laporan praktikum teknologi pengolahan pangan

45
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN ACARA III PEMBUATAN SUSU KEDELAI Kelompok I ARFINI HIDAYANTI A1M011051

Upload: arfini-hidayanti

Post on 19-Jan-2016

416 views

Category:

Documents


35 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

LAPORAN PRAKTIKUMTEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN

ACARA IIIPEMBUATAN SUSU KEDELAI

Kelompok I

ARFINI HIDAYANTI A1M011051

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO

2014

Page 2: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kedelai merupakan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting

peranannyadalam kehidupan. Kedelai mengandung 35% protein sedangkan kadar

protein pada varietasunggul dapat mencapai 40 - 43 %. Kebutuhan protein sebesar

55 gram per hari dapat dipenuhidengan makanan yang berasal dari kedelai

sebanyak 157,14 gram (Radiyati, 1992).

Salah satu produk olahan kedelai adalah susu kedelai. Kedelai dapat diolah

menjadi susu karena kandungan proteinnya yang cukup tinggi. Susu kedelai dapat

digunakansebagai alternatif pengganti susu sapi karena mengandung gizi yang

hampir sama denganharga yang lebih murah. Menurut Cahyadi (2007), protein

susu kedelai memiliki susunan asam amino yang hampirsama dengan susu sapi.

Kandungan protein susu kedelai mencapai 1,5 kali protein susu sapi.Selain itu,

susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat

besi,vitamin A, vitamin B1 vitamin B2, dan isoflavon.

Pada pengolahan susu kedelai terdapat kendala yaitu adanya bau langu

yang disebabkan oleh oksidasi lemak oleh enzim lipoksigenase (Jumaidi, 2009).

Timbulnya bau langu dapat dicegah salah satunya dengan menginaktivasi enzim

tersebut dengan cara pemanasan biji kedelai sebelum dipecah. Selain itu dapat

juga dilakukan dengan penggunaan air hangat saat penggilingan. Oleh karena itu

dalam praktikum pembuatan susu kedelai akan dibandingkan sifat susu kedelai

yang dibuat dari kedelai yang direbus dan tidak direbus, serta penggilingan biji

kedelai dengan air dingin dan air hangat. Sifat yang dibandingkan meliputi adanya

bau langu dan viskositas susu kedelai yang dihasilkan.

B. Tujuan

Mempelajari proses pembuatan susu kedelai dan membandingkan susu

yang dibuat dari biji kedelai yang direbus dahulu dan tidak direbus, serta ekstraksi

dengan air dingin dan air panas.

Page 3: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kedelai

Menurut para ahli botani, kedelai adalah tanaman yang berasal dari

Manchuria dan sebagian Cina, dan terdapat beberapa jenis kedelai liar yang

tergolong dalam spesies Glycine ussuriensis.Kemudian menyebar ke daerah

tropika dan subtropika serta dilakukan pemuliaan sehingga dihasilkan berbagai

jenis kedelai unggul yang dibudidayakan (Koswara,1992).

Kedelai yang dikenal sekarang termasuk dalam famili Leguminosae

(kacang-kacangan). Menurut Cahyadi (2009),klasifikasi lengkap kedelai sebagai

berikut:

Nama ilmiah : Glycine max (L) Merill

Species : Max

Genus : Glycine

Sub famili : Papilionoideae

Famili : Leguminosae

Ordo : Polypetales

1. Komposisi Kedelai

Dilihat dari segi pangan dan gizi, kedelai merupakan sumber protein yang

paling murah di dunia, di samping menghasilkan minyak dengan mutu yang baik.

Berbagai varietas kedelai yang ada di Indonesia mempunyai kadar protein 30,53

sampai 44 persen, sedangkan kadar lemaknya 7,5 sampai 20,9 persen. Biji kedelai

terdiri dari 7,3% kulit, 90,3% kotiledon dan 2,4% hipokotil (Koswara, 1992).

Diantara jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein yang

paling baik.Di samping itu, kedelai juga dapat digunakan sebagai sumber lemak,

vitamin, mineral dan serat.Komposisi rata-rata kedelai dalam bentuk biji kering

dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 4: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

Tabel 1.Komposisi kimia kedelai kering per 100 g

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1992)

Di samping mengandung senyawa berguna, ternyata pada kedelai juga

terdapat senyawa anti gizi dan senyawa penyebab off-flavor (penyimpangan cita

rasa dan aroma produk olahan kedelai).Senyawa antigizi yang sangat

mempengaruhi mutu produk olahan kedelai adalah antitripsin, hemaglutinin, asam

fitat, oligosakarida penyebab flatulensi (timbulnya gas dalam perut sehingga perut

menjadi kembung).Sedangkan senyawa penyebab off-flavor pada kedelai adalah

glukosida, saponin, estrogen, dan senyawa penyebab alergi. Dalam pengolahan,

senyawa-senyawa tersebut harus dihilangkan atau diinaktifkan, sehingga akan

dihasilkan produk olahan kedelai dengan mutu baik dan aman untuk dikonsumsi

manusia (Koswara, 1992).

2. Pengolahan Kedelai

Baik kedelai utuh maupun protein dan minyaknya dapat diolah melalui

berbagai cara menjadi berbagai macam produk pangan, pakan ternak dan produk

untuk keperluan industri. Menurut Koswara (1992), kedelai dapat langsung

dimakan maupun dalam bentuk olahannya. Kedelai yang langsung dimakan,

Komponen Jumlah

Kalori (kkal) 331,0

Protein (g) 34,9

Lemak (g) 18,1

Karbohidrat (g) 34,8

Kalsium (mg) 227,0

Fosfor (mg) 585,0

Besi (mg) 8,0

Vitamin A (SI) 110,0

Vitamin B1 (mg) 1,1

Air (g) 7,5

Page 5: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

dipersiapkan dengan perebusan, penyangraian atau penggorengan.Kedelai rebus

biasa disajikan dalam bentuk kedelai muda beserta polongnya. Sedangkan produk

hasil olahan kedelai yang dihasilkan merupakan produk kedelai yang dihasilkan

melalui proses proses pengolahan terlebih dahulu, baik secara tradisional maupun

modern.

