laporan tahu
DESCRIPTION
laporan tahufaktor yang mempengaruhiTRANSCRIPT
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kedelai merupakan sumber protein yang penting bagi manusia, dan apabila
ditinjau dari segi harga merupakan sumber protein termurah sehingga sebagian
besar kebutuhan protein nabati dapat dipenuhi dari hasil olahan kedelai. Kedelai
mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya dapat
mencapai 40-43%. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang
hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein
yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering.
Kedelai dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, antara lain
untuk makanan manusia, makanan ternak, dan untuk bahan industry. Di Indonesia
penggunaan kedelai masih terbatas sebagai bahan makanan manusia dan ternak.
Makanan yang dibuat dari kedelai antara lain kedelai rebus, kedelai goring,
kecambah, tempe, soyghurt, tahu, susu kedelai, tauco, dan kecap.
Salah satu olahan kedelai yang sangat familiar di masyarakat ialah tahu.
Tahu telah menjadi konsumsi masyarakat luas, baik sebagai lauk maupun sebagai makanan
ringan. Pada proses pembuatan tahu membutuhkan alat khusus, yaitu
untuk menggiling kedelai. Walaupun demikian di dapur rumah tangga, tahu masih
dapat dibuat dengan menggunakan blender untuk menggiling kedelai. Selain itu,
pada proses pembuatan tahu sendiri, yang mempengaruhi hasil akhir produk tahu
ialah bahan penggumpal atau koagulan. Ada berbagai macam koagulan yang sering
digunakan dalam pembuatan tahu. Namun, untuk masing-masing koagulan itu
sendiri akan menghasilkan perbedaan pada produk akhir. Oleh karena itu
dilakukan praktikum ini untuk mengetahui jenis koagulan yang baik dalam
pembuatan tahu.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini diantaranya :
a. Mengetahui pengertian tahu
b. Mengetahui fungsi-fungsi bahan yang digunakan dalam pembuatan tahu
c. Mengetahui proses pembuatan tahu
d. Mengetahui perubahan yang terjadi pada pembuatan tahu
BAB 2. TINAJUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Tahu
Tahu merupakan salah satu bahan makanan pokok yang termasuk dalam
empat sehat lima sempurna. Tahu juga merupakan makanan yang mengandung
banyak gizi dan mudah diproduksi. Untuk memproduksi tahu bahan-bahan yang
dibutuhkan hanya berupa kacang kedelai, sehingga saat ini dapat ditemukan
banyak pabrik pembuat tahu baik dalam bentuk usaha kecil maupun usaha
menengah yang masih menggunakan cara konvensional (Lihannoor, 2010).
Tahu adalah ekstrak protein kedelai yang telah digumpalkan dengan
menggunakan bahan penggumpal protein seperti asam, garamkalsium, atau bahan
penggumpal lainnya. Tahu merupakan makanan sehari-hari yang sering
dikonsumsi dalam bentuk makanan ringan seperti gorengan.Pada skala industri
pembuatan tahu membutuhkan alat khusus, seperti alat penggilingan kedelai
menjadi bubur. Namun tahu juga dapat dibuat dalam skala rumah tangga atau
industri kecil, dimana tahu dibuat dengan menggunakan blender untuk proses
penggilingan kedelai,namun mutu tahu yang dihasilkan kurang baik (Wikipedia,
2011).
Tahu termasuk bahan makanan yang berkadar air tinggi. Besarnya kadar air
dipengaruhi oleh bahan penggumpal yang dipakai pada saat pembuatan tahu.
Bahan penggumpal asam menghasilkan tahu dengan kadar air lebih tinggi
dibanding garam kalsium. Bila dibandingkan dengan kandungan airnya, jumlah
protein tahu tidak terlalu tinggi, hal ini disebabkan oleh kadar airnya yang sangat
tinggi. Makanan-makanan yang berkadar air tinggi umumnya kandungan protein
agak rendah. Selain air, protein juga merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan bahan mempunyai
daya awet rendah (Hamid, 2012).
