laporan ph penyakit
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN HAYATI
SCREENING TRICHODERMA UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA CABAI
Nama : Valentina E F A
NIM : 11525 / PN
Asisten : Ayu Lestiyani
Maria Christina
LABORATORIUM KLINIK TUMBUHAN
JURUSAN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
SCREENING TRICHODERMA UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA CABAI
I. TUJUAN
1. Mengetahui efektivitas pengendalian Fusarium oxysporum f.sp capsici dengan
Trichoderma harzianum secara in vitro
2. Mengetahui efektivitas pengendalian Fusarium oxysporum f.sp capsici dengan
Trichoderma harzianum secara in vivo.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam usaha pengendalian jamur F. oxysporum, petani lebih banyak menggunakan
fungisida sintetis karena cara ini lebih efektif dan dianggap lebih menguntungkan dibandingkan
cara lainnya. Walaupun demikian ternyata kandungan bahan kimia sintetis seperti organofosfat,
organoklorin dan karbamat berdampak negatif terhadap kesehatan manusia dan mencemari
lingkungan. Untuk mencapai produksi yang mantap dengan kondisi lingkungan yang lestari perlu
dilakukan pengendalian secara hayati dengan tetap memelihara keselarasan, keserasian dan
keseimbangan lingkungan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan musuh
utama patogen, dalam hal ini antara lain dengan Trichoderma spp (Herlina, 2009).
Trichoderma spesies, yang memiliki habitat di rhizosfer adalah organisme pengendali
biologis terhadap berbagai patogen tular tanah dan juga telah dikenal sebagai promoter
pertumbuhan tanaman. Trichoderma harzianum Rifai telah dikenal untuk menunjukkan
antagonisme terhadap patogen akar berbagai seperti Pythium spp, Rhizoctonia spp.. dan
Fusarium spp. (Baker, 1989). Beberapa strain dari T. harzianum membentuk kolonisasi kuat dan
tahan lama pada permukaan akar kemudian menembus ke dalam kulit ari (Harman, 2000).
Kolonisasi oleh T. harzianum sering dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan akar,
produktivitas tanaman, dan ketahanan terhadap cekaman abiotik melalui peningkatan penyerapan
mineral (Mwangi et al., 2011).
Menurut Thomas dalam Ekowati (2000), Trichoderma mampu memproduksi protein
ekstraseluler yang mampu melisiskan dinding sel patogen yaitu melalui uji aktivitas enzimatis.
Menurut Darmono (1997), molekul antibiosis yang dihasilkan oleh Trichoderma spp. yaitu 1,3
glukanase dan khitinase. Kedua enzim tersebut menghancurkan glukan dan kitin yang
merupakan komponen dinding hifa dari beberapa cendawan patogen tanaman. Selain itu
Trichoderma spp. mampu berkembang dengan cepat dibandingkan dengan cendawan lainnya
yang juga memiki antagonisme.
Dari beberapa penelitian, telah ditegaskan bahwa Trichoderma spp. memiliki antagonis
dan biologis mengontrol potensial terhadap keragaman patogen tular tanah (Grondona et al.,
1997;. Hanson dan Howell, 2004;. Bajwa et al., 2004).
III. METODOLOGI
Praktikum Pengendalian Hayati dengan judul Screening Trichoderma untuk Pengendalian
Penyakit Layu Fusarium pada Cabai ini dilaksanakan di Laboratorium Klinik Tumbuhan,
Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta. Alat dan bahan yang digunakan adalah sampel tanah dari pertanaman bawang
merah, cabai, dan tomat, isolate Fusarium oxysporum f.sp capsici (Foca), medium agar air dan
PDA, air steril, kloroks, paraffin cair, alkohol 75%, spiritus, kertas saring, sekam, bekatul, beras,
kain kasa steril, benih cabai, petridish, tabung reaksi, gelas beker, gelas triglaski, Erlenmeyer,
Mikro pipet, haemocytometer, hand counter, shaker, lampu UV, dan mikroskop.
