laporan tutorial skenario 3 blok tumbang
DESCRIPTION
hoTRANSCRIPT
Tumbuh Kembang Anak
Seorang ibu muda membawa kedua anaknya ke dokter untuk berkonsultasi karena anak tertua
Bayu yang berusia 6 tahun terlihat lebih kecil dibandingkan anak seusianya.Asupan dan nafsu
makannya cukup baik. Bayu mendapat ASI eksklusif dan diteruskan sampai usia 2 tahun. Bayu sudah
dibawa ke dokter Puskesma dan mendapat konseling tentang pola makan yang sesuai untuk umurnya.
Ibunya merasa tidak puas, karena takut Bayu menderita marasmus, sebaliknya adiknya yang
perempuan, usia 4 tahun terlihat lebih besar dan gemuk. Adik bayu hanya mendapat susu formula
karena ditinggal ibunya yang sedang menjalani pendidikan dan diasuh oleh pembantu. Sampai saat ini
adiknya malas makan, hanya mengkonsumsi susu sepanjang hari dan belum lancar berbicara. Ia juga
sering menderita demam, batuk, pilek dan diberi obat yang dibeli di toko. Dokter melakukan
pemeriksaan antropometri terhadap keduanya, ternyata pertumbuhan Bayu dalam batas normal, sesuai
dengan potensi genetiknya, sedangkan adiknya obesitas karena BMI nya lebih besar dari normal.
Dokter menjelaskan bahwa nutrisi yang benar adalah gizi seimbang dan komplit serta imunisasi itu
sangat penting, karena kedua anaknya belum pernah mendapat imunisasi.
Terminologi Asing
1. Marasmus
Merupakan salah satu bentuk kekurangan gizi yang buruk dan paling sering ditemui pada balita karena
adanya kekurangan asupan protein.
2. Obesitas
Penumpukan lemak yang berlebihan.
3. Antropometri
Ilmu yang mempelajari tentang pengukuran tubuh dimensi manusia dari tulang, otot dan jaringan.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola makan yang sesuai dengan umur anak?
2. Apa saja yang diukur pada pemeriksaan antropometri anak?
3. Mengapa adik bayu sering demam, batuk, dan pilek?
4. Mengapa anak yang mengonsumsi ASI eksklusif memilih BB yang lebih rendah daripada anak yang
mengonsumsi susu formula?
5. Apakah hubungan mengonsumsi susu formula dengan malas makan?
Hipotesis
1. Anak usia 0-1 tahun :
Kebutuhan energy : 11-120kal/kg/BB/hari
Kebutuhan protein : 2,5 gram/kgBB/hari
Kebutuhan lemak : 20% dari total kalori terutama yang mengandung asam lemak esensial
Kebutuhan karbohidrat : 50-60% dari total kalori
2. – Berat Badan - Panjang Lutut
- Tinggi Badan - Lingkar Perut
- Lingkar Lengan Atas - Tekanan Darah
- Lingkar Kepala - Suhu
- Lingkar Dada
3. Anak yang tidak mengonsumsi ASI akan mudah terserang penyakit karena lemahnya daya tahan
tubuh. Anak tidak meminum kolostrum pada ASI yang berfungsi untuk membentuk antibody.
4. Susu formula memiliki kadar gula yang lebih tinggi dari ASI sehingga anak mudah terkena obesitas.
5. Kadar gula yang tinggi akan memberikan kalori yang tinggi pada anak. Anak akan cepat kenyang
sehingga malas makan.
Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang
1. Pengertian tumbuh dan kembang pada anak
2. Tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak
3. Pola Asuh pada anak sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak
4. Pola makan dan minum pada anak
5. Gangguan makan dan minum pada anak
6. Gangguan bicara pada anak
7. Pemeriksaan antropometri pada anak
8. Klasifikasi gangguan gizi pada anak (gizi buruk, gizi lebih, dan gangguan mikronutrien)
9. Program imunisasi anak seusia program pemerintah
TAHAPAN TUMBUH KEMBANG ANAK
Pertumbuhan adalah peningkatan jumlah dan besal sel di seluruh bagian tubuh.Sementara
perkembangan adalah perubahan secara berangsur-angsur dan bertambah sempurnanya fungsi alat
tubuh, meningkatkan dan meluasnya kapasitas seseorang melalui pertumbuhan, kematangan atau
kedewasaan dan pembelajaran. Ada beberapa tahapan tumbuh kembang anak, yaitu:
V Neonatus (bayi lahir sampai usia 28 hari)
Dalam tahap neonatus ini bayi memiliki kemungkinan yang sangat besar tumbuh dan kembang
sesuai dengan tindakan yang dilakukan oleh orang tuanya.Sedangkan perawat membantu orang tua
dalam memenuhi kebutuhan tumbuh kembang bayi yang masih belum diketahui oleh orang tuanya.
