laporan sifat kimia tanah gambut

Upload: wulan-ratna-komala

Post on 18-Oct-2015

32 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sifat kimia lahan gambut di indonesia

TRANSCRIPT

LAPORAN DISKUSI FISIOLOGI TUMBUHANSEMESTER GENAP

TAHUN AJARAN 2014/2015

SIFAT KIMIA YANG TERDAPAT PADA TANAH GAMBUT SERTA PENANGANNYA AGAR MENJADI TANAH PERTANIAN

WULAN RATNA KOMALA140410120072KELOMPOK 13JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2014BAB I

PENDAHULUAN

Gambut adalah bahan organis setengah lapuk berserat atau suatu tanah yang mengandung bahan organis berserat dalam jumlah besar. Gambut mempunyai angka pori yang sangat tinggi dan sangat kompresibel (Dunn dkk., 1980).Lapisan tanah gambut adalah tipe lapisan tanah lempung atau lanau yang bercampur dengan serat-serat flora dari tumbuhan tebal di atasnya. Pada kondisi tanah dengan serat yang melapuk atau fauna yang membusuk maka tanah tersebut menjadi tipe lapisan tanah organik (Nasution, 2004). Menurut Terzaghi dan Peck (1967) gambut adalah agregat agak berserat yang berasal dari serpihan makroskopik dan mikroskopik tumbuh-tumbuhan. Menurut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian (2008) Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara Negara tropis, yaitu sekitas 21 juta ha, yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua yang mana di Sumatera sendiri luasnya mencapai 2.253.733 ha. Seiring dengan semakin pesatnya pertambahan penduduk mengakibatkan lahan-lahan pertanian semakin terdesak untuk penggunaan non pertanian maka lahan-lahan marginal seperti gambut harus dimanfaatkan sebagai areal pertanian.Perluasan pemanfaatan lahan gambut meningkat pesat di beberapa propinsi yang memiliki areal gambut luas, seperti Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Antara tahun 1982 sampai 2007 telah dikonversi seluas 1,83 juta ha atau 57% dari luas total hutan gambut seluas 3,2 juta ha di Provinsi Riau. Laju konversi lahan gambut cenderung meningkat dengan cepat, sedangkan untuk lahan non gambut peningkatannya relatif lebih lambat (WWF, 2008)

Dalam pemanfaatannya sebagai areal pertanian lahan gambut memiliki banyak masalah yang dihadapi diantaranya : Kejenuhan basa yang rendah, kemasaman tanah yang cukup tinggi, dan C/N yang tinggi serta sifat fisik yang kurang baik dalam menyokong pertumbuhan tanaman.Pengembangan pertanian pada lahan gambut harus mempertimbangkan sifat tanah gambut. Menurut Mawardi et al, (2001), secara umum sifat kimia tanah gambut didominasi oleh asam-asam organik yang merupakan suatu hasil akumulasi sisa-sisa tanaman. Asam organik yang dihasilkan selama proses dekomposisi tersebut merupakan bahan yang bersifat toksik bagi tanaman, sehingga mengganggu proses metabolisme tanaman yang akan berakibat langsung terhadap produktifitasnya. Sementara itu secara fisik tanah gambut bersifat lebih berpori dibandingkan tanah mineral sehingga hal ini akan mengakibatkan cepatnya pergerakan air pada gambut yang belum terdekomposisi dengan sempurna sehingga jumlah air yang tersedia bagi tanaman sangat terbatas. Beberapa sifat kimia tanah gambut lain yang berpengaruh terhadap dinamika hara dan penyediaan hara bagi tanaman yaitu: kemasaman tanah, kapasitas tukar kation dan basa-basa dapat ditukar, fosfor, unsur mikro, komposisi kimia dan asam fenolat gambut. BAB II

ISI

Seiring dengan semakin pesatnya pertambahan penduduk mengakibatkan lahan-lahan pertanian semakin terdesak untuk penggunaan non pertanian maka lahan-lahan marginal seperti gambut harus dimanfaatkan sebagai areal pertanian. Perluasan pemanfaatan lahan gambut meningkat pesat di beberapa propinsi yang memiliki areal gambut luas, seperti Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Antara tahun 1982 sampai 2007 telah dikonversi seluas 1,83 juta ha atau 57% dari luas total hutan gambut seluas 3,2 juta ha di Provinsi Riau. Laju konversi lahan gambut cenderung meningkat dengan cepat, sedangkan untuk lahan non gambut peningkatannya relatif lebih lambat (WWF, 2008).

