laporan triwulanan - bi.go.id · grafik 6.1 sebaran tenaga kerja per sektoral di maluku utara 77...
TRANSCRIPT
LAPORAN TRIWULANAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN
REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI MALUKU UTARA
Jl. Yos Sudarso No.1 TenateTelp. 62-921-3121217 Fax : 62-921-3124017
VISI BANK INDONESIA
“Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatannilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah
dan nilai tukar yang stabil”
MISI BANK INDONESIA
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas,2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu
bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumberpendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian nasional,
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusiterhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan
memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional,4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang
menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tatakelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang
diamanatkan UU.
TUGAS BANK INDONESIA(Pasal 8 UU No. 23 Tahun 1999)
1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran,
3. Mengatur dan mengawasi bank.
Kritik, saran dan komentar dapat disampaikan kepada :
Redaksi :
Tim Ekonomi MoneterKantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara
Jl. Yos Sudarso No. 1, TernateTelp : (0921) 3121217
Fax : (0921) 3124017
i
KATA PENGANTAR
Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 adalah menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan
mengawasi bank. Pelaksanaan tugas pokok tersebut ditujukan untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah.
Sejalan dengan undang-undang tersebut, keberadaan Kantor Bank Indonesia di daerah
merupakan bagian dari jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia yang berperan sebagai
pelaksana kebijakan Bank Indonesia dan tugas-tugas pendukung lainnya di daerah.
Sebagai jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia di bidang ekonomi dan moneter,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara berperan memberikan masukan dengan
menyusun dan menerbitkan suatu produk yaitu Kajian Ekonomi Regional yang pokok bahasannya
terdiri atas Perkembangan Ekonomi, Perkembangan Inflasi Regional, Kinerja Perbankan dan
Sistem Pembayaran Provinsi Maluku Utara dan Prospek Ekonomi. Kajian ini diolah berdasarkan
data dan informasi di daerah untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan kebijakan moneter
Bank Indonesia dan diharapkan dapat menjadi salah satu bahan informasi bagi penentu kebijakan
di daerah.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih menemui beberapa kendala.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran
serta kerjasama dari semua pihak agar kualitas dan manfaat laporan ini menjadi lebih baik di
waktu yang akan datang.
Akhirnya, kepada pihak-pihak yang membantu tersusunnya laporan ini, kami sampaikan
penghargaan dan ucapkan terima kasih.
Ternate, Agustus 2014KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI
MALUKU UTARA
BudiyonoKepala Perwakilan
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR iDAFTAR ISI iiiDAFTAR TABEL vDAFTAR GRAFIK vi
INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN PROVINSI MALUKU UTARA viii
RINGKASAN UMUM x
BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 11.1 Kondisi Umum 11.2 Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan 21.3 Perkembangan Ekonomi dari Sisi Penawaran 14
BOKS I PERLAMBATAN PEREKONOMIAN MALUKU UTARA PASCA PENERAPAN UUMINERBA
25
BAB II KEUANGAN PEMERINTAH 292.1 Kondisi Umum 292.2 Pendapatan Daerah 322.3 Belanja Daerah 352.4 Defisit dan Pembiayaan
BAB III INFLASI DAERAH 373.1 Kondisi Umum 373.2 Perkembangan Inflasi Kota Ternate 383.3 Faktor-Faktor Penggerak Inflasi 483.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi di Maluku Utara 52
BAB IV SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 534.1 Kondisi Umum Perbankan 534.2 Stabilitas Sistem Keuangan 59
BAB V SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOAAN UANG 635.1 Kondisi Umum 635.2 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 635.3 Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai 67
BOKS II KAWASAN EKONOMI KHUSUS MOROTAI 71
BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 756.1 Kondisi Umum 756.2 Perkembangan Ketenagakerjaan 756.3 Pengangguran 786.4 Nilai Tukar Petani (NTP) 796.5 Tingkat Kemiskinan 81
iv
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN 857.1 Prospek Perekonomian 857.2 Outlook Kondisi Makroekonomi Regional 867.3 Outlook Inflasi Daerah 90
v
DAFTAR TABEL
HalamanTabel 1.1 Struktur PDRB Sisi Penggunaan 3Tabel 1.2 Perkembangan Sektoral PDRB Sisi Penawaran 15Tabel 1.3 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian (Padi) 16Tabel 1.4 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian (Jagung) 17Tabel 1.5 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian (Kedelai) 17Tabel 1.6 Pertumbuhan Industri Manufaktur Mikro dan Kecil 21
Tabel 2.1 Perkembangan Anggaran Pendapatan Pemprov Maluku Utara(dalam miliar rupiah)
31
Tabel 2.2 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Pemprov Maluku Utara(dalam miliar rupiah)
31
Tabel 2.3 Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara(dalam juta rupiah)
33
Tabel 2.4 Anggaran dan Realisasi Belanja Pemprov Maluku Utara(dalam juta rupiah)
34
Tabel 2.5 Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara(dalam juta rupiah)
35
Tabel 2.6 Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara(dalam miliar rupiah)
35
Tabel 3.1 Inflasi Kota Ternate Per Kelompok Barang dan Jasa 38Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Kota Ternate dan Andilnya 39Tabel 3.3 Komoditas Penahan Inflasi Tahunan Kota Ternate dan Andilnya 40Tabel 3.4 Laju Inflasi Triwulanan (qtq) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan
Jasa (%)40
Tabel 3.5 Kelompok Penahan Laju Inflasi Kota Ternate 41Tabel 3.6 Kegiatan TPID Provinsi Maluku Utara dan TPID Kota Ternate 52
Tabel 5.1 Kegiatan Kas Keliling Triwulan II 2014 66Tabel 5.2 Kegiatan Sosialisasi Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah Triwulan II 2014 67Tabel 5.3 Perkembangan Perputaran Kliring 68Tabel 5.4 Perkembangan Cek/BG 68Tabel 5.5 Perkembangan RTGS 70
Tabel 6.1 Perkembangan Ketenagakerjaan di Maluku Utara 76Tabel 6.2 Sebaran Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan 77Tabel 6.3 Sebaran Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama 78Tabel 6.4 Nilai Tukar Petani (NTP) Wilayah Sulampua 80Tabel 6.5 Nilai Tukar Petani (NTP) Maluku Utara Per Subsektor 81Tabel 6.6 Perkembangan Penduduk Miskin di Maluku Utara 82Tabel 6.7 Perkembangan Garis Kemiskinan di Maluku Utara 83
vi
DAFTAR GRAFIK
HalamanGrafik 1.1 Perkembangan PDRB Maluku Utara 1Grafik 1.2 Struktur PDRB Sisi Penggunaan 2Grafik 1.3 Perkembangan Konsumsi Masyarakat 4Grafik 1.4 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) 4Grafik 1.5 Indeks Pendapatan Rumah Tangga (IPRT) 5Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi 5Grafik 1.7 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) 6Grafik 1.8 Volume Bongkar Bahan Makanan (Ton/M3) 6Grafik 1.9 Volume Bongkar Telur (Ton/M3) 6Grafik 1.10 Volume Bongkar Minuman Ringan (Ton/M3) 7Grafik 1.11 Volume Bongkar Bawang (Ton/M3) 7Grafik 1.12 Volume Bongkar Beras Umum Non Dolog (Ton/M3) 7Grafik 1.13 Total Volume Bongkar (Ton/M3) 7Grafik 1.14 Perkembangan Investasi di Maluku Utara 8Grafik 1.15 Perkembangan PMA di Maluku Utara 8Grafik 1.16 Perkembangan PMDN di Maluku Utara 8Grafik 1.17 Perkembangan Kredit Investasi 9Grafik 1.18 Perkembangan Konsumsi Semen 9Grafik 1.19 Perkembangan Konsumsi Pemerintah 10Grafik 1.20 Perkembangan Giro Pemerintah 10Grafik 1.21 Perkembangan PDRB Riil Sektor Ekspor 11Grafik 1.22 Perkembangan Volume Ekspor 11Grafik 1.23 Perkembangan Nilai Ekspor 11Grafik 1.24 Perkembangan Harga Nikel & Emas 12Grafik 1.25 Perkembangan Harga Minyak Bumi 12Grafik 1.26 Perkembangan Volume Muat Barang di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate 13Grafik 1.27 Perkembangan PDRB Riil Sektor Impor 13Grafik 1.28 Perkembangan Kegiatan Impor 13Grafik 1.29 Struktur PDRB Sisi Penawaran 14Grafik 1.30 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian 15Grafik 1.31 Perkembangan Kredit Pertanian 19Grafik 1.32 Perkembangan Kinerja Ikan Tangkap 19Grafik 1.33 Perkembangan PDRB Riil Sektor PHR 19Grafik 1.34 Perkembangan Kredit Sektor PHR 20Grafik 1.35 Perkembangan TPK 20Grafik 1.36 Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan 20Grafik 1.37 Perkembangan PDRB Riil Sektor Industri Pengolahan 20Grafik 1.38 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertambangan dan Penggalian 22Grafik 1.39 Perkembangan Kredit Sektor Pertambangan dan Penggalian 22
Grafik 2.1 Perkembangan APBD Maluku Utara (dalam juta rupiah) 29Grafik 2.2 Perkembangan APBD Maluku Utara (dalam miliar rupiah) 30
Grafik 3.1 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate, Sulampua & Nasional 38Grafik 3.2 Laju Inflasi Bulanan (mtm) Kota Ternate, Sulampua & Nasional 43Grafik 3.3 Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut Kelompok Barang & Jasa April 2014 43Grafik 3.4 Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut Kelompok Barang & Jasa Mei 2014 45Grafik 3.5 Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut Kelompok Barang & Jasa Juni 2014 46
vii
Grafik 3.6 Pergerakan Harga Nikel dan Emas Internasional 49Grafik 3.7 Pergerakan Harga Crude Oil West Texas Intermediate 49Grafik 3.8 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika 50Grafik 3.9 Volume Tangkap dan Nilai Ikan Tangkap 51Grafik 3.10 Perkembangan Harga Ikan Tangkap 51
Grafik 4.1 Perkembangan Aset Bank Umum di Maluku Utara (miliar rupiah) 54Grafik 4.2 Perkembangan DPK (miliar rupiah) 54Grafik 4.3 Perkembangan LDR Bank Umum di Maluku Utara 55Grafik 4.4 Perkembangan Kredit di Maluku Utara (miliar rupiah) 56Grafik 4.5 Perkembangan Bank Syariah 57Grafik 4.6 Perkembangan BPR/S 58Grafik 4.7 Perkembangan NPL’s Perbankan 59Grafik 4.8 Struktur Aliran Dana Kredit Sektoral 59Grafik 4.9 Pangsa Kredit Sektor Rumah Tangga 60Grafik 4.10 Pangsa Kredit UMKM 61
Grafik 5.1 Aliran Kas Uang Kartal di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Malut 64Grafik 5.2 Perkembangan Aliran Kas Uang Kartal (yoy) di Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Prov. Malut64
Grafik 5.3 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) 66Grafik 5.4 Perkembangan Temuan Uang Palsu 67Grafik 5.5 Perkembangan RTGS Kota Ternate 70
Grafik 6.1 Sebaran Tenaga Kerja Per Sektoral di Maluku Utara 77Grafik 6.2 Perkembangan Jumlah Pengangguran dan TPT Maluku Utara 79Grafik 6.3 Perkembangan NTP Maluku Utara 80
Grafik 7.1 Perkembangan PDRB Malut dan Proyeksinya 85Grafik 7.2 Perkembangan ITK Malut dan Proyeksinya 87Grafik 7.3 Perkembangan Harga Internasional Nikel 88
viii
INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN
PROVINSI MALUKU UTARA
A. Inflasi dan PDRB
Tw.1 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 Tw.2MAKRO
Indeks Harga Konsumen (Kota Ternate) 138.49 138.68 148.78 150.25 112.16 114.28Laju Inflasi Tahunan (yoy %) 4.0 2.9 9.66 9.78 8.80 9.75
PDRB - harga konstan (Miliar Rp) 887.45 905.45 923.30 940.11 943.60 956.11 - Pertanian 289.5 288.9 292.2 292.2 294.36 295.44 - Pertambangan & Penggalian 33.91 33.38 33.35 34.37 28.57 26.30 - Industri Pengolahan 100.25 102.88 104.50 106.02 108.26 108.15 - Listrik, Gas & Air Bersih 4.18 4.31 4.35 4.48 4.60 4.77 - Bangunan 17.31 17.63 17.93 18.44 18.18 18.52 - Perdagangan, Hotel & Restoran 268.65 280.00 288.35 297.33 301.78 310.63 - Pengangkutan & Komunikasi 71.74 72.45 73.94 75.11 76.67 78.36 - Keuangan, Persewaaan & Jasa 32.33 33.58 34.38 35.47 35.28 36.28 - Jasa 69.61 72.37 74.32 76.66 75.89 77.67Pertumbuhan PDRB (yoy %) 6.02 6.37 5.58 6.50 6.33 5.60
Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 193.79 176.34 147.13 202.49 22.14 3.26Volume Ekspor Nonmigas (Ribu ton) 4619.50 1358.44 3928.56 6384.18 647.56 5.25Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 0.25 1.98 1.59 0.84 1.18 1.45Volume Impor Nonmigas (Ribu ton) 0.02 4.32 1.67 1.01 0.31 2.20
20142013INDIKATOR
ix
B. Perbankan
Tw.1 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 Tw.2PERBANKANBank Umum:Total Aset (Rp miliar) 5.906,48 5.959,34 6262,19 6602,52 6461,46 6650,53DPK (Rp miliar) 4.792,54 4.743,51 4.923,28 4.830,80 5080,11 5355,74 - Tabungan 2.513,83 2.598,37 2.786,21 3.170,73 2942,67 2820,97 - Giro 1.390,55 1.282,53 1.290,50 779,16 1183,25 1509,24 - Deposito 888,16 862,61 846,56 880,90 954,19 1025,52Kredit (Rp miliar) 4.025,03 4.375,88 4508,43 4.631,48 4712,95 4819,21 - Modal Kerja 1.185,19 1.278,99 1278,46 1.295,95 1279,74 1263,11 - Konsumsi 2.469,36 2.623,35 479,15 483,46 2950,47 3069,56 - Investasi 370,48 473,54 479,15 483,46 482,74 486,54LDR 84,0 92,2 91,57 95,87 92,77 89,98Kredit UMKM (Rp miliar) 2.923,83 1.432,30 1.417,30 1452,35 1351,22 1405,88 Kredit Mikro (Rp miliar) 235,73 255,97 249,11 266,43 271,96 336,69 Kredit Kecil (Rp miliar) 790,40 840,55 820,45 830,03 740,44 726,53 Kredit Menengah (Rp miliar) 282,47 335,78 347,74 355,90 338,81 342,67NPL 2,53 2,84 3,17 2,78 3,08 2,95Keterangan:Definisi UMKM mengikuti skala usaha berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM
2014INDIKATOR
2013
Ringkasan Umum x
RingkasanUmum
GAMBARAN UMUM
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara atas dasar harga
konstan pada triwulan II 2014 tercatat sebesar Rp956,11 miliar, naik 5,60% (yoy)
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. PDRB tersebut tumbuh
dibawah rata-rata pertumbuhannya selama lebih dari satu dekade terakhir (2002 –
triwulan II 2014) yang tercatat pada level 6,12%. Namun demikian pertumbuhan
ekonomi Maluku Utara tersebut masih berada diatas pertumbuhan ekonomi
Nasional yang sebesar 5,12% (yoy). Laju kenaikan harga barang dan jasa tahunan
(yoy) di Maluku Utara yang direpresentasikan oleh Kota Ternate pada triwulan II
2014 tercatat sebesar 9,75, jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi periode yang sama
tahun sebelumnya yang sebesar 1,32% (yoy). Angka inflasi tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan Nasional dan wilayah Sulampua (Sulawesi, Maluku, Maluku
Utara dan Papua) yang masing-masing tercatat sebesar 6,69% (yoy) dan 6,15%
(yoy).
PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara atas dasar harga
konstan pada triwulan II 2014 tercatat sebesar Rp956,11 miliar, naik 5,60% (yoy)
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. PDRB tersebut
tumbuh dibawah rata-rata pertumbuhannya selama lebih dari satu dekade terakhir
(2002 – triwulan II 2014) yang tercatat pada level 6,12%. Namun demikian
pertumbuhan ekonomi Maluku Utara tersebut masih berada diatas pertumbuhan
ekonomi Nasional yang sebesar 5,12% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada tahun 2014 disebabkan oleh beberapa faktor antara lain akibat
penerapan UU Minerba yang juga dialami oleh Maluku Utara. Secara triwulanan,
perekonomian Maluku Utara tercatat tumbuh tipis sebesar 1,33% (qtq).
Ringkasan Umum xi
KEUANGAN PEMERINTAH
Pada tahun 2014, Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Malut) menetapkan target
pendapatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar
Rp1,61 triliun, meningkat 22,11% (yoy) atau naik sebesar Rp293,21 miliar
dibanding dengan target belanja pada APBD 2013. Sedangkan apabila
dibandingkan dengan APBD Perubahan (APBD-P) 2013, target pendapatan APBD
2014 meningkat sebesar Rp94,87 miliar atau 6,22%. Sementara itu, target
belanja/pengeluaran di tahun 2014 adalah sebesar Rp1,56 triliun, meningkat
11,66% (yoy) atau Rp163,6 miliar dibandingkan dengan target pengeluaran pada
APBD 2013. Apabila dibandingkan dengan target pengeluaran pada APBD-P 2013,
target tahun 2014 turun 3,38% (yoy) atau Rp54,77 miliar. Pada APBD-P terdapat
penyesuaian anggaran terkait kebutuhan terkini di provinsi sehingga mempengaruhi
perubahan besaran target pengeluaran. Dengan kondisi APBD tersebut, pada tahun
2014 ditargetkan akan terjadi surplus anggaran sebesar Rp52,50 miliar, kondisi ini
terbalik dari APBD tahun 2012 dan 2013 dimana Provinsi Maluku Utara selalu
mengalami defisit.Namun demikian besaran/nilai APBD 2014 masih mungkin
mengalami perubahan dan menjadi APBD-P 2014 jika pemerintah Provinsi Maluku
Utara menganggap perlu koreksi sesuai dengan perubahan kebutuhan sepanjang
tahun 2014.
INFLASI DAERAH
Laju kenaikan harga barang dan jasa tahunan (yoy) di Maluku Utara yang
direpresentasikan oleh Kota Ternate pada triwulan II 2014 tercatat sebesar
9,75, jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi periode yang sama tahun
sebelumnya yang sebesar 1,32% (yoy). Angka inflasi tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan Nasional dan wilayah Sulampua (Sulawesi, Maluku,
Maluku Utara dan Papua) yang masing-masing tercatat sebesar 6,69% (yoy)
dan 6,15% (yoy).
Ringkasan Umum xii
SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Secara umum kinerja perbankan di Maluku Utara pada triwulan II-2014 menunjukan
perkembangan positif, baik secara kelembagaan maupun secara keuangan. Hal ini
tercermin dari perkembangan aset, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan
kredit yang disalurkan selama triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan.
Pada triwulan laporan tingkat pertumbuhan penyaluran dana lebih rendah
dibandingkan penghimpunan dana (DPK). Sedangkan Loan to Deposit Ratio (LDR)
tercatat lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Namun demikian rasio ini masih
berada didalam batas aman yang ditetapkan. Secara kelembagaan di tahun 2014,
akan ada penambahan jaringan kantor Bank Umum Syariah, serta peningkatan
status kantor Bank umum yang tersebar di wilayah Maluku Utara dan saat ini
sedang dalam proses perizinan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
.
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Pada triwulan II 2014 aliran uang kartal di Maluku Utara menunjukkan net outflow.
Kondisi ini menunjukan bahwa jumlah uang kartal yang ditarik oleh masyarakat
(bayaran, penukaran, kas keliling) lebih besar dibandingkan dengan jumlah uang
yang masuk ke khasanah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara
(setoran, penukaran, kas keliling). Pada akhir triwulan laporan terdapat 1.493.336
lembar uang tidak layak edar (UTLE) yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Maluku Utara, turun 9,99% (yoy) dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya atau naik13,41% (qtq) dibandingkan triwulan I 2014.
Jumlah uang palsu yang ditemukan di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Maluku Utara selama triwulan II 2014 sebanyak 7 lembar, turun
dibandingkan triwulan I 2014 yang sebanyak 10 lembar namun lebih tinggi dari
periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 1 lembar.
.
Ringkasan Umum xiii
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kondisi ketenagakerjaan di Maluku Utara periode Februari 2014
menunjukkan pertumbuhan negatif ditinjau dari penambahan jumlah
pengangguran. Kondisi ini terjadi seiring dengan naiknya jumlah penduduk
umur 15 tahun keatas yang diikuti oleh bertambahnya jumlah angkatan
kerja. Jumlah pengangguran yang meningkat ini pada akhirnya menggiring
turunnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) secara tahunan serta
naiknya tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi Maluku Utara.
.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Malut pada triwulan III 2013 dan untuk keseluruhan tahun
2014, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada level 6,15% - 6,55%
(yoy) dan 6,47% - 6,97% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional,
angka pertumbuhan ekonomi Malut 2014 masih lebih tinggi. Di sisi
permintaan, permintaan domestik masih menjadi lokomotif utama ekonomi
Malut. Sementara itu, kegiatan ekspor diprediksi terkoreksi lebih dalam
dengan tingginya produksi di periode yang sama tahun sebelumnya. Di sisi
penawaran, sektor pertanian akan mengalami peningkatan seiring dengan
masuknya musim panen dan cuaca yang mendukung kegaitan pertanian.
Sementara itu, sektor keuangan, khususnya perbankan, diprediksi tetap
tumbuh stabil terlepas dari kebijakan suku bunga Bank Indonesia. Laju inflasi
triwulan III 2014 diperkirakan menurun dibandingkan dengan triwulan II
namun diperkirakan masih akan ada tekanan inflasi seiring dengan masih
tingginya permintaan dan kenaikan tarif oleh pemerintah. Kenaikan tarif
yang diprediksikan akan terjadi sepanjang 2014 adalah kenaikan tarif energi,
bahan bakar serta tarif angkutan. Untuk itu, peran TPID diharapkan
membantu menekan laju inflasi agar tidak bergerak lebih jauh seperti dalam
hal pasokan dan kelancaran distribusi.
1
1.1 Kondisi Umum
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara atas dasar harga konstan pada
triwulan II 2014 tercatat sebesar Rp956,11 miliar, naik 5,60% (yoy) dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya. PDRB tersebut tumbuh dibawah rata-rata pertumbuhannya selama
lebih dari satu dekade terakhir (2002 – triwulan II 2014) yang tercatat pada level 6,12%. Namun
demikian pertumbuhan ekonomi Maluku Utara tersebut masih berada diatas pertumbuhan
ekonomi Nasional yang sebesar 5,12% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
tahun 2014 disebabkan oleh beberapa faktor antara lain akibat penerapan UU Minerba yang juga
dialami oleh Maluku Utara. Secara triwulanan, perekonomian Maluku Utara tercatat tumbuh tipis
sebesar 1,33% (qtq).
Dari sisi permintaan (penggunaan), pertumbuhan ekonomi digerakkan oleh seluruh komponen
permintaan kecuali ekspor yang tumbuh negatif sebesar -18,4% (yoy), yang dipicu oleh ekspor luar
negeri Maluku Utara tumbuh negatif sebesar -25,65% (yoy) seiring terhentinya kegiatan
pertambangan nikel di Malut sebagai dampak UU Minerba. Pertumbuhan negatif ini meningkat
dari triwulan sebelumnya yang hanya sebesar -8,5% (yoy). Disisi lain, impor tumbuh signifikan
sebesar 10,9% (yoy). Namun demikian, impor luar negeri Maluku Utara turun tipis sebesar 0,4%
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Grafik 1.1Perkembangan PDRB Maluku Utara
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
2
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
(yoy). Jika dilihat secara triwulanan, semua sektor menunjukkan pertumbuhan positif kecuali ekspor
yang tumbuh -10,98% (qtq). Hal ini disebabkan oleh ekspor luar negeri dan ekspor antar daerah
Maluku Utara yang sama-sama tumbuh negatif yaitu masing-masing sebesar 14,10% (qtq) dan
3,13% (qtq). Sementara itu, sisi impor terakselerasi 2,73% (qtq) walaupun impor luar negeri
terkoreksi tipis sebesar 0,14% (qtq).
Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara sebesar 5,6% (yoy) disumbangkan
oleh seluruh sektor kecuali sektor pertambangan yang tumbuh negatif sebesar -21,23% (yoy)
dimana pertumbuhan negatif ini dimotori oleh subsektor pertambangan tanpa migas yang
terkoreksi signifikan sebesar -25,60% (yoy). Sedangkan sektor lainnya terakselerasi secara
bervariasi. Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) mencatatkan pertumbuhan paling tinggi
yaitu sebesar 10,94% (yoy), listrik, gas dan air bersih 10,64% (yoy), pengangkutan dan komunikasi
8,2% (yoy), dan keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 8% (yoy). Sedangkan sektor
pertanian yang memiliki share terbesar pada PDRB tumbuh terbatas 2,3% (yoy). Pelaksanaan puasa
Ramadhan yang jatuh pada triwulan laporan menyebabkan naiknya permintaan masyarakat secara
signifikan sehingga mampu menggerakkan perekonomian Maluku Utara terutama sektor PHR
sehingga mampu terakselerasi dua digit secara tahunan.