V Bayi (1 bulan sampai 1 tahun)
Dalam tahap ini bayi memiliki kemajuan tumbuh kembang yang sangat pesat. Bayi pada usia 1-
3 bulan mulai bisa mengangkat kepala,mengikuti objek pada mata, melihat dengan tersenyum dll. Bayi
pada usia 3-6 bulan mulai bisa mengangkat kepala 90°, mulai bisa mencari benda-benda yang ada di
depan mata dll. Bayi usia 6-9 bulan mulai bisa duduk tanpa di topang, bisa tengkurap dan berbalik
sendiri bahkan bisa berpartisipasi dalam bertepuk tangan dll. Bayi usia 9-12 bulan mulai bisa berdiri
sendiri tanpa dibantu, berjalan dengan dtuntun, menirukan suara dll. Perawat disini membantu orang
tua dalam memberikan pengetahuan dalam mengontrol perkembangan lingkungan sekitar bayi agar
pertumbuhan psikologis dan sosialnya bisa berkembang dengan baik.
v Todler (usia 1-3 tahun)
Anak usia toddler ( 1 – 3 th ) mempunyai sistem kontrol tubuh yang mulai membaik, hampir
setiap organ mengalami maturitas maksimal. Pengalaman dan perilaku mereka mulai dipengaruhi oleh
lingkungan diluar keluarga terdekat, mereka mulai berinteraksi dengan teman, mengembangkan
perilaku/moral secara simbolis, kemampuan berbahasa yang minimal. Sebagai sumber pelayanan
kesehatan, perawat berkepentingan untuk mengetahui konsep tumbuh kembang anak usia toddler guna
memberikan asuhan keperawatan anak dengan optimal.
v Pra Sekolah (3-6 tahun)
Anak usia pra sekolah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun ( Wong, 2000), anak usia prasekolah
memiliki karakteristik tersendiri dalam segi pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam hal
pertumbuhan, secara fisik anak pada tahun ketiga terjadi penambahan BB 1,8 s/d 2,7 kg dan rata-rata
BB 14,6 kg.penambahan TB berkisar antara 7,5 cm dan TB rata-rata 95 cm.
Kecepatan pertumbuhan pada tahun keempat hampir sama dengan tahun sebelumnya.BB mencapai
16,7 kg dan TB 103 cm sehingga TB sudah mencapai dua kali lipat dari TB saat lahir. Frekuensi nadi
dan pernafasan turun sedikit demi sedikit. Pertumbuhan pada tahun kelima sampai akhir masa pra
sekolah BB rata-rata mencapai 18,7 kg dan TB 110 cm, yang mulai ada perubahan adalah pada gigi
yaitu kemungkinan munculnya gigi permanent ssudah dapat terjadi.
v Usia sekolah (6-12 tahun)
Kelompok usia sekolah sangat dipengaruhi oleh teman sebayanya. Perkembangan fisik,
psikososial, mental anak meningkat.Perawat disini membantu memberikan waktu dan energi agar anak
dapat mengejar hoby yang sesuai dengan bakat yang ada dalam diri anak tersebut.
v Remaja ( 12-18/20 tahun)
Perawat membantu para remaja untuk pengendalian emosi dan pengendalian koping pada jiwa
mereka saat ini dalam menghadapi konflik.
v Dewasa muda (20-40 tahun)
Perawat disini membantu remaja dalam menerima gaya hidup yang mereka pilih, membantu
dalam penyesuaian diri, menerima komitmen dan kompetensi mereka, dukung perubahan yang penting
untuk kesehatan.
v Dewasa menengah (40-65 tahun)
Perawat membantu individu membuat perencanaan sebagai antisipasi terhadap perubahan hidup,
untuk menerima faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kesehatan dan fokuskan perhatian
individu pada kekuatan, bukan pada kelemahan.
v Dewasa tua
Perawat membantu individu untuk menghadapi kehilangan (pendengaran, penglihatan, kematian
orang tercinta).
POLA ASUH ANAK
Pola asuh merupakan pola pengasuhan yang diberikan orangtua untuk membentuk kepribadian
anak (Prasetya, 2003).Pola asuh orangtua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat
relatif konsisten dari waktu ke waktu.Pola perilaku ini dapat dirasakan anak dari segi negatif maupun
segi positif.Pengasuhan menurut Shochib, (2010) adalah orang yang melaksanakan tugas
membimbing, memimpin, atau mengelola.Pengasuhan yang dimaksud di sini adalah mengasuh anak.
Tipe pola asuh menurut Prasetya (2003), yaitu :
a. Pola Asuh Demokrasi ( Autoritatif ) Pengasuhan Autoritatif adalah pola asuh demokrasi yang
mendorong remaja bebas tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan
mereka. Pada umumnya pola pengasuhan ini di terapkan oleh orangtua yang menerima kehadiran anak
dengan sepenuh hati serta memiliki pandangan atau wawasan kehidupan masa depan dengan jelas.
Mereka tidak hanya memikirkan masa kini, tetapi memahami bahwa ke masa depan harus dilandasi
oleh tindakan-tindakan masa kini. Mereka menyadari dan menghayati adanya kesinambungan
perkembangan kepribadian anak sepanjang hidupnya.Pola asuh ini lebih memprioritaskan kepentingan
anak dibandingkan dengan kepentingan dirinya sendiri tetapi mereka tidak segan-segan mengendalikan
anak.Berani menegur anak bila anak berperilaku buruk. Mereka mengerahkan perilaku anak sesuai
dengan kebutuhan anak agar memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan-keterampilan yang akan
mendasari anak untuk membentuk kepribadian dan kehidupan di masa yang mendatang. Komunikasi
verbal timbal balik bisa berlangsung dengan bebas, dan orangtua bersikap hangat dan bersifat
membesarkan hati remaja.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anak-anak dengan tipe pola asuh
autoritatif ini cenderung lebih mandiri, tegas terhadap diri sendiri, memiliki kemampuan instropeksi
dan mengendalikan diri,mudah bekerjasama dengan orang lain secara sinergik serta ramah terhadap
orang lain yang menyebabkan mereka mudah bergaul dengan teman-teman sebayanya maupun dengan
orang-orang yang lebih dewasa.
