laporan praktikum sistem produksi - perencanaan agregat
DESCRIPTION
Laporan Praktikum Produksi Modul II Perencanaan AgregatMenentukan strategi yang terbaik untuk melakukan perencanaan suatu produksiTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM MODUL II
PERENCANAAN AGREGAT
Disusun oleh:
Kelompok II
1. Ari Handayani (4409216094)
2. Caecilia Eka A.W.S. (4409216097)
3. Dwi Darmawan Saputra (4409216100)
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PANCASILA
2012
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. iii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .............................................................................................. 2
1.3. Tujuan Praktikum ................................................................................................... 2
1.4. Pembatasan Masalah ............................................................................................ 2
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................................................. 4
2.1. Perencanaan Agregat ............................................................................................ 4
2.2. Tujuan Perencanaan Agregat ................................................................................ 4
2.3. Sifat Perencanaan Agregat .................................................................................... 5
2.4. Hubungan Input dan Output Perencanaan Agregat .............................................. 5
2.5. Ongkos-ongkos yang Terlibat Dalam Perencanaan Agregat................................ 6
2.6. Strategi Perencanaan Agregat .............................................................................. 7
2.7. Metode Perencanaan Agregat ............................................................................... 9
2.8. Fase-Fase Perencanaan Agregat ........................................................................ 15
2.9. Prosedur Praktikum ............................................................................................. 17
BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ...................................................... 20
3.1. Data Permintaan 6 Bulan Ke Depan .................................................................... 20
3.2. Strategi yang Digunakan ..................................................................................... 20
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 29
4.1. Kesimpulan .......................................................................................................... 29
4.2. Saran ................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 31
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Diagram Hubungan Input dan Output Perencanaan Agregat ......................... 5
Gambar 2.2. Fase-fase Perencanaan Agregat .................................................................. 15
Gambar 2. 3 Tampilan Awal WinQSB Agregate Planning ................................................. 17
Gambar 2. 4 Tampilan Planning Information WinQSB ...................................................... 18
Gambar 2. 5 Tampilan Agregate Planning Option ............................................................. 18
Gambar 2. 6 Tampilan Planning Result WinQSB .............................................................. 18
Gambar 2. 7 Tampilan Cost Analysis WinQSB ................................................................. 19
Gambar 2. 8 Grafik Perencanaan Agregat ........................................................................ 19
Gambar 3. 1 Grafik Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan ........................... 22
Gambar 3. 2 Grafik Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja ......................... 25
Gambar 3. 3 Grafik Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak ........................... 27
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Contoh Data Peramalan Produksi ..................................................................... 11
Tabel 2.2 Contoh Hasil Evaluasi Data Peramalan Produksi .............................................. 11
Tabel 3. 1 Data Permintaan AADC Chair untuk 6 Bulan Ke Depan ................................. 20
Tabel 3. 2 Informasi Lain yang Dibutuhkan ....................................................................... 20
Tabel 3. 3 Planning Result Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan ................. 21
Tabel 3. 4 Cost Analysis Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan .................... 21
Tabel 3. 5 Planning Result Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja ............. 23
Tabel 3. 6 Cost Analysis Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja ................. 24
Tabel 3. 7 Planning Result Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak ............... 26
Tabel 3. 8 Cost Analysis Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak .................. 26
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 2. 1. Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan
Lampiran 2. 2. Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja
Lampiran 2. 3. Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kursi merupakan salah satu furniture yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat umum. Menurut fungsinya, jenis kursi bisa dibagi dalam 2 jenis, yaitu
sebagai kursi kerja dan sebagai kursi santai atau kursi untuk beristirahat.
Permintaan terhadap kursi cukup beragam. Kadang permintaan untuk satu jenis
kursi cukup tinggi, namun terkadang bisa sangat rendah. Terkadang perusahaan
memproduksi cukup banyak kursi namun ternyata permintaan rendah. Perusahaan
tentu saja akan mengalami kerugian, karena biaya simpan akan meningkat. Namun,
kadang perusahaan memproduksi sedikit kursi, namun ternyata permintaan tinggi,
sehingga perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan konsumen. Oleh karena
itu, dibutuhkan perencanaan produksi berdasarkan peramalan permintaan akan
produk pada periode berikutnya.
Perencanaan produksi dimulai dengan meramalkan permintaan secara tepat
sebagai input utamanya. Selain peramalan, input-input untuk permintaan produk
tersebut juga harus memasukkan pesanan-pesanan aktual yang telah dijanjikan,
kebutuhan spare-part dan service, kebutuhan persediaan gudang, dan penyesuaian
tingkat persediaan sebagaimana yang telah ditentukan dalam perencanaan strategi
bisnis.
Peramalan permintaan biasanya dibuat untuk kelompok-kelompok produk
secara kasar (tanpa memperhatikan perbedaan spesifikasi produk), khususnya
selama periode waktu yang panjang. Perencanaan agregat kemudian
dikembangkan untuk merencanakan kebutuhan produksi bulanan atau triwulanan
bagi kelompok produk sebagaimana yang telah diperkirakan dalam peramalan
permintaan.
Perencanaan produksi akan mudah dibuat bila tingkat permintaan bersifat
konstan atau bila waktu produksi tidak menjadi kendala. Tetapi kedua kondisi ini
jarang terjadi dalam keadaan sebenarnya, dimana secara nyata tingkat permintaan
akan berfluktuasi dan perusahaan selalu dibatasi oleh tanggal waktu penyerahan
produk.
Perencanaan produksi yang tidak tepat dapat mengakibatkan
tingginya/rendahnya tingkat persediaan, sehingga mengakibatkan peningkatan
ongkos simpan/ongkos kehabisan persediaan. Dan yang lebih fatal, hal tersebut
2
dapat mengurangi pelayanan kepada konsumen karena keterlambatan penyerahan
produk.
Perencanaan produksi sebagai suatu perencanaan taktis adalah bertujuan
memberikan keputusan yang optimum berdasarkan sumber daya yang dimiliki
perusahaan dalam memenuhi permintaan akan produk yang dihasilkan. Yang
dimaksud dengan sumber daya yang dimiliki adalah kapasitas mesin, tenaga kerja,
teknologi yang dimiliki, dan Iainnya.
Keterlibatan manajemen puncak pada tahap perencanaan produksi sangat
diperlukan, khususnya perencanaan mengenai penentuan pabrikasi, pemasaran
dan keuangannya. Dan sudut pandang pabrikasi, perencanaan produksi membantu
dalam menentukan berapa peningkatan kapasitas yang dibutuhkan dan
penyesuaian-penyesuaian kapasitas apa saja yang perlu dilakukan. Dan sudut
pandang pemasaran, perencanaan produksi menentukan berapa jumlah produk
yang akan disediakan untuk memenuhi permintaan. Dan sudut pandang keuangan,
perencanaan produksi mengidentifikasikan besarnya kebutuhan dana dan
memberikan dasar dalam pembuatan anggaran.
