laporan tss dan tds soeman hatana simatupang
DESCRIPTION
Tss dan TdsTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum TDS dan TSS adalah :
1. Untuk mengetahui atau mengukur total dissolved solid sampel air yang
diteliti.
2. Untuk mengetahui atau mengukur total suspended solid sampel air yang
diteliti.
1.2. Landasan Teori
1.2.1. Kajian Upaya Mengurangi Pencemaran Air Limbah Akibat
Penambangan Endapan Intan
1.2.1.1. Pendahuluan
Peranan pembangunan, khususnya untuk bahan galian industri
tidak dapat dipisahkan dari kepentingan masyarakat. Penambangan
endapan intan sekunder skala kecil (tambang rakyat) di Desa
Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota
Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan selain dapat menambah
pendapatan devisa negara, juga telah memberikan lapangan
pekerjaan. Penambangan endapan intan sekunder dilakukan secara
tambang terbuka dengan sistem tambang semprot yang
dikombinasikan dengan mesin penyedot air dan material. Material
hasil penyedotan (penambangan) kemudian disaring menggunakan
grizzly dan sluice box untuk memisahkan ampas (tailing) dengan
material yang mengandung intan (konsentrat). Material yang
mengandung intan (konsentrat) yang diperoleh, kemudian
dilakukan pendulangan untuk mendapatkan intan.
Bagi penduduk Desa Cempaka, mendulang intan merupakan
mata pencaharian turun temurun. Para penambang bekerja secara
kelompok dengan menggali lubang tambang sampai kedalaman 15
m, baik itu menggunakan peralatan sederhana maupun tambang
semprot. Hasil penambangan selanjutnya dilakukan pencucian dan
pendulangan untuk mencari sebutir intan, selain intan kadang-
kadang ditemukan batu akik dan butiran emas. Intan yang didapat
berupa intan mentah (galuh), intan mentah kemudian dibersihkan
dan digosok untuk dijadikan perhiasan. Salah satu tempat
penggosokan intan yang terkenal di Martapura, adalah
penggosokan Intan Tradisional Kayu Tangi Martapura.
Kegiatan penambangan endapan intan sistem semprot ini
menimbulkan beberapa masalah seperti perubahan kondisi
lingkungan baik secara fisik dan kimia tanah, kualitas air tanah dan
air permukaan, serta topografi lahan. Penambangan endapan intan
dengan kombinasi proses penyemprotan dan penyedotan
menghasilkan material lepas (kerakal dan kerikil) serta lumpur
dalam jumlah yang besar sebagai limbah. Limbah ini akan
mengendap di sepanjang aliran sungai atau di tempat-tempat yang
rendah di sekitar lokasi penambangan, sehingga menyebabkan
pendangkalan sungai dan pencemaran lingkungan. Pencemaran
lingkungan terutama berupa kekeruhan air, total suspended solid
(TSS), besi (Fe), dan minyak. Kandungan TSS yang tinggi dalam
air (badan sungai) menyebabkan byologycal oxigen demand (BOD)
menjadi rendah, sehingga dapat menghambat proses penetrasi sinar
matahari dalam air dan mengganggu kehidupan biota air.
Sedangkan kandungan besi (Fe) dan minyak yang tinggi akan
berpengaruh terhadap pemanfaatan air; misal untuk bahan baku air
minum, perikanan maupun pengairan.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji upaya mengurangi
konsentrasi bahan pencemar pada air limbah penambangan
endapan intan sekunder dengan membuat kolam-kolam
pengendapan (IPAL Komunal), sehingga kekeruhan air dan
konsentrasi bahan pencemar menurun. Endapan lempung yang
dihasilkan kemudian diambil untuk diamankan, pada paska
tambang lempung dapat dimanfaatkan sebagai material pengisi
lubang bekas tambang atau dimanfaatkan untuk keperluan lainnya.
Sedangkan air limbah dengan bahan pencemar yang
konsentrasinya sudah berkurang, baru di buang ke perairan umum.