b. Pola Asuh Pemanja (Permisif) Pola pengasuhan pemanja atau Permisif ini merupakan
kebalikan dari pola pengasuhan otoriter. Segala sesuatu justru berpusat pada kepentingan
anak.Orangtua tidak mengendalikan perilaku sesuai dengan kebutuhan perkembangan kepribadian
anak.Orangtua atau pengasuhan yang tidak pernah menegur atau tidak berani menegur perilaku anak
meskipun perilaku anak tersebut sudah keterlaluan atau diluar batas kewajaran.Dalam kondisi yang
demikian terkadang terkesan jangan sampai mengecewakan anak atau yang penting jangan sampai
anak menangis.
c. Pola Asuh Otoriter ( Autoritarian ) Kebanyakan pola asuh ini diterapkan oleh orangtua yang
berasal dari pola pengasuhan otoriter pula dimasa kanak-kanaknya atau oleh orangtua yang menolak
kehadiran anaknya. Pengasuhan Autoritarian atau pola asuh otoriter adalah gaya yang membatasi dan
bersifat menghukum yang mendesak remaja untuk mengikuti petunjuk orangtua dan untuk
menghormati pekerjaan serta usaha. Orang tua yang bersifat Autoritarian membuat batasan dan kendali
yang tegas terhadap remaja dan hanya sedikit melakukan komunikasi verbal. Pengasuhan Autoritarian
cenderung tidak memikirkan apa yang akan terjadi dimasa depan, selalu menetapkan standart yang
mutlak yang ditentukan secara sepihak dan harus di turuti, biasanya di ikuti dengan ancaman-ancaman.
Misalnya kalau tidak makan, maka tidak akan di ajak bicara. Orangtua tipe ini cenderung memaksa,
memerintah, menghukum, tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu
arah. Sebagai contoh, seorang orangtua Autoritarian bisa berkata “ Kamu harus melakukan apa yang
saya katakan, tidak ada tawar-menawar!”
d. Pola Pengasuhan Penelantar. Orangtua tipe pola pengasuhan ini bukan hanya berarti
menelantarkan anak secara fisik ataupun nutrisial tetapi juga berarti menelantarkan anak dalam kaitan
psikis. Bisa jadi secara fisik, anak sama sekali tidak terlantar dan nutrisial serta papan pangan tecukupi.
Orangtua atau pengasuh kurang atau bahkan sama sekali tidak peduli perkembangan psikis anak. Anak
di biarkan berkembang sendiri.Pola pengasuhan seperti ini pada umumnya diterapkan oleh orangtua
yang sebenarnya menolak kehadiran anak dengan berbagai macam alasan.Terkadang tidak disadarinya
atau tidak di akuinya dengan jujur, selanjutnya tidak terjadi perubahan sikap ketika anaknya lahir.
POLA MAKAN DAN MINUM ANAK
Pola makan atau pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis dan jumlah pangan yang
dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Yayuk Farida Baliwati. dkk, 2004 :
69).
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang paling baik bagi bayi dan balita hingga berumur
dua tahun, dan dianjurkan memberikan secara ekslusif selama enam bulan pertama. Secara berangsur
sesudah berusia enam bulan bayi diberikan makanan lumat, makanan lembek dan makanan biasa guna
untuk mengembangkan kemampuan mengunyah, menelan serta menerima bermacam-macam makanan
dengan berbagai tekstur dan rasa, sehingga dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat gizi
dibutuhkan. Pemberian makanan hendaknya disesuaikan dengan perkembangan balita, makanan
hendaknya dipilih dengan baik yaitu mudah dicerna, diabsorpsi dan dimetabolisme.
Makanan akan mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan fisik dan mental balita, oleh
karena itu makanan yang diberikan harus memenuhi kebutuhan gizi balita. Balita dalam proses
pertumbuhan dan perkembangannya ditentukan oleh makanan yang dimakan sehari-hari, untuk tumbuh
optimal membutuhkan asupan makanan yang baik yaitu beragam, jumlah yang cukup, bergizi dan
seimbang (Depkes RI,2002).
Kebutuhan Zat Gizi Pada Balita
Kebutuhan gizi balita diberikan harus disesuaikan dengan umur, jenis kelamin, berat badan,
aktivitas, jumlah yang cukup, bergizi dan seimbang. Guna untuk pemeliharaan, pemulihan,
pertumbuhan dan perkembangan. Karena balita sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan
yang pesat (Uripi, 2004). Kebutuhan energi protein balita berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG)
rata-rata perhari yang dianjurkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :
Energi
Energi dibutuhkan oleh tubuh yang berasal dari zat gizi yang merupakan sumber utama yaitu
karbohidrat, lemak dan protein. Energi yang diperlukan tubuh ini dinyatakan dalam satuan kalori.
Setiap 1 (satu) gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori, 1 (satu) gram lemak menghasilkan 9 kalori
dan 1 (satu) gram protein menghasilkan 4 kalori. Energi yang diperlukan tubuh dapat dibagi menjadi 3
(tiga) yaitu :
(1) Energi untuk kebutuhan fisiologis minimal tubuh dalam keadaan basal,
(2) Energi untuk melakukan kerja luar yaitu energi yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan
atau aktivitas fisik,
(3) Energi untuk menutup pengaruh makanan yaitu banyaknya energi yang digunakan untuk
mencerna atau mengangkut makanan dalam tubuh.
Kebutuhan energi balita sehat dapat dihitung berdasarkan usia dan berat badan. Kebutuhan
energi dalam sehari pada balita usia 1-3 tahun adalah 100 kalori per kilogram berat badan, sedangkan
pada anak prasekolah kebutuhan energi dalam sehari 4-6 tahun adalah 90 kalori per kilogram berat
badan (Sulistijiani,dkk 2001).