Tahu merupakan produk kedelai non-fermentasi yang disukai dan digemari
di Indonesia seperti halnya tempe, kecap, dan tauco. Tahu adalah salah satu
produk olahan kedelai yang berasal dari daratan Cina. Pembuatan tahu dan susu
kedelai ditemukan oleh Liu An pada zaman pemerintahan Dinasti Han, kirakira
164 tahun sebelum Masehi. Komposisi zat gizi dalam tahu cukup baik. Tahu
mempunyai kadar protein sebesar 8-12%, sedangkan mutu proteinnya yang
dinyatakan sebagai NPU sebesar 65%. Tahu juga mempunyai daya cerna yang
sangat tinggi karena serat dan karbohidrat yang bersifat larut dalam air sebagian
besar terbuang pada proses pembuatannya. Dengan daya cerna sekitar 95%, tahu
dapat dikonsumsi dengan aman oleh semua golongan umur dari bayi hingga orang
dewasa, termasuk orang yang mengalami gangguan pencernaan (Shurtleff dan
Aoyagi, 2001).
Tahu bersifat mudah rusak. Pada kondisi normal (suhu kamar) daya
tahannya rata-rata sekitar 1 – 2 hari saja. Setelah lebih dari batas tersebut rasanya
menjadi asam dan terjadi penyimpanganwarna, aroma, dan tekstur sehingga tidak
layak untuk dikonsumsi. Hal ini disebabkan oleh kadar air dan protein tahu relatif
tinggi, masing-masing 86 persen dan 8 – 12 persen. Tahu mengandung lemak 4,8
persen dan karbohidrat 1,6 persen. Dengan komposisi nutrisi tersebut, tahu
merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme pembusuk,
terutama bakteri (Koswara, 2011).
2.2 Fungsi Masing-masing Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Tahu
2.2.1. Kacang Kedelai
Kedelai termasuk salah satu sumber protein yang harganya relatif murah jika
dibandingkan dengan sumber protein hewani. Dari segi gizi kedelai utuh
mengandung protein 35 – 38 % bahkan dalam varietas unggul kandungan protein
dapat mencapai 40 – 44 % (Koswara, 1995). Nilai protein kedelai jika
difermentasi dan dimasak akan memiliki mutu yang lebih baik dari jenis kacang-
kacangan lain.
Disamping itu, protein kedelai merupakan satu-satunya leguminosa yang
mengandung semua asam amino esensial (yang jumlahnya 8 buah atau 10 buah
bila dimasukkan sistein dan tirosin) yang sangat diperlukan oleh tubuh. Asam
amino tersebut tidak dapat disintesis oleh tubuh, jadi harus dikonsumsi dari luar.
Namun, perlu juga diakui bahwa kedelai memang memiliki sedikit kekurangan,
yaitu mengandung sedikit asam amino metionin (Winarno, 1993) Protein kedelai
sebagian besar 85-95 % terdiri dari globulin.
Dibandingkan dengan kacang-kacang lain, susunan asam amino pada kedelai
lebih lengkap dan seimbang Protein kedelai juga memiliki kandungan lisin (asam
amino esensial) dalam jumlah besar sehingga dapat menutupi kekurangan lisin
yang biasanya terdapat pada beras dan jagung (Winarno, 1993).
2.2.2. Koro Pedang
Koro – koroan merupakan salah satu jenis kacang – kacangan lokal yang
memiliki beragam varietas dan biasa digunakan sebagai bahan baku pengganti
kedelai dalam pembuatan tempe. Kandungan gizi koro tidak kalah dengan kedelai
yaitu karbohidrat dan protein yang cukup tinggi serta kandungan lemak yang
rendah (Handayani, 1993). Akan tetapi koro juga mengandung beberapa senyawa
merugikan yaitu glukosianida yang bersifat toksik dan asam fitat yang merupakan
senyawa anti gizi.
Pada umumnya kacang-kacangan merupakan sumber protein, vitamin dan
mineral yang sangat bagus. Kandungan protein biji koro pedang putih yaitu 27,4%
, namun koro pedang putih mengandung zat toksik diantaranya yaitu kholin, asam
hidrozianine dan trogonelin, sehingga diperukan penanganan khusus dalam
pengolahannya.