1.2 Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan
Struktur perekonomian Maluku Utara dari sisi permintaan (penggunaan) pada triwulan II 2014
masih didominasi oleh konsumsi masyarakat yang merupakan penjumlahan dari konsumsi rumah
tangga dengan konsumsi lembaga swasta nirlaba dengan pangsa sebesar 67,7%. Konsumsi
pemerintah memiliki pangsa sebesar 31,9%. Sedangkan pembentukan modal tetap bruto (PMTB)
atau investasi di Maluku Utara hanya memiliki pangsa sebesar 3% pada triwulan II 2014.
Grafik 1.2Struktur PDRB Sisi Penggunaan
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
3
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Berdasarkan pertumbuhannya, pos penggunaan yang mengalami pertumbuhan tertinggi di
triwulan II 2014 adalah impor yang tercatat tumbuh 10,90% (yoy). Sebaliknya, ekspor yang
seharusnya mendorong laju pertumbuhan ekonomi memberikan sumbangan negatif pada triwulan
II 2014 sebesar -4,54%. Hal ini terjadi seiring dengan pertumbuhan negatif ekspor pada triwulan
laporan sebesar -18,43% (yoy) atau terjadi koreksi pertumbuhan yang lebih dalam dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh -8,46% (yoy). Kondisi ini terjadi pasca implementasi UU
Minerba yaitu sejak awal tahun 2014 dan mengakibatkan kegiatan ekspor luar negeri Malut untuk
komoditas nikel terhenti sehingga menyebabkan ekspor luar negeri Malut tumbuh negatif sebesar -
25,65% (yoy), jauh lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar -13,77%
(yoy). Ekspor memiliki pangsa sebesar 20,3%, lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang memiliki
pangsa 22,92%. Sedangkan di sisi yang berlawanan, impor menahan laju PDRB Malut sebanyak
26,4% sehingga pada dasarnya neraca perdagangan Malut masih bernilai negatif karena lebih
besar impor dari pada ekspor.
Sementara itu, sektor konsumsi sebagai kontributor utama PDRB sisi permintan Provinsi Malut
tumbuh cukup variatif. Konsumsi rumah tangga tumbuh 6,85% (yoy), melambat dibandingkan
pertumbuhan tahunan di triwulan sebelumnya ataupun periode yang sama tahun sebelumnya yang
masing-masing sebesar 7,01% (yoy) dan 8,43% (yoy). Konsumsi pemerintah tumbuh 6,72% (yoy),
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang
masing-masing sebesar 7,86% (yoy) dan 9,28% (yoy). Kondisi yang sama juga terjadi pada
konsumsi swasta yang tumbuh 8,60% (yoy) dimana pada triwulan sebelumnya tumbuh 13,24%
(yoy) serta tumbuh 9,55% (yoy) pada triwulan II 2013.
Komponen Penggunaan Pertumbuhan(yoy,%)
Kontribusi(%)
Konsumsi Rumah Tangga 6,85 66,94Konsumsi Swasta 8,60 0,75Konsumsi Pemerintah 6,72 31,89PMTB 4,94 10,14Perubahan Stok -22,78 3,58Ekspor -18,43 20,27Impor 10,90 -26,41
PDRB 5,60
Tabel 1.1Struktur PDRB Sisi Penggunaan
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
4
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.2.1 Konsumsi
Berdasarkan pangsa yang diberikan, konsumsi masyarakat memberikan sumbangan sebesar
67,70% terhadap PDRB sisi permintaan, dimana konsumsi rumah tangga menyumbang 66,94%
dan sisanya sebesar 0,76% disumbangkan oleh lembaga swasta. Terjadi sedikit penurunan pangsa
dari konsumsi rumah tangga jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun periode yang
sama tahun sebelumnya. Sedangkan konsumsi swasta dengan pangsa sebesar 0,75% sedikit
mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 0,76%. Sementara itu, pangsa
konsumsi pemerintah yang sebesar 31,89% sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
maupun periode yang sama tahun sebelumnya.
Berdasarkan pertumbuhannya, konsumsi masyarakat tumbuh 6,85% (yoy) atau melambat
dibandingkan pertumbuhan tahunan di triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun
sebelumnya yang masing-masing sebesar 7,01% (yoy) dan 8,43% (yoy). Namun demikian, tingkat
konsumsi ini masih berada pada tingkat yang relatif tinggi. Kondisi yang sama juga terjadi pada
konsumsi swasta yang tumbuh 8,60% (yoy) dimana pada triwulan sebelumnya tumbuh 13,24%
(yoy) serta tumbuh 9,55% (yoy) pada triwulan II 2013. Konsumsi rumah tangga tercatat naik 1%
(qtq) dan konsumsi swasta terakselerasi tipis sebesar 0,06% (qtq). Beberapa faktor yang memicu
pertumbuhan konsumsi masyarakat adalah liburan sekolah (peak season) serta masuknya bulan
suci Ramadhan yang memicu naiknya permintaan dari masyarakat.Konsumsi pemerintah tumbuh
6,72% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun
sebelumnya yang masing-masing tumbuh sebesar 7,86% (yoy) dan 9,28% (yoy). Sedangkan secara
triwulanan, konsumsi pemerintah naik 2,11% (qtq).
Grafik 1.3Perkembangan Konsumsi Masyarakat
Grafik 1.4Indeks Tendensi Konsumen (ITK)
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Berdasarkan indeks tendensi konsumen (ITK) di triwulan II 2014 yang sebesar 110,14 dapat
diartikan bahwa kondisi ekonomi masyarakat meningkat, namun tingkat optimisme konsumen
turun tipis jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya mencatat indeks sebesar 111,0.
Peningkatan kondisi ekonomi konsumen ini didorong oleh peningkatan indeks penerimaan rumah
tangga (IPRT) saat ini sebesar 115,59 atau naik 8,16%(yoy) atau 0,87% (qtq). Inflasi yang terjadi
selama bulan April hingga Juni 2014 tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi
makanan sehari-hari yang ditunjukkan oleh indeks kaitan inflasi dengan konsumsi makanan sehari-
hari sebesar 102,96 sehingga tingkat konsumsi rumah tangga meningkat yang ditunjukan dengan
nilai indeks 105,99.
Konsumsi masyarakat yang tumbuh positif ini juga ditandai dengan pertumbuhan kredit yang
disalurkan oleh perbankan dimana kredit konsumsi tercatat tumbuh signifikan sebesar 17,01%
(yoy), melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 19,48%
(yoy) maupun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat
tumbuh sebesar 40,62% (yoy). Namun demikian jumlah nominal kredit konsumsi yang disalurkan
terus mengalami penambahan dimana terjadi kenaikan sebesar 4,04% (qtq) pada triwulan II 2014
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Sementara itu,
tercatat sebesa
Malut menunj
Malut digerakk
Indeks Pendap
Sumber : BPS
Grafik 1.6Perkembangan Kredit Konsumsi
Grafik 1.5atan Rumah Tangga (IPRT)
5
nilai tukar petani (NTP) sebagai gambaran tingkat daya beli petani di Maluku Utara
r 103,24 pada akhir triwulan laporan atau naik2,13% (qtq) atau 2,93% (yoy). NTP
ukkan tren meningkat sejak Oktober. Dengan kata lain, pertumbuhan konsumsi
an oleh masyarakat baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan.
Provinsi Maluku Utara, diolah
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat
bongkar muat di Pelabuhan Ahmad Yani Te
luar daerah seperti Surabaya, Makassar dan
Perkembanga
Sumber : BPS Provi
Volume Bongka
Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate
Grafik 1.7n Nilai Tukar Petani (NTP)
di Maluku Utara juga terlihat dari pergerakan kegiatan
rnate pada sebagian besar komoditas yang dikirim dari
Bitung (Manado).
nsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.9Volume Bongkar Telur (Ton/M3)
Grafik 1.8r Bahan Makanan (Ton/M3)
6
Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.2.2 Pembentu
Pertumbuhan inv
sebesar 4,94% (
tahun sebelumny
perlambatan, nam
nilai investasi ter
hanya sebesar Rp
Maluku Utara ba
triwulan laporan
Maluku Utara da
dan jalan raya at
Volume Bongka
Sumber : PT Pelin
Grafik 1.11Volume Bongkar Bawang (Ton/M3)
GVolume Bongkar Ber
Sumber : PT Pelindo
Grafik 1.10r Minuman Ringan (Ton/M3)
7
kan Modal Tetap Bruto (PMTB)
estasi atau modal tetap domestik bruto (PMTB) pada triwulan II 2014 tercatat
yoy), melambat cukup signifikan jika dibandingkan dengan periode yang sama
a yang tumbuh sebesar 9,59% (yoy). Meskipun secara persentase terlihat adanya
un secara nominal justru terjadi kenaikan nilai investasi. Pada triwulan II 2014,
catat sebesar Rp78,21 miliar, naik 1,75% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang
76,86 miliar. Penurunan tersebut juga terkonfirmasi dari data realisasi investasi di
ik berupa investasi asing maupun investasi domestik. Kegiatan investasi pada
masih digerakkan oleh pembangunan infrastruktur diseluruh wilayah provinsi
lam rangka mendukung program MP3EI baik infrastruktur dasar seperti jembatan
aupun fasilitas pendukung transportasi lainnya seperti pelabuhan yang perannya
do Cabang Ternate Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate
rafik 1.12as Umum Non Dolog (Ton/M3)
Cabang Ternate
Grafik 1.13Total Volume Bongkar (Ton/M3)
Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate
8
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
cukup vital mengingat kondisi geografis Maluku Utara yang berupa kepulauan. Beberapa kegiatan
pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan smelter nikel di Halmahera Timur,
pembangunan pembangkit listrik, bandara, dan pelabuhan milik swasta di Halmahera Timur,
pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara di Tidore, finalisasi jalan lingkar Pulau Morotai,
pembangunan persiapan KEK di Pulau Morotai, pembangunan jalan raya Sofifi – Tobelo,
pembangunan Duafa Center, pembangunan pelabuhan Bastiong, serta berbagai kegiatan
pembangunan lainnya di seluruh kabupaten/kota di Maluku Utara.
Grafik 1.14Perkembangan Investasi di Maluku Utara
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.15Perkembangan PMA di Maluku Utara
Grafik 1.16Perkembangan PMDN di Maluku Utara
Sumber : BKPM Sumber : BKPM
9
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Selain itu, perkembangan investasi di Maluku Utara juga tercermin dari perkembangan kredit
investasi yang disalurkan perbankan hingga Juni 2014 tercatat sebesar Rp486,54 miliar atau naik
sebesar 2,75% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada
triwulan laporan, total volume pengadaan semen di Maluku Utara naik sebesar 16,12% (yoy) jika
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, namun turun 7,71% (qtq). Hal ini
turut mengkonfirmasi adanya kegiatan pembangunan dan aliran dana masuk ke Maluku Utara.
1.2.3 Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran konsumsi pemerintah pada triwulan II 2014 tumbuh sebesar 6,72% (yoy) atau naik
3,91% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Biasanya
pemerintah membagi proses pembayaran proyek-proyek pembangunannya menjadi dua termin
yaitu triwulan II tahun berjalan sebagai termin I dan akhir tahun sebagai termin II. Oleh karena itu,
pertumbuhan positif konsumsi pemerintah pada triwulan laporan sesuai dengan data historisnya.
Perkembangan konsumsi pemerintah juga terlihat dari perkembangan saldo giro pemerintah di
perbankan, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Diakhir triwulan II 2014, jumlah
saldo pemerintah di perbankan naik 40,33% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya atau naik
35,91% dibandingkan posisi di bulan Januari. Secara tahunan, saldo giro pemerintah lebih tinggi
24,93% (yoy) jika dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa
pemerintah melakukan penambahan anggaran untuk melakukan pembangunan di daerah.
Perkembangan saldo giro yang dimiliki pemerintah di perbankan mengindikasikan sejauh mana
program kerja yang telah direalisasikan atau seberapa besar anggaran yang terserap sehingga
dapat dikorelasikan dengan perkembangan pembangunan yang dilakukan pemerintah.
Grafik 1.17Perkembangan Kredit Investasi
Grafik 1.18Perkembangan Konsumsi Semen
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (ASI)
10
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.2.4 Kegiatan Ekspor – Impor
Kinerja ekspor hingga triwulan II 2014 mengalami pertumbuhan negatif yang semakin dalam baik
secara tahunan maupun triwulanan. Hal ini terjadi sebagai dampak dari terkoreksinya ekspor luar
negeri Maluku Utara pasca berhentinya kegiatan ekspor biji nikel setelah implementasi UU Minerba
pada awal 2014. Kondisi ini diperkirakan tidak akan berubah signifikan hingga pembangunan
smelter rampung dan perusahaan tambang dapat kembali beroperasi serta melakukan ekspor
olahan nikel yang nilai jualnya jauh lebih tinggi dibandingkan nickel ore/biji nikel.
Ekspor Maluku Utara tumbuh -18,43% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya atau terkoreksi -10,98% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Penurunan kinerja ekspor ini juga terlihat dari kegiatan ekspor Maluku Utara yang bergerak turun
baik secara nilai maupun volumenya. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya, volume ekspor turun sebesar -99,88% (yoy) atau turun -99,19% (qtq) dibandingkan
triwulan sebelumnya. Sedangkan jika dilihat dari total nilai ekspor, Maluku Utara mengalami
penurunan yang tidak kalah tajam dengan volume ekspor yaitu sebesar -98,15% (yoy) jika
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau -85,26% (qtq) jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Penurunan yang sangat signifikan ini disebabkan oleh terhentinya
kegiatan ekspor biji nikel yang notabene memiliki share ±98% terhadap total ekspor Maluku Utara
setiap bulannya. Penurunan ini diprediksi akan bertahan hingga adanya kegiatan produksi di sektor
pertambangan baik untuk produk nikel dan hasil tambang lainnya. Saat ini belum ada perusahaan
tambang nikel yang beroperasi di Malut dikarenakan sedang dalam proses pembangunan smelter
dan sarana penunjang lainnya seperti pembangkit listrik dan pelabuhan.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.19Perkembangan Konsumsi Pemerintah
Grafik 1.20Perkembangan Giro Pemerintah
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Melesatnya volume dan nilai ekspor Maluk
September 2012 yang merupakan antisi
perusahaan mengekspor raw material (un
dikenal dengan UU Minerba. Selain itu,
perusahaan nikel untuk meningkatkan kap
perusahaan pada level aman. Harga nik
18.629/MT, naik18,82% (qtq) jika dibandi
dibandingkan periode yang sama tahun se
nikel tahun 2011 yang mencapai USD 22.9
mencapai titik terendahnya di November 20
Sumber : BPS Pro
Grafik 1.22Perkembangan Volume Ekspor
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Perkembang
Grafik 1.21an PDRB Riil Sektor Ekspor
11
u Utara dipicu oleh peningkatan ekspor bijih nikel sejak
pasi dari kebijakan pemerintah pusat yang melarang
tuk komoditas tertentu) per Januari 2014 atau lebih
turunnya harga nikel di pasar global juga mendorong
asitas ekspornya dalam rangka menjaga jumlah margin
el pada akhir triwulan laporan tercatat sebesar USD
ngkan triwulan sebelumnya atau naik 30,45% (yoy) jika
belumnya, namun masih jauh dibawah rata-rata harga
09/MT. Harga nikel mulai turun sejak Oktober 2011 dan
13 pada harga USD 13.684/MT.
vinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.23Perkembangan Nilai Ekspor
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
12
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Semakin besar volume ekspor nikel yang dipasok ke pasar global oleh negara-negara penghasil
nikel termasuk Indonesia, menyebabkan over supply komoditas dimaksud dan mendorong
turunnya harga jual nikel pada level yang lebih rendah. Selain itu, hadirnya teknologi baru yang
diterapkan pada produksi nikel pig iron mengakibatkan turunnya biaya produksi nikel pig iron
sehingga harga nikel dunia ikut tertekan. Namun demikian harga nikel kembali terakselerasi
ditriwulan II 2014 walaupun masih jauh harga harapan para pelaku bisnis.
Sementara itu, perkembangan aktivitas ekspor antar daerah tercermin dari kegiatan muat barang di
Pelabuhan Ahmad Yani Ternate yang mencatat pertumbuhan positif baik secara triwulanan
maupun secara tahunan. Selama triwulan laporan, tercatat volume muat barang sebesar 7.318
ton/m3 atau naik sebesar 30,87% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya atau naik
sebesar 25,29% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Volume
muat barang di Maluku Utara sangat fluktuatif dimana komoditas ekspor antar daerah Maluku
Utara merupakan hasil pertanian, hasil hutan dan perikanan yang notabene sangat dipengaruhi
oleh kondisi alam. Sehingga ketika cuaca mendukung dan kapasitas produksi meningkat pada
musim panen maka barang yang diekspor ke daerah lain akan lebih banyak dari biasanya
demikianpula sebaliknya.
Grafik 1.24Perkembangan Harga Nikel & Emas
Sumber : IMF
Grafik 1.25Perkembangan Harga Minyak Bumi
Sumber : IMF
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Perkembangan impor M
dengan periode yang sa
triwulan sebelumnya. Ken
masyarakat Malut menin
pulau/daerah masih men
merupakan pengurang t
pos ini bersifat menahan
Malut sedikit melamba
dibandingkan periode yan
Grafik 1.26Perkembangan Volume Muat Barang di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate
Sumber : BPS Provins
GrafikPerkembangan PDR
Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate
aluku Utara terpantau tumbuh sebesar 10,90% (yoy) jika dibandingkan
ma tahun sebelumnya atau naik 2,73% (qtq) jika dibandingkan dengan
aikan volume impor ini menunjukkan bahwa jenis dan jumlah kebutuhan
gkat signifikan dibanding tahun sebelumnya. Secara agregat, impor antar
jadi pangsa utama kegiatan impor Maluku Utara. Impor yang harfiahnya
erhadap PDRB sisi permintaan sehingga sumbangan yang diberikan oleh
laju pertumbuhan ekonomi Malut. Laju pertumbuhan tahunan impor
t dibandingkan dengan triwulan sebelumnya namun lebih tinggi
g sama tahun sebelumnya.
i Maluku Utara, diolah
Grafik 1.28Perkembangan Kegiatan Impor
1.27B Riil Sektor Impor
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara,diolah
13
14
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Penawaran
Struktur perekonomian Maluku Utara di triwulan II 2014 masih didominasi oleh sektor pertanian
yang menyumbang 33,75% dari total PDRB. Sektor perdagangan, hotel dan restoran berada di
peringkat kedua dengan pangsa sebesar 27,85%, sedangkan sektor industri pengolahan sebagai
penyumbang terbesar ketiga dengan pangsa 12,47%. Sementara itu, sektor lainnya memiliki
pangsa dibawah 10% termasuk sektor pertambangan dan penggalian yang diharapkan akan
menjadi sektor unggulan dimasa yang akan datang memiliki pangsa sebesar 3,3%.
Walau terpantau melambat, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) merupakan sektor yang
memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu 10,94% (yoy) dengan share terbesar yaitu 27,85%. Seluruh
sektor perekonomian di Maluku Utara menunjukkan kinerja positif kecuali sektor pertambangan
yang tercatat tumbuh negatif sebesar -21,23% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya dan penurunan ini lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar -15,75% (yoy).
Grafik 1.29Struktur PDRB Sisi Penawaran
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
15
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.3.1 Sektor Pertanian
Pada triwulan II 2014, sektor pertanian tumbuh sebesar 2,28% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan
tahunan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,69% (yoy). Pertumbuhan sektor ini sangat
dipengaruhi oleh jadwal tanam dan panen berbagai komoditas penyusunnya serta perubahan
cuaca, yang akan berdampak pada penurunan atau naiknya kapasitas produksi sektor pertanian.
Namun demikian, tren pertumbuhan sektor utama PDRB Maluku Utara ini memang terlihat
menurun dari waktu ke waktu. Pada semester I 2014 pertumbuhan sektor pertanian masih
tergolong rendah karena berada dibawah rata-rata pertumbuhannya selama satu dekade terakhir.
Salah satu penyebab terjadinya tren penurunan pertumbuhan sektor pertanian adalah karena
semakin kecilnya animo masyarakat untuk menjadi pelaku, bahkan tidak jarang pelaku di sektor ini
beralih ke sektor lain yang dianggap memiliki prospek lebih baik seperti ke sektor PHR dan
pertambangan serta penggalian.
Sektor Pertumbuhan(%)
Andil/Sumbangan(%)
Pertanian 2.3 0.77Pertambangan & Penggalian (21.23) -0.93
Industri Pengolahan 5.1 0.64LGA 10.64 0.06
Bangunan 5.0 0.16PHR 10.94 2.93
Pengangkutan & Komunikasi 8.2 0.62Keuangan, Persewaan & Js. Pers. 8.0 0.31
Jasa-jasa 7.3 0.52PDRB 5.6 5.60
Tabel 1.2Perkembangan Sektoral PDRB Sisi Penawaran
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.30Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
16
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Subsektor kehutanan mencatatkan pertumbuhan tertinggi di triwulan laporan yaitu sebesar 5,49%
(yoy), namun terkoreksi -0,28% (qtq) dengan share 8,23% terhadap sektor pertanian. Sedangkan
subsektor dengan share terbesar adalah subsektor tanaman perkebunan sebesar 53,70% yang
tumbuh 2,11% (yoy) atau 0,97% (qtq).
Berdasarkan angka ramalan I (ARAM I)2014, tanaman padi diprediksi akan memiliki kinerja positif
baik dari segi luas panen, produktivitas serta kapasitas produksinya. Total produksi padi
diperkirakan akan mencapai 74.739 ton GKG atau naik sebesar 3,17% atau 2.294 ton jika
dibandingkan dengan ATAP 2013. Produktivitasnya juga diperkirakan naik sebesar 0,03% atau
0,01 kuintal/hektar. Pertumbuhan positif produksi padi 2014 (ARAM I) diperkirakan terjadi pada
Januari-April dan Mei-Agustus masing-masing sebesar 5.271 ton atau 21,01%(yoy) dan 1.541 ton
atau 7,34% (yoy), sedangkan untuk September–Desember diperkirakan terkoreksi sebesar -4.518
ton atau -17,13% (yoy).
Sementara itu, produksi jagung Maluku Utara diperkirakan sebesar 29.421 ton pipilan kering atau
turun -6,86% atau 2.019 ton jika dibandingkan dengan ATAP 2013. Penurunan produksi
diperkirakan karena berkurangnya luas panen seluas -453 hektar atau -4,36% serta penurunan
produktivitas sebesar 0,74 kuintal/hektar atau -2,61%. Penurunan produksi jagung tahun 2014
Volume %Padi Sawah1. Luas Panen (ha) 14860 14278 -582 -3.922. Produktivitas (kw/ha) 40.89 41.2 0.31 0.763. Produksi (ton) 60757 58821 -1936 -3.19
Padi Ladang1. Luas Panen (ha) 4421 5610 1189 26.892. Produktivitas (kw/ha) 26.44 28.37 1.93 7.303. Produksi (ton) 11688 15918 4230 36.19
Padi1. Luas Panen (ha) 19281 19888 607 3.152. Produktivitas (kw/ha) 37.57 37.58 0.01 0.033. Produksi (ton) 72445 74739 2294 3.17Keterangan : Bentuk produksi padi adalah gabah kering giling (GKG)
PerubahanJenis
ATAP2013
ARAM I2014
Tabel 1.3Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian (Padi)
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
17
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
(ARAM I) terjadi pada periode Januari-April dan September-Desember masing-masing sebesar
2.429 ton atau -24,58% dan -253 ton atau -2,01%. Sedangkan untuk periode Mei-Agustus
diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 663 ton atau 9,50% jika dibandingkan dengan
produksi pada periode yang sama tahun 2013 (yoy).
Produksi kedelai di Maluku Utara diprediksi sebesar 1.223 ton biji kering pada ARAM I 2014, atau
naiktipis sebesar 6 ton atau 0,49% dibandingkan dengan ATAP 2013. Pertumbuhan positif kinerja
produksi kedelai diperkirakan disebabkan oleh naiknya luas panen seluas 1 hektar atau 0,10%,
demikian juga produktivitas yang diperkirakan naik sebesar 0,05 kuintal/hektar atau 0,10%.
Kenaikan produksi kedelai tahun 2014 terjadi pada periode Mei-Agustus dan September-Desember
masing-masing sebesar 73 ton atau 21,22% dan 132 ton atau 33,76%, sedangkan pada periode
Januari-April mengalami penurunan sebesar -199 ton atau -40,45% dibandingkan dengan
produksi pada periode yang sama tahun 2013 (yoy).
Subsektor tanaman bahan makanan tercatat tumbuh tipis sebesar 1,51% (yoy) atau -1,34% (qtq)
dimana subsektor ini memiliki andil sebesar 23,56% terhadap sektor pertanian. Permintaan dari
masyarakat yang semakin tinggi terhadap produk subsektor ini serta sisi produksi internal provinsi
yang masih terbatas mengakibatkan Maluku Utara harus mengimpor sebagian besar kebutuhan
Volume %Luas Lahan (ha) 10395 9942 -453 -4.36Produktivitas (kw/ha) 28.3 27.56 -0.74 -2.61Produksi (ton) 29421 27402 -2019 -6.86Keterangan : Bentuk produksi jagung adalah pipilan kering
JagungATAP2013
ARAM I2014
Perubahan
Volume %Luas Lahan (ha) 1005 1006 1 0.10Produktivitas (kw/ha) 12.21 12.26 0.05 0.41Produksi (ton) 1227 1233 6 0.49Keterangan : Bentuk produksi kedelai adalah pipilan kering
ARAM I2014
PerubahanKedelai
ATAP2013
Tabel 1.4Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian (Jagung)
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Tabel 1.5Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian (Kedelai)
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
18
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
yang berasal dari subsektor ini dari daerah lain seperti dari Surabaya, Makassar dan Manado. Oleh
karena itu, saat ini pemerintah daerah melalui dinas pertanian mulai mengembangkan klaster
tanaman holtikultura di seluruh wilayah Maluku Utara untuk mendorong pertumbuhan sisi
produksi subsektor dimaksud seperti klaster bawang dan padi dengan harapan dapat menurunkan
tingkat ketergantungan terhadap daerah lain dan mampu menarik turun harga ke level yang lebih
terjangkau sehingga mampu menjaga tingkat kesejahteraan riil masyarakat.