Dalam pemanfataan lahan gambut menjadi lahan pertanian, kita harus mengetahui karakteristik, sifat, dan unsur hara yang terdapat dalam tanah gambut tersebut.

Sifat kimia dan fisika tanah gambut merupakan sifat-sifat tanah gambut yang penting diperhatikan dalam pengelolaan lahan gambut. Sifat kimia seperti pH, kadar abu, kadar N, P, K, kejenuhan basa (KB), dan hara mikro merupakan informasi yang perlu diperhatikan dalam pemupukan di tanah gambut.Karakterisitik lahan gambut di Indonesia

Karakteristik kimia lahan gambut di Indonesia sangat ditentukan oleh kandungan mineral, ketebalan, jenis mineral pada substratum (di dasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut. Kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya kurang dari 5% dan sisanya adalah bahan organik. Fraksi organik terdiri dari senyawa-senyawa humat sekitar 10 hingga 20% dan sebagian besar lainnya adalah 10 senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin, suberin, protein, dan senyawa lainnya. Tanah gambut Indonesia mempunyai pH berkisar antara 2,8 4,5 dan kemasaman potensial mencapai >50 cmol kg-1. Ketersediaan unsur-unsur makro, N,P, dan K serta sejumlah unsur mikro pada umumnya juga rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) tanah gambut cukup tinggi apabila dihitung berdasarkan berat bahan kering mutlak (115-270 cmol kg-1), tetapi relatif lebih rendah bila dihitung berdasarkan berat volume tanah di lapangan. Kejenuhan basa (KB) tanah gambut biasanya rendah pada kisaran 5,4 - 13% dengan rasio C/N tinggi yaitu 24-33.4 (Suhardjo & Widjaya-Adhi, 1976). Gambut Indonesia memiliki karbohidrat yang sangat rendah, dan sifatnya berbeda dengan gambut yang berada di daerah subtropis. Gambut di Indonesia (dan di daerah tropis lainnya) mempunyai kandungan lignin yang lebih tinggi dibandingkan dengan gambut yang berada di daerah beriklim sedang, karena terbentuk dari pohon-pohohan (Driessen dan Suhardjo, 1976).

Lignin yang mengalami proses degradasi dalam keadaan anaerob akan terurai menjadi senyawa humat dan asam-asam fenolat (Kononova, 1968). Asam-asam fenolat dan derivatnya bersifat fitotoksik (meracuni tanaman) dan menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat (Driessen, 1978; Stevenson, 1994; Rachim, 1995).