2.2.3 Asam Cuka
Asam cuka berperan sebagai pengawet di mana asam menurunkan pH bahan
pangan sehingga dapat menghambar pertumbuhan bakteri pembusuk dan jumlah
asam yang cukup akan menyebabkan denaturasi protein bakteri. Asam cuka
berfungsi untuk mengedapkan atau memisahkan air dengan konsentrat tahu. Asam
cuka mengandung cuka dan garam sehingga bersifat asam. Selain itu asam cuka
juga berfungsi sebagai penggumpal (Winarno, 1980)
2.2.4 Batu Tahu
Batu tahu (CaSO4) paling umum digunakan untuk menggumpalkan dan sering
digunakan berdasarkan perkiraan saja, di mana batu tahu diencerkan dalam air
secukupnya lalu ditambahkan ke dalam susu kedelai sampai menggumpal dan
penggunaan batu tahu dihentikan. Penambahan batu tahu menyebabkan terjadinya
koagulasi. Hal ini disebabkan oleh ion Ca yang bereaksi dan berikatan dengan
protein susu kedelai dan bersama dengan lipid membentuk gumpalan (Santoso,
1993). Batu tahu menyebabkan terjadinya koagulasi di mana koagulasi berjalan
lambat dan mengikat banyak air pada kisi-kisi struktur protein tahu (Shurfleff dan
Aoyogi 1977).
2.2.5. Air
Air dalam pembuatan tahu digunakan untuk melarutkan bahan-bahan yang
telah dicampur sebelumnya. Selain itu juga untuk membuat sari kedelai yang tidak
terlalu tinggi viskositasnya.
2.3 Proses Pembuatan Tahu
2.3.1 Penggilingan
Penggilingan kedelai dilakukan setelah proses pengupasan kulit kedelai.
Selalu dilakukan penyiraman selama proses penggilingan dengan memakai air
sedikit demi sedikit (sebaiknya digunakan air mendidih untuk mempertinggi
rendeman dan sekaligus menghilangkan bau langu kedelai).
2.3.2 Pengukuran Volume Bubur Kedelai
Hasil penggilingan berupa bubur kedelai ditampung, kemudian diukur
volumenya dengan menggunakan alat ukur bak plastik.
2.3.3 Pengenceran
Pengenceran bubur kedelai dilakukan dengan air bersih. Volume air bersih
yang ditambahkan sama dengan volume bubur kedelai yang akan diencerkan.
Pengadukan perlu dilakukan agar pencampuran terjadi secara merata.
2.3.4 Perebusan Bubur Kedelai
Perebusan dilakukan pada api besar. Pada pendidihan pertama , ditandai
dengan terbentuk busa pada permukaan bubur kedelai maka segera disiram air
bersih dingin secukupnya secara merata di seluruh permukaan. Pendidihan kedua,
berarti perebusan bubur kedelai sudah dianggap cukup. Api dimatikan.
2.3.5 Penyaringan
Dalam keadaan panas bubur kedelai disaring dengan saringan gantung yang
terbuat dari kain. Hasil saringan ditampung dalam bak penggumpalan.
2.3.6 Penggumpalan Protein Sari Kedelai
Cairan sari kedelai yang masih panas (+700C) dicampur pelan-pelan dan
sedikit demi sedikit dengan bahan penggumpal yang sebelumnya telah disiapkan.
Cairan kedelai yang semula berwarna putih susu akan “pecah” dan di dalamnya
terbentuk butiran-butiran protein yang akhirnya akan bergabung membentuk
gumpalan dan mengendap ke dasar bak (bakal tahu). Setelah itu, cairan akan
menjadi bening. Bila demikian berarti seluruh protein sudah menggumpal dan
mengendap. Secepatnya cairan bening dipindahkan ke tempat penyimpanan cairan
bekas.
2.3.7 Pencampuran Bahan Tambahan
Dilakukan pencampuran bahan tambahan (garam, pengawet, flavor sintetis)
segera dituang sedikit demi sedikit ke dalam bubur kedelai sambil diaduk agar
tercampur rata. Kegiatan pencampuran ini harus dilakukan secara cepat sebelum
suhu bubur kedelai mengalami penurunan. Suhu bubur kedelai harus
dipertahankan tetap berada diatas 600C agar bubur tetap dapat dicetak dengan
mudah.
2.3.8 Pencetakan Tahu
Dalam keadaan panas, pencetakan bubur harus segera dilakukan. Dibiarkan
bubur tahu dalam cetakan selama 10-15 menit atau sampai cukup keras (tidak
hancur bila diangkat). Dipotong tahu sesuai dengan ukuran yamg dikehendaki.
Direndam potongan-potongan tahu dalam air dingin dalam bak yang terbuat dari
logam tahan karat.