Subsektor perkebunan tercatat mengalami kinerja positif dengan tumbuh sebesar 2,11% (yoy) atau
0,97 (qtq) dengan pangsa sebesar 44,27% terhadap sektor pertanian. Hal ini dikonfirmasi oleh
jumlah ekspor kopra yang cukup tinggi di triwulan II 2014 dan menahan ekspor Malut dari
penurunan yang lebih dalam akibat tidak adanya ekspor biji nikel yang selama ini menjadi
komoditas ekspor utama.
Berbanding terbalik dari triwulan sebelumnya, sektor perikanan tumbuh positif pada triwulan II
2014 sebesar 3,00% (yoy) atau 1,42% (qtq). Pangsa dari subsektor ini cukup besar yaitu 19,54%
terhadap sektor pertanian. Hal ini mengingat besarnya kapasitas produksi subsektor ini dan
komoditas dari subsektor ini menjadi makanan pokok masyarakat Malut dengan tingkat
permintaan yang tinggi. Pertumbuhan ini terkonfirmasi juga oleh pertumbuhan produksi ikan
tangkap di Kota Ternate yang naik sebesar 8,03% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya. Namun secara triwulanan mengalami koreksi sebesar -2,90% (qtq). Total
produksi ikan tangkap Kota Ternate hingga akhir triwulan laporan sebesar 1.797,02 ton, naik
133,60 ton dari periode yang sama tahun sebelumnya namun turun 53,68 ton dari triwulan
sebelumnya.
Perkembangan sektor pertanian juga tercermin dari perkembangan kredit yang dikucurkan oleh
perbankan. Total kredit yang disalurkan selama triwulan laporan adalah Rp23,22 miliar, tumbuh
22,80% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau naik 2,66%
(qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp22,62 miliar.
19
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.3.2 Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)
Sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sebesar 10,90% (yoy) pada triwulan II 2014 atau
2,93% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sektor ini memiliki pangsa sebesar
27,85% terhadap pembentukan PDRB Maluku Utara triwulan II 2014. Perkembangan pada sektor
ini disokong oleh subsektor perdagangan besar dan eceran yang berhasil tumbuh sebesar 11,02%
(yoy), subsektor hotel tumbuh 9,64% (yoy) dan subsektor restoran yang tumbuh 1,36% (yoy).
Pertumbuhan tahunan sektor PHR melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini terlihat
dari pertumbuhan ketiga subsektor penyusunnya yang melambat dibandingkan triwulan
Sumber : PPN Kota Ternate
Grafik 1.33Perkembangan PDRB Riil Sektor PHR
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.31Perkembangan Kredit Pertanian
Grafik 1.32Perkembangan Kinerja Ikan Tangkap
20
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
sebelumnya. Pertumbuhan sektor ini terkonfirmasi dari indeks Tingkat Penghunian Kamar (TPK)
selama triwulan I 2014 yang tumbuh sebesar 93,14% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya atau tumbuh 14,33% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Selain itu, jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan pada sektor ini juga
mengalami kenaikan yang hingga akhir triwulan laporan tercatat sebesar Rp1.205 miliar atau
meningkat 136,02% (yoy) namun turun sebesar -1,46% (qtq). Hal ini seiring dengan himbauan
Bank Indonesia untuk melakukan pengereman terhadap pertumbuhan kredit untuk menghindari
risiko kredit macet.
1.3.3 Sektor Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan pada triwulan II 2014 tumbuh sebesar 5,12% (yoy), lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang sebesar 7,99% (yoy). Secara
triwulanan, sektor ini mengalami penurunan tipis sebesar -0,11% (qtq). Industri non-migas
merupakan pemicu satu-satunya pertumbuhan sektor ini dengan andil sebesar 12,5% terhadap
PBRD Maluku Utara triwulan II 2014.
Grafik 1.34Perkembangan Kredit Sektor PHR
Grafik 1.35Perkembangan TPK
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
21
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Seiring dengan pertumbuhan sektor industri pengolahan, industri manufaktur mikro dan kecil
tumbuh sebesar 9,34% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan
sebelumnya yang sebesar 19,63% (yoy). Secara triwulanan, IMK Maluku Utara tumbuh negatif -
1,66% (qtq). Pertumbuhan tertinggi dialami oleh industri furnitur sebesar 26,43% (yoy), kemudian
disusul oleh industri galian bukan logam yang tumbuh 23,07% (yoy), industri kayu, barang dari
kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur) dan barang anyaman dari bambu, rotan
dan sejenisnya tumbuh 20,79% (yoy) serta industri makanan yang tumbuh 13,16% (yoy).
Sementara itu, industri yang mengalami pertumbuhan negatif pada triwulan laporan adalah
industri minuman sebesar -18,87% (yoy), industri tekstil -5,90% (yoy) dan industri alat angkut
lainnya -6,52 (yoy). pertumbuhan negatif tersebut juga terlihat secara triwulanan (qtq).
Grafik 1.37Perkembangan PDRB Riil
Sektor Industri Pengolahan
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.36Perkembangan Kredit Sektor Industri
Pengolahan
22
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.3.4 Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sektor pertambangan dan penggalian mengalami penurunan pertumbuhan yang signifikan sesuai
proyeksi yaitu tumbuh -21,23% (yoy) atau -7,95 (qtq). Penurunan ini merupakan dampak dari
implementasi UU Minerba sehingga perusahaan tambang yang memproduksi biji nikel harus
berhenti beroperasi karena larangan ekspor biji nikel mentah. Perusahaan tambang harus menjual
barang olahan dari biji nikel sehingga mereka harus membangun pabrik pemurnian nikel atau
smelter yang saat ini sedang dalam proses pembangunan, dimana pembangunan hanya dilakukan
oleh perusahaan dengan modal besar mengingat biaya pembangunan yang tinggi.
Subsektor penggalian tercatat masih mengalami pertumbuhan sebesar 6,03% (yoy) atau naik
2,73% (qtq). Subsektor ini masih digerakkan oleh penambangan bahan galian tipe C seperti pasir.
Hal ini terjadi seiring semakin maraknya pembangunan berbagai infrastruktur dan bangunan
fungsional lainnya termasuk kegiatan reklamasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun
pihak swasta terkait perluasan area untuk mengembangkan usaha mereka. Saat ini pemerintah
sedang melakukan review terhadap izin galian tipe C karena berdampak terhadap kerusakan areal
qtq ctc yoyIndustri Makanan 1.18 15.54 13.16Industri Minuman 8.53 -12.05 -4.72Industri Tekstil 7.75 -2.25 1.40Industri Pakaian Jadi -9.80 5.62 5.72Industri Kayu, Barang dari Kayu, Barang dari kayu danGabus (Tidak Termasuk Furnitur) dan Barang Anyaman dariBambu, Rotan dan Sejenisnya
2.46 15.71 20.79
Industri Barang Galian Bukan Logam -3.57 9.95 1.02Industri Logam Dasar -8.79 1.18 -5.39Industri Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya -6.34 3.42 -1.36Industri Alat Angkutan Lainnya 7.33 -6.70 -6.86Industri Furnitur 1.26 29.49 26.43Industri Pengolahan Lainnya 3.80 20.82 23.07IMK (Industri Mikro dan Kecil) -1.66 14.29 9.34Ket : qtq : quartal to quartal
ctc : cumulative to cumulativeyoy : year on year
Jenis IndustriPertumbuhan
Tabel 1.6Pertumbuhan Industri Manufaktur Mikro dan Kecil
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
23
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Grafik 1.38Perkembangan PDRB Riil SektorPertambangan dan Penggalian
Grafik 1.39Perkembangan Kredit
Sektor Pertambangan dan Penggalian
sekitar tambang akibat proses penambangan yang kurang baik serta merugikan masyarakat sekitar
bahkan berpotensi menyebabkan tanah longsor.
Sementara itu, sektor pertambangan non-migas tercatat terkoreksi signifikan sebesar-25,60% (yoy)
atau turun -10,08% (qtq). Andil terbesar dari subsektor ini disumbangkan oleh kegiatan
penambangan nikel yang tersebar di Kepulauan Halmahera. Oleh karena itu subsektor
pertambangan non-migas tercatat mengalami penurunan yang signifikan karena sampai saat ini
masih disumbang seluruhnya oleh produksi biji nikel. Berdasarkan hasil liaison diketahui bahwa
contact belum memasuki fase produksi melainkan sedang dalam tahap pembangunan pabrik dan
fasilitas pendukung serta persiapan produksi.
Berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, menjelang
penerapan UU Minerba di tahun 2014, mendorong beberapa perusahaan yang bergerak di bidang
penambangan biji nikel untuk membangun smelter di beberapa lokasi seperti di Kabupaten
Halmahera Timur dan di Pulau Obi – Halmahera Selatan. Disisi lain, pada triwulan laporan,
perkembangan kredit yang disalurkan pada sektor ini tercatat mengalami kontraksi sebesar -
44,51% (yoy), meskipun secara qtq naik sebesar 15,81%. Kredit yang disalurkan di sektor ini mulai
terlihat mengalami kontraksi pertumbuhan sejak triwulan II 2013.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
25
Provinsi Maluku Utara adalah surga tropis di Kawasan Indonesia Timur, selain keindahan
alamnya yang masih terjaga juga memiliki sumber daya alam yang sangat berlimpah. Salah satu
potensi yang masih terus coba dieksplorasi adalah bahan tambang dan galian mineral. Berdasarkan
data yang dimiliki Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, potensi nikel yang
sudah diketahui di provinsi ini sebesar +/- 220 juta ton yang tersebar di Tanjung Buli, Pulau Gebe,
Pulau Pakal, Pulau Obi, dan Teluk Weda. Dua lokasi di antaranya sudah ditambang, yaitu Pulau
Gebe dan Gag. Di samping nikel, terdapat tambang emas di Maluku Utara yang berdasarkan hasil
penelitian salah satu perusahaan tambang memiliki potensi sebesar +/- 1,4 juta ton dengan kadar
layak tambang. Prospek emas juga terdapat di Ruwait serta Tugurachi.
Sumber daya geologis lainnya terdapat di Pulau Obi yang diperkirakan mengandung +/- 6,8
juta ton. Kandungan sumber daya geologis terbesar ditemukan di Pulau Bacan berkisar 70 juta ton.
Tembaga yang tersimpan di perut Bumi Maluku Utara berkisar 70 juta ton, belum lagi mineral
mangan, kromit, batu gamping, kalsit, bentonit, diatome, talk, kaolin, perlit, magnesit, andesit,
sirtu, batu apung, diorit, dan beragam batu mulia. Kandungan mineral dan bahan tambang yang
cukup beragam tersebut diharapkan akan mampu mendatangkan pendapatan yang lebih besar lagi
untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2011, Dinas Pertambangan
Provinsi Maluku Utara mencatat sebanyak 258 perusahaan yang telah memiliki izin pertambangan
dengan skala usaha yang bervariasi. Perusahaan-perusahaan tersebut dapat menjadi penggerak
perekonomian Maluku Utara dari sektor pertambangan dan penggalian.
Menilik data Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara, selama
satu dekade terakhir terlihat adanya tren pertumbuhan ekonomi yang menggembirakan.
Perekonomian di Maluku Utara meningkat dari 2,24% (yoy) di triwulan II tahun 2001 menjadi
5,60% (yoy) di triwulan II 2014, bahkan sempat mencapai kisaran 6%-8% di triwulan III 2006
hingga triwulan I 2014. Sumbangan terbesar berasal dari sektor Pertanian, PHR dan Industri
Pengolahan, yang menyumbang lebih dari 70% PDRB. Sektor lain seperti pertambangan dan
penggalian juga memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi perekonomian Maluku Utara,
meskipun masih belum optimal. Satu dekade belakangan ini, sektor Pertambangan dan Penggalian
memberikan kontribusi pada kisaran 4%-5,5%, namun memasuki triwulan IV 2013 sampai dengan
triwulan II 2014 terjadi penurunan pertumbuhan, hal ini dipicu oleh penerapan Undang Undang
BOKS I. Perlambatan Perekonomian Maluku Utara Pasca PenerapanUU Minerba
26
BOKS I. Perlambatan Perekonomian MalukuUtara Pasca Penerapan UU Minerba
No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Perlambatan pada
sektor Pertambangan dan Penggalian ini turut berkontribusi dalam memicu perlambatan
pertumbuhan PDRB Maluku. Pada triwulan I 2014 sektor ini tercatat mengalami pertumbuhan
negatif sebesar 15,75% (yoy) dan 21,23% (yoy) pada triwulan II 2014.
Grafik 1. Pertumbuhan PDRB Provinsi Maluku Utara
Sumber: Data BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 2. Pertumbuhan Perekonomian Provinsi Maluku Utara Tahun 2011-2014
Sumber: Data BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Secara nasional, juga terjadi perlambatan pertumbuhan perekonomian. Perlambatan
pertumbuhan ekonomi disebabkan kontraksi ekspor riil terutama dari komoditas pertambangan
seperti batubara dan konsentrat mineral, antara lain karena melemahnya permintaan terutama dari
Tiongkok, menurunnya harga, serta pengaruh temporer dari kebijakan pelarangan ekspor mineral
mentah. Zona KTI, yang salah satunya adalah Maluku Utara, menjadi penyumbang terbesar
perlambatan ekonomi akibat kontraksi ekspor riil.
27
BOKS I. Perlambatan Perekonomian MalukuUtara Pasca Penerapan UU Minerba
Memasuki tahun 2014, nilai ekspor Maluku Utara, terutama ekspor dari luar negeri, turun
secara drastis karena ekspornya didominasi oleh bijih nikel dan bijih besi dengan proporsi lebih dari
90%. Di triwulan I 2014 total ekspor Maluku Utara menurun sebesar 8,5% (yoy), kemudian
menurun lebih dalam lagi sebesar 18,4% pada triwulan II 2014. Bahkan pada bulan Februari 2014,
Maluku Utara sama sekali tidak melakukan ekspor karena tidak adanya aktvitas penambangan dan
penggalian. Selain itu, per Februari 2014 tercatat adanya peningkatan jumlah pengangguran
sebesar 17,9%, dari 15,1 ribu orang di triwulan IV 2013 menjadi 12,4 ribu orang di triwulan I 2014
akibat penghentian sementara kegiatan operasional tambang.
Dari sisi penggunaan, tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga terus mengalami
penurunan pertumbuhan dari 2,00% (qtq) atau 6,37% (yoy) di triwulan IV 2013, menjadi
1,84%(qtq) atau 7,01% (yoy) di triwulan I 2014, kemudian menurun lagi menjadi 1,00% (qtq) atau
6,85% (yoy) di triwulan II 2014. Tingkat konsumsi Lembaga Swasta/Nirlaba yang sempat naik di
triwulan I 2014 hingga 4,07% (qtq) atau 13,24% (yoy) dari 1,86% (qtq) atau 10,29% (yoy) di
triwulan IV 2013, kini turun menjadi 0,92%(qtq) atau 8,60% (yoy) di triwulan II 2014. Dari sisi
sektoral, sektor pertanian justru mengalami kenaikan pertumbuhan dari 1,55% (yoy) di triwulan IV
2013 menjadi 1,69% (yoy) di triwulan I 2014 dan kembali meningkat menjadi 2,28% (yoy) di
triwulan II 2014. Sektor jasa-jasa, khususnya jasa swasta mengalami kenaikan pertumbuhan dari
triwulan IV 2013 ke triwulan I 2014, meskipun kembali turun di triwulan II 2014. Sementara sektor-
sektor lain mengalami perlambatan di triwulan II 2014. Dari sisi ketenagakerjaan, terdapat kenaikan
yang signifikan pada hampir seluruh sektor lapangan pekerjaan utama, kecuali pertanian dan
pertambangan dan penggalian. Diduga penambahan jumlah tenaga kerja tersebut terkait dengan
berhentinya operasional sejumlah perusahaan tambang akibat penerapan UU Minerba, sehingga
terjadi eksodus pekerja pertambangan ke sektor-sektor lain. Namun, hal ini masih perlu dianalisis
lebih jauh dengan mempertimbangkan berbagai hal terkait.
BOKS I. Perlambatan Perekonomian MalukuUtara Pasca Penerapan UU Minerba
S
untuk m
smelter
smelter
pimpina
P
diselesai
mampu
smelter,
sudah m
lapanga
dukunga
member
sandung
Sumb
Grafik 2. Perkembangan Ekspor
ebagai respon UU Minerba, saat ini terdapa
embangun pabrik pengolahan atau smelte
tersebut sudah berjalan sejak awal tahun 2
milik salah satu perusahaan tambang dih
n Nasional serta gugatan arbitrase terhadap
embangunan smelter ini selayaknya terus
kan sehingga aktivitas penambangan dan p
mendorong pertumbuhan perekonomian M
Maluku Utara tidak lagi mengandalkan e
emiliki nilai tambah dengan harga jauh leb
n kerja dan akan mengurangi tingkat pen
n pemerintah daerah sangat diperluka
ikan kemudahan dan mempercepat proses
an karena panjang dan peliknya proses biro
Provinsi Maluku Utara
er: Data BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 3. Ketenagakerjaan Sektor Pertambangan
dan Penggalian Provinsi Maluku Utara28
t dua perusahaan tambang yang berkomitmen
r di Halmahera, Maluku Utara. Pembangunan
014 lalu, namun pada saat ini pembangunan
entikan sementara terkait adanya perubahan
UU Minerba.
didukung dan didorong agar dapat segera
enggalian bisa kembali normal dan diharapkan
aluku Utara lebih tinggi lagi. Dengan adanya
kspor material mentah tambang saja, namun
ih tinggi. Dengan demikian, akan terciantama
gangguran. Untuk mewujudkan hal tersebut,
n misalnya melalui paket kebijakan yang
perizinan yang selama ini sering menjadi batu
krasi di Indonesia.
Sumber: Data BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
2.1 Kondisi Umum
Pada tahun 2014, Pemerintah Provinsi Maluku Utara menetapkan target pendapatan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp1,61 triliun, meningkat 22,11% (yoy)
atau naik sebesar Rp293,21 miliar dibanding dengan target belanja pada APBD 2013. Sedangkan
apabila dibandingkan dengan APBD Perubahan (APBD-P) 2013, target pendapatan APBD 2014
meningkat sebesar Rp94,87 miliar atau 6,22%. Sementara itu, target belanja/pengeluaran di tahun
2014 adalah sebesar Rp1,56 triliun, meningkat 11,66% (yoy) atau Rp163,6 miliar dibandingkan
dengan target pengeluaran pada APBD 2013. Apabila dibandingkan dengan target pengeluaran
pada APBD-P 2013, target tahun 2014 turun 3,38% (yoy) atau Rp54,77 miliar. Pada APBD-P
terdapat penyesuaian anggaran terkait kebutuhan terkini di provinsi sehingga mempengaruhi
perubahan besaran target pengeluaran. Dengan kondisi APBD tersebut, pada tahun 2014
ditargetkan akan terjadi surplus anggaran sebesar Rp52,50 miliar, kondisi ini terbalik dari APBD
tahun 2012 dan 2013 dimana Provinsi Maluku Utara selalu mengalami defisit. Namun demikian
besaran/nilai APBD 2014 masih mungkin mengalami perubahan dan menjadi APBD-P 2014 jika
pemerintah Provinsi Maluku Utara menganggap perlu koreksi sesuai dengan perubahan kebutuhan
sepanjang tahun 2014.
BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH
Grafik 2.1Perkembangan APBD Maluku Utara (dalam juta rupiah)
Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2014
29
BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH
Berdasarkan data realisasi hingga triwulan II 2014, Pemerintah Provinsi Maluku Utara mencatat
realisasi pendapatan sebesar Rp854,86 miliar atau 52,78% dari target yang ditetapkan diawal
tahun sebesar Rp1,61 triliun. Sementara realisasi pos belanja tercatat sebesar Rp609,53 triliun atau
38,89% dari target awal yang sebesar Rp1,56 triliun.
2.2 Pendapatan Daerah
Target pendapatan Malut tahun 2014 adalah Rp1,61 triliun meningkat 22,11% dibandingkan
APBD 2013, atau naik 6,3% dibandingkan APBD-P 2013. Optimisme pemerintah terhadap
peningkatan penerimaan yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus
(DAK), dan adanya penambahan pos baru, yaitu Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus memicu
peningkatan target pendapatan daerah. Pada tahun 2014, diperkirakan terdapat peningkatan
penerimaan yang berasal dari dana alokasi umum sebesar 17,35%, dana alokasi khusus sebesar
7,08%, dan tambahan sebesar Rp155,19 miliar dari pos angaran baru penyesuaian dan otonomi
khusus. APBD 2014 masih memungkinkan untuk mengalami perubahan jika pemerintah
menganggap perlu adanya penyesuaian terkait kondisi terkini. Perubahan terhadap APBD biasanya
dilakukan setelah memasuki semester II tahun berjalan mengingat pemerintah daerah sudah bisa
memperkirakan apakah kebutuhan pembangunan dan operasional dapat dijalankan menggunakan
anggaran yang ada ataukah perlu disesuaikan. Salah satunya adalah PAD yang bersumber dari
pajak daerah dan retribusi mengingat pemerintah sedang melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi
pajak dan retribusi daerah serta melakukan pengawasan yang lebih ketat dari sebelumnya untuk
memastikan agar para wajib pajak melaksanakan kewajibannya pada negara. Semua strategi
tersebut diharapkan berdampak pada meningkatnya kepatuhan wajib pajak dalam membayar
pajak dan terhindarnya kebocoran pajak (KUA APBD TA 2014).
Grafik 2.2Perkembangan APBD Maluku Utara (dalam miliar rupiah)
Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2014
30
BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH
Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Maluku Utara hingga triwulan II 2014 mencapai
Rp854,87 miliar atau 52,78% dari target yang ditetapkan untuk keseluruhan tahun 2014, dimana
realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencapai 55%. Sementara kucuran dana DAU dan DAK
masing-masing mencapai 42% dan 70%.
Pos Anggaran(1)
PendapatanPAD
Pajak daerahRetribusi daerahLain-lain PAD yang sah
Dana PerimbanganDBHDAUDAK
Lain-lain Pendapatan Daerah yang SahHibahDana penyesuaian dan otonomi khusus
*Ket: APBD Perubahan
Pos AnggaranPendapatan
PADPajak daerahRetribusi daerahLain-lain PAD yang sah
Dana PerimbanganDBHDAUDAK
Lain-lain Pendapatan Daerah yang SahHibah
Perkembangan Anggaran Pendapat
Anggaran dan Realisasi Pendapata
Tabel 2.1an Pemprov Maluku Utara (dalam miliar rupiah)
2013 2013* 2014(4) Vs (2) (4) Vs (3)
(2) (3) (4)1.326.442 1.524.775 1.619.653 22,11% 6,22%
132.762 237.440 204.901 54,34% -13,70%96.086 171.724 152.200 58,40% -11,37%24.266 43.368 35.745 47,30% -17,58%12.409 22.178 16.956 36,63% -23,55%
956.831 1.046.233 1.119.302 16,98% 6,98%114.552 203.953 138.055 20,52% -32,31%772.591 772.591 906.624 17,35% 17,35%
69.688 69.688 74.623 7,08% 7,08%236.849 241.103 295.451 24,74% 22,54%236.849 241.103 140.261 -40,78% -41,83%
155.190 100,00% 100,00%
Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2014
Tabel 2.2n Pemprov Maluku Utara (dalam miliar rupiah)
2014 Realisasi Tw II 2014 Persentase1.619.653 854.869 52,78%
204.901 92.594 45,19%152.200 67.142 44,11%35.745 16.456 46,04%16.956 8.361 49,31%
1.119.302 605.796 54,12%138.055 54.546 39,51%906.624 528.864 58,33%74.623 22.387 30,00%
295.451 156.479 52,96%140.261 13.387 9,54%
Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2014
31
32
BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH
2.3 Belanja Daerah
Target belanja daerah Pemerintah Provinsi Maluku Utara pada tahun 2014 tercatat sebesar Rp1,62
triliun atau meningkat 11,66% (yoy) dibanding APBD 2013, namun turun sebesar 3,38% jika
dibandingkan dengan APBD-P 2013. Pada APBD 2014 komponen belanja tidak langsung
ditargetkan sebesar Rp609,31 miliar atau meningkat 23,9% (yoy) dibanding APBD tahun
sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan APBD-P 2013, komponen belanja tidak langsung
mengalami penurunan sebesar 2,56% yang berasal dari penurunan pos belanja bantuan sosial
sebesar 35,3%. Sementara itu, belanja langsung ditargetkan mencapai Rp957,83 miliar, atau
meningkat 5,06% dibanding APBD 2013. Namun, jika dibandingkan dengan APBD-P, jumlah
tersebut turun 3,89% (yoy) yang disebabkan oleh penurunan jumlah belanja pegawai dan belanja
modal, masing-masing sebesar 24,24% dan 17,44%.
Rasio belanja pegawai terhadap total belanja daerah tahun 2014 dengan share sebesar 26,5%,
meningkat jika dibandingkan dengan belanja pegawai pada APBD tahun sebelumnya yang hanya
memiliki share sebesar 21,5% atau sebesar 19,65% dibanding APBD-P 2013. Secara agregat total
belanja pegawai meningkat 37,6% dari Rp301,86 miliar pada APBD 2013 menjadi Rp415,35 miliar
pada APBD 2014. Kondisi ini sejalan dengan rencana penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil
Daerah (CPNSD) di lingkup pemerintahan Provinsi Maluku Utara tahun 2013 sebanyak 49 orang
dari alokasi penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 782 orang. Selain itu, peningkatan
belanja juga disebabkan oleh adanya rencana pencairan gaji ke-13 PNS pada triwulan II 2014.
