laporan pkl isi
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) ialah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan
beras. Padi sebagai tanaman pangan dikonsumsi kurang lebih 90% dari
keseluruhan penduduk Indonesia untuk makanan pokok (Saragih, 2001).
Permintaan pada beras sebagai bahan makanan pokok sebagian besar penduduk
Indonesia mengalami peningkatan sebesar 2,23 % /tahun (Arafah, 2003).
Kebutuhan beras terus meningkat karena peningkatan jumlah konsumen tidak
diimbangi dengan produksi yang cukup. Kebutuhan beras di Indonesia mencapai
32 juta ton sedangkan produksi nasional maksimal hanya mencapai sekitar 31,5
juta ton/tahun (Darma, 2007). Peningkatan produksi padi dengan pengembangan
teknologi yang ada mutlak untuk dapat mendukung ketahanan pangan di
Indonesia. Peningkatan produksi tiap komoditas mengalami kendala, karena
dihadapkan kepada organisme pengganggu tanaman. Organisme pengganggu
tanaman untuk padi yaitu serangan wereng coklat dan penyakit kerdil hampa
serta kerdil rumput merupakan prioritas untuk ditanggulangi. Tahun 2010
perkembangan populasi wereng coklat yang tinggi terjadi akibat adanya La‐Nina
atau musim kemarau yang banyak curah hujannya.
Kegiatan produksi pangan, khususnya beras sangat penting untuk
ditingkatkan guna mengatasi terjadinya kekurangan pangan. Peningkatan
produksi padi dapat dilakukan dengan ekstensifikasi dan intensifikasi.
Peningkatan produksi dengan cara ekstensifikasi yaitu melalui penambahan luas
areal tanam, sedangkan peningkatan produksi dengan intensifikasi yaitu
peningkatan produksi melalui pemeliharaan tanaman yang lebih intensif.
Peningkatan produksi padi secara intensifikasi pada saat sekarang dilakukan
dengan Program Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
Menurut Ishaq, dkk., (2009) yang dimaksud dengan pengelolaan tanaman
terpadu (PTT) adalah pendekatan dalam upaya mengelola lahan, air, tanaman,
organisme pengganggu tanaman (OPT) dan iklim secara terpadu/
menyeluruh/holistik dan dapat diterapkan secara lumintu (berkelanjutan).
Selanjutnya PTT dapat diilustrasikan sebagai sistem pengelolaan yang
menggabungkan berbagai sub sistem pengelolaan, seperti sub sistem pengelolaan
hara tanaman, konservasi tanah dan air, bahan organik dan organisme tanah,
tanaman (benih, varietas, bibit, populasi tanaman dan jarak tanam), pengendalian
hama dan penyakit/organisme pengganggu tanaman, dan sumberdaya manusia.
Pelaksanaan PTT terdapat 2 (dua) komponen teknologi yang dapat
diterapkan oleh petani, yaitu komponen teknologi dasar dan komponen teknologi
penunjang. Komponen teknologi dasar merupakan komponen yang memiliki
peranan penting dalam peningkatan hasil. Komponen dasar dan komponen
penunjang dianjurkan untuk diterapkan semua. Komponen yang termasuk ke
dalam komponen teknologi dasar yaitu: 1) Varietas unggul baru; 2) Benih
bermutu dan berlabel; 3) Peningkatan populasi tanaman dengan sistem tanam
jajar legowo; 4) Pemupukan berimbang tepat lokasi; 5) Pengendalian OPT
melalui PHT; 6) Pemberian pupuk organik. Komponen teknologi penunjang
merupakan komponen yang memiliki peranan dalam mendukung dan
memantapkan penerapan komponen teknologi dasar. Komponen teknologi
penunjang sebaiknya diterapkan berdasarkan pemilihan komponen dasar serta
disesuaikan kemudahan (kesesuaian) dengan kondisi setempat. Komponen
teknologi yang termasuk dalam teknologi penunjang yaitu: 1) Pengolahan tanah
yang tepat; 2) Tanam bibit muda (< 21 hari); 3) Tanam 1 – 3 bibit per lubang; 4)
Pengairan berselang; 5) Penyiangan dengan landak (gasrok); dan 6) Panen tepat
waktu. Kegiatan praktik kerja lapang dilakukan untuk mengetahui proses
pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah secara baik dan benar agar
menghasilkan produk yang maksimal.
B. Tujuan dan Sasaran Praktik Kerja Lapangan
1. Praktik Kerja Lapangan yang dilaksanakan mempunyai tujuan :
a. Mempelajari serta melakukan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
pada budidaya padi sawah secara langsung di UPTD PTP3 Jalaksana,
Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
b. Memberikan pengetahuan dan pengalaman praktis dalam melatih
kesiapan menghadapi dunia kerja nyata yang mengarah pada kegiatan
kewirausahaan, dan penciptaan lapangan kerja.
c. Mempelajari permasalahan yang ada dalam teknik budidaya dan
pemeliharaan pada tanaman padi di UPTD PTP3 Jalaksana, Kabupaten
Kuningan, Jawa Barat.
d. Mengetahui secara langsung kondisi organisasi dan kegiatan utama di
UPTD PTP3 Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
2. Sasaran Praktik Kerja Lapangan ini adalah :
a. Pemahaman pengelolaan tanaman terpadu (PTT) pada budidaya padi
sawah di UPTD PTP 3 Jalaksana, Kuningan, Jawa Barat.
b. Mendapatkan pengalaman kerja secara langsung dan memperluas
wawasan di lapangan mengenai pengelolaan tanaman terpadu (PTT)
pada budidaya padi sawah dan segala permasalahannya.
C. Manfaat Praktik Kerja Lapangan
Kegiatan Praktik Kerja Lapangan diharapkan memberikan manfaat sebagai
berikut :
a. Memperoleh informasi tentang Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
pada budidaya padi sawah di UPTD PTP3 Jalaksana, Kabupaten
Kuningan, Jawa Barat.
b. Menambah pengalaman kerja secara langsung yang tidak didapatkan
dalam perkuliahan dan sebagai studi banding antara teori dengan praktik
di lapangan.
c. Mengetahui permasalahan yang timbul dalam teknik budidaya dan
pemeliharaan tanaman padi di UPTD PTP3 Jalaksana, Kabupaten
Kuningan, Jawa Barat.
d. Memperoleh pengetahuan dasar sebagai bahan pertimbangan untuk
melaksanakan penelitian.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Arti Penting Dan Manfaat Padi Bagi Kehidupan Manusia
Beras memiliki peranan paling penting dalam konsumsi pangan
rumahtangga. Pengadaan beras dalam jumlah yang sesuai kebutuhan merupakan
upaya sangat penting dalam rangka membangun ketahanan pangan nasional.
Akibat pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita
maka kebutuhan beras secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Upaya peningkatan produksi beras harus ditempuh dalam rangka
peningkatan stabilitas pengadaan pangan dan mendukung ketahanan pangan
nasional. Secara teknis upaya peningkatan produksi beras dapat diwujudkan
melalui dua pendekatan yaitu: (a) Ekstensifikasi (perluasan areal) atau (b)
Intensifikasi (peningkatan produktivitas usahatani). Peningkatan produktivitas
usahatani melalui peningkatan mutu intensifikasi yang dilakukan dengan
perbaikan teknologi usahatani merupakan pendekatan yang realitis karena upaya
ekstensifikasi melalui pencetakan sawah membutuhkan biaya investasi yang
sangat mahal. Upaya peningkatan mutu intensifikasi terutama paling realistis
dilaksanakan di Jawa mengingat perluasan lahan sawah di Jawa semakin sulit
dilakukan akibat terkendala oleh sumber daya lahan yang terbatas. Pulau Jawa
mempunyai peranan penting dalam produksi padi, karena selama 30 tahun Pulau
Jawa rata-rata menyumbang 59,8 persen produksi padi nasional dengan kisaran
55-63 persen (Irawan et.al, 2002).