Efek total dari proses tersebut adalah upaya mengurangi adanya
pencemaran lingkungan akibat penambangan endapan intan.
Batasan masalah dalam penelitian adalah kajian upaya
mengurangi konsentrasi bahan pencemar hasil penambangan intan
sekunder menggunakan 4 (empat) kolam pengendapan yang
dilengkapi dengan saluran air sebagai inlet dan outlet. Unsur-unsur
pencemar logam berat seperti Fe, Mn, Cu, Cd, Zn, dan Pb; serta
adanya pencemaran tanah (lahan) dan air bawah permukaan tanah
tidak dibahas.
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan acuan dalam perencanaan reklamasi paska tambang endapan
intan skala kecil pada khususnya, dan penerapannya dalam industri
pertambangan pada umumnya.
1.2.1.2. Metode Kajian
Metode kajian yang digunakan dalam penelitian adalah metode
deskriptif, yaitu dengan melakukan pengukuran dan pengambilan
contoh air limbah di lapangan serta analisis di laboratorium.
Pengukuran dilakukan terhadap dimensi kolam pengendapan
limbah, pengambilan contoh air limbah tambang pada kolam
pengendapan 1, 2, 3, dan 4. Analisis limbah cair dilakukan
berdasarkan prosedur analisis dari Standar Nasional Indonesia
tentang Air dan Limbah.
Semua Pengujian sampel limbah cair di lakukan di Balai Besar
Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit
Menular Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada tahun 2010.
Evaluasi kualitas air dilakukan dengan cara membandingkan
hasil analisis air limbah hasil pengendapan (physical treathment)
dengan kriteria standar baku kualitas air berdasarkan kelas (Kelas I,
II, III, dan IV) Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No.5 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
1.2.1.3. Keadaan Umum Daerah Kajian
Lokasi kegiatan penambangan endapan intan terletak di Dusun
Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota
Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Lokasi penelitian dapat
dicapai menggunakan kendaraan roda empat dari Kota Banjarmasin
dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Berdasarkan hasil pencacahan
Sensus Penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Kota Banjarbaru
adalah 199.359 orang, yang terdiri atas 101.938 laki-laki dan
97.421 perempuan.
Penduduk Kota Banjarbaru terkosentrasi di lima kecamatan
yaitu (Tabel 1): Cempaka 28.328 orang (14,21 %), Landasan Ulin
51.475 orang (25,82 %), Banjarbaru Utara 42.651 orang (21,39),
Banjarbaru Selatan 42.337 orang (21,24 %), dan Liang Anggang
34.568 orang (17,34 %). Geologi daerah Cempaka secara umum
dicirikan dengan adanya sebaran batuan sedimen secara dominan
yang berumur Tersier - Kuarter, dan sebagian kecil batuan beku
berumur Pra Tersier. Formasi Pitanak (Kvpi) berumur Kapur Akhir
dengan bidang kontak tektonik berbatasan dengan batuan ultrabasa.
Gambar Lokasi Kegiatan Penambangan Endapan Intan Sekunder
Formasi Pitanak berupa lava andesit berwarna kelabu dalam
keadaan segar dan coklat bila lapuk, porforitik plagioklas,
berasosiasi dengan breksi vulkanik. Formasi Keramaian (Kak)
berumur Kapur Akhir dengan bidang kontak tektonik berbatasan
dengan batuan Formasi Pitanak (Kvpi). Formasi Keramaian
terdiri atas perselingan batupasir, batulanau dan batulempung,
dimana juga terdapat sisipan batugamping, konglomerat
berasosiasi dengan rijang. Formasi Tanjung (Tet) berumur Eosen,
merupakan batuan sedimen Tersier tertua yang menindih secara
tak selaras dengan batuan Pra Tersier. Formasi ini terdiri atas
batupasir kuarsa, sisipan batugamping dan batubara dengan lensa
batu gamping.
