Berdasarkan Empat Kelompok Potensi Ekonomi di Wilayah
Kepulauan dan Pantai Barat .......................................................................................................... 103 Tabel 6.5 Hasil Penelitian KPJU Unggulan UMKM Kabupaten/Kota ............................................. 104 Tabel 7.1 Proyeksi Harga Komoditas Internasional (Nominal US$) ............................................... 107 Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi .................................................................................... 109
DAFTAR GAMBAR
15
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Ilustrasi produksi kelapa sawit ..................................................................................... 29 Gambar 1.2 Konstruksi Jalan Tol dan Jalur Kereta Api di Provinsi Sumatera Utara ......................... 31
TABEL INDIKATOR
16
TABEL INDIKATOR
2019 **)
I II III IV I II III IV I II III IV IProduk Domestik Regional Bruto 4.66 5.49 5.28 5.25 4.53 5.14 5.24 5.56 4.73 5.27 5.38 5.30 5.30
Komponen Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga 4.61 4.85 4.87 5.56 5.63 5.51 4.66 4.73 4.98 6.34 6.15 5.99 4.13
Konsumsi LNPRT 4.00 4.70 3.33 2.96 3.96 3.70 2.76 2.63 7.06 11.10 13.27 13.99 23.85
Konsumsi Pemerintah 4.31 4.46 -3.53 -4.83 4.63 4.52 7.40 6.28 6.24 5.01 14.81 10.00 17.55
Investasi 5.25 5.67 4.42 4.11 4.02 4.73 6.09 8.71 7.83 9.90 11.61 11.48 6.24
Inventori -58.03 -45.25 50.27 34.36 13.36 10.14 -44.81 -24.60 -0.43 5.22 83.69 17.18 -9.88
Ekspor 3.34 3.58 0.01 3.82 1.32 -2.74 15.54 11.08 -0.31 7.10 2.57 2.65 1.03
Impor -4.44 -2.69 -3.40 1.49 2.01 -4.92 16.66 12.75 1.40 14.40 12.47 9.81 0.86
Komponen Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3.75 7.20 5.15 2.57 2.22 3.97 7.17 7.93 3.25 5.12 4.98 6.08 6.03
Pertambangan dan Penggalian 1.71 6.72 8.22 6.12 4.78 4.64 4.52 5.29 4.74 5.52 6.04 5.50 5.47
Industri Pengolahan 9.25 2.98 2.93 5.37 3.34 4.11 1.53 0.41 2.52 3.35 4.68 4.06 2.28
Pengadaan Listrik, Gas 3.49 10.98 7.13 -1.30 11.10 7.80 7.97 8.18 4.52 3.21 3.01 -0.25 1.85
Pengadaan Air 3.12 3.07 8.74 7.90 9.18 6.67 4.96 6.04 3.43 3.03 2.02 3.12 3.48
Konstruksi 3.47 5.99 5.48 7.37 5.21 5.88 7.36 8.55 6.87 5.95 5.24 3.91 7.42
PBE\ dan Reparasi 1.73 4.89 7.04 7.22 7.16 6.43 4.79 5.16 5.66 5.91 6.25 6.58 5.59
Transportasi dan Pergudangan 3.35 6.17 7.46 7.22 7.79 7.78 6.31 7.56 7.48 6.62 5.62 4.96 5.21
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4.25 5.70 7.66 8.50 6.71 7.04 7.72 7.79 7.48 7.70 6.82 8.11 8.72
Informasi dan Komunikasi 5.78 6.89 8.60 9.65 9.26 8.73 8.04 8.31 8.20 8.38 7.94 9.18 8.96
Jasa Keuangan 7.54 6.17 3.69 -0.57 -0.47 2.50 -1.13 1.07 1.87 0.74 4.31 0.05 0.30
Real Estate 4.55 5.25 6.79 6.92 9.41 8.69 7.01 5.32 5.31 5.09 5.47 5.48 4.79
Jasa Perusahaan 5.67 5.94 5.95 6.23 6.94 7.02 8.03 7.81 7.75 8.27 6.90 5.58 5.50
Administrasi Pemerintahan 2.81 5.05 2.15 2.12 1.21 0.67 3.35 4.73 5.86 6.01 6.15 6.44 8.37
Jasa Pendidikan 7.39 7.00 2.88 2.71 2.73 2.69 5.93 8.22 8.09 9.79 4.21 3.50 3.93
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7.92 5.24 8.55 7.74 6.88 7.35 7.83 8.46 6.61 6.27 5.27 5.50 5.40
Jasa lainnya 6.96 6.30 6.42 6.35 8.33 7.71 7.31 6.93 6.06 6.24 5.80 5.73 5.71
Keterangan : * ) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Arah
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara
Komponen Pengeluaran2016 2017 *) 2018 **)
RINGKASAN UMUM
17
RINGKASAN UMUM
ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL
Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2019 tumbuh kuat sebesar 5,30% (yoy). Stabilnya
perekonomian terutama didorong oleh peningkatan konsumsi pemerintah dan konsumsi Lembaga
Non Profit Rumah Tangga (LNPRT). Peningkatan sejalan dengan tingginya realisasi belanja
pemerintah dalam rangka persiapan pelaksanaan Pemilihan Umum 2019. Selain itu, impor yang
melambat juga turut menjaga pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Secara sektoral, perekonomian
Sumatera Utara ditopang oleh perbaikan kinerja Lapangan Usaha (LU) konstruksi dan stabilnya
kinerja LU pertanian. LU konstruksi terakselerasi didorong oleh giatnya pembangunan proyek
proyek infrastruktur yang dilakukan Pemerintah. Sementara pertumbuhan LU pertanian ditopang oleh
tingginya produksi tanaman pangan dan hortikultura.
Memasuki triwulan II 2019, perekonomian diperkirakan tumbuh membaik didorong oleh
akselerasi konsumsi rumah tangga dan investasi menjelang periode Hari Besar Keagamaan Nasional
(HBKN) Ramadhan dan Idul Fitri. Selain itu, ekspor juga diperkirakan tumbuh meningkat sejalan
dengan persediaan bahan baku yang mencukupi. Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi didukung
oleh peningkatan sektor sektor utama.
ASESMEN KEUANGAN DAERAH
Pagu anggaran pendapatan dan belanja APBD Provinsi Sumatera Utara sejak empat tahun terakhir
terus mengalami peningkatan. Pada triwulan I 2019, realisasi pendapatan APBD sedikit lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya. Sumber pendapatan Provinsi Sumatera Utara sebagian besar
(59,1%) masih berasal dari Pendapatan Transfer, yang menunjukkan belum tercapainya kemandirian
keuangan. Sementara itu realisasi belanja APBD triwulan I 2019 tercatat meningkat dibandingkan
tahun sebelumnya, yang bersumber dari belanja transfer. Di sisi lain, struktur dan realisasi APBN di
Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2019 mengalami penurunan seiring proyek-proyek strategis dan
prioritas yang telah selesai pada tahun sebelumnya.
RINGKASAN UMUM
18
ASESMEN INFLASI
Inflasi Sumatera Utara pada triwulan I 2019 menurun dibandingkan periode sebelumnya. Realisasi
inflasi triwulan I 2019 sebesar 1,05% (yoy). Kelompok Bahan Makanan menjadi andil penyumbang
deflasi tahunan pada triwulan I 2019. Memasuki bulan April, tekanan inflasi kembali meningkat jauh
diatas rata-rata historis. Kedepan, inflasi pada triwulan II 2019 diperkirakan akan meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya, sejalan dengan masuknya bulan Ramadhan dan HBKN Idul Fitri.
ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN
AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kondisi stabilitas keuangan Sumatera Utara pada triwulan I 2019 cukup baik yang tercermin dari
rasio intermediasi (LDR) yang berada di rentang optimal, di tengah pertumbuhan DPK yang lebih
tinggi dibandingkan kredit proyek yang berlokasi di Sumatera (kredit lokasi proyek). Penurunan
penyaluran kredit juga diikuti dengan penurunan kualitas kredit yang tercermin dari NPL yang
meningkat tipis namun masih berada di level yang terjaga. Sementara itu, secara umum kredit di
Provinsi Sumatera Utara lebih banyak dibiayai oleh perbankan dari luar provinsi yang tercermin dari
nominal penyaluran kredit lokasi proyek lebih besar dibandingkan dengan kredit lokasi Bank. Kinerja
korporasi dan rumah tangga tercatat masih baik tercermin dari penyaluran dan kualitas kredit serta
indeks keyakinan konsumen yang membaik.
ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Seiring dengan pola musiman, arus uang kartal di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sumatera Utara mengalami net inflow, mengindikasikan aktivitas ekonomi yang belum optimal.
Kondisi ini juga tercermin dari transaksi non tunai, dimana nilai transaksi RTGS dan SKNBI menurun
pada periode berjalan.
ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang meningkat pada triwulan I 2019,
kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Sumatera Utara juga membaik. Beberapa indikator
mengkonfirmasi perbaikan tersebut antara lain Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang menurun,
RINGKASAN UMUM
19
tingkat kemiskinan juga menurun diikuti dengan indeks keparahan dan kedalaman yang semakin
mengecil, dan ketimpangan pendapatan yang membaik. Hal ini juga mengindikasikan bahwa
kualitas pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara membaik.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Provinsi Sumatera Utara pada triwulan III 2019 diprakirakan tumbuh moderat di
tengah perkembangan inflasi yang kembali meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Moderasi
ekonomi bersumber dari kembali normalnya permintaan konsumsi rumah tangga paska periode
Ramadhan dan Lebaran, di tengah masih stabilnya investasi dan membaiknya net ekspor. Sementara
itu, laju perubahan harga-harga secara umum masih meningkat yang disumbangkan oleh
peningkatan tekanan inflasi komoditas bumbu-bumbuan, kelompok sandang, serta kelompok
transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan.
Secara keseluruhan tahun 2019, momentum perbaikan ekonomi diprakirakan terus berlanjut dengan
capaian inflasi yang masih berada dalam rentang sasaran inflasi nasional. Optimisme perekonomian
didukung oleh peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah serta perbaikan net ekspor, di tengah
kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi yang sedikit mengalami perlambatan dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Untuk inflasi, terdapat tren peningkatan laju inflasi kelompok bahan
makanan, kelompok makanan jadi, kelompok sandang, serta kelompok transportasi, komunikasi, dan
jasa keuangan. Meski demikian, inflasi akhir tahun 2019 masih akan berada dalam rentang sasaran
nasional sebesar 3,5 ± 1% (yoy).
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
21
PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO DAERAH
Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2019 tumbuh kuat di 5,30% (yoy). Stabilnya
perekonomian terutama didorong oleh peningkatan konsumsi pemerintah dan konsumsi Lembaga Non Profit
Rumah Tangga (LNPRT). Peningkatan sejalan dengan tingginya realisasi belanja pemerintah dalam rangka
persiapan pelaksanaan Pemilihan Umum 2019. Selain itu, impor yang melambat juga turut menjaga
pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Secara sektoral, perekonomian Sumatera Utara ditopang oleh perbaikan
kinerja Lapangan Usaha (LU) konstruksi dan stabilnya kinerja LU pertanian.
Memasuki triwulan II 2019, perekonomian diperkirakan tumbuh membaik didorong oleh akselerasi
konsumsi rumah tangga dan investasi menjelang periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Ramadhan
dan Idul Fitri. Selain itu, ekspor juga diperkirakan tumbuh meningkat sejalan dengan persediaan bahan baku
yang mencukupi. Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi didukung oleh peningkatan sektor sektor utama.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
22
1.1 Perekonomian Sumatera
Utara Stabil
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara
pada triwulan I 2019 terjaga stabil.
Perekonomian tumbuh 5,30% (yoy), atau
stabil di angka yang sama dengan triwulan IV
2018 (Grafik 1.1). Pencapaian ini lebih tinggi
dari nasional yang tercatat 5,07% (yoy) dan
tertinggi dibandingkan dengan periode yang
sama sejak tahun 2014. Stabilnya
perekonomian terutama didorong oleh
peningkatan konsumsi pemerintah dan
konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga
(LNPRT), serta berkurangnya tekanan impor,
di tengah konsumsi rumah tangga, investasi,
dan ekspor yang melambat.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.1 Perkembangan PDRB dan PDB
Akselerasi konsumsi pemerintah didorong
oleh peningkatan realisasi APBD Provinsi
dalam rangka pembayaran utang DBH.
Percepatan juga didukung oleh peningkatan
penyaluran APBN ke Daerah sejalan dengan
persiapan pelaksanaan Pemilihan Umum
(Pemilu) 2019. Kegiatan yang digelar serentak
pada 17 April 2019 ini juga turut mendorong
konsumsi LNPRT. Sementara itu, konsumsi
rumah tangga dan investasi tumbuh terbatas
disebabkan oleh moderasi aktivitas belanja
pasca Hari Besar Keagamaan Nasional
(HBKN) Natal dan Tahun Baru serta
konsolidasi investor swasta menjelang Pemilu
2019.
Di satu sisi, perlambatan ekspor dipengaruhi
oleh keterbatasan bahan baku untuk ekspor
Crude Palm Oil (CPO) dan karet. Hal tersebut
sejalan dengan masuknya musim trek kelapa
sawit dan gugur daun karet. Di sisi lain,
sejalan dengan tertahannya konsumsi rumah
tangga, impor tumbuh melambat dari
triwulan sebelumnya dan lebih lanjut
menjaga momentum perbaikan sisi eksternal.
Dari sisi lapangan usaha (LU), perekonomian
yang solid pada triwulan I 2019 didorong
oleh perbaikan LU konstruksi, sementara
pertanian tumbuh stabil dan industri
pengolahan serta perdagangan melambat.
Pertumbuhan ekonomi yang stabil juga
terkonfirmasi oleh pemantauan
perkembangan dunia usaha di triwulan I
2019 yang relatif stabil dibandingkan
triwulan sebelumnya (Grafik 1.2)
LU konstruksi terakselerasi didorong oleh
giatnya pembangunan proyek proyek
infrastruktur yang dilakukan Pemerintah.
Pertumbuhan LU pertanian ditopang oleh
tingginya produksi tanaman pangan dan
hortikultura sementara produksi tanaman
perkebunan relatif menurun. Penurunan
produksi tanaman perkebunan ini lebih lanjut
menahan kinerja industri pengolahan yang
bahan bakunya berasal dari subkelompok
tersebut, seperti industri kelapa sawit serta
industri karet. Selain itu, LU perdagangan
tumbuh terbatas dipengaruhi oleh normaliasi
konsumsi rumah tangga pasca libur akhir
tahun.
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.2 Perkembangan Dunia Usaha
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
23
Memasuki triwulan II 2019, perekonomian
diperkirakan tumbuh membaik.
Pertumbuhan ekonomi diprediksi ditopang
oleh perbaikan konsumsi rumah tangga
sejalan dengan realisasi Tunjangan Hari Raya
(THR) menjelang HBKN Ramadhan dan Idul
Fitri. Investasi diperkirakan kembali
menggeliat terutama untuk mengakomodir
tingginya permintaan pada periode
Ramadhan dan Lebaran. Hal ini juga
didukung oleh proyek proyek infrastruktur
Pemerintah yang masih berlanjut.
Sementara itu, konsumsi pemerintah
diperkirakan tetap tumbuh didorong oleh
belanja operasi yang terus berjalan. Namun,
pertumbuhan diperkirakan lebih terbatas
sejalan dengan moderasi belanja pasca
kegiatan Pemilu 2019 dan penyaluran Dana
Bagi Hasil (DBH) Provinsi ke Kabupaten/Kota.
Pasca pelaksanaan pesta demokrasi,
pertumbuhan konsumsi LNPRT juga
diprediksi akan mengalami perlambatan.
Dari sisi eksternal, kinerja ekspor
diperkirakan tumbuh lebih baik dari triwulan
sebelumnya ditopang oleh tersedianya bahan
baku serta harga komoditas yang tetap solid.
Sementara itu, permintaan negara negara
mitra dagang utama diprediksi terbatas
sejalan dengan perlambatan ekonomi.
Pertumbuhan impor diperkirakan lebih tinggi
dari triwulan sebelumnya sejalan dengan
tingginya aktivitas konsumsi rumah tangga.
Akselerasi impor juga diperkirakan didukung
oleh peningkatan impor bahan baku dan
barang modal untuk mendukung kinerja LU
LU utama. Optimisme perbaikan ekonomi
Sumatera Utara pada triwulan II 2019
tercermin oleh perbaikan ekspektasi
penjualan 3 bulan ke depan (Grafik 1.3).
Ke depan, masih terdapat beberapa faktor
risiko yang menghambat perbaikan
ekonomi. Gunung Sinabung yang kembali
mengalami erupsi pada 7 Mei 2019 berisiko
menurunkan kinerja sektor pertanian. Abu
vulkaniknya dapat menurunkan produksi
tanaman hortikultura dan buah - buahan di
Sumatera Utara, antara lain di Kabupaten
Karo yang menjadi salah satu sentra produksi
Sumatera Utara. Selain itu, perbaikan harga
komoditas diperkirakan masih bersifat
temporer sehingga berpeluang menahan
pertumbuhan ekspor. Perkembangan perang
dagang Tiongkok dan Amerika Serikat yang
terus bergejolak dan belum pasti serta
penetapan RED II serta black campaign1 yang
terjadi di Eropa berpotensi menurunkan harga
komoditas ekspor utama di pasar
internasional.
Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.3 Penjualan 3 bulan kedepan
1 Black campaign antaralain mengangkat isu Hak Asasi Manusia, tenaga kerja anak, dan
wanita, perburuhan, deforestasi, dan biodiversity.
2019 **)
I II III IV I II III IV I II III IV IProduk Domestik Regional Bruto 4.66 5.49 5.28 5.25 4.53 5.14 5.24 5.56 4.73 5.27 5.38 5.30 5.30
Komponen Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga 4.61 4.85 4.87 5.56 5.63 5.51 4.66 4.73 4.98 6.34 6.15 5.99 4.13 53.82
Konsumsi LNPRT 4.00 4.70 3.33 2.96 3.96 3.70 2.76 2.63 7.06 11.10 13.27 13.99 23.85 1.02
Konsumsi Pemerintah 4.31 4.46 -3.53 -4.83 4.63 4.52 7.40 6.28 6.24 5.01 14.81 10.00 17.55 7.12
Investasi 5.25 5.67 4.42 4.11 4.02 4.73 6.09 8.71 7.83 9.90 11.61 11.48 6.24 31.51
Inventori -58.03 -45.25 50.27 34.36 13.36 10.14 -44.81 -24.60 -0.43 5.22 83.69 17.18 -9.88 1.35
Ekspor 3.34 3.58 0.01 3.82 1.32 -2.74 15.54 11.08 -0.31 7.10 2.57 2.65 1.03 31.90
Impor -4.44 -2.69 -3.40 1.49 2.01 -4.92 16.66 12.75 1.40 14.40 12.47 9.81 0.86 26.71
ArahKomponen2016 2017 *) 2018 **)
Struktur
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
24
1.2 Konsumsi Pemerintah
Menjaga Roda
Perekonomian
Dari sisi penggunaan, pertumbuhan
ekonomi bersumber dari perbaikan
permintaan eksternal sementara
permintaan domestik tumbuh terbatas.
Permintaan domestik tetap tumbuh kuat
didorong oleh konsumsi pemerintah, tetapi
pertumbuhannya tertahan oleh perlambatan
konsumsi rumah tangga dan investasi.
Aktivitas belanja pemerintah mengalami
peningkatan terutama terkait penyaluran
utang DBH Provinsi ke Kabupaten/Kota serta
persiapan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan
Presiden (Pileg dan Pilpres) 2019. Namun,
menjelang pesta demokrasi tersebut, investor
disinyalir masih melakukan wait and see
sehingga menahan pertumbuhan investasi.
Sementara itu, perlambatan konsumsi rumah
tangga dipengaruhi oleh aktivitas belanja
masyarakat yang kembali normal pasca
HBKN Natal dan Tahun Baru.
Di satu sisi, permintaan eksternal mengalami
perbaikan ditopang oleh perlambatan impor
yang lebih tinggi dibandingkan perlambatan
ekspor (Grafik 1.4). Impor tumbuh melambat
terutama didorong oleh perlambatan impor
barang konsumsi sejalan dengan normaliasasi
aktivitas belanja masyarakat. Sementara itu,
kinerja ekspor tumbuh lebih rendah dari
triwulan sebelumnya disebabkan oleh
keterbatasan bahan baku komoditas ekspor
utama.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.4 Andil Permintaan Domestik dan Eksternal
Pada triwulan I 2019, konsumsi rumah
tangga tumbuh 4,13% (yoy), melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai 5,99% (yoy). Perlambatan
konsumsi rumah tangga sesuai dengan pola
musiman pasca HBKN Natal dan Tahun Baru.
Kegiatan berbelanja masyarakat kembali
normal pasca libur akhir tahun sehingga
menahan pertumbuhan konsumsi rumah
tangga. Perlambatan tersebut tercermin dari
penurunan indeks penjualan eceran dari 209
pada triwulan IV 2018 menjadi 206 pada
triwulan I 2019 (Grafik 1.5).
Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.5 Perkembangan Indeks Survei Penjalan Eceran
Di sisi lain, daya beli masyarakat dinilai
relatif terbatas sejalan dengan pertumbuhan
UMP tahun 2019 yang tercatat 8,03% (yoy),
lebih rendah dibandingkan tahun 2018, yaitu
8,71% (yoy). Masyarakat disinyalir masih
belum optimis terhadap kondisi ekonomi saat
ini, sehingga aktivitas konsumsi mengalami
penurunan. Hal tersebut terkonfirmasi oleh
pemantauan pembelian barang tahan lama
konsumen yang menurun serta berada di
level pesimis (di bawah 100) (Grafik 1.6).
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
25
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.6 Perkembangan Konsumsi terhadap Pembelian Barang Tahan Lama
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang
menurun tercermin dari indikator sisi
pembiayaan. Penyaluran kredit rumah tangga
pada triwulan I 2019 tumbuh 14,36% (yoy),
melambat dari 24,22% (yoy) pada triwulan
sebelumnya (Grafik 1.7). Deselerasi ini terjadi
pada seluruh jenis kredit, terutama kredit
multiguna yang menurun menjadi 6,11%
(yoy) dari 23,17% (yoy).
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik 1.7 Perkembangan Kredit Rumah Tangga
Pada triwulan II 2019, konsumsi rumah
tangga diperkirakan tumbuh membaik.
Akselerasi konsumsi rumah tangga diprediksi
didorong oleh tingginya aktivitas belanja
masyarakat terutama pada periode HBKN
Ramadhan dan Idul Fitri. Hal tersebut
didukung juga oleh daya beli masyarakat
yang menguat seiring dengan pencairan rapel
kenaikan gaji ASN di bulan April, pencairan
THR sebelum perayaan lebaran serta rencana
pencairan gaji ke-13 pada bulan Juni.
Penyaluran program bantuan sosial (bansos)
Pemerintah juga diperkirakan dapat
mendorong konsumsi rumah tangga lebih
lanjut lagi.
Berbeda dengan pola historisnya, konsumsi
pemerintah tumbuh meningkat di awal
tahun 2019. Pertumbuhan konsumsi
pemerintah mencapai 17,55% (yoy),
terakselerasi dibandingkan dengan triwulan
IV 2018 sebesar 10,00% (yoy). Peningkatan
konsumsi pemerintah terutama didorong oleh
tingginya realisasi penyaluran Transfer Pusat
ke Daerah dan realisasi APBD Provinsi.
Penyaluran Transfer Pusat ke Daerah triwulan
I 2019 tercatat Rp3,60 triliun, meningkat
9,1% dari realisasi periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar Rp3,30 triliun.
Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
kegiatan belanja dalam rangka persiapan
Pemilu 2019. Realisasi anggaran Komisi
Pemilihan Umum dan Badan Pengawas
Pemilihan Umum di triwulan I 2019 masing
masing meningkat sebesar 318,85% dan
245,98% dari realiasi periode yang sama
tahun sebelumnya.
Sementara itu, realisasi belanja dan transfer
APBD Provinsi pada triwulan I 2019 tercatat
Rp2,11 triliun, meningkat 64,61% dari
realisasi periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar Rp1,28 triliun.
Peningkatan tersebut sejalan dengan
peningkatan pagu anggaran belanja dan
transfer tahun 2019 yang tercatat Rp15,54
triliun, meningkat 12,09% dari tahun 2018
sebesar Rp13,87 triliun. Realisasi APBD
Provinsi pada triwulan I 2019 terutama
dialokasikan untuk belanja transfer sebesar
Rp1,49 triliun dalam rangka penyelesaian
utang DBH Provinsi ke Kabupaten/Kota
sesuai dengan arahan Gubernur Provinsi
Sumatera Utara. Adapun pembayaran
tersebut dilakukan secara bertahap sebanyak
lima kali pada Januari Februari 2019.
Memasuki triwulan II 2019, konsumsi
pemerintah diperkirakan tetap tumbuh
kuat. Pencairan rapel kenaikan gaji ASN di
bulan April, gaji ke-14 di bulan Mei, dan
rencana pencairan gaji ke-13 di bulan Juni
diperkirakan mendorong konsumsi
pemerintah dari sisi belanja pegawai. Namun
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
26
demikian, pertumbuhan diperkirakan lebih
terbatas akibat moderasi pasca pelaksanaan
Pemilu 2019 serta pencairan utang DBH.
Pertumbuhan investasi pada triwulan I
2019 tercatat 6,24% (yoy), menurun dari
11,48% (yoy) pada triwulan IV 2018.
Perlambatan tersebut dipengaruhi oleh proses
konsolidasi investor menjelang Pilpres 2019.
Pelaku usaha asing memerlukan kepastian
yang lebih tinggi untuk melakukan investasi,
sehingga keputusan investasi akan menunggu
proses pemilihan umum selesai. Sikap
tersebut terkonfirmasi oleh penurunan jumlah
proyek Penanaman Modal Asing (PMA)
(Tabel 1.1).
Tabel 1.1 Perkembangan PMA dan PMDN
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
Tidak hanya investor asing, investor dalam
negeri disinyalir juga menahan penanaman
modalnya. Berdasarkan hasil liaison kami,
sebagian pelaku usaha tidak melakukan
investasi karena fasilitas produksi yang masih
memadai. Sikap pelaku usaha ini tercermin
dari penurunan total Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN). Perlambatan investasi
juga terkonfirmasi oleh penurunan kredit
modal kerja (Grafik 1.8).
Sementara itu, selesainya beberapa
pembangunan proyek strategis nasional
multiyears di tahun 2018, seperti Pelabuhan
Kuala Tanjung dan Ruas Jalan Tol Medan
Tebing Tinggi juga mendorong perlambatan
investasi lebih lanjut. Meskipun demikian,
terdapat proyek proyek infrastruktur yang
masih terus berjalan sehingga menopang
pertumbuhan investasi, seperti Ruas Jalan Tol
Medan Binjai, Tebing Tinggi Kuala
Tanjung Parapat, dan Kisaran Indrapura
yang termasuk ke dalam Jalan Tol Trans
Sumatera serta Jalur Kereta Api Binjai
Besitang.
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik 1.8 Perkembangan Kredit Modal Kerja
Pada triwulan II 2019, kinerja investasi
diperkirakan kembali menggeliat.
Selesainya penyelenggaraan Pileg dan Pilpres
2019 diperkirakan mendorong kembali minat
investor untuk melakukan penanaman modal.
Selain itu, pelaku usaha juga diperkirakan
mendorong investasi untuk memperlancar
kegiatan usaha di tengah tingginya
permintaan domestik pada periode HBKN
Ramadhan dan Idul Fitri. Meskipun
pembangunan proyek infrastruktur lebih
terbatas, sisa proyek Tol Trans Sumatera
diperkirakan terus menopang pertumbuhan
investasi.
Kinerja ekspor di awal tahun 2019 tercatat
1,03% (yoy), menurun dari triwulan
sebelumnya yang tercatat 2,65% (yoy). Hal
ini terutama didorong oleh perlambatan
ekspor luar negeri yang mencapai 2,03%
(yoy) pada triwulan berjalan dari 5,00% (yoy)
pada triwulan sebelumnya. Deselerasi
tersebut disebabkan oleh keterbatasan bahan
Proyek (juta USD) Proyek (Rp miliar)
I 28 18.08 11 161.31
II 227 320.01 87 888.18
III 179 283.09 39 1129.53
IV 254 393.48 91 2685.23
I 52 195.31 24 4311.50
II 92 397.34 40 1440.30
III 53 332.31 33 2573.79
IV 329 423.42 187 3358.05
I 148 134.50 95 1531.74
II 148 153.38 95 1309.14
III 189 178.44 137 826.93
IV 133 53.69 79 613.74
I 22 63.60 130 453.29
2018
P: jumlah proyek; I: Ni lai Investasi
PeriodePMA PMDN
2016
2017
2019
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
27
baku CPO dan karet seiring dengan musim
trek kelapa sawit serta karet.
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.9 Perkembangan Ekspor CPO
Pada triwulan I 2019, pertumbuhan ekspor
CPO menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya baik secara nilai maupun volume
(Grafik 1.9). Perlambatan tersebut disebabkan
oleh keterbatasan pasokan kelapa sawit pada
musim trek. Berdasarkan negara tujuan,
deselerasi ekspor CPO terutama didorong
oleh ekspor ke India dan Eropa. Penurunan
ekspor CPO dan turunannya ke India
didorong oleh selisih bea masuk Refined CPO
Indonesia yang lebih tinggi 5% dari Malaysia
dengan adanya kesepakatan bilateral
Malaysia India yang mulai berlaku sejak 1
januari 2019. Di sisi lain, rencana penerapan
Renewable Energy Directive (RED) II
diperkirakan menahan kinerja ekspor CPO ke
Eropa. Melalui RED II, penggunaan biodiesel
berbasis sawit di Eropa akan dihapuskan
karena kelapa sawit digolongkan sebagai
nabati berisiko tinggi terhadap deforestasi.
Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik 1.10 Perkembangan Harga CPO Internasional
Perbaikan harga CPO internasional
mendorong peningkatan ekspor lebih lanjut.
Harga CPO di pasar internasional triwulan I
2019 tercatat USD492/metric ton atau
tumbuh -21,75% (yoy) meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya
USD458/metric ton dengan pertumbuhan
sebesar -26,63% (yoy) (Grafik 1.10).
Perbaikan tersebut didorong oleh penurunan
stok minyak sawit dan minyak nabati lainnya
di negara negara produsen utama.
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.11 Ekspor Karet
Di samping itu, pertumbuhan ekspor karet
pada triwulan I 2019 menurun baik secara
nilai maupun volume (Grafik 1.11).
Perlambatan tersebut didorong oleh belum
optimalnya tingkat produksi pabrik sejalan
dengan keterbatasan bahan baku. Ditengah
periode gugur daun karet, petani masih
enggan untuk melakukan penderesan
sehingga bahan baku semakin sulit
didapatkan. Produktivitas lahan karet yang
rendah juga mempersulit perolehan bahan
baku. Bahan baku yang terbatas juga memicu
tingginya tingkat persaingan antar industri
pengolahan karet untuk mendapatkan bahan
baku dari agen.
Penurunan permintaan dari Tiongkok dengan
tingginya persediaan karet di negara tersebut
turut mendorong perlambatan ekspor karet.
Namun demikian, perlambatan ekspor
tertahan oleh perbaikan harga karet di pasar
global. Pada triwulan I 2019, harga karet
internasional tumbuh 7,00%, jauh di atas
triwulan sebelumnya yang terkontraksi
sebesar -13,98% (Grafik 1.12). Peningkatan
tersebut ditopang oleh rencana kesepakatan
pembatasan ekspor karet oleh tiga negara
produsen utama, yaitu Thailand, Malaysia,
dan Indonesia melalui Agreed Export
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
28
Tonnage Scheme (AETS) sebesar 240.000
ton2.
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.12 Perkembangan Harga Karet Internasional
Memasuki triwulan II 2019, ekspor
diperkirakan mengalami perbaikan
didukung oleh ketersediaan bahan baku
yang melimpah sejalan dengan
terlewatinya musim trek perkebunan.
Perbaikan harga komoditas karet dengan
penerapan AETS sejak 1 April 2019 31 Juli
2019 diperkirakan turut mendorong
pertumbuhan ekspor. Akselerasi ekspor juga
didukung oleh harga CPO yang solid sejalan
dengan menguatnya permintaan dari negara
negara di Asia (Tiongkok, India, Pakistan, dan
Timur Tengah sementara permintaan dari
kawasan lainnya relatif terbatas.
Membuka tahun 2019, impor tumbuh
0,86% (yoy), melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat 9,81%
(yoy). Perlambatan terutama terjadi pada
impor luar negeri yang mencapai 0,82% (yoy)
dari 17,13% (yoy) pada triwulan IV 2018.
Deselerasi impor terutama ditopang oleh
penurunan impor barang konsumsi sejalan
dengan normalisasi konsumsi rumah tangga
pasca libur akhir tahun (Grafik 1.13).