1.2. Perumusan Masalah Dalam praktikum Sistem Produksi Modul-2, perusahaan kelompok II memproduksi
kursi kerja dengan rumusan masalah sebagai berikut :
• Terlalu besarnya biaya yang dikeluarkan dalam perencanaan agregat ini.
• Sering tidak tepatnya memilih strategi yang digunakan perusahaan dalam
menentukan perencanaan agregat produksi AADC Chair.
1.3. Tujuan Praktikum Tujuan praktikum Sistem Produksi Modul-2 adalah sebagai berikut :
• Mengetahui perencanaan agregat yang tepat untuk diterapkan di perusahaan.
• Mengetahui total biaya yang dikeluarkan berdasarkan strategi yang dipilih.
• Menyusun perencanaan agregat untuk 6 bulan mendatang.
1.4. Pembatasan Masalah Dalam Praktikum Modul 2 hanya membahas masalah berikut ini :
• Perencanaan yang dilakukan hanya untuk horizon periode waktu 6 bulan ke
depan.
• Perencanaan dilakukan dengan menggunakan Software WinQSB.
3
• Metode perencanaan yang digunakan yaitu Simple Model (Constant Regular
time Employee, Hire or Dissmisal Allowed, Subcontract)
• Strategi perencanaan yang digunakan adalah Perencanaan Agregat Variasi
Tingkat Persediaan, Tingkat Tenaga Kerja, dan Tingkat Sub Kontrak. .
4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Perencanaan Agregat Perencanaan agregat (agregate planning) juga dikenal sebagai penjadwalan
agregat adalah suatu pendekatan yang biasanya dilakukan oleh para manajer
operasi untuk menentukan kuantitas dan waktu produksi pada jangka menengah
(biasanya antara 3 hingga 12 bulan ke depan). Perencanaan agregat dapat
digunakan dalam menentukan jalan terbaik untuk memenuhi permintaan yang
diprediksi dengan menyesuaikan nilai produksi, tingkat tenaga kerja, tingkat
persediaan, pekerja lembur, tingkat subkontrak dan variabel lain yang dapat
dikendalikan.
Keputusan penjadwalan menyangkut perumusan rencana bulanan dan
kuartalan yang mengutamakan masalah mencocokkan produktifitas dengan
permintaan yang fluktuatif. Oleh karenanya perencanaan agregat termasuk dalam
rencana jangka menengah.
2.2. Tujuan Perencanaan Agregat Pada dasarnya tujuan perencanaan agregat adalah berusaha untuk
memperoleh suatu pemecahan yang optimal dalam biaya atau keuntungan pada
periode perencanaan. Namun bagaimanapun juga, terdapat permasalahan
starategis lain yang mungkin lebih penting daripada biaya rendah. Permasalahan
strategis yang dimaksud itu antara lain mengurangi permasalahan tingkat
ketenagakerjaan, menekan tingkat persediaan, atau memenuhi tingkat pelayanan
yang lebih tinggi. Bagi perusahaan manufaktur, jadwal agregat bertujuan
menghubungkan sasaran strategis perusahan dengan rencana produksi, tetapi
untuk perusahaan jasa, penjadwalan agregat bertujuan menghubungkan sasaran
dengan jadwal pekerja.
Ada empat hal yang diperlukan dalam perencanaan agregat antara lain:
a. Keseluruhan unit yang logis untuk mengukur penjualan dan output. Maksudnya
di sini adalah untuk meramalkan agregat yang
b. Prediksi permintaan untuk suatu periode perencanaan jangka menengah yang
layak pada waktu agregat.
c. metode untuk menentukan biaya.
5
d. model yang mengombinasikan prediksi dan biaya sehingga keputusan
penjadwalan dapat dibuat untuk periode perencanaan.
2.3. Sifat Perencanaan Agregat Perencanaan agregat menurut istilah agregat berarti mengkombinasikan
sumber daya yang sesuai ke dalam jangka waktu keseluruhan. Dengan prediksi
permintaan, kapasitas fasilitas, tingkat persediaan, ukuran tenaga kerja, dan input
yang saling berhubungan, perencana harus memilih tingkat output untuk sebuah
fasilitas selama 3 hingga 12 bulan yang akan datang. Dalam perencanaan agregat,
rencana produksi tidak menguraikan per produk tetapi menyangkut berapa banyak
produk yang akan dihasilkan tanpa mempermasalahkan jenis dan produk tersebut.
Sebagai contoh pada perusahaan pembuat mobil, hanya memperhitungkan berapa
banyak mobil yang akan dibuat, tetapi bukan berapa banyak mobil dua pintu atau
empat pintu atau berapa banyak mobil berwarna merah atau biru.
2.4. Hubungan Input dan Output Perencanaan Agregat Input Dan Output Perencanaan Agregat
Peminimalan total biaya produksi
Perencanaan Agregat
Pembatasan kapasitas untuk alternatif produksi
Keputusan Alokasi permintaan untuk produksi menggunakan alternatif yang mungkin
INPUTS OUTPUTS
Ramalan permintaan tiap periode Alternatif produksi yang mungkin
Data biaya pada item 2
Kondisi inisial : P1, I1
Rata-rata produksi
Ukuran tenaga kerja
Inventori tersimpan
Jumlah subkontrak St Untuk t = 1,2,.....,12
Kriteria Performan
Gambar 2.1. Diagram Hubungan Input dan Output Perencanaan Agregat
6
Peminimalan total biaya produksi:
2.5. Ongkos-ongkos yang Terlibat Dalam Perencanaan Agregat Berdasarkan keterangan diatas, maka ongkos-ongkos yang terlibat dalam
perencanaan agregat adalah:
a. Hiring Cost (Ongkos Penambahan Tenaga Kerja)
Penambahan tenaga kerja menimbulkan ongkos-ongkos untuk iklan,
proses seleksi dan training. Ongkos training merupakan ongkos yang besar
apabila tenaga kerja yang direkrut adalah tenaga kerja yang belum
berpengalaman.