Menurut Soemardi dan Thahir (1993), produk olahan kedelai dapat

diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu makanan nonfermentasi dan

makanan fermentasi. Pengolahan kedelai secara nonfermentasi misalnya tahu,

kembang tahu susu kedelai, tepung dan bubuk kedelai, konsentrat dan isolat

protein kedelai, daging sintetik dan minyak kedelai. Sedangkan pengolahan

kedelai secara fermentasi contohnya tempe, kecap, tauco, soygurt dan keju kedelai

(Koswara, 1992).

3. Faktor-faktor Penghambat pada Pengolahan Kedelai

Masalah utama dalam pengolahan kedelai adalah terdapatnya senyawa anti

gizi dan senyawa penyebab off-flavor. Kehadiran dua kelompok senyawa tersebut

dalam produk olahan kedelai dapat menyebabkan penurunan mutu bahkan tidak

layak dikonsumsi manusia. Berikut ini beberapa faktor penghambat pada

pengolahan kedelai menurut Koswara (1992):

a. Antitripsin

Antitripsin adalah suatu jenis protein yang menghambat kerja

enzim tripsin di dalam tubuh. Enzim tripsin merupakan enzim yang

penting dalam pencernaan protein. Aktivitas antitripsin pada kedelai dapat

dihilangkan dengan cara perendaman yang diikuti pemanasan. Pemanasan

dilakukan dengan cara perebusan, pengukusan, atau menggunakan otoklaf.

Perendaman kedelai yang terlalu lama dapat menyababkan penurunan

kandungan gizinya. Hasil penelitian Lo dkk (1970) dalam Koswara (1992)

mengungkapkan bahwa perendaman selama 24 jam dan 76 jam berturut-

turut akan menurunkan kandungan protein sebesar 36 dan 38%.

Perendaman kedelai cukup dilakukan selama 6-8 jam sehingga kadar air

Page 6: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

kedelai menjadi kira-kira 40-60% atau berat kedelai menjadi sekitar 2 kali

berat semula.

b. Hemaglutinin

Hemaglutinin atau lektin adalah suatu glukoprotein yang dapat

menyebabkan penggumpalan sel darah merah. Penggumpalan sel darah

merah biasanya terjadi dalam usus halus, sehingga penyerapan zat-zat gizi

terganggu yang akan menyebabkan pertumbuhan terhambat.

Daya gumpal hemaglutinin dapat dihilangkan dengan pemanasan

kacang kedelai, baik dengan pengukusan, perebusan dan otoklaf.

Pengukusan 100°C selama 15-20 menit dapat menghancurkan daya racun

hemaglutinin, sedangkan jika digunakan otoklaf pada suhu 121°C hanya

membutuhkan waktu 5 menit. Pengaruh perebusan terhadap aktivitas

hemaglutinin belum banyak diteliti, tetapi diduga dapat menghilangkan

aktivitas tersebut pada pemasakan di rumah tangga.

c. Asam Fitat

Asam fitat termasuk ke dalam senyawa antigizi karena dapat

mengkelat (mengikat) elemen mineral terutama seng, kalsium,

magnesium, dan besi sehingga akan mengurangi ketersediaan mineral-

mineral tersebut secara biologis. Menurut Kakade (1974) dalam Koswara

(1992), asam fitat juga dapat bereaksi dengan protein membentuk senyawa

kompleks sehingga kecepatan hidrolisis protein menjadi terhambat.

Kandungan asam fitat dalam biji kedelai tersebar merata dalam

semua bagian biji, dan jumlahnya tidak dapat diturunkan dengan

pemanasan.Asam fitat dapat dihidrolisis oleh enzim fitase menjadi inositol

dan asam posfat.Enzim fitase dalam kedelai dapat diaktifkan dengan

perendaman dalam air hangat.

d. Penyebab Bau Langu (Beany flavor)

Bau dan rasa langu merupakan salah satu masalah dalam

pengolahan kedelai.Rasa langu yang tidak disukai ini dihasilkan oleh

adanya enzim lipoksigenase pada kedelai.Hal ini terjadi karena enzim

lipoksigenase mengoksidasi lemak.Khususnya asam lemak tidak jenuh

Page 7: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

yang banyak terdapat dalam kedelai.Oksidasi lemak dapat menghasilkan

senyawa-senyawa penyebab bau langu, yang tergolong dalam kelompok

heksanal dan heksanol. Senyawa tersebut dalam konsentrasi rendah sudah

dapat menyebabkan bau langu, misalnya konsentrasi 1-heksanal sebesar

4,5 ppb sudah dapat menyebabkan bau langu.

Untuk mencegah timbulnya bau langu pada saat pengolahan

kedelai maka sebaiknya kedelai digiling dengan air mendidih (suhu tinggi)

karena dalam suhu tinggi enzim lipoksigenase menjadi tidak

aktif.Sementara ituAstawan (1991) menyatakan bahwa

penambahannatrium bikarbonat juga dapat mengurangi bau langu.

e. Penyebab Rasa Pahit dan Rasa Kapur

Disamping bau dan rasa langu, faktor penyebab off-flavor yang lain dalam

kedelai adalah rasa pahit dan rasa kapur yang disebabkan oleh adanya

senyawa-senyawa glikosida dalam biji kedelai.Diantara glikosida tersebut,

soyasaponin dan sapogenol merupakan penyebab utama rasa pahit dalam

kedelai dan produk-produk kedelai nonfermentasi.Sedangkan penyebab

rasa kapur adalah adanya isoflavon dan gugus aglikonnya.

Saponin dapat larut dalam air panas dan alkohol, dengan demikian

pengolahan kedelai dengan air panas atau alkohol dapat mengurangi rasa

pahit.Untuk mencegah rasa pahit dapat dilakukan dengan perlakuan panas

dan pengaturan pH.

B. Susu Kedelai

Salah satu produk olahan kedelai adalah susu kedelai. Susu kedelai dapat

digunakansebagai alternatif pengganti susu sapi karena mengandung gizi yang

hampir sama denganharga yang lebih murah. Protein susu kedelai memiliki

susunan asam amino yang hampirsama dengan susu sapi (Kurniasari, dkk, 2010).