Formasi Berai (Tomb) dengan umur Oligomiosen, menindih
selaras di atas Formasi Tanjung (Tet). Formasi ini berupa
batugamping bersisipan napal dan batulempung yang
terserpihkan. Formasi Dahor (Tqd) berumur Pliopleistosen
menindih tak selaras di atas batuan Tersier. Formasi ini terdiri
atas batupasir kuarsa kurang padu, konglomerat, batulempung
lunak dengan sisipan lignit, kaolin dan limonit. Selaras di atas
Formasi Dahor (Tqd) adalah endapan Alluvium (Qa) berumur
Holosen. Endapan Alluvium terdiri atas kerikil, pasir, lanau,
lempung dan lumpur. Endapan pasir-kerikil Alluvium purba
memegang peranan penting terbentuknya endapan intan dengan
tebal lapisan beberapa centimeter sampai satu meter, dan intan
yang terkandung didalamnya tersebar tidak merata dan terpencar.
Gambar Peta Geologi Daerah Banjarbaru dan Sekitarnya.
1. Penambangan Endapan Intan
Kegiatan diawali dengan pembersihan lokasi
penambangan dari semak-semak belukar dan pohon-
pohon kecil dengan menggunakan cangkul (menggali
tanah), tirak (membongkar akar-akar pohon), dan parang
(penebasan pohon-pohon) untuk pembuatan muka kerja.
Kegiatan penggalian ini terus dilakukan maju sedikit
demi sedikit menuju endapan intan. Setelah menemukan
endapan intan, dilanjutkan penambangan endapan intan
dengan cara menyemprotkan air menggunakan slang
sehingga menghasilkan lubang tambang .
Gambar Persiapan Penambangan.
Gambar Lubang Tambang dengan Pompa Semprot
Sistim “Under Cut”.
Selama kegiatan penambangan endapan intan
sekunder berlangsung, dilakukan kombinasi kerja mesin
peyemprot dan mesin penyedot. Mesin menyedot
berfungsi menyedot material yang telah lepas akibat
penyemprotan lewat selang yang dialirkan melalui
grizzly dan dilakukan pengayakan untuk memisahkan
tailing dan konsentrat. Konsentrat yang didapat
kemudian dilakukan pendulangan dan pencucian.
Gambar Pendulangan Untuk Mendapatkan Konsentrat
Setelah pendulangan dan pencucian dilakukan untuk
mendapatkan konsentrat, barulah dilakukan pendulangan
akhir untuk mendapatkan intan. Keseluruhan proses
penambangan intan seperti yang diuraikan di atas dapat
digambarkan dalam bentuk bagan alir seperti yang
terlihat.
1.2.1.4. Hasil Kajian
1. Pencemaran Air Limbah
Kegiatan penambangan endapan intan sekunder di Desa
Pinang, Kecamatan Cempaka Banjarbaru dilakukan oleh
rakyat setempat dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan
keuntungan ekonomi, tapi disisi lain menimbulkan kerusakan
dan pencemaran lingkungan. Air limbah penambangan
umumnya langsung dibuang ke sungai tanpa pengolahan
limbah terlebih dahulu, sehingga limbah ini mencemari daerah
sekitarnya.
Penambangan endapan intan sekunder dapat menyebabkan
air sungai di sekitarnya keruh, kekeruhan air disebabkan oleh
zat padat yang tersuspensi baik yang bersifat organik maupun
non organik. Zat organik sebagai limbah berasal dari lumpur
hasil penambangan endapan intan yang menggunakan pompa
isap. Air yang keruh sulit didefeksikan, karena mikroba
terlindung oleh zat tersuspensi yang berbahaya bagi kesehatan.