Nilai gizi yang diperlukan oleh setiap orang dewasa adalah 1821 calori yang
apabila disetarakan dengan beras maka setiap hari diperlukan beras sebanyak 0,88
kg. Beras mengandung berbagai zat makanan antara lain: karbohidrat, protein,
lemak, serat kasar, abu dan vitamin. Beras juga mengandung beberapa unsur
mineral antara lain : kalsium, magnesium, sodium, fosfor dan lain
sebagainya (Collin Clark Papanek).
B. Syarat Tumbuh
Tanaman padi dapat hidup baik didaerah yang berhawa panas dan banyak
mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau
lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun
sekitar 1500 -2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C.
Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0 -1500 m dpl.
Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang
kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan
diperlukan air dalam jumlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada
tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18 -22 cm dengan pH antara 4 -7
(Girisonta, 1990).
C. Teknik Budidaya
1. Persiapan benih padi
Persiapan benih merupakan kegiatan yang paling awal dilakukan pada
budidaya padi. Kegiatan budidaya padi sebaiknya digunakan benih yang berasal
dari benih yang sudah bersertifikat (merah jambu/ES). Ciri-ciri benih yang bagus
adalah bentuk bulat, seragam dan warnanya cerah, kadar airnya 10-14%, daya
kecambah 80-90% dan berasal dari penangkar bersertifikat (Iskandar, 2007).
Sementara itu, perendaman padi dilakukan dengan cara merendamkan benih
selama 24 jam kemudian diperam selamaa 48 jam dan selanjutnya ditutup dengan
karung goni (Ghulamahdi, 2010).
2. Persemaian
Sebelum bibit padi ditanam disawah, biasanya bibit disemaikan dahulu di
persemaian. Ada beberapa macam cara persemaian padi yaitu cara persemaian
basah (wet bed), persemaian kering (dry bed), dan persemaian dapog. Umur bibit
siap dipindahkan tergantung dari cara persemaian. Bibit dari persemaian basah
dapat dipindahkan pada umur 20-30 hari, persemaian kering umur 20-30 hari
setelah tabur dan cara dapog bibit siap dipindahkan pada umur 9-14 hari. Tinggi
genangan air di persemaian biasanya antara 2-5 cm (Taslim et al., 2010).
3. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah merupakan faktor yang berpengaruh langsung terhadap
hasil padi selain pemupukan, pengairan yang cukup, dan pengendalian
hama/penyakit (Taslim et al., 2010). Pengolahan tanah sawah meliputi 3 fase
yaitu (1) penggenangan tanah sawah sampai tanah jenuh air, (2) membajak,
sebagai awal pemecahan bongkah dan membalik tanah, dan (3) menggaru, untuk
menghancurkan dan melumprkan tanah dengan air (De Matta, 1981).
4. Tanam
1) Umur Bibit
Pemakaian bibit padi yang berumur lebih dari 30 hari setelah semai
(hss) akan memberikan hasil yang kurang baik karena bibit yang
digunakan relatif tua sehingga beradaptasi lambat (stagnasi pertumbuhan
setelah tanam relatif lama), tidak seragam (mempunyai anakan yang tidak
seragam), perakaran dangkal dan rusak menyebabkan pertumbuhan
tanaman tidak berkembang dengan baik setelah tanaman dipindah
(Abdullah et al., 2000). Sementara itu, pemindahan bibit pada umur yang
lebih muda dapat mengurangi kerusakan bibit, tanaman tidak mengalami
stagnasi, dan pertumbuhan tanaman lebih cepat (De Datta, 1981).
Selanjutnya, Pemakaian bibit padi sawah dengan umur yang relatif muda
(umur 12-15 hari setelah semai) akan membentuk anakan baru yang lebih
seragam dan aktif serta berkembang lebih baik karena bibit yang lebih
muda mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru setelah tanaman
dipindah (Kartaatmadja dan Fagi, 2000 serta Gani, 2003).
2) Jumlah Bibit
Penanaman bibit dengan jumlah yang relatif lebih banyak (5-10
batang per rumpun, bahkan >10 batang per rumpun) menyebabkan
terjadinya persaingan sesama tanaman padi (kompetisi inter spesies) yang
sangat keras untuk mendapatkan air, unsur hara, CO2, O2, cahaya, dan
ruang untuk tumbuh sehingga pertumbuhan akan menjadi tidak normal.
Akibatnya, tanaman padi menjadi lemah, mudah rebah, mudah terserang
hama dan penyakit, dan lebih lanjut keadaan tersebut dapat mengurangi
hasil gabah. Penggunaan jumlah bibit yang lebih sedikit (1-3 batang per
rumpun) dapat menyebabkan lebih ringannya kompetisi inter spesies dan
lebih sedikitnya jumlah benih yang digunakan sehingga mengurangi biaya
produksi (Gani, 2003 dan Abdullah 2004).
5. Pemindahan tanaman (tanam pindah)
Tanam pindah dilakukan karena tanam secara sebar langsung lebih peka
terhadap serangan tikus, siput dan burung. Pengendalian gulma lebih mudah
dilakukan bila bibit ditanam didalam barisan. Bibit ditanam pada kedalaman
yang tepat karena anakan umumnya berkembang 5-10 hari setelah tanam.
Tanam terlalu dalam dapat menunda pembentukan anakan (Taslim et al.,
2010).
6. Jarak tanam
Tanaman padi yang ditanam pindah, jarak tanam merupakan faktor
produksi yang penting. Jarak tanam optimum tergantung dari kesuburan tanah
dan musim tanam. Luas lahan 1 ha dengan jarak tanam 25 x 25 cm akan
terdapat 160.000 tanaman (rumpun). Bila satu rumpun terdiri dari 3 bibit maka
untuk untuk 1 ha lahan diperlukan 160.000 x 3 bibit = 480.000 batang bibit.
Alat pengukur jarak tanam digunakan camplak dari kayu/bambu, dapat juga
dengan menggunakan tali atau bambu yang ditandai (Taslim et al., 2010).
7. Penyulaman Bibit
Penyulaman merupakan kegiatan yang penting dilakukan pada budidaya
padi sawah. Rumpun padi yang mati dapat disulam dengan menggunakan sisa
bibit yang ditanam dipinggiran petakan sawah/galangan dekat pemasukan air.
Penyulaman dapat dilakukan 4-5 hari setelah tanam (Taslim et al., 2010).
8. Pengairan
Kondisi air dipersemaian setelah benih ditaburkan adalah macak-macak.
Setelah 3 hari, air selama persemaian dinaikkan sedikit demi sedikit.
Ketinggian air dipertahankan 1/3 dari tinggi tanaman hingga umur dalam
pembenihan 30-35 hari (30-40 hari) (Iskandar, 2007).
9. Pemupukan
Pupuk adalah bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara
tanaman yang jika diberikan ke pertanaman dapat meningkatkan pertumbuhan
dan hasil tanaman. Kegiatan pemupukan adalah pemberian pupuk ke
pertanaman dalam jumlah yang rasional guna menigkatkan hasil panen
dan/atau keuntungan usahatani (Taslim et al., 2010). Pemupukan dilakukan
pada saat tanam dengan menggunakan pupuk Urea = 125 kg/ha, SP36 = 150
kg/ha dan KCl = 100 kg/ha, macak-macak selama 3-4 hari dan diberi Furadan
20kg/ha. Saluran inlet dan outlet dibuat untuk keperluan pengaturan
ketersediaan air (Ghulamahdi, 2010).