Susu kedelai merupakan minuman bergizi tinggi dan sejak abad ke-2

sebelum Masehi sudah dibuat di Cina. Dari Cina kemudian berkembang ke Jepang

dan setelah Perang Dunia II berkembang ke negara-negara Asean

(Koswara,1992). Susu kedelai adalah produk minuman seperti susu sapi, tetapi

Page 8: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

dibuat dari ekstrak kedelai. Susu kedelai diperoleh dengan cara penggilingan biji

kedelai yang telah direndam dalam air. Hasil penggilingan kemudian disaring

untuk diperoleh filtrat, yang kemudian dididihkan dan diberi bumbu untuk

meningkatkan rasanya (Santoso, 2009).Menurut Radiyati (1992), susu kedelai

merupakan minuman yang bergizi karena kandungan proteinnya tinggi. Selain itu

susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat, kalsium, phosphor, zat

besi,provitamin A, Vitamin B kompleks (kecuali B12), dan air. Menurut Liu

(1997), pada dasarnya susu kedelai adalah hasil ekstraksi kedelai oleh air,

dimana penampakan dan komposisinya sangat mendekati susu sapi.

Kelebihan susu kedelai adalah tidak mengandung laktosa sehingga susu ini

cocok dikonsumsi penderita intoleransi laktosa, yaitu seseorang yang tidak

mempunyai enzim lactase dalam tubuhnya (Cahyadi, 2007). Untuk meningkatkan

kandungan gizinya, susu kedelai dapat diperkaya dengan vitamin dan mineral

yang dibutuhkan tubuh. Perbandinganantara susu kedelai dan susu sapi dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi susukedelai dan susu sapi per 100 gram

Komponen Susu Kedelai Susu Sapi

Kalori (kal) 41 61

Protein (g) 3,5 3,2

Lemak (g) 2,5 3,2

Karbohidrat (g) 5 4,3

Kalsium (mg) 50 143

Fosfor (mg) 45 60

Besi (mg) 0,7 133

Vitamin A (SI) 200 130

Vitamin B1 (mg) 0,08 0,03

Vitamin C (mg) 2 1

Air (g) 87 88,3

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, (1992).

Page 9: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

1. Syarat Susu Kedelai

Menurut Koswara (1992), untuk memperoleh susu kedelai yang baik dan

layak dikonsumsi manusia, diperlukan persyaratan sebagai berikut:

a. Bebas dari Rasa Langu

Rasa langu (Beany Flavor) merupakan rasa khas kedelai mentah,

yang umumnya tidak disenangi oleh beberapa golongan masyarakat.Beany

flavor ini merupakan faktor intrinsik yang disebabkan oleh kerusakan

oksidatif asam lemak tak jenuh karena aktivitas enzim lipoksigenase

(Smith dan Circle, 1972).Enzim tersebut mengoksidasi lemak sewaktu

dinding sel pecah oleh penggilingan terutama jika penggilingan dilakukan

secara basah dengan suhu dingin.Reaksi tersebut menghasilkan paling

sedikit delapan senyawa volatil penyebab bau langu. Menurut Smith dan

Circle (1972), enzim lipoksigenaseyang terdapat di dalam kedelai akan

mengoksidasi lipid dan menghasilkan etil-fenil-keton yang dapat

menyebabkan langu pada kedelai tersebut.

Enzim lipoksigenase mudah rusak karena panas. Oleh karena itu

untuk mencegah bau dan rasa langu dapat dilakukan dengan:

1. Menggunakan air panas (suhu 80-100°C) pada saat penggilingan

kedelai.

2. Merendam kedelai dalam air panas (suhu 80°C) selama 10-15 menit,

sebelum kedelai digiling.

b. Bebas Antitripsin

Agar bebas antitripsin, kedelai direndam dalam air atau larutan

NaHCO3 0,5% selama semalam (8-12 jam) yang diikuti dengan blanching

menggunakan air mendidih selama 30 menit.

c. Stabilitas Koloid yang Mantap

Untuk mendapatkan susu kedelai dengan stabilitas koloid yang

baik, dapat dilakukan dengan cara:

1. Menambahkan zat pengemulsi (emulsifier)

Di dalam susu kedelai terdapat bahan padat yang dapat larut dan tidak

larut dalam air. Bahan-bahan tersebut dapat membentuk suspensi yang

Page 10: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

stabil karena adanya lesitin dalam kedelai yang berperan sebagai

emulsifier alami. Tetapi pada susu kedelai yang akan dibotolkan,

sebaiknya ditambah emulsifier komersial seperi CMC (Carboxy

Methyl Cellulose) atau Tween 80.

2. Pengaturan suhu pengolahan dan penyimpanan

Penggilingan dengan air panas (90-100°C) menghasilkan koloid yang

lebih baik dibandingkan dengan penggilingan dingin (30°C).

Penyimpanan pada ruang/lemari pendingin dapat menjaga stabilitas

koloid susu kedelai. Menurut hasil penelitian, susu kedelai yang

dipasteurisasi dan kemudian disimpan pada suhu 4°C mempunyai

stabilitas yang mantap dan tidak terjadi kerusakan setelah

penyimpanan selama 2 bulan.

3. Homogenisasi

Homogenisasi adalah suatu proses untuk mendapatkan ukuran globula

lemak yang seragam. Peralatan untuk homogenisasi disebut

homogenizer. Untuk menghasilkan susu kedelai dengan stabilitasyang

baik, homogenisasi dilakukan dua kali dengan tekanan yang berbeda.

4. Pengaturan kadar protein

Jika kadar protein susu kedelai 7 persen atau leih, susu kedelai akan

lebih kental dan membentuk gumpalan jika dipanaskan, sehingga

kurang disukai konsumen. Untuk mendapatkan susu kedelai yang baik

(tidak menggumpal jika dipanaskan), maka kadar protein susu kedelai

harus kurang dari 7%. Keadaan ini diperoleh dengan penambahan air

pada bubur kedelai hasil penggilingan sehingga rasio air dan kedelai

menjadi 10:1. Dengan cara ini diperoleh kadar protein sebesar 3-4%.