Asam fenolat merusak sel akar tanaman, sehingga asam-asam amino dan bahan lain mengalir keluar dari sel, menghambat pertumbuhan akar dan serapan hara sehingga pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, daun mengalami klorosis (menguning) dan pada akhirnya tanaman akan mati. Turunan asam fenolat yang bersifat fitotoksik antara lain adalah asam ferulat, siringat , p-hidroksibenzoat, vanilat, p-kumarat, sinapat, suksinat, propionat, butirat, dan tartrat (Dr. Wiwik Hartatik dan Dr. Diah Setyorini, komunikasi pribadi).Kemasaman tanahTanah gambut Indonesia mempunyai pH berkisar antara 2,8 4,5 dan kemasaman potensial mencapai >50 cmol kg-1. Menurut Jones (1984), nilai pH rendah itu disebabkan oleh asam-asam organik dan ion hidrogen dapat ditukar (H-dd) yang tinggi terkandung dalam tanah gambut. Menurut Buckman dan Brady (1982), secara umum kompleks koloid gambut dipengaruhi oleh hidrogen yang menyebabkan pH tanah gambut lebih rendah daripada tanah mineral. Bahan organik yang telah mengalami dekomposisi mengandung gugus-gugus reaktif yang mendominasi kompleks tukaran dan dapat bertindak sebagai asam lemah sehingga dapat terdisosiasi dan menghasilkan ion H+dalam jumlah banyak, tergantung pada jumlah gugus fungsional dan derajat disosiasi. Diperkirakan 85 sampai 95 % muatan pada bahan organik disebabkan oleh gugus karboksil dan fenol (Rachim, 1995).Lahan gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH 3 - 5. Gambut oligotropik yang memiliki substratum pasir kuarsa di Berengbengkel, Kalimantan Tengah memiliki kisaran pH 3,25 3,75 (Halim, 1987; Salampak, 1999). Sementara itu gambut di sekitar Air Sugihan Kiri, Sumatera Selatan memiliki kisaran pH yang lebih tinggi yaitu antara 4,1 sampai 4,3 (Hartatik et al., 2004). Kejenuhan Basa (KB)Kejenuhan basa (KB) tanah gambut biasanya rendah pada kisaran 5,4 - 13% dengan rasio C/N tinggi yaitu 24-33.4. Gambut oligotropik, seperti banyak ditemukan di Kalimantan, mempunyai kandungan kation basa seperti Ca, Mg, K, dan Na sangat rendah terutama pada gambut tebal. Semakin tebal gambut, basa-basa yang dikandungnya semakin rendah dan reaksi tanah menjadi semakin masam (Driessen dan Suhardjo, 1976). Di sisi lain kapasitas tukar kation (KTK) gambut tergolong tinggi, sehingga kejenuhan basa (KB) menjadi sangat rendah. Tim Institut Pertanian Bogor (1974) melaporkanbahwa tanah gambut pedalaman di Kalampangan, Kalimantan Tengah mempunyai nilai KB kurang dari 10%, demikian juga gambut di pantai Timur Riau (Suhardjo dan Widjaja-Adhi, 1976). Nilai Kejenuhan Basa (KB) adalah persentase dari total kapasitas tukar kation yang ditempati oleh kation-kation basa seperti kalsium, magnesium, kalium, dan natrium. Nilai KB berhubungan erat dengan pH dan tingkat kesuburan tanah. Kemasaman akan menurun dan kesuburan tanah akan meningkat dengan meningkatnya KB. Laju pelepasan kation terjerap bagi tanaman bergantung pada tingkat KB suatu tanah. Suatu tanah dikatakan sangat subur jika KB-nya lebih besar dari 80%, kesuburan sedang jika KB-nya berkisar antara 50% sampai 80%, dan dikatakan tidak subur jika KB-nya kurang dari 50% (Tan, 1993).Nitrogen

Ketersediaan N bagi tanaman pada tanah gambut umumnya rendah, walaupun analisis N total umumnya relatif tinggi karena berasal dari N-organik. Perbandingan kandungan C dan N tanah gambut relatif tinggi, umumnya berkisar 20-45 dan meningkat dengan semakin meningkatnya kedalaman (Radjagukguk, 1997). Oleh karena itu untuk mencukupi kebutuhan N tanaman yang optimum diperlukan pemupukan N. Fosfor