10. Pengendalian Gulma
Gulma yang tumbuh bersama-sama tanman padi akan mengurangi hasil
gabah, karena (gulma) bersaing dalam pengambilan hara, air, udara, dan
ruang. Selain mengurangi kuantitas maupun kualitas hasil, gulma juga dapat
bertindak sebagai inang bagi hama dan penyakit (Bangun dan Syam, 2010).
Secara garis besar cara pengendalian gulma: 1) substitusi termasuk persiapan
tanam (pengolahan tanah) dan pengelolaan air; 2) preventif dengan menanam
benih yang bersih dari biji gulma atau persemaian yang bebas gulma, saluran
irigasi, peralatan dan mesin-mesin yang dipakai tidak terkontaminasi gulma,
termasuk didalamnya pencegahan terbentuknya biji maupun umbi gulma-
gulma yang berbahaya; 3) komplementer termasuk cara tanam pindah lebih
baik dari sebar langsung, pemilihan kultivar yang tahan kompetisi gulma,
pengaturan jarak tanam dan populasi tanaman dan cara/waktu dan dosis
pemupukan; 4) secara langsung misalnya dengan disiang tangan tanpa atau
menggunakan alat bantu, cara mekanis, dan cara kimia (De Matta, 1980).
11. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit utama yang menyerang pada tanaman padi adalah
sebagai berikut:
1. Hama
a) Penggerek batang padi.
Hama penggerek batang padi sering disebut sundep. Larva
hama sundep akan menggerek batang sebelum berbunga. Hama
sundep disebut beluk apabila menggerek pada masa berbunga.
Hama sundep dapat dikendalikan dengan insektisida Furadan 3G
(Ghulamahdi, 2010).
b) Ganjur
Gejala hama ganjur ditandai dengan adanya pipa seperti daun
bawang pada daun termuda. Stadia tanaman padi yang rentan
terhadap serangan hama ganjur adalah mulai dipersemaian sampai
pada pembentukan malai. Pengendalian hama ganjur dilakukan
dengan insektisida Furadan 3G (Ghulamahdi, 2010).
c) Lalat bibit.
Lalat bibit menyerang tanaman padi yang baru ditanam
pindah pada sawah yang selalu tergenang. Stadia hama yang
merusak tanaman padi adalah larvanya. Lalat bibit menyerang
dengan cara memakan tepi daun. Hama lalat bibit dapat diatasi
dengan penggunaan Furadan 3G (Ghulamahdi, 2010).
d) Hama putih.
Hama putih menyerang tanaman padi mulai fase vegetatif di
persemaian sampai tanaman padi berumur kurang lebih satu bulan.
Gejala serangan hama putih, hama akan memakan jaringan
permukaan bawah daun sehingga tampak garis-garis memanjang
berwarna putih. Tanda adanya hama putih di lapang adalah adanya
larva kecil dan ngengat dengan siklus hidup 35 hari. Larva
membungkus dalam tabung daun. Hama putih dikendalikan dengan
penyemprotan insektisida Tiodan (Ghulamahdi, 2010).
e) Walang sangit.
Walang sangit merupakan hama yang menghisap cairan bulir
pada fase masak susu. Kerusakan yang ditimbulkan walang sangit
menyebabkan beras berubah warna, mengapur serta hampa.
Kerusakan yang timbul pada padi dikarenakan walang sangit
menghisap cairan dalam bulir padi. Fase tanaman padi yang rentan
terserang hama walang sangit adalah saat tanaman padi mulai
keluar malai sampai fase masak susu (Ghulamahdi, 2010).
f) Wereng.
Terdapat berbagai jenis wereng yaitu wereng padi hijau,
wereng padi loreng, dan wereng padi coklat (paling berbahaya).
Hama wereng hijau merupakan hama penyebar
(vector) virus tungro yang menyebabkan penyakit tungro. Fase
pertumbuhan padi yang rentan serangan wereng hijau adalah saat
fase persemaian sampai pembentukan anakan maksimum, yaitu
umur ± 30 hari setelah tanam. Gejala kerusakan yang ditimbulkan
adalah tanaman kerdil, anakan berkurang, daun berubah menjadi
kuning sampai kuning oranye. Pencegahan dan pengendalian hama
wereng hijau adalah dengan melakukan penanaman yang serempak
dan menggunakan varietas yang tahan. (Ghulamahdi, 2010).
2. Penyakit
a) Kerdil kuning dan rumput kerdil.
Penyakit kerdil rumput disebabkan oleh virus kerdil
rumput (grassy stunt) dan ditularkan oleh serangga wereng
coklat (Nilaparvata lugens). Gejala yang ditimbulkan oleh
penyakit rumput kerdil yaitu jumlah anakan bertambah banyak,
tumbuhnya tegak dan tanaman menjadi kerdil. Daun menjadi
pendek, sempit berwarna hijau pucat atau kekuningan dengan
bercak–bercak berwarna coklat. Malai yang dihasilkan sedikit
atau bahkan tidak menghasilkan malai sama sekali.
(Ghulamahdi, 2010).
b) Tungro.
Gejala serangan penyakit tungro adalah tanaman menjadi
agak kerdil (pemendekan daun dan pelepah), daunnya berwarna
kuning sampai orange. Perubahan warna daun dimulai dari
ujung daun sampai akhirnya seluruh helai daun. Perubahan
warna tampak jelas pada daun nomor dua dari pucuk tanaman.
Penyakit tungro disebabkan oleh dua jenis virus yaitu “Rice
Tungro Bacilliform Virus” (RTBV) dan “Rice Tungro
Spherical Virus” (RTSV). (Ghulamahdi, 2010).
c) Penyakit Daun Jingga.
Gejala yang terlihat pada umumnya adalah tanaman
berwarna jingga, terdapat pada daun dan bagian di atas upih
daun. Gejala pada daun-daun atas dan daun bendera terjadi
pada saat pembentukan malai. Pada serangan berat daun ke dua
dan ke tiga akan menjadi layu. Gejala awal berupa adanya titik
berwarna jingga pada daun. Titik-titik jingga ini kemudian
meluas ke arah ujung sebagai suatu garis, kemudian
menghaasilkan gejala hawar (blight) dan akhirnya daun
mengering (Ghulamahdi, 2010).
d) Bercak daun
Gejala bercak daun ditandai adanya busuk leher oleh
Pylicularia oryzae. Penyakit bercak daun banyak menyerang
pada padi gogo. Penyakit bercak daun dapat diatasi dengan
fungisida dan menggunakan varietas yang tahan (Ghulamahdi,
2010).
12. Panen dan pasca panen
Pemanenan dan proses pasca panen meliputi:
1. Pemanenan
Pemanenan sebaiknya dilakukan pada umur panen yang tepat dan
dengan cara panen yang benar. Umur panen padi yang tepat akan
menghasilkan gabah dan beras bermutu baik, sedangkan cara panen yang
baik secara kuantitatif dapat menekan kehilangan hasil. Oleh karena itu
komponen teknologi pemanenan padi perlu disiapkan (Anonim, 2009).
a. Umur panen
Penentuan umur panen disesuaikan dengan deskripsi varietas.