Protein
Protein merupakan bahan pembentuk dasar struktur sel tubuh. Protein merupakan bagian kedua
terbesar tubuh setelah air. Protein juga merupakan bagian penting dari bahan-bahan pengatur seperti
enzim, hormon, dan plasma darah. Jaringan ini harus senantiasa diganti dan diperbaiki. Protein fungsi
utamanya adalah membentuk jaringan baru dan memperbaiki jaringan yang rusak. Pada anak balita
yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan membutuhkan lebih banyak protein,
sedangkan pada orang dewasa hanya untuk memelihara jaringan. Jadi bila protein makanan melebihi
jumlah yang diperlukan untuk pembangunan dan pemeliharaan, protein digunakan sebagai zat energi,
bila zat energi utama berupa karbohidrat dan lemak kurang dalam makanan sehari-hari (Almatsier, S.
dkk, 2011). Balita yang sedang dalam masa pertumbuhan secara fisiologis kebutuhan protein relatif
lebih besar dari pada orang dewasa. Menurut Persagi (1992), kebutuhan protein balita sehat (1-3 tahun)
dalam sehari 2,5 gram per kilogram berat badan sedangkan pada balita sehat pra sekolah (>3-4 tahun)
dalam sehari 2 gram per kilogram berat badan.
GANGGUAN MAKAN DAN MINUM PADA ANAK
PENGERTIAN KESULITAN MAKAN
Jika bayi atau anak menunjukkan gangguan yang berhubungan dengan makan atau pemberian makan
akan segera mengundang kekawatiran ibu. Keluhan yang biasa disampaikan berbagai macam di
antaranya :
- Penerimaan makanan yang tidak/kurang memuaskan.
- Makan tidak mau ditelan.
- Makan terlalu sedikit atau tidak nafsu makan.
- Penolakan atau melawan pada waktu makan.
- Kebiasaan makan makanan yang aneh (pika).
- Hanya mau makan jenis tertentu saja.
- Cepat bosan terhadap makanan yang disajikan.
- Kelambatan dalam tingkat keterampilan makan.
- Dan keluhan lain.
PENYEBAB KESULITAN MAKAN
Kesulitan makan dapat terjadi pada semua kelompok usia anak, tetapi jenis kesulitan makan dan
penyebabnya berlainan, juga mengenai derajat dan lamanya. Penyebab kesulitan makan mungkin
karena disebabkan oleh satu penyakit atau kelainan tertentu, tetapi bisa juga beberapa macam penyakit
atau faktor bersama-sama. Faktor yang merupakan penyebab kesulitan makan dapat dibedakan
menjadi 3 kelompok yaitu :
- Faktor nutrisi
- Faktor penyakit/kelainan organik
- Faktor penyakit/kelainan kejiwaan
1. Faktor Nutrisi Berdasarkan kemampuan untuk mengkonsumsi makanan, memilih jenis makanan dan
menentukan jumlah makanan, anak-anak dapat dikelompokkan :
- Konsumer pasif : bayi
- Konsumer semi pasif/semi aktif : anak balita
- Konsumer aktif : anak sekolah dan remaja
a. Pada bayi berusia 0 – 1 tahun
Pada bayi umumnya kesulitan makan karena faktor mekanis berkaitan dengan keterampilan
makan biasanya disebabkan oleh cacat atau kelainan bawaan pada mulut dan kelainan neuro motorik.
Selain itu dapat juga oleh kekurangan pembinaan/pendidikan makan antara lain :
- Manajemen pemberian ASI yang kurang benar.
- Usia saat pemberian makanan tambahan yang kurang tepat, terlalu dini atau terlambat.
- Jadwal pemberian makan yang terlalu ketat.
- Cara pemberian makan yang kurang tepat.
b. Pada anak balita usia 1 – 5 tahun
Kesulitan makan pada anak balita berupa berkurangnya nafsu makan makin meningkat
berkaitan dengan makin meningkatnya interaksi dengan lingkungan, mereka lebih mudah terkena
penyakit terutama penyakit infeksi baik yang akut maupun yang menahun, infestasi cacing dan
sebagainya.
c. Pada anak sekolah usia 6 – 12 tahun
Pada usia ini berkurangnya nafsu makan di samping karena sakit juga oleh karena faktor lain
misalnya waktu/kesempatan untuk makan karena kesibukan belajar atau bermain dan faktor kejiwaan.
Kesulitan makan karena faktor kejiwaan biasanya pada anak gadis usia sekitar 10 – 12 tahun sesuai
dengan awal masa remaja. Kesulitan makan mungkin mereka lakukan dengan sengaja untuk
mengurangi berat badan untuk mencapai penampilan tertentu yang didambakan. Sebaliknya mungkin
terjadi nafsu makan yang berlebihan yang mengakibatkan kelebihan berat yang berlanjut menjadi
obesitas.
d. Pada anak remaja usia 12 – 18 tahun Kesulitan makan pada usia ini biasanya karena faktor
kejiwaan (anoreksia nervosa).