Selain syarat tersebut di atas, di Indonesia ada standar atau syarat mutu

susu kedelai telah ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional dalam SNI

(1995). Syarat mutu susu kedelai dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Page 11: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

Tabel 3. Syarat Mutu Susu Kedelai

No Kriteria Uji Persyaratan

1Keadaan:

Bau

Rasa

Warna

Normal

Normal

Normal

2 pH 6,5 – 7,0

3 Protein (%) Min. 2,0

4 Lemak (%) Min. 1,0

5 Total padatan (%) Min. 11,50

6 Keasaman (dihitung sebagai asam

laktat0,5-2,0

7 Cemaran Logam:

Timbal (mg/kg)

Tembaga (mg/kg)

Timah (mg/kg)

Raksa (mg/kg)

Arsen (mg/kg)

Seng (mg/kg)

Maks. 0,2

Maks. 2,0

Maks. 40,0

Maks. 0,03

Maks. 0,1

Maks. 5,0

8 Cemaran Mikroba:

Angka lempeng total (koloni/ml)

Salmonella

Staphilococcus aerus

Escheresia coli (APM/ml)

Vibrio sp.

Kapang (koloni/ml)

Maks. 2 x 102

Negatif

Negatif

< 3

Negatif

Maks. 50

Sumber: Standar Nasional Indonesia (1995)

Page 12: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

2. Pembuatan Susu Kedelai Cair

Menurut Cahyadi (2009), susu kedelai cair dibuat dengan teknologi dan

peralatan yang sederhana, serta tidak memerlukan keterampilan khusus. Susu

kedelai dapat disajikan dalam bentuk murni, artinya tanpa penambahan gula dan

cita rasa baru, tetapi dapat juga ditambah gula atau flavor (essense seperti mocca,

pandan, vanili, cokelat, dan lain-lain). Jumlah gula yang ditambahkan biasanya

sekitar 5-7% dari berat susu (Koswara,1992). Namun untuk meningkatkan selera

anak-anak biasanya kandungan gula ditingkatkan menjadi 5-15%. Tetapi menurut

hasil penelitian di Filipina kadar gula 11% menyebabkan lekas kenyang dan cepat

bosan. Maka kadar gula yang dianjurkan adalah 7%.

Secara sederhana, pembuatan susu kedelai adalah sebagai berikut

(Cahyadi, 1992):

a. Bersihkan kedelai dari segala kotoran, kemudian dicuci.

b. Rebus kedelai yang telah bersih selama kira-kira 15 menit, lalu rendam

dengan air bersih selama kira-kira 12 jam.

c. Cuci kedelai sampai kulit arinya terlepas, hancurkan dengan penggiling

dengan penambahan air panas.

d. Saring campuran dengan kain saring sehingga diperoleh larutan susu

kedelai.

e. Tambahkan gula pasir, garam, dan perasa (vanila atau cokelat) secukupnya

ke dalam larutan susu lalu aduk sampai merata dan panaskan sampai

mendidih.

Page 13: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum pembuatan susu kedelai dilaksanakan pada hari

Kamis tanggal 27Maret 2014bertempat di Laboratorium

Pengolahan Pangan, Gedung Laboratorium Teknologi Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

B. Bahan dan Alat

Bahan : biji kedelai 300 g tiap perlakuan, gula pasir, garam,

dan air.

Alat : blender, kain saring, panci, kompor, timbangan,

pengaduk, gelas.

C. Prosedur

Menimbang biji kedelai yang sudah disortasi dan bebas

dari benda asing sebanyak masing-masing 300 g untuk

setiap perlakuan (adan 6 perlakuan)

Memisahkan biji tersebut menjadi 3 kelompok, yaitu R1=

tidak direbus, R2= direbus 5 menit, dan R3= direbus 15

menit

Merebus biji kedelai dengan 300 ml air mendidih selama

waktu yang ditentukan (sesuai perlakuan), kemudian

merendam biji kedelai tersebut dalam air rebusan selama

3-4 jam. Pada biji yang tidak direbus, biji langsung

direndam dalam air dingin selama 3-4 jam.

Mengupas kulit biji kedelai.

Page 14: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

Menimbang biji kedelai yang telah dikupas

Menggiling kedelai kupas dengan penambahan air

(kedelai:air = 3:1).Penggilingan dilakukan menggunakan

air dingin (E1) dan air panas suhu ±85°C (E2) untuk

masing-masing perlakuan, sehingga diperoleh 6 kombinasi

perlakuan, yaitu R1E1; R1E2; R2E1; R2E2; R3E1; R3E2.

Menyaring kedelai giling menggunakan kain saring.

Mengukur volume filtrat sebanyak 100 ml.

Merebus filtrat dengan penambahan gula pasir 5% dan

garam 0,2%, selama pemasakan diaduk-aduk hingga

mendidih.

Setelah susu kedelai matang, dibiarkan dingin kemudian

melakukan pengamatan adanya bau langu pada susu

kedelai dan viskositasnya.

Page 15: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Pengamatan susu kedelai yang dihasilkan meliputi adanya

bau langu dan viskositas susu kedelai pada setiap kombinasi

perlakuan. Pembuatan susu kedelai yang telah dilakukan ada 6

kombinasi perlakuan, yaitu:

R1E1 = tidak direbus dan digiling dengan air dingin

R2E1 = direbus selama 5 menit dan digiling dengan air

dingin

R3E1 = direbus selama 15 menit dan digiling dengan air

dingin

R1E2 = tidak direbus dan digiling dengan air panas

R2E2 = direbus selama 5 menit dan digiling dengan air

panas

R3E2= direbus selama 15 menit dan digiling dengan air

panas

1. Tabel hasil pengamatan adanya bau langu susu

kedelai

N

oPanelis

Perlakuan

R1E1 R2E1 R3E1 R1E2 R2E2 R3E2

1 A 1 4 3 2 4 3

2 B 2 4 2 3 4 4

3 C 2 4 3 2 4 4

4 D 3 3 2 2 2 3

5 E 2 4 4 3 3 4

6 F 3 2 3 3 4 4

7 G 3 3 4 3 1 4

8 H 2 4 4 4 3 4

9 I 3 3 2 1 4 3

Page 16: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

10 J 3 2 1 2 2 4

11 K 2 3 4 2 4 4

12 L 2 3 1 2 4 4

13 M 2 3 4 3 2 4

14 N 3 3 3 1 2 4

15 O 1 3 4 3 4 4

Total 34 48 44 36 47 57

Rata-

rata2,27 3,2 2,93 2,4 3,13 3,8

Lang

u

Agak

lang

u

Agak

lang

u

Lang

u

Agak

lang

u

Tida

k

lang

u

Keterangan : 1 = sangat langu 3 = agak langu

2 = langu 4 = tidak langu

2. Tabel hasil pengamatan viskositas susu kedelai

N

oPanelis

Perlakuan

R1E1 R2E1 R3E1 R1E2 R2E2 R3E2

1 A 2 4 1 4 1 1

2 B 2 1 3 4 2 3

3 C 2 1 1 4 1 1

4 D 1 1 1 4 1 1

5 E 3 3 2 4 1 1

6 F 2 2 2 4 2 1

7 G 3 1 1 4 1 1

8 H 3 3 1 4 1 1

9 I 3 1 3 4 3 1

10 J 1 1 1 4 1 1

11 K 3 1 3 4 1 1

Page 17: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

12 L 3 1 3 4 1 1

13 M 1 1 1 4 1 1

14 N 3 2 2 4 1 1

15 O 1 1 1 4 1 1

Total 31 24 23 60 19 17

Rata-

rata2,07 1,6 1,53 4 1,27 1,13

Agak

ence

r

Agak

ence

r

Agak

ence

r

Sang

at

kent

al

Ence

r

Ence

r

Keterangan : 1 = encer 3 = agak kental

2 = agak encer 4 = sangat kental

3. Tabel hasil pengamatan kesukaan susu kedelai

N

oPanelis

Perlakuan

R1E1 R2E1 R3E1 R1E2 R2E2 R3E2

1 A 2 3 2 1 4 3

2 B 1 4 3 3 4 2

3 C 3 2 2 3 4 2

4 D 2 2 2 1 4 2

5 E 2 2 1 3 2 3

6 F 2 3 2 1 4 3

7 G 3 2 2 2 1 2

8 H 1 2 1 1 3 2

9 I 3 3 3 1 3 3

10 J 2 2 1 2 1 2

11 K 1 2 2 1 2 2

12 L 1 3 1 1 2 4

Page 18: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

13 M 1 3 4 1 2 2

14 N 2 2 2 2 1 2

15 O 2 2 2 1 1 2

Total 29 37 30 24 38 36

Rata-

rata1,93 2,47 2 1,6 2,53 2,4

Suka Suka Suka Suka

Tida

k

Suka

Suka

Keterangan : 1 = sangat suka 3 = agak suka

2 = suka 4 = tidak suka

Page 19: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

B. Pembahasan

Pada praktikum pembuatan susu kedelai, susu kedelai

diperoleh dari ekstrak kedelai yang kemudian dididihkan dengan

penambahan sedikit gula dan garam. Untuk memperoleh ekstrak

kedelai, dilakukan ekstraksi dengan cara penggilingan biji kedelai

kemudian menyaringnya. Dalam ekstraksi kedelai, penggilingan

dilakukan dengan penambahan air. Air yang digunakan dapat air

dingin maupun air panas (suhu tinggi). Perbedaan suhu air pada

saat penggilingan kedelai akan mempengaruhi ekstrak kedelai

yang nantinya akan menjadi susu kedelai. Menurut Koswara

(1992), penggilingan menggunakan air panas (suhu 80-100°C)

merupakan salah satu upaya untuk mencegah timbulnya bau

dan rasa langu pada kedelai, sehingga susu yang dihasilkan

terbebas dari bau dan rasa langu. Hal ini disebabkan oleh adanya

panas dapat menginaktifkan enzim lipoksigenase yang

merupakan penyebab bau langu. Selain itu, menurut Maryam

(2007), adanya variasi suhu air pada proses penggilingan akan

memberikan dampak yang bervariasi pada saridele yang

dihasilkan. Secara umum semakin tinggi suhu pelarut, akan

mengakibatkan interaksi antara molekul pelarut dan zat terlarut

semakin tinggi. Akibatnya komponen yang terlarutakan semakin

banyak. Keadaan ini akan menyebabkan saridele yang dihasilkan

akan semakin pekat pula.

Perlakuan pendahuluan pada pembuatan susu kedelai

adalah perebusan biji kedelai, perendaman biji kedelai, dan

mengupasan kulit biji kedelai sebelum kedelai digiling.

Perebusan biji kedelai sebelum penggilingan dilakukan untuk

menginaktifkan enzim lipoksigenase (penyebab bau langu).

Pemanasan biji kedelai (dengan perebusan) dapat

menginaktifkan enzim penyebab bau langu tersebut. Dengan

Page 20: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

demikian jika dalam pembuatan susu kedelai tanpa perebusan

kedelai sebelum penggilingan, maka susu kedelai yang

dihasilkan memiliki bau dan rasa langu. Perendaman biji kedelai

sebelum penggilingan juga dimaksudkan untuk mencegah

timbuknya bau langu. Menurut Koswara (1992), merendam

kedelai dalam air panas (suhu 80°C) selama 10-15 menit

sebelum kedelai digiling dapat mencegah timbulnya bau langu

pada susu kedelai yang dihasilkan. Pengupasan kulit biji kedelai

sebelum kedelai digiling bertujuan untuk menghilangkan

senyawa penyebab rasa pahit dan rasa kapur yang terdapat

dalam kulit biji kedelai, selain itu pengupasan kulit biji kedelai

juga dapat mempermudah ekstraksi kedelai.