Untuk memperpanjang daya simpan tahu dapat ditambahkan bahan
pengawet seperti:
a. Natrium benzoat dengan dosis 1 g/liter air rendeman tahu.
b. Vitamin C dengan dosis 1 g/liter air rendeman tahu.
c. Garam yang dicampurkan dalam bakal tahu.
d. Tahu dibungkus dalam kantong plastik, ditutup rapat, dan kemudian
direbus/dikukus selama 3 menit. Tahu dapat disimpan selama 4-7 hari,
dalam almari es dapat bertahan selama 8 hari (selama kantong plastik tidak
dibuka).
2.3.9 Tahap Finishing
Tahap finishing dilakukan dengan pewarnaan, pengemasan, pasteurisasi,
dan penggorengan untuk mempertahankan mutu tahu.
(Lihannoor, 2010).
2.4 Perubahan yang terjadi pada Pembuatan Tahu
2.4.1 Perubahan Kadar Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh
karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat
pembangun dan pengatur. Protein adalah polimer dari asam amino yang
dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur
C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan
tembaga.
Protein merupakan suatu polipeptida dengan berat molekul (BM) yang
sangat bervariasi, yaitu berkisar antara 5000 sampai lebih dari satu juta. Karena
ukuran molekul protein besar, maka protein sangat mudah mengalami perubahan
fisis dan aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang menyebabkan perubahan
sifat alamiah dari protein seperti panas, asam, basa, solven organik, garam, logam
berat, radiasi sinar radioaktif.
Struktur protein dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu primer, sekunder,
tersier dan kuartener. Susunan linier asam amino dalam protein merupakan
struktur primer. Susunan tersebut akan menentukan sifat dasar protein serta sifat
bentuk struktur sekunder dan tersiernya. Bila protein banyak mengandung asam
amino dengan gugus hidrofobik, maka daya kelarutannya kurang dalam air
dibandingkan dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan
gugus hidrofil.
Protein yang terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-
perubahan, antara lain:
1. Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan
2. Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman
3. Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim proteolitik
4. Dapat bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya warna
coklat
Denaturasi protein dapat diartikan sebagai suatu perubahan atau modifikasi
terhadap struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tersebut tanpa
terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu denaturasi dapat
diartikan sebagai suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik,
ikatan garam dan terbukanya lipatan molekul protein.
2.4.2 Denaturasi Protein karena Panas
Panas dapat digunakan untuk merusak ikatan hidrogen dan interaksi
hidrofobik non polar yang terdapat pada protein. Hal ini terjadi karena suhu tinggi
dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein
bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul
tersebut. Protein mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemanasan/
pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang
dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan untuk mencerna protein
tersebut.
Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan
mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan
terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tetapi
tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini
biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit.
Secara umum semakin tinggi suhu pelarut, akan mengakibatkan interaksi
antara molekul pelarut dan zat terlarut semakin tinggi. Akibatnya komponen yang
terlarut akan semakin banyak. Keadaan ini akan menyebabkan sari kedelai yang
dihasilkan akan semakin pekat pula. Semakin pekat sari kedelai yang dihasilkan,
maka tahu yang dihasilkannya pun akan semakin banyak. Hal ini disebabkan
karena tahu dibuat dengan jalan menambahkan zat pengental yang berupa batu
tahu atau garam atau asam pada sari kedelai. Oleh karena itu, jika sari kedelai
yang dihasilkan semakin banyak, maka ini berarti jumlah protein pada tahu yang
dihasilkan akan semakin banyak. Pernyataan ini didukung oleh Sutrisno Kuswara
dalam bukunya pengolahan kedele menjadi makanan bermutu mengatakan, bahwa
penambahan air pada saat menggiling kedele sebaiknya pada suhu 80 – 100oC
agar menghasilkan tahu dengan jumlah protein yang tinggi.
Proses pembuatan tahu yang baik adalah menghasilkan jumlah tahu yang
banyak serta memiliki kualitas tahu yang baik. Salah satu indikator yang
digunakan untuk menentukan kualitas atau mutu dari tahu adalah kadar proteinnya
tinggi. Kadar protein dalam 100 gram adalah 7,9 gram. Kadar protein yang ada
dalan suatu bahan sangat ditentukan dari proses pembuatannya, dimana salah satu
sifat dari protein adalah tidak tahan terhadap panas. Adanya panas yang tinggi
akan menyebabkan protein rusak sehingga kadarnya akan menurun.