b. Firing Cost (Ongkos Pemberhentian Tenaga Kerja)
Pemberhentian tenaga kerja biasanya terjadi karena semakin rendahnya
permintaan akan produk yang dihasilkan, sehingga tingkat produksi menurun
dengan drastis. Pemberhentian ini mengakibatkan perusahaan harus
mengeluarkan uang pesangon bagi karyawan yang di-PHK, menurunnya moral
kerja dan produktifitas karyawan yang masih bekerja, dan tekanan yang bersifat
sosial. Kesemua akibat ini dianggap sebagai ongkos pemberhentian tenaga
kerja yang akan ditanggung perusahaan.
c. Overtime Cost and Undertime Cost (Ongkos Lembur Dan Ongkos Menganggur)
Penggunaan waktu lembur bertujuan untuk meningkatkan output
produksi,tetapi konsekwensinya perusahaan harus mengeluarkan ongkos
tambahan lembur yang biasanya 150% dari ongkos kerja reguler. Disamping
ongkos tersebut, adanya lembur akan memperbesar tingkat absen karyawan
karena capek. Kebalikan dari kondisi diatas adalah bila perusahaan mempunyai
kelebihan tenaga kerja dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan untuk kegiatan produksi. Tenaga kerja berlebih ini kadang-kadang
bisa dialokasikan untuk kegiatan lain yang produktif meskipun tidak selamanya
efektif. Bila tidak dapat dilakukan alokasi yang efektif, maka perusahaan
dianggap menanggung ongkos menganggur yang besarnya merupakan
perkalian antara jumlah jam kerja yang tidak terpakai dengan tingkat upah dan
tunjangan lainnya.
7
d. Inventory Cost and Backorder Cost (Ongkos Persediaan Dan Ongkos
Kehabisan Persediaan)
Persediaan mempunyai fungsi mengantisipasi timbulnya kenaikan
permintaan pada saat-saat tertentu. Konsekuensi dari kebijaksanaan
persediaan bagi perusahaan adalah timbulnya ongkos penyimpanan (inventory
cost/holding cost) yang berupa ongkos tertahannya modal, pajak, asuransi,
kerusakan bahan, dan ongkos sewa gudang. Kebalikan dari kondisi diatas,
kebijaksanaan tidak mengadakan persediaan seolah-olah menguntungkan,
tetapi sebenarnya dapat menimbulkan kerugian dalam bentuk ongkos
kehabisan persediaan. Ongkos kehabisan persediaan ini dihitung berdasarkan
berapa permintaan yang datang tetapi tidak dapat dilayani karena barang yang
diminta tidak tersedia. Kondisi ini pada sistem MTO (Make To Order =
Memproduksi Berdasarkan Pesanan) akan mengakibatkan jadwal penyerahan
order terlambat, sedangkan pada sistem MTS (Make To Stock = Memproduksi
Untuk Memenuhi Persediaan) akan mengakibatkan beralihnya pelanggan pada
produk lain. Kekecewaan pelanggan karena tidak tersedianya barang yang
diingikan akan diperhitungkan sebagai kerugian bagi perusahaan, dimana
kerugian tersebut akan dikelompokkan sebagai ongkos kehabisan persediaan.
Ongkos kehabisan persediaan ini sama nilainya dengan ongkos pemesanan
kembali bila konsumen masih bersedia menunggu.
e. Subcontract Cost (Ongkos Subkontrak)
Pada saat permintaan melebihi kemampuan kapasitas reguler, biasanya
perusahaan mensubkontrakkan kelebihan permintaan yang tidak bisa
ditanganinya sendiri kepada perusahaan lain. Konsekuensi dari kebijaksanaan
ini adalah timbulnya ongkos subkontrak, dimana biasanya ongkos
mensubkontrakkan ini lebih mahal dibandingkan memproduksi sendiri dan
adanya resiko terjadinya kelambatan penyerahan dari kontraktor.
2.6. Strategi Perencanaan Agregat Pada umumnya, ada empat jenis strategi yang dapat dipilih dalam membuat
perencanaan agregat. Pemilihan strategi tersebut tergantung dari kebijaksanaan
perusahaan, keterbatasan perusahaan dalam prakteknya, dan pertimbangan biaya.
Keempat jenis strategi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Memproduksi banyak barang pada saat permintaan rendah, dan menyimpan
kelebihannya sampai saat yang dibutuhkan. Alternatif ini akan menghasilkan
8
tingkat produksi relatif konstan, tetapi mengakibatkan ongkos persediaan yang
tinggi.
b. Merekrut (menambah) tenaga kerja pada saat permintaan tinggi dan
memberhentikannya (mengurangi) pada saat permintaan rendah. Penambahan
tenaga kerja memerlukan biaya rekruitmen dan pelatihan. Biaya konpensasi
dan reorganisasi sering kali harus dikeluarkan jika dilakukan pengurangan
tenaga kerja. Biaya-biaya ini biasanya diikuti oleh biaya tak tampak seperti:
kemerosotan moral kerja dan turn over tenaga kerja yang tinggi. Karena
kapasitas fasilitas produksi adalah tetap, maka penurunan produktivitas
mungkin akan terjadi jika penambahan tenaga kerja tanpa disertai dengan
penambahan peralatan produksi (mesin-mesin).
c. Melemburkan pekerja. Alternatif ini sering dipakai dalam perencanaan agregat,
tetapi ada keterbatasannya dalam menjadwalkan kapasitas mesin dan tenaga
kerja yang ada. Jika permintaan naik, maka kapasitas produksi dapat dinaikkan
dengan melemburkan pekerja. Tetapi penggunaan lembur hanya dapat
dilakukan dalam batas-batas maksimum kerja lembur yang bisa dilakukan
perusahaan, misalnya pemerintah mengatur kerja lembur tidak boleh melebihi
25% dari waktu total kerja reguler. Kenaikkan kapasitas produksi melebihi
aturan tersebut hanya dapat dilakukan melalui penambahan tenaga kerja.
Alternatif lembur akan menyebabkan biaya tambahan karena biasanya tarif
upah lembur adalah 150% dari upah regular. Jika permintaan turun, maka
kapasitas produksi dapat disesuaikan dengan mengatur pekerja (undertime).
Undertime akan mengakibatkan biaya tetap yang harus dibayar meskipun
tenaga menganggur, kecuali manajemen dapat memberikan kerja tambahan
selama mereka menganggur seperti pemeliharaan mesin dan lain-lain.
d. Mensubkontrakkkan sebagian pekerjaan pada saat sibuk. Alternatif ini akan
mengakibatkan tambahan ongkos karena subkontrak dan ongkos kekecewaan
konsumen bila terjadi kelambatan penyerahan dari barang yang
disubkontakkan.