Rasio belanja modal serta belanja barang dan jasa terhadap total belanja daerah tahun 2014
mencapai 56,5% atau naik tipis 3,6% (yoy) jika dibandingkan dengan pos yang sama tahun
sebelumnya. Kedua pos belanja dimaksud tercatat sebesar Rp886 miliar atau naik 5% (yoy)
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan rasio belanja modal yang mencapai lebih dari
separuh total belanja daerah, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Maluku Utara tahun 2014.
Berdasarkan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) tahun 2014, dalam rangka penguatan
struktur ekonomi Maluku Utara, pembangunan daerah akan diprioritaskan pada sembilan bidang
yaitu:
1. Infrastruktur;
2. Pendidikan dan kesehatan;
3. Ketahanan pangan;
BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH
4. Penanggulangan kemiskinan, pengangguran, pemberdayaan dan perlindungan sosial;
5. Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan;
6. Investasi dan iklim usaha;
7. Sumber daya energi, air dan mineral, lingkungan hidup dan mitigasi bencana;
8. Pariwisata;
9. Daerah perbatasan, terluar, terpencil, dan tertinggal;
10. Kebudayaan, kreativitas, inovasi, dan teknologi.
Pos Anggaran 2013 2013* 20144 Vs 2 4 Vs 3
1 2 3 4Belanja 1.403.533 1.621.925 1.567.153 11,66% -3,38%
Belanja Tidak Langsung 491.796 625.305 609.315 23,90% -2,56%Belanja Pegawai 233.546 223.949 343.519 47,09% 53,39%Belanja Hibah 200.208 200.208 205.475 2,63% 2,63%Belanja Bantuan Sosial 27.050 27.050 17.500 -35,30% -35,30%Belanja Bagi HasilKepada Prov./Kab./Kotadan Pemdes
28.092 28.092 39.421 40,33% 40,33%
Belanja BantuanKeuangan KepadaProv./Kab./Kota danPemdes
900 900 900 0,00% 0,00%
Belanja Tidak Terduga 2.000 2.100 2.500 25,00% 19,05%Belanja Langsung 911.737 996.620 957.838 5,06% -3,89%
Belanja Pegawai 68.315 94.823 71.838 5,16% -24,24%Belanja Barang dan Jasa 349.055 377.599 453.218 29,84% 20,03%Belanja Modal 494.366 524.198 432.782 -12,46% -17,44%
*Ket: APBD Perubahan (APBD-P) 2013
Tabel 2.3Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam juta rupiah)
Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2014
33
BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH
Pos Anggaran 2014 Realisasi Tw II 2014 PersentaseBelanja 1.567.153 609.533 38,89%
Belanja Tidak Langsung 609.315 246.583 40,47%
Belanja Pegawai 343.519 107.379 31,26%
Belanja Hibah 205.475 99.395 48,37%
Belanja Bantuan Sosial 17.500 5.412 30,93%Belanja Bagi Hasil KepadaProv./Kab./Kota dan Pemdes 39.421 34.246 86,87%
Belanja Bantuan Keuangan KepadaProv./Kab./Kota dan Pemdes 900 - 0,00%
Belanja Tidak Terduga 2.500 150 6,00%Belanja Langsung 957.838 362.951 37,89%
Belanja Pegawai 71.838 23.259 32,38%Belanja Barang dan Jasa 453.218 154.523 34,09%
Belanja Modal 432.782 185.168 42,79%
Tabel 2.4Anggaran dan Realisasi Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam juta rupiah)
Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2014
34
Sementara itu, realisasi belanja daerah Pemerintah Provinsi Maluku Utara per triwulan II 2014
tercatat sebesar Rp609,53 miliar atau 38,89%. Realisasi belanja terbesar berasal dari pos belanja
tidak langsung yaitu belanja bagi hasil kepada prov./kab./kota dan pemdes yaitu sebesar 86,87%.
Sedangkan belanja tidak langsung secara aggregat terealisasi sebesar 40,47% atau Rp246,58
miliar. Dari angka realisasi APBD 2014 pada triwulan II tersebut, hampir seluruh pos sudah terealisir
meskipun besarannya bervariasi kecuali pos belanja bantuan keuangan kepada prov./kab./kota dan
pemdes yang sama sekali belum terealisasi.
Selanjutnya, pos belanja langsung secara aggregat terealisasi sebesar 37,89% atau Rp362,95
miliar. Apabila ditinjau lebih jauh lagi, diketahui bahwa realisasi pos belanja langsung masih berada
pada kisaran 30% hingga sedikit diatas 40%, dengan tingkat realisasi terbesar adalah belanja
modal dengan besaran 42,79% atau Rp185,16 miliar.
BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH
2.4 Defisit dan Pembiayaan
D
7
su
k
p
se
p
p
m
B
se
m
k
S
Pos Anggaran 2013 2013* 2014 PertumbuhanSurplus/Defisit Pembiayaan (77.091) (97.150) 52.500 154,04%
Pembiayaan Netto 97.500 121.742 27.500 -77,41%Penerimaan Pembiayaan 100.000 124.242 30.000 -75,85%
SiLPA TA Sebelumnya 100.000 124.242 30.000 -75,85%Pengeluaran Pembiayaan 2.500 2.500 2.500 0,00%
Penyertaan Modal (Investasi) Daerah 2.500 2.500 2.500 0,00%*Ket: APBD Perubahan (APBD-P) 2013
Tabel 2.5Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam juta rupiah)
Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2014
efisit APBD Pemerintah Provinsi Maluku Utara pada tahun 2013 sebesar Rp97,15 miliar atau naik
1,3% (yoy) dibanding APBD 2012. Namun pada tahun 2014, Provinsi Maluku Utara menargetkan
rplus anggaran sebesar Rp52,50 miliar pada akhir tahun. Walaupun demikian, tidak tertutup
emungkinan terjadinya perubahan target pada APBD 2014. Namun demikian, sisa lebih
erhitungan anggaran (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya sebesar Rp30 miliar dapat digunakan
bagai dana cadangan apabila kondisi mengharuskan pos belanja lebih besar dari pos
endapatan. Kondisi tersebut dapat terjadi dengan melihat banyaknya agenda pembangunan
emerintah di tahun 2014 serta masih adanya ancaman kenaikan harga berbagai komoditas di
asa yang akan datang.
erdasarkan realisasi, hingga triwulan II 2014, APBD Provinsi Maluku Utara mencatatkan surplus
besar Rp245,33 miliar atau 467,31% di atas target awal (Rp52,5 miliar). Angka tersebut sangat
ungkin berubah mengingat pengalaman tahun 2013, realisasi pengeluaran pembiayaan naik 10
ali lebih tinggi dari target yang ditetapkan.
Pos Anggaranurplus/Defisit Pembiayaan
Pembiayaan NettoPenerimaan Pembiayaan
SiLPA TA SebelumnyaPengeluaran Pembiayaan
Penyertaan Modal (Investasi) Dae
Perkembangan Anggaran Belanja
Tabel 2.6Pemprov Maluku Utara (dalam miliar rupiah)2014 Realisasi Tw II 2014 Persentase52.500 245.336 467,31%27.500 23.520 85,53%30.000 23.520 78,40%30.000 23.520 78,40%2.500 - 0,00%
rah 2.500 - 0,00%
4
Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 20135
37
3.1 Kondisi Umum
Laju kenaikan harga barang dan jasa tahunan (yoy) di Maluku Utara yang direpresentasikan oleh
Kota Ternate pada triwulan II 2014 tercatat sebesar 9,75, jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi
periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,93% (yoy). Angka inflasi tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan Nasional dan wilayah Sulampua (Sulawesi, Maluku, Maluku Utara dan
Papua) yang masing-masing tercatat sebesar 6,69% (yoy) dan 6,15% (yoy).
Secara bulanan, tekanan inflasi Kota Ternate menunjukkan tren yang fluktuatif. April 2014, Kota
Ternate mengalami inflasi sebesar 0,70% (mtm) atau 9,31% (yoy), sementara pada Mei 2014
terjadi koreksi harga yang mendorong deflasi sebesar -0,11% (mtm) atau 9,13% (yoy). Deflasi ini
terjadi ditengah naiknya harga beberapa komoditas seperti ketela pohon, kangkung, tomat sayur,
bayam, bawang merah, pasir, batu, mobil, sepeda motor dan tarif angkutan laut serta beberapa
komoditas lainnya namun karena andil komoditas tersebut cukup kecil sehingga tidak mampu
menahan turunnya harga secara aggregat yang disebabkan oleh komoditas-komoditas dengan
andil lebih tinggi seperti beras, ekor kuning, kembung/gembung, lolosi, cakalang, malalugis/sorihi,
pepaya, jeruk, gula pasir, cat kayu/besi, besi beton, baju muslim wanita dan tarif angkutan udara.
Harga barang dan jasa kembali terakselerasi pada Juni 2014 yang mencatat inflasi sebesar 1,29%
(mtm) atau 9,75% (yoy). Akselerasi harga pada akhir periode laporan terjadi pada semua kelompok
kecuali kelompok kesehatan dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan yang
mengalami deflasi masing-masing sebesar -0,27% (mtm) dan -0,88% (mtm). Sedangkan kelompok
bahan makanan mengalami kenaikan harga paling tinggi diantara kelompok lainnya yaitu 3,79%
(mtm). Komoditas yang berkontribusi terhadap peningkatan laju inflasi Juni diantaranya adalah
beras, malalugis/sorihi, selar/tude, lolosi, cakalang asap, tomat sayur, tauge/kecambah, pisang,
bawang merah dan bawang putih.
Pergerakan harga Kota Ternate sebagai representasi Provinsi Maluku Utara pada triwulan II 2014
terakselerasi di akhir triwulan. Hal ini tergambar dari inflasi diakhir triwulan yang menembus angka
1,29% (mtm) sebagai dampak dari mulai meningkatnya permintaan menjelang bulan Ramadhan.
Hal ini terkonfirmasi dari pergerakan harga kelompok penyusun volatile food serta kelompok
BAB III. INFLASI DAERAH
BAB III. INFLASI DAERAH
Grafik 3.1Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate, Sulampua & Nasional
Tabel 3.1 L
penyusun administered price seiring dengan naiknya harga beberapa komoditas penyusunnya
seperti tarif angkutan udara dan beberapa komoditas lainnya. Namun demikian, kelompok inti
terlihat lebih stabil dan cenderung bergerak melandai di akhir triwulan laporan.
3.2 Perkembangan Inflasi
3.2.1 Inflasi Tahunan (yoy)
Pergerakan inflasi tahunan
terpantau cukup fluktuatif
Ternate tercatat mengalami
data periode yang sama tah
oleh Kota Ternate juga terp
Sulampua (Grafik 3.1) yang
6.69
6.68
9.75
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5
2012 2013 2014
Nasional
Suampua
Malut
BaMakanan Jadi, Minuman, Rokok d
Perumahan, Listrik, Gas
Pendidikan, RekreasTranspor, Komunikasi dan J
Inflasi Umum Tahunan (y
Kelompok Barang dan J
ang dan Jasa (%)
Kota Ternate
(yoy) di Maluku Utara yang direpresentasikan oleh Kota Ternate
dan terakselerasi diakhir triwulan laporan. Triwulan II 2014, Kota
inflasi sebesar 9,75% (yoy), jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan
un sebelumnya yang sebesar 2,93% (yoy). Tekanan inflasi yang dialami
antau lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata Nasional dan Zona
masing-masing tercatat sebesar 6,69% (yoy) dan 6,68% (yoy).
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2han Makanan 4.74 2.56 2.09 1.11 1.96 -2.04 7.54 9.32 3.66 10.16 2.22an Tembakau 5.71 6.18 6.49 5.47 5.26 4.15 4.14 4.96 5.68 8.07 1.13dan Air Bersih 3.47 3.49 3.63 3.15 6.32 7.00 13.76 12.47 10.20 9.36 3.42
Sandang 9.48 7.79 5.78 6.38 5.53 2.94 5.05 6.31 10.03 12.93 0.66Kesehatan 5.12 5.29 5.05 4.55 1.92 0.88 3.41 2.59 11.19 11.44 0.41
i dan Olahraga 4.16 4.08 4.17 4.35 3.15 3.47 8.13 9.56 10.98 11.36 0.51asa Keuangan 3.07 6.04 4.14 3.89 2.57 4.45 15.94 13.97 14.38 9.73 1.42oy ) 4.54 4.30 3.87 3.29 3.97 2.93 9.66 9.78 8.80 9.75 9.75
asa2012 2013 2014
Andil
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah
h
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolaaju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate Menurut Kelompok BarTabel 3.1 Inflasi Kota Ternate Per Kelompok Barang dan Jasa
38
BAB III. INFLASI DAERAH
Berdasarkan kelompoknya, inflasi tahunan disumbangkan oleh seluruh kelompok, dimana empat
kelompok barang dan jasa yaitu kelompok perumahan, listrik, gas, dan air bersih memiliki andil
relatif tinggi yaitu sebesar 3,42% dengan tingkat inflasi 9,36% (yoy), kelompok bahan makanan
2,22% dengan tingkat inflasi sebesar 10,16% (yoy), kelompok transpor, komunikasi dan jasa
keuangan 1,42% dengan tingkat inflasi sebesar 9,73% (yoy), dan kelompok makanan jadi,
minuman, rokok dan tembakau 1,13% dengan tingkat inflasi sebesar 8,07% (yoy). Sedangkan
kelompok lain memiliki andil dibawah 1%. Selanjutnya berdasarkan inflasi tahunan (yoy) pada
triwulan II 2014, terdapat empat kelompok barang dan jasa yang menembus angka inflasi dua digit
yaitu kelompok sandang 12,93% (yoy), kelompok kesehatan 11,44% (yoy), kelompok pendidikan,
rekreasi, dan olahraga 11,36% (yoy), dan kelompok bahan makanan 10,16% (yoy). Sementara itu
juga terdapat tiga subkelompok yang mengalami inflasi dan memberikan andil yang tinggi yaitu
subkelompok ikan segar dengan inflasi 42,88% (yoy) dan andil 2,35%, subkelompok biaya tempat
tinggal dengan inflasi 10,23% (yoy) dan andil 2,89%, dan subkelompok transpor dengan inflasi
17,65% (yoy) dan andil 1,62%. Namun demikian terdapat beberapa subkelompok yang tercatat
dapat menahan laju inflasi Kota Ternate walau andilnya tidak signifikan yaitu subkelompok sayur-
sayuran, subkelompok bumbu-bumbuan, subkelompok minuman yang tidak beralkohol, dan
subkelompok komunikasi dan pengiriman.
Komoditas Inflasi AndilBahan Makanan 10.16 2.22Padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya 8.46 0.43Daging dan hasil-hasilnya 14.08 0.15Ikan Segar 42.88 2.35Ikan Diawetkan 3.73 0.03Telur, susu, dan hasil-hasilnya 14.43 0.23Kacang-kacangan 1.25 0.03Buah-buahan 24.21 0.33Lemak dan minyak 4.83 0.05Bahan makanan lainnya 3.67 0.00Makanan jadi, minuman, rokok & tembakau 8.07 1.13Makanan jadi 10.64 0.66Tembakau dan minuman beralkohol 10.29 0.54Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 9.36 3.42Biaya tempat tinggal 10.23 2.89Bahan bakar, penerangan, dan air 3.46 0.16Perlengkapan rumah tangga 11.5 0.22Penyelenggaraan rumah tangga 7.93 0.14
Komoditas Inflasi AndilSandang 12.93 0.66Sandang laki-laki 4.19 0.07Sandang wanita 9.48 0.12Sandang anak-anak 29.62 0.41Barang pribadi dan sandang lain 8.10 0.06Kesehatan 11.44 0.41Jasa Kesehatan 2.23 0.02Obat-obatan 7.1 0.06Jasa perawatan jasmani 45.53 0.17Perawatan jasmani dan kosmetik 9.71 0.16Pendidikan, rekreasi dan olahraga 11.36 0.51Jasa pendidikan 10.63 0.26Kursus-kursus/Pelatihan 4.41 0.01Perlengakpan/Peralatan pendidikan 0.59 0.00Rekreasi 17.27 0.20Olah raga 27.76 0.03Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 9.73 1.42Transpor 17.65 1.62Sarana dan penunjang transpor 3.68 0.02Jasa keuangan 0.80 0.00
Sumber :
Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Kota Ternate dan Andilnya
39
BPS Provinsi Maluku Utara , diolah
BAB III. INFLASI DAERAH
Tabel 3.
Sumber : B
3.2.2 Inflas
Berbeda den
tahun sebel
tinggi jika
sebelumnya
(qtq). Tingk
selama satu
triwulan II
lonjakan pe
sehingga me
bukan hany
tercermin d
2014. Wala
kelompok k
kelompok tr
Makanan
TranInfla
Ke
4 La
PS P
i Tr
ga
um
dib
. D
at
de
201
rmi
ny
a
ari
upu
ese
ans
Komoditas Deflasi AndilBahan Makanan 10.16 2.22Sayur-sayuran -6.85 -0.19Bumbu-bumbuan -24.68 -0.34Makanan jadi, minuman, rokok & tembakau 8.07 1.13Minuman yang tidak beralkohol -2.84 -0.07Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 9.73 1.42Komunikasi dan pengiriman -5.96 -0.28
Jadi,Peru
Psposi Um
lom
Tabel 3.3 Komoditas Penahan Inflasi Tahunan Kota Ternate dan Andilnya
40
ju Inflasi Triwulanan (qtq) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
rovinsi Maluku Utara, diolah
iwulanan (qtq)
n inflasi tahunannya yang terakselerasi signifikan dibandingkan periode yang sama
nya, inflasi triwulanan Kota Ternate terpantau lebih rendah namun masih lebih
andingkan dengan triwulan sebelumnya ataupun periode yang sama tahun
iakhir triwulan II 2014, Kota Ternate mencatat inflasi triwulanan sebesar 1,89%
inflasi ini sedikit lebih tinggi dibanding rata-rata inflasi triwulanan Kota Ternate
kade terakhir yang sebesar 1,87% (qtq). Hal ini mengindikasikan bahwa pada akhir
4, Kota Ternate mengalami inflasi yang cukup tinggi yang dipicu oleh adanya
ntaan masyarakat menjelang bulan ramadhan yang jatuh pada triwulan laporan
ebabkan kenaikan harga berbagai komoditas. Komoditas yang mengalami kenaikan
komoditas bahan makanan namun hampir sebagian besar komoditas. Hal ini
inflasi yang dialami oleh semua kelompok barang dan jasa pada akhir triwulan II
n demikian, terdapat tiga kelompok yang mengalami inflasi dibawah 1% yaitu
hatan 0,04% (qtq), kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,54% (qtq) dan
port, komunikasi dan jasa keuangan 0,31% (qtq).
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2Bahan Makanan -0.35 0.29 -0.95 2.14 0.48 -3.64 8.73 3.84 -5.43 3.90 0.82
Minuman, Rokok dan Tembakau 1.28 0.81 3.54 -0.24 1.09 -0.26 3.53 0.55 2.36 2.80 0.39mahan, Listrik, Gas dan Air Bersih 0.95 1.44 0.44 0.29 4.06 2.09 6.78 -0.85 1.55 1.52 0.56
Sandang 0.92 0.53 3.38 1.43 0.11 -1.93 5.49 2.65 3.67 1.09 0.06Kesehatan 2.61 0.35 0.86 0.66 0.03 -0.68 3.39 -0.13 6.43 0.04 0.00
endidikan, Rekreasi dan Olahraga 0.47 -0.08 3.61 0.32 -0.67 0.23 8.27 1.65 0.92 0.54 0.02r, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0.05 3.65 -0.45 0.64 -1.23 5.55 10.51 -1.07 0.87 0.31 0.04
um Triwulanan (qtq ) 0.52 1.15 0.71 0.88 1.18 0.14 7.28 0.99 0.28 1.89 1.89
pok Barang dan Jasa2012 2013 2014
Andil
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah
41
BAB III. INFLASI DAERAH
Tabel 3.5 Kelompok Penahan Laju Inflasi Kota Ternate
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Sedangkan 4 kelompok lainnya mengalami inflasi diatas 1% dimana kelompok bahan makanan
merupakan kelompok bahan makanan dengan laju inflasi triwulanan tertinggi yaitu sebesar 3,90%
(qtq) dengan andil 0,82% atau menyumbang lebih dari 43% dari total inflasi triwulanan yang
dialami oleh Kota Ternate. Subkelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah subkelompok ikan
segar dengan inflasi sebesar 11,25% (qtq), subkelompok sayur-sayuran 9,22% (qtq) dan
subkelompok bumbu-bumbuan 6,03% (qtq). Namun demikian terdapat beberapa subkelompok
yang mengalami deflasi yaitu subkelompok buah-buahan -6,02% (qtq), subkelompok ikan
diawetkan -5,12% (qtq), dan subkelompok kacang-kacangan -3,71% (qtq).
Selanjutnya inflasi tinggi juga disumbangkan oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan
tembakau yang mengalami inflasi sebesar 2,80% (qtq) dengan andil sebesar 0,39% atau
menyumbang sekitar 20% dari total inflasi triwulanan Kota Ternate. Namun demikian 1 (satu)
subkelompok mengalami deflasi yaitu subkelompok minuman yang tidak beralkohol sebesar -
1,99% (qtq). Sedangkan 2 (dua) subkelompok lain mengalami inflasi relatif tinggi yaitu
subkelompok tembakau dan minuman beralkohol sebesar 6,52% (qtq).
Kemudian kelompok perumahan, listrik, gas, dan air bersih mengalami inflasi 1,52% (qtq) dengan
andil sebesar 0,56% yang disumbangkan oleh seluruh subkelompok penyusunnya. Subkelompok
dengan inflasi tertinggi adalah subkelompok perlengkapan rumah tangga dengan inflasi sebesar
5,04% (qtq) dan terendah adalah subkelompok penyelenggaraan rumah tangga dengan inflasi
sebesar 0,62% (qtq).
Kelompok terakhir yang mengalami inflasi diatas 1% adalah kelompok sandang dengan inflasi
sebesar 1,09% (qtq) dengan andil sebesar 0,06% atau 3% terhadap inflasi umum Kota Ternate.
No Subkelompok Inflasi1 Sandang Wanita -7.242 Buah - buahan -6.023 Ikan Diawetkan -5.124 Kacang - kacangan -3.715 Minuman yang Tidak Beralkohol -1.996 Perlengkapan / Peralatan Pendidikan -1.497 Obat-obatan -1.388 Komunikasi Dan Pengiriman -1.239 Barang Pribadi dan Sandang Lain -0.18
42
BAB III. INFLASI DAERAH
Dari 4 subkelompok anggotanya, dua subkelompok mengalami inflasi dan dua sisanya mengalami
deflasi. Subkelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah sandang anak-anak sebesar 6,13%
(qtq) dan subkelompok yang mengalami deflasi adalah subkelompok sandang wanita -7,24% (qtq)
dan subkelompok barang pribadi dan sandang lain -0,18% (qtq).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inflasi triwulanan Kota Ternate pada triwulan II 2014
ini didorong oleh 3 kelompok utama yaitu kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi,
minuman, rokok dan tembakau dan kelompok perumahan, listrik, gas, dan air bersih dengan total
andil dari ketiga kelompok tersebut sebesar 1,77% atau 93,6% terhadap inflasi umum triwulanan
Kota Ternate.
3.2.3 Inflasi Bulanan (mtm)
Laju inflasi bulanan (mtm) kota Ternate pada triwulan II 2014 cenderung berfluktuatif yang terlihat
dari tingkat inflasi/deflasi yang terjadi selama triwulan laporan dimana pada akhir triwulan II 2014
diketahui bahwa tingkat inflasi Kota Ternate sebagai representasi Maluku Utara sebesar 1,29%
(mtm). Tingkat inflasi tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata inflasi Nasional
maupun wilayah Sulampua (Grafik 2.2). Pada April 2014, Kota Ternate mengalami inflasi sebesar
0,70% (mtm) atau 9,31% (yoy), kemudian pada bulan berikutnya terjadi koreksi harga yang
menggiring Kota Ternate pada deflasi sebesar -0,11% (mtm) atau 9,31% (yoy). Deflasi terjadi
ditengah naiknya harga beberapa komoditas seperti ketela pohon, kangkung, tomat sayur, bayam,
bawang merah, pasir, batu, mobil, sepeda motor dan tarif angkutan namun karena andilnya tidak
sebesar komoditas yang mengalami koreksi harga sehingga tidak mampu menahan turunnya harga
secara aggregat yang disebabkan oleh komoditas-komoditas dengan andil tinggi khususnya
kelompok bahan makanan seperti beras, cakalang asap, teri kering, pepaya, dan jeruk. Selain itu,
turunnya harga ikan tongkol, ekor kuning, kembung/gembung, lolosi, cakalang, malalugis/sorihi,
yang merupakan komoditas dengan andil tinggi berhasil menarik turun pergerakan harga di bulan
Mei. Harga barang dan jasa kembali terakselerasi dibulan Juni dengan tingkat inflasi sebesar 1,29%
(mtm) atau 9,75% (yoy). Akselerasi harga terjadi pada lima kelompok pengeluaran yaitu kelompok
bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, kelompok perumahan,
air, listrik, gas dan bahan bakar, kelompok sandang, dan kelompok pendidikan, rekreasi dan
olahraga dimana komoditas yang mengalami kenaikan harga diantaranya adalah malalugis/sorihi,
selar/tude, lolosi, tomat sayur, pisang, bawang merah, bawang putih, mie, rokok kretek filter,
rokok putih, cat kayu/besi dan upah tukang bukan mandor.