Unsur P dalam tanah dapat berasal dari : bahan organik (pupuk kandang, sisa-sisa tanaman), pupuk buatan dan mineral-mineral dalam tanah (apatit). Ketersedian P dipengaruhi sangat nyata oleh pH . bentuk ion P dalam tanah juga tergantung pada pH larutan . pada pH agak tinggi ( basa ) ion HPO4 2- adalah dominan. Bila pH tanah turun ion H2PO4 dan HPO4 akan dijumpai bersamaan. makin masam reaksi tanah ion H2PO4 lah yang dominan. (Lutz, Genter dab Hawskins, 1972)Pada pH rendah ion P mudah bersenyawa dengan Al, Fe dan Mn , membentuk senyawa yang tidak larut akan diikat oleh Ca membentuk senyawa tidak larut. Dulu dipertahankan orang sekitar kisaran pH 6 hingga 7 untuk membentuk P agar lebih tersedia. Belakangan ditemukan bahwa pada pH lebih dari 6.0 P sudah kurang tersedia (Ferina,Sumner,Plank, dan Litsch, 1980; NurhayatiHakim, 1982). Tampaknya kelarutan maksimum dari P berada pada pH 5,5 . mempertahankan pH 5.5 hingga 6 sangat berarti bagi penyediaan P pada tanaman.Karena P mudah difiksasi maka pemberian pupuk P sebaiknya jangan disebarkan tetapi diberikan dalam larikan agar kontak dengan tanah sedikit mungik sehingga fiksasi dapat dikurangi.Unsur P berfungsi dalam pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan bunga, buah dan biji, mempercepat pematangan, memperkuat batang agar tidak mudah roboh, perkembangan akar, memperbaiki kualitas tanaman terutama sayur-mayur dan makanan ternak, tahan terhadap penyakit, membentuk nucleoprotein, metabolism karbohidrat, menyimpan dan memindahkan energi.Gejala-gejala yang akan ditampakkan tanaman budidaya jika kekurangan unsure hara P antara lain pertumbuhan terhambat, karena pembelahan sel terganggu, daun-daun menjadi ungu atau coklat mulai dari ujung daun, terlihat jelas pada tanaman yang masih muda dan pada jagung, tongkol jagung menjadi tidak sempurna dan kecil-kecil.Cara agar tanah gambut dapat digunakan untuk lahan pertanianDiantara sifat inheren yang membatasi pengembangan usaha pertanian pada tanah gambut di daerah tropis adalah dalam keadaan tergenang, sifat menyusut dan subsidence (penurunan permukaan gambut) karena drainase, kering tidak balik, pH yang sangat rendah dan status kesuburan tanah yang rendah (Andriesse, 1988).Secara alamiah lahan gambut memiliki tingkat kesuburan rendah karena kandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara. Karakteristik dari asam-asam organik ini akan menentukan sifat kimia gambut. Untuk mengurangi pengaruh buruk asam-asam organik yang beracun dapat dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan yang banyak mengandung kation polivalen seperti Fe, Al, Cu dan Zn. Kation-kation tersebut membentuk ikatan koordinasi dengan ligan organik membentuk senyawa komplek/khelat. Oleh karenanya bahan-bahan yang mengandung kation polivalen tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan amelioran gambut (Sabiham et al., 1997; Saragih, 1996). Tanah gambut bereaksi masam. Dengan demikian diperlukan upaya ameliorasi untuk meningkatkan pH sehingga memperbaiki media perakaran tanaman. Kapur, tanah mineral, pupuk kandang dan abu sisa pembakaran dapat diberikan sebagai bahan amelioran untuk meningkatkan pH dan basa-basa tanah (Subiksa et al, 1997; Mario, 2002; Salampak, 1999; Tabel 2). Tabel 2. Dosis anjuran dan manfaat pemberian amelioran pada tanah gambut.

Jenis amelioranDosis

(t ha-1 tahun-1)Manfaat

Kapur1 2Meningkatkan basa-basa dan pH tanah

Pupuk kandang5 10Memperkaya unsur hara makro/mikro

Terak baja2 5Mengurangi fitotoksik asam organik, meningkatkan efisiensi pupuk P

Tanah mineral10 20Mengurangi fitotoksik asam organik, meningkatkan kadar hara makro/mikro

Abu10 20Meningkatkan basa-basa, dan pH tanah

Lumpur sungai10 20Mengurangi fitotoksik asam organik, meningkatkan basa-basa, unsur hara

Keterangan: Beberapa amelioran dapat menggantikan fungsi amelioran lainnya. Misalnya, dengan pemberian kapur, pemberian abu dapat dikurangi dan sebaliknya.