Masing-masing alternatif tersebut akan mempunyai dampak yang
berpengaruh secara psikologis (moral, produktivitas) maupun non psikologis
(ongkos, efisiensi). Sebagai contoh, perusahaan yang menaikkan tingkat produksi
dengan cara lembur pada saat permintaan tinggi ada kemungkinan akan mengalami
penurunan semangat pekerja pada saat lembur ditiadakan. Biasanya bagian
perencanaan produksi akan membuat strategi perencaan agregat dengan
9
mengkombinasikan alternatif-alternatif di atas sehingga fluktuasi permintaan dapat
dikendalikan dan biaya total produksi yang direncanakan dapat ditekan seminim
mungkin.
2.7. Metode Perencanaan Agregat Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan pada perencanaan produksi agregat. Beberapa diantaranya adalah
sebagai berikut:
Jumlah Tenaga Kerjanya Tetap dan Struktur Biayanya Linier
Trial and Error
Program Linier
Transportasi
Programa Dinamis
Jumlah Tenaga Kerjanya Berubah-ubah dan Struktur Biayanya Linier
Programa Linier
Jumlah Tenaga Kerjanya Berubah-ubah dan Struktur Biayanya Non Linier
Linier Decision Rule
Heuristic Search
Metode Trial-Error Metode trial-error ini merupakan metode yang paling sederhana, tetapi tidak
menghasilkan keputusan yang optimal. Metode ini memerlukan ketelitian dalam
perhitungannya, karena sekali langkah awal salah, maka langkah berikutnya akan
salah.
Metode Transportasi Perencanaan agregat dapat mengunakan metode transportasi yang
merupakan bagian dari perencanaan produksi programa linier dengan jumlah
tenaga kerja (work force) tetap. Metode ini mengijinkan penggunaan produksi
reguler, overtime, inventori, backorder, dan subkontrak. Hasil perencanaan yang
diperoleh dapat dijamin optimal dengan asumsi optimistik bahwa tingkat produksi
(yang dipengaruhi oleh hiring dan training pekerja) dapat dirubah dengan cepat.
Agar metode ini dapat diaplikasikan, kita harus memformulasikan persoalan
perencanaan agregat sehingga :
a. Kapasitas tersedia (supplay) dinyatakan dalam unit yang sama dengan
kebutuhan (demand).
10
b. Total kapasitas untuk horison perencanaan harus sama dengaN total
peramalan kebutuhan. Bila tidak sam, kita gunakan variabel bayangan (dummy)
sebanyak jumlah selisih tersebut dengan unit cost = 0.
c. Semua hubungan biaya merupakan hubungan linier.
Metode Programa Dinamis Tanpa Backorder Programa dinamis dapat diaplikasikan dalam menyelesaikan problem
perencanaan produksi agregat dengan batasan-batasan tertentu. Ada 2 algoritma
yang diperkenalkan, yaitu Algoritma Wagner Within yang digunakan untuk membuat
perencanaan produksi tanpa ada kasus backorder, dan Algoritma Zangwill yang
digunakan untuk membuat perencanaan produksi yang melibatkan kasus
backorder.
Asumsikan bahwa biaya produksi pada periode-t (C(Pt)) mengikuti tungsi
sebagai berikut :
0 bila Pt = 0
C(Pt) =
At + bPt bila Pt > 0 (1.1)
dimana :
At = biaya produksi tetap pada periode-t
b = biaya produksi variabel per-unit
Pt = jumlah produksi pada periode –t
Bila kita definisikan variabel-variabel berikut ini sedemikian, dimana :
Ft = peramalan (forecast) permintaan pada periode t
It = persediaan (inventory) pada akhir periode t
Maka Wagner dan Within menyatakan bahwa solusi optimal akan mempunyai sifat-
sifat sebagai berikut :
It-1 . Pt (1.2)
Pt = 0, Ft, Ft+Ft+1, Ft+ Ft+1+ Ft+2,........., ∑ Ft (1.3)
Persamaan (1.2) menyatakan bahwa untuk periode-t kapanpun kita dapat
memakai persediaan dari periode sebelumnya untuk memenuhi semua permintaan
pada periode sekarang (It-1 > Ft, Pt = 0) atau kita dapat memenuhi semua
permintaan pada periode sekarang hanya memproduksi saja tanpa menggunakan
persediaan (Pt > Ft , It-1 = 0).
11
Persamaan (1.3) menyatakan bahwa jumlah produksi yang ditetapkan dalam
periode kapanpun akan merupakan produksi keseluruhan periode atau kombinasi
dari keseluruhan periode.
Asumsikan bahwa akan dibuat perencanaan produksi yang sederhana untuk
dua periode dengan peramalan permintaan F1 = F2 = 10. Jika backorder tidak
diperbolehkan, maka akan ada 11 kombinasi yang mungkin dan jumlah produksi (Pt)
sebagai berikut :
P1 P2
20
19
18
-
-
-
12
11
10
0
1
2
-
-
-
8
9
10
Tabel 2.1 Contoh Data Peramalan Produksi
karena It-1 . Pt=0, maka kasus tersebut akan mengakibatkan dua jadwal utama yaitu:
karena kita hanya perlu mengevaluasi jadwal yang utama, maka akan ada
pengurangan usaha yang besar dalam perhitungan.
P1 P2
20
10
0
10
Tabel 2.2 Contoh Hasil Evaluasi Data Peramalan Produksi
Struktur dari situasi perencanaan untuk banyak periode ditunjukkan pada gambar
dibawah ini :
12
Pada akhir periode ke-j kapanpun, dimana Ij = 0, maka akan ada sejumlah strategi
produksi yang mungkin sehingga memenuhi seluruh permintaan yang masih tersisa
dalam horison perencanaan, J+1 sampai T.
0 j k t
Bila Cjk = ongkos produksi pada periode –j+1 untuk memenuhi permintaan pada
j+1, j+2,....,k.
Cjk diatas termasuk biaya produksi dan biaya persediaan selama sub-periode-j ke
periode-k adalah sebagai berikut :
C(Pjk) = AI + bI (Fj+1 + Fj+2 +.....+ Fk)
= AI + bI PI
– ]
j < r < k
C (Ir) =
dimana :
hr = biaya simpan untuk periode-r
C(Pjk) = biaya produksi untuk interval j ke k
C (Ir) = biaya persediaan yang dibawa pada akhir periode-r
C(Ijk) = biaya persediaan yang dibawa selama interval j ke k
Oleh karena itu, total biaya produksi dan persediaan selama periode –j ke –k dapat
ditulis sebagai berikut :
TCjk = C(Pjk) + C(Ijk)
= Aj+1 + bPj+1 +
TCjk merupakan semua biaya-biaya yang terlibat dalam subperiode ke-k dalam
keseluruhan horizon perencanaan dari 0 ke T.
