laporan tugas
TRANSCRIPT
LAPORAN TUGASOleh : KELOMPOK XLIII-E & KELOMPOK XLIV
Pembimbing : Kolonel(CKM) Syafrial, dr., Sp.OG.
Keterangan Umum Nama pasien : Ny. XX Umur : 24 tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Agama : Islam Nama suami : Tn. XY Umur : 27 tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan : TNI AD Tanggal masuk : 13 Agustus 2015 Tanggal pemeriksaan : 13 Agustus 2015
RESUME
Seorang perempuan G1P1A0 berusia 24 tahun
masuk ke bangsal bersalin RS Dustira melalui UGD
kiriman dari bidan tanggal 13 Agustus 2015 jam 08.00
WIB dengan keluhan utama nyeri pinggang yang menjalar
ke perut bagian bawah sejak 6 jam yang lalu. Keluhan
disertai dengan keluar darah campur lendir dari kemaluan
sejak 5 jam yang lalu. Usia kehamilan 40 minggu. Pasien
teratur melakukan PNC ke bidan dan dokter
ANAMNESIS
Pasien menarch saat berusia 13 tahun,
siklus haid teratur tiap 28 hari lama dan
banyaknya haid dalam batas normal. Tidak ada
dysmenorrhea. Pasien belum pernah
menggunakan KB, menikah dengan riwayat sosio
ekonomi cukup.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: Baik
Kesadaran : composmentis, kooperatif
Tanda vital
TD : 120/80 mmHg - BB sebelum hamil : 58 kg
Nadi : 80 x/m - BB saat hamil : 70 kg
Respirasi : 20 x/m - TB
:152cm
Kepala Mata : Konjungtiva tidak anemis
Sklera tidak ikterik
Leher : Kgb tidak teraba, jvp tidak meningkat
Thorax: Bentuk dan gerak simetris Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : Datar, lembut, BU (+) normal, NT (-) Hepar : Tidak teraba Lien : Tidak teraba
Ekstremitas : Edema (-/-), varises (-/-), refleks fisiologis (+/+)
Status obstetrikusInspeksi
Wajah : Chloasma gravidarum (+)
Thorax :
Mammae :
Papila menonjol : +/+
Aerola hiperpigmentasi : +/+
ASI : -/-
Kolostrum : -/-
Abdomen
Bentuk : cembung
Linea nigra : +
Striae gravidarum : +
Bekas SC : -
Genitalia
V/v : darah campur lendir (+)
Palpasi
TFU : 34 cm
Leopold I : Teraba massa lunak kurang bulat, kurang melenting.
Leopold II : Teraba bagian yang memanjang sebelah kiri Teraba
bagian yang kecil sebelah kanan.
Leopold III : Bagian terbawah janin sudah masuk PAP 3/5 bagian.
His : 2-3x per menit/40 detik/kuat
TBJJ : (TFU – 11) x 155
(34-11) x 155
23 x 155 = 3.565 gr
Auskultasi
Denyut Jantung Janin 12-12-12 144x/menit terdengar di sebelah kiri
perut ibu.
Pemeriksaan Dalam
Pembukaan serviks 4-5 cm, ketuban (+), teraba bagian kepala
setinggi Hodge II-III, ukuran panggul dalam cukup luas.
Pemeriksaan Penunjang (13-08-2015)
Laboratorium: Protein urin (-), aseton (-)
Diagnosa
G1P0A0 parturien aterm; Kala I fase aktif;
Janin hidup tunggal intrauterine presentasi kepala.
PARTOGRAF
PENATALAKSANAAN PERSALINAN KALA I Berikan dukungan dan suasana yang menyenangkan bagi parturien
Berikan informasi mengenai jalannya proses persalinan kepada parturien dan pendampingnya.
Pengamatan kesehatan janin selama persalinan Pada kasus persalinan resiko rendah, pada kala I DJJ diperiksa setiap 30 menit dan pada
kala II setiap 15 menit setelah berakhirnya kontraksi uterus ( his ). Pada kasus persalinan resiko tinggi, pada kala I DJJ diperiksa dengan frekuensi yang lbih
sering (setiap 15 menit ) dan pada kala II setiap 5 menit.
Pengamatan kontraksi uterus Meskipun dapat ditentukan dengan menggunakan kardiotokografi, namun penilaian
kualitas his dapat pula dilakukan secara manual dengan telapak tangan penolong persalinan yang diletakkan diatas abdomen (uterus) parturien.
Tanda vital ibu Suhu tubuh, nadi dan tekanan darah dinilai setiap 4 jam. Bila selaput ketuban sudah pecah dan suhu tubuh sekitar 37.50 C (“borderline”) maka
pemeriksaan suhu tubuh dilakukan setiap jam. Bila ketuban pecah lebih dari 18 jam, berikan antibiotika profilaksis.
Pemeriksaan VT berikut Pada kala I keperluan dalam menilai status servik, stasion dan posisi bagian terendah
janin sangat bervariasi. Umumnya pemeriksaan dalam (VT) untuk menilai kemajuan persalinan dilakukan tiap 4
jam. Indikasi pemeriksaan dalam diluar waktu yang rutin diatas adalah:
Menentukan fase persalinan. Saat ketuban pecah dengan bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas
panggul. Ibu merasa ingin meneran. Detik jantung janin mendadak menjadi buruk (< 120 atau > 160 dpm).
Makanan oral Sebaiknya pasien tidak mengkonsumsi makanan padat selama persalinan fase aktif dan
kala II. Pengosongan lambung saat persalinan aktif berlangsung sangat lambat. Penyerapan obat peroral berlangsung lambat sehingga terdapat bahaya aspirasi saat
parturien muntah. Pada saat persalinan aktif, pasien masih diperkenankan untuk mengkonsumsi makanan
cair.
Cairan intravena Keuntungan pemberian cairan intravena selama inpartu:
Bilamana pada kala III dibutuhkan pemberian oksitosin profilaksis pada kasus atonia uteri. Pemberian cairan glukosa, natrium dan air dengan jumlah 60–120 ml per jam dapat
mencegah terjadinya dehidrasi dan asidosis pada ibu.
Posisi ibu selama persalinan Pasien diberikan kebebasan sepenuhnya untuk memilih posisi yang paling nyaman bagi
dirinya. Berjalan pada saat inpartu tidak selalu merupakan kontraindikasi.
Analgesia Kebutuhan analgesia selama persalinan tergantung atas permintaan pasien.
Lengkapi partogram Keadaan umum parturien ( tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan ). Pengamatan frekuensi – durasi – intensitas his. Pemberian cairan intravena. Pemberian obat-obatan.
Amniotomi Bila selaput ketuban masih utuh, meskipun pada persalinan yang diperkirakan normal
terdapat kecenderungan kuat pada diri dokter yang bekerja di beberapa pusat kesehatan untuk melakukan amniotomi dengan alasan:
Persalinan akan berlangsung lebih cepat. Deteksi dini keadaan air ketuban yang bercampur mekonium ( yang merupakan indikasi
adanya gawat janin ) berlangsung lebih cepat. Kesempatan untuk melakukan pemasangan elektrode pada kulit kepala janin dan prosedur
pengukuran tekanan intrauterin. Namun harus dingat bahwa tindakan amniotomi dini memerlukan observasi yang teramat
ketat sehingga tidak layak dilakukan sebagai tindakan rutin.
Fungsi kandung kemih Distensi kandung kemih selama persalinan harus dihindari oleh karena dapat:
Menghambat penurunan kepala janin Menyebabkan hipotonia dan infeksi kandung kemih Carley dkk (2002) menemukan bahwa 51 dari 11.322 persalinan pervaginam mengalami
komplikasi retensio urinae ( 1 : 200 persalinan ). Faktor resiko terjadinya retensio urinae pasca persalinan:
Persalinan pervaginam operatif Pemberian analgesia regional
PENATALAKSANAAN PERSALINAN KALA IIPenentuan kala II :
Ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan vaginal toucher dilakukan atas indikasi:
Pembukaan sudah lengkap
Dorongan meneran (Doran), tekanan pada rectum (Tektum), Perineum menonjol (Perjol), Vulva membuka (Vulka)
Persiapan : Persiapan set “pertolongan persalinan” lengkap. Meminta pasien untuk mengosongkan kandung kemih bila teraba
kandung kemih diatas simfisis pubis. Membersihkan perineum, rambut pubis dan paha dengan larutan
disinfektan. Meletakkan kain bersih dibagian bawah bokong parturien. Penolong persalinan mengenakan peralatan untuk pengamanan
diri (sepatu boot, apron, kacamata pelindung dan penutup hidung & mulut).
Pertolongan persalinan : Posisi pasien sebaiknya dalam keadaan datar diatas tempat tidur persalinan. Untuk pemaparan yang baik, digunakan penahan regio poplitea yang tidak
terlampau renggang dengan kedudukan yang sama tinggi.
Persalinan kepala: Setelah dilatasi servik lengkap, pada setiap his vulva semakin terbuka akibat
dorongan kepala dan terjadi “crowning”. Anus menjadi teregang dan menonjol. Dinding anterior rektum biasanya
menjadi lebih mudah dilihat. Bila tidak dilakukan episiotomi, terutama pada nulipara akan terjadi
penipisan perineum dan selanjutnya terjadi laserasi perineum secara spontan.
Episiotomi tidak perlu dilakukan secara rutin dan hendaknya dilakukan secara individual atas sepengetahuan dan seijin parturien.
Persalinan kepala:
Rangkaian persalinan kepala:
Kepala membuka pintu (crowning)
Perineum semakin teregang dan semakin tipis
Kepala anak lahir dengan gerakan ekstensi
Kepala anak jatuh didepan anus
Putaran restitusi
Putar paksi luar
Maneuver RITGENSaat kepala janin meregang vulva dan perineum (“crowning”)
dengan diameter 5 cm, dengan dialasi oleh kain basah tangan kanan penolong melakukan dorongan pada perineum dekat dengan dagu janin kearah depan atas. Tangan kiri melakukan tekanan ringan pada daerah oksiput.
Persalinan bahu:sesaat setelah putar paksi luar, bahu terlihat di vulva dan
lahir secara spontan. Bila tidak, perlu dlakukan ekstraksi dengan jalan melakukan cekapan pada kepala anak dan dilakukan traksi curam kebawah untuk melahirkan bahu depan dibawah arcus pubis
Membersihkan nasopharynx:Perlu dilakukan tindakan pembersihan muka , hidung dan
mulut anak setelah dada lahir dan anak mulai mengadakan inspirasi, untuk memperkecil kemungkinan terjadinya aspirasi cairan amnion, bahan tertentu didalam cairan amnion serta darah.
Menjepit talipusat:Klem penjepit talipusat dipasang 4–5 cm didepan abdomen
anak dan penjepit talipusat (plastik) dipasang dengan jarak 2–3 cm dari klem penjepit. Pemotongan dilakukan diantara klem dan penjepit talipusat.
PENATALAKSANAAN PERSALINAN KALA IIIUterus menjadi semakin bundar dan menjadi keras.
Pengeluaran darah secara mendadak.
Fundus uteri naik oleh karena plasenta yang lepas berjalan kebawah kedalam segmen bawah uterus.
Talipusat di depan menjadi semakin panjang yang menunjukkan bahwa plasenta sudah turun.
Tehnik melahirkan plasenta :
Tangan kiri melakukan elevasi uterus (seperti tanda panah) dengan tangan kanan mempertahankan posisi talipusat.
Parturien dapat diminta untuk membantu lahirnya plasenta dengan meneran.
Setelah plasenta sampai di perineum, angkat keluar plasenta dengan menarik talipusat keatas.
Plasenta dilahirkan dengan gerakan “memelintir” plasenta sampai selaput ketuban agar selaput ketuban tidak robek dan lahir secara lengkap oleh karena sisa selaput ketuban dalam uterus dapat menyebabkan terjadinya perdarahan pasca persalinan.
Kiri: Plasenta dilahirkan dengan mengkat talipusat
Kanan : selaput ketuban jangan sampai tersisa dengan menarik selaput ketuban menggunakan cunam
Penatalaksanaan aktif kala III terdiri dari :Pemberian oksitosin segera setelah anak
lahir
Tarikan pada talipusat secara terkendali
Masase uterus segera setelah plasenta lahir
Tehnik :
Setelah anak lahir, ditentukan apakah tidak terdapat kemungkinan adanya janin kembar.
Bila ini adalah persalinan janin tunggal, segera berikan oksitosin 10 U i.m (atau methergin 0.2 mg i.m bila tidak ada kontra indikasi)
Regangkan talipusat secara terkendali (“controlled cord traction”):
Telapak tangan kanan diletakkan diatas simfisis pubis. Bila sudah terdapat kontraksi, lakukan dorongan bagian bawah uterus kearah dorsokranial Tangan kiri memegang klem talipusat , 5–6 cm didepan vulva. Pertahankan traksi ringan pada talipusat dan tunggu adanya kontraksi
uterus yang kuat.
Setelah kontraksi uterus terjadi, lakukan tarikan terkendali pada talipusat sambil melakukan gerakan mendorong bagian bawah uterus kearah dorsokranial
Penarikan talipusat hanya boleh dilakukan saat uterus kontraksi.
Ulangi gerakan-gerakan diatas sampai plasenta terlepas.
Setelah merasa bahwa plasenta sudah lepas, keluarkan plasenta dengan kedua tangan dan lahirkan dengan gerak memelintir.
Setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri agar terjadi kontraksi dan sisa darah dalam rongga uterus dapat dikeluarkan.
Jika tidak terjadi kontraksi uterus yang kuat (atonia uteri) dan atau terjadi perdarahan hebat segera setelah plasenta lahir, lakukan kompresi bimanual.
Jika atonia uteri tidak teratasi dalam waktu 1 – 2 menit, ikuti protokol penatalaksanaan perdarahan pasca persalinan.
Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan injeksi oksitosin kedua dan ulangi gerakan-gerakan diatas.
Jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit: Periksa kandung kemih, bila penuh lakukan kateterisasi. Periksa adanya tanda-tanda pelepasan plasenta. Berikan injeksi oksitosin ketiga.
PENATALAKSANAAN PERSALINAN KALA IV Periksa fundus uteri tiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam
kedua.
Periksa tekanan darah – nadi – kandung kemih dan perdarahan setiap 15 menit pada jam pertama dan 30 menit pada jam kedua.
Anjurkan ibu untuk minum dan tawarkan makanan yang dia inginkan.
Bersihkan perineum dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan kering.
Biarkan ibu beristirahat.
Biarkan ibu berada didekat neonatus.
Berikan kesempatan agar ibu mulai memberikan ASI, hal ini juga dapat membantu kontraksi uterus .
Bila ingin, ibu diperkenankan untuk ke kamar mandi untuk buang air kecil. Pastikan bahwa ibu sudah dapat buang air kecil dalam waktu 3 jam pasca persalinan.
Berikan petunjuk kepada ibu atau anggauta keluarga mengenai: Cara mengamati kontraksi uterus. Tanda-tanda bahaya bagi ibu dan neonatus.
TERIMAKASIH