Berdasarkan hasil analisis kimia contoh air limbah
penambangan endapan intan sekunder apabila dibandingkan
dengan standar baku kualitas air dari Peraturan Gubernur
Kalimantan Selatan No. 5 Tahun 2007 menunjukkan bahwa air
limbah penambangan endapan intan sekunder mengandung
lumpur (TSS), besi (Fe), minyak, dan kekeruhan yang cukup
tinggi; sedangkan unsur-unsur yang lain seperti TDS, NH3
total, NO2, NO3, Pb, Zn, Cr total, relatip rendah. Nilai TSS,
besi (Fe), minyak, dan kekeruhan tersebut masing-masing
adalah 1.358 mg/l, 6,41 mg/l, 2000 mg/l dan 916,0 NTU,
sedangkan standar baku mutu kualitas air menurut peraturan
Gubernur Kalimantan Selatan masing-masing adalah 400 mg/l,
0,3 mg/l, 1.000 mg/l dan 0 NTU (nihil).
Gambar 6. Bagan Alir Kegiatan Penambangan Endapan Intan
Sekunder.
Tabel Kualitas Air Limbah Penambangan Endapan Intan Sekunder
Tabel Standar Baku Mutu Kualitas Air
Keterangan : Kelas I = bahan baku air minum
Kelas II = sarana rekreasi air, budidaya ikan air tawar, peternakan
Kelas III = budidaya ikan tawar, peternakan
Kelas IV = pengairan
Berdasarkan hasil analisis kimia contoh air limbah
penambangan endapan intan sekunder kandungan TSS (total
suspended solid) adalah sebesar 1.358 mg/l, melebihi standar
baku kualitas air yang diperkenankan maksimal 400 mg/l.
Kandungan TSS yang tinggi mengidentifikasikan terjadinya
pencemaran zat organik yang berasal dari pembuangan limbah
kegiatan penambangan endapan intan sekunder. Tingginya
TSS dalam air (badan sungai) dapat menghambat proses
penetrasi sinar matahari dalam air, sehingga mengganggu
kehidupan biota air. Air dengan konsentrasi TSS yang tinggi,
mengakibatkan BOD (biologycal oxygen demand) menjadi
rendah yaitu 0,7 mg/l (Tabel 1). Konsentrasi dari jumlah
oksigen yang terlarut DO (dissolved oxygen) dan COD
(chemical oxygen demand) cukup tinggi yaitu sebesar 6,2 mg/l
dan 58,2 mg/l; sedangkan standar baku kualitas air untuk COD
adalah10 mg/l - 100 mg/l dan standar baku kualitas air untuk
DO adalah 3 mg/l - 6 mg/l. Jadi kandungan COD masih
memenuhi standar baku kualitasair kelas IV dan III, sedangkan
DO memenuhi untuk semua kelas standar baku kualitas air.
Hasil analisis kandungan minyak pada air limbah
penambangan sebesar 2.000 mg/l, sedangkan standar baku
kualitas air adalah sebesar 1.000 mg/l untuk semua kelas.
Pencemaran minyak berasal dari limbah ceceran oli mesin
semprot dan sedot yang digunakan dalam penambangan intan.
Lapisan minyak yang terdapat dipermukaan air dapat
menyebabkan berkurangnya estetika (kondisi yang kurang
sedap), terganggunya penetrasi sinar matahari dan
menghambat proses masuknya oksigen dari udara ke dalam
badan air, yang akhirnya dapat menyebabkan air kekurangan
oksigen terlarut. Air yang kekurangan oksigen terlarut dapat
mengganggu kehidupan biota air. Sebagaimana kita ketahui,
minyak bersifat tidak dapat larut di dalam air. Minyak akan
terus mengapung di atas permukaan air, sehingga menutupi
permukaan air. Lapisan minyak yang mengapung akan
menutupi permukaan air, dan mengganggu kehidupan
organisme dalam air. Lapisan minyak yang menutupi
permukaan air dapat terdegradasi oleh mikroorganis tertentu,
namun memerlukan waktu yang cukup lama.
Penggalian lapisan tanah penutup dalam penambangan
endapan intan sekunder, membuat endapan mineral terbuka.
Akibatnya terjadi oksidasi mineral sulfida, sehingga pH air
limbah bersifat asam. pH air limbah yang bersifat asam ini
adalah produk yang terbentuk akibat oksidasi mineral yang
mengandung besi-sufur, seperti: pirit (FeS2) dan pirhotit (FeS)
oleh oksidator yang berasal dari atmosfir (air, oksigen dan
karbon dioksida) dengan bantuan katalis bakteri dan produk-
produk lain yang terbentuk sebagai akibat dari reaksi oksidasi
tersebut. Air dengan pH yang bersifat asam dapat
menyebabkan sulitnya pertumbuhan tanaman, disamping itu
juga dapat menyebabkan matinya binatang-binatang yang ada
dalam air serta tidak layak dikonsumsi atau dipakai untuk
kebutuhan manusia. Pencegahan penurunan pH air limbah
dapat dilakukan dengan melokalisir sebaran mineral sulfida
sebagai bahan potensial pembentuk air asam dan
menghindarkan agar idak berhubungan langsung dengan udara
bebas. Sebaran sulfida ditutup dengan bahan impermeable
seperti lempung, diupayakan tidak terjadinya proses pelarutan
baik oleh air permukaan maupun air tanah.
2. Upaya penurunan Pencemaran
Untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan
adanya air limbah penambangan, maka sebelum air limbah
dibuang ke perairan umum terlebih dahulu dilakukan
pengendapan bertahap (physical treatment ) melalui pembuatan
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal.
IPAL yang dibuat terdiri atas empat kolam pengendapan
dengan ukuran masing-masing lebar 20 m, panjang 20 m, dan
kedalaman 5 m sebagaimana terlihat pada Gambar
Gambar Sketsa Penampang Kolam Pengendapan Air Limbah
Tambang Intan
Antara lubang kolam pengendapan yang satu dengan
kolam pengendapan yang lainnya dihubungkan oleh pipa
berdiameter 61,44 cm. Kolam pengendapan juga dilengkapi
dengan inlet dan outlet. Inlet adalah jalan masuknya air limbah
dari aktivitas penambangan ke kolam pengendapan ke 1;
seterusnya ke kolam pengendapan ke 2, 3, dan ke 4.
Sedangkan outlet adalah hasil akhir dari pengolahan air limbah
dengan pengendapan yang keluar dari kolam pengendapan ke
4. Hasil akhir dari limbah ini seterusnya langsung dibuang ke
badan sungai.
Kolam-kolam pengendapan ini diletakkan pada mulut
tambang, sehingga memudahkan air limbah penambangan
untuk dialirkan ke dalam kolam-kolam pengendapan. Supaya
memungkinkan padatan mengendap, air limbah yang masuk ke
inlet diatur dengan kecepatan aliran 10-15 cm/detik.
Hasil Analisis TSS, Fe, Minyak, DO, pH dan Kekeruhan
air limbah penambangan dan kolam pengendapan setelah
dilakukan physical treatment adalah sebagai berikut.
Tabel 3. Hasil Analisis TSS, pH, Fe, Minyak, DO, dan Kekeruhan pada Air
Limbah Penambangan dan Kolam Pengendapan
1.2.1.5. Diskusi
Berdasarkan hasil analisis air limbah penambangan yang
diambil dari kolam pengendapan 1, 2, 3, dan 4 (Tabel 3), terlihat
bahwa kandungan total suspension solid (TSS) mengalami
penurunan yaitu masing-masing sebesar 22,39 %; 41,09 %; 76,80
% dan 85,54 %. Semakin banyak pengurangan kandungan TSS
dalam air limbah maka kekeruhan air akan semakin berkurang yang
ditunjukkan oleh hasil analisis nilai kekeruhan air dari kolam
pengendapan 1, 2, 3, dan 4 yaitu masing-masing sebesar 817, 765,
405, dan 205 NTU atau dengan pengurangan nilai kekeruhan
masing-masing sebesar 10,81 %; 16,48 %; 55,79 %; dan 77,62 % .
Gambar Grafik Kekeruhan Air Limbah dan Kolam Pengendapan 1,
2, 3, dan 4
Dari hasil analisis TSS terlihat bahwa semakin jauh jarak
pengendapannnya, maka semakin besar pengurangan kandungan
TSS dalam air limbah dan kolam 1, 2, 3, dan 4.
Hal ini disebabkan karena semakin jauh tempat
pengendapannya, maka kecepatan aliranya semakin berkurang,
sehingga kesempatan untuk mengendap padatan yang ada dalam
limbah semakin besar.
Gambar 9. Grafik Kandungan TSS pada Air Limbah dan Kolam
Pengendapan 1, 2, 3, dan 4
Apabila hasil pengendapan limbah tersebut dikaitkan dengan
Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan N0. 5 Tahun 2007, maka
nilai TSS pada kolam pengendapan ke 1 dan ke 2 sebesar 1.054
mg/l dan 800 mg/l belum memenuhi standar baku kualitas air Kelas
I - IV. Sedangkan nilai TSS pada kolam pengendapan 3 dan 4
sebesar 315 mg/l dan 198 mg/l sudah memenuhi standar baku
kualitas air Kelas III dan IV, namun belum memenuhi standar baku
kualitas air Kelas I dan II. Berdasarkan hasil percobaan dengan
pengendapan (physical treatment) terlihat bahwa pengurangan total
suspension solid (TSS) belum optimal, hal ini disebabkan karena
material-material yang diendapkan hanyalah suspended solid yang
mempunyai ukuran diameter >1 μ= > 0,003 mm (Gambar 10) atau
diklasifikasikan sebagai lempung halus - lanau. Secara teoritis
colloidal dengan ukuran yang berkisar 10-3 - 1 mikron tidak dapat
diendapkan dengan physical treatment, tetapi dapat dilakukan
penggumpalan dengan oksidasi biologi, kemudian diendapkan
sebagai dissolved solid dengan ukuran yang berkisar antara 10-5 -
10-3 mikron. Material yang larut dalam larutan (suspended) terdiri
atas material organik dan inorganik yang dapat dihilangkan dengan
pemanasan pada suhu 600o C.
Gambar 10. Klasifikasi Ukuran Partikel Yang Ada Dalam Air
Limbah
Nilai pH hasil pengendapan air limbah pada kolam
pengendapan 1 - 4 menunjukkan kenaikan pH yang relatif kecil
dari 6,00 menjadi 6,29; namun nilai tersebut dapat memenuhi
standar baku kualitas air Kelas I - IV.
Nilai pH yang kecil menyebabkan keasaman pada air limbah
yang berdampak negatip terhadap pertumbuhan fauna dan flora. pH
(keasaman) air limbah sulit ditingkatkan dengan pengendapan,
tetapi dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan penetral
batugamping.
Gambar Grafik Kandungan pH pada Air Limbah dan Kolam
Pengendapan 1, 2, 3, dan 4
Kandungan besi (Fe) yang ada didalam air limbah sebesar 6,41
mg/l, ini berarti tidak memenuhi kualitas air standar baku kualitas
air Kelas I sebesar 0,3 mg/l. Sedangkan kandungan besi hasil
pengendapan pada kolam pengendapan 1, 2, 3, dan 4 tidak
memenuhi kualitas air standar baku kualitas air Kelas I, tetapi
memenuhi kualitas air standar baku untuk Kelas II, III, dan IV.
Kandungan besi (Fe) didalam air minum menimbulkan rasa dan
warna kuning, selain itu dapat memicu pertumbuhan bakteri besi
dan kekeruhan. Besi dibutuhkan oleh tubuh dalam rangka
membentuk haemoglobin, kandungan Fe yang jumlahnya tinggi
apabila dikonsumsi dapat menyebabkan kerusakan pada dinding
usus yang berujung kematian.
Nilai kandungan minyak dalam air limbah dan kolam
pengendapan 1, 2, 3, dan 4 masing-masing sebesar 2.000, 1.513,
1.100, 1.059 dan 1.020 mg/l cenderung menunjukkan pengurangan,
tetapi apabila dikaitkan dengan standar baku kualitas air sebesar
1.000 mg/l belum memenuhi persyaratan standar baku kualitas air
untuk kelas I - IV, sehingga diperlukan suatu penanganan lanjutan
untuk mengurangi kandungan minyak tersebut.
Gambar Grafik Kandungan Besi, Minyak dan DO pada Air Limbah
dan Kolam Pengendapan I, II, III, dan IV.
Konsentrasi dari jumlah oksigen yang terlarut DO (dissolved
oxygen) cukup tinggi yaitu sebesar 6,00 - 6,20 mg/l, sedangkan
standar baku kualitas air untuk DO adalah 3 mg/l - 6 mg/l. Jadi
kandungan DO tidak memenuhi standar baku kualitas air untuk
kelas I, II, dan III, hanya memenuhi syarat untuk kelas IV. DO
dalam air mempunyai pengaruh yang sangat penting terhadap
kehidupan biota air dan tumbuh-tumbuhan.
Kehidupan biota air sungai seperti ikan, memerlukan oksigen
yang cukup dalam air untuk hidup. Sumber utama oksigen dalam
air adalah diffusi atmosfer ke permukaan air dan produksi
fotosintesis dari tanaman. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
DO dalam air adalah suhu air, proses fotosintesis oksigen dari
tumbuh-tumbuhan air, kandungan organik, campuran angin dan
ombak, dan SOD (sediment oxygen demand).
Gambar Faktor Yang Mempengaruhi Konsenterasi DO dalam Air
1.2.1.6. KESIMPULAN
1. Akibat penambangan endapan intan sekunder, selain terjadi
perusakan lingkungan juga timbul adanya pencemaran air
limbah akibat penambangan.
2. Berdasarkan hasil analisis air limbah diketahui bahwa total
suspension solid (TSS), minyak/ lemak, besi (Fe) cukup tinggi
dan pH yang rendah dengan kandungan masing-masing
sebesar 1.358 mg/l; 2.000 mg/l, 6,41 mg/l dan Hasil analisis ini
apabila dikaitkan dengan Standar Baku Mutu Kualitas Air
menurut Peraturan Guburnur Kalimantan Selatan No.5 Tahun
2007 tidak memenuhi syarat, dan tidak bisa langsung di buang
ke perairan umum karena dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan.
3. Berdasarkan physical treathment terhadap air limbah
penambangan dengan empat buah kolam pengendapan,
diketahui bahwa nilai TSS dari kolam pengendapan 3 dan 4
telah memenuhi standar kualitas air Kelas III dan IV, tetapi
belum memenuhi standar baku kualitas air Kelas I dan II.
Nilai pH dan DO hasil pengolahan dari pengendapan Kolam
1-4 menunjukkan perubahan yang relatif kecil atau relatif
stabil dan nilai tersebut masih memenuhi standar baku
kualitas air Kelas I-IV. Nilai kandungan Fe dan minyak/lemak
cenderung mengalami pengurangan tetapi belum memenuhi
standar baku kualitas air Kelas I - IV untuk minyak,
sedangkan kandungan besi pada kolam pengendapan 2, 3, dan
4 telah memenuhi standar baku kualitas air Kelas II, III, dan
IV. Jadi secara umum air dari hasil pengendapan kolam ke 4
telah memenuhi standar baku kualitas air kelas IV untuk
pengairan, sehingga dapat dibuang ke perairan umum.
DAFTAR PUSTAKA
Widodo, Aminuddin, Dan M. Ulum A. Gani. 2012. Kajian Upaya Mengurangi
Pencemaran Air Limbah Akibat Penambangan Endapan Intan.
Buletin Geologi Tata Lingkungan. Bandung