13
Untuk mendefinisikan persamaan, program dinamis rekursiv yang akan
menghasilkan solusi optimal, maka diperoleh persamaan ;
Zk = TCjk} , k = 1,2,......,T
Hal ini berarti bahwa setiap tahap rekursiv, kita mencari kombinasi biaya produksi
mminimum diantara dua titik regenerasi (j dan k) ditambah dengan solusi optimal
ke-j. Langkah rkursiv dihitung untuk ke T, dimana Zo* = 0.
Metode Programa Dinamis Dengan Backorder Pada bagian sebelumnya, algoritma Wagner –Within terlihat dapat
dialokasikan pada kondisi dimana kurva biaya yang berbeda dari periode ke
periode tanpa mempunyai sifat peningkatan biaya marginal. Hal ini berlaku pada
kasus dimana biaya-biaya bersifat konkav dan pada kasus khusus dengan:
0 bila Pt = 0
C(Pt) =
At + bPt bila Pt > 0
dimana bt tidak konstan untuk semua periode-t.
Zangwill memperbaki algoritma Wagner-Within untuk kasus yang
memperbolehkan terjadinya backorder. Keputusan produksi pada kasus dengan
backorder ini dapat digambarkan sebagai berikut :
0 j l k t
Bila TCjk adalah biaya minimum untuk satu periode, j+1, j+2,....., k untuk
memenuhi permintaan yang terjadi selama periode j+1 sampai k, dan bila kegiatan
produksi terjadi selama periode I, dimana terjadi backorder terakumulasi dari
periode j+1 sampai I, maka kegiatan produksi pada periode-I harus dapat dengan
segera memenuhi kondisi backorder sebelumnya dan juga harus dapat
menyediakan inventori untuk memenuhi permintaan dari periode I+1 sampai k,
secara lebih tepatnya, karena
C(Pjk) = AI + bI (Fj+1 + Fj+2 +.....+ Fk)
= AI + bI PI
14
dimana :
PI =
Ongkos persediaan dan backorder adalah sebagai berikut :
C(Ijk) = =
C(Sjk) = =
dimana :
St = backorder pada akhir periode-t
Pt = ongkos penalti per-unit terjadinya backorder (Pt biasanya disimbolkan juga
dengan t)
sehingga :
TCjk =
dan programa dinamik rekursivnya adalah :
Zk =
15
PHASE 1Peramalan Permintaan
Agregat
Time SeriesWith Seasionals
MovingAverage
Exponential Smoothing
Yang lain
2.8. Fase-Fase Perencanaan Agregat Pengembangan perencanaa agregat mengikuti prosedur yang terdiri dari
empat fase. Setelah prosedur ini diaplikasikan beberapa kali dan persoalan-
persoalan pokok yang terlibat pada fase 2 dan 3 telah dapat dipecahkan, maka
pihak manajemen dapat memproses langsung dari fase 1 ke fase 4.
Gambar 2.2. Fase-fase Perencanaan Agregat
FASE 1 : Persiapan Peramalan Permintaan Agregat
Peramalan permintaan agregat mencakup beberapa permintaan yang
diperkirakan pada tiap-tiap periode selama horison perencanaan dalam satuan unit
yang sama untuk semua jenis item produk yang dihasilkan. Peramalan ini dapat
menggunakan analisis deret waktu, rata-rata bergerak, dan lain-lain.
FASE 2 : Mengkhususkan Kebijaksanaan Organisasi Untuk Melancarkan
Penggunaan Kapasitas
Pada fase ini, manajemen mencoba mengidentifikasi kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang dapat melancarkan perkiraan permintaan agregat yang telah
diramalkan pada fase sebelumnya. Kombinasi dari kebijaksanaan-kebijaksanaan
PHASE 3Pemilihan Alternatif
Produksi
Subkontrak
Backorder
Penetapan tenaga kerja:
-Overtime-Undertime
Variabel tenaga kerja:
-Penyewaan-Pemberhentian
Inventory
PHASE 4Alokasi Permintaan
pada Periode Produksi
PHASE 2Smooth Out
Utilisasi kapasitas
Produk Komplementer
Harga
Promosi
Waktu Pengiriman yang
Fleksibel
16
yang paling diinginkan akan merupakan strategi terbaik untuk mengantisipasi
permintaan dimasan mendatang yang bersifat musiman dan berfluktuasi secara
acak. Penentuan kebijaksanaan ini akan melibatkan kerja sama divisi marketing
dengan divisi produksi, dimana kebijaksanaan-kebijaksanaan umum yang biasa
diambil adalah:
1) Memperkenalkan produk pelengkap pada saat permintaan tahunan produk
utama menurun, misalnya produsen AC akan memperkenalkan produk berupa
unit pemanas pada saat musim dingin tiba.
2) Memberikan diskon harga pada saat yang tidak sibuk, misalnya tarif pulsa
telepon pada malam hari lebih murah 75% dibanding jam-jam sibuk.
3) Meningkatkan kegiatan promosi untuk mempengaruhi konsumen.
4) Menawarkan perjanjian khusus kepada konsumen untuk mendapatkan batas
waktu pengiriman barang yang fleksibel sehingga kegiatan produksi dapat
dijadwalkan lebih merata.
FASE 3 : Menentukan Alternatif Produksi yang Layak
Fase ini terdiri dari 2 alternati, yaitu :
1) Merubah tingkat produksi dengan tenaga kerja yang sama, hal ini dilakukan
dengan melemburkan karyawan yang ada pada saat permintaan tingggi, dan
mengalokasikan karyawan yang ada ke pekerjaan non produksi pada saat
permintaan turun.
2) Merubah tingkat produksi dengan merubah jumlah tenaga kerja, hal ini
dilakukan dengan merekrut tenaga kerja baru pada saat permintaan tinggi dan
memberhentikan tenaga kerja pada saat permintaan turun.
FASE 4 : Menentukan Strategi Produksi yang Optimal
Setelah alternatif produksi yang layak telah dipilih dan dihitung perkiraan
ongkosnya, langkah berikutnya adalah menentukan strategi produksi yang optimal.