Penurunan tersebut terutama terjadi pada
impor makanan dan minuman yang telah di
proses untuk kebutuhan rumah tangga dan
alat transportasi non industrial. Selain itu,
penguatan nilai tukar rupiah yang tercatat
2 Thailand, Indonesia, dan Malaysia akan mengurangi volume ekspor karet alam masing
Rp14.745,-, dari Rp14.136,- pada triwulan IV
2018 turut mendukung perlambatan impor
lebih lanjut (Grafik 1.14).
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.13 Perkembangan Impor Berdasarkan Kelompok Barang
Selain itu, deselerasi impor juga didorong
oleh penurunan impor bahan baku dan
barang modal. Berkurangnya impor bahan
baku sejalan dengan kinerja industri
pengolahan yang cenderung terbatas.
Sementara itu, penurunan impor barang
modal didorong oleh proses konsolidasi
pelaku usaha menjelang Pemilu 2019.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.14 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Pada triwulan II 2019, impor diperkirakan
meningkat ditopang oleh peningkatan
impor dari seluruh kelompok barang.
Impor barang konsumsi, seperti makanan dan
minuman diperkirakan meningkat didorong
oleh tingginya antusiasme masyarakat
merayakan lebaran. Impor barang baku dan
barang modal diperkirakan tumbuh sejalan
dengan peningkatan kapasitas produksi
dalam rangka memenuhi kebutuhan pada
periode HBKN Ramadhan dan Idul Fitri.
Selain itu, berlanjutnya proyek strategis
pemerintah diperkirakan turut menopang
peningkatan impor.
masing sebesar 126.240 ton, 98.160 ton, dan 15.600 ton selama empat bulan.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
29
1.3 Akselerasi Lapangan Usaha
Konstruksi Menopang
Perekonomian
Secara sektoral, perekonomian Sumatera
Utara ditopang oleh perbaikan kinerja LU
konstruksi dan stabilnya kinerja LU
pertanian. Namun demikian perlambatan LU
industri pengolahan dan perdagangan
menahan akselerasi pertumbuhan ekonomi
lebih lanjut. Adapun keempat LU tersebut
memberikan porsi 73% terhadap
perekonomian Sumaetra Utara di triwulan I
2019.
Akselerasi LU konstruksi didorong oleh
pembangunan beberapa proyek multiyears,
seperti Jalan Tol Trans Sumatera, Kereta Api
Medan Bandar Khalifah, dan Kereta Api
Binjai Besitang. Sementara itu, LU pertanian
tercatat stabil ditopang oleh panen raya
tanaman pangan dan hortikultura sementara
komoditas perkebunan mengalami musim
trek. Kedua sektor tersebut memberikan
kontribusi masing masing sebesar 0,92%
dan 1,49% terhadap pertumbuhan ekonomi
triwulan I 2019.
Keterbatasan bahan baku dari kelapa sawit,
karet, dan tembakau serta penurunan
permintaan, baik domestik maupun ekspor,
mendorong perlambatan kinerja LU industri
pengolahan. Meskipun demikian, tingginya
kinerja industri kertas dan percetakan akibat
persiapan Pemilu 2019 menahan
perlambatan lebih lanjut. LU perdagangan
tumbuh melambat sejalan dengan moderasi
konsumsi rumah tangga pasca libur akhir
tahun.
Pada triwulan I 2019, LU pertanian
tumbuh 6,08% (yoy), stabil dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 6,03% (yoy).
Pertumbuhan tersebut ditopang oleh panen
raya tanaman pangan dan hortikultura sejalan
dengan cuaca yang mendukung. Produksi
padi periode Januari Maret 2019 mencapai
1,9 juta ton sejalan dengan panen di
Kabupaten Mandailing Natal, Langkat,
Serdang Bedagai, Tapanuli Selatan, dan Deli
Serdang. Sementara itu, subkategori
hortikultura terutama didorong oleh panen
raya cabai merah di Kabupaten Simalungun,
Dairi, dan Karo.
Sumber: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Pusat, diolah
Gambar 1.1 Ilustrasi produksi kelapa sawit
Di satu sisi, pertumbuhan LU pertanian
tertahan oleh penurunan produksi
2019 **)
I II III IV I II III IV I II III IV IProduk Domestik Regional Bruto 4.66 5.49 5.28 5.25 4.53 5.14 5.24 5.56 4.73 5.27 5.38 5.30 5.30
Komponen Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3.75 7.20 5.15 2.57 2.22 3.97 7.17 7.93 3.25 5.12 4.98 6.08 6.03 20.74
Pertambangan dan Penggalian 1.71 6.72 8.22 6.12 4.78 4.64 4.52 5.29 4.74 5.52 6.04 5.50 5.47 1.27
Industri Pengolahan 9.25 2.98 2.93 5.37 3.34 4.11 1.53 0.41 2.52 3.35 4.68 4.06 2.28 19.45
Pengadaan Listrik, Gas 3.49 10.98 7.13 -1.30 11.10 7.80 7.97 8.18 4.52 3.21 3.01 -0.25 1.85 0.11
Pengadaan Air 3.12 3.07 8.74 7.90 9.18 6.67 4.96 6.04 3.43 3.03 2.02 3.12 3.48 0.10
Konstruksi 3.47 5.99 5.48 7.37 5.21 5.88 7.36 8.55 6.87 5.95 5.24 3.91 7.42 14.13
PBE\ dan Reparasi 1.73 4.89 7.04 7.22 7.16 6.43 4.79 5.16 5.66 5.91 6.25 6.58 5.59 18.66
Transportasi dan Pergudangan 3.35 6.17 7.46 7.22 7.79 7.78 6.31 7.56 7.48 6.62 5.62 4.96 5.21 5.02
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4.25 5.70 7.66 8.50 6.71 7.04 7.72 7.79 7.48 7.70 6.82 8.11 8.72 2.41
Informasi dan Komunikasi 5.78 6.89 8.60 9.65 9.26 8.73 8.04 8.31 8.20 8.38 7.94 9.18 8.96 2.09
Jasa Keuangan 7.54 6.17 3.69 -0.57 -0.47 2.50 -1.13 1.07 1.87 0.74 4.31 0.05 0.30 2.96
Real Estate 4.55 5.25 6.79 6.92 9.41 8.69 7.01 5.32 5.31 5.09 5.47 5.48 4.79 5.07
Jasa Perusahaan 5.67 5.94 5.95 6.23 6.94 7.02 8.03 7.81 7.75 8.27 6.90 5.58 5.50 1.03
Administrasi Pemerintahan 2.81 5.05 2.15 2.12 1.21 0.67 3.35 4.73 5.86 6.01 6.15 6.44 8.37 3.52
Jasa Pendidikan 7.39 7.00 2.88 2.71 2.73 2.69 5.93 8.22 8.09 9.79 4.21 3.50 3.93 1.83
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7.92 5.24 8.55 7.74 6.88 7.35 7.83 8.46 6.61 6.27 5.27 5.50 5.40 1.01
Jasa lainnya 6.96 6.30 6.42 6.35 8.33 7.71 7.31 6.93 6.06 6.24 5.80 5.73 5.71 0.58
ArahKomponen2016 2017 *) 2018 **)
Struktur
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
30
subkategori perkebunan karena masuknya
musim trek kelapa sawit dan periode gugur
daun karet. Seusai dengan polanya, produksi
kelapa sawit pada triwulan I mengalami
penurunan akibat oleh curah hujan yang
cukup rendah pada periode yang sama tahun
sebelumnya (Gambar 1.1). Adapun produksi
kelapa sawit dipengaruhi oleh curah hujan 1
1,5 tahun sebelumnya, dengan curah hujan
yang baik untuk tanaman berada di kisaran
200 mm3. Sementara itu, penurunan produksi
karet disebabkan oleh periode gugur daun
yang terjadi pada Februari April 2019.
Siklus perkembangan gugur daun
dikelompokkan dalam lima fase yang
memerlukan waktu sampai dengan tiga bulan
di musim kemarau.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.15 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Kinerja LU pertanian yang solid diikuti oleh
perbaikan kesejahteraan petani. Hal tersebut
tercermin dari indikator Nilai Tukar Petani
(NTP) pada triwulan I 2019 yang tercatat
meningkat, dari 97,4 menjadi 98,8 (Grafik
1.15). Stabilnya LU pertanian pada triwulan I
2019 terkonfirmasi oleh pemantauan tendensi
realisasi kegiatan usaha sektor pertanian yang
terjaga di level yang sama dibandingkan
triwulan IV 2018.
Pada triwulan II 2019, LU pertanian
diperkirakan tumbuh membaik. Perbaikan
tersebut diperkirakan dipengaruhi oleh
perbaikan produksi kelapa sawit dan karet
sejalan dengan berakhirnya musim trek
kelapa sawit dan musim gugur karet. Namun
3FGD dengan GAPKI Pusat
4 Rata rata curah hujan Januari Maret 2018 tercatat 115 mm disinyalir menurunkan produksi kelapa sawit pada triwulan I 2019.
demikian, panen raya tabama dan cabai
merah yang telah selesai dapat menahan
pertumbuhan lebih lanjut. Selain itu, letusan
Gunung Sinabung juga berisiko menurunkan
produksi pertanian di Kabupaten Karo dan
sekitarnya.
LU Industri pengolahan pada triwulan I
2019 tercatat tumbuh 2,28% (yoy),
melambat dari triwulan IV 2018 sebesar
4,06% (yoy). Pertumbuhan yang melambat
juga didukung oleh penurunan permintaan
domestik pasca libur akhir tahun dan
permintaan ekspor sejalan dengan
perekonomian dunia yang tumbuh lebih
rendah. Perlambatan LU industri pengolahan
didorong oleh menurunnya ketersediaan
bahan baku akibat pola seasonal serta cuaca
yang kurang mendukung4. Bahan baku kelapa
sawit dan tembakau yang terbatas
menurunkan kinerja industri makanan dan
minuman serta pengolahan tembakau.
Selain itu, kinerja industri karet juga tertahan
sejalan dengan keterbatasan perolehan bahan
baku karet ditengah industri karet yang
sedang menjamur. Sesuai pola seasonalnya,
tanaman karet memasuki periode musim
gugur daun sehingga menurunkan produksi
karet. Selain itu, harga yang belum
remuneratif bagi petani karet mendorong
keengganan petani rakyat dalam mengelola
tanamannya. Persediaan bahan baku karet
yang rendah mendorong tingginya persaingan
antar industri karet di Sumatera Utara yang
meningkat dari 13 menjadi 15 16 pabrik.
Keterbatasan bahan baku untuk beberapa
industri tersebut menurunkan kapasitas
utilisasi pelaku usaha. Hal tersebut didukung
oleh hasil liaison yang meyakini adanya
penurunan kapasitas utilitsasi (Grafik 1.16).
Sementara itu, curah hujan yang sangat rendah di triwulan I 2019 menyebabkan periode gugur daun sehingga menurunkan produksi getah alam.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
31
Sumber: Liaison Bank Indonesia diolah
Grafik 1.16 Likert Scale Kapasitas Utilisasi
Memasuki triwulan II 2019, industri
pengolahan diperkirakan tumbuh menguat
sejalan dengan peningkatan ketersediaan
bahan baku. Pasca musim trek kelapa sawit
dan periode gugur daun karet, produksi
bahan baku untuk industri makanan dan
minuman serta industri karet tersebut
diprediksi meningkat dan mendorong kinerja
LU industri pengolahan. Selain itu, pelaku
usaha diperkirakan terus mengoptimalkan
kapasitas utilisasi pabrik menyambut
tingginya permintaan domestik pada periode
HBKN Ramadhan dan Idul Fitri.
Pada triwulan I 2019, pertumbuhan LU
konstruksi mencapai 7,42% (yoy),
terakselerasi tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 3,91% (yoy).
Kontribusi LU konstruksi tercatat 0,92% (yoy),
meningkat dari 0,51% (yoy) pada triwulan IV
2018. Tingginya pertumbuhan didorong oleh
pembangunan proyek - proyek infrastruktur
yang dilaksanakan Pemerintah Pusat (Gambar
1.2).
Sumber: Badan Pengaturan Jalan Tol (BPJT), diolah
Gambar 1.2 Konstruksi Jalan Tol dan Jalur Kereta Api di Provinsi Sumatera Utara
Salah satu pembangunan infrastruktur
strategis yang masih berjalan di Sumatera
Utara adalah pembangunan Jalan Tol Trans
Sumatera. Jaringan Jalan Tol tersebut terdiri
dari Ruas Tol Medan Binjai, Ruas Tol Kuala
Tanjung Tebing Tinggi Parapat, dan Ruas
Tol Indrapura Brastagi dengan total
sepanjang 207,23 km. 38% dari total Ruas
Tol Medan Binjai sepanjang 16,73 km
masih dalam tahap konstruksi dan ditargetkan
beroperasi pada Desember 2019. Ruas Tol
Kuala Tanjung Tebing Tinggi Parapat
dengan panjang 143,25 km telah memasuki
tahap konstruksi dan diharapkan selesai pada
tahun 2020. Perjanjian Pengusahaan Jalan
Tol (PPJT) Ruas Tol Indrapura Kisaran telah
ditandatangani pada 29 November 2017 dan
ditargetkan dapat mendukung kelancaran
distribusi barang/jasa mulai tahun 2020.
Selain itu, terdapat pembangunan jalur kereta
api rute Medan Bandar Khalipah sepanjang
10,8 km yang ditargetkan untuk segera
beroperasi pada triwulan II 2019. Rel tersebut
merupakan jalur layang pertama di Sumatera
dan akan digunakan untuk kereta api Medan
Kualanamu. Dengan mengurangi 42
frekuensi pergerakan kereta api per hari, lalu
lintas khususnya di pintu perlintasan dalam
Kota Medan menjadi lebih lancar. Di satu
sisi, pembangunan jalur kereta api Binjai
Besitang juga turut mendorong tingginya
pertumbuhan LU konstruksi. Kementrian
Perhubungan telah menginisiasi reaktivasi
jalur Binjai Besitang sejak tahuun 2016 dan
jalur tersebut ditargetkan dapat beroperasi
secara reguler pada tahun 2019.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.17 Perkembangan Total Bongkar Barang di Pelabuhan Belawan
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
32
Perbaikan kinerja LU konstruksi tercermin
dari perkembangan total bongkar di
Pelabuhan Belawan. Pada triwulan I 2019,
barang yang dibongkar mencapai 4,8 juta ton
atau meningkat 988,86% (yoy) didorong oleh
pengiriman rel rel kereta api (Grafik 1.17).
Selain itu, iklim konstruksi yang kondusif juga
terkonfirmasi oleh penyaluran kredit sektor
konstruksi yang tumbuh cukup kuat hingga
9,72% (yoy) (Grafik 1.18).
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik 1.18 Perkembangan Kredit Konstruksi
Pada triwulan II 2019, LU konstruksi
diperkirakan kembali tumbuh membaik.
Berlanjutnya proyek pembangunan
infrastruktur multiyears Pemerintah Pusat
serta pembangunan dari belanja modal dan
Pemerintah Daerah dan swasta yang mulai
bergulir diharapkan dapat mendorong
pertumbuhan LU. Perbaikan ini terindikasi
oleh meningkatnya pertumbuhan penjualan
semen di Sumatera Utara pada bulan April
2019 (Grafik 1.19). Namun demikian,
masuknya bulan puasa dan libur panjang
lebaran diperkirakan dapat berisiko menahan
kinerja konstruksi pada triwulan II 2019.
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Grafik 1.19 Perkembangan Penjualan Semen
Pada triwulan I 2019, LU perdagangan
tumbuh 5,59% (yoy), menurun dari
triwulan sebelumnya yang tercatat 6,58%
(yoy). Perlambatan LU perdagangan sesuai
dengan pola seasonalnya pasca HBKN Natal
dan Tahun Baru. Aktivitas berbelanja
masyarakat kembali berjalan normal setelah
libur akhir tahun, sehingga mendorong
penurunan kinerja LU perdagangan. Hal
tersebut sejalan dengan penurunan konsumsi
rumah tangga dari sisi konsumsi makanan
dan minuman serta pakaian dan alas kaki.
Namun demikian, persiapan pelaksanaan
Pileg dan Pilpres 2019 disinyalir menahan
perlambatan LU perdagangan lebih lanjut.
Pemantauan kami terhadap realisasi kegiatan
usaha sektor perdagangan yang menurun
pada triwulan I 2019 mengkonfirmasi
perlambatan LU ini (Grafik 1.20).
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.20 Realisasi Kegiatan Usaha Perdagangan
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
33
Memasuki triwulan II 2019, LU
perdagangan diperkirakan tumbuh
meningkat. Perbaikan tersebut didorong oleh
permintaan domestik yang tinggi pada
periode HBKN Ramadhan dan Idul Fitri.
Pencairan THR juga diperkirakan mendukung
peningkatan kinerja LU Perdagangan. Untuk
mendongkrak penjualan di tengah tingginya
persaingan, pelaku usaha terus melakukan
inovasi dan efisiensi.
LU transportasi dan pergudangan tumbuh
5,21% (yoy) atau di atas triwulan
sebelumnya yang sebesar 4,96% (yoy).
Perbaikan kinerja transportasi dan
pergudangan ditopang oleh perbaikan
subkategori angkutan darat dan laut,
sementara angkutan udara tumbuh melambat.
Di sisi lain, subkategori pergudangan dan jasa
penunjang angkutan, pos, dan kurir tumbuh
stabil di tengah kenaikan tarif kargo udara.
Tingginya subkategori angkutan darat sejalan
dengan masuknya panen raya tanaman
pangan dan hortikultura. Sumatera Utara
menjadi salah satu pemasok beras dan cabai
merah Provinsi Riau, Aceh, dan Sumatera
Barat. Sementara itu, subkategori angkutan
laut tumbuh tinggi sejalan dengan
peningkatan penumpang pelabuhan dengan
kenaikan harga tiket pesawat. Tarif angkutan
udara yang melambung sejak akhir tahun
2018 serta kebijakan bagasi berbayar pada
maskapai Low Cost Carrier (LCC)
menurunkan kinerja subkategori angkutan
udara. Hal tersebut tercermin dari penurunan
jumlah penumpang domestik pada triwulan I
2019 (Grafik 1.21).
Sumber: BPS diolah
Grafik 1.21 Penumpang Pesawat Internasional dan Domestik
Pada triwulan II 2019, LU transportasi dan
pergudangan diperkirakan tumbuh lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya. Perbaikan
kinerja terutama didorong oleh subkategori
angkutan darat dan angkutan laut sejalan
dengan aktivitas arus mudik lebaran. Namun,
subkategori angkutan udara diperkirakan
tumbuh terbatas akibat keputusan penurunan
Tarif Batas Atas (TBA) yang disinyalir belum
signifikan meningkatkan minat masyarakat
menggunakan moda transportasi tersebut.
Melalui Surat Keputusan Menteri No. 106
tahun 2019 yang telah ditandatangani pada
tanggal 15 Mei 2019, TBA rute Jakarta
Medan (Kualanamu) mencapai Rp1.799.000,-
sedangkan Tarif Batas Bawah tercatat
Rp630.000,-. Di sisi lain, perbaikan kinerja
LU pertanian dan industri pengolahan
diperkirakan juga dapat menopang perbaikan
LU transportasi dan pergudangan.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
34
BOKS 1 : PROSPEK CPO SUMATERA UTARA DI 2019 DAN
DAMPAK KEBIJAKAN BIODIESEL NASIONAL
Sebagai salah satu provinsi penghasil crude palm oil (CPO) terbesar, perekonomian Sumatera
Utara pada awalnya mendapat angin segar dengan prakiraan produksi CPO yang meningkat di
2019. Namun, dinamika perekonomian global berpotensi memberikan tekanan terhadap
ekspor CPO Sumatera tahun 2019. Dengan permintaan eksternal yang terhambat, penyerapan
domestik menjadi harapan bagi industri CPO didukung dengan implementasi kebijakan
biodiesel yang intensif. Dalam skala nasional, kebijakan ini juga diharapkan mampu
mengurangi permasalahan defisit transaksi berjalan Indonesia. Ke depan, upaya peningkatan
produksi CPO diantaranya melalui keberhasilan program replanting melalui Badan Pengelola
Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjadi penting.
Sumatera Utara merupakan salah satu
provinsi penghasil crude palm oil (CPO)
terbesar dengan pangsa mencapai 13,2%
terhadap produksi nasional di 2018.
Dengan kondisi tersebut, CPO menjadi
komoditas ekspor terbesar dimana produksi
dan pergerakan harganya cukup
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
Sumatera Utara. Berdasarkan hasil liaison
dan FGD dengan pelaku usaha, produksi
CPO di Sumatera diperkirakan tumbuh
meningkat di kisaran 5%-10% (yoy) pada
2019, lebih tinggi dibandingkan 2018 sebesar 2,9% (yoy) (Tabel 1.2). Dengan pertumbuhan tersebut,
volume produksi CPO Sumatera Utara diperkirakan mampu mencapai sekitar 6,6 6,9 juta ton di
2019. Namun perbaikan produksi tersebut tidak diikuti oleh kinerja harga CPO internasional yang
diprakirakan melemah sekitar 0,7% (yoy) di 20195. Pelemahan terjadi di tengah permintaan yang
melambat dan produksi substitusi CPO yang meningkat.
Perbaikan produksi CPO ditopang oleh
ketersediaan bahan baku tandan buah segar
(TBS) yang diprakirakan membaik didukung
cuaca yang kondusif saat masa tanam di 2018.
Kondisi ini sejalan dengan adanya kebijakan
perluasan penggunaan B206 yang berpotensi
meningkatkan insentif berproduksi. Selain itu,
program replanting yang dilakukan pelaku usaha
swasta juga dinilai berhasil karena mampu
meningkatkan produksi.
Dengan potensi produksi yang meningkat,
5 Perkiraan Indeks Harga Komoditas Ekspor Indonesia (IHKEI) oleh Bank Indonesia.
6 Mulai 1 September 2018, kewajiban penggunaan B20 diperluas ke sektor non-PSO atau non subsidi (Public Service Obligation) termasuk didalamnya sektor pertambangan, perkeretaapian dan PLN.
Tabel 1.2 Outlook Produksi CPO Tahun 2019
*Liaison pada 12 pabrik kelapa sawit di Sumatera
Sumber: BPDPKS
Grafik 1.22 Penyaluran Dana Replanting BPDPKS di Sumatera tahun 2018 (sd Okt)
Suplemen 1
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
35
prospek ekspor CPO Sumatera Utara tahun 2019 justru diprakirakan tumbuh terbatas dampak
dari melemahnya harga dan menurunnya permintaan. Sejumlah faktor risiko membayangi
kinerja ekspor antara lain meningkatnya produksi CPO dunia, melemahnya harga produk substitusi,
melambatnya perekonomian negara mitra dagang, dan meningkatnya hambatan perdagangan. Dari
sisi suplai, produksi CPO Indonesia dan Malaysia sebagai negara penghasil terbesar di dunia
diprakirakan meningkat sehingga akan menekan harga CPO internasional. Tekanan harga
diperburuk dengan meningkatnya produksi rapeseed oil dari India dan soybean oil dari Amerika
Serikat sehingga mendorong turun harga kedua produk substitusi CPO tersebut. Sementara
perekonomian Eropa dan Tiongkok, yang merupakan pengimpor CPO Sumatera terbesar kedua dan
ketiga, diprakirakan melemah dan berpotensi menurunkan permintaan. Selain itu volume ekspor
CPO juga berpotensi terhambat seiring dengan pengenaan bea masuk biodiesel yang tinggi,
mencapai 300%, oleh Amerika Serikat. Risiko perlambatan kinerja ekspor juga muncul dari rencana
implementasi Renewable Energy Directive II yang menghapus secara bertahap penggunaan kelapa
sawit dari pasar Uni Eropa.
Di tengah tekanan eksternal yang meningkat, implementasi kebijakan biodiesel yang intensif
diharapkan mampu berdampak positif terhadap perekonomian Sumatera Utara melalui
penyerapan produksi CPO. Sebagai salah satu daerah produsen kelapa sawit terbesar, Sumatera
Utara memiliki industri biodiesel dengan kapasitas yang cukup besar mencapai 912 ribu kiloliter,
atau 7,6% terhadap nasional. Melihat kapasitas tersebut, Pemerintah menetapkan alokasi biodiesel
Sumatera Utara sebesar 652,5 ribu kiloliter dari alokasi nasional sebesar 6,2 juta kiloliter.
Kebutuhan ini setara dengan 717,1 ribu ton CPO7 dan diharapkan dapat menyerap sekitar 10,4%-
10,9% dari prakiraan produksi CPO yang mencapai 6,6 6,9 juta ton di 2019.
Dalam skala nasional, implementasi kebijakan biodiesel juga diharapkan mampu mengurangi
permasalahan defisit transaksi berjalan Indonesia melalui penurunan impor bahan bakar solar.
Penggunaan biodiesel sebesar 6,2 juta kiloliter secara nasional diperkirakan mampu mengurangi
impor solar sebesar 3,07 juta kiloliter8 atau setara dengan USD1,46 miliar9. Secara tidak langsung,
meningkatnya serapan CPO untuk pasar domestik juga akan mengurangi pasokan global sehingga
berpotensi memperbaiki harga yang selama ini bergerak terbatas.
Di sisi lain, produksi CPO untuk kebutuhan ekspor dan kebutuhan industri turunan CPO
lainnya diyakini masih tercukupi dengan produksi biodiesel yang jauh dibawah kapasitas
industri. Alokasi biodiesel yang ditetapkan Pemerintah baru mencapai 71,5% dari kapasitas industri
biodiesel Sumatera Utara. Ke depan, upaya peningkatan produksi CPO menjadi penting untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku seiring implementasi kebijakan peningkatan biodiesel dari B20
menjadi B30 di tahun 2020.
Oleh karena itu, keberhasilan program replanting dari pemerintah melalui BPDPKS menjadi
penting. Saat ini realisasi replanting hanya mencapai 772 hektar atau 4,0% dari target sebesar 19,2
ribu hektar di Sumatera Utara pada 2018 (Grafik 1.5). Bagi pemohon, faktor seperti bankabilitas
yang rendah, tidak adanya bukti kepemilikan sertifikat tanah, serta ketidakmampuan untuk
memenuhi Good Agriculture Practice (GAP) dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO)
mempersulit proses pengajuan dana replanting. Dari sisi birokrasi, permasalahan seperti waktu
verifikasi yang lama dan proses verifikasi yang tidak seragam antar daerah mempersulit proses
7 Dihitung menggunakan nilai konversi 0,91.
8 Dihitung berdasarkan baseline alokasi Fatty Acid Methyl Esters (FAME) PSO dan Non PSO sebelum kebijakan perluasan B-20. 9 Dihitung menggunakan nilai konversi satuan barel ke liter sebesar 1/159 dan harga solar (nilai impor CIF/barel) berdasarkan proyeksi future gas oil price sebesar USD79,4 per barel.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 36
persetujuan dana replanting. Padahal keberhasilan program replanting tersebut diperkirakan
mampu meningkatkan produktivitas lahan dari sekitar 2 - 3 ton menjadi 4,8 - 7,2 ton per hektar.
Jika diukur berdasarkan nilai pendapatannya, pendapatan petani berpotensi meningkat dari USD
981 - 1.472 menjadi USD 2.355 - 3.533 per hektar10.
10 Asumsi menggunakan harga rata-rata CPO internasional selama triwulan I 2019 sebesar USD 490,6.
KEUANGAN PEMERINTAH
38
KEUANGAN
PEMERINTAH
Pagu anggaran pendapatan dan belanja APBD Provinsi Sumatera Utara sejak empat tahun terakhir
terus mengalami peningkatan. Pada triwulan I 2019, realisasi pendapatan APBD sedikit lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya. Sumber pendapatan Provinsi Sumatera Utara sebagian besar
(59,1%) masih berasal dari Pendapatan Transfer, yang menunjukkan belum tercapainya kemandirian
keuangan. Sementara itu realisasi belanja APBD triwulan I 2019 tercatat meningkat dibandingkan
tahun sebelumnya, yang bersumber dari belanja transfer. Di sisi lain, struktur dan realisasi APBN di
Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2019 mengalami penurunan seiring pryek-proyek strategis dan
prioritas yang telah selesai pada tahun sebelumnya.
KEUANGAN PEMERINTAH
39
2.1 Gambaran Umum APBD
2019
Pagu anggaran pendapatan pada APBD
Provinsi Sumatera Utara sejak empat tahun
terakhir terus mengalami peningkatan.
Pada tahun 2019, pagu anggaran pendapatan
meningkat 17,6% dibandingkan tahun 2018
menjadi sebesar Rp15,32 triliun yang
didorong oleh peningkatan pagu anggaran
pendapatan asli daerah sebesar 16,7%
menjadi sebesar Rp6,08 triliun. Adapun pagu
anggaran pendapatan tahun 2019 didominasi
oleh pagu anggaran pendapatan transfer
sebesar 56,2%.
Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.1 Perkembangan APBD Provinsi Sumatera Utara (Miliar Rp)
Sejalan dengan peningkatan pagu
anggaran pendapatan, pagu anggaran
belanja dan transfer pada APBD Provinsi
Sumatera Utara mengalami peningkatan.
Anggaran belanja dan transfer Provinsi
tercatat meningkat sebesar 12,1% dibanding
tahun 2018 menjadi sebesar Rp15,54 triliun.
Kelompok pagu anggaran yang mengalami
peningkatan paling tinggi yaitu transfer
sebesar 76,6%. Peningkatan ini didorong
oleh peningkatan transfer bagi hasil
pendapatan sebesar 142,2% yang
menjadikan pangsa terbesar kedua dalam
pagu anggaran (24,6%) setelah belanja
operasi.
2.1.1 Anggaran Pendapatan APBD
2019
Seiring dengan pelaksanaan otonomi
daerah yang telah berjalan dengan baik,
maka pagu anggaran pendapatan tahun
2019 juga mengalami peningkatan. Pagu
anggaran pendapatan APBD 2019 tercatat
meningkat sebesar 17,6%. Dari beberapa
tahun terakhir, peningkatan pagu anggaran
paling tinggi terjadi pada tahun 2017 yaitu
sebesar 21,0% dibandingkan peningkatan
rata-rata 5 tahun terakhir sebesar 8%.
Peningkatan pagu anggaran pendapatan
utamanya bersumber dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD) sebesar 32,3% dari Rp5,73
triliun menjadi sebesar Rp7,38 triliun.
Sementara kenaikan target pendapatan asli
daerah bersumber dari pendapatan pajak
daerah dan pendapatan hasil pengelolaan
kekayaan daerah, yang merupakan
kontributor utama pendapatan asli daerah
dengan total pangsa sebesar 92,3% dari pagu
pendapatan daerah.
Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.2 Perkembangan DOF APBD Provinsi Sumatera Utara
Disaat target PAD oleh Pemerintah Provinsi
meningkat, sumber pendapatan dari transfer
Pemerintah Pusat pada tahun 2019 hanya
tumbuh 6,0% dibandingkan tahun
sebelumnya. Komponen yang mengalami
peningkatan adalah Dana Bagi Hasil SDA
yang meningkat 54,3% (yoy) dari tahun 2018.
Sementara komponen Dana Bagi Hasil Pajak
tercatat menurun sebesar -11,9% (yoy).
Peningkatan target PAD mendorong
meningkatnya Derajat Otonomi Fiskal
KEUANGAN PEMERINTAH
40
(DOF)11 Provinsi Sumatera Utara (Pagu) yang
mengalami peningkatan dari tahun 2018
sebesar 44,0% menjadi 49,5% pada pagu
APBD Provinsi tahun 2019.
Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.3 Proporsi Anggaran PAD Provinsi Sumatera Utara
Sumber utama PAD di Provinsi Sumatera
Utara berasal dari pendapatan pajak daerah
dengan pangsa 80,3% terhadap PAD dan
39,7% terhadap total target pendapatan
Provinsi Sumatera Utara. Di sisi lain target
sumber pendapatan pajak daerah dari hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan12 dan lain-lain PAD yang sah13
meningkat signifikan dibandingkan tahun
sebelumnya, masing-masing meningkat
14,0% (yoy) dan 19,4% (yoy).
2.1.2 Anggaran Belanja APBD 2019
Pagu anggaran belanja APBD Provinsi
Sumatera Utara tahun 2019 meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya. Pagu
anggaran belanja dan transfer APBD
mencapai Rp15,54 triliun, meningkat 12,1%
(yoy) dari tahun 2018. Peningkatan ini
utamanya bersumber dari peningkatan pagu
anggaran transfer bagi hasil pendapatan yang
tumbuh mencapai 142,1% (yoy). Peningkatan
yang cukup signifikan ini merupakan utang
Dana Bagi Hasil (DBH) kepada Pemerintah
Kabupaten Kota yang merupakan akumulasi
DBH sejak 2014-2016 dengan total Rp1,48
triliun. Pembayaran dilakukan secara
11 DOF merupakan skala interval derajat desentralisasi fiscal untuk
menunjukkan kemampuan keuangan daerah yang dihitung berdasarkan perbandingan PAD terhadap Total Pendapatan Daerah (TPD).
bertahap dari 23 Januari hingga 27 Februari
2019. Sumber pendanaan DBH ini berasal
dari penghematan yang dilakukan oleh
masing-masing OPD mencapai 9%. Kondisi
ini menyebabkan pagu anggaran belanja
operasi hanya tumbuh 1,6% (yoy) pada tahun
2019. Sementara pagu anggaran belanja
modal tercatat menurun -5,5% (yoy)
dibandingkan tahun sebelumnya dari Rp1,9
triliun menjadi Rp1,79 triliun.