(Hamid, 2012).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Baskom
2. Blender
3. Gelas
4. Panci
5. Kompor
6. Spatula
7. Alat pres
8. Piring kecil
9. Kain blancu (Kain saring)
10. Neraca
11. Rheotex
12. Keramik
13. Colour reader
14. Kulkas
15. Pisau
16. Sendok
17. Gelas Ukur
18. Telenan
3.1.2 Bahan
1. Kedelai 250 gram
2. Koro pedang 250 gram
3. Batu tahu
4. Asam cuka
5. Tissue
6. Air
7. Label
8. Kuisioner
3.2 Skema Kerja Pembuatan Tahu
125 gram kedelai+125 gram koro pedang
Pencucian
Perendaman@kedelai 8jam
@Koro pedang 10 jam
Penghancuran
Penyaringan
Ampas Filtrat
Pemanasan (800C)
Penggumpalan
Pengadukan (Searah)
Pencetakan (Pengepresan)
Tahu
Pengamatan fisik (tekstur,warna dan sineresis) dan organoleptik
(aroma dan tekstur)
+ Batu tahu 1% dan Asam cuka 3%
Pengupasan kulit ari
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Pengamatan Fisik
a. Tekstur
Jenis Koagulan Pengulangan Nilai Rheotex (g/3ml)
Batu Tahu
I
II
III
IV
V
25
29
26
25
34
Asam Cuka
I
II
III
IV
V
41
40
38
33
23
b. Warna
Jenis Koagulan PengulanganKecerahan
dL da db
Batu Tahu I
II
III
IV
V
-6,9
-7,3
-6,5
-6,7
-6,5
-5,4
-3,9
-3,2
-4,1
-3,8
9,9
8,9
8,7
9,8
9,0
Asam Cuka I
II
III
IV
V
-5,3
-8,5
-5,8
-7,1
-5,7
-6,1
-5,6
-6,5
-6,6
-7,3
10,2
7,9
10
8,6
9,8
c. Sineresis
PerlakuanJenis Koagulan
Batu Tahu (g) Asam Cuka (g)
Sebelum 0,5469 6,2833
Sesudah 0,5858 6,5239
4.1.2 Pengamatan Organoleptik
No Nama
Uji Organoleptik
Tekstur Aroma
571 236 571 236
1 Faiqotul 4 3 4 3
2 Sofwatur rohman 2 4 3 5
3 Wahyu sintya K 2 3 2 3
4 Meitha Rizqi 2 3 3 5
5 Mila Anindiya Putri 2 3 2 4
6 Claudia.A.R 2 4 2 3
7 Eka Wulandari 2 4 3 2
8 Nur Hanif I 3 2 2 3
9Ria Istiq 4 2 4 2
10 Balla.P 2 3 4 2
11 Riri N 5 4 3 5
12Riska Erna.S 4 3 4 3
13 Yuna.L 3 2 3 4
14 Niken Riris 2 3 3 2
15 Yuli.D.P 3 2 2 3
Jumlah 42 45 45 49
Keterangan :
236 : Koagulan Batu Tahu
571 : Koagulan Asam Cuka
4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1 Pengamatan Fisik
a. Tekstur
Jenis Koagulan Rata-rata
Batu Tahu 27,8 g/3ml
Asam Cuka 35 g/3ml
b. Warna
Jenis Koagulan Rata-rata (dL)
Batu Tahu 67,48
Asam Cuka 67,18
c. Sineresis
PerlakuanJenis Koagulan
Batu Tahu (g) Asam Cuka (g)
Sebelum 0,5469 6,2833
Sesudah 0,5858 6,5239
Hasil 0,0389 0,2406
4.1.2 Pengamatan Organoleptik
No Nama
Uji Organoleptik
Tekstur Aroma
571 236 571 236
1 Faiqotul 4 3 4 3
2 Sofwatur rohman 2 4 3 5
3 Wahyu sintya K 2 3 2 3
4 Meitha Rizqi 2 3 3 5
5 Mila Anindiya Putri 2 3 2 4
6 Claudia.A.R 2 4 2 3
7 Eka Wulandari 2 4 3 2
8 Nur Hanif I 3 2 2 3
9Ria Istiq 4 2 4 2
10 Balla.P 2 3 4 2
11 Riri N 5 4 3 5
12Riska Erna.S 4 3 4 3
13 Yuna.L 3 2 3 4
14 Niken Riris 2 3 3 2
15 Yuli.D.P 3 2 2 3
Jumlah 42 45 45 49
Rata-rata 2,8 3 3 3,2
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Skema kerja dan Fungsi Perlakuan
Pada praktikum ini mula-mula dilakukan pencampuran antara kedelai dengan
koro pedang masing-masing 250 gram. Setelah itu dilakukan pencucian pad
masing-masing produk, fungsi pencucian ini untuk membersihkan kotoran dari
kulit kedelai yang masih menempel di biji, kemudian kedelai dan koro pedang
tersebut dilakukan perendaman selama 8 jam untuk kedelai dan 10 jam untuk koro
pedang, hal ini bertujuan untuk penyerapan air yang masuk dalam kedelai