BAB III. INFLASI DAERAH
Grafik 3.2 Laju Inflasi Bulanan (mtm) Kota Ternate, Sulampua & Nasional
April 2014
Pada awal triwulan II 2
mengalami inflasi
0,70% (mtm) atau 9.3
akselerasi laju inflasi b
maupun tahunan pad
dibandingkan dengan
tercatat sebesar 0,5
8,80% (yoy).
Pada April 2014,
makanan kembali m
yang mengalami infla
sebesar 2,08% (mtm)
April. Kelompok baha
inflasi dan 6 sisanya me
11,25% (mtm) dengan
utama yaitu ikan caka
0,25%, 0,061%, 0,05
melonjak 26,3% (mtm
bumbuan mengalami
subkelompok buah-bu
lainnya 1,31% (mtm)
0.43
0.42
1.29
-3.00
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5
2012 2013 2014
Nasional
Suampua
Malut
h
Sumber : BPS ProvinsiMaluku Utara , diola014, Kota Ternate
bulanan sebesar
1% (yoy). Terjadi
aik secara bulanan
a April 2014 jika
Maret 2014 yang
3% (mtm) atau
kelompok bahan
enjadi kelompok
si tertinggi yaitu
atau 6,20% (yoy) de
n makanan terdiri da
ngalami deflasi. Sub
andil 0,55%. Gejola
lang, kembung dan
8%. Ikan cakalang
) dan malalugis terak
inflasi 6,20% (m
ahan 5,30% (mtm)
dengan andil 0,001%
h
Inflasi dan AnKelompok B
Sumber : BPS ProvinsiMaluku Utara , diola
ngan andil sebes
ri 11 subkelomp
kelompok ikan se
k harga di subke
malalugis yang m
mengalami infl
selerasi 5,3% (m
tm) dengan an
dengan andil 0,
dan subkelom
Grafik 3.3dil Kota Ternate Menurutarang & Jasa April 2014
43
ar 0,43% atau 61% dari inflasi bulan
ok dimana 5 diantaranya mengalami
gar mengalami inflasi tertinggi sebesar
lompok ini dipicu oleh tiga komoditas
asing-masing memiliki andil sebesar
asi sebesar 16,4% (mtm), kembung
tm). Selain itu, subkelompok bumbu-
dil 0,11%, kemudian disusul oleh
10%, subkelompok bahan makanan
pok lemak dan minyak 0,81% (mtm)
44
BAB III. INFLASI DAERAH
dengan andil 0,008%. Komoditas yang mengalami akselerasi harga selain cakalang, kembung dan
malalugis adalah lolosi, ekor kuning, selar/tude, jeruk, pisang, apel, cabai rawit dan bawang merah.
Sedangkan subkelompok yang mengalami deflasi adalah subkelompok sayur-sayuran -9,23%
(mtm) dengan andil -0,2%, subkelompok ikan diawetkan -6,77% (mtm) dengan andil -0,05%,
subkelompok kacang-kacangan -3,76% (mtm) dengan andil -0,01%, subkelompok daging dan
hasil-hasilnya -1,52 (mtm) dengana andil -0,02%, subkelompok telur, susu dan hasil-hasilnya
-1,42% (mtm) dengan andil -0,02%, subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya -0,82
(mtm) dengan andil -0,04%. Komoditas yang mengalami koreksi harga diantaranya adalah ketela
pohon, daging sapi, bubara, cakalang asap, telur ayam ras, labu siam/jipang, kacang panjang,
tomat sayur, kangkung, tempe dan salak. Namun demikian, koreksi harga yang terjadi pada
komoditas tersebut tidak dapat membendung gejolak harga secara aggregat dari subkelompok
bahan makanan yang lain dikarenakan andil subkelompok yang mengalami akselerasi harga lebih
tinggi dibandingkan dengan yang mengalami penurunan harga.
Kelompok selanjutnya yang memiliki andil yang cukup tinggi terhadap inflasi bulanan Kota Ternate
selama bulan April adalah kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dengan andil
sebesar 0,14% dan inflasi sebesar 0,37% (mtm). Pendorong utama terjadinya inflasi pada
kelompok ini adalah bergejolaknya komoditas dari subkelompok biaya tempat tinggal yang
mengalami inflasi 0,34% (mtm) dengan andil 0,1% dan subkelompok bahan bakar, penerangan
dan air yang mengalami inflasi 0,86% (mtm) dengan andil sebesar 0,037%. Komoditas yang
mendorong gejolak pada kedua subkelompok tersebut diantaranya adalah kusen, cat tembok, besi
beton, pipa paralon, batu, cat kayu/cat besi, bahan bakar rumah tangga, kipas angin dan sabun
cuci batangan. Sedangkan komoditas yang menahan laju inflasi adalah pasir, batu bata/batu tela,
tempat tidur dan pembasmi nyamuk bakar.
Sementara itu, kelompok lainnya memiliki andil lebih rendah dibandingkan dengan kedua
kelompok diatas. Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami inflasi
sebesar 0,34% (mtm) dengan andil sebesar 0,04%, kelompok transportasi, komunikasi dan jasa
keuangan mengalami inflasi 0,26% (mtm) dengan andil sebesar 0,04%, kelompok sandang
mengalami inflasi 0,66% (mtm) dengan andil sebesar 0,03%, kelompok pendidikan, rekreasi dan
olahraga mengalami inflasi sebesar 0,44% dengan andil sebesar 0,02%, dan yang terakhir adalah
kelompok kesehatan yang mengalami inflasi sangat landai yaitu 0,01% dengan andil 0,00%.
BAB III. INFLASI DAERAH
Mei 2014
Pada pertengahan triwulan II 2014, kota
Ternate mengalami koreksi harga atau
deflasi sebesar -0,11% (mtm) atau 9,13%
(yoy). Koreksi harga disebabkan oleh 4
kelompok pengeluaran yang mengalami
deflasi terutama kelompok bahan
makanan yang mengalami koreksi harga
cukup dalam dengan andil yang signifikan
memungkinkan terjadinya koreksi harga
secara aggregat pada bulan Mei 2014.
m
se
su
k
k
h
se
se
se
k
p
se
e
p
k
1
4
se
a
a
su
Grafik 3.4Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut
Kelompok Barang & Jasa Mei 2014
h
Sumber : BPS ProvinsiMaluku Utara , diola45
Kelompok bahan makanan tercatat
engalami koreksi harga terdalam pada Mei 2014 yaitu sebesar -1,93% (mtm) dengan andil
besar -0,40% atau menahan laju inflasi bulanan Kota Ternate sebesar 45%. Dari 11
bkelompok penyusunnya, terdapat 5 subkelompok yang mengalami koreksi harga dan 1
elompok terpantau stabil serta 5 sisanya mengalami inflasi. Dari 5 subkelompok yang mengalami
oreksi harga, terdapat tiga kelompok utama yang memiliki andil cukup tinggi terhadap koreksi
arga yaitu subkelompok ikan segar yang mengalami inflasi sebesar -10,03% (mtm) dan andil
besar -0,54%, subkelompok buah-buahan dengan tingkat inflasi -7,96% (mtm) dan andil
besar -0,15% serta subkelompok ikan diawetkan dengan tingkat inflasi -9,35% (mtm) dan andil
besar -0,06%. Sementara itu, kelompok lain yang mengalami koreksi harga adalah subkelompok
acang-kacangan sebesar -1,83% (mtm) dengan andil sebesar -0,006% sedangkan subkelompok
adi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya mengalami inflasi sebesar -0,06% (mtm) dengan andil
besar -0,003%. Komoditas yang mengalami koreksi harga diantaranya adalah beras, tongkol,
kor kuning, kembung/gembung, lolosi, cakalang, malalugis/sorihi, cakalang asap, teri kering,
epaya, dan jeruk. Sedangkan tiga subkelompok utama yang menahan laju koreksi harga
elompok bahan makanan lebih dalam lagi adalah subkelompok sayur-sayuran dengan inflasi
0,57% (mtm) dengan andil sebesar 0,20%, subkelompok bumbu-bumbuan dengan inflasi
,25%(mtm) dan andil sebesar 0,08%, serta subkelompok daging dan hasil-hasilnya dengan inflasi
besar 2,63% (mtm) dan andil sebesar 0,03%. Kelompok lainnya yang mengalami koreksi harga
dalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar -0,46% (mtm) dengan
ndil sebesar -0,06%, subkelompok sandang sebesar -0,60% (mtm) dengan andil sebesar -0,03%,
bkelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar -0,28% (mtm) dengan andil sebesar -
BAB III. INFLASI DAERAH
0,01%. Komoditas yang mengalami kenaikan harga diantaranya adalah ketela pohon, daging
ayam ras, cumi-cumi, susu untuk balita, kangkung, tomat sayur, bayam, kacang panjang,
tauge/kecambah, bawang merah, dan minyak goring. Sedangkan subkelompok yang terpantau
stabil adalah subkelompok bahan makanan lainnya.
Terdapat dua kelompok utama yang menahan koreksi harga lebih dalam pada Mei 2014 yaitu
kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dengan tingkat inflasi sebesar 0,68% (mtm)
dan andil sebesar 0,25% serta kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan dengan inflasi
sebesar 0,93% (mtm) dan andil sebesar 0,13%. Inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas
dan bahan bakar dipicu oleh pergerakan harga pada subkelompok biaya tempat tinggal dengan
inflasi sebesar 0,87% (mtm) dan andil sebesar 0,26% dimana komoditas penyumbang utama
adalah pasir, batu, batako dan batu bata/batu tela. Sedangkan dari kelompok transpor, komunikasi
dan jasa keuangan, gejolak harga disumbangkan oleh subkelompok transpor yang mengalami
inflasi sebesar 1,17% (mtm) dengan andil 0,12% dan subkelompok komunikasi dan pengiriman
dengan tingkat inflasi 0,46% (mtm) dan andil 0,02%. Komoditas yang memberikan sumbangan
signifkan terhadap gejolak harga kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan adalah
angkutan laut, mobil, sepeda motor dan telepon seluler.
Juni 2014
Pada penghujung triwulan II 2014, Kota
Ternate tercatat mengalami inflasi sebesar
1.29% (mtm) atau 9,75% (yoy).
Akselerasi harga terjadi pada semua
kelompok pengeluaran kecuali kelompok
kesehatan dan kelompok transpor,
komunikasi, dan jasa keuangan yang
mencatat koreksi harga pada tingkat
cukup rendah. Namun dengan andil
kedua kelompok tersebut yang tidak
terlalu tinggi sehingga tidak mampu
ag
ba
in
h
Inflasi dan AnKelompok
Sumber : BPS ProvinsiMaluku Utara , diola
gregat yang diakib
han makanan dan
flasi tertinggi serta m
Grafik 3.5dil Kota Ternate Menurut
Barang & Jasa Juni 2014
46
membendung kenaikan harga secara
atkan oleh bergejolaknya lima kelompok lain termasuk didalamnya kelompok
kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang mengalami
emberikan andil tertinggi inflasi bulan Juni Kota Ternate.
47
BAB III. INFLASI DAERAH
Kelompok bahan makanan mengalami inflasi tertinggi sebesar 3,79% (mtm) dengan andil 0,78%
atau 49,7%. Dari 11 subkelompok penyusunnya, 9 subkelompok mengalami inflasi dan 2
subkelompok sisanya mengalami deflasi. Tiga kelompok utama yang mengalami inflasi tertinggi
sekaligus pemilik andil tertinggi yang menyebabkan kelompok bahan makanan terakselerasi adalah
subkelompok ikan segar yang terakselerasi sebesar 11,15% (mtm) dengan andil sebesar 0,54%,
kemudian subkelompok sayur-sayuran yang terakselerasi sebesar 8,83% (mtm), dan subkelompok
ikan diawetkan yang terakselerasi 12,26% (mtm). Komoditas dari ketiga subkelompok tersebut
yang memicu pergerakan harga diantaranya adalah malalugis, selar/tude, lolosi, tongkol, tomat
sayur, tauge, sawi hijau, cakalang asap, dan teri. Sedangkan subkelompok yang mengalami deflasi
adalah subkelompok bumbu-bumbuan yang terkoreksi -4,23% (mtm) dengan andil sebesar -
0,09%, dan subkelompok buah-buahan yang terkoreksi -3,02% (mtm) dengan andil sebesar -
0,05%. Komoditas yang memiliki andil cukup besar dalam menarik penurunan harga kedua
subkelompok tersebut diantaranya adalah cabai merah, cabai rawit, apel, pepaya, dan anggur.
Kemudian dari kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang terakselerasi sebesar
2,94% (mtm) dengan andil sebesar 0,40% pada Juni 2014, terdapat tiga subkelompok penyusun
yang mengalami inflasi dimana subkelompok tembakau dan minuman beralkohol terakselerasi
sebesar 5,94% (mtm) dengan andil 0,30%, subkelompok makanan jadi terakselerasi 1,38% (mtm)
dengan andil sebesar 0,085%, dan subkelompok minuman yang tidak beralkohol terakselerasi
0,48% (mtm) dengan andil sebesar 0,01%. Komoditas yang memiliki andil tinggi terhadap
akselerasi harga kelompok ini diantaranya adalah rokok kretek filter, rokok putih, rokok kretek,
mie, kacang kulit dan minuman kesegaran.
Sementara itu, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar terakselerasi 0,46% (mtm)
dengan andil sebesar 0,18% didorong oleh terakselerasinya harga cat kayu/cat besi, tukang bukan
mandor, tarif listrik, kulkas, dan mesin cuci. Kelompok sandang terakselerasi sebesar 1,04% (mtm)
dengan andil sebesar 0,05% yang dimotori oleh terakselerasinya komoditas baju muslim laki-laki,
baju muslim wanita, baju kaos berkerah anak-anak, baju anak setelan, dan baju bayi. Kelompok
pendidikan, rekreasi dan olahraga terakselerasi sebesar 0,38% (mtm) dengan andil sebesar 0,02%
dengan komoditas pendorongnya adalah kursus bahasa asing, vcd/dvd, televisi berwarna, vcd/dvd
player, dan sepeda anak.
Sedangkan kelompok yang mengalami deflasi pada bulan Juni 2014 adalah kelompok transpor,
komunikasi dan jasa keuangan yang terkoreksi sebesar -0,88% (mtm) dengan andil sebesar -
0,13% serta kelompok kesehatan yang terkoreksi sebesar -0,27% (mtm) dengan andil sebesar -
BAB III. INFLASI DAERAH
0,01%. Komoditas yang memicu terjadinya koreksi harga pada kedua kelompok ini adalah
penurunan harga mobil, sepeda motor, telepon seluler, obat dengan resep, pasta gigi, sabun
mandi, sabun wajah dan shampo. Namun demikian karena masih terbatasnya laju koreksi harga
serta kecilnya andil dari kedua kelompok tersebut maka tidak mampu menahan laju pergerakan
harga secara aggregat bulanan Kota Ternate pada Juni 2014.
3.3 Faktor-Faktor Penggerak Inflasi
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, tekanan inflasi secara tahunan dipengaruhi
oleh gejolak harga yang terjadi pada tiga kelompok pengeluaran. Namun demikian kelompok
volatile foods dan administered price mengalami gejolak yang lebih signifikan dibandingkan core
inflation.
3.3.1 Faktor Fundamental
Tekanan inflasi inti (core inflation) tahunan pada triwulan II 2014 terpantau bergerak naik jika
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya namun turun melandai jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pergerakan inflasi inti yang antara lain disebabkan oleh
naiknya harga komoditas global seperti nikel, minyak bumi dan emas. Harga minyak bumi
terakselerasi 9,87% (yoy) dan nikel naik tajam 30,45% (yoy). Sedangkan harga emas terkoreksi
tipis -4,73% (yoy), namun demikian tingkat harga emas pada akhir triwulan II 2014 masih lebih
tinggi dibandingkan harga pada akhir tahun 2013.
Pergerakan HargaPergera
West
Sumber :World Bank
Dari sisi domestik, terjaganya akselerasi inflasi int
penawaran dalam menjawab fluktuasi sisi permin
Sumber :World Bank
Grafik 3.6 Nikel dan Emas Internasional
i berimplikasi pad
taan sehingga per
Grafik 3.7kan Harga Crude Oil Texas Intermediate
48
a meningkatnya kemampuan sisi
ekonomian nasional tetap dapat
49
BAB III. INFLASI DAERAH
tumbuh dengan baik. Hal tersebut tercermin dari fluktuasi nilai rupiah yang cukup stabil serta
kapasitas utilisasi produksi yang masih cukup tinggi.
Interaksi Permintaan dan Penawaran
Pada triwulan II 2014, tingkat konsumsi masyarakat berada pada level normal diawal triwulan
laporan namun mulai terakselerasi seiring dengan semakin dekatnya puasa Ramadhan di akhir
triwulan. Walaupun belum terjadi peningkatan konsumsi yang signifikan namun tingkat harga
sudah mulai mengalami akselerasi di akhir triwulan meskipun pada bulan sebelumnya sempat
terjadi koreksi harga pada level yang cukup rendah. Faktor cuaca yang mendukung produksi
komoditas perikanan tidak mampu membendung volatilitas komoditas subkelompok ikan segar
sehingga setiap kenaikan dan turunnya harga pada subkelompok ini dapat mempengaruhi tingkat
inflasi Kota Ternate secara aggregat. Selain berpengaruh terhadap harga komoditi, cuaca yang baik
juga memungkinkan arus distribusi lancar dan berbagai komoditas dapat tersuplai dengan baik
mengingat topografi Maluku Utara yang berupa kepulauan serta sebagian pemenuhan kebutuhan
harian masyarakat Maluku Utara dari impor antar daerah dan antar pulau sehingga terjaganya arus
distribusi membantu menjaga tingkat harga agar tidak bergerak lebih tinggi.
Eksternal
Sepanjang triwulan II 2014, nilai tukar rupiah mulai menguat ditengah kondisi perekonomian
global yang masih dalam masa pemulihan dan bayang-bayang kebijakan tappering off dari The Fed
serta rebalancing perekonomian Tiongkok yang juga berpengaruh kepada perekonomian
Indonesia. Nilai rupiah menguat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya namun melemah
jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika ditutup pada level Rp11.322/USD pada triwulan II 2014. Secara point to point, tekanan
terhadap nilai rupiah sedikit melemah sebesar 0,22% dari posisi triwulan sebelumnya yang tercatat
pada level Rp11.347/USD namun naik sebesar 14,6% jika dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya yang berada pada level Rp9.879/USD. Walaupun tekanan terus menguat,
tingkat volatilitas rupiah tetap terjaga sehingga optimisme pasar terhadap perekonomian Indonesia
masih tinggi. Optimisme investor terhadap perkembangan ekonomi Indonesia ditengah terjadinya
kenaikan harga berbagai komoditas global mencerminkan cukup kuatnya struktur perekonomian
Indonesia saat ini.
BAB III. INFLASI DAERAH
3.3.2 Non Fundamental
Volatile Foods
Tekanan inflasi yang dialami kelompok volatil
terjadi diakhir triwulan II 2014. Terakselerasin
triwulan laporan didorong oleh mulai naik
puasa Ramadhan sehingga mengakibatkan h
naik. Pergerakan ini cukup berbeda dengan k
pada level yang lebih rendah dikarenakan p
2013. Tingginya tingkat permintaan akan
mengakibatkan subkelompok ini terakseler
komoditas dari kelompok lainnya. Tingginya
Utara sering kali memicu tingginya inflasi dim
oligopoli adalah masalah utamanya. Walaup
Utara terus berdatangan namun tingginya
secara aggregat.
Pergerakan Nilai Tuka
Grafik 3.8r Rupiah Terhadap Dolar Amerika
50
e foods terpantau terakselerasi dan akselerasi tertinggi
ya tekanan inflasi kelompok volatile foods pada akhir
nya permintaan masyarakat menjelang pelaksanaan
arga berbagai komoditas bahan makanan merangkak
ondisi tahun sebelumnya dimana volatile food berada
elaksanaan puasa ramadhan jatuh pada triwulan III
komoditas subkelompok ikan segar diakhir triwulan
asi cukup tinggi sebesar 44,1% (yoy) diikuti oleh
andil komoditas subkelompok ikan segar di Maluku
ana faktor cuaca dan struktur pasar yang tergolong
un suplai dari daerah lain dan dari internal Maluku
permintaan tetap menyebabkan harga terakselerasi
BAB III. INFLASI DAERAH
Grafik 3.9Volume Tangkap dan Nilai Ikan Tangkap
Grafik 3.10Perkembangan Harga Ikan Tangkap
-5,000
10,00015,00020,00025,00030,00035,00040,00045,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014
Cakalang Tongkol Kerapu
Ekor Kuning Kakap Merah
S
b
s
d
d
p
t
S
t
in
s
1
s
b
S
t
p
t
Sumber: PPN Kota Ternate, diolah
elain itu, subkelompok penyusun volatile food
uahan yang naik 24,20% (yoy), subkelompok
ubkelompok telur dan hasil-hasilnya naik 14,03%
an hasilnya yang naik sebesar 8,47% (yoy), sub
an subkelompok kacang-kacangan 1,79% (y
ergerakan gejolak volatile food lebih jauh la
erkoreksi -24,68% (yoy) dan subkelompok sayur-
Administered Price
ecara tahunan, inflasi yang dialami oleh kelomp
erpantau bergerak naik dibandingkan periode
flasi kelompok administered price disebabkan
ubkelompok transpor 17,65% (yoy), subkelomp
0,29% (yoy), dan subkelompok bahan baka
ubkelompok transpor ini dimotori oleh naiknya h
iaya operasi maskapai penerbangan sehingga
elain itu, adanya tarif pajak baru yang ditetapka
erakselerasinya subkelompok transpor. Semen
emerintah serta kenaikan fix cost producti
erakselerasinya harga rokok.
Sumber: PPN Kota Ternate, diolah
51
yang bergerak naik adalah subkelompok buah-
daging dam hasil-hasilnya naik 20,39% (yoy),
(yoy), subkelompok padi-padian, umbi-umbian
kelompok lemak dan minyak naik 6,29% (yoy),
oy). Sedangkan subkelompok yang menahan
gi adalah subkelompok bumbu-bumbuan yang
sayuran yang terkoreksi -7,38% (yoy).
ok administered price pada akhir triwulan II 2014
yang sama tahun sebelumnya. Naiknya tekanan
oleh tren naiknya inflasi pada komoditas dari
ok tembakau dan minuman beralkohol sebesar
r, penerangan dan air 3,46% (yoy). Naiknya
arga minyak dunia yang berakibat pada naiknya
harga tiket pesawat pun ikut merangkak naik.
n terhadap jasa penerbangan ikut menyumbang
tara itu, adanya kenaikan cukai rokok oleh
on dari perusahaan rokok juga mendorong
52
BAB III. INFLASI DAERAH
Tabel 3.6 Kegiatan TPID Provinsi Maluku Utara dan TPID Kota Ternate
3.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi di Maluku Utara
Tingginya tingkat inflasi di Kota Ternate sebagai representasi Maluku Utara selalu menyita
perhatian banyak pihak. Selama triwulan II 2014, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi
Maluku Utara dan TPID Kota Ternate melakukan rapat koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam
rangka mengetahui kondisi terkini kegaitan pelaku ekonomi serta memperkuat koordinasi sehingga
mampu mengantarkan laju inflasi Maluku Utara pada level yang diharapkan.
No TPID Kegiatan
1 Kota Ternate Rapat Koordinasi dengan forum pemasok bahan pangan Kota
Ternate
2 Malut dan Kota Ternate Rapat koordinasi dengan sekretariat wakil presiden
3 Kota Ternate Rapat internal TPID Kota Ternate serta kunjungan ke Pasar
Higienis Bahari Berkesan
4 Malut dan Kota Ternate Rapat regional ekonomi Maluku Utara
5 Kota Ternate Operasi Pasar di Pulau Moti, Pulau Hiri dan di Kota Ternate
6 Maluku Utara Pasar Murah di Tobelo, Halmahera Utara
Kedepan, Tim Pengendali Inflasi Daerah di Maluku Utara akan terus melakukan penguatan
koordinasi antar kabupaten/kota di dalam Maluku Utara dalam rangka peningatan kerjasama antar
kabupaten/kota terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok strategis. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi ketergantungan Maluku Utara akan komoditas impor antar daerah/pulau dengan
harapan dapat menarik turun tingkat harga berbagai komoditas dan meningkatkan kesejahteraan
riil masyarakat.
53
BAB III. Perkembangan Perbankan Daerah
4.1 Kondisi Umum Perbankan
Secara umum kinerja perbankan di Maluku Utara pada triwulan II-2014 menunjukan
perkembangan positif, baik secara kelembagaan maupun secara keuangan. Hal ini tercermin dari
perkembangan aset, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan kredit yang disalurkan selama
triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan. Pada triwulan laporan tingkat pertumbuhan
penyaluran dana lebih rendah dibandingkan penghimpunan dana (DPK). Sedangkan Loan to
Deposit Ratio (LDR) lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Namun demikian rasio ini masih berada
di dalam batas aman yang ditetapkan. Secara kelembagaan di tahun 2014, akan ada penambahan
jaringan kantor Bank Umum Syariah, BPRS dan BPR, serta peningkatan status kantor Bank umum
yang tersebar di wilayah Maluku Utara dan saat ini sedang dalam proses perizinan di Otoritas Jasa
Keuangan (OJK).
Sebagai informasi, sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
sejak tanggal 31 Desember 2013 seluruh fungsi, tugas dan kewenangan pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK.
4.1.2 Perkembangan Aset Perbankan
Total aset bank umum di Provinsi Maluku Utara pada triwulan II-2014 tercatat Rp 6,65 triliun,
meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 11,6% (yoy). Namun demikian, secara
triwulanan pertumbuhan aset bank umum mengalami penurunan sebesar 2,93% (qtq).