Tidak seperti tanah mineral, pH tanah gambut cukup ditingkatkan sampai pH 5 saja karena gambut tidak memiliki potensi Al yang beracun. Peningkatan pH sampai tidak lebih dari 5 dapat memperlambat laju dekomposisi gambut. Pengaruh buruk asam-asam organik beracun juga dapat dikurangi dengan menambahkan bahan-bahan amelioran yang banyak mengandung kation polivalen seperti terak baja, tanah mineral laterit atau lumpur sungai (Salampak, 1999; Sabiham et al, 1997). Pemberian tanah mineral berkadar besi tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi (Mario, 2002; Salampak, 1999; Suastika, 2004; Subiksa et al., 1997).Muatan negatif (yang menentukan KTK) pada tanah gambut seluruhnya adalah muatan tergantung pH (pH dependent charge), dimana KTK akan naik bila pH gambut ditingkatkan. Muatan negatif yang terbentuk adalah hasil dissosiasi hidroksil pada gugus karboksilat atau fenol. Oleh karenanya penetapan KTK menggunakan pengekstrak amonium acetat pH 7 akan menghasilkan nilai KTK yang tinggi, sedangkan penetapan KTK dengan pengekstrak amonium klorida (pada pH aktual) akan menghasilkan nilai yang lebih rendah. KTK tinggi menunjukkan kapasitas jerapan (sorption capacity) gambut tinggi, namun kekuatan jerapan (sorption power) lemah, sehingga kation-kation K, Ca, Mg dan Na yang tidak membentuk ikatan koordinasi akan mudah tercuci.

Pemupukan sangat dibutuhkan karena kandungan hara gambut sangat rendah. Jenis pupuk yang diperlukan adalah yang mengandung N, P, K, Ca dan Mg. Walaupun KTK gambut tinggi, namun daya pegangnya rendah terhadap kation yang dapat dipertukarkan sehingga pemupukan harus dilakukan beberapa kali (split application) dengan dosis rendah agar hara tidak banyak tercuci. Penggunaan pupuk yang tersedianya lambat seperti fosfat alam akan lebih baik dibandingkan dengan SP36, karena akan lebih efisien, harganya murah dan dapat meningkatkan pH tanah (Subiksa et al., 1991). Penambahan kation polivalen seperti Fe dan Al akan menciptakan tapak jerapan bagi ion fosfat sehingga bisa mengurangi kehilangan hara P melalui pencucian (Rachim, 1995).

BAB III

KESIMPULANLahan gambut berdasarkan sifat kimianya, dapat digunakan untuk lahan pertanian dengan merubah unsur kimianya, yaitu dengan cara sebagai berikut;1. Sifat pH tanah gambut yang rendah dapat ditingkatkan dengan cara ameliorasi sehingga memperbaiki media perakaran tanaman2. Untuk mengurangi pengaruh buruk asam-asam organik yang beracun dapat dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan yang banyak mengandung kation polivalen seperti Fe, Al, Cu dan Zn 3. Kandungan unsur hara yang rendah dapat ditingkatkan dengan cara pemupukan, dengan pupuk yang mengandung N, P, K, Ca dan Mg.DAFTAR PUSTAKAAndriesse. 1998. Nature and Management of Tropical Peat Soils. FAO Soils Bulletin 59. Food and Agriculture Organisation of The United Nations. Rome