Langkah ini melibatkan pengalokasian peramalan permintaan dengan
menggunakan alternatif-alternatif dalam setiap periode yang meminimasikan ongkos
total untuk keseluruhan horison perencanaan. Metode perencanaan agregat untuk
mengalokasikan permintaan selama periode produksi adalah bervariasi tergantung
asumsi-asumsi yang dibuat pada alternatif-alternatif yang dianggap layak dan
biayanya (Linier atau Non Linier). Secara matematis, maka ongkos produksi selama
periode-t adalah;
Ct = CR + CO + CI + CB + CH + CF + CS
17
dimana :
Ct = ongkos produksi pada periode-t
CR = ongkos produksi reguler
CO = ongkos produksi overtime (lembur)
CI = ongkos unit yang dipakai dari inventori (persediaan)
CB = ongkos backorder
CH = ongkos hiring (penambahan tenaga kerja)
CF = ongkos firing (pemberhentian tenaga kerja)
CS = ongkos subkontrak
Sedangkan ongkos total produksi selama horison perencanaan (TPC) adalah :
TPC – C1 + C2 + ..... + C12 = ∑ Ct
2.9. Prosedur Praktikum Praktikum perencanaan agregat dilakukan dengan menggunakan software
WinQSB, dengan langkah – langkah sebagai berikut:
• Buka program WinQSB dan pilih modul Agregate Planning.
• Muncul tampilan sebagai berikut:
Gambar 2. 3 Tampilan Awal WinQSB Agregate Planning
• Pilih problem type “Simple Models” dan isi judul perencanaan, periode
perencanaan, dan kapasitas lalu klik OK
18
• Muncul tampilan seperti berikut, isi jumlah permintaan tiap periode.
Gambar 2. 4 Tampilan Planning Information WinQSB
• Setelah jumlah permintaan, kapasitas dan biaya di isi maka klik gambar orang
sehingga muncul tampilan sebagai berikut:
Gambar 2. 5 Tampilan Agregate Planning Option
• Pilih metode agregat planning yang anda inginkan, laku klik OK, maka akan
muncul tampilan hasil dari perencanaan seperti berikut:
Gambar 2. 6 Tampilan Planning Result WinQSB
19
• Simbol akan menampilkan biaya dalam perencanaan agregat.
Gambar 2. 7 Tampilan Cost Analysis WinQSB
• Simbol digunakan untuk menampilkan grafik dari perencanaan agregat.
Gambar 2. 8 Grafik Perencanaan Agregat
20
BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
3.1. Data Permintaan 6 Bulan Ke Depan Berikut adalah tabel data permintaan produk AADC Chair untuk 6 bulan ke depan
Tabel 3. 1 Data Permintaan AADC Chair untuk 6 Bulan Ke Depan
Bulan Peramalan (unit)
Jumlah Hari Kerja (hari)
Jumlah Jam Kerja (jam)
Januari 1,306 22 176 Februari 1,133 21 168 Maret 1,503 19 152 April 1,253 20 160 Mei 1,553 20 160
Tabel 3. 2 Informasi Lain yang Dibutuhkan Biaya Tenaga Kerja (/orang/hari) Rp 24,000 Biaya Penyimpanan persediaan (/unit/bulan) Rp 1,000 Biaya marginal sub kontrak (/unit) Rp 6,000 Biaya penambahan tenaga kerja (/orang) Rp 45,000 Biaya pengurangan tenaga kerja (/orang) Rp 100,000 Rata-rata produksi (unit/jam) 2 Jumlah Jam Kerja (jam) 8 Kapasitas sub kontrak (unit/bulan) 500
3.2. Strategi yang Digunakan Berikut adalah beberapa strategi yang digunakan dalam praktikum Sistem Produksi
modul 2 ;
3.2.1. Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan Pada strategi ini jumlah karyawan dan waktu kerja dipertahankan tetap
sehingga akan menghasilkan tingkat persediaan produksi yang relative
konstan.kelebihan produksi yang terjadi pada periode permintaan rendah
disimpan sebagai persediaan yang nantinya digunakan untuk menutupi
kekurangan pada waktu terjadinya permintaan yang lebih tinggi dari tingkat
produksi.
Kelemahan strategi ini adalah mengakibatkan ongkos persediaan yang
tinggi, yang berupa sewa gudang, administrasi, asuransi, kerusakan
material, dan bertambahnya modal tertanam. Namun di pihak lain, pada saat
terjadi permintaan tinggi, perusahaan dapat menghindari terjadinya
kehilangan penjualan karena memiliki kelebihan persediaan yang diperoleh
pada saat permintaan rendah.
21
Berikut adalah hasil perhitungan untuk Perencanaan Agregat Variasi Tingkat
Persediaan: Tabel 3. 3 Planning Result Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan
Bulan Permintaan (unit)
Jumlah Hari Kerja
(hari)
Jumlah Tenaga Kerja
(orang)
Jumlah Jam
Tersedia (jam
orang)
Jumlah Produksi
(unit)
Akumulasi Persediaan
(unit)
Initial 16 0 Januari 1,306 22 16 2,816 1,408 102 Februari 1,133 21 16 2,688 1,344 313 Maret 1,503 19 16 2,432 1,216 26 April 1,253 20 16 2,560 1,280 53 Mei 1,553 20 16 2,560 1,280 -220 Juni 1,203 21 16 2,688 1,344 -79 Total 7,951 7,872
Perhitungan Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan
a. Jumlah Jam Tersedia
b. Jumlah Produksi
c. Akumulasi Persediaan
Tabel 3. 4 Cost Analysis Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan
Bulan
Biaya Produksi
Reguler Time (Rp)
Biaya Persediaan
(Rp)
Total Biaya (Rp)
Januari 8,448,000 102,000 8,550,000 Februari 8,064,000 313,000 8,377,000 Maret 7,296,000 26,000 7,322,000 April 7,680,000 53,000 7,733,000 Mei 7,680,000 0 7,680,000 Juni 8,064,000 0 8,064,000 Total Biaya 47,232,000 494,000 47,726,000
22
d. Biaya Reguler Time
e. Biaya Persediaan
f. Total Biaya
Berikut adalah grafik untuk Perencanaan Agregat Tingkat Persediaan
Gambar 3. 1 Grafik Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan
Berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data, didapatkan hasil
perencanaan agregat dengan variasi tingkat persediaan sebagai berikut:
• Jumlah permintaan sebesar 7,951 unit, namun jumlah produksi yang
dihasilkan sebesar 7,872 unit. Hal ini menyebabkan strategi variasi
tingkat persediaan tidak dapat memenuhi jumlah permintaan yang ada.
• Terjadi kekurangan persediaan pada bulan Mei dan Juni dikarenakan
kapasitas produksi yang tidak sesuai.
• Jumlah tenaga kerja setiap bulan tetap, yaitu sebanyak 16 orang.