Pada praktikum ini dilakukan dengan 3 tahap yaitu isolasi Trichoderma, uji antagonism
secara in vitro, dan uji antagonisme pada benih cabai.
a. Isolasi Trichoderma
Jamur Trichoderma diisolasi dengan cara sebagai berikut : sebanyak 1 gram tanah
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi air steril 9 ml, kemudian digojog selama 1 menit
dengan centrifuge dan didiamkan selama 10 menit. Seri pengenceran dilakukan 3 kali. Pada
pengenceran ke 10-2 dan 10-3 diambil 100 µl kemudian ditumbuhkan dalam medium PDA + 1
tetes asam laktat. Setelah masa inkubasi selama 4 hari pada suhu kamar, koloni Trichoderma
yang tumbuh dipindahkan pada medium yang sama dan diinkubasi selama 3 hari pada suhu
kamar.
b. Uji antagonism secara in vitro
Uji antagonisme dilakukan dengan cara sebagai berikut: Biakan murni Fusarium
oxysporum f.sp capsici yang berumur 7 hari ditumbuhkan pada petridish yang berisi medium
PDA. Kemudian diinkubasikan selama 48 jam pada suhu kamar. Setelah diinkubasi, biakan
murni Trichoderma ditumbuhkan pada petridish yang sama berhadap-hadapan dengan koloni
Foca yang sudah mulai tumbuh. Pengamatan dilakukan dengan pengukuran diameter koloni Foca
setiap hari. Strain Trichoderma yang mempunyai daya penghambatan yang terbesar terhadap
Foca disimpan dalam tabung reaksi berisi PDA kemudian setelah koloni tumbuh memenuhi agar
diberi paraffin cair steril.
c. Uji antagonisme pada benih cabai
1. Perbanyakan isolat Fusarium oxysporum f.sp capsici pada medium beras
Medium beras disiapkan dengan cara mencuci 100gram beras, ditiriskan, dan
dimasukkan ke dalam kantong plastic kemudian disterilkan dengan menggunakan
autoclave pada tekanan 1 atm dengan suhu 121°C selama 20 menit. Setelah dingin,
medium diinokulasi dengan 1 cakram biakan murni Foca dari PDA miring.
Selanjutnya diinkubasi pada suhu kamar selama 3 minggu atau hingga seluruh
permukaan beras tertutup jamur.
2. Perbanyakan isolat Trichoderma pada medium sekam
Perbanyakan Trichoderma dilakukan dengan menginokulasikan Trichoderma
pada medium campuran sekam dan bekatul (2:1)(v/v) (Sulistianingsih et al., 1995).
Campuran sekam dan bekatul dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disterilkan
pada suhu 121°C selama 25 menit. Setelah dingin, diinokulasi dengan biakan murni
Trichoderma dan diinkubasi selama 1 minggu pada suhu kamar.
3. Perbanyakan benih cabai
Benih cabai disemai dalam nampan, setelah umur 1-2 minggu atau berdaun 3-4
helai dipindah ke pot berisi tanah steril.
4. Pengendalian penyakit layu Fusarium cabai dengan Trichoderma
Inokulasi Foca dilakukan pada medium tanam cabai 1 minggu sebelum tanam
sedangkan inokulasi Trichoderma dilakukan saat tanam. Dosis inokulum Foca adalah
15 gram sedangkan Trichoderma 25 gram per pot. Setiap pot terdiri dari 5 tanaman
cabai dengan 5 ulangan. Akar tanaman cabai dilukai kemudian ditanam pada pot berisi
800 gram tanah.
Pengamatan dilakukan pada saat 1 minggu setelah inokulasi. Pengamatan
dilakukan sebanyak 4 kali dengan interval 1 minggu dengan cara menghitung
keparahan penyakit dengan rumus sebagai berikut:
Persentase tanaman sakit = nN
x 100%
Keterangan :
n = jumlah tanaman yang menunjukkan gejala
N = total tanaman
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dan
apabila terdapat beda nyata dilakukan uji DMRT 5%.
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil isolasi Trichoderma sp.