Dari segi kepemilikan, pertumbuhan aset bank pemerintah lebih tinggi dibandingkan bank swasta,
begitu pula secara nominal porsi aset bank pemerintah masih lebih tinggi jika dibandingkan bank
swasta. Pertumbuhan aset bank pemerintah secara tahunan mencapai 12,84% (yoy), sedangkan
pertumbuhan aset bank swasta sebesar 4,83% (yoy). Meskipun terjadi pertumbuhan positif pada
aset bank swasta, namun porsi asetnya justru turun dari 15,50% pada triwulan II-2013 menjadi
14,56% pada triwulan II-2014.
BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
54
BAB IV. SISTEM KEUANGAN DANPENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Berdasarkan jenis operasinya, peningkatan juga terjadi pada aset perbankan syariah, bahkan lebih
tinggi dari pertumbuhan aset bank umum konvensional. Pertumbuhan aset perbankan
konvensional tercatat sebesar 11,22% (yoy), sedangkan aset perbankan syariah tumbuh mencapai
19,23% (yoy). Meskipun porsi perbankan syariah masih relatif kecil dalam struktur perbankan
secara keseluruhan, namun selama setahun terakhir porsinya terus mengalami peningkatan dari
4,75% pada triwulan II-2013 menjadi 5,08% pada triwulan II-2014.
Grafik 4.1Perkembangan Aset Bank Umum di Maluku Utara (miliar rupiah)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6
2011 2012 2013 2014
AKTIVA yoy
4.1.3 Intermediasi Perbankan
Jumlah dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun oleh perbankan di Maluku Utara pada
triwulan II-2014 mencapai Rp 5,36 triliun, meningkat 12,91% (yoy) dibandingkan tahun
sebelumnya. Secara triwulan, penghimpunan DPK bank umum naik 5,43% (qtq).
Dana pihak ketiga tersebut mayoritas disimpan dalam bentuk tabungan sebesar 52,67%, diikuti
oleh giro dan deposito dengan porsi masing-masing sebesar 28,18% dan 19,15%. Dibandingkan
komponen DPK lainnya, deposito mengalami pertumbuhan tahunan tertinggi sebesar 18,89%
(yoy). Sementara, giro tumbuh 17,68% (yoy), sedangkan tabungan tumbuh 8,57% (yoy).
Grafik 4.2Perkembangan DPK (miliar rupiah)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6
2011 2012 2013 2014
Giro Tabungan Deposito gDPK_yoy-RHS
55
BAB IV. SISTEM KEUANGAN DANPENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Peran intermediasi perbankan yang diukur melalui tingkat LDR mengalami penurunan dari
92,25% pada triwulan II-2013 menjadi 89,98% pada triwulan II-2014. Penurunan ini terjadi
karena pada triwulan II-2014 penghimpunan dana pihak ketiga lebih tinggi daripada penyaluran
dana.
Grafik 4.3Perkembangan LDR Bank Umum di Maluku Utara
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6
2011 2012 2013 2014
DPK (Milyar Rp) Kredit (Milyar Rp) LDR-RHS
Jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan di Maluku Utara pada triwulan II-2014
mencapai Rp4,82 triliun, meningkat 10,13% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Secara triwulan, kredit juga tercatat mengalami kenaikan sebesar 2,25% (qtq).
Dari sisi penggunaan, kredit konsumsi masih mendominasi penyaluran kredit dengan porsi sebesar
63,69%, diikuti oleh kredit modal kerja sebesar 26,21%, dan sisanya sebesar 10,10% diberikan
untuk kredit investasi. Jika dilihat pertumbuhan masing-masing kredit tersebut, kredit konsumsi
mencatatkan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 17,01% (yoy), diikuti oleh kredit investasi yang
tumbuh 2,75% (yoy), sedangkan kredit modal kerja turun 1,24% (yoy). Secara triwulanan, kredit
konsumsi masih mengalami pertumbuhan tertinggi mencapai 4,04% (qtq), dan kredit investasi
tumbuh 0,79%(qtq), sedangkan kredit modal kerja turun 1,30% (qtq). Pertumbuhan kredit
konsumsi terbesar didorong oleh debitur perseorangan untuk keperluan multiguna.
Dari sisi golongan kredit, total kredit UMKM pada triwulan laporan mencapai Rp 1,41 triliun
dengan share 29,17% dari seluruh kredit yang disalurkan oleh perbankan di Maluku Utara. Selama
setahun terakhir penyaluran kredit UMKM mengalami penurunan 1,84% (yoy). Sementara
perkembangan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) pada triwulan II-2014 sesuai data publikasi
komite KUR yang disajikan dalam website mencapai Rp 186,21 miliar atau meningkat 15,96%
(yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
56
BAB IV. SISTEM KEUANGAN DANPENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Grafik 4.4Perkembangan Kredit di Maluku Utara (miliar rupiah)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6
2011 2012 2013 2014
Modal Kerja Investasi
Konsumsi gKredit_yoy-RHS
Dari sisi penyaluran kredit kepada sektor usaha, sektor perdagangan besar dan eceran adalah
lapangan usaha yang memperoleh porsi kredit terbesar hingga mencapai 25,00% atau senilai
Rp1,20 triliun. Dibandingkan tahun sebelumnya, penyaluran kredit kepada sektor ini meningkat
1,75% (yoy). Sektor lainnya yang memperoleh porsi kredit cukup besar adalah sektor konstruksi
dengan porsi kredit sebesar 4,06% dengan nilai sebesar Rp195,53 miliar. Sedangkan untuk sektor
lainnya, relatif kecil dengan porsi kredit kurang dari 3%. Sektor pertanian, perburuan dan
kehutanan yang merupakan salah satu sektor unggulan di Maluku Utara memperoleh porsi kredit
sebanyak 0,25%, atau senilai Rp12,09 miliar. Sementara itu penyaluran kredit sektor perikanan
meningkat 14,75% (yoy), dan secara triwulanan turun sebesar 0,97% (qtq). Dari beberapa fakta
tersebut, dapat disimpulkan bahwa sektor-sektor unggulan di Provinsi Maluku Utara masih
potensial untuk mengalami peningkatan dan berkembang.
4.1.4 Perkembangan Bank Syariah
Kinerja perbankan syariah di Maluku Utara pada triwulan II-2014 masih menunjukan
perkembangan positif dan diharapkan terus berlanjut selama tahun 2014. Secara kelembagaan
terdapat rencana pembukaan satu kantor cabang bank umum dan satu kantor cabang BPRS di
Tidore Kepulauan yang masih dalam proses perizinan di Otoritas Jasa keuangan (OJK).
Aset perbankan syariah di Maluku Utara pada triwulan II-2014 tercatat sebesar Rp337,79 miliar,
meningkat 19,23%(yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya, atau meningkat 2,35% (qtq)
dari posisi triwulan I-2014 yang sebesar Rp335,64 miliar. Dan jika dilihat porsinya terhadap Total
Aset Bank Umum adalah sebesar 5,08%.
57
BAB IV. SISTEM KEUANGAN DANPENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) oleh perbankan syariah pada triwulan II-2014 mengalami
kenaikan jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 21,79%
(yoy). Secara triwulanan, penghimpunan DPK pada perbankan syariah mengalami peningkatan
sebesar 5,56% (qtq). Pada triwulan laporan tabungan syariah mengalami pertumbuhan sebesar
21,56% (yoy) dan secara triwulanan meningkat sebesar 4,85% (qtq). Deposito syariah mengalami
pertumbuhan sebesar 32,07% (yoy) dan secara triwulanan turun 2,59% (qtq). Sementara Giro
syariah turun sebesar 5,61% (yoy), namun secara triwulanan naik signifikan sebesar 80,21% (qtq).
Penyaluran pembiayaan oleh bank syariah di Maluku Utara pada triwulan II-2014 tercatat sebesar
Rp200,35 miliar, naik 22,44% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Secara triwulanan, penyaluran pembiayaan syariah pada triwulan laporan sedikit
mengalami kenaikan sebesar 2,35% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Pembiayaan
konsumsi masih memiliki porsi pembiayaan terbesar sebesar 67,25% atau tumbuh sebesar 9,87%
(yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu
pembiayaan modal kerja yang memiliki porsi sebesar 15,78% mengalami pertumbuhan sebesar
14,43% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pembiayaan
investasi syariah yang mulai dilakukan sejak tahun 2012 memiliki porsi sebesar 16,97% dari total
pembiayaan syariah di Provinsi Maluku Utara, tumbuh secara signifikan sebesar 154,20%(yoy).
Peran intermediasi bank syariah yang tercermin dari angka FDR (financing to deposit ratio) masih
terjaga pada level yang baik, ditunjukkan dengan adanya peningkatan rasio jika dibandingkan
dengan periode yang sama tahun 2013. Jika pada triwulan II-2013 angka FDR sebesar 71,88%,
maka pada triwulan II-2014 angka FDR naik ke level 72,26%. Hal yang positif adalah bahwa peran
intermediasi perbankan syariah masih memperhatikan kualitas pembiayaan yang disalurkan,
dimana angka non performing finances (NPF’s) pada triwulan II-2014 berada pada level 2,76%
sehingga masih berada dibawah batas yang ditentukan.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6
2011 2012 2013 2014
Pembiayaan (Juta) DPK (Juta) FDR
Grafik 4.5Perkembangan Bank Syariah
58
BAB IV. SISTEM KEUANGAN DANPENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat
Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Maluku Utara
pada triwulan II-2014 menunjukkan pertumbuhan yang positif yang tercermin dari pertumbuhan
Aset, DPK, dan Kredit/Pembiayaan dibandingkan dengan tahun lalu. Dari sisi kelembagaan juga
menunjukkan perkembangan yang positif, karena adanya pembukaan kantor cabang baru BPR di
Sanana – Kab. Kepulauan Sula pada bulan Juli 2013 serta terdapat satu BPRS di Kota Tidore
Kepulauan dan kantor cabang BPR di Labuha – Kab. Halmahera Selatan yang masih dalam proses
perizinan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Aset BPR/S pada triwulan II-2014 secara tahunan tumbuh 35,54% (yoy) dari Rp29,49 miliar pada
triwulan II-2013 menjadi Rp39,97 miliar pada triwulan II 2014 atau secara triwulanan tumbuh
5,76% (qtq). DPK tumbuh sebesar 40,89% dari Rp15,33 miliar pada triwulan II-2013 menjadi Rp
21,60 milyar pada triwulan II-2014. Pertumbuhan kredit/pembiayaan pada triwulan II-2014 secara
tahunan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yaitu sebesar 35,16% (yoy) atau Rp 28,74
milyar dari Rp 21,26 milyar pada triwulan II-2013.
Grafik 4.6Perkembangan BPR/S
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6
2011 2012 2013 2014
Aset (Juta Rp) DPK (Juta Rp) Kredit (Juta Rp)
4.1.6 Non Performing Loans (NPL’s) Bank Umum
Jumlah kredit bermasalah pada triwulan II 2014 masih cukup baik, atau berada dibawah batas yang
ditentukan yaitu 5%. Namun demikian nilai NPL’s pada triwulan laporan mengalami kenaikan jika
dibandingkan tahun sebelumnya dari 2,84% menjadi 2,95%. Jika dibandingkan triwulan
sebelumnya, NPL’s pada triwulan laporan mengalami sedikit penurunan, dimana nilai NPL’s pada
triwulan I-2014 tercatat sebesar 3,08%.
59
BAB IV. SISTEM KEUANGAN DANPENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Bangunan;11,20%
PHR; 72,18%
Keuangan,Persewaan dan
JasaPerusahaan;
3,58%
Jasa-Jasa;7,34%
Lainnya;5,69%
Grafik 4.8Struktur Aliran Dana Kredit Sektoral
Dari keseluruhan kredit bermasalah, kredit modal kerja merupakan penyumbang NPL’s terbesar
yaitu 1,66%. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya yang sebesar 1,43%.
Grafik 4.7Perkembangan NPL’s Perbankan
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
3.0%
3.5%
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6
2011 2012 2013 2014
Kredit (Milyar Rp) NPL's-RHS
4.2 Stabilitas Sistem Keuangan
4.2 1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah
Pada Triwulan II 2014, sektor perdagangan mendominasi penyaluran kredit ke korporasi
dengan persentase sebesar 72,18%. Sejak tahun
2010, sektor ini tercatat selalu berkontribusi
terhadap total kredit perbankan yang disalurkan di
Maluku Utara lebih dari 70% dari total kredit ke
korporasi, dengan nilai Rp1,26 triliun rupiah di akhir
triwulan laporan. Peluang penyaluran kredit ke
sektor-sektor utama seperti pertanian,
pertambangan dan industri pengolahan masih
terbuka lebar. Untuk itu perbankan perlu terus
didorong untuk melakukan ekspansi kreditnya.
Di triwulan II 2014, penyaluran dana kredit oleh
perbankan terpantau melambat. Penurunan dana kredit yang disalurkan ke korporasi mulai
terlihat sejak pertengahan 2012. Kinerja sektor pertambangan yang terus menurun tajam
mempengaruhi kredit yang disalurkan ke sektor tersebut. Selain sektor pertambangan, sektor
pertanian juga mencatat penurunan yang signifikan sejak pertengahan 2012. Sementara itu,
berbeda dengan sektor lain, sektor perdagangan mencatatkan pertumbuhan yang tinggi dan
60
BAB IV. SISTEM KEUANGAN DANPENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
KPR; 15,8%
KKB; 0,8%
Multiguna;28,0%
Lainnya;55,4%
berkelanjutan. Peningkatan kredit ke sektor ini dapat dijadikan indikasi pertumbuhan sektor
perdagangan yang selalu dua digit setiap triwulannya. Namun demikian, semakin besar suatu
sektor maka semakin banyak kebutuhan tenaga kerja dimana hal ini dapat menyebabkan
pengalihan tenaga kerja dari sektor lainnya ke sektor ini. Sehingga diperlukan strategi pemenuhan
tenaga kerja terampil yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh sektor sehingga pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dapat terwujud.
Ditilik dari segi kualitasnya, pada triwulan II 2014 kredit yang disalurkan ke korporasi masih berada
dalam kategori aman. Pada triwulan laporan, angka non performing loans (NPLs) tercatat sebesar
2,95%, turun dari sebelumnya yang sebesar 3,08% pada akhir triwulan I 2014.
4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga
Kredit untuk kepemilikan furniture dan peralatan rumah, alat elektronik, komputer dan alat
komunikasi, peralatan lain serta keperluan lainnya yang dikategorikan sebagai kredit rumah tangga
lainnya mendominasi pangsa kredit sektor rumah tangga pada triwulan I 2014. Dari total kredit
yang disalurkan pada sektor ini, 57% atau
Rp1,7 triliun tersalurkan kepada kategori kredit
lainnya.
Kredit multiguna memiliki pangsa terbesar
kedua yaitu sebesar 28% atau Rp 0,85 triliun.
Sedangkan kredit kepemilikan rumah memiliki
pangsa sebesar 15,8% atau Rp. 0,48 triliun,
sementara pangsa kredit kendaraan bermotor
hanya sebesar 0,8% dari total kredit yang
disalurkan.
Secara umum, penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mengalami perbaikan dari
triwulan sebelumnya, dan mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,25% (qtq). Pertumbuhan
penyaluran kredit di sektor rumah tangga, secara nominal cukup menggembirakan dimana tingkat
kredit macetnya pun masih cukup terjaga dalam kondisi aman. Hal ini perlu terus dipertahankan
dan secara perlahan kredit konsumtif ini mulai diarahkan kepada kredit modal kerja ataupun kredit
investasi yang lebih produktif.
Grafik 4.9Pangsa Kredit Sektor Rumah Tangga
61
BAB IV. SISTEM KEUANGAN DANPENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kualitas kredit yang disalurkan untuk sektor rumah tangga berada pada kategori aman. Hal ini
tercermin dari NPL total kredit sektor ini terhadap total kredit yang sebesar 0,77%. Baik kredit
kepemilikan rumah atau KPR, kepemilikan kendaraan bermotor atau KKB, kredit multiguna dan
kredit rumah tangga lainnya masing-masing memiliki NPL dibawah 1%. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kredit sektor rumah tangga masih sehat.
4.2.3 Pengembangan Akses Keuangan
Dana kredit yang disalurkan ke UMKM terkoreksi pada triwulan II 2014 sebesar -1,84% (yoy) jika
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan kredit UMKM
terpantau berfluktuasi yaitu turun pada November 2012 hingga Juli 2013 dan mulai terakselerasi
tinggi pada Agustus 2013 hingga Februari 2014. Perlambatan kembali terjadi pada Maret 2014
dan terus berlangsung hingga akhir triwulan laporan. Pangsa kredit UMKM terhadap total kredit
yang disalurkan oleh perbankan adalah sebesar 29,17% atau Rp1,41 triliun. Dari total dana
tersebut, sebanyak 70,36% tecatat sebagai modal kerja dan 29,64% digunakan untuk investasi.
Dari sisi kulitas, NPL kredit UMKM tergolong tinggi yaitu sebesar 7,24%, naik dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 6,31%. Hal ini mengindikasikan bahwa perbankan harus lebih berhati-
hati dalam menyalurkan dana kreditnya, namun pemerintah daerah juga harus ikut membantu
menyiapkan UMKM di daerahnya agar bisa mendapat bantuan dana dan mampu mengembalikan
sehingga terjadi interaksi positif antara perbankan dengan pelaku UMKM. Jika hal ini berlangsung,
maka akan menumbuhkan kepercayaan perbankan untuk lebih memperdalam pasar penyaluran
dana kredit ke pelaku UMKM mengingat saat ini share kredit UMKM masih bisa ditingkatkan lagi.
Grafik 4.10Pangsa Kredit UMKM
NonUMKM,70.83%
UMKM,29.17%
ModalKerja,
70.36%Investasi,29.64%
63
5.1 Kondisi Umum
Pada triwulan II 2014 aliran uang kartal di Maluku Utara menunjukkan net outflow. Kondisi ini
menunjukan bahwa jumlah uang kartal yang ditarik oleh masyarakat (bayaran, penukaran, kas
keliling) lebih besar dibandingkan dengan jumlah uang yang masuk ke khasanah Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara (setoran, penukaran, kas keliling).
Pada akhir triwulan laporan terdapat 1.493.336 lembar uang tidak layak edar (UTLE) yang masuk
ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, turun 9,99% (yoy) dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya atau naik 13,41% (qtq) dibandingkan triwulan I 2014.
Jumlah uang palsu yang ditemukan di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Maluku Utara selama triwulan II 2014 sebanyak 7 lembar, turun dibandingkan triwulan I 2014 yang
sebanyak 10 lembar, namun lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 1
lembar.
5.2 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai
5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal (Inflow/Outflow)
Aliran uang kartal pada triwulan II 2014 di Maluku Utara menunjukkan net outflow (uang yang
keluar lebih besar daripada jumlah uang yang masuk ke khasanah Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Maluku Utara). Pada triwulan laporan, aliran uang masuk (inflow) tercatat
sebesar Rp181,13 miliar, sementara aliran uang keluar (outflow) sebesar Rp412,55 miliar sehingga
menghasilkan net outflow sebesar Rp231,4 miliar. Kondisi ini sesuai dengan data historis aliran
uang kartal di Maluku Utara yang selalu menunjukkan data net outflow pada triwulan II (grafik
5.1).
BAB V. SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG
64
BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG
Grafik 5.1Aliran Uang Kartal di
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Malut
Grafik 5.2Perkembangan Aliran Uang Kartal (yoy) di
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Malut
Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, jumlah uang masuk (inflow)
mengalami peningkatan sebesar 37,9% (yoy), namun turun 44,2% (qtq) jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Sementara itu, jumlah uang keluar (outflow) mengalami penurunan sebesar
7,4% (yoy) namun meningkat signifikan 96,6% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Sedangkan data net inflow/outflow menunjukkan penurunan sebesar 26,3% (yoy) jika
dibandingkan dengan triwulan II 2013.
Secara seris bulanan, selama triwulan laporan tercatat adanya net ouflow. Pada bulan Juni 2014,
mengalami net outflow tertinggi yakni sebesar Rp130,28 miliar atau naik 19,63% (yoy) jika
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Uang yang keluar pada triwulan II
2014 lebih banyak dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercermin dari net outflow sebesar
Rp231,4 miliar. Terdapat beberapa faktor yang mendorong rutinitas net outflow di Maluku Utara
diantaranya adalah tingginya tingkat konsumsi di Malut yang juga didorong oleh tingginya level
harga barang dan jasa sehingga berdampak terhadap tingginya kebutuhan masyarakat akan uang
kartal. Belum populernya transaksi non tunai (menggunakan kartu) di Malut juga ikut andil dalam
mendorong terjadinya net outflow. Hal ini disebabkan masih terbatasnya tempat belanja atau
transaksi yang menyediakan layanan pembayaran menggunakan kartu baik kartu debit, kartu
kredit atau alat pembayaran dengan kartu lainnya.
Lebih besarnya outflow daripada inflow pada triwulan II 2014 menunjukkan bahwa permintaan
uang tunai dari masyarakat meningkat. Kondisi ini didorong oleh naiknya tingkat konsumsi
masyarakat seiring pelaksanaan puasa Ramadhan dan naiknya harga berbagai kebutuhan di
periode tersebut. Namun demikian, diharapkan ke depan masyarakat semakin mengurangi
penggunaan uang tunai dan mulai beralih ke uang elektronik. Transaksi dengan menggunakan
65
BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG
kartu atau less cash society baik berupa kartu debit, kredit atau fasilitas transfer akan terus
didorong agar semakin meningkat, sehingga:
1. Permintaan uang kartal di Maluku Utara akan semakin berkurang sehingga jumlah uang yang
harus disediakan Bank Indonesia juga berkurang dan pada akhirnya dapat mengurangi biaya
pencetakan uang,
2. Penghematan dari biaya pencetakan uang tersebut dapat dialihkan untuk optimalisasi
pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia,
3. Selain itu, Bank Indonesia akan lebih mudah dalam melakukan tracking kegiatan perekonomian
melalui sistem pembayaran yang dikelola oleh Bank Indonesia.
5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara secara rutin melaksanakan kegiatan
pemusnahan uang yang sudah tidak layak edar (UTLE) dalam rangka melaksanakan kebijakan clean
money policy. Proses pemusnahan tersebut selalu dilakukan dengan prosedur dan pengawasan
yang ketat terhadap tingkat kelusuhan uang yang dapat dimusnahkan dalam rangka menjamin
ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat.
Selama triwulan laporan terdapat 1.493.336 lembar UTLE yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Maluku Utara, turun 9,99% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya atau naik sebesar 13,41% (qtq) jika dibandingkan triwulan I 2014. Penurunan jumlah
UTLE ini mencerminkan tingkat kesadaran masyarakat mengenai pentingnya memperlakukan uang
rupiah dengan baik sebagai alat tukar resmi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
semakin meningkat. Hal ini dipicu oleh sosialisasi cara memperlakukan uang secara intensif yang
dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara kepada masyarakat.
Melalui sosialisasi tersebut, diharapkan masyarakat mampu menjaga keutuhan uang rupiah dengan
lebih baik lagi, sehingga memperpanjang usia edarnya dan pada akhirnya dapat menekan biaya
pembuatan.
66
BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG
Grafik 5.3Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
Tabel 5.1Kegiatan Kas Keliling Triwulan II 2014
Untuk menyediakan uang rupiah dalam kondisi yang masih relatif baru dan layak edar, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, selain melakukan pemusnahan UTLE juga
melakukan kegiatan kas keliling secara rutin ke berbagai kabupaten/kota di wilayah Provinsi
Maluku Utara..
Bulan Lokasi
April Antar Pulau (Hiri, Mare, Tidore, Maitara dan Moti) (Luar Kota)Buli, Subaim, Maba (Luar Kota)Legu Gam (Dalam Kota)Morotai dan Bere-Bere (Luar Kota)
Mei Kecamatan Batang DuaKabupaten Halmahera Selatan (Luar Kota)Tobelo dan Galela (Luar Kota)
Juni Ternate (Dalam Kota)Jailolo (Luar Kota)Ternate (Dalam Kota)Weda dan Wairoro (Luar Kota)
20
14
67
BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG
Tabel 5.2Kegiatan Sosialisasi Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah Triwulan II 2014
Grafik 5.4Perkembangan Temuan Uang Palsu
5.2.3 Perkembangan Uang Palsu di Maluku Utara
Pada triwulan II 2014, ditemukan uang palsu di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Maluku Utara sebanyak 7 lembar, jumlah ini menurun dibandingkan triwulan I 2014 yaitu
sebanyak 10 lembar atau turun 30% (yoy), namun lebih tinggi dari periode yang sama tahun
sebelumnya yang hanya 1 lembar.
Bank Indonesia secara periodik melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat tentang keaslian uang rupiah dan meminimalisir temuan
uang palsu. Sosialisasi dilakukan di pusat-pusat perbelanjaan seperti pasar (baik modern maupun
tradisional), pusat pendidikan seperti universitas dan sekolah atau kepada Pemerintah Daerah.
Selain kegiatan sosialisasi secara langsung, Bank Indonesia juga melakukan publikasi tentang ciri-
ciri keaslian uang rupiah melalui media massa baik cetak maupun elektronik.
5.3 Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai
Kebutuhan masyarakat akan ketepatan, kehandalan dan keamanan dalam bertransaksi semakin
meningkat seiring dengan semakin berkembangnya perekonomian domestik. Sistem pembayaran
non tunai menjadi alternatif bagi masyarakat untuk dapat melakukan transaksi secara efisien.
Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS) dapat menjadi pilihan bagi masyarakat untuk
0
5
10
15
20
25
30
35
0
100
200
300
400
500
600
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2011 2012 2013 2014
Pecahan 50.000
Pecahan 100.000 (aksis kanan)
Pecahan 20.000 (aksis kanan)
Bulan Tempat SosialisasiApril Radio Diahi FM (Ternate)
Jatiland Mall (Ternate)Koran Malut Post (Ternate)
2014
68
BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG
Tabel 5.3Perkembangan Perputaran Kliring
Tabel 5.4Perkembangan Cek/BG
melakukan transaksi non-tunai. Sistem kliring memfasilitasi transaksi pembayaran non-tunai
masyarakat dengan menggunakan instrumen surat berharga cek/bilyet giro. Sementara RTGS pada
dasarnya merupakan muara dari seluruh penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia. Dengan
menggunakan RTGS, pemindahan dana dapat dilakukan secara elektronik dan real time (segera).
5.3.1 Perkembangan Kegiatan Kliring
Maluku Utara sebagai wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, pada
triwulan laporan mencatatkan kegiatan kliring sebesar Rp327,6 miliar, naik 10,3% (yoy)
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau meningkat 7,8% (qtq) jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, rasio kliring penyerahan terhadap
kliring pengembalian menunjukkan peningkatan baik secara jumlah maupun nominal jika
dibandingkan dengan triwulan I 2014.
Secara point to point, terjadi kenaikan rasio cek/BG penyerahan dengan cek/BG kosong sebesar
0,12% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, atau naik sebesar
0,45% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Cek/BG kosong yang diterima oleh
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara selama triwulan laporan sebanyak 56
lembar dari 5891 lembar cek/BG yang diserahkan, naik 40% (yoy) jika dibandingkan dengan
triwulan II 2013 atau 115% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jika melihat
perkembangan cek/BG yang ditransaksikan selama triwulan laporan, maka terlihat adanya
peningkatan sebesar 21,8% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan II 2013 atau naik 12,9% (qtq)
jika dibandingkan dengan triwulan I 2014. Peningkatan jumlah cek/BG yang ditransaksikan pada
triwulan II 2014 ini, menandakan kegiatan perekonomi Maluku Utara mengalami percepatan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya maupun triwulan sebelumnya.
Jumlah(Lembar)
Nominal(Rp. Juta)
Jumlah(Lembar)
Nominal(Rp. Juta)
Jumlah Nominal
2012 I 3,354 179,241.8 57 2,582.21 1.7% 1.4% 2012 I 3354 37 1.10%II 4,200 237,704.9 52 5,029.06 1.2% 2.1% II 4200 41 0.98%III 4,230 251,472.4 61 3,631.72 1.4% 1.4% III 3375 40 1.19%IV 4,515 270,855.5 57 4,036.63 1.3% 1.5% IV 4515 42 0.93%
2013 I 4,406 263,159.6 60 7,634.38 1.4% 2.9% 2013 I 4406 32 0.73%II 4,837 297,145.9 64 5,886.49 1.3% 2.0% II 4837 40 0.83%III 5,222 283,180.4 49 3,012.87 0.9% 1.1% III 5222 37 0.71%IV 5,611 334,276.8 62 3,000.62 1.1% 0.9% IV 5611 45 0.80%
2014 I 5,217 303,871.6 37 1,284.16 0.7% 0.4% 2014 I 5217 26 0.50%II 5,891 327,664.8 76 3,457.99 1.3% 1.1% II 5891 56 0.95%
Growth yoy 21.8% 10.3% 18.8% -41.3% -2.5% -46.7% Growth yoy 21.8% 40% 0.12%
Tw II 2014 qtq 12.9% 7.8% 105.4% 169.3% 81.9% 149.7% Tw II 2014 qtq 12.9% 115% 0.45%
Cek/BGKosong(lembar)
RasioPeriode
Perputaran KliringPenyerahan
Perputaran KliringPengembalian
Rasio PengembalianTerhadap Penyerahan
PeriodeCek/BG
Penyerahan(lembar)
69
BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG
Sebagai penjelasan tambahan, penolakan kliring dapat terjadi karena bank tertagih tidak bersedia
membayar tagihan karena beberapa sebab sebagai berikut:
1. Kesalahan administratif seperti warkat yang sudah kadaluarsa (untuk bilyet giro, terjadi apabila
warkat tersebut sudah melebihi tanggal jatuh temponya), belum waktunya ditarik,
endorsement tidak menuruti peraturan, bea materai belum dipenuhi, tanda tangan tidak sama
dengan spesimenatau meragukan, perbaikan atau coretan tidak ditandatangani oleh penarik,
salah pengisian pada kolom-kolom yang tersedia, dan data nomor dan nama pemegang
rekening tidak sesuai,
2. Kesalahan pencatatan seperti penulisan angka untuk jumlah tidak sama dengan penulisan
jumlah dalam huruf,
3. Terjadi pemblokiran oleh pihak-pihak yang berwenang,
4. Saldo rekening nasabah yang tidak cukup (bila terjadi saldo nasabah tidak cukup, bank akan
memberikan peringatan kepada nasabahnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan
memberikan tembusan kepada Bank Indonesia, dan sekiranya kejadian kembali berulang,
maka nama nasabah tersebut akan masuk dalam daftar hitam bank-bank peserta kliring
sampai permasalahan tersebut diselesaikan menurut peraturan yang berlaku.
5.3.2 Perkembangan Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS)
Perkembangan sebuah provinsi antara lain ditandai dengan bertambahnya volume
perekonomiannya seperti penggunaan fasilitas BI-RTGS sebagai sarana akhir transaksi pembayaran.
Selama triwulan II 2014 untuk transaksi RTGS inflow, provinsi Maluku Utara mencatatkan kegiatan
RTGS sebesar Rp985,73 miliar atau turun sebesar 35,77% (yoy) jika dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya dan naik 9,07% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Sedangkan nilai transaksi RTGS outflow tercatat sebesar Rp850,63 miliar atau naik
10,55% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau naik 19,76%
(qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dengan demikian, maka kegiatan RTGS
(from-to) pada triwulan II 2014 tercatat sebesar Rp248,60 miliar naik signifikan dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 48,29% (yoy) atau naik 52,63% (qtq).
70
BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG
Tabel 5.5Perkembangan RTGS
Grafik 5.6Perkembangan RTGS Kota Ternate
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa nilai RTGS inflow selalu lebih besar dibandingkan
dengan nilai RTGS outflow. Hal ini mencerminkan kegiatan perekonomian Maluku Utara
mengalami perkembangan yang positif (surplus).
Kesimpulan ini masih memerlukan analisis yang lebih mendalam, mengingat adanya kucuran dana
dari pemerintah pusat, kementerian maupun organisasi internasional, seperti Dana Alokasi Khusus,
Dana Alokasi Umum, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus, bantuan dana pembangunan atau
pelaksanaan program untuk Provinsi Maluku Utara. Hal-hal tersebut bisa jadi yang menyebabkan
lebih tingginya nilai transaksi RTGS inflow dibandingkan outflow, selain karena memang
perekonomian Maluku Utara yang terus berkembang secara positif.
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
2012 2013 2014
RTGS Outflow (From) RTGS Inflow (To) RTGS (From-To)RTGS Outflow RTGS Inflow RTGS(From) (To) (From-To)
2012 I 579,08 878,09 156,63
II 648,33 1.390,18 204,49III 739,66 1.523,82 187,97IV 943,54 1.967,78 199,15
2013 I 710,74 1.362,56 197,63II 769,48 1.534,62 167,64III 867,91 1.811,60 232,98IV 1.076,79 1.897,97 211,92
2014 I 710,28 903,80 162,88II 850,63 985,73 248,60
Periode
71
Melalui Undang-Undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus,
Pemerintah Indonesia secara formal membentuk suatu kawasan khusus yang kemudian dikenal
sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Berdasarkan undang-undang (UU) tersebut, KEK
didefinisikan sebagai kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan
memperoleh fasilitas tertentu. Semenjak diterbitkannya UU tersebut, sampai saat ini sudah terdapat
48 daerah yang mengajukan diri untuk menjadi KEK, namun Dewan Nasional KEK, sebagai pihak
yang berwenang untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan KEK, masih terus
mengadakan kajian dan penilaian kelayakan terhadap daerah-daerah tersebut. Sampai dengan
akhir 2014 ditargetkan akan terbentuk lima KEK, namun hingga pertengahan tahun 2014 justru
telah terbentuk tujuh KEK, yaitu di Sei Mangkei, Sumatera Utara; Tanjung Api-Api, Sumatera
Selatan; Tanjung Lesung, Banten; Palu, Sulawesi Tengah; Bitung, Sulawesi Utara; Mandalika, Nusa
Tenggara Barat; dan Morotai, Maluku Utara.
Tabel 1. Kawasan Ekonomi Khusus yang Telah Ditetapkan di Indonesia
Dalam pembentukannya, KEK difungsikan untuk melakukan dan mengembangkan usaha di
bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan,
pos dan telekomunikasi, pariwisata, dan bidang lainnya. Hal ini didukung dengan adanya berbagai
kemudahan seperti keringanan pajak, kemudahan memperoleh hak atas tanah, perijinan usaha,
keamanan, dan berbagai kemudahan lainnya untuk memicu percepatan ekonomi di KEK berada
yang pada akhirnya diharapkan dapat mendorong percepatan ekonomi secara nasional (Dewan
No. Provinsi Lokasi KEK Landasan Hukum
1 Banten Tanjung Lesung PP No. 26 Tahun 2012 2 Sumatera Utara Sei Mangkei PP No. 29 Tahun 2012 3 Sumatera Selatan Tanjung Api-Api PP No. 51 Tahun 2014 4 Sulawesi Tengah Palu PP No. 31 Tahun 2014 5 Sulawesi Utara Bitung PP No. 32 Tahun 2014 6 Maluku Utara Morotai PP No. 50 Tahun 2014 7 Nusa Tenggara Barat Mandalika PP No. 52 Tahun 2014
Sumber: Dewan Nasional KEK, 2014
BOKS I. Kawasan Ekonomi Khusus Morotai
72
BOKS I. Kawasan Ekonomi Khusus Morotai
Nasional KEK, 2014). Dengan berbagai kemudahan tersebut, diharapkan KEK akan menjadi
kawasan yang memiliki keunggulan dan dapat memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor
serta kegiatan ekonomi lainnya yang memiliki nilai ekonomi dan nilai tambah yang tinggi. Lebih
jauh lagi, tidak setiap daerah dapat menjadi KEK, pembentukan KEK haruslah mempertimbangkan
keunggulan pada berbagai aspek sumber daya ekonomi dan lokasi yang strategis dalam konteks
perekonomian nasional dan global.
Menilik pada perjalanan sejarahnya, istilah KEK atau special economic zone (SEZ) sebagai
suatu industrial park sebenarnya sudah cukup lama diperkenalkan, yaitu di Puerto Rico pada
tahun 1947 (Maramis, 2011). Di Indonesia sendiri, meskipun secara formal baru diresmikan paska
UU 39/2009, namun Indonesia sudah memiliki suatu kawasan khusus, seperti Batam, Bintan,
Karimun, Tanjung Priok, Marunda, dan Cakung. Kawasan tersebut lazim disebut Kawasan Berikat
Nusantara (KBN), yang pada praktiknya memiliki kemiripan fungsi dan tujuan dengan KEK. Pada
tahun 2014 ini, melalui PP No. 50 tahun 2014, pemerintah menetapkan Kabupaten Pulau Morotai
di Provinsi Maluku Utara sebagai salah satu Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia bersamaan
dengan penetapan KEK Tanjung Api-Api, Sumatera Selatan melalui PP No. 51 tahun 2014, dan KEK
Mandalika, Nusa Tenggara Barat melalui PP No. 52 tahun 2014. Menurut PP tersebut, Kawasan
Ekonomi Khusus Morotai terdiri atas Zona Pengolahan Ekspor, Zona Logistik, Zona Industri, dan
Zona Pariwisata yang berfokus pada industri kelautan dan perikanan. KEK Tanjung Api-Api
nantinya berfokus pada pengembangan industri pertambangan dan industri perkebunan, seperti
batubara, karet dan kepala sawit. Sementara, KEK Mandalika difokuskan menjadi Zona Pariwisata.
Kabupaten Pulau Morotai, sebagai salah satu KEK yang baru ditetapkan, merupakan
kabupaten yang memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat potensial serta memiliki
lokasi yang menguntungkan secara geoekonomi dan geostrategis. Hal tersebut menjadi salah satu
pertimbangan utama penetapan kawasan ini menjadi KEK. Pulau Morotai berada di ujung utara
Provinsi Maluku Utara terletak di bibir Samudera Pasifik, titik perlintasan antara kekuatan ekonomi
Timur dan Pasifik. Morotai memiliki wilayah seluas 4.301,53 km², dengan luas daratan seluas
2.330,60 km² dan luas wilayah laut sejauh 4 mil seluas 1.970,93 km². Terdapat 33 pulau kecil di
kabupaten tersebut, dimana 7 pulau berpenghuni dan 26 pulau tidak berpenghuni. Pulau Morotai
memiliki garis pantai sepanjang 354,14 km². Dengan jumlah penduduk sebanyak 56.462 jiwa,
dimana 80%-nya terdistribusi dikawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sedangkan 20%-nya berada
di perkotaan dan desa pedalaman. Potensi geografis dan demografis tersebut coba dimanfaatkan
oleh pemerintah untuk membangun suatu Mega Minapolitan Morotai dan pengembangan
gerbang ekonomi di Kawasan Pasifik.
73
BOKS I. Kawasan Ekonomi Khusus Morotai
Pemerintah Pusat, dalam hal ini melalui Master Plan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, dalam Koridor Ekonomi Papua – Pulau
Maluku telah berencana untuk mengembangkan kegiatan ekonomi utama wilayah tersebut, yaitu
perikanan dan pariwisata. Pengembangan kawasan tersebut diawali dengan pembangunan
infrastruktur, yaitu pembangunan jalan lingkar Morotai, jembatan, pelabuhan perikanan, dan
rencana rehabilitasi dan perluasan Bandara Morotai. Selain kebutuhan perbaikan regulasi dan
dukungan infrastruktur, pengembangan kegiatan ekonomi juga memerlukan dukungan terkait
pengembangan IPTEK dan sumber daya manusia (SDM). Dukungan tersebut antara lain berbentuk
pendirian pusat penelitian dan pengembangan kelautan dan perikanan baik di Morotai. Di tahun
2014 ini, pembangunan jalan lingkar Morotai ditargetkan sudah akan tuntas, begitu juga dengan
rehabilitasi termasuk perpanjangan landasan pacu Bandara Morotai.
Namun demikian, pengembangan KEK di Morotai bukan berjalan tanpa kendala. Bagi
dunia industri, permasalahan infrastruktur dan birokrasi yang menjadi perhatian. Berdasarkan data
Pemerintah Provinsi Maluku Utara, diketahui bahwa dari 234,59 km jalan raya di Pulau Morotai,
74% diantaranya masih mengalami rusak berat. Selain itu, masih terdapat sekitar 45% rumah
tangga disana yang belum tersentuh aliran listrik. Indeks pembangunan manusia dan tingkat
partisipasi sekolah yang masih terbilang rendah juga patut menjadi perhatian agar pembangunan
ekonomi di kawasan tersebut tidak melupakan pembangunan manusianya. Meskipun saat ini
pembangunan infrastruktur fisik di Morotai terus berlangsung, namun yang tidak kalah penting
adalah pembangunan infrastruktur energi dan SDM. Selain masalah infrastruktur dan SDM, belajar
dari pengalaman KEK Sei Mangkei dan KEK Tanjung Lesung, kejelasan birokrasi antara pusat dan
daerah juga menjadi faktor pokok untuk menarik investor agar mau berinvestasi di kawasan
tersebut. Untuk itu perlu diambil langkah nyata agar penetapan Morotai sebagai KEK dapat
berjalan sesuai tujuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 2009.
75
6.1 Kondisi Umum
Kondisi ketenagakerjaan di Maluku Utara periode Februari 2014 menunjukkan pertumbuhan
negatif ditinjau dari penambahan jumlah pengangguran. Kondisi ini terjadi seiring dengan naiknya
jumlah penduduk umur 15 tahun keatas yang diikuti oleh bertambahnya jumlah angkatan kerja.
Jumlah pengangguran yang meningkat ini pada akhirnya menggiring turunnya tingkat partisipasi
angkatan kerja (TPAK) secara tahunan serta naiknya tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi
Maluku Utara.
6.2 Perkembangan Ketenagakerjaan
Kondisi ketenagakerjaan Maluku Utara menunjukkan pertumbuhan negatif pada Februari
2014. Jumlah penduduk umur 15 tahun keatas di Maluku Utara tumbuh sebesar 3,22% (Agustus
2013 – Februari 2014) atau 4,57% (Februari 2013 – Februari 2014). Peningkatan ini berdampak
pada naiknya jumlah angkatan kerja sebesar 6,51% (Agustus 2013 – Februari 2014) atau 2,31%
(Februari 2013 – Februari 2014). Kedua hal diatas pada akhirnya juga berdampak pada
bertambahnya jumlah penduduk yang bekerja sebesar 6,51% (Agustus 2013 – Februari 2014) atau
2,31% (Februari 2013 – Februari 2014). Namun hal tersebut tidak serta merta diikuti oleh
penurunan jumlah pengangguran yang justru bertambah sebesar 56,01% (Agustus 2013 –
Februari 2014) atau 4,94% (Februari 2013 – Februari 2014). Naiknya jumlah pengangguran di
Maluku Utara dipicu oleh berhentinya operasional sebagian besar perusahaan tambang yang
tersebar di seluruh Maluku Utara sebagai dampak dari implementasi UU Minerba pada awal tahun
2014. Selain berdampak pada sektor pertambangan, UU Minerba ternyata juga memiliki dampak
pada sektor penyokong seperti sektor PHR, sektor transport dan sektor lainnya. Berdasarkan hasil
liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara diperoleh informasi bahwa sepinya
pengunjung yang menginap di berbagai penginapan yang tersebar di Halmahera, banyak rumah
makan/restoran yang tutup serta permintaan akan bahan makanan yang turun cukup signifikan
dari daerah Halmahera sebagai akibat banyak perusahaan tambang yang tutup atau memulangkan
sementara pekerjanya sampai perusahaan dapat kembali berproduksi pasca selesainya
pembangunan smelter.
BAB VI. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
76
BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
Tabel 6.1 Perkembangan Ketenagakerjaan di Maluku Utara .
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Angkatan kerja terpantau tumbuh positif seiring bertambahnya jumlah penduduk diatas
15 tahun. Terjadi penambahan sebesar 6,51% atau sebanyak 30,2 ribu orang pada Februari 2014
jika dibandingkan dengan Agustus 2013. Jika dibandingkan dengan Februari 2013, tercatat terjadi
penambahan jumlah angkatan kerja sebesar 2,31% atau sebanyak 11,1 ribu orang menjadi 493,4
ribu orang. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang memasuki angkatan kerja di
Malut, jumlah penduduk yang bekerja juga ikut bertambah sebesar 4,52% atau sebanyak 20,1 ribu
orang jika dibandingkan dengan Agustus 2013 dan bertambah sebesar 2,16% atau sebanyak 9,8
ribu orang jika dibandingkan dengan Februari 2013. Sementara itu, Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 2,02% jika dibandingkan dengan Agustus
2013 namun turun 1,50% jika dibandingkan dengan Februari 2013.
Berdasarkan struktur sebarannya, sektor pertanian masih menjadi pilihan utama
penduduk Maluku Utara. Walaupun sempat terjadi fluktuasi, namun sektor ini hampir selalu
menyerap separuh dari total tenaga kerja di Malut. Data per Februari 2014 menunjukkan bahwa
47,8% atau sebanyak 222,6 ribu orang penduduk Maluku Utara berkecimpung di sektor yang
memiliki andil tertinggi terhadap PDRB Maluku Utara ini. Terjadi penurunan sebanyak 10,75% atau
26,8 ribu orang jika dibandingkan dengan Agustus 2013 dan turun sebesar 1,85% jika
dibandingkan dengan Februari 2013. Sedangkan posisi kedua dan ketiga diisi oleh sektor jasa
kemasyarakatan, sosial dan perorangan, dan sektor perdagangan, rumah makan dan jasa
akomodasi yang masing-masing berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 20,9% dan 11,9%
tenaga kerja yang tersedia. Jika ditilik lebih jauh lagi, pergeseran jumlah tenaga kerja sektor
pertanian ke sektor lainnya mulai terlihat sehingga hal ini harus menjadi perhatian pemerintah agar
tidak terjadi gangguan produksi bahan pangan karena semakin berkurangnya minat penduduk
untuk menjadi petani. Hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat kesejahteraan petani yang belum
2014Feb Agts Feb Agts Feb Agts Feb679.9 687.3 694.8 702.5 710.3 719.5 742.7
Angkatan Kerja 477.5 463.6 471.2 466.1 482.3 463.2 493.4Bekerja 450.7 437.9 446.2 443.9 455.7 445.4 465.5
Pengangguran 26.8 25.7 25.0 22.2 26.6 17.9 27.9202.3 223.7 223.6 236.4 228.0 256.3 249.4
70.2% 67.5% 67.8% 66.3% 67.9% 64.4% 66.40%5.6% 5.6% 5.3% 4.8% 5.5% 3.9% 5.65%
2011 2012 2013Jenis Kegiatan Utama
Penduduk 15 Tahun Keatas
Bukan Angkatan KerjaTPAKTPT
77
BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
Grafik 6.1 Sebaran Tenaga Kerja Per Sektoral di Maluku Utara
Tabel 6.2 Sebaran Tenaga Kerja BerdasarkanTingkat Pendidikan
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara
memenuhi harapan masyarakat terutama kaum pemuda sehingga mereka lebih memilih profesi
lain sebagai mata pencaharian.
Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan (lihat tabel 6.2), dari 6 kelompok
klasifikasi tingkat pendidikan didapatkan bahwa tingkat pendidikan universitas baik jika
dibandingkan dengan Agustus 2013 maupun jika dibandingkan dengan Februari 2013. Sedangkan
kelompok tingkat pendidikan lainnya mengalami terpantau fluktuatif. Hal ini menunjukkan adanya
pergeseran positif atas tingkat pendidikan tenaga kerja di Maluku Utara. Semakin tinggi persentase
tenaga kerja dengan tingkat pendidikan SMA/SMK dan lulusan universitas diharapkan dapat
menjadi cerminan meningkatnya kualitas tenaga kerja yang tersedia di Maluku Utara. Dengan
demikian, para pengusaha diharapkan dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan tenaga kerja
mereka melalui rekruitmen internal provinsi. Selain dapat mengurangi jumlah pengangguran, hal
ini juga merupakan kabar baik bagi perusahaan karena mereka dapat menghemat biaya produksi
dari sisi biaya tenaga kerja. Biasanya perusahaan harus membayar lebih tinggi tenaga kerja yang
berasal dari luar daerah dengan pertimbangan adanya biaya tambahan yang harus mereka
keluarkan setiap bulannya seperti biaya sewa tempat tinggal/kos serta biaya tunjangan lainnya.
Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), didapati dua jenis kelompok
utama tenaga kerja terkait kegiatan ekonomi yang dilakukan yaitu kegiatan formal dan
informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan
buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal umumnya adalah mereka yang berstatus
diluar kelompok pertama. Jika didasarkan pada status pekerjaan formal dan informal, maka
didapatkan sebanyak 2,0% masyarakat Maluku Utara merupakan pekerja formal dan sisanya
2014Februari Agustus Februari
1. Dibawah SD 206.7 196.1 203.82. SMP 78.4 88.4 80.83. SMA umum 102.2 96.5 99.24. SMA Kejuruan 26.1 22.5 17.85. Diploma I/II/III 17.5 15.9 17.26. Universitas 34.8 35.7 46.6
Jumlah 465.7 455.1 465.4
Tingkat Pendidikan Penduduk yang Bekerja
2013
78
BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
Tabel 6.3 Sebaran Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama
sebanyak 98,0% sebagai pekerja informal. Persentase pekerja formal di Maluku Utara turun baik
jika dibandingkan dengan Agustus 2013 maupun jika dibandingkan dengan Februari 2013.
6.3 Pengangguran
Pengangguran merupakan indikator utama dari bidang ketenagakerjaan dan
kesejahteraan. Klasifikasi penduduk yang menganggur adalah mereka yang sedang mencari
pekerjaan ditambah penduduk yang sedang mempersiapkan usaha (tidak bekerja), yang mendapat
pekerjaan tapi belum mulai bekerja, serta yang tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
Jumlah penduduk usia 15 tahun keatas serta jumlah total angkatan kerja yang naik pada
Februari 2014 ini ternyata tidak mampu menahan laju naiknya jumlah pengangguran yang
diakibatkan oleh beberapa hal seperti berhenti beroperasinya sebagian besar perusahaan tambang
di Maluku Utara sehingga puluhan ribu pegawai harus dirumahkan. Jumlah pengangguran
meningkat tajam jika dibandingkan dengan Agustus 2013 yaitu sebesar 56,01% atau sebanyak 10
ribu orang. Jika dibandingkan dengan Februari 2013, jumlah pengangguran di Maluku Utara naik
2,6% atau sebanyak 1,3 ribu orang. Sementara itu, persentase Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) di Maluku Utara juga meningkat seiring semakin banyaknya jumlah angkatan kerja. Februari
2014, TPT di Malut sebesar 5,65% atau naik 1,79% jika dibandingkan dengan Agustus 2013 dan
naik 0,14% jika dibandingkan dengan Februari 2014.