2. Faktor Penyakit / Kelainan Organik Berbagai unsur yang terlibat dalam makan yaitu alat pencernaan
makanan dari rongga mulut, bibir, gigi geligi, langit-langit, lidah, tenggorokan, sistem syaraf, sistem
hormonal, dan enzim-enzim. Maka dari itu bila terdapat kelainan atau penyakit pada unsur organik
tersebut pada umumnya akan disertai dengan gangguan atau kesulitan makan, untuk praktisnya
dikelompokkan menjadi :
a. Kelainan/penyakit gigi geligi dan unsur lain dalam rongga mulut
- Kelainan bawaan : Labioschisis, labiognatoschizis, labiognatopaltoschizis, frenulum lidah
yang pendek, makroglossi.
- Penyakit infeksi : stomatitis, ginggivitis, tonsilitis.
- Penyakit neuromuskuler : paresis/paralisis
b. Kelainan/penyakit pada bagian lain saluran cerna.
- Kelainan bawaan :atresiaoesophagus, achalasia, spasme duodenum, penyakit Hirschsprung
- Penyakit infeksi : akut/kronis - Diare akut, diare kronis, cacingan
c. Penyakit infeksi pada umumnya
- Akut : infeksi saluran pernafasan.
- Kronis : tuberkolosis paru, malaria.
d. Penyakit/kelainan non infeksi
Penyakit bawaan di luar rongga mulut dan saluran cerna :
- Penyakit jantung bawaan, Sindroma Down.
- Penyakit neuromuskuler : cerebral palsy.
- Penyakit keganasan : tumor Willems.
- Penyakit hematologi : anemia, leukemia.
- Penyakit metabolik/endokrin : diabetes mellitus.
- Penyakit kardiovaskuler.
3. Faktor Gangguan / Kelainan Psikologis
a. Dasar teori motivasi dengan lingkaran motivasinya
Suatu kehendak/keinginan atau kemauan karena ada kebutuhan atau kekurangan yang menimbulkan
ketidak seimbangan. Orang membutuhkan makanan selanjutnya muncul perasaan lapar karena di
dalam tubuh ada kekurangan zat makanan. Atau sebaliknya seseorang yang di dalam tubuhnya sudah
cukup makanan yang baru atau belum lama dimakan, maka tubuh belum membutuhkan makanan dan
tidak timbul keinginan makan. Hal ini sering tidak disadari oleh para ibu atau pengasuh anak, yang
memberikan makanan tidak pada saat yang tepat, apalagi dengan tindakan pemaksaan, ditambah
dengan kualitas makanan yang tidak enak misalnya terlalu asin atau pedas dan dengan cara menyuapi
yang terlalu keras, memaksa anak untuk membuka mulut dengan sendok. Hal ini semua menyebabkan
kegiatan makan merupakan kegiatan yang tidak menyenangkan.
b. Pemaksaan untuk memakan atau menelan jenis makanan tertentu yang kebetulan tidak
disukai.
Hal ini perlu pendekatan yang tepat dalam melatih anak mau memakan makanan yang
mungkin tidak disukai.
c. Anak dalam kondisi tertentu, misalnya anak daam keadaan demam, mual atau muntah dan dalam
keadan ini anak dipaksa untuk makan.
d. Suasana keluarga, khususnya sikap dan cara mendidik serta pola interaksi antara orang tua dan anak
yang menciptakan suasana emosi yang tidak baik. Tidak tertutup kemungkinan sikap menolak makan
sebagai sikap protes terhadap perlakuan orang tua, misalnya cara menyuapi yang terlalu keras,
pemaksaan untuk belajar dan sebagainya.
DAMPAK KESULITAN MAKAN
Pada kesulitan makan yang sederhana misalnya karena sakit yang akut biasanya tidak menunjukkan
dampak yang berarti pada kesehatan dan tumbuh kembang anak. Pada kesulitan makan yang berat dan
berlangsung lama akan berdampak pada kesehatan dan tumbuh kembang anak. Gejala yang timbul
tergantung dari jenis dan jumlah zat gizi yang kurang. Bila anak hanya tidak menyukai makanan
tertentu misalnya buah atau sayur akan terjadi defisiensi vitamin A. Bila hanya mau minum susu saja
akan terjadi anemi defisiensi besi. Bila kekurangan kalori dan protein akan terjadi kekurangan energi
protein (KEP).
TATA LAKSANA MENGATASI KESULITAN MAKAN
Kesulitan makan merupakan masalah individu anak sehingga upaya mengatasinya juga bersifat
individual tergantung dari beratnya dan faktorfaktor yang menjadi penyebab. Penatalaksanaan
kesulitan makan yang berat mencakup 3 aspek yaitu :
1. Identifikasi faktor penyebab Dapat dengan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik, bahkan
mungkin diperlukan pemeriksaan penunjang. Pada keadaan yang berat mungkin penyebabnya tidak
hanya satu faktor (multi faktorial).
2. Evaluasi tentang faktor dan dampak nutrisi
- Wawancara yang cermat, khususnya riwayat pengelolaan makan, jenis makanan, jumlah makanan
yang dikonsumsi, makanan yang disukai dan yang tidak, cara dan waktu pemberian makan, suasana
makan dan perilaku makan.
- Pemeriksaan fisik khusus untuk menilai status gizi.
- Pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
- Pemeriksaan kejiwaan bila diperlukan.
3. Melakukan upaya perbaikan
a. Nutrisi
- Memperbaiki gangguan gizi yang telah terjadi.
- Memperbaiki kekurangan makanan yang diperlukan misalnya jenis makanan, jumah makanan,
jadwal pemberian makan, perilaku dan suasana makan.