Setelah diperoleh ekstrak kedelai, ekstrak kedelai

ditambah gula pasir 5% dan garam sebanyak 0,2% untuk

meningkatkan citarasa susu kedelai. Selanjutnya ekstrak kedelai

direbus sampai mendidih. Perebusan dilakukan untuk

menginaktifkan mikroorganisme sehingga memperpanjang umur

simpan. Selain itu perebusan juga dapat menghilangkan

senyawa-senyawa antigizi yang terdapat dalam kedelai. Menurut

Koswara (1992), kedelai mengandung beberapa senyawa antigizi

yaitu senyawa antitripsin, hemaglutinin, asam fitat, oligosakarida

penyebab flatulensi, penyebab bau langu, rasa pahit dan rasa

kapur. Salah satu cara menghilangkan atau menginaktifkan

senyawa-senyawa tersebut adalah dengan pemanasan

(perebusan).

Pada praktikum pembuatan susu kedelai, perlakuan yang

diujikan dilakukan adalah perlakuan perebusan sebelum kedelai

digiling dan perlakuan penggunaan variasi suhu pada saat

penggilingan. Secara keseluruhan dalam praktikum pembuatan

susu kedelai ada enam kombinasi perlakuan. Setelah diperoleh

Page 21: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

susu kedelai dari enam kombinasi perlakuan tersebut

selanjutnya dilakukan pengamatan adanya bau langu dan

viskositas masing-masing susu kedelai. Pengamatan tersebut

dilakukan oleh 15 panelis semi terlatih yang terdiri dari

mahasiswa praktikan pembuatan susu kedelai.

Bau Langu Pada Susu Kedelai

Berdasarkan hasil pengamatan adanya bau langu pada

susu kedelai yang dihasilkan, susu kedelai perlakuan R1E1dan

R1E2 yaitu kedelai yang tidak direbus dan diekstraksi

(digiling)menggunakan air dingin maupun air panas

menghasilkan susu kedelai yang langu.Kedelai yang direbus 5

menit dan diekstraksi dengan air dingin (R2E1) maupun dengan

air panas (R2E2) menghasilkan susu kedelai yang agak langu.

Begitu pula dengan kedelai yang direbus 15 menit dan

diekstraksi dengan air dingin (R3E1) menghasilkan susu kedelai

yang agak langu. Susu kedelai yang tidak langu dihasilkan oleh

perlakuan R3E2 yaitu direbus selama 15 menit dan diekstraksi

dengan air panas.

Secara umum perlakuan perebusan kedelai sebelum

penggilingan dapat mengurangi adanya bau langu pada susu

kedelai yang dihasilkan. Pada perlakuan R1 dimana kedelai tidak

direbus baik digiling (ekstraksi) dengan air dingin maupun air

panas, menghasilkan susu kedelai yang memiliki bau langu.

Sedangkan kedelai yang direbus sebelum penggilingan

menghasilkan susu kedelai yang kurang memilikibau langu (agak

langu) bahkan tidak langu.

Proses dan lama perebusan juga mempengaruhi adanya

bau langu pada susu kedelai yang dihasilkan. Pada perlakuan

R2E2 dimana kedelai direbus selama 5 menit dan digiling dengan

Page 22: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

air panas, menghasilkan susu kedelai yang agak langu. Jika

dibandingkan dengan perlakuan R3E2 (direbus selama 15 menit

dan digiling dengan air panas), maka susu kedelai yang direbus

selama 5 menit memiliki bau yang lebih langu karena susu

kedelai perlakuan R3E2 menghasilkan susu kedelai yang tidak

langu. Dengan demikian semakin lama perebusan kedelai maka

semakin efektif dalam menghilangkan bau langu susu kedelai.

Hal tersebut juga sesuai dengan teori bahwa proses pemanasan

(perebusan) kedelai dapat menginaktifasi enzim lipoksigenase

pada kedelai sehingga dapat mengurangi bau langu yang timbul

pada susu kedelai

Pada perlakuan kedelai yang tidak direbus dan digiling

dengan air panas maupun air dingin (R1E1 dan R1E2), susu

kedelai yang dihasilkan sama-sama memiliki bau langu.Pada

perlakuan kedelai yang direbus selama 5 menit dan

digilingdengan air panas maupun air dingin (R2E1 dan R2E2)

sama-sama menghasilkan susu kedelai yang agak langu. Jika

hasil tersebut dibandingkan, hasil ini kurang sesuai dengan teori

bahwa penggilingan dengan air panas dapat menginaktifkan

enzim lipoksigenase sehingga susu kedelai yang kedelainya

digiling dengan air dingin seharusnya lebih langu dari susu

kedelai yang penggilingannya menggunakan air panas. Namun,

pada hasil pengamatan susu kedelai yang diekstraksi (digiling)

dengan air dingin maupun air panas memiliki bau langu yang

sama. Hal ini dapat disebabkan karena adanya sedikit kesalahan

dalam pelaksanaan praktikum, misalnya karena penggunaan

blender. Blender yang digunakan adalah blender yang telah

digunakan untuk menggiling kedelai yang tidak direbus dan

digiling dengan air dingin, sehingga susu kedelai yang

seharusnya tidak langu menjadi sedikit agak langu. Selain itu

Page 23: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

dapat juga disebabkan karena suhu air yang digunakan untuk

menggiling kedelai kurang tinggi (kurang panas) atau bias pada

saat pengamatan susu kedelai. Pengamatan yang dilakukan oleh

panelis semi terlatih dan dalam keadaan lingkungan yang kurang

efektif dan sedikit ada pengaruh dari panelis lain. Namun

perbedaan tersebut hanya sedikit sehingga dalam praktikum ini

perlakuan penggilingan dengan air dingin maupun air panas

tidak menghasilkan perbedaan berarti pada bau langu susu

kedelai yang dihasilkan.