Buckman, H.O., and N. C. Brady. 1982. Ilmu tanah. Terjemahan Soegiman. Bharata Karya Aksara, Jakarta. Driessen, P.M., dan H. Suhardjo. 1976. On the defective grain formation of sawah rice on peat. Soil Res. Inst. Bull. 3: 20 44. Bogor. Dunn, I. S., Anderson L. R. & Kiefer F. W., 1992. Dasar-Dasar Analisis Geoteknik. Alih Bahasa Toekiman, 1992. Semarang, IKIP Semarang Press Halim, A. 1987. Pengaruh pencampuran tanah mineral dan basa dengan tanah gambut pedalaman Kalimantan Tengah dalam budidaya tanaman kedelai. Disertasi Fakultas Pascasarjana, IPB. Bogor. Hartatik, W., K. Idris, S. Sabiham, S. Djuniwati, dan J.S. Adiningsih. 2004. Pengaruh pemberian fosfat alam dan SP-36 pada tanah gambut yang diberi bahan amelioran tanah mineral terhadap serapan P dan efisiensi pemupukan P. Prosiding Kongres Nasional VIII HITI. Universitas Andalas. Padang. Jones, J.B. 1984. A laboratory guide of exercises for conducting soil test and plant analysis. Benton Laboratories, Athens, GA. Kononova, M.M. 1968. Transformation of organic matter and their relation to soil fertility. Sov. Soil. Sci. 8:1047-1056. Mario, M.D. 2002. Peningkatan produktivitas dan stabilitas tanah gambut dengan pemberian tanah mineral yang diperkaya oleh bahan berkadar besi tinggi. Disertasi Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mawardi, E., Azwar dan Tambidjo, A., 2001. Potensi dan Peluang Pemanfaatan Harzeburgite sebagai Amelioran Lahan Gambut. Prosiding Seminar Nasional Memantapkan Rekayasa Paket Teknologi Pertanian dan Ketahanan Pangan dalam Era Otonomi Daerah, 31 Oktober 1 November 2001. Bengkulu. Rachim, B. 1995. Penggunaan logam-logam polivalen untuk meningkatkan ketersediaan fosfat dan produksi jagung pada tanah gambut. Disertasi.Prog.Pascasarjana IPB,Bogor. Radjagukguk, B. 1997. Peat soil of Indonesia: Location, classification, and problems for sustainability.pp. 45-54. In J.O. Rieley and S.E. Page ( Eds .).Biodiversity and Sustainability of Tropical Peat and Peatland. Proceedings of the International Symposium on Biodiversity, Environmental Importance and Sustainability of Tropical Peat and Peatlands, Palangkaraya, Central Kalimantan 4-8 September 1999. Samara Publishing Ltd. Cardigan. UK. Sabiham, S., TB, Prasetyo and S. Dohong. 1997. Phenolic acid in Indonesian peat. In: Rieley and Page (Eds.). pp. 289-292. Biodiversity and sustainability of tropical peat and peatland. Samara Publishing Ltd. Cardigan. UK. Salampak. 1999. Peningkatan produktivitas tanah gambut yang disawahkan dengan pemberian bahan amelioran tanah mineral berkadar besi tinggi. Disertasi Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.Saragih, E.S. 1996. Pengendalian Asam-Asam Organik Meracun dengan Penambahan Fe (III) pada Tanah Gambut Jambi, Sumatera. Tesis S2. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.Stevenson, F.J. 1994. Humus Chemistry. Genesis, Composition, and Reactions. John Wiley and Sons. Inc. New York. 443 p. Suastika, I W. 2004. Efektivitas amelioran tanah mineral berpirit yang telah diturunkan kadar sulfatnya pada peningkatan produktivitas tanah gambut. Tesis S2. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Subiksa, IGM., K. ugroho, Sholeh and IPG. Widjaja Adhi. 1997. The effect of ameliorants on the chemical properties and productivity of peat soil. In: Rieley and Page (Eds). Pp:321-326. Biodiversity and Sustainability of Tropical Peatlands.Samara Publishing Limited, UK.Suhardjo, H., & I.P.G. Widjaja-Adhi. 1976. Chemical characteristics of the upper 30 cms of peat soils from Riau . Dalam: Peat and Podzolic Soils and Their Potential for Agriculture in Indonesia. Proceedings ATA 106 Terzaghi, K. & Peck, B.P., 1967. Mekanika Tanah Dalam Praktek Rekayasa. Alih Bahasa Witjaksono dan Krisna, 1993. Jakarta, Erlangga