Perlakuan Ulangan Jumlah Koloni
10-2 1
2
3
8
5
6
10-3 1
2
3
0
1
1
Tabel 2. Diameter koloni Trichoderma sp. pada uji antagonisme terhadap Fusarium
oxysporum f.sp. capsici (Foca) secara in-vitro
Perlakuan UlanganPengamatan Hari ke-
1 2 3 4 5 6
Fusarium1 0 1,2 3 3,2 3,4 3,652 0 1,04 2,95 3 3,2 3,4
3 0 2,3 3,15 3,3 3,7 4
Trichoderma1 0 3,78 6,65 7,05 8,57 92 0 4,02 6,5 7,32 8,67 93 0 4,33 6,55 7,01 8,37 9
Tabel 3. Persentase kejadian penyakit layu Fusarium pada cabai
Perlakuan Kejadian Penyakit (%)Fusarium 26.67aTrichoderma 0.00aFusarium X Trichoderma 13.33a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama berarti tidak beda nyata berdasarkan analisis DMRT pada tingkat 5 %
B. Pembahasan
Pada praktikum Screening Trichoderma untuk Pengendalian Penyakit Layu Fusarium
pada Cabai dilakukan 3 tahap pengujian yang diawali dengan isolasi Trichoderma dari tanah
yang diambil dari rhizorfer perakaran bawang. Isolasi dilakukan dengan cara pengenceran
suspensi tanah dengan seri pengenceran 10-2 dan 10-3 dan ditumbuhkan pada media PDA yang
diberi 1 tetes asam laktat kemudian diinkubasi. Pada isolasi ini tidak muncul Trichoderma spp. a
seperti yang diharapkan. Kemudian dilakukan isolasi ulang dengan media TSN yaitu media
selektif untuk Trichoderma spp. Setelah diinkubasi, muncul beberapa koloni yang diduga
sebagai Trichoderma spp. berdasarkan kenampakan visualnya. Pada seri pengenceran 10-2
diperoleh jumlah koloni yang lebih banyak dibandingkan pada hasil pengenceran 10-3. Kemudian
setelah dilakukan pengamatan di bawah mikroskop tetap tidak ditemukan adanya Trichoderma
spp. yang tumbuh akan tetapi terdapat jamur antagonis lain yaitu Gliocladium sp. yang tumbuh
pada medium tersebut.
Kemudian, digunakan isolat Trichoderma spp. dan Fusarium oxysporum f.sp capsici
yang sudah disediakan untuk uji antagonis secara in vitro. Isolat Fusarium oxysporum f.sp
capsici dipindahkan terlebih dahulu ke dalam petridish berisi PDA kemudian diinkubasi selama
48 jam. Setelah 48 jam, isolat Trichoderma spp. dipindahkan ke dalam petridish berisi Fusarium
oxysporum f.sp capsici yang sudah diinkubasi kemudian diamati diameter miselium masing-
masing jamur tersebut. Dari hasil pengamatan dan inkubasi selama 6 hari, dapat dilihat bahwa
miselium Trichoderma spp. berkembang lebih baik dan lebih cepat dibanding Fusarium
oxysporum f.sp capsici kemudian pada akhirnya menekan perkembangan miselium dari
Fusarium oxysporum f.sp capsici.
Pada pengujian secara in vivo pada tanaman cabai di pot dilakukan pengujian
antagonisme Fusarium oxysporum f.sp capsici dan Trichoderma yang dicampurkan pada tanah
yang digunakan untuk menumbuhkan tanaman cabai. Pada pengujian ini dibuat 3 perlakuan yaitu
tanah dengan Fusarium oxysporum f.sp capsici, tanah dengan Trichoderma spp., dan tanah
dengan Fusarium oxysporum f.sp capsici dan Trichoderma spp.. Dalam satu pot, terdapat 5
tanaman cabai yang diperlakukan. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap insidensi penyakit
layu Fusarium oxysporum f.sp capsici yang terjadi pada tanaman cabai tersebut. Dari hasil
pengamatan, insidensi penyakit yang paling banyak terjadi adalah pada pot dengan perlakuan
tanah dengan Fusarium oxysporum f.sp capsici saja, kemudian diikuti oleh tanah dengan
Fusarium oxysporum f.sp capsici dan Trichoderma spp., dan terakhir pada tanah dengan
Trichoderma spp. saja tidak ditemukan adanya insidensi penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp
capsici sama sekali.
Hal ini disebabkan karena terjadinya aktifitas antagonis antara jamur T. harzianum
dengan jamur Fusarium oxysporum f.sp capsici. Aktifitas antagonis yang dilakukan jamur T.
harzianum untuk menghambat pertumbuhan jamur patogen Fusarium oxysporum f.sp capsici
antara lain dikaitkan dengan kemampuannya menghasilkan enzim kitinase. Enzim kitinase yang
diproduksi oleh genus Trichoderma lebih efektif dari pada enzim kitinase yang dihasilkan
organisme lain, untuk menghambat berbagai jamur patogen tanaman (Nugroho dan Ginting,
2003). T. harzianum juga dapat mengeluarkan antibiotik trichoderin yang mematikan jamur yang
merugikan. Dengan mengeluarkan antibiotik tersebut T. harzianum dapat menekan serangan
penyakit pada tanaman (Marshari, 2005).
