laporan resmi akasia
TRANSCRIPT
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM PRAKTEK PEMBUATAN BAHAN PENYAMAK
PEMBUATAN BAHAN PENYAMAK NABATI ANG BERASAL DARI AKASIA
(Acacia auriculiformis)
DISUSUN OLEH:
1. AGUS RUDIYANTO
2. BONA VENTURA SILALAHI
3. FITRIYAH ISTIANAH
4. HARATUA MALAU
5. NUR SUFI
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
AKADEMI TEKNOLOGI KULIT
YOGYAKARTA
2012
PEMBUATAN BAHAN PENYAMAK NABATI
YANG BERASAL DARI AKASIA
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Dengan praktikum pembuatan bahan penyamak ini, mahasiswa
diharapkan dapat:
1. Mengetahui cara pembuatan bahan penyamak dari akasia secara umum
2. Mengetahui dan memahami kegunaan dari bahan penyamak akasia.
II. DASAR TEORI
Bahan penyamak nabati adalah bahan penyamak nabati (tannin) adalah bahan
penyamak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (daun, kulit, dan buah) yang mengandung
bahan penyamak nabati. Ciri-ciri bahan penyamak nabati dapat diketahui dari rasanya yang
sepat, bila diiris dengan pisau yang bersih dan di biarkan beberapa lama menjadi hitam.
Beberapa istilah dalam bahan penyamak nabati, antara lain:
1. BP nabati adalah semua bagian dari tumbuhan yang mengandung zat penyamak.
2. Zat penyamak nabati adalah zat yang terdapat dalam tumbuhan, dapat larut
dalam air dan dapat mengubah kulit mentah menjadi kulit tersamak.
3. Zat bukan penyamak (non tannin) adalah zat yang terdapat dalam bahan
penyamak, dapat larut dalam air tetapi tidak dapat mengubah kulit mentah
menjadi kulit tersamak.
4. Ampas adalah bagian dari bahan yang tidak dapat larut dalam air
(Hermiyati, 2007)
Ada enam bahan penyamak yang digunakan dalam proses penyamakan kulit antara lain:
1. Bahan Penyamak nabati
2. Bahan Penyamak Sintetis
3. Bahan Penyamak Aldehid
4. Bahan Penyamak Minyak
5. Bahan Penyamak Mineral (garam-garam, khrome valensi 3)
6. Bahan Penyamak alum
(Sumarni, 2005)
Tumbuhan yang mengandung bahan penyamak nabati antara lain: akasia,
mangrove, kiuebravo, dan lain-lain. Bahan penyamak nabati yang diproduksi oleh pabrik
biasanya dalam bentuk serbuk atau cairan, Hodson Chemicals Ltd memproduksi bahan
penyamak nabati yang disebut dengan MIMOSA.
(Hermiyati, 2007)
Sifat-sifat tannin antara lain:
1. Dalam air membentuk larutan koloidal yang bereaksi asam dan sepat;
2. Mengendapkan larutan gelatin dan larutan alkaloid;
3. Tidak dapat mengkristal
4. Larutan alkali mampu mengoksidasi oksigen
5. Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga
tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik
(www.wikipedia.org)
Tannin juga dinamakan asam tannat dan asam galatonnat, ada nyang tidak berwarna, ada
juga yang berwarna kuning atau coklat. Asam tannat mempunyai berat molekul 1,701. Tannin
terdiri dari 9 molekul asam galat dan molekul glukosa.
(Sumarni, 2005)
III. ALAT DAN BAHAN
a. Alat:
Kompor listrik
Gelas beker 500 ml
Palu
Ember plastic 4 buah
IV. Bahan:
Akasia
Air panas
V. LANGKAH KERJA
a. Timbang berat babagan akasia yang akan di gunakan masing sebanyak 250 gram
b. Setelah ditimbang akasia dipotong kecil-kecil hingga serat dari akasia terbuka,
masukkan potongan akasia dalam 4 ember yang sudah disiapkan
c. Panaskan air 2 x 500 ml dalam gelas beker di atas kompor listrik hingga mendidih
d. Setelah mendidih, matikan kompor kemudian masukkan air tersebut ke dalam
ember I yang sudah berisi potongan akasia. Pastikan semua akasia tercelup air
e. Diamkan selama 2 hari
f. Setelah 2 hari tuangkan air dalam ember I ke ember II yang berisi akasia yang
sudah dipotong-potong juga, jika perlu tambahkan air panas
g. Panaskan air lagi sebanyak 2 x 500 ml dengan kompor listrik hingga mendidih,
masukkan air ka dalam ember I. diamkan selama 2 hari
h. Pada hari berikutnya, masukkan air dari ember II ke ember III, dan dari ember I
ke ember II
i. Memanaskan kembali air hingga mendidih, lalu masukkan air tersebut ke dalam
ember I yang sudah kosong. Diamkan.
j. Pada hari berikutnya pindahkan air dalam ember III ke ember IV, dari ember II ke
ember III, dan ember I ke ember II. Diamkan.
k. Setelah babagan kulit di bak terakhir terendam, bak awal (bak I) diisi dengan air,
dan tampung hasil ekstrak yang keluar dari ember IV ( ekstrak I). menghentikan
penambahan air setelah jumlah ekstrak setara dengan isi setiap ember. Mengukur
volume dan kepekatan (dengan Beaumeter) ekstrak I yang di dapat dan
dimasukan dalam alat evaporasi.
l. Pada hari selanjutnya pindahkan cairan dari ember awal ke ember berikutnya dan
tampung hasil ekstrak II dari ember terakhir. Mengukur volume dan kepekatan,
ember awal sudah tidak di pakai lagi.
m. Pada hari berikutnya menindahkan cairan dari ember II ke ember III dan tampung
hasil ekstrak III. Mengukur volume dan kepekatan.
n. Meneruskan langkah diatas sampai di dapat akstrak terakhir.
o. Melakukan penguapan sampai di dapat ekstrak pekat. Mengukur
jumlahnya,kemudian dilanjutkan analisa.