• Strategi ini menyebabkan adanya biaya persediaan karena kelebihan
produksi pada bulan dengan permintaan rendah dilakukan penyimpanan
untuk memenuhi pada saat permintaan produksi tinggi.
1,000
1,100
1,200
1,300
1,400
1,500
1,600
Jum
lah
Bulan
Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan
Peramalan(unit)
Jumlah Produksi (unit)
23
• Total biaya yang dikeluarkan untuk strategi variasi tingkat persediaan ini
sebesar Rp 47,726,000,-
3.2.2. Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja Metode ini akan melakukan pengurangan atau penambahan tenaga kerja
sesuai dengan tingkat permintaan atau kebutuhan. Perusahaan akan
melakukan penambahan tenaga kerja ketika permintaan meningkat dan
mengurangi tenaga kerja bila permintaan menurun.
Penambahan tenaga kerja memerlukan biaya rekruitmen dan pelatihan.
Biaya kompensasi dan reorganisasi seringkali harus dikeluarkan jika
dilakukan pengurangan tenaga kerja. Biaya-biaya ini biasanya diikuti oleh
biaya tak tampak seperti kemerosotan moral kerja dan turn over tenaga kerja
yang tinggi. Karena kapasitas fasilitas produksi tetap, maka penurunan
produktivitas mungkin akan terjadi jika penambahan tenaga kerja tanpa
disertai dengan penambahan peralatan produksi. Strategi ini cocok
diterapkan bila tenaga kerja yang disewa atau dikurangi mempunyai
keterampilan yang rendah dan jika pasar tenaga kerja memiliki suplai yang
besar. Bagi perusahaan yang memerlukan tenaga kerja dengan
keterampilan tinggi, strategi ini tidak mudah diterpakan karena tenaga kerja
yang demikian lebih menyukai pekerjaan yang tetap dan terjamin.
Berikut adalah hasil perhitungan untuk Perencanaan Agregat Variasi Tingkat
Tenaga Kerja: Tabel 3. 5 Planning Result Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja
Bulan Peramalan (unit)
Jumlah Hari Kerja (hari)
Jumlah Produksi
(unit)
Jumlah Tenaga Kerja
(orang)
Penambahan Tenaga
Kerja (orang)
Pengurangan Tenaga Kerja
(orang)
Initial 16 Januari 1,306 22 1,306 15 0 1 Februari 1,133 21 1,133 14 0 1 Maret 1,503 19 1,503 20 6 0 April 1,253 20 1,253 16 0 4 Mei 1,553 20 1,553 20 4 0 Juni 1,203 21 1,203 15 0 5 Total 7,951 7,951 10 11
24
Perhitungan Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja
a. Jumlah Tenaga Kerja
b. Penambahan/Pengurangan Tenaga Kerja
Tabel 3. 6 Cost Analysis Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja
Bulan
Biaya Produksi
Reguler Time (Rp)
Biaya Penambahan Tenaga Kerja
(Rp)
Biaya Pengurangan Tenaga Kerja
(Rp)
Total Biaya (Rp)
Januari 7,836,000 0 100,000 7,936,000 Februari 6,798,000 0 100,000 6,898,000 Maret 9,018,000 270,000 0 9,288,000 April 7,518,000 0 400,000 7,918,000 Mei 9,318,000 180,000 0 9,498,000 Juni 7,218,000 0 500,000 7,718,000 Total Biaya 47,706,000 450,000 1,100,000 49,256,000
c. Biaya Reguler Time
d. Biaya Penambahan Tenga Kerja
e. Biaya Pengurangan Tenaga Kerja
f. Total Biaya
25
Berikut adalah grafik untuk Perencanaan Agregat Tingkat Tenaga Kerja
Gambar 3. 2 Grafik Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja
Berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data, didapatkan hasil
perencanaan agregat dengan variasi tingkat tenaga kerja sebagai berikut:
• Jumlah permintaan sebesar 7,951 unit, jumlah produksi yang dihasilkan
sebesar 7,951 unit. Hal ini menyebabkan strategi variasi tingkat tenaga
kerja dapat memenuhi jumlah permintaan yang ada.
• Jumlah tenaga kerja setiap bulan berubah-ubah sesuai kebutuhan.
• Strategi ini menyebabkan adanya biaya penambahan dan pengurangan
karyawan dikarenakan perbedaan kebutuhan tenaga kerja di tiap
bulannya.
• Total biaya yang dikeluarkan untuk strategi variasi tingkat tenaga kerja
ini sebesar Rp 49,256,000,-
3.2.3. Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak Sub kontrak dilakukan apabila terjadi permintaan yang bertambah sementara
kapasitas produksi tidak cukup untuk memenuhinya, sedangkan perusahaan
tidak menghendaki hilangnya pelanggan. Subkontrak yang dipilih tentunya
yang dapat memenuhi standar mutu yang disyaratkan dan dapat memenuhi
jadwal pengiriman. Alternative ini akan mengakibatkan tambahan ongkos
karena sub kontrak menyebabkan harga pokok produksi menjadi lebih tinggi,
ongkos kekecewaan konsumen bila terjadi keterlambatan penyerahan dari
barang yang disubkontrakkan, dan resiko karena tidak dapat secara
langsung mengontrol mutu produk dan penjadwalannya.
0200400600800
1,0001,2001,4001,6001,800
Jum
lah
Bulan
Perencanaan Agregat VariasiTingkat Tenaga Kerja
Peramalan(unit)
Jumlah Produksi (unit)
Jumlah Tenaga Kerja(orang)
26
Berikut adalah hasil perhitungan untuk Perencanaan Agregat Variasi Tingkat
Sub Kontrak: Tabel 3. 7 Planning Result Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak
Bulan Permintaan (unit)
Jumlah Hari Kerja (hari)
Jumlah Tenaga Kerja
(orang)
Jumlah Produksi RT (unit)
Jumlah Produksi
SK (unit)
Jumlah Produksi
(unit)
Jumlah Persediaan
(unit)
Januari 1,306 22 14 1,232 74 1,306 0 Februari 1,133 21 14 1,176 0 1,176 43 Maret 1,503 19 14 1,064 439 1,503 43 April 1,253 20 14 1,120 133 1,253 43 Mei 1,553 20 14 1,120 433 1,553 43 Juni 1,203 21 14 1,176 27 1,203 43 Total 7,951 6,888 1,106 7,994 215
Perhitungan Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak
a. Jumlah Produksi Reguler Time
b. Jumlah Produksi Sub Kontrak
c. Jumlah Produksi Total
d. Jumlah Persediaan
Tabel 3. 8 Cost Analysis Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak
Bulan Biaya
Produksi RT (Rp)
Biaya Sub Kontrak
(Rp)
Biaya Persediaan
(Rp)
Total Biaya (Rp)
Januari 7,392,000 444,000 0 7,836,000 Februari 7,056,000 0 43,000 7,099,000 Maret 6,384,000 2,634,000 43,000 9,061,000 April 6,720,000 798,000 43,000 7,561,000 Mei 6,720,000 2,598,000 43,000 9,361,000 Juni 7,056,000 162,000 43,000 7,261,000 Total Biaya 41,328,000 6,636,000 215,000 48,179,000
27
e. Biaya Reguler Time
f. Biaya Sub Kontrak
g. Biaya Persediaan
h. Total Biaya
Berikut adalah grafik untuk Perencanaan Agregat Tingkat Tenaga Kerja
Gambar 3. 3 Grafik Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak
Berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data, didapatkan hasil
perencanaan agregat dengan variasi tingkat tenaga kerja sebagai berikut:
• Jumlah permintaan sebesar 7,951 unit, jumlah produksi yang dihasilkan
sebesar 7,951 unit. Hal ini menyebabkan strategi variasi tingkat sub
kontrak dapat memenuhi jumlah permintaan yang ada.