(imbibisi). Tahapan yang selanjutnya yaitu dilakukan pengupasan kulit ari untuk
mendapatkan isi dari bijinya, kemudian kedelai dan korong pedang dicampur jadi
masing-masing campuran memiliki berat 250 gram. Masing-masing campuran
tersebut hancurkan dengan menggunakan air hangat dengan tujuan mempertinggi
rendeman dan sekaligus menghilangkan bau langu kedelai. Setelah itu dilakukan
pemanasan diatas kompor dengan api sedang dengan suhu (800C), disamping
dilakukan pemanasan, filtrat ditambahkan 60 ml asam cuka untuk pembuatan tahu
menggunakan asam cuka, dan ditambahkan 3% batu tahu yang dilarutkan dengan
50 ml air untuk pembuatan tahu menggunakan batu tahu. Setelah itu dilakukan
penyaringan untuk memisahkan ampas dengan filtratnya. Untuk pembuatan tahu
ini yang digunakan adalah ampasnya setelah itu dilakukan pencetakan dengan
menggunakan alat pengepres yang bertujuan untuk mengurangi kadar air sampai
minimal mungkin. Setelah itu jadilah produk tahu. Lalu dilakukan pengamatan
fisik yang meliputi tekstur, warna dan sineresis dan juga pengamatan organoleptik
meliputi aroma dan tekstur dengan menggunakan 15 panelis.
5.2 Analisa Data
2.1 Pengamatan fisik
a. Tekstur
Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan data sebagai berikut,
tekstur dengn jenis koagulan batu tahu memiliki rata-rata nilai 27,8 g/3ml dan
tekstur dengan jenis koagulan asam cuka memiliki rata-rata nilai 35 g/3ml. Dari
data tersebut dapat diketahui tidak terdapat penyimpangan dikarenakan menurut
Lee dan Rha (1979), tahu yang digumpalkan dengan batu tahu lebih lunak,
rendemen lebih tinggi, daya pegang air lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahu
yang digumpalkan dengan asam cuka, hal ini disebabkan penggumpalan dengan
batu tahu membuat pH dari larutan tidak terlalu asam sehingga proses
penggumpalan lebih baik.
b. Warna
Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan data sebagai berikut, warna
dengan jenis koagulan batu tahu memiliki rata-rata nilai 67,48 dan warna dengan
jenis koagulan asam cuka memiliki rata-rata nilai 67,18. Perbedaan dari kedua
sampel tersebut tidak ada perbedaan secara nyata karena hanya memiliki selisih
0,3. Pada kedua sampel sebenarnya memiliki warna putih, namun warna putih
yang dihasilkan berbeda-beda. Hal ini dapat disebabkan pada tahapan
penghancuran yang ikut memasukan kulit kedelai untuk dijadikan bubur kedelai,
sehingga warna putih yang dihasilkan akan berkurang.
c. Sineresis
Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan data sebagai berikut,
sineresis dengan jenis koagulan batu tahu sebesar 0,0389 gram dan sineresis
dengan jenis koagulan asam cuka sebesar 0,2406. Dari data tersebut dapat
diketahui tidak terdapat penyimpangan dikarenakan Menurut Lee dan Rha (1979)
daya pegang air pada tahu dengan bahan penggumpal batu tahu lebih tinggi
dibandingkan dengan daya pegang tahu dengan bahan penggumpal asam cuka
sehingga menyebabkan sineresis pada tahu yang berbahan asam cuka lebih besar
nilainya dibandingkan dengan sineresis batu tahu. Selain itu, penggunaan batu
tahu sebagai bahan penggumpal menyebabkan pori-pori yang kecil pada tahu
sehingga menghambat proses penguapan air dari jaringan.