Umur panen dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya varietas,
iklim, dan tinggi tempat, sehingga umur panennya ± berbeda antara 5-
10 hari. Berdasarkan kadar air gabah, padi yang dipanen pada kadar
air 21-26% memberikan hasil produksi optimum dan menghasilkan
beras bermutu baik (Anonim, 2009). Kegiatan panen sebaiknya
dilakukan dengan metode optimalisasi yaitu padi dipanen pada saat
malai berumur 30 – 35 hari setelah berbunga rata (HSB) sehingga
dihasilkan gabah dan beras bermutu tinggi. Penentuan saat panen yang
umum dilaksanakan petani adalah didasarkan kenampakan malai,
yaitu 90 – 95 % gabah dari malai tampak kuning (Anonim, 2009).
b. Alat
Alat panen yang sering digunakan dalam pemanenan padi,
adalah ani –ani, sabit biasa dan sabit bergerigi (BPS, 1996). Seiring
dengan diintroduksikannya varietas –varietas unggul baru padi yang
memiliki potensi hasil tinggi dan berpostur pendek, maka terjadi
perubahan penggunaan alat panen dari ani-ani ke penggunaan sabit
biasa/sabit bergerigi. Cara panen padi tergantung kepada alat perontok
yang digunakan. Ani-ani umumnya digunakan petani untuk memanen
padi lokal yang tahan rontok dan tanaman padi berpostur tinggi dengan
cara memotong pada tangkainya. Cara panen padi varietas unggul baru
dengan sabit dapat dilakukan dengan cara potong atas, potong tengah
atau potong bawah tergantung cara perontokannya. Cara panen dengan
potong bawah, umumnya dilakukan bila perontokannya dengan cara
dibanting/digebot atau menggunakan pedal thresher. Panen padi
dengan cara potong atas atau potong tengah bila dilakukan
perontokannya menggunakan mesin perontok (Anonim, 2009).
c. Perontokan
Perontokan padi merupakan tahapan pascapanen padi setelah
pemotongan padi (pemanenan). Tahapan kegiatan perontokan
bertujuan untuk melepaskan gabah dari malainya. Perontokan padi
dapat dilakukan secara manual atau dengan alat dan mesin perontok.
Prinsip untuk melepaskan butir gabah dari malainya adalah dengan
memberikan tekanan atau pukulan terhadap malai tersebut. Proses
perontokan padi memberikan kontribusi cukup besar pada kehilangan
hasil padi secara keseluruhan. Prinsip untuk melepaskan butir gabah
dari malainya adalah dengan memberikan tekanan atau pukulan
terhadap malai tersebut. Proses perontokan padi memberikan
kontribusi cukup besar pada kehilangan hasil padi secara keseluruhan
(Anonim, 2009). Berdasarkan alat perontok padi, cara perontokan
dapat dikelompokkan menjadi beberapa cara, antara lain :
1) iles/injak-injak,
2) pukul/gedig,
3) banting/gebot,
4) pedal thresher,
5) mesin perontok (Anonim, 2009).
d. Penggunaan Mesin Pemanen Padi
Seiring dengan semakin terbatasnya tenaga kerja panen, perlu
meningkatkan efisiensi dalam kegiatan panen, misalnya dengan
introduksi alat/mesin panen stripper, reaper dan combine harvester.
Dilihat dari unjuk kerja alat, terbukti bahwa kapasitas kerja stripper
jauh lebih tinggi dibanding panen secara tradisional (manual),
sedangkan dan combine harvester Kubota menunjukkan kapasitas
kerja tertinggi. Namun demikian penggunaan combine harvester
membutuhkan banyak persyaratan, antara lain lahan harus cukup
kering atau cukup keras agar dapat menahan beban alat, serta tanaman
padi yang akan dipanen tidak boleh basah agar tidak terjadi kemacetan
di dalam sistem perontokan (Anonim, 2009).
e. Perawatan Gabah Basah
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya yang dihadapi petani
adalah penanganan gabah basah hasil panen dimusim hujan.
Terbatasnya lantai jemur dan tidak munculnya sinar matahari karena
hujan dan sulitnya mendapatkan mesin pengering serta mahalnya biaya
pengeringan mengakibatkan banyaknya petani mengalami kesulitan
dalam menyelamatkan gabah hasil panennya. Akibatnya gabah yang
dihasilkan menjadi rusak dan berkecambah. Oleh karena itu perlu
dirakit teknologi perawatan gabah basah yang sederhana dengan
dengan biaya murah dan mudah diterapkan ditingkat petani. Tujuan
dari perawatan gabah adalah mengawasi kecepatan transpirasi,
oksidasi dan infeksi hama dan penyakit. Usaha untuk mengatasinya
dapat dilakukan dengan cara mengurangi kadar air gabah sampai kadar
air simpan atau menghambat kenaikan suhu dalam tumpukan gabah
dengan menggunakan zat higroskopis (Anonim, 2009).
2. Pasca Panen
Penanganan pascapanen padi dilakukan karena empat faktor yaitu:
a) Hasil tanaman “hidup” (mengalami peristiwa fisiologis)
b) Adanya penyakit yang merusak/ mengubah sifat hasil tanaman
c) Kehilangan dalam bentuk fisik kebanyakan terkait dengan kegiatan
panen & pengangkutan hasil
d) Berkembangnya penyakit/hama selama penyimpanan (Anonim,
2009).
Kegiatan pascapanen meliputi kegiatan pemungutan hasil
(pemanenan), perawatan, pengawetan, pengangkutan, penyimpanan,
pengolahan, penggundangan dan standardisasi mutu ditingkat produsen.
Khususnya terhadap komoditas padi, tahapan pascapanen padi meliputi
pemanenan, perontokan, perawatan, pengeringan, penggilingan,
pengolahan, transportasi, penyimpanan, standardisasi mutu & penanganan
limbah. Tujuan penanganan pascapanen antara lain :
a) Mengurangi tingkat kerusakan hasil panen dengan meningkatkan
daya simpan dan daya guna komoditas pertanian agar dapat
menunjang usaha penyediaan bahan baku industri dalam negeri,
b) Meningkatkan nilai tambah dan pendapatan,
c) Meningkatkan devisa negara dan perluasan kesempatan kerja, serta
d) Melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan hidup (Anonim,
2009).
D. Sistem Budidaya Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
Berbeda dengan SRI yang menganjurkan penerapan paket teknologi di
semua ekosistem, Badan Litbang Pertanian menggunakan pendekatan PTT yang
bersifat spesifik lokasi. PTT menganjurkan petani menerapkan teknologi yang
cocok untuk lokasi setempat sesuai pilihan dan kemampuan mereka (Syam 2006).
Integrated Crop Management Systems atau lebih dikenal PTT pada padi sawah
merupakan salah satu model atau pendekatan pengelolaan usaha tani padi, dengan
mengimplementasikan berbagai komponen teknologi budidaya yang memberikan
efek sinergis (Pramono et al. 2005).
Komponen teknologi yang diterapkan dalam PTT dikelompokkan ke dalam
teknologi dasar dan pilihan. Komponen teknologi dasar sangat dianjurkan untuk
diterapkan di semua lokasi padi sawah. Penerapan komponen pilihan disesuaikan
dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan petani setempat (Badan Litbang
Pertanian 2008). Komponen teknologi dasar yang diimplementasikan pada unit
hamparan pengkajian PTT meliputi; (a) penggunaan varietas unggul adaptif dan
benih berkualitas, (b) perlakuan benih, (c) tanam tunggal bibit muda, (d)
penggunaan bahan organik (pupuk organik), (e) pemupukan N berdasarkan bagan
warna daun (BWD), (f) pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah melalui
uji tanah, (g) pengairan berselang (intermittent irrigation), (h) pengendalian gulma
dengan landak/gosrok), dan (i) pengendalian hama secara PHT (Badan Litbang
Pertanian 2010). PTT merupakan suatu pendekatan yang ditempuh untuk
meningkatkan produktivitas padi sawah, khususnya padi sawah irigasi dengan
memperhatikan prinsip-prinsip efisiensi. Adopsi sistem budidaya PTT diharapkan
selain produktivitas naik, biaya produksi optimal dan lingkungan terpelihara (Fagi
2008).
III.METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan
Praktik Kerja Lapangan akan dilaksanakan selama ± 25 hari yaitu pada
tanggal 20 Januari 2014 sampai 21 Februari 2014, bertempat di UPTD PTP
3 Jalaksana, Kuningan, Jawa Barat.
B. Materi Praktik Kerja Lapangan
Materi atau objek yang dikaji dalam Praktik Kerja Lapangan adalah
budidaya padi sawah serta permasalahan yang dijumpai dalam pelaksanaannya.
C. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan
Praktik Kerja Lapangan akan dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu tahap
persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penyelesaian.
a) Tahap persiapan
Kegiatan yang dilakukan adalah penyelesaian administrasi di Fakultas
Pertanian dan UPTD PTP3 Jalaksana Kabupaten Kuningan Jawa Barat serta
melengkapi syarat pelaksanaan praktik kerja lapangan, pengumpulan pustaka
atau studi pustaka yang berhubungan dengan budidaya padi sawah serta
penyusunan usulan praktik kerja lapangan.
b) Tahap pelaksanaan
Kegiatan pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data yang
meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari
pengamatan secara langsung, pencatatan data di lapangan, foto atau
dokumentasi, wawancara dengan petani secara langsung dan partisipasi aktif
dalam kegiatan yang dilakukan. Data sekunder diperoleh dari arsip atau
dokumentasi instansi, pustaka, buku dan telah pustaka lain yang berhubungan
dengan budidaya tanaman padi sawah (Oryza sativa). Kegiatan kedua yang
dilakukan yaitu mencari suatu cara untuk menyelesaikan permasalahan yang
ditemui di lapang. Permasalahan yang dimaksud adalah mencari teknik yang
tepat untuk memajukan produksi tanaman padi yang dibudidayakan oleh
petani, penanganan jenis hama dan penyakit, intensitas serangan pada tanaman
padi, cara pengendalian hama dan penyakit untuk mengurangi risiko
kerusakan hasil yang dapat menurunkan produk. Intensitas serangan terlebih
dahulu dihitung dengan dilakukan pengamatan di lapangan dan mengambil
sampel pada petak pengamatan yang telah ditentukan agar dapat mengetahui
penyebab permasalahan dan cara mengatasinnya.
c) Tahap penyelesaian
Kegiatan yang dilakukan adalah menganalisis data primer dan data
sekunder yang diperoleh pada saat pelaksanaan praktik kerja lapangan
dan penyusunan laporan praktik kerja lapangan.
D. Metode Pengambilan Data
Praktik kerja lapangan dilakukan dengan menggunakan metode observasi
partisipasi, yaitu dengan cara melakukan pengamatan secara langsung dan
berperan aktif di lapangan, melakukan wawancara langsung kepada petani, dan
mempelajari dokumen yang ada, mengenai proses pengelolaan tanaman terpadu
(PTT) pada budidaya padi sawah (Oryza sativa) di UPTD PTP3 Jalaksana,
Kuningan Jawa Barat. Pengumpulan data yang akan diambil meliputi data primer
dan data sekunder.
1. Data primer
Data primer diperoleh dari:
a. Pengamatan secara visual dari pengamatan dan praktik secara langsung serta
pencatatan data di lapangan.
b. Foto atau dokumentasi yang diambil saat pelaksanaan kerja praktik lapangan.
c. Melakukan wawancara langsung kepada petani mengenai proses budidaya padi
sawah (Oryza sativa).
2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari arsip atau dokumentasi instansi, pustaka,
buku dan telaah pustaka lain yang berhubungan dengan budidaya padi sawah
(Oryza sativa).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum UPTD PTP3 Jalaksana
A. Sejarah UPTD PTP3 Jalaksana
UPTD PTP 3 yang berdiri pada tanggal 12 Desember 2000 itu
mempunyai visi “ Terwujudnya pertanian yang produktif dan berdaya saing
dalam tatanan pengembangan kawasan agropolitan untuk mendukung
tercapainya masyarakat yang lebih sejahtera berlandaskan ekonomi
kerakyatan” hal ini sejalan dengan visi Dinas Pertanian Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Kuningan. Oleh karena itu pembangunan dititik
beratkan pada sektor pertanian, peternakan dan perikanan sebagai salah satu
kegiatan ekonomi utama (Core Business) pembangunan di kabupaten
Kuningan.
Salah satu penunjang keberhasilan pembangunan pertanian adalah
kemampuan sumberdaya aparatur pertanian yang mampu melaksanakan tugas
pokok dan fungsi (Tupoksi) yang terangkum dalam program kerja. Program
kerja ini menjadi dasar perencanaan dalam mencapai target program yang
akan dilaksanakan di UPTD Pelayanan Teknis Pertanian Peternakan dan
Perikanan (PTP3) Jalaksana (Nuryaman, 2013).
2. Kondisi wilayah UPTD PTP3 Jalaksana
UPTD Pelayanan Teknis Pertanian, Perternakan dan Perikanan (PTP3)
Jalaksana, terletak di Jalan Jalaksana No. 121. A Jalaksana, Kuningan.
Kurang lebih 10 km kearah utara dari pusat kota Kuningan. Secara
administratif wilayahnya terdiri dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Jalaksana,
Kecamatan Japara dan Kecamatan Kramatmulya yang didalamnya terdiri atas
39 desa. Secara geografis batas lokasi UPTD PTP 3 Jalaksana, Kuningan
sebagai berikut:
Sebelah timur : Kecamatan Cipicung
Sebelah barat : Kabupaten Majalengka
Sebelah selatan : Kecamatan Kuningan
Sebelah utara : Kecamatan Cilimus
UPTD PTP3 Jalaksana memiliki lahan sawah 2278 Ha, lahan bukan
sawah seluas 2513 Ha. Sehingga luas total lahan pertaniannya 4791 Ha.
Ketinggian tempatnya mencapai 300 – 600 meter diatas permukaan laut
(mdpl) dengan topografi agak landai sampaiberbukit, sedangkan jenis tanah
didominasi jenis grumusol, latosol coklat, regosol kelabu dengan tekstur
remah serta bertekstur pasir berlempung, dan pH 5,1 – 6,7 (Nuryaman, 2013).
Keadaan iklim ditinjau dari rata-rata curah hujan selama 10 tahun.Rata-
rata curah hujan setahun 2.210 mm dan rata-rata hari hujan 131 per tahun.
Berdasarkan Smith dan Ferguson terdapat bulan kering (BK) 4 bulan dan
Bulan Basah (BB) 6 bulan serta bulan lembab (BL) 2 bulan, sehingga
memungkinkan sekali pengembangan usaha di bidang pertanian baik tanaman
pangan hortikulturan (padi, palawija, sayuran, dan buah-buahan) dan untuk
pengembangan usaha di bidang perternakan (unggas, domba/kambing dan
sapi) serta pengembangan usaha pengembangan usaha perikanan baik untuk
konsumsi maupun ikan hias (Nuryaman, 2013).
Nuryaman, S.PKepala UPTD
Purnawati Indah, S.PKa. Subag TU
DarnajiPOPT
SuandiPOPT
PelaksanaCacih Kurniasih
PenyuluhUdin Zaenudin, S.P
3. Kedudukan dan struktur organisasi UPTD PTP3 Jalaksana
Gambar 1. Struktur Organisasi UPTD PTP3 Jalaksana.
UPTD PTP 3 Jalaksana dipimpin oleh seorang kepala UPTD yang
dibantu oleh Tiga staf yaitu dua staf diagnosis OPT, satu staf Subag TU.
Setiap staf terdiri dari 1 – 2 orang pegawai yang satu dengan yang lainnya
saling berkaitan dan berhubungan sehingga terkadang seorang pegawai dapat
merangkap tugas staf yang lain (Nuryaman, 2013).
4. Fungsi UPTD PTP3 Jalaksana
Fungsi UPTD Pelayan Teknis Pertanian, Peternakan, dan Perikanan
(PTP3) Jalaksana adalah:
1) Pengendalian dan pengkoordinasian pelaksanan kegiatan pembangunan
pertanian, peternakan dan perikanan di wilayah kerjanya.
2) Pelaksanaan pemberian pelayanan kepada masyarakat berkaitan dengan
pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat pertanian.
3) Pelaksanaan identifikasi, pengujian, dan percontohan teknologi pertanian.
4) Penyediaan informasi usaha tani agribisnis dan informasi pasar.
5) Pengelolaan ketatausahaan UPTD PTP 3 Jalaksana.
5. Visi dan misi
Visi UPTD Pelayanan Teknis Pertanian, Peternakan dan Perikanan
(PTP3) Jalaksana adalah:
“Terwujudnya pertanian yang produktif dan berdaya saing dalam
tatanan pengembangan kawasan agropolitan untuk mendukung tercapainya
masyarakatyang lebih sejahtera berlandas ekonomi kerakyatan.”
Misi UPTD Pelayanan Teknis Pertanian, Peternakan dan Perikanan
(PTP3) Jalaksana adalah:
1) Membangun dan memelihara sarana dan prasarana pertanian.
2) Meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertanian melalui
penerapan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan serta meningkatkan
kesejahteraan petani.
3) Mengembangkan usahatani terpadu berwawasan agribisnis dan
agroindustri pedesaan melalui pola kemitraan pada kawasan agropolitan.
4) Meningkatkan kualitas SDM Pertanian dan memberdayakan kelembagaan
tani untuk membangun basik pertanian yang tangguh.
6. Permasalahan dan kendala yang dihadapi
a. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian semakin pesat, terutama pada
daerah yang dekat dengan jalur transportasi.
b. Kesuburan tanah menurun seiring penggunanan pestisida dan bahan kimia
berlebih.
c. Tenaga kerja di sektor pertanian berkurang.
d. Sempitnya akses jalan usaha tani.
e. Masih banyak lahan sawah yang masih mengandalkan air hujan.
B. Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di
UPTD PTP3 Jalaksana
1. Pengolahan tanah tepat
Teknik pengolahan tanah menurut teknologi pengelolaan tananaman
terpadu (PTT) padi sawah yaitu dengan pengolahan secara sempurna dan
sesuai dengan kondisis lingkungan (Balitbang Pertanian 2008). Pengolahan
tanah yang dilakukan di UPTD PTP3 Jalaksana masih secara tradisional yaitu
dengan cara dicangkul. Pemilihan cara pengolahan tanah dengan cangkul
disesuaikan dengan kondisi lahan yang miringdan akses jalan yang sempit
sehingga tidak memungkinkan menggunakan hewan ternak maupun traktor.
Selain itu, kondisi tanah dengan tekstur gembur mendukung pengolahan tanah
dengan cara dicangkul. Tahap awal pengolahan tanah sawah yaitu lahan
digenangi sampai jenuh air. Kegiatan pencangkulan pertama dilakukan untuk
memecahkan bongkah tanah dan membalikan tanah. Kemudian dilanjutkan
dengan pencangkulan kedua untuk menghancurkan dan melumpurkan tanah.
Proses pengolahan tanah dibutuhkan waktu sebanyak 10 hari kerja dan
dilakukan oleh 5 orang tenaga kerja.
2. Varietas unggul baru
Pemilihan varietas unggul baru dalam pengelolaan tanaman terpadu
(PTT) padi sawah merupakan salah satu komponen utama yang mampu
meningkatkan produktivitas padi. Varietas padi yang akan ditanam dipilih
varietas unggul baru (VUB) yang mampu beradaptasi dengan lingkungan untuk
menjamin pertumbuhan tanaman yang baik, tahan serangan penyakit, berdaya
hasil dan bernilai jual tinggi serta memiliki kualitas rasa yang dapat diterima
pasar (Balitbang Pertanian, 2008).
Benih yang digunakan dalam budidaya padi sawah di UPTD PTP3
Jalaksana yaitu varietas Inpari 19. Varietas Inpari 19 merupakan varietas
unggul baru. Umur tanaman siap panen yaitu 104 hari dengan potensi hasil
9,5/ha gabah kering giling (GKG). Tekstur nasi beras inpari 19 pulen serta
mempunyai ketahanan terhadap hama yaitu wereng batang coklat biotipe 1 dan
2, agak tahan terhadap wereng batang coklat biotipe 3. Selain itu, varietas
inpari 19 tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe III dan rentan terhadap
hawar daun bakteri patotipe VIII. Varietas inpari 19 cocok ditanam di lahan
irigasi dan tadah hujan dengan ketinggian 0-600 m dpl ( Balitbang Pertanian,
2008).
Penggunaaan benih varietas unggul baru diharapkan dapat meningkatkan
hasil produksi yang dicapai. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurawan, et
al. (2011) yang menyimpulkan bahwa penggunaan benih unggul baru pada
program PTT mampu memberikan hasil produksi sampai 9.0 ton/hektar.
Penggunaan varietas unggul baru berperan penting dalam meningkatkan
produksi padi dalam beberapa tahun terakhir sesuai dengan program P2BN
(Peningkatan Produksi Beras Nasional).
3. Pemeliharaan pesemaian
Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah merekomendasikan
pemeliharaan pesemaian dengan baik. Pesemaian dapat dibuat secara kering
maupun basah. Pesemaian yang dilakukan di UPTD PTP3 Jalaksana
menggunakan pesemaian basah. Lahan yang dibuat untuk media pesemaian
harus subur. Rumput dan jerami yang masih tertinggal harus dibersihkan dari
area lahan pesemaian. Pembuatan media pesemaian dilakukan berbarengan
dengan kegiatan pengolahan tanah. Lahan pesemaian digenangi air sampai
jenuh dan lunak. Apabila tanah sudah mulai cukup lunak kemudian dicangkul
sebanyak dua kali sampai tanah menjadi halus. Saat itu juga sekaligus dibuat
petakan-petakan dan memperbaiki pematang. Benih yang akan disemai
direndam dahulu menggunakan furadan selama 1 hari 1 malam. Perendaman
simaksudkan untuk melindungi benih dari penyebab penyakit maupun hama
pada saat pesemaian.
4. Penanaman bibit umur < 21 hari
Budidaya padi model PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) pada
prinsipnya memadukan berbagai komponen teknologi yang saling menunjang
(sinergis) guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi usahatani. Salah satu
komponen teknologi PTT adalah pemakaian bibit muda (<21 hari setelah
semai), kecuali pada daerah-daerah yang endemis keong emas (Balitbang
Pertanian, 2007).
Teknologi penanaman padi sawah dengan umur bibit yang relatif muda
sudah di terapkan di UPTD PTP3 Jalaksana. Penanaman dilakukan dengan
menggunakan bibit berumur 18-20 hari setelah semai (HSS). Hasil penelitian
Abdullah, et al. (2004) menunjukkan bahwa pemakaian bibit yang sudah tua
(umur bibit yang terlalu lama) merupakan salah satu penyebab penurunan
produksi padi sawah. Selanjutnya Badan Litbang Pertanian (2007) melaporkan
bahwa bibit lebih muda akan menghasilkan anakan lebih banyak dibandingkan
bila menggunakan bibit lebih tua sehingga produksi juga akan meningkat.