Komponen terbesar pagu anggaran belanja
pada APBD Provinsi Sumatera Utara masih
berasal dari belanja operasi yang mencapai
pangsa 84,46% dari total anggaran belanja
atau sebesar Rp9,89 triliun. Kenaikan
tertinggi komponen anggaran belanja operasi
didorong oleh peningkatan pada komponen
belanja barang dan jasa yang tumbuh 22,5%
(yoy).
Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.4 Proporsi Anggaran Belanja Provinsi Sumatera Utara
2.2 Realisasi APBD Triwulan I
2019
2.2.1 Realisasi Pendapatan Triwulan
I 2019
Realisasi pendapatan APBD pada triwulan
I 2019 sedikit lebih rendah dibandingkan
tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan
triwulan I 2019 mencapai 20,2% dari target
atau sebesar Rp3,09 triliun. Pencapaian ini
12 Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya
yang dipisahkan, antara lain bagian laba, deviden, dan penjualan saham milik Daerah. 13 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, antara lain hasil penjualan aset
tetap Daerah dan jasa giro.
KEUANGAN PEMERINTAH
41
sedikit lebih rendah dibandingkan tahun
sebelumnya yang mencapai 21,9% meskipun
secara nominal masih lebih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar
Rp2,85 triliun.
Penurunan realisasi penerimaan terjadi pada
realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Pendapatan Transfer. Kondisi ini diperkirakan
merupakan dampak kondisi dunia usaha dan
investasi yang masih terbatas menjelang
Pilpres dan Pileg, yang menyebabkan dasar
pengenaan pajak belum optimal. Hal ini
terlihat dari realisasi PAD secara nominal
yang juga menurun sebesar -3,0% (yoy)
dibandingkan realisasi PAD pada tahun
triwulan I 2018. Adapun target PAD pada
tahun 2019 sebesar Rp7,5 triliun atau
meningkat sebesar 32,3% (yoy) dibandingkan
target tahun 2018.
Realisasi Pendapatan Transfer merupakan
penyumbang utama PAD Provinsi Sumatera
Utara (pangsa realisasi sebesar 56,2%) pada
triwulan I 2019. Meskipun demikian, realisasi
pendapatan pajak daerah lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya dari 24,1%
pada triwulan I 2018 menjadi 22,5% pada
triwulan I 2019.
Sejalan dengan Pendapatan Transfer, realisasi
penerimaan PAD pada triwulan laporan juga
mengalami perlambatan. Realisasi PAD pada
triwulan I 2019 tercatat 17,9%, lebih rendah
dari periode yang sama tahun lalu sebesar
19,0%. Realisasi pendapatan pajak daerah
Provinsi Sumatera Utara utamanya masih
ditopang oleh Pajak Kendaraan Bermotor
(PKB), dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor, Pajak Air Permukaan Umum
(APU), pajak Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor (BBNKB). Beberapa strategi yang
diterapkan untuk meningkatkan pendapatan
pajak daerah yaitu sensus kendaraan
bermotor, peningkatan layanan pembayaran
PKB melalui implementasi e-Samsat, Samsat
Masuk Kampung, serta insentif berupa diskon
denda untuk menarik minat masyarakat
membayar pajak.
Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.5 Komposisi Realisasi Pendapatan APBD Triwulan I 2019
2.2.2 Realisasi Belanja APBD
Triwulan I 2019
Realisasi belanja dan transfer Provinsi
Sumatera Utara triwulan I 2019 meningkat
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Realisasi belanja Provinsi
Sumatera Utara pada triwulan I 2019
mencapai Rp2,1 triliun atau 13,57% dari
pagu anggaran. Realisasi anggaran belanja
dan transfer meningkat dibandingkan realisasi
triwulan I 2018 yang mencapai 9,24%.
Secara umum peningkatan realisasi anggaran
didorong oleh peningkatan realisasi transfer
ditengah realisasi belanja yang tercatat
menurun.
Realisasi transfer meningkat signifikan bila
dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya. Realisasi transfer triwulan I 2019
mencapai 38,89%, sangat signifikan
dibandingkan triwulan I 2018 yang belum
mencatatkan realisasi (0%). Besarnya realisasi
pendapatan transfer pada triwulan laporan
didorong oleh pembayaran utang Dana Bagi
Hasil (DBH) kepada Pemerintah Kabupaten
Kota yang merupakan akumulasi DBH sejak
2014-2016 dengan total Rp1,48 triliun.
Pembayaran dilakukan secara bertahap dari
23 Januari hingga 27 Februari 2019.
Sementara penurunan realisasi belanja
bersumber dari penurunan realisasi belanja
operasi. Komponen realisasi belanja operasi
dan belanja barang dan jasa yang relatif stabil
dibandingkan tahun sebelumnya adalah
belanja pegawai yang mana merupakan
pembayaran rutin. Realisasi belanja pegawai
KEUANGAN PEMERINTAH
42
tercatat sebesar 16,12%, relatif sama dari
tahun sebelumnya sebesar 16,95%. Begitu
juga dengan realisasi belanja barang dan jasa
sebesar 0,77%, relatif sama dibandingkan
triwulan I 2018 sebesar 0,75%. Sementara
realisasi belanja hibah belum mencatatkan
realisasi, sementara periode yang sama pada
tahun sebelumnya yang terealisasi sebesar
18,74%.
Tabel 2.1 Pagu dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara
Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara Tabel 2.2 Pagu dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sumatera Utara
Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara
PENDAPATAN 13,037.5 2,854.5 21.9% 15,327.8 3,099.5 20.2%
PENDAPATAN ASLI DAERAH 5,732.4 1,091.5 19.0% 7,583.8 1,356.6 17.9%
Pendapatan Pajak Daerah 5,214.9 1,041.1 20.0% 6,087.4 1,031.6 16.9%
Pendapatan Retribusi Daerah 37.6 6.8 18.2% 36.7 9.9 26.9%
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan318.4 4.6 1.4% 612.2 283.9 46.4%
Lain-lain PAD yang Sah 161.5 39.0 24.1% 847.6 31.2 3.7%
PENDAPATAN TRANSFER 7,295.6 1,761.0 24.1% 7,736.1 1,741.0 22.5%
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat 7,295.6 1,761.0 24.1% 7,736.1 1,741.0 22.5%
- Dana Bagi Hasil Pajak 530.3 95.0 17.9% 467.4 76.8 16.4%
- Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 53.9 10.0 18.5% 83.2 15.6 18.7%
- Dana Alokasi Umum 2,629.2 876.4 33.3% 2,713.8 904.6 33.3%
- Dana Alokasi Khusus 4,082.1 779.7 19.1% 4,471.7 744.1 16.6%
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 0.0 0.0
- Dana Penyesuaian 0.0 0.0
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 9.5 2.0 20.9% 7.9 2.0 24.9%
- Pendapatan Hibah 9.5 2.0 20.9% 7.9 2.0 24.9%
- Pendapatan Lainnya
Realisasi Tw I
(miliar Rp) % Realisasi
APBD
(miliar Rp)
Realisasi Tw I
(miliar Rp)
URAIAN
2018 2019
% Realisasi
APBD
(miliar Rp)
BELANJA 11,700.89 1,281.04 10.95% 11,718.27 620.95 5.30%
BELANJA OPERASI 9,736.42 1,281.04 13.16% 9,896.90 613.24 6.20%
-Belanja Pegawai 3,435.91 582.34 16.95% 3,647.43 587.93 16.12%
-Belanja Barang dan Jasa 2,679.50 20.17 0.75% 3,281.27 25.31 0.77%
-Belanja Hibah 3,621.01 678.53 18.74% 2,968.20 0.00 0.00%
-Belanja Bantuan Sosial 0.00 0.00 0.00% 0.00 0.00 0.00%
-Bantuan Keuangan 0.00 0.00 0.00% 0.00 0.00 0.00%
BELANJA MODAL 1,900.47 0.00 0.00% 1,796.37 0.31 0.02%
-Belanja Modal Tanah 36.35 0.00 0.00% 44.71 0.00 0.00%
-Belanja Modal Peralatan dan Mesin 322.45 0.00 0.00% 403.79 0.25 0.06%
-Belanja Modal Gedung dan Bangunan 305.69 0.00 0.00% 327.83 0.00 0.00%
-Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan 1,117.33 0.00 0.00% 873.36 0.00 0.00%
-Belanja Modal Aset Tetap Lainnya 118.65 0.00 0.00% 146.68 0.06 0.04%
BELANJA TAK TERDUGA 64.00 0.00 0.00% 25.00 7.40 29.61%
-Belanja Tak Terduga 64.00 0.00 0.00% 25.00 7.40 29.61%
TRANSFER 2,166.65 0.00 0.00% 3,825.64 1,487.75 38.89%
TRANSFER BAGI HASIL PENDAPATAN 1,577.21 0.00 0.00% 3,818.40 1,487.75 38.96%
TRANSFER BANTUAN KEUANGAN 589.44 0.00 0.00% 7.24 0.00 0.00%
JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER 13,867.54 1,281.04 9.24% 15,543.91 2,108.70 13.57%
APBD
(miliar Rp)
Realisasi Tw I
(miliar Rp)
URAIAN
2018 2019
% Realisasi
APBD
(miliar Rp)
Realisasi Tw I
(miliar Rp) % Realisasi
KEUANGAN PEMERINTAH
43
Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.6 Realisasi Belanja Operasi APBD Triwulan I 2018
Pada triwulan I 2019 realisasi belanja
modal Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
relatif sama dibandingkan tahun
sebelumnya, belum terdapat realisasi.
Secara umum kendala rendahnya penyerapan
belanja modal disebabkan proses pengadaan
yang membutuhkan waktu persiapan
administrasi yang cukup. Selain itu anggaran
belanja modal umumnya baru dapat
direalisasikan jika pelaksanaan proyek telah
diselesaikan hingga batasan tertentu. Faktor-
faktor tersebut menyebankan realisasi
anggaran belanja modal pada triwulan
laporan belum optimal.
2.3 Efisiensi APBN Provinsi
Sumatera Utara 2019
Sumber: Kanwil DJPBN Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.7 Pagu APBN Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Belanja
Secara keseluruhan, struktur APBN di
Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2019
mengalami penurunan sejalan dengan
telah selesainya beberapa proyek prioritas
nasional. Pada tahun 2019, pagu belanja
pemerintah pusat di Sumatera Utara
mengalami penurunan, namun di sisi lain
transfer ke daerah dalam bentuk DAK Fisik
dan dana desa tercatat meningkat. Penurunan
pagu APBN tercatat mencapai -8.8% (yoy)
dari sebelumnya Rp31,1 triliun menjadi
Rp30,0 triliun. Penurunan pagu bersumber
dari penurunan anggaran belanja baik
belanja pegawai, barang maupun modal.
Di sisi lain, Pemerintah Pusat meningkatkan
anggaran transfer ke daerah melalui DAK
Fisik dan dana desa. Peningkatan transfer ke
daerah diharapkan berdampak optimal
terhadap pertumbuhan ekonomi yang inklusif
dan kesejahteraan masyarakat desa. Pagu
DAK Fisik APBN tercatat meningkat 11,1%
(yoy) dari sebelumnya sebesar Rp3,2 triliun
menjadi Rp3,6 triliun. Sementara dana desa
mengalami kenaikan sebesar 14,8% (yoy)
dari Rp3,8 triliun menjadi Rp4,4 triliun.
Sumber: Kanwil DJPBN Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.8 Pagu APBN Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi
APBN Provinsi Sumatera Utara ini
dialokasikan pada 47 Dinas/Kementerian/
Lembaga terkait yang terbagi kedalam 11
fungsi. Sejalan dengan target Pemerintah di
bidang pariwisata terkait jumlah kunjungan
wisatawan mancanegara ke Sumatera Utara,
Pemerintah Pusat meningkatkan alokasi
belanja di bidang Pariwisata dan Budaya.
Peningkatan pagu di bidang Pariwisata dan
Budaya mencapai 162,4% (yoy) dari Rp76,0
triliun pada tahun 2018 menjadi Rp200
triliun pada tahun 2019. Di sisi lain
Pemerintah juga tetap berupaya
memeprtahankan kelestarian lingkungan.
KEUANGAN PEMERINTAH
44
Pada tahun 2019 Pemerintah juga
meningkatkan alokasi belanja APBN untuk
fungsi Lingkungan Hidup dari Rp559 miliar
menjadi Rp814 miliar atau meningkat sebesar
45,5% (yoy).
2.3.1 Realisasi Pendapatan APBN
Provinsi Sumatera Triwulan I
Masih Terbatas
Realisasi pendapatan APBN masih lebih
rendah dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan
APBN triwulan I 2019 sebesar Rp3,13 triliun,
menurun jika dibandingkan realisasi periode
yang sama pada tahun sebelumnya yang
mencapai Rp4,48 triliun. Penerimaan
perpajakan masih merupakan sumber
pendapatan triwulan I 2019 dengan
kontribusi sebesar Rp2,5 triliun atau 80,8%
dan total pendapatan negara. Realisasi
penerimaan terbesar kedua adalah
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
sebesar Rp399 miliar dan Pajak Perdagangan
Internasional sebesar Rp202,3 miliar.
Pada penerimaan pajak dalam negeri
triwulan I 2019, PPh Non Migas memberikan
kontribusi yang paling besar yaitu sebesar
Rp2,72 triliun dari total penerimaan pajak
dalam negeri di Sumatera Utara. Kontributor
terbesar berikutnya adalah cukai sebesar
Rp32,4 miliar. Sementara itu Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) pada triwulan
laporan mencatatakan nilai minus Rp286
miliar yang disebabkan adanya pembayaran
SPM-KP (SPM kelebihan pajak) untuk PPN
(Restitusi PPN).
Sumber: Kanwil DJPBN Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.8 Pangsa Penerimaan APBN
Jika dibandingkan dengan periode yang sama
pada tahun sebelumnya, penerimaan pajak
dalam negeri di Sumatera Utara triwulan I
2019 menurun sebesar 42,7% dari tahun
2018. Sumber penurunan berasal dari
realisasi PPN yang mencatatakan nilai minus
Rp286 miliar seperti dijelaskan sebelumnya.
Untuk penerimaan pajak perdagangan
internasional, bea masuk memberikan
kontribusi yang paling besar yaitu sebesar
Rp197,2 miliar atau 97,5% dari total
penerimaan pajak perdagangan internasional.
Sedangkan penerimaan bea keluar hanya
memberikan kontribusi sebesar Rp5,1 miliar
atau 2,5% dari total penerimaan pajak
perdagangan internasional.
Sumber: Kanwil DJPBN Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.9 Realisasi Penerimaan Pajak Daerah (APBN)
2.3.2 Realisasi Belanja APBN
Meningkat pada Triwulan I
Secara umum, realisasi belanja APBN di
Sumatera Utara meningkat dibandingkan
realisasi periode yang sama pada tahun
sebelumnya. Realisasi belanja APBN pada
triwulan I 2019 sebesar 12,0% dari target,
lebih tinggi dibandingkan periode yang sama
pada tahun sebelumnya sebesar 10,6% dari
target. Berdasarkan jenis belanja, realisasi
tertinggi bersumber dari pos belanja pegawai
(20,6%), belanja barang (12,9%) dan dana
desa (12,8%). Hal ini sejalan dengan
semangat pemerintah untuk meningkatkan
transfer ke daerah dan kesejahteraan
masyarakat, khususnya di pedesaan. Realisasi
KEUANGAN PEMERINTAH
45
dana desa pada triwulan I 2019 mencapai
Rp572 miliar.
Sumber: Kanwil DJPBN Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.10 Realisasi Belanja APBN Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Jenis Belanja
Berdasarkan fungsinya, realisasi belanja
APBN pada triwulan I 2019 tertinggi berasal
dari fungsi Ketertiban dan Keamanan.
Realisasi fungsi tersebut mencapai Rp769
miliar atau sebesar 23,2% dari pagu.
Tingginya realisasi ini diperkirakan
merupakan dampak persiapan
penyelenggaraan Pilpres dan Pileg yang yang
dilaksanakan pada awal April. Adapun secara
nominal, realisasi APBN terbesar berdasarkan
fungsi masih berasal dari fungsi Pelayanan
Umum yang mencapai Rp862 miliar atau
mencapai 8,5% dari pagu.
Tabel 2.3 Pagu dan Realisasi APBN Berdasarkan Jenis Belanja
Sumber: Kanwil DJPbN Provinsi Sumatera Utara Tabel 2.4 Pagu dan Realisasi APBN Berdasarkan Fungsi
Sumber: Kanwil DJPbN Provinsi Sumatera Utara
Pagu Pagu
Miliar Rp Miliar Rp % Miliar Rp Miliar Rp %
Belanja Pegawai 8,540 1,466 17.2% 7,786 1,601 20.6%
Belanja Barang 9,192 820 8.9% 7,998 1,029 12.9%
Belanja Modal 6,265 442 7.1% 6,141 395 6.4%
Belanja Bantuan Sosial 22 0 1.5% 29 1 1.8%
Dana Alokasi Khusus Fisik 3,252 - 0.0% 3,613 - 0.0%
Dana Desa 3,880 568 14.7% 4,452 572 12.8%
Total 31,150 3,297 10.6% 30,019 3,597 12.0%
Uraian
2018 2019
Realisasi Tw I Realisasi Tw I
Pagu Pagu
Miliar Rp Miliar Rp % Miliar Rp Miliar Rp %
Pelayanan Umum 10,164 740 7.3% 10,181 862 8.5%
Pertahanan 2,697 489 18.1% 2,641 576 21.8%
Ketertiban dan Keamanan 3,514 669 19.0% 3,314 769 23.2%
Ekonomi 7,536 620 8.2% 6,691 534 8.0%
Lingkungan Hidup 559 48 8.7% 814 79 9.7%
Perumahan dan Fasilitas Umum 674 37 5.5% 527 21 3.9%
Kesehatan 1,170 66 5.6% 1,070 72 6.7%
Pariwisata dan Budaya 76 3 3.8% 200 25 12.8%
Agama 386 56 14.4% 392 62 15.7%
Pendidikan 4,330 566 13.1% 4,145 595 14.4%
Perlindungan Sosial 45 3 6.9% 45 3 5.9%
Total 31,150 3,297 10.6% 30,019 3,597 12.0%
Uraian
2018 2019
Realisasi Tw I Realisasi Tw I
KEUANGAN PEMERINTAH
46
Tabel 2.5 Pagu dan Realisasi APBN Berdasarkan Wewenang
Sumber: Kanwil DJPbN Provinsi Sumatera Utara
Pagu Pagu
Miliar Rp Miliar Rp % Miliar Rp Miliar Rp %
Kantor Pusat 6,572 545 8.3% 6,051 464 7.7%
Kantor Daerah 16,614 2,143 12.9% 15,356 2,531 16.5%
Dekonsentrasi 338 36 10.5% 288 25 8.5%
Tugas Pembantuan 494 5 1.0% 259 6 2.2%
Desentralisasi 7,131 568 8.0% 8,065 572 7.1%
Total 31,150 3,297 10.6% 30,019 3,597 12.0%
Uraian
2018 2019
Realisasi Tw I Realisasi Tw I
KEUANGAN PEMERINTAH
47
BOKS 2 : Inovasi dan Perluasan Elektronifikasi Transaksi Pemerintah
dalam Mendorong Pertumbuhan dan Transformasi Digital
Di era modern ini, integrasi perekonomian dengan keuangan digital terus berkembang.
Pemerintah bersama Bank Indonesia, pelaku usaha, dan stakeholders terkait lainnya terus
berkoordinasi untuk mendorong penggunaan teknologi dalam kegiatan ekonomi, seperti melalui
bantuan sosial non tunai, transaksi Pemerintah Daerah (Pemda), dan elektronifikasi transportasi.
Penguatan elektronfikasi di berbagai bidang dapat mendukung keuangan inklusif, kesehatan fiskal,
dan efisiensi ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi dapat lebih kuat, seimbang, inklusif dan
berkelanjutan.
Bantuan Sosial Nontunai
Sejak berlakunya Perpres No 63/2017, penyaluran bantuan sosial Program Keluarga Harapan
(PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) telah disalurkan secara nontunai. Di tahun 2019,
Pemerintah Pusat berencana untuk memperluas bantuan sosial nontunai (bansos nontunai) untuk
mempercepat penanggulangan kemiskinan. Provinsi Sumatera Utara sendiri akan mendapatkan
tambahan sebanyak 313.758 KPM BPNT dengan total nominal mencapai Rp34,51 miliar.
Di satu sisi, perluasan bansos nontunai masih dihadapkan oleh sejumlah tantangan. Pertama,
penerima bantuan kurang memahami penggunaan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) serta keamanan
(Personal Identification Number) PIN. Dari sisi infrastruktur, jumlah mesin (Electronic Data Capture)
EDC di daerah perluasan masih minim dan sebagian KPM berada di pedalaman yang belum
terjangkau piranti komunikasi penerima sinyal. Selain itu, penggunaan teknologi masih sebatas EDC
kepada e-waroeng, sementara pencatatan stok dan transaksi dilakukan secara manual.
Perluasan penyaluran bansos nontunai perlu terus didukung karena dapat memberikan
dampak positif terhadap perekonomian. Di tahun 2018, penyaluran bansos nontunai sebesar Rp980
miliar memberikan dampak 0,14% terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Untuk itu,
diperlukan peran seluruh pihak dalam rangka mendukung program perluasan bansos nontunai.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan diantaranya: 1) edukasi dan sosialisasi yang masif secara
berkala terkait penggunaan kartu KKS; 2) mapping lokasi yang belum terakses melalui perluasan Agen
LKD; dan 3) penggunaan teknologi e-kasir dan barcode untuk mendukung pencatatan stok dan
transaksi secara elektronik.
Elektronifikasi Transaksi Pemda
Secara umum, tingkat implementasi elektronifikasi Pemda Sumatera Utara sudah cukup baik,
tercermin pada tingkat elektronifikasi penerimaan sebesar 85% dan belanja sebesar 97%. Selain itu,
penerapan SP2D Online di tingkat Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
mencapai 77%. Namun demikian, penerapan aturan baik di Pemerintah Provinsi maupun 33
Suplemen 2
KEUANGAN PEMERINTAH 48
Pemerintah Kabupaten/Kota masih rendah, yaitu 53%. Selain itu, Derajat Otonomi Fiskal (DOF) di
tahun 2019 masih sebesar 49,5% menunjukkan kesehatan fiskal di Provinsi Sumatera Utara14 masih
dapat ditingkatkan.
Terdapat beberapa hal yang dapat disempurnakan, sehingga elektronifikasi transaksi Pemda
dapat mendukung kesehatan fiskal. Pertama, data dan informasi keuangan belum terintegrasi dengan
basis data, sehingga mempersulit perumusan kebijakan keuangan daerah yang relevan. Dari sisi
infrastruktur, persebaran Anjungan Tunai Mandiri (ATM) belum merata dan masih terdapat blank spot
jaringan dan keterbatasan sarana fiber optic. Selain itu, sarana dan prasarana teknologi informasi di
Pemda serta Bank Pembangunan Daerah belum memadai. Dari sisi ketentuan, hanya 17 dari 34
Pemda yang memiliki regulasi elektronifikasi, sementara regulasi yang diterbitkan masih berupa
instruksi Bupati/Walikota.
Dalam rangka mendorong implementasi elektronifikasi Pemda, dibutuhkan standar tahapan,
sistem keuangan, dan kriteria pencapaian secara detil. Lebih lanjut, dapat dilakukan penyusunan
Perda elektronifikasi yang meliputi roadmap, instrumen, dan kanal sesuai dengan standar. Selain itu,
diperlukan peningkatan awareness ASN dalam penggunaan transaksi nontunai, seperti melalui
Training for Trainers. Dari segi infrastruktur dan teknologi, penguatan jaringan telekomunikasi dan
pengembangan produk CMS menjadi sangat penting.
Elektronifikasi Transportasi
Potensi implementasi elektronifikasi transportasi di Sumatera Utara sangat besar sejalan
dengan beragamnya jenis layanan moda transportasi yang ada. Dari seluruh jenis transportasi, hanya
kereta api Bandara Kualanamu yang memiliki tingkat elektronifikasi hingga 100%. Sementara itu,
kereta api antarkota, angkutan darat dalamkota, antarkota, dan antarprovinsi masih belum
terelektronifikasi. Di sisi lain, penetrasi elektronifikasi transaksi jalan tol di Sumatera Utara sudah di
atas 90%.
Implementasi program integrasi elektronifikasi transportasi di Sumatera Utara didukung oleh
ketersediaan data, layanan yang terintegrasi, dan pesatnya perkembangan layanan transportasi
online. Namun, pemahaman pengusaha transportasi dan masyarakat untuk melakukan transaksi
nontunai masih rendah sementara intensi Pemda untuk mendukung elektronifikasi transportasi
minim. Selain itu, infrastruktur pendukung pembayaran nontunai pada moda transportasi angkutan
darat sangat kurang memadai.
Ke depan, dibutuhkan sosialisasi kepada pengusaha transportasi tentang elektronifikasi di
lingkungan transportasi, seperti dampak terhadap efisiensi cash handling serta berkurangnya risiko
fraud. Selain itu, edukasi manfaat elektronifikasi transportasi kepada masyarakat juga perlu
14 Rasio PAD Provinsi Sumatera Utara terhadap Total Pendapatan Provinsi Sumatera Utara
KEUANGAN PEMERINTAH
49
digalakkan. Dari sisi regulasi, penyusunan Perda mengenai kewajiban penggunaan nontunai pada
moda transportasi dapat mendorong ekosistem nontunai di sektor transportasi. Di sisi lain, operator
sistem pembayaran dan operator jasa transportasi dapat terus berkoordinasi dalam rangka
mempersiapkan infrastruktruktur.
Dalam rangka mendukung pengembangan pariwisata Sumatera Utara dari sisi amenitas,
integrasi moda transportasi dapat diimplementasikan di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional
(KSPN) Danau Toba. Rute yang dapat diintegrasikan adalah Bandara Silangit ke Parapat (Damri)
Parapat ke P. Samosir (KMP Ihan Batak) Wisata Keliling P. Samosir (Minibus Samosir). Hal ini dapat
dimulai dengan pembentukan Badan Pengelola Transportasi Danau Toba di bawah koordinasi
BPODT dan dilanjutkan dengan pembangunan kelengkapan infrastruktur pendukung transportasi.
Kemudian, dapat dilakukan pengenalan tiket terusan dan round trip serta elektronifikasi pembayaran
tiket.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
51
PERKEMBANGAN
INFLASI DAERAH
Inflasi Sumatera Utara pada triwulan I 2019 menurun dibandingkan periode sebelumnya.
Realisasi inflasi triwulan I 2019 sebesar 1,05% (yoy). Kelompok Bahan Makanan menjadi andil
penyumbang deflasi tahunan pada triwulan I 2019. Memasuki bulan April, tekanan inflasi
kembali meningkat jauh diatas rata-rata historis. Ke depan, inflasi pada triwulan II 2019
diperkirakan akan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, sejalan dengan masuknya
bulan Ramadhan dan HBKN Idul Fitri.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
52
3.1 Meredanya Tekanan Inflasi
Triwulan I 2019
Inflasi Sumatera Utara triwulan I 2019
tercatat lebih rendah dari triwulan
sebelumnya yang didorong oleh deflasi
kelompok Bahan Makanan. Inflasi triwulan I
2019 sebesar 1,05% (yoy), mengalami
penurunan dibandingkan triwulan
sebelumnya 1,23% (yoy). Laju inflasi tahunan
Sumatera Utara tercatat lebih rendah
dibandingkan inflasi Nasional yang tercatat
2,48% (yoy) dan Sumatera yang mencapai
1,67% (yoy).
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Sumatera Utara dan Nasional
Penurunan tekanan inflasi tahunan tersebut
terutama disumbangkan oleh kelompok
Bahan Makanan yang memberikan andil
inflasi tahunan mencapai -1,21% (yoy).
Penurunan inflasi kelompok bahan makanan
terutama disebabkan melimpahnya pasokan
sub kelompok bumbu-bumbuan seperti cabai
merah sejalan dengan masih berlangsungnya
panen raya, yang juga terjadi pada provinsi
lain penghasil cabai merah seperti Sumatera
Barat dan Aceh.
Laju inflasi bulanan pada triwulan II 2019
mengalami peningkatan dengan realisasi
bulan April 2019 yang berbeda dari
historisnya. Peningkatan tekanan inflasi pada
April 2019 juga masih bersumber dari cabai
merah sejalan dengan penurunan pasokan
dari sentra-sentra produksi.
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.2 Inflasi Bulanan Sumatera Utara
Secara spasial, hampir seluruh kota sampel
inflasi di Sumatera Utara mencatatkan
penurunan tekanan. Peningkatan terjadi pada
kota Padangsidimpuan. Penurunan inflasi
tahunan terdalam dicatatkan oleh kota
Sibolga dari 2,86% (yoy) pada triwulan IV
2018 menjadi 0,78% (yoy) pada triwulan
laporan. Sementara penurunan terkecil terjadi
di kota Medan dari 1,00% (yoy) menjadi
0,87% (yoy). Sama dengan periode
sebelumnya, komoditas utama yang
memberikan andil penurunan inflasi di
seluruh kota sampel inflasi adalah cabai
merah.
Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%)
Angkutan Udara 0.350 Kemeja Pendek Katun 0.024 Cabai Merah 0.400
Kembung/Gembung 0.048 Pasta Gigi 0.024 Bawang Merah 0.085
Upah Pembantu RT 0.030 Upah Pembantu RT 0.022 Tomat Buah 0.026
Dencis 0.025 Celana Panjang Jeans 0.018 Bawang Putih 0.022
Emas Perhiasan 0.024 Sewa Rumah 0.018 Baju Kaos Berkerah 0.020
Januari Februari Maret
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 53
Tabel 3.2 Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
3.2 Kelompok Bahan Makanan
Menjadi Penahan Laju
Inflasi
Ditinjau berdasarkan kelompoknya,
penurunan laju inflasi tahunan pada
triwulan I 2019 dicatatkan oleh kelompok
Bahan Makanan dan Makanan Jadi,
Minuman, Rokok & Tembakau. Sementara
itu 6 (enam) kelompok lainnya mencatatkan
peningkatan laju inflasi dibandingkan
triwulan sebelumnya. Kelompok Bahan
Makanan mencatatkan penurunan laju inflasi
tahunan terbesar, dengan deflasi sebesar -
4,74% (yoy) pada triwulan laporan, lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat -3,75% (yoy). Dengan
perkembangan tersebut, kelompok Bahan
Makanan juga mencatatakan andil penurunan
inflasi tahunan terbesar dibandingkan
kelompok komoditas lainnya, dengan
kontribusi inflasi mencapai -1,21% (yoy),
lebih besar dibandingkan andil inflasi pada
triwulan IV 2018 sebesar -0,97% (yoy).
Sementara itu kelompok Makanan Jadi,
Minuman, Rokok & Tembakau mencatatkan
penurunan laju inflasi pada triwulan I 2019
mencapai 2,91% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat 3,73% (yoy). Adapun andil inflasi
tahunan kelompok Makanan Jadi, Minuman,
Rokok & Tembakau pada triwulan I 2019
adalah sebesar 0,48% (yoy).
15 Dinas Ketahanan Pangan Sumatera Utara
3.2.1 Deflasi Kelompok Bahan
Makanan Lebih Dalam
Kelompok Bahan Makanan memberikan
andil penurunan inflasi terbesar pada
triwulan I 2019. Kelompok Bahan Makanan
mencatatkan deflasi -4,74% (yoy) pada
triwulan laporan, lebih dalam dibandingkan
realisasi pada triwulan sebelumnya yang
tercatat -3,75% (yoy). Penurunan laju inflasi
tertinggi pada kelompok ini dicatatkan oleh
subkelompok Bumbu-bumbuan. Dengan
bobot yang cukup besar pada pola konsumsi
masyarakat Sumatera Utara (mencapai 3%),
subkelompok ini memberikan andil
penurunan terbesar pada inflasi Sumatera
Utara dengan andil mencapai -1,70% (yoy).
Komoditas strategis yang memiliki bobot
konsumsi yang besar serta volatilitas yang
tinggi terhadap inflasi Sumatera Utara adalah
Cabai Merah dan Bawang Merah. Komoditas
Cabai Merah pada tahun 2018 mencatatkan
deflasi -50,77% (yoy), lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya yang
mencatatkan deflasi -44,37% (yoy).
Penurunan inflasi Cabai Merah merupakan
dampak masih cukup tingginya pasokan
sehubungan dengan periode panen raya yang
masih berlangsung pada beberapa sentra
Cabai Merah di Sumatera Utara maupun
provinsi tetangga, seperti Aceh. Hal ini
tercermin oleh data perkiraan produksi cabai
merah15 Sumatera Utara triwulan I 2019 yang
meningkat 63% dibandingkan triuwlan
sebelumnya.