2014Feb Agts Feb Agts Feb
Berusaha Sendiri 93.3 94.3 93.6 105.6 103.0Berusaha dibantu buruh tidak tetap 92.5 90.7 95.2 76.8 99.7Berusaha dibantu buruh tetap 13.4 12.9 12.4 12.7 9.1Buruh/Karyawan 119.4 113.8 148.5 119.9 149.1Pekerja bebas di pertanian 13.0 15.8 10.4 23.4 13.6Pekerja bebas di nonpertanian 5.9 7.2 10.0 8.0 10.1Pekerja keluarga/tak dibayar 108.6 109.3 86.1 107.0 80.9Total Angkatan Kerja 446.1 444.0 456.2 453.4 465.5
Pekerja Formal 3.0% 2.9% 2.7% 2.8% 2.0%Pekerja Informal 97.0% 97.1% 97.3% 97.2% 98.0%
2012 2013Status Pekerjaan Utama
Berdasarkan Sakernas
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
79
BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
Grafik 6.2 Perkembangan Jumlah Pengangguran dan TPT Maluku Utara
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara
Bertambahnya jumlah pengangguran di Maluku Utara berujung pada tingkat partisipasi
angkatan kerja yang terpantau turun sebesar 1,5% jika dibandingkan dengan Februari 2013
namun naik 2,02% jika dibandingkan dengan Agustus 2013. Bertambahnya jumlah pengangguran
pasca berhenti beroperasi dan tutupnya sebagian besar perusahaan tambang sembari menunggu
pabrik pengolahan biji nikel atau smelter rampung dibangun sudah diprediksi sejak akhir triwulan
IV 2013 mengingat perusahaan sudah berancang-ancang untuk merumahkan para pekerjanya.
Sehingga naiknya jumlah pengangguran sebesar 4,94% jika dibandingkan dengan Februari 2013
merupakan suatu yang wajar. Selain pekerja dari sektor pertambangan yang terkena dampak dari
UU Minerba, sektor-sektor lain yang menopang kegiatan operasional sektor pertambangan pun
ikut terkena imbasnya berupa penurunan permintaan barang dan jasa dari sektor tersebut secara
signifikan sehingga mempengaruhi perekonomian penduduk dan pengusaha yang berada didaerah
lingkar tambang serta mereka yang selama ini menjadi pemasok barang dan jasa bagi sektor
pertambangan.
6.4 Nilai Tukar Petani (NTP)
Pada akhir triwulan II 2014 Nilai Tukar Petani (NTP) Maluku Utara meningkat dari periode
sebelumnya, yaitu berada pada level 104,29. Posisi NTP Juni 2014 tercatat mengalami
peningkatan sebesar 2,13% (qtq) atau 2,93% (yoy). Kenaikan NTP pada Juni 2014 disebabkan oleh
indeks harga hasil produksi pertanian yang mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan
peningkatan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk
keperluan produksi pertanian.
Naiknya NTP dari 3 (tiga) subsektor merupakan kunci terakselerasinya NTP Malut. Ketiga
NTP subsektor tersebut adalah NTP subsektor tanaman pangan yang naik sebesar 1,30%, NTP
subsektor holtikultura naik sebesar 0,47%, dan NTP subsektor tanaman perkebunan rakyat naik
80
BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
Grafik 6.3Perkembangan NTP Maluku Utara
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Tabel 6.4 Nilai Tukar Petani (NTP) Wilayah Sulampua
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
sebesar 0,44%. Sedangkan, NTP subsektor peternakan dan NTP subsektor perikanan, masing-
masing turun sebesar 0,88%dan0,17%.
NTP Maluku Utara memiliki nilai lebih tinggi daripada NTP Nasional, bahkan tertinggi ke-2
di di wilayah Sulampua (Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat). Pada
Juni 2014, dari 10 provinsi di wilayah Sulampua, tujuh provinsi sudah memiliki NTP diatas batas
bawah kesejahteraan, dimana Maluku Utara merupakan salah satunya. Sedangkan tiga provinsi lain
yaitu Maluku, Papua dan Sulawesi Utara masih memiliki NTP dibawah batas bawah kesejahteraan.
Sedangkan jika dibandingkan dengan NTP Nasional yang sebesar 101,79, maka NTP Maluku Utara
bersama tiga provinsi lain sudah berada diatas NTP nasional sedangkan lima provinsi lainnya masih
dibawah level nasional dan Gorontalo memiliki NTP sama seperti Nasional.
Mei Juni Perubahan1 Sulawesi Selatan 105,89 105,81 -0,072 Maluku Utara 103,88 104,29 0,393 Sulawesi Tengah 103,54 103,77 0,234 Sulawesi Barat 103,32 103,27 -0,045 Gorontalo 101,67 101,98 0,306 Sulawesi Tenggara 101,97 101,77 -0,207 Papua Barat 100,46 100,66 0,208 Maluku 99,94 100,39 0,449 Sulawesi Utara 99,95 99,99 0,0410 Papua 97,83 97,54 -0,30
101,88 101,98 0,10
NTP Tahun 2014No. Provinsi
NASIONAL
81
BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
Tabel 6.5 Nilai Tukar Petani (NTP) Maluku Utara Per Subsektor
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
6.5 Tingkat Kemiskinan
Jumlah penduduk miskin di Maluku Utara pada Maret 2014 mencapai 82,64 ribu orang
(7,30%), turun 2,9 ribu orang (0,34%) dibandingkan dengan September 2013 yang sebesar 85,58
ribu orang (7,64%). Persentase penduduk miskin di Maluku Utara selama periode enam tahun
terakhir (2009-2014) secara umum terus mengalami penurunan. Dari sisi jumlah, mengalami
penurunan selama Maret 2009 hingga September 2012. Kondisi ini terjadi baik di daerah
perkotaan maupun di daerah perdesaan.
Mei Juni1. Tanaman Pangan a. Indeks yang Diterima (It) 110,99 113,2 1,99 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 108,99 109,74 0,69 c. Nilai Tukar Petani (NTPP) 101,84 103,16 1,302. Hortikultura a. Indeks yang Diterima (It) 118,37 119,71 1,13 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 108,74 109,46 0,66 c. Nilai Tukar Petani (NTPH) 108,85 109,36 0,473. Tanaman Perkebunan Rakyat a. Indeks yang Diterima (It) 110,29 111,46 1,06 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 108,71 109,39 0,62 c. Nilai Tukar Petani (NTPR) 101,45 101,89 0,444. Peternakan a. Indeks yang Diterima (It) 116,53 115,86 -0,58 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 106,74 107,07 0,31 c. Nilai Tukar Petani (NTPT) 109,17 108,21 -0,885. Perikanan a. Indeks yang Diterima Nelayan dan Pembudidaya Ikan (It) 107,05 107,54 0,46 b. Indeks yang Dibayar Nelayan dan Pembudidaya Ikan (Ib) 108,27 108,95 0,63 c. Nilai Tukar Nelayan dan Pembudidaya Ikan (NTNP) 98,87 98,71 -0,17 5.1 Perikanan Tangkap a. Indeks yang Diterima Nelayan (It) 105,82 106,43 0,57 b. Indeks yang Dibayar Nelayan (Ib) 108,21 108,87 0,62 c. Nilai Tukar Nelayan (NTN) 97,79 97,75 -0,04 5.2 Perikanan Budidaya a. Indeks yang Diterima Pembudidaya Ikan (It) 119,94 119,26 -0,57 b. Indeks yang Dibayar Pembudidaya Ikan (Ib) 108,89 109,76 0,80 c. Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) 110,15 108,66 -1,36
Gabungan/Maluku Utara a. Indeks yang Diterima (It) 112,69 113,81 1,00b. Indeks yang Dibayar (Ib) 108,48 109,13 0,60c. Nilai Tukar Petani (NTP) 103,88 104,29 0,39
Nilai Tukar Petani Maluku Utara Per Subsektor, Mei – Juni 2014 (2012=100)
Subsektor Perubahan (%)2014
82
BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
Tabel 6.6 Perkembangan Penduduk Miskin di Maluku Utara
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya penduduk miskin di daerah perdesaan dari 74,56 ribu
orang (9,19%) pada September 2013 menjadi 70,45 ribu orang (8,56%) pada Maret 2014.
Namun demikian, kemiskinan daerah perkotaan di Maluku Utara justru mengalami kenaikan dari
11,02 ribu orang (3,56%) pada September 2013 menjadi 12,19 ribu orang (3,95%) pada Maret
2014.
Garis Kemiskinan sangat mempengaruhi jumlah penduduk miskin, karena penduduk
dapat dikatakan miskin apabila memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di
bawah Garis Kemiskinan. Garis kemiskinan sendiri dibagi menjadi dua jenis yaitu Garis
Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-makanan (GKNM). Komoditas makanan di
Maluku Utara masih memiliki peranan terhadap garis kemiskinan yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan peranan komoditas non-makanan, seperti perumahan, sandang, pendidikan,
dan kesehatan. Selama periode September 2013 – Maret 2014, Garis Kemiskinan Maluku Utara
naik sebesar 1,52%, yaitu dari Rp291.352 per kapita per bulan pada September2013 menjadi
Rp295.787 perkapita per bulan pada Maret 2014. Kenaikan ini terjadi baik pada Garis Kemiskinan
Makanan (GKM) maupun pada Garis Kemiskinan Non-makanan (GKNM). Besarnya tingkat
pengeluaran garis kemiskinan Maluku Utara masih cukup jauh dari besarnya tingkat biaya hidup di
Kota Ternate yang berdasarkan hasil Survei Biaya Hidup tahun 2012 yang dirilis Badan Pusat
Statistik (BPS) sebesar Rp6.427.357 dimana Kota Ternate merupakan kota dengan tingkat biaya
hidup termahal ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Jayapura.
Selain kenaikan pada GKM, pada periode yang sama juga terjadi kenaikan pada Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) yang mengindikasikan bahwa rata-rata
pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+DesaSeptember 2011 8,57 98,74 107,31 2,95 12,61 10,00 251.429 215.409 225.242 0,15 1,50 1,13 0,01 0,28 0,21Maret 2012 7,57 84,35 91,91 2,55 10,69 8,47 268.729 232.109 242.112 0,28 1,82 1,40 0,09 0,46 0,36September 2012 8,75 79,62 88,36 2,92 9,98 8,05 276.117 240.447 250.184 0,08 1,14 0,85 0,00 0,20 0,14Maret 2013 9,16 74,04 83,20 2,99 9,22 7,50 284.374 248.026 258.060 0,31 0,95 0,78 0,05 0,18 0,14September 2013 11,02 74,56 85,58 3,56 9,19 7,64 317.176 281.482 291.352 0,27 1,13 0,89 0,04 0,21 0,16Maret 2014 12,19 70,45 82,64 3,95 8,56 7,30 321.231 286.242 295.787 0,43 1,35 1,10 0,07 0,33 0,26Keterangan:P1 = Indeks Kedalaman KemiskinanP2 = Indeks Keparahan Kemiskinan
PeriodeJumlah Penduduk Miskin
(ribu)Persentase Penduduk
Miskin (%)Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)
P1 (%) P2 (%)
83
BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
pengeluaran penduduk miskin juga semakin besar. Pada periode September 2013 – Maret2014,
indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) mengalami peningkatan.
Indeks kedalaman kemiskinan naik dari 0,89 pada September 2013 menjadi 1,102 pada Maret
2014. Sementara, indeks keparahan kemiskinan juga mengalami peningkatan dari 0,162 menjadi
0,257 pada periode yang sama. Hal ini mencerminkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah
perkotaan masih lebih baik dibandingkan dengan daerah perdesaan. Hal ini juga ditunjukkan dari
jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan yang masih jauh diatas jumlah penduduk miskin di
daerah perkotaan.
Tabel 6.7 Perkembangan Garis Kemiskinan di Provinsi Maluku Utara
GKM GKNM GKM+GKNMPerkotaanSeptember 2013 234.818 82.358 317.176 Maret 2014 238.068 83.164 321.231 PerdesaanSeptember 2013 226.540 54.942 281.482 Maret 2014 228.820 57.422 286.242 Perkotaan+PerdesaanSeptember 2013 228.829 62.523 291.352 Maret 2014 231.343 64.444 295.787
KeteranganGKM: Garis Kemiskinan MakananGKNM: Garis Kemiskinan Non Makanan
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)Daerah/Tahun
7.1 Prospek Perekonomian
Perekonomian Malut pada triwulan III 2014 dan untuk keseluruhan tahun 2014, masing-masing
diperkirakan akan tumbuh pada level 6,15% - 6,55% (yoy) dan 6,47% - 6,97% (yoy). jika
dibandingkan dengan ekonomi nasional, angka pertumbuhan ekonomi Malut 2014 masih lebih
tinggi. Di sisi permintaan, permintaan domestik masih menjadi lokomotif utama ekonomi Malut.
Sementara itu, kegiatan ekspor diprediksi terkoreksi lebih dalam dengan tingginya produksi di
periode yang sama tahun sebelumnya. Di sisi penawaran, sektor pertanian akan mengalami
peningkatan seiring dengan masuknya musim panen dan cuaca yang mendukung kegiatan
pertanian. Sementara itu, sektor keuangan, khususnya perbankan, diprediksi tetap tumbuh stabil
terlepas dari kebijakan suku bunga Bank Indonesia.
Laju inflasi triwulan III 2014 diperkirakan menurun dibandingkan dengan triwulan II namun
diperkirakan masih akan ada tekanan inflasi seiring dengan masih tingginya permintaan dan
kenaikan tarif oleh pemerintah. Kenaikan tarif yang diprediksikan akan terjadi sepanjang 2014
adalah kenaikan tarif energi, bahan bakar serta tarif angkutan. Untuk itu, peran TPID diharapkan
membantu menekan laju inflasi agar tidak bergerak lebih jauh seperti dalam hal pasokan dan
kelancaran distribusi.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013
Malut Nasional
Grafik 7.1Perkembangan PDRB Malut dan Proyeksinya
BAB VII. PROSPEK PEREKONOMIAN
85
II III IV
2014
Proyeksi
86
BAB II. PROSPEK PEREKONOMIAN
7.2 Outlook Kondisi Makroekonomi Regional
Perekonomian Malut di triwulan III 2014 masih didukung oleh tingkat permintaan domestik yang
tinggi. Malut pada triwulan III 2014 diperkirakan masih tumbuh positif di kisaran 6,15% - 6,55%
(yoy). Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga masih menjadi pendorong utama dan konsumsi
pemerintah berupa investasi pembangunan berbagai infrastruktur diharap dapat sesuai target
sehingga akan mendorong laju investasi. Selain itu, kondisi Malut yang kondusif harus
dipertahankan untuk tetap menjaga konsumsi swasta dan investasi tetap tumbuh dengan baik.
Dari sisi produksi, sektor pertanian diprediksi akan mengalami pertumbuhan positif seiring dengan
masuknya masa panen dan mendukungnya cuaca untuk kegiatan pertanian.
Sementara itu, permintaan luar negeri akan hasil tambang belum bisa terpenuhi seiring masih
berjalannya proses pembangunan smelter di Maluku Utara. Namun demikian, tingkat permintaan
luar negeri akan komoditas asal Maluku Utara masih tinggi meskipun perekonomian dunia masih
dalam masa recovery.
7.2.1 Sisi Permintaan
Pada triwulan III 2014, komponen sisi permintaan diproyeksikan meningkat dibandingkan dengan
triwulan II 2014. Peningkatan terjadi ada komponen konsumsi, baik konsumsi masyarakat maupun
konsumsi pemerintah, serta investasi seiring dengan pembangunan di Malut yang berasal dari
Investasi. Hal ini juga di dorong oleh kegiatan pemilihan legislatif dan eksekutif.
Kinerja komponen konsumsi diperkirakan meningkat pada triwulan III 2014 sebesar 8,22%-8,72%
didorong oleh ekspektasi konsumen yang tumbuh positif. Konsumsi rumah tangga di triwulan III
2014 diperkirakan meningkat seiring dengan optimisme masyarakat terhadap perekonomian
Maluku Utara ditengah perlambatan ekonomi yang sedang terjadi baik di regional maupun di
nasional. Konsumsi pemerintah juga diperkirakan tumbuh positif seiring dengan penyerapan dana
APBD dan APBN melalui program-program pembangunan pemerintah.
Tendensi ekspektasi konsumen pada triwulan III 2014 mendatang diperkirakan akan membaik
dibandingkan triwulan laporan. Tendensi konsumen hasil Indeks Tendensi Konsumen (hasil survei
BPS) menunjukkan arah meningkat. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) di triwulan III diperkirakan
sebesar 110,68, lebih tinggi dari triwulan laporan (110,14). Indeks perkiraan pendapatan rumah
tangga diperkirakan sebesar 115,62, lebih tinggi dari triwulan laporan yang sebesar 115,59. Selain
itu, rencana pembelian barang durable good tercatat pada angka positif. Tingkat optimisme
87
BAB II. PROSPEK PEREKONOMIAN
masyarakat yang lebih tinggi terhadap perekonomian Malut di triwulan mendatang searah dengan
proyeksi yang dibuat oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara.
Komponen pembentukan modal tetap bruto diperkirakan akan meningkat pada triwulan III 2014.
Keberlanjutan proyek-proyek multi years milik pemerintah serta milik swasta masih akan menjadi
penopang pertumbuhan investasi Malut. Beberapa proyek besar yang sedang dan akan
berlangsung adalah pembangunan smelter di Halmahera Timur, pelabuhan terintegrasi Bastiong di
Ternate, pembangunan jalan lingkar beberapa pulau serta pelebaran jalan lintas Halmahera,
pembangunan PLT Batu Bara di Tidore. Khusus untuk pembangunan smelter, berdasarkan hasil
liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara didapatkan informasi bahwa
terdapat dua contact yang komitmen untuk melakukan pembangunan smelter di Malut.
Kinerja perdagangan eksternal (ekspor-impor) diperkirakan masih akan tumbuh negatif seiring
dengan masih terkoreksinya sisi ekspor Malut. Belum bisanya perusahaan tambang Malut untuk
melakukan pemurnian bijih nikel merupakan penyebab utama terkoreksinya pertumbuhan ekspor
Malut, terlebih lagi perusahaan tambang melakukan optimalisasi produksi pada tahun 2013
sehingga kecuraman koreksi kinerja ekspor akan semakin kasat mata.
Pada tahun 2014, indeks harga internasional komoditas utama (nikel, kopra, cengkih, fuli, dan
kakao) diperkirakan sedikit membaik. Harga nikel hanya membaik pada triwulan II 2014 dengan
tumbuh sebesar 33,78% dari akhir 2013. Masih turunnya rendahnya harga nikel karena
berlimpahnya pasokan. Pemulihan harga akan tergantung perkembangan ekonomi Tiongkok yang
mencerminkan 45% permintaan dunia. Sementara harga kakao diperkirakan meningkat, sejalan
dengan kekhawatiran atas pasokan komoditas tersebut yang diperkirakan turun 2,9% pada 2014.
Grafik 7.2Perkembangan ITK Malut dan Proyeksinya
88
BAB II. PROSPEK PEREKONOMIAN
Sedangkan harga kopra, cengkih dan fuli masih diperkirakan cukup stabil seiring masih tingginya
permintaan akan komoditas dimaksud dan kapasitas produksi dunia akan komoditas tersebut
belum mengalami pertumbuhan yang signifikan.
7.2.2 Sisi Penawaran
Pada triwualn III 2014, sektor utama ekonomi Malut tumbuh cukup tinggi namun masih terdapat
tantangan yang dapat menahan laju produksi. Sektor yang tercatat tumbuh negatif adalah sektor
pertambangan dan penggalian seiring belum rampungnya pembangunan smelter di Malut. Khusus
untuk sektor keuangan diperkirakan target kredit nasional Bank Indonesia (15%-17%), telah
diterapkan perbankan dalam menjalankan rencana bisnis bank. Namun demikian, pertumbuhan
ekonomi Malut tersebut masih akan tetap berada di atas level pertumbuhan ekonomi nasional, dan
dapat mendukung target perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2014 (5,1%-5,5%;
yoy).
Sektor pertanian, terutama subsektor tabama diperkirakan akan tumbuh positif pada triwulan III
2014. Hal ini seiring dengan jadwal panen raya tanaman padi Malut yang jatuh pada triwulan III
dan IV diperkirakan akan mampu mendorong kinerja sektor pertanian. Pengembangan klaster-
klaster holtikultura seperti bawang dan sayur-mayur di Malut akan meningkatkan kapasitas
produksi internal Malut dan mengurangi ketergantungan akan impor dari daerah lain dengan
harapan dapat menekan tingkat harga komoditas volatile food.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) diperkirakan akan kembali tumbuh meningkat pada
triwulan III 2014 setelah mengalami perlambatan pada triwulan II 2014. Dampak UU Minerba
Grafik 7.3Perkembangan Harga Internasional Nikel
Sumber : IMF
89
BAB II. PROSPEK PEREKONOMIAN
memang berdampak pada sektor-sektor lainnya termasuk sektor PHR sehingga menyebabkan
perlambatan pertumbuhan. Namun demikian, dengan semakin membaiknya infrastruktur dasar di
Maluku Utara dan laju investasi yang terus berjalan serta didukung oleh pembangunan pusat-pusat
perbelanjaan oleh pemerintah daerah akan mendukung pertumbuhan sektor PHR lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya.
Sektor industri pengolahan diperkirakan akan tumbuh sedikit meningkat pada triwulan III 2014
dibandingkan triwulan II 2014. Tingkat konsumsi masyarakat yang masih tinggi di triwulan III 2014
serta dengan dibangunnya pabrik pengolahan tepung kasbi/singkong di Halmahera Utara akan
mendorong pertumbuhan sektor ini ke atas. Walaupun tidak naik signifikan, namun optimisme
konsumen terhadap kondisi perekonomian di triwulan III 2014 akan menjaga tingkat konsumsi
domestik di tingkat yang tinggi.
Sektor pertambangan diperkirakan akan tumbuh terkoreksi lebih dalam lagi pada triwulan III 2014.
Tingginya basis produksi pada triwulan III 2013 akan semakin memperdalam ketimpangan kinerja
dengan triwulan III 2014. Pasca implementasi UU Minerba per Januari 2014, sebagian besar
perusahaan tambang yang beroperasi di Malut berhenti beroperasi. Hal ini dikarenakan pabrik
pemurnian atau smelter yang menjadi persyaratan utama perusahaan tambang untuk dapat
melakukan penjualan komoditasnya ke luar negeri dengan tujuan memberikan nilai tambah
sehingga akan meningkatkan pendapatan dari sektor yang satu ini. Kondisi ini diprediksi masih
akan bertahan hingga akhir 2014 bahkan terdapat tendensi kondisi ini masih belum berubah
signifikan pada tahun 2015.
Kemudian, sektor keuangan diperkirakan akan tumbuh meningkat yang diindikasikan oleh
pertumbuhan aset, kredit dan DPK perbankan Malut hingga triwulan II 2014 yang masing-masing
tumbuh 12,54% (yoy), 10,13% (yoy), 12,91% (yoy). Pertumbuhan tahun 2014 tersebut masih
searah dengan perkiraan Bank Indonesia terhadap pertumbuhan kredit dan DPK pada kisaran
15%-17%. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan II-2014 menghasilkan perkiraan
pertumbuhan kredit 2014 akan sebesar 18,2%, lebih rendah dari hasil survei sebelumnya (21,8%).
Selain itu, didapatkan informasi bawah diprediksi akan terjadi perlambatan kredit dan peningkatan
DPK secara triwulanan yang akan menyebabkan peningkatan suku bunga dana dan suku bunga
kredit pada triwulan III 2014.
90
BAB II. PROSPEK PEREKONOMIAN
7.3 Outlook Inflasi Daerah
Laju inflasi di triwulan III 2014 secara umum berpotensi untuk bergerak turun yaitu dikisaran
5,77%±1 (yoy). Namun demikian, beberapa faktor dapat meningkatkan tekanan inflasi di Maluku
Utara yang diantaranya adalah peningkatan tarif energi, bahan bakar dan angkutan yang berasal
dari sisi administered price. Tekanan harga dari sisi permintaan terprediksi turun seiring turunnya
ekspektasi permintaan masyarakat seiring selesainya puasa Ramadhan dan hari raya Idul Fitri.
Inflasi volatile food diperkirakan akan turun ke level moderat seiring turunnya permintaan dari
masyarakat. Masuknya Maluku Utara ke musim panen dan mulai naiknya curah hujan akan
meningkatkan kemampuan produksi Malut akan tabama dan tanaman holtikultura sehingga akan
meningkatkan pasokan komoditas-komoditas tersebut ke pasar. Namun demikian, dengan
masuknya musim hujan maka berpotensi untuk menyebabkan naiknya tinggi gelombang di Maluku
Utara dan akan mempengaruhi kapasitas produksi subsektor perikanan.
Inflasi administered price tahun 2014 diperkirakan akan terakselerasi seiring rencana penyesuaian
tarif energi, bahan bakar dan angkutan oleh pemerintah. Beberapa rencana pemerintah untuk
menaikkan beberapa harga seperti tarif listrik, tarif angkutan, harga LPG 12 kg, serta rencana
pemerintah untuk kembali menaikkan harga BBM yang masih dalam proses pengkajian. Kenaikan
tarif-tarif tersebut akan meningkatkan fix cost production berbagai proses produksi dan berpotensi
untuk meningkatkan harga.
Komponen core inflation diperkirakan akan bergerak turun namun masih pada level moderat. Hal
ini dikarenakan oleh turunnya permintaan dari masyarakat seiring selesainya puasa Ramadhan.
Namun demikian, pushed inflation yang berasal dari komponen administered price yaitu dari
naiknya beberapa tarif yang ditentukan oleh pemerintah dapat mendongrak harga komoditas di
Maluku Utara. Terlebih lagi karakteristik inflasi di Maluku Utara yang peningkatannya berada pada
magnitude yang lebih tinggi dibandingkan nasional serta provinsi lain di Sulampua.