Secara teori, seharusnya ada pengaruh suhu air yang

digunakan pada saat penggilingan terhadap susu kedelai yang

dihasilkan. Menurut Cahyadi (2009), Koswara (1992) dan Smith

(1972), penggunaan air suhu tinggi pada proses penggilingan

kedelai dapat menginaktifkan enzim lipoksigenase sehingga akan

mencegah bau langu pada susu kedelai yang dihasilkan. Namun

dalam praktikum ini tidak dihasilkan demikian. Susu kedelai yang

dihasilkan dari kedelai yang direbus selama 5 menit dan digiling

dengan air dingin maupun air panas sama-sama menghasilkan

susu kedelai yang agak langu. Hal ini dapat terjadi karena pada

waktu perebusan 5 menit masih terdapat enzim lipoksigenase

yang belum inaktif dan air yang digunakanuntuk penggilingan

kedelai kurang panas, sehingga air tersebut tidak dapat

menginaktifasi sisa enzim lipoksigenase yang belum inaktif pada

saat perebusan dan menyebabkan susu kedelai yang dihasilkan

masih sedikit berbau langu. Sebab jika dibandingkan dengan

susu kedelai dari kedelai yang tidak direbus (R1), maka susu

kedelai R1 memiliki bau yang langu sedangkan kedelai yang

direbus selama5 menit (R2) menghasilkan susu yang agak langu.

Dengan demikian, penggunaan air panas maupun air dingin pada

penggilingan kedelai yang sudah direbus tidak memberikan

Page 24: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

pengaruh yang signifikan terhadap bau langu susu kedelai

karena perebusan sudah menginaktifkan hampir seluruh enzim

lipoksigenase penyebab bau langu pada kedelai.

Selain perlakuan perebusan dan penggilingian dengan air

panas, untuk menghilangkan bau langu pada susu kedelai juga

dapat dilakukan dengan penambahan bahan tambahan yang

diijinkan seperti perasa, pemberi flavor atau essens. Seperti yang

telah dilakukan oleh Ambarwani dan Susilo (2008), penambahan

biji wijen dan kecambah jagung pada pembuatan susu kedelai

juga dapat menghilangkan bau langu pada susu kedelai yang

dihasilkan. Selain itu pemberian flavor buah-buah (stroberi, jeruk,

dan sebagainya), perasa vanila, coklat pada susu kedelai juga

dapat menghilangkan atau menutupi bau langu pada susu

kedelai sehingga dapat meningkatkan kesukaan konsumen

terhadap susu kedelai (Koswara, 1992).

Viskositas Susu Kedelai

Seperti halnya ada tidaknya bau langu susu kedelai,

pengamatan viskositas susu kedelai juga dilakukan oleh 15

panelis.Dari hasil pengamatan viskositas susu kedelai, perlakuan

R1E1(tidak direbus dan digiling dengan air dingin); R2E1 (direbus

selama 5 menit dan digiling dengan air dingin); dan R3E1

(direbus selama 10 menit dan digiling dengan air dingin),

menghasilkan susu kedelai dengan viskositas agak encer.

Sedangkan kedelai yang tidak direbus dan diekstraksi

menggunakan air panas (R1E2) menghasilkan viskositas sangat

kental. Perlakuan R2E2 (direbus selama 5 menit dan ekstraksi

dengan air panas) dan R3E2 (direbus selama 15 menit dan

ekstraksi dengan air panas) menghasilkan susu dengan

viskositas yang sama, yaitu encer.

Page 25: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

Cara ekstaksi kedelai dapat mempengaruhi viskositas susu

kedelai yaitu pada penggunaan air dingin atau air panas pada

saat penggilingan kedelai. Adanya variasi suhu air dalam proses

penggilingan ini, akan memberi dampak yang berbeda pula pada

proses melarutnya protein yang berupa legumeilin dan

komponen lain yang ada dalam kacang kedele. Hal ini dapat

terjadi karena proses melarutnya suatu zat sangat dipengaruhi

oleh temperatur (Keenan, 1995).

Berdasarkan hasil pengamatan, penggunaan air panas

pada proses penggilingan kedelai menghasilkan susu kedelai

yang lebih encer dibanding susu kedelai yang dihasilkan dari

kedelai yang digiling dengan air dingin.Hasil tersebut kurang

sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi

suhu air pada saat penggilingan kedelai maka protein yang

terekstrak semakin banyak. Dengan demikian total padatan pada

susu lebih tinggi sehingga susu yang dihasilkan lebih kental.

Secara umum semakin tinggi suhu pelarut, akan mengakibatkan

interaksi antara molekul pelarut dan zat terlarut semakin tinggi.

Akibatnya komponen yang terlarutakan semakin banyak.

Keadaan ini akan menyebabkan saridele yang dihasilkan akan

semakin pekat pula (Maryam, 2007). Dengan demikian susu

kedelai yang dihasilkan semakin kental.Adanya ketidaksesuaian

antara teori dan hasil pengamatan ini dapat disebabkan karena

keadaan kacang kedelai yang kurang baik dan bias pada saat pengamatan susu

kedelai.

Berdasarkan perlakuan perebusan, kedelai yang tidak

direbus menghasilkan susu kedelai yang lebih kental. Hal ini

dapat disebabkan karena perebusan mungkin dapat

menyebabkan perubahan komponen yang terdapat dalam

kedelai sehingga mempengaruhi kekentalan atau viskositas susu

kedelai yang dihasilkan.

Page 26: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

Viskositas susu kedelai juga dipengaruhi oleh kadar protein

yang terdapat dalam susu kedelai. Menurut Ambarwani dan Joko

Susilo (2008), semakin tinggikadar protein dan semakin rendah

kadarairnya, akan semakin kental susu yangdihasilkan.

Sedangkan menurut Astawan (2009),kandungan protein dalam

susu kedelaidipengaruhi oleh jenis atau varietas dan jumlahair

pengekstrak yang digunakan dalampembuatan susu nabati.

Kadar protein dalamsusu kedelai yang dibuat dengan

perbandinganair dengan kedelai 8:1, 10:1, dan 15:1 berturut-

turutadalah 3,6 %, 3,2 %, dan 2,4 %.