• Jumlah tenaga kerja setiap bulan tetap, yaitu sebanyak 16 orang.
0200400600800
1,0001,2001,4001,6001,800
Jum
lah
Bulan
Perencanaan AgregatVariasi Tingkat Sub Kontrak
Permintaan(unit)
Jumlah Produksi RT (unit)
Jumlah Produksi SK(unit)
28
• Pada strategi ini, jumlah produksi yang dihasilkan di setiap bulannya
sesuai dengan permintaan dan kekurangan produksi dilakukan dengan
menggunakan sub kontrak.
• Strategi ini dapat menimbulkan undertime, karena perbedaan
permintaan di tiap bulannya namun proses produksi dilakukan oleh
tenaga kerja yang tetap.
• Strategi ini menyebabkan adanya biaya sub kontrak pada bulan Maret
dan Mei, karena untuk memenuhi permintaan yang melebihi kapasitas
produksi dilakukan produksi pada sub kontrak.
• Total biaya yang dikeluarkan untuk strategi variasi tingkat sub kontrak ini
sebesar Rp 48,179,000,-
29
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil Perencanaan Agregat dengan menggunakan 3 macam
strategi didapatkan hasil: Tabel 4. 1 Perbandingan Strategi Perencanaan Agregat
Nama Strategi Perencanaan Agregat
Permintaan (unit)
Jumlah Produksi yang
dihasilkan (unit)
Total Biaya (Rp)
Variasi Tingkat Persediaan 7,951 7,872 47,726,000 Variasi Tingkat Tenaga Kerja 7,951 7,951 49,256,000 Variasi Tingkat Sub Kontrak 7,951 7,951 48,179,000
Sehingga strategi yang dipilih adalah strategi perencanaan agregat variasi tingkat
sub kontrak. Karena dengan strategi ini permintaan dapat terpenuhi dengan total
biaya lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan strategi tingkat tenaga
kerja. Untuk strategi tingkat persediaan tidak dapat dipilih karena dengan strategi
tersebut jumlah produksi tidak dapat memenuhi jumlah permintaan yang ada,
meskipun total biaya yang dihasilkan paling rendah di antara strategi yang lain.
Berikut adalah tabel rencana produksi AADC Chair 6 bulan ke depan dengan
menggunakan perencanaan agregat strategi variasi sub kontrak. Tabel 4. 2 Rencana Produksi AADC Chair 6 bulan ke depan
Bulan Permintaan (unit)
Jumlah Hari Kerja (hari)
Jumlah Tenaga Kerja
(orang)
Jumlah Produksi RT (unit)
Jumlah Produksi
SK (unit)
Jumlah Produksi
(unit)
Jumlah Persediaan
(unit)
Januari 1,306 22 14 1,232 74 1,306 0 Februari 1,133 21 14 1,176 0 1,176 43 Maret 1,503 19 14 1,064 439 1,503 43 April 1,253 20 14 1,120 133 1,253 43 Mei 1,553 20 14 1,120 433 1,553 43 Juni 1,203 21 14 1,176 27 1,203 43 Total 7,951 6,888 1,106 7,994 215
30
4.2. Saran Berdasarkan hasil dari perencanaan agregat produk kursi AADC Chair , kelompok
kami memberikan saran:
• Agregate planning sebaiknya dibuat untuk periode 12 bulan, sehingga
manajemen dapat melihat dan memenuhi kebutuhan sumber daya (tenaga
kerja dan kapasitas produksi) untuk 1 tahun ke depan.
• Pada penggunaan variasi dengan sub kontrak sebaiknya jumlah kelebihan
produksi pada bulan permintaan rendah dikeluarkan pada bulan permintaan
tinggi, sehingga tidak menghasilkan biaya penyimpanan persediaan yang
besar.
• Sebelum menggunakan strategi dengan sub kontrak, sebaiknya dibandingkan
terlebih dahulu dengan variasi jam kerja seperti penambahan waktu kerja
(overtime).
• Sebaiknya strategi perencanaan yang lain perlu dicoba, agar didapatkan hasil
perencanaan yang efektif dan efisien.
• Penggunaan software perencanaan agregat yang lain, seperti POM-QM juga
dapat membantu penyelesaian permasalahan dalam sistem produksi. Hal ini
dapat dilakukan sebagai koreksi.
DAFTAR PUSTAKA
Herjanto, Edy. 2007. Manajemen Operasi (Edisi 3). Jakarta. Penerbit: Grasindo
Ma’arif, Mohamad Syamsul dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Operasi. Jakarta.
Penerbit: Grasindo
Prasetya, Hery dan Fitri Lukiastuti. 2009. Manajemen Operasi. Yogyakarta. Penerbit:
MedPress
Lampiran 2. 1. Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan
Tabel Planning Information for Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan
Tabel Planning Result for Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan
Tabel Cost Analysis for Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan
Gambar Grafik Jumlah Produk Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan
Gambar Grafik Total Biaya Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan
Lampiran 2. 2. Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja
Tabel Planning Information for Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja
Tabel Planning Result for Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja
Tabel Cost Analysis for Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja
Gambar Grafik Jumlah Produk Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja
Gambar Grafik Total Biaya Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja
Lampiran 2. 3. Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak
Tabel Planning Information for Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak
Tabel Planning Result for Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak
Tabel Cost Analysis for Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak
Gambar Grafik Jumlah Produk Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak
Gambar Grafik Total Biaya Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak