laporan tutorial sken 1 blok 5
DESCRIPTION
fk unsTRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL
BLOK ENDOKRINOLOGI SKENARIO 1
APA YANG TERJADI PADAKU?
KELOMPOK 3
AHMAD LUTHFI G0013011
ALYSSA AMALIA G0013021
AMAZIA AURORA KUSUMA G0013023
ASRI KURNIA RAMADHANI G0013045
DEVITA YUNIKE PUTRI G0013073
DYAH CANDRA DEWI SUBAGYO G0013079
FARHA NAILY FAWZIA G0013091
FARIZCA NOVANTIA WAHYUNINGTYAS G0013093
LAURITA LARAS PRATIWI G0013133
MUHAMMAD FARIZA AUDI P. G0013157
NADYA PRITA MAHARANI G0013167
VINCENTIUS NOVIANO ROMILO G0013231
WIDA PRIMA G0013233
TUTOR: Dr. Pradipto, drg., Sp.BM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO I
Apa yang Terjadi Padaku?
Seorang perempuan, usia 27 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan
sering berdebar dan mudah lelah. Pasien berasal dari daerah gondok endemis dan
penduduk di lingkungan sekitarnya banyak menderita kretinisme. Lima tahun
yang lalu pasien pernah merasakan ada benjolan di leher depan sebesar telor ayam
yang nyeri tetapi sembuh setelah berobat ke dokter. Sejak tiga bulan ini pasien
merasakan badannya kurus walaupun banyak makan. Setelah dilakukan
pemeriksaan indeks Wayne dan indeks New Castles, hasil pemeriksaan melebihi
angka normal. Dokter puskesmas memberi obat PTU dan propranolol. Kemudian
pasien dirujuk ke RSUD Dr. Moewardi (RSDM).
Hasil pemeriksaan fisik di RSDM: terdapat benjolan difuse di leher depan dan
tidak nyeri. Kedua telapak tangan tremor dan basah. Ada oftalmopati dan
dermatopati. Dokter merencanakan pemeriksaan laboratorium, aspirasi jarum
halus, dan ultrasonografi kelenjar gondok. Apa kemungkinan diagnosis dan
penatalaksanaan yang tepat untuk pasien tersebut? Apakah kemungkinan gejala
dan tanda serta hasil laboratorium yang tampak jika pada operasi, kelenjar
paratiroidnya ikut terangkat?
1
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. SEVEN JUMPS
1. Langkah I : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa
istilah dalam skenario
Beberapa istilah yang diklarifikasi adalah sebagai berikut:
a. Gondok : pembesaran kelenjar tiroid, yang menyebabkan
pembengkakan di bagian depan leher. Disebut juga struma.
b. Indeks Wayne : checklist berisi ada-tidaknya gejala-gejala,
di mana masing-masing gejala mempunyai skor tersendiri.
Seseorang dikategorikan hipertiroid jika hasil Indeks
Wayne >19.
c. PTU : obat yang menghambat sintesis T4 dan T3 dengan
cara menghambat kerja enzim tiroproksidase dan kerja
enzim 5’-deiodinase (tetraiodotironin 5’ deiodinase).
d. Indeks New Castle : checklist berisi ada-tidaknya gejala-
gejala, di mana masing-masing gejala mempunyai skor
tersendiri. Seseorang dikategorikan hipertiroid jika hasil
Indeks New Castle 40-80.
e. Propranolol : merupakan beta-blocker (penyekat reseptor
beta-andregernik), dapat digunakan untuk mengobati
termor dan tekanan darah tinggi.
f. Oftalmopati (pada penyakit Graves) : orbitopati distiroid
(perubahan okuler yang disebabkan oleh disfungsi tiroid,
paling sering penyakit graves, termasuk eksoftalamus
endokrin, eksoftalamus ganas, dan oftalmopati infiltratif;
disebut juga oftalmopati distroid) yang terjadi pada
penyakit graves.
2
3
g. Kretinisme: keadaan kronik akibat hipotiroidisme
kongenital yang berat; manifestasinya dimulai pada masa
bayi akhir, meliputi terhentinya pertumbuhan fisik
(dwarfisme), retardasi mental, distrofi tulang dan jaringan
lunak, serta penurunan metabolisme basal.
h. Dermatopati : Disebut juga miksedema pretibial, berupa
penebalan kulit, non tender dengan infiltrasi merah
kebiruan pada kulit. Kadang terlihat seperti kulit jeruk bali,
dan memiliki batas tegas dengan kulit sehat. Kadang juga
terdapat pembentukan nodul
i. Aspirasi jarum halus : pengambilan sampel jaringan dengan
jarum.
j. Benjolan difus : benjolan yang terjadi secara menyeluruh
dan merata tanpa batas yang jelas.
k. Gondok endemis : goiter yang endemik di suatu daerah,
biasanya disebabkan oleh tanah yang mengandung kadar
iodida yang rendah, mengakibatkan diet yang rendah iodida
pula; terdapat di daerah pegunungan di seluruh dunia dan
berbagai daerah lainnya.
2. Langkah II: Menentukan/mendefinisikan permasalahan
Permasalahan dalam skenario ini adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan laboratorium apakah yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosis dalam skenario ini?
b. Berapa angka normal (tidak hipertiroid) dalam indeks Wayne dan
indeks New Castle?
c. Mengapa pasien tersebut berdebar dan mudah lelah?
d. Mengapa pasien tersebut tetap kurus walaupun banyak makan?
e. Apa penatalaksanaan yang tepat untuk pasien tersebut?
f. Apa diagnosis untuk pasien tersebut?
g. Apakah gejala dan tanda jika kelenjar paratiroidnya ikut terangkat?
4
h. Bagaimana mekanisme kerja obat PTU?
i. Bagaimana anatomi dan histologi kelenjar tiroid?
3. Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat
pernyataan sementara mengenai permasalahan tersebut pada langkah ii
a. Tes Fungsi Tiroid sebagai penegak diagnosis
1. Kadar tiroid tiroksin dan triiodotironin serum yang dilakukan
dengan radioligand assay. Pengukuran termasuk hormon
terikat maupun hormon bebas. Kadar normal tirosin 4-11 μg/dl
sedangkan triiodotironin kadar normalnya adalah 80-160 ng/dl
2. Kadar TSH plasma. Diukur dengan assay radioimunometrik.
Nilai normalnya adalah 0,02-5,0 μU/ml
3. Tiroksin bebas serum, yakni dengan mengukur kadar tiroksin
dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif
4. Tes ambilan iodium radioaktif, yakni dengan mengukur
kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah
iodida.
b. Indeks Wayne dan New Castle merupakan checklist berisi ada atau
tidaknya gejala-gejala yang masing-masing gejala memiliki skor
tersendiri. Seseorang dikategorikan hipertiroid jika hasil Indeks
Wayne >19 sedangkan New Castle 40-80.
c. Hormon tiroid memiliki efek simpatomimetik, yaitu efek yang
serupa dengan yang ditimbulkan oleh sistem saraf simpatis.
Hormon tiroid meningkatkan responsivitas sel sasaran terhadap
katekolamin (epinefrin dan nor epinefrin), pembawa pesan kimia
yang digunakan oleh sistem saraf simpatis dan medulla adrenal.
Banyak efek yang diamati ketika sekresi hormon tiroid meningkat
maka terjadi pengaktifan saraf simpatis salah satunya contohnya
yaitu kerja jantung menjadi cepat dan curah jantung tinggi sehingga
membuat jantung berdebar.
5
d. Hormon tiroid berfungsi untuk meningkatkan laju metabolism
basal dan sebagai regulator laju konsumsi oksigen serta
pengeluaran energi tubuh. Jika terjadi hipertiroid, metabolism
glukosa, lemak dan protein dalam tubuh akan meningkat, sehingga
produksi panas dan keringat meningkat. Oleh karena itu, walaupun
menerima asupan nutrisi yang banyak, orang dengan hipertiroid
tidak akan gemuk karena nutrisi yang diterima cepat diubah
menjadi panas.
e. 1. Pengobatan jangka panjang
Obat-obat anti tiroid: propiltirourasil/ metimazol paling sedikit
selama satu tahun. Obat-obatan ini berfungsi untuk menyekat
sintesis dan pelepasan hormon tiroksin. Dalam penggunaan Obat
Anti Tiroid (OAT), ada dua metode yang biasanya digunakan.
Pertama berdasarkan titrasi, yakni mulai dengan dosis besar dan
kemudian berdasarkan klinis/laboratoris dosis diturunkan sampai
mencapai dosis ternedah dimana pasien masih dalam keadaan
eutiroidisme. Kedua disebut blok-subtitusi. Dalam metode ini
pasien diberi dosis besar terus menerus dan apanila mencapai
keadaan hipotiroidisme, maka ditambah hormon tiroksin hingga
menjadi eutiroidisme pulih kembali.
2. Penyekat beta
Seperti propanolol diberikan bersamaan dengan obat antitiroid.
arena mastifestasi klinis hipertiroidisme adalah akibat ari
pengaktifan simpatis yang dirangsang oleh hormon tiroid, maka
manifestasi klinis tersebut akan berkurangdengan pemberian
penyelat beta ; Penyekat beta akan menurunkan takikardi,
kegelisahan dan keringat yang berlebihan. Propanolol juga
menghambat perubahan tiroksin perifer menjadi triyodotironin.
3. Pembedahan (tiroidektomi sub total)
Pembedahan dilakukan setelah tetapi propiltirourasil pra bedah.
6
4. Pengobatan dengan yodium radioaktif (RAI)
Pengobatan dengn RAI dilakukan lada lebanyakan pasien dewasa
dan penderita penyakirt graves, tapi biasanya kontraindikasi untuk
anak anak dan ibu hamil. Pada pasien dengan goiter nodular toksik
dapat juga digunakan obat-obat antitiroid atau terapi ablatif dengan
RAI. Tetapi kalau goitetnya besar sekali dan tidak ada kontra
indikasi pembedahan, maka harus dipertimbangkan untuk
dilakukan reseksi pembedahan.
f. Hipertiroid, lebih spesifiknya adalah penyakit Graves. Hal ini dapat
dilihat dari gejala-gejala yang dialami pasien. Selain itu, hasil
pemeriksaan menunjukkan jika pasien memiliki hipertiroid. Hal
yang lebih menguatkan diagnosis Graves adalah adanya
oftalmopati dan dermatopati yang merupakan ciri khas penyakit
Graves.
Penyakit Graves adalah suatu gangguan autoimun; pada gangguan
tersebut terdapat beragam autoantibodi dalam serum. Antibodi ini
mencakup antibodi terhadap reseptor TSH, peroksisom tiroid, dan
tiroglobulin; dari ketiganya, reseptor TSH adalah autoantigen
terpenting yang menyebabkan terbentuknya antibodi; efek antibodi
yang dibentuk berbeda-beda, bergantung pada epitop reseptor TSH
maa yang menjadi sasarannya.
Penyakit ini ditandai dengan palpitasi yang lama dan hebat pada
perempuan disertai pembesaran kelenjar tiroid. Penyakit Graves
adalah penyebab tersering hipertiroidisme endogen. Penyakit ini
dengan trias manifestasi:
Tirotoksikosis akibat pembesaran difus kelenjar tiroid yang
hiperfungsional terjadi pada semua kasus.
Oftalmopati infiltratif yang menyebabkan eksoftalmos terjadi
pada hamper 40% pasien.
7
Dermopati infiltratif lokal (kadang-kadang disebut miksedema
pratibia) ditemukan pada sebagian kecil pasien
Beberapa penyebab-penyebab umum dari hipertiroid termasuk:
Penyakit Graves
Functioning adenoma ("hot nodule") dan Toxic Multinodular
Goiter (TMNG)
Pemasukkan yang berlebihan dari hormon-hormo tiroid
Pengeluaran yang abnormal dari TSH
Tiroiditis (peradangan kelenjar tiroid)
Pemasukkan yodium yang berlebihan
g. Hormon paratiroid (PTH) adalah hormon peptida yang disekresikan
oleh kelenjar paratiroid, empat kelenjar yang terletak di permukaan
belakang kelenjar tiroid. Efek keseluruhan PTH adalah
meningkatkan konsentrasi ion kalsium plasma (dan CES
keseluruhan) sehingga mencegah hipokalsemia. Jika PTH tidak ada
sama sekali, maka kematian timbul dalam beberapa hari, biasanya
akibat asfiksia karena spasme hipokalsemik otot-otot pernapasan.
Melalui efeknya pada tulang, ginjal, dan usus, PTH meningkatkan
kadar ion kalsium plasma saat kadar tersebut turun. Hormon ini
juga menurunkan konsentrasi ion fosfat plasma.
Hormon paratiroid memiliki dua efek besar pada tulang yang
meningkatkan konsentrasi ion kalsium dalam plasma. Pertama,
hormon ini memicu efluks cepat ion kalsium ke dalam plasma dari
cadangan labil ion kalsium yang jumlahnya terbatas di cairan
tulang. Kedua, dengan merangsang disolusi tulang, hormon ini
mendorong pemindahan ion kalsium dan ion fosfat secara perlahan
dari cadangan stabil mineral tulang di dalam tulang itu sendiri ke
dalam plasma. Akibatnya, remodelling tulang bergeser ke arah
resorpsi tulang dibandingkan pengendapan tulang.
8
Hipokalsemia bisa terjadi karena pada saat pasca bedah kelenjar
tiroid, secara tidak sengaja kelenjar paratiroid ikut terangkat. Kadar
kalsium-ion normal adalah 4-5,2 mg/dl atau 1-1,3 mmol/L. Gejala
hipokalsemia timbul bila kadar kalsium-ion kurang dari 2,8 mg/dl
atau kurang dari 0,7 mmol/L atau kadar kalsium-total <8 mg/dl.
Gejala hipokalsemia berupa tetani, hipotensi, dan kejang. Gejala
ringan awal biasanya berupa kejang otot dan kedutan otot.
Pengobatan yang diberikan bila gejala timbul adalah pemberian
kalsium intravena sebesar 100-200 mg kalsium elemental atau 1-2
gram kalsium glukonas dalam 10-20 menit. Lalu diikuti dengan
infus kalsium glukonas dalam larutan dextrosa atau NaCl isotonis
dengan dosis 0,5-1,5 mg kalsium-elemental/Kg BB dalam 1 jam.
Kalsium infus kemudian dapat ditukar dengan kalsium oral dan
kalsitriol 0,25-0,5 ig/hari.
h. Hormon-hormon tiroid, yaitu tiroksin (T4 ) dan triiodotironin (T3),
disintesis dengan jalan mereaksikan molekul Iodium dengan
senyawa protein prekursor hormon tiroid yang disebut tiroglobulin.
Reaksi ini berlangsung dengan katalisator enzim tiroperoksidase.
Propiltiourasil (PTU) bekerja menghambat kerja enzim
tiroperoksidase sehingga sintesis T4 dan T3 terhambat. PTU juga
menghambat kerja enzim 5'-deiodinase (tetraiodotironin 5'
deiodinase) yang mengkonversi T4 menjadi T3. Karena T3 lebih
kuat daya hormon tiroidnya dibandingkan T4, maka hal ini juga
akan mengurangi aktivitas hormon-hormon tiroid secara
keseluruhan.
i. Kelenjar tiroid terletak tepat di bawah laring pada kedua sisi dan
anterior trakea di antara kartilago krikoid dan takik suprasternal.
Kelenjar tiroid yang normal memiliki berat 12-20 gram, sangat
vaskular, dan lembut dalam konsistensinya. Terdiri dari 2 lobus
jaringan endokrin yang dihubungkan di tengah oleh suatu bagian
9
sempit kelenjar sehingga tampak seperti dasi kupu-kupu. Empat
kelenjar paratiroid, yang menghasilkan hormon paratiroid, terletak
pada posisi posterior dari masing-masing tiang tiroid.
Kelenjar tiroid berkembang dari dasar faring primitif selama
minggu ketiga kehamilan. Kelenjar yang berkembang bermigrasi
sepanjang saluran tiroglosus untuk mencapai lokasi akhir di leher.
Dapat terjadi kesalahan selama proses ini yang dapat menimbulkan
lokasi ektopik langka jaringan tiroid di dasar lidah (tiroid lingual)
dan terjadinya kista saluran tiroglosus sepanjang perkembangan ini.
Sintesis hormon tiroid biasanya dimulai pada usia kehamilan
sekitar 11 minggu.
Perkembangan kelenjar tiroid diatur oleh ekspresi terkoordinasi
dari beberapa faktor transkripsi perkembangan. Faktor transkripsi
tiroid/thyroid transcription factor (TTF)-1, TTF-2, dan pasangan
homeobox-8(PAX-8) diekspresikan secara selektif, namun tidak
eksklusif, di kelenjar tiroid. Dalam kombinasi, mereka mengatur
perkembangan sel tiroid induksi gen-gen tiroid tertentu seperti
tiroglobulin (Tg), tiroid peroksidase (TPO), sodium-iodida
importer (Na+/I, NIS) dan reseptor thyroid stimulating hormone
(TSH-R).
Pada kelenjar tiroid terdapat banyak folikel-folikel yang tertutup
(diameternya 100-300 mikrometer). Folikel ini dibentuk oleh sel-
sel folikel yang merupakan sel-sel sekretorik utama tiroid. Sel-sel
folikel ini terpolarisasi dengan permukaan basolateralnya
berhubungan dengan aliran darah dan permukaan apikalnya
berhadapan dengan lumen folikel. Folikel dipenuhi dengan bahan
sekretorik yaitu koloid yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
ekstrasel hormon tiroid dan dibatasi oleh sel-sel epitel kuboid yang
mengeluarkan hormonnya ke bagian folikel itu. Unsur utama
Gejala-gejala
Pemeriksaan indeks Wayne dan New Castle
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang
Diagnosis
Penatalaksanaan
10
koloid adalah glikoprotein tiroglobulin besar (Tg) yang berikatan
dengan hormon-hormon tiroid berbagai stadium sintesis. Begitu
hormon yang disekresikan sudah masuk ke dalam folikel, hormon
itu harus diabsorpsi lagi melalui epitel folikel ke dalam darah
sebelum dapat berfungsi dalam tubuh. Setiap menitnya jumlah
aliran darah di dalam kelenjar kira-kira 5x lebih besar daripada
berat kelenjar itu sendiri. Kelenjar ini menyekresikan 2 hormon
utama, yaitu triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4).
Di ruang interstitium antara folikel-folikel terdapat sel C (sel
sekretorik lain) yang mengeluarkan hormon peptida kalsitonin
untuk metabolisme kalsium (menurunkan). Sel-sel C tiroid meduler
dihasilkan dari derivatif pial neural dari tubuh ultimobranchial.
Kepadatan sel-sel C terbesar terdapat di persimpangan dari 1/3
bagian atas dan 2/3 bagian bawah kelenjar tiroid.
4. Langkah IV : Mengidentifikasi permasalahan secara sistematis
dan pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah iii
11
5. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran pada skenario ini yaitu sebagai berikut:
a. Mengapa penyakit yang sekarang tidak sembuh?
b. Mengapa pasien tersebut menderita hipertiroid sedangkan di
lingkungannya banyak yang menderita hipotiroid?
c. Bagaimana mekanisme sistem kelenjar hormon tiroid dan
paratiroid?
6. Langkah VI : Mengumpulkan informasi baru
Pencarian dan pengumpulan informasi baru dilakukan pada tanggal
25-26 Februari 2014. Diantaranya dilakukan dengan media internet.
7. Langkah VII : Melaporkan, membahas dan menata kembali
informasi baru yang diperoleh
Informasi baru yang diperoleh berkaitan dengan tujuan
pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Mengapa penyakit yang sekarang tidak sembuh?
Karena pasien baru datang ke dokter dan proses pengobatan belum
selesai.
b. Mengapa pasien tersebut menderita hipertiroid sedangkan di
lingkungannya banyak yang menderita hipotiroid?
Patofisiologi Hipertiroid
1) Ditimbulkan oleh sekresi berlebihan dari hormone tiroid yaitu
tiroksin dan triiodotironin. Jadi pola peningkatan produksi
triiodotironin sebagai hasil meningkatnya konversi tiroksin
dijaringan perifer
2) Dalam keadaan normal, hormone tiroid berpengaruh terhadap
metabolism jaringan, proses pertumbuhan dan sintesis protein.
Hormon tiroid berpengaruh terhadap semua sel sel dalam tubuh
12
melalui mekanisme transport Asam Amino dan elektrolit dari
cairan ekstraseluler kedalam sel
3) Dengan meningkatnya kadar hormone tiroid maka metabolisme
jaringan , sintesis protein dan lain lain akan terpengaruh
4) Peningkatan kadar hormone tiroid ini disebabkan oleh suatu
activator tiroid yang bukan TSH yang menyebabkan kelenjar
Tiroid hiperaktif
5) Aktivator ini merupakan antibody terhadap reseptor TSH .
antibody ini sering juga disebut sebagai Tiroid Stimulating
Hormone (TSI) . Dan ternyata TSI ini hamper ditemukan pada
semua penderita grave
6) Selain itu pada penyakit grave sering pula ditemukan antibody
terhadap triglobulin dan antimikrosom. terbentuknya
autoantibody tersebut diduga karena efek dari control
imunologik.
7) Jadi kenapa sel sel sekreton kelenjar tiroid membesar , karena
kelenjar tiroid di”paksa” mensekresikan hormone hingga diluar
batas. (Guntur,1990)
c. Bagaimana mekanisme sistem kelenjar hormon tiroid dan
paratiroid?
Setelah mendapat rangsangan dari TSH, sel folikel kelenjar tiroid
akan memasukkan sepotong koloid ke dalam sitoplasmanya
dengan pinositosis. Koloid tersebut akan menyatu dengan lisosom.
Dengan enzim lisozim yang berada dalam lisosom, hormon tiroid,
serta iodotirosin non aktif akan dilepas dari tiroglobulin. Hormon
tiroid kemudian akan menembus membran sel folikel dan masuk
dalam sirkulasi darah. Dalam darah, sebagian besar hormon-
hormon tiroid kemudian akan bergabung dan terikat dengan protein
plasma.
Pembentukan hormon tiroid dibagi menjadi 6 tahap
13
1) penangkapan iodida, proses ini adalah proses aktif yang
membutuhkan energi.
2) oksidasi yodida menjadi yodium, oleh enzim yodida
peroksidase.
3) organifikation, pada tahap ini tirosin pada tiroglobulin
digabungkan denngan yodium membentuk monoyodotironin
dan diyodotironin.
4) coupling, tahap ini terjadi penggabungan monoyodotironin
dengan diyodotironin membentuk triidotironin (T3) dan
diyodotironin dengan diyodotironin membentuk tiroksin (T4).
5) penyimpanan, setelah proses coupling, hormon tiroid disimpan
di masa koloid.
6) pelepasan hormon, dengan proses pinositosis.
Dalam plasma tiroid hormon diikat oleh TBG, TBPA dan TBA.
(Mansjoer et al, 2007)
Hormon tiroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada protein
plasma, diantaranya :
(1) globulin pengikat tiroksin (TBG).
(2) prealbumin pengikat tiroksin (TBPA).
(3) albumin pengikat tiroksin (TBA).
Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG mengikat tiroksin yang
paling spesifik. Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih
besar terhadap protein pengikat ini di bandingkan dengan
triiodotironin.7 Secara normal 99,98% T4 dalam plasma terikat
atau sekitar 8 μg/dL (103 nmol/L); kadar T4 bebas hanya sekitar
2ng/dL (Utama, 2011).
Hormon tiroid memberi berbagai efek terhadap tubuh. Diantaranya
adalah:
14
1) Efek hormon tiroid menyebabkan peningkatan sintesis protein
Proses: i) hormon tiroid digabung dengan protein reseptor di
dalam nukleus sel, ii) gabungan ini kemudian mengaktivasi
sebagian besar gen sel untuk menyebabkan pembentukan RNA
kemudian pembentukan protein.
2) Efek hormon tiroid pada sistem enzim sel
Dalam satu minggu lebih setelah pemberian hormon tiroid,
enzim intrasel meningkat jumlahnya, contohnya enzim alfa-
gliserofosfat dehidrogenase yang aktivitasnya meningkat enam
kali. Enzim ini penting pada degradasi karbohidrat,
peningkatannya membantu penggunaan karbohidrat yang cepat
di bawah pengaruh tiroksin. Enzim-enzim oksidatif dan unsur-
unsur sistem transpor elektron dalam keadaan normal
ditemukan sangat meningkat dalam mitokondria.
3) Efek hormon tiroid pada mitokondria
Bila tiroksin atau triyodotironin diberikan, mitokondria pada
sebagian besar sel tubuh bertambah ukuran dan jumlahnya.
Permukaan total membran mitokondria meningkat hampir
sebanding dengan peningkatan kecepatan metabolisme. Jadi
fungsi utama tiroksin adalah untuk meningkatkan jumlah dan
aktivitas mitokondria, kecepatan pembentukan ATP.
4) Efek hormon tiroid dalam meningkatkan transpor aktif ion
melalui membran sel
Enzim Na-K ATPAse meningkat sebagai respon terhadap
hormon tiroid. Hal ini meningkatkan kecepatan transpor
natrium dan kalium melalui membran sel beberapa jaringan.
15
Karena proses ini menggunakan energi dan juga meningkatkan
jumlah pembentukan panas di dalam tubuh.
Hormon paratiroid (PTH) adalah hormon peptida yang
disekresikan oleh kelenjar paratiroid, empat kelenjar yang terletak
di permukaan belakang kelenjar tiroid. Efek keseluruhan PTH
adalah meningkatkan konsentrasi ion kalsium plasma (dan CES
keseluruhan) sehingga mencegah hipokalsemia. Jika PTH tidak ada
sama sekali, maka kematian timbul dalam beberapa hari, biasanya
akibat asfiksia karena spasme hipokalsemik otot-otot pernapasan.
Melalui efeknya pada tulang, ginjal, dan usus, PTH meningkatkan
kadar ion kalsium plasma saat kadar tersebut turun. Hormon ini
juga menurunkan konsentrasi ion fosfat plasma.
Hormon paratiroid memiliki dua efek besar pada tulang yang
meningkatkan konsentrasi ion kalsium dalam plasma. Pertama,
hormon ini memicu efluks cepat ion kalsium ke dalam plasma dari
cadangan labil ion kalsium yang jumlahnya terbatas di cairan
tulang. Kedua, dengan merangsang disolusi tulang, hormon ini
mendorong pemindahan ion kalsium dan ion fosfat secara perlahan
dari cadangan stabil mineral tulang di dalam tulang itu sendiri ke
dalam plasma. Akibatnya, remodelling tulang bergeser ke arah
resorpsi tulang dibandingkan pengendapan tulang.
Paratiroid dan calsitonin
Dalam mempertahankan keseimbangan kalsium serum, dua
hormon secara langsung berhubungan dengan metabolisme
Kalsium, yaitu hormon paratiroid dan calsitonin. Adanya
peningkatan asupan kalsium/ kalsium darah makan akan
merangsang calsitonin, upaya ini untuk menekan proses resorpsi
tulang, dan sebaliknya. Sedangkan dengan adanya kalsium yang
16
rendah maka hormon paratiroid akan meningkat sehingga proses
remodeling tulang tetap berjalan dalam keadaan seimbang. Apabila
kalsium plasma meningkat maka akan meningkatkan formasi
tulang dan meningkatkan Calsitonin dari sel parafolikuler kelenjar
thyroid. Dengan adanya calsitonin, maka proses resopsi tulang
ditekan. Dan sebaliknya keadaan kalsium darah yang rendah akan
meningkatkan sekresi hormon paratiroid dan akan meningkatkan
proses resopsi tulang serta peningkatan absorpsi kalsium di
intestinal. Mekanisme ini adalah upaya kalsium didalam darah
tetap dalam keadaan stabil. Jadi hormon paratiroid berperan dalam
meningkatkan resorpsi kalsium, menurunkan resorpsi fosfat di
intestinal, dan meningkatkan sintesis vitamin D ( 1,25 (OH) 2 D di
ginjal. Selain itu hormon ini juga dapat meningkatkan aktifitas
osteoclast yang menyebabkan proses resorpsi tulang meningkat.
Peran vitamin D dalam mekanisme burn turn-over tulang melalui
peningkatan absorpsi kalsium dan fosfat di intestinal. Melalui
mekanisme ini maka vitamin D berperan dalam menyediakan
cadangan kadar kalsium dan fosfat untuk proses mineralisasi tulang
sehingga mempertinggi resorpsi tulang. Secara pathofisiologi,
viatmin D mempunyai peran penting pada kelainan tulang. Dalam
mempertahankan intergritas mekanisme dan struktur tulang
diperlukan proses remodelling tulang yang konstan, yaitu respon
terhadap keadaan baik fisiologis maupun patologis yang terjadi
selama kehidupan. Adanya kebutuhan asupan kalsium dan vitamin
D yang meningkat terutama dengan bertambahnya umur, dengan
sendirinya akan meningkatkan proses remodelling.
Selain itu, PTH juha menstimulasi ginjal untuk mengeluarkan
kalsitriol, suatu hormon yang dapat meningkatkan absorbsi kalsium
dalam saluran pencernaan.
BAB III
SIMPULAN
Dilihat dari gejala, pemeriksaan fisik, dan hasil Indeks Wayne dan New Castle,
kemungkinan besar penyakit yang diderita pasien adalah hipertiroidisme,
khususnya penyakit Graves. Penyakit ini ditandai dengan jantung yang berdebar,
mudah lelah, berkeringat, tremor, nafsu makan bertambah tapi berat badan turun,
dan sebagainya. Ciri khas penyakit Graves adalah adanya oftalmopati dan
dermatopati. Penyakit Graves ini kebanyakan diderita oleh wanita dengan rentang
usia 20-40 tahun.
Penyakit Graves merupakan penyakit autoimun yang besar kemungkinan
diturunkan secara herediter. Oleh karena itu, tidak ada hubungan antara daerah
lingkungan pasien yang gondok endemis dengan penyakit yang dideritanya.
Beberapa pemeriksaan tingkat lanjut seperti ultrasonografi dan aspirasi jarum
halus diperlukan dalam penatalaksanaan tingkat lanjut. Apabila pasien tidak dapat
ditangani dengan obat antitiroid maka bisa jadi tiroidektomi perlu dilakukan.
Sebelum melakukan tiroidektomi, ultrasonografi dan aspirasi jarum halus
diperlukan untuk mendapatkan gambaran tentang kelenjar tiroid pasien. Selain itu,
kedua pemeriksaan tersebut dapat dilakukan untuk mengetahui suatu tumor yang
menyerang tiroid ganas atau tidak.
17
BAB IV
SARAN
Pasien sebaiknya segera menindaklanjuti apabila ada gejala-gejala abnormal pada
tubuh. Jika ditunda-tunda ditakutkan justru akan semakin parah.
Penentuan diagnosis penyakit diharapkan benar-benar mempertimbangkan banyak
hal. Diagnosis akhir diharapkan memiliki kebenaran dan diputuskan setelah
melihat gejala, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang adekuat.
Peserta diskusi tutorial diharapkan lebih aktif lagi dalam diskusi-diskusi
selanjutnya sehingga diskusi menjadi hidup. Selain itu, diharapkan pula anggota
diskusi dapat berpikir secara kritis dalam memecahkan permasalahan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Balucan, Francis S; Morshed, Syed A; Davies, Terry F (2013). Thyroid
Autoantibodies in Pregnancy: Their Role, Regulation and Clinical
Relevance. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3652173/.
Online. Diakses Februari 2014.
Djokomoeljanto, R. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V :
Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme. Jakarta. Interna
Publishing
Dorland, W.A Newman (2012). Kamus Kedokteran Dorland Edisi ke 31.
Jakarta:EGC
Guntur , H. (1990). Pengelolaan Dan Pengobatan Hipertiroidi. Surakarta
Guyton Arthur C, Hall John E (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke
11. Jakarta: EGC.
Hermawan, A. Guntur. 1990. Cermin Dunia Kedokteran No. 63, 1990.
Pengelolaan dan Pengobatan Hipertiroidi.
Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 2000.
Isnaeni, Wiwi. 2010. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.
Kumar V, Cotran R.S, Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Volume 2.
Jakarta: EGC.
Kusrini, Ina; Kumorowulan, Suryati (2009). Nilai Diagnostik Indeks Wayne Dan
Indeks Newcastle Untuk Penapisan Kasus Hipertiroid.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/download/
2110/1176 diakses Februari 201419
20
Mansjoer, Arif, dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Ed 3.
Jakarta:Media Aesculapius FKUI
Permana, Hikmat.(2010). Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis pada
Manula.Bandung.
Price Sylvia A(2006). Patofisiologi konsep klinis dan proses proses penyakit.
Edisi 6. Vol.2. Jakarta : EGC
Sherwood, Lauralee (2012). Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Edisi ke 6.
Jakarta: EGC.
Siregar, Parlindungan (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V :
Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Jakarta. Interna
Publishing
Utama, MA. 2011. Efek Radiasi Terhadap Kelenjar Tiroid Dan Penatalaksanaan
Penanggulangannya.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/23151. diakses 24 Februari
2014
Wartofsky, Leonard , M.D., M.A.C.P. (2013). Hypothyroidism. U.S. Department
of Health and Human Services