5. Tanam 1-3 bibit per lubang
UPTD PTP3 Jalaksana sudah menerapkan penanaman bibit sebanyak 1-3
per lubang tanam. Bibit yang ditanam di UPTD PTP3 Jalaksana yakni 1 bibit
per lubang tanam. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wangiyana, et al.,
(2009) mengenai pertumbuhan dan hasil tanaman padi Var. Ciherang dengan
Teknik budidaya Sri (System of Rice Intensification) pada berbagai umur dan
jumlah bibit per lubang tanam menyebutkan bahwa hasil gabah tertinggi
dicapai pada kombinasi perlakukan umur bibit 10 hari dengan penanaman 2
sampai 3 bibit per lubang tanam, terutama jumlah anakan produktif yang tinggi
dicapai pada jumlah bibit sebanyak 3 per lubang tanam.
6. Penanaman dengan sistem jajar legowo
Menurut Balitbang pertanian (2008), pengelolaan tanaman terpadu (PTT)
padi sawah harus menggunakan sistem pertanaman jajar legowo. Tata tanam
jajar legowo yang digunakan dapat meliputi jajar legowo 2:1 atau 4:1 sesuai
kesepakatan petani. Sistem pertanaman yang digunakan di UPTD PTP3
Jalaksana yaitu menggunakan jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam 15 × 15 ×
30 cm. Alat yang digunakan untuk membuat system pertanaman jajar legowo
yakni caplak.
Sistem tanam jajar legowo dapat meningkatkan produksi hasil yang
dicapai sehingga akhirnya akan meningkatkan tambahan pendapatan. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Suhendrata (2011), mengenai peningkatan
produktivitas dan pendapatan petani padi sawah melalui penerapan sistem
tanam jajar legowo di Kabupaten Karanganyar dan Sragen menyimpulkan
bahwa penerapan sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam 20 x 20 x
40 cm dapat meningkatkan produktivitas padi sawah walaupun peningkatannya
tidak konsisten.
Gambar 2. Sistem jajar legowo 2:1.
7. Pemupukan berimbang
Penggunaan pupuk selain tepat jumlahnya (berimbang) juga harus tepat
waktu serta kebutuhan masing-masing akan jenis pupuknya. Acuan
penggunaan pupuk dapat menggunakan rekomendasi pemupukan berdasarkan
Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 04/OT.140/4/2007, yaitu Pupuk Urea
sebanyak 250-350 kg/ha, Pupuk SP36 sebanyak 50-100 kg/ha, dan Pupuk KCl
sebanyak 50-100 kg/ha atau menggunakan Pupuk Phonska sebanyak 300-400
kg/ha dan Urea sebanyak 150-250 kg/ha.
Pemupukan yang dilakukan di UPTD PTP3 Jalaksana sudah berimbang
sesuai dengan rekomendasi. Kegiatan pemupukan susulan mengacu kepada
bagan warna daun (BWD) untuk mengetahui tingkat kebutuhan pupuk bagi
tanaman padi. Kegitan pemupukan dilakukan sebanyak dua kali. Pemupukan
pertama dilakukan pada umur 11 hari setelah tanam (HST) dengan kebutuhan
pupuk yakni 10 kg urea dan 15 kg phonska untuk lahan 0,14 Ha. Pemupukan
susulan dilakukan pada umur 40 hari setelah tanam (HST) dengan
membutuhkan pupuk yakni 5 kg Urea dan 20 kg phonska untuk lahan 0,14 Ha.
Gambar 3. Pengukuran bagan warna daun (BWD).
Gambar 4. Pupuk.
8. Pemberian pupuk organik
Berdasarkan rekomendasi dari Balitbang pertanian (2008), pemberian
pupuk organik merupakan kegiatan penting dalam pengelolaan tanaman
terpadu (PTT) padi sawah. Pupuk organik berfungsi bahan pembenah tanah
dan meningkatkan kerja mikroba dalam tanah. Pemberian pupuk organik di
UPTD PTP3 Jalaksana dilakukan pada saat sebelum pengolahan tanah. Pupuk
organik yang digunakan berasal dari jerami yang ditaburkan ke sekitar lahan.
9. Pengairan berselang
Menurut Balitbang Pertanian (2009), pengairan berselang dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a. Tanam bibit dalam kondisi sawah macakmacak.
b. Pergiliran air dilakukan selang 3-5 hari, tinggi genangan pada hari pertama
3 cm dan lahan sawah diairi lagi pada hari ke 5.
c. Cara pengairan ini berlangsung sampai fase anakan maksimal.
d. Petakan sawah digenangi terus mulai fase pembentukan malai sampai
pengisian biji.
e. Sekitar 10 - 15 hari sebelum panen, sawah dikeringkan.
Teknik pengairan berselang sudah diterapkan di UPTD PTP3 Jalaksana.
Pergiliran pengairan dilakukan 5 hari sekali disesuaikan dengan kondisi
keadaan air irigasi. Kondisi irigasi yang terdapat di UPTD PTP3 Jalaksana
merupakan irigasi semi teknis sehingga memudahkan dalam mengatur
pengairan sawah.
Gaambar 5. Penggenangan lahan sawah.
Gambar 6. Pengeringan lahan sawah.
10. Pengendalian gulma secara tepat
Penyiangan gulma dalam program pengelolaan tanaman terpadu (PTT)
dianjurkan untuk menggunakan alat landak atau dapat menggunakan herbisida
(Balitbang pertanian, 2008). Pengendalian gulma di UPTD PTP3 Jalaksana
dilakukan secara mekanis yaitu dicabut dengan tangan. Kegitan pengendalian
gulma secara mekanis disesuaikan dengan sedikitnya gulma yang tumbuh di
lahan sawah. Tumbuhnya gulma yang sedikit dipengaruh oleh perlakuan
pengairan berselang sehingga pertumbuhan gulma terhambat.
11. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu
Pengendalian organisme pengganggu tanaman pada program PTT
dilakukan dengan menggunakan prinsip pengendalian hama terpadu (PHT).
Prinsip dasar pengendalian hama terpadu yaitu:
a. mengidentifikasi secara pasti jenis dan populasi hama penyakit
b. memperkirakan tingkat kerusakan atau serangannya
c. menguasai teknik-teknik pengendaliannya (Balitbang pertanian, 2008).
Penerapan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah untuk
komponen pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) di UPTD
PTP3 Jalaksana sudah dilakukan secara terpadu. Kegiatan pengendalian
diawali dengan dilakukan survei lahan sawah atau monitoring. Hasil survei
akan diidentifikasi untuk rencana tindak lanjut.
Gambar 7. Monitoring sampel tanaman.
Gambar 8. Sampel tanaman yang teserang hama
12. Panen tepat waktu dengan menggunakan alat
Penerapan teknik pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah untuk
komponen panen tepat sudah dilakukan di UPTD PTP3 Jalaksana. Umur padi
yang akan dipanen disesuaikan menurut varietas padi yang ditanam. Varietas
Inpari 19 yang ditanam di UPTD PTP3 Jalaksana siap dipanen ketika umur
104 hari (Balitbang pertanian).
Panen dilakukan dengan cara dipotong menggunakan sabit 10 – 15 cm
dari atas permukaan tanah atau dari pangkal malai. Padi yang sudah dipotong
ditumpuk di atas terpal sebagai alas. Selanjutnya padi akan dirontokan
menggunakan power thresser (mesin perontok padi). Gabah yang sudah
dirontokkan dijemur di atas lantai jemur atau menggunakan terpal.