- Mengoreksi keadaan defisiensi gizi yang ditemukan. Sedapat mungkin diberikan dalam bentuk
makanan, bila tidak mungkin baru diberikan dalam bentuk obat-obatan.
b. Upaya mengobati faktor-faktor penyebab
Keberhasilan mengatasi masalah kesulitan makan juga tergantung kepada keberhasilan upaya
mengobati atau melenyapkan faktor penyebab baik faktor organik maupun faktor psikologis/gangguan
kejiwaan. Pada kesulitan makan yang sederhana misalnya akibat penyakit stomatitis atau tuberkulosis
akan cepat dapat diatasi. Tetapi untuk kesulitan makan yang berat misalnya pada gangguan
perkembangan neuromuskuler, kelainan bawaan misalnya kelainan pada bibir sumbing atau celah
langit-langit perlu kerjasama dengan keahlian yang terlibat di antaranya ahli bedah, rehabilitasi medik,
psikolog, ahli gizi dan sebagainya.
GANGGUAN BICARA PADA ANAK
Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah artikulasi, suara, kelancaran bicara (gagap),
afasia (kesulitan dalam menggunakan kata-kata, biasanya akibat cedera otak), serta keterlambatan
dalam bicara atau bahasa. Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang
mendukung proses tersebut seperti fungsi otot mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan
gangguan bicara bisa mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal”
(sengau, serak) sampai dengan ketidakmampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau
ketidakmampuan mekanisme motorik oral dalam fungsinya untuk bicara dan makan. Gangguan
perkembangan artikulasi meliputi kegagalan mengucapkan satu huruf sampai beberapa huruf dan
sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf tersebut sehingga menimbulkan kesan cara
bicaranya seperti anak kecil. Selain itu juga dapat berupa gangguan dalam pitch, volume atau kualitas
suara. 25 Afasia merupakan kehilangan kemampuan untuk membentuk kata-kata atau kehilangan
kemampuan untuk menangkap arti kata-kata sehingga pembicaraan tidak dapat berlangsung dengan
baik. Anak-anak dengan afasia didapat memiliki riwayat perkembangan bahasa awal yang normal, dan
memiliki onset setelah trauma kepala atau gangguan neurologis lain (contohnya kejang).
Gagap adalah gangguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan atau irama bicara.
Terdapat pengulangan suara, suku kata, kata, atau suatu bloking yang spasmodik, bisa terjadi spasme
tonik dari otot-otot bicara seperti lidah, bibir, dan laring. Terdapat kecenderungan adanya riwayat
gagap dalam keluarga. Selain itu, gagap juga dapat disebabkan oleh tekanan dari orang tua agar anak
bicara dengan jelas, gangguan lateralisasi, rasa tidak aman, dan kepribadian anak.
Keterlambatan bicara (speech delay) adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan
yang paling sering ditemukan pada anak. Gangguan ini semakin hari tampaknya semakin meningkat
pesat. Beberapa data menunjukkan angka kejadian anak yang mengalami keterlambatan bicara (speech
delay) cukup tinggi.
Silva di New Zealand, sebagaimana dikutip Leung, menemukan bahwa 8,4% anak umur 3
tahun mengalami keterlambatan bicara sedangkan Leung di Canada mendapatkan angka 3% sampai
10%.2
Prevalensi keterlambatan perkembangan berbahasa di Indonesia belum pernah diteliti secara
luas. Data di Departemen Rehabilitasi Medik RSCM tahun 2006, dari 1125 jumlah kunjungan pasien
anak terdapat 10,13% anak didiagnosis keterlambatan bicara dan bahasa.
Penelitian Wahjuni tahun 1998 di salah satu kelurahan di Jakarta Pusat menemukan prevalensi
keterlambatan bahasa sebesar 9,3% dari 214 anak yang berusia bawah 3 tahun.28 Di Poliklinik
Tumbuh Kembang Anak RSUP Dr. Kariadi selama tahun 2007 diperoleh 100 anak (22,9 %) dengan
keluhan gangguan bicara dan berbahasa dari 436 kunjungan baru. 3 Anak yang mengalami
keterlambatan bicara dan bahasa berisiko mengalami kesulitan belajar, kesulitan membaca dan
menulis, dan akan menyebabkan pencapaian akademik yang kurang secara menyeluruh. Hal ini dapat
berlanjut sampai usia dewasa muda. Selanjutnya, orang dewasa dengan pencapaian akademik yang
rendah akibat keterlambatan bicara dan bahasa akan mengalami masalah perilaku dan penyesuaian
psikososial. Beberapa ahli menyimpulkan perkembangan bicara dan bahasa dapat dipakai sebagai
indikator perkembangan anak secara keseluruhan, termasuk kemampuan kognisi dan kesuksesan dalam
proses belajar di sekolah.
Penilaian Kemampuan Bicara Anak
Untuk menentukan apakah seorang anak mengalami keterlambatan bicara, dokter harus
memiliki pengetahuan dasar parameter penilaian kemampuan berbicara. Anak mengalami
perkembangan kemampuan berbicara sesuai dengan umurnya melalui tahapan pola berbicara normal
akan melalui tahap berikut :
Etiologi Keterlambatan Bicara
Kemampuan dalam bahasa dan berbicara dipengaruhi oleh faktor intrinsik (anak) dan faktor
ekstrinsik (psikososial). Faktor intrinsik ialah kondisi pembawaan sejak lahir termasuk fisiologi dari
organ yang terlibat dalam kemampuan bahasa dan berbicara. Sementara itu, faktor ekstrinsik dapat
berupa stimulus yang ada di sekeliling anak, misalnya perkataan yang didengar atau ditujukan kepada
si anak.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan bicara adalah sebagai berikut:
1) Faktor Intrinsik
a) Retardasi mental
Retardasi mental merupakan penyebab paling umum dari keterlambatan bicara, tercatat lebih
dari 50% dari kasus. 32 Seorang anak retardasi mental menunjukkan keterlambatan bahasa
menyeluruh, keterlambatan pemahaman pendengaran, dan keterlambatan motorik. Secara umum,
semakin parah keterbelakangan mental, semakin lambat kemampuan komunikasi bicaranya. Pada
30%-40% anak-anak dengan retardasi mental, penyebabnya tidak dapat ditentukan. Penyebab retardasi
mental diantaranya cacat genetik, infeksi intrauterin, insufisiensi plasenta, obat saat ibu hamil, trauma
pada sistem saraf pusat, hipoksia, kernikterus, hipotiroidisme, keracunan, meningitis atau ensefalitis,
dan gangguan metabolic.