5.2.2 Pengamatan Organoleptik
a. Aroma
Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan data sebagai berikut, aroma
dengan menggunakan uji organoleptik dengan jenis koagulan batu tahu memiliki
nilai rata-rata sebesar 3,2 dan jenis koagulan asam cuka memiliki nilai rata-rata
sebesar 3. Kesukaan panelis ini sesuai dengan literatur karena menurut Shinta,
(2010) penggunaan asam cuka menyebabkan aroma asam yang menyengat,
sedangkan penggunaan batu tahu memiliki tingkat keasaman yang lebih rendah,
sehingga aroma yang dihasilkan kurang menyengat.
b. Tekstur
Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan data sebagai berikut,
tekstur dengan menggunakan uji organoleptik dengan jenis koagulan batu tahu
memiliki nilai rata-rata sebesar 3 dan jenis koagulan asam cuka memiliki nilai
rata-rata sebesar 2,8. Data ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai tekstur
dengan menggunakan jenis koagulan batu tahu. Sedangkan menurut literatur pada
tahu dengan koagulan batu tahu tekstur yang dihasilkan kurang memadat.
Rendahnya tingkat kepadatan tahu dengan bahan koagulan berupa batu tahu dapat
disebabkan oleh rendahnya koagulasi yang terjadi sehingga menyebabkan
pengikatan air dalam protein, sehingga menyebabkan tekstur yang dihasilkan
tidak memadat (Shurfleff dan Aoyogi, 1977). Rendahnya sifat koagulasi oleh batu
tahu dapat disebabkan oleh tingginya pH campuran, dan menyebabkan titik
isoelektrik yang dilakukan tidak dapat tercapai dengan cepat (Suhaidi, 2003).
Perbedaan kepekaan ini dikarenakan kondisi fisik panelis yang berbeda-beda.
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan antara lain :ujuan dari
praktikum ini diantaranya :
a. Tahu merupakan ekstrak protein kedelai yang telah digumpalkan dengan
menggunakan bahan penggumpal protein seperti asam, garamkalsium, atau
bahan penggumpal lainnya.
b. Fungsi bahan yang digunakan dalam pembuatan tahu antara lain :
Kedelai → memiliki protein yang lebih lengkap dan seimbang juga
memiliki kandungan lisin (asam amino esensial) dalam jumlah besar
sehingga dapat menutupi kekurangan lisin yang biasanya terdapat pada
beras dan jagung
Koro Pedang → karbohidrat dan protein yang cukup tinggi serta
kandungan lemak yang rendah
Asam Cuka → mengedapkan atau memisahkan air dengan konsentrat
tahu
Batu tahu → menyebabkan terjadinya koagulasi
Air → melarutkan bahan-bahan yang telah dicampur sebelumnya
c. Proses pembuatan tahu diantaranya pencucian, perendaman, pengupasan kulit
ari, penghancuran menggunakan air hangat, pemanasan dangan penambahan
koagulan, penggumpalan, pengadukan, penyaringan dan pencetakan dengan
alat pengepres.
d. Perubahan yang terjadi pada pembuatan tahu adalah berubahnya kadar protein
dan terjadinya denaturasi protein
6.2 Saran
Lebih diperbaiki alat pengepresnya biar praktikan tidak menunggu terlalu
lama atau kalau tidak menggunakan alat press otomatis.
DAFTAR PUSTAKA
Hamid, H., 2012. Teknologi Rekayasa Chitosan sebagai Pengawet dan
Peningkat Kadar Protein pada Tahu. http://www.blogspot.com (12
Agustus 2012).
Handayani , A.E. 1993. Keanekaragaman Jenis Gastropoda di Pantai
Randusanga Kabupaten Brebes Jawa Tengah. (Skripsi) Jurusan Biologi.
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri
Semarang.
Koswara, S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta.
Koswara, S., 2011. Nilai Gizi, Pengawetan dan pengolahan Tahu.
http://www.ebookpangan.com (12 Agustus 2012).
Lihannoor, 2010. Proses Pembuatan Tahu. http://www.blogspot.com ( 7 oktober
2012)
Shurtleff, William, Aiko Aoyagi. 2001. The Book of Miso. Japan : Ten Speed
Press.
Suhaidi, Ismed. 2003. Pengaruh Lama Perendaman Kedelai dan Jenis Zat
Penggumpal terhadap Mutu Tahu. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Wikipedia, 2011. Tahu. http://www.wikipedia.org ( 6 Oktober 2012).
Winarno, F.G., 1980. Enzim Pangan. Pusbangtepa, Bogor.
Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.