VI. PEMBAHASAN
Penyamakan nabati adalahah bahan penyamakan yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan yang mengandung zat penyamak nabati, seperti: akasia, bakau, trengguli,
pisang, manggis.
Pada praktikum ini bahan penyamak nabati yang digunakan adalah kulit akasia.
Akasia merupakan salah satu marga Fabaceae (Leguminosae) yang sebagian besar
perawakannya berupa pohon dan perdu. Tanaman akasia ini mempunyai kandungan
tannin yang cukup tinggi, sekita 22% hingga 48% dari bobot kering dan berpotensi untuk
di eksploitasi khususnya dari limbah kulit kayu. ( Prasetya et al.,1995).
Tanaman akasia in juga memiliki sifat lain seperi:
- Mempunyai daya menyamak yang baik
- Zat penyamakan mudah di sarikan ( mudah larut dalam air)
- Baik untuk menyamak segala macam kulit
- Mudah bercampur dengan penyamak nabati lainnya
- Sifat kulit yang disamak dengan babakan akasia adalah berisi (padat)
warnanya coklat muda, cukup lemas, dan kekuatan tarikannya cukup tinggi
- Kulit akasia mudah didapat dengan harga yang cukup murah, karena tanaman
ini mudah tumbuh di Indonesia.
Untuk membuat kulit kayu akasia menjadi bahan penyamak nabati, pertama-tama
timbang babagan akasia sebanyak 350 gram, kemudian kulit kayu akasi tersebu ta
ditumbuk agar serat dari kulit kayu akasia terbuka. Setelah semua kulit akasia ditumbuk,
masukkan akasia ke dalam ember. Kemudian merebus hingga mendidih pada suhu 100°C
sebanyak 2 x 500 ml, lalu masukkan air panas tersebut ke dalam ember yang sudah berisi
babagan akasia hingga permukaan akasia tercelup semua, diaduk hingga semuanya
tercampur. Penyimpanan dilakukan di tempat yang teduh (tidak terkena sinar matahari
langsung), dibiarkan selama 2 hari agar zat penyamak yang terdapat dalam akasia
bercampur dengan air (homogen). Apabila ember tersebut terkena sinar matahari secara
langsung, larutan tersebut akan teroksidasi sehingga warnanya berubah menjadi hitam,
jangan sampai terkena air hujan. Karena tannin akasia mudah larut dalam air sehingga
apabila terkena air hujan konsenterasi dan kepekatan larutan tersebut akan berkurang.
Sehingga mempengaruhi dalam proses penyamakan. Setelah 2 hari, masukkan air panas
100°C ke dalam ember ke II, kemudian aduk sampai larutan homogeny. Tujuan
pemindahan larutan dari ember I ke ember II dan seterusnya adalah supaya kita bisa
membandingkan kadar tannin dalam ember tersebut.
Setelah selesai pemindahan dari ember 4 ke ember 5, kami melakuan analisa
kualitatif bahan penyamak nabati (nabati). Pertama, yang kami lakukan adalah
pembuatan pereaksi gelatin. Gelatin adalah cairan koloidal protein kental yang dapat
difungsikan sebagi lem, yang berasal dari pemanasan kulit mentah dalam temperature
tinggi hingga kulit tersebut melebur. Sehingga sebagian besar sifat kulit masih dimiliki
oleh gelatin. Pertama-tama, 1 gram gelatin ditambah 100 ml air, lalu dipanaskan pada
suhu 60° celcius (lebih baik dalam waterbhat) dan diaduk-aduk. Kemudian ditambah 10
gram NaCl bila perlu disaring, pH-nya dibuat menjadi 4,7. Pengenceran gelatin dengan
menggunakan air bertujuan untuk memperkecil molekul-molekul protein tersebut,
sehingga terdispersi secara merata dan reaksi akan berjalan lebih cepat dan sempurna.
Pemanasan dan pengadukan bertujuan untuk mempercepat reaksi. Selain itu dengan
pengadukan ion-ion Na+ dan Cl- akan terdispersi secara merata sehingga larutan menjadi
homogeny. Garam NaCl berfungsi sebagai larutan penyangga (buffer) basa sehingnga
bisa menambahan pH gelatin yang sebelumnya sangat asam. (pH=2) menjadi tidak terlalu
asam (pH=4,2), karena jika pH tidak terlalu asam reaksi akan membutuhkan zat
penyamak yang cukup banyak untuk membentuk suatu endapan (mencapai titik
ekivalen), yang menyebabkan pemborosan tannin untuk pengujian. Dalam praktikum ini,
penambahan NaCl harus dilakukan sedikt demi sedikit, supaya gelatin tidak berlangsung
secara sempurna (langsung) dengan zat penyamak (basa) yang akan di uji (mencapai titik
ekivalen), karena jika telah mencapai titik ekivalen, gelatin tersebut sudah stabil dan akan
sukar bereaksi dengan zat penyamak atau gelatin sudah habis bereaksi, sehingga yang
masih tersisa adalah ion-ion dari garam NaCl yang menyebabkan larutan tersebut tidak
bisa digunakan untuk pengujian. Bila akan di gunakan dalam waktu lama. Maka perlu
diberi pengawet taluol sebanyak 2 ml untuk menghindari serngan bakteri yang dapat
hidup dan berkembang dalam suasanatersebut. Karena bila ditumbuhi oleh bakteri,
larutan tannin tersebut akan akan rusak terurai menjadi asam lemah.
Pembahasan setiap langkah praktikum dan mekanisme yang terjadi.