b) Gangguan pendengaran
Fungsi pendengaran dalam beberapa tahun pertama kehidupan sangat penting untuk
perkembangan bahasa dan bicara. Gangguan pendengaran pada tahap awal perkembangan dapat
menyebabkan keterlambatan bicara yang berat. Gangguan pendengaran dapat berupa gangguan
konduktif atau gangguan sensorineural. Tuli konduktif umumnya disebabkan oleh otitis media dengan
efusi. Gangguan pendengaran tersebut adalah intermiten dan rata-rata dari 15dB sampai 20 dB.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan gangguan pendengaran konduktif yang
berhubungan dengan cairan pada telinga tengah selama beberapa tahun pertama kehidupan berisiko
mengalami keterlambatan bicara. Gangguan konduktif juga dapat disebabkan oleh kelainan struktur
telinga tengah dan atresia dari canalis auditoris eksterna. Gangguan pendengaran sensorineural dapat
disebabkan oleh infeksi intrauterin, kernikterus, obat ototosik, meningitis bakteri, hipoksia, perdarahan
intrakranial, sindrom tertentu (misalnya, sindrom Pendred, sindrom Waardenburg, sindrom Usher) dan
kelainan kromosom (misalnya, sindrom trisomi). Kehilangan pendengaran sensorineural biasanya
paling parah dalam frekuensi yang lebih tinggi.
c) Autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan neurologis yang terjadi sebelum anak mencapai usia
36 bulan. Autisme ditandai dengan keterlambatan perkembangan bahasa, penyimpangan kemampuan
untuk berinteraksi, perilaku ritualistik, dan kompulsif, serta aktivitas motorik stereotip yang berulang.
Berbagai kelainan bicara telah dijelaskan, seperti ekolalia dan pembalikan kata ganti. Anak-anak autis
pada umumnya gagal untuk melakukan kontak mata, merespon senyum, menanggapi jika dipeluk, atau
menggunakan gerakan untuk berkomunikasi. Autisme tiga sampai empat kali lebih sering terjadi pada
anak laki-laki daripada anak perempuan.
d) Mutasi selektif Mutasi selektif adalah suatu kondisi dimana anak-anak tidak berbicara
karena mereka tidak mau. Biasanya, anak-anak dengan mutasi selektif akan berbicara ketika mereka
sendiri, dengan teman-teman mereka, dan kadang-kadang dengan orang tua mereka. Namun, mereka
tidak berbicara di sekolah, dalam situasi umum, atau dengan orang asing. Kondisi tersebut terjadi lebih
sering pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Secara signifikan anak-anak dengan mutasi
selektif juga memiliki defisit artikulatoris atau bahasa. Anak dengan mutasi selektif biasanya
memanifestasikan gejala lain dari penyesuaian yang buruk, seperti kurang memiliki teman sebaya atau
terlalu bergantung pada orang tua mereka. Umumnya, anak-anak ini negativistik, pemalu, penakut, dan
menarik diri. Gangguan tersebut bisa bertahan selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun.
e) Cerebral palsy Keterlambatan bicara umumnya dialami oleh anak dengan cerbral palsy.
Keterlambatan bicara terjadi paling sering pada orang-orang dengan tipe athetoid cerebral palsy. Selain
itu juga dapat disertai atau dikombinasi oleh faktor-faktor penyebab lain, diantaranya: gangguan
pendengaran, kelemahan atau kekakuan otot-otot lidah, disertai keterbelakangan mental atau cacat
pada korteks serebral.
f) Kelainan organ bicara
Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan mandibula (rahang bawah),
kelainan bibir sumbing (palatoschizis/cleft palate), deviasi septum nasi, adenoid atau kelainan
laring.Pada lidah pendek terjadi kesulitan menjulurkan lidah sehingga kesulitan mengucapkan huruf
”t”, ”n”, dan ”l”. Kelainan bentuk gigi dan mandibula mengakibatkan suara desah seperti ”f”, ”v”, ”s”,
”z”, dan ”th”. Kelainan bibir sumbing bisa mengakibatkan penyimpangan resonansi berupa rinolalia
aperta, yaitu terjadi suara hidung pada huruf bertekanan tinggi seperti ”s”, ”k”, dan ”g”.
2) Faktor Ekstrinsik (Psikososial)
Dalam keadaaan ini anak tidak mendapatkan rangsangan yang cukup dari lingkungannya.
Anak tidak mendapatkan cukup waktu dan kesempatan berbicara dengan orang tuanya. Hasil
penelitian menunjukkan stimulasi yang kurang akan menyebabkan gangguan berbahasa yaitu
keterlambatan bicara, tetapi tidak berat. Bilamana anak yang kurang mendapat stimulasi tersebut juga
mengalami kurang makan atau child abuse, maka kelainan berbahasa dapat lebih berat karena
penyebabnya bukan deprivasi semata-mata tetapi juga kelainan saraf karena kurang gizi atau
penelantaran anak.
Berbagai macam deprivasi psikososial yang mengakibatkan keterlambatan bicara adalah
a) Lingkungan yang Sepi
b) Anak Kembar
c) Bilingualisme
d) Teknik Pengajaran yang Salah
e) Pola menonton televise
Deteksi Dini Keterlambatan Bicara
American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan agar melakukan surveilans
perkembangan (developmental surveillance) pada setiap kontrol anak sehat dan melakukan skrining
perkembangan (developmental screening) pada anak yang kontrol pada usia 9,18, dan 30 bulan atau
pada anak-anak yang dicurigai memiliki keterlambatan atau kelainan perkembangan (yang ditemui saat
surveilans perkembangan). Apabila didapatkan adanya gangguan perkembangan, maka harus
dilakukan evaluasi medis dan perkembangan (developmental assessment) agar dapat segera dilakukan
intervensi dini (early intervention) pada anak.
Tiga tahun pertama kehidupan merupakan periode kritis kehidupan anak. Plastisitas otak
maksimal pada beberapa tahun pertama kehidupan dan berlanjut dengan kecepatan yang lebih lambat.
Pengalaman sensorik, stimulasi dan pajanan bahasa selama periode ini dapat menentukan
sinaptogenesis, mielinisasi, dan hubungan sinaptik . Prinsip “gunakanlah atau kehilangan” dan
“gunakan serta kembangkanlah” didasarkan pada prinsip plastisitas otak. Bila gangguan bicara dan
bahasa tidak diterapi dengan tepat akan terjadi gangguan kemampuan membaca, kemampuan verbal,
perilaku, penyesuaian psikososial, dan kemampuan akademis yang buruk. Identifikasi dan intervensi
secara dini diperlukan untuk mencegah terjadinya gangguan dan hambatan tersebut. Oleh karena itu,
periode yang tepat untuk melakukan deteksi dini ialah usia 1-3 tahun.
Capute scales adalah salah satu alat skrining yang dapat menilai secara akurat aspek-aspek
perkembangan utama termasuk komponen bahasa dan visual-motor pada anak usia 1-36 bulan. Capute
scales telah digunakan secara luas untuk clinical assessment oleh neurodevelopmental pediatricians
dan dengan latihan yang singkat alat ini dapat dikerjakan dengan baik ditingkat pelayanan primer.
Keberhasilannya dalam pengukuran secara cepat dan mudah dari aspek-aspek perkembangan akan
membantu menegakkan diagnosis banding dari sebagian besar kategori utama gangguan
perkembangan (delayed, deviasi, dan disosiasi) pada masa bayi dan kanak-kanak dini, sehingga dapat
segera dilakukan intervensi dini untuk memberikan hasil yang terbaik.
PEMERIKSAAN ANTROPOMETRI PADA ANAK
Penilaian Secara Langsung dengan Metode Antropometri
Penilaian antropometri adalah pengukuran besar tubuh, berat badan, dan proporsi. Hasil yang
diperoleh dari antropometri dapat merupakan indikator sensitif dari kesehatan, perkembangan, dan
pertumbuhan bayi dan anak, dapat digunakan untuk mengevaluasi status gizi apakah berupa obesitas
yang disebabkan oleh gizi lebih atau kurus yang disebabkan kurang energi protein (KEP).
Penilaian antropometri dilakukan melalui pengukuran dimensi fisik dan komposisi kasar
tubuh. Penilaian dilakukan terhadap berat badan (BB), panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB),
lingkar kepala, lingkar lengan atas (LLA atau LILA) dan tebal lemak kulit.
Untuk menilai status gizi balita dengan menggunakan beberapa indeks penilaian yaitu berat
badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan (BB/PB atau
BB/TB), panjang badan atau tinggi badan menurut Umur (PB/U atau TB/U), dan indeks yang baru
diperkenalkan oleh WHO (2005) yaitu indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U). Dalam
menggunakan semua indeks tersebut, dianjurkan menggunakan perhitungan dengan Z-sore
(menggunakan nilai median sebagai nilai normalnya). Interpretasi berbagai indikator pertumbuhan
tersebut dapat di lihat pada Tabel.2.3
a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator dalam
keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake dan
kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot
dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak,
misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang
dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat
labil, menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current
Nutritional Status).
b) Indeks panjang badan atau tinggi badan menurut umur (PB-TB/U)
Indeks TB/U disamping memberikan status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya
dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973) dalam Supariasa, dkk. (2001). c).
Indeks berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan (BB/PB-TB) Berat badan
memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal,
perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan
kecepatan tertentu (Supariasa, dkk., 2001). Serbagai indeks antropometri, untuk
menginterpretasinya dibutuhkan ambang batas. Penentuan ambang batas yang paling
umum digunakan saat ini adalah dengan memakai standar deviasi unit (SD) atau disebut
juga Z-Skor. Rumus perhitungan Z-Skor adalah :
KLASIFIKASI GANGGUAN GIZI PADA ANAK
Klasifikasi Gizi Buruk
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor. Perbedaan tipe
tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.
Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul
diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan
tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan
(sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis
meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah
(Depkes RI, 2000) :
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang
terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar.
Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya
mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya
terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua
punggung kaki sampai seluruh tubuh.
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis.
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit
kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada
rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas.
Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus.
Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang
normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan
kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).