Di dalam susu kedelai terdapat bahan padat yang dapat

larut dan tidak dapat larut. Bahan-bahan tersebut dapat

membentuk susupensi yang stabil karena adanya lesitin dalam

kedelai yang berperan sebagai emulsifier alami. Tetapi pada

susu kedelai masih diperlukan bahan penstabil tambahan untuk

meningkatkan kestabilan susu kedelai.Bahan penstabil

(stabilizer) menurutSuryani dkk, (1999) berfungsi

meningkatkanviskositas atau kekentalan dari

mediumpendispersi. Dengan peningkatan kekentalangerakan

dari droplet fase terdispersi menjadilambat sehinga mencegah

untuk bergabung satudengan yang lain. Salah satu contoh

bahanpenstabil adalah Carboxy Methyl Celulose(CMC) dan

Calsium Laktat, maupun Tween 80 (Koswara, 1992).

Kesukaan Terhadap Susu Kedelai

Berdasarkan hasil pengamatan kesukaan panelis terhadap

susu kedelai, susu kedelai dari seluruh perlakuan disukai oleh

panelis, kecuali susu kedelai dengan perlakuan R2E2 (direbus 5

menit dan diekstraksi dengan air panas) sedikit kurang disukai

oleh panelis (agak suka). Hasil pengamatan kesukaan yang

Page 27: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

relatif sama pada tiap perlakuan disebabkan adanya bias pada

saat pengamatan susu kedelai. Keadaan lingkungan yang kurang

efektif dan kondusif, serta adanya pengaruh dari panelis lain

menyebabkan hasil pengamatan kesukaan panelis terhadap susu

kedelai yang dihasilkan menjadi kurang valid (bias).

Page 28: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pembuatan susu kedelai secara umum adalah dengan

melakukan penggilingan kedelai yang telah dibersihkan,

direbus, direndam dan dikupas, selanjutnya disaring dan

dipanaskan sampai mendidih dengan penambahan

sedikit gula dan garam.

2. Kedelai yang direbus dahulu sebelum penggilingan

menghasilkan susu kedelai yang tidak langu sedangkan

pada kedelai yang tidak direbus menghasilkan susu

kedelai yang lebih langu sebab perebusan dapat

menginaktifkan enzim lipoksigenase penyebab bau

langu pada kedelai.

3. Kedelai yang digiling dengan air dingin maupun dengan

air panas menghasilkan susu kedelai yang tidak

memiliki perbedaan pada bau langu. Sebenarnya

penggilingan dengan air panas juga dapat

menginaktifkan enzim lipoksigenase. Namun hasil

menunjukkan tidak demikian karena mungkin air

digunakan untuk penggilingan kedelai kurang panas

sehingga tidak dapat menginaktifasi enzim

lipoksigenase yang masih tersisa di dalam kedelai

setelah proses perebusan.

4. Penggilingan kedelai menggunakan air suhu panas memiliki viskositas

yang lebih encer dibandingkan dengan penggilingan yang

menggunakan air dingin. Keadaan seperti itu tidak sesuai karena

seharusnya susu kedelai yang menggunakan air panas saat proses

penggilingan memiliki viskositas yang lebih kental. Hal tersebutdapat

disebabkan karena bias pada saat pengamatan susu kedelai atau bisa

Page 29: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

juga karena keadaan kacang kedelai kurang bagus sehingga kandungan

protein yang dimiliki pun kurang bagus.

B. Saran

Pada praktikum pembuatan susu kedelai sebaiknya dalam melakukan

pengamatan lebih serius dan benar-benar obyektif serta menggunakan panelis

yang terlatih sehingga data yang diperoleh merupakan data yang valid.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwani dan Joko Susilo. 2008. Pengaruh Penambahan Biji Wijen (Sesamum indicum) dan Kecambah Jagung (Zea mays) terhadap Sifat Fisik dan Sifat Organoleptik Susu Kedelai.Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, VOL.2, No.1, Juni 2008 Hal 1-10.

Astawan, M. dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi PengolahanPangan Nabati Tepat Guna.Jakarta: Akademi Presindo.

Astawan, M. 2009. Sehat Dengan Hidangan Kacang Dan Biji-bijian, Jakarta: Panebar Swadaya.

Cahyadi, Wisnu. 2007. Teknologi dan Khasiat Kedelai. Jakarta: Bumi Aksara.

. 2009. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Jakarta: Bumi Aksara.

Dewan Standarisasi Nasional, 1995. Susu Kedelai. Standar Nasional Indonesia 01-3830-1995.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Penerbit Bhratara.

Jumadi, 2009. Pengkajian Teknologi Pengolahan Susu Kedelai.Buletin Teknik Pertanian Vol. 14, No. 1, 2009: 34-36.

Koswara, Surisno. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Page 30: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

Kurniasari, Kholifah dan Nurul Fithri D.W. 2010.Optimasi Penambahan Alginat Sebagai Emulsifier pada Susu Kedelai dengan Variasi Kecepatan, Waktu dan Suhu Pengadukan. Jurnal Hasil Penelitian, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.

Liu, K. 1997. Soybean: Chemistry, Techology, and Utilization. New York: Chappman andHall.

Maryam, Siti. 2007. Penentuan Suhu Optimum Air Saat Menggiling Kedele untukMenghasilkan Tahu Berkualitas.Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora, Lembaga Penelitian Undiksha(2), 156-167.

Radiyati, T., 1992. Pengolahan Kedelai. Subang : BPTTG Puslitbang Fisika Terapan-LIPI.

Santoso. 2009. Susu dan Yoghurt Kedelai.Malang: Laboratorium Kimia PanganFaperta Universitas Widya Gama.

Soemardi dan R. Thahir. 1993. Pascapanen Kedelai. Bogor: Pusat Penelitian dan PengembanganTanaman Pangan.

Smith, A.K., dan Circle, S.J. 1972. Soybean Chemistry and Technology.Connecticut: The AVI Publishing Co.

Suryani, Ani, Illah Sailah, dan Erliza Hambali. 1999. Teknologi

Emulsi. Bogor: Departemen TeknologiIndustri Pertanian, IPB.

Page 31: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

LAMPIRAN

Kedelai yang telah direndam Kedelai yang telah dikupas

kulitnya

Penggilingan kedelai Sari kedelai yang

telah disaring

Page 32: Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

Pemanasan sari kedelai Susu kedelai