Dari hasil analisis uji DMRT, tidak ada beda nyata antar 3 perlakuan yang sudah diujikan
pada tanaman cabai. Meskipun kenyataan di lapangan adalah Trichoderma dapat sedikit
menekan perkembangan Fusarium oxysporum f.sp capsici, namun hasil analisis menyatakan
bahwa tidak ada pengaruh dari Trichoderma dalam penekanan Fusarium oxysporum f.sp capsici.
Trichoderma spp. menekan serangan Fusarium dengan cara menghambat perkembangan
miselium jamur Fusarium. Trichoderma spp. yang diaplikasikan ke bagian dekat akar
tanaman,sesuai dengan daya dukung lingkungan spora-spora/miselium Trichoderma spp. akan
menempel miselium jamur Fusarium sekaligus mengeluarkan toksin atau enzim yang pada
akhirnya perkembangan miselium jamur Fusarium tertekan perkembangannya untuk melakukan
penetrasi dan invasi ketanaman. Situmorang dan Basuki (1994) menyatakan mekanisme terhadap
jamur yang lain yang merupakan mekanisme pengendalian hayati berlangsung dengan cara
antibiosis, parasitisme, dan kompetisi, dimana Trichoderma spp. menghasilkan
antibiotic,viridian, glikotoxin, paracelsin, alamethicin atau trichotoxin yang dapat
menghancurkan sel jamur dan toksin dapat menghancurkan sel jamur dan (1-3) glucanase dan
chitinase yang dapat mengakibatkan lisis dinding sel jamur yang lain.
V. KESIMPULAN
1. Hasil uji secara in vitro menunjukkan bahwa perkembangan miselium Fusarium
oxysporum f.sp capsici dalam medium buatan dapat ditekan oleh Trichoderma
harzianum.
2. Hasil uji secara in vivo dilanjutkan dengan analisi DMRT menunjukkan bahwa tanaman
cabai dengan perlakuan Trichoderma tidak memberikan pengaruh terhadap penekanan
penyakit layu Fusarium.
DAFTAR PUSTAKA
Bajwa R, Mukhtar I, Anjum T, 2004. In vitro biological control of Fusarium solani- cause of wilt in Dalbergia sissoo Roxb. Mycopath, 2 (1): 11-14
Baker, R. 1989. Improved Trichoderma spp. for promoting crop productivity. Trends Biotechnol. 7, 34-38.
Darmono, 1997. Biofungisida Trichoderma untuk pengendalian patogen penyakit tanaman perkebunan . Dalam Prosiding Pertemuan Teknis Bioteknologi Perkebunan untuk Praktek, Bogor: Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan.
Ekowati N, Ratnaningtyas & Mumpuni. 2000. Aktivitas senyawa antifungi beberapa isolate lokal Gliocladium spp dan Trichoderma spp. terhadap Phyptophthora pakmivora penyebab busuk buah kakao. Laporan Penelitian. UNSOED, Purwokerto.
Grondona I, Hermosa R, Tejada M, Gomis MD, Mateos PF, Bridge PD, Monte E, Garcia-Acha I, 1997 Physiological and biochemical characterization of Trichod-erma harzianum, a biological control agent against soilborne fungal plant pathogens. Appl Environ Microbiol. 63:3189–3198
Hanson LE, Howell CR, 2004. Elicitors of plant defense responses from biological control strains of Trichoderma virens. Phytopathology., 94: 171 – 176.
Harman, G.E. 2000. Myths and dogmas of biocontrol. Changes in perceptions derived from research on Trichoderma harzianum T-22. Plant Dis. 84, 377-393.
Herlina, Lina. 2009. Potensi Trichoderma harzianum sebagai Biofungisida pada Tanaman Tomat. Biosaintifika 1: 62-69.
Marshari, A. 2005. Hama dan Penyakit. (http://www.tanindo.com), diakses tanggal 26 Juni 2012.
Mwangi, Margaret W., Ethel O. Monda, Sheila A. Okoth, Joyce M. Jefwa. 2011. Inoculation of tomato seedlings with Trichoderma harzianum and arbuscular mycorrhizal fungi and their effect on growth and control of wilt in tomato seedlings. Brazilian Journal of Microbiology 42: 508-513.
Nugroho, A dan Ginting. 2003. Isolasi dan Karakterisasi Sebagian Kitinase Trichoderma viridae TNJ63. Jurnal Nature Indonesia, (5)2: 101-106.