Penjemuran dilakukan sampai gabah mencapai kadar air yang diinginkan.
Gabah yang sudah kering dimasukkan ke dalam karung untuk disimpan di
gudang serta untuk dikonsumsi.
C. Analisis SWOT
Analisis SWOT merupakan salah satu metode untuk menggambarkan
kondisi dan mengevaluasi suatu masalah, proyek atau konsep bisnis yang
berdasarkan faktor internal dan faktor eksternal, yaitu: strengths, weakness,
opportunities dan threats. Hasil anallisis biasanya adalah arahan atau
rekomendasi untuk mempertahankan kekuatan dan menambah keuntungan dari
peluang yang ada, dengan mengurangi kekurangan dan menghindari ancaman.
1) Kekuatan (Strength)
Beberapa potensi yang ada di UPTD PTP 3 Jalaksana adalah adanya
keanekaragaman jenis usaha pertanian, mulai dari peternakan, dan perikan
serta pertanian itu sendiri yang saling mendukung, selain itu daerah strategis
yang terletak di daerah lereng gunung Ciremai menjadikan tanah yang relatif
subur, serta pengetahuan dan ketrampilan petani yang mengenai agribisnis di
wilayah UPTD PTP 3 Jalaksana relatif baik.
2) Kelemahan (Weakness)
Pengembangan produksi usaha pertanian sering terhambat disebabkan:
a. jadwal tanam tidak serempak
b. kesuburan lahan yang semakin menurun
c. lahan yang semakin terbatas
d. akses jalan usaha tani yang sempit
3) Peluang (Opportunity)
UPTD PTP3 Jalaksana merupakan instansi yang berada di bawah
naungan Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan, sehingga dalam menjalankan
tugasnya mengacu kepada Visi Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan, yakni
“Terwujudnya pertanian yang produktif dan berdaya saing dalam tatanan
pengembangan kawasan agropolitan untuk mendukung tercapainya
masyarakat yang lebih sejahtera berlandaskan ekonomi kerakyatan”. Oleh
karena itu, pembangunan pertanian merupakan bagian utama dari
pembangunan ekonomi yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan. Adanya kemitraan usaha antar kelompok tani, koperasi dengan
lembaga sumber permodalan pengusaha mendorong meningkatnya mutu,
produktifitas dan produksi yang mendorong meningkatnya daya saing.
4) Tantangan (Threat)
Seiring dengan pesatnya pembangunan disektor non pertanian,
menyebabkan degradasi lahan pertanian ke non pertanian semakin cepat.
Faktor lain seperti serangan hama dan penyakit, tenaga kerja di bidang
pertanian yang semakin berkurang, serta keberadaan penyuluh yang minim
merupakan tantangan UPTD PTP3 Jalaksana dalam menjalankan fungsinya,
sehingga perlu adanya upaya seperti pengaturan kebijakan tentang
penggunaan lahan dengan pihak terkait, pengadaan penyuluh yang lebih
berkompeten serta pemahaman kepada generasi muda khususnya tentang arti
penting pertanian.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Teknik pengelolaan tanaman terpadu (PTP) pada budidaya padi sawah di
UPTD PTP3 Jalaksana sudah diterapkan dengan baik sesuai rekomendasi
dari Badan Litbang Pertanian. Komponen pengelolaan tanaman terpadu
(PTP) padi sawah yang diterapkan meliputi pengolahan tanah tepat,
pemeliharaan pesemaian, varietas unggul baru, penanaman bibit < 21 hari
setelah semai, tanam 1-3 bibit per lubang, penanaman dengan sistem jajar
legowo, pemupukan berimbang, pemberian pupuk organik, pengendalian
gulma secara tepat, pengairan berselang, pengendalian hama dan penyakit
secara terpadu, dan panen tepat waktu dengan menggunakan alat.
2. Beberapa permasalahan di UPTD PTP3 Jalaksana terkait kegiatan
budidaya tanaman padi yakni waktu tanam yang tidak serempak,
kesuburan lahan semakin menurun, lahan yang semakin terbatas, dan
sempitnya akses jalan usaha tani.
B. Saran
1. Penggunaan bahan organik harus lebih ditingkatkan agar kualitas
kesuburan lahan tetap terjaga.
2. Akses jalan usaha tani harus diperluas agar memudahkan kegiatan usaha
dibidang pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, S., I. Manti, Atman, Ardimar, M. Nasri, Erma, Z. Aulia, dan Taufik. 2004. Laporan pengkajian Sistem Usaha Pertanian (SUP) Padi Sawah Berbasis Varietas Unggul Baru. BPTP Sumatera Barat; 55 hlm.
Ahmad, DR. 2010. Pengolahan Tanah dalam Sistem Produksi Padi Sawah Mendukung IP300/IP400. Prosiding Seminar Nasional hasil Penelitian Padi 2009. Subang: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, hlm. 508.
Anonim. 2009. Pengelolaan Pasca panen Padi. Universitas Lampung. Lampung.
Atman. Teknologi Budidaya Padi Sawah Varietas Unggul Baru Batang Piaman. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat. http://warsitotti.files.wordpress.com/2010/01/teknologi-budidaya-padi-sawah.pdf
(15 Nopember 2013)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi Sawah Irigasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jakarta; 40 hlm.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Pedoman Umum Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Irigasi.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia: Pengairan Berselang.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2010. Pedoman Umum PTT Padi Sawah.
Bangun, P dan Syam, M. 2010. Pengendalian Gulma pada Tanamans Padi. Padi Buku 2. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor, hlm. 579-599.
Fagi AM. 2008. Alternatif teknologi peningkatan produksi beras nasional. Iptek Tanaman Pangan. 3(1): 9- 26.
Ghulamahdi, M. 2010. Modul Kuliah Budi Daya Padi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Ishaq, Iskandar, Kasdi Subagyono, dan Agus Nurawan. 2009. Petunjuk Teknis Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) Padi Sawah. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Iskandar. 2007. Bertanam Padi Pandan Wangi. Sinergi, Bandung.
Nurawan, Agus., Yati Haryati, dan Dini Florina. 2011. Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Cirebon Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional “Implementasi Teknologi Budidaya Tanaman Pangan Menuju Kemandirian Pangan Nasional”. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah, Purwokerto.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/Permentan/OT.140/4/2007 Tentang Rekomendasi Pemupukan N, P, dan K pada Padi Sawah Spesifik Lokasi.
Pramono J, Basuki S, Widarto. 2005. Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Sawah melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu dan Sumberdaya Terpadu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Tengah.
Suhendrata, T. 2011. Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan Petani Padi Sawah Melalui Penerapan Sistem Tanam Jajar Legowo di Kabupaten Karanganyar dan Sragen. Prosiding Seminar Nasional “Implementasi Teknologi Budidaya Tanaman Pangan Menuju Kemandirian Pangan Nasional”. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah, Purwokerto.
Taslim, H., Partohardono, S. dan Djunainah. 2010. Bercocok Tanam Padi Sawah. Padi Buku 2. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor, hlm. 481-505.
Taslim H., Partohardono S. dan Subandi. 2010. Pemupukan Padi Sawah. Padi Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor, hlm. 445-479.
Wangiyana, W., Zapril Laiwan, dan Sanisah. 2009. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Var. Ciherang dengan Teknik Budidaya Sri (System of Rice Intensification) Pada Berbagai Umur dan Jumlah Bibit per Lubang Tanam. Crop Agro. Vol. 2. No.1. Fak. Pertanian Universitas Mataram.