Di sisi lain, komoditas Bawang Merah
mencatatkan inflasi tahunan sebesar 21,50%
Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%)
Cabai Merah -0.498 Cabai Merah -0.184 Angkutan Udara -0.097
Bensin -0.053 Daging Ayam Ras -0.075 Dencis -0.074
Jeruk -0.017 Bawang Merah -0.067 Tongkol/Ambu-ambu -0.031
Tomat Buah -0.015 Bensin -0.025 Beras -0.023
Celana Panjang Jeans -0.010 Tomat Buah -0.020 Bayam -0.022
Januari Februari Maret
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
54
(yoy) sehingga memberikan andil inflasi
tahunan mencapai 0,11% (yoy). Kondisi ini
ditengarai disebabkan oleh pasokan yang
menurun seiring telah berlalunya masa panen
di daerah Jawa, mengingat kondisi kebutuhan
bawang merah tahunan yang sebagian masih
dipasok dari daerah lain.
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah Grafik 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan
3.2.2 Penurunan Laju Inflasi
Kelompok Makanan Jadi,
Minuman, Rokok & Tembakau
Laju inflasi kelompok Makanan Jadi,
Minuman, Rokok & Tembakau mengalami
penurunan dari tahun sebelumnya, dari
3,73% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi
2,91% (yoy) pada triwulan laporan. Sehingga
secara keseluruhan kelompok ini
memberikan andil inflasi tahunan sebesar
0,48% (yoy). Kelompok Makanan Jadi
merupakan kelompok dengan bobot terbesar
keempat dalam pola konsumsi masyarakat
Sumatera Utara dengan bobot 17%.
Penurunan laju inflasi tahunan tertinggi
berasal dari subkelompok Makanan Jadi dari
4,56% (yoy) pada triwulan sebelumnya
menjadi 3,45% (yoy) pada triwulan laporan
dengan andil 0,18% (yoy). Selanjutnya
penurunan laju inflasi juga disumbangkan
oleh subkelompok Tembakau dan Minuman
Beralkohol dari 4,12% (yoy) pada triwulan
sebelumnya menjadi 3,41% (yoy) dengan
andil 0,21% (yoy). Sementara itu
subkelompok Minuman yang Tidak
Beralkohol di sisi lain mengalami
peningkatan laju inflasi, meskipun masih
mencatatkan deflasi pada triwulan I 2019.
Deflasi subkelompok Minuman yang Tidak
Beralkohol tercatat menurun dari -0,22%
(yoy) menjadi -0,10 pada triwulan laporan.
Komoditas yang menjadi kontributor
peningkatan inflasi pada subkelompok ini
adalah Gula Pasir, meskipun masih tercatat
deflasi. Tekanan inflasi Gula Pasir meningkat
dari -4,58% (yoy) pada triwulan sebelumnya
menjadi -3,52% (yoy) pada triwulan laporan,
sehingga memberikan andil inflasi sebesar -
0,02% (yoy).
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
3.2.3 Kelompok Perumahan, Air,
Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Menjadi Pendorong Tekanan
Inflasi
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan
Bahan Bakar merupakan kelompok yang
menjadi kontributor peningkatan laju
inflasi tahunan Sumatera. Kelompok ini
mengalami peningkatan laju inflasi tahunan
dari 2,46% (yoy) pada triwulan sebelumnya
menjadi 2,55% (yoy) pada triwulan laporan.
Dengan perkembangan tersebut, kelompok
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
memberikan andil inflasi 0,59% (yoy).
Peningkatan laju inflasi kelompok ini
terutama bersumber dari subkelompok Bahan
Bakar, Penerangan dan Air serta
subkelompok Penyelenggaraan Rumah
Tangga.
Pada triwulan I 2019 subkelompok Bahan
Bakar, Penerangan dan Air mengalami deflasi
-0,30% (yoy), mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
55
mengalami deflasi mencapai -0,46% (yoy).
Komoditas Bahan Bakar Rumah Tangga
menjadi sumber utama peningkatan laju
inflasi dari triwulan sebelumnya yang
mengalami deflasi -2,43% (yoy) menjadi -
1,07% (yoy) pada triwulan laporan.
Sementara itu, subkelompok
Penyelenggaraan Rumah Tangga dengan
bobot 5% mengalami peningkatan laju inflasi
dari 6,21% (yoy) menjadi 6,98% (yoy).
Dengan perkembangan tersebut subkelompok
Penyelenggaraan Rumah Tangga memberikan
andil inflasi tahunan sebesar 0,33% (yoy).
Kenaikan subkelompok ini terutama
bersumber dari peningkatan Upah Pembantu
Rumah Tangga yang merupakan penyesuaian
tahunan berdasarkan UMP.
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Listrik, Air & Gas
3.2.4 Peningkatan Laju Inflasi
Kelompok Transpor,
Komunikasi dan Jasa Keuangan
Inflasi kelompok Transpor, Komunikasi dan
Jasa Keuangan mengalami kenaikan
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kelompok ini merupakan kelompok dengan
bobot terbesar ketiga (19%) pada pola
konsumsi masyarakat Sumatera Utara. Inflasi
kelompok ini pada triwulan I 2019 tercatat
4,17% (yoy), meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya mencapai 3,61% (yoy).
Bobot konsumsi masyarakat Sumatera Utara
terhadap aktivitas transportasi yang relatif
besar, turut mendorong laju inflasi tahunan
Sumatera Utara menjadi lebih tinggi. Bobot
subkelompok Transporasi sendiri mencapai
14% dari total pola konsumsi masyarakat
Sumatera Utara. Pada triwulan laporan,
subkelompok Transportasi tercatat mengalami
inflasi 5,00% (yoy) meningkat signifikan
dibandingkan triwulan IV 2018 sebesar
4,42% (yoy). Dengan realisasi tersebut,
subkelompok ini memberikan andil inflasi
tahunan mencapai 0,66% (yoy) sehingga
menjadi kontributor utama peningkatan laju
inflasi kelompok Transpor, Komunikasi dan
Jasa Keuangan. Peningkatan laju inflasi pada
subkelompok Transpor utamanya bersumber
dari inflasi tarif Angkutan Udara yang
mencatatkan inflasi tahunan sebesar 64,66%
(yoy). Dengan perkembangan tersebut,
komoditas Angkutan Udara memberikan
andil inflasi mencapai 0,50% (yoy).
Berdasarkan keterangan Kementerian
Perhubungan peningkatan tarif Angkutan
Udara lebih disebabkan normalisasi harga
karena selama ini terjadi perang harga di
antara maskapai. Kondisi ini terpaksa harus
diakhiri oleh maskapai karena terkait dengan
kenaikan biaya produksi, salah satunya oleh
harga avtur yang sudah naik sejak awal tahun
2018. Kondisi ini juga berdampak kepada
penurunan jumlah penumpang serta kenikan
biaya logistik, khususnya jasa pengiriman
paket domestik.
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
3.3 Inflasi Spasial Mereda
Kota-kota pantauan inflasi yang disurvei
oleh BPS di Sumatera Utara mencatatkan
penurunan inflasi, kecuali kota
Padangsidimpuan. Dibandingkan dengan
trwulan IV 2018, inflasi pada kuartal pertama
2019 di kota-kota sampel inflasi seluruhnya
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
56
mencatatkan perkembangan yang seragam,
yakni penurunan laju inflasi, kecuali kota
Padangsidimpuan. Penurunan laju inflasi
tertinggi terjadi di kota Sibolga yang
mengalami penurunan dari 2,86% (yoy) pada
triwulan sebelumnya menjadi 0,78% (yoy)
pada triwulan I 2019. Kota berikutnya dengan
penurunan tertinggi adalah Pematangsiantar,
yakni dari 2,15% (yoy) menjadi 2,00% (yoy)
pada triwulan laporan. Selanjutnya, kota
Medan juga mencatatkan penurunan inflasi
dari 1,00% (yoy) menjadi 0,87% (yoy) pada
triwulan I 2019. Dengan bobot inflasi
terbesar di Sumatera Utara, Kota Medan
memberikan dampak penahan laju inflasi
Sumatera Utara secara keseluruhan. Di sisi
lain, kota Padangsidimpuan mencatatkan
peningkatan inflasi dari 2,22% (yoy) pada
triwulan IV 2018 menjadi 2,46% (yoy) pada
triwulan I 2019.
Ditinjau dari kelompoknya, secara umum
kota pantauan inflasi di Sumatera Utara
mengalami penurunan inflasi tertinggi pada
kelompok Bahan Makanan. Sebanyak 3 (tiga)
kota pantauan inflasi mencatatkan deflasi
pada kelompok Bahan Makanan. Deflasi
tertinggi pada kelompok Bahan Makanan
terjadi pada kota Medan dengan deflasi
sebesar -5,71% (yoy).
3.3.1 Kota Medan Sebagai Sumber
Penahan Inflasi Sumatera Utara
Pada kuartal pertama tahun 2019, Kota
Medan memberikan andil terbesar bagi
penurunan inflasi Provinsi Sumatera Utara.
Inflasi Kota Medan pada triwulan I 2019
tercatat 0,87% (yoy), lebih rendah dari
triwulan sebelumnya sebesar 1,00% (yoy).
Penurunan laju inflasi tertinggi di Kota Medan
bersumber dari kelompok Bahan Makanan.
Kelompok Bahan Makanan di Kota Medan
mencatatkan deflasi mencapai -5,71% (yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar -
4,64% (yoy). Dengan begitu, kelompok
Bahan Makanan tercatat memberikan andil
inflasi tahunan -1,44% (yoy). Penurunan laju
inflasi kelompok ini utamanya disebabkan
oleh penurunan harga Cabai Merah,
sebagaimana juga terjadi pada kota pantauan
lainnya yang disebabkan oleh melimpahnya
pasokan sehubungan dengan periode panen
raya (lihat Bab 3.2).
Sementara itu, peningkatan laju inflasi
tertinggi di Kota Medan dicatatkan oleh
kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa
Keuangan dengan realisasi inflasi triwulan I
2019 sebesar 4,54% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya mencapai
3,69% (yoy). Dengan perkembangan tersebut,
kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa
Keuangan memberikan sumbangan inflasi
terbesar di Kota Medan dengan andil inflasi
tahunan yang tercatat 0,86% (yoy), setara
dengan relisasi inflasi IHK. Peningkatan laju
inflasi kelompok ini utamanya didorong oleh
meningkatnya inflasi Angkutan Udara yang
mengalami inflasi tahunan sebesar 64,66%
(yoy) dengan andil mencapai 0,50% (yoy).
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.7 Disagregasi Inflasi Kota Medan
3.3.2 Penurunan Laju Inflasi Kota
Pematangsiantar
Selanjutnya Kota Pematangsiantar sebagai
kota dengan bobot inflasi terbesar kedua
setelah Kota Medan juga mencatatkan
penurunan inflasi. Pada triwulan I 2019,
kota Pematangsiantar mengalami inflasi
sebesar 2,00% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat 2,15% (yoy). Penurunan laju inflasi
tertinggi di Kota Pematangsiantar bersumber
dari kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
57
dan Bahan Bakar. Kelompok ini mencatatkan
inflasi mencapai 0,82% (yoy), lebih rendah
dibandingkan periode sebelumnya sebesar
1,42% (yoy). Berdasarkan kontribusinya,
kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan
Bahan Bakar memberikan andil inflasi
tahunan mencapai 0,17% (yoy). Penurunan
laju inflasi tahunan kelompok ini utamanya
disebabkan oleh penyesuaian harga Bahan
Bakar Rumah Tangga, khususnya harga LPG.
Sementara itu, peningkatan laju inflasi
tertinggi di Kota Pematangsiantar dicatatkan
oleh kelompok Kesehatan. Kelompok ini
mencatatkan realisasi inflasi yang tercatat
6,56% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya sebesar 2,15% (yoy).
Dengan perkembangan tersebut, kelompok
Kesehatan mencatatkan andil inflasi tahunan
mencapai 0,26% (yoy). Berdasarkan
komoditasnya, peningkatan inflasi kelompok
Kesehatan bersumber dari peningkatan tarif
Dokter Spesialis dan Tarif Rumah Sakit.
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.8 Disagregasi Inflasi Kota Pematangsiantar
3.3.3 Penurunan Inflasi Kota Sibolga
Menjadi Yang Terdalam
Sementara itu, Kota Sibolga sebagai kota
dengan bobot inflasi paling kecil
mencatatkan penurunan inflasi terendah.
Pada triwulan I 2019, kota Sibolga
mengalami inflasi sebesar 0,78% (yoy), jauh
lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya
yang mencapai 2,86% (yoy). Penurunan laju
inflasi tahunan kota Sibolga merupakan yang
terendah jika dibandingkan dengan kota
sampel inflasi lainnya di Sumatera Utara.
Penurunan laju inflasi tertinggi di Kota
Sibolga bersumber dari kelompok Bahan
Makanan, serupa dengan kondisi Kota
Medan. Kelompok ini mencatatkan deflasi
tahunan sebesar -5,84% (yoy), jauh lebih
rendah dibandingkan triwulan IV 2018 yang
tercatat -1,18% (yoy). Sehingga kelompok
Bahan Makanan memberikan andil deflasi
tahunan mencapai -1,91% (yoy), yang
menahan laju inflasi IHK cukup signifikan.
Penurunan laju inflasi tahunan kelompok ini
utamanya juga disebabkan oleh komoditas
cabai merah.
Sementara itu, peningkatan laju inflasi
tertinggi di Kota Sibolga dicatatkan oleh
kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas &
Bahan Bakar. Kelompok ini mencatatkan
realisasi inflasi sebesar 2,04% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat 1,33% (yoy). Dengan
perkembangan tersebut, kelompok
Perumahan, Air, Listrik & Gas mencatatkan
andil inflasi tahunan mencapai 0,36% (yoy).
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.9 Disagregasi Inflasi Kota Sibolga
3.3.4 Peningkatan Laju Inflasi Kota
Padangsidimpuan
Berbeda dengan inflasi kota pantauan
inflasi lainnya, Kota Padangsidimpuan
mencatatkan peningkatan tekanan inflasi.
Pada triwulan I 2019, kota Sibolga
mengalami inflasi sebesar 2,46% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat 2,22% (yoy).
Peningkatan laju inflasi tertinggi di Kota
Sibolga bersumber dari kelompok Bahan
Makanan. Meskipun kelompok ini masih
mencatatkan deflasi tahunan mencapai -
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
58
0,17% (yoy), namun realisasi ini jauh lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mengalami deflasi sebesar -1,92% (yoy).
Sehingga kelompok Bahan Makanan
memberikan andil inflasi tahunan mencapai -
0,05% (yoy). Peningkatan laju inflasi tahunan
kelompok ini utamanya didorong oleh inflasi
subkelompok Padi-padian, Umbi-umbian dan
Hasilnya.
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.10 Disagregasi Inflasi Kota Padangsidimpuan
Sementara itu, peningkatan laju inflasi
tertinggi di Kota Sibolga dicatatkan oleh
kelompok Pendidikan, Rekreasi dan
Olahraga. Kelompok ini mencatatkan
realisasi inflasi tahunan pada triwulan
laporan sebesar 3,24% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat 2,66% (yoy). Dengan perkembangan
tersebut, kelompok ini mencatatkan andil
inflasi tahunan mencapai 0,19% (yoy).
3.4 Tracking Inflasi
3.4.1 Inflasi April Meningkat
Berbeda dengan pola historisnya, inflasi
Sumatera Utara bulan April 2019
meningkat dibandingkan bulan
sebelumnya. Secara bulanan, realisasi inflasi
Sumatera Utara pada bulan April 2019
sebesar 1,23% (mtm). IHK Sumatera Utara
pada April 2019 meningkat tajam
dibandingkan bulan sebelumnya yang
tercatat 0,30% (mtm). Realisasi ini juga jauh
diatas historis rata rata inflasi April pada
tiga tahun terakhir, yaitu -0,51% (mtm). Laju
inflasi terutama bersumber dari kelompok
bahan makanan, kelompok makanan jadi,
dan kelompok transportasi.
Kelompok bahan makanan menjadi sumber
utama inflasi April. Kelompok bahan
makanan tercatat mengalami inflasi 4,58%
(mtm) sehingga memberikan kontribusi inflasi
mencapai 1,10% (mtm). Beberapa komoditas
bahan makanan yang menjadi penyumbang
inflasi utama antara lain cabai merah (0,84%,
mtm), bawang merah (0,12%, mtm), dan
bawang putih (0,08%, mtm).
Cabai merah menjadi komoditas yang
memberikan andil inflasi terbesar yaitu
mencapai 0,84% terhadap inflasi bulanan.
Kenaikan harga cabai merah disebabkan oleh
penurunan produksi akibat berkurangnya
ketersediaan air pada musim kemarau. Selain
itu, 200 ha di Kecamatan Air Putih,
Kabupaten Batubara terserang penyakit akibat
tidak melakukan rotasi tanaman. Disamping
itu, Asosiasi Pedagang Cabai Merah Medan
menginformasikan bahwa produksi Sumatera
Utara mengalir ke Aceh karena keterbatasan
pasokan di daerahnya. Sementara pasokan di
Sumatera Utara tidak mampu memenuhi
kebutuhannya, sehingga pasokan diambil dari
daerah Jawa. Berdasarkan data Pusat
Informasi Pangan Strategis (PIHPS) didapat
informasi bahwa harga di pasar tradisional
pada April naik 50% dari harga rata-rata
Maret 2019 sebesar Rp20.900/kg, menjadi
Rp31.400/kg pada April 2019. Meski
demikian, kenaikan harga cabai merah
diindikasi merupakan proses normalisasi
pasca realisasi harga relatif rendah sejak
tahun 2018. Menguatkan hal ini, sebagai
gambaran, harga cabai merah pada bulan
Desember 2017 pernah mencapai
Rp46.650/kg dengan inflasi 3,2% (yoy).
Bawang merah dan bawang putih juga
menjadi penyumbang inflasi pada bulan
April dengan andil mencapai 0,12% (mtm)
dan 0,08% (mtm) terhadap inflasi bulanan.
Harga bawang putih mengalami kenaikan
akibat keterbatasan pasokan impor. Secara
nasional, terdapat dua dari tujuh importir
yang masih dalam proses perizinan. Sejalan
dengan hal itu, kenaikan harga bawang
merah juga didorong oleh pasokan yang
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
59
menurun di sentra produksi, Jawa Tengah.
Berdasarkan data Pusat Informasi Pangan
Strategis (PIHPS) harga bawang putih dan
bawang merah pada bulan April tercatat
Rp38.150/kg dan Rp36.100/kg, atau
meningkat masing masing tercatat 51,99%
dan 7,76% dari bulan sebelumnya.
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.11 Disagregasi Inflasi April 2019
Kelompok Transpor dan Komunikasi, dan Jasa
Keuangan mencatatkan inflasi 0,20% (mtm).
Kenaikan inflasi pada kelompok ini
disumbang oleh kenaikan harga mobil
dengan andil 0,03% terhadap inflasi bulanan.
Kenaikan harga terjadi secara nasional
disebabkan oleh kenaikan Bea Balik Nama
(BBN). Sejalan dengan hal tersebut, terdapat
peningkatan laju inflasi pada komoditas
perbaikan ringan kendaraan yaitu menjadi
7,40% (mtm) dengan andil 0,01% terhadap
inflasi bulanan. Laju inflasi pada komoditas
angkutan udara juga mengalami peningkatan,
yaitu dari -7,01% (mtm) menjadi 0,14%
(mtm).
Selain itu, kelompok Perumahan, Air, Listrik,
Gas, dan Bahan Bakar juga mengalami inflasi
0,10% (mtm) atau menyumbang 0,02%
terhadap inflasi bulanan. Penyebab utama
adalah tarif kontrak rumah (andil 0,06% mtm)
diprediksi disebabkan oleh kenaikan harga
barang barang bangunan dan pemeliharaan
rumah. Beberapa komoditas lain yang
menjadi penyumbang inflasi pada kelompok
ini adalah sewa rumah dan bahan bakar
rumah tangga dengan andil masing masing
mencapai 0,01% terhadap inflasi bulanan.
Secara tahunan, tekanan inflasi Sumatera
Utara pada bulan April 2019 meningkat.
Tekanan inflasi Sumatera Utara April 2019
tercatat 2,22% (yoy), meningkat
dibandingkan bulan sebelumnya yang
tercatat 1,05% (yoy). Meskipun mengalami
peningkatan, inflasi tahunan Sumatera Utara
masih lebih rendah dibandingkan nasional
(2,83%;yoy). Kenaikan tekanan inflasi
terutama bersumber dari kelompok bahan
makanan dan sandang. Tekanan inflasi
kelompok bahan makanan meningkat dari -
4,74% (yoy) pada bulan sebelumnya menjadi
0,27% (yoy) dan diindikasikan kembali ke
pola normalnya. Deflasi cabai merah mulai
mereda dari -50,77% (yoy) menjadi -16,92%
(yoy). Berdasarkan pemantauan PIHPS, harga
cabai merah pada April 2019 masih 16%
dibawah harga April 2018 yang tercatat
Rp37.200/kg, mengindikasikan pasokan yang
mulai sesuai dengan kebutuhannya.
Kelompok lain yang mendorong inflasi
adalah sandang, meningkat dari 2,64% (yoy)
menjadi 3,96% (yoy) dengan andil 0,23%
terhadap inflasi tahunan.
3.4.2 Peningkatan Inflasi Triwulan II
2019
Tekanan inflasi Sumatera Utara pada
triwulan II 2019 diperkirakan meningkat
dari triwulan sebelumnya. Peningkatan ini
terutama didorong oleh tingginya permintaan
kebutuhan-kebutuhan pokok pada bulan
Ramadhan dan masa Lebaran. Disamping itu,
berlangsungnya Pilpres dan Pileg pada bulan
April 2019 diperkirakan memberikan dampak
tekanan inflasi, khususnya pada kelompok
inti. Peningkatan permintaan ini diprediksi
terjadi di komoditas-komoditas kelompok
bahan makan, kelompok makanan jadi, serta
kelompok transportasi, komunikasi dan jasa
keuangan.
Dari kelompok bahan makanan, pasokan
pangan dan hortikultura mulai menurun
seiring dengan selesainya periode panen raya
ditengah tingginya permintaan di Bulan
Ramadhan. Mempertimbangkan hal tersebut,
diperlukan kerjasama antara TPID Sumatera
Utara, Bulog, Satgas Pangan, serta SKPD
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
60
untuk menjaga harga-harga komoditas sejak
dari produsen hingga ke konsumen.
Pada triwulan II 2019, inflasi kelompok
makanan jadi diprediksi meningkat didorong
dengan kenaikan permintaan masyarakat
menjelang lebaran serta berlangsungnya
pesta demokrasi pada bulan April 2019. Hal
ini sejalan dengan daya beli masyarakat yang
cukup seiring dengan peningkatan UMP di
tahun 2019. Meskipun demikian, ekspektasi
inflasi masyarakat masih dapat terkelola
dengan baik. Sementara itu, tekanan inflasi
kelompok transportasi, komunikasi dan jasa
keuangan juga diperkirakan meningkat
sehubungan dengan kenaikan harga tiket
angkutan udara menjelang HBKN Idul Fitri.
3.5 Program Pengendalian
Inflasi Daerah Dalam rangka menjaga kestabilan harga
dan pasokan bahan pangan strategis, TPID
Provinsi Sumatera Utara telah mendorong
berbagai kebijakan pada awal tahun 2019.
Dalam rapat koordinasi TPID Provinsi
Sumatera Utara pada awal tahun 2019
terdapat beberapa hal yang dibahas antara
lain sebagai berikut :
a) Menyikapi rendahnya harga cabai merah
yang terjadi akhir tahun 2018, TPID
Provinsi Sumatera Utara memandang
perlunya upaya agar harga cabai merah di
tingkat petani tidak hanya rendah namun
juga stabil. Hal ini mengingat apabila
harga cabai merah terlalu rendah, hal ini
tidak menyejahterakan petani. Oleh
sebab itu TPID Provinsi Sumatera Utara
dapat belajar dari Kabupaten Humbang
Hasundutan yang telah menerapkan kerja
sama antara Pemda melalui BUMD
Pangan dengan petani yaitu dengan
membeli hasil panen cabai merah pada
harga tertentu. Sehingga apabila saat
terjadi harga terlalu rendah petani tidak
dirugikan, dan saat harga cabai merah
melambung, masyarakat tidak dirugikan
dan pada akhirnya harga cabai merah di
pasar stabil. Selanjutnya menyikapi
tingginya harga cabai merah di Sumatera
Utara, diharapkan Bulog dapat
melakukan penyerapan cabai merah
pada harga tertentu sehingga petani tidak
rugi, sesuai dengan kapasitas dana yang
dimiliki oleh Bulog.
b) Menyikapi tingginya harga ikan gembung
di awal tahun, terdapat beberapa program
TPID untuk meningkatkan kesejahteraan
nelayan dan meningkatkan jumlah ikan
tangkapan sehingga diharapkan harga
ikan gembung dapat stabil, antara lain
melalui: (a) asuransi nelayan oleh PT
Jasindo; (b) pengadaan kapal kapasitas
6GT; (c) pengadaan alat penangkap ikan;
(d) pengadaan rumah ikan; (d) pengadaan
rumpon; (e) restocking benih ikan; (f)
pengadaan sampan bermotor untuk
nelayan skala kecil; (g) pengadaan cool
box; (h) pengambangan udang vaname di
Deli Serdang, Medan dan Langkat.
c) Guna memperlancar jalur distribusi
bahan makanan, Dinas PUPR akan
menambah infrastruktur pendukung
seperti jalan dan jembatan terutama dari
daerah sentra produksi ke daerah
konsumsi.
d) Mendirikan Pusat Distribusi Provinsi dan
menambah jumlah pasar murah untuk
menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri.
Selanjutnya dalam rangka mendorong
efektivitas pengendalian harga baik dari sisi
petani maupun dari sisi masyarakat yaitu
harga di sisi petani tidak terlalu rendah dan
harga di sisi masyarakat juga tidak terlalu
tinggi, pemerintah kabupaten/kota akan
melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
1) Optimalisasi Bumdes dan peningkatan
kapasitas UMKM unggulan Deli
Serdang, melalui PPUD (Pameran
Produk Unggulan Daerah). Sementara
Kabupaten Serdang Bedagai akan
melakukan optimalisasi BUMDES
melalui pengembangan produk sarana
pertanian, pengembangan produk
beras dalam kemasan, serta untuk
memotong mata rantai penjualan
beras.
2) Mengoptimalkan peran BUMD untuk
mengelola gabah, mengingat Deli
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
61
Serdang merupakan salah satu
lumbung padi di Sumatera Utara.
3) Pemda Deli Serdang akan
memberdayakan toko-toko tani.
4) Program unggulan pertanian
Kabupaten Tebing Tinggi, diantaranya
klaster bawang merah, dan kerja sama
penjualan komoditas padi organik
dengan Kab. Serdang Bedagai.
5) Kota Tebing Tinggi mengembangkan
klaster perikanan, agrowisata, bawang
merah, dan cabai merah dan
diharapkan akan berkontribusi dalam
pengendalian inflasi.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
64
BOKS 3 : ROADMAP PENGENDALIAN INFLASI SUMATERA UTARA
2019 2021
Sumatera Utara memiliki karakteristik inflasi yang cukup unik karena lebih fluktuatif
dibandingkan tingkat inflasi nasional. Berdasarkan data historis, inflasi Sumut dan nasional hingga
tahun 2015 berfluktuasi sangat tajam, namun di tahun 2016 hingga 2018 inflasi nasional cukup stabil
berada di range target inflasi yang ditetapkan yaitu 3,5 % ± 1% sedangkan inflasi provinsi Sumatera
Utara tetap berfluktuasi, ditandai dengan inflasi tahun 2018 yang jauh di bawah target yaitu sebesar
1,23% setelah di tahun 2017 mencatatkan inflasi yang jauh di atas target yaitu 6,3%.
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.12 Data Historis Inflasi Nasional dan Sumatera Utara
Tingkat inflasi yang berfluktuasi disumbang oleh komoditas volatile food khususnya cabai
merah dan bawang merah. Hal ini cukup menjadi perhatian pemerintah daerah yang tergabung
dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota,
mengingat sebagian besar bahan pangan dapat diproduksi di Sumatera Utara seperti beras dan
hortikultura. Hal ini ditunjang oleh sumbangan PDRB terbesar Sumatera Utara oleh sektor Pertanian
sebesar 24% pada triwulan I 2019.
Permasalahan yang cukup unik ini
membutuhkan solusi yang masif dan terstruktur serta
peran aktif keterlibatan berbagai stakeholder terkait
diantaranya TPID Provinsi/Kab/Kota (OPD teknis)
beserta satgas pangan, BPS, Komisi Pengawasan
Persaingan Usaha (KPPU), dan pihak lainnya yang
relevan. Program-program pengendalian harga ini
tertuang dalam roadmap pengendalian inflasi
Sumatera Utara tahun 2019 2021 yang
menjabarkan tujuan pengendalian inflasi, arah
kebijakan, prinsip strategis, serta program turunan
dari program pengendalian inflasi nasional.
Suplemen 3
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
65
Untuk mewujudkan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang sesuai dengan rentang target
nasional, dibutuhkan inflasi bahan pangan dan non-pangan dalam tren menurun melalui prinsip
strategis nasional pengendalian inflasi yaitu 4K: Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan,
Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif. Roadmap pengendalian inflasi Sumatera Utara
memiliki fokus arah kebijakan pada peningkatan produktivitas pertanian, mendorong kerjasama
perdagangan antar daerah untuk memotong mata rantai distribusi, serta memperkuat basis data baik
itu pertanian maupun pantauan harga di pasar yang akan dilaksanakan di tahun 2019 2021.
Dari sisi keterjangkauan harga, TPID akan
turut mendukung stabilisasi harga dan mengelola
permintaan yang akan diturunkan menjadi program
program konkret. Salah satu program tersebut adalah
melaksanakan operasi pasar kerjasama lintas institusi
yang akan diintensifkan pada periode menjelang
HBKN. Program lainnya adalah melaksanakan
sinkronisasi data pencatatan luas lahan pertanian
cabai merah dan bawang merah di masing-masing
kabupaten/kota.
Untuk menjaga ketersediaan pasokan, TPID akan terus memperkuat produksi cadangan
pangan pemerintah, mengelola impor-ekspor pangan, serta memperkuat kelembagaan, yang
diturunkan menjadi beberapa program konkret diantaranya Pengembangan jaringan irigasi,
penyediaan Controlled Atmosphere Storage (CAS) oleh Pemerintah Provinsi, penyesuaian kalender
dan pola tanam terpadu di level provinsi secara online, modernisasi unit pengolahan gudang Bulog
yang ada di daerah Kisaran menjadi kilang padi. Di samping itu, akan dilakukan optimalisasi KUR
petani, dan perluasan implementasi Kartu Asuransi Petani dan nelayan dalam rangka memperkuat
kelembagaan.
Dalam menjaga kelancaran distribusi di Sumatera Utara, TPID akan mendorong kerjasama
perdagangan antardaerah. Pengembangannya diarahkan untuk membangun model bisnis kerjasama
serta mengoptimalkan peran BUMD dan swasta hingga ke kabupaten/kota yang cukup jauh dari Kota
Medan. Di samping itu, TPID akan terus meningkatkan infrastruktur perdagangan seperti pasar induk
dan sarana konektivitas di Kota Tebing Tinggi.
Dan yang tidak kalah pentingnya, TPID harus
mengelola ekspektasi masyarakat terhadap inflasi melalui
komunikasi yang efektif, yang terwujud dalam perbaikan
kualitas data serta memperkuat koordinasi pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Penguatan koordinasi akan
dilakukan melalui koordinasi berkala baik di tingkat
provinsi maupun kab/kota, serta melakukan
Pengembangan komunikasi informasi di media massa
seperti talkshow di radio dan televisi lokal.
Tingkat inflasi yang rendah dan stabil di Sumatera Utara akan terwujud melalui seluruh
program pengendalian inflasi yang akan dilakukan di tahun 2019 hingga 2021 apabila dilakukan
dengan sinergi oleh seluruh pihak terkait baik di level teknis maupun non teknis. Karena dengan
inflasi yang rendah dan terjaga, maka rakyat sejahtera.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
66
STABILITAS
KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN AKSES
KEUANGAN DAN UMKM
Kondisi stabilitas keuangan Sumatera Utara pada triwulan I 2019 cukup baik yang tercermin dari
rasio intermediasi (LDR) yang berada di rentang optimal, di tengah pertumbuhan DPK yang lebih
tinggi dibandingkan kredit proyek yang berlokasi di Sumatera (kredit lokasi proyek). Penurunan
penyaluran kredit juga diikuti dengan penurunan kualitas kredit yang tercermin dari NPL yang
meningkat tipis namun masih berada di level yang terjaga. Sementara itu, secara umum kredit di
Provinsi Sumatera Utara lebih banyak dibiayai oleh perbankan dari luar provinsi yang tercermin
dari nominal penyaluran kredit lokasi proyek lebih besar dibandingkan dengan kredit lokasi Bank.
Kinerja korporasi dan rumah tangga tercatat masih baik yang tercermin dari penyaluran dan
kualitas kredit serta indeks keyakinan konsumen yang membaik.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
67
Tabel 4.1. Kinerja Perbankan Sumatera Utara
Sumber: Bank Indonesia, diolah
4.1 KINERJA PERBANKAN
SECARA UMUM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.1. Perkembangan Intermediasi Perbankan
Kondisi stabilitas keuangan Sumatera Utara
pada triwulan I 2019 terpantau dalam
kondisi yang baik, tercermin dari rasio
intermediasi LDR16 dalam kisaran optimal
yaitu sebesar 95%. Rasio intermediasi relatif
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya,
disebabkan oleh pertumbuhan DPK yang
terpantau lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan kredit. Di sisi lain, risiko
perkreditan yang tercermin dari rasio NPL
menunjukkan sedikit peningkatan, namun
masih dalam level yang aman dan terjaga.
16 LDR merupakan rasio intermediasi yaitu rasio antara Kredit Lokasi Proyek dibagi dengan DPK per lokasi KC di Sumatera Utara
Perkembangan aset perbankan di Sumatera
utara pada triwulan I 2019 sebesar Rp306
triliun atau 2,6% (yoy) melambat
dibandingkan periode sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp301 triliun atau tumbuh
3,6% (yoy).
Lebih lanjut, proporsi aset perbankan
berdasarkan kelompok Bank pada Maret
2019 cenderung stabil dibandingkan periode
sebelumnya yaitu sebagian besar masih
dimiliki oleh Bank Swasta Nasional (42%)
disusul oleh Bank Persero sebesar (40%).
Secara umum penyaluran kredit di
Sumatera Utara lebih banyak didanai oleh
perbankan dari luar provinsi. Hal ini
terkonfirmasi dari nominal penyaluran kredit
lokasi proyek yang lebih besar dari nominal
penyaluran kredit berdasarkan lokasi Bank.
Penyaluran kredit lokasi proyek di Sumatera
Utara tercatat sebesar Rp215 triliun.
Sementara penyaluran kredit berdasarkan
lokasi Bank terpantau sebesar Rp214 triliun.
Lebih lanjut, pada triwulan berjalan, Dana
Pihak Ketiga (DPK) tercatat sebesar Rp226
triliun, tumbuh lebih baik dibandingkan
periode sebelumnya, namun masih relatif
rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan
DPK dalam lima tahun terakhir untuk periode
yang sama sebesar 7,6%.
Aset: Rp306 T
(yoy)
g. Tw I'19: 2,6%g. Tw IV’18: 3,6%
DPK: Rp226 T
(yoy)
g. Tw I’19: 2,3%g. Tw IV’18: 1,2%
Kredit L. Bank: Rp214 T
(yoy)g. Tw I’19: 5,5%
g. Tw IV’18: 7,1%
Kredit L. Proyek: Rp 215 T
(yoy)g. Tw I’19: 4,3%
g. Tw IV’18: 7,9%
NPL L. Bank:Tw I '19:
Tw IV’18: 2,40%:NPL L. Proyek Tw I'19: 3,14%
Tw IV’18: 2,72%
LDRTw I'19 : 95,5%
Tw IV’18: 100,4%:SBT L. Proyek
Tw I: 2019: 9,9%Tw IV’18: 9,6%
Asesmen Risiko Korporasi Asesmen Risiko Rumah Tangga
Kinerja Perbankan Sumatera Utara
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
68
Kinerja Perbankan pada triwulan I 2019 terpantau cukup baik meskipun sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. ROA perbankan terpantau sebesar 2,4% menurun dari 2,9%. Penurunan ROA terutama terjadi karena penurunan laba (disetahunkan), sementara di sisi yang lain terjadi peningkatan rata-rata aset. Penurunan laba perbankan secara umum diperkirakan disebabkan oleh peningkatan biaya operasional yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan pendapatan operasionalnya. Hal ini terkonfirmasi dari rasio BOPO yang terpantau meningkat (75,7%) dibandingkan periode sebelumnya (69,5%). Peningkatan biaya operasional ini diperkirakan disebabkan karena biaya operasional non bunga, hal ini terkonfirmasi dari rasio NIM pada periode berjalan yang cenderung menurun (suku bunga lebih rendah) yaitu sebesar 6,9% dari 7,3%.
4.2 INTERMEDIASI
PERBANKAN
4.2.1 Dana Pihak Ketiga
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.2. Dana Pihak Ketiga
Penghimpunan DPK terpantau tumbuh
sebesar 2,3% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya
didorong oleh pertumbuhan seluruh jenis
penghimpunan dana. Giro masih
terkontraksi sebesar -9,6% (yoy) membaik
dibandingkan periode sebelumnya,
sementara deposito 4,6% (yoy) dan tabungan
4,8% (yoy) tumbuh lebih tinggi dibandingkan
periode sebelumnya (grafik 4.2. Dana Pihak
ketiga). Sementara itu, di lihat dari sisi
kepemilikan DPK, pertumbuhan terutama
didorong oleh DPK Pemerintah 2,1% (yoy)
dan DPK perorangan 4,3% (yoy). Peningkatan
DPK Pemerintah sesuai dengan polanya yaitu
memasuki tahun anggaran baru, penyerapan
anggaran dari kas pemerintah belum optimal.
Hal ini terkonfirmasi dari giro dan deposito
Pemerintah utamanya di Bank Persero dan
Bank Swasta Nasional yang terpantau
meningkat dibandingkan periode
sebelumnya.
Dari sisi DPK perseorangan, deposito
perorangan tercatat tumbuh meningkat,
sementara tabungan terpantau melambat,
sementara giro terkontraksi. Peningkatan
deposito perorangan terjadi pada seluruh
kelompok Bank kecuali BPD yang
terkontraksi lebih dalam dibandingkan
periode sebelumnya. Demikian juga
perlambatan tabungan disebabkan oleh
perlambatan pertumbuhan di BPD. DPK
milik pemerintah daerah yang belum optimal
digunakan karena belum dimulainya proyek
pemerintah, hal ini berdampak kepada giro
milik perseorangan yang terpantau
terkontraksi.
Dilihat dari proporsinya, DPK di Sumatera
Utara sebagian besar dalam bentuk deposito
46%, tabungan 39% dan giro 15% (grafik
4.3.). Sementara itu dari sisi golongan
pemilik, sebagian besar merupakan DPK
perseorangan 72%, Korporasi 18% dan
Pemerintah sebesar 5%. Lebih lanjut,
kepemilikan dana di atas Rp2 miliar sebesar
Rp12,4 triliun atau sebanyak 5,5% dari total
DPK cenderung stabil dibandingkan proporsi
pada periode sebelumnya. Kepemilikan dana
di perbankan di atas Rp2 miliar diperkirakan
merupakan para deposan yang relatif rentan
terhadap perubahan suku bunga dana.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
69
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.3. Proporsi Dana Pihak Ketiga
Secara spasial penghimpunan DPK
terkonsentrasi di Kota/Kabupaten di Pantai
Timur mencapai 91% dari DPK
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.4. Penghimpunan DPK per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
4.2.2 Perkembangan Kredit
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.5. Perkembangan Kredit Berdasarkan Penggunaan
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.6. Proporsi Kredit Berdasarkan Penggunaan
Secara umum, pertumbuhan kredit di
Sumatera Utara tumbuh positif sebesar
4,3% (yoy), lebih rendah dibandingkan
periode sebelumnya dan rata-rata
pertumbuhan pada triwulan I dalam 5
tahun terakhir yang tercatat sebesar 7,8%
(yoy). Perlambatan kredit pada triwulan ini
disebabkan oleh perlambatan pada kredit
modal kerja dan kredit konsumsi, sementara
pertumbuhan pada kredit investasi menahan
perlambatan kredit lebih dalam.
Memperhatikan penyaluran kredit pada
sektor utama di Sumatera Utara, perlambatan
kredit terjadi pada 3 sektor utama yaitu
pertanian, perdagangan, dan konstruksi,
sementara sektor industri pengolahan masih
mengalami kontraksi meskipun dengan level
yang lebih baik dibandingkan triwulan
sebelumnya. Perlambatan kredit diperkirakan
juga secara umum turut didorong oleh
peningkatan suku bunga kredit dari 9,6%
menjadi 9,9%.
Perlambatan kredit modal kerja
dikonfirmasi juga oleh perlambatan pada
beberapa sektor ekonomi seperti sektor
perdagangan dan industri pengolahan yang
melambat.
Sementara peningkatan kredit investasi
utamanya didorong oleh peningkatan kredit
investasi UMKM yang tumbuh tajam
dibandingkan periode sebelumnya. Di sisi
lain, kredit investasi pada sektor korporasi
masih terpantau terkontraksi.
Kredit konsumsi yang pada umumnya
merupakan kredit rumah tangga terpantau
melambat. Hal ini didorong oleh penurunan
konsumsi masyarakat pasca HBKN, Tahun
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
70
Baru, Tahun Ajaran Baru. Penurunan pada
kredit konsumsi juga terkonfirmasi pada
perlambatan pada seluruh jenis kredit rumah
tangga dibandingkan periode sebelumnya.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.7. Proporsi Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.8. Perkembangan Penyaluran Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Sektor Ekonomi
Perlambatan penyaluran kredit di sektor
pertanian dari 10,2% (yoy) menjadi 7,3%
(yoy) pada periode berjalan. Hal ini
didorong oleh perlambatan pada penyaluran
kredit ke sub sektor kelapa sawit yang
melambat dari 11% (yoy) menjadi 7% (yoy)
di triwulan I 2019. Proporsi penyaluran kredit
ke sub sektor kelapa sawit sebesar 83% dari
total penyaluran kredit ke sektor pertanian.
Diperkirakan perbankan cenderung lebih
berhati-hati menyalurkan kreditnya di sektor
ini karena harga komoditas khususnya CPO
yang beberapa periode terakhir cukup
berfluktuasi. Selain itu, kualitas kredit pada
subsektor ini relatif tinggi dan cenderung
meningkat yaitu 8,5% dari triwulan IV 2019
sebesar 7,6%.
Lebih lanjut, selaras dengan pertumbuhan
ekonomi perdagangan yang cenderung
menurun pada triwulan berjalan,
penyaluran kredit di sektor ini juga
terpantau melambat yaitu dari 18,5% (yoy)
menjadi 12,8% (yoy). Penurunan ini
diperkirakan karena aktivitas konsumsi
masyarakat juga cenderung menurun pada
triwulan I dibandingkan pada periode akhir
tahun.
Sementara itu, perlambatan pada sektor
konstruksi menjadi sebesar 9,7% (yoy) dari
10% (yoy) diperkirakan disebabkan oleh
belum mulainya proyek baru pemerintah,
sementara proyek besar yang berjalan saat ini
merupakan proyek dari tahun 2018. Selaras
dengan hal tersebut penyaluran KPR juga
terpantau melambat periode sebelumnya.
Pertumbuhan pada sektor konstruksi terutama
ditopang oleh penyaluran kredit konstruksi
kepada UMKM yang menunjukkan
peningkatan.
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan
ekonomi pada sektor industri pengolahan
dan penyaluran kredit pada subsektor
kelapa sawit, penyaluran kredit industri
pengolahan terpantau masih terkontraksi
menjadi -14,8% (yoy). Industri di Sumatera
Utara didominasi oleh industri turunan
kelapa sawit (makan minum), yang
terdampak oleh pergerakan harga komoditas
dan/atau perubahan peraturan pada
perdagangan global. Penyaluran kredit pada
sektor industri pengolahan yang masih
terkontraksi diperkirakan disebabkan
perbankan cenderung berhati-hati dalam
memberikan kredit pada sektor ini. Selain itu,
pelaku usaha juga diperkirakan cenderung
berhati-hati untuk meminjam dana dari
perbankan dan cenderung memilih untuk
melakukan mix strategy yaitu mendanai
kebutuhan pendanaan dari modal sendiri dan
perbankan (hasil liaison KPw BI Sumatera
Utara Triwulan I 2019).
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
71
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.9. Perkembangan Kualitas Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Sektor Ekonomi Utama
Kualitas kredit Maret 2019 sedikit menurun
dibandingkan periode Desember 2019
menjadi sebesar 3,14%, dan masih berada
di level yang terjaga. Peningkatan rasio
kredit non perform terjadi pada seluruh kredit
per jenis penggunaan (modal kerja, investasi
dan konsumsi) dengan NPL tertinggi terjadi
pada kredit modal kerja menjadi sebesar
4,18% pada periode berjalan. Hal ini
disebabkan oleh pertumbuhan nominal NPL
kredit modal kerja yang lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan kredit modal
kerja. Nominal NPL kredit modal kerja
tumbuh 19,1% (yoy) sementara kredit modal
kerja hanya tumbuh 3,7% (yoy). Di sisi lain
pertumbuhan nominal NPL kedua jenis
kredit penggunaan lainnya cenderung
rendah.
Peningkatan jumlah kredit non perform
berdasarkan lapangan usaha terutama
disebabkan oleh peningkatan NPL pada
sektor industri pengolahan yang meningkat
sebesar Rp363 miliar atau tumbuh dari
23,2% (yoy) menjadi 62,7% (yoy) pada
periode berjalan. Diperkirakan peningkatan
NPL pada sektor ini disebabkan oleh harga
komoditas global yang cenderung
berfluktuasi.
Sementara itu, rasio NPL kredit kepada
sektor konstruksi relatif tinggi dan
memerlukan perhatian, mengingat telah
mencapai level 7,69%. Apabila dilihat dari
tren serta data historis, NPL kredit konstruksi
memiliki kecenderungan menurun seiring
dengan telah dilakukannya pembayaran
proyek, meskipun diperkirakan masih relatif
tinggi dibandingkan sektor lainnya.
NPL kredit pertanian meningkat dari 1,14%
menjadi 1,34% atau secara nominal
meningkat sebesar Rp65 miliar dari posisi
Desember 2018. Peningkatan NPL terutama
disebabkan oleh peningkatan NPL pada
kredit pertanian subsektor kelapa sawit yang
meningkat sebesar Rp52 miliar dibandingkan
periode triwulan IV 2018.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.10. Grafik Perkembangan Loan at Risk (LaR)
Lebih lanjut, berdasarkan pemantauan
terhadap rasio LaR (Loan at Risk) tercatat
meningkat tipis menjadi 10,7%, yang
sebagian besar didorong oleh
pertumbuhan pada nominal NPL dan kredit
sandi 1 (lancar) dan sandi 2 (Dalam
Perhatian Khusus) yang sedikit meningkat.
4.2.3 Penyaluran Kredit berdasarkan
Kota/Kabupaten
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.11. Penyaluran Kredit Berdasarkan Kab/Kota
Secara spasial penyaluran kredit lokasi
proyek terkonsentrasi di 7 (tujuh)
kabupaten/kota yang mencapai 82,9% dari
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
72
total kredit yaitu Kota Medan sebesar Rp121
triliun (56%), Kabupaten Deli Serdang Rp31
triliun (14,8%), Kabupaten Labuhan Batu
Rp5,9 triliun (2,8%) dan Kabupaten Asahan
sebesar Rp5,3 triliun (2,5%), Kabupaten
Simalungun Rp4,7 triliun (2,2%), Kota
Pematang Siantar Rp4,7 triliun (2,2%) dan
Kabupaten Langkat Rp4,6 triliun (2,1%).
Penyaluran kredit di Sumatera Utara masih
terkonsentrasi di kota/kabupaten di pantai
timur Sumatera yang cenderung memiliki
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat yang relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah di kabupaten di
pantai barat Sumatera Utara.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.12. Kualitas Kredit (NPL) berdasarkan Kabupaten/Kota
4.2.4 Penyaluran Kredit UMKM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.13. Penyaluran kredit UMKM
Berbeda dengan penyaluran kredit secara
umum yang cenderung melambat,
perkembangan penyaluran kredit UMKM
justru menunjukkan peningkatan
dibandingkan periode sebelumnya menjadi
Rp57,4 triliun atau tumbuh 9,3% (yoy).
Peningkatan penyaluran kredit UMKM
didorong oleh penyaluran pada jenis kredit
penggunaan menengah sebesar 15,2% (yoy)
dari 9,76% (yoy). Sementara itu dari jenis
penggunaannya, pertumbuhan kredit UMKM
terutama didorong oleh jenis kredit investasi
yang tumbuh 16,6% (yoy) meningkat tajam
dibandingkan periode Desember 2018
sebesar 6,3% (yoy).
Proporsi kredit UMKM terhadap total kredit
yang disalurkan di Sumatera Utara sebesar
26%. Apabila dilihat dari komponen kredit
yang menyusunnya, secara umum tidak
terdapat perubahan signifikan dibandingkan
periode sebelumnya, yaitu masih didominasi
oleh kredit menengah sebesar 42%, dan
Mikro serta Kecil masing-masing sebesar 30%
dan 28%.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.14. Proporsi Kredit UMKM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.15. Perkembangan Kredit UMKM berdasarkan sektor ekonomi
Dilihat dari jenis lapangan usaha,
peningkatan kredit UMKM terutama didorong
oleh sektor konstruksi dan pertanian.
Peningkatan pertumbuhan pada sektor
konstruksi terutama terjadi pada kelompok
kredit menengah yang tumbuh dari 5% (yoy)
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
73
menjadi 27% (yoy) pada periode berjalan.
Peningkatan kredit ini diperkirakan terutama
untuk mengerjakan proyek-proyek dengan
nilai yang relatif kecil.
Sementara itu pangsa kredit UMKM
lapangan usaha pertanian terhadap total
kredit pertanian sebesar 29%. Pertumbuhan
kredit UMKM lapangan usaha pertanian
terutama didorong oleh peningkatan pada
jenis kredit` mikro dan kecil (proporsi
sebesar 75%).
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.16. Perkembangan Kualitas Kredit UMKM
Secara spasial penyaluran kredit UMKM di
Sumatera Utara masih terkonsentrasi di
wilayah Pantai Timur dengan penyaluran
kredit tertinggi berada di Kota Medan
sebesar RpRp22 triliun (39%) dan
Kabupaten Deli Serdang sebesar Rp6
triliun (11%), sementara 50% lainnya
tersebar pada 32 Kabupaten kota lainnya.
Dari sisi kualitas kredit, secara umum NPL
kredit UMKM relatif tinggi yaitu 5,13%.
Berdasarkan pemantauan, kota dengan NPL
UMKM tertinggi adalah Kabupaten Nias
Barat.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.17. Perkembangan NPL Kredit UMKM Berdasarkan Kabupaten/Kota
Bank Indonesia terus mendorong realisasi
penyaluran kredit UMKM dengan
menetapkan target proporsi kredit UMKM
kepada perbankan berdasarkan tahapan
tertentu sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia No.
14/12/PBI/2012. Selain itu Bank Indonesia
juga berupaya mendorong peningkatan
kinerja kredit UMKM melalui penerbitan
kebijakan insentif memperlonggar batasan
Loan to Funding Ratio sebagaimana diatur
dalam PBI No. 17/11/PBI/2015. Sementara
itu, ditingkat regional KPw Bank Indonesia
juga turut mendorong UMKM dengan
melaksanakan program pengembangan
UMKM di masing-masing daerah baik
melalui pembinaan, pendampingan, maupun
klaster .
4.3 KINERJA KORPORASI
KEUANGAN DAN NON
KEUANGAN
4.3.1 Sumber Kerentanan Korporasi Secara umum, kinerja korporasi di
Sumatera Utara dipengaruhi faktor-faktor
dari dalam negeri dan luar negeri. Faktor
dari dalam negeri antara lain kondisi
ekonomi nasional dan daerah. Sementara
faktor dari luar negeri antara lain
perkembangan perekonomian global,
perkembangan ekspor serta volume dan
harga komoditas yang diperdagangkan di
dunia. Dari sisi domestik, pertumbuhan
ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I
2019 cenderung stabil dibandingkan triwulan
sebelumnya, namun lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi
Nasional. Pertumbuhan ekonomi pada
triwulan I 2019 terutama ditopang oleh
konsumsi pemerintah (sisi konsumsi) dan
sektor konstruksi (sisi penawaran). Sementara
dari sisi konsumsi rumah tangga cenderung
melambat. Perlambatan ini diperkirakan
dapat mendorong perlambatan permintaan
terhadap produk korporasi.
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan
ekonomi dunia, volume dan harga komoditas
global juga menurun (kecuali harga minyak
yang meningkat). Penurunan volume dan
harga komoditas global ini mempengaruhi
PDRB ekspor komoditas di Sumatera Utara
yang terpantau melambat pada triwulan I
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
74
2019 menjadi 1,03% (yoy) dari 2,65% (yoy).
Hal tersebut juga diperkirakan
mempengaruhi kondisi korporasi
khususnya sektor industri pengolahan yang
terpantau melambat dari dari 6,93% (yoy)
pada triwulan IV 2018 menjadi 6,03% (yoy)
pada triwulan I 2019.
4.3.2 Penyaluran Kredit Korporasi Selaras dengan penurunan volume dan
nilai ekspor triwulan I 2019, penyaluran
kredit perbankan ke korporasi (Keuangan
dan Non Keuangan) pada tercatat sebesar
Rp108,6 triliun atau melambat menjadi
2,4% (yoy) dari 4,9% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Perlambatan pada kredit
korporasi terutama didorong oleh
perlambatan pada Kredit Modal Kerja yang
tercatat sebesar Rp70,3 triliun atau 4,6%
(yoy). Sementara itu Kredit investasi terpantau
masih terkontraksi sebesar -0,9% (yoy) pada
triwulan berjalan atau sebesar Rp38 triliun.
Dilihat dari proporsi kredit kepada
korporasi di Sumatera Utara didominasi
oleh sektor utama yaitu Pertanian (26,8%),
Industri Pengolahan (32,1%), Perdagangan
(21%) dan Konstruksi (6,6%). Sejalan
dengan PDRB sektor perdagangan dan
pertanian yang melambat pada triwulan I
2019, penyaluran kredit dua sektor dimaksud
juga terpantau melambat. Perlambatan
penyaluran kredit pada sektor perdagangan
diperkirakan merupakan dampak penurunan
permintaan kredit pasca HBKN dan Tahun
Baru di triwulan I 2019. Sementara itu,
perlambatan di sektor pertanian diperkirakan
sebagai dampak dari fluktuasi harga
komoditas CPO yang cenderung menurun,
mengingat kredit korporasi pada sektor ini
pada umumnya digunakan untuk pendanaan
perkebunan kelapa sawit. Sejalan dengan
perdagangan komoditas CPO yang belum
sepenuhnya pulih, penyaluran kredit pada
sektor industri pengolahan masih terkontraksi
meskipun sedikit membaik dibandingkan
periode sebelumnya yaitu dari -18,5% (yoy)
menjadi -16% (yoy) pada periode laporan.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.18. Perkembangan Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.19. Perkembangan Kredit Korporasi berdasarkan sektor Ekonomi
4.4 KINERJA RUMAH TANGGA
4.4.1 Sumber Kerentanan Rumah
Tangga Pada sisi rumah tangga, kinerja
perekonomian, kondisi ketenagakerjaan
dan penghasilan menjadi sumber
kerentanan rumah tangga. Di Provinsi
Sumatera Utara sumber penghasilan rumah
tangga relatif terdiversifikasi dan lapangan
usaha dinilai relatif variatif, sehingga
kerentanan di rumah tangga relatif tidak
terpusat pada lapangan usaha tertentu.
Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia,
Indeks ketersediaan lapangan pekerjaan
menunjukkan peningkatan meskipun masih
berada di bawah angka 100 yang berarti
optimisme masyarakat terhadap ketersediaan
lapangan pekerjaan pada triwulan I 2019
cenderung meningkat dibandingkan periode
sebelumnya. Lebih lanjut indeks penghasilan
juga terpantau meningkat dan berada sedikit
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
75
di atas angka 100. Peningkatan indeks
penghasilan menunjukkan bahwa terdapat
penurunan risiko terhadap kinerja rumah
tangga di triwulan I 2019
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.20. Indeks Keyakinan Konsumen
Berdasarkan pemantauan terhadap perilaku
berutang rumah tangga per Maret 2019
terdapat peningkatan risiko dari sisi kredit
yang tercermin dari peningkatan jumlah
rumah tangga yang memiliki cicilan
dibandingkan Desember 2019, dengan
peningkatan tertinggi pada rumah tangga
dengan penghasilan Rp7-8 juta rupiah.
Peningkatan jumlah rumah tangga yang
memiliki cicilan juga terkonfirmasi dari sisi
lapangan usaha. Peningkatan cicilan
terpantau terjadi pada seluruh lapangan
usaha kecuali jasa keuangan. Sementara itu
pada Maret 2019, DSR tertinggi terjadi pada
sektor perdagangan.
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.21. Indeks Pengeluaran Rumah Tangga di Sumatera Utara
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.22. Debt to Service Ratio berdasarkan Pengeluaran
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.23. Debt to Service Ratio berdasarkan Lapangan Usaha
4.4.2 Penyaluran Kredit Rumah
Tangga
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.24. Proporsi Kredit Rumah Tangga
Sejalan dengan perlambatan kredit secara
umum, penyaluran kredit rumah tangga
terpantau melambat meskipun masih
positif pada triwulan I 2019 dengan total
Rp55,9 triliun (14,3% yoy). Perlambatan
pertumbuhan kredit rumah tangga terjadi
pada seluruh jenis kredit KPR, KKB,
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
76
Multiguna dan Perlengkapan Rumah Tangga,
dengan penurunan terdalam terjadi pada
kredit multiguna.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.25. Perkembangan Penyaluran Kredit Rumah Tangga
Perlambatan KPR dari 25,9% (yoy) menjadi
24,0% (yoy) pada periode berjalan terutama
didorong oleh perlambatan pada seluruh
jenis kredit rumah tinggal (proporsi terhadap
total KPR sebesar 88%) kecuali KPR tipe kecil
yang terkontraksi hingga -4,9% (yoy) pada
periode berjalan. Sementara itu penurunan
pertumbuhan yang lebih dalam tertahan oleh
peningkatan pertumbuhan pada seluruh jenis
KPR flat/apartemen. Perlambatan
pertumbuhan KPR diperkirakan juga turut
berkontribusi terhadap peningkatan NPL KPR
dari 3,46% menjadi 3,79% pada triwulan I
2019. Mengonfirmasi hal tersebut,
peningkatan nominal dan rasio NPL terjadi
pada seluruh jenis tipe KPR, dengan
peningkatan terbesar terjadi pada rumah tipe
menengah menjadi 3,72%.
KKB terpantau melambat dari 11,4% (yoy)
menjadi 6,0% (yoy) atau Rp5,6 triliun pada
Maret 2019 yang didorong oleh perlambatan
pada penyaluran kredit kendaraan jenis roda
empat dan sepeda motor (proporsi terhadap
seluruh KKB sebesar 97%).
Lebih lanjut dilihat dari kualitas kreditnya,
NPL KKB terpantau meningkat sebesar Rp14
miliar dari 1,44% (Rp 81 miliar) pada
Desember 2018 menjadi 1,69% (Rp95 miliar)
pada periode berjalan. Peningkatan NPL
didorong oleh penurunan kualitas kredit
terjadi pada jenis kendaraan roda empat
(mobil) menjadi 1,32% dari 0,99%).
Sementara peningkatan NPL lebih tinggi
tertahan oleh kualitas kredit jenis sepeda
motor yang terpantau membaik dari 2,78%
menjadi 2,64% pada periode berjalan. Lebih
lanjut, peningkatan kualitas kredit juga
terpantau pada kredit rumah tangga jenis
perlengkapan rumah tangga yang tercatat
menjadi sebesar 1,15% dari 1,28% pada
triwulan IV 2018. Berbeda dengan hal
tersebut, kualitas kredit multiguna pada
triwulan I 2019 tercatat menurun meskipun
masih berada pada level yang terjaga yaitu
1,15% dari 0,85% pada periode sebelumnya.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.26. NPL Kredit Rumah Tangga di Sumatera Utara
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
78
SISTEM PEMBAYARAN
DAN PENGELOLAAN UANG
RUPIAH
Seiring dengan pola musiman, arus uang kartal di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sumatera Utara mengalami net inflow, mengindikasikan aktivitas ekonomi yang belum optimal.
Kondisi ini juga tercermin dari transaksi non tunai, dimana nilai transaksi RTGS dan SKNBI
menurun pada periode berjalan.
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
79
5.1 Perkembangan Sistem
Pembayaran Non Tunai
5.1.1 Perkembangan Transaksi
Menggunakan SKNBI dan
RTGS
Transaksi melalui Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI)17 di Sumatera
Utara pada triwulan I menurun
dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Sejalan dengan pola musiman, transaksi
melalui SKNBI juga menurun dari Rp38
triliun menjadi Rp34 triliun, dengan
pertumbuhan -11% (yoy), lebih rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan
sebelumnya -8% (yoy). Penurunan tersebut
diperkirakan didorong oleh penurunan
aktivitas ekonomi khususnya di dunia usaha
pasca berakhirnya periode libur akhir tahun
dan tahun baru
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi RTGS Sumatera Utara
Di sisi lain, tren penurunan transaksi ritel
menggunakan SKNBI yang berlangsung sejak
tahun 2017 diindikasi terkait dengan
implementasi PBI 18/41/PBI/2016 tentang
Bilyet Giro yang mengatur pembatasan
transaksi melalui bilyet giro maksimal Rp 500
juta untuk meminimalisir penyalahgunaan
Bilyet Giro/ BG Kosong. Selain itu, tendensi
masyarakat dan perbankan untuk melakukan
transaksi melalui e-channel misalnya internet
banking dan mobile banking juga
menurunkan penggunaan instrumen
17 Sistem transfer dana elektronik yang meliputi
kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian
pembayaran berbasis kertas seperti Cek & BG
oleh individu maupun korporasi.
Grafik 5.2 Pertumbuhan Transaksi Kliring Nominal dan Volume (YoY)
Nominal transaksi menggunakan ATM debet
relatif tinggi, pada triwulan I 2019 mencapai
Rp73 triliun, juga turut mengidikasikan
baiknya konsumsi masyarakat dan pergeseran
preferensi ke alat pembayaran non tunai.
Meski demikian nominal transaksi pada
triwulan I 2019 menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya sejalan dengan
indikator konsumsi rumah tangga yang
melambat pada triwulan laporan (4,13%,yoy)
Grafik 5.3 Perkembangan transaksi menggunakan ATM
Sejalan dengan transaksi menggunakan
SKNBI, nominal dan volume transaksi
menggunakan RTGS menurun dari Rp130
triliun menjadi Rp100 triliun. Pertumbuhan
nominal juga tercatat lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya, dari 20%
(yoy) menjadi -3% (yoy). Secara nominal,
penurunan transaksi diperkirakan sejalan
dengan belum optimalnya realisasi investasi
pemerintah pada kuarter pertama sehingga
transaksinya dilakukan secara nasional dengan transaksi dibawah Rp100 juta
49.0
38.2 41.1 41.7 38.3 36.8 40.7 38.4 34.1
0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I
2017 2018 2019
Total Nominal (Rp triliun) Total Volume (lbr) - rhs
-13
-20
-8
-11
-45.00
-40.00
-35.00
-30.00
-25.00
-20.00
-15.00
-10.00
-5.00
0.00
Volume (%yoy) Nominal (% yoy)
20
69 67
25
81
73
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Q3'18 Q4'18 Q1'19
Transaksi Kartu ATM Debet (Jumlah) - dlm Juta Rp
Transaksi Kartu ATM Debet (Nominal) - dalam Triliun Rp
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
80
penggunaan transaksi bernilai besar juga
menurun.
Grafik 5.4 Perkembangan Transaksi RTGS Sumatera Utara
5.1.2 Upaya Pengembangan Layanan
Keuangan Non Tunai dan
Elektronifikasi
Dalam rangka mensukseskan Gerakan
Nasional Non Tunai (GNNT), Bank
Indonesia berupaya mendorong penetrasi
transaksi sistem pembayaran non tunai di
Indonesia. Guna mendukung hal tersebut,
upaya peningkatan inklusi keuangan di
wilayah Sumatera Utara terus dilakukan
melalui berbagai kegiatan, antara lain melalui
implementasi program elektronifikasi jalan
tol, elektronifikasi pemda, elektronifikasi
Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan
program keluarga harapan (PKH).
Program elektronifikasi jalan tol di Sumatera
Utara telah mencapai 98% non tunai sejak
pertama kali dicanangkan pada bulan
Oktober 2017. Saat ini tercatat 3 ruas jalan
tol di wilayah Sumatera Utara yang telah
menerapkan pembayaran dengan
menggunakan uang elektronik (Jasa Marga
Kualanamu Tol, Belmera, dan Medan-Binjai).
Untuk terus meningkatkan kualitas
penggunaan uang elektronik, KPw BI Sumut
bekerjasama dengan Badan Usaha Jalan Tol
(BUJT) dan perbankan senantiasa melakukan
koordinasi terutama dalam rangka
mendorong jumlah ketersediaan sarana top up tunai maupun non tunai, melalui
penyediaan sarana mobile top up non tunai
dan fasilitasi peningkatan threshold top up tunai di merchant.
Grafik 5.5 Perkembangan implementasi Elektronifikasi Jalan Tol
Dalam rangka mendukung kesuksesan
perluasan implementasi penyaluran bansos
non tunai, KPw BI Sumut juga senantiasa
melakukan sosialisasi dan monitoring
perluasan penyaluran bantuan sosial non
tunai di Sumatera Utara. Berdasarkan hasil
monitoring dimaksud, diketahui bahwa
masyarakat secara umum telah memahami
bahwa penyaluran bantuan pangan yang
sebelumnya dilakukan dengan cara
penebusan beras sejahtera saat ini beralih
menjadi penyaluran bantuan pangan non
tunai. Dengan adanya perubahan cara
transaksi menjadi non tunai, masyarakat
merasa terbantu dari sisi biaya. Penerima
bantuan tidak perlu mengantri untuk
mengambil bantuan pangan dan tidak perlu
lagi membayar biaya tambahan berupa biaya
tebusan untuk mendapatkan beras sejahtera.
Di sisi lain, melalui program ini Keluarga
Penerima Manfaat (KPM) juga memperoleh
pengetahuan baru mengenai uang non tunai,
memiliki akses kepada perbankan dan
mendapatkan kemudahan dalam bertransaksi
menggunakan EDC di e-warong atau agen
bank.
Nominal penyaluran dan serapan BPNT
pada triwulan I 2019 meningkat. Sampai
dengan triwulan I nominal dan serapan BPNT
meningkat signifikan dibandingkan triwulan
sebelumnya, yaitu mencapai Rp121 miliar
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
81
dan serapan senilai Rp101 miliar.
Sejalan dengan besaran nominal penyaluran,
jumlah KPM penerima dan serapan BPNT
oleh KPM juga tercatat meningkat. Meski
demikian, secara persentase serapan baik
pada nominal maupun jumlah KPM terlihat
menurun. Kondisi ini dipengaruhi oleh
adanya kendala teknis penyaluran perluasan
KPM BPNT, antara lain discrepancy data
KPM.
Grafik 5.6 Penyerapan Bantuan BPNT (Nominal)
Grafik 5.7 Penyerapan Bantuan BPNT (Jumlah KPM)
Penyaluran PKH di Sumatera Utara
meningkat signifikan pada Maret 2019
(Tahap 1) lalu menurun di penyaluran
April 2019 (Tahap II). Berdasarkan data,
nominal penyaluran dan serapan bansos
Program Keluarga Harapan (PKH) sepanjang
tahun 2019 telah mencapai 100%. Pada
tahap 1 pencairan mencapai Rp648 miliar
dan tahap 2 mencapai Rp402 miliar.
Grafik 5.8 Penyerapan Bantuan PKH (Nominal)
Sementara jumlah KPM mencapai 429 ribu
penerima pada tahap 1 dan 440 ribu
penerima pada tahap 2. Secara nominal dan
jumlah penerima, penyaluran PKH tahun
2019 meningkat signifikan karena adanya
perluasan target dan kenaikan anggaran
seiring dengan upaya pemerintah untuk
menurunkan tingkat kemiskinan. Di Sumatera
Utara sendiri, tingkat kemiskinan di pedesaan
pada September 2018 tercatat mengalami
perbaikan (lihat bab ketenagakerjaan dan
kesejahteraan)
Grafik 5.9 Penyerapan Bantuan PKH (Volume)
5.2 Perkembangan Sistem
Pembayaran Tunai
Seiring dengan pola musiman kuartal
pertama, arus uang kartal di KPw BI Sumut
mengalami net inflow. Aliran uang kartal
pada akhir periode 2018 mengalami net
inflow Rp5,2T (uang masuk > uang keluar),
berbeda dengan triwulan sebelumnya yang
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
82
mengalami net outflow. Total inflow uang
kartal yang masuk ke Bank Indonesia Provinsi
Sumatera Utara pada triwulan I tercatat Rp12
triliun. Sementara itu, total outflow uang
kartal yang keluar dari sebesar Rp7 triliun.
Grafik 5.10 Perkembangan Inflow Outflow Sumatera Utara
Kondisi ini diperkirakan karena aktivitas
ekonomi yang belum optimal pada triwulan I,
yang juga terindikasi dari perlambatan
konsumsi rumah tangga yang melambat
(Konsumsi RT, 4,89% (yoy)) Meski demikian,
apabila dilihat secara tahunan, net inflow periode ini menurun dibandingkan tahun
sebelumnya Rp5,6 triliun. Secara umum,
provinsi Sumatera Utara memiliki karakter
arus kas net inflow yang menjadi ciri kas
daerah dengan tingkat kegiatan perdagangan
yang tinggi.
5.3 Kelancaran Sistem
Pembayaran
Dalam menjaga kelancaran sistem
pembayaran di Sumatera Utara, Bank
Indonesia senantiasa melakukan berbagai
tindakan yang bersifat preventif maupun
represif, agar sistem pembayaran berjalan
lancar, aman, efektif dan efisien.
5.3.1 Penanganan Uang Tidak Asli Sampai Maret 2019, uang yang diragukan
keasliannya tercatat sebanyak 1.108 lembar,
meningkat 4,7% dibandingkan temuan pada
periode sebelumnya sebanyak 5.236 lembar.
Temuan uang yang diragukan keasliannya
didominasi oleh nominal Uang Pecahan
Besar (UPB), khususnya uang pecahan
Rp50.000,00 dan Rp100.000,00. Jumlah
temuan uang yang diragukan keasliannya
tersebut sangat kecil dibandingkan dengan
jumlah bilyet yang diedarkan. Hal ini
mengindikasikan kegiatan pengelolaan uang
rupiah seperti pencetakan uang emisi baru
dan pencabutan uang emisi tertentu,
berdampak untuk menurunkan peredaran
uang palsu.
5.3.2 Penyediaan Uang Rupiah
Sebagaimana amanat Undang-Undang
Mata Uang Nomor 11 Tahun 2011 Bank
Indonesia selalu berupaya untuk dapat
memenuhi kebutuhan uang kartal di
masyarakat, baik dalam jumlah nominal yang
cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat
waktu, dan dalam kondisi yang layak edar
(clean money policy).
Kegiatan pelayanan penukaran uang
kepada masyarakat dan perbankan
dilakukan melalui layanan kas dalam
kantor, layanan kas keliling, serta layanan
kas titipan. Di Sumatera Utara, layanan kas
dalam kantor dapat dilakukan di tiga Kantor
Perwakilan Bank Indonesia di wilayah
Sumatera Utara. Disaat yang bersamaan,
kantor-kantor perwakilan Bank Indonesia
juga berupaya melakukan pelayanan kas
keliling untuk mendistribusikan uang dengan
kondisi layak edar ke seluruh daerah, bahkan
yang terpencil. Selama triwulan I 2019,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Provinsi
Sumatera Utara telah melakukan kas keliling
ke beberapa daerah kabupaten Karo, Dairi,
Pakpak Bharat, Serdang Bedagai, Langkat dan
Batubara.
Bank Indonesia juga berupaya memenuhi
kebutuhan uang masyarakat melalui
kegiatan layanan kas luar kantor yaitu kas
titipan. Kas titipan adalah kegiatan
penyediaan uang Rupiah milik Bank
Indonesia yang dititipkan kepada salah satu
bank untuk mencukupi persediaan kas bank-
bank dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat di suatu wilayah/daerah tertentu.
Terdapat 8 (delapan) Kas Titipan di wilayah
Sumatera Utara yaitu di Tebing Tinggi,
Kabanjahe, Pangkalan Brandan, Rantau
Prapat, Kisaran, Gunung Sitoli, Balige dan
Padang Sidempuan. Dari 8 Kas Titipan
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
83
tersebut, hanya Kas Titipan Kabanjahe yang
memiliki karakteristik net inflow yang
ditujukan untuk menyerap uang tidak layak
edar (UTLE) dari masyarakat dalam rangka
mendukung clean money policy. Selama
tahun 2019 (Januari s.d. April 2019) Kas
Titipan di Sumatera Utara mampu memenuhi
kebutuhan likuiditas perbankan di wilayah
Kas Titipan sebesar Rp2,71 triliun dan
menarik likuiditas sebesar Rp2,49 triliun.
5.3.3 Pengawasan Kegiatan
Penukaran Valuta Asing
Dalam rangka mencapai dan memelihara
kestabilan nilai Rupiah serta menjaga
kelangsungan ekonomi nasional,
dibutuhkan dukungan pasar keuangan
termasuk pasar valuta asing domestik yang
sehat. Untuk mewujudkan pasar valuta asing
domestik yang sehat, perlu dilakukan
penyelarasan pengaturan transaksi valuta
asing terhadap Rupiah antara penyelenggara
kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan
bank (KUPVA BB) dengan pihak lain dengan
ketentuan Bank Indonesia.
Bank Indonesia selanjutnya melakukan
pengawasan terhadap Penyelenggara
KUPVA BB yang telah mendapatkan izin
dari Bank Indonesia. Pengawasan terhadap
Penyelenggara mencakup pengawasan
langsung dan pengawasan tidak langsung.
Pengawasan langsung antara lain dilakukan
melalui pemeriksaan secara umum dan/atau
khusus terhadap Penyelenggara. Pengawasan
tidak langsung antara lain dilakukan melalui
kegiatan analisis terhadap laporan,
keterangan, dan penjelasan yang
disampaikan oleh Penyelenggara dan/atau
sumber atau pihak lain. Bank Indonesia
senantiasa melakukan pengawasan dan
pembinaan sehingga kegiatan penukaran
valuta asing lebih aman bagi masyarakat.
Untuk wilayah Sumut, masing-masing Kantor
Perwakilan melakukan tugas pengawasan
dimaksud18.
Tabel 5.1 Jumlah KUPVA dan PTD BB di Provinsi Sumatera Utara
18 Terdapat 3 Kantor Perwakilan Bank Indonesia di
Provinsi Sumatera Utara, yaitu KPw BI Provinsi
Meski periode libur natal dan tahun baru
telah usai, transaksi nominal transaksi beli
dan jual melalui KUPVA BB pada triwulan
I 2019 tercatat meningkat. Transaksi beli
KUPVA tercatat senilai Rp567 miliar dan
transaksi jual Rp569 miliar. Nominal
transaksi tersebut lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya masing-masing Rp559
miliar dan Rp563 miliar. Sejalan dengan hal
tersebut, transaksi beli mencatat peningkatan
pertumbuhan pada triwulan I 2019 (13,2%,
yoy) dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya (5,2%,yoy). Kondisi ini juga
diikuti dengan pertumbuhan transaksi jual
yang meningkat. Hal ini menjadi indikasi
positif terutama terkait dengan kunjungan dan
transaksi wisatawan yang meningkat pada
triwulan I 2019 sebanyak 59 ribu wisman
dibandingkan tahun sebelumnya 54 ribu
wisman.
Grafik 5.11 Kegiatan Penukaran Valuta Asing
5.3.4 Pengawasan Penyelenggaraan
Transfer Dana (PTD)
Transfer Dana merupakan rangkaian
kegiatan yang dimulai dengan perintah
dari pengirim asal yang bertujuan
memindahkan sejumlah dana kepada
penerima yang disebutkan dalam perintah
transfer dana sampai dengan diterimanya
dana oleh penerima. Dalam rangka
mendukung keamanan dan kelancaran
transaksi transfer dana serta memberikan
Sumatera Utara , KPw Pematangsiantar, dan KPw Sibolga.
Rincian KUPVA PTD BB
BI Provinsi Sumatera Utara 47 9
BI Pematangsiantar 4 0
Sumut 51 9
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
84
kejelasan pengaturan hak dan kewajiban bagi
pihak yang terkait dalam penyelenggaraan
kegiatan transfer dana, Bank Indonesia
mengatur lebih lanjut dalam peraturan
pelaksanaan antara lain meliputi ketentuan
mengenai tata cara dan proses perizinan,
penyelenggaraan transfer dana, dan
penyampaian laporan oleh penyelenggara.
Badan usaha yang berbadan hukum
Indonesia bukan bank yang melakukan
penyelenggaraan kegiatan transfer dana wajib
memperoleh izin dari Bank Indonesia.
Pada triwulan I 2019, kegiatan transaksi
dana masuk (incoming) PTD menurun dari
triwulan sebelumnya, sementara dana
keluar (outgoing) meningkat. Dana yang
masuk ke PTD di Sumatera Utara senilai
Rp551 miliar lebih tinggi dari dana yang
keluar (outgoing) yang tercatat Rp81 miliar.
Hal ini diperkirakan terkait dengan aktivitas
konsumsi yang mereda di awal tahun
sehingga nominal uang yang dikirim melalui
PTD meningkat. Sementara itu, nominal
incoming yang jauh lebih besar menjadi
cerminan kondisi ketenagakerjaan Sumatera
Utara, dimana tenaga kerja Indonesia lebih
banyak berada diluar, dibandingkan dengan
tenaga asing yang berada di Sumatera Utara.
Aliran dana yang masuk (incoming) masih di
dominasi dari Malaysia.
Tabel 5.2 Transaksi Penyelenggaraan Transfer Dana Triwulan I dan IV
5.3.5 Layanan Keuangan Digital
Layanan Keuangan Digital merupakan
layanan keuangan berbasis uang elektronik
dimana masyarakat dapat menikmati
layanan seperti tarik tunai, transfer,
menabung dan sejumlah layanan
pembayaran tanpa harus datang ke kantor
bank. Menurut Peraturan Bank Indonesia
(PBI) Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Uang
Elektronik (Electronic Money), yang dimaksud
dengan Layanan Keuangan Digital adalah
kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan
keuangan yang dilakukan melalui kerjasama
dengan pihak ketiga, serta menggunakan
sarana dan perangkat teknologi berbasis
mobile/web dalam rangka keuangan inklusif.
Program LKD dilaksanakan Bank Indonesia
bekerjasama dengan perbankan agar
masyarakat yang bermukim jauh dari kantor
bank tetap dapat menikmati layanan
keuangan tanpa harus mendatangi kantor
bank yang menyita waktu, tenaga dan biaya.
Pada triwulan laporan, jumlah transaksi
LKD meningkat signifikan didukung
dengan peningkatan jumlah agen LKD.
Jumlah transaksi melalui layanan LKD
meningkat signifikan dari Rp72 miliar pada
triwulan sebelumnya menjadi Rp129 miliar.
Hal ini didukung oleh bertambahnya jumlah
agen LKD dari 9.869 agen menjadi 10.953
agen. Pertumbuhan jumlah agen juga
menunjukkan kenaikan yang signifikan
(75%), mengindikasikan pasar keuangan
digital dibutuhkan oleh masyarakat. Agen
LKD sudah tersebar di seluruh
kabupaten/kota di Sumatera Utara, dan
jumlahnya meningkat di hampir seluruh
daerah.
Tabel 5.3 Jumlah dan Transaksi Agen LKD di Sumatera Utara
2019
TW I TW II TW III TW IV TW I
Incoming (miliar Rp) 596 546 609 598 551
Outgoing (miliar Rp) 85 78 70 67 81
TOTAL 681 624 679 666 632
KETERANGAN2018
2019
I II III IV I II III IV I
Jumlah Agen LKD 7,564 7,930 8,600 8,356 6,241 6,604 8,152 9,872 10,953
Transaksi LKD (juta) 354 258 214 7,258 214,288 21,775 26,373 74,064 129,477
Keterangan2017 2018
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
85
BOKS 4 : INOVASI SISTEM PEMBAYARAN
QUICK RESPONSE PAYMENT & LAYANAN PENUKARAN UANG
RUPIAH 131 TITIK
A. Quick Response (QR) Code Payment
QR Code pertama kali ditemukan oleh Denso Wave, anak perusahaan dari Toyota, pada tahun
1994 untuk melakukan tracking dan kontrol terhadap assembling setiap komponen kendaraan
agar sesuai menjadi satu kesatuan kendaraan yang utuh. Selanjutnya penggunaan QR Code
semakin populer baik untuk identitas barang di retail store, identifier yang digunakan dalam
boarding pass hingga ke pembayaran seperti yang digunakan oleh Go-Pay, OVO hingga DANA.
QR Code memiliki keunggulan dengan murahnya biaya instalasi perangkat yang digunakan oleh
merchant untuk melayani pembayaran menggunakan QR Payment karena merchant cukup
menyediakan kertas bergambar QR Code yang kemudian akan dipindai oleh pembeli untuk
mengirimkan dana dalam rangka pembayaran.
QR Code merupakan jenis dari 2D Barcode. Pada dasarnya 2D Barcode merupakan jenis
barcode yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
• Data di-encode secara horizontal dan vertikal dalam bentuk simbol stack dan matrix. • Storage yang dimiliki cukup besar.
• Lebih menekankan pada deskripsi produk.
• Memiliki orientation pattern/finder pattern/positioning pattern yang memungkinkan code untuk dibaca dari segala arah.
Selain QR Code, terdapat beberapa jenis 2D Barcode lain yaitu AZTEC Code, MAXI Code,
Datamatrix Code dan PDF417. Maxi Code digunakan oleh United Parcel Service di Amerika,
PDF 417 biasanya dipakai di boarding pass, Aztec code dipakai di tiket, contohnya tiket pesawat
Sedangkan Datamatrix code biasa digunakan untuk benda benda yang ukuran kecil, misalnya
chip computer. Berikut adalah contoh-contoh jenis 2D Barcode:
Suplemen 4
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
86
Sedangkan dari jenisnya, QR Code terbagi menjadi dua jenis yaitu static QR dan dynamic QR. Pada static QR, QR Code di-generate hanya satu kali sehingga setiap transaksi yang dilakukan
akan menggunakan QR Code yang sama. Static QR biasanya di cetak dan diletakkan di depan
kasir merchant untuk di-scan oleh pembeli. Sedangkan pada dynamic QR, QR Code di-generate setiap kali transaksi terjadi. Setiap transaksi yang dilakukan akan diberikan QR Code yang
berbeda. Dynamic QR digunakan oleh merchant GO-PAY yang menggunakan EDC, dimana QR
di-generate ketika melakukan pembayaran.
Sedangkan dari sisi eksekusi transaksi pembayaran, QR Code terbagi menjadi dua jenis yaitu:
Push transaction
Pada push transaction, transaksi diinisiasi oleh debtor untuk mengirimkan sejumlah uang pada
creditor. Flow message dan flow of fund berasal dari debtor kepada creditor. Dalam Sistem
Pembayaran, Bank debtor men-debit sejumlah uang dari nasabahnya dan Bank creditor meng-
creditkan sejumlah uang pada account nasabahnya sejumlah dana yang diterima.
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
87
Pull transaction
Pada pull transaction, transaksi diinisiasi oleh creditor untuk mengambil sejumlah uang dari
debtor. Flow message berasal dari creditor ke debtor, namun flow of fund berasal dari arah yang
berlawanan. Bank debtor mengambil sejumlah dana dari nasabahnya dan Bank creditor meng-
creditkan sejumlah dana yang diterima.
Kemudahan dalam bertransaksi menggunakan QR Payment terbukti meningkatkan inklusi
keuangan dan mendorong pembayaran digital di China dan India. Produk QR Payment yang
terkenal di China adalah Alipay dan WechatPay. Bahkan berdasarkan informasi dan riset yang
dilakukan, mayoritas pembayaran di China telah menggunakan QR Payment baik melalui
WeChatPay maupun AliPay hingga pembayaran sangat kecil seperti sumbangan ke pengemis.
Sedangkan di India, Reserve Bank of India telah mengeluarkan standard QR Code yang mengacu
pada standard EMVCo yaitu Bharat QR. Bharat QR dikembangkan oleh NPCI (organisasi yang
menaungi seluruh pembayaran ritel di Indonesia, serupa dengan GPN) bekerjasama dengan
Mastercard dan VISA.
Sedangkan di Indonesia, QR Code mulai massif digunakan sebagai salah satu kanal pembayaran
sejak tahun 2017, dimana Go-Pay, OVO dan T-Cash mulai menginisiasi pembayaran
menggunakan QR Code. Masifnya promo yang diberikan turut meningkatkan penetrasi
pembayaran menggunakan QR Code dan Barcode di Indonesia, khususnya Jakarta. Peningkatan
ini diresponse oleh perbankan dengan mengeluarkan produknya masing-masing, misalnya BNI
Yap!, Mandiri e-cash, BCA Sakuku, BRI My QR dan sebagainya. Namun, setiap penyedia jasa
sistem pembayaran (PJSP) baik bank maupun non bank memilii standard masing-masing dalam
mengeluarkan produk berbasis QR. Hal ini menyebabkan tidak terciptanya interoperabilitas dan
interkoneksi pembayaran menggunakan QR Code. Oleh karena itu, saat ini Bank Indonesia
bekerjasama dengan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) selaku lembaga standard GPN
dan PJSP yang menyediakan layanan pembayaran menggunkan QR Code sedang menyusun
standarisasi pembayaran QR Code yang bernama QR Code Indonesia Standard (QRIS) yang
mengacu pada standard EMVCo. Dengan standard ini, diharapkan interkoneksi dan
interoperabilitas pembayaran di Indonesia, khususnya pembayaran menggunakan QR Code
semakin efektif dan efisien.
Sumber : ASPI, EMVCo, Bank Indonesia, Reserve Bank of India, PBOC & sumber lainnya (diolah)
B. Layanan Penukaran Uang Rupiah 131 Titik d.r. Hari Raya Idul Fitri Tahun 2019
Dalam menghadapi Hari Raya Idul Fitri di tahun 2019, Bank Indonesia akan memenuhi
kebutuhan uang tunai oleh masyarakat di wilayah KPw BI Provinsi Sumatera Utara (outflow)
menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun 2019 yang diproyeksikan sebesar Rp6,8 Triliun terdiri dari
Uang Pecahan Besar (UPB) Rp6 triliun dan Uang Pecahan Kecil (UPK) sebesar Rp800 miliar.
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
88
Proyeksi outflow ini meningkat sebesar 21 % dari tahun sebelumnya sebesar Rp 5,6 Triliun.
Kenaikan outflow tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu rangkaian kebutuhan saat
bulan Ramadhan dan hari libur panjang lebaran (11 hari), kenaikan gaji ASN yang berlaku sejak
tahun 2019 (5%), pembayaran THR bagi ASN dan pegawai swasta sebelum lebaran. Untuk
memenuhi kebutuhan lebaran tersebut, KPw BI Provinsi Sumatera Utara telah mempersiapkan
persediaan uang kartal sebesar Rp8,7 Triliun.
Dalam rangka meningkatkan layanan kepada masyarakat khususnya kebutuhan uang
pecahan kecil, KPw BI Provinsi Sumatera Utara bekerjasama dengan perbankan telah
menyediakan 131 titik layanan mulai tanggal 2 s.d. 31 Mei 2019. Jumlah tersebut meningkat
39% dari tahun sebelumnya sejumlah 94 loket. Adapun titik layanan tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Layanan penukaran oleh perbankan di 70 loket bank di Kota Medan. (Setiap hari selasa dan
kamis pada tanggal 2 s.d. 16 Mei 2019 dan Senin s.d. Jumat pada tanggal 20 sd 31 Mei 2019);
b. Layanan penukaran oleh perbankan di 8 loket bank luar Kota Medan yaitu Lubuk Pakam,
Binjai, Tembung-Deli Serdang dan Belawan. (Tanggal 20 s.d. 31 Mei 2019);
c. Layanan penukaran oleh 30 BPR/S (tanggal 20 s.d. 31 Mei 2019);
d. Layanan kas keliling oleh perbankan dan Bank Indonesia di 15 pasar (Tanggal 2 s.d. 29 Mei
2019). Adapun pasar yang akan menjadi lokasi layanan adalah :
- Pusat pasar - Titi Papan - Marelan
- Petisah - Titi Kuning - Simpang Limun
- Pasar Bakti - Sambas - Pasar Jamin Ginting
- Sukaramai - Simpang Jodoh - Sei Sikambing
- Simalingkar - Brayan - Medan Baru
e. Layanan kas keliling bersama oleh perbankan dan Bank Indonesia di Lapangan Benteng
Medan (Tanggal 20 s.d. 23 dan 27 s.d. 29 Mei 2019) atau 7 hari kerja.
f. Layanan kas keliling oleh Bank Indonesia di 7 Instansi di Kota Medan.(Tanggal 20 s.d. 29
Mei 2019). Adapun instansi yang akan dilayani adalah : Pemprov Sumatera Utara, Pemkot
Medan, Lantamal I Belawan, Polda Sumut, Kejari Medan, Brimob dan TVRI.
Adapun kick off layanan penukaran UPK dilaksanakan di Kantor Gubernur Sumatera Utara, yang
dibuka langsung oleh Gubernur Sumatera Utara, Bp. H. Edy Rahmayadi. Kegiatan tersebut juga
bersamaan dengan kegiatan Pasar Murah Ramadhan yang diselenggarakan oleh Badan
Musyawarah Perbankan Daerah (BMPD) bekerjasama dengan Bank Indonesia serta Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Sumatera Utara. Kegiatan tersebut berhasil menarik lebih dari
1500 masyarakat di sekitar kantor Gubsu baik untuk belanja di Pasar Murah Ramadhan maupun
menukarkan uangnya di Layanan Kas Keliling Bank Indonesia ataupun perbankan yang ikut
berpartisipasi di Kantor Gubsu (BRI, BNI, Mandiri, Maybank, CIMB Niaga).
Selain memastikan kecukupan kebutuhan uang kartal selama ramadhan dan Idul Fitri, Bank
Indonesia juga aktif mengkampanyekan informasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah atau
yang dikenal dengan istilah 3D (Dilihat, Diraba, dan Diterawang) kepada masyarakat baik
melalui sosialisasi ke lembaga dan/instansi pemerintah dan swasta, maupun sekolah-sekolah,
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
89
serta seluruh kanal media komunikasi daerah khususnya yang bekerjasama dengan BI Sumatera
Utara dan WA Group baik dalam bentuk infografis, videografis ciri keaslian uang rupiah 3 D serta
link iklan 3D pada media-media besar seperti Kompas. Selain itu, kami juga menyebarkan 20 banner,
200 flyer ke lokasi-lokasi yang mudah dan sering terbaca oleh masyarakat. Selain itu, iklan 3D juga
terdapat pada paper bag penukaran uang yang diberikan kepada masyarakat yang menukarkan uang
di Bank Indonesia. Berikut kami sampaikan contoh (miniatur) iklan 3D yang telah kami sebarkan ke
masyarakat.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
90
KETENAGAKERJAAN
DAN KESEJAHTERAAN
Sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang meningkat pada triwulan I 2019,
kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Sumatera Utara juga membaik. Beberapa indikator
mengkonfirmasi perbaikan tersebut antara lain Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang menurun,
tingkat kemiskinan juga menurun diikuti dengan indeks keparahan dan kedalaman yang semakin
mengecil, dan ketimpangan pendapatan yang membaik. Hal ini juga mengindikasikan bahwa
kualitas pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara membaik.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
91
Sejalan dengan tingginya laju
pertumbuhan ekonomi (LPE) Sumatera
Utara triwulan I 2019 (5,30%, yoy),
kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Utara
mengalami perbaikan. Kondisi
ketenagakerjaan Sumatera Utara membaik
tercermin dari peningkatan Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK)19 dan relatif stabilnya
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Sumatera Utara pada Februari 2019.
Perbaikan kualitas ketenagakerjaan juga
diikuti dengan serapan tenaga kerja formal
yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan
dengan tenaga kerja informal. Hal ini sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi Sumatera
Utara yang ditopang oleh sektor industri
pengolahan serta sektor perdagangan besar
dan eceran, yang menyerap 28% tenaga
kerja.
Di tengah perbaikan ketenagakerjaan,
kondisi kesejahteraan juga meningkat.
Tingkat kesejahteraan petani yang
direpresentasikan melalui Nilai Tukar Petani
(NTP) meningkat pada triwulan I 2019
dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya (0,7%,yoy). Secara
sektoral, peningkatan tersebut terutama
terjadi pada kenaikan NTP pada kelompok
perkebunan dan tanaman pangan seiring
dengan kenaikan harga CPO dan periode
panen raya yang terjadi pada Maret-April.
Sejalan dengan hal tersebut, tingkat
kesejahteraan masyarakat Sumatera Utara
terpantau membaik ditopang oleh
pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi.
Data rilis BPS Provinsi Sumatera Utara
menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan
Sumatera Utara pada September 2018
menurun menjadi 8,9% dari 9,28% pada
periode yang sama tahun sebelumnya.
Capaian tersebut terlihat dalam tren menurun
sejak tahun 2012. Perbaikan tersebut juga
diikuti dengan penurunan tingkat
ketimpangan yang tercermin dari gini ratio.
Perbaikan ketimpangan terjadi baik di kota
19 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja adalah
indikator tenaga kerja yang memberikan gambaran tentang penduduk yang aktif secara ekonomi dalam kegiatan sehari-hari. Secara
maupun di desa, seiring dengan perbaikan
kondisi tenaga kerja pada tahun 2018.
6.1 Ketenagakerjaan
Pada Februari 2019, jumlah
angkatan kerja meningkat
mengindikasikan potensi
perbaikan ekonomi yang
meningkat. Jumlah angkatan kerja Februari
2019 meningkat dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu
dari 7,2 juta orang menjadi 7,4 juta orang
atau tumbuh 3,1% (yoy).
Grafik 6.1 Jumlah Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja
TPAK pada februari 2019 juga tercatat paling
tinggi sejak tahun 2014. Peningkatan
angkatan kerja memberikan sinyal yang baik
bagi perbaikan ekonomi ke depan, karena
potensi keterlibatan sumber daya manusia
pada perekonomian juga semakin tinggi.
matematis TPAK merupakan perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun).
TPAK 74.6 %
TPT 5.56 %
Dlm ribuan
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
92
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.2 Perkembangan Jumlah Angkatan Kerja dan TPAK Sumatera Utara
Kondisi ketenagakerjaan yang membaik
juga tercermin dari penurunan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT). Seiring
dengan perbaikan ekonomi Sumut pada
2019, Tingkat Pengangguran Terbuka tahun
2019 (Periode Februari) sedikit turun
dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah
pengangguran di Sumut tercatat sebanyak
414 ribu orang. Tren penurunan tingkat
pengangguran di Sumut terjadi sejak 2015.
Meski demikian, realisasi TPT masih berada
diatas nasional (5,01%) dan memiliki urutan
ke-8 dengan tingkat pengangguran tertinggi.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.3 Perkembangan Jumlah Penduduk Bekerja dan TPT
Membaiknya kondisi ketenagakerjaan di
Sumatera Utara sejalan dengan laju
pertumbuhan ekonomi pada triwulan I
2019 yang tumbuh tinggi serta optimisme
perbaikan ekonomi ke depan. Akselerasi
pertumbuhan ekonomi juga memberikan
dampak kepada jenis pekerjaan masyarakat,
dimana pangsa tenaga kerja formal
meningkat pada Feb 2019 dibandingkan
tahun sebelumnya. Meski demikian terdapat
siklus dimana porsi tenaga kerja informal
pada Februari lebih tinggi dibandingkan
Agustus, diindikasi terkait dengan musim
panen raya yang jatuh pada triwulan
pertama.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.4 Perkembangan Pangsa Kerja Formal dan Informal
Optimisme perbaikan kondisi
ketenagakerjaan terkonfirmasi dari hasil
Survei Konsumen. Perbaikan optimisme
kondisi ketenagakerjaan juga terkonfirmasi
dari kenaikan Indeks Ekspektasi Kondisi
Ekonomi (IEK) yang meningkat dibandingkan
triwulan I 2018. Peningkatan IEK tersebut
didorong oleh meningkatnya ekspektasi
penghasilan 6 bulan yang akan datang. Pada
triwualn 1 2019, indeks ekspektasi
penghasilan yang akan datang membaik
dibandingkan tahun sebelumnya. Meski
demikian, penurunan ekspektasi ketersediaan
lapangan pekerjaan 6 bulan yang akan datang,
perlu mendapat perhatian, karena
mengindikasikan adanya penurunan
optimisme konsumen yang diperkirakan
terkait dengan volatilitas harga komoditas
serta situasi politik.
Grafik 6.5 Indeks Penghasilan dan Tenaga Kerja
6.2 6.4 6.2 6.2 6.3 6.8 7.04
6.22%
5.94%
6.39%6.48%
6.40%
5.58% 5.56%
5.00%
5.20%
5.40%
5.60%
5.80%
6.00%
6.20%
6.40%
6.60%
5.6
5.8
6.0
6.2
6.4
6.6
6.8
7.0
7.2
Feb-13 Feb-14 Feb-15 Feb-16 Feb-17 Feb-18 Feb-19
Bekerja - lhs Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) % - rhs
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I II III IV I
2016 2017 2018 2019
IEK
Ekspektasi penghasilan 6 bulan yad
Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
93
Secara sektoral, struktur lapangan
pekerjaan relatif tidak banyak mengalami
perubahan dimana sektor pertanian
menjadi penyerap tenaga kerja (TK)
terbesar di Sumatera Utara. Sesuai dengan
karakteristik daerah, sektor pertanian masih
menjadi andalan dalam penyerapan tenaga
kerja di Sumatera Utara dengan pangsa 40%
(2,8 juta orang). Meskipun demikian, serapan
tenaga kerja di sektor ini berada dalam tren
menurun sejak tahun 2015. Sementara tenaga
kerja sektor jasa (lainnya) terlihat memiliki
pangsa yang membesar ditengah serapan TK
sektor industri pengolahan yang stagnan.
Pada Februari, serapan TK di sektor pertanian
umumnya lebih tinggi dibandingkan periode
Agustus, diperkirakan terkait dengan musim
panen raya padi yang jatuh pada bulan
Maret-April.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.6 Proporsi Pekerja Sektoral
Meski demikian, secara umum terlihat tren
penurunan jumlah tenaga kerja di sektor
pertanian sejak tahun 2015. Di Sumatera
Utara, hal ini sejalan dengan indeks Nilai
Tukar Petani (NTP) yang masih berada
dibawah 10020, serta harga komoditas yang
berada dalam dalam tren menurun sejak
2015. Imbal hasil yang rendah di sektor
pertanian dan koreksi harga komoditas
menyebabkan penduduk beralih ke lapangan
usaha lainnya yang memberikan pendapatan
yang lebih baik.
20
Nilai indeks dibawah 100 merepresentasikan indeks yang diterima petani (It) lebih kecil dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani (Ib) 21
Berdasarkan klasifikasi pekerjaannya, status pekerjaan utama dibagi menjadi dua, yaitu formal
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.7 NTP Sumatera Utara
Lebih jauh, lapangan usaha perdagangan
menempati posisi kedua, menyerap tenaga
kerja 1,2 juta orang atau penduduk bekerja
di Sumatera Utara. Serapan TK di sektor
perdagangan yang relatif tinggi terjadi karena
kinerja sektor tersier yang membaik. Hal ini
diperkuat dengan beberapa literatur yang
menyebutkan bahwa sektor tersier
merupakan sektor yang paling cepat
menyerap tenaga kerja.
Di sisi lain, serapan TK tertinggi ketiga berada
pada sektor industri pengolahan. Hal ini
sejalan dengan pangsa sektoral industri
pengolahan yang menempati urutan kedua
terbesar bagi perekonomian Sumut (19%).
Meski demikian, porsi serapan TK di sektor
industri pengolahan belum terlihat meningkat
signifikan, masih berada di sekitar 8% sejak
tahun 2016, mengindikasikan adanya
stagnasi pertumbuhan sektor industri
pengolahan.
Berdasarkan tingkat pendidikannya,
pasokan tenaga kerja di Sumut masih
didominasi oleh tenaga kerja unskilled. Jumlah pekerja berpendidikan rendah (SMP ke
bawah) mendominasi struktur tenaga kerja
dengan porsi 52%. Rendahnya pendidikan
penduduk usia kerja tersebut juga
menyebabkan serapan tenaga kerja masih
terkonsentrasi pada lapangan kerja informal21
seperti sektor pertanian.
Namun demikian, apabila dilihat porsi TK
berpendidikan SMA ke atas sedikit
dan informal. Pekerja formal merupakan pekerjaan yang mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan. Sementara, pekerjaan informal terdiri dari buruh,
48.6% 48.1%40% 41% 42.6% 39.0% 40%
18.4% 18.8%22% 21% 21.0%
19.3% 18%
6.6% 6.3%9% 8% 7.3%
8.3% 8%
26% 27% 29% 31% 29% 33% 34%
F EB -1 3 F EB -1 4 F EB -1 5 F EB -1 6 F EB -1 6 F EB -1 7 F EB -1 8
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Perdagangan Besar dan Eceran Industri Pengolahan Lainnya
82
84
86
88
90
92
94
96
98
100
102
104
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I
2016 2017 2018 2019
NTP TANAMAN PANGAN HORTIKULTURA PERKEBUNAN
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
94
mengalami peningkatan dari 47% pada
Februari 2018 menjadi 48% pada Februari
2019. Jumlah TK yang meningkat terutama
berlatarbelakang pendidikan Diploma dan
Universitas. Secara berurut, lulusan SMA,
SMK, Diploma dan Universitas, masing-
masing bertambah 45 ribu, 23 ribu dan 93
ribu pada Februari 2019. Kenaikan jumlah
tenaga kerja berpendidikan tinggi ini
diharapkan dapat menjadi faktor pendorong
perbaikan ekonomi Sumut ke depan. Secara
rinci, jumlah tenaga kerja yang
berpendidikan SMP ke bawah tercatat
sebanyak 3,6 juta orang (52%), SMA
sebanyak 1,5 juta orang (23%), SMK
sebanyak 895 ribu orang (13%), dan
Diploma-Universitas sebanyak 842 ribu
orang (13%).
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.8 Pangsa Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan
Namun demikian, pada Februari 2019
Tingkat Pengangguran Terbuka22 terbanyak
terlihat pada angkatan kerja dengan
pendidikan diploma-universitas. Rilis data
BPS menyebutkan tingkat pengangguran
terbuka (TPT) paling banyak berpendidikan
Diploma dan Universitas. Sementara
pengangguran berlatarbelakang pendidikan
SMK jauh menurun dari bulan Agustus 2018.
Kondisi ini diperkirakan merupakan dampak
positif dari program revitalisasi SMK yang
mulai berjalan pada awal 2018. Sementara
porsi pengangguran berpendidikan tinggi
pekerja bebas pertanian, pekerja bebas non pertanian dan pekerja keluarga/tidak dibayar. 22 Tingkat pengangguran merupakan persentasi dari
jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Penganggur terbuka terdiri dari Penduduk berusia 15 tahun keatas yang : 1) Tidak memiliki dan
yang masih tinggi menunjukkan adanya gap antara pasokan TK berkualitas dan
permintaan tenaga kerja di wilayah Sumatera
Utara, antara lain dapat dikarenakan 1)
Oversupply, pertumbuhan industri tidak
secepat pertumbuhan angkatan kerja; 2)
Kualitas tenaga kerja tidak sesuai dengan
standar industri; dan 3) Semakin banyak
industri yang mengarah pada otomasi produk.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.9 TPT Berdasarkan Pendidikan
Indikator lainnya untuk menggambarkan
kondisi ketenagakerjaan adalah pekerja
dengan jam waktu penuh (≥35 jam
seminggu). Jumlah pekerja dengan waktu
penuh bertambah 264 ribu orang atau
meningkat 6% dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. Hal ini
mengindikasikan adanya perbaikan kondisi
ketenagakerjaan karena klasifikasi tenaga
kerja penuh yang identik dengan
produktivitas lebih tinggi. Selain itu, serapan
pekerja dengan jam waktu penuh juga
tumbuh meningkat 2,4% dibandingkan tahun
sebelumnya (-8.6%).
Tabel 6.1 Klasifikasi Penduduk Bekerja (Pekerja Penuh/Tidak Penuh)
Sumber: BPS, diolah
mencari pekerjaan; 2)tidak memiliki dan mempersiapkan usaha; 3)tidak memiliki pekerjaan dan mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan; 4) sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja
-
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
10.0
≤ SD SMP SMA SMK DiplomaI/II/III
Universitas
Feb-17 Aug-17 Feb-18 Aug-18 Feb-19
2019Perubahan
(Persen Poin)
Perubahan
(Persen Poin)
Feb Agst Feb Agst Feb Feb 2018 - Feb 2019 Feb 2017 - Feb 2018
1-7 0.0% 6.9% 8.0% 2.3% 8.9% 0.8% 8.0%
8-34 26.2% 23.2% 26.7% 29.6% 23.4% -3.3% 0.5%
≥35 jam 73.8% 69.9% 65.3% 68.1% 67.7% 2.4% -8.6%
TOTAL 5,816 6,365 6,823 6,728 7,036
2018Jumlah Jam Kerja
Per Minggu
2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
95
Kondisi ini sejalan struktur tenaga kerja
menurut lapangan pekerjaan utamanya.
Dimana pada grafik 6.8 menunjukkan pangsa
tertinggi terjadi pada TK dengan lapangan
kerja buruh/karyawan/pegawai (37%). dan
berusaha sendiri (18.8%).
Serapan TK menurut jumlah jam kerja dan
dominasi sektor ekonomi sejalan. Jumlah
serapan TK jam kerja penuh diperkirakan
sejalan dengan kinerja sektoral Sumatera
Utara yang membaik terutama pada sektor
konstruksi dan jasa administrasi
pemerintahan yang tumbuh pada triwulan I
2019 dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya.
Grafik 6.10 Kategori TK Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama
6.2 Kesejahteraan
6.2.1 Nilai Tukar Petani
Pada triwulan I 2019, kesejahteraan petani
di Sumatera Utara mengalami peningkatan
dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya. Nilai Tukar Petani (NTP)
Sumatera Utara pada triwulan I 2019
meningkat dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya, namun masih berada
dibawah batas 100. NTP triwulan laporan
tercatat sebesar 98,8%, lebih tinggi 0,7
persen poin dibanding periode sebelumnya
98,1%.
23 Indeks yang dibayar mencerminkan fluktuasi harga barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di pedesaan (Indeks IKRT), serta fluktuasi harga barang yang diperlukan untuk memproduksi
Grafik 6.11 Pertumbuhan NTP Sumatera Utara
Dilihat berdasarkan kelompok
pembentuknya, peningkatan indeks
kesejahteraan petani tertinggi terjadi pada
subsektor tanaman pangan dan
perkebunan, yang terindikasi akibat adanya
kenaikan harga CPO lokal dan karet serta
masuknya periode panen raya tanaman
pangan.
Indeks NTP yang berada dibawah 100
menggambarkan kondisi petani yang
mengalami defisit, kebutuhan melebihi
penerimaan, mengindikasikan kondisi yang
rentan untuk sejahtera. Di sisi lain, struktur
biaya petani dalam melakukan proses
produksi juga diperkirakan tidak efisien
sehingga menimbulkan biaya tinggi.
Kepemilikan lahan yang tidak mencapai skala
ekonomis juga menyebabkan biaya produksi
yang lebih tinggi sehingga mempengaruhi
indeks yang dibayar secara keseluruhan.
Lebih spesifik, biaya produksi yang tinggi
terutama disebabkan oleh biaya tenaga kerja
di Sumatera Utara yang lebih mahal.
Menyikapi hal ini, diperlukan strategi untuk
mengelola proses produksi hingga pemasaran
secara berkelompok serta memperluas
implementasi teknologi pertanian guna
menurunkan biaya produksi.
Kenaikan NTP Sumatera Utara didorong oleh
kenaikan penerimaan petani tercermin dalam
pertumbuhan Indeks yang diterima (It) yang
lebih tinggi dibandingkan indeks yang
dikeluarkan (ib). Indeks yang diterima (It)23
meningkat 2,6% pada triwulan I 2019, lebih
tinggi dari tahun sebelumnya 2,4%. Selain
itu, pengeluaran petani yang tercermin dari
hasil pertanian (indeks BPPBM). Perkembangan Ib juga dapat menggambarkan perkembangan inflasi pedesaan.
98.14 97.4298.81
85.00
87.00
89.00
91.00
93.00
95.00
97.00
99.00
101.00
103.00
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I
2016 2017 2018 2019
NTP PERKEBUNAN TANAMAN PANGAN HORTIKULTURA Linear (NTP)
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 96
indeks pengeluaran (Ib) pertumbuhannya
tercatat turun 1,1% dari tahun sebelumnya
4,2%.
Meski harga gabah kering panen (GKP) di
tingkat petani turun cukup dalam (-10,4%)
pada triwulan I 2019 dibandingkan tahun
sebelumnya (11.7%), namun produktivitas di
sisi onfarm yang meningkat diperkirakan
mendorong peningkatan pendapatan petani
secara keseluruhan. Di sisi lain, kenaikan
harga CPO lokal juga mendorong kenaikan
pendapatan yang tercermin pada kenaikan
indeks yang diterima (it). Sementara
penurunan indeks yang dibayar (ib) disinyalir
terkait dengan proses mekanisasi pertanian
yang terus bergulir seiring dengan program
pemberian alsintan oleh pemerintah.
Grafik 6.12 Pertumbuhan Harga Gabah Kering Panen dan CPO lokal
Berdasarkan sektornya, penurunan NTP
khususnya didorong oleh penurunan NTP
dari subsektor tanaman pangan dan
perkebunan. Penurunan NTP subsektor
tanaman pangan sejalan dengan periode
panen raya tanaman padi yang jatuh pada
bulan Maret-April. Sementara perbaikan di
subsektor perkebunan sejalan dengan
kenaikan harga komoditas CPO. Sementara
penurunan NTP subsektor hortikultura
diperkirakan terkait dengan tekanan harga
jual komoditas seperti cabai merah yang
menurun seiring dengan pasokan yang
melimpah. Penurunan ini juga terkonfirmasi
dari tekanan inflasi triwulan I yang lebih
rendah (1.05%,yoy) dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya (3.91%,yoy)
(lihat bab inflasi)
24 Penduduk miskin adalah mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 6.13 Pertumbuhan NTP Sumatera Utara Berdasarkan Subsektor
6.2.2 Kemiskinan
Perbaikan sektor tenaga kerja disertai
dengan inflasi yang relatif rendah
berdampak pada tingkat kemiskinan yang
menurun. Angka kemiskinan24 Sumatera
Utara pada September 2018 mengalami
penurunan dibandingkan dengan periode
yang sama tahun lalu dan memperlihatkan
kecenderungan tren yang menurun sejak 3
tahun terakhir. Jumlah penduduk miskin
mencapai 1,29 juta jiwa atau 8,9% dari total
penduduk di Sumatera Utara. Angka ini
menurun 3% atau sebanyak 34 ribu orang
dibandingkan September 2017.
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 6.14 Jumlah Penduduk Miskin Sumatera Utara
Perbaikan tingkat kemiskinan terjadi di
pedesaan sementara jumlah penduduk
miskin di perkotaan meningkat. Jumlah
penduduk miskin di daerah perdesaan
umumnya selalu lebih tinggi dibandingkan
perkotaan. Namun demikian, mulai periode
kemiskinan. Pada September 2018 garis kemiskinan Sumatera Utara sebesar Rp451.673 per kapita/bulan
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
97
September 2017 jumlah penduduk miskin di
daerah pedesaan lebih sedikit dibandingkan
dengan perkotaan. Jumlah penduduk miskin
di desa menurun 58,2 ribu atau turun 8,8%
dibandingkan September 2017. Sementara
jumlah penduduk miskin di kota naik 23,7
ribu dibandingkan tahun sebelumnya. Meski
demikian, secara persentase jumlah
penduduk miskin di perkotaan juga berada
dalam tren yang menurun. Penurunan jumlah
penduduk miskin di desa diindikasikan terkait
dengan keberhasilan program Dana Desa
yang sedang bergulir saat ini. Program Dana
Desa yang digunakan untuk pembangunan
infrastruktur desa serta pemberdayaan
masyarakat disinyalir memberikan dampak
positif dalam pengentasan kemiskinan.
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 6.15 Jumlah Penduduk Miskin di Pedesaan dan Perkotaan
Selain itu, penurunan jumlah penduduk
miskin di Sumatera Utara secara umum
disinyalir didorong oleh beberapa faktor salah
satunya laju inflasi yang relatif terkendali dan
pada tren yang menurun di 2018. Inflasi yang
terkendali ini kemudian berdampak pada
stabilitas harga barang yang dikonsumsi oleh
masyarakat. Selanjutnya, kesuksesan
penyaluran beras sejahtera (rastra) dan
Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) kepada
rumah tangga juga turut berkontribusi pada
penurunan jumlah penduduk miskin di
Sumatera Utara.
Komoditi makanan memberikan
sumbangan terbesar terhadap Garis
Kemiskinan baik di perkotaan maupun di
pedesaan. Komoditi makanan mendominasi
garis kemiskinan sebesar 76%, sementara
komoditi non makanan menyumbang 24%.
Apabila dilihat lebih dalam, terdapat 5
komoditi utama pada komponen makanan
yang memberikan sumbangan terbesar
terhadap garis kemiskinan, yaitu Beras, Rokok
Kretek Filter, Tongkol/Tuna/Cakalang, Telur
Ayam Ras, dan Gula Pasir yang memberikan
pangsa sekitar 80%. Sementara komponen
bukan makanan seperti Perumahan, Bensin,
Listrik, Pendidikan dan Perlengkapan Mandi
yang memberikan sumbangan sekitar 20%.
Tabel 6.2 Komoditi Penyumbang Garis Kemiskinan
Sumber : BPS (diolah)
Perbaikan tingkat kemiskinan juga
ditunjukkan dengan Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2) yang menunjukkan
kecenderungan menurun. Selama
September 2017- September 2018, Indeks P1
turun dari 1.49 menjadi 1.45. Sejalan dengan
hal tersebut indeks P2 juga menurun dari
0.37 menjadi 0.33. Hal ini mengindikasikan
rata-rata pengeluaran penduduk miskin
cenderung semakin mendekati garis
kemiskinan dan tingkat ketimpangan
pengeluaran penduduk miskin semakin
menurun.
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 6.16 Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan
Jenis Komoditi Perkotaan Jenis Komoditi Pedesaan
Makanan 74.1 Makanan 78.6
Beras 20.73 Beras 30.39
Rokok Kretek Filter 12.54 Rokok Kretek Filter 9.97
Tongkol/tuna/cakalang 4.09 Tongkol/tuna/cakalang 3.17
Telur ayam ras 3.77 Telur ayam ras 2.7
Gula pasir 3.04 Gula pasir 2.69
Bukan Makanan 25.9 Bukan Makanan 21.4
Perumahan 5.68 Perumahan 4.55
Bensin 4.69 Bensin 2.77
Listrik 3.61 Listrik 1.76
Pendidikan 1.85 Pendidikan 1.66
Perlengkapan mandi 1.16 Perlengkapan mandi 1.3
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
98
Apabila dibandingkan dengan provinsi lain
di Sumatera, Provinsi Sumatera Utara
merupakan provinsi dengan peringkat 5
dengan tingkat kemiskinan tertinggi pada
September 2018 yang memiliki 8,9%
penduduk miskin. Adapun persentase
jumlah penduduk miskin paling tinggi adalah
Provinsi Aceh sebesar 15,7% dan terendah
adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
sebesar 4,7%. Namun, persentase penduduk
miskin Sumatera Utara masih di bawah
nasional yang mencapai 9,6% dan apabila
dibandingkan se-Indonesia, Provinsi
Sumatera Utara berada pada urutan ke-18
dengan tingkat kemiskinan terendah, lebih
baik dibandingkan dengan Provinsi Jawa
Timur dan Jawa Tengah.
6.2.3 Ketimpangan Pendapatan
Sejalan dengan tingkat kemiskinan yang
membaik, kondisi ketimpangan
pendapatan juga membaik. Ketimpangan
pendapatan tercermin melalui rasio gini yang
mengukur ketimpangan distribusi pendapatan
melalui pengukuran yang berkisar antara 0
sampai 1. Apabila koefisien gini bernilai 0
berarti terjadi pemerataan sempurna di suatu
daerah, sementara apabila bernilai 1 maka
terjadi ketimpangan sempurna.
Pada September 2018 , koefisien Gini
Sumatera Utara tercatat sebesar 0,311 lebih
rendah dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya 0,335. Hal ini
mengindikasikan kondisi ketimpangan yang
membaik di Sumatera Utara. Dibandingkan
dengan provinsi lainnya, Sumatera Utara
menduduki peringkat 4 dengan koefisien gini
terendah di Indonesia dan nasional 0,384.
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 6.17 Perkembangan Koefisien Gini Sumatera Utara
Ditinjau dari wilayahnya, tingkat
ketimpangan di kawasan perkotaan tercatat
lebih tinggi dibandingkan pedesaan. Pada
September 2018, koefisien gini perkotaan
Sumatera Utara tercatat sebesar 0,33, lebih
tinggi dibandingkan dengan pedesaan yang
mencapai 0,25. Tingkat ketimpangan yang
lebih tinggi di daerah perkotaan sejalan
dengan kondisi nasional, yang diperkirakan
juga terkait dengan pengangguran yang lebih
tinggi di daerah perkotaan.
Ketimpangan pendapatan di perkotaan dan
pedesaan membaik pada September 2018.
Di daerah perkotaan dan pedesaan Sumatera
Utara, ketimpangan pendapatan pada
September 2018 lebih rendah dibandingkan
periode yang sama tahun 2017. Kondisi
ketimpangan yang membaik diantaranya
terjadi karena: 1) Kenaikan rata-rata
pengeluaran perkapita per bulan kelompok
40% terbawah dan 40% menengah yang
lebih cepat dibandingkan 20%; 2) Di daerah
perkotaan, kenaikan pengeluaran terlihat
pada kelompok 40% pendapatan menengah
dan 20% teratas; 3) Sementara di daerah
pedesaan, kenaikan pengeluaran perkapita
yang lebih cepat terlihat hanya pada 40%
kelompok menengah. Untuk menekan gini
ratio, dibutuhkan percepatan pengeluaran
perkapita pada kelompok 40% terbawah,
diantaranya melalui program pemberdayaan
masyarakat melalui Dana Desa.
Grafik 6.18 Distribusi Pengeluaran Perkotaan
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
99
Grafik 6.19 Distribusi Pengeluaran Pedesaan
Ketimpangan distribusi pendapatan masih
sangat terlihat khususnya daerah
perkotaan. Hal tersebut tercermin dari
distribusi pengeluaran yang tidak merata
dimana sekitar 80% dinikmati oleh
masyarakat berpendapatan menengah dan
kelompok teratas atau sekitar 60% total
penduduk. Sementara masyarakat
berpendapatan rendah atau 40% dari total
penduduk hanya mendapatkan share 20%
pendapatan perkotaan. Hal ini
mengindikasikan masih adanya kendala
pemerataan antara lain 1) perbedaan
konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah.
Sumatera Utara bagian timur memiliki
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan
bagian barat; 2) alokasi investasi yang belum
merata. Pembangunan infrastruktur strategis
seperti jalan tol dan bandara masih
terkonsentrasi di wilayah timur, serta
beberapa pembangunan yang masih dalam
proses belum memberikan dampak yang
siginifikan; 3) tingkat mobilitas faktor
produksi yang rendah seperti tenaga kerja
atau modal yang belum merata menyebabkan
ketimpangan di level regional; serta 4)
ketersediaan infrastruktur yang belum
mengakomodir seluruh daerah hingga
pelosok Sumatera Utara.
Terkait dengan distribusi pendapatan
sebagaimana diulas diatas, perbaikan
aspek pemerataan (equity) dalam distribusi
pendapatan juga perlu diupayakan melalui
pembangunan modal manusia. Salah satu
upaya dalam menekan tingkat ketimpangan
adalah mengupayakan agar penduduk
mendapatkan kemudahan dalam mengakses
kebutuhan dasar untuk mengembangkan
potensinya yang kemudian akan tercermin
dalam Indeks Pembangunan Manusia. IPM
merupakan indikator penting untuk mengukur
keberhasilan dalam membangun kualitas
hidup manusia. IPM juga menjelaskan
bagaimana penduduk dapat mengakses hasil
pembangunan untuk memperoleh
pendapatan, kesehatan, dan dan pendidikan.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Sumatera Utara terus mengalami
peningkatan. IPM Sumatera Utara tahun
2018 mencapai 71,18 meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya 70,57.
Meski demikian, capaian tersebut masih
sedikit berada di bawah angka nasioinal
71,39. Peningkatan IPM tersebut didorong
oleh peningkatan pada 3 aspek esensial, yaitu
aspek umur panjang dan hidup sehat,
pengetahuan dan standar hidup layak. Ketiga
aspek tersebut dijabarkan ke dalam 3 indeks
yaitu Indeks Harapan Hidup Saat Lahir
(UHH), Indeks Harapan Lama Sekolah (HLS)
dan Indeks Rata-Rata Lama Sekolah (RLS)
serta Indeks Pengeluaran Per Kapita, yang
keseluruhannya menunjukkan peningkatan di
tahun 2018.
Tabel 6.3 IPM Menurut Komponen
Dibandingkan provinsi lain di Sumatera, IPM
Provinsi Sumatera Utara tahun 2018
menempati peringkat ke 5 IPM tertinggi
dibawah Kepulauan Riau (74,8), Riau (72,4),
Sumatera Barat (71,7), dan Aceh (71,18).
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 6.20 IPM Sumut dan Nasional
Komponen Satuan 2013 2014 2015 2016 2017 2018
1 2 6 7 8 9 10 11
Umur Harapan Hidup saat Lahir
(UHH)
Tahun 67.94 68.04 68.29 68.33 68.37 68.61
Harapan Lama Sekolah (HLS) Tahun 12.41 12.61 12.82 13.00 13.1 13.1
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Tahun 8.79 8.93 9.03 9.12 9.25 9.3
Pengeluaran per Kapita Rp 000 9,309 9,391 9,563 9,744 10,036 10,391
IPM 68.38 68.87 69.51 70 70.57 71.18
Pertumbuhan IPM % 0.94 0.72 0.93 0.7 0.81 0.9
68
.87 6
9.5
1 70
.00 7
0.5
7 71
.18
68
.9 69
.55
70
.18
70
.81
71
.39
2014 2015 2016 2017 2018
IPM Sumut IPM Nasional
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
100
Secara spasial, IPM seluruh kabupaten/kota
menunjukkan peningkatan,
mengindikasikan adanya distribusi dari
pertumbuhan ekonomi terhadap
pembangunan manusia. Dari 33
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, kota
Medan telah menyandang sebagai kota
≥80).
Sementara sebanyak 16 kabupaten/kota
(70≤IPM<80), dan sisanya sebanyak 16
lainnya berstatus sedang.Tahun 2018,
terdapat 2 kabupaten dengan status yang
meningkat dari sedang menjadi tinggi, yaitu
kabupaten Langkat dan Samosir, didorong
oleh perbaikan dimensi standar hidup layak.
Di sisi lain, 2 kabupaten juga meningkat
statusnya dari rendah menjadi sedang, yaitu
Nias Selatan dan Nias Barat. Kemajuan IPM
kedua kabupaten tersebut didorong oleh
perbaikan dimensi pendidikan Selaras dengan
pembangunan yang lebih banyak dilakukan
di Pantai Timur, sehingga tingkat
kesejahteraan dan pembangunan manusia di
Sumatera Utara juga relatif lebih baik di
wilayah Pantai Timur (Grafik 6.19)
Grafik 6.21 IPM 33 Kabupaten/Kota Sumut
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
102
BOKS 5 : Strategi Pengembangan Sektor Ekonomi
Wilayah Pantai Barat dan Kepulauan di Provinsi Sumatera Utara
Dengan luas dataran mencapai 72ribu km2, Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 33
kabupaten/kota yang terbagi menjadi empat wilayah sesuai dengan letak dan topografinya.
Pembagian empat wilayah spasial tersebut adalah Pantai Timur, Pantai Barat, Dataran Tinggi, dan
Kepulauan. Secara spasial, ketimpangan sosial antarwilayah Provinsi Sumatera Utara masih cukup
tinggi. Hal tersebut ditunjukkan oleh size perekonomian Pantai Timur di tahun 2017 yang mencapai
75% terhadap perekonomian Sumatera Utara dan diikuti oleh Dataran Tinggi sebesar 14%.
Sementara itu, Pantai Barat dan Kepulauan masing masing tercatat 9% dan 3% terhadap
perekonomian Sumatera Utara. Persentase kemiskinan di tahun 2017 juga relatif lebih tinggi di Pantai
Barat dan Kepulauan dengan rata rata masing masing sebesar 11% dan 23%. Untuk menurunkan
ketimpangan antarwilayah, diperlukan pendalaman analisis terkait sektor sektor unggulan daerah
dan strategi optimalisasi sektor sektor ekonomi, terutama di Pantai Barat dan Kepulauan.
Grafik 6.22 PDRB dan Persentase Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara pada
tahun 2017
Pertama, dilakukan analisis menggunakan metode Location Quotient (LQ) untuk menghitung
perbandingan relatif sumbangan nilai tambah suatu sektor di suatu daerah terhadap sumbangan nilai
tambah sektor tersebut dalam skala provinsi atau nasional. Nilai LQ lebih besar dari 1 menunjukkan
keunggulan relatif suatu sektor di suatu daerah terhadap daerah lainnya. Metode tersebut dipadukan
dengan Growth Ratio on Subject (GRS), yaitu perbandingan antara laju pertumbuhan sektoral area
yang menjadi subyek dengan laju pertumbuhan sektoral area yang menjadi referensi. Nilai GRS lebih
besar dari 1 menandakan bahwa suatu sektor di area studi memiliki laju pertumbuhan di atas laju
pertumbuhan sektor tersebut di area referensi.
Suplemen 5
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
103
Berdasarkan kombinasi LQ dan GRS, terdapat empat kelompok potensi ekonomi yang
kemudian diperdalam dengan pembuatan Loc-Growth Matrix dengan benchmark Boston Consulting
Group Matrix (BCG Matrix). Melalui Loc-Growth Matrix digunakan untuk memformasikan alternatif
strategi pengembangan sektor sektor perekonomian secara umum. Keempat kuadran tersebut
adalah Genuinely Potential, Genuinely Dominant, Declining, dan Non Potential.
tinggi. Apabila terdapat alasan yang kuat bahwa sektor tersebut akan menjadi sektor yang dominan,
hal strategis yang dapat diterapkan adalah investasi untuk mengoptimalisasi kapasitas produksi untuk
memenuhi permintaan. Hal tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas SDM, penyaluran
kredit, serta pengembangan teknologi. Sementara itu adalah sektor yang
menjadi motor penggerak perekonomian di suatu daerah dimana peningkatan kapasitas produksi
dapat secara signifikan mendorong pertumbuhan ekonomi. Strategi yang dapat diterapkan untuk
sektor ini salah satunya adalah peningkatan investasi sehingga tingkat produksi dapat mencapai titik
Declining
pertumbuhannya cenderung stagnan. Beberapa strategi yang dapat diterapkan di antaranya investasi
untuk meningkatkan kapasitas, diversifikasi produk, atau diversifikasi pasar untuk meningkatkan
permintaan.
Tabel 6.4 Sektor Perekonomian Berdasarkan Empat Kelompok Potensi Ekonomi di Wilayah
Kepulauan dan Pantai Barat
Sebagian besar wilayah masih mengandalkan Lapangan Usaha (LU) Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib dalam rangka mendorong pertumbuhannya. Hal
Kepulauan Kepulauan Kepulauan Kepulauan Kepulauan Pantai Barat Pantai Barat Pantai Barat Pantai Barat Pantai Barat Pantai Barat Pantai Barat
Nias Nias Selatan Nias Utara Nias Barat Gunung SitoliMandailing
Natal
Tapanuli
Selatan
Tapanuli
Tengah
Padang Lawas
UtaraPadang Lawas Sibolga
Padang
Sidempuan
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2 3 2 3 1 2 3 3 2 2 4 4
Pertambangan dan Penggalian 4 4 3 3 3 4 1 4 4 1 4 4
Industri Pengolahan 1 1 1 1 1 1 4 4 1 1 1 1
Pengadaan Listrik dan Gas 1 1 1 1 1 1 1 4 1 1 1 2
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang4 4 4 4 3 4 4 3 1 4 3 2
Konstruksi 3 3 4 1 2 3 2 3 2 2 4 3
Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor1 4 4 1 2 1 1 1 1 4 2 2
Transportasi dan Pergudangan 4 4 4 4 3 4 1 1 1 4 3 3
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3 3
Informasi dan Komunikasi 4 1 4 1 4 4 4 4 4 1 4 3
Jasa Keuangan dan Asuransi 1 4 1 4 3 4 4 4 1 1 4 3
Real Estate 4 3 4 4 3 4 1 4 2 1 3 4
Jasa Perusahaan 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib2 2 2 3 2 2 2 2 3 4 2 2
Jasa Pendidikan 1 4 1 4 2 4 1 4 1 1 3 3
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3
Jasa lainnya 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
104
tersebut menunjukkan bahwa perekonomian daerah masih berpangku kepada kegiatan kegiatan
yang dilakukan oleh Pemerintah. Di satu sisi, LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan menjadi sektor
primadona atau termasuk dalam kelompok Genuinely Dominant di Kabupaten Nias, Nias Utara,
Mandailing Natal, Padang Lawas Utara, dan Padang Lawas. Berdasarkan hasil Penelitian KPJU
Unggulan UMKM Provinsi Sumatera Utara Tahun 2018, beberapa komoditas unggulan pertanian
yang dapat dikembangkan di daerah daerah tersebut di antaranya padi sawah, kelapa sawit, karet
dan pisang. Sementara itu, LU Perdagangan menjadi sektor unggulan di daerah perkotaan di wilayah
Kepulauan dan Pantai Barat seperti Kota Gunung Sitoli, Kota Sibolga, dan Kota Padangsidimpuan.
Berdasarkan hasil Penelitian KPJU Unggulan UMKM Provinsi Sumatera Utara Tahun 2018,
beberapa komoditas unggulan perdagangan yang dapat dikembangkan di daerah daerah tersebut
diantaranya toko kelontong / mini market, penjualan durian, dan perdagangan beras. Dengan
demikian, strategi pengembangan LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan serta LU Perdagangan
dapat diarahkan untuk meningkatkan investasi terutama kepada komoditas komoditas unggulan.
Investasi yang dilakukan dapat dalam bentuk peningkatan program pertanian melalui perluasan
teknologi, penyaluran kredit ataupun subsidi.
Tabel 6.5 Hasil Penelitian KPJU Unggulan UMKM Kabupaten/Kota
Nias Padang Lawas
Utara
Mandailing
Natal Nias Utara
Padang
Lawas
Sektor
Pertanian
Padi Sawah Kelapa Sawit Padi Sawah Pisang Kelapa Sawit
Karet Padi Sawah Karet Jagung Padi Sawah
Kayu
Simalambuo Karet Kakao Durian Karet
Gunung Sitoli Sibolga Padang-
sidimpuan
Perdagangan
Penjualan
Durian
Toko
Kelontong
Toko
Kelontong
Penjualan
Kelapa
Perdagangan
Beras
Perdagangan
Beras
Toko
Kelontong
Reparasi
Kendaraan Toko Pakaian
PROSPEK PEREKONOMIAN
105
PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Provinsi Sumatera Utara pada triwulan III 2019 diprakirakan tumbuh moderat di tengah perkembangan inflasi yang kembali meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Moderasi ekonomi bersumber dari kembali normalnya permintaan konsumsi rumah tangga pasca periode Ramadhan dan Lebaran, di tengah masih stabilnya investasi dan membaiknya net ekspor. Sementara itu, laju perubahan harga-harga secara umum masih meningkat yang disumbangkan oleh peningkatan tekanan inflasi komoditas bumbu-bumbuan, kelompok sandang, serta kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan.
Secara keseluruhan tahun 2019, momentum perbaikan ekonomi diprakirakan terus berlanjut dengan capaian inflasi yang masih berada dalam rentang sasaran inflasi nasional. Optimisme perekonomian didukung oleh peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah serta perbaikan net ekspor yang cukup signifikan, di tengah kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi yang sedikit mengalami perlambatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Untuk inflasi, terdapat tren peningkatan laju inflasi kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, kelompok sandang, serta kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Meski demikian, inflasi akhir tahun 2019 masih akan berada dalam rentang sasaran nasional sebesar 3,5 ± 1% (yoy).
PROSPEK PEREKONOMIAN 106
7.1 Prospek Pertumbuhan
Ekonomi
Perekonomian Provinsi Sumatera Utara pada
triwulan III 2019 diprakirakan sedikit
termoderasi dibandingkan dengan triwulan II
2019. Moderasi kinerja ekonomi tersebut
terutama bersumber dari kembali normalnya
konsumsi pasca periode Ramadhan dan
Lebaran, di tengah masih stabilnya investasi
dan membaiknya net ekspor. Dari sisi lapangan
usaha (LU), perlambatan permintaan konsumsi
diprakirakan akan berdampak pada terjadinya
deselerasi LU perdagangan, penyediaan
akomodasi dan makanan-minuman (mamin),
serta LU berbagai jenis jasa yang berkaitan
dengan konsumsi masyarakat. Di sisi lain,
perkembangan LU tradable diprakirakan pada
arah yang akseleratif sehingga menjadi faktor
penopang pertumbuhan ekonomi. Dengan
perkembangan ini, ekonomi Sumatera Utara
pada triwulan III 2019 diprakirakan dapat
tumbuh di kisaran 5,0 5,4% (yoy).
Sumber: BPS, diolah p) Proyeksi Bank Indonesia
Grafik 7.1 Outlook PBRB Sumatera Utara triwulan II 2019
Konsumsi rumah tangga triwulan III 2019
diprakirakan mengalami deselerasi pasca
perayaan HBKN pada triwulan II 2019.
Sebagaimana pola musiman yang juga terjadi
pada 2017 dan 2018, permintaan konsumsi
dari masyarakat akan kembali normal setelah
HBKN Idul Fitri yang jatuh pada triwulan II
(Juni). Di samping itu, meski kinerja pariwisata
dinilai akan tetap tumbuh positif, dorongan
pertumbuhannya tidak akan sekuat triwulan
sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh telah
selesainya beberapa event pariwisata bertaraf
lokal maupun nasional sebelum triwulan III
2019, seperti Pekan Raya Sumatera Utara (8
Maret 8 April), Sigale-gale Carnival (31 Mei),
Festival Gondang Naposo (8-9 Juni), serta Toba
Caldera World Music Festival (14-16 Juni).
Konsumsi pemerintah triwulan III 2019 juga
diprakirakan tidak tumbuh sekuat triwulan
sebelumnya. Hal ini dinilai akan dipengaruhi
oleh telah selesainya kegiatan realisasi belanja
bantuan yang dialokasikan untuk kegiatan Pileg
dan Pilpres 2019. Belanja hibah dan bantuan
lainnya juga diprakirakan melambat, sejalan
dengan jumlah event yang berkurang pasca
perayaan Idul Fitri. Di samping itu, belanja
langsung untuk pegawai dinilai tidak akan
sebanyak triwulan II 2019 karena kegiatan yang
bersifat administratif (operasional) dalam
pelaksanaan proyek infrastruktur sudah banyak
yang selesai. Hal ini akan turut mengurangi
belanja barang habis pakai (konsumsi) dan
realisasi belanja pemerintah akan lebih banyak
terkonsentrasi pada belanja modal (investasi)
untuk proyek infrastruktur.
Di tengah perlambatan kinerja konsumsi,
investasi di Sumatera Utara diprakirakan masih
tumbuh cukup tinggi pada triwulan III 2019.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,
pengerjaan proyek Pemerintah diprakirakan
semakin intensif, khususnya untuk proyek
infrastruktur transportasi dan pariwisata yang
dibiayai dari belanja modal. Selain itu,
investasi swasta juga diprediksi akan mampu
menopang pertumbuhan. Hal tersebut
didukung oleh meningkatnya kepastian usaha
setelah periode Pileg dan Pilpres 2019.
Pertumbuhan net ekspor Sumatera Utara pada
triwulan III 2019 diproyeksikan mengalami
peningkatan sehingga menahan moderasi
perekonomian yang lebih lanjut. Perbaikan
kinerja net ekspor terutama akan ditopang oleh
akselerasi ekspor luar negeri. Setelah sempat
mengalami penurunan pada awal 2019 karena
keterbatasan bahan baku, ekspor CPO
Sumatera Utara diprakirakan mengalami
peningkatan dengan dukungan ketersediaan
bahan baku yang memadai. Di samping itu,
kebijakan penurunan tarif impor CPO dan RPO
ke India serta prospek harga jual di pasar global
yang diprakirakan mulai membaik di semester
4.53
5.145.24
5.56
4.73
5.275.38
5.30 5.30
I II III IV I II III IV I IIp IIIp
2017 2018 2019
5.2
5.4
5.0
5.6
PROSPEK PEREKONOMIAN 107
II 2019 akan turut menjadi faktor insentif bagi
eksportir untuk mendorong penjualan ke luar
negeri. Adapun tekanan impor luar negeri
diprakirakan meningkat sedangkan net ekspor
antardaerah melambat. Peningkatan impor
dinilai datang dari peningkatan aktivitas
investasi (barang modal) dan usaha eksportir
(bahan baku). Sementara itu, lebih lambatnya
capaian peningkatan ekspor antardaerah lebih
dipengaruhi oleh berakhirnya momen HBKN.
Dari sisi penawaran, perlambatan permintaan
konsumsi akan ikut menahan kinerja LU
perdagangan, terutama usaha perdagangan ritel
(eceran), serta LU penyediaan akomodasi dan
mamin. Berakhirnya HBKN Idul Fitri serta
beberapa event pariwisata menjadi sumber
utama perlambatan tersebut. Permintaan
terhadap kendaraan bermotor, khususnya
mobil bekas, juga cenderung akan mengalami
penurunan pasca hari besar sesuai pola
musimannya. Tidak hanya itu, moderasi
pertumbuhan konsumsi tersebut akan turut
memengaruhi capaian kinerja beberapa LU
terkait jasa yang diprediksi lebih lambat dari
triwulan II 2019.
Di sisi lain, kinerja beberapa LU utama
Sumatera Utara diprakirakan membaik pada
triwulan III 2019. LU pertanian, khususnya sub-
LU perkebunan sawit, akan tumbuh meningkat
yang ditopang oleh produksi hasil panen yang
membaik seiring cuaca yang kondusif sejak
tahun 2018. Dengan prospek hasil perkebunan
sawit yang positif tersebut, perkembangan LU
industri pengolahan, utamanya industri CPO,
juga diproyeksikan relatif menguat dibanding
triwulan II 2019 karena ketersediaan bahan
baku yang memadai. Selanjutnya, pada
triwulan III 2019, LU konstruksi dinilai akan
kembali tumbuh meningkat didukung oleh
peningkatan intensitas belanja modal dan
berakhirnya wait and see investor swasta.
Tabel 7.1 Proyeksi Harga Komoditas Internasional (Nominal US$)
Sumber: Commodity Market Outlook April 2019, diolah f) Proyeksi
Untuk keseluruhan tahun 2019, ekonomi
Sumatera Utara diprakirakan dapat tumbuh
lebih tinggi dari 2018, yaitu di kisaran 5,0
5,4% (yoy). Optimisme tersebut utamanya
akan datang dari peningkatan pertumbuhan
konsumsi pemerintah serta perbaikan net
ekspor yang cukup signifikan, di tengah kinerja
konsumsi rumah tangga dan investasi yang
sedikit mengalami perlambatan dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Untuk kinerja LU,
pertanian dan konstruksi akan menjadi sumber
utama peningkatan pertumbuhan. Sementara
itu, meski masih tumbuh cukup baik, industri
pengolahan diprakirakan sedikit termoderasi
sedangkan perdagangan akan melambat yang
sejalan dengan melambatnya konsumsi.
Akselerasi konsumsi pemerintah tahun 2019
akan didorong oleh adanya peningkatan
anggaran secara keseluruhan. Peningkatan
APBD Pemerintah Daerah (Pemda), baik di
tingkat Provinsi maupuan Kabupaten/Kota,
didukung oleh naiknya anggaran untuk
program peningkatan kualitas tenaga kerja,
pendidikan dan kesehatan, pengerjaan proyek
infrastruktur, serta peningkatan daya saing
daerah di bidang pertanian dan pariwisata.
Sementara itu, anggaran transfer ke daerah dan
dana desa (TKDD) juga mengalami kenaikan.
Secara nasional, anggaran dana desa tahun
2019 meningkat sekitar 17% setelah tidak
mengalami peningkatan pada 2018. Anggaran
untuk bantuan sosial juga meningkat pada
2019 sejalan dengan peningkatan target
penerima manfaat. Hal ini masih ditambah
dengan adanya alokasi dana kelurahan sebagai
bagian dari dana alokasi umum (DAU).
Prospek perbaikan capaian kinerja net ekspor
akan dikontribusikan oleh meningkatnya net
ekspor antardaerah serta deselerasi impor luar
negeri. Peningkatan net ekspor antardaerah
Komoditas 2018 2019-f 2020-f
Minyak; crude oil avg (US$/barrel) 68.3 66.0 65.0
Minyak kelapa sawit; palm oil (US$/mt) 639 600 623
Kopi arabika; coffe arabica (US$/kg) 2.93 2.85 2.90
Kopi robusta coffe robusta (US$/kg) 1.87 1.75 1.79
Karet; rubber (US$/kg) 1.58 1.64 1.69
PROSPEK PEREKONOMIAN 108
Sumatera Utara pada 2019 dinilai akan
ditopang oleh kegiatan perdagangan CPO di
dalam negeri. Meningkatnya kebutuhan CPO
domestik tersebut didorong oleh perluasan
implementasi program B20. Sementara itu,
impor luar negeri diprediksi tumbuh melambat
yang dipengaruhi oleh perkembangan impor
barang konsumsi dan barang antara (bahan
baku) yang tidak setinggi tahun sebelumnya.
Hal ini dinilai dipengaruhi oleh pergerakan
nilai tukar rupiah yang stabil dan cenderung
menguat dibanding akhir tahun 2018. Dalam
hal ini, Bank Indonesia juga terus melakukan
kebijakan moneter dalam rangka menjaga
volatilitas nilai tukar. Khusus impor barang
konsumsi, adanya kebijakan Pemerintah yang
menaikkan tarif impor barang konsumsi juga
menjadi faktor penyebab perlambatan.
Ekspor luar negeri tahun 2019 diprakirakan
tumbuh sedikit lebih rendah dari tahun
sebelumnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh
permintaan eksternal yang menurun sebagai
dampak dari kinerja ekonomi dunia yang juga
melambat. Meski demikian, ekspor beberapa
komoditas utama Sumatera Utara diprakirakan
masih tumbuh cukup baik yang ditopang oleh
terjaganya level harga komoditas di pasar
internasional.
Harga CPO diprakirakan masih di level yang
kondusif seiring dengan adanya peningkatan
penggunaan CPO untuk pasar dalam negeri
terkait industri biodiesel di Indonesia (B20) dan
Malaysia (B10). Lebih lanjut, permintaan dari
India berpotensi meningkat sejalan dengan
penurunan bea masuk impor. India
memutuskan untuk menurunkan bea masuk
impor CPO dan turunannya karena produksi
minyak nabati dalam negeri belum mampu
memenuhi tingginya permintaan.
Sementara itu, harga karet berpotensi
meningkat sejalan dengan kesepakatan
Thailand, Indonesia, dan Malaysia yang
tergabung di dalam International Tripartite
Rubber Council (ITRC) untuk mengurangi
ekspor karet sebesar 300.000 ton. Di samping
itu, Pemerintah terus berusaha mendorong
optimasi pemanfaatan karet domestik untuk
infrastruktur dan transportasi. Karet alam dapat
diolah menjadi ban vulkanisir, pencampur
aspal, perkerasan jalan pabrik, bantalan rel
kereta api, dock fender, traffic cone, pagar
pengaman, dan lain sebagainya.
Selanjutnya, kinerja konsumsi rumah tangga
dan investasi diprakirakan tumbuh cukup tinggi
pada 2019 meski sedikit lebih lambat dari
2018. Tertahannya kinerja konsumsi rumah
tangga salah satunya dipengaruhi oleh prospek
pendapatan dari ekspor luar negeri yang
tumbuh melambat. Di samping itu, kenaikan
UMP pada 2019 (8,03%) tercatat lebih rendah
dari 2018 (8,71%) yang dinilai memperketat
ruang konsumsi masyarakat, apalagi dengan
prakiraan tekanan inflasi yang meningkat pada
2019. Berkaitan dengan investasi, beberapa
proyek masih terus bergulir, terutama proyek
infrastruktur transportasi kereta api dan jalan
tol. Namun demikian, investasi non-bangunan
diprakirakan tidak tumbuh lebih tinggi dari
tahun lalu karena prospek ekonomi dunia yang
melemah sehingga investor swasta cenderung
menahan rencana ekspansi. Sebagian proyek
infrastruktur multiyears juga sudah selesai
ataupun memasuki tahap akhir, sehingga nilai
investasi tidak sebesar tahun 2018.
Dari sisi LU, pertanian dan konstruksi akan
menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi
tahun 2019. LU pertanian diprakirakan tumbuh
meningkat didukung oleh kondisi cuaca yang
kondusif dan dampak positif dari program
Pemerintah dalam memberikan bantuan alat
pertanian serta pelatihan kepada petani.
Selanjutnya, akselerasi LU kontruksi akan
didorong oleh masih berjalannya proyek
pembangunan jalan tol lintas Sumatera
maupun beberapa proyek di sektor riil
(pembangunan hotel, kantor, pembangkit
listrik, dan pertokoan). Pembangunan
infrastruktur dasar di berbagai daerah juga
dinilai dapat terus berlanjut melalui
penggunaan dana desa, dana kelurahan,
ataupun dana alokasi khusus (DAK) fisik.
Akselerasi lebih lanjut dari pertumbuhan
ekonomi Sumatera Utara pada 2019 akan
tertahan oleh capaian kinerja LU perdagangan
dan industri pengolahan yang tidak sebaik
tahun 2018. Perlambatan pertumbuhan
perdagangan sejalan dengan perkembangan
konsumsi rumah tangga yang tertahan oleh
terbatasnya pertumbuhan pendapatan di tengah
kenaikan inflasi. Sementara itu, permintaan
PROSPEK PEREKONOMIAN 109
eksternal yang diprakirakan melambat menjadi
faktor utama penghambat ekspansi industri
pengolahan di tahun ini. Meski demikian,
perkembangan LU perdagangan dan industri
pengolahan dinilai masih cukup baik sepanjang
2019. LU perdagangan akan ditopang oleh
dorongan aktivitas pariwisata yang meningkat
seiring penguatan aspek akses, atraksi,
amenitas, dan promosi yang gencar. Adapun
LU industri pengolahan masih dapat ditopang
oleh produksi CPO yang diprakirakan tumbuh
cukup baik. Tercukupinya pasokan bahan baku
serta adanya program penggunaan biodiesel
menjadi faktor penopang pertumbuhan industri
CPO tersebut.
Ke depan, beberapa risiko terhadap
perekonomian Sumatera Utara tetap perlu
menjadi perhatian, terutama dari sisi eksternal.
Perekonomian global dan volume perdangan
dunia berisiko tumbuh semakin terbatas di
tahun 2019, dipengaruhi oleh perlambatan
ekonomi di negara maju yang lebih dalam dari
prakiraan awal. Di samping itu, implementasi
Renewable Energy Directive (RED) II di Eropa
dan tendensi peningkatan produksi rapeseed oil (produk substitusi) di India berisiko menahan
ekspor produk kelapa sawit. Untuk itu,
diversifikasi pasar ke negara nontradisional
serta upaya untuk perluasan kampanye positif
sawit perlu terus dilakukan secara
berkelanjutan. Adanya tren peningkatan harga
pangan dan tiket pesawat udara juga perlu
diwaspadai karena dapat menahan konsumsi
dan aktivitas pariwisata.
Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
Sumber: WEO IMF April 2019, diolah f) Proyeksi
7.2 Prospek Inflasi
Laju inflasi Sumatera Utara pada triwulan III
2019 diprakirakan dalam tren yang
meningkat dibandingkan dengan triwulan II
2019. Peningkatan tersebut dinilai terutama
akan disumbangkan oleh masih naiknya
tekanan inflasi komoditas bumbu-bumbuan. Di
samping itu, inflasi dari kelompok sandang
serta kelompok transportasi, komunikasi, dan
jasa keuangan juga diprakirakan meningkat.
Meski meningkat, laju inflasi Sumatera Utara
pada triwulan III 2019 masih akan berada
dalam rentang sasaran target inflasi nasional.
Inflasi komoditas bumbu, khususnya aneka
cabai, diprakirakan masih akan meningkat
pada triwulan III 2019. Peningkatan harga
cabai tersebut terjadi seiring dengan datangnya
periode musim kemarau sehingga pasokan
menjadi berkurang. Meski demikian, tingkat
permintaan yang cenderung menurun pasca
HBKN Idul Fitri akan membuat tekanan inflasi
komoditas bahan makanan lainnya relatif
mereda dibanding triwulan sebelumnya
sehingga inflasi kelompok bahan makan
diprakirakan tidak meningkat secara signifikan.
Permintaan dan ekspektasi yang lebih
terkendali pasca HBKN tersebut akan turut
memengaruhi pergerakan inflasi kelompok
makanan jadi yang diprediksi melandai
dibandingkan dengan triwulan berjalan.
Sementara itu, meningkatnya inflasi kelompok
sandang akan dipengaruhi oleh prospek harga
emas yang membaik. Sebagaimana pola
historisnya, peningkatan harga emas akan ikut
mendorong kenaikan inflasi komoditas emas
perhiasan. Adapun prospek positif terhadap
harga emas dipengaruhi oleh perkembangan
nilai tukar yang fluktuatif dan ketidakpastian di
pasar keuangan yang meningkat sehingga
pilihan investasi jatuh kepada komoditas logam
mulia yang dinilai sebagai pilihan konvensional
yang lebih aman.
Selanjutnya, inflasi kelompok transportasi,
komunikasi, dan jasa keuangan juga
diprakirakan tetap tinggi pada triwulan III 2019.
Komoditas 2018 2019-f 2020-f
PDB Dunia 3.6 3.3 3.6
PDB Kawasan Eropa 1.8 1.3 1.5
PDB Amerika Serikat 2.9 2.3 1.9
PDB Tiongkok 6.6 6.3 6.1
PDB Jepang 0.8 1.0 0.5
PDB India 7.1 7.3 7.5
PROSPEK PEREKONOMIAN 110
Inflasi pada kelompok ini terutama akan
dipengaruhi oleh inflasi komoditas angkutan
udara. Hal ini terjadi sebagai dampak lanjutan
dari kenaikan harga tiket pesawat, di tengah
kondisi permintaan yang tetap kuat seiring
dengan tibanya peak season liburan pada
triwulan III 2019.
Grafik 7.2 Perkembangan UMP Provinsi
Sumatera Utara
Hingga akhir 2019, tekanan inflasi Sumatera
Utara cenderung akan mengalami
peningkatan dibandingkan dengan 2018.
Namun demikian, inflasi akan tetap berada di
level yang terkendali dan berada dalam rentang
sasaran inflasi nasional yakni 3,5 ± 1% (yoy).
Tekanan inflasi yang lebih tinggi akan didorong
oleh meningkatnya inflasi kelompok bahan
makanan, kelompok makanan jadi, kelompok
sandang, serta kelompok transportasi,
komunikasi, dan jasa keuangan.
Peningkatan inflasi kelompok bahan makanan
diwarnai oleh pola siklikal yang secara kuat
memengaruhi tingkat perubahan harga. Harga
bahan pangan yang rendah di tahun 2018
diprakirakan mendorong petani untuk
menyesuaikan kembali pola tanamnya,
khususnya pada periode akhir tahun. Dengan
level harga yang rendah di tahun sebelumnya,
inflasi bahan pangan dinilai dapat meningkat
cukup tinggi seiring fluktuasi produksi yang
masih rentan terhadap kondisi cuaca, di tengah
permintaan yang tinggi. Di samping itu,
perubahan pola tanam padi yang belum diikuti
dengan pengelolaan pasca panen yang baik
juga berisiko mengganggu pasokan beras.
Inflasi kelompok makanan jadi diprakirakan
meningkat sejalan dengan adanya beberapa
event besar di tahun 2019. Di samping
penyelenggaraan Pemilu, program peningkatan
pariwisata yang didukung oleh berbagai festival
seni dan kebudayaan akan menjadi sumber
utama peningkatan permintaan konsumsi
makanan jadi. Namun demikian, permintaan
secara umum akan tertahan oleh semakin
selektifnya masyarakat untuk melakukan
konsumsi barang sekunder dan tersier, seiring
dengan peningkatan UMP yang lebih rendah
dari tahun 2018.
Lebih lanjut, peningkatan inflasi pada 2019
juga akan dipengaruhi oleh kelompok sandang
dan kelompok transportasi, komunikasi, dan
jasa keuangan. Pergerakan inflasi di dua
kelompok ini merupakan lanjutan dari
dinamika pada triwulan III 2019 yaitu adanya
tren peningkatan harga emas global dan harga
tiket pesawat. Adapun kenaikan tarif angkutan
udara dan kargo dinilai akan turut
meningkatkan biaya distribusi sehingga pada
gilirannya distributor akan membebankan
peningkatan biaya logistik tersebut kepada
konsumen.
Berbagai risiko terhadap inflasi Sumatera Utara
di sepanjang tahun 2019 harus diwaspadai.
Salah satu risiko utama adalah terkait
penyesuaian harga bahan bakar minyak
bersubsidi (BBM). Adanya tren perbaikan harga
minyak sejak akhir 2018 berisiko pada
dinaikkannya harga BBM yang terakhir kali
mengalami penyesuaian pada tahun 2016. Di
samping itu, fluktuasi kecukupan pasokan
komoditas hortikultura juga tetap perlu
mendapatkan perhatian khusus karena masih
sangat rentan terhadap kondisi cuaca dengan
proses distribusi yang belum optimal. Oleh
karena itu, dalam menghadapi berbagai risiko
terkait harga-harga tersebut, Pemerintah dan
Bank Indonesia akan terus melakukan upaya
pengendalian inflasi dalam kerangka kerja Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), baik di
tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Sebagaimana yang dituangkan dalam program
kerja pengendalian inflasi, kegiatan
pengendalian tersebut difokuskan pada empat
pilar utama yaitu keterjangkauan harga,
111
ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi,
dan komunikasi yang efektif.
7.3 Rekomendasi
Momentum perbaikan ekonomi Sumatera Utara
diprakirakan berpotensi terus menguat. Untuk
mewujudkan hal tersebut, masih diperlukan
upaya peningkatan dan optimasi kinerja
lapangan usaha utama, apalagi di tengah
tingginya risiko dari sisi eksternal. Pemerintah
Daerah memiliki peran besar dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi
domestik, sekaligus mengendalikan harga
barang sehingga kenaikannya berada pada
level yang wajar dan kondusif. Beberapa
rekomendasi dan langkah yang dapat diambil,
diantaranya adalah:
1. Meningkatkan produktivitas usaha
pertanian, perkebunan, dan perikanan
melalui subsidi alat mesin dan sarana
produksi serta pendampingan secara
intensif untuk melakukan Good Agricultural Practices di level petani;
2. Mendorong pembangunan industri
subtitusi impor serta mengurangi impor
barang konsumsi yang diiringi dengan
peningkatan kualitas produk dalam negeri
dalam rangka mengurangi defisit transaksi
berjalan;
3. Meningkatkan transparansi birokrasi dan
harmonisasi peraturan dan kebijakan
pemerintah di tingkat pusat hingga ke
daerah, terutama dalam mendukung
peningkatan penanaman modal;
4. Meningkatkan ragam dan kualitas atraksi
di pusat-pusat daerah wisata yang sesuai
dengan minat dan preferensi wisatwan;
5. Mendorong penguatan aksesibilitas dan
amenitas pariwisata Sumatera Utara
melalui perbaikan akses jalan ke daerah-
daerah wisata dan peningkatan kebersihan
dan higenitas di area wisata;
6. Meningkatkan alokasi dan monitoring
penggunaan dana desa untuk hal yang
bersifat lebih produktif berlandaskan
kearifan lokal, seperti mewujudkan sentra
usaha baru bagi terwujudnya kedaulatan
pangan;
7. Mendorong penguatan infrastruktur jalan
dan jembatan antardaerah untuk
mendukung perdagangan antardaerah;
serta
8. Mendorong efisiensi ekonomi dan
kesehatan fiskal melalui optimasi
elektronifikasi pada transaksi Pemerintah
Daerah, sektor transportasi, dan
penyaluran bansos.
DAFTAR ISTILAH 113
DAFTAR ISTILAH
Administered Price
Harga barang/jasa yang diatur oleh pemerintah, misalnya bahan bakar, penerangan, dan air serta
transportasi ataupun harga barang/jasa yang dipengaruhi oleh ketentuan pemerintah misalnya
tembakau dan minuman beralkohol.
Base Effect
Efek kenaikan/penurunannilai pertumbuhan yang cukup tinggi sebagai akibat dari nilai level
variabel yang dijadikan dasar perhitungan/perbandingan mempunyai nilai yang cukup
rendah/tinggi.
BEC
Pengklasifikasian kode barang dengan 3 digit angka yang dikelompokkan berdasarkan kegunaan
utama barang berdasarkan daya angkut komoditi tersebut.
Barang Modal (Capital Goods)
Barang-barang yang digunakan untuk keperluan investasi, biasanya bernilai guna lebih dari 1
tahun.
Bahan Baku (Raw Material)
Barang-barang mentah atau setengah jadi yang akan diproses kembali oleh sektor industri.
BI 7 Day Reverse Repo Rate
Suku bunga referensi yang mencerminkan sikap atau arah kebijakan moneter yang ditetapkan
dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap bulannya dan diumumkan kepada publik.
BI-RTGS
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, merupakan proses penyelesaian akhir transaksi (settlement)
pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat real
time (electronically processed), di mana rekening peserta dapat didebit/ dikredit berkali-kali dalam
sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Ceteris paribus
Semua variabel di luar sistem/model dianggap konstan.
DAFTAR ISTILAH 114
CPO (Crude Palm Oil)
Minyak nabati yang dihasilkan oleh buah-buahan dari kelapa sawit.
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan, dan simpanan berjangka
(deposito).
Disposable income
Sejumlah uang yang dapat dapat dibelanjakan dan ditabung setelah dikurangi dengan pajak
penghasilan.
Ekspor dan Impor
Dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar
daerah.
Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR)
Rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, baik dalam
rupiah maupun valas. Terminologi FDR untuk bank syariah sementara LDR untuk bank
konvensional.
Harga Minyak WTI
Harga minyak mentah dunia yang mengacu pada sebuah ukuran kualitas bernama West Texas
Intermediate atau Texas light sweet.
Indeks Penjualan Barang Konstruksi
Indeks yang merepresentasikan nilai penjualan dari barang-barang konstruksi.
Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks yang dihasilkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan tingkat
keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, baik saat ini maupun masa mendatang.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu indeks pembentuk Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan
persepsi konsumen akan kondisi perekonomian pada saat ini.
DAFTAR ISTILAH 115
Inflasi IHK
Kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode, yang diukur dengan perubahan indeks harga
konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh
masyarakat luas.
Inflasi Inti
Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices.
Inflow
Aliran masuk uang kartal ke Kantor Bank Indonesia.
Kredit
Penyediaan uang atau tagihan yang sejenis berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Kredit Investasi
Kredit jangka menengah dan panjang untuk investasi barang modal seperti pembangunan pabrik
dan pembelian mesin.
Kredit Modal Kerja
Kredit jangka pendek atau menengah yang diberikan untuk pembiayaan/pembelian bahan baku
produksi.
Kredit Konsumsi
Kredit bagi perorangan untuk pembiayaan barang-barang pribadi seperti rumah (KPR-Kredit
Pemilikan Rumah), kendaraan (KKB-Kredit Kendaraan Bermotor), dan lain-lain seperti Kredit tanpa
agunan.
Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Kredit yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM memiliki prospek bisnis yang baik (feasible)
tapi belum memiliki kemampuan mengembalikan (bankable). Dana KUR berasal dari bank
pelaksana, namun dijamin sebagian besarnya oleh Pemerintah.
Leading Indicators
Indikator yang digunakan untuk memprediksi pergerakan atau titik balik dari suatu siklus bisnis.
DAFTAR ISTILAH 116
Liaison
Suatu kegiatan pengumpulan data statistik dan informasi yang dilaksanakan secara periodik melalui
wawancara langsung kepada pelaku usaha mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha.
Loan to Value (LTV)
Sebuah dasar atau metode yang digunakan untuk menentukan seberapa besar pinjaman yang dapat
diberikan kepada debitur berdasarkan aset yang dijadikan jaminan.
Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF)
Persentase kredit/pembiayaan yang masuk dalam kategori kurang lancar, diragukan, dan macet
terhadap total kredit. Terminologi NPL untuk bank konvensional sementara NPF untuk bank
syariah
NTP (Nilai Tukar Petani)
Rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang
dinyatakan dalam persentase.
Outflow
Aliran keluar uang kartal dari Kantor Bank Indonesia.
Passthrough effect
Efek dari perubahan kondisi ekonomi terhadap ongkos produksi yang pada akhirnya akan
berdampak pada harga retail suatu produk.
Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja
(yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan) dengan
pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat
kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Quarter on Quarter (qtq)
Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi triwulan tertentu terhadap posisi triwulan
sebelumnya.
DAFTAR ISTILAH 117
PDRB Riil
Produk Domestik Bruto Regional yang nilainya menggunakan harga konstan. Hal ini untuk
menghilangkan pengaruh inflasi dalam mengukur pertumbuhan antar waktu.
Seasonal event
Kejadian yang terjadi secara musiman yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dan cenderung
terjadi berulang antar tahun.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang
penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank
Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi
pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value
Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp100 juta.
SurveI Konsumen
Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang dilakukan secara bulanan untuk mengetahui
persepsi atau tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian.
Survei Penjualan Eceran
Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk merefleksikan pergerakan dari penjualan eceran
dan dilakukan secara bulanan.
Uang Kartal
Alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan dan dijamin oleh Bank Indonesia, baik berupa kertas
maupun logam.
Volatile Foods
Komoditas yang termasuk kelompok bahan makanan, kecuali subkelompok ikan diawetkan dan
bahan makanan lainnya, yang pergerakan naik turunnya harga cukup besar (volatile).
Year on year (yoy)
Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi satu titik waktu (misal bulan atau triwulan) terhadap posisi satu titik waktu yang sama tahun sebelumnya. Pembandingan ini dilakukan untuk menghilangkan efek seasonal yang biasanya terjadi di titik waktu tertentu (misal bulan Ramadhan, tahun ajaran baru, dsb).
DAFTAR ISTILAH 118
Editor
Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter
Divisi Asesmen dan Advisory:
Yura A. Djalins
Kontributor
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Tim Asesmen dan Advisory:
Dythia Sendrata
Citra Agustina
Rukmi Gayatri
Andree Breitner Makahinda
Muhammad Fajar Andrianto
Shofi Aulia Riza Harahap
Kontributor:
Rizki Rahmawati
Yudha Wastu Prawira
Tim Data dan SEKDA:
Aegina S. Surbakti
Nur Fikriyah Dzakiyah
Hendra Franky S.
Henni Monika
Purnama Lubis